32
Tinjauan Pustaka DEMAM BERDARAH DENGUE

Tinjauan Pustaka deliana

Embed Size (px)

DESCRIPTION

DHF

Citation preview

  • Tinjauan PustakaDEMAM BERDARAH DENGUE

  • PENDAHULUAN

    Demam Berdarah Dengue merupakan suatu penyakit demam akut yang disebabkan oleh virus genus Flavivirus, famili Flaviviridae, melalui perantara nyamuk Aedes aegypti atau Aedes albopictus. Spektrum klinis infeksi dengue dapat dibagi menjadi (1) gejala klinis paling ringan tanpa gejala (silent infection), (2) demam dengue, (3) demam berdarah dengue, dan (4) dengue syok sindrom.

  • ETIOLOGI

    Virus dengue termasuk dalam kelompok Arbovirus B. Dikenal 4 serotipe virus dengue yang saling tidak mempunyai imunitas silang. Sampai saat ini telah diketahui beberapa nyamuk sebagai vektor dengue.Walaupun Aedes aegypti diperkirakan sebagai vector utama penyakit demam berdarah dengue, pengamatan epidemiologis dan percobaan di laboratorium membuktikan bahwa Ae. Scuttelaris dan Ae. Polynesiensis yang terdapat di Kepulauan Pasifik dapat menjadi vektor demam dengue. Di Indonesia, Ae. Aegypti diperkirakan sebagai vektor terpenting di daerah perkotaan, sedangkan Ae. Albopictus di daerah pedesaan.

  • EPIDEMIOLOGIPada saat ini jumlah kasus demam berdarah dengue di Indonesia masih tetap tinggi, rata-rata 10-25 per 100.000 penduduk. Namun angka kematian telah menurun bermakna
  • Infeksi virus dengue pada manusia mengakibatkan suatu spectrum manifestasi klinis yang bervariasi antara penyakit paling ringan (mild undifferentiated fever illness), dengue fever, dengue haemorrhagic fever dan dengue shock syndrome; yang terakhir dengan moprtalitas tinggi yang disebabkan renjatan.dan perdarahan hebat. Diperkirakan untuk setiap kasus renjatan yang dijumpai di rumah sakit, telah terjadi 150-200 kasus silent dengue infection.

  • PATOFISIOLOGIPatogenesisnya belum dimengerti secara sempurna. Virus dengue masuk ke dalam tubuh melalui gigitan nyamuk dan infeksi pertama kali mungkin memberi gejala sebagai DF. Reaksi tubuh merupakan reaksi yang biasa terlihat pada infeksi oleh virus. Reaksi yang amat berbeda akan tampak bila seseorang mendapat infeksi berulang dengan tipe virus dengue yang berlainan. Berdasarkan hal ini timbulah yang disebut the secondary heterologous infection.

  • Hipotesis infeksi heterolog sekunder sampai saat ini masih dianut sebagai konsep patogenesis terjadinya DHF. Berdasarkan hipotesis ini seseorang akan menderita DHF apabila didapatkan infeksi berulang oleh serotype virus dengue yang berbeda dalam jangka waktu tertentu, yang berkisar antara 6 bulan 5 tahun. Hipotesis ini juga menjelaskan mengenai patogenesis terjadinya renjatan pada DHF.

  • Berdasarkan hipotesis ini maka terbentuknya kompleks virus-antibodi dalam sirkulasi akan mengaktivasi sistem komplemen. Akibat aktivasi C3 dan C5 akan dilepaskan C3a dan C5a, dua peptide yang berdaya untuk melepaskan histamin dan merupakan mediator kuat sebagai factor meningginya permeabilitas dinding pembuluh darah dan menghilangnya plasma melalui endotel dinding itu.

  • Setelah virus dengue masuk ke dalam tubuh, pasien akan mengalami keluhan dan gejala karena viremia, seperti demam, sakit kepala, mual, nyeri otot, pegal seluruh badan, hyperemia di tenggorok, timbulnya ruam dan kelainan yang mungkin terjadi pada sistem retikuloendotelial seperti pembesaran kelenjar-kelenjar getah bening, hati dan limpa. Ruam pada DF disebabkan oleh kongesti pembuluh darah di bawah kulit.

  • Patofisiologi utama yang menentukan berat penyakit dan membedakan DHF dari demam dengue ialah meningginya permeabilitas dinding pembuluh darah, menurunnya volume plasma, terjadinya hipotensi, trombositopeni dan diatesis hemoragik.

  • Adanya kebocoran plasma ke daerah ekstavaskular dibuktikan dengan ditemukannya cairan dalam rongga serosa, yaitu rongga peritoneum, pleura dan perikard.Fungsi agregasi trombosit yang menurun mungkin disebabkan proses imunologis terbukti dengan terdapatnya kompleks imun dalam peredaran darah.

  • MANIFESTASI KLINISDemam merupakan tanda utama, terjadi mendadak tinggi, selama 2-7 hari. Disertai lesu, tidak mau makan dan muntah. Pada anak besar dapat mengeluh sakit kepala, nyeri otot dan nyeri perut

  • Terjadinya peningkatan permeabilitas kapiler sehingga menyebabkan perembesan plasma, hipovolemia dan syok. Perembesan plasma menyebabkan ekstravasasi cairan ke dalam rongga pleura dan rongga peritoneal dalam 24-48 jam.

  • Manifestasi perdarahan yang paling sering ditemukan pada DHF ialah perdarahan kulit, uji tornikuet positif, memar dan perdarahan pada tempat pengambilan darah vena. Petekie halus yang tersebar di anggota gerak, muka, aksila seringkali ditemukan pada masa dini demam.

  • Hati yang membesar pada umumnya dapat diraba pada permulaan penyakit. Nyeri tekan seringkali ditemukan tanpa disertai ikterus.

  • DATA LABORATORIUMKelainan hematologis yang paling sering selama syok klinis adalah kenaikan hematokrit 20% atau lebih besar melebihi nilai hematokrit penyembuhan, trombositopenia, waktu perdarahan memanjang, dan kadar protrombin menurun sedang. Kelainan lain adalah asidosis metabolik ringan dengan hiponatremia, dan kadang-kadang hipokloremi, serta hipoalbuminemia. Foto toraks menunkukkan efusi pleura pada hampir semua penderita.

  • DIAGNOSAPatokan WHO tahun 1997 untuk membuat diagnosis DHF ditetapkan sbagai berikut :Klinik :Demam tinggi dengan mendadak dan terus menerus selama 2-7 hariManifestasi perdarahan, termasuk setidak-tidaknya uji tornikuet positif dan salah satu bentuk lain (petekie, purpura, ekimosis, epistaksis dan perdarahan gusi), hematemesis dan atau melena

  • HepatomegaliRenjatan, yang ditandai oleh nadi lemah, cepat disertai tekanan nadi menurun (menjadi 20 mmHg atau kurang), tekanan darah menurun (tekanan sisto menurun sampai 80 mmHg atau kurang) disertai kulit yang teraba dingin dan lembab terutama pada ujung hidung, jari dan kaki, penderita menjadi gelisah, timbul sianosis di sekitar mulut.

  • Laboratorium :Trombositopeni (100.000 /mm3 atau kurang) dan hemokonsentrasi yang dapat dilihat dari meningginya nilai hematokrit sebanyak 20% atau lebih dibandingkan dengan nilai hematokrit pada masa konvalesen.Ditemukannya 2 atau 3 gejala klinis disertai trombositopeni dan hemokonsentrasi sudah cukup untuk membuat diagnosis DHF

  • Sesuai dengan patokan yang disebut di atas, WHO (1975) membagi derajat DHF dalam 4 derajat, yaitu sebagai berikut :Derajat I: Demam disertai gejala tidak khas dan satu- satunya manifestasi perdarahan ialah uji tornikuet positifDerajat II: Derajat I disertai perdarahan spontan di kulit dan atau perdarahan lainDerajat III: Ditemukannya kegagalan sirkulasi yaitu nadi cepat dan lembut, tekanan nadi menurun (kurang dari 20 mmHg) atau hipotensi disertai kulit yang dingin, lembab dan penderita menjadi gelisahDerajat IV : Renjatan berat dengan nadi yang tidak dapat diraba dan tekanan darah yang tidak dapat diukur

  • DIAGNOSIS BANDINGDiagnosis banding yang paling penting ialah demam chikungunya. Praktis sukar membedakan DHF derajat sedang dan demam chikungunya. Serangan demam pada demam chikungunya lebih mendadak, masa demam lebih pendek, namun suhu tubuh diatas 40 lebih sering ditemukan.

  • Ruam makulopapular, injeksi konjungtiva dan nyeri pada persendian lebih sering dijumpai pada demam chikungunya. Perdarahan gastrointestinal dan renjatan hanya ditemukan pada penderita DHF. Petekie dan ekimosis juga dapat ditemukan pada beberapa penyakit infeksi seperti sepsis, meningitis meningokok.

  • Pada sepsis anak sejak semula tampak sakit berat, demam naik turun, gejala radang beberapa alat tubuh mungkin tampak dengan jelas dan leukositosis. Pada meningitis menongokok akan jelas ditemukan tanda rangsang meningeal dan kelainan pada pemeriksaan LCS.

  • Perdarahan di bawah kulit juga ditemukan pada idiopathic thrombocytopenic purpura (ITP) yang kadang2 disertai demam. Pada hari-hari pertama diagnosis sulit dibedakan, tetapi pada ITP demam cepat menghilang dan tidak ditemukan hemokonsentrasi.

  • Perdarahan dapat juga terjadi pada leukemia stadium lanjut. Pada leukemia demam tidak teratur, kelenjar getah bening umumnya teraba, anak sangat anemis. Pemeriksaan darah tepi dan sumsum tulang akan lebih memperjelas diagnosis leukemia.Pada anemia aplastik timbul juga perdarahan pada stadium lanjut. Anak sangat anemis, demam timbul karena infeksi sekunder dan pada pemeriksaan darah tepi ditemukan pansitopeni.

  • PENGOBATANPenggantian volume plasma segera, cairan intravena RL 10-20 ml/kgbb secara bolus diberikan dalam waktu 30 menit. Apabila syok belum teratasi tetap berikan RL 20 ml/kgbb ditambah koloid 20-30 ml/kgbb/jam, maksimal 1500 ml/hariPemberian cairan 10 ml/kgbb/jam tetap diberikan sampai 24 jam pasca syok. Volume cairan diturunkan menjadi 7 ml/kgbb/jam dan selanjutnya 5 ml, dan 3 ml apabila tanda vital baik.

  • Jumlah urin 1 ml/kgbb/jam merupakan indikasi sirkulasi membaikUmumnya cairan tidak perlu diberikan lagi 48 jam setelah syok teratasiOksigen 2-4 l/mnt pada DBD syok

  • Hipervolemia selama fase reabsorbsi cairan dapat membahayakan jiwa dan ditunjukkan dengan turunnya hematokrit dengan tekanan nadi yang melebar, diuretik dapat digunakan untuk mengatasinya. Koreksi asidosis metabolic dan elektrolit

  • Indikasi tranfusi darah :

    Terdapat perdarahan secara klinisSetelah pemberian cairan kristaloid dan koloid, syok menetap, hematokrit turun, diduga telah terjadi perdarahan, berikan darah segar 10 ml/kgbb

  • Apabila kadar hematokrit tetap >40 vol%, maka berikan darah dalam volume kecilPlasma segar beku dan suspensi trombosit berguna untuk koreksi gangguan koagulopati atau koagulasi intravascular desiminator pada syok berat yang menimbulkan perdarahan masif.

  • PROGNOSIS

    Kematian telah terjadi pada penderita dengan syok, tetapi dengan perawatan intensif yang cukup kematian dapat berkurang dari 2%. Ketahanan hidup secara langsung terkait dengan manajemen awal dan intensif.

  • KRITERIA MEMULANGKAN PASIENTidak demam selama 24 jam tanpa antipiretikNafsu makan membaikTampak perbaikan secara klinisHematokrit stabilTiga hari setelah syok teratasiJumlah trombosit >50.000/uLTidak dijumpai distress pernafasan