Tinjauan Pustaka BP Lapsus

Embed Size (px)

DESCRIPTION

wuahahahaaa

Citation preview

TINJAUAN PUSTAKA

BRONKOPNEUMONIABronkopneumonia disebut juga pneumonia lobularis adalah peradangan pada parenkim paru yang melibatkan bronkus/bronkiolus yang berupa distribusi berbentuk bercak-bercak (patchy distribution). Konsolidasi bercak berpusat disekitar bronkus yang mengalami peradangan multifokal dan biasanya bilateral. Konsolidasi pneumonia yang tersebar (patchy ) ini biasanya mengikuti suatu bronkitis atau bronkiolitis.MORFOLOGIBronkopneumonia ditandai dengan lokus konsolidasi radang yang menyebar menyeluruh pada satu atau beberapa lobus. Seringkali bilateral di basal sebab ada kecenderungan sekret untuk turun karena gravitasi ke lobus bawah. lesi yang telah berkembang penuh agak meninggi, kering granuler, abu-abu merah, sampai kuning, dan memiliki batas yang tidak jelas. Ukuran diameter bervariasi antara 3 sampai 4 cm. pengelompokan fokus ini terjadi pada keadaan yang lebih lanjut (florid) yang terlihat sebagai konsolidasi lobular total. Daerah fokus nekrosis (abses) dapat terlihat di antara daerah yang terkena. Substansi paru di sekelilingi daerah konsolidasi biasanya agak hipermi dan edematosa, tetapi daerah yang luas diantaranya pada umumnya normal. Pleuritis fibrinosa atau supuratif terjadi bila fokus peradangan berhubungan dengan pleura, tetapi ini tidak biasa. Dengan meredanya penyakit, konsolidasi dapat larut bila tidak ada pembentukan abses, atau dapat menjadi terorganisasi meninggalkan sisa fokus fibrosis. Secara histologis, reaksi itu terdiri dari eksudat supuratif yang memenuhi bronki, bronkioli dan rongga alveolar yang berdekatan. Netrofil dominan dalam eksudasi ini dan biasanya hanya didapatkan sejumlah kecil fibrin. Seperti yang diharapkan, abses ditandai oleh nekrosis dari arsitektur dasar.ETIOLOGIUsiaEtiologi yang seringEtiologi yang jarang

Lahir - 20 hari BakteriBakteri

E.colliBakteri anaerob

Streptococcus grup BStreptococcus grup D

Listeria monocytogenesHaemophillus influenza

Streptococcus pneumonie

Virus

citomegalovirus

Herper simpleks virus

3 miggu 3 bulanBakteriBakteri

Clamydia trachomatisBordetella pertusis

Streptococcus pneumoniaeHaemophillus influenza tipe B

VirusMoraxella catharalis

Adenovirus Staphylococcus aureus

Influenza virusUreaplasma urealyticum

Parainfluenza 1,2,3Virus

respiratory syncytial virusCytomegalovirus

4 bulan 5 tahunBakteriBakteri

Clamydia pneumoniaeHaemophillus influenza tipe B

Mycoplasma pneumoniaeMoraxella catharalis

Streptococcus pneumoniaeStaphylococcus aureus

VirusNeisseria meningitides

Adenovirus Virus

Rinovirus Varisela Zoster

Influenza virus

Parainfluenza virus

respiratory syncytial virus

5 tahun remajaBakteriBakteri

Clamydia pneumoniaeHaemophillus influenza

Mycoplasma pneumoniaeLegionella sp

Streptococcus pneumoniaeStaphylococcus aureus

Virus

Adenovirus

Epstein-Barr virus

Influenza virus

Parainfluenza Rinovirus

Varisela zoster

Rino virus

respiratory syncytial virus

PATOGENESISPneumonia dapat timbul akibat masuknya kuman penyebab ke dalam saluran penafasan bagian bawah melalui 2 cara, yaitu : inhalasi dan hematogen. Dalam keadaan normal saluran nafas mulai dari trakea ke bawah berada dalam keadaan steril dengan adanya mekanisme pertahanan paru-paru seperti refleks epiglotis yang mencegah terjadinya aspirasi sekret yang terinfeksi, refleks batuk, pergerakan sel silia, sekret mukus, sel fagositik dan sistem limfatik. Infeksi paru terjadi apabila mekanisme ini terganggu atau mikroorganisme yang masuk sangat banyak dan virulensi. Saluran napas bawah dijaga tetap steril oleh mekanisme pertahanan bersihan mukosiliar, sekresi imunoglobulin A, dan batuk. Mekanisme pertahanan imunologik yang membatasi invasi mikroorganisme patogen adalah makrofag yang terdapat di alveolus dan bronkiolus, IgA sekretori, dan imunoglobulin lain. Biasanya bakteri penyebab terhirup ke paru-paru melalui saluran nafas, mikroorganisme tiba di alveoli membentuk suatu proses peradangan yang meliputi empat stadium, yaitu :

1. Stadium I (4 12 jam pertama/kongesti)Disebut hiperemia, mengacu pada respon peradangan permulaan yang berlangsung pada daerah baru yang terinfeksi. Hal ini ditandai dengan peningkatan aliran darah dan permeabilitas kapiler di tempat infeksi. Hiperemia ini terjadi akibat pelepasan mediator-mediator peradangan dari sel-sel mast setelah pengaktifan sel imun dan cedera jaringan. Mediator-mediator tersebut mencakup histamin dan prostaglandin. Degranulasi sel mast juga mengaktifkan jalur komplemen. Komplemen bekerja sama dengan histamin dan prostaglandin untuk melemaskan otot polos vaskuler paru dan peningkatan permeabilitas kapiler paru. Hal ini mengakibatkan perpindahan eksudat plasma ke dalam ruang interstisium sehingga terjadi pembengkakan dan edema antar kapiler dan alveolus. Penimbunan cairan di antara kapiler dan alveolus meningkatkan jarak yang harus ditempuh oleh oksigen dan karbondioksida maka perpindahan gas ini dalam darah paling berpengaruh dan sering mengakibatkan penurunan saturasi oksigen hemoglobin.2. Stadium II (48 jam berikutnya)Disebut hepatisasi merah, terjadi sewaktu alveolus terisi oleh sel darah merah, eksudat dan fibrin yang dihasilkan oleh penjamu ( host ) sebagai bagian dari reaksi peradangan. Lobus yang terkena menjadi padat oleh karena adanya penumpukan leukosit, eritrosit dan cairan, sehingga warna paru menjadi merah dan pada perabaan seperti hepar, pada stadium ini udara alveoli tidak ada atau sangat minimal sehingga anak akan bertambah sesak, stadium ini berlangsung sangat singkat, yaitu selama 48 jam.3. Stadium III (3 8 hari)Disebut hepatisasi kelabu yang terjadi sewaktu sel-sel darah putih mengkolonisasi daerah paru yang terinfeksi. Pada saat ini endapan fibrin terakumulasi di seluruh daerah yang cedera dan terjadi fagositosis sisa-sisa sel.Pada stadium ini eritrosit di alveoli mulai diresorbsi, lobus masih tetap padat karena berisi fibrin dan leukosit, warna merah menjadi pucat kelabu dan kapiler darah tidak lagi mengalami kongesti.4. Stadium IV (7 11 hari)Disebut juga stadium resolusi yang terjadi sewaktu respon imun dan peradangan mereda, sisa-sisa sel fibrin dan eksudat lisis dan diabsorsi oleh makrofag sehingga jaringan kembali ke strukturnya semula.

EPIDEMIOLOGIPneumonia hingga saat ini masih tercatat sebagai masalah kesehatan utama pada anak di negara berkembang. Pneumonia merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas anak berusia di bawah lima tahun. Diperkirakan hampir seperlima kematian anak di seluruh dunia, lebih kurang 2 juta anak balita, meninggal setiap tahun akibat pneumonia, sebagian besar terjadi di afrika dan asia tenggara. Menurt survei kesehatan nasional tahun 2001, 27% kematian bayi dan 22,8 % kematian balita di indonesia disebabkan oleh penyakit sistem respiratorius, terutama pneumonia. Insidensi pneumonia pada anak < 5 tahun di negara maju adalah 2-4 kasus/100 anak/tahun, sedangkan dinegara berkembang 10-20 kasus/100 anak/tahun. Pneumonia menyebabkan lebih dari 5 juta kematian per tahun pada balita di negara berkembang. Pola bakteri penyebab pneumonia biasanya berubah sesuai dengan distribusi umur pasien. Di negara berkembang, pneumonia pada anak terutama disebabkan oleh bakteri. Namun secara umum bakteri yang berperan penting dalam pneumonia adalah Streptococcus pneumoniae, Haemophillus influenzae, Staphylococcus aureus, streptokokus grup B, serta kuman atipik Chlamydia pneumoniae dan Mycoplasma pneumoniae.GAMBARAN KLINISBronkopneumonia biasanya didahului oleh infeksi saluran nafas bagian atas selama beberapa hari. Suhu dapat naik secara mendadak sampai 39-40 Derajat Celcius dan mungkin disertai kejang karena demam yang tinggi. Anak sangat gelisah, dispnue, pernafasan cepat dan dangkal disertai pernafasan cuping hidung dan sianosis di sekitar hidung dan mulut. Batuk biasanya tidak dijumpai pada awal penyakit, anak akan mendapat batuk setelah beberapa hari, pada awalnya berupa batuk kering kemudian menjadi produktif. Pada pemeriksaan fisik didapatkan, inspeksi : perlu diperhatikan adanya tahipnue, dispnue, sianosis sekitar hidung dan mulut, pernapasan cuping hidung, distensi abdomen, retraksi sela iga, batuk semula nonproduktif menjadi produktif, serta nyeri dada pada waktu menarik napas. Palpasi : suara redup pada sisi yang sakit, hati mungkin membesar, fremitus raba mungkin meningkat pada sisi yang sakit, dan nadi mungkin mengalami peningkatan (tachicardia). Perkusi : suara redup pada sisi yang sakit. Auskultasi, auskultasi sederhana dapat dilakukan dengan cara mendekatkan telinga ke hidung/mulut bayi. Pada anak yang bronkopneumonia akan terdengar stridor. Pada bronkopneumonia, hasil pemeriksaan fisik tergantung pada luasnya daerah yang terkena. Pada perkusi toraks sering tidak dijumpai adanya kelainan. Pada auskultasi mungkin hanya terdengar ronki basah gelembung halus sampai sedang. Bila sarang bronkopneumonia menjadi satu (konfluens) mungkin pada perkusi terdengar suara yang meredup dan suara pernafasan pada auskultasi terdengar mengeras. PEMERIKSAAN FISIKDalam pemeriksaan fisik penderita bronkhopneumoni ditemukan hal-hal sebagai berikut :a. Pada setiap nafas terdapat retraksi otot epigastrik, interkostal, suprasternal, dan pernapasan cuping hidung. b. Pada palpasi ditemukan vokal fremitus yang simetris.Konsolidasi yang kecil pada paru yang terkena tidak menghilangkan getaran fremitus selama jalan napas masih terbuka, namun bila terjadi perluasan infeksi paru (kolaps paru/atelektasis) maka transmisi energi vibrasi akan berkurang.c. Pada perkusi tidak terdapat kelainand. Pada auskultasi ditemukan crackles sedang nyaring.Crackles dihasilkan oleh gelembung-gelembung udara yang melalui sekret jalan napas/jalan napas kecil yang tiba-tiba terbuka.PEMERIKSAAN PENUNJANG1. Pemeriksaan radiologiKelainan foto rontgen toraks tidak selalu berhubungan dengan gambaran klinis. Biasanya dilakukan pemeriksaan rontgen toraks posisi AP. Foto rontgen toraks AP dan lateral hanya dilakukan pada pasien dengan tanda dan gejala klinik distres pernapasan seperti takipnea, batuk dan ronki, dengan atau tanpa suara napas yang melemah.Secara umum gambaran foto toraks terdiri dari : Infiltrat interstitial, ditandai dengan peningkatan corakan bronkovaskular, peribronchial cuffing, dan hiperaerasi. Infiltrat alveolar, merupakan konsolidasi paru dengan air bronchogram. Konsolidasi dapat mengenai satu lobus disebut dengan pneumonia lobaris, atau terlibat sebagai lesi tunggal yang biasanya cukup besar, berbentuk sferis, berbatas yang tidak terlalu tegas, dan menyerupai lesi tumor paru, dikenal sebagai round pneumonia. Bronkopneumonia, ditandai dengan gambaran difus merata pada kedua paru, berupa bercak-bercak infiltrat yang dapat meluas hingga daerah perifer paru, disertai dengan peningkatan corakan peribronkial.2. Pemeriksaan laboratoriumPada pemeriksaan laboratorium terdapat peningkatan jumlah leukosit. Hitung leukosit dapat membantu membedakan pneumoni viral dan bakterial. Infeksi virus leukosit normal atau meningkat (tidak melebihi 20.000/mm3dengan limfosit predominan) dan bakteri leukosit meningkat 15.000-40.000 /mm3dengan neutrofil yang predominan. Pada hitung jenis leukosit terdapat pergeseranke kiri serta peningkatan LED. Analisa gas darah menunjukkan hipoksemia dan hipokarbia, pada stadium lanjut dapat terjadi asidosis respiratorik. Isolasi mikroorganisme dari paru, cairan pleura atau darah bersifat invasif sehingga tidak rutin dilakukan.KLASIFIKASIGejala ISPA Untuk Golongan Umur