26

Click here to load reader

tinjauan pustaka morbili-bp

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: tinjauan pustaka morbili-bp

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

I. Morbili

I.1 Definisi

Morbili atau campak adalah penyakit akut yang sangat menular, disebabkan

oleh infeksi virus yang umumnya menyerang anak. Campak memiliki gejala klinis

khas yaitu terdiri dari 3 stadium yang masing –masing mempunyai ciri khusus :

1. Stadium masa tunas berlangsung kira-kira 10-12 hari

2. Stadium prodormal dengan gejala pilek dan batuk yang meningkat dan ditemukan

enantem pada mukosa pipi (bercak koplik), faring dan peradangan mukosa dan

konjungtiva

3. Stadium akhir dengan keluarnya ruam mulai dari belakang telinga menyebar ke

muka, badan, lengan, kaki. Ruam timbul didahului dengan suhu badan yang

meningkat, selanjutnya ruam menjadi menghitam dan mengelupas.

I.2 Epidemiologi

Di Indonesia, menurut survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) campak

menduduki tempat ke-5 dalam urutan 10 macam penyakit utama pada bayi (0,7%),

anak usia 1-4 tahun (0,77%).

Campak merupakan penyakit endemis, terutama di negara sedang

berkembang.Dari penelitian retrospektif dilaporkan bahwa campak di Indonesia

ditemukan sepanjang tahun. Studi kasus campak yang dirawat inap di rumah sakit

selama kurun waktu lima tahun (1984-1988), memperlihatkan peningkatan kasus

pada bulan Maret dan mencapai puncak pada bulan Mei, Agustus, September dan

Oktober.

Pengalaman menunjukan bahwa epidemi campak di Indonesia timbaul secara

tidak teratur. Di daerah perkotaan epidemi campak terjadi setiap 2-4 tahun. Wabah

1

Page 2: tinjauan pustaka morbili-bp

terjadi pada kelompok anak yang rentan terhadap campak, yaitu daerah dengan

populasi balita banyak mengidap gizi buruk dan daya tahan tubuh yang lemah.

Telah diketahui bahwa campak menyebabkan penuru%%nan daya tahan tubuh

secara umum, sehingga mudah terjadi infeksi sekunder atau penyulit. Penyulit

yang sering dijumpai ialah Bronkopneumonia (75,2%), Gastroenteritis (7,1%),

Ensefalitis (6,7%) dan lain-lain (7,9%).

Secara biologik, campak mempunyai sifat adanya ruam jelas, tidak diperlukan

hewan perantara, tidak ada penularan melaiu srangga (vektora0, adanya siklus

musiman dengan periode bebas penyakit, tidak ada penularan virus secara tetap,

hanya memiliki sati serotipe virus dan adanya vaksin campak yang efektif.

Sifat-sifat biologik campak ini serupa dengan cacar. Hal ini menimbulkan

optimisme kemingkinan campak dapat dieradikasi dari muka bumi sebagaimana

yang dapat dilakukan terhadap penyakit cacar. Cakupan imunisasi campak lebih

dari 90% akan menghasilkan daerah bebas campak, seperti halnya di Amerika

Serikat.

Menurut kelompok umur kasus campak yang rawat inap di rumah sakit

selama kurun waktu 5 tahun (1984-1988) menunjukkan proporsi yang terbesar

dalam golongan umur balita dengan perincian 17,6% berumur < 1 tahun, 15,2%

berumur 1 tahun, 20,3% berumur 2 tahun, 12,3% berumur 3 tahun dan 8,2%

berumur 4 tahun.

I.3 Etiologi

Virus campak berada di sekret nasofaring dan didalam darah, minimal selama

masa tunas dan dalam waktu singkat sesudah timbulnya ruam. Virus tetap aktif

minimal 34 jam pada temperatur kamar, 15 minggu dalam pengawatan beku, minimal

4 minggu disimpan dalam temperatur 35˚C. Virus tidak aktif pada pH rendah.

I.4 Bentuk Virus

2

Page 3: tinjauan pustaka morbili-bp

Virus campak termasuk golongan paramyxovirus bentuk bulat dengan tepi

yang kasar dan bergaris tengah 140 nm, dibungkus oleh selubung luar yang terdiri

dari lemak dan protein. Di dalamnya terdapat nukleokapsid yang berbentuk bulat

lonjong, terdiri dari bagian protein yang mengelilingi asam nukleat (RNA

I.5 Patogenesis

Penularan campak terjadi secara droplet memalui udara, sejak 1-2 hari

sebelum timbul gejala klinis sampai 4 hari setelah timbul ruam. Virus masuk ke

dalam limfatik lokal, bebas maupun berhubungan dengan sel mononuklear, kemudian

mencapai kelenjar getah bening regional. Di sini virus memperbanyak diri dengan

sangat perlahan dan dimulailah penyebaran ke sel jaringan limforetikular seperti

limpa. Sel mononuklear yang terinfeksi menyebabkan terbentuknya sel raksasa

berinti banyak (sel warthin), sedangkan limfosit-T yang rentan terhadap infeksi turut

aktif membelah.

Gambaran kejadian awal di jaringan limfoid masi belum diketahui secara

lengkap, tetapi 5-6 hari setalah infeksi awal, terbentuklah fokus infeksi yaitu ketika

virus masuk ke dalam pembuluh darah dan menyebar ke permukaan epitel orofaring,

konjungtiva, saluran nafas, kulit, kandung kemih dan usus.

Pada hari ke-9-10, fokus infeksi yang berada di epitel saluran nafas dan

konjungtiva, akan menybabkan timbulnya nekrosis pada satu sampai 2 lapis sel. Pada

saat itu dalam jumlah banyak masuk kembali ke pembuluh darah dan meimbulkan

manifestasi klinis dari sistem saluran nafas diawali dengan keluhan batuk pilek

disertai selaput konjungtiva yang tampak merah. Respon imun yang terjadi ialah

proses peradangan epitel pada sistem saluran pernafasan diikuti dengan manifestasi

klinis berupa demam tinggi, anak tampak sakit berat dan tampak suatu ulsera kecill

pada mukosa pipi yang disebut bercak koplik, yang dapat tanda pasti untuk

menegakkan diagnosis.

Selanjutnya daya tahan tubuh menurun. Sebagai akibat respons delayed

hypersensitivity terhadap antigen virus, muncul ruam makulopapular pada hari ke-14

3

Page 4: tinjauan pustaka morbili-bp

sesudah awal infeksi dan pada saat itu antibodi humoral dapat dideteksi pada kulit.

Kejadian ini tidak tampak pada kasus yang mengalami defisit sel-T.

Daerah epitel yang nekrotik di nasofaring dan saluran pernafasan memberikan

kesempatan infeksi bakteri sekunder berupa bronkopneuminia, otitis media dan lain-

lain.

I.6 Manifestasi Klinis dan Diagnosis

Diagnosis campak biasanya dapat di buat berdasarkan kelompok gejala klinis

yang sangat berkaitan, yaitu koriza dan mata meradang disertai batuk dan demam

tinggi dalam beberapa hari, diikuti timbulnya ruam yang memliliki ciri khas, yaitu

diawali dari belakang telinga kemudian menyebar ke muka, dada, tubuh, lengan dan

kaki bersamaan dengan meningkatnya suhu tubuh dan selnajutnya mengalami

hiperpigmentasi dan mengelupas. Pada stadium prodormal dapat ditemukan enantema

di mukosa pipi yang merupakan tanda patognomonis campak (bercak koplik).

Meskipun demikian menentukan diagnosis perlu ditunjang data epidemiologi.

Tidak semua kasus manifestasinya sama dan jelas. Sebagai contoh, pasien yna

gmengidap gizi kurang, ruamnya dapat sampai berdarah dan mengelupas atau bahkan

pasien meniggal sebelum ruam timbul. Pada kasus gizi kurang juga dapat terjadi diare

yang berkelanjutan.

Jadi, dapat disimpulkan bahwa diagnosis campak dapat ditegakkan secara

klinis, sedangkan pemeriksaan penunjang sekedar membantu, seperti pada

pemeriksaan sitologik ditemukan sel raksasa pada lapisan mukosa hidung dan pipi,

dan pada pemeriksaan serologi didapatkan IgM spesifik. Campak yang bermanifestasi

tidak khas disebut campak atipikal; diagnosis banding lainnya adalah rubela, demam

skarlatina, ruam akibat obat-obatan, eksantema subitum dan infeksi stafilokokus,

I.7 Penyulit

a. Laringitis akut

b. Bronkopneumonia

4

Page 5: tinjauan pustaka morbili-bp

Dapat disebabkan oleh virus campak maupun akibat invasi bakteri. Ditandai

dengan batuk, menigkatnya frekuensi nafas, dan adanya ronki basah halus. Pada

saat suhu turun, apabila disebabkan oleh virus, gejala pneumonia akan

menghilang, kecuali batuk yang masih dapat berlanjut sampai beberapa hari lagi.

Apabila suhu tidak juga turun pda saat yang diharapkan dan gejala saluran nafas

masih terus berlngsung, dapat diduga adanya pneumonia karena bakteri yang telah

mengadakan invasi pada sel epitel yang telah dirusak oleh virus . gambaran

infiltrat pada foto toraks dan adanya leukositosis dapat mempertegas diagnosis.

c. Kejang demam

d. Ensefalitis

e. SSPE (Subacute Sclerosing Panencephalitis)

f. Otitis media

g. Enteritis

h. Konjungtivitis

i. Adenitis servikal

j. Purpura trombositopenik dan non-trombositopenik

k. pada ibu hamil dapat terjadi abortus, partus prematurus dan kelainan kongenital

pada bayi

l. Aktivasi tuberkulosis

m. Pneumomediastinal

n. Emfisema subkutan

o. Apendisitis

p. gangguan gizi sampai kwasiorkor

q. Infeksi piogenik pada kulit

r. Kankrum oris (noma)

I.8 Pengobatan

Pasien campak tanpa penyulit dapat berobat jalan. Anak harus diberikan

cukup cairan dan kalori, sedangkan pengobatan bersifat asimtomatik, dengan

5

Page 6: tinjauan pustaka morbili-bp

pemberian antipiretik, antitusif, ekspektoran, dan antikonvulsan bila diperlukan.

Sedangkan campak denang penyulit perlu dirawat inap. Di rumah sakit pasien

campak dirawat diabngsalisolasi sitem pernafasan, diperlukan vitamin A 100.000 IU

per oral diberikan satu kali, apabila terdapat mal nutrisi dilanjutkan 1500 IU per oral

tiap hari.

Apabila terdapat penyulit, maka dilakukan pengobatan untuk mengatasi

penyulit yang timbul, yaitu :

Bronkopenumonia

Diberikan antibiotik ampisilin 100 mg/kgBB/hari dalam 4 dosis intravena

dikombinasikan dengan kloramfenikol 75 mg/kgBB/hari intravena dalam 4

dosis, sampai gejala sesak berkurang dan pasien dapat minum obat per oral.

Antibiotik diberikan sampai 3 hari demam reda. Apabila diccurigai infeksi

spesifik maka uji tuberkulin dilakukan setelah anak sehat kembali (3-4

minggu kemudian) oleh karena uji tuberkulin biasanya negatif (anergi) pada

saat anak menderita campak. Gangguan reaksi delayed hypersensitivity

disebabkan oleh sel limfosit-T yang terganggu fungsinya.

II. Bronkopneumonia

II.1 Definisi

Bronkopneumonia atau disebut juga pneumonia lobularis yaitu suatu

peradangan pada parenkim paru yang terlokalisir yang biasanya mengenai bronkiolus

dan juga mengenai alveolus disekitarnya, yang sering menimpa anak-anak dan balita,

yang disebabkan oleh bermacam-macam etiologi seperti bakteri, virus, jamur dan

benda asing. Bronkopneumonia merupakan peradangan pada parenkim paru yang

melibatkan bronkus / bronkiolus yang berupa distribusi berbentuk bercak-bercak

(patchy distribution).

6

Page 7: tinjauan pustaka morbili-bp

II.2 Epidemiologi

Insiden penyakit ini pada negara berkembang hampir 30% pada anak-anak di

bawah umur 5 tahun dengan resiko kematian yang tinggi, sedangkan di Amerika

pneumonia menunjukkan angka 13% dari seluruh penyakit infeksi pada anak di

bawah umur 2 tahun. Kebanyakan kasus pneumonia disebabkan oleh

mikroorganisme, tetapi ada juga sejumlah penyebab non infeksi yang perlu

dipertimbangkan. Bronkopneumonia lebih sering merupakan infeksi sekunder

terhadap berbagai keadaan yang melemahkan daya tahan tubuh tetapi bisa juga

sebagai infeksi primer yang biasanya kita jumpai pada anak-anak dan orang dewasa.

Di seluruh dunia setiap tahun diperkirakan terjadi lebih 2 juta kematian balita

karena pneumonia. Di Indonesia menurut Survei Kesehatan Rumah Tangga tahun

2001 kematian balita akibat pneumonia 5 per 1000 balita per tahun. Ini berarti bahwa

pneumonia menyebabkan kematian lebih dari 100.000 balita setiap tahun, atau

hampir 300 balita setiap hari, atau 1 balita setiap 5 menit

II.3 Etiologi

Bronkopneumonia terjadi secara umum dapat disebabkan oleh faktor infeksi dan non

infeksi.

Faktor Infeksi

- Pada neonatus : Streptokokus grup B, Respiratory Sincytial Virus (RSV).

- Pada bayi :

Virus : Virus parainfluensa, virus influenza, Adenovirus, RSV,

Cytomegalovirus.

Organisme atipikal : Chlamidia trachomatis, Pneumocytis.

Bakteri : Streptokokus pneumoni, Haemofilus influenza, Mycobacterium

tuberculosa, B. pertusis

7

Page 8: tinjauan pustaka morbili-bp

- Pada anak-anak :

Virus : Parainfluensa, Influensa Virus, Adenovirus, RSP

Organisme atipikal : Mycoplasma pneumonia

Bakteri : Pneumokokus, Mycobakterium tuberculosa.

- Pada anak besar – dewasa muda :

Organisme atipikal : Mycoplasma pneumonia, C. trachomatis

Bakteri : Pneumokokus, B. Pertusis, M. tuberculosis.

Faktor Non Infeksi.

Terjadi akibat disfungsi menelan atau refluks esophagus meliputi :

- Bronkopneumonia hidrokarbon :

Terjadi oleh karena aspirasi selama penelanan muntah atau sonde lambung

( zat hidrokarbon seperti pelitur, minyak tanah dan bensin).

- Bronkopneumonia lipoid :

Terjadi akibat pemasukan obat yang mengandung minyak secara

intranasal, termasuk jeli petroleum. Setiap keadaan yang mengganggu mekanisme

menelan seperti palatoskizis,pemberian makanan dengan posisi horizontal, atau

pemaksaan pemberian makanan seperti minyak ikan pada anak yang sedang

menangis. Keparahan penyakit tergantung pada jenis minyak yang terinhalasi.

Jenis minyak binatang yang mengandung asam lemak tinggi bersifat paling

merusak contohnya seperti susu dan minyak ikan .

Selain faktor di atas, daya tahan tubuh sangat berpengaruh untuk terjadinya

Bronkopneumonia. Menurut sistem imun pada penderita-penderita penyakit yang

berat seperti AIDS dan respon imunitas yang belum berkembang pada bayi dan anak

merupakan faktor predisposisi terjadinya penyakit ini.

8

Page 9: tinjauan pustaka morbili-bp

II.4 Klasifikasi

Pembagian pneumonia sendiri pada dasarnya tidak ada yang memuaskan, dan

pada umumnya pembagian berdasarkan anatomi dan etiologi. Beberapa ahli telah

membuktikan bahwa pembagian pneumonia berdasarkan etiologi terbukti secara

klinis dan memberikan terapi yang lebih relevan.

Pembagian secara anatomis :

-Pneumonialobaris yaitu radang paru yang mengenai satu atau lebih dari satu lobus.

-Pneumonialobularis (bronkopneumonia) yaitu radang yang mengenai lobules-

lobulus dan tersebar di dalam paru.

-Pneumonia interstisialis (bronkiolitis) yaitu radang yang mengenai jaringan

interstisial paru dan bronchitis.

Pembagian secara etiologi :

- Bakteri : Pneumococcus pneumonia, Streptococcus pneumonia, Staphylococcus

pneumonia, Haemofilus influenzae.

- Virus : Respiratory Synctitial virus, Parainfluenzae virus, Adenovirus

- Jamur : Candida, Aspergillus, Mucor, Histoplasmosis, Coccidiomycosis,

Blastomycosis, Cryptoccosis.

- Corpus alienum

- Aspirasi : Makanan, kerosene (benzene,minyak tanah) cairan amnion, benda asing

- Pneumoniahipostatik

- Sindroma loeffler

9

Page 10: tinjauan pustaka morbili-bp

II.5 Patogenesis

Dalam keadaan sehat pada paru tidak akan terjadi pertumbuhan

mikroorganisme, keadaan ini disebabkan oleh adanya mekanisme pertahanan paru.

Terdapatnya bakteri di dalam paru merupakan ketidakseimbangan antara daya tahan

tubuh, sehingga mikroorganisme dapat berkembang biak dan berakibat timbulnya

infeksi penyakit.

Masuknya mikroorganisme ke dalam saluran nafas dan paru dapat melalui

berbagai cara, antara lain :

- Inhalasi langsung dari udara

- Aspirasi dari bahan-bahan yang ada di nasofaring dan orofaring

- Perluasan langsung dari tempat-tempat lain

- Penyebaran secara hematogen

Mekanisme daya tahan traktus respiratorius bagian bawah sangat efisien untuk

mencegah infeksi yang terdiri dari :

- Susunan anatomis rongga hidung

- Jaringan limfoid di nasofaring

- Bulu getar yang meliputi sebagian besar epitel traktus respiratorius dan sekret lain

yang dikeluarkan oleh sel epitel tersebut.

- Refleks batuk.

- Refleks epiglotis yang mencegah terjadinya aspirasi sekret yang terinfeksi.

- Drainase sistem limfatis dan fungsi menyaring kelenjar limfe regional.

- Fagositosis aksi limfosit dan respon imunohumoral terutama dari Ig A.

- Sekresi enzim – enzim dari sel-sel yang melapisi trakeo-bronkial yang bekerja

sebagai antimikroba yang non spesifik.

- Bila pertahanan tubuh tidak kuat maka mikroorganisme dapat melalui jalan nafas

sampai ke alveoli yang menyebabkan radang pada dinding alveoli dan jaringan

sekitarnya.

10

Page 11: tinjauan pustaka morbili-bp

- Setelah itu mikroorganisme tiba di alveoli membentuk suatu proses peradangan

yang meliputi empat stadium, yaitu :

1. Stadium I (4 – 12 jam pertama/kongesti)

Disebut hiperemia, mengacu pada respon peradangan permulaan yang

berlangsung pada daerah baru yang terinfeksi. Hal ini ditandai dengan

peningkatan aliran darah dan permeabilitas kapiler di tempat infeksi.

Hiperemia ini terjadi akibat pelepasan mediator-mediator peradangan dari sel-

sel mast setelah pengaktifan sel imun dan cedera jaringan. Mediator-mediator

tersebut mencakup histamin dan prostaglandin. Degranulasi sel mast juga

mengaktifkan jalur komplemen.

Komplemen bekerja sama dengan histamin dan prostaglandin untuk

melemaskan otot polos vaskuler paru dan peningkatan permeabilitas kapiler

paru. Hal ini mengakibatkan perpindahan eksudat plasma ke dalam ruang

interstisium sehingga terjadi pembengkakan dan edema antar kapiler dan

alveolus. Penimbunan cairan di antara kapiler dan alveolus meningkatkan

jarak yang harus ditempuh oleh oksigen dan karbondioksida maka

perpindahan gas ini dalam darah paling berpengaruh dan sering

mengakibatkan penurunan saturasi oksigen hemoglobin.

2. Stadium II (48 jam berikutnya)

Disebut hepatisasi merah, terjadi sewaktu alveolus terisi oleh sel darah

merah, eksudat dan fibrin yang dihasilkan oleh penjamu ( host ) sebagai

bagian dari reaksi peradangan. Lobus yang terkena menjadi padat oleh karena

adanya penumpukan leukosit, eritrosit dan cairan, sehingga warna paru

menjadi merah dan pada perabaan seperti hepar, pada stadium ini udara

alveoli tidak ada atau sangat minimal sehingga anak akan bertambah sesak,

stadium ini berlangsung sangat singkat, yaitu selama 48 jam.

11

Page 12: tinjauan pustaka morbili-bp

3. Stadium III (3 – 8 hari)

Disebut hepatisasi kelabu yang terjadi sewaktu sel-sel darah putih

mengkolonisasi daerah paru yang terinfeksi. Pada saat ini endapan fibrin

terakumulasi di seluruh daerah yang cedera dan terjadi fagositosis sisa-sisa

sel.

Pada stadium ini eritrosit di alveoli mulai diresorbsi, lobus masih tetap

padat karena berisi fibrin dan leukosit, warna merah menjadi pucat kelabu dan

kapiler darah tidak lagi mengalami kongesti.

4. Stadium IV (7 – 11 hari)

Disebut juga stadium resolusi yang terjadi sewaktu respon imun dan

peradangan mereda, sisa-sisa sel fibrin dan eksudat lisis dan diabsorsi oleh

makrofag sehingga jaringan kembali ke strukturnya semula.

II.6 Diagnosis

Gambaran Klinis

Bronkopneumonia biasanya didahului oleh infeksi saluran nafas bagian atas

selama beberapa hari. Suhu dapat naik secara mendadak sampai 39-400C dan

mungkin disertai kejang karena demam yang tinggi. Anak sangat gelisah, dispnu,

pernafasan cepat dan dangkal disertai pernafasan cuping hidung dan sianosis di

sekitar hidung dan mulut. Batuk biasanya tidak dijumpai pada awal penyakit,anak

akan mendapat batuk setelah beberapa hari, di mana pada awalnya berupa batuk

kering kemudian menjadi produktif.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan :

Dinding thorak terlihat retraksi intercostali dan kalau berat disertai

retraksi epigastrium. Stemfremitus teraba mengeras bila beberapa

kelainan kecil menyatu. Pada perkusi sering tidak ditemukan kelainan,

12

Page 13: tinjauan pustaka morbili-bp

tetapi kalau sarang bronkopneumonia menjadi satu, pada perkusi

terdengar redup. Pada auskultasi terdengar vesikuler mengeras, ronkhi

basah halus dan sedang nyaring yang terdengar pada stadium

permulaan dan stadium resolusi sedangkan pada stadium hepatisasi

ronkhi tidak terdengar.

Pemeriksaan Laboratorium

1. Gambaran darah menunjukkan leukositosis, biasanya 15.000 – 40.000/ mm3

dengan pergeseran ke kiri. Jumlah leukosit yang tidak meningkat berhubungan

dengan infeksi virus atau mycoplasma.

2. Nilai Hb biasanya tetap normal atau sedikit menurun.

3. Peningkatan LED.

4. Kultur dahak dapat positif pada 20 – 50% penderita yang tidak diobati. Selain

kultur dahak , biakan juga dapat diambil dengan cara hapusan tenggorok (throat

swab).

5. Analisa gas darah ( AGDA ) menunjukkan hipoksemia dan hiperkarbia.Pada

stadium lanjut dapat terjadi asidosis metabolik.

Diagnosis etiologi dibuat berdasarkan pemeriksaan mikrobiologi serologi,

karena pemeriksaan mikrobiologi tidak mudah dilakukan dan bila dapat dilakukan

kuman penyebab tidak selalu dapat ditemukan. Oleh karena itu WHO mengajukan

pedoman diagnosa dan tata laksana yang lebih sederhana. Berdasarkan pedoman

tersebut bronkopneumonia dibedakan berdasarkan:

1. Bronkopneumonia sangat berat : Bila terjadi sianosis sentral dan anak tidak

sanggup minum,maka anak harus dirawat di rumah sakit dan diberi

antibiotika.

2. Bronkopneumonia berat : Bila dijumpai adanya retraksi, tanpa sianosis dan

masih sanggup minum,maka anak harus dirawat di rumah sakit dan diberi

antibiotika.

13

Page 14: tinjauan pustaka morbili-bp

3. Bronkopneumonia: Bila tidak ada retraksi tetapi dijumpai pernafasan yang

cepat :

- 60 x/menit pada anak usia < 2 bulan

- 50 x/menit pada anak usia 2 bulan – 1 tahun

- 40 x/menit pada anak usia 1 - 5 tahun.

4. Bukan bronkopenumonia : Hanya batuk tanpa adanya tanda dan gejala seperti

diatas, tidak perlu dirawat dan tidak perlu diberi antibiotika.

Diagnosis pasti dilakukan dengan identifikasi kuman penyebab:

1. kultur sputum atau bilasan cairan lambung

2. kultur nasofaring atau kultur tenggorokan (throat swab), terutama virus

3. deteksi antigen bakteri

II.7 Penatalaksanaan

Sebaiknya pengobatan diberikan berdasarkan etiologi dan hasil resistensi dari kuman,

akan tetapi mengingat hal ini sulit dilakukan, maka di bagia IKA pengobatan

langsung diberikan

1. Antibiotika pada penderita secara polifragmasi selama 10-15 hari:

Ampisilin 100 mg/KgBB/hari dibagi dalam 3-4 dosis

kloramfenikol dengan dosis:

o umur < 6 bulan : 25-50 mg/KgBB/hari.

o Umur >6 bulan :50-75 mg/KgBB/hari dibagi dalam 3 dosis

Atau gentamisin dengan dosis 3-5 mg/KgBB/hari dalam 2 dosis

2. Suportif

IVFD,oksigen,pembersih jalan nafas

II.8 Diagnosis Banding

14

Page 15: tinjauan pustaka morbili-bp

Secara klinis pneumonia yang disebabkan oleh kuman (bakteri), virus tidak dapat

dibedakan. Keadaan yang menyerupai pneumonia secara klinik:

Bronkhiolitis

Payah jantung

Aspirasi benda asing

II.9 Komplikasi

Otitis media

Bronkiektasis

Abses paru

Empiema

II.10 Prognosis

Sembuh total, mortalitas kurang dari 1 %, mortalitas bisa lebih tinggi

didapatkan pada anak-anak dengan keadaan malnutrisi energi-protein dan datang

terlambat untuk pengobatan.

Interaksi sinergis antara malnutrisi dan infeksi sudah lama diketahui. Infeksi

berat dapat memperjelek keadaan melalui asupan makanan dan peningkatan

hilangnya zat-zat gizi esensial tubuh. Sebaliknya malnutrisi ringan memberikan

pengaruh negatif pada daya tahan tubuh terhadap infeksi. Kedua-duanya bekerja

sinergis, maka malnutrisi bersama-sama dengan infeksi memberi dampak negatif

yang lebih besar dibandingkan dengan dampak oleh faktor infeksi dan malnutrisi

apabila berdiri sendiri.

II.11 Pencegahan

Penyakit bronkopneumonia dapat dicegah dengan menghindari kontak dengan

penderita atau mengobati secara dini penyakit-penyakit yang dapat menyebabkan

terjadinya bronkopneumonia ini.

Selain itu hal-hal yang dapat dilakukan adalah dengan meningkatkan daya

tahan tubuh kaita terhadap berbagai penyakit saluran nafas seperti : cara hidup sehat,

15

Page 16: tinjauan pustaka morbili-bp

makan makanan bergizi dan teratur ,menjaga kebersihan ,beristirahat yang cukup,

rajin berolahraga, dan lain-lain

Melakukan vaksinasi juga diharapkan dapat mengurangi kemungkinan

terinfeksi antara lain:

Vaksinasi Pneumokokus

Vaksinasi H. influenza

Vaksinasi Varisela yang dianjurkan pada anak dengan daya tahan tubuh rendah

Vaksin influenza yang diberikan

DAFTAR PUSTAKA

16

Page 17: tinjauan pustaka morbili-bp

1. Soedarmo SS, Garna H, Hadinegoro SR, Satari HI. 2008. Buku Ajar Infeksi dan

Pediatri Tropis. Edisi Kedua. Jakarta: Badan Penerbit IDAI.

2. Mansjoer A, Suprohaita, Wardhani WI, Setiowulan W. 2000. Kapita Selekta

Kedokteran. Edisi Ketiga Jilid Kedua. Jakarta: Media Aesculapius FK UI.

3. Staf Pengajar IKA FK UI. 1985. Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak. Jilid Kedua.

Jakarta: Bagian IKA FK UI.

4. Behrman RE, Kliegman RM, Arvin AM. 2000. Nelson Ilmu Kesehatan Anak. Ed

Wahab AS. Edisi 15 Volume 3. Jakarta: EGC.

17