Upload
alia-salvira
View
315
Download
4
Embed Size (px)
DESCRIPTION
Kesehatan, Tugas, Medical, Mahasiswa, Sistem Integumen, Manusia, Parasit
Citation preview
TINEA CAPITIS
EPIDEMIOLOGI
Insidens tinea kapitis masih belum diketahui pasti, tersering dijumpai pada
anak-anak 3-14 tahun jarang pada dewasa, kasus pada dewasa karena infeksi T.
Tonsurans dapat dijumpai misalkan pada pasien AIDS dewasa. Transmisi
meningkat dengan berkurangnya higiene sanitasi individu, padatnya penduduk,
dan status ekonomi rendah.
Insidens tinea kapitis dibandingkan dermatomikosis di Medan 0,4% (1996
-1998),
RSCM Jakarta 0,61 - 0,87% (1989 - 1992), Manado 2,2 - 6% (1990 - 1991) dan
Semarang 0,2%.
Di Surabaya kasus baru tinea kapitis antara tahun 2001 - 2006 insidennya
dibandingkan kasus baru dermatomikosis di Poli Dermatomikosis URJ Kulit dan
Kelamin RSU Dr. Soetomo antara 0,31% - 1,55%. Pasien tinea kapitis terbanyak
pada masa anak-anak < 14 tahun 93,33% anak laki-laki lebih banyak (54,5%)
dibanding anak perempuan (45,5%). Di Surabaya tersering tipe kerion (62,5%)
daripada tipe Gray Patch (37,5%). Tipe Black dot tidak diketemukan. Spesies
penyebab Microsporum gypseum (geofilik), Microsporum ferrugineum
(antropofilik) dan Trichophyton mentagrophytes (zoofilik yang dijumpai pada
hewan kucing, anjing, sapi, kambing, babi, kuda, binatang pengerat dan kera.\
1. Definisi
Tinea capitis adalah infeksi jamur pada rambut dan kulit kepala, alis mata, dan
bulu mata yang disebabkan oleh jamur dermatofita spesies Tricophyton dan
Microsporum.
1
Gambar 1. Tinea capitis
2. Etiologi
Tinea capitis disebabkan oleh jamur golongan Dermatofita yang mempunyai
sifat mencernakan keratin. Dematofita yang dapat menyebabkan infeksi pada kulit
kepala dan rambut adalah genus Tricophyton dan Microsporum. Jamur penyebab
tinea capitis ini ada yang bersifat antropofilik, geofilik, dan zoofilik.
Jamur yang bersifat antropofilik atau hanya mentransmisikan penyakit antar
manusia antara lain adalah Tricophyton violaceum yang banyak ditemukan pada
orang Afrika, Tricophyton schoenleinii, Tricophyton rubrum, Tricophyton
megninii, Trichophyton soudanense, Tricophyton yaoundei, Microsporum
audouinii, dan Microsporum ferrugineum.
Jamur geofilik merupakan jamur yang hidup di tanah dan dapat menyebabkan
radang yang moderat pada manusia. Golongan jamur ini antara lain adalah
Microsporum gypseum dan Microsporum fulvum.
Jamur zoofilik merupakan jamur yang hidup pada hewan, namun dapat
mentransmisikan penyakit pada manusia. Jamur zoofilik penyebab tinea capitis
antara lain Microsporum canis yang berasal dari kucing, Microsporum nanum
yang berasal dari babi, Microsporum distortum yang merupakan varian dari
Microsporum canis, Tricophyton verrucosum yang berasal dari sapi, dan
Tricophyton mentagrophytes var. equinum yang berasal dari kuda.
2
Gambar 2. Jamur Microsporum
Gambar 3. Jamur Trichophyton
3. Cara Penularan
Penularan infeksi jamur dapat terjadi secara langsung maupun tidak langsung.
Penularan langsung melalui epitel kulit dan rambut yang mengandung jamur baik
dari manusia, binatang, atau tanah. Penularan tak langsung dapat melalui tanaman,
kayu, pakaian, dan barang-barang lain yang dihinggapi jamur, atau dapat juga
melalui debu dan air.
Ada beberapa faktor yang dapat mempermudah penularan infeksi jamur :
1. Faktor virulensi dari jamur
3
Virulensi jamur tergantung dari sifatnya apakah antropofilik, zoofilik,
atau geofilik. Jamur antropofilik menyebabkan perjalanan penyakit yang
kronik dan residif karena reaksi penolakan tubuh yang sangat ringan.
Sementara jamur geofilik menyebabkan gejala akut ringan sampai sedang
dan mudah sembuh.
2. Keutuhan kulit
Kulit yang intak tanpa adanya lesi lebih sulit untuk terinfeksi jamur.
3. Faktor suhu dan kelembapan
Kondisi tubuh yang banyak berkeringat menyebabkan lingkungan
menjadi lembap sehingga mempermudah tumbuhnya jamur.
4. Faktor sosial ekonomi
Infeksi jamur secara umum lebih banyak menyerang masyarakat
golongan sosial ekonomi menengah ke bawah karena rendahnya kesadaran
dan kurangnya kemampuan untuk memelihara kebersihan diri dan
lingkungan.
5. Faktor umur dan jenis kelamin
Tinea capitis sering terjadi pada anak-anak dan lebih banyak
ditemukan pada anak laki-laki dibandingkan perempuan.
4. Patofisiologi
Tinea capitis berhubungan dengan Pityrosporum orbiculare dan Pityrosporum
ovale, yaitu flora normal pada kulit kepala yang dapat berubah sesuai dengan
keadaan lingkungan, seperti suhu, media, dan kelembapan. Selain itu, adanya zat
fungistatik berupa asam lemak rantai pendek dari sekret yang dihasilkan oleh
kelenjar sebacea pada masa post pubertal juga menjadi faktor yang berperan
dalam terjadinya tinea capitis.
Hifa jamur bertumbuh secara sentrifugal dari tempat inokulasi awalnya ke
dalam lapisan startum korneum, kemudian mencernakan keratin yang terdapat
pada rambut. Pertumbuhan jamur meluas seiring dengan pertumbuhan rambut.
Pada hari ke 12 – 14, mulai tampak kelainan pada kulit kepala. Rambut yang
terkena infeksi jamur menjadi rapuh dan pecah. Kerusakan rambut mulai tampak
pada minggu ketiga. Sementara rambut menjadi rapuh, infeksi pada stratum 4
korneum juga terus meluas. Pada minggu ke 8 – 10, pertumbuhan jamur pada
kulit kepala bisa mencapai diameter 3,5 – 7 cm sehingga menginfeksi bagian
rambut lain.
Ada 3 tipe invasi pertumbuhan jamur pada rambut :
1. Invasi ektotriks
Biasanya disebabkan oleh M.canis, M.gypseum, T.equinum, dan
T.verrucosum. Pada jenis ini, jamur menginvasi hingga ke luar batang
rambut karena terjadi penghancuran kutikula rambut. Pada pemeriksaan
dengan sinar Wood, tampak rambut yang terinfeksi memberikan
fluoresensi berwarna hijau kekuningan.
2. Invasi endotriks
Disebabkan oleh jamur yang bersifat antropofilik, yaitu T.tonsurans
dan T.violaceum. Invasi jamur terbatas hanya di dalam batang rambut saja
dan kutikula rambut masih utuh. Pada penyinaran dengan sinar Wood tidak
tampak fluoresensi.
3. Favus
Disebabkan oleh T.schoenleinii yang memproduksi krusta sehingga
mengakibatkan kerontokan rambut.
5. Gejala Klinik
Pasien dengan tinea capitis umumnya mengeluh gatal pada kepala dan
terkadang juga terasa nyeri. Kulit kepala yang terinfeksi tampak kemerahan,
membengkak, dan adanya sisik yang mengelupas seperti ketombe. Rambut
menjadi rontok sehingga terjadi kebotakan yang sering menetap. Terkadang
ditemukan adanya pembesaran kelenjar getah bening pada leher.
Pada beberapa kasus, gejala tidak ditemukan secara menyeluruh. Terkadang
ditemukan tinea capitis hanya dengan gejala kerontokan rambut tanpa adanya
reaksi apapun pada kulit kepala, atau bahkan hanya terjadi pengelupasan kulit
kepala tanpa adanya kerontokan rambut sehingga seringkali dikira sebagai
ketombe.
Dalam klinis, tinea capitis terbagi menjadi 4 bentuk :
1. Grey patch ringworm (yang terjadi pada kasus)5
Tinea capitis jenis ini disebabkan oleh jamur Microsporum dan lebih
sering ditemukan pada anak-anak. Gejala diawali dengan adanya papula
merah kecil di sekitar muara rambut yang melebar secara sirkular dan
membentuk bercak, kemudian menjadi pucat dan bersisik. Papula dan
perkembangannya tersebut bersifat kering dan tidak meradang.
Rambut menjadi berwarna abu-abu dan suram, mudah patah, dan
mudah dicabut tanpa rasa nyeri sehingga tampak alopesia setempat yang
terlihat sebagai grey patch.
Pemeriksaan yang cukup membantu diagnosis tinea capitis bentuk ini
adalah pemeriksaan dengan sinar Wood, di mana rambut yang sakit
tampak menunjukkan fluoresensi hijau kekuningan melampaui batas grey
patch tersebut.
Gambar 4. Grey patch ringworm
2. Black dot ringworm
Tinea capitis jenis ini disebabkan oleh jamur golongan Trichophyton,
terutama T.tonsurans dan T.violaceum. Gejala pada permulaan penyakit
menyerupai tinea capitis bentuk grey patch ringworm.
Rambut yang terkena infeksi menjadi sangat rapuh dan patah tepat
pada muara folikel sehingga meninggalkan ujung rambut yang penuh
spora. Ujung rambut yang hitam di dalam folikel rambut ini memberikan
gambaran black dot atau seperti titik-titik hitam.
6
Sebagai pemeriksaan penunjang dapat dibuat preparat langsung dari
rambut untuk menemukan adanya hifa atau spora jamur. Namun terkadang
ujung rambut yang patah tumbuh masuk ke bawah permukaan kulit
sehingga untuk mendapat sediaannya perlu dilakukan irisan kulit.
Gambar 5. Black dot ringworm
3. Kerion
Kerion merupakan reaksi peradangan berat pada tinea capitis berupa
bisul-bisul kecil dan pembengkakan menyerupai sarang lebah yang nyeri
disertai dengan skuamasi dan sebukan sel radang yang padat di sekitarnya.
Reaksi ini lebih sering ditemukan pada infeksi yang disebabkan oleh
Microsporum dibandingkan Tricophyton.
Kerion sering dikira sebagai abses pada kulit kepala karena adanya
pustula dan krusta. Rambut yang terinfeksi menjadi mudah putus dan
dapat meninggalkan jaringan parut sehingga mengakibatkan alopesia yang
menetap. Terkadang jaringan parut dapat membentuk suatu penonjolan.
Beberapa ahli meyakini reaksi peradangan pada kerion terjadi akibat
respon dari sistem imun yang berlebihan atau akibat terjadinya reaksi
alergi terhadap jamur. Gejala lokal pada kerion seringkali disertai gejala
sistemik berupa demam.
7
Gambar 6. Kerion
4. Tinea favosa
Bentuk tinea capitis ini jarang ditemukan, terutama disebabkan oleh
T.violaceum dan T.gypsum. Merupakan proses lanjut dari kerion disertai
penghancuran batang rambut yang sangat parah.
Kelainan pada kepala dimulai dengan bintik-bintik kecil berwarna
merah kekuningan di bawah kulit yang kemudian berkembang menjadi
krusta yang berbentuk cawan atau skutula. Rambut di atas skutula ini
menjadi tidak berkilau, putus-putus, dan mudah dicabut.
Yang khas dari bentuk infeksi ini adalah lesinya yang berbau seperti
tikus atau sering disebut mousy odor. Bila menyembuh, lesi meninggalkan
jaringan parut dan menyebabkan alopesia yang permanen.
8
Gambar 7. Tinea favosa
6. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang awal yang dapat dilakukan untuk membantu
menegakkan diagnosis adalah pemeriksaan dengan sinar Wood. Pada infeksi
jamur dengan tipe invasi ektotriks, rambut yang terinfeksi tampak memberikan
fluoresensi hijau kekuningan. Sedangkan pada tipe invasi endotriks penyinaran
dengan sinar Wood tidak memberikan fluoresensi.
Pemeriksaan dengan sinar Wood dilakukan sebelum pengumpulan bahan
untuk pemeriksaan mikologik agar dapat mengetahui lebih jelas batas daerah yang
terkena infeksi.
Gambar 8. Tinea capitis dengan pemeriksaan sinar Wood
Pemeriksaan mikologik baik dalam bentuk sediaan basah maupun biakan
diperlukan untuk membantu menegakkan diagnosis. Pengambilan bahan
9
dilakukan dengan mencabut rambut pada bagian kulit yang mengalami kelainan
dan kulit daerah tersebut dikerok untuk mengumpulkan sisik kulit. Untuk
membuat sediaan basah, bahan yang telah diambil untuk sediaan diletakkan di
atas gelas alas kemudian diberikan larutan KOH 10% untuk melarutkan keratin.
Melalui mikroskop dapat terlihat adanya makrospora maupun mikrospora
pada sediaan yang diambil dari rambut. Spora tersebut dapat tersusun di luar
rambut pada tipe invasi ektotriks maupun di dalam rambut pada invasi endotriks.
Terkadang dapat juga ditemukan adanya hifa.
Sementara pada sediaan yang diambil dari kerokan kulit, tampak adanya hifa
sebagai 2 garis sejajar yang terbagi oleh sekat dan bercabang. Pada infeksi kulit
yang sudah lama atau telah diobati, tampak adanya spora yang berderet atau
artrospora.
Gambar 9. Sediaan jamur dengan KOH
10
Gambar 10. Gambaran mikroskopik hifa
7. Diagnosis
Diagnosis tinea capitis ditegakkan berdasarkan gejala yang dikeluhkan pasien,
tanda-tanda infeksi jamur yang ditemukan, ditambah dengan pemeriksaan
penunjang untuk memastikan diagnosis. Gejala yang sering dikeluhkan pasien
adalah rasa gatal atau pasien merasa berketombe. Sementara tanda klinis
bervariasi tergantung dari bentuk klinis infeksinya. Pemeriksaan penunjang yang
mudah dilakukan adalah melalui penyinaran dengan lampu Wood.
8. Diagnosis Banding
1. Alopesia areata
Terdapat daerah di kepala tanpa adanya rambut atau hanya tampak
pertumbuhan rambut yang pendek seperti bercak. Pada alopesia areata,
daerah lesi tampak lebih halus dan tidak bersisik.
2. Dermatitis seboroik
Kerontokan rambut tidak hanya pada satu daerah, tetapi menyebar di
beberapa tempat. Selain itu juga terdapat lesi berupa pengelupasan kulit
namun tampak berminyak yang juga bersifat difus.
3. Impetigo dan karbunkel
Lesi menunjukkan tanda-tanda radan yang lebih jelas disertai rambut
yang patah. Terjadinya impetigo dan karbunkel pada kulit kepala dapat
memicu terjadinya kerion.
4. Diskoid lupus eritematosus
Merupakan suatu kelainan yang berjalan kronis dan berakhir dengan
alopesia disertai pembentukan sikatriks. Tampak adanya pengelupasan
kulit yang bersisik dengan bercak-bercak kemerahan, dan kulit wajah juga
ikut terlibat. Pemeriksaan mikologik memberikan hasil yang negatif.
5. Lichen planus
11
Lesi berbentuk papula dengan puncak yang agak mendatar, terutama
pada ekstremitas dan daerah pipi. Kelainan ini dapat berakhir dengan
alopesia yang disertai pembentukan sikatriks.
9. Penatalaksanaan
1) Terapi Utama: Pengobatan yang ideal dan cocok untuk anak-anak adalah
sediaan bentuk likuid, terasa enak, terapi singkat, keamanan yang baik dan
sedikit interaksi antar obat.
- Tablet Griseofulvin 10-25 mg/kg BB diberikan 1-2x sehari. Lama
pengobatan tergantung lokasi, penyebab penyakit dan imunitas
penderita. Setelah sembuh klinis pengobatan dilanjutkan sampai 2
minggu.
- Tablet microsize (125, 250, 500mg) 20 mg / Kg BB/hari, 1-2 kali/hari
selama 6-12 minggu
- Tablet ultramicrosize (330mg) 15 mg/Kg BB/hari, 1-2 kali/hari
selama 6-12 minggu.
- Kapsul Itrakonazol (100 mg) dosis 3-5 mg/Kg BB/hari selama 4-6
minggu.
- Terapi denyut dosis 5 mg/Kg BB/ hari selama 1 minggu, istirahat 2
minggu/siklus.
- Tablet Terbinafin (tablet 250 mg).
- Tablet Flukonazo.
2) Terapi Ajuvan
- Shampo
Shampo obat berguna untuk mempercepat penyembuhan, mencegah
kekambuhan dan mencegah penularan, serta membuang skuama dan
membasmi spora viabel, diberikan sampai sembuh klinis dan
mikologis.
Shampo selenium zulfit 1% – 1,8% dipakai 2-3 kali/ minggu
didiamkan 5 menit baru dicuci.
12
Shampo Ketokonazole 1% – 2% dipakai 2-3 kali/ minggu
didiamkan 5 menit baru dicuci.
Shampo povidine iodine dipakai 2 kali / minggu selama 15 menit.
Setelah menggunakan shampo diatas maka dianjurkan memakai Hair
Conditioner dioleskan dirambut dan didiamkan satu menit baru dicuci
air. Hal ini untuk membuat rambut tidak kering. Juga shampo ini
dipakai untuk karier asimptomatik yaitu kontak dekat dengan pasien,
seminggu 2 kali selama 4 minggu. Karena asimptomatik lebih
menyebarkan tinea kapitis di sekolah atau penitipan anak yang kontak
dekat dengan karier daripada anak-anak yang terinfeksi jelas.
10. Pencegahan
Untuk mencegah terkena infeksi tinea capitis dapat dilakukan dengan :
1. Menghindari kontak yang erat dengan penderita tinea capitis
2. Menjaga kebersihan diri dengan mandi setelah beraktivitas dan
berkeringat
3. Mengeringkan badan dengan baik setiap setelah mandi
4. Mencuci pakaian, sprei, dan barang-barang pribadi lainnya secara rutin
5. Tidak menggunakan sisir, alat cukur, dan handuk secara bersama-sama.
13