Upload
buiphuc
View
219
Download
2
Embed Size (px)
Citation preview
1
PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH (PBM)
TERHADAP KETERAMPILAN BERPIKIR KREATIF DAN METAKOGNISI
PADA PEMBELAJARAN FISIKA SISWA KELAS X SMA NEGERI 2 LUMAJANG
THE INFLUENCE OF PROBLEM BASED LEARNING (PBL) MODEL
TOWARD CREATIVE THINKING AND METACOGNITIVE SKILL
IN PHYSICS’S LEARNING AT Xth
GRADE STUDENTS OF SENIOR
HIGH SCHOOL 2 LUMAJANG
Lidya Ari Paramitha*)
, Sumarjono, dan Parno
FMIPA Universitas Negeri Malang *)
email: [email protected]
ABSTRACT: This study aims to prove: (1) creative thinking skill of PBL
student group is higher than conventional student group in physics’s learning
at Xth
grade students of Senior High School 2 Lumajang and (2) metacognitive
skill of PBL student group is higher than conventional student group in
physics’s learning at Xth
grade students of Senior High School 2 Lumajang.
This design study is Quasi Experimental Design, Nonequivalent Control Group
Design. The sampling uses nonprobability sampling, purposive sampling. The
research instruments are RPP, LKK, learning observation sheet, and test. The
types of data is descriptive quantitative data. The sources of data are form
learning activities and students. The data analysis of creative thinking and
metacognitive skill uses the content validity test, reliability test, prerequisites
test, student’s initial ability parity test (t test), and research hypotheses test on
the posttest (one-way anova test and Tukey test). Based on data analysis, it is
obtained that all items are categorized as very good, valid, and reliable.
Student’s initial abilities in creative thinking skill and metacognitive skill are
the same. Based on research hypotheses test, creative thinking skill of PBL
student group has no higher than conventional student group, class PBL is
at 80.21 and 77.06 for conventional class, Fh < Ftabel, that is 2.73 < 3.98.
Metacognitive skill of PBL student group is higher than conventional student
group, class PBL is at 65.47 and 61.94 for conventional class, Fh > Ftabel,
that is 4.22 > 3.98 and Qii-i > Qtabel, that is 2.91 > 2.87.
Key Words: PBL model, creative thinking skill, metacognitive skill, physics’s
learning, Senior High School 2 Lumajang.
Permendiknas Nomor 22 (2006:2-4) menyatakan bahwa pendidikan di Indonesia
bertujuan mengembangkan potensi peserta didik. Siswa SMA diarahkan untuk bisa berpikir
kreatif, inovatif, solutif, dan berpola pikir (metakognisi). Pendidikan berkarakter pada
Kurikulum 2013 adalah penyempurna pola pikir pada pembelajaran, pengembang
keseimbangan sikap spiritual dan sosial, rasa ingin tahu, produktif, kreatif, kritis, kerja sama,
serta meningkatkan potensi peserta didik untuk berpikir reflektif menyelesaikan
permasalahan (Depdikbud, 2013:2-5). SMA Negeri 2 Lumajang menerapkan Kurikulum
2013. Berdasarkan observasi yang dilakukan di SMA Negeri 2 Lumajang, kegiatan
2
pembelajaran yang dilakukan guru fisika sudah membuat siswa cukup aktif dengan
menggunakan pembelajaran konvensional, yaitu demonstrasi, diskusi, tanya jawab, ceramah,
dan terkadang diberikan praktikum, namun siswa kurang menunjukkan keterampilan berpikir
kreatif dan metakognisi sesuai dengan Permendiknas Nomor 22 dan Kurikulum 2013.
Suprijono (2012:46) menyatakan bahwa model pembelajaran dapat menjadi pedoman
bagi para perancang pembelajaran dan para guru dalam merencanakan aktivitas belajar
mengajar. Salah satu model pembelajaran yang sesuai dengan kondisi di SMA Negeri 2
Lumajang adalah model Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM). Ibrahim dan Nur (Liliawati
dan Puspita, 2010:424) menyatakan bahwa PBM memiliki tujuan untuk membantu siswa
mengembangkan keterampilan berpikir, pemecahan masalah, belajar berperan seperti orang
dewasa dengan melibatkan mereka dalam pengalaman nyata, serta menjadi pebelajar otonom
dan mandiri.
Teori keterampilan berpikir kreatif dengan PBM didukung oleh Resnick (Ibrahim dan
Nur dalam Liliawati dan Puspita, 2010:426) yang menyatakan bahwa keterampilan berpikir
tingkat tinggi cenderung kompleks, melibatkan pertimbangan dan interpretasi, serta
keseluruhan alurnya tidak dapat diamati dari satu sudut pandang. Siswono (2009:6)
menambahkan bahwa kemampuan berpikir kreatif adalah kemampuan siswa dalam
memahami masalah dan menemukan penyelesaian dengan strategi atau metode yang
bervariasi (divergen). Purnamaningrum (2012:2) menambahkan pula bahwa keterampilan
berpikir kreatif merupakan salah satu keterampilan yang dapat menyelesaikan suatu
permasalahan.
Teori keterampilan metakognisi dengan PBM didukung oleh Goos et. al. (Rusnita,
2007) yang memaparkan bahwa cara berpikir yang efektif dalam memecahkan masalah
meliputi aktivitas kognitif untuk menemukan solusi dan meliputi pengamatan metakognisi
untuk mengatur berbagai aktivitas serta untuk membuat keputusan sesuai dengan kemampuan
kognitifnya. Kent (2004) menambahkan bahwa kelemahan-kelemahan siswa pun dapat
dikoreksi oleh perkembangan baru kemampuan kognitifnya untuk memecahkan masalah.
Beberapa penelitian tentang keterampilan metakognisi dengan PBM pun menunjang teori
tersebut.
Beberapa penelitian menyebutkan bahwa model PBM lebih berpengaruh pada
keterampilan berpikir kreatif yang dimiliki siswa dibandingkan pembelajaran konvensional.
Purnamaningrum (2012:4) menyatakan bahwa penerapan PBM dapat meningkatkan
kemampuan berpikir kreatif pada pelajaran biologi. Hal ini dikarenakan adanya pemberian
demonstrasi pada fase pengorientasian masalah, wacana dalam LKS yang dapat membuat
3
siswa menanggapi permasalahan, pengorganisasian siswa berdiskusi dalam kelompok-
kelompok, dan siswa dapat merancang percobaan sederhana. Pembelajaran dengan model
PBM juga dapat meningkatkan kemampuan kreativitas siswa SMA karena siswa dilibatkan
secara penuh selama pembelajaran dengan diberikan permasalahan dan diskusi untuk
memecahkan permasalahan tersebut (Yuanita, 2013:126). Liliawati (2011:Volume 16 Nomor
2) menjelaskan penelitian yang telah ia lakukan bahwa pembelajaran fisika berbasis masalah
efektif dalam membekalkan keterampilan berpikir kreatif siswa SMA daripada pembelajaran
konvensional yang meliputi empat aspek, yaitu fluency, flexibility, originality, dan
elaboration. Hal ini didukung oleh Juita (2011) yang menyatakan bahwa kemampuan
berpikir kreatif siswa yang diajarkan menggunakan PBM pada pembelajaran fisika
menunjukkan hasil yang lebih tinggi daripada pembelajaran konvensional karena adanya
pemberian permasalahan dan percobaan sederhana. Pembelajaran berbasis masalah pada
pembelajaran fisika juga dapat memberikan pengaruh lebih baik daripada model
pembelajaran konvensional karena siswa diberikan kebebasan berpikir untuk memecahkan
masalah (Sohibi dan Siswanto, 2012:135).
Beberapa penelitian yang lain menyebutkan bahwa model PBM berpengaruh pada
keterampilan metakognisi mahasiswa dan siswa. Danial (2010) menjelaskan bahwa model
PBL atau PBM dapat berpengaruh terhadap keterampilan metakognisi yang dimiliki
mahasiswa kimia karena proses pembelajaran pada kelas PBM dapat menarik rasa ingin tahu
siswa dengan pemberian permasalahan nyata yang banyak ditemui di sekitar dan
berhubungan dengan masalah akademik, diskusi yang aktif pada fase penyelidikan, serta
sumber belajar yang memadai. Muhiddin (2012) menjelaskan pula bahwa PBL atau PBM
dapat berpengaruh terhadap keterampilan metakognisi yang dimiliki mahasiswa biologi
karena proses pembelajaran pada kelas PBM dapat mengintegrasi siswa untuk menyajikan
pemecahan masalah berdasarkan masalah yang diberikan. Halim (2011) menambahkan
bahwa PBM berpengaruh pada kemampuan metakognitif siswa SMA pada mata pelajaran
biologi karena instrumen yang dibuat sudah baik dan proses pembelajaran pada kelas PBM
memberikan permasalahan yang dapat membangun pemikiran siswa, ia memaparkan bahwa
kesiapan siswa, guru, dan ketersediaan sumber belajar dapat menunjang pembelajaran
tersebut.
4
berpengaruh terhadap
didukung: didukung:
Gambar 1. Skema Kerangka Berpikir
Berdasarkan pemaparan tersebut, tujuan penelitian ini adalah untuk membuktikan:
(1) keterampilan berpikir kreatif kelompok siswa yang belajar dengan model PBM lebih
tinggi daripada kelompok siswa yang belajar dengan pembelajaran konvensional pada
pembelajaran fisika siswa kelas X SMA Negeri 2 Lumajang dan (2) keterampilan
metakognisi kelompok siswa yang belajar dengan model PBM lebih tinggi daripada
kelompok siswa yang belajar dengan pembelajaran konvensional pada pembelajaran fisika
siswa kelas X SMA Negeri 2 Lumajang.
METODE
Penelitian ini merupakan penelitian Quasi Eksperimental Design atau eksperimen
semu dengan Nonequivalent Control Group Design (kelompok eksperimen maupun
kelompok kontrol tidak dipilih secara random). Desain rancangan penelitian adalah sebagai
berikut.
Model Pembelajaran Berbasis Masalah
(PBM)
Keterampilan Berpikir Kreatif Keterampilan Metakognisi
1. Teori-teori:
a. Resnick (Ibrahim dan Nur
dalam Liliawati dan Puspita,
2010:426);
b. Siswono (2009:6); dan
c. Purnamaningrum (2012:2).
2. Penelitian-penelitian:
a. Purnamaningrum (2012:4);
b. Yuanita (2013:126-127);
c. Liliawati (2011:Volume 16
Nomor 2);
d. Juita (2011); dan
e. Sohibi dan Siswanto,
2012:135).
1. Teori-teori:
a. Goos et. al. (Rusnita, 2007) dan
b. Kent (2004).
2. Penelitian-penelitian:
a. Danial (2010);
b. Muhiddin (2012); dan
c. Halim (2011).
5
Kelompok Tes Awal (Pretest) Perlakuan Tes Akhir (Posttest)
Eksperimen O1 X1 O2
Kontrol O3 X2 O4
Gambar 2. Rancangan Eksperimental Semu
(Sumber: Sugiyono, 2010:116)
Keterangan:
X1: Perlakuan pembelajaran dengan model PBM
X2: Perlakuan pembelajaran dengan model konvensional
O1: Pretest kelas eksperimen
O2: Posttest kelas eksperimen
O3: Pretest kelas kontrol
O4: Posttest kelas kontrol
Variabel bebas yang digunakan adalah model pembelajaran, yakni model PBM (X1)
pada kelas eksperimen dan model pembelajaran konvensional (X2) pada kelas kontrol.
Variabel terikat yang dipilih adalah keterampilan berpikir kreatif (Y1) dan keterampilan
metakognisi (Y2). Variabel kontrolnya adalah terbatas pada materi pokok suhu dan kalor,
serta perpindahan kalor, pembelajaran empat kali pertemuan, pretest dilakukan sebelum
pembelajaran pertemuan pertama, serta posttest di luar jam pelajaran.
Subjek penelitian ini adalah siswa kelas X SMA Negeri 2 Lumajang. Pengambilan
sampel dilakukan menggunakan nonprobability sampling, dengan purposive sampling karena
SMA Negeri 2 Lumajang adalah sekolah unggulan di Kabupaten Lumajang dan sampel kelas
yang digunakan adalah bimbingan guru pamong fisika yang dihubungi oleh Peneliti. Sampel
penelitian ini ialah siswa kelas X MIA 6 sebagai kelas kontrol dan siswa kelas X MIA 7
sebagai kelas eksperimen dengan jumlah responden di masing-masing kelas adalah 34 anak.
Penelitian dilaksanakan di SMA Negeri 2 Lumajang pada semester genap tahun ajaran
2013/2014, bulan April 2014 sampai bulan Mei 2014. SMA Negeri 2 Lumajang dipilih
sebagai lokasi penelitian karena sekolah tersebut dapat dijangkau peneliti dan dapat mewakili
populasi SMA/MA Sederajat di Kabupaten Lumajang. Di SMA Negeri 2 Lumajang belum
pernah dilakukan penelitian eksperimen model PBM terhadap keterampilan berpikir kreatif
dan metakognisi siswa pada pembelajaran fisika materi suhu dan kalor, serta perpindahan
kalor.
Instrumen perlakuan berupa Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dan Lembar
Kerja Kelompok (LKK), instrumen pengukuran berupa lembar observasi kegiatan
pembelajaran, instrumen soal keterampilan berpikir kreatif berdasarkan modifikasi dari
Liliawati dan Puspita (2010:426) berupa lima butir soal uraian C3, C4, dan C5, serta instrumen
6
soal keterampilan metakognisi berdasarkan modifikasi dari Corebima (Article in SM310509
ADC) berupa lima butir soal uraian C3, C4, dan C5. Instrumen soal keterampilan berpikir
kreatif dan metakognisi dianalisis menggunakan uji validitas dan reliabilitas.
Jenis data penelitian ini adalah data kuantitatif deskriptif. Sumber data penelitian ini
adalah kegiatan pembelajaran dan siswa. Kualifikasi dan jumlah petugas yang terlibat adalah
seorang guru pengampu pelajaran fisika kelas X di SMA Negeri 2 Lumajang sebagai
pengamat dan turut membantu kelancaran proses pembelajaran, seorang petugas laboran yang
membantu mempersiapkan peralatan untuk demostrasi dan percobaan, serta peneliti sebagai
pelaksana penelitian. Pembelajaran dilakukan sebanyak empat kali pertemuan, pengambilan
data pretest dilakukan sebelum pembelajaran pertemuan pertama, dan posttest dilakukan di
luar jam pelajaran. Analisis data soal keterampilan berpikir kreatif dan metakognisi
menggunakan uji prasyarat, yaitu uji normalitas (Uji Chi Kuadrat) dan uji homogenitas (Uji
Bartlett, uji kesamaan kemampuan awal siswa (Uji t), dan uji hipotesis penelitian pada
posttest (Uji Anava Satu Arah dan Uji Tukey).
HASIL
Seluruh butir soal tes keterampilan berpikir kreatif dan metakognisi berkategori soal
sangat baik, valid, dan reliabel. Kemampuan awal siswa pada keterampilan berpikir kreatif
maupun metakognisi adalah sama. Analisis data keterampilan berpikir kreatif dengan uji
prasyarat menunjukkan bahwa siswa kelompok siswa yang belajar secara konvensional dan
kelompok siswa yang belajar dengan model PBM memiliki data yang terdistribusi normal
dan homogen. Berdasarkan analisis menggunakan Uji Anava Satu Arah, didapatkan hasil
sebagai berikut.
Tabel 1. Hasil Analisis Uji Anava Satu Arah Keterampilan Berpikir Kreatif (Posttest)
Kelas Kontrol Kelas Eksperimen Jumlah
N 34 34 68
∑X 2620 2727 5347
∑X2 204472.00 220213.00 424685.00
77.06 80.21
Sumber Variansi db JK RJK Fhitung Ftabel
Rerata 1 420447.19 - - -
Antar 1 168.37 168.37 2.73 3.98
Dalam 66 4069.44 61.66 -
Total 68 424685.00 - - -
7
Gambar 3. Rata-rata Sekor Keterampilan Berpikir Kreatif Posttest
Gambar 4. Rata-rata Sekor Masing-masing Aspek Keterampilan Berpikir Kreatif Posttest
Fhitung < Ftabel; yaitu didapatkan 2.73 < 3.98; Keputusan: H0 diterima, tidak terdapat
perbedaan keterampilan berpikir kreatif kelompok siswa yang belajar dengan model PBM
dan kelompok siswa yang belajar dengan pembelajaran konvensional pada pembelajaran
fisika siswa kelas X SMA Negeri 2 Lumajang. Hal ini menunjukkan bahwa keterampilan
berpikir kreatif kelompok siswa yang belajar dengan model PBM tidak lebih tinggi daripada
kelompok siswa yang belajar dengan pembelajaran konvensional pada pembelajaran fisika
siswa kelas X SMA Negeri 2 Lumajang sehingga analisis data tidak perlu menggunakan uji
lanjut.
Analisis data keterampilan metakognisi dengan uji prasyarat menunjukkan bahwa
siswa kelompok siswa yang belajar secara konvensional dan kelompok siswa yang belajar
dengan model PBM memiliki data yang terdistribusi normal dan homogen. Berdasarkan
analisis menggunakan Uji Anava Satu Arah, didapatkan hasil sebagai berikut.
77.06 80.21
0.00
10.00
20.00
30.00
40.00
50.00
60.00
70.00
80.00
90.00
100.00 Sekor
Kelas Konvensional Kelas PBM
Rata-rata Sekor Keterampilan Berpikir Kreatif Posttest
67.0
79.1 72.6
88.9
70.9 80.2
74.4
93.9
0.0
10.0
20.0
30.0
40.0
50.0
60.0
70.0
80.0
90.0
100.0
Fluency Flexibility Originality Elaboration
Sekor
Aspek Keterampilan Berpikir Kreatif
Rata-rata Sekor Masing-masing Aspek
Keterampilan Berpikir Kreatif Posttest
Kelas Konvensional
Kelas PBM
8
Tabel 2. Hasil Analisis Uji Anava Satu Arah Keterampilan Metakognisi (Posttest)
Kelas Kontrol Kelas Eksperimen Jumlah
N 34 34 68
∑X 2106 2226 4332
∑X2 132088.00 147408.00 279496.00
61.94 65.47
Sumber Variansi db JK RJK Fhitung Ftabel
Rerata 1 275973.88 - - -
Antar 1 211.76 211.76 4.22 3.98
Dalam 66 3310.35 50.16 -
Total 68 279496.00 - - -
Gambar 5. Rata-rata Sekor Keterampilan Metakognisi Posttest
Gambar 6. Rata-rata Sekor Masing-masing Aspek Penilaian Keterampilan Metakognisi Posttest
Fhitung > Ftabel; yaitu didapatkan 4.22 > 3.98; Keputusan: H0 ditolak, yaitu terdapat
perbedaan keterampilan metakognisi kelompok siswa yang belajar dengan model PBM dan
kelompok siswa yang belajar dengan pembelajaran konvensional pada pembelajaran fisika
siswa kelas X SMA Negeri 2 Lumajang. Berdasarkan analisis menggunakan uji lanjut, yaitu
Uji Tukey, didapatkan hasil Qii-i > Qtabel; yaitu didapatkan 2.91 > 2.87; Keputusan: H0 ditolak,
yaitu benar-benar terdapat perbedaan signifikan pada taraf signifikansi α = .05 keterampilan
61.94 65.47
0.00
10.00
20.00
30.00
40.00
50.00
60.00
70.00
80.00
90.00
100.00
Sekor
Kelas Konvensional Kelas PBM
Rata-rata Sekor Keterampilan Metakognisi (Posttest)
52.4 56.0
66.6 69.8
0.0
20.0
40.0
60.0
80.0
100.0
Kata Kunci Konsep Rubrik Spesifik
Sekor
Aspek Penilaian Keterampilan Metakognisi
Rata-rata Sekor Masing-masing Aspek
Penilaian Keterampilan Metakognisi Posttest
Kelas Konvensional
Kelas PBM
9
metakognisi kelompok siswa yang belajar dengan model PBM dan kelompok siswa yang
belajar dengan pembelajaran konvensional pada pembelajaran fisika siswa kelas X SMA
Negeri 2 Lumajang. Hal ini menunjukkan bahwa keterampilan metakognisi kelompok siswa
yang belajar dengan model PBM lebih tinggi daripada kelompok siswa yang belajar dengan
pembelajaran konvensional pada pembelajaran fisika siswa kelas X SMA Negeri 2
Lumajang.
PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil pengujian hipotesis tentang keterampilan berpikir kreatif,
didapatkan bahwa keterampilan berpikir kreatif kelompok siswa yang belajar dengan model
PBM tidak lebih tinggi daripada kelompok siswa yang belajar dengan pembelajaran
konvensional pada pembelajaran fisika siswa kelas X SMA Negeri 2 Lumajang. Data rata-
rata keterampilan berpikir kreatif kelompok siswa yang belajar secara konvensional sebesar
77.06 dan kelompok siswa yang belajar dengan model PBM sebesar 80.21. Hal ini dapat
dipengaruhi beberapa hal, yaitu sebagai berikut.
1. Keterampilan berpikir kreatif memerlukan proses pada pembelajaran sehingga
memerlukan waktu yang lebih lama untuk mengembangkan keterampilan tersebut.
Solusinya ialah menggunakan beberapa materi pada penelitian berikutnya sehingga
pertemuan pembelajaran lebih banyak. Hal ini sesuai dengan Nickerson, dkk (Zubaidah,
dkk, 2013:51) yang menyatakan bahwa kemampuan berpikir selalu berkembang dan dapat
dipelajari.
2. Kurang aktifnya diskusi kelompok siswa yang belajar dengan model PBM pada fase
mengembangkan dan menyajikan hasil karya. Hal ini terjadi karena fase penyelidikan
berlangsung terlalu lama dan beberapa kelompok siswa kurang antusias dalam merespon
penyajian hasil karya yang disampaikan oleh kelompok yang presentasi. Solusinya ialah
perlu mengoptimalkan waktu pembelajaran pada fase penyelidikan dan lebih memotivasi
siswa agar aktif berdiskusi. Hal ini sesuai dengan Utami (2012:73) yang menyarankan
bahwa PBL atau PBM akan lebih efektif jika waktu yang tersedia cukup banyak untuk
berdiskusi. Marzano, dkk (Defila, 2012) menambahkan bahwa salah satu komponen utama
proses berpikir adalah berwacana secara oral/lisan. Moos (Tarmidi, 2006) menambahkan
pula bahwa keaktifan diskusi kelas dipengaruhi pula oleh iklim kelas yang meliputi
demokrasi (democracy) dan kekompakan (cohesiveness).
3. Siswa kurang memiliki kesiapan belajar dan menghadapi situasi baru di awal
pembelajaran. Siswa terlihat kurang tanggap dengan percobaan yang akan dilakukan.
10
Solusinya ialah meminta siswa untuk mempersiapkan belajar untuk pertemuan berikutnya
dan perlu mengenalkan alat-alat percobaan di awal pembelajaran. Hal ini sesuai dengan
Cronbach (Sukmadinata dalam Kiswanto, 2012:12) yang menyatakan bahwa kesiapan
berupa kematangan untuk melakukan sesuatu dan terkait penguasaan pengetahuan dan
situasi baru yang dihadapi siswa (mengenal alat-alat yang digunakan pada pembelajaran)
merupakan unsur utama dalam proses belajar.
4. Pembagian kelompok pada fase mengorganisasi siswa untuk meneliti kurang optimal.
Pengelompokan siswa pada penelitian ini beranggotakan 4-5 anak, beberapa siswa terlihat
kurang aktif bekerja sama dengan kelompoknya. Solusinya ialah mengelompokan siswa
pada setiap tim beranggotakan 3-4 anak, apabila alat di sekolah belum tersedia maka perlu
kekreatifan dalam membuat alat percobaan sederhana. Hal ini sesuai dengan Reigeluth
(2012:6) yang memaparkan bahwa siswa perlu pengalaman dalam kolaborasi pada tim
kecil.
5. Demonstrasi yang diberikan kepada kelompok siswa yang belajar secara konvensional
adalah percobaan sederhana yang diberikan kepada kelompok siswa yang belajar dengan
model PBM. Kemiripan bentuk pembelajaran ini dapat mempengaruhi keterampilan
berpikir kreatif siswa walaupun disajikan secara berbeda. Demonstrasi berupa percobaan
sederhana perlu diberikan kepada siswa karena mengacu pada KI 4 dan KD 4.8
(Depdikbud, 2013:159-160) dan pembelajaran konvensional di SMA Negeri 2 Lumajang.
Solusinya ialah perlu memberikan bentuk demonstrasi berbeda antara kelompok siswa
yang belajar secara konvensional dengan percobaan kelompok siswa yang belajar dengan
model PBM.
6. Kurang detailnya kegiatan guru dalam RPP dan belum adanya perancah/kerangka
pendukung (scaffolding) pada LKK untuk mengarahkan keterampilan berpikir kreatif
siswa dalam memecahkan masalah. Solusinya adalah menyusun RPP dan LKK lebih
detail.
7. Kurang detailnya pengembangan instrumen keterampilan berpikir kreatif setiap indikator
pada RPP. Setiap instrumen soal yang dibuat, mewakili beberapa indikator sekaligus.
Solusinya ialah mengembangkan lebih detail instrumen keterampilan berpikir kreatif pada
setiap indikator pada RPP yang telah dibuat.
Berdasarkan rata-rata sekor masing-masing aspek keterampilan berpikir kreatif, urutan
aspek penilaian keterampilan berpikir kreatif kelompok siswa yang belajar secara
konvensional dan kelompok siswa yang belajar dengan model PBM adalah fluency
(kelancaran), originality (keaslian), flexibility (keluwesan), dan elaboration (kecermatan).
11
Aspek fluency (kelancaran) berada pada urutan terendah karena siswa belum terbiasa
mengungkapkan sejumlah jawaban dengan benar dan memberikan gagasan-gagasan alasan
untuk memecahkan permasalahan yang diberikan. Aspek ini dapat ditingkatkan dengan
mengelola kelas lebih baik sehingga siswa dapat lebih aktif dalam mencetuskan berbagai ide
ketika pembelajaran.
Aspek originality (keaslian) berada pada urutan ketiga karena siswa belum terbiasa
mengembangkan ide yang dimiliki. Siswa perlu mencari literatur lain agar dapat
mengembangkan ide tersebut. Aspek flexibility (keluwesan) berada pada urutan kedua
karena siswa dapat memberikan penafsiran/analisis dan menyelesaikan permasalahan dengan
cara yang berbeda. Aspek elaboration (kecermatan) berada pada urutan tertinggi karena
ketika pembelajaran di kelas siswa diajak untuk menguraikan ide tau konsep yang dicetuskan
secara terperinci, serta kelas eksperimen terlatih merancang penyelidikan pada percobaan
menggunakan langkah kerja yang dibuat secara berkelompok.
Berdasarkan hasil pengujian hipotesis tentang keterampilan metakognisi, didapatkan
bahwa keterampilan metakognisi kelompok siswa yang belajar dengan model PBM lebih
tinggi daripada kelompok siswa yang belajar dengan pembelajaran konvensional pada
pembelajaran fisika siswa kelas X SMA Negeri 2 Lumajang. Kesimpulan tersebut didukung
oleh data rata-rata keterampilan metakognisi kelompok siswa yang belajar dengan model
PBM sebesar 65.47 dan kelompok siswa yang belajar secara konvensional sebesar 61.94.
Hasil penelitian ini sesuai dengan kajian teori, yaitu keterampilan metakognisi ini
sesuai dengan Goos et. al. (Rusnita, 2007), yaitu cara berpikir yang efektif dalam
memecahkan masalah berkaitan dengan aktivitas kognitif untuk menemukan solusi dan
pengamatan metakognisi untuk mengatur berbagai aktivitas serta untuk membuat keputusan
sesuai dengan kemampuan kognitifnya sehingga sekor kelompok siswa yang belajar dengan
model PBM lebih tinggi daripada kelas kontrol. Hal ini sesuai pula dengan Kent (2004) yang
menyatakan bahwa metakognisi pada hakikatnya untuk pembelajaran yang berhasil karena
memungkinkan individu-individu lebih baik dalam mengatur kemampuan kognitifnya, serta
kelemahan-kelemahan siswa pun dapat dikoreksi oleh perkembangan baru kemampuan
kognitifnya untuk memecahkan masalah sehingga sekor kelompok siswa yang belajar dengan
model PBM lebih tinggi daripada kelas kontrol.
Hasil penelitian ini sesuai pula dengan penelitian Danial (2010), yaitu model PBM
dapat berpengaruh terhadap keterampilan metakognisi mahasiswa kimia. Hal ini terjadi
karena proses pembelajaran pada kelas PBM dapat menarik rasa ingin tahu siswa dengan
pemberian permasalahan nyata yang banyak ditemui di sekitar dan berhubungan dengan
12
masalah akademik, diskusi yang aktif pada fase penyelidikan, serta sumber belajar yang
memadai. Muhiddin (2012) menambahkan bahwa PBL atau PBM dapat berpengaruh
terhadap keterampilan metakognisi mahasiswa biologi. Hal ini terjadi karena proses
pembelajaran pada kelas PBM dapat mengintegrasi siswa untuk menyajikan pemecahan
masalah berdasarkan masalah yang diberikan. Halim (2011) menambahkan pula bahwa PBM
berpengaruh pada kemampuan metakognitif siswa SMA pada mata pelajaran biologi. Hal ini
terjadi karena instrumen yang dibuat sudah baik dan proses pembelajaran pada kelas PBM
memberikan permasalahan yang dapat membangun pemikiran siswa.
Berdasarkan rata-rata sekor masing-masing aspek penilaian keterampilan metakognisi
menunjukkan bahwa aspek penilaian keterampilan metakognisi siswa melalui rubrik spesifik
memiliki sekor yang lebih tinggi daripada sekor kata kunci konsep pada kelompok siswa
yang belajar secara konvensional dan kelompok siswa yang belajar dengan model PBM. Hal
ini sesuai dengan pendapat Livingstone (1997) yang menjelaskan bahwa metakognisi
merupakan keterampilan yang dapat mengontrol proses kognitif yang terjadi dalam
pembelajaran sehingga siswa dapat belajar lebih baik terkait mengatur sumber daya
kognitifnya. Metakognisi atau pola pikir yang dimiliki siswa terbentuk dan berkembang
berdasarkan pengalaman yang dialami siswa.
Berdasarkan pembelajaran yang telah dilakukan, perlu pengoptimalan PBM
dikarenakan beberapa hal sebagai berikut.
1. Kurangnya latihan-latihan soal yang diberikan pada fase menganalisis dan mengevaluasi
proses. Solusinya ialah memberikan pendalaman latihan-latihan soal yang diberikan pada
fase menganalisis dan mengevaluasi proses. Hal ini sesuai dengan Zubaidah, dkk
(2013:51) yang menyatakan bahwa kemampuan berpikir (berpikir kreatif dan metakognisi)
merupakan kemampuan mental yang memerlukan latihan-latihan untuk mengembangkan
kemampuan tersebut.
2. Kurang mendalamnya penguatan yang diberikan dari kesimpulan yang dibuat siswa di
akhir pembelajaran. Solusinya ialah memberikan penguatan yang mendalam berdasarkan
kesimpulan yang dibuat siswa di akhir pembelajaran. Hal ini sesuai dengan Arends
(2008:308) yang menyatakan bahwa umpan balik yang spesifik dan sesuai dengan tingkat
perkembangan pelajar dapat memberikan hasil terbaik dalam pembelajaran.
3. Belum memberikan contoh cara menjawab pada lembar soal. Hal ini menyebabkan siswa
kurang jelas mengetahui cara penilaian keterampilan berpikir kreatif dan metakognisi.
Solusinya ialah memberikan contoh cara menjawab pada lembar soal sehingga siswa
mengetahui cara penilaian keterampilan berpikir kreatif dan metakognisi.
13
KESIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat ditarik simpulan sebagai
berikut.
1. Keterampilan berpikir kreatif kelompok siswa yang belajar dengan model PBM tidak lebih
tinggi daripada kelompok siswa yang belajar dengan pembelajaran konvensional pada
pembelajaran fisika siswa kelas X SMA Negeri 2 Lumajang. Pernyataan tersebut
dipengaruhi beberapa hal sebagai berikut.
a. Keterampilan berpikir kreatif memerlukan proses pada pembelajaran sehingga
memerlukan waktu yang lebih lama agar dapat mengembangkan keterampilan tersebut.
b. Kurang aktifnya diskusi kelompok siswa yang belajar dengan model PBM pada fase
mengembangkan dan menyajikan hasil karya.
c. Siswa kurang memiliki kesiapan belajar dan menghadapi situasi baru di awal
pembelajaran.
d. Pembagian kelompok pada fase mengorganisasi siswa untuk meneliti kurang optimal.
e. Demonstrasi yang diberikan kepada kelompok siswa yang belajar secara konvensional
adalah percobaan sederhana yang diberikan kepada kelompok siswa yang belajar dengan
model PBM. Kemiripan bentuk pembelajaran ini dapat mempengaruhi keterampilan
berpikir kreatif siswa walaupun disajikan secara berbeda.
f. RPP dan LKS kurang disusun secara detail untuk mengarahkan keterampilan berpikir
kreatif siswa dalam memecahkan masalah.
g. Kurang detailnya pengembangan instrumen keterampilan berpikir kreatif pada setiap
indikator pada RPP.
2. Keterampilan metakognisi kelompok siswa yang belajar dengan model PBM lebih tinggi
daripada kelompok siswa yang belajar dengan pembelajaran konvensional pada
pembelajaran fisika siswa kelas X SMA Negeri 2 Lumajang.
Berdasarkan pembahasan dan simpulan, terdapat saran sebagai berikut.
1. Bagi Guru SMA Negeri 2 Lumajang
a. Guru dapat mempertimbangkan untuk menerapkan model PBM pada pembelajaran fisika
agar dapat meningkatkan keterampilan metakognisi siswa.
b. Guru perlu mengoptimalkan waktu pembelajaran pada fase penyelidikan dan lebih
memotivasi siswa agar aktif berdiskusi pada fase mengembangkan dan menyajikan hasil
karya.
c. Guru perlu meminta siswa mempersiapkan belajar sebelum pertemuan pembelajaran
berikutnya dan mengenalkan alat-alat percobaan di awal pembelajaran.
14
d. Guru perlu memberikan pendalaman latihan-latihan soal yang diberikan pada fase
menganalisis dan mengevaluasi proses.
e. Guru perlu memberikan penguatan yang mendalam berdasarkan kesimpulan yang dibuat
siswa di akhir pembelajaran.
f. Guru perlu kreatif dalam membuat alat percobaan sederhana apabila tidak tersedia di
sekolah yang dapat menunjang pembelajaran model PBM.
2. Bagi Peneliti Lain
a. Peneliti dapat menggunakan hasil penelitian ini sebagai bahan informasi dan pertimbangan
apabila menerapkan atau mengkolaborasi model pembelajaran yang dapat digunakan
untuk mengetahui pengaruhnya terhadap keterampilan berpikir kreatif dan metakognisi
siswa, khususnya pada pembelajaran fisika.
b. Penggunaan model PBM, perlu mengoptimalkan pembelajaran pada fase penyelidikan dan
lebih memotivasi siswa dalam berdiskusi agar keterampilan berpikir kreatif dapat
berkembang.
c. Penggunaan model PBM perlu membagi kelompok secara optimal pada fase
mengorganisasi siswa untuk meneliti, beranggotakan 3-4 anak agar seluruh siswa aktif
pada fase penyelidikan.
d. Penggunaan model PBM, perlu memberikan bentuk demonstrasi kelompok siswa yang
belajar secara konvensional yang berbeda dengan percobaan kelompok siswa yang belajar
dengan model PBM.
e. Peneliti perlu memberikan contoh cara menjawab pada lembar soal sehingga siswa
mengetahui cara penilaian keterampilan berpikir kreatif dan metakognisi.
f. Peneliti perlu mendetailkan kegiatan guru dalam RPP dan perancah/kerangka pendukung
(scaffolding) pada LKK untuk mengarahkan keterampilan berpikir kreatif siswa dalam
memecahkan masalah.
g. Peneliti perlu lebih detail dalam mengembangkan instrumen keterampilan berpikir kreatif
setiap indikator pada RPP yang telah dibuat.
DAFTAR RUJUKAN
Arends, Richard I. . 2008. Learning to Teach, Belajar untuk Mengajar (Edisi Ketujuh Buku
Satu). Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Corebima, A.D., Metacognitive Skill Measurement Integrated in Achievement Test, (Online),
(http://www.recsam.edu.my/cosmed/cosmed09/ abstractsfullpapers2009/abstract/
science%20parallel%20pdf/full%20paper/01.pdf), Article: SM310509ADC, diakses 15
Maret 2014.
15
Danial, Muhammad. 2010. Pengaruh Strategi PBL dan Kooperatif GI terhadap Metakognisi
dan Penguasaan Konsep Kimia Dasar Mahasiswa Biologi FMIPA Universitas Negeri
Makassar. Disertasi tidak diterbitkan. Malang: FMIPA UM.
Defila, Februl. 2012. Ranah Pengetahuan menurut Bloom, Cangelosi, dan Marzano. Makalah
untuk Memenuhi Tugas Evaluasi Pendidikan. (Online),
(http://febroeldefila.files.wordpress.com/2012/04/ranah-pengetahuan.pdf), diakses 12
Juni 2014.
Depdikbud. 2013. Kerangka Dasar dan Struktur Kurikulum Sekolah Menengah
Atas/Madrasah Aliyah, Jakarta: Permendikbud Nomor 69 Tahun 2013.
Depdiknas. 2006. Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah, Jakarta:
Permendiknas Nomor 22 Tahun 2006.
Halim, Irhayana. 2011. Pengaruh Pembelajaran Berbasis Masalah dan Kemampuan
Akademik Siswa terhadap Kemampuan Metakognitif, Kemampuan Berpikir Kritis, dan
Kemampuan Kognitif Siswa pada Konsep Sistem Pernapasan Kelas XI SMA Negeri 1
Tellulimpoe Kabupaten Sinjai. Tesis tidak diterbitkan. Malang: FMIPA UM.
Juita, Yulia Agustin Surya. 2011. Efektivitas pembelajaran PBL (Problem Based Learning)
dalam Meningkatkan Prestasi Belajar, Kemampuan Berpikir Kritis, dan Berpikir Kreatif
Siswa Kelas VIII SMPI Sabilillah Malang. Skripsi tidak diterbitkan. Malang: FMIPA
UM.
Kent. 2004. Metacognition in Background Brief from the OLRC News. (Online),
(http://literacy.kent.edu/ohioeff/resources/06newsMetacognition.doc), diakses tanggal
15 Maret 2014.
Kiswanto, Nur Cahyo Dwi. 2012. Pengaruh Kecerdasan Emosional, Efikasi Diri dan
Motivasi Belajar terhadap Prestasi Belajar Mahasiswa Pendidikan Ekonomi
Universitas Negeri Yogyakarta. (Online), (http://eprints.uny.ac.id/8964/3/bab%
202%20-08404244032.pdf), diakses 22 Mei 2014.
Liliawati, Winny. 2011. Pembekalan Keterampilan Berpikir Kreatif Siswa SMA melalui
Pembelajaran Fisika Berbasis Masalah. Jakarta: Volume 5 Nomor 2. (Online),
(http://jurnal.upi.edu/jpmipa/view/907/pembekalan-keterampilan-berpikir-kreatif-siswa-
sma-melalui-pembelajaran-fisika-berbasis-masalah.html), diakses 12 Maret 2013.
Liliawati, Winny dan Puspita, Erna. 2010. Efektivitas Pembelajaran Berbasis Masalah dalam
Meningkatkan Keterampilan Berpikir Kreatif Siswa. (Online), (http://www.google.
co.id/url?sa=t&rct=j&q=model%20pembelajaran%20berbasis%20masalah%20fisika.pd
f&source=web&cd=4&cad=rja&ved=0CCwQFjAD&url=http%3A%2F%2Fwww.fi.itb.
ac.id%2F~dede%2FSeminar%2520HFI%25202010%2FCD%2520Proceedings%2FPro
ceedings%2FFP%252018.pdf&ei=pB2FULu7NMmGrAeDx4C4CA&usg=AFQjCNEnt
5uKsVAHkRmotCf6btF2O0mHLw), Prosiding Seminar Nasional Fisika 2010, ISBN:
978-979-98010-6-7, diakses 20 Oktober 2012.
Livingston, J. A. 1997. Metacognition. (Online), (http://gse.buffalo.edu/fas/shuell/cep564/
metacog.htm), diakses 20 Maret 2014.
16
Muhiddin, P. 2012. Pengaruh Integrasi Problem Based Learning dengan Pembelajaran
Kooperatif Jigsaw dan Kemampuan Akademik terhadap Metakognisi, Berpikir Kritis,
Pemahaman Konsep, dan Retensi Mahasiswa pada Perkuliahan Biologi Dasar di
FMIPA Universitas Neger Makassar. Disertasi tidak diterbitkan. Malang: FMIPA UM.
Purnamaningrum, Arifah. 2012. Jurnal Pendidikan Biologi: Peningkatan Kemampuan
Berpikir Kreatif melalui Problem Based Learning (PBL) pada Pembelajaran Biologi
Siswa Kelas X-10 SMA Negeri 3 Surakarta Tahun Pelajaran 2011/2012. (Online),
(http://jurnal.fkip.uns.ac.id/index.php/bio/ article/viewFile/1425/1006), diakses 19
Oktober 2012.
Reigeluth, Charles M. 2012. Instructional Theory and Technology for the New Paradigm of
Education. (Online), (http://www.um.es/ead/red/32/ reigeluth.pdf), diakses 23 Mei
2014.
Rusnita. 2012. Penggunaan Instrumen Monitoring Diri Metakognisi untuk Meningkatkan
Kemampuan Mahasiswa Menerapkan Strategi Pemecahan Masalah Matematika. Jurnal
Pendidikan Dasar, (Online), (http://nitachemist.blogspot. com /2012/06/jurnal-
metakognisi-rusnita.html), diakses 26 Nopember 2013.
Siswono, Tatag Yuli Eko. 2009. Upaya Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa
melalui Pengajuan Masalah. Jurnal Pendidikan Matematika dan Sains, (Online), Tahun
X Nomor 1:1-9, (http://www.google.co.id/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&
cd=2&ved=0CCQQFjAB&url=http%3A%2F%2Ftatagyes.files.wordpress.com%2F200
9%2F11%2Fpaper05_problemposing.pdf&ei=Hz--U6izGZOgugTVr4GACw&usg=
AFQjCNHmaLH pIu5P8DZtgi8XtJ0-dF2bOw&bvm=bv.70138588,d.c2E), diakses 10
Juli 2014.
Sohibi, Muh dan Siswanto, Joko. 2012. Pengaruh Pembelajaran Berbasis Masalah dan
Inkuiri Terbimbing terhadap Kemampuan Berpikir Kritis dan Kreatif Siswa. (Online),
(http://e-jurnal.ikippgrismg.ac.id/index.php/JP2F/article/download/349/305), diakses 10
Juni 2014.
Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan
R&D). Bandung: ALFABETA.
Suprijono, Agus. 2012. Cooperative Learning. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Tarmidi. 2006. Iklim Kelas dan Prestasi Belajar. (Online), (http://library.usu.ac.id/download/
fk/06010310.pdf), diakses 6 Juni 2014.
Utami, Indri Sari. 2010. Pemetaan Peningkatan Prestasi Belajar Siswa dalam Pembelajaran
Fisika dengan Model Problem Based Learning (PBL) berdasarkan Gaya Berpikir
Kreatif-Kritis. (Online), (http://repository.upi.edu/1287/6/s_d0251_060888_chapter5.
pdf), diakses 10 Juni 2014.
Yuanita. 2013. Model Pembelajaran Berbasis Masalah untuk Meningkatkan Literasi Sains
dan Kreativitas Siswa SMA pada Materi Pencemaran Lingkungan. (Online),
(http://repository.upi.edu/operator/upload/t_ipa_ 1006973_ chapter5.pdf), diakses 10
Juli 2013.
17
Zubaidah, S., Yuliati, L., Mahanal, S. 2013. Model dan Metode Pembelajaran SMP IPA.
Malang: Universitas Negeri Malang.