8
AGRIPLUS, Volume 20 Nomor : 03 September 2010, ISSN 0854-0128 STUDI IDENTIFIKASI DAERAH BERPOTENSI RAWAN BENCANA KEBAKARAN HUTAN PADA KAWASAN TAMAN HUTAN RAYA (TAHURA) NIPA-NIPA Oleh : Zulkarnain 1) dan Ld. Muh. Abdih M. 2) ABSTRACT This study aims to identify areas potentially prone to fires in the area of Tahura Nipa-Nipa. This research was conducted from March to April 2010 in Regions of Tahura Nipa-Nipa with an area 7877.5 ha. The instrument used is a set of computer equipment, survey equipment and stationery. Processing of spatial data using Geographic Information System (GIS) Arcview project is 3.2. Variable research to identify potentially vulnerable areas of forest fires is the type of soil, elevation, and land use. These data are analyzed by using quantitative descriptive analysis. The results showed that the region is potentially prone to fires in the area of Tahura Nipa-Nipa grouped into 4 classes, where the level of fire-prone forests with high criteria covering 1548.13 or 20%, while the area of 3712.79 hectares or 47%, lower area of 1106.37 Ha or 14%, not prone area of 1510.26 Ha or 19%. From the results of this research is necessary to the management of areas that are potentially vulnerable to forest fires. Prevention efforts as early as possible is very important to be done to prevent catastrophic forest fires in the Tahura Nipa-Nipa. Key words: Forest fires riks, geographic information system, forest park. PENDAHULUAN Kawasan Pelestarian Alam Taman Hutan Raya (Tahura) Nipa-Nipa merupakan salah satu kawasan Konservasi di Provinsi Sulawesi tenggara yang ditetapkan berdasarkan Kepmenhut No. 103/Kpts-II/1999 Tanggal 1 Maret 1999 dengan luas 7.877,5 Ha. Kawasan ini mempunya fungsi strategis perlindungan sistem penyangga kehidupan antara lain pemeliharaan tata air, pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa serta keunikan panorama alam yang dapat dimanfaatkan secara lestari untuk konservasi, koleksi, edukasi, dan rekreasi. Namun disisi lain kerusakan dan gangguan terhadap Tahura Nipa-Nipa terus berlangsung bahkan intensitasnya makin meningkat yang dicirikan dengan pergeseran proporsi luasan pada tiap unit penutupan lahan hutan dari tahun ke tahun. Fenomena yang terlihat jelas di lapangan adalah perambahan tahura menjadi lahan pertanian dan pemukiman. Saat ini sebagian hutan telah berubah fungsi dari fungsi ekologi menjadi fungsi ekonomi dan sosial, karena adanya warga yang secara turun-temurun bermukim dan mengolah hutan. Hingga saat ini lebih dari 300 KK memanfaatkan kawasan konservasi Tahura Nipa-Nipa sebagai lokasi permukiman (berita2.com, 2009) . Kondisi di atas tentu akan berimplikasi pada besarnya potensi bencana yang mungkin terjadi akibat dari menurunnya kualitas dan kuantitas kawasan Tahura Nipa- Nipa. Melihat besarnya gangguan yang diakibatkan oleh faktor manusia, maka tidak menutup kemungkinan akan menyebabkan terjadinya bencana kebakaran hutan. Meskipun penyebab kebakaran hutan sampai saat ini masih menjadi topik perdebatan, apakah karena alami atau karena kegiatan manusia. Namun berdasarkan beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa penyebab utama kebakaran hutan adalah faktor manusia yang berawal dari kegiatan atau permasalahan sebagai berikut: (1) Sistem perladangan tradisional dari penduduk setempat yang berpindah-pindah, (2) Pembukaan hutan oleh para pemegang Hak Pengusahaan Hutan (HPH) untuk industri kayu maupun perkebunan kelapa sawit, (3) Penyebab struktural, yaitu kombinasi antara kemiskinan, kebijakan pembangunan dan tata pemerintahan, sehingga menimbulkan konflik antar hukum adat dan hukum positif negara. 1 ) Staf Pengajar Pada Jurusan Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Haluoleo, Kendari. 246 2 ) Alumni Jurusan Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Haluoleo, Kendari

STUDI IDENTIFIKASI DAERAH BERPOTENSI RAWAN …faperta.uho.ac.id/agriplus/Fulltext/2010/AGP2003011.pdf · kering berindikasi mudah terjadi kebakaran. Selain itu fenomena perkebunan

  • Upload
    lexuyen

  • View
    214

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

AGRIPLUS, Volume 20 Nomor : 03 September 2010, ISSN 0854-0128

246

STUDI IDENTIFIKASI DAERAH BERPOTENSI RAWAN BENCANA KEBAKARAN HUTAN PADA KAWASAN TAMAN HUTAN RAYA (TAHURA) NIPA-NIPA

Oleh : Zulkarnain 1) dan Ld. Muh. Abdih M. 2)

ABSTRACT

This study aims to identify areas potentially prone to fires in the area of Tahura Nipa-Nipa. This research was conducted from March to April 2010 in Regions of Tahura Nipa-Nipa with an area 7877.5 ha. The instrument used is a set of computer equipment, survey equipment and stationery. Processing of spatial data using Geographic Information System (GIS) Arcview project is 3.2. Variable research to identify potentially vulnerable areas of forest fires is the type of soil, elevation, and land use. These data are analyzed by using quantitative descriptive analysis. The results showed that the region is potentially prone to fires in the area of Tahura Nipa-Nipa grouped into 4 classes, where the level of fire-prone forests with high criteria covering 1548.13 or 20%, while the area of 3712.79 hectares or 47%, lower area of 1106.37 Ha or 14%, not prone area of 1510.26 Ha or 19%. From the results of this research is necessary to the management of areas that are potentially vulnerable to forest fires. Prevention efforts as early as possible is very important to be done to prevent catastrophic forest fires in the Tahura Nipa-Nipa.

Key words: Forest fires riks, geographic information system, forest park.

PENDAHULUAN

Kawasan Pelestarian Alam Taman Hutan Raya (Tahura) Nipa-Nipa merupakan salah satu kawasan Konservasi di Provinsi Sulawesi tenggara yang ditetapkan berdasarkan Kepmenhut No. 103/Kpts-II/1999 Tanggal 1 Maret 1999 dengan luas 7.877,5 Ha. Kawasan ini mempunya fungsi strategis perlindungan sistem penyangga kehidupan antara lain pemeliharaan tata air, pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa serta keunikan panorama alam yang dapat dimanfaatkan secara lestari untuk konservasi, koleksi, edukasi, dan rekreasi.

Namun disisi lain kerusakan dan gangguan terhadap Tahura Nipa-Nipa terus berlangsung bahkan intensitasnya makin meningkat yang dicirikan dengan pergeseran proporsi luasan pada tiap unit penutupan lahan hutan dari tahun ke tahun. Fenomena yang terlihat jelas di lapangan adalah perambahan tahura menjadi lahan pertanian dan pemukiman. Saat ini sebagian hutan telah berubah fungsi dari fungsi ekologi menjadi fungsi ekonomi dan sosial, karena adanya warga yang secara turun-temurun bermukim dan mengolah hutan. Hingga saat ini lebih

dari 300 KK memanfaatkan kawasan konservasi Tahura Nipa-Nipa sebagai lokasi permukiman (berita2.com, 2009) .

Kondisi di atas tentu akan berimplikasi pada besarnya potensi bencana yang mungkin terjadi akibat dari menurunnya kualitas dan kuantitas kawasan Tahura Nipa-Nipa. Melihat besarnya gangguan yang diakibatkan oleh faktor manusia, maka tidak menutup kemungkinan akan menyebabkan terjadinya bencana kebakaran hutan. Meskipun penyebab kebakaran hutan sampai saat ini masih menjadi topik perdebatan, apakah karena alami atau karena kegiatan manusia. Namun berdasarkan beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa penyebab utama kebakaran hutan adalah faktor manusia yang berawal dari kegiatan atau permasalahan sebagai berikut: (1) Sistem perladangan tradisional dari penduduk setempat yang berpindah-pindah, (2) Pembukaan hutan oleh para pemegang Hak Pengusahaan Hutan (HPH) untuk industri kayu maupun perkebunan kelapa sawit, (3) Penyebab struktural, yaitu kombinasi antara kemiskinan, kebijakan pembangunan dan tata pemerintahan, sehingga menimbulkan konflik antar hukum adat dan hukum positif negara.

1) Staf Pengajar Pada Jurusan Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Haluoleo, Kendari. 2462) Alumni Jurusan Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Haluoleo, Kendari

AGRIPLUS, Volume 20 Nomor : 03 September 2010, ISSN 0854-0128

247

Hingga saat ini memang belum pernah terjadi kebakaran hutan di wilayah Tahura Nipa-Nipa, namun deteksi dini terhadap wilayah yang berpotensi rawan kebakaran merupakan langkah yang bijak, mengingat fenomena yang terjadi saat ini. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian mengenai studi dan pemetaan wilayah berpotensi rawan kebakaran di Tahura Nipa-Nipa Provinsi Sulawesi Tenggara, yang diharapkan mampu memberikan masukan guna penentuan kebijakan pengelolaan Tahura Nipa-Nipa ke depan.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan dari bulan Maret sampai Mei 2010 di Kawasan Taman Hutan Raya Nipa-Nipa, Kota Kendari dan Kabupaten Konawe dengan luas 7.877,5 Ha. Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah seperangkat komputer yang terdiri

dari perangkat keras dan perangkat lunak berupa Software analisis ArcView 3.2 dengan bantuan extensions Image Analyst, Spatial Analyst dan Geoprocessing. Peralatan survey yaitu, Global Position System (GPS), Abney Level, Kompas, Altimeter, Parang, Meteran dan Kamera Digital Serta seperangkat Alat Tulis Kantor. Adapun bahan yang digunakan adalah Peta Topografi Lembar Sultra skala 1 : 50.000. Hasil Interpretasi Citra satelit Landsat 7 ETM+ pada Tahura Nipa-Nipa tahun 2005, Peta jenis tanah Tahura Nipa-Nipa skala 1:50.000, Peta Fungsi Kawasan dan Peta Produktivitas Lahan serta Peta Tata Guna Hutan Kesepakatan tahun 1999.Variabel penelitian yang akan diamati dalam penelitian ini mencakup :

Jenis tanah. Variabel ini diidentifikasi pada jenis tanah yang digunakan berdasarkan data peta jenis tanah yang sudah ada. Klasifikasi dan nilai skor faktor jenis tanah lapangan dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Klasifikasi dan nilai skor faktor jenis tanah lapangan di Kawasan Tahura Nipa-Nipa

No. Kelas Jenis tanah Klasifikasi Skor1.2.3.4.5.

IIIIIIIVV

Aluvial, glei, planosol, hidromerf, laterik air tanahLatosolBrown forest soil, Non calcic brown Mediteran.Andosol, laterit, grumusol, podsol, podsolic.Regosol, litosol, organosol, rensina.

Tidak pekaKurang pekaAgak peka

PekaSangat peka

12345

Sumber: SK Menteri Pertanian No. 837/Kpts/Um/11/1980 dan No. 683/Kpts/Um/8/1981.

Elevasi atau ketinggian. Variable ini digunakan untuk membedakan dataran rendah, pegunungan bawah, dan dataran tinggi. Klasifikasi dan nilai skor faktor elevasi lapangan disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2. Klasifikasi dan nilai skor faktor elevasi lapangan di Kawasan Tahura Nipa-Nipa

No. Kelas Elevasi Klasifikasi Skor1. I 0 -25 Dataran Rendah 12. II 25 – 1000 Lahan Kering 2

3. III 1000 -3000 Dataran Tinggi 3

Sumber : Whitten, et al. (2000).

Penggunaan lahan. Variabel ini diidentifikasi untuk mengetahui pemanfaatan lahan. Kriteria pengkodean yang digunakan dalam analisis tingkat kerentanan kebakaran hutan dan lahan adalah perkebunan = 1, permukiman = 4, hutan lebat = 0, belukar = 3, kebun campuran = 2, dan tegalan = 5 (B.J. Pratondo, et al., 2006).

Pengumpulan data dilakukan dengan memanfaatkan teknologi penginderaan jauh, dan kegiatan survei lapangan dengan bantuan peta kerja yang telah dibuat dari hasil overlaypeta penutupan lahan yang ada. Pengumpulan data ini bertujuan untuk mencatat sifat-sifat fisik di lapangan dan mengoreksi data

AGRIPLUS, Volume 20 Nomor : 03 September 2010, ISSN 0854-0128

248

sekunder hasil interpretasi citra satelit, serta peta-peta lain dengan keadaan lokasi penelitian.

Pengolahan data Spasial kawasan rawan kebakaran menggunakan perangkat lunak (software) SIG yaitu ArcView 3.2.Analisis spasial meliputi analisis vektor dan raster, dimana model data vektor dapat menampilkan, menempatkan dan menyimpan data spasial dengan menggunakan titik-titik, garis-garis atau kurva, area atau polygon beserta atribut-atributnya. Data-data spasial di matching sehingga dihasilkan tingkat kerentanan kebakaran hutan dan lahan. Nilai terendah = 0 + 1 + 2 = 3; Nilai tertinggi = 5 + 2 + 4 = 11; Kelas interval = 4 (Sangat tinggi, tinggi, sedang, rendah) dan Rentang kelas = (11 – 3)/4 = 2.

Tabel 3. Interval kelas rawan kebakaran pada Kawasan Tahura Nipa-Nipa

No. Kelas interval Skor1. Sangat tinggi ≥ 92. Tinggi 7 – 8.93. Sedang 5 – 6.94. Rendah ≤ 4.9

Sumber : Laela dan Sigit (2008).

Data-data yang telah dikumpulkan dianalisis dengan menggunakan analisis deskriptif kuantitatif, berupa angka-angka atau tabulasi data dari variabel. Hasil dari analisis ini, akan memberikan data dan informasi

mengenai wilayah yang berpotensi rawan kebakaran hutan pada Kawasan Tahura Nipa-Nipa.

Gambar 1. Peta Kawasan Tahura Nipa-Nipa

HASIL DAN PEMBAHASAN

Jenis TanahBerdasarkan data sekunder yang

diperoleh dari badan pertanahan nasional Provinsi Sulawesi Tenggara, peta Rupa Bumi Indonesia tahun 1992 dan Google Earth tahun 2010 diketahui jenis tanah di lapangan di peroleh dua kelas yaitu (1) Brown Forest Soil, Mediteran Merah Kuning, Litosol dengan klasifikasi agak peka dan (2) Podsolik Merah Kuning klasifikasi peka.

Tabel 4. Jenis tanah pada Kawasan Tahura Nipa-Nipa

No. Jenis tanah Luasan Persen (%)

1.Brown Forest Soil, Mediteran Merah Kuning, Litosol

177,742 2

2. Podsolik Merah Kuning 7.699,820 98Jumlah 7.877,562 100

Sumber : Google Earth 2010, Peta RBI Tahun 1992 dan data Primer 2010.

Tabel 4 menunjukkan jenis tanah podsolik merah kuning merupakan jenis tanah yang terluas dalam kawasan Taman Hutan Raya Nipa-Nipa dengan luasan 7.699 Ha atau 98 %, sedangkan jenis tanah Brown Forest Soil, Mediteran Merah Kuning, Litosol

memiliki luasan yakni 177,742 Ha atau 2% berada di sekitar Desa Labibia. Jenis tanah podsolik merah kuning masuk dalam kategoripeka terhadap kebakaran, sehingga mudah menyebabkan terjadinya kebakaran.

AGRIPLUS, Volume 20 Nomor : 03 September 2010, ISSN 0854-0128

249

Jenis tanah podsolik merah kuning terbentuk pada daerah yang memiliki curah hujan tinggi antara 2.500 sampai 3.000 tiap tahun, berada pada ketinggian 25 mdpl, memiliki daya simpan air yang terbatas dan rendah akan bahan organik sehingga proses infiltrasi yang terjadi di dalam tanah kurang baik dimana permeabilitas lambat sampai baik dan peka terhadap erosi sehingga laju sedimentasi pada saat hujan semakin cepat karena kurang mampu menyerap dan menyimpan air. Kemasaman tanah umumnya tinggi dengan PH kurang dari 5,5. Tekstur tanah adalah liat, struktur blok di lapisan bawah, konsistensi teguh, sehingga tanah ini tergolong kering sehingga apabila terjadi kebakaran pada lahan hutan yang berupa alang-alang dan semak belukar maka dengan cepat terjadi penyebaran api pada kawasan hutan.

Gambar 2. Peta Jenis Tanah pada Kawasan Tahura Nipa-Nipa

ElevasiHasil pengolahan data dan overlay

peta diketahui elevasi di kawasan Tahura Nipa-Nipa berkisar 25 – 450m dpl. Menurut Whitten, et al. (2000) ketinggian tersebut masuk dalam klasifikasi dataran sedang/lahan kering (Tabel 5).

Tabel 5. Hasil pengolahan data dan overlay elevasi pada Kawasan Tahura Nipa-Nipa

Elevasi atau ketinggian

KriteriaLuas (Ha)

Persentase (%)

25 – 450Dataran Sedang

7877.5 100

Sumber: Google Earth 2010, Peta RBI tahun 1992 dan data primer 2010.

Tabel 5 menunjukkan kelas elevasi berada di ketinggian 25 - 450 mdpl yang merupakan daerah dataran sedang/lahan kering dengan luasan 7877.5 Ha atau 100% dari total luasan kawasan Taman Hutan Raya Nipa-Nipa. Peta elevasi hasil analisis dan survei lapangan disajikan pada Gambar 3.

Elevasi memiliki peranan dalam menentukan kondisi terjadinya kebakaran hutan. Bahan bakar yang berada pada elevasi yang lebih rendah, mengering lebih cepat dibandingkan dengan bahan bakar yang terdapat pada elevasi yang lebih tinggi. Kawasan hutan Tahura Nipa-Nipa yang berada pada daerah dataran sedang/lahan kering berindikasi mudah terjadi kebakaran. Selain itu fenomena perkebunan dan perladangan berpindah oleh masyarakat sekitar hutan, yang diawali pembukaan lahan dan pembersihan lahan dengan pembakaran dapat menyebabkan terjadinya kebakaran, karena suhu yang panas akan memudahkan terbakarnya bahan organik yang telah kering.

Menurut Kadarusman (2009) kebakaran yang terjadi di permukaan terutama dipengaruhi oleh bahan bakar dan angin. Kebakaran yang dimulai dekat dengan dasar dari suatu lereng yang naik dengan normal, diwaktu tengah hari dengan kondisi berangin, akan menjalar lebih cepat dan membakar areal yang lebih besar dari pada kebakaran yang dimulai dari dekat puncak lereng karena tidak ada lereng yang dapat dijalari. Oleh karena itu kebakaran dapat terjadi pada kelerengan 0 –40% dimana pada kelerengan ini sering digunakan untuk pembukaan lahan dan tanaman komoditi pada kawasan Tahura Nipa-Nipa. Alang-alang dan semak belukar akibat perladangan berpindah dan berada pada daerah

AGRIPLUS, Volume 20 Nomor : 03 September 2010, ISSN 0854-0128

250

ketinggian dengan angin yang bertiup akan mempercepat penyebaran kebakaran.

Gambar 3. Peta Elevasi pada Kawasan Tahura Nipa-Nipa

Penggunaan lahanHasil interpretasi Citra 2008, peta RBI

tahun 1992 dan survei lapangan tahun 2010 menunjukkan penggunaan lahan di kawasan Tahura Nipa-Nipa yakni perkebunan, belukar, kebun campuran, semak, pemukiman, tegalan, alang-alang dan hutan lebat, selengkapnya disajikan pada Tabel 6.

Tabel 6. Pengunaan lahan pada Kawasan Tahura Nipa-Nipa

No.Pengunaan

lahanLuas

Persen(%)

1. Perkebunan 1180,606 152. Kebun campuran 787,437 103. Pemukiman 666,452 84. Tegalan 896,462 115. Belukar 2834,605 366. Hutan lebat 1512,000 19

Jumlah 7877,562 100Sumber:Google Earth 2010, Peta RBI tahun 1992, Analisis Citra tahun 2008 dan data primer 2010.

Tabel 6 menunjukkan bahwa penggunaan lahan belukar mendominasi areal penelitian dengan luas 2.834,605 Ha atau 36% berada di sekitar bagian tengah Tahura Nipa-Nipa, sedangkan areal terkecil adalah dengan luas 666,452 Ha atau 8% berada di sebelah

selatan dari kawasan Taman Hutan Raya Nipa-Nipa. Peta penggunaan lahan disajikan pada Gambar 4.

Gambar 4. Peta Penggunaan Lahan pada Kawasan Tahura Nipa-Nipa

Bencana kebakaran hutan lebih besar terjadi karena penggunaan lahan selain hutan lebih mendominasi. Pengaruh suhu udara yang panas pada musim kemarau akanmempercepat penyebaran api terutama kawasan non hutan yang berupa alang-alangdan semak belukar serta perkebunan.

Daerah berpotensi rawan kebakaran hutanBerdasarkan hasil pengolahan data

dan overlay peta diketahui persentase rawan bencana kebakaran di diperoleh empat kelas yaitu tinggi, sedang, rendah, dan tidak rawan yang selengkapnya disajikan pada Tabel 7.

Tabel 7. Tingkat rawan bencana kebakaran hasil pengolahan data dan overlay pada Kawasan Tahura Nipa-Nipa

No.Tingkat rawan bencana kebakaran

LuasanPersen

(%)

1. Tinggi 1548,135 20

2. Sedang 3712,792 47

3. Rendah 1106,371 14

4. Tidak rawan 1510,264 19

Jumlah 7.877,562 100Sumber: Google Earth 2010, Peta RBI tahun 1992, Analisis Citra Satelit tahun 2008 dan data primer 2010.

AGRIPLUS, Volume 20 Nomor : 03 September 2010, ISSN 0854-0128

251

Tabel 7 menunjukkan daerah rawan bencana kebakaran dengan kelas sedang memiliki luasan yang terluas yakni 3712,792 Ha atau 47% berada pada wilayah sebelah Utara dan Selatan sedang memiliki luasan terkecil yakni 1510,264 Ha atau 14% berada sekitar bagian tengah dari kawasan Taman Hutan Raya Nipa-Nipa. Peta Rawan Bencana Kebakaran hasil analisis dan survei lapangan disajikan pada Gambar 5.

Bencana kebakaran hutan dengan tingkat kerawanan tinggi dengan persentase luasan 20%, hal ini terjadi karena penggunaanlahan yang ada pada kawasan Tahura Nipa-Nipa mudah cepat terbakar dimana semak belukar dan alang-alang merupakan bahan bakar utama terjadinya kebakaran hutan yang besar. Umumnya kebakaran pada pembukaan lahan baru bisa mencapai sangat tinggi apabila bahan bakar sudah kering sehingga dalam waktu singkat dapat mencakup kawasan hutan, terutama apabila tidak dilakukan pengawasan pada saat pembakaran lahan.

Gambar 5. Peta Potensi Rawan Kebakaran Hutan pada Kawasan Tahura Nipa-Nipa

Jenis tanah yang ada pada kawasan Tahura Nipa-Nipa didominasi oleh jenis Podsolik merah kuning yang merupakan tanah yang kering sehingga pada waktu kebakaran memudahkan api untuk menjadi lebih besar. Elevasi atau ketinggian pada kawasan Tahura Nipa-Nipa dengan ketinggian 25 – 400 Mdpl.Menunjukkan bahwa wilayah Tahura relatif

mempunya kondisi kering sehingga suhu pada kawasan ini pada musim kemarau panas.

Gambar 6. Peta Pembagian Blok pada Kawasan Tahura Nipa-Nipa

Berdasarkan pembagian bloknya, maka potensi kebakaran dengan kriteria tinggi berada pada blok koleksi tanaman, blok pemanfaatan dan blok lainnya. Potensi dengan kriteria sedang berada pada blok perlindungan dan pemanfaatan, sedangkan kriteria tidak rawan berada pada blok perlindungan. Besarnya potensi kebakaran yang dapat terjadi terutama pada blok perlindungan dan koleksi tanaman, membutuhkan pengawasan, perhatian dan penanganan yang khusus sehingga plasma nutfah yang ada di kawasan Tahura Nipa-Nipa tidak terdegradasi akibat ancaman kebakaran hutan

Secara administratif, potensi rawan kebakaran dengan kriteria tinggi berada pada daerah Kemaraya, Watu-Watu, Tipulu, Sodoha dan Gunung Jati yang merupakan daerah pemukiman masyarakat yang masuk dalam blok lainnya dan blok pemanfaatan, Kondisi penutupan lahan yang buruk dan kelerengan 0-25% membutuhkan pengawasan terutama pada aktivitas pembakaran lahan perkebunan. Begitu pula halnya dengan wilayah Sawopudo, Soropia, Toli-Toli dan Lalomboda yang sebagian besar penggunaanlahannya berupa tegalan dan berada pada blok pemanfaatan perlu dilakukan pengawasan terhadap proses pembukaan lahan.

Faktor utama penyebabnya kebakaranhutan masih menjadi perdebatan namun

#

#

#

#

#

# #

#

##

#

#

#

# #

##

#

###

#

#

#

#

##

#

#Y

#Y

#Y

#Y

#Y

## #

#

# #

##

122 30'o o

122 40'

o122 40'122 30'

o

04

00'

o

0355

'

o

0355

'

o

04

00'

o

446250

446250

450000

450000

453750

453750

457500

457500

461250

461250

95

587

50

95

587

50

956

250

0 95625

00

95

66

250 95

662

50

957

000

0 95700

00

95

737

50

95

737

50

TORONIPA

KANDAI

BENU-BENUA

Sorue Jaya

Tapulaga

Purirano

MataMangga Dua

Gunung Jati

Anggilowu

Alolama

Wambalata

Labibia

LalombondaPuuwonuaRapambinopaka

Nii TanasaToli-Toli

Wawobungi

Waworaha

Soropia

Sawapudo Atowatu

Telaga Biru

Lalanu Roda

Anggalano

Bumi Indah

Bokori

BajoeMekar

Bajoe Indah

Leppe

P. Bokori

P. Bungkutoko

MandongaKemaraya Watuwatu Tipulu

Punggaloba Benubenua

Sanua Sodooha

Sorue

TELUK KENDARIK E N D A R I

TELUK LASOLO

MANDONGA

Labibia

TANASA

Aa

laa L ah

un

dap

e

Aa

laa

A t

ow

at u

Aal

aaS o

rop

ia

Aa laa

Lalanu

Aa

laa

Wat

uwa

tu

A

alaa

Ko

rum

ba

Aal

aaLa

sol

o

Aa

laa

Sal

ok

Aa

laa

Sa

wa

pu

Aa

laa

Lam

eon

ua

Aa l

aaP

ong

goo

si

Aa

laa

Wa

wob

ungi

Aa

l aa

Ta

nggo

mb

u

Aal

aaT

o na

sa

Aala

aRa

pabin o

paka

Aa

laa

Sor

ueAalaa To

ala

Aala a

Alo lama

Aalaa

M erataasi

Kampung Butung

Kendari Caddi Mayaria

Matandahi

Batugong

Lapulu

Tombawatu

Kampung Baru

Teromaroma

Wambenanua

Kadia

Wuawua TekaleanoAal a

a

Wan

ggu

Aalaa

Nok

ambu

Aa

l aa

Wu

ndumbat

u

Aa

laa

Ang

goeya

Aa

laa

Abe

li

TaliaSukamajuPudai

Punggolaka

Matandahi

Puunangka

Tonggkuno

1. Peta RBI Skala 1 : 50.000 Tahun 19922. Peta Tata Batas Taman Hutan Raya Nipa-Nipa Skala

1 : 25.000 Tahun 19973. Peta Tata Batas Blok Taman Hutan Raya Nipa-Nipa Skala

1 : 15.000 Tahun 2008

Sumber Data

KETERANGAN

Jalan raya

Jalan usaha tani dan jalan setapak

Sungai

Kampung/pemukiman

Kedudukan kecamatan

Kedudukan desa/kelurahan

Blok lindung seluas 3.319,2 Ha

Blok pemanfaatan seluas 3.147,5 Ha

Blok koleksi tanaman 699,5 Ha

Blok lainnya 711,3 Ha

#Y#

PETAPEMBAGIAN BLOK

TAMAN HUTAN RAYA NIPA-NIPAPROVINSI SULAWESI TENGGARA

SELUAS 7.877,5 HASKALA 1 : 75.000

U

DIBUAT OLEH:BALAI TAMAN HUTAN RAYANIPA-NIPA

DINAS KEHUTANAN PROV. SULTRADESEMBER 2009

360000

360000

450000

450000

540000

540000

9450

000 94

50000

9540

000 9540000

LOKASIYANG DIPETAKAN

AGRIPLUS, Volume 20 Nomor : 03 September 2010, ISSN 0854-0128

252

berdasarkan beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa penyebab utama kebakaran hutan adalah faktor manusia seperti membuang puntung rokok sembarangan di hutan yang kering, sengaja dibakar untuk membuka lahan, atau mengeksploitasi hutan secara besar-besaran dan terus-menerus. Oleh karena itu kebakaran bisa terjadi dengan mudah melihat variabel yang ada dari penelitian ini.

Maka dengan adanya peta potensi rawan kebakaran ini diharapkan dapat akan lebih memudahkan pihak-pihak yang berkepentingan dalam menentukan kebijakan terhadap pengelolaan Tahura Nipa-Nipa. Tentu saja potensi sumberdaya manusia, peralatan dan dana merupakan modal yang besar yang seharusnya dapat dipadukan untuk upaya pengendalian dan antisipasi kebakaran hutan dan lahan di kawasan Tahura Nipa-Nipa.

KESIMPULAN DAN SARAN

Pada Kawasan Taman Hutan Raya Nipa-Nipa terdapat wilayah seluas 1548,13 Ha atau 20% dari total luas Tahura Nipa-Nipayang berpotensi tinggi dapat terjadi kebakaran hutan, yang berada pada blok koleksi tanaman, blok pemanfaatan dan blok lainnya, tepatnya pada daerah-daerah Kemaraya. Watu-Watu, Tipulu, Sodoha dan Gunung Jati yang merupakan daerah pemukiman dan kebun masyarakat, serta daerah Sawopudo, Soropia, Toli-Toli dan Lalomboda yang sebagian besar penggunaan lahannya berupa tegalan. Besarnya potensi kebakaran yang dapat terjadi pada wilayah tersebut, membutuhkan pengawasan, perhatian dan penanganan yang khusus sehingga plasma nutfah yang ada di kawasan Tahura Nipa-Nipa tidak terdegradasi akibat ancaman bahaya kebakaran hutan.

Daerah berpotensi kebakaran hutan dengan kriteria sedang memiliki luas 3712,79 Ha atau 47% didominasi di sekitar bagian tengah dan sebagian berada di sebelah barat dan timur dari kawasan Tahura. Kriteria rendah seluas 1106,37 Ha atau 14% berada pada bagian sebelah barat dan timur,

sedangkan yang tergolong dalam kriteria tidak rawan seluas 1510,264 Ha atau 19% berada pada wilayah bagian tengah dari kawasan Tahura Nipa-Nipa, yang masuk dalam blok perlindungan.

Dengan adanya penelitian ini diharapkan upaya antisipasi sedini mungkin dapat di upayakan sehingga bencana dapat dihindarkan. Di lain pihak perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang bahaya bencana alam yang lain seperti tanah longsor, banjir dan sebagainya sehingga bencana yang akan terjadi dapat diantisipasi. Penelitian lebih lanjut mengenai pengelolaan daerah-daerah yang teridentifikasi berpotensi rawan bencana kebakaran perlu dilakukan dengan mempertimbangkan aspek-aspek teknis, sosek dan aspek lainnya, sehingga dapat ditemukan pendekatan yang tepat untuk mengelola daerah-daerah tersebut.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 2009. Kawasan Konservasi Berubah Jadi Pemukiman. http://www.berita2.com/lingkungan/konservasi--pelestarian/407-kawasan-konservasi-berubah-jadi-pemukiman.html. (12 April 2010).

Annas, 2007. Sebab Kebakaran. http://Insidewinme.blogspot.com/2007/11/sebab-kebakaran-hutan.html. (12 April 2010).

Arief, Arifin., 2001. Hutan dan Kehutanan . Penerbit Kanisius. Yogyakarta

Pratondo, B.J., 2006. Aplikasi Infrastruktur Data Spasial Nasional (IDSN) untuk Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan. http://Searchwinds.com/redirect?id. 2398762. (12 April 2010).

Brandt, J. 1988. The transformation of rainfall energy by a tropical rainforest canopy in relation to soil erosion. Journal of Biogeography 15: 41-8.

Hardjowigeno. S dan Widiatmaka,. 1999. Kesesuaian Lahan dan Perencanaan Tata Guna Tanah. Jurusan Tanah. Fakultas Pertanian IPB. Bogor.

AGRIPLUS, Volume 20 Nomor : 03 September 2010, ISSN 0854-0128

253

Hamilton, L.S. 1987 What are the impacts of deforestation in the Himalayas on the Ganges-Brahmaputra lowlands and delta? Relations between assumptions and facts. Mountain Research and Development 7: 256-63.

Hasrul, Yos. 2007. Nestapa Warga Kampung Baru di Bukit Tahura. RIC-Sulawesi. Kendari.

---------------.4 Agustus 2008. Tahura Murhum dan Cengkraman Makelar Tanah. http://mahacalaunhalu.wordpress.com/2008/08/04/tahura-murhum-dalam-cengkraman-makelar-tanah. (12 April 2010).

Kadarusman. Januari 2009. Empat Variabel Yang Mempengaruhi Cuaca Kebakaran From http://kadarusmankhts.files.wordpress.com/2009/01/perilaku-kebakaran-module.pdf. (12 April 2010).

Laela Qodariah dan Sigit Wijanarko. 2 Juni 2008. Pengelolaan Pengendalian Kebakaran Hutan Berbasis Masyarakat (Di Hutan Jati Perhutani). Http://Elqodara.Multiply. com/journal/item/20. (12 April 2010).

Prahasta, Eddy., 2005. Konsep-Konsep Dasar Sistem Informasi Geografis. Penerbit Informatika . Bandung.

Purwadhi, FSH. 1999. Sistem Informasi Geografis. Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional.

Syumanda, Rully. Juni 2007. Kebakaran Hutan dan Lahan - Kebutuhan Akan Kebijakan Yang Mengatur Tanggung Jawab Perusahaan. http://Rullyumanda. Blogspot.com/2007/06/ kebakaran hutan dan lahan kebutuHan.html. (12 April 2010).