Slide KOnSTIPASI Mhsiswa

Embed Size (px)

Citation preview

KONSTIPASI

Pendahuluan Segala usia 3% kunjungan ke dokter anak 10-25% kunjungan ke subbagian

gastroenterologi anak. Ratio insidens : bervariasi, antara 3:1 hingga 6:1

BATASAN Bervariasi frekuensi dan konsistensi defekasi setiap anak berbeda Umum KONSTIPASI : frekuensi defekasi 1 bulan fungsional.

Batasan Beberapa istilah yang berhubungan dengan konstipasi :

- obstipasi - enkopresis - inkontinensia.

Batasan ENKOPRESIS (Faecal soiling) Pergerakan involunter usus yang abnormal sekurang-kurangnya 1kali/bulan dalam tiga bulan atau lebih Anak usia 4 tahun atau lebih Konsistensi feses : cair dan seperti bercak

Batasan INKONTINENSIA Defekasi yang tidak disadari atau ketidakmampuan menahan defekasi, akibat mekanisme sfingter yang inkompeten

(relaksasi sfingter yang tidak disadari), yang dipacu oleh distensi rektum

EPIDEMIOLOGI Anak di segala usia Ratio insidens : bervariasi 3:1 s/d 6:1 Puncak insiden : usia 2-4 tahun Usia sekolah : ratio : = 3 : 1 Usia 7-8 tahun : prevalensinya 1,5% Usia 10-12 tahun prevalensinya 0,8% Enkopresis : 2% yang baru masuk sekolah

ETIOLOGI 90-95% idiopatik dan bersifat fungsional 5-10% yang penyebabnya diketahui

- Penyebab organik : Hirschprungs disease, cyctic fibrosis, fisiologi anorektal abnormal, dan fisura ani. - Penyebab non organik : obat-obatan, kondisi metabolik karena dehidrasi, diet kurang serat, dan penyakit malabsorpsi.

North American Society for Pediatric Gastroenterology and Nutrition (NASPGHAN)

Neonatus / Bayi : meconium plug, Hirschprungs disease, fibrosis kistik, malformasi anorektal bawaan (anus imperforata, stenosis ani, dan anal band), chronic idiophatic intestinal pseudo-obstruction, kelainan endokrin (hipotiroid), alergi susu sapi, penyakit metabolik (diabetes insipidus, renal tubular, dan asidosis), dan retensi tinja akibat perubahan diet. Usia 1-4 tahun : fisura ani, retensi tinja, toilet refusal, alergi susu sapi, Hirschprungs disease segmen pendek, penyakit syaraf (paralisis muscular sentral atau perifer), dan kelainan medulla spinalis (meningomielokel dan tumor). Usia sekolah : retensi tinja, ketersediaan toilet terbatas, keterbatasan kemampuan mengenali rangsang fisiologis, dan preokupasi dengan kegiatan lain. Dewasa : irritable bowel syndrome, jejas medulla spinalis (kecelakaan dan trauma), diet, anoreksia, kehamilan, dan penyalahgunaan laksansia. Segala usia : efek samping obat, perubahan diet, pasca operasi, riwayat operasi anal-rektum, retensi tinja dan enkopresis akibat penumpukan tinja kronik, perubahan aktifitas fisik, dehidrasi, dan hipotiroid.

Rosenberg

Perubahan struktur anatomi dan fisiologi : struktural (stenosis anal, anus imperforata, dan malposisi anus ke arah anterior), striktura akibat inflamasi (enterokolitis nekrotikans, dan inflamasi usus), malrotasi, congenital intestinal bands (tumor medula spinalis), hipotonia (serebral palsi, amiotonia kongenital, dan miopati visceral yang bersifat familial), gangguan jaringan pengikat (skleroderma, amioloidosis), massa pada pelvis abdominal (meningomiokel sakrum anterior dan teratoma pada sakrum), aganglionois dan pleksus mientrikus yang abnormal (Hirschprungs disease, Chagas disease, dan pseudoobstruksi intestinalis), muskulus abdomen abnormal (prune belly dan gastroschizis), inervasi abnormal (meningomiokel), konstitusional (predisposisi genetik dan inersia kolon), volume feses yang kurang dan kering (diet rendah serat, dehidrasi, malnutrisi, kurang makan, diet salah, susu berlebihan, dan lupus eritematosus) Keadaan disfungsional : perkembangan (gangguan kognitif dan kurang perhatian), situasional (intervensi orangtua yang berlebihan, toilet training yang berlebihan, dan menghindari kamar mandi sekolah), dan psikogenik (depresi dan anoreksia nervosa) Disfungsi metabolik dan endokrin : hipotiroidisme, hiperkalsemia, diabetes melitus, dan panhipopituitarisme Obat-obatan : mineral (aluminium, suplemen kalsium, barium sulfat, dan bismut), opiat dan antimotilitas (kodein, difenoksilat, dan loperamid), antihipertensi dan antiaritmia (calsium channel blockers, klonidin, dan disopiramid), antikolinergik dan antispasmodik (fenotiazin dan neuroleptika), antidepresan trisiklik (metilfenidat), antiparkinson, simpatomimetik (efedrin, isoproterenol, fenileprin, fenilpropanolamin, pseudoefedrin, dan terbutalin), antiinflamasi non steroid, diuretika, dan logam berat (arsen, timah, dan merkuri).

FISIOLOGI Mekonium 24 jam I pertama (87% bayi) dan 48 jam

(99%). Tidak dipengaruhi ASI atau susu formula Setelah 48 jamASI berpengaruh Bayi ASI : feses lunak, uniformly, kuning, dengan frekuensi dapat > 5 kali per hari lebih sering Frekuensi defekasi berkurang secara progresif bertambahnya usia usia 16 minggu ASI maupun susu formula frekuensinya rata-rata 2 kali/hari

FISIOLOGITabel. 1 Frekuensi Defekasi pada Bayi dan AnakUsia Frekuensi defekasi (kali/minggu) 0-3 bulan Bayi yang mendapat ASI Bayi yang mendapat susu formula 5-40 5-28 2,9 2,0 Frekuensi defekasi (kali/hari)

6-12 bulan

5-28

1,8

1-3 tahun

4-21

1,4

>3 tahun

3-14

1,0

Dikutip dengan modifikasi dari Biggs WS, Dery WH. Evaluation and Treatment of Constipation in Infant and Children. J Am Fam Psys 2006;73:469-477

FISIOLOGI Rata-rata waktu transit meningkat umur

- 1-3 bulan : 8,5 jam - 4-24 bulan : 16 jam - 3-13 tahun : 26 jam Pemanjangan waktu transit menyebabkan feses keras

Gerakan-gerakan Kolon Fungsi utama kolon :

(1) absorpsi air dan elektrolit dari kimus dan (2) penimbunan bahan feses. Separuh bagian proksimal kolon berhubungan dengan absorpsi, dan separuh sisanya berhubungan dengan penimbunan.

Gambar 1. Proses pembentukan feses dan pengaruh gerakan kolon terhadap konsistensi feses(Dikutip dari Guyton AC, Hall JE. Sistem Gastrointestinal. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 9. EGC Jakarta 1997:987-1059)

FISIOLOGI

Normal : pergerakan kolon sangat lambat. Hampir semua dorongan ditimbulkan oleh:

- gerakan mencampur (haustrasi) dan - gerakan mendorong (gerakan massa)

Gerakan Mencampur (Haustrasi) Kontraksi gabungan otot sirkular dan longitudinal kolon bagian kolon yang tidak terangsang menonjol keluar menjadi seperti

kantong yang disebut haustrae => Gerakan mencampur (haustrasi).

FISIOLOGI

Materi feses secara lambat diaduk dan diputar materi feses secara bertahap bersentuhan dengan permukaan kolon

cairan dan zat-zat terlarut secara progresif diabsorpsi Waktu untuk menggerakkan kimus dari katup ileosekal ke kolon transversum 8-15 jam kimus menjadi feses setengah padat

Gerakan Mendorong (Gerakan Massa) Awal kolon transversum sampai sigmoid Biasanya hanya 1-3 kali setiap hari, rata-rata 15 menit selama jam pertama sesudah makan pagi

Gerakan massa : jenis peristaltik yang termodifikasi oleh cincin konstriksi pada titik yang teregang atau teriritasi di kolon dg cepat menuju kolon distal sepanjang 20 cm atau lebih

FISIOLOGI

Gerakan massa dapat juga ditimbulkan oleh :

(1) perangsangan kuat sistem saraf parasimpatis (2) peregangan berlebihan pada satu segmen kolon (3) iritasi kolon Gerakan massa tekanan yang lebih besar 30 detik kmd terjadi relaksasi selama 2-3 menit berikutnya gerakan massa yang lain yang berjalan lebih jauh

Seluruh rangkaian menetap hanya selama 10-30 menit timbul kembali setelah 12 - 24 jam.

Gambar 2. Gambaran daerah anorektum pada saat terjadi relaksasi dan kontraksi selama proses defekasi.(Dikutip dengan modifikasi dari Lembo A, Camilleri M. Current Concepts : Chronic Constipation. N Engl J Med 2003;349:1360-8)

Refleks Defekasi Pendorongan massa feses melalui anus dicegah oleh kontraksi tonik

(1) sfingter ani internus otot polos sirkular, tepat di sebelah dalam anus (2) singter ani eksternus otot lurik, mengelilingi sfingter ani internus dan meluas ke sebelah distal. Sfingter ini terus menerus konstriksi kec. bila ada impuls kesadaran yang menghambatnya

FISIOLOGI

Defekasi : proses yang kompleks koordinasi antara otot-otot perut dan pelvis dan relaksasi dari sfingter ani. Dipicu dengan tercapainya ambang distensi rektum karena terisi feses Gelombang peristaltik kolon desenden, sigmoid

dan rektum mendorong feses ke arah anus

FISIOLOGI

Sewaktu gelombang peristaltik mendekati anus sfingter ani internus direlaksasi oleh sinyalsinyal penghambat dari pleksus mienterikus. Jika sfingter ani eksternus secara volunter berelaksasi pada waktu yang bersamaan defekasi. Refleks defekasi intrinsik bersifat relatif lemah diperkuat oleh refleks defekasi parasimpatis yang melibatkan segmen sakral medula spinalis

Gambar 3. Lintasan aferen dan eferen mekanisme parasimpatis untuk menambah kekuatan refleks defekasi.(Dikutip dari Guyton AC, Hall JE. Sistem Gastrointestinal. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 9. EGC Jakarta 1997:987-1059)

FISIOLOGI

Sinyal-sinyal aferen efek lain mendorong isi feses turun dari kolon pada saat yang bersamaan dasar pelvis

terdorong ke bawah menarik keluar cincin anus untuk mengeluarkan feses.

FISIOLOGI

Pikiran sadar mengambil alih kontrol volunter sfinter ani eksternus dan merelaksasikannya defekasi atau

mengkontraksikan lebih lanjut refleksrefleks defekasi akan hilang selama beberapa jam atau sampai sejumlah feses tambahan memasuki rektum.

FISIOLOGI

Bila memungkinkan refleks defekasi dapat ditimbulkan dengan mengambil napas dalam diafragma turun mengkontraksikan otot-otot abdomen tek abdomen mendorong isi feses ke dalam rektum untuk menimbulkan refleks baru

Tidak seefektif yang alamiah

Refleks-refleks otonom lain Refleks peritoneointestinal Refleks renointestinal Refleks vesikointestinal Refleks somatointestinal

Semua refleks ini menghambat aktifitas gastrointestinal yang dapat menghambat pergerakan makanan melalui usus

PATOFISIOLOGI Konstipasi fungsional dan non fungsional Konstipasi fungsional : usus besarnya sehat tetapi tidak berfungsi sebagaimana mestinya

diduga berhubungan dengan masalah fungsi usus, termasuk kontrol hormonal, syaraf, masalah otot-otot pada kolon, rektum atau anus Konstipasi fungsional sering disebabkan kebiasaan tidak teratur dan diet yang buruk.

PATOFISIOLOGI

Jika terjadi kegagalan defekasi pada saat refleks defekasi dicetuskan refleks secara progresif menjadi kurang kuat kolon atonik Pelemahan reflek juga terjadi pada penggunaan laksansia berlebihan jika defekasi teratur pada saat usia dini (biasa

defekasi sesudah sarapan pagi), pada saat refleks gastrokolika dan duodenokolik konstipasi dapat dicegah

PATOFISIOLOGI

Konstipasi fungsional yang disebabkan masalah struktur anus dan rektum disebut disfungsi anorektal atau anismus

ketidakmampuan untuk merelaksasi otototot rektal dan anal yang menyebabkan feses keluar

PATOFISIOLOGI

Intoleransi susu sapi Tes imunologi : Ig-E mediated, karakteristi infiltrasi eosinofil berlebihan GK: fisura ani berat yang tinggi nyeri pada saat defekasi retensi feses dalam rektum pengerasan feses memperburuk konstipasi Salah satu tatalaksana : ganti dengan susu soya

PATOFISIOLOGI

Sekali anak konstipasi dengan defekasi yang nyeri dan keras pengalaman yang menyakitkan anak akan mulai menahan

keinginannya untuk defekasi agar tidak lagi tersakiti => withholding behaviour lingkaran setan konstipasi berlanjut dan semakin memburuk

DIAGNOSIS Gejala ringan anamnesis dan pemeriksaan fisik sudah memadai Gejala berat dan kronis perlu pemeriksaan

khusus

Anamnesis- lamanya gejala (akut atau kronik), frekuensi defekasi,

konsitensi feses, darah pada feses ?, kebiasaan defekasi.- Kebiasaan makan, obat-obatan yang dikonsumsi, aktifitas

fisik - Umur saat awitan (jika timbul sejak lahir penyebab anatomis , saat usia toilet training (>2 tahun) bersifat fungsional- Perilaku tertentu ( sering menahan defekasi, gagal toilet

training, masalah psikologis) - Keluhan komplikasi konstipasi

Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan fisik : distensi abdomen, massa feses (skibala) konstipasi berat Pemeriksaan neurologi : hubungan dg

kelainan syaraf Pemeriksaan colok dubur : evaluasi tonus otot-otot sfingter ani, deteksi obstruksi atau darah, menyingkirkan adanya kelainan anatomi (seperti anal stenosis dan fisura ani) dan trauma

Pemeriksaan penunjang Untuk gejala yang berat, jumlah dan konsistensi feses yang berubah tiba-tiba, atau yang disertai darah Pemeriksaan laboratorium : mengidentifikasi adanya anemia, lekositosis, dan gangguan metabolik, seperti hipotiroidisme (hormon

tiroid) atau uncover excess hormon paratiroid (kalsium)

Pemeriksaan penunjang lainnya :

-

foto polos abdomen studi transit kolorektal tes fungsi anorektal biopsi hisap rektum defekografi barium enema sigmoidoskopi atau kolonoskopi USG abdomen Foto tulang belakang daerah lumbosakral MRI

Gambar 4. Foto polos abdomen pada penderita konstipasi.(Dikutip dengan modifikasi dari Smith GA. Constipation and toileting issue in children. MJA 2005;182(5):242-246)

PENATALAKSANAAN1. edukasi2. evakuasi feses (disimpaction) 3.

terapi rumatan (modifikasi tingkah laku, pengaturan diet, dan pemberian laksansia)

Evakuasi feses (Disimpaction) Beberapa anak evakuasi skibala (2-5 hari): laksansia oral, suppositoria, - enema BAYI :

- Per oral : laktulose (5-15 ml satu kali setiap hari) dan minyak mineral. - Per rektal : enema gliserin 2-5 ml

PENATALAKSANAAN

ANAK-ANAK : Per oral : - minyak mineral (paraffin liquid): dosis 15-30 ml/tahun (maks 240 ml/hari). - Larutan polietilen glikol (PEG): dosis 20 ml/kgBB/jam (max.1000 ml/jam) via NGT selama 4 jam perhari.

PENATALAKSANAAN

Per rektal : - hypertonic phosphat enema (3 ml/kgBB, 2 kali sehari, maksimum 6 kali enema) - enema garam fisiologis (600-1000 ml) - minyak mineral (120 ml)

PENATALAKSANAAN

Terapi rumatan Tujuan : untuk mencegah kekambuhan. Terapi rumatan :

- modifikasi perilaku : toilet traning - intervensi diet: rendah KH, kaya serat, banyak minum - Obat-obatan: laksansia, stimulan Pilihan terapi lainnya: Biofeedback training, Psikiatri, Pembedahan

PENATALAKSANAAN

Probiotik Susu yang mengandung probiotik dapat mengatasi konstipasi : mengubah flora usus bayi mendekati flora usus seperti pada bayi

yang mendapat ASI melunakkan feses bayi Susu kedele juga dapat melunakkan feses

Tabel 3. Jenis dan Perbedaan LaksansiaCiri Jenis laksansia Saat mulai bekerja Efek samping Ispaghula Pembentuk massa 48-72 jam Flatus, kembung, impaksi Senna Stimulan 6-12 jam Abdominal gripping, gangguan elektrolit, atonia kolon Laktulosa Osmotik 24-36 jam Kram abdomen, gangguan elektrolit Garam Magnesium Osmotik/ stimulan 1-2 jam Keracunan magnesium pada penderita insufisiensi ginjal Garam Dokusate Pelunak feses 24-72 jam Kerusakan pada epitel kolon Minyak mineral Lubrikan 6-8 jam Mengurangi absorpsi vitamin yang larut dalam lemak, lipoid pneumoni, pruritus ani Dismotilitas esofagus/ disfagi pada penderita tua dan debilitas

Kontrain-dikasi

Obstruksi, atonia kolorektal, kemacetan feses

Obstruksi

Galaktose-mia, obstruksi

Penggu-naan

Pengobatan jangka panjang tanpa disertai komplikasi

Pengobat-an jangka pendek, dapat untuk pengobatan jangka panjang pada penderita yang memerlukan opiat

Sebagai cadangan pada penderita yang tidak responsif dengan preparat yang lain

Obstruksi, hatihati pengguna-an pada Penderita gangguan ginjal/hepar Jika memerlu-kan hasil yang cepat misalnya preoperasi

Obstruksi

Sebagai pelunak feses setelah pembedah-an rektum, atau menghilang-kan konstipasi sebagai akibat opiat

Tidak dianjurkan

Dikutip dari Suraatmaja S, Rubiana. Konstipasi. Kapita Selekta Gastroenterologi Anak. Edisi pertama 2005;170-188

PENATALAKSANAAN

Konstipasi intraktabel - gejala konstipasi > 2 tahun

- perlu enema atau laksansia atau keduanya secara terus menerus

Gambar.8 Pendekatan tata laksana konstipasi pada anak(Dikutip dengan modifikasi dari Baker SS, Liptak GS, Colletti RB. Constipation in Infants and Children : Evaluation and Treatment. A medical position statement of North American Society for Pediatric Gastroenterology and Nutrition. JPGN 1999;29:615-26)

KOMPLIKASI Nyeri anus Nyeri abdomen Fisura ani Enkopresis Enuresis Infeksi saluran kemih Obstruksi ureter

Prolaps rectum Ulkus soliter Sindrom stasis (bakteri overgrowth,

fermentasi karbohidrat, maldigesti, dekonyugasi asam empedu, steatorea

PROGNOSIS Sementara dan tidak serius (>>>) Kronis butuh terapi jangka panjang Keberhasilan pengobatan tergantung etiolgi

Keberhasilan berkurang :

- timbul pertama kali usia 12 bulan - anak dengan enkopresis - anak dengan inkontinensia feses

PROGNOSIS

Anak < 5 tahun dengan konstipasi kronis :

- 50% sembuh dalam 1 tahun - 65-75% sembuh dalam 2 tahun Konstipasi fungsional : 80% anak berhasil diobati dalam 5 tahun

TERIMA KASIH