Upload
britz-jane
View
543
Download
14
Embed Size (px)
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
Ensefalopati adalah istilah yang luas digunakan untuk menggambarkan fungsi otak
yang abnormal. Ensefalopati merupakan nama umum dari gangguan fungsi otak , yang
mungkin disebabkan oleh beberapa faktor antara lain infeksi, toksin, kelainan metabolik dan
iskemik. Ensefalopati dapat terjadi pada semua usia. Insiden dari ensefalopati sulit untuk
ditentukan karena ensefalofati berkorelasi dengan berbagai penyakit. Gejala dapat hadir
sebagai bentuk perubahan status mental, termasuk kebingungan dan kehilangan memori, atau
masalah fisik seperti kelemahan atau mati rasa dari bagian tubuh, gerakan tidak terkoordinasi,
kejang, atau kombinasi di atas. Gejala-gejala tergantung pada bagian mana dari otak yang
sedang terpengaruh.
Ada beberapa bentuk dari ensefalopati yakni hepatik ensefalopati, hipoksik-iskemik
ensefalopati, HIV ensefalopati, hipertensi ensefalopati, wernicke ensefalopati, traumatik
ensefalopati, serta metabolik ensefalopati dan bentuk ensefalopati yang lainnya. Ensepalopati
metabolik terdiri dari serangkaian gangguan neurologis yang bukan disebabkan karena
kelainan struktural primer, namun akibat penyakit sistemik seperti diabetes, penyakit liver,
gagal ginjal dan gagal jantung. Ensefalopati metabolik biasanya berkembang secara akut atau
subakut serta bersifat reversibel jika gangguan sistemik yang mendasari tertangani dengan
baik. Apabila penyakit sistemik yang mendasar tidak mendapat penanganan yang adekuat,
dapat menimbulkan kerusakan struktural sekunder pada otak.1
Penyakit ini dapat terjadi secara primer sebagai akibat hipoksia, iskemik atau
hipoglikemi ataupun secara sekunder akibat penyakit organ lain, seperti ginjal, paru atau hati.
Ensefalopati metabolik menggambarkan kelainan air, elektrolit, vitamin, dan bahan kimia
lainnya yang mempengaruhi fungsi otak. Penyebab lain ensefalopati metabolik termasuk
karbon monoksida atau keracunan sianida, yang menghambat hemoglobin membawa oksigen
dalam aliran darah dan menyebabkan anoksia jaringan di otak. Adapun faktor resiko yang
meningkatkan terjadinya ensefalopati metabolik yakni: gagal ginjal akut, defisiensi vitamin
B1, hipoglikemia, krisis hiperosmolar hiperglikemia, asidosis metabolik, hyponatremia,
hipernatremia, hiperkasemia, sepsis, tiroiditis hashimoto, meningitis dan riwayat trauma pada
otak.
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Klasifikasi
Ensefalopati merupakan istilah penyakit yang berdampak pada fungsi otak dan status mental
dari seseorang. Beberapa tipe dari ensefalopati meliputi:
1. Hypoxic encephalopathy yakni disebabkan oleh penurunan oksigenasi ke otak.
2. Ensefalopati hepatik disebabkan oleh penyakit hati yang berdampak pada otak.
3. Uremic encephalopathy terjadi pada penyakit ginjal yang gagal dalam ekresi ureum,
sehingga toksik terhadap otak.
4. Wernicke’s encephalopathy disebabkan oleh defisiensi tiamin, khususnya pada
peminum alkohol.
5. Hypertensive encephalopathy.
6. Toxic-Metabolic encephalopathy merupakan istilah yang digunakan untuk
menggambarkan ensefalopati yang disebabkan oleh infeksi, toksin, atau kegagalan
oragan.
Penyebab ensefalopati berdasarkan tipe dari ensefalopati itu sendiri. Adapun beberapa
penyebab ensefalopati meliputi infeksi, disfungsi metabolik, tumor otak atau peningkatan
tekanan intrakranial, paparan terhadap zat toksin, nutrisi yang buruk, dan gangguan
oksigenasi serta aliran darah ke otak.2
2.2 Epidemiologi
Ensefalopati merupakan istilah klinis tanpa menyebutkan etiologi dimana anak
mengalami gangguan tingkat kesadaran pada waktu dilakukan pemeriksaan. Insiden dari
ensefalopati sulit untuk ditentukan karena ensefalofati berkorelasi dengan berbagai penyakit.
Beberapa penyebab ensefalopati memiliki angka insiden yang berbeda-beda. Pada salah satu
macam ensefalopati yakni ensefalopati iskemik perinatal yakni suatu sindroma yang ditandai
dengan adanya kelainan klinis dan laboratorium yang timbul karena danaya cedera pada otak
yang akut yang disebabkan karena asfiksia. Di amerika serikat, asfiksia perinatal terjadi 1.0-
1,5% bayi lahir hidup. Insiden hipoksik iskemik ensefalopati di amerika serikat terjadi pada
2
2-9 per 100 bayi aterm yang lahir hidup. Di Rumah Sakit Dr. Soetomo Surabaya 12,25% dari
3405 bayi yang dirawat tahun 2004 menderita asfiksia.2
2.3 Etiologi
Istilah ensefalopati secara umum digunakan untuk menunjukkan adanya disfungsi
serebral. Disfungsi tersebut secara tipikal menggambarkan adanya perubahan pada fungsi
kortikal dan gangguan kesadaran mulai dari kondisi confusional ringan sampai dengan koma.
Kelainan pada kesadaran mencerminkan adanya disfungsi baik itu hemisfer serebri maupun
activating reticular system pada batang otak. Encephalopathy bisa juga ditandai dengan
adanya deficit fokal yang lebih menunjukkan adanya disfungsi serebral terlokalisasi.
Ensepalopati metabolik terdiri dari serangkaian gangguan neurologis yang bukan disebabkan
karena kelainan struktural primer, namun akibat penyakit sistemik seperti diabetes, penyakit
liver, gagal ginjal dan gagal jantung. Ensefalopati metabolik biasanya berkembang secara
akut atau subakut serta bersifat reversibel jika gangguan sistemik yang mendasari tertangani
dengan baik. Apabila penyakit sistemik yang mendasar tidak mendapat penanganan yang
adekuat, dapat menimbulkan kerusakan struktural sekunder pada otak.3
Terdapat dua tipe utama ensepalopati metabolik yaitu yang disebabkan oleh karena
kekurangan glukosa, oksigen dan kofaktor metabolik serta yang disebabkan oleh disfungsi
organ perifer. Selain dua kelompok utama tersebut diatas, ensepalopati metabolik juga dapat
disebabkan oleh karena penyakit yang diturunkan, serta penyakit neuroendokrin.3
Tabel 1. Klasifikasi Utama Ensepalopati Metabolik
Akibat kekurangan glukosa, oksigen atau
kofaktor metabolik
Akibat Disfungsi Organ Perifer
Hipoglikemia
Iskemia
Hipoksia
Hiperkapnia
Defisiensi Vitamin
Ensepalopati Hepatik
Ensepalopati Uremik dan Dialisis
(dikutip dari U. S National Library of Medicine National Institute of Health)
3
2.4 Patofisiologi
Penyakit dan gangguan ekstraserebral dapat menekan fungsi neurologis dengan cara
mengganggu suplai oksigen dan glukosa atau dengan cara mengganggu lingkungan humoral
dan ionic neuron, glia, dan proses sinaptik. Neuron dan sel-sel penyokong lainnya
membutuhkan lingkungan kimia tertentu untuk dapat bertahan. Berbagai mekanisme dapat
berkontribusi terhadap terjadinya ensepalopati, namun faktor toksik, anoksik dan metabolik
merupakan mekanisme tersering dan signifikan. Melalui mekanisme ini dapat terjadi
kerusakan struktural sekunder pada jaringan otak. Ensepalopati anoksik dapat terjadi akibat
gangguan pada jantung dimana henti sirkulasi transien dapat memicu terjadinya iskemia
serebral global dan akhirnya sinkop. Hal ini terkadang diawali oleh adanya keluhan
premonitori nonspesifik seperti palpitasi, light-headedness, palpitasi, dan graying-out of
vision. Tergantung pada durasinya, fibrilasi ventrikel atau asistol dapat menyebabkan
kerusakan otak iskemik-anoksik. Ensepalopati toksik terjadi akibat paparan logam berat atau
pelarut organik. Etanol merupakan senyawa yang paling sering mengakibatkan ensepalopati
dimana dalam jumlah berlebih dapat mengakibatkan kerusakan otak permanen.
Oksigen (Hipoksia & Hiperoksia).
Otak mengkonsumsi oksigen dalam jumlah yang tidak sepadan terhadap kemampuan
menyimpan oksigen maupun tingkat toleransi terhadap hipoksia. Otak hanya memiliki sedikit
cadangan glikogen. Kemampuan toleransi terhadap hipoksia maupun hipoglikemia kurang
baik dibandingkan dengan sebagian organ. Neuron membutuhkan suplai oksigen dan glukosa
untuk mempertahankan gradien neurotransmitter dan ion. Tekanan oksigen tidak merata pada
seluruh jaringan otak. Tekanan tersebut lebih tinggi pada substansia grisea dibandingkan
substansia alba, demikian pula halnya dengan aliran darah dan penggunaan glukosa.
Konsumsi oksigen dan glukosa untuk setiap gram otak lebih besar pada neonatus. Adapun
efek pertama dari hipoksia serebral eksperimental adalah peningkatan pH intraseluler.
Selanjutnya, kandungan kalsium intraseluler meningkat sebagai konsekuensi pelepasan
kalsium dari retikulum endoplasmik. Konsentrasi ATP mulai jatuh, dan ketika sebanyak
50%-70% ATP neuronal hilang, pompa sodium gagal sehingga saluran ion bervoltase
terbuka, maka menyebabkan Na+, K+, Ca++ dan Cl- menurunkan konsentrasi gradient mereka
serta melepaskan cadangan neurotransmitter. Kemudian air akan memasuki sel sehingga
terjadi peningkatan osmolalitas dan sel membengkak. Konsentrasi kalsium intraseluler
neuronal dapat meningkat hingga empat kali lipat. Konsentrasi kalsium intraseluler tersebut
4
selanjutnya akan mengaktifkan lipase, protease dan enzim katabolic lainnya. Perubahan
tekanan oksigen memiliki efek yang cepat dan langsung pada saluran ion membran yang
sebagian terkait dengan fosforilasi. Beberapa saluran ion mengalami down regulation untuk
mengurangi saluran ion dan kebutuhan energi seluler. Sedangkan saluran ion lainnya
mengalami up regulation yang menimbulkan depolarisasi dan kematian sel. Hipoksia juga
merangsang terbentuknnya molekul hypoxia-inducible factor (HIF). Pembentukan molekul
ini terjadi belakangan dibandingkan efek hipoksia pada saluran ion. Molekul ini akan
mengaktifkan transkripsi gen untuk eritropoietin, gen untuk enzim glikolitik dan gen yang
terlibat dalam angiogenesis. Faktor-faktor yang memediasi induksi HIF dan mekanisme
toleransi terhadap hipoksia masih dalam penelitian. Hiperoksia juga dikenal dapat
menyebabkan kematian sel pada organ mata dan paru. Berdasarkan penelitian yang dilakukan
oleh Hu dkk., baik itu hipoksia maupun hiperoksia akan menyebabkan kematian sel dengan
cirri apoptotic pada korteks serebral tikus yang berusia 7 hari. Beberapa penelitian pada
binatang juga menunjukkan bahwa terdapat efek merugikan dari hiperoksia normobarik yang
digunakan untuk resusitasi dan terapi hiperbarik, yakni menimbulkan kejang dan cedera otak
permanen. Anak-anak yang menghirup 100% oksigen dapat memunculkan tanda
hyperintense cerebrospinal.
Hypoxia-ischemic encephalopathy (HIE) pada bayi baru lahir adalah hasil dari
hipoksemia dan iskemia, kedua kondisi ini mengakibatkan munculnya defisiensi suplai
oksigen pada jaringan serebral. Istilah hipoksik-iskemik dipakai karena belum jelas yang
mana diantara kedua faktor tersebut yang lebih berperan. Pada level seluler dan biokimia,
serangan hipoksik-iskemik menyebabkan peningkatan glikolisis, produksi laktat, dan
penurunan produksi senyawa fosfat berenergi tinggi seperti ATP dan fosfokreatin, akumulasi
potasium ekstraseluler, akumulasi kalsium intraseluler, pembentukan radikal bebas serta
perubahan metabolism neurotransmitter dan asam amino eksitatori.
Hiperkapnia Dan Hipokapnia.
Patogenesis terjadinya kelainan neurologis terkait dengan hiperkapnia belum dimengerti
dengan jelas. Baik itu hipoksemia maupun hiperkapnia dapat berasal dari gangguan ventilasi.
Hiperkapnia dapat menyebabkan vasodilatasi serebral, peningkatan tekanan cairan
serebrospinal dan perubahan pH CSF. Hal ini dapat menimbulkan sakit kepala, disorientasi,
gangguan fungsi kognitif, tremor dan hiperrefleksia. Adapun hipokapnia yang terjadi akibat
hiperventilasi dapat menimbulakan vasokontriksi serebral, penurunan ketersediaan oksigen
peripheral, dan perubahan keseimbangan ion kalsium. Hal ini akan dapat menyebabkan
5
penurunan kesadaran, tremor, gangguan pengelihatan, dan palpitasi. Kram otot dan spasme
karpopedal dapat pula terjadi. Adapun kondisi-kondisi yang dapat menimbulkan
hiperventilasi diantaranya koma hepatic, lesi batang otak, dan penyakit kardiopulmonari
tertentu.3
Gangguan Homeostasis Glukosa.
Glukosa diperlukan bagi fungsi neuronal. Laktat, piruvat, dam keton bodi secara parsial
dapat memasok kebutuhan energi bagi otak. Akan tetapi otak selalu akan membutuhkan
glukosa. Kandungan glukosa pada otak lebih rendah dari pada darah, dan hanya sedikit
mengalami peningkatan pada hiperglikemia. Hal ini disebabkan karena penyaluran glukosa,
laktat maupun piruvat ke otak memerlukan transport spesifik tertentu yaitu masing-masing
GLUTS dan MCTs (glucose and monocarboxylic acids transporter protein). Jumlah dari
molekul transporter tersebut membatasi penetrasi glukosa ke dalam sel. Neonatus memiliki
jumlah transporter kurang dari setengah jumlah transporter per gram otak dewasa. GLUT1
terletak pada daerah sawar otak dan GLUT3 terletak pada membran neuronal. GLUT1
merupakan transporter glukosa yang terdistribusi paling luas dimana beberapa ekspresi
ditemukan pada hampir setiap organ. Mutasi pada GLUT1 mengakibatkan terjadimya
ensepalopati progresif dengan kejang yang muncul pada awal kehidupan.3
Sebagaimana pada kondisi hipoksia dan iskemia, hipoglikemia juga menginduksi
terjadinya kegagalan energi dengan konsekuensi kerusakan otak. Untuk dapat
mempertahankan gradien neurotransmitter dan ion, neuron membutuhkan suplai glukosa dan
oksigen secara konstan. Maka, apabila terjadi hipoglikemia, maka terjadilah gangguan pada
gradien neurotransmitter dan ion. Sebagaimana pula yang terjadi pada hipoksia, terjadi
akumulasi neurotransmitter eksitatori, yaitu aspartat (pada hipoksia adalah glutamate) yang
memiliki peranan patogenetik penting pada terjadinya kerusakan dan kematian neuron.
Secara klinis dapat muncul tremor, apnea, sianosis, takipneu, kejang, letargi, palpitasi,
takikardi.
Hiperglikemia dapat memperburuk cedera otak iskemik. Pada penelitian yang
menggunakan tikus yang dibuat menjadi hiperglikemia sebelum terjadi iskemia serebral,
didapatkan bahwa mortalitas dan kerusakan otak lebih besar pada kelompok tikus tersebut.
Penelitian lain juga menyebutkan bahwa induksi hiperglikemia sesudah periode iskemik,
akan menggangu perbaikan fungsi. Maka dari itu, normoglikemia disarankan pada pasien
dengan penyakit akut dan yang menjalani operasi jantung. Baik itu pada hiperglikemia
6
maupun pada hipoglikemia (dewasa) dapat ditemukan hemiparesis , confusion, dan gangguan
gerakan.
Defisiensi Nutrisi / Vitamin.
Wernicke encephalophaty umum terjadi pada pasien alkoholik. Dapat pula terjadi pada
pasien malnutrisi (terutama ketika glukosa atau agen hipoglikemik diberikan). Defisiensi
tiamin merupakan kondisi yang mendasari terjadinya ensepalopati ini. Defisiensi tiamin
menyebabkan perubahan region brain stem terutama thalamus dan mamillary bodies.
Perubahan patologis tersebut akan menimbulkan optalmoplegi (nistagmus, ekstraokuler palsi,
optalmoplegi intranuclear (jarang)), ataksia, kondisi confusional yang.
Sebagaimana dengan Wernicke encephalopathy, Korsakoff encephalopathy juga dapat
terjadi pada kondisi defisiensi tiamin dimana patofisiologinya masih belum diketahui
diketahui jelas. Perubahan patologi yang terjadi hampir sama dengan pada wernicke
encephalopathy. Hanya saja pada kondisi ini gangguan selektif pada memori merupakan
kelainan klinis yang utama. Terdapat gangguan pada memori yang baru saja didapat serta
kesulitan untuk memasukkan memori baru. Ensepalopati juga merupakan komplikasi dari
defisiensi vitamin B12 yang dikenal dengan baik. Dapat disertai dengan myelopati, neuropati
optik, atau kombinasi.
Gangguan Metabolisme Asam-Basa.
Fungsi dan eksitabilitas otak sangat sensitif terhadapa pH. pH cairan tubuh diatur
dengan sangat ketat. Barrier permabilitas memisahkan sistem saraf pusat dengan cairan
tubuh. Barrier tersebut lebih permeable terhadapa karbondioksida dibandingkan proton.
Cairan ekstraseluler otak mengandung lebih banyak proton dan ion magnesium total/bebas,
namun lebih sedikit potassium dibandingkan plasma. Lingkungan ekstraseluler otak diatur
atau diprogram untuk mengandung lebih banyak H+ dibandingkan plasma. Asiditas relatif
CSF dan cairan interstitial otak ini disebabkan karena produksi asam metabolik. Banyak
saluran ion bervoltase pada system saraf sensitive terhadap pH. Asidosis (penurunan pH)
menghambat saluran ion bergerbang voltase dan saluran ion yang diaktivasi oleh glutamate
seperti reseptor NMDA. Karena chanel sodium dan kalsium bergerbang voltase lebih
sensitive terhadap pH dibandingkan chanel potasium, maka peningkatan pH (alkalosis) akan
meningkatkan entri kalsium dan sodium ked dalam sel neuron, membuat neuron tersebut
lebih mudah tereksitasi. Penyakit metabolik akut baik itu akibat perubahan pH secara primer
maupun perubahan konten elektrolit dari cairan tubuh, seringkali menyebabkan kejang dan
7
gangguan kesadaran. Alkalosis respiratori lebih mungkin meningkatkan glutamat
dibandingkan alkalosis metabolik.
Sodium klorida (NaCl) bertanggung jawab sebagai fraksi osmol terbesar dalam cairan
tubuh, kecuali pada endolimfa koklear. Normalnya cairan ekstraseluler otak adalah isotonik
dengan plasma. Jika osmolaritas plasma berubah dengan cepat maka otak akan bertindak
sebagai osmometer, otak akan membengkak jika osmolaritas plasma menurun dan mengkerut
jika osmolaritas plasma meningkat akibat kehilangan cairan. Baik itu hiponatremia maupun
hipernatremia dapat menggangu fungsi CNS dengan cara merubah omolalitas sel-sel otak.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Arieff dkk., penyebab yang paling utama
hiponatremia simtomatik pada populasi pediatrik adalah pemberian cairan hipotonik dan juga
kehilangan cairan ekstrarenal ektensif yang mengandung elektrolit. Adapun gejala neurologis
hiponatremia adalah sakit kepala, mual, inkoordinasi, delirium, dan akhirnya kejang fokal
atau generalisata dengan apnea atau opistotonus. Pada otopsi, edema serebral dan herniasi
transtentorial dapat ditemukan. Peningkatan konsentrasi sodium dalam cairan tubuh akan
meningkatkan osmolalitas cairan dan menginduksi manifestasi serebral berat. Gejala
neurologis yang terjadi tanpa adanya perubahan struktural pada otak dan mungkin
merupakan akibat langsung dari hiperosmolalitas. Keluhan dan gejala yang muncul
disebabkan oleh karena edema serebral. Hal ini khusunya mungkin terjadi dengan rehidrasi
yang cepat dan disebabkan oleh karena peningkatan konten klorida serta potasium pada otak.
Hipernatremia juga dapat berkembang pada diabetes insipidus jika pasien tidak sadar dan
tidak memiliki akses cairan.
Konsentrasi potasium eksktraseluler otak memiliki efek besar terhadap eksitabilitas
serebral, tetapi gangguan serebral amat jarang pada pasien dengan hipokalemia maupun
hiperkalemia. Deplesi potasium dengan apapun penyebabnya dapat mengakibatkan
kelemahan otot. Pada kasus yang berat, kelemahan otot mengalami progresi menjadi
kuadriplegia, gagal nafas mirip dengan Guilain Barre Syndrome. Adapun hiperkalemia dapat
ditemukan pada pasien dengan hemolisis sel darah merah. Hiperkalemia yang bermakna
dapat menyebabkan manifestasi kardiak berat dan kelemahan yang mirip dengan
hipokalemia.
Hipokloremia merupakan sindrom yang ditandai oleh anoreksia, letargi, gagal tumbuh,
kelemahan otot dan alkalosis metabolic hipokalemik yang dapat ditemukan pada bayi-bayi
yang mengkonsumsi formula yang dapat mengurangi klorida selama 1 bulan atau lebih.
8
Kondisi ini dapat menimbulkan gangguan pertumbuhan lingkar kepala, keterlambatan
bahasa, defifisit visual motor dan gangguan deficit.
Kalsium merupakan kation divalen ekstraseluler utama. Baik itu level kalsium serum
rendah maupun tinggi dapat menimbulkan gangguan neurologis. Terdapat 3 bentuk kalsium
dalam serum yaitu; terikat protein, chelated, dan terionisasi. Secara umum kenampakan
neurologis berkorelasi dengan level kalsium terionisasi dengan level 2,5 mg/dl atau kurang.
Hipokalsemia merupakan salah satu penyebab umum kejang pada periode neonatal. Terdapat
2 bentuk hipokalsemia neonatal. Tipe yang pertama terjadi pada 2 hari pertama kehidupan
bayi premature atau pada bayi dengan kondisi kritis. Kondisi ini jug dapat ditemukan pada
bayi yang mengalani asfiksia perinatal dan pada bayi dari ibu diabetes yang bergantung
insulin. Pada bayi dengan berat badan lahir sangat rendah , memiliki level kalsium < 7
mg/dL. Mekanisme pasti dari bentuk hipokalsemia ini masih belum jelas. Peningkatan level
kalsitonin diajukan sebagai faktor etiologi hipokalsemia pada bayi premature. Hiperparatiroid
maternal agenensis kelenjar paratiroid congenital dan gangguan fungsi ginjal dapat
menginduksi hipiokalsemia congenital. Bentuk kedua adalah tetanus neonatal klasik (late
hypocalcemia). Mekanisme terjadinya pertama kali diajukan oleh Bakwin pada tahun 1973.
Terjadi diantara hari ke-5 dan ke-10 kehidupan, sebagian disebabkan karena asupan susu sapi
yang meningkatkan beban fosfat. Pada bentuk hipokalsemia ini, hiperfosfatemia dan
hipomagnesemia umum terjadi. Kejang hipokalsemik dapat fokal, multifocal, atau
generalisata. Hiperkalsemia dapat terjadi akibat hiperparatiroidisme namun jarang pada anak-
anak. Sebagaimana pada dewasa hiperkalsemia dapat menyertai penyakit malignan termasuk
leukemia dan imobilisasai pasien dengan gagal ginjal stadium akhir. Hiperkalsemia bisa
menjadi tanda pertama anak dengan leukemia. Confusion, gangguan gerakan, dan koma dapat
muncul pada hiperkalsemia sebagaimana seperti pada gangguan elektrolit lainnya.
Selanjutnya hipomagnesemia dapat berdiri sediri ataupun terjadi bersamaan dengan
hipokalsemia. Hipomagnesemia kongenital merupakan penyebab klasikal tetani dan kejang
pada minggu pertama kehidupan. Deplesi magnesium umum terjadi selama terapi cisplatin
dan sering kali disertai dengan deplesi potasium. Terapi ini disertai dengan defek tubular
renal permanen kehilangan magnesium yang mengakibatkan terjadinya kejang dan
ensefalopati episodik. Adapun hipermagnesemia dapat mengurangi pelepasan transmitter dan
melemahkan otot namun tidak sampai kehilangan kesadaran. Deplesi fosfat dan
hipofosfatemia telah dikaitkan pula dengan ensefalopati namun jarang. Bisa merupakan
9
komplikasi dari nutrisi parentral total. Gejala dapat berupa tremor, agitasi, optalmoplegi,
bahkan koma.
Hepatic Encephalopathy
Kerusakan hati baik itu akut maupun kronik akan menginisiasi terjadinya serangkaian
keluhan neuropsikiatrik yang disebut dengan ensepalopati hepatik. Pada gagal hati akut,
perubahan morfologi pada otak didominasi oleh perubahan astrositik, terutama
pembengkakan astrositik dan edema otak sitotoksik. Seiring dengan progresivitas edema
otak, tekanan intracranial meningkat dan menghasilkan herniasi serebral. Pada gagal hati
kronik, kelainan mikroskopik prinsipal diantaranya adalah pembesaran dan peningkatan
jumlah astrosit protoplasmik. Sel-sel ini (sel-sel Alzheimer II) merupakan astrosit dengan
nukleus yang membesar, pucat, dan penyusutan pada protein asidik fibrilari glial. Sel-sel
tersebut dapat ditemukan pada korteks serebral, basal ganglia, nuclei batang otak, dan lapisan
purkinje serebelum. Hal ini juga dapat ditemukan pada pasien ensepalopati HIV. Pernah
ditemukan adanya myelinolisis pontin sentral namun jarang. Berdasarkan konsensus,
ensepalopati hepatik adalah multifaktorial dan menunjukkan adanya kegagalan komunikasi
dan kerja sama glioneural. Terdapat 2 faktor terpenting pada pathogenesis ensepalopati yakni
peningkatan konsentrasi ammonia plasma maupun otak. Di otak ammonia akan diubah
menjadi glutamine yang siklusnya berjalan dari astrosit sampai neuron, dan selanjutnya akan
diubah menjadi glutamate. Setelah pelepasan glutamate ke celah sinaptik, reuptake terjadi
pada astrosit. Terdapat postulat bahwa peningkatan sintesis glutamine akan mengosongkan α-
ketoglutarat dan mengurangi konsentrasi fosfat berenergi tinggi sehingga memperlambat
reaksi pada siklus asam trikarboksislik krebs. Penurunan konsumsi oksigen dan metabolisme
glukosa terjadi secara sekunder terhadap ensepalopati hepatik. Selain peningkatan glutamate,
gagal hati juga menginduksi gangguan multisystem yang berat yang selanjutnya akan
menggangu fungsi neurologis. Gangguan multisystem tersebut diantaranya bakteri yang
berasal dari usus dan produk toksik mereka yang diketahui menyebabkan cedera pada hepar
dan menimbulkan penyakit sistemik. Level sitokin proinflamatori serum meningkat pada
kondisi ensepalopati hepatic. Derajat keparahan ensepalopati berkaitan dengan level TNF-α
serum.
Gagal Ginjal.
Basis molekular esepalopati uremik masih kompleks dan belum dimengerti dengan
baik. Sejauh ini dapat diterima bahwa ensepalopati tersebut bisa muncul akibat uremia
ataupun akibat treatment. Dikatakan terjadi akumulasi asam organic toksik pada system saraf
10
pusat atau efek toksik langsung hormon paratiroid. Kreatinin, p-cresol, guanidine, asam
organik, fosfat dan hiperparatiroidisme sekunder diyakini berkontribusi terhadap
ensepalopati. Parathormon juga diyakini bertanggung jawab terhadap beberapa aspek
keluahan neurologis yakni neuropati dan miopati perifer. Aliran darah serebral juga
menunjukkan defek pada penggunaan oksigen. Defek ini mungkin muncul karena
peningkatan permeabilitas otak dan gangguan fungsi membran sehingga memungkinkan
produk-produk toksik memasuki jaringan otak. Asam-asam yang memasuki otak ini akan
mengubah fungsi pompa ion sodium natrium.
2.5 Gambaran Klinis
Gangguan metabolisme adalah penyebab umum dari gangguan kesadaran dan selalu
dipertimbangkan bila tidak ada bukti penyakit otak fokal dari pencitraan (baik melalu CT-
scan ataupun MRI) dan cairan serebrospinal ditemukan dalam batasan normal.
Gejala klinis utama dari ensefalopati metabolic adalah delirium dengan disorientasi
dan inattentiveness. Keadaan ini bisa berkembang menjadi stupor, dan koma. Gejala utama
dari delirium adalah gangguan konsentrasi dan perhatian. Pasien tidak bisa mengeja mundur,
dan perhatiannya mudah teralihkan. Selain itu didapatkan pula adanya tremor, asteriksis, dan
myoclonus multifokal.4
Anamnesis yang baik dan akurat diperlukan untuk dapat menetukan penyebab
metabolik ensefalopati dan bagaimana prognosisnya. Penting adanya untuk mengetahui
apakah gejala-gejala neurologis terjadi tiba-tiba atau secara bertahap, apakah gejala
berkembang sejak pertama kali muncul.
Riwayat penyakit terdahulu harus dikaji secara rinci. Sebuah riwayat memiliki
diabetes mellitus menunjukkan bahwa hipoglikemia iatrogenik dapat dikaitkan dengan
keadaan nonketotic hiperosmolar.
Pemeriksaan fisik sangat penting dilakukan. Terutama untuk menetukan penyebab
dan jenis ensefalopati yang diderita oleh pasien. Ikterus, petekie, perdarahan saluran cerna,
asites, atau hipotermia mungkin menunjukkan adanya disfungsi hati. Jerawat, obesitas, dan
hipertensi umum terdapat pada pasien dengan Cushing sindrom. Trek jarum di kulit
meningkatkan kemungkinan terjadinya ensefalopati toksik. Hipertensi mengindikasikan
bahwa ensefalopati disebabkan oleh gangguan metabolik (misalnya, gangguan ginjal atau
endokrin) atau gangguan iskemik (kondisi misalnya, kardiovaskular atau serebrovaskular).5
Pada metabolik ensefalopati, tanda-tanda neurologis fokal atau lateralisasi, sering
tidak ada. Respon pupil terhadap cahaya seringkali normal pada orang dengan metabolik
11
ensefalopati, tetapi tidak menutup kemungkinan adanya abnormalitas pada refleks pupil.
Misalnya pupil melebar atau tidak responsif sering terjadi pada anoksia serebral akut atau
keracunan dengan agen antikolinergik. Selain itu, beberapa kerusakan struktural yang
multifokal dan dapat meniru penyakit otak metabolik. Contohnya lesi massa supratentorial
dapat menyebabkan perpindahan lateral daripada struktur otak, menyebabkan koma sebelum
refleks cahaya pupil mengalami abnormalitas.6,7
2.6 Pemeriksaan Penunjang
Pada pemeriksaan penunjang untuk mendukung diagnosis dan menyingkirkan
diagnosis banding dapat berupa berbagai macam pemeriksaan, antara lain:
- Tes darah rutin dan darah lengkap (DL) dapat memberikan informasi tentang
kemungkinan infeksi, anemia atau vitamin. Tes kimia dapat mengevaluasi
elektrolit, glukosa, ginjal dan fungsi hati. Jika memungkinkan maka dapat di
lakukan alcohol and drug screening.
- CT-Scan pada kepala
- Punksi lumbal (untuk menyingkirkan meningitis)
- AGD (untuk membedakan antara penyebab yang berbeda dari metabolik
ensefalopati)
- EEG (untuk melihat seberapa jauh kerusakan yang telah terjadi)
2.7 Tatalaksana
Penanganan ensefalopati meliputi menstabilkan pasien dan cepat mengobati kondisi
yang mendasari yang menyebabkan terjadinya ensefalopati dan memberikan perawatan
suportif.
Pada pasien yang datang dalam keadaan koma tanpa diketahui apa penyebab daripada
ensefalopatinya, maka diperlukan tindakan emergensi.
Meliputi:
- menjaga respirasi dan sirkulasinya (air way, breathing dan circulation)
- mendapatkan sampel darah (digunanakan untuk pengecekan gula darah, darah
lengkap, elektrolit, tes fungsi hati dan liver, dan toxic dan drug screening)
12
- Dextrose 25g IV (or D5050) dengan asumsi adanya kemungkinan pasien
mengalami keadaan hipoglikemia. Semakin lama pasien berada dalam keadaan
kekurangan gula darah, makan prognosisnya akan semakin buruk.
- Thiamine 100mg IV untuk mencegah atau mengobati Wernicke’s encephalopathy
- Naloxone 1mg IV dengan asumsi adanya kemungkinan pasien mengalami opiate
overdose.
2.8 Prognosis
Kebanyakan ensefalopati karena gangguan metabolisme adalah reversibel, tetapi
beberapa memiliki potensi untuk kecacatan jangka panjang. Semakin tua umur pasien dan
semakin parah ensefalopati dan kegagalan multiorgannya, maka semakin tinggi mortalitas.
13
BAB III
LAPORAN KASUS
I. Identitas
Nama : SADK
Umur : 1 tahun 10 bulan
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Jalan Pengeracikan Kedonganan
MRS : 13 Juli 2011, pukul 16.54 WITA
RM : 01.49.42.99
II. Heteroanamnesis
KU : Mencret
Pasien merupkan rujukan dari RS Kasih Ibu dengan diagnosa gastroenteritis akut dan
kejang demam, dikeluhkan mengalami mencret sejak pagi hari SMRS. Mencret
sebanyak 7 kali dengan volume masing-masing setengah gelas aqua setiap kali
mencret. Konsistensi encer dengan ampas namun tidak ada darah. Selain itu, pasien
juga dikeluhkan muntah 3 kali sejak malam hari SMRS. Volume muntah masing-
masing 3 sendok makan berisi makanan dan minuman yang dikonsumsi darah (-).
Pasien juga dikeluhkan demam sejak 2 hari SMRS. Demam naik turun walaupun
sudah diberikan obat penurun panas. Pasien juga mengalami kejang 1 jam SMRS.
Kejang berlangsung kira-kira selama 1 menit dan berhenti setelah mendapat obat yang
dimasukkan melalui pantat. Setelah itu pasien tidak sadar, dan sekitar 1 minggu
SMRS pasien dikatakan mengalami pilek.
BAK terakhir tidak diketahui karena memakai pampers dan bercampur dengan
mencret.
Riwayat penyakit sebelumnya :
Pasien tidak pernah mengalami keluhan yang sama sebelumnya. Riwayat digigit
anjing (-).
14
Riwayat pengobatan :
Pasien sempat berobat ke klinik 3 hari yang lalu, dan diberikan 3 macam obat yaitu;
sanmol, puyer, dan obat yang dimasukkan melalui pantat. Keesokan harinya pasien
dibawa berobat ke RS Kasih Ibu diberikan 2 macam obat yaitu antibiotik dan penurun
panas dan pasien dipulangkan.
Riwayat nutrisi
Pasien mendapatkan ASI sampai usia 3 bulan. Mengkonsumsi susu formula dari lahir sampai
sekarang. Mendapatkan bubur susu pada saat berusia 3 bulan dan makanan dewasa dari usia 1
tahun hingga sekarang.
Riwayat Imunisasi
Ibu pasien mengaku imunisasi lengkap diantaranya BCG, polio 4x, hepatitis B 4x,
DPT 3x, campak 1x dan vaksin lainnya di klinik.
Riwayat persalinan :
Selama hamil, ibu penderita rutin melakukan antenatal care di dokter spesialis
kandungan. Ibu penderita juga rutin melakukan USG
Ibu penderita selalu mengkonsumsi makanan bergizi selama kehamilan dan tidak
pernah mengkonsumsi obat-obatan selama kehamilan.
Ibu penderita tidak pernah mengalami sakit selama masa kehamilannya
Penderita lahir cukup bulan, secara SC ditolong oleh SpOG, langsung menangis
dengan BBL : 3300 gram, PB : 41 cm
Riwayat Tumbuh Kembang
Diakui lengkap sesuai umur oleh ibu penderita namun ibu pasien lupa pada usia
berapa tepatnya anak bisa melakukan tugas sektor perkembangan motorik fisik. Ibu
penderita hanya ingat beberapa saja yaitu menegakkan kepala saat berusia 3 bulan,
berdiri 1 tahun, berjalan 1 tahun 2 bulan, dan berbicara pada saat berusia 1 tahun.
Riwayat sosial
Pasien merupakan anak kedua dari dua bersaudara.
15
Keluarga pasien termasuk dalam kategori keluarga kelas menengah. Ayah dan ibu
penderita bekerja sebagai pedagang.
Sehari- hari pasien diasuh oleh orang tua pasien sendiri
Riwayat penyakit di keluarga :
Tidak ada anggota keluarga lain yang mengalami keluhan yang sama dengan pasien.
Tidak terdapat riwayat penyakit khusus tertentu pada keluarga.
III. Pemeriksaan Fisik
Vital Sign
Kesan Umum : Tampak sakit berat.
Kesadaran : E1V1M1 (koma)
Nadi : 180x/menit, reguler, isi kurang
Respirasi : 60x/menit.
Temperatur Axila : 39,5 C.
Berat Badan : 9 kg
Panjang Badan : 81 cm
Berat Badan Ideal : 11,2 kg
Lingkar Kepala : 48 cm
Status gizi
1. Waterlow : 80,5 % (gizi kurang)
2. CDC Growth Chart :
Berat badan ~ umur : dibawah persentil 5
Tinggi badan ~ umur: diantara persentil 10 dan 25
Berat badan ~ tinggi badan : dibawah persentil 5
Lingkar Kepala ~ umur : diantara persentil 50 dan 75
Status General :
Kepala : Normocephali.
Mata : anemia (-/-), ikterus (-/-), Refleks Pupil +/+ isokor, edema palpebra -/-
THT : Nafas Cuping Hidung (-),sekret (-), epistaksis (-), sianosis (-),
Leher :
Inspeksi : Benjolan (-), bendungan vena jugularis (-)
16
Palpasi : Pembesaran Kelenjar (-), Kaku Kuduk (-)
● Mulut : mukosa mulut kering
Thoraks : simetris
Jantung
Inspeksi : iktus kordis tampak
Palpasi : iktus kordis ICS IV MCL sinistra, kuat angkat (-), trill(-)
Auskultasi : S1S2 normal reguler murmur (-)
Paru-paru
Inspeksi : bentuk torak simetris, gerakan dada simetris, retraksi (-)
Palpasi : gerakan dada simetris
Auskultasi : bronchovesikuler +/+, ronkhi +/+, wheezing -/-
Abdomen :
Inspeksi : distensi (-), hernia umbilikalis (-),
Auskultasi : bising usus (+) normal
Palpasi : Distensi (+), Nyeri tekan (-), Bising Usus
(+) meningkat, Hepar tak teraba, Lien tidak teraba, Turgor > 2
detik
meteorismus (+),
Perkusi : timpani (+)
Extremitas :
Inspeksi : dingin (+), edema (-),atrofi otot (+)
Palpasi :
dingin : + + edema : - -
+ + - -
Pemeriksaan Penunjang
DL (Darah Lengkap) :
WBC : 16,40 x 103/µl (tinggi)
NE% : 76,90 % (tinggi)
LY% : 19,80% (rendah)
NE# : 12,6 x 103/µl (tinggi)
MPV : 6,00 fl (rendah)
17
Fungsi Ginjal/Elektrolit/CRP :
Bun : 41,8 mg/dL (tinggi)
Creatinin :1,004 mg/dL (tinggi)
Glukosa darah sewaktu : 206,60 mg/dL (tinggi)
Kalium : 5, 70 mmol/L (tinggi)
Klorida : 111,00 mmol/L (tinggi)
Kalsium : 7,563 mg/dL (renda)
CRP : 58,84 mg/dL (tinggi)
Alisis Gas Darah : (Pukul 18.30 WITA)
pH : 7,28 (rendah)
PCO2 : 12,00 mmHg (rendah)
PO2 : 169,00 mmHg (tinggi)
Hct : 33,00% (rendah)
HCO3- : 5,60mmol/L (rendah)
TCO2 : 6 mmol/L (rendah)
BE(B) : -18,7 mmol/L (rendah)
SO2 : 99%
Hbc : 10,20 g/dL (rendah)
Analisis Gas Darah : (Pukul 21.24 WITA)
pH : 7,35 (rendah)
PCO2 : 13,00 mmHg (rendah)
PO2 : 161,00 mmHg (tinggi)
Hct : 32% (rendah)
HCO3- : 7,20 mmol/L (rendah)
TCO2 : 7,60 mmol/L (rendah)
BE(B) : -16,10 mmol/L (rendah)
SO2 : 99%
Hbc : 9,90 g/dL (rendah)
Hasil CT scan :
- Sulkus merapat, gyrus meningkat kesan edema serebri
IV. Diagnosis Klinis
18
Diare akut dehidrasi berat + observasi penurunan kesadaran e.c ensefalopati
metabolik dd/ ensefalitis.
V. Penatalaksanaan Saat Masuk Rumah Sakit
Kebutuhan cairan 900 cc/hari D10 --> 38 tts mikro/menit
Pediasure 900 cc/hari, 110 cc @ 3 jam per NGT diberikan selama 1 jam
O 2 nasal 2 lpm
Dexametasone 3 x 2 mg IV
Ampicilin 3 x 1/3 g IV
Farmadol drip 90 mg IV 9 cc @ 4-6 jam
Sibitol 2 x 25 mg IV
VI. Monitoring
Vital sign
Balance cairan
GCS
VII. Planning diagnosis
-Pemeriksaan LCS
VIII. Prognosis
a. Prognosis vital : dubius ad bonam
b. Prognosis fungsional : dubius ad bonam
c. Prognosis recovery : dubius ad bonam
IX. Lembar Perkembangan Penyakit
Tabel 2. Lembar perkembangan penyakit
Tanggal Catatan
14 Juli 2011 S: Menerima pasien dari triage anak dengan diare akut dehidrasi berat susp.
Ensefalitis. Panas (+) kejang (-) BAK (+) mencret (-) sadar (-)
O : KU: Sakit berat
Kes: DPO
19
HR 148 kali/mnt
RR 32 kali/mnt
Tax 38,1ºC
SPO2: 100 % (dengan O2 kanal 2lpm)
St. General
Kepala N cephali
Mata Mata an (-), ikt (-) rp (+) isokor edema (-)
THT NCH (-), cyan (-), sekret (-)
Leher KK (-)
Cor S1S2 N reg, murmur (-)
Po Bv (+), Rh (+), Wh (-)
Abdomen Bu (+) N, dist (-), H/L ttb
Ext hangat (+), cyan (-), edema (-)
St. Neurologis
St. Neurologis
Meningeal sign: KK (-) Brudz I/II (-/-)
Kernig sign (-)
R. Patologis: Babinski (-/-) chaddock (-/-)
R. Fisiologis: APR (+/+) KPR (+/+) triseps (+/+) biseps (+/+)
Tonus: Normal
Hasil Kultur dan uji resistensi:
Staphylococcus aureus terisolasi signifikan sebagai penyebab infeksi.
20
Ass: Diare akut dehidrasi berat (terhidrasi) + obs. Pernurunan kesadaran susp.
Ensefalitis
20 Juli 2011 Keluhan : Kejang (+) 5x/malam, kejang tangan dan kaki menghentak-hentak,
mata mendelik ke atas, kira-kira selama 20-30 detik. Kejang
berhenti sendiri, setelah kejang mata pasien dapat kontak kembali.
Panas sejak 3 hari yang lalu (+)
Nafas agak cepat (+)
Mencret (-)
O : KU: Sakit sedang
HR 128 kali/mnt
RR 50 kali/mnt
Tax 39ºC
St. General
Kepala N cephali
Mata Mata an (-), ikt (-)
THT NCH (-), cyan (-), sekret (-)
Leher KK (-)
Cor S1S2 N reg, murmur (-)
Po Bv (+), Rh (-), Wh (-)
Abdomen Bu (+) N, dist (-), H/L ttb
Ext hangat (+), cyan (-), edema (-)
Hasil Thorax Foto: atelektasis segmen apical lobus supperior kanan
21
Hasil tes elektrolit: natrium 137 mmol/L
Kalium 3,02 mmol/L (rendah)
Chlorida 105,8 mmol/L
Calsium 7,22 mmol/L (rendah)
Hasil Lumbal Punksi:
Nonne dan pandy (negatif)
Glukosa 71,32 (dalam batas normal)
Ass: metabolik esefalopati + bronkopneumonia
22 Juli 2011 S : Kejang (+) 1x
Panas (+)
Makan minum (+)
BAB BAK (+)
O : KU: Sakit sedang
Kes: CM
HR 93 kali/mnt
RR 22 kali/mnt
Tax 36,5ºC
St. General
Kepala N cephali
Mata Mata an (-), ikt (-)
22
THT NCH (-), cyan (-), sekret (-)
Leher KK (-)
Thorax: simetris (+) retraksi (-)
Cor S1S2 N reg, murmur (-)
Po Bv (+), Rh (-), Wh (-)
Abdomen Bu (+) N, dist (-), H/L ttb
Ext hangat (+), cyan (-), edema (-)
St. Neurologis
Meningeal sign: KK (-) Brudz I/II (-/-)
Kernig sign (-)
R. Patologis: Babinski (-/-) chaddock (-/-)
R. Fisiologis: APR (+/+) KPR (+/+) triseps (+/+) biseps (+/+)
Tonus: Normal
Ass: ensefalitis + bronko pneumonia (elektrolit post koreksi)
30 Juli 2011 Keluhan : Kejang (-)
Panas (-)
Batuk (+)
Makan minum (+)
BAB BAK (+)
O : KU: Sakit sedang
Kes: CM
23
HR 112 kali/mnt
RR 38 kali/mnt
Tax 37,5ºC
St. General
Kepala N cephali
Mata Mata an (-), ikt (-)
THT NCH (-), cyan (-), sekret (-)
Leher KK (-)
Thorax: simetris (+) retraksi (-)
Cor S1S2 N reg, murmur (-)
Po Bv (+), Rh (-), Wh (-)
Abdomen Bu (+) N, dist (-), H/L ttb
Ext hangat (+), cyan (-), edema (-)
St. Neurologis
Meningeal sign: KK (-) Brudz I/II (-/-)
Kernig sign (-)
R. Patologis: Babinski (-/-) chaddock (-/-)
R. Fisiologis: APR (+/+) KPR (+/+) triseps (+/+) biseps (+/+)
Tonus: Normal
Ass: ensefalitis + bronko pneumonia
Hasil Laboratorium:
1. Tanggal 14 Juli 2011
a. Kultur dan Uji Resistensi
24
- Menunjukkan resistensi pada antibiotik jenis ampisilin dan tetrasiklin
- Hasil kultur CSF menunjukkan adanya Staphylococcus aureus
b. LCS
- Nonne (negatif)
- Pandy (negatif)
- Cell (15/mm3)
- Mono (60)
- Pandy (40)
- Makroskopis
Warna putih jernih
Bekuan negative
Darah negative
Mikroskopik
Eritrosit negatif/lp
c. AGD (Pukul 10.12 WITA)
- pH 7, 29 (rendah)
- pCO2 22,00 mmHg (rendah)
- pO2 181, 00 mmHg (tinggi)
- Hct 33% (rendah)
- HCO3- 10,60 mmol/L (rendah)
- TCO2 11,30 mmol/L (rendah)
- BE (B) (-) 14,30 mmol/L (rendah)
- SO2c 99 %
- THbc 10,20 gr/dL (rendah)
d. Elektrolit (Pukul 11.04 WITA)
- Na 138,50 mmol/L
25
- K 3,15 mmol/L (rendah)
- Cl 123,40 mmol/L (tinggi)
- Ca 7,90 mmol/L (rendah)
e. Elektrolit (Pukul 20.23)
- Na 137,00 mmol/L
- K 3,15 mmol/L (rendah)
- Cl 110, 4 mmol/L (tinggi)
- Ca 9 mg/dL (normal)
f. DL (Pukul 12.48 WITA)
- WBC 16,40 x 103/µL (tinggi)
- NE% 79,60 % (tinggi)
- LY% 19,80% (rendah)
- NE# 12,60 % (tinggi)
- MVP 6,0 fl (rendah)
g. AGD (Pukul 19.35 WITA)
- pH 7,27 (rendah)
- pCO2 28 mmHg (rendah)
- pO2 202 mmHg (tinggi)
- Hct 31 % (rendah)
- HCO3- 12,9 (rendah)
-TCO2 13,8 mmol/L
- BE(B) -12,7
- SO2C 100 %THBC (9,6 g/dL)
26
2. Tanggal 19 Juli 2011
a. DL (Pukul 15.21 WITA)
- WBC 7,67 x 103 /µL
- NE% 55,1 % ( tinggi)
- LY% 20,8% (rendah)
- MO% 22,50%(tinggi)
- BA% 1,59% (tinggi)
- RBC 3.83 x 106 / µL
- HGB 9,41 g/dL (rendah)
- Hct 29,6% (rendah)
- MCV 77,4 fl (rendah)
- MCH 24,6 pg (rendah)
b. Elektrolit (Pukul 15.31 WITA)
Na 137 mmol/L
K 3,02 mmol/L (rendah)
Cl 105,8 mmol/L(normal)
Ca 7,22 mg/dL (rendah)
DAFTAR PUSTAKA27
1. Encephalopathy. [Online]. 2011 July 2 [cited 2011 july 30]; Available from:
URL:http://www.mdguidelines.com/encephalopathy/diagnosis
2. Utomo M, Etika R, et all. Ensefalopati Hipoksik Iskemik Perinatal. FK Unair. Surabaya.
3. Aminoff J. Anoxic, Metabolic, and Toxic Encephalopathies. WebMD. 2006.
4. Teresa P, Chua C. Encephalopathies. UERMMMCI college of Medicine. 2010 November
18.
5. Butterworth F. Metabolic Encephalopathies. 2011 July 9[cited 2011 july 27]; Available from:
URL:http://www.mdguidelines.com/encephalopathy/diagnosis
6. Supanc V, Demarin V, et all. Metabolic Encephalopathies. University Department of
Neurology. Croatia: 2003 July 7.
7. Sharma P, James N, Eesa M. Toxic and Acquired metabolic Encephalopathies: MRI
Appearance. AJR. Canada. 2009 september.
28