18
Referat Tonsilitis Kronis Disusun Oleh: Jasreena Kaur Sandal 11-2013-165 Pemimin!: dr"#urlina S$ T%T-K& Ke$aniteraan Klini' Telin!a( %idun!( dan Ten!!oro'an RS)D *ia+i , o!or Periode 1. /ei 2015 , 21 Juni 2015 a'ultas Kedo'teran )ni ersitas Kristen Krida a ana Ja'arta

Referat Tonsilitis Kronis

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Tonsilitis Kronis

Citation preview

Referat Tonsilitis Kronis

Disusun Oleh:Jasreena Kaur Sandal11-2013-165Pembimbing:dr.Nurlina Sp THT-KL

Kepaniteraan Klinik Telinga, Hidung, dan Tenggorokan RSUD Ciawi BogorPeriode 18 Mei 2015 21 Juni 2015

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Jakarta

PENDAHULUAN Tonsilitis adalah peradangan tonsil palatina yang merupakan bagian dari cincin Waldeyer. Cincin Waldeyer terdiri atas susunan kelenjar limfa yang terdapat di dalam rongga mulut yaitu: tonsil laringeal (adenoid), tonsil palatina (tonsila faucial), tonsila lingual (tonsila pangkal lidah), tonsil tuba Eustachius (lateral band dinding faring/ Gerlachs tonsil). Peradangan pada tonsila palatine biasanya meluas ke adenoid dan tonsil lingual. Penyebaran infeksi terjadi melalui udara (air borne droplets), tangan dan ciuman. Dapat terjadi pada semua umur, terutama pada anak.Tonsilitis kronis merupakan salah satu penyakit yang paling umum dari daerah oral dan ditemukan terutama di kelompok usia muda. Kondisi ini karena peradangan kronis pada tonsil. Data dalam literatur menggambarkan tonsilitis kronis klinis didefinisikan oleh kehadiran infeksi berulang dan obstruksi saluran napas bagian atas karena peningkatan volume tonsil. Kondisi ini mungkin memiliki dampak sistemik, terutama ketika dengan adanya gejala seperti demam berulang, odynophagia, sulit menelan, halitosis dan limfadenopati servikal dan submandibula.Faktor predisposisi timbulnya tonsillitis kronik ialah rangsangan yang menahun dari rokok, beberapa jenis makanan, hygiene mulut yang buruk, pengaruh cuaca, kelelahan fisik dan pengobatan tonsillitis akut yang tidak adekuat.

TINJAUAN PUSTAKA1. Anatomi Tonsil

Tonsil adalah massa yang terdiri dari jaringan limfoid dan ditunjang oleh jaringan ikat dengan kriptus didalamnya. Terdapat tiga macam tonsil yaitu tonsila faringeal (adenoid), tonsil palatina dan tonsila lingual yang ketiga-tiganya membentuk lingkaran yang disebut cincin Waldeyer. Kumpulan jaringan ini melindungi anak terhadap infeksi melalui udara dan makanan. Jaringan limfe pada cincin Waldeyer menjadi hipertrofi fisiologis pada masa kanak-kanak, adenoid pada umur 3 tahun dan tonsil pada usia 5 tahun, dan kemudian menjadi atrofi pada masa pubertas. Tonsil palatina yang biasanya disebut tonsil saja terletak didalam fossa tonsil. Pada kutub atas tonsil sering kali ditemukan celah intratonsil yang merupakan sisa kantong pharynx yang kedua. Kutub bawah tonsil biasanya melekat pada dasar lidah.1

Gambar 1. Cincin WaldeyerTonsil faringeal dalam kapsulnya terletak pada mukosa dinding lateral rongga mulut. Di depan tonsil, arkus faring anterior disusun oleh otot palatoglosus, dan dibelakang dari arkus faring posterior disusun oleh otot palatofaringeus. Permukaan medial tonsil bentuknya beraneka ragam dan mempunyai celah yang disebut kriptus. Epitel yang melapisi tonsil ialah epitel skuamosa yang juga meliputi kriptus. Didalam kriptus biasanya ditemukan leukosit, limfosit, epitel yang terlepas, bakteri dan sisa makanan. Permukaan lateral tonsil melekat pada fasia pharynx yang sering juga disebut kapsul tonsil. Kapsul ini tidak melekat erat pada otot pharynx, sehingga mudah dilakukan diseksi pada tonsilektomi.Tonsil lingual terletak di dasar lidah dan dibagi menjadi dua oleh ligamentum glosoepiglotica. Di garis tengah, di sebelah anterior massa ini terdapat foramen sekum pada apeks, yaitu sudut yang terbentuk oleh papilla sirkum valata. Tempat ini kadang-kadang menunjukkan penjalaran duktus tiroglossus dan secara klinik merupakan tempat penting bila ada massa tiroid lingual (lingual thyroid) dan kista duktus tiroglosus.1

Tonsilla palatina adalah dua massa jaringan limfoid berbentuk ovoid yang terletak pada dinding lateral orofaring dalam fossa tonsillaris. Tiap tonsilla ditutupi membran mukosa dan permukaan medialnya yang bebas menonjol kedalam faring. Permukaannnya tampak berlubang-lubang kecil yang berjalan ke dalam cryptae tonsillares yang berjumlah 6-20 kripte. Pada bagian atas permukaan medial tonsilla terdapat sebuah celah intratonsil dalam. Permukaan lateral tonsilla ditutupi selapis jaringan fibrosa yang disebut capsula tonsilla palatina, terletak berdekatan dengan tonsilla lingualis.1,2Adapun struktur yang terdapat disekitar tonsilla palatina adalah:1. Anterior : arcus palatoglossus2. Posterior : arcus palatopharyngeus3. Superior : palatum mole4. Inferior : 1/3 posterior lidah5. Medial : ruang orofaring6. Lateral : kapsul dipisahkan oleh m. konstrictor faryngis superior oleh jaringanareolar longgar. A. karotis interna terletan 2,5 cm dibelakang dan lateral tonsil.

Gambar 2. Struktur pada Orofaring.

1.1 VaskularisasiTonsil mendapat pendarahan dari cabang-cabang arteri karotis eksterna, yaitu 1) arteri maksilaris eksterna (arteri fasialis) dengan cabangnya arteri tonsilaris dan arteri palatina asenden; 2) arteri maksilaris interna dengan cabangnya arteri palatina desenden; 3) arteri lingualis dengan cabangnya arteri lingualis dorsal; 4) arteri faringeal asenden. Kutub bawah tonsil bagian anterior diperdarahi oleh arteri lingualis dorsal dan bagian posterior oleh arteri palatina asenden, diantara kedua daerah tersebut diperdarahi oleh arteri tonsilaris. Kutub atas tonsil diperdarahi oleh arteri faringeal asenden dan arteri palatina desenden. Vena-vena dari tonsil membentuk pleksus yang bergabung dengan pleksus dari faring. Aliran balik melalui pleksus vena di sekitar kapsul tonsil, vena lidah dan pleksus faringea.21.2 Inervasi PersarafanTonsil bagian bawah mendapat sensasi dari cabang serabut saraf ke IX (nervus glosofaringeal) dan juga dari cabang desenden lesser palatine nerves.1.3 ImunologiTonsil merupakan jaringan limfoid yang mengandung sel limfosit. Limfosit B membentuk kira-kira 50-60% dari limfosit tonsilar. Sedangkan limfosit T pada tonsil adalah 40% dan 3% lagi adalah sel plasma yang matang. Limfosit B berproliferasi di pusat germinal. Immunoglobulin (IgG, IgA, IgM, IgD), komponen komplemen, interferon, lisozim dan sitokin berakumulasi di jaringan tonsilar. Sel limfoid yang immunoreaktif pada tonsil dijumpai pada 4 area yaitu epitel sel retikular, area ekstrafolikular, mantle zone pada folikel limfoid dan pusat germinal pada folikel ilmfoid.Tonsil merupakan organ limfatik sekunder yang diperlukan untuk diferensiasi dan proliferasi limfosit yang sudah disensitisasi. Tonsil mempunyai 2 fungsi utama yaitu pertama menangkap dan mengumpulkan bahan asing dengan efektif dan kedua sebagai organ utama produksi antibodi dan sensitisasi sel limfosit T dengan antigen spesifik.1,3

2. Tonsilitis Kronik2.1. DefinisiTonsilitis kronis adalah peradangan kronis tonsila palatina lebih dari 3 bulan, setelah serangan akut yang terjadi berulang-ulang atau infeksi subklinis. Terjadinya perubahan histologi pada tonsil. Dan terdapatnya jaringan fibrotik yang menyelimuti mikroabses dan dikelilingi oleh zona sel-sel radang.Tonsilitis berulang terutama terjadi pada anak-anak dan diantara serangan tidak jarang tonsil tampak sehat. Tetapi tidak jarang tonsil diluar serangan terlihat membesar disertai dengan hiperemi rigan yang mengenai pilar anterior dan apabila tonsil ditekan keluar detritus.3,42.2. EpidemiologiTonsilitis paling sering terjadi pada anak-anak, namun jarang terjadi pada anak-anak muda dengan usia lebih dari 2 tahun. Tonsilitis yang disebabkan oleh spesies Streptococcus biasanya terjadi pada anak usia 5-15 tahun, sedangkan tonsilitis virus lebih sering terjadi pada anak-anak muda. Data epidemiologi menunjukkan bahwa penyakit Tonsilitis Kronis merupakan penyakit yang sering terjadi pada usia 5-10 tahun dan dewasa muda usia 15-25 tahun. Dalam suatu penelitian prevalensi karier Group A Streptokokus yang asimptomatis yaitu: 10,9% pada usia kurang dari 14 tahun, 2,3% usia 15-44 tahun, dan 0,6 % usia 45 tahun keatas. Menurut penelitian yang dilakukan di Skotlandia, usia tersering penderita Tonsilitis Kronis adalah kelompok umur 14-29 tahun, yakni sebesar 50 % . Sedangkan Kisve pada penelitiannya memperoleh data penderita Tonsilitis Kronis terbanyak sebesar 294 (62 %) pada kelompok usia 5-14 tahun. 2 Berdasarkan data epidemiologi penyakit THT pada 7 provinsi (Indonesia) pada tahun 1994-1996, prevalensi tonsillitis kronik sebesar 3,8% tertinggi kedua setelah nasofaringitis akut (4,6%). Di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar jumlah kunjungan baru dengan tonsillitis kronik mulai Juni 2008Mei 2009 sebanyak 63 orang. Apabila dibandingkan dengan jumlah kunjungan baru pada periode yang sama, maka angka ini merupakan 4,7% dari seluruh jumlah kunjungan baru.11

2.3Etiologi

Etiologi berdasarkan Morrison yang mengutip hasil penelitian dari Commission on Acute Respiration Disease yang bekerja sama dengan Surgeon General of the Army, dimana dari 169 kasus didapatkan 25 % disebabkan oleh Streptokokus hemolitikus yang pada masa penyembuhan tampak adanya kenaikan titer Streptokokus antibodi dalam serum penderita. Kemudian 25 % disebabkan oleh Streptokokus lain yang tidak menunjukkan kenaikan titer Sreptokokus antibodi dalam serum penderita dan sisanya adalah Pneumokokus, Stafilokokus, Hemofilus influensa.4

Ada pula yang menyebutkan etiologi terjadinya tonsilitis antara lain Streptokokus hemolitikus Grup A, Hemofilus influenza, Streptokokus pneumonia, Stafilokokus (dengan dehidrasi, antibiotika), dan Tuberkulosis (pada immunocompromise). Beberapa faktor predisposisi timbulnya kejadian tonsilitis kronis, yaitu rangsangan kronis (rokok, makanan), higiene mulut yang buruk, pengaruh cuaca (udara dingin, lembab, suhu yang berubah-ubah), alergi (iritasi kronis dari alergen), keadaan umum (gizi jelek, kelelahan fisik), pengobatan tonsilitis akut yang tidak adekuat.

Adapun faktor predisposisi dari tonsillitis kronis antara lain rangsangan kronis seperti rokok dan makanan, higiene mulut yang buruk, pengaruh cuaca (udara dingin, lembab, suhu yang berubah-ubah), alergi (iritasi kronis dari alergen), keadaan umum (gizi jelek, kelelahan fisik), dan pengobatan tonsilitis akut yang tidak adekuat.2,5

2.4 PatofisiologiTonsillitis berawal dari penularan yang terjadi melalui droplet dimana kuman menginfiltrasi lapisan epitel. Adanya infeksi berulang pada tonsil menyebabkan pada suatu waktu tonsil tidak dapat membunuh semua kuman sehingga kuman kemudian bersarang di tonsil. Pada keadaan inilah fungsi pertahanan tubuh dari tonsil berubah menjadi sarang infeksi (fokal infeksi) dan suatu saat kuman dan toksin dapat menyebar ke seluruh tubuh misalnya pada saat keadaan umum tubuh menurun. Bila epitel terkikis maka jaringan limfoid superkistal bereaksi dimana terjadi pembendungan radang dengan infiltrasi leukosit polimorfonuklear. Karena proses radang berulang yang timbul maka selain epitel mukosa juga jaringan limfoid diganti oleh jaringan parut yang akan mengalami pengerutan sehingga kripti melebar. Secara klinik kripti ini tampak diisi oleh detritus. Proses berjalan terus sehingga menembus kapsul tonsil dan akhirnya menimbulkan perlekatan dengan jaringan di sekitar fossa tonsilaris. Pada anak disertai dengan pembesaran kelenjar limfa submadibularis.3,5

2.5 Faktor PredisposisiSejauh ini belum ada penelitian lengkap mengenai keterlibatan faktor genetik maupun lingkungan yang berhasil dieksplorasi sebagai faktor risiko penyakit Tonsilitis Kronis. Pada penelitian yang bertujuan mengestimasi konstribusi efek faktor genetik dan lingkungan secara relatif penelitiannya mendapatkan hasil bahwa tidak terdapat bukti adanya keterlibatan faktor genetik sebagai faktor predisposisi penyakit Tonsilitis Kronis.Beberapa Faktor predisposisi timbulnya tonsillitis kronik yaitu:1. Rangsangan menahun (kronik) rokok dan beberapa jenis makanan1. Higiene mulut yang buruk1. Pengaruh cuaca1. Kelelahan fisik1. Pengobatan tonsillitis akut yang tidak adekuat

2.6 Manifestasi KlinisPasien dengan tonsilitis kronis sering kali mengeluhkan adanya penghalang di tenggorokan, terasa kering dan pernapasan berbau, rasa sakit terus menerus pada kerongkongan dan sakit waktu menelan.Pada pemeriksaan, terdapat dua macam gambaran tonsil yang mungkin tampak :1. Tampak pembesaran tonsil oleh karena hipertrofi dan perlengketan ke jaringan sekitar, kripte yang melebar, tonsil ditutupi oleh eksudat yang purulen atau seperti keju.1. Mungkin juga dijumpai tonsil tetap kecil, mengeriput, kadang-kadang seperti terpendam di dalam tonsillar bed dengan tepi yang hiperemis, kripte yang melebar dan ditutupi eksudat yang purulen.

Gambar 3. Tonsilitis KronisBerdasarkan rasio perbandingan tonsil dengan orofaring, dengan mengukur jarak antara kedua pilar anterior dibandingkan dengan jarak permukaan medial kedua tonsil, maka gradasi pembesaran tonsil dapat dibagi menjadi :a. T0 (tonsil masuk di dalam fossa atau sudah diangkat).b. T1 (75% volume tonsil dibandingkan dengan volume orofaring atau batas medial tonsil melewati jarak pilar anterior-uvula sampai uvula atau lebih).4,5,6

Gambar 4. Rasio Perbandingan Tonsil Dengan Orofaring

1. Diagnosis

Diagnosis untuk tonsillitis kronik dapat ditegakkan dengan melakukan anamnesis secara tepat dan cermat serta pemeriksaan fisis yang dilakukan secara menyeluruh untuk menyingkirkan kondisi sistemik atau kondisi yang berkaitan yang dapat membingungkan diagnosis. Anamnesa ini merupakan hal yang sangat penting, karena hampir 50 % diagnosa dapat ditegakkan dari anamnesa saja.

Pada anamnesis, penderita biasanya datang dengan keluhan tonsillitis berulang berupa nyeri tenggorokan berulang atau menetap, rasa ada yang mengganjal ditenggorok, ada rasa kering di tenggorok, napas berbau, iritasi pada tenggorokan, dan obstruksi pada saluran cerna dan saluran napas, yang paling sering disebabkan oleh adenoid yang hipertofi. Gejala-gejala konstitusi dapat ditemukan seperti demam, namun tidak mencolok. Pada anak dapat ditemukan adanya pembesaran kelanjar limfa submandibular.

1. Pemeriksaan Fisik

Tampak tonsil membesar dengan adanya hipertrofi dan jaringan parut. Sebagian kripta mengalami stenosis, tapi eksudat (purulen) dapat diperlihatkan dari kripta-kripta tersebut. Pada beberapa kasus, kripta membesar, dan suatu bahan seperti keju/dempul amat banyak terlihat pada kripta. Gambaran klinis yang lain yang sering adalah dari tonsil yang kecil, biasanya membuat lekukan dan seringkali dianggap sebagai kuburan dimana tepinya hiperemis dan sejumlah kecil sekret purulen yang tipis terlihat pada kripta.

1. Pemeriksaan PenunjangPemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada penderita Tonsilitis Kronis: 4. Mikrobiologi Penatalaksanaan dengan antimikroba sering gagal untuk mengeradikasi kuman patogen dan mencegah kekambuhan infeksi pada tonsil. Kegagalan mengeradikasi organisme patogen disebabkan ketidaksesuaian pemberian antibiotika atau penetrasi antibiotika yang inadekuat. Gold standard pemeriksaan tonsil adalah kultur dari dalam tonsil. Kuman terbayak yang ditemukan yaitu Streptokokus beta hemolitikus diukuti Staflokokus aureus.

4. Histopatologi Diagnosa tonsilitis kronis dapat ditegakkan berdasarkan pemeriksaan histopatologi dengan tiga kriteria histopatologi yaitu ditemukan ringan- sedang infiltrasi limfosit, adanya Ugras abses dan infitrasi limfosit yang difus. Kombinasi ketiga hal tersebut ditambah temuan histopatologi lainnya dapat dengan jelas menegakkan diagnosa tonsilitis kronis.4

1. Diagnosa Banding

Diagnosa banding dari tonsilitis kronis adalah :1. Penyakit-penyakit yang disertai dengan pembentukan pseudomembran yang menutupi tonsil (tonsilitis membranosa)a. Tonsilitis difteriDisebabkan oleh kuman Corynebacterium diphteriae. Tidak semua orang yang terinfeksi oleh kuman ini akan sakit. Keadaan ini tergantung pada titer antitoksin dalam darah. Titer antitoksin sebesar 0,03 sat/cc darah dapat dianggap cukup memberikan dasar imunitas. Gejalanya terbagi menjadi 3 golongan besar, umum, lokal dan gejala akibat eksotoksin. Gejala umum sama seperti gejala infeksi lain, yaitu demam subfebris, nyeri kepala, tidak nafsu makan, badan lemah, nadi lambat dan keluhan nyeri menelan. Gejala lokal yang tampak berupa tonsil membengkak ditutupi bercak putih kotor yang makin lama makin meluas dan membentuk pseudomembran yang melekat erat pada dasarnya sehingga bila diangkat akan mudah berdarah. Gejala akibat eksotoksin dapat menimbulkan kerusakan jaringan tubuh, misalnya pada jantung dapat terjadi miokarditis sampai dekompensasi kordis, pada saraf kranial dapat menyebabkan kelumpuhan otot palatum dan otot pernapasan serta pada ginjal dapat menimbulkan albuminuria.

b. Angina Plaut Vincent (stomatitis ulseromembranosa)Penyebab penyakit ini adalah bakteri spirochaeta atau triponema. Gejala pada penyakit ini berupa demam sampai 30C, nyeri kepala, badan lemah, rasa nyeri dimulut, hipersalivasi, gigi dan gusi mudah berdarah. Pada pemeriksaan tampak mukosa dan faring hiperemis, membran putih keabuan diatas tonsil, uvula, dinding faring, gusi serta prosesus alveolaris, mulut berbau (foetor ex ore) dan kelenjar submandibular membesar.

c. Mononukleosis infeksiosaTerjadi tonsilofaringitis ulseromembranosa bilateral.Membran semu yang menutup ulkus mudah diangkat tanpa timbul perdarahan, terdapat pembesaran kelenjar limfe leher, ketiak dan regio inguinal.Gambaran darah khas, yaitu terdapat leukosit mononukleosis dalam jumlah besar. Tanda khas yang lain adalah kesanggupan serum pasien untuk beraglutinasi terhadap sel darah merah domba (Reaksi Paul Bunnel).

d. FaringitisMerupakan peradangan dinding laring yang dapat disebabkan oleh virus, bakteri, alergi, trauma dan toksin.Infeksi bakteri dapat menyebabkan kerusakan jaringan yang hebat, karena bakteri ini melepskan toksin ektraseluler yang dapat menimbulkan demam reumatik, kerusakan katup jantung, glomerulonephritis akut karena fungsi glomerulus terganggu akibat terbentuknya kompleks antigen antibody. Gejala klinis secara umum pada faringitis berupa demam, nyeri tenggorok, sulit menelan, dan nyeri kepala. Pada pemeriksaan tampak tonsil membesar, faring dan tonsil hiperemis dan terdapat eksudat di permukaannya. Beberapa hari kemudian timbul bercak petechiae pada palatum dan faring. Kelenjar limfa anterior membesar, kenyal, dan nyeri pada penekanan.

e. Faringitis LeutikaGambaran klinik tergantung pada stadium penyakit primer, sekunder atau tersier. Pada penyakit ini tampak adanya bercak keputihan pada lidah, palatum mole, tonsil, dan dinding posterior faring. Bila infeksi terus berlangsung maka akan timbul ulkus pada daerah faring yang tidak nyeri. Selain itu juga ditemukan adanya pembesaran kelenjar mandibula yang tidak nyeri tekan.

f. Faringitis TuberkulosisMerupakan proses sekunder dari tuberculosis paru. Gejala klinik pada faringitis tuberculosis berupa kedaan umum pasien yang buruk karena anoresia dan odinofagia. Pasien mengeluh nyeri hebat ditenggorok, nyeri ditelinga atau otalgia serta pembesaran kelanjar limfa servikal.5,6,7

1. KomplikasiKomplikasi dari tonsilitis kronis dapat terjadi secara perkontinuitatum ke daerah sekitar atau secara hematogen atau limfogen ke organ yang jauh dari tonsil. Adapun berbagai komplikasi yang kerap ditemui adalah sebagai berikut :1.Komplikasi sekitar tonsila a. Peritonsilitis. Peradangan tonsil dan daerah sekitarnya yang berat tanpa adanya trismus dan abses.b. Abses Peritonsilar (Quinsy). Kumpulan nanah yang terbentuk di dalam ruang peritonsil. Sumber infeksi berasal dari penjalaran tonsilitis akut yang mengalami supurasi, menembus kapsul tonsil dan penjalaran dari infeksi gigi.c. Abses Parafaringeal. Infeksi dalam ruang parafaring dapat terjadi melalui aliran getah bening atau pembuluh darah. Infeksi berasal dari daerah tonsil, faring, sinus paranasal, adenoid, kelenjar limfe faringeal, os mastoid dan os petrosus.d. Abses Retrofaring Merupakan pengumpulan pus dalam ruang retrofaring. Biasanya terjadi pada anak usia 3 bulan sampai 5 tahun karena ruang retrofaring masih berisi kelenjar limfe.e. Kista Tonsil. Sisa makanan terkumpul dalam kripta mungkin tertutup oleh jaringan fibrosa dan ini menimbulkan kista berupa tonjolan pada tonsil berwarna putih dan berupa cekungan, biasanya kecil dan multipel.f. Tonsilolith (Kalkulus dari tonsil). Terjadinya deposit kalsium fosfat dan kalsium karbonat dalam jaringan tonsil yang membentuk bahan keras seperti kapur.2. Komplikasi Organ jauha. Demam rematik dan penyakit jantung rematikb. Glomerulonefritisc. Episkleritis, konjungtivitis berulang dan koroiditisd. Psoriasiseritema multiforme, kronik urtikaria dan purpurae. Artritis dan fibrositis.3,8

1. Penatalaksanaan

Medikamentosa Terapi ini ditujukan pada hygiene mulut dengan cara berkumur atau obat isap, pemberian antibiotik, pembersihan kripta tonsil dengan alat irigasi gigi atau oral.1 Pemberian antibiotika pada penderita Tonsilitis Kronis eksaserbasi akut Cephaleksin ditambah metronidazole, klindamisin (terutama jika disebabkan mononukleosis atau abses), amoksisilin dengan asam klavulanat (jika bukan disebabkan mononukleosis).

Operatif Untuk terapi pembedahan dilakukan dengan mengangkat tonsil (tonsilektomi). Pengobatan pasti untuk tonsilitis kronis adalah pembedahan pengangkatan tonsil. Tindakan ini dilakukan pada kasus-kasus dimana penatalaksanaan medis atau terapi konservatif yang gagal untuk meringankan gejala-gejala. Tonsilektomi didefinisikan sebagai operasi pengangkatan seluruh tonsil palatina. Tonsiloadenoidektomi adalah pengangkatan tonsil palatina dan jaringan limfoid di nasofaring yang dikenal sebagai adenoid atau tonsil faringeal.Indikasi tonsilektomi dulu dan sekarang tidak berbeda, namun terdapat perbedaan prioritas relatif dalam menentukan indikasi tonsilektomi pada saat ini. Dulu tonsilektomi diindikasikan untuk terapi tonsilitis kronik dan berulang. Saat ini, indikasi yang lebih utama adalah obstruksi saluran napas dan hipertrofi tonsil.Untuk keadaan emergency seperti adanya obstruksi saluran napas, indikasi tonsilektomi sudah tidak diperdebatkan lagi (indikasi absolut). Namun, indikasi relatif tonsilektomi pada keadaan non emergency dan perlunya batasan usia pada keadaan ini masih menjadi perdebatan. Sebuah kepustakaan menyebutkan bahwa usia tidak menentukan boleh tidaknya dilakukan tonsilektomi.Indikasi Absolut1. Pembengkakan tonsil yang menyebabkan obstruksi saluran napas, disfagia berat, gangguan tidur dan komplikasi kardiopulmoner1. Abses peritonsil yang tidak membaik dengan pengobatan medis dan drainase1. Tonsilitis yang menimbulkan kejang demam1. Tonsilitis yang membutuhkan biopsi untuk menentukan patologi anatomi

Indikasi Relatif1. Terjadi 3 episode atau lebih infeksi tonsil per tahun dengan terapi antibiotik adekuat1. Halitosis akibat tonsilitis kronik yang tidak membaik dengan pemberian terapi medis1. Tonsilitis kronik atau berulang pada karier streptokokus yang tidak membaik dengan pemberian antibiotik -laktamase resisten1. Pada keadaan tertentu seperti pada abses peritonsilar (Quinsy), tonsilektomi dapat dilaksanakan bersamaan dengan insisi abses.1. Saat mempertimbangkan tonsilektomi untuk pasien dewasa harus dibedakan apakah mereka mutlak memerlukan operasi tersebut atau hanya sebagai kandidat. Dugaan keganasan dan obstruksi saluran nafas merupakan indikasi absolut untuk tonsilektomi. Tetapi hanya sedikit tonsilektomi pada dewasa yang dilakukan atas indikasi tersebut, kebanyakan karena infeksi kronik. Akan tetapi semua bentuk tonsilitis kronik tidak sama, gejala dapat sangat sederhana seperti halitosis, debris kriptus dari tonsil (cryptic tonsillitis) dan pada keadaan yang lebih berat dapat timbul gejala seperti nyeri telinga dan nyeri atau rasa tidak enak di tenggorok yang menetap. Indikasi tonsilektomi mungkin dapat berdasarkan terdapat dan beratnya satu atau lebih dari gejala tersebut dan pasien seperti ini harus dipertimbangkan sebagai kandidat untuk tonsilektomi karena gejala tersebut dapat mempengaruhi kualitas hidup walaupun tidak mengancam nyawa.6,8

Kontraindikasi relatif0. Palatoschizis,0. Radang akut, termasuk tonsilitis,0. Poliomielitis epidemika,0. Umur kurang dari 3 tahun. Tetapi umur disini masih menjadi perdebatan mengenai kontraindikasi.1. Kontraindikasi absolut1. Diskariasis darah, leukemia, purpura, anemia aplastik, hemofilia,1. Penyakit sistemis yang tidak terkontrol seperti diabetes melitus, penyakit jantung, dan sebagainya.6

1. PrognosisTonsilitis biasanya sembuh dalam beberapa hari dengan beristrahat dan pengobatan suportif. Menangani gejala-gejala yang timbul dapat membuat penderita Tonsilitis lebih nyaman. Bila antibiotika diberikan untuk mengatasi infeksi, antibiotika tersebut harus dikonsumsi sesuai arahan demi penatalaksanaan yang lengkap, bahkan bila penderita telah mengalami perbaikan dalam waktu yang singkat. Gejala-gejala yang tetap ada dapat menjadi indikasi bahwa penderita mengalami infeksi saluran nafas lainnya, infeksi yang sering terjadi yaitu infeksi pada telinga dan sinus. Pada kasus-kasus yang jarang, Tonsilitis dapat menjadi sumber dari infeksi serius seperti demam rematik atau pneumonia.8

DAFTAR PUSTAKA

0. Rusmarjono, Kartoesoediro S. Tonsilitis kronik. In: Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala & Leher ed Keenam. FKUI Jakarta: 2007. p212-25.0. Boies AH. Rongga Mulut dan Faring. In: Boies Buku Ajar Penyakit THT. Jakarta: ECG, 1997. p263-3400. Nelson WE, Behrman RE, Kliegman R, Arvin AM. Tonsil dan Adenoid. In: Ilmu Kesehatan Anak Edisi 15 Volum 2. Jakarta: ECG,2000. p1463-40. Christopher MD, David HD, Peter JK. Infectious Indications for Tonsillectomy. In: The Pediatric Clinics Of North America. 2003. p445-58 0. Pasha R. Pharyngeal And Adenotonsillar Disorder. In: Otolaryngology-Head and Neck Surgery. p158-1650. Andrews BT, Hoffman HT, Trask DK. Pharyngitis/Tonsillitis. In: Head and Neck Manifestations of Systemic Disease. USA:2007.p493-5080. Jackson C, Jackson CL. Disease of the Nose, Throat and Ear, 2 Nd ed.. Philadelphia: WB Saunders Co; 1959: 239-57.0. Rusmarjono, Soepardi EA. Faringitis, tonsilitis, dan hipertrofi adenoid. Buku ajar ilmu kesehatan telinga hidung tenggorokan kepala dan leher. Edisi ke 6. Jakarta; Balai Penerbitan FKUI;2011.h.217-8.