36
BAB 1 PENDAHULUAN Indonesia merupakan negara berkembang yang meiliki iklim tropis, Daerah yang panas dan memiliki kelembaban yang tinggi merupakan tempat yang sangat cocok untuk perkembangan bakteri, jamur, dan virus. Hal ini lah yang menyebabkan tingginya insiden penyakit infeksi di Indonesi. 1k Keluhan seperti nyeri tenggorokan, infeksi saluran pernapasan bagian atas yang sering disertai dengan masalah pada telinga, adalah jumlah terbesar dari pasien yang datang berkunjung ke fasilitas pelayanan kesehatan keluhan ini paling sering dialami oleh anak-anak. 2 Saluran pernafasan atas memiliki sistem pertahanan lokal berupa jaringan limfoid yang tersusun menjadi Cincin Waldeyer. Jaringan limfoid pada Cincin Waldeyer berperan penting pada awal kehidupan, yaitu sebagai daya pertahanan lokal yang setiap saat berhubungan dengan agen dari luar (makan, minum, bernafas), dan sebagai surveilen imun. Fungsi ini didukung secara anatomis dimana di daerah faring merupakan tikungan jalannya material yang melewatinya disamping itu bentuknya yang tidak datar, sehingga terjadi turbulensi udara pernapasan. Dengan demikian kesempatan kontak berbagai agen yang ikut dalam proses fisiologis tersebut pada permukaan penyusun Cincin Waldeyer itu semakin besar. 3 1

Tonsilitis Kronis Martha Chrismayana

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Tonsilitis Kronis Martha Chrismayana

BAB 1

PENDAHULUAN

Indonesia merupakan negara berkembang yang meiliki iklim tropis, Daerah yang panas

dan memiliki kelembaban yang tinggi merupakan tempat yang sangat cocok untuk

perkembangan bakteri, jamur, dan virus. Hal ini lah yang menyebabkan tingginya

insiden penyakit infeksi di Indonesi.1k Keluhan seperti nyeri tenggorokan, infeksi

saluran pernapasan bagian atas yang sering disertai dengan masalah pada telinga, adalah

jumlah terbesar dari pasien yang datang berkunjung ke fasilitas pelayanan kesehatan

keluhan ini paling sering dialami oleh anak-anak.2

Saluran pernafasan atas memiliki sistem pertahanan lokal berupa jaringan

limfoid yang tersusun menjadi Cincin Waldeyer. Jaringan limfoid pada Cincin

Waldeyer berperan penting pada awal kehidupan, yaitu sebagai daya pertahanan lokal

yang setiap saat berhubungan dengan agen dari luar (makan, minum, bernafas), dan

sebagai surveilen imun. Fungsi ini didukung secara anatomis dimana di daerah faring

merupakan tikungan jalannya material yang melewatinya disamping itu bentuknya yang

tidak datar, sehingga terjadi turbulensi udara pernapasan. Dengan demikian kesempatan

kontak berbagai agen yang ikut dalam proses fisiologis tersebut pada permukaan

penyusun Cincin Waldeyer itu semakin besar.3

Seperti halnya jaringan limfoid lain, jaringan limfoid pada cincin Waldeyer

menjadi hipertrofi pada masa kanak-kanak. Pada umur 5 tahun, anak mulai sekolah dan

menjadi lebih terbuka kesempatan untuk mendapat infeksi dari anak yang lain. Lokasi

tonsil pada saluran pernapasan dan pencernaan menyebabkan ia sering terkena infeksi

atau menjadi fokal infeksi, serta bisa juga membesar dan mengganggu proses menelan

dan atau pernapasan4, sehingga tonsilitis kronis tanpa diragukan merupakan penyakit

yang paling sering dari semua penyakit tenggorokan yang berulang.5

Radang kronis yang terjadi pada tonsil ini dapat menimbulkan komplikasi-

komplikasi baik komplikasi ke daerah sekitar atau pun komplikasi jauh. Pengobatan

yang dapat dilakukan terhadap infeksi ini adalah terapi medikamentosa untuk

menghilangkan simptom dan mengeradikasi etiolog dari infeksi ini. Namun terapi

definitif untuk tonsilitis kronis adalah pembedahan pengangkatan tonsil.6

1

Page 2: Tonsilitis Kronis Martha Chrismayana

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tonsil

Tonsil merupakan suatu organ yang terdiri dari kumpulan limfenode yang sangat

berperan sebagai pertahanan tubuh terhadap infeksi terutama dari makanan dan

udara pernafasan. Kata tonsil itu sendiri lebih cendrung merujuk pada tonsila

palatina yang jumlahnya sepasang dan terletak pada isthmus faucium antara arcus

glossopalatinus dsan arcus glossopharingicus. Tonsil palatina ini sendiri merupakan

salah satu bagian dari Cincin Waldeyer. Cincin Waldeyer ini membentuk cincin

jaringan limfe pada pintu masuk saluran nafas dan saluran pencernaan. Cincin

Waldeyer ini terdiri dari jaringan tonsil yang berdasarkan letaknya debagi menjadi

empat, yaitu:7

Tonsila lingualis, terletak pada radiks linguae.

Tonsila palatina (tonsil), Gambar 1.

Tonsila pharingica (adenoid), terletak pada dinding dorsal dari nasofaring.

Tonsila tubaria, terletak pada bagian lateral nasofaring di sekitar ostium tuba

auditiva.

Kumpulan jaringan ini melindungi anak terhadap infeksi melalui udara dan

makanan.

Jaringan limfe pada Cincin Waldeyer menjadi hipertrofi fisiologis pada masa

kanak-kanak, adenoid pada umur 3 tahun dan tonsil pada usia 5 tahun, yang

kemudian menjadi atrofi pada masa pubertas.2,9

Jaringan limfoid pada Cincin Waldeyer berperan penting pada awal kehidupan,

yaitu sebagai daya pertahanan lokal yang setiap saat berhubungan dengan agen dari

luar (makan, minum, bernafas), dan sebagai surveilen imun. Fungsi ini didukung

secara anatomis dimana di daerah faring merupakan tikungan jalannya material yang

melewatinya disamping itu bentuknya yang tidak datar, sehingga terjadi turbulensi

udara pernapasan. Dengan demikian kesempatan kontak berbagai agen yang ikut

dalam proses fisiologis tersebut pada permukaan penyusun Cincin Waldeyer itu

semakin besar.3

2

Page 3: Tonsilitis Kronis Martha Chrismayana

Gambar 2.1 Penampang Kavum Oris. Wikipedia 2010.

2.2 Embriologi Tonsila Palatina

Perluasan ke lateral dari kantong faringeal kedua diserap dan bagian dorsalnya tetap

ada dan menjadi epitel tonsila palatina. Pilar tonsil berasal dari arcus branchial

kedua dan ketiga. Kripte tonsiler pertama terbentuk pada usia kehamilan 12 minggu

dan kapsul terbentuk pada usia kehamilan 20 minggu.11

2.3 Anatomi Tonsila Palatina

Tonsila palatina berjumlah sepasang yang terletak pada dinding lateral orofaring kiri

dan kanan. Tonsila palatina berntuk ovoid dan terdiri dari sistem cripta yang sangat

berguna dalam memperluas lapisan permukaan epitel tonsil. Epitel permukaan tonsil

yang tersusun atas epitel squamous stratified merupakan lini pertama yang

berhubungan dengan dunia luar. Terdapat 10-30 cripta pada satu buah tonsila

palatine. Keberadaan sistem cripta ini sangat memperluas area kontak antara

jaringan limfa dengan lingkungan. Pada orang dewasa kira-kira luas permukaan

tersebut mencapai 295cm2.9,11,12

Pada tonsilar cripta terdapat makrofag dan sel-sel darah putih lainnya

yang akan merespon mikroorganisme yang melekat pada dinding epitel tonsilar

cripta. Berdasarkan fungsinya tonsil sebagai pertahanan tubuh tonsilar palatina

berfungsi sebagai pengenal pertama terhadap mikroorganisme yang masuk melalui

ingestan maupun inhalasi. Namun pada pasien yang mengalami sinusitis kronis

3

Page 4: Tonsilitis Kronis Martha Chrismayana

sangatlah sering terjadi pertumbuhan yang berlebihan dari mikroorganisme pada

tonsilar cripte.9

Gambar 2. Gambaran mikroskopis dari potongan melintang dari satu

buah cripta. Duktusnya keluar menuju rongga mulut. Epitel squamus

stratifide melapisi permukaan yang berhadapan dengan orofaring

berlanjut melapisi permukaan saluran cripte. Wikipeda 2010.

Adapun struktur yang terdapat disekitar tonsila palatina

adalah :9,10,11

1. Anterior : arcus palatoglossus

2. Posterior : arcus palatopharyngeus

3. Superior : palatum mole

4. Inferior : 1/3 posterior lidah

5. Medial : ruang orofaring

6. Lateral : kapsul dipisahkan oleh m. constrictor pharyngis superior oleh

jaringan areolar longgar. A. carotis interna terletak 2,5 cm

dibelakang dan lateral tonsila.

2.4 Vaskularisasi

Arteri terutama masuk melalui polus caudalis, tetapi juga bisa melalui polus

cranialis. Melalui polus caudalis : rr. tonsillaris a. dorsalis linguae, a. palatina

ascendens dan a. facialis. Melalui polus cranialis : rr. tonsillaris a. pharyngica

ascendens dan a. palatina minor. Semua cabang-cabang tersebut merupakan cabang

dari a. carotis eksterna.

4

Page 5: Tonsilitis Kronis Martha Chrismayana

Darah venous dari tonsil terutama dibawa oleh r. tonsillaris v. lingualis dan di

sekitar kapsula tonsil membentuk pleksus venosus yang mempunyai hubungan

dengan pleksus pharyngealis. Vena paratonsil dari palatum mole menuju ke bawah

lewat pada bagian atas tonsillar bed untuk menuangkan isinya ke dalam pleksus

pharyngealis.

Cairan limfe dituangkan ke lnn. submaxillaris, lnn. cervicalis superficialis dan

sebagian besar ke lnn. cervicalis profundus superior terutama pada limfonodi yang

terdapat di dorsal angulus mandibular (lnn. tonsil). Nodus paling penting pada

kelompok ini adalah nodus jugulodigastricus yang terletak di bawah dan belakang

angulus mandibulae.4,9,12

2.5 Innervasi

Innervasi terutama dilayani oleh n. IX (glossopharyngeus) dan juga oleh n. palatina

minor (cabang ganglion sphenopalatina). Pemotongan pada n. IX menyebabkan

anestesia pada semua bagian tonsil (Dandy).4,12

2.6 Imunologi

Tonsilar palatina berperan dalam pertahanan tubuh dengan membentuk imunologi

lokal. Tonislar B sel dapat membentuk lima kelas utama imunoglobulin, bahkan

dalam suatu penelitian dengan menginkubasi antigen spesifik terhadap tonsilar

palatina. Tonsilar palatina mampu membentuk antibody spesifik terhadap diphtheria

toxoid, poliovirus, Streptococcus pneumoniae, Haemophilus influenzae,

Staphylococcus aureus, dan lipopolysaccharide dari E. coli. Adapun imunoglobolin

A lah yang terutama dientuk oleh tonislar B sel.9

Terdapat aktifitas T-cell pada tonsilar palatina, hal ini dapat dilihat dari

kemampuan sel B untuk membentuk humoral imunitas terhadap antigen spesifik.

Suatu penelitian menunjukan pada infeksi yang disebabkan oleh virus varisela

zoster mampu menstimulasi sel-sel limfosit T dan B pada tonsilar palatin lebih dari

limposit yang berada pada pembuluh darah perifer.9

Kombinasi dari tonsilektomy dan adenoidektomy dapat meningkatkan

kerentanan terhadap infeksi dari bakteri dan virus. Menurut penelitian insiden

paralitik poliomielitis meningkat setelah dilakukan oprasi pengangkatan tonsil. Hal

ini membuktikan peranan yang sangat penting dari tonsilar palatina dalam

membentuk imunologi lokal.9,11,12

5

Page 6: Tonsilitis Kronis Martha Chrismayana

2.7 Tonsilitis Kronis

2.7.1 Definisi

Terdapat tiga tipe dari tonsilitis yaitu: akut, subakut, dan kronik. Tonsilitis akut

merupakan reaksi peradangan pada tonsil yang terjadi kurang dari 3 minggu.

Tonsilitis akut dapat disebabkan oleh infeksi bakteri (25%) dan virus (75%).

Tonsilitis subakut merupakan reaksi peradangan pada tonsil yang lebih dari 3

minggu tetapi kurang dari 3 bulan. Tonsilitis subakut ini sering disebabkan oleh

bakteri Actinomyces. Sedangkan tonsilitis kronis merupakan reaksi peradangan

pada tonsil yang terjadi lebih dari 3 bulan. Tonsilitis kronis terutama disebabkan

oleh bakteri.10

Keradangan kronis yang mengenai seluruh jaringan tonsil yang umumnya

didahului oleh suatu keradangan di bagian tubuh lain, seperti misalnya sinusitis,

rhinitis, infeksi umum seperti morbili, dan sebagainya.13,14

Tonsilitis berulang terutama terjadi pada anak-anak dan diantara serangan

tidak jarang tonsil tampak sehat. Tapi tidak jarang keadaan tonsil diluar serangan

membesar disertai dengan hiperemi ringan yang mengenai pilar anterior dan bila

tonsil ditekan keluar detritus.14

2.7.2 Etiologi

Etiologi berdasarkan Morrison yang mengutip hasil penyelidikan dari Commission

on Acute Respiration Disease yang bekerja sama dengan Surgeon General of the

Army, dimana dari 169 kasus didapatkan :

- 25 % disebabkan oleh Streptokokus hemolitikus yang pada masa

penyembuhan tampak adanya kenaikan titer Streptokokus antibodi dalam serum

penderita.

- 25 % disebabkan oleh Streptokokus lain yang tidak menunjukkan kenaikan titer

Sreptokokus antibodi dalam serum penderita.

- Sisanya adalah Pneumokokus, Stafilokokus, Hemofilus influensa.13

Ada pula yang menyebutkan etiologi terjadinya tonsilitis sebagai berikut :11

1. Streptokokus hemolitikus Grup A

2. Hemofilus influensa

3. Streptokokus pneumonia

4. Stafilokokus (dengan dehidrasi, antibiotika)

6

Page 7: Tonsilitis Kronis Martha Chrismayana

5. Tuberkulosis (pada immunocompromise)

2.7.3 Faktor Predisposisi

1. Rangsangan kronis (rokok, makanan)

2. Higiene mulut yang buruk

3. Pengaruh cuaca (udara dingin, lembab, suhu yang berubah-ubah)

4. Alergi (iritasi kronis dari alergen)

5. Keadaan umum (gizi jelek, kelelahan fisik)

6. Pengobatan tonsilitis akut yang tidak adekuat.6,13,15

2.7.4 Patologi

Proses keradangan dimulai pada satu atau lebih kripte tonsil. Karena proses radang

berulang, maka epitel mukosa dan jaringan limfoid terkikis, sehingga pada proses

penyembuhan jaringan limfoid akan diganti oleh jaringan parut. Jaringan ini akan

mengerut sehingga kripte akan melebar. Secara klinis kripte ini akan tampak diisi

oleh detritus (epitel yang mati, sel leukosit yang mati dan bakteri yang menutupi

kripte berupa eksudat berwarna kekuning-kuningan). Proses ini meluas hingga

menembus kapsul dan akhirnya timbul perlekatan dengan jaringan sekitar fossa

tonsil. Pada anak, proses ini dapat disertai dengan pembesaran kelenjar

submandibula.6,13,15

2.7.5 Manifestasi Klinis

Adapun keluhan yang sering dikeluhkan oleh pasien yaitu; adanya penghalang di

tenggorokan, terasa kering dan pernapasan berbau, rasa sakit terus menerus pada

kerongkongan dan sakit waktu menelan, disertai dengan panas badan, sakit kepala,

nyeri pada sendi, dan nyeri yang menjalar ke telinga.6,13,15 Pada anak-anak sering

diikuti dengan keluhan mual, muntah, dan nyeri pada perut.11

Pada pemeriksaan fisik melalui inspeksi didapatkan, terdapat dua macam

gambaran tonsil yang mungkin tampak :

1. Tampak pembesaran tonsil oleh karena hipertrofi dan perlengketan ke jaringan

sekitar, kripte yang melebar, tonsil ditutupi oleh eksudat yang purulen atau

seperti keju.

7

Page 8: Tonsilitis Kronis Martha Chrismayana

2. Mungkin juga dijumpai tonsil tetap kecil, mengeriput, kadang-kadang seperti

terpendam di dalam tonsillar bed dengan tepi yang hiperemis, kripte yang

melebar dan ditutupi eksudat yang purulen.5,13 Gambar 3.

Gambar 3. Tampak pembesaran tonsil kripte yang melebar tonsil ditutupi oleh eksudat yang purulen tepi yang hiperemis. Webster online dictionary, 2010.

Berdasarkan rasio perbandingan tonsil dengan orofaring, dengan mengukur

jarak antara kedua pilar anterior dibandingkan dengan jarak permukaan medial

kedua tonsil, maka gradasi pembesaran tonsil dapat dibagi menjadi :12 Gambar 4

T0 : Tonsil masuk di dalam fossa atau sudah diangkat

T1 : < 25 % volume tonsil dibandingkan dengan volume nasofaring

T2 : 25-50% volume tonsil dibandingkan dengan volume nasofaring

T3 : 50-75% volume tonsil dibandingkan dengan volume nasofaring

T4 : >75% volume tonsil dibandingkan dengan volume nasofaring

Gambar 4. gradasi pembesaran tonsil. Steven T Wright 2003.

8

Page 9: Tonsilitis Kronis Martha Chrismayana

2.7.6 Diagnosis

1. Anamnesa

Anamnesa ini merupakan hal yang sangat penting, karena hampir 50 % diagnosa

dapat ditegakkan dari anamnesa saja. Penderita sering datang dengan keluhan

rasa sakit pada tenggorok yang terus menerus, sakit waktu menelan, nafas bau

busuk, malaise, sakit pada sendi, kadang-kadang ada demam, nyeri pada leher,

sakit kepala, panas, dan nyeri pada telinga. 6,13,15

2. Pemeriksaan Fisik

Tampak tonsil membesar dengan adanya hipertrofi dan jaringan parut. Sebagian

kripte mengalami stenosis, tapi eksudat (purulen) dapat diperlihatkan dari kripte-

kripte tersebut. Pada beberapa kasus, kripte membesar, dan suatu bahan seperti

keju atau dempul yang terlihat pada kripte. Gambaran klinis lain yang sering

tampak adalah dari tonsil yang kecil, biasanya membuat lekukan dan seringkali

dianggap sebagai “kuburan” dimana tepinya hiperemis dan sejumlah kecil sekret

purulen yang tipis terlihat pada kripte.5,13

3. Pemeriksaan Penunjang

Dapat dilakukan kultur dan uji resistensi kuman dari sediaan apus tonsil (swab).

Biakan swab sering menghasilkan beberapa macam kuman dengan derajat

keganasan yang rendah, seperti Streptokokus β hemolitikus, Streptokokus

viridans, Stafilokokus, Pneumokokus.13,15

2.7.7 Diagnosa Banding

Diagnosa banding dari tonsilitis kronis adalah :

1.Penyakit-penyakit yang disertai dengan pembentukan pseudomembran yang

menutupi tonsil (tonsilitis membranosa)

a. Tonsilitis difteri

Disebabkan oleh kuman Corynebacterium diphteriae. Tidak semua orang

yang terinfeksi oleh kuman ini akan sakit. Keadaan ini tergantung pada

titer antitoksin dalam darah. Titer antitoksin sebesar 0,03 sat/cc darah

dapat dianggap cukup memberikan dasar imunitas. Gejalanya terbagi

menjadi 3 golongan besar, umum, lokal dan gejala akibat eksotoksin.

Gejala umum sama seperti gejala infeksi lain, yaitu demam subfebris, nyeri

kepala, tidak nafsu makan, badan lemah, nadi lambat dan keluhan nyeri

9

Page 10: Tonsilitis Kronis Martha Chrismayana

menelan. Gejala lokal yang tampak berupa tonsil membengkak ditutupi

bercak putih kotor yang makin lama makin meluas dan membentuk

pseudomembran yang melekat erat pada dasarnya sehingga bila diangkat

akan mudah berdarah. Gejala akibat eksotoksin dapat menimbulkan

kerusakan jaringan tubuh, misalnya pada jantung dapat terjadi miokarditis

sampai dekompensasi kordis, pada saraf kranial dapat menyebabkan

kelumpuhan otot palatum dan otot pernapasan serta pada ginjal dapat

menimbulkan albuminuria.

Gambar 5 Tonsilitis difteri. Herawati 1999

b. Angina Plaut Vincent (Stomatitis ulseromembranosa)

Gejala yang timbul adalah demam tinggi (39C), nyeri di mulut, gigi dan

kepala, sakit tenggorok, badan lemah, gusi mudah berdarah dan

hipersalivasi. Pada pemeriksaan tampak membran putih keabuan di tonsil,

uvula, dinding faring, gusi dan prosesus alveolaris. Mukosa mulut dan

faring hiperemis. Mulut berbau (foetor ex ore) dan kelenjar submandibula

membesar.

c. Mononukleosis infeksiosa

Terjadi tonsilofaringitis ulseromembranosa bilateral. Membran semu yang

menutup ulkus mudah diangkat tanpa timbul perdarahan, terdapat

pembesaran kelenjar limfe leher, ketiak dan regio inguinal. Gambaran

darah khas, yaitu terdapat leukosit mononukleosis dalam jumlah besar.

Tanda khas yang lain adalah kesanggupan serum pasien untuk

beraglutinasi terhadap sel darah merah domba (Reaksi Paul Bunnel).

10

Page 11: Tonsilitis Kronis Martha Chrismayana

2.Penyakit kronik faring granulomatus

a. Faringitis tuberkulosa

Merupakan proses sekunder dari TBC paru. Keadaan umum pasien buruk

karena anoreksi dan odinofagi. Pasien mengeluh nyeri hebat di tenggorok,

nyeri di telinga (otalgia) dan pembesaran kelenjar limfa leher.

b. Faringitis luetika

Gambaran klinis tergantung dari stadium penyakit primer, sekunder atau

tersier. Pada penyakit ini dapat terjadi ulserasi superfisial yang sembuh

disertai pembentukan jaringan ikat. Sekuele dari gumma bisa

mengakibatkan perforasi palatum mole dan pilar tonsil.

c. Lepra

Penyakit ini dapat menimbulkan nodul atau ulserasi pada faring kemudian

menyembuh dan disertai dengan kehilangan jaringan yang luas dan

timbulnya jaringan ikat.

d. Aktinomikosis faring

Terjadi akibat pembengkakan mukosa yang tidak luas, tidak nyeri, bisa

mengalami ulseasi dan proses supuratif. Blastomikosis dapat

mengakibatkan ulserasi faring yang ireguler, superfisial, dengan dasar

jaringan granulasi yang lunak.

Penyakit-penyakit diatas, keluhan umumnya berhubungan dengan nyeri

tenggorok dan kesulitan menelan. Diagnosa pasti berdasarkan pada pemeriksaan

serologi, hapusan jaringan atau kultur, X-ray dan biopsi.6,15

2.7.8 Komplikasi

Komplikasi dari tonsilitis kronis dapat terjadi secara perkontinuitatum ke daerah

sekitar atau secara hematogen/limfogen ke organ yang jauh dari tonsil.6,14,15,16

1. Komplikasi sekitar tonsil

a. Peritonsilitis

Peradangan tonsil dan daerah sekitarnya yang berat tanpa adanya trismus

dan abses.

11

Page 12: Tonsilitis Kronis Martha Chrismayana

b. Abses Peritonsilar (Quinsy)

Kumpulan nanah yang terbentuk di dalam ruang peritonsil. Sumber infeksi

berasal dari penjalaran tonsilitis akut yang mengalami supurasi, menembus

kapsul tonsil dan penjalaran dari infeksi gigi.

Gambar 6. Abses Peritonsiler. Herawati 1999.

c. Abses Parafaringeal

Infeksi dalam ruang parafaring dapat terjadi melalui aliran getah bening

atau pembuluh darah. Infeksi berasal dari daerah tonsil, faring, sinus

paranasal, adenoid, kelenjar limfe faringeal, mastoid dan os petrosus.

d. Abses Retrofaring

Merupakan pengumpulan pus (nanah) dalam ruang retrofaring. Biasanya

terjadi pada anak usia 3 bulan sampai 5 tahun karena ruang retrofaring

masih berisi kelenjar limfe.

e. Krista Tonsil

Sisa makanan terkumpul dalam kripta mungkin tertutup oleh jaringan

fibrosa dan ini menimbulkan krista berupa tonjolan pada tonsil berwarna

putih atau berupa cekungan, biasanya kecil dan multipel.

f. Tonsilolith (kalkulus dari tonsil)

Terjadinya deposit kalsium fosfat dan kalsium karbonat dalam jaringan

tonsil membentuk bahan keras seperti kapur.

2. Komplikasi ke organ jauh

a. Demam rematik dan penyakit jantung rematik

12

Page 13: Tonsilitis Kronis Martha Chrismayana

b. Glomerulonefritis

c. Episkleritis, konjungtivitis berulang dan koroiditis

d. Psoriasis, eritema multiforme, kronik urtikaria dan purpura

e. Artritis dan fibrositis

2.7.9 Penatalaksanaan

Pengobatan pasti untuk tonsilitis kronis adalah pembedahan dengan pengangkatan

tonsil. Tindakan ini dilakukan pada kasus-kasus dimana penatalaksanaan medis

atau yang konservatif gagal untuk meringankan gejala-gejala. Penatalaksanaan

medis termasuk pemberian penisilin yang lama, irigasi tenggorokan sehari-hari

dan usaha untuk membersihkan kripte tonsil dengan alat irigasi gigi (oral). Ukuran

jaringan tonsil tidak mempunyai hubungan dengan infeksi kronis maupun

berulang.5

Tonsilektomi merupakan suatu prosedur pembedahan yang diusulkan oleh

Celsus dalam De Medicina (10 Masehi), tindakan ini juga merupakan tindakan

pembedahan yang pertama kali didokumentasikan oleh Lague dari Rheims

(1757).10

Indikasi untuk dilakukan tonsilektomi yaitu :1

1. Obstruksi :

Hiperplasia tonsil dengan obstruksi.

Sleep apnea atau gangguan tidur.

Kegagalan untuk bernafas.

Cor Pulmonale.

Gangguan menelan.

Gangguan bicara.

Kelainan orofacial atau dental yang menyebabkan jalan nafas sempit.

2. Infeksi

Tonsilitis kronis (sering berulang).

Tonsilitis dengan :

Abses peritonsiler.

Abses kelenjar limfe leher.

Obstruksi jalan nafas akut.

13

Page 14: Tonsilitis Kronis Martha Chrismayana

Gangguan klep jantung.

Tonsilitis yang persisten dengan :

Sakit tenggorok yang persisten.

Tonsilolithiasis Carrier Streptococcus yang tidak respon terhadap

terapi.

Otitis Media Kronis yang berulang.

3. Neoplasia atau suspek neoplasia benigna / maligna.

Indikasi tonsilektomi secara garis besar terbagi 2, yaitu :

1. Indikasi absolut

a. Tonsilitis akut/kronis yang berulang-ulang.

b. Abses peritonsiler.

c. Karier Difteri.

d. Hipertrofi tonsil yang menutup jalan nafas dan jalan makanan.

e. Biopsi untuk menentukan kemungkinan keganasan.

f. Cor Pulmonale.

2. Indikasi relatif

a. Rhinitis yang berulang-ulang.

b. Ngorok (snorring) dan bernafas melalui mulut.

c. Cervical adenopathy.

d. Adenitis TBC.

e. Penyakit-penyakit sistemik karena Streptokokus hemolitikus

seperti demam rematik. Penyakit jantung rematik, nefritis, dll.

f. Radang saluran nafas atas berulang-ulang.

g. Pertumbuhan badan kurang baik.

h. Tonsil besar.

i. Sakit tenggorokan berulang-ulang.

j. Sakit telinga berulang-ulang.

Secara umum dapat disebutkan indikasi tonsilektomi adalah:

1. Infeksi berulang 3 kali dalam setahun selama 3 tahun, 5 kali setahun

selama 2 tahun, 7 kali atau lebih dalam setahun atau tidak masuk

kerja/sekolah lebih dari 2 minggu dalam 1 tahun karena penyakitnya itu,

14

Page 15: Tonsilitis Kronis Martha Chrismayana

2. Hipertrofi sehingga menyebabkan obstruksi saluran nafas atas

(obstruksi,sleep apnea),

3. Abses peritonsiler,

4. Kemungkinan keganasan, baik pembesaran unilateral atau mencari sumber

primer yang tidak diketahui,

5. Hipertrofi yang menyebabkan masalah pencernaan,

6. Tonsilitis rekuren yang menyebabkan kejang demam,

7. Karier difteri.

Sedangkan kontraindikasi dari tonsilektomi adalah :

1. Kontraindikasi relatif

a. Palatoschizis,

b. Radang akut, termasuk tonsilitis,

c. Poliomielitis epidemika,

d. Umur kurang dari 3 tahun.

2. Kontraindikasi absolut

a. Diskariasis darah, leukemia, purpura, anemia aplastik, hemofilia,

b. Penyakit sistemis yang tidak terkontrol seperti diabetes melitus,

penyakit jantung, dan sebagainya.2,5,6,11,17

Gambar 7. Keadaan penderita sebelum dan setelah dilakukan Tonsilektomi. Adam 2005.

15

Page 16: Tonsilitis Kronis Martha Chrismayana

BAB 3

LAPORAN KASUS

I. Identitas Penderita

Nama : IPD

Umur : 19 tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Hindu

Pendidikan : Mahasiswa

Alamat : RenonDenpasar.

Pekerjaan : -

Tanggal Pemeriksaan : 1 September 2010

II. Anamnesis

Keluhan utama : Panas disertai rasa mengganjal di tenggorokan.

Penderita datang dalam keadaan sadar dan diantar oleh keluarganya. Pasien

mengeluhkan panas sejak empat hari yang lalu. Panas dirasakan naik turun, turun

setelah pasein meminum parasetamol. Pasien juga mengeluhkan adanya rasa

mengganjal pada tenggorokannya sejak empat hari yang lalu. Rasa mengganjal

tersebut dirasakan terus menerus. Selain itu pasien juga mengeluh rasa nyeri pada

tenggorokannya dan bertambah berat saat pasien menelan. Saat menelan sejak 2 hari

yang lalu. Selama sakit pasien merasa tenggorokkannya terasa kering. Selain itu

penderita juga mengeluh batuk tanpa disertai dahak sejak tiga hari yang lalu. Keluhan

pilek tidak ada. Gangguan suara, sesak nafas, serta nyeri persendian tidak ada.

Sebelumnya penderita sering mengalami keluhan yang serupa, dan sempat berobat ke

dokter spesialis THT ± 1 tahun yang lalu saat masih SMA di Lombok dan dikatakan

mengalami tonsilitis. Pasien diberikan antibiotik dan disarankan dilakukan

pengangkatan tonsil. Namun tidak dilakukan oleh pasien.

Pasien dikatakan tidak pernah terganggu tidurnya, pasien tidak mengorok, dan

tidak mengalami gangguan saat berbicara. Batuk yang lebih dari 3 minggu disangkal

oleh pasien.

16

Page 17: Tonsilitis Kronis Martha Chrismayana

Riwayat penyakit dahulu : Sebelumnya pasien sering mengalami keluhan yang sama

sebelumnya 4 kali selama 1 tahun terakhir.

Riwayat penyakit yang sama dalam keluarga : tidak ada dalam keluarga penderita

mengalami keluhan serupa seperti pasien.

Riwayat sosial pribadi dan lingkungan: pasien merupakan mahasiswa kedokteran

gigi Maha Saraswati, pasien tidak memiliki kebiasaan merokok dan meminum

alkohol.

Keluhan Tambahan :

Telinga Kanan Kiri Hidung Kanan Kiri Tenggorok

Sekret : - - Sekret : - - Riak -

Tuli : - - Tersumbat : - - Tumor -

Tumor : - - Tumor : - - Sakit +

Tinitus : - - Pilek : - - Sesak -

Sakit : - - Sakit : - - Ggn.Suara -

Corp.alienum - - Corp.alienum : - - Batuk -

Vertigo :Tidak ada Bersin : : - - Corpus

Alienum -

III. Pemeriksaan Fisik

Vital Sign

Keadaan umum : Baik

Kesadaran : Compos Mentis

Tekanan Darah : 110/70 mmHg

Nadi : 88 kali permenit

Respirasi : 20 kali permenit

Temperatur : 37,8C

Status General

Kepala : Normocephali

Muka : Simetris

Mata : An -/-, Ict -/-, Rp +/+ isokor

17

Page 18: Tonsilitis Kronis Martha Chrismayana

THT : ~ status lokalis

Leher : pembesaran kelenjar -/-

Thorax : Cor : S1S2 tunggal reguler, murmur –

Po : vesikuler +/+, ronkhi -/-, wheezing -/-

Abdomen : distensi -, BU + N, H/L ttb

Ekstremitas :Edema -/-, akral hangat +/+

Status Lokalis THT

Telinga kanan/kiri Hidung kanan/kiri

Daun telinga : N/N Hidung luar : N/N

Liang telinga : lapang/lapang Kavum nasi : lapang/lapang

Discharge : -/- Septum : deviasi -

Membran Timpani : intak/intak Discharge : -/-

Tumor : -/- Mukosa : merahmuda/merahmuda

Mastoid : N/N Tumor : -/-

Tes pendengaran Konka : dekongesti/dekongesti

Suara bisik : tidak dikerjakan Sinus : nyeri tekan -/-

Weber : Lateralisasi - Koana : N/N

Rinne : +/+

Schwabach : N/N

Tes alat keseimbangan: tidak dilakukan

Tenggorok

Dispneu : - Stridor : -

Sianosis : - Suara : tidak ada kelainan

Mukosa : merah muda Tonsil : T2/T2

Dinding belakang : normal Hiperemis +/+

Permukaan tidak rata/tidak rata

Kripte melebar +/+

Detritus -/-

Fiksasi -/-

18

Page 19: Tonsilitis Kronis Martha Chrismayana

IV. Resume

Penderita perempuan, 19 tahun, Hindu, Bali, datang dengan keluhan panas disertai

perasaan mengganjal pada tenggorokan sejak empat hari yang lulu . pasien juga

mengelhkan rasa sakit pada tenggorokan yang dirasakan terutama saat pasien menelan

makanan. Selain itu pasien juga mengeluhkan batuk namun tanpa dahak. Riwayat

penyakit yang sama sebelumnya (+) dan sering kumat-kumatan ± 4 kali selama 1

tahun terakhir. Sebelumnya penderita sempat berobat ke dokter spesialis THT ± 1

tahun yang lalu dan dikatakan mengalami tonsilitis.

Status lokalis THT :

Tonsil Kanan Kiri

Pembesaran T2 T2

Hiperemis + +

Permukaan mukosa tidak rata tidak rata

Kripte melebar melebar

Detritus - -

V. Diagnosis Diferensial

1. Tonsilitis Kronis

2. Tonsilitis Difteri

3. Angina Plaut Vincent (stomatitis ulceromembranosa)

4. Mononukleosis Infeksiosa

5. Tonsilitis Akut

VI. Diagnosis Kerja

Tonsilitis Kronis

VII. Usulan Pemeriksaan

Biakan swab tenggorok dan tes kepekaan kuman (sensitivity test)

VIII. Rencana Terapi

Terapi medikamentosa yang diberikan pada pasien yaitu:

Parasetamol 3 x 500 mg

Amoxsisilin 3 x 500 mg ( selama 1 minggu)

Kontrol poli 1 minggu kemudian.

19

Page 20: Tonsilitis Kronis Martha Chrismayana

Pro Tonsilektomi (Cek Laboratorium DL, BT/CT, PTT/APTT) saat tonsil

suadah tenang.

IX. Prognosis

Dubious ad Bonam

20

Page 21: Tonsilitis Kronis Martha Chrismayana

BAB 4

PEMBAHASAN

Dari anamnesis didapatkan bahwa pasien seorang perempuan, berumur 19 tahun, suku

Bali datang dengan keluhan panas badan sejak empat hari yang lalu. Panas menurun

setelah diberikan parasetamol namun naik kembali. Pasien juga mengeluhakan perasaan

mengganjal di bagian tenggorokan yang muncul bebearapa jam setelah keluhan panas

muncul. Pasien juga mengeluhkan rasa sakit pada tenggorokan terutama dirasakan saat

pasien menelan. Pasien juga mengeluhkan batuk-batuk namun tidak berdahak. Pilek (-),

nyeri sendi (-), sakit kepala (-) BAK dan BAB dalam batas normal. Pasien pernah

mengalami penyakit seperti ini sebelumnya dan dinyatakan mengalami tonsilitis oleh

spesialis THT di Lombok. Pasien disarankan untuk melakukan tonsilektomi, tetapi tidak

dilakukan oleh pasien. Dari anamnesis tersebut menunjukan bahwa pasien mengalami

infeksi, dan dari riwayat sebelumnya bahwa pasien telah terdiagnosis mengalami

tonsilitis. Kemungkinan besar pasien mengalami tonsilitis kronis.

Dari pemeriksaan fisik ditemukan adanya pembesaran tonsil T2/T2 yang

hiperemis, permukaan tidak rata, pelebaran kripte pada kedua tonsil (+/+), dan tidak

ditemukan adanya detritus. Dari pemeriksaan fisik tersebut pasien dapat dikatakan

mengalami tonsilitis, dan hal ini sudah terjadi lebih dari tiga bulan dan telah terjadi

keluhan yang serupa beberapa kali dalam dua tahun ini. Pasien telah benar dinyatakan

mengalami tonsilitis kronis.

Untuk membedakan dengan Angina Plaut Vincent dilakukan pemeriksaan

higiene mulut. Dimana biasanya pada Angina Plaut Vincent, higiene mulut penderita

buruk yang dapat berupa gigi dan gusi yang mudah berdarah, hiperemis pada mukosa

mulut dan faring, mulut berbau dan pembesaran kelenjar submandibula. Pada penderita

ini hal tersebut tidak ditemukan sehingga diagnosa Angina Plaut Vincent dapat

disingkirkan. Pada Mononukleosis infeksiosa keluhan biasanya disertai pembesaran

kelenjar limfe leher, ketiak dan regio inguional. Sehingga diagnosis banding

Mononukleosis infeksiosa dapat disingkirkan.

Terapi utama yang direncanakan untuk penderita ini adalah tonsilectomy. Hal ini sesuai

dengan indikasinya, yaitu tonsilitis berulang 4 kali dalam setahun. Namun saat ini

tonsil pasien dalam keadaan radang akut yang merupakan kontra indikasi dilakukan

21

Page 22: Tonsilitis Kronis Martha Chrismayana

tonsilektomi. Pemberian Parasetamiol untuk menghilangkan keluhan panas dan anti

nyeri sudah tepat. Pemberian antibiotika kepada pasien juga sudah tepat untuk

mengobati radang akut pasien. Untuk tindakan operatif ini perlu diberikan KIE yang

jelas ke keluarga penderita, dan bila setuju untuk dilakukan tindakan, maka perlu

dilakukan pemeriksaan lab dan dikonsulkan ke anestesi. Hal ini dilakukan ketika radang

akut pada pasien sudah ditangani.

22

Page 23: Tonsilitis Kronis Martha Chrismayana

DAFTAR PUSTAKA

1. Brodsky, L & Poje, C (2007). Tonsillitis, Tonsillectomy, and Adenoidectomy. Dalam : Bailey, BJ. Head & Neck Surgery Otolaryngology, Vol 1, third ed. Lippincott Milliams & Wilkins.

2. Pracy, R. et al (1974) Pelajaran Ringkas THT, penerbit PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

3. Sudana, W., Indikasi Tonsiloadenoidektomi, Lab/UPF THT FK UNUD RSUP, Denpasar.

4. Karmaya, N.M.; Sana, I.G.N.P. & Sukardi, E. (1979), Tonsilla Palatina, Anatomi, Pertumbuhan dan Perkembangannya, dalam : Masna, P.W. (ed) Tonsilla Palatina dan Permasalahannya, FK UNUD, Denpasar

5. Adams, G.L. (1997), Penyakit-penyakit Nasofaring dan Orofaring,dalam Harjanto, E. dkk (ed) Boies Buku Ajar Penyakit THT, edisi ke6, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.

6. Rusmarjono & Soepardi, E.A. (2001), Penyakit Serta Kelainan Faring dan Tonsil, dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher, FKUI, Jakarta.

7. Wirawan, S. & Puthra, I.G.A.G. (1979), Arti Fungsionil dari Elemen-elemen Histologis Tonsil, dalam : Masna, P.W. (ed) Tonsilla Palatina dan Permasalahannya, FK UNUD, Denpasar..

8. Rusmarjono & Kartosoediro, S. (2001), Odinofagi, dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher, FKUI, Jakarta

9. Snell, R.S. (1991) Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran, bagian 3, edisi 3, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.

10. Rukmini S. & Herawati S.(1999), Teknik Pemeriksaan Telinga Hidung & Tenggorok, edisi 1, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.

11. Anonim (2003) The Oral Cavity, Pharynx & Esophagus dalam Lee, K.J. (eds) Essential Otolaryngology Head & Neck Surgery, McGraw Hill Medical Publishing Division, USA.

12. Masna, P.W., Tonsilitis, Tonsilektomi dan Adenoidektomi, Lab/UPF THT FK UNUD RSUP, Denpasar

13. Oka, I.B. (1979), Tonsillitis, dalam : Masna, P.W. (ed) Tonsilla Palatina dan Permasalahannya, FK UNUD, Denpasar.

14. Masna, P.W. (1992) Tonsilitis Kronis, dalam Pedoman Diagnosa dan terapi Ilmu Penyakit THT RSUP Denpasar, Lab/UPF THT FK UNUD RSUP, Denpasar.

15. Mansjoer, A. dkk (2001) Kapita Selekta Kedokteran, edisi ke3, Jilid pertama, penerbit Media Aesculapius, FKUI, Jakarta.

16. Suardana, W. (1979), Komplikasi Peradangan Menahun Tonsil, dalam : Masna, P.W. (ed) Tonsilla Palatina dan Permasalahannya, FK UNUD, Denpasar.

23

Page 24: Tonsilitis Kronis Martha Chrismayana

17. Masna, P.W. (1979), Tonsillectomy & Adenoidectomy, dalam : Masna, P.W. (ed) Tonsilla Palatina dan Permasalahannya, FK UNUD, Denpasar.

18. Maryland Medical Center Programs (2004), Aftercare-Tonsillectomy, Akses 12 Mei 2006, Available at www.umm.edu/surgeries/graphics/tonsillectomy_4.jpg</TITL

24

Page 25: Tonsilitis Kronis Martha Chrismayana