70
BAB I PENDAHULUAN Transfusi darah merupakan proses mentransfer darah dari satu orang ke dalam sistem peredaran darah orang lain. Darah yang tersimpan di dalam kantong darah dimasukan ke dalam tubuh melalui selang infus. Transfusi darah diperlukan saat tubuh kehilangan banyak darah, misalnya pada kecelakaan, trauma atau operasi pembedahan yang besar, penyakit yang menyebabkan terjadinya perdarahan misal maag khronis dan berdarah, juga penyakit yang menyebabkan kerusakan sel darah dalam jumlah besar, misal anemia hemolitik atau trombositopenia. Orang yang menderita hemofilia atau penyakit sel sabit mungkin memerlukan transfusi darah sering. Masalah utama transfusi darah yang saat ini masih ada adalah kecelakaan akibat ketidakcocokan golongan darah. Meskipun angka kejadiannya boleh dikatakan sangat kecil namun inkompabilitas transfusi darah ini beresiko menyebabkan penderita mengalami reaksi yang sangat serius dan mengancam nyawa. Beberapa penderita mendonorkan darahnya beberapa minggu sebelum dioperasi. Jika dalam operasi dibutuhkan darah maka dia dapat menggunakan darahnya sendiri sehingga reaksi transfusi dapat dikurangi. Darah transfusi di Indonesia relatif aman dan bebas dari segala macam penyakit berbahaya. Setiap darah donor akan 1

Referat Dr Toton

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Referat Dr Toton

Citation preview

Page 1: Referat Dr Toton

BAB I

PENDAHULUAN

Transfusi darah merupakan proses mentransfer darah dari satu orang ke dalam sistem

peredaran darah orang lain. Darah yang tersimpan di dalam kantong darah dimasukan ke

dalam tubuh melalui selang infus. Transfusi darah diperlukan saat tubuh kehilangan banyak

darah, misalnya pada kecelakaan, trauma atau operasi pembedahan yang besar, penyakit yang

menyebabkan terjadinya perdarahan misal maag khronis dan berdarah, juga penyakit yang

menyebabkan kerusakan sel darah dalam jumlah besar, misal anemia hemolitik atau

trombositopenia. Orang yang menderita hemofilia atau penyakit sel sabit mungkin

memerlukan transfusi darah sering.

Masalah utama transfusi darah yang saat ini masih ada adalah kecelakaan akibat

ketidakcocokan golongan darah. Meskipun angka kejadiannya boleh dikatakan sangat kecil

namun inkompabilitas transfusi darah ini beresiko menyebabkan penderita mengalami reaksi

yang sangat serius dan mengancam nyawa. Beberapa penderita mendonorkan darahnya

beberapa minggu sebelum dioperasi. Jika dalam operasi dibutuhkan darah maka dia dapat

menggunakan darahnya sendiri sehingga reaksi transfusi dapat dikurangi.

Darah transfusi di Indonesia relatif aman dan bebas dari segala macam penyakit

berbahaya. Setiap darah donor akan dilakukan pemeriksaan yang ketat sehingga jarang sekali

seseorang mendapatkan penyakit dari darah donor.

1

Page 2: Referat Dr Toton

BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi

Transfusi Darah adalah proses pemindahan darah dari seseorang yang sehat (donor) ke

orang sakit (resipien) yang diberikan secara intravena melalui pembuluh darah(1). Darah yang

dipindahkan dapat berupa darah lengkap dan komponen darah. Transfusi darah dapat

dikelompokkan menjadi 2 golongan utama berdasarkan sumbernya,yaitu transfusi allogenic

dan transfusi autologus. Transfusi allogenic adalah darah yang disimpan untuk transfusi

berasal dari tubuh orang lain. Sedangkan transfusi autologus adalah darah yang disimpan

berasal dari tubuh donor sendiri yang diambil 3 unit beberapa hari sebelumnya, dan setelah 3

hari ditransferkan kembali ke pasien(2).

Transfusi darah masif

Perdarahan masif ialah perdarahan lebih dari sepertiga volum darah dalam waktu lebih

dari 24 jam.Definisi dari transfusi darah masif masih belum jelas dan banyak versi, seperti (2):

1. Transfusi darah sebanyak lebih dari 1-2 kali volum darah dalam waktu lebih dari 24

jam.

2. Transfusi darah lebih besar dari 50% volum darah dalam waktu singkat (misalnya, 5

unit dalam 1 jam untuk berat 70 kg)

Transfusi Sangat Darurat

Bagi pasien dengan perdarahan hebat, waktu yang diperlukan untuk uji silang lengkap terlalu

lama atau tidak tersedia darah dengan golongan yang sama. Pilihan yang dapat diberikan

adalah PRC golongan O tanpa uji silang (donor universal). Jika PRC O tidak ada, untuk

resipien AB dapat diberikan golongan A atau B. Pasien bukan golongan O yang sudah

mendapat transfusi O sebanyak > 4 unit, jika perlu transfusi lagi dalam jangka 2 minggu,

masih harus tetap diberi golongan O, kecuali telah dibuktikan bahwa titer anti A dan anti-B

nya telah turun <1/200. Berbeda dengan di Barat, hampir seluruh populasi Indonesia Rhesus

(+) maka semua unit O dapat digunakan. (5)

2

Page 3: Referat Dr Toton

B.Tujuan Transfusi Darah

Meningkatkan kemampuan darah dalam mengangkut oksigen

Memperbaiki volume darah tubuh

Memperbaiki kekebalan

Memperbaiki masalah pembekuan

C. Indikasi Transfusi Darah

1. Perdarahan akut sampai Hb < 8 gr% atau Ht <30%

Pada orang tua, kelainan paru, kelainan jantung Hb <10 g/dl(2)

2. Pada pembedahan mayor kehilangan darah >20% volume darah(2)

3. Pada bayi anak yang kehilangan darah >15%, dengan kadar Hb yang normal

Pada bayi anak, jika kehilangan darah hanya 10-15% dengan kadar Hb normal tidak

perlu transfusi darah, cukup dengan diberi cairan kristaloid atau koloid, sedang >15%

perlu transfusi karena terdapat gangguan pengangkutan Oksigen. (2)

4. Pada orang dewasa yang kehilangan darah sebanyak 20%, dengan kadar Hb normal

Kehilangan darah sampai 20% dapat menyebabkan gangguan faktor pembekuan(2)

Kebutuhan transfusi dapat ditetapkan pada saat prabedah berdasarkan nilai hematokrit

dan EBV. EBV pada neonatus prematur 95 ml/kgBB, fullterm 85 ml/kgBB, bayi 80 ml/kgBB

dan pada dewasa laki-laki 75 ml/kgBB, perempuan 65 ml/kgBB.

Untuk menentukan jumlah perdarahan yang diperlukan agar Hct menjadi 30% dapat

dihitung sebagai berikut:

1. EBV

2. Estimasi volume sel darah merah pada Hct prabedah

3. Estimasi volume sel darah merah pada Hct 30% prabedah (RBCV%)

4. Volume sel darah merah yang hilang (RBCV lost = RBCV preop – RBCV 30%)

5. Jumlah darah yang boleh hilang = RBCV lost x 3

Trasfusi dilakukan jika perdarahan melebihi nilai RBCV lost x 3

Selain cara diatas, terdapat pendapat mengenai penggantian cairan akibat pendarahan

sebagai berikut:

3

Page 4: Referat Dr Toton

Berdasarkan berat ringannya perdarahan:

1. Perdarahan ringan, perdarahan sampai 10% EBV, 10-15% cukup diganti dengan

cairan elektrolit

2. Perdarahan sedang, perdarahan 10-20% EBV, 15-30% dapat diganti dengan cairan

kristaloid dan koloid

3. Perdarahan berat, perdarahan 20-50% EBV, >30%, harus diganti dengan transfusi

darah.

D. Darah dan Komponen Darah

Darah terdiri dari dua komponen(3):

1. Korpuskuler adalah unsur padat darah yaitu sel-sel darah Eritrosit, Lekosit, Trombosit.

2. Plasma Darah adalah cairan darah.

Fungsi Umum Darah (3):

1. Transportasi (sari makanan, oksigen, karbondioksida, sampah dan air)

2. Termoregulasi (pengatur suhu tubuh)

3. Imunologi (mengandung antibodi tubuh)

4. Homeostasis (mengatur keseimbangan zat, pH regulator)

Darah asal katanya dari bahasa Yunani haima artinya darah. Seseorang yang

membutuhkan sejumlah besar darah dalam waktu yang segera (misalnya karena perdarahan

hebat), bisa menerima darah lengkap untuk membantu memperbaiki volume cairan dan

sirkulasinya.Darah lengkap juga bisa diberikan jika komponen darah yang diperlukan tidak

dapat diberikan secara terpisah.

Komponen darah yang paling sering ditransfusikan adalah packed red blood cells

(PRC), yang bisa memperbaiki kapasitas pengangkut oksigen dalam darah.Komponen ini bisa

diberikan kepada seseorang yang mengalami perdarahan atau penderita anemia berat.Yang

jauh lebih mahal daripada PRC adalah frozen-thawed red blood cells, yang biasanya

dicadangkan untuk transfusi golongan darah yang jarang.Beberapa orang yang membutuhkan

darah mengalami alergi terhadap darah donor. Jika obat tidak dapat mencegah reaksi alergi

ini, maka harus diberikan sel darah merah yang sudah dicuci.

4

Page 5: Referat Dr Toton

Jumlah trombosit yang terlalu sedikit (trombositopenia) bisa menyebabkan perdarahan

spontan dan hebat. Transfusi trombosit bisa memperbaiki kemampuan pembekuan darah.

Faktor pembekuan darah adalah protein plasma yang secara normal bekerja dengan trombosit

untuk membantu membekunya darah.Tanpa pembekuan, perdarahan karena suatu cedera

tidak akan berhenti.Faktor pembekuan darah yang pekat bisa diberikan kepada penderita

kelainan perdarahan bawaan, seperti hemofilia atau penyakit von Willebrand.

Plasma juga merupakan sumber dari faktro pembekuan darah.Plasma segar yang

dibekukan digunakan pada kelainan perdarahan, dimana tidak diketahui faktor pembekuan

mana yang hilang atau jika tidak dapat diberikan faktor pembekuan darah yang pekat.

Plasma segar yang dibekukan juga digunakan pada perdarahan yang disebabkan oleh

pembentukan protein faktor pembekuan yang tidak memadai, yang merupakan akibat dari

kegagalan hati.

Meskipun jarang, sel darah putih ditransfusikan untuk mengobati infeksi yang

mengancam nyawa penderita yang jumlah sel darah putihnya sangat berkurang atau penderita

yang sel darah putihnya tidak berfungsi secara normal.Pada keadaan ini biasanya digunakan

antibiotik.Antibodi (imunoglobulin), yang merupakan komponen darah untuk melawan

penyakit, juga kadang diberikan untuk membangun kekebalan pada orang-orang yang telah

terpapar oleh penyakit infeksi (misalnya cacar air atau hepatitis) atau pada orang yang kadar

antibodinya rendah.

E.Macam Transfusi Darah

Selama transfusi tubuh akan menerima “whole blood” atau komponen darah seperti:

Sel darah merah : sel yang membawa oksigen menuju dan dari jaringan atau organ

Platelet : sel yang dapat digunakan untuk mengontrol perdarahan

Plasma : bagian cairan darah yang membantu pembekuan darah

Macam-macam transfusi darah:

5

Page 6: Referat Dr Toton

1. Darah Lengkap/ Whole Blood (WB)

Diberikan pada penderita yang mengalami perdarahan akut, syok hipovolemik, bedah

mayor dengan perdarahan >1500 ml. Darah lengkap ada 3 macam, yaitu:

a) Darah segar

Yaitu darah yang baru diambil dari donor sampai <48 jam sesudah pengambilan (2).

Keuntungan pemakaian darah segar ialah faktor pembekuannya masih lengkap

termasuk faktor labil (V dan VIII) dan fungsi eritrosit masih relatif baik. Kerugiannya

sulit diperoleh dalam waktu yang tepat karena untuk pemeriksaan golongan, reaksi

silang dan transportasi diperlukan waktu lebih dari 4 jam dan resiko penularan

penyakit relatif banyak.

b) Darah Baru

Yaitu darah yang disimpan < 6 hari sesudah diambil dari donor. Faktor pembekuan

disini sudah hampir habis, dan juga dapat terjadi peningkatan kadar kalium, amonia,

dan asam laktat.

c) Darah Simpan

Darah yang disimpan antara 6-35 hari. Keuntungannya mudah tersedia setiap saat,

bahaya penularan lues dan sitomegalovirus hilang. Sedang kerugiaannya ialah faktor

pembekuan terutama faktor V dan VIII sudah habis. Kemampuan transportasi oksigen

oleh eritrosit menurun yang disebabkan karena afinitas Hb terhadap oksigen yang

tinggi, sehingga oksigen sukar dilepas ke jaringan. Hal ini disebabkan oleh penurunan

kadar 2,3 DPG. Kadar kalium, amonia, dan asam laktat tinggi.

2. Packed Red Cell

PRC berasal dari darah lengkap yang disedimentasikan selama penyimpanan, atau

dengan sentrifugasi putaran tinggi. Sebagian besar (2/3) dari plasma dibuang.(1) Satu

unit PRC dari 500 ml darah lengkap volumenya 200-250 ml dengan kadar hematokrit 70-

80%, volume plasma 15-25 ml, dan volume antikoagulan 10-15 ml. Mempunyai daya

pembawa oksigen dua kali lebih besar dari satu unit darah lengkap. Waktu penyimpanan

sama dengan darah lengkap. (4,7)

6

Page 7: Referat Dr Toton

Secara umum pemakaian PRC ini dipakai pada pasien anemia yang tidak disertai

penurunan volume darah, misalnya pasien dengan anemia hemolitik, anemia hipoplastik

kronik, leukemia akut, leukemia kronik, penyakit keganasan, talasemia, gagal ginjal

kronis, dan perdarahan-perdarahan kronis yang ada tanda “oksigen need” (rasa sesak,

mata berkunang, palpitasi, pusing, dan gelisah). PRC diberikan sampai tanda oksigen

need hilang. Biasanya pada Hb 8-10 gr/dl.(4,7)

Untuk menaikkan kadar Hb sebanyak 1 gr/dl diperlukan PRC 4 ml/kgBB atau 1 unit

dapat menaikkan kadar hematokrit 3-5 %. (4,7)

Keuntungan transfusi PRC dibanding darah lengkap : (7)

1. Kemungkinan overload sirkulasi menjadi minimal

2. Reaksi transfusi akibat komponen plasma menjadi minimal.

3. Reaksi transfusi akibat antibodi donor menjadi minimal.

4. Akibat samping akibat volume antikoagulan yang berlebihan menjadi minimal.

5. Meningkatnya daya guna pemakaian darah karena sisa plasma dapat dibuat

menjadi komponen-komponen yang lain.

Kerugian PRC adalah masih cukup banyak plasma, lekosit, dan trombosit yang

tertinggal sehingga masih bisa terjadi sensitisasi yang dapat memicu timbulnya

pembentukan antibodi terhadap darah donor. Untuk mengurangi efek samping komponen

non eritrosit maka dibuat PRC yang dicuci (washed PRC). Dibuat dari darah utuh yang

dicuci dengan normal saline sebanyak tiga kali untuk menghilangkan antibodi. Washed

PRC hanya dapat disimpan selama 4 jam pada suhu 4oC, karena itu harus segera

diberikan.

3. Leukosit/Granulosit konsentrat

Diberikan pada penderita yang jumlah leukositnya turun berat, infeksi yang tidak

membaik/ berat yang tidak sembuh dengan pemberian antibiotik, kualitas Leukosit

menurun. Komponen ini dibuat dari seorang donor dengan metode pemutaran melalui

hemonetic –30. Dengan alat ini darah dari donor dilakukan pemutaran terus-menerus,

memisahkan dan mengumpulkan buffy coat yang banyak mengandung granulosit

7

Page 8: Referat Dr Toton

limfosit dan platelet kemudian dicampur dengan larutan sitrat sebagai antikoagulan yang

akhirnya dilarutkan dalam plasma. (7)

Indikasi :

1. Penderita neutropenia dengan febris yang tinggi yang gagal dengan antibiotik

2. Anemia aplastik dengan lekosit kurang dari 2000/ml

3. Penyakit-penyakit keganasan lainnya.

Kapan saat yang tepat untuk pemberian transfusi granulosit, masih belum pasti.

Umumnya para klinisi menganjurkan pemberian transfusi granulosit pada penderita

neutropenia dengan panas yang tinggi dan gagal diobati dengan antibiotik yang adekuat

lebih dari 48 jam. Efek pemberian transfusi granulosit tampak dari penurunan suhu

badan penderita terjadi pada 1-2 jam setelah transfusi.

4. Trombosit

Diberikan pada penderita yang mengalami gangguan jumlah atau fungsi trombosit.

Komponen ini didapat dari darah segar dengan metode pemutaran dengan waktu tertentu,

sehingga akhirnya didapat konsentrat platelet yang volumenya 25-40 ml/unit yang berisi

minimal 5,5×1010 platelet dan beberapa sel darah merah yang tercampur di dalamnya

bersama plasma untuk mempertahankan pH di atas 6 selama waktu penyimpanan.

Dengan satu unit konsentrat platelet biasanya akan menaikkan jumlah platelet sebesar

9.000-11.000 /m3 luas badan. Sehingga untuk keadaan trombositopenia yang berat

dibutuhkan sampai 8-10 unit.

5. Plasma biasa dan Plasma Segar Beku

Dari 250 ml darah utuh diperoleh 125 ml plasma. Plasma banyak digunakan untuk

mengatasi gangguan koagulasi yang tidak disebabkan oleh trombositopenia, mengganti

plasma yang hilang, defisiensi imunoglobulin dan overdosis obat antikoagulans

(warfarin,dsb).(12) Plasma tersedia dalam berbagai bentuk sediaan sebagai berikut :

Plasma segar (Fresh Plasma)

Dari darah utuh segar (<6 jam). Berisi semua faktor pembekuan (juga faktor labil) dan

trombosit. Harus diberikan dalam 6 jam. (2,7)

8

Page 9: Referat Dr Toton

Plasma Segar Beku (Fresh Frozen Plasma)

Didapat dari pemisahan darah segar (darah donor kurang dari 6 jam) dengan metode

pemutaran, kemudian dibekukan dan disimpan pada temperatur –30oC. Karena dibuat

dari darah segar, maka hampir semua faktor-faktor pembekuan masih utuh selama

penyimpanan –30oC kecuali trombosit. Tapi bila disimpan pada temperatur 4oC, maka

semua faktor pembekuan yang labil itu akan rusak menjadi plasma biasa. (7). Kriteria

pemberian Fresh Frozen Plasma : (7)

a. Perdarahan menyeluruh yang tidak dapat dikendalikan dengan jahitan bedah

atau kauter.

b. Peningkatan PT atau PTT minimal 1,5 kali dari normal.

c. Hitung trombosit lebih besar dari 70.000/mm3 (untuk menjamin bahwa

trombositopenia bukan merupakan penyebab perdarahan).

ASA merekomendasikan pemberian FFP dengan mengikuti petunjuk berikut : (7)

a. Segera setelah terapi warfarin

b. Untuk koreksi defisiensi faktor koagulasi yang mana untuk faktor yang spesifik

tidak tersedia.

b. Untuk koreksi perdarahan mikrovaskuler sewaktu terjadi peningkatan >1,5

kali nilai normal PT atau PTT

d. Untuk koreksi perdarahan sekunder mikrovaskuler yang meningkat akibat

defisiensi faktor koagulasi pada pasien yang ditransfusi lebih dari satu unit

volume darah dan jika PT dan PTT tidak dapat diperoleh saat dibutuhkan.

e. FFP sebaiknya diberikan dalam dosis yang diperhitungkan mencapai suatu

konsentrasi plasma minimum 30% (biasanya tercapai dengan pemberian 10-15

ml/kg), kecuali setelah pemberian warfarin yang mana biasanya cukup antara

5-8 ml/kg.

f. FFP dikontraindikasikan untuk peningkatan volume plasma atau konsentrasi

albumin.

2. Plasma biasa (Plasma Simpan)

Mengandung faktor stabil fibrinogen, albumin, dan globulin. Didapat dari dari darah

lengkap yang telah mengalami penyimpanan. Dari 250 cc darah lengkap diperoleh 125

cc plasma. Dapat bertahan selama 2 bulan pada suhu 4oC. Indikasi : (6,7)

a. Untuk mengatasi keadaan shok (sebelum darah datang).

9

Page 10: Referat Dr Toton

b. Memperbaiki volume sirkulasi darah.

c. Mengganti protein plasma yang hilang pada luka bakar yang luas.

d. Mengganti dan menambah jumlah faktor-faktor tertentu yang hilang misalnya

fibrinogen, albumin, dan globulin.

Plasma diberikan pada kehilangan plasma misalnya dengue hemoragik fever, atau

luka bakar yang luas. Dosis pemberian tergantung keadaan klinis. Umumnya diberikan

10-15 ml/kgBB/hari. Hati-hati pada orang tua, karena kemungkinan terjadinya payah

jantung atau overload sirkulasi. Indikasi ini sekarang tidak dianjurkan lagi karena lebih

aman menggunakan terapi larutan koloid atau albumin yang bebas resiko transmisi

penyakit. (6,7)

F.Penggolongan dan Pengumpulan Darah

Penggolongan Darah (3)

Berdasarkan sistem antigen telah dikenal lebih dari 20 golongan darah. Untuk

kepentingan klinik hanya dikenal dua sistem penggolongan darah yaitu sistem ABO dan

sistem Rh. Golongan darah yang dimiliki seseorang bergantung pada ada tidaknya protein

spesifik yang disebut antigen, pada sel darah merah.

Petugas kesehatan perlu mengetahui golongan darah yang dimiliki seseorang, karena

tidak semua golongan darah kompatibel satu sama lain. Hal ini untuk mencegah reaksi

penolakan dari tubuh saat dilakukan trasfusi. Sistem penggolongan darah ABO membagi

golongan darah menjadi golongan A,B,AB dan O. Jika seseorang bergolongan darah A, maka

ia dapat menerima golongan darah A dan O. Jika seseorang bergolongan darah B, maka ia

dapat menerima golongan darah B dan O. Jika seseorang bergolongan darah AB, maka ia

dapat menerima golongan darah A,B,AB,dan O. Jika seseorang bergolongan darah O, maka

ia hanya dapat menerima golongan darah O. Oleh sebab itu orang bergolongan darah O

sering disebut donor universal, sedangkan orang bergolongan darah B sering disebut resipien

universal.

Penggolongan darah juga dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya kandungan yang

disebut Rhesus pada permukaan sel darah merah seseorang. Jika kandungan tersebut

ditemukan pada permukaan sel darah merah seseorang, maka orang tersebut Rh(+), jika tidak

ada maka disebut Rh(-). Jika seseorang Rh(+), maka ia dapat menerima darah dengan Rh(+)

10

Page 11: Referat Dr Toton

atau Rh(-). Sedangkan orang dengan Rh(-), hanya bisa menerima darah dengan Rh (-) saja.

Oleh karena itu darah Rh(-) sering disediakan untuk operasi-operasi darurat dimana tidak ada

waktu lagi untuk melakukan pengecekan golongan darah seseorang.

Pengumpulan Darah (1,3)

Darah yang tersedia di bank darah dikumpulkan dari para pendonor sukarela. Sebelum

donor darah dilakukan maka pendonor akan dilakukan pemeriksaan kesehatan untuk

mengetahui riwayat penyakit yang pernah diderita. Hanya pendonor yang dapat melewati

pemeriksaan ini yang dapat mendonorkan darahnya.

Darah donor yang telah diambil selanjutnya dilakukan pemeriksaan terhadap penyakit

berbahaya dan golongan darahnya. Jika ditemukan suatu masalah maka darah tersebut akan

dibuang. Biasanya donor tidak diperbolehkan menyumbangkan darahnya lebih dari 1x setiap

2 bulan. Darah yang telah lolos seleksi selanjutnya dipisahkan komponen darahnya lalu

disimpan atau dikirim untuk segera digunakan. Darah yang tersimpan di bank darah tidak

dapat disimpan dalam waktu lama, hal ini menyebabkan bank darah dalam hal ini PMI sangat

membutuhkan para pendonor sukarela guna mencukupi keperluan darah yang kian hari kian

meningkat.

Standard unit pengambilan darah hanya sekitar 0,48 Lt. Darah segar yang sudah

diambil disimpan dalam kantung plastik yang sudah mengandung bahan pengawet dan

komponen anti pembekuan. Sejumlah kecil contoh dari penyumbang diperiksa untuk mencari

adanya penyakit infeksi seperti HIV AIDS, hepatitis, ataupun sifilis. Darah yang didinginkan

dapat digunakan dalam waktu 35 hari. Pada keadaan tertentu misalnya pada pengawetan

golongan darah yang jarang, sel darah merah bisa dibekukan dan disimpan sampai selama 10

tahun.

Pada transfusi darah dengan golongan darah yang tidak cocok dapat membahayakan

bagi resipien, oleh karena itu sebagai tindakan pencegahan sebelum dimulainya transfusi

dilakukan pengetesan dengan mencampurkan setetes darah donor dengan darah resipien

untuk memastikan keduanya cocok, tehnik ini disebut cross-matching.

11

Page 12: Referat Dr Toton

G. Cara Penyimpanan

Darah donor sebelum disimpan untuk diberikan pada resipien harus dibebaskan dari

pelbagaimacam penyakit yang mungkin dapat menulari resipien seperti hepatitis B atau C,

sifilis, malaria, HIV-1 atau HIV-2, virus human T-cell lymphotropic(HTLV-1 dan HTLV-2).

Darah simpan supaya awet dan tidak membeku perlu disimpan dalam lemari pendingin

dengan suhu sekitar 1o-6oC diberi pengawet.

Selama penyimpanan, eritrosit akan mengalami serangkaian perubahan-perubahan

biokimiawi dan struktural yang akan mempengaruhi viabilitas dan fungsinya setelah

transfusi. Perubahan seperti itu dikenal sebagai storage lesion. Kebutuhan energi eritrosit

disediakan oleh jalur metabolik glikolitik dan heksosemonofosfat. Produk akhirnya adalah

laktat yang akan menurunkan pH dan laju glikolisis dan menurunkan kadar ATP dan 2,3

DPG (6).

Adenosin trifosfat diperlukan untuk mempertahankan viabilitas eritrosit. Apabila kadar

ATP intraseluler menurun, terjadi kehilangan lipid membran, membran menjadi kaku, dan

bentuknya berubah dari cakram menjadi sferis. ATP juga penting untuk proses fosforilasi

glukosa dan mempertahankan pompa Na-K. Kekurangan ATP menyebabkan kalium keluar

sel dan natrium masuk sel sehingga fragilitas osmotik dan lisis sel meningkat.(6,7)

Interaksi antara molekul hemoglobin dan 2,3-DPG akan memfasilitasi pelepasan O2

sehingga kurva disosiasi O2 bergeser ke kanan.(11) Deplesi 2,3-DPG menyebabkan kurva

disosiasi bergeser ke kiri, sehingga meningkatkan afinitas hemoglobin terhadap terhadap

oksigen sehingga oksigenasi jaringan menjadi menurun. ((6,7)

Setelah transfusi, eritrosit donor yang rusak segera disingkirkan oleh tubuh resipien.

Eritrosit yang dapat melewati 24 jam pertama setelah transfusi akan mempunyai

kelangsungan hidup yang normal. Kriteria viabilitas yang adekuat dari darah yang disimpan

apabila kelangsungan hidup eritrosit sebanyak 70 % setelah 24 jam pasca transfusi. Dengan

antikoagulan yang ada saat ini tujuan tersebut dapat dicapai.

Selain perubahan pada eritrosit, maka selama penyimpanan darah juga akan terjadi

penurunan daya fagositik lekosit (nol setelah hari keempat), penurunan aktivitas trombosit

(nol setelah hari kedua), dan kehilangan faktor pembekuan (4 jam untuk fibrinogen dan

12

Page 13: Referat Dr Toton

AHF). Darah tidak boleh beku, karena darah beku dapat menyebablan hemolisis dan

menimbulkan reaksi transfusi hebat.

H. Tehnik Transfusi Darah

Sebelum ditransfusikan, periksa sekali lagi sifat dan jenis darah serta kecocokan antara

darah donor dan penderita. Penderita dipersiapkan dengan pemasangan infus dengan jarum

besar #16-18. Jarum yang terlalu kecil (# 23-25) dapat menyebabkan hemolisis.(6,7)

Transfusi dilakukan dengan transfusi set yang memiliki saringan untuk menghalangi

bekuan fibrin dan partikel debris lainnya. Transfusi set baku memiliki saringan dan ukuran

pori-pori 170 mikron. Pada keadaan normal, sebuah transfusi set dapat digunakan untuk 2

sampai 4 unit darah. (8,9) Vena terbaik untuk kanulasi darah adalah vena pada bagian dorsal

tangan dan pada lengan atas. Dalam keadaan darurat dapat dilakukan venaseksi untuk

menjamin kelancaran dan kecepatan transfusi

Waktu mengambil darah dari lemari es, perhatikan plasmanya. Jika ada tanda-tanda

hemolisis (warna coklat hitam, keruh) jangan diberikan. Darah yang belum akan

ditransfusikan harus tetap di dalam lemari es.

Sebelum transfusi, diberikan terlebih dahulu 50-100 ml NaCl fisiologik. Jangan

menggunakan larutan lain karena dapat merugikan. Larutan dekstrose dan larutan garam

hipotonik dapat menyebabkan hemolisis. Ringer laktat atau larutan lain yang mengandung

kalsium akan menyebabkan koagulasi. Jangan menambahkan obat apapun ke dalam darah

yang ditransfusikan. Obat-obatan memiliki pH yang berbeda sehingga dapat menyebabkan

hemolisis, lagipula bila terjadi reaksi transfusi akan sulit untuk menentukan apakah hal itu

terjadi akibat obat atau akibat darah yang ditransfusikan.(4,7)

Jika sejumlah besar darah akan ditransfusikan dalam waktu yang singkat, maka

dibutuhkan darah hangat, karena darah yang dingin akan mengakibatkan aritmia ventrikel

bahkan kematian. Menghangatkan darah dengan air hangat hendaknya pada suhu 37-39oC.

Karena bila lebih 40oC, eritrosit akan rusak. Pada 100 ml pertama pemberian darah lengkap

hendaknya diteliti dengan hati-hati dan diberikan perlahan-lahan untuk kemungkinan deteksi

dini reaksi transfusi. (4)

13

Page 14: Referat Dr Toton

Transfusi set mengalirkan darah 1 ml dalam 20 tetes. Laju tercepat yang bisa tercapai

adalah 60 ml permenit(7). Laju transfusi tergantung pada status kardiopulmoner resipien. Jika

status kardiopulmoner normal, maka dapat diberikan 10-15 ml/kgBB dalam waktu 2-4 jam.

Jika tidak ada hemovolemia maka batas aman transfusi adalah 1 ml/kgBB/jam (1 unit kurang

lebih 3 jam) atau 1000 ml dalam 24 jam.(7) Tetapi jika terdapat gagal jantung yang

mengancam maka tidak boleh ditransfusikan melebihi 2 ml/kgBB/jam. Karena darah adalah

medium kultur yang ideal untuk bakteri, sebaiknya transfusi satu unit darah tidak boleh

melewati 5 jam karena meningkatnya resiko proliferasi bakteri. (7)

Kasus-kasus dengan perdarahan yang hebat kadang-kadang dibutuhkan transfusi yang

cepat sampai 6-7 bag dalam setengah jam. Setelah sirkulasi tampak membaik dikurangi

hingga 1 bag tiap 15 menit. Tidak dianjurkan memberi obat antihistamin , antipiretika, atau

diuretika secara rutin sebelum transfusi untuk mencegah reaksi. Reaksi panas pada dasarnya

adalah tanda bahaya bahwa sedang terjadi reaksi transfusi. Diuretika hanya diperlukan pada

pasien anemia kronis yang perlu transfusi sampai 20 ml/kgBB dalam 24 jam. (7)

Cara-cara Meningkatkan Kecepatan Transfusi : (7)

1. Letakkan botol darah setinggi mungkin. Peningkatan 2 kali menyebabkan kecepatan

transfusi meningkat 2 kali pula.

2. Pergunakan jarum atau kanula sebesar mungkin.

3. Dengan memompakan darah meningkatkan tekanan udara dalam botol.

4. Dengan memompakan darah-darah yang berada di dalam kateter bawah.

I. Komplikasi Transfusi

1) Reaksi Hemolitik(2)

Kekerapan 1:6000 akibat destruksi eritrosit donor oleh antibodi resipien dan

sebaliknya.Jika jumlah transfusi <5% volum darah, reaksi tak begitu gawat. Pada pasien

sadar ditandai oleh demam, menggigil, nyeri dada,panggul dan mual. Pada pasien dalam

anestesi ditandai oleh demam, takikardi tak jelas asalnya, hipotensu, perdarahan

14

Page 15: Referat Dr Toton

merembes di daerah operasi, syok, spasme bronkus dan selanjutnya Hb-uria, ikterus, dan

“renal shut down”.

2) Infeksi(2)

- Virus : hepatitis, HIV-AIDS, CMV

- Bakteri : stafilokok, yesteria, citrobakter

- Parasit : malaria

3) Lain-lain(2)

Demam, urtikaria, anafilaksis, edema paru non kardial, purpura, intoksikasi sitrat,

hiperkalemia, asidosis.

J. Penanggulangan Reaksi Transfusi(2)

a. Hentikan transfusi

b. Naikkan tekanan darah dengan koloid, kristaloid, jika perlu tambah vasokonstriktor,

inotropik.

c. Berikan oksigen 100%

d. Diuretika manitol 50 mg atau furosemid (lasix) 10-20 mg

e. Antihistamin

f. Steroid dosis tinggi

g. Jika perlu ‘exchange transfusion’

h. Periksa analisa gas dan pH darah

15

Page 16: Referat Dr Toton

ANEMIA

II.1 DEFINISI

Anemia secara fungsional didefinisikan sebagai penurunan jumlah eritrosit (red cell

mass) sehingga tidak dapat memnuhi fungsinya untuk membawa oksigen dalam jumlah yang

cukup ke jaringan perifer (penurunan oxygen carrying capacity). Secara praktis anemia

ditunjukkan oleh penurunan kadar hemoglobin, hematokrit atu hitung eritrosit (red cell

count). Tetapi yang paling lazim dipakai adalah kadar hemoglobin, kemudian

hematokrit.Harus diingat bahwa terdapat keadaan-keadaan tertentu dimana ketiga parameter

tersebut tidak sejalan dengan massa ertitrosit, seperti pada dehidrasi , perdarahan akut dan

kehamilan. Permasalahan yang timbul adalah berapa kadar hemoglobin, hematokrit atau

hitung eritrosit paling rendah yang dianggap anemia. Kadar hemoglobin dan eritrosit sangat

bervariasi tergantung pada usia,jenis kelamin, ketinggian tempat tinggal seta keadaan

fisiologis tertentu seperti misalnya kehamilan.(Aru. W.Sudoyo, 2009)

Anemia adalah berkurangnya hingga di bawah nilai normal jumlah SDM,kuantitas

hemoglobin, dan volume packed red blood cells (hematokrit) perl 100 ml darah. Dengan

demikian, anemia bukan suatu diagnosis melainkan suatu cerminan perubahan patofisiologik

yang mendasar yang diuraikan melalui anamnesis yang seksama, pemeriksaan fisik dan

konfirmasi laboratorium. (Sylvia A.Price, 2005).

II.2 KRITERIA ANEMIA

Parameter yang paling umum dipakai untuk menunjukkan penurunan massa eritrosit

adalah kadar hemoglobin, disusul oleh hematokrit dan hitung eritrosit.Pada umumnya ketiga

parameter tersebut saling bersesuaian. Yang menjadi masalah adalah berapakah kadar

hemoglobin yang dianggap abnormal. Harga normal hemoglobin sangat bervariasi secara

fisiologik tergantung pada umur, jenis kelamin, adanya kehamilan dan ketinggian tempat

tinggal. Di Negara Barat kadar hemoglobin paling rendah untuk laki-laki adalah 14 g/dl dan

12 gr/dl pada perempuan dewasa pada permukaan laut. Peneliti lain memberi angka berbeda

yaitu 12 gr/dl (hematokrit 38%) untuk perempuan dewasa, 11g/dl (hematokrit 36%) untuk

perempuan hamil, dan 13 g/dl untuk laki dewasa. WHO menetapkan cut off point anemia

untuk keperluarn penelitian lapangan yaitu

16

Page 17: Referat Dr Toton

Kelompok Kriteria Anemia (Hb)

Laki-laki Dewasa < 13 g/dl

Wanita Dewasa tidak hamil < 12 g/dl

Wanita Hamil < 11 g/dl

Untuk keperluan klinik (rumah sakit atau praktek dokter) di Indonesia dan negara

berkembang lainnya, kriteria WHO sulit dilaksanakan karena tidak praktis. Apabila kriteria

WHO dipergunakan secara ketat maka sebagian besar pasien yang mengunjungi poliklinik

atau dirawat di Rumah Sakit akan memerlukan pemeriksaan work up anemia lebih lanjut.

Oleh karena itu bebrapa peneliti di Indonesia mengambil jalan tengah dengan memakai

kriteria hemoglobin kurang dari 10 g/dl sebagai awal dari work up anemia, atau di India

dipakai angka 10-11 g/dl.

II.3 ETIOLOGI DAN KLASIFIKASI ANEMIA

Pada dasarnya anemia disebabkan oleh karena: 1) Gangguan pembentukan eritrosit

oleh sumsum tulang; 2) Kehilangan darah keluar tubuh (perdarahan): 3) Proses penghancuran

eritrosit dalam tubuh sebelum waktunya(hemolisis),gambaran lebih rinci tetntang etiologi

anemia dapat dilihat ada tabel di bawah :

Tabel. Klasifikasi Anemia menurut Etiopatogenesis

A. Anemia karena gangguan pembentukan eritrosit dalam sumsum tulang

a. Kekurangan bahan esensial pembentuk eritrosit

a. Anemia defisiensi besi

b. Anemia defisiensi asam folat

c. Anemia defisiensi vitamin B12

b. Gangguan penggunaan (utilisasi) besi

a. Anemia akibat penyakit kronik

b. Anemia sideroblastik

c. Kerusakan sumsum tulang

a. Anemia aplastik

b. Anemia mieloptisik

c. Anemia pada keganasan hematologi

d. Anemia diseritropoietik

e. Anemia pada sindrom mielodisplastik

Anemia akibat kekurangan eritropoietin : anemia pada gagal ginjal kronik

17

Page 18: Referat Dr Toton

B. Anemia akibat hemoragi

a. Anemia pasca perdarahan akut

b. Anemia akibat perdarahan kronik

C. Anemia hemolitik

1) Anemia Hemolitik intrakorpuskular

a. Gangguan membran eritrosit (membranopati)

b. Gangguan ensim eritrosit (enzimopati): anemia akibat defisiensi G6PD

c. Gangguan Hemoglobin (hemoglobinopati)

Thalassemia

Hemoglobinopati struktural : HbS,HbE,dll

2) Anemia Hemolitik ekstrakorpuskular

a. Anemia Hemolitik autoimun

b. Anemia Hemolitik mikroangiopatik

c. Lain-lain

D. Anemia dengan penyebab tidak diketahui atau dengan patogenesis yang kompleks

Klasifikasi lain untuk anemia dapat dibuat berdasarkan gambaran morfologik dengan

melihat indeks eritrosit atau hapusan darah tepi. Dalam klasifikasi ini anemia dibagi menjadi

tiga golongan :

1. Anemia hipokromik mikrositer, bila MCV<80fl dan MCH <27pg:

2. Anemia normokromik normositer, bila MCV 80-95 fl dan MCH 27-34 pg:

3. Anemia makrositer bila MVC > 95 fl.

Klasifikasi etiologi dan morfologi bila digabungkan akan sangat menolong dalam

mengetahui penyebab suatu anemia berdasarkan jenis morfologi anemia.seperti terlihat pada

tabel di bawah ini :

Klasifikasi Anemia berdasarkan morfologi d an etiologi

I. Anemia hipokromik mikrositer

a. Anemia Defisiensi Besi

b. Thalasemia Mayor

c. Anemia akibat Penyakit Kronik

d. Anemia Sideroblastik

II. Anemia normokromik normositer

18

Page 19: Referat Dr Toton

a. Anemia pasca perdarahan akut

b. Anemia aplastik

c. Anemia hemolitik didapat

d. Anemia akibat penyakit kronik

e. Anemia pada gagal ginjal kronik

f. Anemia pada sindrom mielodisplastik

g. Anemia pada keganasan hematologik

III. Anemia makrositer

a) Bentuk megaloblastik

1. Anemia defisiensi asam folat

2. Anemia defisiensi B12, termasuk anemia permisiosa

b) Bentuk non-megaloblastik

1. Anemia pada penyakit hati kronik

2. Anemia pada hipotiroidisme

3. Anemia pada sindrom mielodisplastik.

II.4 PATOFISIOLOGI DAN GEJALA ANEMIA

Gejala umum anemia (sindrom anemia atau anemic syndrome) adalah gejala yang

timbul pada setiap kasus anemia, apapun penyeabnya, apabila kadar hemoglobin turun di

bawah harga tertentu. Gejala umum anemia ini timbul karena : anoksia jaringan, mekanisme

kompensasi tubuh terrhadap berkurangnya daya angkut oksigen,

Gejala umum anemia menjadi jelas (anemia simtomatik) apabila kadar hemoglobin

telah turun di bawah 7 gr/dl. Berat ringannya gejala umum anemia tergantung pada

a. Derajat penurunan hemoglobin,

b. Kecepatan penurunan hemoglobin

c. Usia

d. Adanya kelainan jantung atau paru sebelumnya.

Gejala anemia dapat digolongkan menjadi 3 jenis gejala, yaitu :

1) Gejala umum anemia

Gejala umum anemia disebut juga sebagai sindrom anemia, timbul karena iskemia

organ target serta akibat mekanisme kompensasi tubuh terhadap penurunan kadar

hemoglobin. Gejala ini muncul pada setiap kasus anemia setelah penurunan

hemoglobin sampai kadar tertentu (Hb<7bg/dl). Sindrom anemia terdiri dari rasa

lemah, lesu, cepat lelah, telinga mendenging (tinnitus), mata berkunang-kunang, kaki

19

Page 20: Referat Dr Toton

terasa dingin, sesak nafas dan dispepsia. Pada pemerikaan, pasien tampak pucat yang

mudah dilihat pada konjungtiva, mukosa mulut,telapak tangan dan jaringan di bawah

kuku. Sindrom anemia bersifat tidak spesifik karena dapat ditimbulkan oleh penyakit

di luar anemia dan tidak sensitif karena timbul setelah penurunan yang berat (Hb<7

gr/dl).

2) Gejala Khas masing-masing anemia

Gelaja ini spesifik untuk masing-masing jenis anemia, sebagai contoh :

Anemia defisiensi Besi : disfagia,atrofi papil lidah, stomatitis angular, dan kuku

sendok (koilonychia).

Anemia megaloblastik : glositis, gangguan neurologik pada defisiensi vitamin B12.

Anemia hemolitik : ikterus, splenomegali dan hepatomegali

Anemia aplastik : perdarahan dan tanda-tanda infeksi

3) Gejala penyakit dasar : timbul akibat dasar yang menyebabkan anemia sangat

bervariasi tergantung dari penyebab anemia tersebut. Misalnya gejala akibat infeksi

cacing tambang: sakit perut, pembengkakan parotis dan warna kuning pada telapak

tangan. Pada kasus tertentu sering gejala penyakit dasar lebih dominan, seperti

misalnya paa anemia akibat penyakit kronik oleh karena artritis reumatoid.

Meskipun tidak spesifik, anamnesis dan pemeriksaan fisik sangat penting pada kasus

anemia untuk mengarahkan diagnosis anemia. Tetapi pada umumnya diagnosis

anemia memerlukan pameriksaan laboratorium.

II.5 PEMERIKSAN UNTUK DIAGNOSIS ANEMIA

Pemeriksaan Laboratorium

Pendekatan laboratorium merupakan penunjang diagnostik pokok dalam diagnosis

anemia. Pemeriksaan ini terdiri dari : 1) Pemeriksaan penyaring (screening test): 2)

Pemeriksaan darah seri anemia; 3)Pemeriksaan sumsum tulang; 4)Pemeriksaan khusus.

Pemeriksaan Penyaring

Pemeriksaan penyaring untuk kasus anemia terdiri dari pegukuran kadar hemoglobin,

indeks eritrosit, dan hapusan darah tepi. Dari sini dapat dipastikan adanya anemia serta jenis

morfologik anemia tersebut, yang sangat berguna untuk pengarahan diagnosis lebih lanjut.

Pemeriksaan Darah Seri Anemia

20

Page 21: Referat Dr Toton

Pemeriksaan darah seri anemia meliputi hitung leukosit, trombosit, hitung retikulosit

dan laju endap darah. Sekarang sudah banyak dipakai automatic hematology analyzer yang

dapat memberikan presisi hasil yang lebih baik.

Pemeriksaan Sumsum Tulang

Pemeriksaan sumsum tulang memberikan informasi yang sangat berharga mengenai

keadaan sistem hemapoesis. Pemeriksaan ini dibutuhkan untuk diagnosis definitif pada

bebrapa jenis anemia. Pemeriksaan sumsum tulang mutlak diperlukan untuk diagnosis

anemia aplastik, anemia megaloblastik serta pada kelainan hematologik yang dapat

mensupresi sistem eritroid.

Pemeriksaan Khusus

Pemeriksaan ini hanya dikerjakan atas indikasi khusus, misalnya pada :

Anemia Defisiensi Besi: serum iron, TIBC (total iron biding capacity), saturasi

transferin, protoporfirin eritrosit,feritin serum, reseptor transferin dan pengecatan besi

pada sumsum tulang ( Perl’s stain).

Anemia Megaloblastik : folat serum, vitamin B12 serum, tes supresi deoksirudin, dan

tes Schiling.

Anemia Hemolitik : bilirubin serum, tes Coomb, elektroforesis hemoglobin dan lain –

lain.

Anemia Aplastik : biopsi Sumsum tulang

Juga diperlukan pemeriksaan non-hematologik tertentu seperti nisalnya pemeriksaan faal hati,

faal ginjal atau faal tiroid.

II.6 PENDEKATAN DIAGNOSIS

Anemia hanyalah suatu sindrom, bukan suatu kesatuan penyakit, (disease entire),

yang dapat disebabkan oleh berbagai penyakit dasar (underlying disease). Hal ini penting

diperhatikan dalam diagnosis anemia. Kita tidak cukup hanya sampai pada diagnosis anemia,

tetapi sedapat mungkin kita harus dapat menentukan penyakit dasar yang menyebabkan

anemia tersebut.Maka tahap-tahap dalam diagnosis anemia adalah :

Menentukan adanya anemia

Menentukan jenis anemia

Menentukan etiologi atau penyakit dasar anemia

Menentukan ada atau tidaknya penyakit penyerta yang akan mempengaruhi hasil

pengobatan.

21

Page 22: Referat Dr Toton

Pendekatan Diagnosis Anemia

Terdapat bermacam-macam cara pendekatan diagnosis anemia antara lain adalah

pendekatan tradisional,morfologik, fungsional dan probabilistik serta pendekatan klinis.

Pendekatan Tradisional, Morfologik, Fungsional, dan Probabilistik

Pendekatan tradisional adalah pembuatan diagnosis berdasarkan anamnesis, pemeriksaan

fisik, hasil laboratorium, setelah dianalisis dan sintesis maka disimpulkan sebagai sebuah

diagnosis, baik diagnosis tentatif ataupun diagnosis definitif.

Pendekatan lain adalah pendekatan morfologi, fisiologi dan probabilistik. Dari aspek

morfologi maka anemia berdasarkan hapusan darah tepi atau indeks eritrosit diklasifikasikan

mejadi anemia hipokromik mikrositer, anemia normokromik normositer dan anemia

makrositer.Pendekatan fungsional bersandar pada fenomena apakah anemia disebabkan

karena penurunan produksi eritrosit di sumsum tulang, yang bisa dilihat dari penurunan

angka retikulosit, ataukah akibat kehilangan darah atau hemolisis, yang ditandai oleh

penigkatan angka retikulosit. Dari kedua pendekatan ini kita dapat menduga jenis anemia dan

kemungkinan penyebabnya. Hasil ini dapat diperkuat dengan pendekatan probabilistik

(prndekatan berdasarkan pola etiologi anemia), yang bersandar pada data epidemiologi yaitu

pola etiologi anemia di suatu daerah.

Pendekatan Probablistik atau Pendekatan Berdasarkan Pola Etiologi Anemia

Secara umum jenis anemia yang paling sering dijumpai di dunia adalah anemia defisiensi

besi, anemia akibat penyakit kronik dan thalasemia. Pola etiologi anemia pada orang dewasa

pada suatu daerah perlu diperhatikan dalam membuat diagnosis. Di daerah tropis anemia

defisiensi besi merupakan penyebab tersering disusul oleh anemia akibat penyakit kronik dan

thalassemia. Pada perempuan hamil, anemia karena defisiensi folat perlu juga mendapat

perhatian. Pada daerah tertentu anemia akibat malaria masih cukup sering dijumpai. Pada

anak-anak tampaknya thalassemia lebih memerlukan perhatian dibandingkan dengan anemia

akibat penyakit kronik. Sedangkan di Bali mungkin juga Indonesia, anemia aplastik

merupakan salah satu anemia yang serinf dijumpai. Jika kita menjumpai anemia di suatu

daerah, maka penyebab yang dominan di daerah tersebutlah yang menjadi perhatian kita

pertama-tama.Dengan penggabungan bersama gejala klinis dan hasil pemeriksaan

laboratorium sederhana, maka usaha diagnosis selanjutnya akan lebih terarah.

22

Page 23: Referat Dr Toton

Pendekatan Klinis

Dalam pendekatan klinis yang menjadi perhatian adalah 1) kecepatan timbulnya penyakit

(awitan anemia), 2) Berat ringannya derajat anemia, 3) Gejala yang menonjol.

Pendekatan Berdasarkan awitan Penyakit

Anemia yang timbul cepat (dalam beberapa hari sampai minggu) biasanya disebabkan

oleh :1) Perdarahan akut, 2) Anemia hemolitik yang didapat seperti halnya pada AIHA terjadi

penurunan Hb >1 g/dl per minggu. Anemia Hemolitik intravaskular juga sering terjadi

dengan cepat, seperti misalnya akibat salah transfusi, atau episode hemolisis pada anemia

akibat defisiensi G6PD 3) Anemia yang timbul akibat leukemia akut, 4) krisis Aplastik pada

anemia hemolitik kronik.

Anemia yang timbul pelan – pelan biasanya disebabkan oleh : anemia defisiensi besi, anemia

defisiensi folat dan vitamin B12, anemia akibat penyakit kronik, anemia hemolitik kronik

yang bersifat kongenital.

Pendekatan berdasarkan Beratnya Anemia

Derajat anemia dapat dipakai sebagai petunjuk ke arah etiologi. Anemia berat biasanya

disebabkan oleh: anemia defisiensi besi, anemia aplastik, anemia pada leukimia akut, aneia

hemolitik didapat atau kongenital seperti misalnya pada thalasemia major, anemia pasca

perdarahan akut, anemia pada GGK stadium terminal.

Jenis anemia yang lebih sering bersifat ringan sampai sedang, jarang sampai derajat

berat ialah anemia akibat penyakit kronik, anemia pada penyakit sistemik, thalasemia

thrait.Jika pada keriga anemia tersebut di atas dijumpai anemia berat,maka harus dipikirkan

diagnosa lain. Atau adanya penyebab lain yang dapat memperberat derajat anemia tersebut.

Pendekatan Berdasarkan Sifat Gejala anemia

Sifat-sifat gejala anemia dapat dipakai untuk membantu diagnosis.Gejala anemia

dapat dipakai untuk membantu diagnosis. Gejala anemia lebih menonjol dibandingkan gejala

penyakit dasar dijumpai pada: anemia defisiensi besi, anemia aplastik, anemia hemolitik.

Sedangkan pada anemia akibat penyakit kronik dan anemia sekunder lainnya (anemia akibat

penyakit sistemik, penyakit hati, atau ginjal), gejala-gejala penyakit dasar sering lebih

menonjol.

23

Page 24: Referat Dr Toton

Pendekatan Diagnosis Berdasarkan Tuntunan Hasil laboratorium

Pendekatan diagnosis dengan cara gabungan hasil penilaian klinis dan laboratorik

merupakan cara yang ideal tetapi memerlukan fasilitas dan ketrampilan klinis yang cukup. Di

bawah ini diajukan algoritma pendekatan diagnostik anemia berdasarkan hasil pemeriksaan

laboratorium.

Algoritme pendekatan diagnosis anemia

Algoritme Pendekatan diagnosis pasien dengan anemia hipokromik mikrositer

24

Anemia hipokromik mikrositer

Hapusan darah tepi dan indeks eritrosit (MCV,MCH,MCHC)

ANEMIA

Anemia normokromik

normositer

Anemia makrositer

Page 25: Referat Dr Toton

25

ANEMIA HIPOKROMIK MIKROSITER

Besi serum

menurun normal

TIBC

FERITIN

TIBC

FERITIN

Feritin normal

Besi sumsum tulang negatif

Ring sideroblast dalam sumsum tulang

Elektroforesis

HbBesi sumsum tulang positif

Hb A2

HbF

Anemia akibat penyakit kronik

Thalasemia beta Anemia sideroblastik

Anemia defisiensi besi

Page 26: Referat Dr Toton

Gambaran eritrosit pada anemia hipokromik mikrositer

26

Page 27: Referat Dr Toton

Algoritme Diagnosis Anemia normokromik normositer

27

ANEMIA NORMOKROMIK NORMOSITER

Retikulosit

Riwayat Perdarahan

Akut

Tanda hemolisis positif

Normal/menurunMeningkat

Sumsum Tulang

Hipoplastik displastik Normalinfiltrasi

AIHA

Tes coomb

positifnegatif

Enzimopati,

Membranopati

Hemaglobinopati

Riwayat keluarga positif

Anemia pada sindrom mielodisplastik

Anemia pasca perdarahan akut

A.mikroangiopati obat/parasit

Anemia pada leukimia akut/mieloma

Tumor ganas hematologi (leukimia,mieloma)

Anemia aplastik

Anemia mieloptisik

Limfoma kanker

Faal hati

Faal ginjal

Faal tiroid

Penyakit kronik

Anemia pada GGK Penyakit Hati Kronik Hipotiroid peny.kronik

Page 28: Referat Dr Toton

Gambaran eritrosit di bawah mikroskop pada anemia normokromik normositer

28

Page 29: Referat Dr Toton

Algoritme pendekatan diagnostik anemia makrositer

29

ANEMIA MAKROSITER

Meningkat

Sumsum tulang

Megaloblastik

Retikulosit

Normal/Menurun

Non Megaloblastik

Riwayat Perdarahan akut

B12 serum rendah

Asam folat rendah

Anemia Pasca Perdarahan akut

Anemia Defisiensi besi

Anemia Defisiensi asam folat

Page 30: Referat Dr Toton

Gambaran eritrosit pada anemia makrositer

II.7 PENDEKATAN TERAPI

Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pemberian terapi pada pasien anemia ialah :

1) Pengobatan hendaknya diberikan berdasarkan diagnosis definitif yang telah ditegakkan

terlebih dahulu

2) Pemeberian hematinik tanpa indikasi yang jelas tidak dianjurkan

3) Pengobatan anemia dapat berupa :

a. Terapi untuk keadaan darurat seperti misanya pada perdarahan akut akibT nemia

aplastik yang mengancam jiwa pasien, atau pada anemia pasca perdarahan akut yang

disertai gangguan hemodinamik

b. Terapi suportif

c. Terapi yang khas untuk masing-masing anemia

d. Terapi kausal untuk mengobati penyakit dasar yang menyebabkan anemi tersebut.

4) Dalam keadaan di mana diagnosis definitif tidak dapat ditegakkan, kita terpaksa

memberikan terapi percobaan (terapi ex juvantivus), disini harus dilakukan pemantauan

yang ketat terhadap respon terapi dan perubahan perjalanan penyakit pasien dan dilakukan

evaluasi terus menerus tentang kemungkinan perubahan diagnosis

5) Transfusi diberikan pada anemia pasca perdarahan akut dengan tanda-tanda gangguan

hemodinamik. Pada anemia kronik transfusi hanya diberikan jika anemia bersifat

simtomatik atau adanya ancaman payah jantung. Di sini diberikan packed red cell, jangan

whole blood. Pada anemia kronik sering dijumpai peningkatan volume darah, oleh karena

30

Faal Tiroid

Anemia Defisiensi Besi/asam folat dalam terapi

Sindrom mielodisplastik

Anemia pada penyakit hati

Anemia pada Hipotiroidisme

Displastik

Faal hati

Page 31: Referat Dr Toton

itu transfusi diberikan dengan tetesan pelan. Dapat juga diberikan diuretik kerja cepat

seperti furosemid sebelum transfusi.

Adapun Anemia yang sering kita jumpai di masyarakat yaitu seperti

ANEMIA DEFISIENSI BESI

1.Definisi

Anemia yang disebabkan karena kurangnya zat besi (Fe).

2.Etiologi

Adanya keseimbangan negatif Fe yang disebabkan :

a. Berkurangnya asupan Fe

Diet tidak ade kuat

Gangguan absorpsi: aklorhidria, operasi lambung, penyakit celiac

b. Kehilangan Fe

Perdarahan traktus gastrointestinal

Perdarahan traktus urogenitalis

Hemoglobinuria

Hemosiderosis pulmonari idiopatik

Tlengiektasia hemoragik herediter

Gangguan hemostasis

c. Meningkatnya Kebutuhan Fe

Anak-anak

Kehamilan

Laktasi

d. Patofisiologi

Defisiensi Fe merupakan hasil akhir keseimbangan negatif Fe yang berlangsung lama.

Terdapat 3 stadium defisiensi Fe yaitu:

1) Defisiensi Fe pre laten/deplesi Fe

Berkurangnya cadangan Fe tanpa dsertai berkurangnya kadar Fe serum

2) Defisiensi Fe laten

31

Page 32: Referat Dr Toton

Cadangan Fe habis, tetapi kadar hemoglobin masih di atas batas terendah kadar

normal.

3) Anemia defisiensi Fe

Kadar hemoglobin di bawah batas terendah kadar normal.

e. Riwayat Penyakit

Keluhan anemi, lemah badan, mata berkunag-kunang, timbul secara perlahan-lahan

dan menahun, berdebar, dyspnoe d’effort, keluhan gagal jantung.

f. Tanda dan Gejala Klinis

1) Anemia

2) Gangguan fungsi/struktur jaringan epitel : kulit kering,rambut kering tipis,

mudah dicabut, papil atrofi, glositis, stomatitis angular, fisura, disfagia

(sideropenik disfagia, kuku tipis, kusam,koilonycia/spoon nail, Web, striktur

pada mukosa antara hipofaring dan esofagus, atropi lambung, aklorhidria

3) Gangguan neuromuskuler : gangguan fungsi otot, gangguan tingkah laku,

gangguan mempertahankan suhu tubuh di udara dingin, neuralgia, gangguan

vasomotor, peningkatan tekanan intrakranial, papiledema, pseudotumor

serebri.

4) Gangguan imunitas seluluer dan peningkatan kepekaan terhadap infeksi

32

Page 33: Referat Dr Toton

g. Laboratorium

1. Apus Darah Tepi :

Eritrosit : hipokrom mikrosier

Lekosit : jumlah biasanya normal, kadang-kadang granulositopenia ringan, pada

perdarahan banyak dapat ditemukan neutrofilik lekositosis, kadang-kadang

terdapat mielosit.

Trombosit : jumlah biasanya meningkat sapai 2 kali normal dan menurun setelah

pengobatan. Pada defisiensi Fe yang berat dan lama yang disertai defisiensi Folat

atau sekuestrasi di limpa dapat ditemukan trombositopenia ringan.

2. Apus sumsum tulang :

Hiperplasia eritropoesis dengan kelompok – kelompok normoblast basofil, Bentuk

pro-normoblast, normoblast kecil-kecil, dengan sitoplasma ireguler, sideroblast

negatif.

3. Nilai absolut menurun

4. Retikulosit menurun

5. Fe serum rendah

33

Page 34: Referat Dr Toton

6. TIBC (Total Iron Binding Capacity) meningkat

7. Feritin menurun

8. Feses :telur cacing Ankilostoma duadenale/ Necator americanus.

9. Pemeriksaan lain: endoskopi, kolonoskopi, gastroduodenografi, colon in loop,

pemeriksaan ginekologi

h. Diagnosis

1. Adanya riwayat perdarahan kronis atau terbukti adanya sumber perdarahan

2. Laboratorium : anemia hipokrom mikrositer, Fe serum rendah,TIBC tinggi, nilai

absolut menurun, saturasi transferin menurun

3. Tidak terdapat Fe dalam sumsum tulang (sideroblast negatif)

4. Adanya respons yang baik terhadap pemberian Fe.

i. Terapi

1. Prinsip : Menentukan penyebab defisiensi Fe, eliminasi penyebab defisiensi

Fe,terapi Fe.

2. Terapi Fe

Oral

Dosis : 200mg Fe/hari, penyerapan lebih baik dalam keadaan lambung

kosong

Efek samping : iritasi gastro intestinal: heart burn, nausea, diare.

Bermacam-macam Preparat Fe

Preparat Dosis (mg) Kandungan Fe

(mg)

Dosis/hari

Fe sulfat 300 60 3 tab

Fe glukonat 300 73 5 tab

Fe fumarat 200 67 3 tab

300 100 2 tab

Kompleks Fe

polisakarida

150 150 2 tab

Parenteral

Indikasi:

o Tidak dapat mentoleransi Fe oral

34

Page 35: Referat Dr Toton

o Kehilangan Fe (darah) yang cepat sehingga tidak dapat dikompensasi

dengan Fe oral.

o Gangguan traktus gastrointestinal yang dapat memburuk dengan

pemberian oral (colitis ulserativa)

o Tidak dapat mengabsorpsi Fe melalui traktus gastrointestinal

o Tidak dapat mempertahankan keseimbangan Fe pada hemodialisa

Preparat : kompleks Fe dekstran, mengandung 50 mg Fe/cc

j. Prognosis

Baik apabila sumber perdarahan dapat diatasi dan terapi Fe adekuat.

ANEMIA APLASTIK

a. Definisi

Anemia dengan karakteristik adanya pansitopenia disertai hipoplasia/aplasia sumsum

tulang tanpa adanya penyakit primer yang mensupresi atau menginfiltrasi jaringan

hematopoietik.

b. Etiologi

1. Didapat

Zat kimia dan Fisika

o Zat yang selalu menyebabkan aplasia pada dosis tertentu : radiasi,

bensen,arsen, sulfur, nitrogen mustard,antimetabolit, antimitotik :kolsisin,

daunorubisin, adriamisin

o Zat yang kadang-kadang mnyebabkan hipoplasia: kloramfenicol,kuinakrin,

metilfenilhidantoin, trimetadion, fenilbutazon,senyawa emas.

Infeksi virus : hepatitis, Epstein Barr, HIV,Dengue

Infeksi mikobakterium

Idiopatik

2. Familial : Sindroma Fanconi

c. Patofisiologi

Kegagalan Produksi eritrosit, lekosit, dan trombosit merupakan kelainan dasar pada

anemia aplastik yang dapat disebabkan oleh:

1. Defek kualitatif populasi stem cell

2. Defek lingkungan mikro sumsum tulang (microenvironment deficiency)

35

Page 36: Referat Dr Toton

3. Gangguan produksi/efektivitas hematopoietik growth factor atau supresi imun

d. Riwayat penyakit

o Riwayat terpapar zat kimia, obat-obatan,radiasi, virus

o Gejala anemi : pusing,lemah badan, berkunang-kunang, berdebar,pucat, ssak nafas

/gagal jantung

o Gejala infeksi: demam,batuk, dan lain-lain, terjadi di semua organ

e. Tanda dan gejala klinik

o Anemi

o Tanda-tanda infeksi: demam dan sebagainya

o Perdarahan : ptekie, purpura, perdarhan gusi dan sebagainya

o Tidak ada pembesaran organ/infiltrasi

f. Diagnosis

o Pansitopenia Perifer

o Anemia normokrom normositer

o Sumsum tulang : aplasia atau hipoplasia dengan infiltrasi sel lemak

o Ham’s test perlu dilakukan karena PNH dapat memperlihatkan pansitopenia perfer

dengan sumsum tulang yang hipoplastik

Kriteria anemia aplastik berat (International Aplastic Anemia Study Group)

Darah tepi :

Netrofil < 500 mm3

Trombosit < 20.000/ mm3

36

Page 37: Referat Dr Toton

Retikulosit < 1% (setelah koreksi)

Sumsum tulang :

Hiposelularitas berat (selularitas <25%)

Hiposelularitas sedang (selularitas <50%) dengan sel hematopoietik < 30 %

Anemia Aplastik Berat : 2 atau 3 kriteria darah tepi dan 1 kriteria sumsum tulang.

g. Diagnosis banding

Pansitopenia dengan sebab lain :

Penyakit yang menginfiltrasi sumsum tulang : leukimia, mieloma multipel,

metastase karsinoma, limfoma, mielofibrosis.

Penyakit yang mengenai limpa : splenomegali kongestif, limfoma, penyakit

infiltratif, infeksi : tuberkulosis,sifilis, kala azar.

Defisiensi B12 dan asam folat

SLE

Paroksismal nokturnal hemoglobinuria

h. Terapi

1. Menghindari kontak dengan toksin /obat penyebab

2. Umum: hindari kontak dengan penderita infeksi, isolasi, sabun antiseptik, sikat gigi

lunak,obat pelunak buang air besar, pencegahan menstruasi : obat anovulation.

3. Transfusi

4. Penanganan infeksi

5. Transplantasi sumsum tulang

6. Imunosupresif

7. Simulasi hematopoesis dan regenerasi sumsum tulang

i. Prognosis

Tergantung tingkat hipoplasia, makin berat prognosis makin jelek. Pada umumnya

penderita meninggal karena infeksi, perdarahan atau akibat komplkasi transfusi.

Anemia aplastik konstitusional biasanya fatal. Anemi Aplastik karena virus hepatitis

mempunyai mortalitas >60% dalam 2 bulan setelah diagnosis. Anemi aplastik karena obat

/toksin mempunyai prognosis lebih baik.

Perjalan penyakit bervariasi, 25% penderita bertahan hidup selama 4 bulan,25% selama

4-12 bulan, 35% selama lebih dari 1 tahun dan 10-20% penderita mengalami perbaikan

spontan (parsial/komplit).

37

Page 38: Referat Dr Toton

Dengan transplantasi sumsum tulang, kelangsungan hidup 6 tahun mencapai 72%,

sedangkan dengan terapi imunosupresif mencapai 45%.

ANEMIA MEGALOBLASTIK

a. Definisi

Anemia yang disebabkan abnormalitas hematopoiesis dengan karakterisitik dismaturasi

nukleus dan sitoplasma sel mieloid dan eritroid sebagai akibat gangguan sintesis DNA.

b. Etiologi

1. Defisiensi asam folat

Asupan kurang:

Gangguan Nutrisi : alkoholisme, bayi prematur, orang tua,

hemodialisis, anoreksia nervosa.

Malabsorbsi : alkoholisme, celiac,dan tropical sprue, gastrektomi

parsial, rseksi usus halus, penyakit Crohn’s, skleroderma, obat

antikonvulsan (fenitoin, fenobarbital, karbamazepin), sulfasalazine,

kolestiramine, limfoma intestinal, hipotiroidisme.

Peningkatan Kebutuhan :kehamilan, anemia hemolitik, keganasan,

hipertiroidisme, dermatitis eksfoliativa, eritropoesis yang tidak efektif (anemia

pernisiosa, anemia sideroblastik, leukimia, anemia hemolitik,, mielofibrosis)

Gangguan metabolisme folat : alkoholisme, antagonis folat (metotreksat,

pirimetamin, trimetoprim), defisiensi enzim.

Penurunan cadangan folat di hati : alkoholisme, sirosis non alkoholik,

hepatoma.

2. Defisiensi vitamin b12 :

Asupan kurang : vegetarian

Malabsorbsi :

o Dewasa : anemia pernisiosa, gastrektomi total (parsial, gastritis

atropikan, tropical sprue, blind loop syndrome (operasi striktur,

divertikel, reseksi ileum), penyakit Crohn’s, parasit (Diphyllobothrium

latum), limfoma usus halus, skleroderma, obat-obat (asam

paraaminosalisilat, kolsisin, neomisin, etanol, KCl)

38

Page 39: Referat Dr Toton

o Anak-anak: anemia pernisiosa, gangguan sekresi faktor intrinsik

lambung, gangguan fungsi faktor intrinsik lambung, gangguan reseptor

kobalamin di ileum.

Gangguan metabolisme seluluer : defisiensi enzim, abnormalitas protein

pembawa kobalamin (defisiensi transkobalamin II), paparan nitrit oksida yang

berlangsung lama.

c. Patofisiologi

Absorbsi B12 (kobalamin) di ileum memerlukan faktor intrinsik yaitu glikoprotein

yang disekresi lambung, faktor intrinsik akan mengikat 2 molekul kobalamin. Pada orang

dewasa, intrinsik faktor dapat berkurang karena adanya atropi lambung (gastritis

atropikan), gangguan imunologis (antibodi terhadap faktor intrinsik lambung) yang

mengakibatkan defisiensi kobalamin. Defisiensi kobalamin menyebabkan defisiensi

metlonin intraseluler, kemudian menghambat pembentukan folat tereduksi dalam sel,

Folat intrasel yang berkurang akan menurunkan prekursor timidilat yang selanjutnya

mengganggu sintesis DNA. Model ini disebut Methylfolate trap hypothesis harena

defisiensi kobalamin mengakibatkan penumpukan 5 metil tetrahidrofolat.

Defisiensi kobalamin yang berlangsung lama mengganggu perubahan proprionat

menjadi suksinil co A yang mengakibatkan gangguan sintesis myelin pada susunan saraf

pusat. Proses demielinisasi ini menyebabkan kelainan medula spinalis dan gangguan

neurologis.

Sebelum diabsorbsi, asam folat (pteroyglutamic acid) harus diubah menjadi bentuk

monoglutamat. Bentuk folat tereduksi yaitu tetrahidrofolat (FH4) merupakan koenzim

aktif. Defisiensi folat menyebabkan penurunan FH4 intrasel yang akan menggangu sintesis

timidilat dan selanjutnya mengganggu sintesis DNA.

d. Riwayat Penyakit

Biasanya penderita datang berobat karena keluhan neuropsikiatri, keluhan epigastrik,

diare dan bukan oleh keluhan aneminya. Penyakit biasanya berjalan secara perlahan-

lahan. Keluhan lain berupa rambut cepat memutih, lemah badan, penurunan berat badan,

Pada defisiensi B12 diagnosis ditegakkan rata-rata setelah 15 bulan dari onset

gejala,biasanya didapatkan triad : lemah badan, sore tongue, parestesi sampai gangguan

berjalan.

e. Tanda dan gejala klinik

Umumnya terjadi pada usia pertengahan dan usia tua.

39

Page 40: Referat Dr Toton

o Pada defisiensi B12, terdapat 3 manifestasi utama : anemia megaloblastik, glositis,

dan neuropati.

Gangguan neurologis terutama mengenai substansia alba kolumna dorsalis dan

lateral medulla spinalis, korteks serebri dan degenerasi saraf perifer sehingga

disebut suacute combined degeneration / combined system disease.

Manifestasi Gangguan Neurologis pada Defisiensi Besi :

Kalsifikasi Gejala Pemeriksaan Fisik Lesi

Ringan Parestesi Normal/gangguan

rasa raba dan suhu

Saraf perifer,

kolumna dorsalis

Sedang Kelemahan

unsteady gait,

clums iness

Gangguan rasa

vibrasi dan posisi

Kolumna dorsalis

Berat Kelemahan berat

spastisitas

Hiperrefleksia

klonus, refleks

Babinski

Kolumna dorsalis

dan lateralis

Pada defisiensi B12 dapat diremukan (gangguan mental, depresi, gangguan

memori, gangguan kesadaran, delusi,halusinasi, paranoid,skizopren,. Gejala

40

Page 41: Referat Dr Toton

neurologis lainnya adalah : opthalmoplegia, atoni kandung kemih, impotensi,

hipotensi ortostastik (neuropati otonom) dan neuritis retrobulbar.

o Pada defisiensi asam folat, manifestasi utama : anemia megaloblastik, glositis

f. Laboratorium

Anemia makrositer dengan peningkatan MCV

Neutropenia dengan neutrofil berukuran besar dan mengalami hipersegmentasi

dengan granula kasar (Glant Stab-cell)

Trombositopenia ringan (rata-rata 100-150x103/mm3)

Sumsum tulang dengan gambaran megaloblastik

Pada defisiensi B12 :

Serum kobalamin rendah (<100 pg/mL)

Schiling test : radiobeled B12 absorption test akan menunjukkan absorbsi

kobalamin yang rendah yang menjadi normal dengan pemberian faktor

intrinsik lambung.

Cairan Lambung : sekresi berkurang, rata-rata 15ml/jam (kira-kira 10%

normal), aklorhidira,pH >6

Masa hidup eritrosit berkurang,rata-rata 20-75 harri

LDH meningkat karena peningkatan destruksi eritrosit akibat eritropoesis

yang tidak efektif di sumsum tulang.

MCV: pada anemia ringan berkisar antara 100-110 fl, pada anemia berat

berkisar antara 110-130 fl.

Pada defisiensi asam folat :

Penurunan kadar folat serum (3-5 ng/mL)

Biopsi jejunum

g. Diagnosis

Gejala : anemia, ikterus ringan, glositis, stomatitis, purpura, neuropati

Apus darah tepi : eritrosit yang besar dengan bentuk lonjong, trombosit dan leukosit

agak menurun, didapatkan hipersegmentasi neutrofil, Glant stab-cell, retikulosit

menurun

Sumsum tulang, hiperseluluer dengan sel-sel eritroblast yang besar (megaloblast),

Giant stab-cell.

Pada anemia pernisiosa : Schilling test (+)

41

Page 42: Referat Dr Toton

h. Diagnosis Banding

Leukemia akut

Anemia hemolitik (pada krisis hemolitik)

Anemia aplastik

Eritremik mielosis/eritroleukemia

Penyakit hati yang berat

Hipotiroidisme

Nefritis kronis

i. Terapi

1. Suportif : transfusi bila ada hipoksia, suspensi bila trombositopenia mengancam jiwa

2. Defisiensi B12 :

a. Sianokobalamin :

Dosis : 100 µg IM/ hari selama 6-7 hari, bila ada perbaikan klinis dan ada respon

retikulosit dalam 1 minggu, dosis diturunkan 100 µg Imselang sehari sebanyak 7

dosis, kemudian tiap 3-4 hari selama 2-3 minggu (dosis total 1,8-2 mg B12 dalam 5-

6 minggu). Pada saat ini kelainan hematologis harus mencapai normal. Setelah

kelainan hematologis normal, pada anemia pernisiosa diberikan sianocobalamin

100 µg IM/bulan seumur hidup.

b. Hidroksobalamin :

Diretensi dalam tubuh lebih baik daripada sianokobalamin, 28 hari setelah ineksi,

hidroksobalamin diretensi 3 kali lebih banyak daripada sianokobalamin.

Preparat : 100µg/mL, 1000 µg/mL

Dosis : 1000 µg IM setiap 5 minggu

Atau

1000 µg setiap hari IM selama 1-2 minggu lalu tiap 3 bulan

Respon terapi terhadap vitamin B12 dan folat :

Gejala klinis membaik sebelum didapatkan perubahan hematologis. Respon awal

adalah peningkatan retikulosit pada hari ke 2-3 dan maksimum pada hari ke 5-8,

dapat ditemukan normoblast pada apus darah tepi. Peningkatan hematokrit terjadi

setelah 5-7 hari terapi. Pada anemia tanpa komplikasi, hematokrit terjadi normal

dalam 4-8 minggu. Hipersegmenrasi lekosit berkurang secara bertahap secara

bertahap dan menghilang dalam 14 hari. Trombosit normal dalam waktu 1 minggu.

Pada sumsum tulang, eritropoiesis membaik dalam 24 jam terapi. Setelah 6-10jam

42

Page 43: Referat Dr Toton

terapi megaloblast berkurang dan dalam 24-48 jam maturasi eritrosit menjadi

normoblastik.

3. Defisiensi asam folat :

Untuk mengisi cadangan folat dalam tubuh, diperlukan dosis 1 mg/hari selama 2-3

minggu, kemudian dosis pemeliharaan 0,25-0,5 mg/hari. Apabila diperlukan

pemakaian difenilhidantoin dalam waktu lama,diperlukan asam folat 0,5-2 mg/hari.

4. Terapi Penyakit Dasar

5. Menghentikan obat-obatan penyebab anemia megaloblastik

j. Prognosis

Baik,kecuali bila tidak ada komplikasi kardiovaskuler atau infeksi yang berat.

Sebelum adanya terapi efektif, anemia pernisiosa biasanya fatal dengan mortalitas 53%

dalam bulan pertama. Pada beberapa kasus, penyakit dapat mengalami remisi dan relaps

dengan jangka waktu dan berat penyakit bervariasi selama 1-3 tahun. Setelah terapi relaps

terjadi bervariasi antara 21-213 bulan. Remisi didapatkan pada 86% penderita, beberapa

penderita bertahan hidup selama 14-20 tahun.

ANEMIA AKIBAT PENYAKIT KRONIS

a. Definisi

Merupakan anemia derajat ringan sampai sedang yang terjadi akibat infeksi kronis,

peradangan trauma atau penyakit neoplastik yang telah berlangsung 1-2 bulan dan tidak

disertai penyakit hati,ginjal dan endokrin. Jenis anemia ini ditandai dengan kelainan

metabolisme besi, sehingga terjadi hipoferemia dan penumpukan besi di makrofag.

b. Etiologi

Anemia Penyakit kronik dapat dsebabkan oleh beberapa penyakit atau kondisi seperti

infeksi kronik (infeksi paru,endokarditis bakterial), inflamasi kronik (artritis reumatoid,

demam reumatik), penyakit hati alkoholik,gagal jantung kongestif dan idiopatik.

c. Patogenesis dan Patofisiologi

Secara garis besar patogenensis anemia penyakit kronis dititikberatkan pada 3

abnormalitas utama :1) Ketahanan hidup eritrosit yang memendek akibat terjadinya lisis

eritrosit,2) adanya respon sumsum tulang akibat respon eritropoetin yang terganggu atau

menurun, 3) Gangguan metabolisme berupa gangguan reutilisasi besi.

43

Page 44: Referat Dr Toton

Terdapatnya peradangan dapat mengacaukan interpretasi pemeriksaan status besi. Proses

terjadinya radang merupakan respon fisiologis tubuh terhadap berbagai rangsangan

termasuk infeksi dan trauma. Pada fase awal proses inflamasi terjadi induksi fase akut

oleh makrofag yang teraktivasi berupa penglepasan sitokin radang seperti Tumor

Necrotizing Factor (TNF)-α, Interleukin (IL)-1, IL- 6 dan IL-8. Interleukin-1

menyebabkan absorbsi besi berkurang akibat pengelepasan besi ke dalamsirkulasi

terhambat, produksi protein fase akut (PFA),lekositosis dan demam. Hal itu dikaitkan

dengan IL-1 karena episode tersebut kadarnya meningkat dan berdampak menekan

eritropoesis. Bila eritropoesis tertekan, maka kebutuhan besi akan berkurang,sehingga

absorbsi besi di usus menjadi menurun. IL-1 bersifat mengaktifasi sel monosit dan

makrofag menyebabkan ambilan besi serum meningkat. TNF-α juga berasal dari

makrofag berefek sama yaitu menekan eritropoesis melalui penghambatan eritropoetin.

IL-6 menyebabkan hipoferemia dengan menghambat pembebasan cadangan besi jaringan

ke dalam darah.

Pada respon fase akut sistemik diperlihatkan bahwa akibat induksi IL-1, TNF-α dan

IL-6, maka hepatosit akan memproduksi secara berlebihan beberapa PFA utama seperti

C-reactive protein, serum amyloid A (SAA) dan fibrinogen. Selain itu terjadi pula

perangsangan hypothalamus yang berefek menimbulkan demam serta perangsangan

di sumbu hipothalmus-kortikosteroid di bawah pengaruh adrenocorticotropic hormone

(ACTH) yang berefek sebagai akibat umpan balik negatif terhadap induksi PFA oleh

hepatosit. Selain CRP, SAA, dan fibrinogen, protein fase akut lain yang berhubungan

penting dengan metabolisme besi antara lain: apoferritin, transferin, albumin dan

prealbumin.

Pada proses infllamasi sintesis apoferritin oleh hepatosit dan makrofag teraktivasi

meningkat. Kadar fibrinogen meningkat 2–3 kali normal, sedangkan transferin, albumin

dan prealbumin merupakan protein fase akut yang kadarnya justru menurun saat proses

inflamasi.

Anemia penyakit kronis sering bersamaan dengan anemia defisiensi besi dan

keduanya memberikan gambaran penurunan besi serum. Oleh karena itu penentuan

parameter besi yang lain diperlukan untuk membedakannya. Rendahnya besi di anemia

penyakit kronis disebabkan aktifitas mobilisasi besi sistem retikuloendotelial ke plasma

menurun, sedangkan penurunan saturasi transferin diakibatkan oleh degradasi transferin

yang meningkat. Kadar feritin pada keadaan ini juga meningkat melalui mekanisme yang

sama. Berbeda dengan anemia defisiensi, gangguan metabolisme besi disebabkan karena

44

Page 45: Referat Dr Toton

kurangnya asupan besi atau tidak terpenuhinya kebutuhan besi sebagai akibat

meningkatnya kebutuhan besi atau perdarahan.

d. Gambaran klinik

Anemia pada penyakit kronis biasanya ringan sampai dengan sedang terjadi setelah 1-

2 bulan menderita sakit.Anemianya tidak bertambah progresif atau stabil dan berat

ringannya anemia yang diderita seseorang tergantung pada beratnya penyakit yang

dideritanya dan lamanya menderita penyakit tersebut. Gambaran klinis dari anemianya

sering tertutupi oleh gejala klinis dari penyakit yang mendasari (asimptomatik).Pada

pasien-pasien lansia oleh karena menderita penyakit vaskular degeneratif kemungkinan

juga dapat ditemukan gejala-gejala kelelahan lemah, klaudikasio intermiten, muka pucat

dan pada jantung keluhannya dapat berupa palpitasi,angina pektoris dan gangguan

serebral.

e. Laboratorium

Pada pemeriksaan status besi didapatkan penurunan besi serum, transferin, saturasi

transferin dan total protein pengikat besi, sedangkan kadar feritin dapat normal atau

meningkat. Kadar reseptor transferin di anemia penyakit kronis adalah normla. Berbeda

dengan defisiensi besi yang kadar total protein pengikat besi meningkat, sedangkan feritin

menurun, dan kadar reseptor transferin menigkat.

f. Diagnosis

1. Tanda dan gejala klinis yang dapat dijumpai seperti kelelahan,lemah ,berdebar-debar

dan lain-lain

2. Pemeriksaan laboratorium :

Derajat anemia,biasanya ringan sampai sedang

Gambaran morfologi darah tepi biasanya normositik normokromik atau

mikrositik ringan.

Nilai MCV biasanya normal atau menurun sedikit (≤ 80 fl)

Besi serum (serum iron) menurun (<60 mug/dL)

TIBC menurun (<250 mug/dL)

Jenuh transferin (saturasi transferin) menurun (<20 %)

Feritin serum normal atau meninggi (>100 ng/mL)

g. Penatalaksanaan

45

Page 46: Referat Dr Toton

Penatalaksanaan pada penyakit kronis tidak ada yang spesifik, biasanya apabila

penyakit dasarnya telah diberikan pengobatan dengan baik maka anemianya juga akan

membaik.

Belakangan ini telah dicoba untuk memberikan beberapa pengobatan yang mungkin

dapat membantu anemia akibat penyakit kronis, antara lain :

1. Rekombinan eritropoetin (EPO), dapat diberikan pada pasien-pasien anemia penyakit

kronis yang penyakit dasarnya artritis reumatoid, Aquired Immuno Deficiency

Syndrome (AIDS) dan Inflamatory Bowel Disease.Dosisnya dapat dimulai 50-100

unit/ Kg,3xseminggu, pemberiannya secara intra vena (IV),atau subcutan (SC).

2. Transfusi darah berupa Packed Red Cell (PRC), dapat diberikan bila anemianya telah

memberikan keluhan atau gejala.Tetapi ini jarang diberikan karena anemianya jarang

sampai berat.

3. Prednisolon dosis rendah yang diberikan dalam jangka panjang.Diberikan pada pasien

anemia penyakit kronik dengan penyakit dasar artritis temporal, reumatik dan

polimialgia.Hemoglobin akan segera kembali normal demikian juga dengan gejala-

gejala polimialgia akan segera ilang dengan cepat.

4. Kobalt klorida bermanfaat untuk memperbaiki anemia penyakit kronis.cara kerjanya

yaitu menstimulasi pelepasan eritropoetin, tetapi karena efek toksiknya obat ini tidak

dianjurkan untuk diberikan.

46

Page 47: Referat Dr Toton

BAB III

KESIMPULAN

Transfusi Darah adalah proses pemindahan darah dari seseorang yang sehat (donor) ke

orang sakit (resipien) yang diberikan secara intravena melalui pembuluh darah. Darah yang

dipindahkan dapat berupa darah lengkap dan komponen darah.

Tujuan transfusi darah adalah meningkatkan kemampuan darah dalam mengangkut

oksigen,memperbaiki volume darah tubuh,memperbaiki kekebalan,memperbaiki masalah

pembekuan.

Transfusi darah diperlukan saat tubuh kehilangan banyak darah, misalnya pada

kecelakaan, trauma atau operasi pembedahan yang besar, penyakit yang menyebabkan

terjadinya perdarahan, juga penyakit yang menyebabkan kerusakan sel darah dalam jumlah

besar, misal anemia hemolitik atau trombositopenia.

47

Page 48: Referat Dr Toton

DAFTAR PUSTAKA

1. Nhlbi.nih.gov. “What is a blood transfusion”. July 1st,2009. Available:

http://www.nhlbi.nih.gov/health/health-topics/topics/bt/. Accessed on:September 20th,2011

2. Latief SA, Suryadi KA, Dachlan MR.Transfusi Darah pada Pembedahan. Dalam

Anestesiologi. Edisi ke-2. Jakarta: FKUI;2007; pg.141- 5

3. Nlm.nih.gov. “Blood Transfusion and Donation”. Available:

http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/bloodtransfusionanddonation.html. Accessed on:

September 20th,2011

4. Hewitt PE, Wagstaff W. Donor darah dan Uji Donor darah. Dalam : Contreras M,Ed.

Petunjuk Penting Transfusi (ABC of Transfusion), edisi ke-2; alih bahasa Oswari J.

Jakarta : EGC,1995;1-4

5. Pedoman Pelaksanaan Transfusi Darah.RSUD Dr. Sutomo FK.Universitas Airlangga.

Edisi III.Tahun 2001.Surabaya

6. Davies SC, brozovic M. Transfusi Sel darah Merah. Dalam Contreras M, Ed. Petunjuk

Penting transfusi (ABS of Transfusion) Edisi ke-2. Alih Bahasa Oswari. Jakarta: EGC, 9-

14

7. Contreras M, Mollison PI. Uji Sebelum Transfusi dan Kebijakan Pemesanan darah. Dalam

: Contreras M,Ed. Petunjuk Penting transfusi (ABC of Transfusion) Edisi ke-2, alih bahasa

Oswari J, Jakarta : EGC, 5-8

8. http://www.journal.unair.ac.id/filerPDF/IJCPML-12-1-03.pdf diakses pada tanggal 13

desember 2012

9. Mansjoer Arif dkk.,2001, Kapita Selekta Kedokteran Jilid I. Jakarta: Media Aesculaplus.

10. Panjaitan,Suryadi,2003, Beberapa Aspek Penyakit Kronis pada usia lanjut.Medan :

Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

11. Price Sylvia A,dkk, 2005,Patofisiologi edisi 6.Jakarta : EGC

12. Sudoyo Aru W.,dkk.2009.Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II edisi . Jakarta: FKUI

13. Sumantri,Rahmat,dkk. 2008. Pedoman Diagnosis dan Terapi Hematologi Onkologi

Medik. Bandung : FK Unpad

48