329
DEFINISI FRAKTUR Fraktur adalah hilangnya kontinuitas tulang, tulang rawan sendi, tulang rawan epifisis, baik yang bersifat total maupun yang parsial. KLASIFIKASI FRAKTUR KLASIFIKASI ETIOLOGIS Fraktur traumatik : Terjadi karena trauma yang tiba- tiba. Fraktur patologis Terjadi karena kelemahan tulang sebelumnya akibat kelainan patologis di dalam tulang. Fraktur stres Terjadi karena adanya trauma yang terus menerus pada suatu tempat tertentu. KLASIFIKASI KLINIS Fraktur tertutup (simple fracture) Fraktur tertutup adalah suatu fraktur yang tidak mempunyai hubungan dengan dunia luar. Fraktur terbuka (compound fracture) Fraktur terbuka adalah fraktur yang mempunyai hubungan dengan dunia luar melalui luka pada kulit dan jaringan lunak, dapat berbentuk from within (dari dalam) atau from without (dari luar). Fraktur dengan komplikasi (complicated fracture)

Referat Dr. Suhana

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Referat Dr. Suhana

DEFINISI FRAKTUR

Fraktur adalah hilangnya kontinuitas tulang, tulang rawan sendi, tulang rawan

epifisis, baik yang bersifat total maupun yang parsial.

KLASIFIKASI FRAKTUR

KLASIFIKASI ETIOLOGIS

• Fraktur traumatik :Terjadi karena trauma yang tiba-tiba.

• Fraktur patologis Terjadi karena kelemahan tulang sebelumnya akibat kelainan

patologis di dalam tulang.

• Fraktur stres Terjadi karena adanya trauma yang terus menerus pada suatu

tempat tertentu.

KLASIFIKASI KLINIS

• Fraktur tertutup (simple fracture) Fraktur tertutup adalah suatu fraktur yang

tidak mempunyai hubungan dengan dunia luar.

• Fraktur terbuka (compound fracture) Fraktur terbuka adalah fraktur yang

mempunyai hubungan dengan dunia luar melalui luka pada kulit dan jaringan

lunak, dapat berbentuk from within (dari dalam) atau from without (dari luar).

• Fraktur dengan komplikasi (complicated fracture)

Fraktur dengan komplikasi adalah fraktur yang disertai dengan komplikasi

misalnya malunion, delayed union, nonunion, infeksi tulang.

KLASIFIKASI RADIOLOGIS

Klasifikasi ini berdasarkan atas:

1. Lokalisasi (gambar 14.16):

• Diafisial

• Metafisial

• Intra-artikuler

• Fraktur dengan dislokasi

Page 2: Referat Dr. Suhana

2. Konfigurasi (gambar 14.17, gambar 14.18)-. Fraktur transversal

Fraktur oblik

Fraktur spiral

Fraktur Z

Fraktur segmental

Fraktur komunitif, fraktur lebih dari dua fragmen

Fraktur baji biasanya pada vertebra karena trauma kompresi

Fraktur avulsi, fragmen kecil tertarik oleh otot atau tendo misalnya

fraktur epikondilus humeri, fraktur trokanter mayor, fraktur patela

Fraktur depresi, karena trauma langsung misalnya pada tulang tengkorak

Fraktur impaksi

Fraktur pecah (burst) dimana terjadi fragmen kecil yang berpisah

misalnya pada fraktur vertebra, patela, talus, kalkaneus

Fraktur epifisis

Page 3: Referat Dr. Suhana

3. Menurut ekstensi (gambar 14.24, 14.25)

• Fraktur total

• Fraktur tidak total (fraktur crack)

• Fraktur buckle atau torus

• Fraktur garis rambut

• Fraktur green stick

4. Menurut hubungan antara fragmen dengan fragmen lainnya (gambar 14.19):

• Tidak bergeser (undisp/aced)

• Bergeser (displaced) Bergeser dapat terjadi dalam 6 cara:

a. Bersampingan

b. Angulasi

Page 4: Referat Dr. Suhana

c. Rotasi

d. Distraksi

e. Over-riding

f. Impaksi

GAMBARAN KLINIS FRAKTUR

Anamnesis

Biasanya penderita datang dengan suatu trauma (traumatik fraktur), baik yang

hebat maupun trauma ringan dan diikuti dengan ketidakmampuan untuk menggunakan

anggota gerak. Anamnesis harus dilakukan dengan cermat, karena fraktur tidak

selamanya terjadi di daerah trauma dan mungkin fraktur terjadi pada daerah lain.

Trauma dapat terjadi karena kecelakaan lalu lintas, jatuh dari ketinggian atau jatuh di

kamar mandi pada orang tua, penganiayaan, tertimpa benda berat, kecelakaan pada

pekerja oleh karena mesin atau karena trauma olah raga. Penderita biasanya datang

karena adanya nyeri, pembengkakan, gangguan fungsi anggota gerak, deformitas,

kelainan gerak, krepitasi atau datang dengan gejala-gejala lain.

Pemeriksaan fisik

Pada pemeriksaan awal penderita, perlu diperhatikan adanya:

1. Syok, anemia atau perdarahan

2. Kerusakan pada organ-organ lain, misalnya otak, sumsum tulang belakang atau

organ-organ dalam rongga toraks, panggul dan abdomen

3. Faktor predisposisi, misalnya pada fraktur patologis

Page 5: Referat Dr. Suhana

Pemeriksaan lokal

1. Inspeksi (Look)

• Bandingkan dengan bagian yang sehat

• Perhatikan posisi anggota gerak

• Keadaan umum penderita secara keseluruhan

• Ekspresi wajah karena nyeri

• Lidah kering atau basah

• Adanya tanda-tanda anemia karena perdarahan

• Apakah terdapat luka pada kulit dan jaringan lunak untuk membedakan

fraktur tertutup atau terbuka

• Ekstravasasi darah subkutan dalam beberapa jam sampai beberapa hari

• Perhatikan adanya deformitas berupa angulasi, rotasi dan kependekan

• Lakukan survei pada seluruh tubuh apakah ada trauma pada organ-organ

lain

• Perhatikan kondisi mental penderita

• Keadaan vaskularisasi

2. Palpasi (Feel) Palpasi dilakukan secara hati-hati oleh karena penderita biasanya

mengeluh sangat nyeri.

Hal-hal yang perlu diperhatikan:

• Temperatur setempat yang meningkat

• Nyeri tekan; nyeri tekan yang bersifat superfisial biasanya disebabkan

oleh kerusakan jaringan lunak yang dalam akibat fraktur pada tulang

• Krepitasi; dapat diketahui dengan perabaan dan harus dilakukan secara

hati-hati

• Pemeriksaan vaskuler pada daerah distal trauma berupa palpasi arteri

radialis, arteri dorsalis pedis, arteri tibialis posterior sesuai dengan

anggota gerak yang terkena Refilling (pengisian) arteri pada kuku, warna

kulit pada bagian distal daerah trauma, temperatur kulit.

• Pengukuran tungkai terutama pada tungkai bawah untuk mengetahui

adanya perbedaan panjang tungkai

Page 6: Referat Dr. Suhana

3. Pergerakan (Move)

Pergerakan dengan mengajak penderita untuk menggerakkan secara aktif dan

pasif sendi proksimal dan distal dari daerah yang mengalami trauma. Pada

penderita dengan fraktur, setiap gerakan akan menyebabkan nyeri hebat

sehingga uji pergerakan tidak boleh dilakukan secara kasar, disamping itu juga

dapat menyebabkan kerusakan pada jaringan lunak seperti pembuluh darah dan

saraf.

4. Pemeriksaan neurologis

Pemeriksaan neurologis berupa pemeriksaan saraf secara sensoris dan motoris

serta gradasi kelainan neurologis yaitu neuropraksia, aksonotmesis atau

neurotmesis.Kelainan saraf yang didapatkan harus dicatat dengan baik karena

dapat menimbulkan masalah asuransi dan tuntutan (klaim) penderita serta

merupakan patokan untuk pengobatan selanjutnya.

5. Pemeriksaan radiologis

Foto polos

Dengan pemeriksaan klinik kita sudah dapat mencurigai adanya

fraktur.Walaupun demikian pemeriksaan radiologis diperlukan untuk

menentukan keadaan, lokasi serta ekstensi fraktur.Untuk menghindarkan nyeri

serta kerusakan jaringan lunak selanjutnya, maka sebaiknya kita

mempergunakan bidai yang bersifat radiolusen untuk imobilisasi sementara

sebelum dilakukan pemeriksaan radiologis. Tujuan pemeriksaan radiologis:

• Untuk mempelajari gambaran normal tulang dan sendi

• Untuk konfirmasi adanya fraktur

• Untuk melihat sejauh mana pergerakan dan konfigurasi fragmen serta

pergerakannya

• Untuk menentukan teknik pengobatan

• Untuk menentukan apakah fraktur itu baru atau tidak

• Untuk menentukan apakah fraktur intra-artikuler atau ekstra-artikuler

• Untuk melihat adanya keadaan patologis lain pada tulang

• Untuk melihat adanya benda asing, misalnya peluru

Page 7: Referat Dr. Suhana

Pemeriksaan radiologis dilakukan dengan beberapa prinsip dua:

• Dua posisi proyeksi; dilakukan sekurang-kurangnya yaitu pada antero-

posterior dan lateral

• Dua sendi pada anggota gerak dan tungkai harus difoto, di atas dan di

bawah sendi yang mengalami fraktur

• Dua anggota gerak.Pada anak-anak sebaiknya dilakukan foto pada ke dua

anggota gerak terutama pada fraktur epifisis.

• Dua trauma, pada trauma yang hebat sering menyebabkan fraktur pada

dua daerah tulang.Misalnya pada fraktur kalkaneus atau femur, maka

perlu dilakukan foto pada panggul dan tulang belakang.

• Dua kali dilakukan foto.Pada fraktur tertentu misalnya fraktur tulang

skafoid foto pertama biasanya tidak jelas sehingga biasanya diperlukan

foto berikutnya 10-14 hari kemudian.

Pemeriksaan radiologis lainnya

Pemeriksaan khusus dengan:

1. Tomografi, misalnya pada fraktur vertebra atau kondilus tibia

2. CT - scan

3. MRI

4. Radioisotop scanning

Umumnya dengan foto polos kita dapat mendiagnosis fraktur, tetapi perlu

dinyatakan apakah fraktur terbuka/tertutup, tulang mana yang terkena dan lokalisasinya,

apakah sendi juga mengalami fraktur serta bentuk fraktur itu sendiri.

Konfigurasi fraktur dapat menentukan prognosis serta waktu penyembuhan fraktur

misalnya penyembuhan fraktur transversal lebih lambat dari fraktur oblik karena kontak

yang kurang.

Page 8: Referat Dr. Suhana

FRAKTUR PATOLOGIS

DEFINISI

Fraktur patologis adalah fraktur yang terjadi pada tulang karena adanya

kelainan/penyakit yang menyebabkan kelemahan pada tulang (gambar 14.20).Fraktur

patologis dapat terjadi secara spontan atau akibat trauma ringan.

Tabel 14.2. Klasifikasi Penyebab Fraktur Patologis

1. Penyakit lokal pada tulang

Infeksi Tumor jinak

• Osteomielitis piogenik

• Infeksi sifilis (bentuk osteolitik) Lain-

lain

• Kista tulang soliter

• Fibrosa displasia monostotik

• Granulomaeosinofilik

• Atrofi tulang karena paralisis,

misalnya poliomielitis

• Tabes dorsalis

• Tulang rapuh akibat penyinaran

• Kondroma(enkondroma)

• Giant cell tumor

• Hemangioma (vertebra) Tumor ganas

tulang

• Osteogenik sarkoma

• Tumor Ewing

• Mieloma soliter

• Tumor metastasis (paru-paru, mamma,

prostat, tiroid, ginjal)

• Sarkoma metastasis

2. Kelainan bersifat umum pada tulang

Kelainan bawaan Rarefaksi tulang yang bersifat umum

• Osteogenesis imperfekta Tumor-tumor

yang menyebar

• Mieloma multipel

• Metastasis karsinoma yang difus Lain-

lain

• Penyakit Paget

• Fibrosa displasia poliostotik

• Penyakit Gaucher

• Penyakit Hand - Schuller – Christian

• Osteoporosis senilis

• Osteodistrofi paratiroid

• Sindroma Gushing

• Infantile rickets

• Coeliac rickets

• Renal rickets

• Sistinosis(sindromaFanconi)

• Osteomalasia nutrisi

• Steatore idiopatik

Page 9: Referat Dr. Suhana

DIAGNOSIS

Anamnesis

Apabila ditemukan adanya fraktur secara spontan atau setelah suatu trauma

ringan maka harus dianggap sebagai suatu fraktur patologis sebelum dapat dibuktikan

lain. Pada penderita lanjut usia selalu harus ditanyakan tentang riwayat penyakit atau

operasi sebelumnya; adanya penyakit tumor ganas atau setelah satu operasi gastrektomi

yang akan menyebabkan malabsorbsi.

Adanya penurunan berat badan, nyeri, batuk-batuk atau hematuria, menunjukkan

kecurigaan akan adanya tumor ganas di tempat lain.

Page 10: Referat Dr. Suhana

Pemeriksaan

1. Pemeriksaan lokal : Pemeriksaan adanya kelainan lokal berupa sinus yang

infeksi, jaringan parut, pembengkakan, lokalisasi fraktur sehingga dapat diduga

diagnosisnya.

2. Pemeriksaan umum

Sangat penting dilakukan pemeriksaan umum adanya penyakit-penyakit seperti

displasia kongenital, displasia fibrosa, penyakit Paget, sindroma Gushing serta

kelainan lain. Padaanak di bawah umur 20 tahun, fraktur patologis biasanya

disebabkan oleh kelainan jinak.Pada penderita di atas umur 40 tahun

kemungkinan penyebabnya adalah mielomatosis, karsinoma sekunder akibat

metastasis, penyakit Paget.

Page 11: Referat Dr. Suhana

3. Pemeriksaan radiologis

• Pemeriksaan foto polos

o Pemeriksaan pada daerah fraktur

Pada daerah fraktur harus diperhatikan bentuk kelainan; apakah

berbentuk kista, erosi korteks, trabekulasi yang abnormal atau

penebalan periosteal. Juga diperhatikan adanya kompresi

misalnya fraktur vertebra karena osteoporosis atau osteomalasia

atau penyebab lain seperti metastasis tumor atau mieloma.

o Pemeriksaan pada daerah lain

Perlu dilakukan pemeriksaan radiologis pada tulang yang lain

apabila dicurigai adanya metastasis atau mieloma, pemeriksaan

foto paru-paru serta pemeriksaan saluran kencing.

• Pemeriksaan dengan pencitraan lain

o Radionuklidaimaging

o Pemeriksaan CT-scan atau Pemeriksaan MRI Pemeriksaan ini

diperlukan untuk mengetahui asal metastasis.

Page 12: Referat Dr. Suhana

4. Pemeriksaan laboratorium

• Pemeriksaan darah

Pemeriksaan darah lengkap seperti jumlah sel darah, laju endap darah,

elektroforesis protein, uji untuk sifilis serta penyakit tulang metabolik.

• Pemeriksaan urin Pemeriksan urin misalnya pemeriksaan BenceJones.

• Biopsi tulang

Beberapa kelainan yang sangat kecil tidak perlu dilakukan biopsi

misalnya kista soliter, defek kortikal fibrosa, penyakit Paget. Pada

kelainan lain mungkin perlu dilakukan biopsi baik biopsi tertutup atau

biopsi terbuka dengan mengambil jaringan pada waktu operasi untuk

pemeriksaan patologis.

Pengobatan

Prinsip pengobatan sama dengan fraktur pada umumnya yaitu terdiri atas

reduksi, pertahankanreduksi dan fisioterapi. Pemilihan metode pengobatan disesuaikan

dengan kondisi tulang sertakelainan patologis yang ditemukan.

• Kelainan tulang yang bersifat umum

Kelainan tulang yang bersifat umum misalnya penyakit Paget, penyembuhan

tulang sangat mudah hanya dengan imobilisasi adekuat berupa fiksasi interna

sudah cukup memadai.

• Kelainan jinak lokal tulang

Kelainan jinak tulang yang bersifat lokal misalnya kista soliter dapat sembuh

spontan, sehingga tidak diperlukan pengobatan khusus.Kuretase diperlukan

dikemudian hari setelah fraktur sembuh.

• Tumor ganas tulang primer

Bila terjadi fraktur pada kelainan ini, maka diperlukan pemakaian bidai dan

dipikirkan upaya stabilisasi tumor dengan fiksasi interna atau mungkin

diperlukan penggantian sebagian anggota gerak dengan fiksasi pengganti berupa

protesis.Walaupun demikian prognosisnya tetap jelek.

• Tumor-tumor metastasis

Tumor metastasis dengan fraktur, penyembuhan sangat jelek serta penderita

biasanya mengeluh nyeri.Perlu dipertimbangkan fiksasi interna sebagai pilihan

untuk stabilisasi fraktur.

Page 13: Referat Dr. Suhana

FRAKTUR STRES (FATIGUE FRACTURE)

Fraktur ini terjadi karena adanya stres yang kecil dan berulang-ulang pada

daerah tulang yang menopang berat badan.Fraktur stres jarang sekali ditemukan pada

anggota gerak atas. Daerah fraktur yang sering ditemukan:

1. Fraktur metatarsal II (March fracture), biasanya pada penderita yang sering

melakukan jalan jauh (tentara)

2. Fraktur fibula pada penderita yang sering lari

Page 14: Referat Dr. Suhana

3. Fraktur tibia pada penari balet

4. Fraktur leher femur pada aktifitas fisik yang hebat, misalnya pada tentara yang

melakukan jalan jauh

Gambaran klinis

Nyeri lokal pada waktu pergerakan serta nyeri tekan setempat.

Pemeriksaan radiologis

• Dapat dilihat adanya fraktur crack

• Adanya kalus sesuai dengan tingkat penyembuhan

Pengobatan

1. Menghindarkan pekerjaan yang merupakan faktor penyebab sampai

terjadinya kalus dan penyembuhan

2. Istirahat

3. Bidai yang sederhana

4. Pembalut elastiK

FRAKTUR DAN DISLOKASI DAN PADA ORANG DEWASA

FRAKTUR DAN DISLOKASI PADA ANGGOTA GERAK ATAS

FRAKTUR SEKITAR SENDI BAHU

FRAKTUR SKAPULA

Badan skapula mengalami fraktur akibat daya penghancur, yang biasanya juga

mengakibatkan fraktur pada ruang rusuk dan dapat mengakibatkan diskolasi pada sendi

sternokavikular.Leher skapula dapat mengalami fraktur akibat pukulan jatuh pada

bahu.Prosesus korakoideus dapat mengalami fraktur pada dasarnya atau mengalami

avulsi pada ujungnya.Struktur pada acromion adalah akibat kekuatan langsung.Fraktur

pada pinggir glenoid dapat terjadi bersama diskolasi bahu.

Pada gambaran klinik lengan di tahan tak bergerak dan mungkin terdapat memar hebat

pada skapula atau dinding dada.Fraktur pada badan skapula sering menyertai cedera

dada yang hebat.

Page 15: Referat Dr. Suhana

Gambaran radiologis memperlihatkan fraktur kominutif pada badan sakpula, atau

fraktur leher skapula dengan fragmen sebelah luar yang tertarik ke bawah oleh berat

lengan itu.Terkadang ditemukan retakan pada acromion atau prosesus korakoideus.

Pengobatan

Biasanya tidak ada pergeseran yang hebat sehingga umumnya pengobatan hanya

bersifat konservatif menggunakan mitela agar nyaman dan sejak awal mempraktekan

latihan aktif pada bahu, siku dan jari.Fragmen glenoid yang besar, akibat fraktur –

dislokasi pada bahu, harus diikat dengan suatu pen.

FRAKTUR KLAVIKULA

Merupakan tulang yang berbentuk S, di sebelah medial berhubungan dengan

sternum dan bagian lateral dengan akromion.Dihubungkan dengan korakoid oleh

ligamen korako-klavikular.Fraktur klavikula terjadi karena penderita jatuh atau pukulan

pada bahu, biasanya tangan dalam keadaan out stretched. Pada fraktur pertengahan

batang yang disering ditemukan, fragmen luar tertarik ke bawah oleh berat lengan dan

separuh sebagian dalam tertahan ke atas oleh otot sternomastoid.Pada fraktur sepertiga

bagian luar, jika liga men utuh tidak banyak pergeseran tetapi jika

ligamentkorakoklavikular robek pergeseran dapat hebat dan reduksi tertutup tidak dapat

dilakukan.

Klasifikasi

Fraktur klavikula (gambar 14.62) dapat terjadi pada tiga tempat: ;

1. Sepertiga tengah (80%)

2. Sepertiga lateral (15%)

3. Sepertiga medial (5%)

Page 16: Referat Dr. Suhana

Gambaran klinis

Adanya riwayat trauma dan pembengkakan serta nyeri pada daerah

klavikula.Lengan di gendong pada dada untuk mencegah gerakan.Suatu benjolan

mungkin jelas terlihat dibawah kulit dan kadang fragmen yang tajam mengancam kulit.

Pemeriksaan radiologis

Pada fraktur 1/3 tengah, klavikula bagian medial terangkat ke atas oleh tarikan

otot sternokleidomastoideus dan fragmen lateral tertarik ke bawah oleh muskulus

pektoralis mayor.

Page 17: Referat Dr. Suhana

Pengobatan

1. Konservatif Pengobatan konservatif dengan mitela (gambar 144), verban bentuk

delapan.

2. Operasi

Sebagian besar fraktur klavikula sembuh dengan baik. Operasi dilakukan bila

ada indikasi seperti fraktur terbuka, adanya tekanan pada pembuluh darah,

nonunion, fraktur 1/3 lateral dengan pergeseran hebat (misalnya pada ligament

korakoklavikolarnya robek) yang biasanya tidak dapat di reduksi secara tertutup,

bila dibiarkan tanpa terapi fraktur itu menyebabkan deformitas rasa tak enak

ataupun kelemahan pada bahu. Lengan ditahan dengan mitela selama enam

minggu dan sesudah itu melakukan gerakan penuh.Operas! dapat dilakukan

dengan memasang pin Kirschner atau plate dan screw (gambar 14.62).

Komplikasi

1. Malunion selalu ada dan meninggalkan suatu tonjolan. Pada anak benjolan itu

selalu hilang pada waktunya dan orang dewasa biasanya hilang.

2. Kerusakan pembuluh darah merupakan komplikasi dini yang sangat jarang

terjadi.

3. Non-unionakan terjadi bila ahli bedah tidak memutuskan untuk melakukan

operasi pada fraktur pertengahan batang. Nonunion dapat diterapi dengan fiksasi

internal dan pencakokan tulang.

4. Deformitas yang jelek berupa penonjolan tulang ke arah kulit

Page 18: Referat Dr. Suhana

TRAUMA SENDI BAHU DAN SENDI SEKITARNYA

STRAIN DAN DISLOKASI SENDI STERNOKLAVIKULER

1. Strain daerah sternoklavikuler

Strain di daerah sternoklavikuler jarang terjadi.Biasanya berupa trauma pada

fraktur klavikula tetapi sifatnya ringan.

Gambaran klinis

Nyeri dan pembengkakan pada daerah tersebut.

Pengobatan Terapi konservatif dengan mitela.

2. Dislokasi sendi sternoklavikuler

cedera yang jarang terjadi ini biasanya disebabkan karena kompresi lateral pada

bahu.

Dislokasi sendi sternoklavikuler anterior jauh lebih sering terjadidari pada

dislokasi posterior.

Gambaran klinis

Pada dislokasi anterior :Ujung medial klavikula yang berdislokasi akan

membentuk benjolan yang menonjol pada sendi sternoklavikular. Cedera

ini nyeri tetapi tidak terdapat komplikasi kardiotoraks.

Pada diskolasi posterior : jarang terjadi tetapi jauh lebih berbahaya. Rasa

tak enak sangat terasa, mungkin terdapat tekanan pada trakea atau

pembuluh besar, tulang rusuk, dapat mengalami fraktur dan kadang-

kadang pasien mengalami syok dan dispnea.

Pengobatan

Dislokasi anterior dapat direduksi dengan memberikan tekanan pada klavikula

dan menarik lengan dengan bahu dalam keadaan abduksi. Tetapi biasanya sendi

itu akan berdislokasi lagi. Keadaan ini tidak banyak membawa masalah, fungsi

akan pulih sepenuhnya dalam beberapa bulan. Fiksasi internak tidak diperlukan

dan berbahaya (karena ada pembuluh darah besar dibelakang sternum)

Page 19: Referat Dr. Suhana

3. Dislokasi rekuren

Dislokasi rekuren dapat terjadi dan bersifat permanen apabila tidak dilakukan

reposisi awal. Dislokasi rekuren apabila tidak mengganggu dapat dibiarkan saja

dan bila mengganggu dapat dilakukan stabilisasi dengan operas! dan pemakaian

tendo muskulus subklavius atau fasia.

Page 20: Referat Dr. Suhana

STRAIN, SUBLUKSASI DAN DISLOKASI SENDIAKROMIOKLAVIKULER

Kelainan ini lebih sering ditemukan dan dibagi dalam tiga tingkat:

• Tingkat 1

Pada tingkat ini hanya terjadi strain, dimana terdapat trauma pada ligamen tetapi

tidak ada kerusakan dan ligamen tetap utuh.

• Tingkat 2

Pada tingkat 2 terjadi subluksasi, yaitu terdapat robekan ligamen

akromioklavikuler tetapi klavikula tidak terangkat karena ligamen

korakoklavikuler tetap utuh (gambar 14.64 A dan C).

• Tingkat 3

Terjadi dislokasi yang disebabkan oleh trauma yang lebih hebat sehingga

terdapat robekan pada kedua ligamen di atas dan klavikula terangkat ke atas

(gambar 14.64 B dan D).

Page 21: Referat Dr. Suhana

DISLOKASI SENDI BAHU

Dislokasi sendi bahu sering ditemukan pada orang dewasa tetapi jarang pada

anak-anak.

Klasifikasi

1. Dislokasi anterior

2. Dislokasi posterior

3. Dislokasi inferior atau luksasi erekta

4. Dislokasi disertai fraktur

Page 22: Referat Dr. Suhana

Dislokasi anterior disebut juga sebagai dislokasi preglenoid, subkorakoid

dansubklavikuler.

Mekanisme trauma

Dislokasi anterior merupakan kelainan yang tersering ditemukan dan biasanya

penderita jatuh dengan tangan dalam keadaan out stretched atau trauma pada skapula

sendiri dan anggota gerak dalam posisi rotasi lateral sehingga kaput humerus menembus

kapsul anterior sendi. Pada dislokasi anterior, kaput humerus berada di bawah glenoid,

subkorakoid dan subklavikuler.

Page 23: Referat Dr. Suhana

Gambaran klinis

Didapatkan nyeri yang hebat serta gangguan pergerakan sendi bahu. Kontur

sendi bahu menjadi rata karena kaput humerus bergeser ke depan.Jika pasien tidak

berotot maka suatu tonjolan dapat diraba tepat dibawah klavikula.Lengan harus selalu

diperiksa untuk mencari ada tidaknya cedera saraf dan pembuluh darah.

Pemeriksaan radiologis

Kaput humerus terlihat berada di depan dan medial glenoid (gambar 14.65)

Pengobatan

a. Dengan pembiusan umum

• Metode Hippocrates

Penderita dibaringkan di lantai, anggota gerak ditarik ke atas dan kaput

humerus ditekan dengan kaki agar kembali ke tempatnya.

• Metode Kocher

Penderita berbaring di tempat tidur dan ahli bedah berdiri di samping

penderita. Tahap-tahap reposisi menurut Kocher:

Sendi siku dalam posisi fleksi 90° dan dilakukan traksi sesuai

garis humerus o Lakukan rotasi ke arah lateral

Lengan diadduksi dan sendi siku dibawa mendekati tubuh ke arah

garis tengah o Lengan dirotasi ke medial sehingga tangan jatuh di

daerah dada

Page 24: Referat Dr. Suhana

b. Tanpa pembiusan umum

• Teknik menggantung lengan

Penderita diberikan petidin atau diazepam agar tercapai relaksasi yang

maksimum, kemudian penderita tidur tengkurap dan membiarkan lengan

tergantung di pinggir tempat tidur.Setelah beberapa waktu dapat terjadi

reduksi secara spontan.

Penanganan setelah reposisi

Setelah reposisi berhasil, maka lengan harus difiksasi di daerah toraks selama 3-

6 minggudan bila reposisi tidak dilakukan dapat terjadi dislokasi rekuren. Gerakan aktif

dimulai, tetapi kombinasi abduksi dan rotasi lateral harus dihindari sekurang-kurangnya

selama 3 minggu. Selama periode ini, gerakan siku dan jari dipraktekkan setiap hari.

Page 25: Referat Dr. Suhana

Komplikasi

a. Kerusakan nervus aksilaris.

Nervus aksilaris berjalan melingkari leher humerus dan dapat mengalami paresis

atau, paralisis. Sebelum dilakukan reposisi sebaiknya dilakukan pemeriksaan

pada saraf ini.

Apabila terdapat paresis atau paralisis, dilakukan pemeriksaan EMG setiap 3

minggu.

b. Kerusakan pembuluh darah dapat terjadi pada saat trauma atau pada saat traksi

sewaktureposisi atau karena tekanan kaput humerus.

c. Tidak dapat tereposisi

Kegagalan reposisi dapat terjadi karena adanya cekikan leher botol pada

muskulusskapularis sehingga perlu dilakukan reposisi secara operasi. d. Kaku

sendi

d. Kaku sendi yang terjadi pasca reposisi perlu dilakukan fisioterapi yang intensif.

e. Dislokasi rekuren

Dislokasi rekuren dapat bersifat anterior (lebih sering) atau posterior. Dislokasi

rekurenanterior terjadi karena pengobatan awal (imobilisasi) yang tidak adekuat

sehingga terjadidislokasi. Dislokasi terjadi karena adanya titik lemah pada

selaput sendi di sebelah depandan terjadi karena trauma yang ringan. Dislokasi

rekuren dapat dengan mudah terjadiapabila lengan dalam keadaan abduksi,

ekstensi dan rotasi lateral.

Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis.

Pengobatan

Dislokasi rekuren dengan frekuensi yang tinggi, memerlukan tindakan operasi

seperti operasi menurut Putti-Platt, Bristow dan Bankart.

Dislokasi posterior

Dislokasi posterior lebih jarang ditemukan dan biasanya disebabkan karena

trauma langsungpada sendi bahu dalam keadaan rotasi interna.

Mekanisme Trauma

Page 26: Referat Dr. Suhana

Gaya tak langsung yang menyebabkan rotasi internal dan aduksi yang nyata

harus sangat kuat untuk dapat menyebabkan dislokasi.Keadaan ini paling sering terjadi

selama ayan atau kejang-kejang, atau karena sengatan listrik.

Gambaran klinis

Ditemukan adanya nyeri tekan serta benjolan di bagian belakang sendi.

Pemeriksaan radiologis

Kaput humerus karena berotasi ke medial, bentuknya tampak abnormal seperti

bola lampu (light bulb).Dan agak jauh dari fossa glenoid (tanda glenoid kosong).

Pengobatan

Dislokasi akut direduksi (biasanya di bawah anestesi umum), dengan menarik

lengan sementara bahu pada posisi abduksi, biarkan bebrapa menit agar kaput humerus

lepas dan kemudian lengan pelan-pelan diputar ke lateral sementara kaput humerus

didorong kedepan.

Imobilisasi selama 3-6 minggu.Gerakan bahu diperoleh kembali melalui latihan

aktif.

Page 27: Referat Dr. Suhana

Dislokasi rekuren posterior

Dislokasi rekuren posterior lebih jarang ditemukan dan juga memerlukan

tindakan operasi.

Dislokasi inferior atau luksasi erekta

Kaput humerus mengalami jepitan di bawah glenoid dimana lengan mengarah ke

atassehingga terjadi dislokasi inferior.

Pengobatan

Dilakukan reposisi tertutup seperti dislokasi anterior dan bila tidak berhasil

dapat dilakukanreposisi terbuka dengan operasi.

Dislokasi disertai dengan fraktur tuberositas mayor humerus

Jenis ini biasanya adalah dislokasi tipe anterior disertai fraktur. Apabila

dilakukan reposisi pada dislokasi, biasanya fraktur akan tereposisi dan melekat kembali

pada humerus.

FRAKTUR HUMERUS

Fraktur pada humerus dapat terjadi mulai dari proksimal (kaput) sampai bagian

distal (kondilus)

humerus(gambar 14.66), berupa:

1. Fraktur leher 2. Fraktur tuberkulum mayus

3. Fraktur diafisis 4. Fraktur suprakondiler

5. Fraktur kondiler 6. Fraktur epikondilus medialis

Page 28: Referat Dr. Suhana

FRAKTUR LEHER HUMERUS

Fraktur leher humerus umumnya terjadi pada wanita tua yang telah mengalami

osteoporosis sehingga terjadi kelemahan pada tulang.

Mekanisme trauma

Fraktur biasanya terjadi setelah jatuh pada lengan yang terentang, jenis cedera

yang pada orang muda mungkin menyebabkan dislokasi bahu.

Page 29: Referat Dr. Suhana

Klasifikasi

Klasifikasi yang paling luas diterima adalah klasifikasi Neer (1970), yang

memperhatikan empat segmen utama yang terlibat dalam cedera ini :

1. caput

2. tuberositas minor

3. tuberositas mayor

4. batang

Klasifikasi ini membedakan jumlah fragmen yang bergeser atau terpisah. Jika

garis fraktur banyak tetapi fragmen tak bergeser ini dianggap sebagai fraktur satu bagian

yang hanya menyebabkan sedikit masalah, kalau satu segmen terpisah dari lainnya, ini

disebut fraktur dua bagian yang biasanya ditangani dengan reduksi tertutup. Kalau dua

fragmen bergeser disebut fraktur tiga bagian yang sulit direduksi dan mungkin

membutuhkan fiksasi internal atau luar, kalau semua bagian utama bergeser ini disebut

fraktur empat bagian yang paling baik diterapi dengan penggantian prostetik. (penilaian

pada penampilan sinar-X)

Gambaran Klinis

Nyeri tetapi tidak hebat, ada memar yang besar pada bagian atas lengan.Tanda-

tanda cedera pada saraf aksila atau pleksus brakialis.Pada pasien manula sering terjadi

suatu fraktur tunggal dan terimpaksi yang meluas ke collum chirurgicum.Pada pasien

muda, fragmen biasanya terpisah secara lebih jelas.Pada remaja, fragmen biasanya

terpisah secara lebih jelas.Terjadi fraktur pemisahan pada epifisis humerus bagian atas;

batang bergeser ke atas dank e depan, meninggalkan kaput dalam mangkuk sendi.

Pengobatan

Pada fraktur yang tidak disertai pergeseran dapat dilakukan terapikonservatif

saja dengan memasang mitela dan mobilisasi segera pada gerakan sendi bahu.

Bila fraktur disertai dengan pergeseran mungkin dapat dipertimbangkan

tindakan operasi.

Komplikasi

Kekakuan pada sendi

Page 30: Referat Dr. Suhana

cedera pembuluh darah dan saraf

Dislokasi sendi bahu

malunion

Page 31: Referat Dr. Suhana

FRAKTUR TUBERKULUM MAYUS HUMERUS

Fraktur dapat terjadi bersama dengan dislokasi humerus atau merupakan fraktur

tersendiri akibat trauma langsung di daerah sendi bahu.Biasanya terjadi pada orang tua

dan umumnya tidak mengalami pergeseran.

Pengobatan

Fraktur dengan dislokasi humerus yang telah direposisi, biasanya fraktur juga

tereposisi dengan sendirinya.Pengobatan fraktur tanpa pergeseran fragmen dengan cara

konservatif.Pada fraktur yang disertai pergeseran fragmen sebaiknya dilakukan operasi

dengan memasang screw.

Komplikasi

Painful arc syndrome.

FRAKTUR DIAFISIS HUMERUS

Fraktur diafisis humerus biasanya terjadi pada 1/3 tengah humerus dimana

trauma dapat bersifat memuntir yang menyebabkan fraktur spiral dan bila trauma

bersifat langsung dapat menyebabkan fraktur transversal, oblik pendek atau komunitif.

Fraktur patologis biasanya terjadi pada 1/3 proksimal humerus.

Gambaran klinis

Pada fraktur humerus ditemukan pembengkakan, nyeri tekan serta deformitas

pada daerah humerus.Pada setiap fraktur humerus harus diperiksa adanya lesi nervus

radialis terutama pada daerah 1/3 tengah humerus, karena itu ekstensi aktif pada jari

harus diuji.

Pemeriksaan radiologis

Dengan pemeriksaan radiologis dapat ditentukan lokalisasi dan konfigurasi

fraktur (gambar 14.66).

Pengobatan

Prinsip pengobatan adalah konservatif karena angulasi dapat tertutup oleh otot

dan secara fungsional tidak terjadi gangguan, disamping itu 1/3 kontak cukup memadai

untuk terjadinya union.

1. Pengobatan konservatif dibagiatas

Page 32: Referat Dr. Suhana

• Pemasangan U slab

• Pemasangan gips tergantung (hanging cast) (gambar 14.67)

2. Pengobatan operatif dengan pemasangan plate dan screw atau pin dari Rush atau

padafraktur terbuka dengan fiksasi eksterna (gambar 14.68)

Indikasi operasi:

1. Fraktur terbuka

2. Terjadi lesi nervus radialis setelah dilakukan reposisi (jepitan nervus radialis)

3. Nonunion

4. Penderita yang segera ingin kembali bekerja secara aktif

Page 33: Referat Dr. Suhana

FRAKTUR SUPRAKONDILER HUMERUS

Fraktur suprakondiler humerus lebih sering pada anak-anak daripada orang

dewasa.Fragmen distal dapat bergeser ke posterior atau ke anterior.

Mekanisme Cedera

Pergeseran posterior menunjukan cedera yang luas, biasanya akibat jatuh pada

tangan yang terentang.Humerus patah tepat diatas kondilus.Fragmen distal terdesak ke

belakang dan terputir kedalam.Ujung fragmen proksimal yang bergerigi menyodok

jaringan lunak ke bagian anterior, kadang-kadang mencederai arteri brakialis atau saraf

medianus.

Pergeseran anterior yang jauh lebih jarang terjadi diperkirakan akibat benturan

langsung (misalnya jatuh pada siku) saat siku dalam keadaan fleksi.

Gambaran Klinik

Setelah jatuh, anak merasa nyeri dan siku bengkak namun deformitas-S pada

siku biasanya jelas.Jika gerakan siku atau bahu dipaksakan sebelum konsolidasi,

humerus dapat mengalami fraktur lagi dan non-union dapat terjadi.

Pengobatan

Terapi fraktur yang bergeser ke posterior berbeda dengan fraktur yang bergeser

ke anterior yang harus direduksi secepat mungkin dibawah anestesi umum.Terapi non-

union yang telah menetap adalah operasi. Ujung tulang disegarkan, serpiham tulang

ditaruh disekitarnya dan pen intramedula dimasukan, plat disekrupkan atau fikastor luar

dipasang.

FRAKTUR KONDILUS HUMERUS

Fraktur kondilus humerus jarang terjadi pada orang dewasa dan lebih sering

pada anak-anak.

Page 34: Referat Dr. Suhana

Mekanisme trauma

Biasanya terjadi pada saat tangan dalam posisi out stretched dan sendi siku

dalam posisi fleksidengan trauma pada bagian lateral atau medial. Fraktur kondilus

lateralis lebih sering terjadidaripada kondilus medialis humerus.

Klasifikasi dan Pemeriksaan Radiologis (gambar 14.69)

1. Fraktur pada satu kondilus

2. Fraktur inter-kondiler (fraktur Y atau T)

3. Fraktur komunitif

Fraktur kondiler sering bersama-sama dengan fraktur suprakondiler.

Gambaran klinis

Nyeri dan pembengkakan serta perdarahan subkutan pada daerah sendi siku.

Ditemukan nyeritekan, gangguan pergerakan serta krepitasi pada daerah tersebut.

Pengobatan

Fraktur tanpa pergeseran fragmen tidak memerlukan reposisi, cukup dengan

pemasangan gipssirkuler selama 6 minggu dan dilanjutkan dengan fisioterapi secara

hati-hati.

Fraktur kondiler adalah fraktur yang mengenai permukaan sendi sehingga

memerlukan reduksidengan operas! segera, akurat dan rigid sehingga mobilisasi dapat

dilakukan secepatnya.

Page 35: Referat Dr. Suhana

Komplikasi

1. Pembuluh darah

2. Saraf

3. Malunion

4. Nonunion

5. Kekakuan sendi siku

6. Osteoartritis sendi siku

7. Miositis ossifikans

1. Sindroma frozen shoulder

2. Sindroma hand-shoulder

Page 36: Referat Dr. Suhana

FRAKTUR DAN DISLOKASI SENDI SIKU DAN LENGAN BAWAH

DISLOKASI SENDI SIKU

Dislokasi sendi siku sering ditemukan pada orang dewasa tapi jarang pada anak-

anak.Pada dislokasi sendi siku, kompleks radiolulna bergeser ke posterior atau ke

posterolateral, sering bersama-sama dengan fraktur pada prosesus tulang yang menahan.

Mekanisme trauma

Biasanya penderita jatuh dengan kerasdalam keadaan tangan out stretched,

tangan terentang dengan posisi siku dalam ekstensi.

Patologi

Bagian distal dari humerus terdorong ke depan melalui kapsul anterior

sedangkan radius danulna mengalami dislokasi ke posterior (gambar 14.70A), sehingga

selalu terjadi kerusakanyang hebat pada jaringan lunak kapsul dan muskulus brakialis

yang kadang-kadang mengalamirobekan pada prosesus koronoid. Dislokasi pada

umumnya posterior atau posterolateral. Arteri

brakialis dan nervus medialis dapat terangkat bersama-sama humerus ke depan.

Dislokasi seringdisertai fraktur prosesus koronoid, kapitulum atau kaput radius.

Page 37: Referat Dr. Suhana

Gambaran klinis

Terdapat trauma dengan pembengkakan yang hebat di sekitar sendi siku sewaktu

siku dalamposisi semi fleksi. Olekranon dapat teraba di bagian belakang.

Pemeriksaan radiologis

Dengan pemeriksaan radiologis dapat diketahui adanya dislokasi yang mungkin

disertai frakturtulang sekitar sendi siku (gambar 14.70B).

Pengobatan

Pada dislokasi sendi siku dilakukan reposisi secepatnya.Pada jam-jam pertama,

dislokasi dapat direposisi tanpa pembiusan umum. Setelah direposisi, lengan di fleksi

lebih 90° dan dipertahankan dengan gips selama 3 minggu.

Komplikasi

1. Kekakuan sendi siku

2. Trauma nervus medianus

3. Miositis osifikans

4. Trauma arteri brakialis

Page 38: Referat Dr. Suhana

FRAKTUR DAN DISLOKASI SENDI SIKU

Fraktur terbuka dan dislokasi sendi siku (side-swipe injuries).

Kelainan ini sering terjadi bila terdapat trauma pada sendi siku, misalnya supir

mobil yang menaruh tangannya pada pinggir pintu kendaraan dan mengalami trauma

dari samping.

Page 39: Referat Dr. Suhana

Kelainan ini merupakan suatu kelainan yang bersifat kompleks berupa:

• Dislokasi sendi siku

• Fraktur olekranon

• Fraktur humerus bagian distal atau diafisis humerus ne]-'

• Fraktur radius

• Fraktur diafisis radius dan ulna

• Trauma pada otot-otot sendi siku terutama bagian posterior, lateral dan medial

• Trauma pembuluh darah dan saraf

• Mungkin terdapat bagian fragmen yang hilang

Pengobatan

1. Harus segera dilakukan debrideman pada fraktur terbuka

2. Reposisi fraktur dan fiksasi interna

3. Penanganan trauma j'aringan lunak

4. Pemberian antibiotika dan toksoid tetanus

5. Imobilisasi dengan gips bidai 40-45°

SUBLUKSASI DAN DISLOKASI KEPALA RADIUS

Subluksasi Kepala Radius

Subluksasi kepala radius (pulled elbow) lebih sering ditemukan pada anak-anak

dan telahdibicarakan sebelumnya.

Dislokasi Kepala Radius

Dislokasi dapat terjadi tanpa adanya gangguan hubungan antara ulna dan

humerus atau adanyafraktur disekitarnya. Umumnya dislokasi kepala radius disertai

fraktur 1/3 proksimal ulna.

Mekanisme trauma

Biasanya terjadi karena pronasi yang hebat dan tiba-tiba pada sendi siku.

Pemeriksaan radiologis

Page 40: Referat Dr. Suhana

Pemeriksaan rontgen harus dilakukan tidak saja pada sendi siku tetapi juga

sepanjang ulnauntuk mengetahui apakah fraktur ini merupakan dislokasi tanpa fraktur

ulna.

Pengobatan

Reposisi dengan menekan kepala radius dan lengan bawah dalam posisi

supinasi.

FRAKTUR PROSESUS OLEKRANON

Fraktur prosesus olekranon terjadi karena seseorang jatuh dan mengalami

trauma langsung pada siku.Gambar 14.71 menunjukkan beberapa lokalisasi fraktur

pada daerah ulna dan radius.

Klasifikasi :

• Tipel, terjadi keretakan olekranon tanpa adanya pemisahan

• Tipe II, keretakan disertai pemisahan

• Tipe III, fraktur komunitif

Gambaran klinis

Terdapat pembengkakan dan nyeri tekan pada siku.

Pemeriksaan radiologis

Foto lateral yang diarahkan sebagaimana mestinya penting untuk

memperlihatkan fraktur secara terinci, disamping kerusakan endi yang berkaitan. Posisi

kaput radius harus diperiksa, mungkin kaput itu berdislokasi.

Pengobatan (gambar 14.72)

Pengobatan tipe I dengan terapi konservatif, tipe II dengan tindakan operatif dan

fiksasi interna mempergunakan screw atau tension band wiring (gambar 14.73). Tipe

III dengan caraeksisi fragmen dan melekatkan kembali trisep pada olekranon.

Pengobatan tipe I dengan terapi konservatif, tipe II dengan tindakan operatif dan

fiksasi internamempergunakanscrew atau tension band wiring (gambar 14.73). Tipe III

dengan caraeksisi fragmen dan melekatkan kembali trisep pada olekranon.

Page 41: Referat Dr. Suhana
Page 42: Referat Dr. Suhana

Komplikasi

1. Nonunion

2. Osteoartritis

FRAKTUR PROSESUS KORONOID

Fraktur ini biasanya terjadi bersama-sama dislokasi sendi siku.Apabila fragmen

besar, sebaiknya fraktur difiksasi kembali, sedangkan bila fragmen kecil dan tidak

mengganggu pergerakan sendi tidak perlu dilakukan tindakan.

FRAKTUR KEPALA DAN LEHER RADIUS

Fraktur ini terjadi pada saat seseorang jatuh dengan posisi tangan dalam out

stretched.

Klasifikasi dibagi dalam (gambar 14.74):

• Tipe 1, terbelah vertikal 5.

• Tipe 2, fraktur disertai dengan kemiringan

• Tipe 3, fraktur shearing (terbelah)

• Tipe 4, remuk/hancur

Page 43: Referat Dr. Suhana

Pengobatan

Fraktur tipe I dan II dengan sudut kemiringan yang tidak terlalu besar diatasi

dengan mengistirahatkan sendi siku menggunakan mitela.Fraktur yang pecah sebaiknya

dilakukan eksisi.

Komplikasi

1. Kekakuan sendi

2. Osteoartritis

FRAKTUR MONTEGGIA

Fraktur Monteggia sering ditemukan pada orang dewasa dan merupakan fraktur

1/3 proksimal ulna disertai dislokasi radius proksimal (gambar 14.75).Klasifikasi telah

diutarakan sebelumnya.

Pengobatan

Pada orang dewasa sebaiknya dilakukan operasi dengan fiksasi interna yang

rigid dan mobilisasi segera sendi siku.

Page 44: Referat Dr. Suhana

FRAKTUR DIAFISIS RADIUS DAN ULNA

Fraktur Radius

Fraktur radius sendiri biasanya terjadi karena trauma langsung.

Pengobatan

Fraktur yang tidak bergeser diatasi dengan gips di atas siku dan fleksi pada siku,

sedangkanyang bergeser sebaiknya dengan memasang fiksasi interna.

Fraktur Ulna

Fraktur ulna sering terjadi pada seseorang yang menangkis benda keras.

Pengobatan sama seperti pada fraktur radius.

Fraktur Diafisis Radius dan Ulna

Fraktur diafisis radius dan ulna terjadi karena trauma memuntir yang

mengakibatkan fraktur oblik

atau spiral pada daerah ulna dan radius dengan ketinggian yang berbeda, sedangkan

traumalangsung menyebabkan fraktur dengan garis transversal (gambar 14.76). Karena

adanyahubungan yang erat pada posisi supinasi dan pronasi, maka fraktur kedua tulang

harus direposisisecara akurat baik rotasi maupun kesejajarannya.

Gambaran klinis

Terdapat pembengkakan dan nyeri tekan serta deformitas pada lengan bawah.

Pengobatan

Pengobatan fraktur yang tidak bergeser berupa pemasangan gips di atas siku

dengan meletakkanlengan bawah dalam posisi pronasi pada fraktur 1/3 distal, posisi

Page 45: Referat Dr. Suhana

netral pada fraktur 1/3 tengahdan pada fraktur 1/3 proksimal dengan pemasangan gips di

atas siku dalam posisi supinasi.

Apabila ada kelainan perlekatan otot pronator dan supinator tulang radius dan

ulna, reduksi sertaimobilisasi yang baik sulit dilakukan. Reduksi yang akurat sangat

diperlukan karena tanganmempunyai fungsi untuk pronasi dan supinasi. Pengobatan

yang paling baik adalah denganpemasangan fiksasi rigid dengan operasi yang

mempergunakan plate dan screw pada keduatulang.

Komplikasi

1. Malunion termasuk crass union (union menyilang) akan memberikan gangguan

dalam pronasi dan supinasi

2. Delayed union

3. Nonunion

FRAKTUR GALEAZZI

Fraktur Galeazzi pertama kali diuraikan oleh Riccardo Galeazzi (1935) yaitu

fraktur pada 1/3 distal radius disertai dislokasi sendi radio-ulnar distal (gambar 14.77).

Pengobatan

Pada fraktur Galeazzi harus dilakukan reposisi secara akurat dan mobilisasi

segera karena bagian distal mengalami dislokasi.Dengan reposisi yang akurat dan cepat

maka dislokasi sendi ulna distal juga tereposisi dengan sendirinya.Apabila reposisi

spontan tidak terjadi maka reposisi dilakukan dengan fiksasi K-wire.Operasi terbuka

dengan fiksasi rigid mempergunakan plate dan screw.

FRAKTUR DISTAL RADIUS

Fraktur distal radius dapat dibagi dalam:

1. Fraktur Colles

Page 46: Referat Dr. Suhana

2. Fraktur Smith

3. Fraktur Barton

1. Fraktur Colles

Fraktur Colles pertama kali diutarakan oleh Abraham Colles (1814) (gambar

14.78), merupakan jenis fraktur yang paling sering ditemukan pada orang

dewasa di atas umur 50 tahun dan lebih sering pada wanita daripada pria.

Page 47: Referat Dr. Suhana

2. Fraktur Smith

Fraktur Smith biasa juga disebut sebagai fraktur Colles terbalik (gambar

14.79).Fraktur jenis ini lebih sering ditemukan pada pria daripada wanita.Fraktur

Smith pertama kali dikemukakan oleh R.W. Smith (1847).Ditemukan deformitas

dengan fragmen distal mengalami pergeseran ke volar dimana garis fraktur tidak

melalui persendian.

Pengobatan

Fraktur Smith biasanya bersifat tidak stabil sehingga sebaiknya difiksasi

dengan platebuttress.

Mekanisme trauma

Fraktur terjadi bila terjatuh dalam posisi tangan out stretched pada orang

tua dengan tulangyang sudah osteoporosis.

Fraktur Colles terdiri atas:

• Fraktur radius 1 inci di atas sendi pergelangan tangan

• Angulasi dorsal fragmen distal

• Pergeseran ke dorsal dari fragmen distal

• Fraktur prosesus stiloid ulna

Gambaran klinis

Page 48: Referat Dr. Suhana

Terdapat riwayat trauma dengan pembengkakan pergelangan tangan

pada orang yang berumur lebih 50 tahun, nyeri dan deformitas berbentuk

garpu.Gambaran ini terjadi karena adanya angulasi dan pergeseran ke dorsal,

deviasi radial, supinasi dan impaksi kearah proksimal.Pemeriksaan radiologis

ditemukan gambaran seperti di atas.

Pengobatan

Fraktur tanpa pergeseran diobati dengan pemasangan gips sirkuler di

bawah siku, lengan bawah dalam keadaan pronasi, deviasi ulna serta fleksi. Pada

fraktur dengan pergeseran fragmen dilakukan reposisi dengan pembiusan umum

atau lokal. Imobilisasi dengan gips dilakukan selama enam minggu dan

dilanjutkan dengan fisioterapi yang intensif.

Komplikasi

a. Atrofi Sudeck

b. Trauma nervus medianus

c. Ruptur tendo ekstensor polisis longus d. Malunion

e. Gangguan pergerakan sekitar sendi pergelangan tangan, pronasi,

supinasi, fleksi palmar, pergerakan sertaekstensi

Page 49: Referat Dr. Suhana

Malunion sering memberikan gangguan nyeri. Untuk menanggulangi

nyeri dapat dilakukan:

a. Prosedur Baldwin, yaitu eksisi 2 cm distal ulna serta periost (operasi

Darroch)

b. Osteotomi radius

3. Fraktur Barton

Fraktur Barton adalah fraktur pada radius distal dengan fragmen distal

melalui sendi danterjadi pergeseran fraktur serta seluruh komponen sendi ke

arah volar (gambar 14.80).

Pengobatan

Fraktur barton biasanya bersifat tidak stabil sehingga sebaiknya difiksasi dengan

plate buttress.

FRAKTUR TULANG PERGELANGAN DAN JARI-JARI TANGAN

FRAKTUR TULANG SKAFOID

Fraktur ini sering ditemukan pada orang dewasa, biasanya terjadi pada trauma

dengan tangan dalam keadaan out stretched. Fraktur terjadi pada bagian tengah

sehingga fragmen distal dan proksimal sama besar dan jarang terjadi fraktur pada ujung

Page 50: Referat Dr. Suhana

proksimal tulang. Fraktur yang terjadi pada umumnya tidak mengalami

pergeseran.Fraktur tulang skafoid sering tidak terdiagnosis.Gambaran klinis

Nyeri tekan pada daerah skafoid (anatomical snuff box).

Pemeriksaan radiologis

Foto anteroposterior, lateral dan oblik semua penting, fraktur yang baru terjadi

sering hanya terlihat pada foto oblik.Pemeriksaan foto rontgen yang dibuat dalam posisi

AP serta lateral dalam posisi 45° pronasi dan supinasi. Sering garis fraktur tidak terlihat

pada foto pertama sehingga diperlukan foto berikutnya setelah dua minggu.

Pengobatan

Standar pengobatan biasanya dipasang gips sirkuler termasuk ibu jari sampai

sendi metakarpofalangeal selama 23 bulan.

Komplikasi

1. Delayed union

2. Nonunion

3. Nekrosis avaskuler

4. Osteoartritis

DISLOKASI TULANG KARPAL

Dislokasi tulang karpal yang sering ditemukan adalah:

1. Dislokasi tulang lunatum

Page 51: Referat Dr. Suhana

Dislokasi ini jarang ditemukan, berupa dislokasi ke anterior (gambar

14.81A).Dislokasitulang lunatum terjadi bila jatuh dengan pergelangan tangan

dalam keadaan dorsofleksi dantulang lunatum terdorong ke arah palmar dan

mengalami rotasi 90° dalam dasar terowongankarpal.

Terdapat pembengkakan pada daerah pergelangan tangan, nyeri apabila

jari-jari diekstensikan.Mungkin ditemukan gejala lesi nervus medianus.

Page 52: Referat Dr. Suhana

Pemeriksaan radiologis

Sebagian besar dislokasi bersifat periulnar.Pada foto AP ketinggian karpal

berkurang dan bayangan tulang tumpang tindih secara abnormal.Satu tulang

karpal atau lebih dapat mengalami fraktur (biasanya skafoid).Jika berdislokasi

lunatum mempunyai bentuk segitiga yang khas dan bukan bentuk normalnya

yang berisi empat.Pada foto lateral, dislokasi periulnar mudah dibedakan dari

dislokasi lulnatum. Lunatum berdislokasi miring ke depan dan bergeser ke

depan radius, sementara tulang kapitatum danmetakarpal sejajar dengan radius.

Pada dislokasi paerilunar lunatum hanya miring sedikit dan tidak bergeser ke

depan, dan kapitatum dan metacarpal terletak di belakang garis radius (pola

DISI); kalau disertai fraktur skafoid, fragmen distal mungkin miring ke anterior.

Pengobatan

Pada dislokasi yang baru dilakukan reposisi di bawah pembiusan umum

dengan melakukan penekanan pada tulang lunatum.Pada dislokasi yang lama,

reposisi tidak dapat dilakukan dan perlu dilakukan eksisi.

Komplikasi

1. Tekanan pada nervus medianus

2. Nekrosis avaskuler seperti pada penyakit Kienbock

3. Kelainan degeneratif sendi

2. Dislokasi perilunatum

Seluruh korpus mengalami dislokasi ke arah dorsal kecuali tulang

lunatum masih tetap bersama-sama dengan radius (gambar 14.81B).

Pengobatan

Dislokasi dicoba di manipulasi dengan cara reduksi tertutup.Bila reduksi

tertutup tidak berhasil dilakukan reduksi terbuka.

Page 53: Referat Dr. Suhana

FRAKTUR BASIS METAKARPAL I

Fraktur basis metakarpal I dibagi dalam:

1. Fraktur transversa atau fraktur oblik pendek yang melalui basis metakarpal I

tetapi tidak melalui sendi

2. Fraktur oblik yang melewati sendi karpometakarpal pada pertengahan

permukaan sendi (fraktur subluksasi Bennett) (gambar 14.82)

Pengobatan

Pada fraktur transversa dapat dicoba reduksi tertutup dan pemasangan gips

seperti pada fraktur skafoid. Apabila tidak berhasil dapat dilakukan fiksasi interna

dengan screw kecil atau pin. Fraktur Bennett bersifat tidak stabil karena:

Fragmen proksimal berupa segmen kecil berbentuk segitiga melekat pada tulang

trapezium

Fraktur bersifat oblik

Pada segmen distal metakarpal I, melekat beberapa otot yang kuat dan menarik

fragmen inike arah proksimal

Fraktur sebaiknya distabilisasi melalui operasi dengan mempergunakan screw

kecil atau pin secara operasi.

Komplikasi

Page 54: Referat Dr. Suhana

1. Osteoartritis

2. Malunion

Page 55: Referat Dr. Suhana

FRAKTUR METAKARPAL LAINNYA

Fraktur metakarpal lainnya dapat terjadi pada satu metakarpal atau multipel pada

beberapa metakarpal.Fraktur leher metakarpal V sering terjadi pada seseorang yang

mengalami trauma dengan posisi kepalan tinju.

Pengobatan

Fraktur metakarpal yang tunggal biasanya bersifat stabil dan tidak memerlukan

tindakan operasi.Fraktur multipel kemungkinan memerlukan operasi untuk mengoreksi

kelurusan dan rotasi.

FRAKTUR FALANGS

Fraktur falangs dapat terjadi karena trauma langsung, puntiran atau tekukan pada

jari-jari dan dapat mengenai falangs proksimal, intermediat ataupun distal (gambar

14.83 dan gambar 14.84).

Page 56: Referat Dr. Suhana

Pengobatan

Dilakukan stabilisasi dengan mempergunakan piaster bersama-sama jari yang sehat.

Page 57: Referat Dr. Suhana

DISLOKASI SENDI METAKARPOFALANGEAL

Dislokasi sendi metakarpofalangeal sering terjadi karena trauma hiperekstensi

dan rotasi. Paling sering terjadi pada jari kedua atau jari pertama. Pengobatan dengan

reposisi tertutup.

DISLOKASI INTERFALANGEAL

Pada dislokasi interfalangeal, jari pertama dan jari-jari lainnya dapat direposisi

dengan mudah dan mungkin terjadi reposisi secara spontan.

Page 58: Referat Dr. Suhana

FRAKTUR DAN DISLOKASI PADA ANGGOTA GERAK BAWAH

Page 59: Referat Dr. Suhana

TRAUMA PANGGUL

Meskipun fraktur panggul merupakan 5% dari seluruh fraktur, tetapi penting

artinya karena sering disertai trauma jaringan lunak, perdarahan, syok, sepsis dan

gangguan pernapasan berupa adult respiratory distress syndrome (ARDS).

Dua pertiga dari fraktur panggul terjadi akibat kecelakaan lalu lintas.Sepuluh

persen diantaranya disertai trauma pada alat-alat dalam rongga panggul seperti uretra,

buli-buli, rektum serta pembuluh darah dengan angka mortalitas sekitar 10%.

Anatomi

Cincin panggul dibentuk oleh dua tulang inominata yang berhubungan dengan

sakrum di bagian belakang dan membentuk sendi sakro-iliaka, di bagian depan

membentuk persendian sebagai satu simfisis pubis. Stabilitas cincin panggul terutama

ditentukan oleh rigiditas tulang yang membentuknya serta ligamen-ligamen yang

mengikatnya. Dalam rongga panggul ditemukan beberapa organ antara lain kandung

kemih, prostat, rektum serta uretra pada laki-laki, vagina serta uterus dan adneksanya

pada wanita. Juga ditemukan pembuluh-pembuluh darah besar cabang dari arteri iliaka

komunis, vena serta pleksus saraf.

Fungsi panggul

Panggul berfungsi untuk mentransmisi berat badan melalui sendi sakro-iliaka ke

ilium, asetabulum dan dilanjutkan ke femur.Selain itu panggul berfungsi melindungi

struktur-struktur yang berada di dalam rongga panggul.

Mekanisme trauma

Trauma biasanya terjadi secara langsung pada panggul karena tekanan yang

besar atau karena jatuh dari ketinggian.Pada orang tua dengan osteoporosis atau

osteomalasia dapat terjadi fraktur stres pada ramus pubis. Oleh karena rigiditas panggul

maka keretakan pada salah satu bagian cincin akan disertai robekan pada titik lain,

kecuali pada trauma langsung. Sering titik kedua tidak terlihat dengan jelas atau

mungkin terjadi robekan sebagian atau terjadi reduksi spontan pada sendi sakro-iliaka.

Mekanisme trauma pada cincin panggul terdiri atas:

• Kompresi anteroposterior

Page 60: Referat Dr. Suhana

Hal ini biasanya terjadi akibat tabrakan antara seorang pejalan kaki dengan

kendaraan.Ramus pubis mengalami fraktur, tulang inominata terbelah dan

mengalami rotasi eksterna disertai robekan simfisis.Keadaan ini disebut sebagai

open book injury.Bagian posterior ligamen sakro-iliaka mengalami robekan

parsial atau dapat disertai fraktur bagian belakang ilium.

• Kompresi lateral

Kompresi dari samping akan menyebabkan cincin mengalami keretakan. Hal ini

terjadi apabila ada trauma samping karena kecelakaan lalu lintas atau jatuh dari

ketinggian. Pada keadaan ini ramus pubis bagian depan pada kedua sisinya

mengalami fraktur dan bagian belakang terdapat strain dari sendi sakro-iliaka

atau fraktur ilium atau dapat pula fraktur ramus pubis pada sisi yang sama.

• Trauma vertikal

Tulang inominata pada satu sisi mengalami pergerakan secara vertikal disertai

fraktur ramus pubis dan disrupsi sendi sakro-iliaka pada sisi yang sama. Hal ini

terjadi apabila seseorang jatuh dari ketinggian pada satu tungkai.

• Trauma kombinasi

Pada trauma yang lebih hebat dapat terjadi kombinasi kelainan di atas.

Klasifikasi

1. Menurut Tile (1988)

a. Tipe A; stabil

• A1; fraktur panggul tidak mengenai cincin

• A2; stabil, terdapat pergeseran cincin yang minimal dari

fraktur

Tipe A termasuk fraktur avulsi atau fraktur yang mengenai cincin

panggul tetapi tanpa atausedikit sekali pergeseran cincin.

b. Tipe B; tidak stabil secararotasional, stabil secara vertikal

• Bl; open book

• B2; kompresi lateral: ipsilateral

• B3; kompresi lateral: kontralateral (bucket-handle)

Page 61: Referat Dr. Suhana

Tipe B mengalami rotasi eksterna yang mengenai satu sisi panggul (open

book) atau rotasi interna atau kompresi lateral yang dapat menyebabkan

fraktur pada ramus isio-pubis pada satu atau kedua sisi disertai trauma

pada bagian posterior tetapi simfisis tidak terbuka (closed book).

c. Tipe C; tidak stabil secara rotasi dan vertikal

• Cl; unilateral

• C2; bilateral

• C3; disertai fraktur asetabulum

Terdapat disrupsi ligamen posterior pada satu atau kedua sisi disertai

pergeseran dari salah satu sisi panggul secara vertikal, mungkin juga disertai

fraktur asetabulum.Gambar 14.85 memperlihatkan lokalisasi fraktur panggul

yang stabil.

2. Menurut Key dan Conwell

a. Fraktur pada salah satu tulang tanpa adanya disrupsi cincin

• Fraktur avulsi o spina iliaka anterior superior

o spina iliaka anterior inferior

o tuberositas isium

Page 62: Referat Dr. Suhana

• Fraktur pubis dan isium

• Fraktur sayap ilium (Duverney)

• Fraktur sakrum

• Fraktur dan dislokasi tulang koksigeus

b. Keretakan tunggal pada cincin panggul

• Fraktur pada kedua ramus ipsilateral

• Fraktur dekat atau subluksasi simfisis pubis

• Fraktur dekat atau subluksasi sendi sakro-iliaka

c. Fraktur bilateral cincin panggul

• Fraktur vertikal ganda dan atau dislokasi pubis

• Fraktur ganda dan atau dislokasi (Malgaigne) (gambar 14.86)

• Fraktur multipel yang hebat

Page 63: Referat Dr. Suhana

d. Fraktur asetabulum

• Tanpa pergeseran

• Dengan pergeseran

3. Klasifikasi lain

a. Fraktur isolasi dan fraktur tulang isium dan tulang pubis tanpa gangguan

pada cincin

• Fraktur ramus isiopubis superior

• Fraktur ramus isiopubis inferior

• Fraktur yang melewati asetabulum

• Fraktursayapilium

• Avulsi spina iliaka antero-inferior

b. Fraktur disertai robekan cincin

4. Klasifikasi berdasarkan stabilitas dan komplikasi

a. Fraktur avulsi

b. Fraktur stabil

c. Fraktur tidak stabil

d. Fraktur dengan komplikasi

Page 64: Referat Dr. Suhana

Dalam menilai klasifikasi maka yang paling penting adalah stabilitas panggul

apakah bersifat stabil atau tidak stabil, karena hal ini penting dalam penanggulangan

serta prognosis.

Gambaran klinis

Fraktur panggul sering merupakan bagian dari salah satu trauma multipel yang

dapat mengenai organ-organ lain dalam panggul. Keluhan berupa gejala pembengkakan,

deformitas serta perdarahan subkutan sekitar panggul.Penderita datang dalam keadaan

anemi dan syok karena perdarahan yang hebat.Terdapat gangguan fungsi anggota gerak

bawah.

Pemeriksaan radiologis

Setiap penderita trauma panggul harus dilakukan pemeriksaan radiologis dengan

prioritas pemeriksaan foto rontgen posisi APPemeriksaan rontgen posisi lain yaitu

oblik, rotasi interna dan eksterna apabila keadaan umum memungkinkan.

Penatalaksanaan

Pengobatan harus dilakukan sesegera mungkin berdasarkan prioritas penanggulangan

trauma yang terjadi (ABC), yaitu:

1. Resusitasi awal

a. Perhatikan saluran napas dan perbaiki hipoksia

b. Kontrol perdarahan dengan pemberian cairan Ringer dan transfusi darah

Page 65: Referat Dr. Suhana

2. Anamnesis

a. Keadaan dan waktu trauma

b. Miksi terakhir

c. Waktu dan jumlah makan dan minum yang terakhir

d. Bila penderita wanitaapakah sedang hamil atau menstruasi

e. Trauma lainnya seperti trauma pada kepala

3. Pemeriksaan klinik

a. Keadaan umum

• Catat secara teratur denyut nadi, tekanan darah dan respirasi

• Secara cepat lakukan survei tentang kemungkinan trauma lainnya

b. Lokal

• Inspeksi perineum untuk mengetahui adanya perdarahan,

pembengkakan dan deformitas

• Tentukan derajat ketidak-stabilan cincin panggul dengan palpasi

pada ramus dan simfisis pubis

• Adakan pemeriksaan colok dubur

4. Pemeriksaan tambahan

a. Foto polos panggul, toraks serta daerah lain yang dicurigai mengalami

trauma

b. Foto polos panggul dalam keadaan rotasi interna dan eksterna serta

pemeriksaan fotopanggul lainnya

c. Pemeriksaan urologis dan lainnya:

• Kateterisasi

• Ureterogram

• Sistogramretrograd danpostvoiding

• Pielogram intravena

• Aspirasi diagnostik dengan lavase peritoneal

5. Pengobatan

a. Tindakan operatif bila ditemukan kerusakan alat-alat dalam rongga

panggul

b. Stabilisasi fraktur panggul, misalnya traksi skeletal, pelvic sling, spika

panggul

Pengobatan khusus fraktur

Page 66: Referat Dr. Suhana

Fraktur avulsi atau stabil diatasi dengan pengobatan konservatif seperti istirahat,

traksi, pelvic sling.Fraktur yang tidak stabil diatasi dengan fiksasi eksterna atau dengan

operasi yang dikembangkan oleh group ASIF

Komplikasi

Komplikasi dibagi dalam:

1. Komplikasi segera

a. Trombosis vena ilio-femoral

Komplikasi ini sering ditemukan dan sangat berbahaya.Apabila ada

keraguan sebaiknya diberikan antikoagulan secara rutin untuk

profilaktik.

b. Robekan kandung kemih

Robekan dapat terjadi apabila ada disrupsi simfisis pubis atau tusukan

dari bagian tulang panggul yang tajam.

c. Robekan uretra

Robekan uretra terjadi karena adanya disrupsi simfisis pubis pada daerah

uretra pars membranosa.

d. Trauma rektum dan vagina

e. Trauma pembuluh darah besar yang akan menyebabkan perdarahan

masif sampai syok.

f. Trauma pada saraf

• Lesi saraf skiatik

Lesi saraf skiatik dapat terjadi pada saat trauma atau pada saat

operasi.Apabila dalam jangka waktu 6 minggu tidak ada

perbaikan, maka sebaiknya dilakukan eksplorasi.

• Lesi pleksus lumbosakralis

Biasanya terjadi pada fraktur sakrum yang bersifat vertikal

disertai pergeseran.Dapat pula terjadi gangguan fungsi seksual

apabila mengenai pusat saraf.

Page 67: Referat Dr. Suhana

2. Komplikasi lanjut

a. Pembentukan tulang heterotrofik

Pembentukan tulang heterotrofik biasanya terjadi setelah suatu trauma

jaringan lunak yang hebatatau setelah suatu diseksi operasi.Dapat

diberikan indometasin untuk profilaktik.

b. Nekrosis avaskuler

Nekrosis avaskuler dapat terjadi pada kaput femur beberapa waktu

setelah trauma.

c. Gangguan pergerakan sendi serta osteoartritis sekunder

Apabila terjadi fraktur pada daerah asetabulum dan tidak dilakukan

reduksi yang akurat, sedangkan sendi ini menopang berat badan, maka

akan terjadi ketidak-sesuaian sendi yang akan memberikan gangguan

pergerakan serta osteoartritis di kemudian hari.

d. Skoliosis kompensatoar

FRAKTUR SAKRUM DAN TULANG KOKSIGEUS

Fraktur sakrum dan tulang koksigeus dapat terjadi bila penderita jatuh dengan

pantat yang mengenai kedua tulang sakrum dan tulang koksigeus. Fraktur tulang

sakrum dapat bersifat transversal sedangkan fraktur tulang koksigeus umumnya pada

bagian distal dan mengalami angulasike depan.

Pengobatan

Apabila tidak terjadi pergeseran pada fraktur sakrum, ditangani secara

konservatif, tetapi bila fraktur disertai dengan pergeseran sebaiknya dilakukan

operasi.Keluhan pada fraktur tulang koksigeus adalah nyeri menetap yang dapat

diberikan analgetika dan apabila tidak menolong dapat dipertimbangkan eksisi ujung

tulang koksigeus.

Page 68: Referat Dr. Suhana

FRAKTUR, DISLOKASI DAN CEDERA LIGAMEN PADA ANGGOTA GERAK

BAWAH

DISLOKASI DAN FRAKTUR DISLOKASI SENDI PANGGUL

Dengan makin meningkatnya kecelakaan lalu lintas mengakibatkan dislokasi

sendi panggul sering ditemukan.Dislokasi panggul merupakan suatu trauma yang hebat.

Dislokasi dan fraktur dislokasi sendi panggul dibagi dalam tiga jenis:

1. Dislokasi posterior atau dislokasi posterior disertai adanya fraktur

2. Dislokasi anterior

3. Dislokasi sentral

Klasifikasi

1. Dislokasi posterior

• Tanpafraktur

• Disertai fraktur rim posterior yang tunggal dan besar

• Disertai fraktur komunitif asetabulum bagian posterior dengan atau tanpa

kerusakan pada dasar asetabulum

• Disertai fraktur kaput femur

2. Dislokasi anterior

• Obturator

• Pubik

• Disertai fraktur kaput femur

3. Dislokasi sentral asetabulum

• Hanya mengenai bagian dalam dinding asetabulum

• Fraktur sebagian dari kubah asetabulum

• Pergeseran menyeluruh ke panggul disertai fraktur asetabulum yang

komunitif.

Page 69: Referat Dr. Suhana

1. Dislokasi posterior dan dislokasi posterior disertai adanya fraktur

Mekanisme trauma

Kaput femur dipaksa keluar ke belakang asetabulum melalui suatu

trauma yang dihantarkan pada diafisis femur dimana sendi panggul dalam posisi

fleksi atau semifleksi. Trauma biasanya terjadi karena kecelakaan lalu lintas

dimana lutut penumpang dalam keadaan fleksi dan menabrak dengan keras yang

berada di bagian depan lutut. Kelainan ini juga dapat terjadi sewaktu

mengendarai motor. Lima puluh persen dislokasi disertai fraktur pada pinggir

asetabulum dengan fragmen kecil atau besar.

Klasifikasi

Klasifikasi penting untuk rencana pengobatan, yang menurut Thompson Epstein

(1973):

Tipe I; dislokasi tanpa fraktur atau dengan fragmen tulang yang kecil

• Tipe II; dislokasi dengan fragmen tunggal yang besar pada

bagian posterior asetabulum

• Tipe III; dislokasi dengan fraktur bibir asetabulum yang komunitif

• Tipe IV; dislokasi dengan fraktur dasar asetabulum

• Tipe V; dislokasi dengan fraktur kaput femur

Gambaran klinis

Penderita biasanya datang setelah suatu trauma yang hebat

disertai nyeri dan deformitaspada daerah sendi panggul. Sendi panggul

teraba menonjol ke belakang dalam posisi adduksi,fleksi dan rotasi

interna. Terdapat pemendekan anggota gerak bawah.

Pemeriksaan radiologis

Dengan pemeriksaan rontgen akan diketahui jenis dislokasi dan apakah

dislokasi disertaifraktur atau tidak (gambar 14.87)

Page 70: Referat Dr. Suhana

Pengobatan

Dislokasi harus direposisi secepatnya dengan pembiusan umum disertai

relaksasi yang cukup.Penderita dibaringkan di lantai dan pembantu menahan

panggul.Sendi panggul difleksikan serta lutut difleksi 90° dan kemudian

dilakukan tarikan pada paha secara vertikal.Setelah direposisi, stabilitas sendi

diperiksa apakah sendi panggul dapat didislokasi dengan cara menggerakkan

secara vertikal pada sendi panggul.

Pada tipe II setelah reposisi, maka fragmen yang besar difiksasi dengan

screw secara operasi. Pada tipe III biasanya dilakukan reduksi tertutup dan

apabila ada fragmen yang terjebak dalam asetabulum dikeluarkan melalui

tindakan operasi.Tipe IV dan V juga dilakukan reduksi secara tertutup dan

apabila bagian fragmen yang lepas tidak tereposisi maka harus dilakukan

reposisi dengan operasi.

Perawatan pasca reposisi

Traksi kulit selama 4-6 minggu, setelah itu tidak menginjakkan kaki

dengan jalan mempergunakan tongkat selama 3 bulan.

Page 71: Referat Dr. Suhana

Komplikasi :

a. Komplikasi dini

• Kerusakan nervus skiatik

Kerusakan nervus skiatik biasanya dapat mengalami

pemulihan.Apabila terdapat lesi sesudah reposisi, maka perlu

dilakukan eksplorasi saraf.

• Kerusakan pada kaput femur Sewaktu terjadi dislokasi sering

kaput femur menabrak asetabulum sehingga pecan.

• Kerusakan pada pembuluh darah

Pembuluh darah yang biasa mengalami robekan pada kelainan ini

adalah arteri glutea superior.Bila terdapat kecurigaan robekan

pembuluh darah, perlu dilakukan arteriogram.

• Fraktur diafisis femur

Sering ditemukan fraktur diafisis femur disertai dislokasi

panggul. Kecurigaan akan adanya dislokasi panggul, bilamana

pada suatu fraktur femur ditemukan posisi femur proksimal

dalam keadaan adduksi. Pemeriksaan radiologis sebaiknya

dilakukan pada sendi di atas dan di bawah daerah fraktur.

b. Komplikasi lanjut

• Nekrosis avaskuler

Sebanyak 10% dari seluruh dislokasi panggul mengalami

kerusakan pembuluh darah. Apabila reposisi ditunda sampai

beberapa jam, maka insidensnya akan meningkat menjadi 40%.

Kelainan ini biasanya dideteksi setelah 6 bulan sampai 2 tahun

dan dengan pemeriksaan radiologis ditemukan fragmentasi,

sklerosis dan pembentukan kista-kista.

• Miositis osifikans

• Dislokasi yang tidak dapat direduksi.Apabila reduksi tertunda

untuk beberapa hari biasanya reposisi dengan cara manipulasi

sulit dilakukan.

• Osteoartritis

Page 72: Referat Dr. Suhana

Osteoartritis terjadi karena adanya kerusakan tulang rawan,

terdapat fragmen fraktur dalam ruang sendi atau adanya nekrosis

iskemik kaput femur.

2. Dislokasi anterior

Dislokasi anterior lebih jarang ditemukan daripada dislokasi posterior.

Mekanisme trauma

Dislokasi anterior terjadi akibat kecelakaan lalu lintas, terjatuh dari

ketinggian atau trauma dari belakang pada saat berjongkok dan posisi penderita

dalam keadaan abduksi yang dipaksakan.Leher femur atau trokanter menabrak

asetabulum dan terjungkir keluar melalui robekan pada kapsul anterior. Bila

sendi panggul dalam keadaan fleksi, maka akan terjadi dislokasi tipe obturator

dan bila sendi panggul dalam posisi ekstensi maka terjadi dislokasi tipe pubik

atau iliaka.

Gambaran klinis

Tungkai bawah dalam keadaan rotasi eksterna, abduksi dan sedikit

fleksi.Tungkai tidak mengalami pemendekan karena perlekatan otot rektus

femur mencegah kaput femur bergeser ke proksimal. Terdapat benjolan di depan

daerah inguinal, dimana kaput femur dapat diraba dengan mudah. Sendi panggul

sulit digerakkan.

Pemeriksaan radiologis

Pemeriksaan foto rontgen posisi AP pada dislokasi anterior sering kurang

jelas dan untuk itudiperlukan pulafoto lateral.

Pengobatan

Dilakukan reposisi seperti pada dislokasi posterior kecuali pada saat

fleksi dan tarikan tungkaipada dislokasi posterior, dilakukan adduksi pada

dislokasi anterior.

Komplikasi

Page 73: Referat Dr. Suhana

Komplikasi yang sering didapatkan yaitu nekrosis avaskuler.

Page 74: Referat Dr. Suhana

3. Fraktur dislokasi sentral

Mekanisme trauma

Dislokasi sentral terjadi apabila kaput femur terdorong ke dinding medial

asetabulum pada rongga panggul.Disini kapsul tetap utuh. Fraktur asetabulum

terjadi karena dorongan yang kuat dari lateral atau jatuh dari ketinggian pada

satu sisi atau suatu tekanan yang melalui femur dimana panggul dalam keadaan

abduksi.

Gambaran klinis

Didapatkan perdarahan dan pembengkakan di daerah tungkai bagian

proksimal tetapi posisi tetap normal.Nyeri tekan pada daerah trokanter.Gerakan

sendi panggul sangat terbatas.

Pemeriksaan radiologis

Dengan pemeriksaan radiologis dapat diketahui adanya pergeseran dari

kaput femur menembus panggul (gambar 14.88A.).

Pengobatan

Selalu diusahakan untuk mereposisi fraktur dan mengembalikan bentuk

asetabulum ke bentuk normalnya.Pada fraktur asetabulum tanpa penonjolan

kaput femur ke dalam panggul, maka dilakukan terapi konservatif dengan traksi

tulang selama 4-6 minggu. Pada fraktur dimana kaput femur tembus ke dalam

asetabulum, sebaiknya dilakukan traksi pada 2 komponen yaitu komponen

Page 75: Referat Dr. Suhana

longitudinal dan lateral selama 6 minggu dan setelah 8 minggu diperbolehkan

untuk berjalan dengan menggunakan penopang berat badan (gambar 14.88B).

Komplikasi

a. Kerusakan alat-alat dalam panggul yang dapat terjadi bersama-sama

fraktur panggul

b. Kaku sendi merupakan komplikasi lanjut

c. Osteoartritis

FRAKTUR FEMUR

Femur merupakan tulang yang terpanjang pada badan dimana fraktur dapat

terjadi mulai dari proksimal sampai distal tulang (gambar 14.89).

FRAKTUR LEHER FEMUR

Fraktur leher femur merupakan jenis fraktur yang sering ditemukan pada orang

tua terutama wanita umur 60 tahun ke atas disertai tulang yang osteoporosis.Gambar

14.90 menunjukkan secara skematis daerah femur proksimal.

Mekanisme trauma

Jatuh pada daerah trokanter baik karena kecelakaan lalu lintas atau jatuh dari

tempat yang tidak terlalu tinggi seperti terpeleset di kamar mandi dimana panggul dalam

keadaan fleksi dan rotasi.

Page 76: Referat Dr. Suhana

Klasifikasi

1. Hubunganternadapkapsul

• ekstrakapsuler

• intrakapsuler

2. Sesuai lokasi

• sub-kapital

• trans-servikal

• basal

3. Radiologis

a. Berdasarkan keadaan fraktur

• tidak ada pergeseran fraktur

• fragmen distal, rotasi eksterna, abduksi dan dapat bergeser ke

proksimal

• fraktur impaksi

b. Klasifikasi menurut Garden (gambar 14.91)

Page 77: Referat Dr. Suhana

• Tingkat I; fraktur impaksi yang tidak total

• Tingkat II; fraktur total tetapi tidak bergeser

• Tingkat III; fraktur total disertai dengan sedikit pergeseran

• Tingkat IV; fraktur disertai dengan pergeseran yang hebat

c. Klasifikasi menurut Pauwel (gambar 14.92)

Klasifikasi ini berdasarkan atas sudut inklinasi leher femur.

• Tipe I; fraktur dengan garis fraktur 30°

• Tipell; fraktur dengan garis fraktur 50°

• Tipe III; fraktur dengan garis fraktur 70°

Page 78: Referat Dr. Suhana

Patologi

Kaput femur mendapat aliran darah dari tiga sumber, yaitu:

1. Pembuluh darah intrameduler di dalam leher femur

2. Pembuluh darah servikal asendens dalam retinakulum kapsul sendi

3. Pembuluh darah dari ligamen yang berputar

Pada saat terjadi fraktur, pemuluh darah intramedular dan pembuluh darah

retinakulum selalu mengalami robekan, bila terjadi pergeseran fragmen.Fraktur

transervikal adalah fraktur yang bersifat intrakapsuler yang mempunyai kapasitas yang

sangatrendah dalam penyembuhan karena adanya kerusakan pembuluh darah,

periosteum yang rapuh serta hambatan dari cairan sinovia.

Page 79: Referat Dr. Suhana

Gambaran klinis

Riwayat jatuh dari ketinggian disertai nyeri pada daerah panggul terutama pada

daerah inguinal depan. Nyeri dan pemendekan anggota gerak bawah dalam posisi rotasi

lateral.

Pemeriksaan radiologis

Dengan pemeriksaan radiologis dapat diketahui jenis fraktur serta klasifikasi dan

dapat ditentukan jenis pengobatan serta prognosisnya.

Pengobatan

Pengobatan fraktur leher femur dapat berupa:

1. Konservatif dengan indikasi yang sangat terbatas

2. Terapi operatif

Pengobatan operatif hampir selalu dilakukan pada penderita fraktur leher femur

baik orang dewasa muda maupun pada orang tua karena:

• Perlu reduksi yang akurat dan stabil

• Diperlukan mobilisasi yang cepat pada orang tua untuk mencegah

komplikasi

Jenis-jenis operasi:

a. Pemasangan pin

b. Pemasangan plate dan screw

Page 80: Referat Dr. Suhana

c. Artroplasti; dilakukan padapenderita umur diatas 55 tahun, berupa:

• Eksisi artroplasti (pseudoartrosis menurut Girdlestone)

• Hemiartroplasti (gambar 14.93)

• Artroplasti total

Komplikasi

Komplikasi tergantung dari beberapa faktor, yaitu :

1. Komplikasi yang bersifat umum; trombosis vena, emboli paru, pneumonia,

dekubitus

2. Nekrosis avaskuler kaput femur

Nekrosis avaskuler terjadi pada 30% penderita dengan fraktur yang disertai

pergeseran dan 10% pada fraktur yang tanpa pergeseran.Apabila lokalisasi

fraktur lebih ke proksimal maka kemungkinan untuk terjadi nekrosis avaskuler

lebih besar.

3. Nonunion

Lebih dari 1/3 penderita dengan fraktur leher femur tidak dapat mengalami

union terutama pada fraktur yang bergeser.Komplikasi lebih sering pada fraktur

dengan lokasi yang lebih ke proksimal.Ini disebabkan karena vaskularisasi yang

jelek, reduksi yang tidak akurat, fiksasi yang tidak adekuat dan lokasi fraktur

adalah intra-artikuler.Metode pengobatan nekrosis avaskuler tergantung

penyebab terjadinya nonunion dan umur penderita.

4. Osteoartritis

Osteoartritis sekunder terjadi karena adanya kolaps kaput femur atau nekrosis

avaskuler.

5. Anggota gerak memendek

6. Malunion

7 Malrotasi berupa rotasi eksterna

8. Koksavara

Page 81: Referat Dr. Suhana
Page 82: Referat Dr. Suhana

FRAKTUR DAERAH TROKANTER

Fraktur daerah trokanter biasa juga disebut fraktur trokanterik (intertrokanterik)

adalah semua fraktur yang terjadi antara trokanter mayor dan minor.Fraktur ini bersifat

ekstra-artikuler dan sering terjadi pada orang tua di atas umur 60 tahun.

Mekanisme trauma

Fraktur trokanterik terjadi bila penderita jatuh dengan trauma langsung pada

trokanter mayor atau pada trauma yang bersifat memuntir.Keretakan tulang terjadi

antara trokanter mayor dan minor dimana fragmen proksimal cenderung bergeser secara

varus.Fraktur dapat bersifat komunitif terutama pada korteks bagian posteromedial.

Page 83: Referat Dr. Suhana

Klasifikasi

Fraktur trokanterik dapat dibagi atas:

1. Stabil

2. Tidak stabil

Disebut fraktur tidak stabil bila korteks bagian medial remuk dan fragmen besar

mengalami pergeseran terutama trokanter minor.

Fraktur trokanterik diklasifikasikan atas empat tipe (gambar 14.94), yaitu:

• Tipe I Fraktur melewati trokanter mayor dan minor tanpa pergeseran.

• Tipe II Fraktur melewati trokanter mayor disertai pergeseran trokanter minor.

• Tipe III Fraktur disertai dengan fraktur komunitif.

• Tipe IV Fraktur yang disertai dengan fraktur spiral femur.

Gambaran Klinis

Penderita lanjut usia dengan riwayat trauma pada daerah femur proksimal. Pada

pemeriksaan didapatkan pemendekan anggota gerak bawah disertai rotasi eksterna.

Pemeriksaan radiologis

Pemeriksaan radiologis dapat menentukan jenis fraktur serta seberapa jauh

pergeseran fraktur.

Pengobatan

Page 84: Referat Dr. Suhana

Fraktur tanpa pergeseran dapat dilakukan terapi konservatif dengan traksi. Pada

fraktur trokanterik,

sebaiknya dilakukan pemasangan fiksasi interna (gambar 14.95) dengan tujuan:

1. Untuk memperoleh fiksasi yang kuat

2. Untuk memberikan mobilisasi yang cepat pada orang tua

Komplikasi

Komplikasi dini sama pada fraktur leher femur. Komplikasi lanjut berupa

deformitas varus dan rotasi eksterna serta nonunion, tetapi kelainan ini jarang

ditemukan.

Page 85: Referat Dr. Suhana

FRAKTUR SUBTROKANTER

Fraktur subtrokanter dapat terjadi pada setiap umur dan biasanya akibat trauma

yang hebat.

Gambaran klinis

Anggota gerak bawah dalam keadaan rotasi eksterna, memendek dan ditemukan

pembengkakanpada daerah proksimal femur disertai nyeri pada pergerakan.

Pemeriksaan radiologis

Pemeriksaan radiologis dapat menunjukkan fraktur yang terjadi di bawah

trokanter minor. Garisfraktur bisa bersifat transversal, oblik atau spiral dan sering

bersifat komunitif. Fragmen proksimaldalam posisi fleksi sedangkan distal dalam posisi

adduksi dan bergeser ke proksimal.

Pengobatan

Reduksi terbuka dan fiksasi interna merupakan pengobatan pilihan dengan

mempergunakanplatedan screw (gambar 14.96).

Komplikasi

Komplikasi yang sering ditemukan adalah nonunion dan malunion. Komplikasi

ini dapat diatasidengan koreksi osteotomi atau bone grafting.

Page 86: Referat Dr. Suhana

FRAKTUR DIAFISIS FEMUR

Fraktur diafisis femur dapat terjadi pada setiap umur, biasanya karena trauma

hebat misalnya kecelakaan lalu lintas atau trauma lain misalnya jatuh dari ketinggian.

Femur diliputi oleh otot yang kuat dan merupakan proteksi untuk tulang femur, tetapi

juga dapat berakibat j'elek karena dapat menarik fragmen fraktur sehingga

bergeser.Femur dapat pula mengalami fraktur patologis akibat metastasis tumor

ganas.Fraktur femur sering disertai dengan perdarahan masif yang harus selalu

dipikirkan sebagai penyebab syok.

Mekanisme trauma

Fraktur spiral terjadi apabila jatuh dengan posisi kaki melekat erat pada dasar

sambil terjadi putaran yang diteruskan pada femur.Fraktur yang bersifat transversal dan

oblik terjadi karena trauma langsung dan trauma angulasi.

Klasifikasi

Fraktur femur dapat bersifat tertutup atau terbuka, simpel, komunitif, fraktur Z

atau segmental.

Gambaran klinis

Penderita pada umumnya dewasa muda.Ditemukan pembengkakan dan

deformitas pada tungkai atas berupa rotasi eksterna dan pemendekan tungkai dan

mungkin datang dalam keadaan syok.

Page 87: Referat Dr. Suhana

Pemeriksaan radiologis

Dengan foto rontgen dapat ditentukan lokalisasi dan jenis fraktur (gambar

14.97).

Pengobatan

1. Terapi konservatif

• Traksi kulit merupakan pengobatan sementara sebelum dilakukan terapi

definitif untuk mengurangi spasme otot

• Traksi tulang berimbang dengan bagian Pearson pada sendi lutut.

Indikasi traksi terutama fraktur yang bersifat komunitif dan segmental

• Menggunakan cast bracing yang dipasang setelah terjadi union fraktur

secara klinis

2. Terapi operatif

• Pemasangan plate dan screw terutama pada fraktur proksimal dan distal

femur

• Mempergunakan K-nail, AO-nail atau jenis-jenis lain baik dengan

operasi tertutup ataupun terbuka. Indikasi K-nail, AO-nail terutama pada

fraktur diafisis (gambar 14.98)

• Fiksasi eksterna terutama pada fraktur segmental, fraktur komunitif,

infected pseudoartrosis atau fraktur terbuka dengan kerusakan jaringan

lunak yang hebat

Komplikasi

Page 88: Referat Dr. Suhana

1. Komplikasi dini:

• Syok; dapat terjadi perdarahan sebanyak 1-2 liter walaupun fraktur

bersifat tertutup

• Emboli lemak; sering didapatkan pada penderita muda dengan fraktur

femur.Perlu dilakukan pemeriksaan gas darah.

• Trauma pembuluh darah besar; ujung fragmen tulang menembus

jaringan lunak dan merusak arteri femoralis. Dapat berupa kontusi saja

dengan oklusi atau terpotong sama sekali.

• Trauma saraf; trauma pada pembuluh darah akibat tusukan fragmen

dapat disertai kerusakan saraf yang dapat bervariasi dari neuropraksia

sampai aksonotemesis.Trauma saraf dapat terjadi pada nervus isiadikus

atau pada cabangnya yaitu nervus tibialis dan nervus peroneus komunis.

• Trombo-emboli; penderita dengan tirah baring yang lama misalnya

ditraksi di tempat tidur, dapat mengalami komplikasi trombo-emboli.

• Infeksi; dapat terjadi pada fraktur terbuka akibat kontaminasi dari luka,

tetapi infeksi dapat pula terjadi setelah tindakan operasi

2. Komplikasi lanjut:

• Delayed union; fraktur femur pada orang dewasa mengalami union

dalam 4 bulan

• Nonunion; apabila permukaan fraktur menjadi bulat dan sklerotik

dicurigai adanya nonunion dan diperlukan fiksasi interna dan bone graft

• Malunion; bila terjadi pergeseran kembali kedua ujung fragmen, maka

diperlukan pengamatan terus menerus selama perawatan. Angulasi lebih

sering ditemukan.Malunion juga menyebabkan pemendekan pada

tungkai sehingga diperlukan koreksi berupa osteotomi.

• Kaku sendi lutut; setelah fraktur femur biasanya terjadi kesulitan

pergerakan pada sendi lutut.Hal ini disebabkan oleh adanya adhesi

periartikuler atau adhesi intramuskuler.Hal ini dapat dihindari apabila

fisioterapi yang intensif dan sistematis dilakukan lebih awal.

• Refraktur; terjadi apabila mobilisasi dilakukan sebelum terbentuk union

yang solid

Page 89: Referat Dr. Suhana

FRAKTUR SUPRAKONDILER FEMUR

Daerah suprakondiler adalah daerah antara batas proksimal kondilus femur dan

batas metafisis dengan diafisis femur.

Mekanisme trauma

Fraktur terjadi karena tekanan varus atau valgus disertai kekuatan aksial dan

putaran.Klasifikasi (gambar 14.99)

1. Tidak bergeser

2. Impaksi

3. Bergeser

4. Komunitif

Pergeseran terjadi pada fraktur oleh karena tarikan otot sehingga pada terapi

konservatif lutut harus difleksi untuk menghilangkan tarikan otot (gambar 14.100).

Page 90: Referat Dr. Suhana

Gambaran klinis

Berdasarkan anamnesis ditemukan riwayat trauma yang disertai pembengkakan

dan deformitaspada daerah suprakondiler. Pada pemeriksaan mungkin ditemukan

adanyakrepitasi.

Page 91: Referat Dr. Suhana

Pemeriksaan radiologis

Fraktur tepat di atas kondilus femoris danbersifat melintang atau kominutif.

Fragmen distal sering miring ke belakang.Seluruh femur harus difoto dengan sinar-X

agar fraktur proksimal atau dislokasi pinggul tidak terlewatkan.

Pengobatan

1. Terapi konservatif

• Traksi berimbang dengan mempergunakan bidai Thomas dan penahan

lutut Pearson

• Cast-bracing

• Spika panggul

2. Terapi operatif

Terapi operatif dilakukan pada fraktur terbuka atau adanya pergeseran fraktur

yang tidak dapat direduksi secara konservatif.Terapi dilakukan dengan

mempergunakan nail-plate dan screw dengan macam-macam tipe yang tersedia

(gambar 14.101).

Page 92: Referat Dr. Suhana

Komplikasi

1. Komplikasi dini:

• Penetrasi fragmen fraktur ke kulit yang menyebabkan fraktur menjadi

terbuka

• Trauma pembuluh darah besar

• Trauma saraf

2. Komplikasi lanjut:

• Malunion

• Kekakuan sendi lutut

FRAKTUR SUPRAKONDILER FEMUR DAN FRAKTUR INTERKONDILER

Fraktur suprakondiler femur sering bersama-sama dengan fraktur interkondiler

yang memberikanmasalah pengelolaan yang lebih kompleks.

Klasifikasi

Klasifikasi menurut Neer, Grantham, Shelton (1967) (gambar 14.102):

• Tipe I; fraktur suprakondiler dan kondiler bentuk T

• Tipe IIA; fraktur suprakondiler dan kondiler dengan sebagian metafisis (bentuk

Y)

• Tipe IIB; sama seperti IIAtetapi bagian metafisis lebih kecil

• Tipe III; fraktur suprakondiler komunitif dengan fraktur kondiler yang tidak

total

Pengobatan

1. Terapi konservatif; seperti pada fraktur suprakondiler dengan indikasi yang

sama

2. Terapi operatif; karena fraktur ini bersifat intra-artikuler, maka sebaiknya

dilakukan terapi operatif dengan fiksasi interna yang rigid untuk memperoleh

posisi anatomis sendi dan segera dilakukan mobilisasi

Komplikasi

1. Trauma pembuluh darah

Page 93: Referat Dr. Suhana

2. Kaku sendi

3. Osteoartritis lutut

FRAKTUR KONDILUS FEMUR

Klasifikasi (gambar 14.103)

• Tipe I; fraktur kondilus dalam posisi sagital

• Tipe II; fraktur dalam posisi koronal dimana bagian posterior kondilus femur

bergeser

• Tipe III; kombinasi antara sagital dan koronal

Page 94: Referat Dr. Suhana

Gambaran klinis

Terdapat trauma pada lutut disertai nyeri dan pembengkakan.Mungkin

ditemukan krepitasi dan hemartrosis sendi lutut.

Pemeriksaan radiologis

satu kondilus femur dapat mengalami fraktur secara oblik dan bergerak ke atas,

atau kedua kondilus dapat pecaqh terbelah sehingga garis fraktur berbentuk T atau Y.

Pengobatan

1. Terapi konservatif; pada fraktur yang tidak bergeser dapat dipergunakan

pemasangan gips sirkuler di atas lutut

2. Terapi operatif; mempergunakan screw agar didapatkan posisi anatomis sendi

lutut danmobilisasi dapat segera dilakukan

Komplikasi

1. Trauma pembuluh darah dan saraf

2. Malunion .

3. Osteoartritis

4. Kekakuan sendi lutut

Page 95: Referat Dr. Suhana

TRAUMA PADA LUTUT

DISLOKASI SENDI LUTUT

Lutut hanya berdislokasi karena benturan hebat, seperti pada kecelakaan lalu

lintas.Ligamen krusiatum dan satu atau kedua ligamen lateral robek.

Mekanisme trauma

Dislokasi biasanya terjadi apabila penderita mendapat trauma dari depan dengan

lutut dalam keadaanfleksi. Dislokasi dapat bersifat anterior, posterior, lateral, medial

atau rotasi. Dislokasi anterior lebihsering ditemukan dimana tibia bergerak ke depan

terhadap femur. Dengan tanpa mempertimbangkanjenis dislokasi sendi yang terjadi,

trauma ini merupakan suatu trauma hebatyang selalu menimbulkankerusakan pada

kapsul, ligamen yang besar dan sendi. Trauma juga dapat menyebabkan dislokasiyang

terjadi disertai dengan kerusakan pada nervus peroneus dan arteri poplitea.

Gambaran klinis

Adanya trauma pada daerah lutut disertai pembengkakan, nyeri dan hemartrosis

serta deformitas.

Pemeriksaan Radiologis

Selain dislokasi, foto kadang-kadang memperlihatkan fraktur pada spina tibia

(avulse ligament krusiatum),dengan foto rontgen, diagnosis dapat ditegakkan (gambar

14.104).Jika terdapat keraguan mengenai sirkulasi.Arteriografi harus dilakukan.

Page 96: Referat Dr. Suhana

Pengobatan

Dislokasi sendi lutut merupakan suatu keadaan yang serius karena dapat

menyebabkan kerusakanyang hebat pada pembuluh darah dan saraf serta ligamen.

Tindakan reposisi dan manipulasidengan pembiusan harus dilakukan sesegera mungkin

dan dilakukan aspirasi hemartrosis dansetelahnya dipasang bidai gips posisi 10-15°

selama satu minggu dan setelah pembengkakanmenurun dipasang gips sirkuler di atas

lutut selama 7-8 minggu.

Apabila setelah reposisi ternyata lutut tidak stabil dalam posisi varus dan valgus,

maka harusdilakukan operasi untuk perbaikan ligamen.

Pada dislokasi yang lama tidak mungkin dilakukan reduksi sehingga perlu

dipertimbangkancara-cara operasi yang sesuai.

FRAKTUR PATELA

Patela merupakan tulang sesamoid yang paling besar pada tubuh dan

mempunyai fungsi mekanis dalam ekstensi anggota gerak bawah.Di sebelah proksimal

melekat otot kuadriseps dan di bagian distal melekat ligamen patela.

:

Mekanisme trauma

Fraktur patela dapat terjadi dalam dua cara:

Page 97: Referat Dr. Suhana

1. Kontraksi yang hebat otot kuadriseps, misalnya menekuk secara keras dan tiba-

tiba

2. Jatuh dan mengenai langsung tulang patela Klasifikasi (gambar 14.105)

• Tipe I; fraktur tanpa adanya pergeseran dan bersifat transversal (fraktur

crack)

• Tipe II; fraktur transversal dengan pergeseran

• Tipe III; fraktur transversal pada kutub atas/bawah

• Tipe IV; fraktur komunitif

• Tipe V; fraktur vertikal

Fraktur transversal biasanya terjadi oleh kontraksi yang hebat, sedangkan

fraktur komunitif terjadi oleh trauma langsung pada patela.

Gambaran klinis

Adanya trauma pada daerah lutut disertai pembengkakan, nyeri dan

hemartrosis.Mungkin dapat diraba adanya ruang fragmen patela.Pada

pemeriksaan didapatkan adanya cekungan dan penderita tidak dapat melakukan

ekstensi anggota gerak bawah (gambar 14.106).

Pemeriksaan radiologis

Dengan foto rontgen dapat ditemukan fraktur dan jenis fraktur patela

(gambar 14.107).Fraktur transversal biasanya disertai dengan robekan dari

ekspansi ekstensor.

Page 98: Referat Dr. Suhana
Page 99: Referat Dr. Suhana

Pengobatan (gambar 14.108)

1. Fraktur yang tidak bergeser

Bila ada hemartrosis yang besar, dilakukan aspirasi secara steril dan dipasang

gips silinder selama 4-6 minggu. Fisioterapi dilakukan selama gips terpasang.

2. Fraktur yang bergeser

Pada fraktur transversal diperlukan operasi dan rekonstruksi kembali ekspansi

ekstensor serta tulang patela dengan menggunakan tension band-wiring (gambar

14.109). Fisioterapi dapat segera dilakukan setelah operasi, baik penguatan

kuadriseps maupun gerakan pada sendi lutut.

3. Fraktur kutub bawah

Fragmen kecil yang komunitif dilakukan eksisi dan rekonstruksi kembali

ligamen patela.

4. Fraktur komunitif ;

Pada fraktur komunitif terutama pada orang tua dimana rekonstruksi kembali

patela tidak mungkin dilakukan, sebaiknya patela dieksisi.

Komplikasi

1. Osteoartritis patelofemoral; apabila tidak dilakukan reposisi patela yang akurat,

maka akan terjadi diskonkruensi/ketidaksesuaian antara patela dan kondilus

femur

2. Gangguan fleksi ekstensi

Gangguan fleksi ekstensi terjadi apabila tidak dilakukan fisioterapi serta adanya

kerusakan pada ekspansi ekstensor yang tidak dilakukan koreksi penjahitan.

3. Kekakuan sendi lutut

4. Nonunion

TRAUMA PADA MEKANISME EKSTENSOR LUTUT

Trauma aparatus kuadriseps akan menimbulkan robekan atau fraktur pada

patela. Pada keadaan

ini dapat terjadi:

1. Robekan pada kutub atas patela

2. Robekan pada kutub bawah pada perlekatan dengan tuberositas tibia

Page 100: Referat Dr. Suhana

3. Robekan disertai fraktur patela

Pada robekan kutub atas patela dan robekan pada kutub bawah pada perlekatan

dengan tuberositas tibia (nomor 1 & 2), pengobatan berupa penjahitan ligamen patela

dan imobilisasi dengan gips silinder. Pada robekan disertai fraktur patela (nomor 3), di

ssamping dilakukan penjahitan mekanisme ekstensor lutut, juga dilakukan pengobatan

fraktur patela.

Page 101: Referat Dr. Suhana

DISLOKASI PATELA

Dislokasi patela biasanya terjadi ke arah lateral, berupa:

1. Dislokasi akut

Dislokasi akut biasanya terjadi pada saat lutut dalam posisi fleksi atau

semi fleksi dan patela bergeser ke arah lateral dari kondilus femur

.

Gambaranklinis

Gambaran klinis pada dislokasi akut adalah sendi lutut tidak dapat

diekstensikan.Reposisi dapat terjadi secara spontan atau dilakukan secara

manual.

Pengobatan

Setelah dilakukan reposisi sebaiknya dipertahankan dengan gips silinder

selama 6 minggu.

Page 102: Referat Dr. Suhana

2. Dislokasi rekuren

Dislokasi rekuren sering terjadi pada wanita dewasa muda.

Penyebabnya

• Kedangkalan lekukan interkondiler femur

• Letak patela yang tinggi dan kecil

• Genu valgum

Pengobatan

Apabila terjadi dislokasi yang berulang-ulang maka dianjurkan untuk operasi.

3. Dislokasi habitual

Dislokasi habitual lebih jarang ditemukan dan biasanya terjadi pada

anak-anak.Penyebab utama adalah pemendekan otot kuadrisep terutama

komponen vastus lateralis karena fibrosis setelah injeksi muskulus kuadrisep.

Pengobatan

Pengobatan dengan operasi.

ROBEKAN LIGAMEN PADA LUTUT

Robekan ligamen pada lutut biasanya terjadi pada atlet dan olahragawan, dapat

menimbulkan masalah gawat berupa kecacatan disertai ketidakmampuan untuk

berolahraga secara profesional. Trauma ligamen pada lutut dibagi dalam empat

kelompok, yaitu:

1. Robekan pada ligamen medial (dengan atau tanpa robekan ligamen krusiatum)

2. Robekan pada ligamen lateral (dengan atau tanpa robekan ligamen krusiatum)

3. Robekan pada ligamen krusiatum semata-mata

4. Robekan tidak total (strain)

Page 103: Referat Dr. Suhana

1. Robekan pada ligamen medial

Mekanisme trauma

Robekan pada ligamen medial lebih sering ditemukan. Robekan terjadi

sewaktu tibiamengalami abduksi pada femur disertai trauma rotasi (gambar

14.110).

Urutan robekan ligamen tergantung beratnya trauma, yaitu:

a. Robekan pada selaput sendi bagian superfisial

b. Robekan pada ligamen kolateral medial

c. Robekan pada ligamen krusiatum anterior; terjadi apabila trauma

berlanjut dengan tibiarotasi ke arah eksterna

Robekan ligamen kolateral medial dan krusiatum anterior dapat disertai

dengan robekan meniskus medialis dan disebut Trias ODonoghue.

Gambaran klinis

Pembengkakan pada lutut disertai efusi pada sendi lutut.Nyeri tekan

bagian medial pada daerah ligamen medial terutama bagian proksimal yang

melekat pada femur.

Page 104: Referat Dr. Suhana
Page 105: Referat Dr. Suhana

Pemeriksaan radiologis

Pemeriksaan radiologis dilakukan di bawah pembiusan dengan foto AP

dan foto stres AP Pada foto AP mungkin ditemukan avulsi disertai fragmen kecil

tulang.Bergesernya bagian proksimal medial dari tibia terhadap femur

menunjukkan robekan pada ligamen medial saja, apabila pergeseran lebih hebat

maka mungkin terjadi juga robekan pada ligamen krusiatum.Untuk menentukan

stabilitas sendi dapat dilakukan tes drawer dan tes menurut

Lachman.Pemeriksaan artroskopi dapat menentukan kelainan-kelainan yang

terjadi.

Pengobatan

a. Konservatif

Bila robekan tidak hebat (tidak total) dapat dilakukan aspirasi lutut dan

pemasangan gipssilinder.

b. Operatif

Tindakan operatif dilakukan apabila terdapat robekan yang besar dengan

penjahitan padaligamen yang robek.

2. Robekan pada ligamen lateral

Robekan pada ligamen lateral lebih jarang ditemukan dan terjadi akibat adduksi

tibia terhadap femur (strain varus).

3. Robekan pada ligamen krusiatum

Robekan ligamen krusiatum anterior dapat bersama-sama dengan robekan

ligamen kolateral medial. Hal ini terjadi karena pergerakan bagian proksimal

tibia terhadap femur ke depan secara keras atau terjadi karena lutut dalam

keadaan hiperekstensi. Robekan ligamen krusiatum posterior terjadi akibat

pergerakan hebat bagian proksimal tibia ke belakang terhadap femur.

Diagnosis

Dalam keadaan normal ligamen krusiatum anterior (insersinya di bagian

depan tibia) mencegah pergerakan tibia ke depan terhadap femur sedangkan

ligamen krusiatum posterior (insersinya di bagian belakang tibia) mencegah

pergerakan tibia ke belakang. Pemeriksaan ligamen krusiatum dilakukan dengan

Page 106: Referat Dr. Suhana

penderita dalam posisi berbaringterlentang, lutut fleksi kira-kira 90°. Tungkai

bawah dipegang di bagian proksimal tibia dan ditarik ke depan atau didorong ke

belakang. Apabila pergerakan ke depan bebas, maka; terdapat robekan pada

ligamen kruasiatum anterior dan apabila pergerakan ke belakang bebas maka

terdapat robekan pada ligamen krusiatum posterior. Gejala ini disebut drawer

sign (simptom laci). Instabilitas sendi dapat ditunjukkan dengan menggerakkan

bagian proksimal tibia ke depan dengan lutut dalam posisi fleksi 10-20° (tes

menurut Lachman).

Page 107: Referat Dr. Suhana

Pengobatan

Pengobatan pada robekan ligamen krusiatum anterior dengan cara

operasi dan rekonstruksi kembali biasanya kurang memuaskan. Pengobatan pada

robekan ligamen krusiatum posterior dapat dilakukan rekonstruksi dari ligamen

sendiri atau dengan operasi lain yang memberikan stabilitas pada sendi. Operasi

dapat secara terbuka atau dengan mempergunakan alat artroskop.

4. Strain ligamen medial dan lateral

Strain terjadi bila trauma yang ada tidak cukup kuat untuk menyebabkan suatu

robekan totalpada ligamen ini. Strain pada ligamen medial lebih sering terjadi

daripada ligamen lateral.

Mekanisme trauma

Robekan pada bagian medial terjadi karena trauma abduksi sedangkan

robekan bagian lateralkarena trauma adduksi.

Gambaran klinis

Pada anamnesis ditemukan adanya riwayat trauma abduksi atau adduksi

disertai nyeri padadaerah ligamen. Terdapat pembengkakan pada daerah lutut

serta nyeri tekan pada daerahligamen yang terkena. Dengan pemeriksaan stres,

penderita mengeluh lebih sakit tetapisendi lutut stabil. Mungkin ditemukan

sedikit cairan dalam sendi lutut.

Page 108: Referat Dr. Suhana

Pemeriksaan artroskopi dapat dilakukan untuk menegakkan diagnosis.

Pengobatan

Pemakaian gips silinder selama 23 minggu.

ROBEKAN MENISKUS

Robekan meniskus (tulang rawan semilunar) sering ditemukan pada atlet,

terutama pemain sepak bola, kebanyakan mengenai usia di bawah 45 tahun. Meniskus

terdiri atas meniskus medialis dan meniskus lateralis.Meniskus hampir tidak

mempunyai vaskularisasi sehingga apabila terdapat robekan biasanya tidak disertai

dengan hemartrosis, tetapi cairan yang terjadi adalah reaksi terhadap trauma (inflamasi).

Mekanisme trauma

Robekan terjadi apabila ada trauma rotasi dimana lutut dalam posisi semi fleksi

atau fleksi.Robekan meniskus medialis lebih sering terjadi daripada robekan meniskus

lateralis.

Patologi

Robekan pada meniskus biasanya menurut garis longitudinal sepanjang

meniskus.

Klasifikasi (gambar 14.111)

1. Bucket-handle

2. Robekan tanduk posterior

3. Robekan tanduk anterior

Page 109: Referat Dr. Suhana

Gambaran klinis

Pada anamnesis terdapat riwayat trauma dan pembengkakan pada lutut tidak

terjadi segera setelah trauma.Pembengkakan biasanya terjadi setelah 24 jam.Terdapat

nyeri pada daerah sela sendi dimana terjadi robekan.Mungkin dapat terjadi locking yaitu

lutut tiba-tiba tidak dapat diekstensikan karena adanya bagian meniskus yang terjebak

dalam ruang sendi.Pada pemeriksaan ditemukan atrofi otot kuadrisep, adanya cairan

dalam sendi, nyeri tekan pada daerah robekan meniskus medial atau lateral.

Pemeriksaan untuk menentukan adanya robekan pada meniskus, yaitu:

1. Tes Mc Murray

Penderita berbaring terlentang, lutut difleksikan 90° dan tungkai bawah

dipegang.Dilakukan eksorotasi maksimal kemudian tungkai diluruskan sambil

mempertahankan eksorotasi dan demikian pula pada endorotasi maksimal

(gambar 4.41).Pada kerusakan meniskus penderita mengalami nyeri atau pada

perabaan terdengar bunyi 'klik'.Pemeriksaan ini terutama untuk menentukan

adanya robekan meniskus medialis yaitu tanduk posterior atau bucket-handle.

2. TesgrindingmenurutApley

Penderita tidur tengkurap, lutut difleksikan 90° dan dilakukan penekanan pada

kaki dan dieksorotasi dan endorotasikan yang akan memberikan relaksasi pada

ligamen krusiatum tetapi dapat menimbulkan rasa nyeri pada meniskus.

3. Tes distraksi

Penderita tidur tengkurap, lutut difleksikan 90° dan dilakukan tarikan ke atas

dengan memegang kaki. Terjadi pembebasan meniskus dan penegangan ligamen

Page 110: Referat Dr. Suhana

krusiatum yang akan menimbulkan nyeri apabila terdapat robekan pada ligamen

krusiatum. Tes ini untuk membedakan apakah robekan pada meniskus atau pada

ligamen krusiatum.

4. Pemeriksaan tambahan

• Artrografi Dengan pemeriksaan ini dapat dibedakan antara robekan

meniskus atau meniskus diskoid.

• Artroskopi

Artroskopi saat ini sudah merupakan pemeriksaan rutin di beberapa pusat

bila terjadi trauma pada lutut dan dengan pemeriksaan ini diagnosis yang

akurat dapat dilakukan.Selain itu, dengan alat artroskop dapat dilakukan

tindakan operatif.

Pengobatan

Robekan pada meniskus sebaiknya dilakukan penjahitan tanpa

membuang meniskus apabila masih dapat dipertahankan, karena pengeluaran

meniskus akan mempercepat terjadinya osteoartritis di kemudian hari. Dengan

alat artroskopi dapat dilakukan penjahitan meniskus atau pengeluaran sebagian

meniskus (partial menisectomy) dengan pemulihan rehabilitasi yang cepat.

Indikasi operasi meniskus:

1. Locking yang berulang-ulang dan tindakan operasi dapat memberikan

jalan keluar

2. Nyeri yang terus menerus

3. Atlet professional

Diagnosis banding

1. Benda asing dalam ruang sendi, osteokondritis disekan, sinovial

kondromatosis, osteoartritis lutut.

2. Meniskus diskoid (meniskus yang tebal secara bawaan)

3. Dislokasi patela rekuren

4. Fraktur spina tibia

5. Trauma pada ligamen krusiatum

6. Kondromalasia patela

7. Kista meniscus

Page 111: Referat Dr. Suhana

FRAKTUR TIBIA DAN FIBULA

Fraktur tibia dan fibula dapat terjadi pada bagian proksimal (kondilus), diafisis

atau persendian pergelangan kaki (gambar 14.112).

FRAKTUR KONDILUS TIBIA

Fraktur kondilus tibia lebih sering mengenai kondilus lateralis daripada medialis

serta frakturpada kedua kondilus.

Mekanisme trauma

Fraktur kondilus lateralis terjadi karena adanya trauma abduksi tibia terhadap

femur dimana kaki terfiksasi pada dasar, misalnya trauma sewaktu mengendarai mobil

(gambar 14.113).

Klasifikasi Sederhana (Adam) (gambar 14.114)

1. Fraktur kompresi komunitif

2. Tipe depresi plateau

3. Fraktur oblik

Klasifikasi kompleks (Rokcwood)

1. Fraktur yang tidak bergeser

2. Kompresi lokal

3. Kompresi split

4. Depresi total kondiler

5. Fraktur split

6. Fraktur komunitif

Page 112: Referat Dr. Suhana

Fraktur tidak bergeser apabila depresi kurang dari 4 mm, sedangkan yang

bergeser apabiladepresi melebihi 4 mm.

GambaranKlinis

Pada anamnesis terdapat riwayat trauma pada lutut, pembengkakan dan nyeri

serta hemartrosis.

Terdapat gangguan dalam pergerakan sendi lutut

Pemeriksaan Radiologis

Dengan foto rontgen posisi AP dan lateral dapat diketahui jenis fraktur (gambar

14.115),tetapi kadang-kadang diperlukan pulafoto oblik dan pemeriksaan laminagram.

Page 113: Referat Dr. Suhana

Pengobatan

1. Konservatif

Pada fraktur yang tidak bergeser dimana depresi kurang dari 4 mm dapat

dilakukan beberapa pilihan pengobatan, antara lain:

• Verbanelastis

• Traksi

• Gips sirkuler

Prinsip pengobatan adalah mencegah bertambahnya depresi, tidak

menahan beban dan segera mobilisasi pada sendi lutut agar tidak terjadi

kekakuan sendi.

Page 114: Referat Dr. Suhana

2. Operatif

Depresi yang lebih dari 4 mm dilakukan operas! dengan mengangkat bagian

depresi dan ditopang dengan bone graft. Pada fraktur split dapat dilakukan

pemasangan screw atau kombinasi screw dan plate untuk menahan bagian

fragmen terhadap tibia.

Komplikasi

1. Genu valgum; terjadi oleh karena depresi yang tidak direduksi dengan baik

2. Kekakuan lutut; terjadi karena tidak dilakukan latihan yang lebih awal

3. Osteoartritis; terjadi karena adanya kerusakan pada permukaan sendi sehingga

bersifat ireguler yang menyebabkan inkonkruensi sendi lutut

FRAKTUR KONDILUS MEDIALIS

Sama seperti pada fraktur kondilus lateralis tetapi lebih jarang ditemukan.

FRAKTUR DIAFISIS TIBIA DAN ATAU FIBULA

Fraktur diafisis tibia dan fibula lebih sering ditemukan bersama-sama.Fraktur

dapat juga terjadi hanya pada tibia atau fibula saja.

Mekanisme trauma

Fraktur diafisis tibia dan fibula terjadi karena adanya trauma angulasi yang akan

menimbulkan fraktur tipe transversal atau oblik pendek, sedangkan trauma rotasi akan

menimbulkan fraktur tipe spiral. Fraktur tibia biasanya terjadi pada batas antara 1/3

bagian tengah dan 1/3 bagian distal sedangkan fraktur fibula pada batas 1/3 bagian

tengah dengan 1/3 bagian proksimal, sehingga fraktur tidak terjadi pada ketinggian yang

sama. Tungkai bawah bagian depan sangat sedikit ditutupi otot sehingga fraktur pada

daerah tibia sering bersifat terbuka (gambar 14.116). Penyebab utama terjadinya fraktur

adalah akibat kecelakaan lalu lintas.

Page 115: Referat Dr. Suhana

Gambaranklinis

Ditemukan gejala fraktur berupa pembengkakan, nyeri dan sering ditemukan

penonjolan tulangkeluar kulit.

Pemeriksaan radiologis

Dengan pemeriksaan radiologis dapat ditentukan lokalisasi fraktur, jenis fraktur,

apakah frakturpada tibia dan fibula atau hanya pada tibia saja atau fibula saja (gambar

14.117). Juga dapatditentukan apakah fraktur bersifat segmental.

Page 116: Referat Dr. Suhana

Pengobatan(gambar 14.118)

1. Konservatif

Pengobatan standar dengan cara konservatif berupa reduksi fraktur dengan

manipulasi tertutup dengan pembiusan umum. Pemasangan gips sirkuler untuk

imobilisasi, dipasang sampai diataslutut.

Prinsip reposisi:

• Fraktur tertutupi

• Adakontak 70% atau lebih

• Tidak ada angulasi

• Tidak adarotasi

Apabila ada angulasi, dapat dilakukan koreksi setelah 3 minggu (union

secara fibrosa). Pada fraktur oblik atau spiral imobilisasi dengan gips biasanya

sulit dipertahankan, sehingga mungkin diperlukan tindakan operasi.

Cast bracingadalab teknik pemasangan gips sirkuler dengan tumpuan

padatendo patela (gips Sarmiento) yang biasanya dipergunakan setelah

pembengkakan mereda atau telah terjadi union secara fibrosa.

2. Operatif

Terapi operatif dilakukan pada:

• Fraktur terbuka

• Kegagalan dalam terapi konservatif

• Fraktur tidak stabil

Page 117: Referat Dr. Suhana

• Adanya nonunion Metode pengobatan operatif:

• Pemasangan plate dan screw

• Nail intrameduler

• Pemasangan screw semata-mata

• Pemasangan fiksasi eksterna.

Indikasi pemasangan fiksasi eksterna pada fraktur tibia:

o Fraktur tibia terbuka grade II dan III terutama apabila terdapat kerusakan

jaringan yanghebat atau hilangnya fragmen tulang

o Pseudoartrosis yang mengalami infeksi (infected pseudoarthrosis)

Page 118: Referat Dr. Suhana

Komplikasi (gambar 14.119)

1. Infeksi

2. Delayed union atau nonunion

3. Malunion

4. Kerusakan pembuluh darah (sindroma kompartemen anterior)

5. Trauma saraf terutama pada nervus peroneal komunis

6. Gangguan pergerakan sendi pergelangan kaki. Gangguan ini biasanya

disebabkan karena adanya adhesi pada otot-otot tungkai bawah.

Page 119: Referat Dr. Suhana

FRAKTUR TIBIA SEMATA-MATA ATAU FIBULA SEMATA-MATA

Fraktur tibia atau fibula semata-mata perlu diwaspadai sebab sering

mengganggu terjadinya union hingga diperlukan osteotomi pada salah satu tulang.

FRAKTUR DAN FRAKTUR DISLOKASI SENDI PERGELANGAN KAKI

Pergelangan kaki merupakan sendi yang kompleks dan penopang badan dimana

talus duduk dan dilindungi oleh maleolus lateralis dan medialis yang diikat dengan

ligamen.Dahulu, fraktur sekitar pergelangan kaki disebut sebagai fraktur Pott.

Mekanisme trauma

Fraktur maleolus dengan atau tanpa subluksasi dari talus, dapat terjadi dalam

beberapa macam trauma (gambar 14.120).

1. Trauma abduksi

Trauma abduksi akan menimbulkan fraktur pada maleolus lateralis yang bersifat

oblik, fraktur pada maleolus medialis yang bersifat avulsi atau robekan pada

ligamen bagian medial.

2. Trauma adduksi

Trauma adduksi akan menimbulkan fraktur maleolus medialis yang bersifat

oblik atau avulsi maleolus lateralis atau keduanya. Trauma adduksi juga bisa

hanya menyebabkan strain atau robekan pada ligamen lateral, tergantung dari

beratnya trauma.

Page 120: Referat Dr. Suhana

3. Trauma rotasi eksterna

Trauma rotasi eksterna biasanya disertai dengan trauma abduksi dan terjadi

fraktur pada fibula di atas sindesmosis yang disertai dengan robekan ligamen

medial atau fraktur avulsi pada maleolus medialis.Apabila trauma lebih hebat

dapat disertai dengan dislokasi talus.

4. kompresi vertikal

Pada kompresi vertikal dapat terjadi fraktur tibia distal bagian depan disertai

dengan dislokasi talus ke depan atau terjadi fraktur komunitif disertai dengan

robekan diastasis.

Klasifikasi

Lauge-Hansen (1950) mengklasifikasikan menurut patogenesis terjadinya

pergeseran dari fraktur,yang merupakan pedoman penting untuk tindakan pengobatan

atau manipulasi yang dilakukan.

Klasifikasi lain yang lebih sederhana, menurut Danis & Weber (1991), dimana

fibula merupakantulang yang penting dalam stabilitas dari kedudukan sendi berdasarkan

atas lokalisasi frakturterhadap sindesmosis tibiofibular.

Klasifikasi terdiri atas (gambar 14.121):

• Tipe A; fraktur maleolus di bawah sindesmosis

• Tipe B; fraktur maleolus lateralis yang bersifat oblik disertai avulsi maleolus

medialis dimana sering disertai dengan robekan dari ligamen tibiofibular bagian

depan

Page 121: Referat Dr. Suhana

• Tipe C; fraktur fibula di atas sindesmosis dan atau disertai avulsi dari tibia

disertai frakturatau robekan pada maleolus medialis. Pada tipe C terjadi robekan

pada sindesmosis.Jenis tipe C ini juga dikenal sebagai fraktur Dupuytren.

Page 122: Referat Dr. Suhana

Klasifikasi ini penting artinya dalam tindakan pengobatan oleh karena selain

fraktur juga perlu dilakukan tindakan pada ligamen.

Gambaranklinis

Ditemukan adanya pembengkakan pada pergelangan kaki, kebiruan atau

deformitas. Yang pentingdiperhatikan adalah lokalisasi dari nyeri tekan apakah pada

daerah tulang atau pada ligamen.

Pemeriksaan radiologis

Dengan pemeriksaan radiologis dapat ditentukan jenis-jenis fraktur dan

mekanisme terjadinyatrauma(gambar 14.122). Foto rontgen perlu dibuat sekurang-

kurangnya tiga proyeksi, yaituantero-posterior, lateral dan setengah oblik dari gambaran

posisi pergelangan kaki.Sering fraktur terjadi pada fibula proksimal, sehingga secara

klinis harus diperhatikan.

Page 123: Referat Dr. Suhana

Pengobatan

Fraktur dislokasi pada sendi pergelangan kaki merupakan fraktur intra-artikuler

sehingga diperlukan reduksi secara anatomis dan akurat serta mobilisasi sendi yang

sesegera mungkin. Tindakan pengobatan terdiri atas:

1. Konservatif.

Dilakukan pada fraktur yang tidak bergeser, berupa pemasangan gips

sirkuler di bawah lutut.

Page 124: Referat Dr. Suhana

2. Operatif

Terapi operatif dilakukan berdasarkan kelainan-kelainan yang ditemukan

apakah hanya fraktur semata-mata, apakah ada robekan pada ligamen atau

diastasis pada tibiofibula serta adanya dislokasi talus (gambar 14.123).Beberapa

hal yang penting diperhatikan pada reduksi, yaitu:

• Panjang fibula harus direstorasi sesuai panjang anatomis

• Talus harus duduk sesuai sendi dimana talus dan permukaan tibia duduk

paralel

• Ruang sendi bagian medial harus terkoreksi sampai normal (4 mm)

• Pada foto oblik tidak nampak adanya diastasis tibiofibula

Tindakan operasi terdiriatas:

• Pemasangan screw (maleolar)

• Pemasangan tens/on band wiring

• Pemasangan plate dan screw

Komplikasi

1. Vaskuler

Apabila terjadi fraktur subluksasi yang hebat maka dapat terjadi gangguan

pembuluh darah yang segera, sehingga harus dilakukan reposisi secepatnya.

2. Malunion

Reduksi yang tidak komplit akan menyebabkan posisi persendian yang tidak

akurat yang akan menimbulkan osteoartritis.

3. Osteoartritis

Page 125: Referat Dr. Suhana

4. Algodistrofi

Algodistrofi adalah komplikasi dimana penderita mengeluh nyeri, terdapat

pembengkakan dan nyeri tekan di sekitar pergelangan kaki.Dapat terjadi

perubahan trofik dan osteoporosis yang hebat.

5. Kekakuan yang hebat pada sendi

Page 126: Referat Dr. Suhana
Page 127: Referat Dr. Suhana

TRAUMA PADA KAKI

FRAKTUR TALUS

Talus merupakan suatu tulang yang bersendi pada bagian distal tibia dan di

sebelah proksimal kalkaneus serta tulang tarsal lainnya.

Page 128: Referat Dr. Suhana

Mekanisme trauma

Pada umumnya fraktur terjadi karena jatuh dengan kaki dari ketinggian misalnya

pada kecelakaan pesawat terbang.Fraktur terutama terjadi pada leher talus.

Gambaran klinis

Pembengkakan dan nyeri pada daerah pergelangan kaki

Pemeriksaan radiologis

Dengan pemeriksaan radiologis dapat ditentukan lokalisasi dan jenis fraktur.

Pengobatan

Fraktur yang tidak bergeser diobati dengan pemasangan gips sirkuler. Fraktur

dengan pergeseran fragmen terutama yang mengenai permukaan sendi sebaiknya

dilakukan operasi.

Komplikasi

1. Nonunion

2. Nekrosis avaskuler

3. Osteoartritis

FRAKTUR KALKANEUS

Fraktur kalkaneus dapat berupa:

1. Isolatic crac/c atau adanya fraktur kecil tan pa pergeseran fragmen „,

2. Fraktur kompresi yang menyebabkan tulang kalkaneus terpilah-pilah

Mekanisme trauma

Hampir semua fraktur kalkaneus terjadi karena jatuh dari ketinggian dengan

tumit terlebih dahulu sehingga dapat terjadi fraktur pada kedua kalkaneus.Beratnya

fraktur tergantung dari ketinggian dan trauma yang terjadi.

Page 129: Referat Dr. Suhana

Klasifikasi

1. Fraktur kalkaneus ekstraartikuler

2. Fraktur kalkaneus intraartikuler

3. Fraktur kalkaneus komunitif

4. Fraktur avulsi tuberositas kalkaneus

Gambaran klinis

Fraktur kalkaneus biasanya didahului dengan trauma jatuh dari ketinggian

disertai pembengkakan, kebiruan pada daerah tumit serta nyeri.

Pemeriksaan radiologis

Dengan pemeriksaan radiologis dapat diketahui apakah fraktur bergeser,

komunitif (gambar 14.124) atau hanya berupa suatu fraktur sederhana (simple crack).

Pengobatan

1. Konservatif

Fraktur dengan simple crack cukup dengan pemberian verban elastis, tanpa

menekan kalkaneus dan segera mobilisasi serta elevasi kaki.

2. Operatif

• Tindakan operatif berupa reduksi terbuka dan pemasangan bone graft

terutama untuk fraktur yang bergeser dan mengenai permukaan sendi

• Reduksi dengan mempergunakan pin kecil untuk elevasi fraktur

Page 130: Referat Dr. Suhana

Komplikasi

1. Kekakuan pada sendi subtalar dan sendi midtarsal

2. Osteoartritis sendi subtalar

3. Malunion

4. Nyeri karena kaki berbentuk ceper

FRAKTUR TULANG TARSAL LAINNYA

Fraktur tulang tarsal lainnya seperti tulang navikular, kuboid dan kuneiform

dapat terjadi karena trauma langsung akibat kejatuhan benda berat. Pengobatan biasanya

secara konservatif dengan verban elastis atau gips sirkuler, kecuali bila ada pergeseran

fraktur yang hebat maka diperlukan tindakan operatif.

FRAKTUR TULANG-TULANG METATARSAL DAN FALANGS KAKI

Fraktur metatarsal disebabkan karena trauma langsung akibat kejatuhan benda

berat, karena tarikan otot pada trauma rotasi dan dapat pula karena fraktur stres (March

fracture).

Fraktur Metatarsal (gambar 14.125) Fraktur metatarsal dapat terjadi pada:

1. Fraktur basis metatarsal V

Fraktur basis metatarsal V sering ditemukan, biasanya terjadi karena trauma

rotasi yang dipaksakan dalam posisi inversi.Ditemukan nyeri tekan pada daerah

basis metatarsal V Pemeriksaan radiologis dapat menentukan diagnosis.

Pengobatan sebaiknya dengan gips sirkuler untuk mengurangi nyeri.

Page 131: Referat Dr. Suhana

2. Fraktur diafisis metatarsal

Fraktur diafisis metatarsal juga dapat terjadi karena trauma langsung akibat

kejatuhan benda berat.Fraktur bisa tunggal dan bisa juga pada beberapa

metatarsal (gambar 14.126).

3. Fraktur leher metatarsal

Fraktur leher metatarsal dapat terjadi pada metatarsal dengan trauma yang sama

pada diafisis.

Page 132: Referat Dr. Suhana

Pengobatan

Pengobatan fraktur yang tidak bergeser ditujukan untuk mengurangi nyeri

dengan memasang verban elastis atau pemasangan gips sirkuler selama 3-4 minggu.

Fraktur dengan pergeseran yang hebat sebaiknya dilakukan operasi dengan memasang

K-wire.

Page 133: Referat Dr. Suhana

Fraktur Falangs Kaki

Fraktur falangs kaki juga terjadi seperti pada fraktur metatarsal.Pengobatan juga

dilakukan seperti pada fraktur metatarsal.

TRAUMA TULANG BELAKANG

Tulang belakang merupakan satu kesatuan yang kuat yang diikat oleh ligamen di

depan dan di belakang, serta dilengkapi diskus intervertebralis yang mempunyai daya

absorpsi terhadaptekanan atau trauma yang memberikan sifat fleksibilitas dan elastis

(gambar 14.127).

Page 134: Referat Dr. Suhana

Semua trauma tulang belakang harus dianggap suatu trauma yang hebat,

sehingga sejakawal pertolongan pertama dan transportasi ke rumah sakit penderita harus

diperlakukan secarahati-hati.

Trauma pada tulang belakang dapat mengenai.

1. Jaringan lunak pada tulang belakang, yaitu ligamen, diskus dan faset

2. Tulang belakang sendiri

3. Sumsum tulang belakang

Page 135: Referat Dr. Suhana

Sebagian besar trauma tulang belakang yang mengenai tulang tidak disertai

kelainan pada sumsum tulang belakang (80%) dan hanya sebagian (20%) yang disertai

kelainan pada sumsum tulang belakang.

Penyebab trauma tulang belakang:

1. Kecelakaan lalu lintas

2. Kecelakaan olahraga

3. Kecelakaan industri

4. Kecelakaan lain seperti jatuh dari pohon atau bangunan

5. Lukatusuk, lukatembak

6. Trauma karena tali pengaman (Fraktur Chance) 7 Kejatuhan benda keras

Mekanisme trauma

1. Fleksi

Trauma terjadi akibat fleksi dan disertai dengan sedikit kompresi pada

vertebra.Vertebra mengalami tekanan berbentuk remuk yang dapat

menyebabkan kerusakan atau tanpa kerusakan ligamen posterior.Apabila

terdapat kerusakan ligamen posterior, maka fraktur bersifat tidak stabil dan

dapat terjadi subluksasi (gambar 14.128).

2. Fleksi dan rotasi

Trauma jenis ini merupakan suatu trauma fleksi yang bersama-sama

dengan rotasi.Terdapat strain dari ligamen dan kapsul, juga ditemukan fraktur

faset.Pada keadaan ini terjadi pergerakan ke depan/dislokasi vertebra di

atasnya.Semua fraktur dislokasi bersifat tidak stabil (gambar 14.129).

Page 136: Referat Dr. Suhana

3. Kompresi vertikal (aksial); suatu trauma vertikal yang secara langsung mengenai

vertebra yang akan menyebabkan kompresi aksial. Nukleus pulposus akan

memecahkan permukaan serta badan vertebra secara vertikal. Material diskus

akan masuk dalam badan vertebra dan menyebabkan vertebra menjadi rekah

(pecah). Pada trauma ini elemen posterior masih intak sehingga fraktur yang

terjadi bersifat stabil (gambar 14.130).

4. Hiperekstensi atau retrofleksi; biasanya terjadi hiperekstensi sehingga terjadi

kombinasi distraksi dan ekstensi. Keadaan ini sering ditemukan pada vertebra

servikal dan jarang pada vertebra torakolumbal.Ligamen anterior dan diskus

dapat mengalami kerusakan atau terjadi fraktur pada arkus neuralis.Fraktur ini

biasanya bersifat stabil (gambar 14.131).

5. Fleksi lateral; kompresi atau trauma distraksi yang menimbulkan fleksi lateral

akan menyebabkan fraktur pada komponen lateral yaitu pedikel, foramen

vertebra dan sendi faset.

Klasifikasi

1. Klasifikasi berdasarkan lokalisasi:

a. Fraktur prosesus tranversus

b. Fraktur prosesus spinosus

c. Fraktur badan vertebra

d. Fraktur lamina

e. Fraktur pedikel

Page 137: Referat Dr. Suhana

2. Klasifikasi berdasarkan stabilitas: a. Fraktur stabil b. Fraktur tidak stabil

3. Klasifikasi menurut keterlibatan sumsum tulang belakang: a. Fraktur tanpa

mengenai sumsum tulang belakang b. Fraktur mengenai sumsum tulang

belakang

• Konkusi spinal (syok spinal)

• Trauma akar saraf

• Trauma pada sumsum; total dan parsial

• Trauma kaudaekuina

Diagnosis

Setiap penderita dengan trauma tulang belakang harus dilakukan pemeriksaan

secara lengkap.Anamnesis yang baik mengenai jenis trauma, apakah jatuh dari

ketinggian, kecelakaan lalu lintas atau olahraga. Diperhatikan adanya tanda-tanda

trauma dan aberasi kepala bagian depan yang mungkin disebabkan karena trauma

hiperekstensi. Pemeriksaan tulang belakang dilakukan secara hati-hati dengan

memeriksa mulai dari vertebra servikal sampai vertebra lumbal dengan meraba bagian-

bagian vertebra, ligamen serta jaringan lunak lainnya.Pemeriksaan neurologis lengkap

juga diperlukan.Pada setiap trauma tulang belakang harus dilakukan pemeriksaan yang

teliti terhadap trauma yang mungkin menyertainya seperti trauma pada kepala, toraks,

rongga perut serta panggul.

Pemeriksaan radiologis

Pemeriksaan radiologis meliputi:

1. Pemeriksaan rontgen

Pada pemeriksaan rontgen, manipulasi penderita harus dilakukan secara hati-

hati.Pada fraktur G2 pemeriksaan posisi AP dilakukan secara khusus dengan

membuka mulut. Pemeriksaan posisi AP lateral dan kadang-kadang oblik

dilakukan untuk menilai:

• Diameter anteroposterior kanal spinal

• Kontur, bentuk dan kesejajaran vertebra

• Pergerakan fragmen tulang dalam kanal spinal ........

• Keadaan simetris dari pedikel dan prosesus spinosus

Page 138: Referat Dr. Suhana

• Ketinggian ruangan diskus intervertebralis

• Pembengkakan jaringan lunak

2. Pemeriksaan CT-scan terutama untuk melihat fragmentasi, pergeseran fraktur

dalam kanal spinal

3. Pemeriksaan CT-scan dengan mielografi

4. Pemeriksaan MRI terutama untuk melihat jaringan lunak yaitu diskus

intervertebralis danligamen flavum serta lesi dalam sumsum tulang belakang

Prinsip-prinsip pengelolaan

1. Pertolongan pertama

Pertolongan pertama terutama diprioritaskan pada jalan napas serta ventilasi

yang baik.Penderita yang dicurigai mengalami trauma tulang belakang

digerakkan secara hati-hati terutama untuk menjaga gerakan pada tulang

belakang.

2. Pengelolaan awal di rumah sakit

Pengelolaan awal di rumah sakit terutama ditujukan pada berat ringannya trauma

serta keadaan trauma sendiri.

Penderita dengan kerusakan sumsum tulang belakang perlu dirawat untuk

mencegah terjadinya dekubitus serta komplikasi pada kandung

kencing.Pemasangan kateter untuk mengukur urin disertai pemberian cairan

yang adekuat.

3. Pengobatan definitif Tujuan pengobatan definitif:

• Mempertahankan fungsi neurologis

• Mencegah atau menghilangkan tekanan pada sumsum yang bersifat

reversible

Page 139: Referat Dr. Suhana

• Stabilisasi tulang belakang

• Rehabilitasi penderita

Prinsip pengobatan meliputi:

1. Penderita tanpa kelainan neurologis

Trauma tulang belakang yang bersifat stabil dapat diobati dengan memberikan

penopang pada tulang belakang dan mencegah trauma selanjutnya.

Trauma tulang belakang yang tidak stabil perlu dipertahankan agar tetap stabil

sampai jaringan sembuh dan tulang belakang menjadi stabil.

2. Penderita dengan kelainan neurologis

Pada kelainan neurologis yang tidak total dan fraktur yang bersifat stabil dapat

ditindaki dengan cara konservatif, sedangkan apabila fraktur bersifat tidak stabil

maka dapat dipertimbangkan dekompresi dan stabilisasi secara operasi. Kelainan

neurologis total dapat terjadi berupa:

• Gangguan neurologis bersifat sementara karena adanya syok spinal

yang dapat berlangsung selama 48 jam. Apabila gangguan ini tidak

hilang maka kelainan bersifat permanen.

• Apabila trauma spinal tetap stabil (jarang sekali terjadi), dapat

ditindaki secara konservatif dan selanjutnya dilakukan rehabilitasi.

• Apabila terdapat gangguan neurologis total dan fraktur yang bersifat

tidak stabil, dapat dipilih pengobatan konservatif dengan tim

rehabilitasi lengkap atau dilakukan stabilisasi dengan operasi untuk

mempermudah perawatan.

TRAUMA VERTEBRA SERVIKALIS

Trauma pada vertebra servikalis lebih jarang daripada trauma pada vertebra

torakal dan lumbal, tetapi merupakan suatu trauma yang serius dan dapat menyebabkan

kematian segera oleh karena gangguan pernapasan.Walaupun kelainan pada trauma

vertebra servikalis hanya mengenai jaringan lunak seperti whiplash, tetapi harus tetap

dilakukan penanganan yang memadai.

Klasifikasi

Trauma pada vertebra servikalis dapat dibagi atas dua cara:

Page 140: Referat Dr. Suhana

1. Berdasarkan patologi anatomi

2. Berdasarkan mekanisme trauma

1. Berdasarkan patologi anatomi

• Kompresi fraktur baji badan vertebra

• Fraktur rekah badan vertebra

• Ekstensi subluksasi

• Fleksi subluksasi

• Dislokasi dan fraktur dislokasi

• Fraktur atlas (&)

• Fraktur dislokasi sendi atlanto-aksial

• Pergeseran jaringan lunak intra-spinal

• Fraktur prosesus spinosus

2. Berdasarkan mekanisme trauma

• Fleksi

• Fleksi-rotasi

• Ekstensi

• Kompresi vertikal

FRAKTUR VERTEBRA SERVIKAL 1 (C - 1) (ATLAS)

Fraktur vertebra G1.biasanya terjadi oleh karena kompresi pada daerah kepala

oleh karena jatuh atau tertimpa benda berat pada kepala atau oleh karena kecelakaan

lalu lintas. Lokasi yang paling sering adalah pada daerah yang lemah yaitu pada cincin

vertebra (GL).Fraktur dapat tanpa disertai robekan (tipe A) atau dengan robekan

ligamen transversum (tipe B).Fraktur ini disebut juga fraktur Jefferson (gambar

14,133).

Pada fraktur tipe A biasanya tidak ada gangguan pada kanalis neuralis, tidak ada

gejala neurologis dan fraktur bersifat stabil. Sedangkan pada tipe B fraktur bersifat tidak

stabil. Pada fraktur vertebra servikal dapat terjadi:

1. Tanpa kelainan pada sumsum tulang belakang

Pada anamnesis ditemukan riwayat trauma dengan spasme pada otot leher, nyeri

yang hebat pada bagian atas leher serta daerah oksipital.Pada pemeriksaan fisis

Page 141: Referat Dr. Suhana

gerakan pada leher sangat terbatas. Pengobatan fraktur tanpa adanya gangguan

neurologis yaitu dengan traksi kepala menurut Crutchfield cranial tong (gambar

14.134) atau Blackburn tong selama 6 minggu. Dapat pula dilakukan

pemasangan gips Minerva.

Page 142: Referat Dr. Suhana

2. Dengan kelainan pada sumsum

Keadaan ini merupakan suatu kelainan yang serius dan perlu ditangani segera

dengan melakukan traksi serta perawatan pada penderita dengan kelainan

tetraplegi.

Page 143: Referat Dr. Suhana

FRAKTUR ODONTOID (C - 2)

Trauma pada C - 2 dapat menyebabkan fraktur pada prosesus odontoid tanpa

disertai dislokasi dan lebih jarang ditemukan. Fraktur pada odontoid umumnya terjadi

pada daerah basis odontoid dan lebih jarang pada daerah lain.

Mekanisme trauma

Fraktur terjadi karena fleksi yang cepat, ekstensi pada leher disertai rotasi atau

dapat pula terjadi karena trauma yang hebat pada kepala akibat menyelam. Apabila

Page 144: Referat Dr. Suhana

trauma bersifat fleksi terjadi dislokasi ke depan dan bila trauma bersifat ekstensi terjadi

dislokasi ke belakang.

Pemeriksaan radiologis

Pemeriksaanradiologisyang dilakukan berupa:

• Foto vertebra servikal posisi AP dengan membuka mulut

• Pemeriksaantomogram

• PemeriksaanCT-scan

Klasifikasif(gambar 14.135)

Ada tiga jenis fraktur odontoid, yaitu:

• Tipe 1; terjadi di sebelah atas basis odontoid, biasanya bersifat stabil

• Tipe 2; terjadi pada basis odontoid, biasanya bersifat tidak stabil

• Tipe 3; fraktur odontoid disertai fraktur badan vertebra C2

Page 145: Referat Dr. Suhana

Pengobatan

• Tipe 1; dapat diobati dengan kolar leher yang rigid

• Tipe 2 dan 3; dipertimbangkan traksi atau operasi

DISLOKASI ODONTOID (C - 2)

Trauma pada vertebra C - 2 dapat menyebabkan odontoid bergeser ke belakang

pada kanalis spinalis.Subluksasi odontoid terjadi karena trauma pada ligamen

transversum yang melekatkan odontoid pada arkus anterior C - 1. Trauma pada tulang

mungkin tidak terjadi, tetapi harus dipertimbangkan adanya dislokasi apabila jarak

antara arkus anterior C -1 dan odontoid melebihi 3 mm. Kemungkinan terjadi

pergerakan odontoid tanpa adanya trauma pada sumsum tulang belakang. Menurut Steel

yang disebut rule of three, 1/3 kanal spinal pada daerah atlas ditempati oleh odontoid,

1/3 merupakan ruangan bebas dan 1/3 oleh sumsum tulang belakang. Ruangan posterior

odontoid merupakan daerah dimana terjadi kemungkinan untuk bergerak ke belakang.

FRAKTUR C - 2 PADA ELEMEN POSTERIOR

Page 146: Referat Dr. Suhana

Fraktur pada daerah pedikel C - 2 disebut juga fraktur hangman. Biasanya terjadi

oleh karenakecelakaan lalu lintas dimana leher mengalami hiperekstensi yang hebat

secara tiba-tiba.

Apabilakedua pedikel mengalami fraktur dan bergeser, maka keadaan ini sangat

berbahaya dan perlutindakan secepatnya dengan imobilisasi memakai halo-cast selama

12 minggu ataudipertimbangkan fusi anterior antara C - 2 dan C - 3 apabila tetap

terdapat ketidakstabilan yangpermanen.

FRAKTUR DAN FRAKTUR DISLOKASI C3 - C7

Beberapa kombinasi antara fraktur dan fraktur dislokasi dapat ditemukan antara

C - 3 dan C - 7Jenis-jenis trauma yang terjadi:

1. Trauma hiperekstensi

Pada jenis ini tidak terjadi kerusakan tulang tetapi terjadi kerusakan pada

ligamen longitudinal anterior.Ditemukan kebiruan atau laserasi pada

muka.Kelainan neurologis bervariasi dan disebabkan oleh kompresi antara

diskus dan ligamen flavum.Mungkin ditemukan adanya edema atau

hematomielia yang menyebabkan sindroma sumsum tulang belakang sentral

yang mendadak.Pada pemeriksaan rontgen tidak ditemukan adanya tanda-tanda

fraktur.Pada foto ekstensi terlihat adanya ruang diantara dua vertebra.Kelainan

ini bersifat stabil sehingga pengobatan cukup dengan kolar leher selama 6

minggu.

Page 147: Referat Dr. Suhana

2. Kompresi fraktur yang bersifat baji

Terjadi kompresi fraktur yang bersifat baji karena trauma fleksi.Korpus vertebra

mengalami kompresi tetapi ligamen posterior tetap intak dan fraktur bersifat

stabii.Pengobatan dengan memasang kolar selama 6 minggu.

3. Fraktur rekah

Fraktur ini juga bersifat stabii.Fragmen tulang bisa bergerak dan kadangkala

memberikan tekanan pada kanalis spinalis.Penekanan fragmen dapat dilihat

dengan pemeriksaan CT-scan.Karena fraktur ini bersifat stabii, maka hanya

diperlukan pemasangan kolar.Apabila terdapat penekanan pada sumsum, maka

perlu dilakukan dekompresi.

4. Fraktur badan vertebra komunitif (tear drop fracture)

Fraktur badan vertebra komunitif terjadi karena adanya kompresi aksial atau

kombinasi dengan fleksi.Korpus vertebra mengalami kerusakan dan dapat

menekan kanalis spinalis.Padafoto rontgen terlihat gambaran tipis adanya fraktur

pada bagian sudut anterior inferior yang merupakan fragmen tunggal (tear drop).

Pada foto lateral mungkin ditemukan adanya pergeseran ke posterior badan

vertebra. Perlu dilakukan pemeriksaan CT-scan untuk melihat adanya penekanan

pada sumsum tulang belakang.Apabila terjadi pergeseran, maka fraktur bersifat

tidak stabii.

5. Subluksasi

Subluksasi terjadi karena trauma fleksi.Tulang tetap intak tetapi ligamen

posterior robek. Vertebra bagian atas bergeser ke depan terhadap vertebra di

bawahnya, sehingga terdapat ruangan yang membuka ke daerah interspinosus di

bagian belakang. Pada foto rontgen ruangan diantara kedua vertebra

membesar.Fraktur ini bisa bersifat stabii atau tidak stabii.Fraktur yang bersifat

stabii cukup dengan pemasangan kolar selama 6 minggu. Apabila setelah 6

minggu tetap tidak stabii maka dianjurkan operas! dengan melakukan fusi pada

vertebra.

6. Dislokasi dan fraktur dislokasi antara C - 3 dan T -1

Dislokasi dan fraktur dislokasi antara C - 3 dan T -1 terjadi karena trauma rotasi

fleksi dimana faset persendian bergerak ke depan terhadap faset di bawahnya

(gambar 14.136). Biasanya satu atau dua persendian mengalami fraktur.Dapat

Page 148: Referat Dr. Suhana

pula hanya berupa dislokasi yang murni.Pada penderita ini mungkin ditemukan

trauma pada sumsum tulang belakang. Terdapat pergeseran ke depan vertebra

atas terhadap vertebra di bawahnya. Pengobatan dengan reduksi traksi pada

tengkorak (10-15 kg), apabila tidak berhasil dapat dilakukan reposisi berupa

tindakan manipulasi di bawah pembiusan atau dengan operasi.

Page 149: Referat Dr. Suhana

7 Dislokasi faset unilateral

Keadaan ini terjadi karena rotasi fleksi dimana terjadi dislokasi pada salah satu

faset vertebra.Pada pemeriksaan foto rontgen terlihat badan vertebra bergeser

kurang dari V2 lebarnya dan bagian atas vertebra sedikit mengalami rotasi

terhadap vertebra di bawahnya.Pada keadaaan ini biasanya tidak terjadi

kerusakan pada sumsum tulang.Reduksi dapat terjadi secara spontan apabila

dilakukan traksi.Traksi dilanjutkan selama 3 minggu dan dipasang kolar untuk 6

minggu.Apabila reduksi tidak berhasil maka dianjurkan reduksi secara operasi.

PADA DAERAH TORAKALTRAUMA VERTEBRA TORAKAL

Fraktur vertebra torakal biasanya disebabkan oleh karena trauma vertikal

melalui aksis longitudinal dari tulang belakang.Trauma ini terjadi oleh karena tertimpa

beban dari atas atau jatuh dari ketinggian. Secara normal tulang belakang berbentuk

fleksi sehingga trauma yang terjadi akan menyebabkan gerakan fleksi yang lebih hebat.

Kebanyakan trauma pada vertebra torakal adalah trauma hiperfleksi dan jarang oleh

karena hiperekstensi.

Mekanisme trauma Penyebab fraktur

1. Trauma vertikal sepanjang aksis longitudinal tulang belakang baik karena

trauma dari kepala atau dari bawah. Pada keadaan ini terjadi fraktur rekah

seperti pada trauma vertebra servikal.

2. Trauma hiperfleksi terjadi fraktur dengan kolaps satu atau dua vertebra di depan

dan berbentuk baji yang akan memberikan kifosis

3. Fleksi disertai dengan rotasi akan menghasilkan fraktur serta dislokasi sendi

intervertebra,dimana terjadi pergeseran vertebra di atas terhadap vertebra di

bawahnya

Klasifikasi

Seperti pada vertebra servikal perlu dibedakan antara fraktur vertebra torakal

yang stabil dan tidak stabil.Pada fraktur stabil maka ligamen posterior utuh, sedangkan

sebaliknya terjadi kerusakan pada ligamen posterior.

1. Fraktur prosesus transversus

Page 150: Referat Dr. Suhana

Biasanya terjadi setelah suatu trauma langsung atau tertimpa benda berat.

Fraktur dapatmengenai hanya satu prosesus transversus atau lebih pada sisi yang

sama. Fraktur dapatdisertai kerusakan alat dalam seperti ginjal.

Pengobatan

Fraktur bersifat stabil sehingga cukup dengan terapi konservatif dengan

pemberian analgetikuntuk beberapa hari dan dilanjutkan dengan rehabilitasi.

2. Fraktur kompresi yang bersifat baji dari badan vertebra

Ditemukan trauma tulang belakang dengan keluhan nyeri pada daerah

tulang belakang, nyeritekan, pergerakan tulang belakang terbatas dan nyeri.

Pemeriksaan radiologis

Pemeriksaan foto rontgen posisi AP dan lateral serta pemeriksaan

CT-scan bila diperlukan.

Pengobatan

Fraktur ini biasanya bersifat stabil sehingga pengobatan secara

konservatif. Pada beberapapusat pengobatan dilakukan tindakan operatif

untuk stabilisasi tulang belakang yang bertujuanuntuk menghilangkan

nyeri dan segera dilakukan mobilisasi.

3. Fraktur rekah badan vertebra

Fraktur rekah badan vertebra merupakan salah satu jenis fraktur baji

dimana trauma terjadi dalam keadaan posisi tegak.Badan vertebra terpecah

dalam beberapa fragmen dan dapat terjadi tekanan pada sumsum tulang

belakang. Pemeriksaan radiologis dengan pemeriksaan standar posisi AP dan

lateral dan juga perlu dilakukan pemeriksaan CT-scan.

Page 151: Referat Dr. Suhana

Pengobatan

Fraktur ini dianggap kurang stabil tetapi apabila tidak ada gejala

neurologis maka pengobatan secara konservatif.Apabila ada gejala neurologis

maka sebaiknya dilakukan dekompresi untuk menghilangkan tekanan.

4. Dislokasi dan fraktur dislokasi

Dislokasi dan fraktur dislokasi lebih jarang ditemukan dibandingkan

fraktur kompresi. Fraktur dislokasi lebih sering berupa vertebra sebelah atas

bergeser ke depan terhadap vertebra di bawahnya dan dapat terjadi apabila ada

fraktur pada prosesus artikularis atau ada dislokasi pada sendi faset. Ligamen

posterior selalu mengalami robekan (gambar 14.137) sehingga tulang belakang

tidak stabil dan dapat terjadi pergeseran lebih lanjut.Kebanyakan fraktur

dislokasi terjadi pada vertebra torakal bagian tengah atau pada daerah hubungan

antara vertebra torakal dan lumbal; biasanya disebabkan oleh kombinasi trauma

fleksi dan rotasi.Fraktur dislokasi hampir selalu disertai trauma pada sumsum

tulang belakang dan biasanya bersifat total.

Pengobatan

Biasanya penderita mengalami paraplegia, maka dapat dipilih pengobatan:

Page 152: Referat Dr. Suhana

• Konservatif dengan melakukan perawatan paraplegia

• Operatif dengan melakukan fiksasi tulang untuk stabilisasi dan perawatan

FRAKTUR PADA IGA

Fraktur pada iga terjadi karena trauma langsung pada iga atau tertimpa benda

berat.Fraktur dapat pula terjadi karena batuk atau tertawa pada orang tua.Fraktur

biasanya terjadi pada daerah sudut iga dan jarang terjadi pergeseran vertebra. Apabila

terjadi pergeseran dapat menyebabkan robekan pleura atau paru-paru yang akan

menyebabkan hematotoraks atau hemopneumotoraks.

Gambaran klinis

Penderita merasa nyeri pada daerah toraks terutama'pada saat bernapas panjang

atau ada gerakan.Pada pemeriksaan ditemukan nyeri setempat.

Pemeriksaan radiologis

Pemeriksaan radiologis berguna untuk mengetahui adanya fraktur, banyaknya

iga yang terkena serta komplikasinya.

Pengobatan

Fraktur iga yang sederhana dapat diberikan analgetik dan biasanya sembuh

setelah 3 minggu.Dapat pula dipasang plester lebaryang melingkari dada untuk

mencegah gerakan yang berlebihan.Apabila ada komplikasi, maka pengobatan

disesuaikan dengan komplikasinya.

Page 153: Referat Dr. Suhana

FRAKTUR STERNUM

Fraktur sternum dapat terjadi karena trauma langsung atau karena kompresi

vertikal daerah toraks yang terjadi bersamaan dengan vertebra torakal.Fraktur sternum

yang terjadi bersamaan dengan fraktur vertebra torakal lebih sering ditemukan daripada

fraktur akibat trauma langsung pada sternum.Lokasi fraktur sternum biasanya antara

batas manubrium sternum dan badan sternum dan jarang terjadi pergeseran.

Pengobatan

Setiap fraktur vertebra daerah torakal harus diperiksa secara teliti adanya fraktur

pada sternum.Pada fraktur sternum tidak diperlukan pengobatan khusus.

FRAKTUR VERTEBRA LUMBAL

Vertebra lumbal mempunyai mobilitas yang lebih besar dibandingkan vertebra

torakal.

Mekanisme trauma

Seperti pada fraktur vertebra torakal, fraktur pada vertebra lumbal dapat terjadi

karena traumaaksis longitudinal pada daerah kepala atau bokong.

Klasifikasi

Fraktur vertebra lumbal dapat dibagi dalam:

1. Fraktur prosesus transversus

Fraktur prosesus transversus dapat terjadi karena trauma langsung atau oleh

karena tarikan otot yang melekat pada prosesus transverus. Pada prosesus

transverus melekat otot yang kuat sehingga dapat terjadi avulsi bila terjadi fleksi

lateral yang dipaksakan pada daerah ini. Fraktur yang terjadi bersifat stabil,

Page 154: Referat Dr. Suhana

sehingga pengobatan hanya menghilangkan nyeri dan dilanjutkan dengan

fisioterapi.

2. Fraktur kompresi yang bersifat baji dari badan vertebra (gambar 14.137)

3. Fraktur rekah badan vertebra

4. Dislokasi dan fraktur dislokasi

5. Trauma jack-knife

Jenis fraktur ini terjadi oleh karena trauma fleksi disertai dengan distraksi pada

vertebra lumbal. Jenis ini sering ditemukan pada trauma sabuk pengaman

dimana badan terdorong ke depan, sedang bagian lain terfiksasi. Ditemukan

adanya robekan pada ligamen longitudinal atau fraktur pada tulang sendiri.Jenis

ini disebut juga fraktur Chance (1948) dimana vertebra terbelah melalui

prosesus spinosus dan badan vertebra. Mekanisme trauma dan pengobatan

fraktur vertebra lumbal pada prinsipnya sama dengan fraktur vertebra torakal.

TRAUMA PADA SUMSUM DAN SARAF TULANG BELAKANG

Trauma pada sumsum dan saraf tulang belakang dapat berupa:

1. Neuropraksia (spinal syok)

2. Trauma akar saraf

3. Trauma sumsum tulang belakang

4. Trauma kaudaekuina

Page 155: Referat Dr. Suhana

Trauma sumsum tulang belakang paling sering terjadi pada daerah torakal atau

pada daerah batas torakal dan lumbal, lebih jarang pada daerah servikal ataupun daerah

lumbal.

1. Konkusi sumsum tulang belakang (spinal syok, neuropraksia)

Penyebab konkusi biasanya karena adanya keregangan pada sumsum tulang

belakang disertai trauma fleksi.Gambaran Minis

• Hilangnya sensibilitas yang bersifat sementara (dalam beberapa menit

sampai 48 jam)

• Paralisis yang bersifat layu

• Ileus paralitik

• Kencing yang tertahan (retensi urin)

• Hilangnya refleks-refleks yang bersifat sementara

• Hilangnya refleks anus yang bersifat sementara

Paralisis motorik serta hilangnya sensibilitas dan paralisis alat-alat dalam

tergantung pada

ketinggian terjadinya trauma.

2. Trauma pada akar saraf

Trauma pada akar saraf dapat terjadi karena penekanan pada akar saraf atau

transeksi pada akar saraf, biasanya disebabkan oleh trauma dengan fleksi

lateral.Gejala gangguan sensoris dan motoris sesuai dengan distribusi segmental

dari saraf yang terkena.

3. Trauma pada sumsum tulang belakang

a. Transeksi tidak total

Penyebab transeksi tidak total biasanya karena trauma fleksi atau

ekstensi dimana terjadi pergeseran lamina di atap dan pinggir vertebra

yang mengalami fraktur di sebelah bawah. Selain itu dapat terjadi

perdarahan pada sumsum tulang yang disebut hematomieli.Gejala yang

penting adalah tetap adanya sensibilitas di bawah trauma (pinprick

perianal).Yang paling sering terjadi adalah sindroma sentral berupa

paralisis layu yang diikuti paralisis lower motor neuron anggota gerak

atas dan paralisis upper motor neuron (spastik) dari anggota gerak bawah

disertai kontrol kandung kencing dan sensibilitas peri-anal yang tetap

Page 156: Referat Dr. Suhana

baik. Pada transeksi tidak total dapat terjadi pemulihan sensibilitas dan

motorik dalam beberapa minggu sampai 6 bulan (Tominaga, 1989).

b. Transeksi total

Pada transeksi total biasanya terjadi akibat suatu trauma yang

menyebabkan fraktur dislokasi yang disebabkan karena fleksi atau rotasi

dan akan menyebabkan hilangnya fungsi segmen di bawah trauma. Pada

transeksi total terjadi dua fase:

• Fase paralisis layu

Dimulai dari paralisis layu disertai hilangnya sensibilitas yang

total dan melemah/ menghilangnya refleks alat dalam. Ini

merupakan gejala awal dari tahap syok spinal yang akan

berlangsung beberapa hari sampai beberapa minggu.

• Fase paralisis spastik

Setelah itu secara perlahan-lahan paralisis layu berubah menjadi

paralisis spastik. Tanda-tanda diagnostik lain dari transeksi yang

total:

• Pemulihan refleks dengan stimulasi yang ringan seperti refleks

penis dengan sensasi yang ringan akan terjadi ereksi, juga

terdapat refleks anal

• Tidak ada pemulihan sensibilitas dan kekuatan otot volunter di

bawah lesi

Page 157: Referat Dr. Suhana

Adanya refleks penis dan refleks anal disertai dengan hilangnya

sensibilitas di bawah daerah trauma merupakan satu diagnostik untuk transeksi

yang total.

4. Trauma pada kauda ekuina

Trauma pada kauda ekuina biasanya disebabkan oleh fraktur dislokasi vertebra

lumbal danprotrusi diskus intervertebralis L5 dan S-1.

Gambaranklinis

• Sensoris

Hilangnya sensibilitas secara menetap pada kedua daerah bokong,

perineum dan anus.

• Motoris Paralisis layu dari otot di bawah lutut yang bersifat menetap.

• Refleks

Refleks Achilles menghilang dan refleks patela biasanya melemah

karena kelemahan pada otot hamstring.

• Kandung kemih

Kelainan pada kandung kemih dibagi dalam:

o Arefleks kandung kemih (syok spinal)

Stadium awal transeksi spinal yang bersifat total atau tidak

total dapat menyebabkan hilangnya refleks yang bersifat

sementara.

o Kandung kemih otomatis

Kandung kemih dikontrol oleh pusat S2 - S4. Lesi di atas

pusat akan menyebabkan kontrol serebral terputus, tetapi

pusat refleks spinal tetap baik. Setelah 13 bulan terjadifungsi

refleks secara otomatis dari kandung kemih pada saat berisi

dalam jumlah tertentu.

o Kandung kemih otonom

Bila terjadi lesi pada kauda ekuina atau di bawah pusat spinal

kandung kemih akan menyebabkan interupsi hubungan antara

kandung kemih dan pusat spinal. Pengosongan kandung

Page 158: Referat Dr. Suhana

kemih secara periodik tergantung dari refleks lokal dinding

kandung kemih.Pada keadaan ini pengosongan dilakukan oleh

aksi otot-otot detrusor dan harus diawali dengan kompresi

secara manual pada dinding perut atau dengan meregangkan

perut.Pengosongan kandung kemih yang bersifat otomatik

seperti ini disebut kandung kemih otonom.Sfingter ani

mengalami relaksasi seperti pada syok spinal.

Frankel membagi trauma tulang belakang berdasarkan status neurologis yang

didapatkan, yang terdiri atas lima jenis, yaitu:

• Frankel A; kehilangan fungsi motorik dan sensorik

• Frankel B; ada fungsi sensorik, motorik tidak ada

• Frankel C; fungsi motorik ada tetapi tidak berfungsi

• Frankel D; fungsi motorik ada tetapi tidak sempurna

• Frankel E; fungsi sensorik dan motorik baik, hanya ada refleks abnormal

Penatalaksanaan Trauma Tulang Belakang dengan Kerusakan pada Sumsum

Tulang Belakang

1. Pertolongan pertama dan penanganan darurat trauma spinal, terdiri atas:

• Apakah penderita sadar atau tidak sadar

• Gerakan yang tidak perlu sebaiknya dihindarkan, oleh karena akan

menyebabkan kerusakan lebih lanjut pada sumsum.

• Perhatikan jalan nafas

• Pencatatan denyut nadi, tekanan darah dan pernapasan

• Lakukan penelitian umum terutama kemungkinan adanya perdarahan

interna

• Pemberian obat-obatan secara cepat misalnya cairan, analgetik seperti

pethidine tetapi obat ini tidak boleh diberikan pada penderita fraktur

servikal. Jangan memberikan analgesik dan sedativa pada penderita yang

tidak sadar

• Segera mengirim penderita ke unit trauma spinal (bila ada) .

• Perhatikan setiap pergeseran penderita, penderita harus tetap lurus

Page 159: Referat Dr. Suhana

2. Pemeriksaan klinik secara teliti

• Pemeriksaan neurologis secara teliti tentang fungsi motorik, sensorik dan

refleks

• Pemeriksaan nyeri lokal dan tekan serta kifosis yang menandakan adanya

fraktur dislokasi

• Keadaan umum penderita

3. Pengelolaan fraktur tulang belakang

• Resusitasi penderita

• Pertahankan pemberian cairan dan nutrisi

• Perawatan kandung kemih dan usus

• Mencegah dekubitus

• Mencegah kontraktur pada anggota gerak serta rangkaian rehabilitasi

lainnya

Pengelolaan fraktur vertebra servikal

• Traksi tulang kepala dan pemasangan kolar servikal sejak dini selama 6

minggu diikuti dengan pemasangan brace servikal atau plaster Minerva

selama 6 minggu

• Tindakan operas! dilakukan sesuai indikasi

Page 160: Referat Dr. Suhana

Pengelolaan fraktur torakolumbal

• Konservatif dengan reduksi postural

• Terapi operatif apabilaada indikasi (gambar 14.139)

4. Pengelolaan penderita dengan paralisis

• Pengelolaan kandung kemih yang meliputi pemberian cairan yang cukup,

kateterisasi tetap atau intermiten, evakuasi kandung kemih dengan

kompresi suprapubik setelah 2 minggu.Juga perlu diberikan antibiotik

atau pembilasan kandung kemih.

• Pengelolaan saluran pencernaan dengan pemberian laksansia atau enema

setiap hari atau setiap dua hari

• Pencatatan cairan yang masuk dan keluar

• Perawatan yang hati-hati dan teratur

• Pemberian nutrisi yang baik dengan diet protein tinggi, cairan secara

intravena, kalsium dan transfusi darah

Page 161: Referat Dr. Suhana

• Cegah dekubitus (gambar 14.139)

• Fisioterapi untuk mencegah kontraktur dan pneumonia

Page 162: Referat Dr. Suhana

5. Rehabilitasi penderita paraplegi

• Fisioterapi

• Terapi okupasi

• Terapi vokasional

• Rehabilitasi sosial

• Menjadi anggota asosiasi paraplegi

• Psikoterapi

• Perawatan untuk mempergunakan toilet

KomplikasiParaplegi/Tetraplegi

1. Kematian karena gangguan organ vital

2. Pneumonia hipostatik

3. Infeksi saluran kemih

4. Dekubitus

5. Kaku sendi

6. Spasme dan atrofi otot

7. Kecacatan permanent yang menyebabkan ketergantungan pada keluarga dan

masyarakat.

FRAKTUR PADA ANAK

BEBERAPA JENIS FRAKTUR KHUSUS PADA ANAK

FRAKTUR LEMPENG EPIFISIS

Lempeng epifisis merupakan suatu diskus tulang rawan yang terletak di antara

epifisis, dan metafisis (gambar 14.27).Fraktur lempeng epifisis merupakan 1/3 dari

seluruh fraktur pada anak-anak.

Pembuluh darah epifisis masuk di dalam permukaan epifisis dan apabila ada

kerusakan pembuluh darah maka akan terjadi gangguan pertumbuhan. Pembuluh darah

epifisis biasanya tidak mengalami kerusakan pada saat trauma tetapi pada epifisis femur

proksimal dan epifisis radius proksimal pembuluh darah berjalan sepanjang leher tulang

yang dimaksud dan melintang pada lempeng epifisis di perifer, sehingga pada kedua

tempat ini apabila terjadi pemisahan epifisis, juga akan menimbulkan kerusakan

vaskularisasi yang akan menimbulkan nekrosis avaskuler.

]., 07/18/11,
Page 163: Referat Dr. Suhana

Anatomi, histologi dan fisiologi

Tulang rawan lempeng epifisis lebih lemah daripada tulang.Daerah yang paling

lemah dari lempeng epifisis adalah zona transformasi tulang rawan pada daerah

hipertrofi dimana biasanya terjadi garis fraktur.

Page 164: Referat Dr. Suhana

Diagnosis

Secara klinis kita harus mencurigai adanya fraktur lempeng epifisis pada seorang

anak dengan fraktur pada tulang panjang di daerah ujung tulang pada dislokasi sendi

serta robekan ligamen.

Diagnosis dapat ditegakkan dengan melakukan pemeriksaan rontgen dengan dua

proyeksi dan membandingkannya dengan anggota gerak yang sehat.

Klasifikasi

Banyak klasifikasi fraktur lempeng epifisis antara lain menurut Salter-Harris

(gambar 14.28), klasifikasi menurut Salter-Harris yang paling mudah dan praktis serta

memenuhi syarat untuk terapi dan prognosis.

Klasifikasi menurut Salter-Harris merupakan klasifikasi yang dianut dan dibagi dalam

lima tipe:

• Tipe I

Terjadi pemisahan total lempeng epifisis tanpa adanya fraktur pada tulang, sel-

sel pertumbuhan lempeng epifisis masih melekat pada epifisis. Fraktur ini terjadi

oleh karena adanya shearing force dan sering terjadi pada bayi baru lahir dan

pada anak-anak yang lebih muda. Pengobatan dengan reduksi tertutup mudah

oleh karena masih ada perlekatan periosteum yang utuh dan intak.Prognosis

biasanya baik bila direposisi dengan cepat.

• Tipe II

Merupakan jenis fraktur yang sering ditemukan. Garis fraktur melalui sepanjang

lempeng epifisis dan membelok ke metafisis dan akan membentuk suatu

Page 165: Referat Dr. Suhana

fragmen metafisis yang berbentuk segitiga yang disebut tanda Thurston-

Holland. Sel-sel pertumbuhan pada lempeng epifisis juga masih melekat.

Trauma yang menghasilkan jenis fraktur ini biasanya terjadi karena trauma

shearing force dan membengkok dan umumnya terjadi pada anak-anak yang

lebih tua. Periosteum mengalami robekan pada daerah konveks tetapi tetap utuh

pada daerah konkaf.Pengobatan dengan reposisi secepatnya tidak begitu sulit

kecuali bila reposisi terlambat harus dilakukan tindakan operasi.Prognosis

biasanya baik, tergantung kerusakan pembuluh darah.

• Tipe III

Fraktur lempeng epifisis tipe III merupakan fraktur intra-artikuler.Garis fraktur

mulai permukaan sendi melewati lempeng epifisis kemudian sepanjang garis

lempeng epifisis.Jenis fraktur ini bersifat intra-artikuler dan biasanya ditemukan

pada epifisis tibia distal.Oleh karena fraktur ini bersifat intra-artikuler dan

diperlukan reduksi yang akurat maka sebaiknya dilakukan operasi terbuka dan

fiksasi interna dengan mempergunakan pin yang halus.

• Tipe IV

Fraktur tipe ini juga merupakan fraktur intra-artikuler yang melalui permukaan

sendi memotong epifisis serta seluruh lapisan lempeng epifisis dan berlanjut

pada sebagian metafisis.Jenis fraktur ini misalnya fraktur kondilus lateralis

humeri pada anak-anak.Pengobatan dengan operasi terbuka dan fiksasi interna

karena fraktur tidak stabil akibat tarikan otot.Prognosis jelek bila reduksi tidak

dilakukan dengan baik.

• Tipe V

Fraktur tipe V merupakan fraktur akibat hancurnya epifisis yang diteruskan pada

lempeng epifisis.Biasanya terjadi pada daerah sendi penopang badan yaitu sendi

pergelangan kaki dan sendi lutut.Diagnosis sulit karena secara radiologik tidak

dapat dilihat.Prognosis jelek karena dapat terjadi kerusakan sebagian atau

seluruh lempeng pertumbuhan.Gambar 14.30 menunjukkan beberapa gambaran

radiologik fraktur lempeng epifisis.

Page 166: Referat Dr. Suhana

Penyembuhan

Setelah reduksi dari fraktur epifisis tipe I, II dan III akan terjadi osifikasi

endokondral pada daerah metafisis lempeng pertumbuhan dan dalam 23 minggu

osifikasi endokondral ini telah mengalami penyembuhan. Sedangkan tipe IV dan tipe V

mengalami penyembuhan seperti pada fraktur daerah tulang kanselosa.

Prognosis terhadap gangguan pertumbuhan

Delapan puluh lima persen trauma lempeng epifisis tidak mengalami gangguan

dalam pertumbuhan. Sisanya, 15% akan memberikan gangguan dalam pertumbuhan.

Ada beberapa faktor yang penting dalam perkiraan prognosis, yaitu:

1. Jenis fraktur, fraktur tipe I, II dan III mempunyai prognosis yang baik, fraktur

tipe IV prognosisnya tergantung dari tindakan pengobatan dan tipe V

prognosisnya jelek tergantung kerusakan awal lempeng epifisis

Page 167: Referat Dr. Suhana

2. Umur waktu terjadinya trauma; apabila trauma terjadi pada umur yang lebih

muda maka prognosisnya lebih jelek dibanding bila terjadi pada umur yang lebih

tua

3. Vaskularisasi pada epifisis; apabila terjadi kerusakan vaskularisasi epifisis, maka

prognosisnya ebih jelek

4. Metode reduksi; reduksi yang dilakukan dengan tidak hati-hati akan

menimbulkan kerusakan yang lebih hebat pada lempeng epifisis

5. Jenis trauma; apakah trauma terbuka atau tertutup. Pada trauma terbuka

kemungkinan 1 infeksi dan akan menyebabkan fusi dini dari epifisis.

6. Waktu terjadinya trauma; hal ini penting karena penundaan tindakan

menyebabkan kes dalam reduksi dan gangguan pertumbuhan yang terjadi akan

lebih hebat.

FRAKTUR PADA ANAK SECARA REGIONAL

ANGGOTA GERAK ATAS

FRAKTUR KLAVIKULA

Klavikula merupakan tulang yang pertama kali mengalami osifikasi pada embrio

dan paling sering mengalami fraktur pada anak-anak.

Fraktur klavikula dapat terjadi karena trauma kelahiran atau karena trauma lain

seperti trauma rumah tangga, olahraga atau kecelakaan lalu lintas.

Mekanisme trauma

Trauma dapat terjadi secara langsung maupun tidak langsung pada posisi lengan

terputar/tertarik keluar (outstretched hand), dimana trauma dilanjutkan dari pergelangan

tangan sampai klavikula.

Gambaran klinis

Biasanya penderita datang dengan keluhan jatuh dari tempat tidur atau trauma

lain dan menangis. Kadang kala penderita datang dengan pembengkakan pada daerah

klavikula yang terjadi beberapa hah setelah trauma. Hal ini terjadi setelah pembentukan

kalus

Page 168: Referat Dr. Suhana

Pemeriksaan radiologis

Fraktur pada daerah klavikula pada bagian tengah merupakan bagian yang

paling sering mengalami fraktur green stick atau fraktur total (gambar 14.32). Mungkin

juga terjadi fraktur pada bagian medial klavikula yaitu pada daerah epifisis.

Pengobatan

Pada anak-anak fraktur klavikula tidak memerlukan tindakan khusus, cukup

dengan pemasangan mitela selama 23 minggu dan akan sembuh secara sempurna.

FRAKTUR SUPRAKONDILER HUMERI

Fraktur suprakondiler humeri (transkondiler) merupakan fraktur yang sangat

sering ditemukan pada anak-anak setelah fraktur antebraki.

Dikenal dua tipe fraktur suprakondiler humeri berdasarkan pergeseran fragmen distal,

yaitu:

A. Tipe posterior (tipe ekstensi)

Tipe ekstensi merupakan 99% dari seluruh jenis fraktur suprakondiler humeri.

Pada tipe ini fragmen distal bergeser ke arah posterior (gambar 14.36).

B. Tipe anterior (tipe fleksi)

Tipe anterior (tipe fleksi) hanya merupakan 1-2% dari seluruh fraktur

suprakondiler humeri.

Disini fragmen distal bergeser ke arah anterior (gambar 14.37).

Page 169: Referat Dr. Suhana

Mekanisme trauma

Tipe ekstensi terjadi apabila trauma terjadi pada saat sendi siku dalam posisi

hiperekstensi atau sedikit fleksi serta pergelangan tangan dalam posisi dorso fleksi.

Sedangkan tipe fleksi terjadi bila penderita jatuh dan terjadi trauma langsung sendi siku

pada distal humeri.

Klasifikasi (gambar 14.38)

• Tipe I

Terdapat fraktur tanpa adanya pergeseran dan hanya berupa retak yang berupa

garis.

• Tipe II

Tidak ada pergeseran fragmen, hanya terjadi perubahan sudut antara humerus

dan kondilus lateralis (normal 40°). . ,

• Tipe III

Page 170: Referat Dr. Suhana

Terdapat pergeseran fragmen tetapi korteks posterior masih utuh serta masih ada

kontak antarakeduafragmen. -:

• Tipe IV

Pergeseran kedua fragmen dan tidak ada kontak sama sekali.

A. Tipe ekstensi Pergeseran fragmen distal dapat bergerak ke arah:

1. Posterior

2. Lateral atau medial

3. Rotasi

Gambaran klinis

Biasanya penderita datang dengan trauma dan terdapat pembengkakan pada sendi siku.

Diagnosis

Pemeriksaan radiologis menentukan diagnosis fraktur pada daerah sendi siku.

Pengobatan

• Tipe I

Cukup dengan pemasangan mitela dan sembuh dalam 10 hari sampai 2 minggu.

• Tipe II

Perlu dilakukan reposisi tertutup (gambar 14.39) untuk mengembalikan posisi

humerus distal karena akan terdapat gangguan dalam pergerakan ekstensi dan

fleksi sendi siku dikemudian hari.

Page 171: Referat Dr. Suhana

• Tipe III dan IV

Reposisi tertutup sebaiknya dengan mempergunakan image intensifier dan dapat

difiksasi dengan K-wire perkutaneus atau tanpa fiksasi dan dipasang gips.

Apabila tidak berhasil, maka dianjurkan tindakan operas! terbuka dengan

pemasangan K-wire, juga pada penderita yang datang setelah beberapa hari

terjadinya fraktur.

Pemasangan gips untuk imobilisasi selama 3-4 minggu dan kemudian

dipertahankan dengan mempergunakan mitela. Gerakan aktif dapat dimulai dengan

fleksi. Pada fraktur suprakondiler humerus yang disertai pembengkakan hebat dapat

dilakukan traksi Dunlop atau traksi skeletal untuk beberapa hari dan setelah

pembengkakan mereda dapat dicoba kembali dengan reposisi tertutup (gambar 1440).

Page 172: Referat Dr. Suhana

B. Tipe fleksi

Pada tipe fleksi dimana fragmen distal berada di sebelah depan dilakukan

reposisi dan setelah itu diimobilisasi dalam keadaan ekstensi maksimal.

PULLED ELBOW

Pulled elbow adalah satu kelainan yang paling sering ditemukan pada anak-anak

terutama di bawah umur 4 tahun. Lebih sering pada anak laki-laki daripada anak

perempuan.

Mekanisme trauma

Biasanya disebabkan karena adanya traksi longitudinal yang mendadak sewaktu

sendi siku dalam posisi ekstensi dan lengan bawah dalam keadaan pronasi.

Diagnosis

Segera setelah terjadi trauma, anak merasa nyeri pada daerah sendi siku.

Mungkin terdengar adanya bunyi klik. Terdapat nyeri tekan pada daerah radius

proksimal. Pemeriksaan radiologist biasanya normal saja.

Page 173: Referat Dr. Suhana

Pengobatan

Biasanya terjadi reduksi spontan terutama pada waktu pengambilan foto rontgen.

Apabila masih terdapat subluksasi, dapat dilakukan reposisi dengan atau tanpa

pembiusan. Kemudian dapat dilakukan mobilisasi dengan mitela selama satu minggu.

FRAKTUR 1/3 PROKSIMAL ULNA (FRAKTUR MONTEGGIA)

Fraktur 1/3 proksimal ulna disertai dengan dislokasi radius proksimal disebut

sebagai fraktur Monteggia. Pertama kali dilaporkan oleh Giovanni Battista Monteggia

(1814). Ditemukan lebih sering pada anak-anak daripada orang dewasa (2:1).

Fraktur dapat bersifat terbuka atau tertutup. Biasanya ditemukan pada umur

termuda 4 tahun, laki-laki 5 kali lebih sering daripada perempuan.

Mekanisme trauma

Fraktur dapat terjadi akibat trauma langsung atau terjadi karena hiperpronasi

dengan tangan dalam keadaan out-stretched.

Klasifikasi

Klasifikasi menurut Bado (1962) dibagi dalam 4 tipe (gambar 14.52):

• Tipe I; dislokasi kaput radius ke depan disertai angulasi ulna ke arah yang sama.

Insidensnya sebanyak 60-65% (tipe ekstensi).

• Tipe II; dislokasi kaput radius ke belakang disertai angulasi ulna ke arah yang

sama, insidensnya sebanyak 15% (tipe fleksi)

• Tipe III; dislokasi ke samping kaput radius disertai angulasi ulna ke arah yang

sama, dengan fraktur ulna tepat distal prosesus koronoid, insidensnya sebanyak

Page 174: Referat Dr. Suhana

20%

• Tipe IV; dislokasi kaput radius ke depan disertai angulasi ulna ke arah yang

sama dengan tipe I, bersama-sama fraktur radius di sebelah distal tuberositas

bisipitalis. Insidens fraktur Monteggia tipe IV ini sebanyak 5%.

Gambaran klinis

Penderita biasanya mengeluh nyeri dan bengkak pada lengan bawah dan datang

dengan tangan dalam posisi fleksi dan pronasi. Pemeriksaan radiologis dilakukan untuk

memastikan diagnosis (gambar 14.53).

Pengobatan

Pada fraktur terbuka sebaiknya segera dilakukan tindakan operas! disertai

dengan fiksasi ulna. Pengobatan fraktur tertutup pada anak-anak dicoba dengan reposisi

tertutup karena angka keberhasilannya sebesar 50%. Pada orang dewasa semua jenis

fraktur Monteggia harus segera dilakukan operasi terbuka dengan fiksasi interna yang

rigid karena fraktur ini adalah suatu fraktur vans iuga mengenai sendi siku dan oerlu

dilakukan mobilisasi.

Page 175: Referat Dr. Suhana

FRAKTUR RADIUS, ULNA DISTAL DAN FRAKTUR EPIFISIS

Fraktur radius dan ulna distal dan fraktur epifisis merupakan fraktur yang sering

ditemukan pada anak-anak di daerah lengan bawah (82%). Hal ini disebabkan karena

daerah metafisis pada anak-anak relatif masih lemah.

Klasifikasi

Klasifikasi terdiri atas :

1. Fraktur epifisis

2. Frakturtorus

3. Fraktur green-stick

4. Fraktur total

5. Fraktur Galeazzi

Mekanisme trauma

Terjadi pada saat tangan dalam keadaan out stretched dimana pergelangan

tangan dalam keadaan hiperekstensi.

Gambaran klinis

Terdapat trauma dengan mekanisme seperti di atas dengan pembengkakan dan

nyeri tekan

disekitar pergelangan tangan.

Pemeriksaan radiologis

Dengan pemeriksaan rontgen dapat ditentukan jenis-jenis fraktur.

1. Fraktur epifisis

Fraktur epifisis radius distal paling sering ditemukan terutama pada anak umur

6-12 tahun.

Pada umumnya adalah tipe I atau II (Salter-Harris) dan sangat jarang ditemukan

tipe III dan tipe IV (Salter-Harris). Fraktur epifisis ulna jarang ditemukan.

Page 176: Referat Dr. Suhana

Pengobatan

Reposisi tertutup sangat mudah dilakukan dan diimobilisasi dengan gips sirkuler

di bawah siku selama 3 minggu. Operasi dilakukan apabila fraktur sudah terjadi

beberapa hari dan terdapat pergeseran yang hebat.

2. Frakturtorus

Fraktur torus disebut juga fraktur buckle terjadi pada korteks di daerah metafisis

23 cm di atas lempeng epifisis.

Pengobatan

Pemasangan gips sirkuler di bawah siku selama 3 minggu.

3. Fraktur green stick

Fraktur green stick terjadi apabila ada robekan periosteum dan korteks pada

daerah konveks dari deformitas (gambar 14.25). Fraktur dapat mengenai salah

satu tulang baik radius atau ulna saja, tetapi kebanyakan pada kedua tulang.

Mekanisme trauma

Terjadi karena kompresi longitudinal dan torsional. Ada dua jenis fraktur green

stick, yaitu:

a. Angulasi volar, lebih sering ditemukan

b. Angulasike dorsal, lebihjarang ditemukan

Pengobatan

Tidak semua fraktur green stick perlu dilakukan reduksi tertutup terutama bagian

distal dekat sendi. Pada umumnya angulasi kurang 20° pada umur 10-12 tahun

tidak memerlukan reduksi dan hanya pemasangan gips di atas siku dengan posisi

pronasi selama 3-4 minggu, karena dapat terjadi koreksi angulasi secara spontan.

Page 177: Referat Dr. Suhana

4. Fraktur total

Fraktur total pada radius dan ulna biasanya saling menyamping dan sulit untuk

mempertahankannya sehingga dilakukan reposisi.

Pengobatan

Tetap dilakukan usaha untuk reposisi tertutup dan apabila gagal maka dilakukan

reposisi terbuka dengan fiksasi interna serta diperkuat dengan gips sirkuler

selama 4 minggu tergantung umur penderita. Fraktur terbuka radius atau ulna

sering ditemukan dan dapat menyebabkan salah satu tulang proksimal menonjol.

Pada keadaan ini fraktur harus dirawat seperti suatu fraktur terbuka dan disertai

dengan debridemen yang baik dan dipertahankan dengan fiksasi interna.

Komplikasi

a. Infeksi

b. Kontraktur iskemik Volkmann

c. Lempeng pertumbuhan yang berhenti

d. Malunion

e. Refraktur

5. Fraktur Galeazzi

Fraktur Galeazzi adalah fraktur radius pada 1/3 distal dan dislokasi sendi radio-

ulnar distal (gambar 14.56). Fraktur Galeazzi lebih jarang ditemukan daripada

fraktur Monteggia. Kebanyakan ditemukan pada orang dewasa dan jarang pada

anak-anak.

Page 178: Referat Dr. Suhana

Gambaran klinis

Terdapat gejala fraktur dan dislokasi pada daerah distal lengan bawah.

Pemeriksaan radiologis

Dengan pemeriksaan rontgen diagnosis dapat ditegakkan.

Pengobatan

Fraktur bersifat tidak stabil dan terdapat dislokasi sehingga sebaiknya dilakukan operas!

dengan fiksasi interna.

FRAKTUR PADA ANAK SECARA REGIONAL

ANGGOTA GERAK BAWAH

FRAKTUR DIAFISIS FEMUR

Fraktur diafisis femur sering ditemukan pada anak-anak dan harus dianggap

sebagai suatu fraktur yang dapat menimbulkan perdarahan dan syok (gambar 14.58).

Mekanisme trauma

Fraktur terjadi karena suatu trauma hebat dan lokalisasi yang paling sering

adalah pada 1/3 tengah diafisis femur.

Klasifikasi

Fraktur femur dibagi dalam:

• Subtrokanterik

• Adduksi

• Abduksi

• Klasik

Posisi fraktur terjadi karena tarikan dan lokalisasi fraktur. Pada fraktur femur 1/3

proksimal, fragmen proksimal tertarik dalam posisi fleksi karena tarikan muskulus

iliopsoas, abduksi oleh muskulus gluteus medius dan minimus serta rotasi eksterna oleh

otot rotator pendek dan gluteus maksimus. Fraktur dapat bersifat oblik, transversal dan

jarang bersifat komunitif.

Page 179: Referat Dr. Suhana

Gambaran klinis

Penderita biasanya datang dengan gejala trauma hebat disertai pembengkakan

pada daerah tungkai atas dan tidak dapat menggerakkan tungkai. Terdapat deformitas,

pemendekan anggota gerak dan krepitasi. Pemeriksaan harus dilakukan secara hati-hati

agar tidak menambah perdarahan.

Pemeriksaan radiologis

Pemeriksaan rontgen menentukan tipe dan lokalisasi fraktur.

Pengobatan

Prinsip pengobatan adalah:

1. Konservatif

• Anak umur 0-2 tahun; traksi kulit menurut Bryant (Callow)

• Anak umur 2 tahun keatas; traksi kulit menurut Hamilton-Russel

• Anak yang lebih besar dapat dilakukan traksi tulang melalui kondilus

femur dengan menggunakan bidai dari Thomas dan penyangga Pearson

• Spika panggul; dilakukan setelah reposisi dan imobilisasi dengan gips

2. Terapi operatif

Terapi operatif dilakukan dengan mempergunakan K-nail atau plate yang kecil

terutama pada anak yang iebih besar dengan indikasi tertentu.

Page 180: Referat Dr. Suhana

FRAKTUR EMINENSIA INTERKONDILER TIBIA

Eminensia interkondiler (tibial spine) berada di antara kedua faset lateral dan

medial pada permukaan atas tibia. Fraktur eminensia interkondiler tibia sering terjadi

pada anak umur 8-13 tahun dan tidak pernah ditemukan di bawah umur 7 tahun. Fraktur

ini terjadi karena avulsi ligamen krusiatum baik posterior atau anterior.

Mekanisme trauma

Fraktur eminensia interkondiler tibia terjadi karena lutut dalam posisi fleksi dan

trauma dari depan mendorong femur ke belakang dimana tibia dalam keadaan terfiksasi

yang akan menyebabkan avulsi bagian depan. Fraktur biasanya terjadi pada anak yang

sedang mengendarai sepeda dan jatuh dalam keadaan lutut fleksi, sedangkan avulsi

bagian posterior lebih jarang ditemukan.

Klasifikasi (Meyers dan McKeever)

• Tipe I

Pada tipe I terjadi avulsi dengan sedikit pergeseran dimana eminensia hanya

mengalami elevasi ringan.

• Tipe II Pada tipe II terjadi avulsi dengan elevasi pada dasarnya 1/3 bagian

depan.

• Tipe III

Pada tipe III terjadi avulsi dengan elevasi total yang dapat terjadi dalam 2

bentuk, yaitu:

Lepas tanpa terbalik

Lepas dengan posisi terbalik sehingga tidak dapat mengalami

penyembuhan

Gambaran klinis

Didapatkan trauma pada lutut disertai hemartrosis yang terjadi secara cepat.

Lutut dalam keadaan fleksi 1030° dan nyeri apabila dilakukan ekstensi. Terdapat

gangguan pergerakan sendi lutut serta spasme otot sekitar sendi lutut.

Page 181: Referat Dr. Suhana

Pemeriksaan radiologis

Pemeriksaan radiologis akan memberikan gambaran tentang jenis fraktur.

Pengobatan

Pada tipe I dan tipe II diimobilisasi dengan silinder gips dalam keadaan lutut

fleksi 2030°, dimana pada posisi ini terjadi relaksasi ligamen krusiatum anterior. Pada

tipe III dilakukan operas! dan fragmen yang terlepas difiksasi dengan jahitan yang dapat

diresorpsi dan bukan dengan mempergunakan screw atau alat fiksasi lain.

FRAKTUR APOFISIS TUBERKEL TIBIA

Fraktur ini sering ditemukan pada anak-anak umur 14-16 tahun. Apofisis tibia

terletak pada pertengahan daerah tendo ekspansi otot kuadrisep. Tuberkel tibia

dilindungi oleh ligamen ini sehingga jarang terjadi avulsi yang total.

Klasifikasi (Watson-Jones)

Tipe I

Pada tipe I tuberkel terangkat tetapi tetap melekat pada bagian proksimal.

Tipe II

Pada tipe II tuberkel yang kecil terangkat bersama-sama dengan ligamen.

Tipe III

Pada tipe III tuberkel yang besar terangkat mulai dari distal sampai proksimal

dalam sendi.

Pengobatan

Tipe I dengan pemasangan gips silinder dengan lutut dalam keadaan ekstensi. Tipe II

dan III sebaiknya dilakukan operasi dengan fiksasi bagian fragmen menggunakan pin

atau screw kecil.

Page 182: Referat Dr. Suhana

FRAKTUR EPIFISIS TIBIA DISTAL

Fraktur epifisis tibia distal sering ditemukan dan insidensnya 11% dari seluruh

fraktur epifisis pada anak-anak. Fraktur ini lebih sering ditemukan pada anak laki-laki

dengan perbandingan 41 dan terutama pada umur 11-15 tahun.

Klasifikasi dan Mekanisme Trauma

1. Trauma abduksi

Trauma abduksi merupakan jenis yang paling sering ditemukan, yaitu sebesar

48%. Trauma ini akan menimbulkan fraktur epifisis tipe II (Salter-Harris),

biasanya disertai dengan fraktur diafisis fibula distal.

2. Trauma rotasi eksterna

Trauma rotasi eksterna merupakan jenis kedua yang sering ditemukan, yaitu

sebanyak 23%. Terdapat pemindahan ke posterior dari seluruh epifisis tibia

distal disertai fragmen metafisis tibia (tipe II Salter-Harris). Fraktur ini juga

disebut triplane fracture.

3. Trauma adduksi

Trauma adduksi ditemukan sebesar 14,5%. Trauma ini merupakan tipe III

(Salter-Harris) dan disebut juga fraktur Tillaux.

4. Trauma plantar fleksi

Trauma plantar fleksi ditemukan sebanyak 12,5%. Terjadi pemindahan seluruh

epifisis tibia ke arah posterior tanpa adanya fraktur fibula.

5. Trauma kompresi aksial

Trauma kompresi aksial merupakan jenis yang paling jarang ditemukan, yaitu

sebanyak 9%.

Trauma kompresi aksial biasanya terjadi karena trauma langsung epifisis tibia

distal dan fragmen tulang dapat bergeser ke depan atau ke belakang. Mungkin

juga disertai dengan fraktur intra-artikuler melalui bagian tengah epifisis.

Pengobatan

Pengobatan definitif harus dilakukan sesegera mungkin dan dapat dilakukan

dengan 2 cara:

1. Pengobatan konservatif dengan reduksi tertutup disertai pemakaian gips sirkuler

Page 183: Referat Dr. Suhana

2. Tindakan operatif dilakukan pada tipe III (Salter-Harris) atau terapi konservatif

yang tidak berhasil atau mereka yang datang terlambat

FRAKTUR EPIFISIS FIBULA DISTAL

Dapat terjadi fraktur fibula sendiri atau bersama-sama dengan fraktur tibia

epifisis. Sering ditemukan pada anak umur 8-15 tahun dan biasanya terjadi karena

trauma tidak langsung. Jenis fraktur yang dapat terjadi adalah tipe II atau tipe IV

(Salter-Harris).

Pengobatan

Pengobatan berupa pemasangan gips sirkuler di bawah lutut.

PRINSIP DAN METODE PENGOBATAN FRAKTUR

PRINSIP - PRINSIP PENGOBATAN FRAKTUR

PENATALAKSANAAN AWAL

Sebelum dilakukan pengobatan definitif pada satu fraktur, maka diperlukan

• Pertolongan pertama

Pada penderita dengan fraktur yang penting dilakukan adalah membersihkan

jalan napas, menutup luka dengan verban yang bersih dan imobilisasi fraktur

pada anggota gerak yang terkena agar penderita merasa nyaman dan mengurangi

nyeri sebelum diangkut dengan ambulans. Bila terdapat perdarahan dapat

dilakukan pertolongan seperti dikemukakan sebelumnya.

• Penilaian klinis

Sebelum menilai fraktur itu sendiri, perfu dilakukan penilaian klinis, apakah

luka itu luka tembus tulang, adakah trauma pembuluh darah/saraf ataukah ada

trauma alat-alat dalam yang lain.

• Resusitasi

Kebanyakan penderita dengan fraktur multipel tiba di rumah sakit dengan syok,

sehingga diperlukan resusitasi sebelum diberikan terapi pada frakturnya sendiri

berupa pemberian transfusi darah dan cairan lainnya serta obat-obat anti nyeri.

Page 184: Referat Dr. Suhana

PRINSIP UMUM PENGOBATAN FRAKTUR

Ada enam prinsip umum pengobatan fraktur:

1. Jangan membuat keadaan lebih jelek

Beberapa komplikasi fraktur terjadi akibat trauma yang antara lain disebabkan

karena pengobatan yang diberikan yang disebut sebagai iatrogenik. Hal ini perlu

diperhatikan oleh karena banyak kasus terjadi akibat penanganan dokter yang

menimbulkan komplikasi atau memperburuk keadaan fraktur yang ada sehingga

merupakan kasus malpraktek yang dapat menjadi kasus di pengadilan. Beberapa

komplikasi yang bersifat iatrogenik, dapat dihindarkan apabila kita dapat

mencegahnya dengan melakukan tindakan yang memadai seperti mencegah

kerusakan jaringan lunak pada saat transportasi penderita, serta luka terbuka

dengan perawatan yang tepat.

2. Pengobatan berdasarkan atas diagnosis dan prognosis yang akurat

Dengan melakukan diagnosis yang tepat pada fraktur, kita dapat menentukan

prognosis trauma yang dialami sehingga dapat dipilih metode pengobatan yang

tepat. Faktor-faktor yang penting dalam penyembuhan fraktur yaitu umur

penderita, lokalisasi dan konfigurasi, pergeseran awal serta vaskularisasi dari

fragmen fraktur. Perlu ditetapkan apakah fraktur ini memerlukan reduksi dan

apabila perlu apakah bersifat tertutup atau terbuka.

3. Seleksi pengobatan dengan tujuan khusus

• Menghilangkan nyeri

Nyeri timbul karena trauma pada jaringan lunak termasuk periosteum

dan endosteum. Nyeri bertambah bila ada gerakan pada daerah fraktur

disertai spasme otot serta pembengkakan yang progresif dalam ruang

yang tertutup. Nyeri dapat diatasi dengan imobilisasi fraktur dan

pemberian analgetik.

• Memperoleh posisi yang baik dari fragmen

Beberapa fraktur tanpa pergeseran fragmen tulang atau dengan

pergeseran yang sedikit saja sehingga tidak diperlukan reduksi. Reduksi

tidak perlu akurat secara radiologik oleh karena kita mengobati penderita

dan tidak mengobati gambaran radiologik.

Page 185: Referat Dr. Suhana

• Mengusahakan terjadinya penyambungan tulang

Umumnya fraktur yang telah ditangani, dalam waktu singkat dapat

terjadi proses penyembuhan. Pada fraktur tertentu, bila terjadi kerusakan

yang hebat pada periosteum/jaringan lunak sekitarnya, kemungkinan

diperlukan usaha agar terjadi union misalnya dengan bone graft.

• Mengembalikan fungsi secara optimal

Penyembuhan fraktur dengan imobilisasi harus dipikirkan pencegahan

atrofi pada anggota gerak, sehingga perlu diberikan latihan yang bersifat

aktif dinamik (isotonik). Dengan latihan dapat pula dipertahankan

kekuatan otot serta sirkulasi darah.

4. Mengingat hukum-hukum penyembuhan secara alami

Jaringan muskuloskeletal bereaksi terhadap suatu fraktur sesuai dengan hukum

alami yang telah diterangkan sebelumnya.

5. Bersifat realistik dan praktis dalam memilih jenis pengobatan

Dalam memilih pengobatan harus dipertimbangkan pengobatan yang realistik

dan praktis.

6. Seleksi pengobatan sesuai dengan penderita secara individual Setiap fraktur

memerlukan penilaian pengobatan yang sesuai, yaitu dengan

mempertimbangkan faktor umur, jenis fraktur, komplikasi yang terjadi dan perlu

pula dipertimbangkan keadaan sosial ekonomi penderita secara individual.

Sebelum mengambil keputusan untuk melakukan pengobatan definitif, prinsip

pengobatan ada empat (4R), yaitu:

1. Recognition; diagnosis dan penilaian fraktur

Prinsip pertama adalah mengetahui dan menilai keadaan fraktur dengan

anamnesis, pemeriksaan klinik dan radiologis. Pada awal pengobatan perlu

diperhatikan:

• Lokalisasi fraktur

• Bentuk fraktur

• Menentukan teknik yang sesuai untuk pengobatan

• Komplikasi yang mungkin terjadi selama dan sesudah pengobatan

Page 186: Referat Dr. Suhana

2. Reduction; reduksi fraktur apabila perlu

Restorasi fragmen fraktur dilakukan untuk mendapatkan posisi yang dapat

diterima. Pada fraktur intra-artikuler diperlukan reduksi anatomis dan sedapat

mungkin mengembalikan fungsi normal dan mencegah komplikasi seperti

kekakuan, deformitas serta perubahan osteoartritis di kemudian hari. Posisi yang

baik adalah:

• alignment yang sempurna

• aposisi yang sempurna

Fraktur seperti fraktur klavikula, iga dan fraktur impaksi dari humerus

tidak memerlukan reduksi. Angulasi <5° pada tulang panjang anggota

gerak bawah dan lengan atas dan angulasi sampai 10° pada humerus

dapat diterima. Terdapat kontak sekurang-kurangnya 50%, dan over-

riding tidak melebihi 0,5 inchi pada fraktur femur. Adanya rotasi tidak

dapat diterima dimanapun lokalisasi fraktur

3. Retention; imobilisasi fraktur

4. Rehabilitation; mengembalikan aktifitas fungsional semaksimal mungkin

METODE-METODE PENGOBATAN FRAKTUR

FRAKTUR TERTUTUP

Metode pengobatan fraktur pada umumnya dibagi dalam:

1. Konservatif

2. Reduksi tertutup dengan fiksasi eksterna atau fiksasi perkutaneus dengan K-wire

3. Reduksi terbuka dan fiksasi interna atau fiksasi eksterna tulang

4. Eksisi fragmen tulang dan penggantian dengan protesis

KONSERVATIF

Terdiri atas:

1. Proteksi semata-mata (tanpa reduksi atau imobilisasi)

Proteksi fraktur terutama untuk mencegah trauma lebih lanjut misalnya dengan

cara memberikan sling(mitela) pada anggota gerak atas atau tongkat pada

anggota gerak bawah (gambar 144).

Page 187: Referat Dr. Suhana

Indikasi

Terutama diindikasikan pada fraktur-fraktur tidak bergeser, fraktur iga yang

stabil, falangs dan metakarpal atau fraktur klavikula pada anak. Indikasi lain

yaitu fraktur kompresi tulang belakang, impaksi fraktur pada humerus proksimal

serta fraktur yang sudah mengalami union secara klinis, tetapi belum mencapai

konsolidasi radiologik.

2. Imobilisasi dengan bidai eksterna (tanpa reduksi)

Imobilisasi pada fraktur dengan bidai eksterna hanya memberikan sedikit

imobilisasi, biasanya mempergunakan plaster of Paris (gips) atau dengan

bermacam-macam bidai dari plastik atau metal.

Indikasi

Digunakan pada fraktur yang perlu dipertahankan posisinya dalam proses

penyembuhan.

3. Reduksi tertutup dengan manipulasi dan imobilisasi eksterna, mempergunakan

gips. Reduksi tertutup yang diartikan manipulasi, dilakukan baik dengan

pembiusan umum ataupun lokal. Reposisi yang dilakukan melawan kekuatan

terjadinya fraktur. Penggunaan gips untuk imobilisasi merupakan alat utama

pada teknik ini (gambar 14.5).

Indikasi

Sebagai bidai pada fraktur untuk pertolongan pertama

Imobilisasi sebagai pengobatan definitif pada fraktur

Page 188: Referat Dr. Suhana

Diperlukan manipulasi pada fraktur yang bergeser dan diharapkan dapat

direduksi dengan cara tertutup dan dapat dipertahankan. Fraktur yang

tidak stabil atau bersifat komunitif akan bergerak di dalam gips sehingga

diperlukan pemeriksaan radiologis yang berulang-ulang. Imobilisasi

untuk mencegah fraktur patologis Sebagai alat bantu tambahan pada

fiksasi interna yang kurang kuat

4. Reduksi tertutup dengan traksi berlanjut diikuti dengan imobilisasi

Reduksi tertutup padafraktur yang diikuti dengan traksi berlanjut dapat

dilakukan dengan beberapa cara, yaitu traksi kulit dan traksi tulang.

5. Reduksi tertutup dengan traksi kontinu dan counter traksi

Dengan mempergunakan alat-alat mekanik seperti bidai Thomas, bidai Brown

Bohler, bidai Thomas dengan Pearson knee flexion attachment.

Tindakan ini mempunyai dua tujuan utama berupa reduksi yang bertahap dan

imobilisasi.

Indikasi

• Bilamana reduksi tertutup dengan manipulasi dan imobilisasi tidak

memungkinkan serta untuk mencegah tindakan operatif misalnya pada

fraktur batang femur, fraktur vertebra servikalis

• Bilamana terdapat otot yang kuat mengelilingi fraktur pada tulang

tungkai bawah yang menarik fragmen dan menyebabkan angulasi, over-

Page 189: Referat Dr. Suhana

riding dan rotasi yang dapat menimbulkan malunion, nonunion atau

delayed union

• Bilamana terdapat fraktur yang tidak stabil, oblik, fraktur spiral atau

komunitif pada tulang panjang

• Fraktur vertebra servikalis yang tidak stabil

• Fraktur femur pada anak-anak (traksi Bryant = traksi Gallow)

• Fraktur dengan pembengkakan yang sangat hebat disertai dengan

pergeseran yang hebat serta tidak stabil, misalnya pada fraktur

suprakondiler humerus

• Jarang pada fraktur metakarpal

• Sekali-kali pada fraktur Colles atau fraktur pada orang tua dimana

reduksi tertutup dan imobilisasi eksterna tidak memungkinkan

Ada empat metode traksi kontinu yang digunakan:

a. Traksi kulit

Traksi kulit dengan mempergunakan leukoplas yang melekat pada kulit disertai

dengan pemakaian bidai Thomas atau bidai Brown Bohler. Traksi menurut

Bryant (Gallow) pada anak-anak di bawah 2 tahun dengan berat badan kurang

dari 10 kg. Traksi juga dapat dilakukan pada fraktur suprakondiler humeri

menurut Dunlop.

b. Traksi menetap

Traksi menetap juga mempergunakan leukoplas yang melekat pada bidai

Thomas atau bidai Brown Bohler yang difiksasi pada salah satu bagian dari bidai

Thomas. Biasanya dilakukan pada fraktur femur yang tidak bergeser.

c. Traksi tulang

Traksi tulang dengan kawat Kirschner (K-wire) dan pin Steinmann yang

dimasukkan ke dalam tulang dan juga dilakukan traksi dengan mempergunakan

berat beban dengan bantuan bidai Thomas dan bidai Brown Bohler. Tempat

untuk memasukan pin, yaitu pada bagian proksimal tibia di bawah tuberositas

tibia, bagian distal tibia, trokanter mayor, bagian distal femur pada kondilus

Page 190: Referat Dr. Suhana

femur, kalkaneus (jarang dilakukan), prosesus olekranon (gambar 1440), bagian

distal metakarpal dan tengkorak.

d. Traksi berimbang dan traksi sliding

Traksi berimbang dan traksi sliding terutama dipergunakan pada fraktur femur,

mempergunakan traksi skeletal dengan beberapa katrol dan bantalan khusus,

biasanya dipergunakan bidai Thomas dan Pearson attachment (gambar 14.6E).

Komplikasi dari traksi kontinu yaitu:

• Penyakit trombo-emboli

• Infeksi kulit superfisial dan reaksi alergi :

• Leukoplas yang mengalami robekan sehingga fraktur mengalami

pergeseran

• Infeksi tulang akibat pemasangan pin

• Terjadi distraksi diantara kedua fragmen fraktur

• Dekubitus pada daerah tekanan bidai Thomas, misalnya pada tuberositas

isiadikus

Page 191: Referat Dr. Suhana

REDUKSI TERTUTUP DENGAN FIKSASI EKSTERNA ATAU FIKSASI

PERKUTANEUS DENGAN K-WIRE

Setelah dilakukan reduksi tertutup pada fraktur yang bersifat tidak stabil, maka

reduksi dapat dipertahankan dengan memasukkan K-wire perkutaneus misalnya pada

fraktur suprakondiler humeri pada anak-anak atau pada fraktur Colles. Juga dapat

dilakukan pada fraktur leher femur dan pertrokanter dengan memasukkan batang metal,

serta pada fraktur batang femur dengan teknik tertutup dan hanya membuat lubang kecil

pada daerah proksimal femur. Teknik ini biasanya memerlukan bantuan alat rontgen

image intensifier (Garm).

REDUKSI TERBUKA DENGAN FIKSASI INTERNAATAU FIKSASI

EKSTERNA TULANG

Tindakan operasi harus diputuskan dengan cermat dan dilakukan oleh ahli bedah

serta pembantunya yang berpengalaman dalam ruangan yang aseptik. Operasi harus

dilakukan secepatnya (dalam satu minggu) kecuali bila ada halangan. Alat-alat yang

dipergunakan dalam operasi yaitu kawat bedah, kawat Kirschner, screw, screw dan

plate, pin Kuntscher intrameduler, pin Rush, pin Steinmann, pin Trephine (pin Smith

Peterson), plate dan screw Smith Peterson, pin plate teleskopik, pin Jewett dan protesis

(gambar 14.7).

Page 192: Referat Dr. Suhana

Selain alat-alat metal, tulang yang mati ataupun hidup dapat pula digunakan

berupa bone graft baik autograft/alograft, untuk mengisi defek tulang atau pada fraktur

yang nonunion. Operasi dilakukan dengan cara membuka daerah fraktur dan fragmen

direduksi secara akurat dengan penglihatan langsung. Saat ini teknik operasi pada tulang

dikembangkan oleh grup ASIF (metode AO) yang dilakukan di Swiss dengan

menggunakan peralatan yang secara biomekanik telah diteliti.

Prinsip operasi teknik AO berupa reduksi akurat, reduksi rigid dan mobilisasi

dini yang akan memberikan hasil fungsional yang maksimal. a. Reduksi terbuka dengan

fiksasi interna

Indikasi

• Fraktur intra-artikuler misalnya fraktur maleolus, kondilus, olekranon, patela

• Reduksi tertutup yang mengalami kegagalan misalnya fraktur radius dan ulna

disertai malposisi yang hebat atau fraktur yang tidak stabil

• Bila terdapat interposisi jaringan di antara kedua fragmen

• Bila diperlukan fiksasi rigid misalnya pada fraktur leher femur

• Bila terjadi fraktur dislokasi yang tidak dapat direduksi secara baik dengan

reduksi tertutup misalnya fraktur Monteggia dan fraktur Bennett

• Fraktur terbuka

• Bila terdapat kontraindikasi pada imobilisasi eksterna sedangkan diperlukan

mobilisasi yang cepat, misalnya fraktur pada orang tua

• Eksisi fragmen yang kecil

• Eksisi fragmen tulang yang kemungkinan mengalami nekrosis avaskuler

misalnya fraktur leher femur pada orangtua

• Fraktur avulsi misalnya pada kondilus humeri

• Fraktur epifisis tertentu pada grade III dan IV (Salter-Harris) pada anak-anak

• Fraktur multipel misalnya fraktur pada tungkai atas dan bawah

• Untuk mempermudah perawatan penderita misalnya fraktur vertebra tulang

belakang yang disertai paraplegia

Page 193: Referat Dr. Suhana

b. Reduksi terbuka dengan fiksasi eksterna

Reduksi terbuka dengan alat fiksasi eksterna dengan mempergunakan

kanselosa screw dengan metilmetakrilat (akrilik gigi) atau fiksasi eksterna

dengan jenis-jenis lain misalnya menurut AO atau inovasi sendiri dengan

mempergunakan screw Schanz (gambar 14.8).

Indikasi

• Fraktur terbuka grade II dan grade III

• Fraktur terbuka disertai hilangnya jaringan atau tulang yang hebat

• Fraktur dengan infeksi atau infeksi pseudoartrosis

• Fraktur yang miskin jaringan ikat

• Kadang-kadang pada fraktur tungkai bawah penderita diabetes mellitus

Komplikasi reduksi terbuka:

• Infeksi (osteomielitis)

• Kerusakan pembuluh darah dan saraf

• Kekakuan sendi bagian proksimal dan distal

Page 194: Referat Dr. Suhana

• Kerusakan periosteum yang hebat sehingga terjadi delayed union atau nonunion

• Emboli lemak

EKSISI FRAGMEN TULANG DAN PENGGANTIAN DENGAN PROTESIS

Pada fraktur leher femur dan sendi siku orang tua, biasanya terjadi nekrosis

avaskuler dari fragmen atau nonunion, oleh karena itu dilakukan pemasangan protesis

yaitu alat dengan komposisi metal tertentu untuk menggantikan bagian yang nekrosis.

Sebagai bahan tambahan sering dipergunakan metilmetakrilat.

FRAKTUR TERBUKA

Fraktur terbuka merupakan suatu fraktur dimana terjadi hubungan dengan

lingkungan luar melalui kulit sehingga terjadi kontaminasi bakteri sehingga timbul

komplikasi berupa infeksi.

Luka pada kulit dapat berupa tusukan tulang yang tajam keluar menembus kulit

(from within) atau dari luar oleh karena tertembus misalnya oleh peluru atau trauma

langsung (from without) (gambar 14.9).

Fraktur terbuka merupakan suatu keadaan darurat yang memerlukan penanganan

yang terstandar untuk mengurangi resiko infeksi. Selain mencegah infeksi juga

diharapkan terjadi penyembuhan fraktur dan restorasi fungsi anggota gerak. Beberapa

hal yang penting untuk dilakukan dalam penanggulangan fraktur terbuka yaitu operasi

yang dilakukan dengan segera, secara hati-hati, debrideman yang berulang-ulang,

stabilisasi fraktur, penutupan kulit dan bone grafting yang dini serta pemberian

antibiotik yang adekuat.

Page 195: Referat Dr. Suhana

KLASIFIKASI

Klasifikasi yang dianut adalah menurut Gustilo, Merkow dan Templeman (1990).

• Tipe I

Luka kecil kurang dari 1 cm panjangnya, biasanya karena luka tusukan dari

fragmen tulang yang menembus keluar kulit. Terdapat sedikit kerusakan

jaringan dan tidak terdapat tanda-tanda trauma yang hebat pada jaringan lunak.

Fraktur yang terjadi biasanya bersifat simpel, transversal, oblik pendek atau

sedikit komunitif.

• Tipe II

Laserasi kulit melebihi 1 cm tetapi tidak ada kerusakan jaringan yang hebat atau

avulsi kulit. Terdapat kerusakan yang sedang dari jaringan dengan sedikit

kontaminasi dari fraktur.

• Tipe III

Terdapat kerusakan yang hebat dari jaringan lunak termasuk otot, kulit dan

struktur neurovaskuler dengan kontaminasi yang hebat. Tipe ini biasanya

disebabkan oleh karena trauma dengan kecepatan tinggi. Tipe III dibagi lagi

dalam tiga subtipe:

o Tipe III a

Jaringan lunak cukup menutup tulang yang patah walaupun terdapat

laserasi yang hebat ataupun adanya flap. Fraktur bersifat segmental atau

komunitif yang hebat.

o Tipe III b

Fraktur disertai dengan trauma hebat dengan kerusakan dan kehilangan

jaringan, terdapat pendorongan (stripping) periost, tulang terbuka,

kontaminasi yang hebat serta fraktur komunitif yang hebat.

o Tipe III c

Fraktur terbuka yang disertai dengan kerusakan arteri yang memerlukan

perbaikan tanpa memperhatikan tingkat kerusakan jaringan lunak.

PENANGGULANGAN FRAKTUR TERBUKA

Beberapa prinsip dasar pengelolaan fraktur terbuka:

1. Obati fraktur terbuka sebagai satu kegawatan

Page 196: Referat Dr. Suhana

2. Adakan evaluasi awal dan diagnosis akan adanya kelainan yang dapat

menyebabkan kematian

3. Berikan antibiotik dalam ruang gawat darurat, di kamar operasi dan setelah

operasi

4. Segera dilakukan debrideman dan irigasi yang baik

5. Ulangi debrideman 24-72 jam berikutnya

6. Stabilisasi fraktur

7 Biarkan luka terbuka antara 5-7 hari

8. Lakukan bone graft autogenous secepatnya

9. Rehabilitasi anggota gerak yang terkena

TAHAP - TAHAP PENGOBATAN FRAKTUR TERBUKA

1. Pembersihan luka

Pembersihan luka dilakukan dengan cara irigasi dengan cairan NaCI fisiologis

secara mekanis untuk mengeluarkan benda asing yang melekat.

2. Eksisi jaringan yang mati dan tersangka mati (debridemen)

Semua jaringan yang kehilangan vaskularisasinya merupakan daerah tempat

pembenihan bakteri sehingga diperlukan eksisi secara operasi pada kulit,

jaringan subkutaneus, lemak, fasia, otot dan fragmen-fragmen yang lepas.

3. Pengobatan fraktur itu sendiri

Fraktur dengan luka yang hebat memerlukan suatu traksi skeletal atau reduksi

terbuka dengan fiksasi eksterna tulang. Fraktur grade II dan III sebaiknya

difiksasi dengan fiksasi eksterna.

4. Penutupan kulit

Apabila fraktur terbuka diobati dalam waktu periode emas (6-7 jam mulai dari

terjadinya kecelakaan), maka sebaiknya kulit ditutup. Hal ini tidak dilakukan

apabila penutupan membuat kulit sangat tegang. Dapat dilakukan split thickness

skin-graft serta pemasangan drainase isap untuk mencegah akumulasi darah dan

serum pada luka yang dalam. Luka dapat dibiarkan terbuka setelah beberapa hari

tapi tidak lebih dari 10 hari. Kulit dapat ditutup kembali disebut delayed primary

closure. Yang perlu mendapat perhatian adalah penutupan kulit tidak dipaksakan

yang mengakibatkan sehingga kulit menjadi tegang.

Page 197: Referat Dr. Suhana

5. Pemberian antibiotik

Pemberian antibiotik bertujuan untuk mencegah infeksi. Antibiotik diberikan

dalam dosis yang adekuat sebelum, pada saat dan sesudah tindakan operasi.

6. Pencegahan tetanus

Semua penderita dengan fraktur terbuka perlu diberikan pencegahan tetanus.

Pada penderita yang telah mendapat imunisasi aktif cukup dengan pemberian

toksoid tapi bagi yang belum, dapat diberikan 250 unit tetanus imunoglobulin

(manusia).

KOMPLIKASI FRAKTUR TERBUKA

1. Perdarahan, syok septik sampai kematian

2. Septikemia, toksemia oleh karena infeksi piogenik

3. Tetanus

4. Gangren

5. Perdarahan sekunder

6. Osteomielitis kronik

7 Delayed union

8. Nonunion dan malunion

9. Kekakuan sendi

10. Komplikasi lain oleh karena perawatan yang lama

PERAWATAN LANJUT DAN REHABILITASI FRAKTUR

Ada lima tujuan pengobatan fraktur:

1. Menghilangkan nyeri

2. Mendapatkan dan mempertahankan posisi yang memadai dari fragmen fraktur

3. Mengharapkan dan mengusahakan union

4. Mengembalikan fungsi secara optimal dengan cara mempertahankan fungsi otot

dan sendi, mencegah atrofi otot, adhesi dan kekakuan sendi, mencegah

terjadinya komplikasi seperti dekubitus, trombosis vena, infeksi saluran kencing

serta pembentukan batu ginjal.

5. Mengembalikan fungsi secara maksimal merupakan tujuan akhir pengobatan

fraktur. Sejak awal penderita harus dituntun secara psikologis untuk membantu

Page 198: Referat Dr. Suhana

penyembuhan dan pemberian fisioterapi untuk memperkuat otot-otot serta

gerakan sendi baik secara isometrik (latihan aktif statik) pada setiap otot yang

berada pada lingkup fraktur serta isotonik yaitu latihan aktif dinamik pada otot-

otot tungkai dan punggung. Diperlukan pula terapi okupasi.

KOMPLIKASI FRAKTUR

Komplikasi fraktur dapat terjadi secara spontan, karena iatrogenik atau oleh

karena tindakan pengobatan. Komplikasi umumnya akibat tiga faktor utama, yaitu

penekanan lokal, traksi yang berlebihan dan infeksi. Komplikasi oleh akibat tindakan

pengobatan (iatrogenik) umumnya dapat dicegah.

KOMPLIKASI FRAKTUR TERHADAP ORGAN

1. Komplikasi pada kulit

• Lesi akibat penekanan

• Ulserasi akibat dekubitus

• Ulserasi akibat pemasangan gips

2. Komplikasi pada pembuluh darah

• Ulserasi akibat pemasangan gips

• Lesi akibat traksi dan penekanan

• Iskemik Volkmann

• Gangren

3. Komplikasi pada saraf

• Lesi akibat traksi dan penekanan

4. Komplikasi pada sendi

• Infeksi (artritis septik) akibat operasi terbuka pada trauma tertutup

5. Komplikasi padatulang

• Infeksi akibat operas! terbuka pada trauma tertutup (osteomielitis)

• Komplikasi pada lempeng epifisis dan epifisis pada fraktur anak-anak

PENGENALAN DAN PENANGANAN AKIBAT KOMPLIKASI

Beberapa komplikasi yang akan dibicarakan di bawah ini adalah semata-mata

disebabkan oleh trauma (akibat cedera awal) atau karena iatrogenik akibat pengobatan

fraktur yang tidak sesuai.

Page 199: Referat Dr. Suhana

Penanganan trauma dilakukan secara hati-hati dan tekun dengan memperhatikan

adanya fraktur atau komplikasi yang menyertai. Harus diperhatikan keluhan penderita,

pemeriksaan klinik secara kontinu, menilai hasil laboratorium yang ditemukan dan bila

perlu dilakukan juga pemeriksaan khusus.

KOMPLIKASI MENURUT WAKTU DISESUAIKAN DENGAN LOKALISASI

A. KOMPLIKASI SEGERA

Komplikasi Lokal

1. Komplikasi padakulit

Kulit dapat mengalami aberasi (friction burn) yang disertai partikel atau

benda asing kotor dan masuk sampai ke dermis. Bila terjadi aberasi

seperti ini harus dibersihkan secara menyeluruh untuk mencegah

terjadinya kerusakan yang menyebabkan timbulnya pigmentasi residual

pada proses re-epitelisasi.

Pembengkakan yang luas akibat fraktur anggota gerak dapat menarik

kulit sehingga sirkulasi ke superfisial lebih banyak dan menimbulkan

lepuh.

Selama pengobatan fraktur, kulit secara konstan ditekan antara

permukaan sisi luar dan tulang yang menonjol. Penderita tirah baring

lama yang tidak dibalik secara teratur dapat menderita ulkus dekubitus,

khususnya pada sakrum dan tumit. Selain itu penekanan lokal dengan

plaster of Paris pada kulit dapat menyebabkan ulkus gips. Komplikasi

iatrogenik ini dapat diatasi dengan melakukan skin grafting.

2. Komplikasi vaskuler

a. Komplikasi arterial (trauma pada arteri besar)

Pembuluh darah kecil dapat robek pada saat terjadi fraktur, tetapi

hal ini jarang terjadi pada pembuluh darah besar. Walaupun

begitu komplikasi akibat trauma dapat menyebabkan sekuele

berupa oklusi arteri yang persisten. Arteri besar mudah rusak oleh

trauma yang disertai fraktur dan dislokasi.

Page 200: Referat Dr. Suhana

Trauma arteri

• Terputusnya arteri

Suatu arteri besar dapat terputus secara total atau tidak total oleh fragmen

fraktur yang tajam dari dalam, terjadi secara tiba-tiba atau oleh benda

yang menyebabkan penetrasi di dalam jaringan yang berasal dari luar.

Robekan arteri yang total biasanya beretraksi dan menghentikan

perdarahan secara spontan, sedangkan robekan yang tidak total

cenderung menyebabkan perdarahan, sehingga ditemukan hematoma

lokal dan iskemik. Robekan arteri tidak total dapat mengakibatkan

hematoma pulsasi (aneurisma palsu).

• Spasme arteri

Spasme menetap pada arteri yang disertai oklusi dapat terjadi akibat

traksi berat dan tiba-tiba pada arteri besar, pada saat fraktur atau pada

waktu pengobatan fraktur. Walaupun arteri tidak terputus, biasanya

ditemukan robekan pada intima yang menyebabkan trombosis. Spasme

arteri sekunder dapat memisahkan bagian proksimal dan distal arteri

kolateral yang mengakibatkan iskemik yang luas pada bagian distal.

Tabel 14.1 Komplikasi menurut waktu disesuaikan dengan lokalisasi

A. Komplikasi segeraKomplikasi lokal

1. Komplikasi pada kulitTrauma pada kulit

• Dari luar : aberasi, laserasi, luka tusuk, luka tembus peluru,

avulsi, kehilangan kulit

• Dari dalam : penetrasi kulit oleh fragmen fraktur •

2. Komplikasi vaskuler

• Trauma pada arteri besar: terputus, kontusi dan spasme arteri

• Trauma pada vena besan terputus, kontus

• Perdarahan lokal:

o Eksterna: keluar ke permukaan tubuh

o Interna:

- ke dalam jaringan lunak seperti hematoma

Page 201: Referat Dr. Suhana

- ke dalam rongga intrakranial, hemotoraks,

hemoperitoneal, hemartrosis

3. Komplikasi neurologis

• Otak

• Sumsum tulang belakang

• Saraf perifer

4. Komplikasi pada otot biasanya bersifat tidak total

5. Komplikasi pada organ:

• Toraks, jantung dan pembuluh darah besar, trakea, bronkus dan

paru-paru

• Intra-abdominal, saluran pencernaan, hati, limpa dan saluran

kemih.

Komplikasi 61 luar fraktur pada organ lain

1. Trauma multipel: trauma pada alat lain tubuh yang tidak berhubungan

dengan fraktur

2. Syok hemoragik

B. Komplikasi awal

Komplikasi lokal

1. Komplikasi sisa dari komplikasi yang segera terjadi berupa nekrosis

kulit, gangren, iskemik Volkmann, gas gangren, trombosis vena serta

komplikasi pada alat-alat lain .

2. Komplikasi pada sendi

• Infeksi (artritis septik) oleh karena trauma terbuka

3. Komplikasi pada tulang

• Infeksi (osteomielitis) pada daerah fraktur karena adanya trauma

terbuka

• Nekrosis avaskuler tulang biasanya mengenai satu fragmen.

Komplikasi di luar pada organ lain

1. Emboli lemak

2. Emboli paru

3. Pneumonia

Page 202: Referat Dr. Suhana

4. Tetanus

5. Delirium tremens

C. Komplikasi lanjut

Komplikasi lokal

1. Komplikasi pada sendi

• Kekakuan sendi yang menetap

• Penyakit degeneratif sendi pasca trauma

2. Komplikasi pada tulang

• Penyembuhan fraktur yang abnormal: malunion, delayed union

dan nonunion

• Gangguan pertumbuhan oleh karena adanya trauma pada

lempeng epifisis

• Infeksi yang menetap (osteomielitis kronik)

• Osteoporosis pasca trauma

• Atrofi Sudeck

• Refraktur

3. Komplikasi pada otot

• Miositis osifikans pasca trauma

• Ruptur tendo lanjut

4. Komplikasi saraf

• Tardy nerve palsy

Komplikasi pada organ lain

1. Batu ginjal

2. Neurosis akibat kecelakaan

• Penekanan arteri

Penekanan arteri dapat disebabkan secara iatrogenik akibat lilitan

gips/pembalut eksterna yang terlalu kuat dan pembengkakan

progresif pada permukaan dalam yang tertutup. Kadang-kadang

suatu arteri besar dapat terjerat dan tertekan di antara dua

fragmen fraktur.

Page 203: Referat Dr. Suhana

• Trombosis arteri

Setelah trauma arteri yang menyebabkan oklusi persisten, dapat

terjadi sekuele berupa trombosis. Arteriosklerosis terjadi karena

kerusakan akibat trombosis arteri pasca trauma.

Pengenalan komplikasi arteri

Perdarahan eksterna suatu robekan arteri dapat terlihat secara jelas,

sedangkan perdarahan interna hanya berupa pembengkakan lokal yang progresif.

Gejala oklusi arteri yang total pada anggota gerak berupa kulit yang pucat pada

bagian distal, dingin, hilangnya denyut arteri dan bintik-bintik serta warna hitam

pada kulit yang menunjukkan adanya gangren. Oklusi arteri dapat dideteksi

dengan bantuan arteriografi. Oklusi arteri yang tidak total misalnya pada

penjepitan vena kompartemen dalam fasia, menjepit arteri yang dalam tapi arteri

superfisial tidak terjepit dan menyebabkan iskemia saraf dan otot (iskemik

Volkmann). Oleh karena itu iskemik Volkmann disertai nyeri dan iskemia otot,

hilangnya sirkulasi perifer, kulit dingin dan pucat, pembengkakan yang luas

serta gangguan fungsi saraf perifer berupa parestesia, hipestesia dan paralisis.

Gambaran klinis iskemik Volkmann berupa nyeri, hilangnya denyutan,

pucat, parestesia dan paralisis. Ketegangan pasif otot iskemik misalnya ekstensi

pasif jari-jari yang terlihat pada iskemia otot fleksor jari-jari yang akan

memperberat nyeri. Analgetik sebaiknya tidak diberikan pada nyeri setelah

reduksi fraktur karena dapat mengaburkan adanya iskemik Volkmann.

Pengobatan komplikasi arteri

Oklusi pada arteri besar membutuhkan suatu operasi darurat dalam

beberapa jam sejak terjadinya trauma bersama-sama dengan iskemik yang

bersifat ireversibel. Komplikasi pada pembuluh darah membutuhkan pengobatan

yang segera. Urutan pengobatan diatur sebagai berikut:

• Setiap penjepitan arteri akibat lilitan pembalut yang terlalu ketat harus

dibuka (pembalut jangan hanya dipotong)

• Setiap distorsi pada fraktur anggota gerak atau posisi ekstrim dekat

persendian harus dikurangi

Page 204: Referat Dr. Suhana

• Bila fraktur diobati dengan traksi kontinu, seluruh traksi harus dikurangi

• Jika gagal untuk memulihkan sirkulasi perifer yang adekuat dapat

dilakukan arteriografi darurat dan bila tidak ada kemajuan dalam 30

menit, maka harus dilakukan eksplorasi arteri. Pada operasi, jika arteri

telah dibuka harus diperbaiki dengan melakukan teknik jahitan langsung.

Jika memungkinkan dapat dilakukan vena graft autogenous atau protesis

arteri. Pembuluh vena yang besar juga harus diperbaiki. Jika arteri

tertekan dan menyebabkan spasme arteri, alirannya dapat diperbaiki.

Trombus pada arteri harus dihilangkan dan jika arteri mengalami memar

atau robekan pada intima harus dilakukan pemotongan pada pembuluh

darah yang rusak dan dipulihkan dengan teknik jahitan langsung, graft

vena atau protesis.

Spasme arteri yang persisten lebih sulit dihilangkan, jika aplikasi lokal

dengan papaverin hangat tidak mengurangi spasme, maka bagian yang

mengalami konstriksi dapat didilatasi dengan injeksi intra-arterial NaCI

fisiologis dari proksimal. Sebagai pertolongan, pemotongan dan

pengikatan ujung arteri serta kolateralnya akan memulihkan sirkulasi

distal terutama pada anak-anak.

Setelah pengobatan komplikasi vaskuler, maka perlu dilakukan fiksasi

interna pada fraktur untuk mencegah pergerakan pada daerah arteri yang

mengalami trauma.

Sekuele dari komplikasi arteri

• Gangren

Iskemia total yang persisten pada bagian distal suatu lesi arteri dapat

menyebabkan nekrosis jaringan termasuk kulit (gangren). Jaringan yang

mengalami iskemiaakan menjadi mumi dan kulit berwarna hitam.

Komplikasi ini bersifat ireversibel dan memerlukan tindakan amputasi di

atas jaringan yang masih hidup.

Page 205: Referat Dr. Suhana

• Kontraktur iskemik Volkmann

Oklusi persisten arteri yang letaknya lebih dalam selama 6 jam atau lebih

menyebabkan iskemia dan akhirnya nekrosis otot dan saraf. Otot yang

nekrosis digantikan oleh jaringan parut fibrosa yang menyebabkan

pemendekan otot (kontraktur). Reseksi otot dan saraf yang mengalami

iskemik Volkmann. bertujuan untuk mencegah terjadinya kontraktur.

Yang terpenting pada iskemik Volkmann adalah pencegahan dan bila

terjadi harus ditangani sejak awal, sehingga kelainan dapat dipulihkan.

• Claudicatio intermitten

Pada gangren atau kontraktur iskemik Volkmann bahkan pada lesi arteri

yang tidak begitu luas, bila tidak ditangani secara baik maka dapat terjadi

sekuele berupa iskemia yang relatif persisten termasuk nyeri, yang

terlihat bila ada aktivitas otot dan pulih dengan istirahat (claudicatio

intermitten). Sebagai tambahan dapat terjadi kelemahan otot yang

persisten, kekakuan dan rasa dingin pada anggota gerak.

• Gas gangren

Gas gangren merupakan komplikasi yang serius tetapi kelainan ini jarang

ditemukan. Infeksi disebabkan oleh bakteri anaerob (Clostridium

welchii) yang menghasilkan gas dan edema yang bersifat progresif pada

jaringan. Darah segera membeku akibat dari gas gangren.

Setelah fase inkubasi 24-48 jam penderita merasa nyeri lokal dan merasa

sangat sakit. Ditemukan bau khas berupa bau busuk yang dihasilkan oleh

gas gangren. Pada pemeriksaan fisik ditemukan krepitasi pada jaringan

lunak yang menunjukkan adanya gas yang dapat dideteksi dengan

pemeriksaan radiologis. Luka harus segera dibuka dan dilakukan

debridemen. Penderita diberi antibiotik sistemik, biasanya golongan

penisilin dan tetrasiklin. Dapat pula diberikan oksigen hiperbarik selama

2-4 periode yang biasanya memberikan hasil yang baik.

B. Komplikasi vena

Trauma pada vena besar dibagi atas total dan tidak total yang disebabkan

oleh trauma dari dalam akibat pergeseran fragmen fraktur atau dari luar oleh

Page 206: Referat Dr. Suhana

penetrasi benda asing dari luar. Trauma pada vena besar dapat diperbaiki dengan

cara operasi untuk mencegah terjadinya sekuele akibat kongesti vena distal yang

permanen.

Trombosis vena dan emboli paru

Vena pada anggota gerak bawah dan panggul lebih peka daripada

anggota gerak atas terhadap trombosis akibat fraktur. Vena pada orang dewasa

lebih peka daripada anak-anak. Faktor utama terjadinya percepatan trombosis

adalah adanya vena yang statis oleh karena penekanan vena lokal pada posisi

baring atau akibat balutan plaster of Paris yang terlalu kuat.

Vena yang statis diperburuk oleh otot yang tidak aktif yang dalam

keadaan normal mempunyai pompa balik. Setelah suatu fraktur, vena mengalami

flebotrombosis yang berbeda dengan trombosis akibat inflamasi (trombo-

flebitis). Trombus yang tidak melekat erat pada dinding vena akan terlepas,

masuk melewati paru-paru menyebabkan timbulnya emboli paru. Kira-kira

separuh dari emboli paru berasal dari trombosis yang tidak terdeteksi (silent

thrombosis).

Diagnosis

Bila terjadi trombosis pada vena betis, keluhan berupa nyeri lokal pada

garis tengah posterior betis disertai pembengkakan bagian distal akibat adanya

kongesti. Dorsofleksi pasif pada pergelangan kaki akan memberikan rasa nyeri

yang lebih hebat (tanda Homan). Bila trombosis terjadi lebih tinggi maka

seluruh anggota gerak bawah membengkak. Venogram dapat membantu

menentukan letak trombosis. Komplikasi emboli paru bermacam-macam.

Emboli paru yang kecil biasanya tidak terdeteksi atau hanya berupa nyeri dada.

Pada emboli yang lebih besar manifestasi berupa nyeri dada yang tiba-tiba,

dispnea dan kadang-kadang hemoptisis. Dapat pula terdengar pergeseran iga dan

pada foto rontgen terlihat gambaran segi-tiga dengan peningkatan densitas paru

yang menunjukkan segmen paru mengalami infark. Emboli paru yang masif

memberikan gejala berupa nyeri dada hebat, pucat dan penderita dapat

meninggal seketika.

Page 207: Referat Dr. Suhana

Pencegahan trombosis vena

Pencegahan trombosis vena bertujuan untuk mencegah perluasan dengan

menghindarkan penekanan lokal yang terus menerus pada vena dan mendorong

penderita melakukan kontraksi otot secara aktif pada anggota gerak yang terkena

trauma. Selain itu pergerakan harus dibatasi setelah penanganan fraktur. Orang

dewasa sebaiknya berbaring di tempat tidur, menggunakan bebat elastis yang

dapat mencegah terjadinya trombosis vena.

Penanganan trombosis vena

Segera setelah komplikasi ditemukan, penderita harus diberikan obat

anti-koagulan. Saat ini trombosis pada vena femoralis ditangani dengan operasi

trombektomi yang tidak hanya untuk mengurangi resiko terjadinya emboli paru,

tapi juga untuk mencegah terjadinya sekuele akibat obstruksi vena yang

persisten pada anggota gerak bawah.

3. Komplikasi neurologis

Komplikasi akibat trauma pada otak, sumsum tulang belakang atau saraf

perifer dapat terjadi sejak awal atau yang lebih jarang oleh karena

penanganan fraktur itu sendiri. Komplikasi neurologis sering terjadi

bersama-sama dengan jenis fraktur dan dislokasi tertentu.

4. Komplikasi pada otot

Pada setiap fraktur dapat terjadi kerusakan otot yang biasanya bersifat

parsial dan jarang yang bersifat total. Bilamana terjadi tegangan yang

hebat pada bagian otot yang sedang berkontraksi, maka otot dapat

mengalami robekan yang akan memberikan rasa nyeri yang hebat.

Kadang-kadang dapat terjadi robekan otot yang hebat pada daerah

muskulotendinosa misalnya pada otot kuadriseps femoris atau otot

gastroknemius.

5. Komplikasi pada organ

Komplikasi pada organ dapat menyebabkan kerusakan pada organ karena

penetrasi oleh fragmen tulang yang tajam pada daerah sekitar fraktur.

Fraktur pada iga dapat mengenai jantung sehingga terjadi

hemoperikardium atau menembus pleura dan terjadi hemotoraks, bahkan

Page 208: Referat Dr. Suhana

dapat menembus paru-paru sehingga terjadi hemopneumotoraks. Fraktur

iga bagian bawah dapat menembus hati, limpa atau ginjal. Fraktur pada

vertebra torakalis dan lumbalis dapat menyebabkan ileus paralitik serta

dilatasi lambung. Fraktur bergeser pada panggul dapat menyebabkan

robekan pada buli-buli atau uretra dan yang lebih jarang dapat terjadi

pada kolon dan rektum.

Komplikasi di Luar Fraktur pada Organ Lain

1. Trauma multipel

Fraktur dapat timbul bersama-sama trauma pada visera torako-abdominal

yang merupakan trauma tersendiri sebagai bagian dari suatu trauma

multipel. Pada seorang penderita dengan fraktur maka perlu diperhatikan

kemungkinan adanya kerusakan pada organ-organ lain seperti pada otak,

alat-alat dalam rongga toraks dan abdomen yang dilakukan pada

pemeriksaan awal. Fraktur merupakan kelainan dengan prioritas terakhir

untuk ditanggulangi pada suatu trauma multipel.

2. Syok hemoragik

Syok hemoragik merupakan salah satu komplikasi dari fraktur yang

merupakan suatu syok hipovolemik atau oligemik. Syok terjadi oleh

karena kerusakan pembuluh darah kecil atau besar pada waktu terjadi

fraktur. Syok hemoragik terjadi terutama pada fraktur daerah panggul

atau pada fraktur femur yang dapat menimbulkan akumulasi perdarahan

sebanyak 2 liter pada orang dewasa.

B. KOMPLIKASI AWAL

Komplikasi Lokal

1. Komplikasi sisa dari komplikasi yang segera terjadi

• Nekrosis kulit

Akibat trauma sejak awal atau oleh karena tekanan tulang pada

kulit dan jaringan lunak akan menyebabkan nekrosis pada kulit

dan jaringan lunak lainnya. Pada fraktur terbuka dimana terdapat

Page 209: Referat Dr. Suhana

ketegangan kulit atau terdapat kehilangan jaringan lunak maka

kulit dibiarkan terbuka untuk ditutup padatahap berikutnya.

• Iskemik Volkmann

Iskemik Volkmann merupakan salah satu komplikasi yang dapat

terjadi pada jaringan lunak akibat adanya tekanan pada arteri.

Komplikasi lain yang timbul pada jaringan lunak seperti gangren

atau trombosis vena juga dapat menyebabkan kerusakan serta

nekrosis pada jaringan lunak.

2. Komplikasi pada sendi

• Infeksi pada sendi (artritis septik)

Pada fraktur terbuka intra-artikuler dan setelah operasi terbuka

suatu fraktur intra-artikuler dapat ditemukan komplikasi hebat

berupa artritis septik. Walaupun dilakukan penanganan secara

awal dan efektif, artritis septik dapat menyebabkan destruksi

tulang rawan artikuler yang berkembang menjadi penyakit

degeneratif sendi.

3. Komplikasi pada tulang

• Infeksi pada tulang (osteomielitis)

Fraktur terbuka: dapat terjadi kerusakan jaringan yang mengenai

seluruh lapisan termasuk tulang pada bagian yang mengalami

fraktur. Penanganan fraktur terbuka bertujuan mengurangi

terjadinya osteomielitis akut dan penyulitnya, osteomielitis

kronik, delayed union dan nonunion.

Fraktur tertutup: dapat terinfeksi setelah operasi terbuka karena

pemasangan implan, traksi kontinu atau fiksasi eksterna. Tulang

di sekitar pin tidak hanya mengalami nekrosis tetapi juga dapat

terjadi infeksi dan membentuk sekuester.

• Nekrosis avaskuler tulang

Nekrosis avaskuler tulang pasca trauma biasanya disebabkan oleh

terputusnya pembuluh darah yang mengantarkan nutrisi pada saat

terjadi trauma serta adanya faktor iatrogenik n"'P akibat

pembedahan yang berlebihan pada waktu reduksi terbuka fraktur

Page 210: Referat Dr. Suhana

dan dislokasi. Komplikasi yang dapat terjadi berupa delayed

union, sendi yang tidak sesuai serta degenerasi pada sendi.

Komplikasi nekrosis avaskuler biasanya terjadi setelah fraktur

atau dislokasi tertentu yang disebabkan oleh suplai darah yang

tidak adekuat pada bagian yang mengalami fraktur.

Komplikasi di Luar pada Organ Lain

1. Emboli lemak

Istilah emboli lemak menunjukkan gambaran klinis yang spesifik akibat

trauma, khususnya fraktur yang mengenai orang dewasa dan jarang

ditemukan pada anak-anak. Emboli lemak merupakan komplikasi yang

fatal dan menyebabkan kematian sebesar 20% dari seluruh kematian

akibat fraktur.

Etiologi dan patogenesis

Emboli berasal dari lemak sumsum tulang dan jaringan lemak, kemudian

melalui robekan vena masuk ke sirkulasi vena paru-paru, bersama lemak

globulus melewati kapiler paru masuk ke sirkulasi sistemik dan menuju ke otak,

ginjal, jantung dan kulit.

Penelitian Hillman menyatakan bahwa lemak netral merupakan sumber

emboli kecil, yang merupakan penyebab utama gangguan metabolisme lemak.

Pada trauma yang luas terjadi penurunan karbohidrat dan lemak secara cepat,

berupa lipolisis pada jaringan lemak dan sejumlah besar asam lemak bebas.

Akibatnya sejumlah besar asam lemak bebas ditranspor ke sirkulasi hati dimana

terjadi sintesis dan sekresi lipoprotein dengan densitas rendah.

Lipoprotein hati mengalami agregasi/konjugasi dengan kalsium dan

kolesterol, menarik platelet dan menyebabkan perlambatan aliran darah dan

terbentuk emboli. Proses ini menunjukkan asidosis dan respirasi metabolik.

Emboli pada arteri paru tidak hanya menyebabkan obstruksi aliran darah tetapi

juga merusak dinding pembuluh darah, yang menyebabkan hemoragik multipel

dengan fokus kecil yang menimbulkan hemoptisis, edema paru dan dispnea.

Emboli lemak kemudian masuk ke sirkulasi sistemik.

Page 211: Referat Dr. Suhana

Gambaran klinis

Emboli lemak biasanya ditemukan pada hari kedua setelah terjadi

trauma. Bila ditemukan tanda dan atau gejala emboli, maka kelainan ini harus

segera diatasi. Emboli paru menyebabkan gangguan respirasi disertai dispnea,

takipnea dan sianosis. Gambaran klinis emboli otak berupa sakit kepala, iritatif

diikuti delirium, stupor bahkan koma. Emboli jantung menyebabkan takikardi

dan penurunan tekanan darah. Lesi kulit berupa peteki hemoragik yang multipel

(yang ada hubungannya dengan transien trombositopenia pada emboli)

khususnya pada kulit dada, aksila serta konjungtiva. Penderita juga mengalami

demam tinggi.

Mortalitas emboli lemak sebesar 20% yang diakibatkan oleh lesi otak.

Pemeriksaan radiologis

Pada foto toraks ditemukan gambaran snow storm.

Pemeriksaan laboratorium

• Peningkatan serum asam lemak pada 50% penderita

• Lemak bebas pada sputum dan urin

• Penurunan kadar haemoglobin pada fase awal

Pencegahan emboli lemak

Emboli lemak berhubungan dengan gangguan metabolisme. Diusahakan

pencegahan asidosis dan respiratorik metabolik dengan penanganan umum

penderita secara baik, termasuk pemberian karbohidrat yang tinggi, cairan serta

elektrolit.

Penanganan emboli lemak

Bila ditemukan adanya emboli lemak, dapat digunakan heparin untuk

menambah hidrolisis dan menghilangkan emboli. Kortikosteroid dapat

mengurangi trauma jaringan paru. Pemberian alkohol intravena kurang

memberikan hasil dan bahkan dapat mengaburkan gejala pada otak. Infus

dekstran dapat membantu memperbaiki mikrosirkulasi pada organ.

Page 212: Referat Dr. Suhana

Bila terjadi kesulitan pernapasan, dapat dipasang intubasi endotrakeal

dan jika perlu dapat dilakukan trakeostomi yang diikuti hiperventilasi pada

penderita yang mengalami anoksia otak. Monitoring P02, PC02 dan pH arteri

merupakan penilaian status metabolik yang terbaik dan membantu menunjukkan

hasil pengobatan.

2. Emboli paru

Komplikasi ini telah dibicarakan pada trombosis vena.

3. Pneumonia

Komplikasi pneumonia terjadi oleh karena perawatan tirah baring pada

periode penyembuhan, yang umumnya lebih sering mengenai orang tua.

Nyeri pada fraktur iga diikuti pembatasan respirasi dapat menyebabkan

pneumonia.

Pengobatan

• Pemberian antibiotik dan latihan pernapasan

• Membalik penderita secara periodik

• Penggunaan pengisap bronkus

4. Tetanus

Tetanus disebabkan oleh Clostridium tetani yang merupakan salah satu

komplikasi trauma terbuka. Masa inkubasi tetanus antara 10-14 hari.

Etiologi dan patogenesis

Clostridium tetani merupakan organisme anaerob yang tumbuh pada

jaringan nekrosis yang menghasilkan neurotoksin. Neurotoksin diangkut oleh

kelenjar limfe dan aliran darah menuju ke sistem saraf pusat kemudian terikat

pada kornu anterior yang tidak dapat dinefralisir dengan antitoksin.

Gambaran klinis

Efek neurotoksin diawali dengan kejang tonik kemudian klonik,

kontraksi otot skeletal (spasme tetanik). Spasme otot leher dan tubuh memberi

gambaran opistotonus, spasme otot mulut memberi gambaran trismus (mulut

yang terkunci), spasme otot muka memberi gambaran risus sardonikus. Spasme

Page 213: Referat Dr. Suhana

dapat pula mengenai otot interkostal dan diafragma yang menyebabkan asfiksia

yang bersifat fatal.

Pencegahan

Pengobatan dengan pemberian tetanus imunoglobulin (manusia) secara

intravena. Bila ada gangguan respirasi dilakukan pemasangan intubasi

endotrakeal dan respirasi buatan.

5. Delirium tremens

Penderita alkoholik kronis yang mengalami trauma, dirawat inap di

rumah sakit. Keterikatan terhadap alkohol dihentikan secara mendadak.

Selama beberapa hari dapat terjadi hal-hal yang luar biasa, bahkan gejala

withdrawal berupa disorientasi, ansietas, agitasi dan halusinasi. Dapat

dipahami pengobatan delirium tremens pada penderita dapat pula

menimbulkan komplikasi berupa emboli lemak.

C. KOMPLIKASI LANJUT

Komplikasi Lokal

1. Komplikasi pada sendi

a. Kekakuan sendi yang menetap

Kekakuan yang berlangsung singkat akibat imobilisasi selama

pengobatan fraktur, dapat dikurangi dengan melakukan kontraksi

aktif pada kelompok otot yang mengontrol sendi dan biasanya

pengobatan berhasil dengan menggerakkan sendi setelah

imobilisasi yang berlangsung singkat. Keadaan ini bukan

merupakan komplikasi. Kekakuan sendi yang persisten

merupakan suatu komplikasi yang menghambat fungsi normal

anggota gerak. Kekakuan sendi seperti ini kebanyakan

merupakan komplikasi fraktur. Kekakuan terutama terjadi pada

orang dewasa yang mengalami perubahan degeneratif pada sendi

dan jarang ditemukan pada anak-anak. Penyebab tersering

kekakuan sendi yang persisten adalah adhesi periartikuler, adhesi

Page 214: Referat Dr. Suhana

intra-artikuler, adhesi antara otot dan tulang serta miositis

osifikans pasca trauma.

• Adhesi peri-artikuler

Setelah suatu fraktur didekat sendi dapat ditemukan

adhesi antara kapsul fibrosa dan ligamen, begitu pula

antara struktur yang berdekatan dengan otot dan tendo.

Adhesi periartikuler merusak pergerakan struktur normal.

Pergerakan pasif yang kuat pada stadium ini biasanya

menyebabkan adhesi yang lebih kuat. Bila pergerakan

sendi tidak mengalami kemajuan setelah dilakukan

fisioterapi (pergerakan aktif) dapat dipertimbangkan

tindakan manipulasi dengan anestesia umum.

• Adhesi intra-artikuler

Fraktur intra-artikuler, dislokasi dan fraktur dislokasi

biasanya ditemukan bersama-sama hematrosis.

Penimbunan fibrin pada jaringan sinovia dan tulang rawan

artikuler akan memberikan adhesi dalam sendi antara

lipatan sinovia dan antara sinovia dengan tulang rawan.

Setelah dilakukan fisioterapi, kekakuan sendi besar yang

permanen seperti pada lutut dan bahu biasanya mengalami

perbaikan dengan tindakan manipulasi yang hati-hati

dengan pembiusan umum. Manipulasi seperti ini tidak

dapat dilakukan pada sendi kecil seperti pada tangan.

• Adhesi antara otot dan antara otot dengan tulang

Beberapa fraktur yang bergeser biasanya diikuti dengan

robekan di sekitar otot. Pada reduksi terbuka suatu fraktur

juga dapat terjadi kerusakan di sekitar otot, kemudian

terjadi pembentukan jaringan parut fibrosa yang mengikat

otot satu sama lain yang terletak disekitar tulang.

Gambaran ini umumnya ditemukan pada fraktur femur

bagian bawah dimana terjadi adhesi otot kuadriseps

sehingga membatasi gerakan fleksi lutut. Fisioterapi

Page 215: Referat Dr. Suhana

sangat membantu dalam menggerakkan sendi, tetapi tidak

dapat dilakukan manipulasi karena dapat menambah

robekan dan adhesi otot. Kadang-kadang dibutuhkan

operasI pada kekakuan sendi tipe persisten.

b. Penyakit degeneratif sendi pasca trauma

Adanya ketidaksesuaian permukaan sendi diikuti fraktur

intra-artikuler, dislokasi atau fraktur dislokasi khususnya pada

sendi penopang tubuh, dapat menyebabkan berkembangnya

penyakit degeneratif sendi. Komplikasi ini harus dihindarkan

agar dapat terjadi pemulihan yang baik pada permukaan sendi

setelah trauma. Penyebab penyakit degeneratif sendi pasca

trauma yang mengenai sendi penopang tubuh adalah malunion,

malalignment dan fraktur akibat penekanan sendi.

2. Komplikasi pada tulang

a. Penyembuhan fraktur yang abnormal.

Penyembuhan fraktur yang abnormal dapat terjadi dengan cara:

• Malunion

• Delayed union

• Nonunion

b. Gangguan pertumbuhan oleh karena adanya trauma pada

lempeng epifisis

Gangguan lempeng epifisis karena trauma dapat mengenai

sebagian lempeng epifisis dengan akibat pertumbuhan yang lebih

pada satu sisi dibanding dengan sisi lain berupa deformitas valgus

atau varus pada sendi yang terkena. Trauma yang mengenai

seluruh lempeng epifisis misalnya pada fraktur lempeng epifisis

grade V (Salter-Harris) akan menyebabkan pertumbuhan yang

terhenti pada seluruh atau sebagian lempeng epifisis yang dapat

menyebabkan kependekan atau malunion pada salah satu anggota

gerak.

c. Infeksi persisten pada tulang

Komplikasi fraktur terbuka atau reduksi terbuka suatu fraktur

tertutup yang eradikasinya kurang baik, dapat menyebabkan

terjadinya osteomielitis kronik yang resisten terhadap

Page 216: Referat Dr. Suhana

pengobatan. Selain itu osteomielitis kronik lokal sering

menyebabkan delayed union bahkan nonunion dan fraktur tidak

dapat sembuh walaupun infeksi dapat diatasi.

d. Osteoporosis pasca trauma

Atrofi tulang (disuse atrofi, disuse osteoporosisj dapat terjadi bila

penderita gagal mempertahankan tonus otot sewaktu imobilisasi

fraktur anggota gerak bawah, sehingga lebih banyak terjadi

resorpsi daripada deposisi tulang. Disuse osteoporosis yang

ringan sering ditemukan tetapi bila osteoprosis lebih berat dan

persisten, dapat mengganggu fungsi normal anggota gerak. Untuk

mencegah proses ini dapat dilakukan fisioterapi intensif.

e. Atrofi Sudeck

Komplikasi ini biasanya ditemukan akibat kegagalan penderita

untuk mengembalikan fungsi normal tangan atau kaki setelah

penyembuhan trauma. Penderita mengeluh nyeri hebat pada

tangan dan kaki jika digerakkan. Sendi menjadi kaku, jaringan

lunak membengkak dan kulit menjadi lembab, berbintik-bintik,

licin dan mengkilat. Gambaran radiologik menunjukkan adanya

peningkatan derajat disuse osteoporosis.

Nyeri pada atrofi Sudeck pasca trauma merupakan komplikasi

lanjut yang sukar diobati. Latihan yang aktif dan pemanasan lokal

sangat membantu. Kadang-kadang dibutuhkan blok simpatik

untuk mengurangi gejala. Penyembuhan dapat dipastikan

walaupun berjalan lambat dan bahkan dapat berbulan-bulan.

f. Refraktur

Bagian tulang yang mengalami penyembuhan fraktur secara

sempurna dapat sembuh seperti semula. Walaupun demikian

selang waktu antara penyatuan klinis dan konsolidasi yang baik,

fraktur relatif peka untuk mengalami refraktur.

Komplikasi ini jarang ditemukan pada orang dewasa dan kadang-

kadang ditemukan pada anak-anak yang aktivitasnya tidak dapat

dicegah. Tipe refraktur yang lain dapat ditemukan baik pada

anak-anak dan orang dewasa, dimana refraktur tidak mengenai

Page 217: Referat Dr. Suhana

bagian yang mengalami fraktur tetapi mengenai daerah yang

dilewati screw setelah pencabutan yaitu bagian yang lebih lemah

dari tulang normal.

• Metal failure

Batang logam yang digunakan pada fiksasi interna hanya

berfungsi sebagai bidai dalam yang bersifat temporer

untuk mempertahankan fragmen fraktur pada awal

penyembuhan. Bila penyembuhan fraktur berjalan secara

normal, batang logam dapat mengurangi penekanan

sampai fraktur menyatu, kemudian batang logam tidak

menekan lagi. Sebaliknya pada delayed union dan

nonunion ditemukan pergerakan yang persisten, batang

logam tetap menekan fraktur selama beberapa bulan

bahkan beberapa tahun dan mengalami kepatahan

(gambar 14.11).

3. Komplikasi pada otot

• Miositis osifikans pasca trauma

Miositis osifikans kadang-kadang terjadi setelah suatu

fraktur/dislokasi serta trauma otot khususnya pada daerah

siku dan paha pada anak-anak dan orang dewasa.

Ditemukan pembengkakan dan nyeri yang hebat akibat

trauma pada jaringan. Massa ini merupakan suatu

Page 218: Referat Dr. Suhana

hematoma yang bersifat radiolusen tapi pada pemeriksaan

radiologis ditemukan adanya osifikasi yang luas.

Pembentukan tulang baru ini pada bagian yang abnormal

menunjukkan suatu osifikasi heterotropik dan

penyembuhan di antara serat-serat otot yang robek. Nyeri

yang timbul disertai pembatasan gerak pada sendi. Proses

penyembuhan secara keseluruhan diperburuk oleh

banyaknya robekan serabut otot. Hal yang sama dapat

menyebabkan meluasnya lesi pada stadium awal.

Gambaran mikroskopik lesi pada stadium ini menyerupai

osteosarkoma. Pengobatan berupa istirahat lokal dengan

menggunakan bidai pada stadium aktif. Penarikan secara

pasif atau manipulasi pada sendi yang bersangkutan

merupakan kontraindikasi.

• Ruptur tendo lanjut

Tendo pergelangan tangan dan kaki melewati saluran

tulang dan serta pembungkusnya yang halus. Tetapi

setelah penyembuhan fraktur metafisis yang ireguler pada

bagian korteks, pembungkus tendo menjadi kasar.

Akibatnya tendo menjadi rusak dan mengalami gesekan

dan akhirnya terjadi ruptur setelah beberapa bulan.

Keadaan ini sering ditemukan pada tendo ekstensor

polisis longus pada fraktur Colles.

4. Komplikasi saraf

Tardy nerve palsy

Valgus pada siku akibat malunion/nonunion dari suatu fraktur,

menyebabkan nervus ulnaris tertarik dan mengalami gesekan

antara saraf dan bagian distal humerus pada posisi fleksi dan

ekstensi siku. Setelah 10-20 tahun saraf menebal karena adanya

fibrosis intraneural.

Page 219: Referat Dr. Suhana

Pada kelainan ini ditemukan tanda dan gejala lesi pada nervus

ulnaris. Pengobatan yang efektif berupa transposisi nervus ulnaris

ke bagian anterior siku.

Komplikasi pada Organ Lain

1. Batu ginjal

Komplikasi berupa batu ginjal yang mengandung kalsium,

terutama mengenai orang dewasa yang tirah baring selama

beberapa minggu sampai beberapa bulan karena adanya fraktur

multipel. Faktor penyebab lain adalah karena drainase urin yang

kurang baik disertai hiperkalsemia oleh osteoporosis. Pencegahan

dilakukan dengan pemberian cairan yang banyak, sekurang-

kurangnya 4000 cc per hari dan penderita dibalik beberapa kali

dalam sehari.

2. Neurosis akibat kecelakaan

Penderita yang mengalami kecelakaan karena keinginan untuk

memperoleh kompensasi, baik kompensasi industri maupun

kompensasi kecelakaan dapat memberikan gejala-gejala neurosis.

Penderita ini selalu menyatakan diri tidak dapat kembali ke

pekerjaannya semula walaupun ia telah direhabilitasi dengan

baik.

Page 220: Referat Dr. Suhana

PENYEMBUHAN FRAKTUR

Penyembuhan fraktur merupakan suatu proses biologis yang menakjubkan.

Tidak seperti jaringan lainnya, tulang yang mengalami fraktur dapat sembuh tanpa

jaringan parut.Pengertian tentang reaksi tulang yang hidup dan periosteum pada

penyembuhan fraktur merupakan dasar untuk mengobati fragmen fraktur. Proses

penyembuhan pada fraktur mulai terjadi segera setelah tulang mengalami kerusakan

apabila lingkungan untuk penyembuhan memadai sampai terjadi konsolidasi. Faktor

mekanis yang penting seperti imobilisasi fragmen tulang secara fisik sangat penting

dalam penyembuhan, selain faktor biologis yang juga merupakan suatu faktor yang

sangat esensial dalam penyembuhan fraktur. Proses penyembuhan fraktur berbeda pada

tulang kortikal pada tulang panjang serta tulang kanselosa pada metafisis tulang panjang

atau tulang-tulang pendek, sehingga kedua jenis penyembuhan fraktur ini harus

dibedakan.

PENYEMBUHAN FRAKTUR PADA TULANG KORTIKAL

Proses penyembuhan fraktur pada tulang kortikal terdiri atas lima fase, yaitu

(gambar 14.21):

1. Fase hematoma

Apabila terjadi fraktur pada tulang panjang, maka pembuluh darah kecil

yang melewati kanalikuli dalam sistem Haversian mengalami robekan pada

daerah fraktur dan akan membentuk hematoma di antara kedua sisi fraktur.

Hematoma yang besar diliputi oleh periosteum. Periosteum akan terdorong dan

dapat mengalami robekan akibat tekanan hematoma yang terjadi sehingga dapat

terjadi ekstravasasi darah ke dalam jaringan lunak. Osteosit dengan lakunanya

yang terletak beberapa milimeter dari daerah fraktur akan kehilangan darah dan

mati, yang akan menimbulkan suatu daerah cincin avaskuler tulang yang mati

pada sisi-sisi fraktur segera setelah trauma.

2. Fase proliferasi seluler subperiosteal dan endosteal

Page 221: Referat Dr. Suhana

Pada saat ini terjadi reaksi jaringan lunak sekitar fraktur sebagai suatu

reaksi penyembuhan.Penyembuhan fraktur terjadi karena adanya sel-sel

osteogenik yang berproliferasi dari periosteum untuk membentuk kalus eksterna

serta pada daerah endosteum membentuk kalus interna sebagai aktifitas seluler

dalam kanalis medularis.Apabila terjadi robekan yang hebat pada periosteum,

maka penyembuhan sel berasal dari diferensiasi sel-sel mesenkimal yang tidak

berdiferensiasi ke dalam jaringan lunak.Pada tahap awal dari penyembuhan

fraktur ini terjadi pertambahan jumlah dari sel-sel osteogenik yang memberi

pertumbuhan yang cepat pada jaringan osteogenik yang sifatnya lebih cepat dari

tumor ganas.Jaringan seluler tidak terbentuk dari organisasi pembekuan

hematoma suatu daerah fraktur. Setelah beberapa minggu, kalus dari fraktur

akan membentuk suatu massa yang meliputi jaringan osteogenik. Pada

pemeriksaan radiologis kalus belum mengandung tulang sehingga merupakan

suatu daerah radiolusen.

Page 222: Referat Dr. Suhana

3. Fase pembentukan kalus (fase union secara. klinis)

Setelah pembentukan Jaringan seluler yang bertumbuh dari setiap

fragmen sel dasar yang berasal dari osteoblas dan kemudian pada kondroblas

membentuk tulang rawan.Tempat osteoblas diduduki oleh matriks interseluler

kolagen dan perlekatan polisakarida oleh garam-garam kalsium membentuk

suatu tulang yang imatur.Bentuk tulang ini disebut sebagai woven bone.Pada

pemeriksaan radiologis kalus atau woven bone sudah terlihat dan merupakan

indikasi radiologik pertama terjadinya penyembuhan fraktur.

4. Fase konsolidasi (fase union secara radiologik)

Woven bone akan membentuk kalus primer dan secara perlahan-lahan

diubah menjadi tulang yang lebih matang oleh aktivitas osteoblas yang menjadi

struktur lamelar dan kelebihan kalus akan diresorpsi secara bertahap.

5. Fase remodeling

Bilamana union telah lengkap, maka tulang yang baru membentuk

bagian yang menyerupai bulbus yang meliputi tulang tetapi tanpa kanalis

medularis. Pada fase remodeling ini, perlahan-lahan terjadi resorbsi secara

osteoklastik dan tetap terjadi proses osteoblastik pada tulang dan kalus eksterna

secara perlahan-lahan menghilang. Kalus intermediat berubah menjadi tulang

yang kompak dan berisi sistem Haversian dan kalus bagian dalam akan

mengalami peronggaan untuk membentuk ruang sumsum.

Page 223: Referat Dr. Suhana

PENYEMBUHAN FRAKTUR PADA TULANG KANSELOSA

Penyembuhan fraktur pada tulang kanselosa terjadi secara cepat karena beberapa

faktor, yaitu:

1. Vaskularisasi yang cukup

2. Terdapat permukaan yang lebih luas

3. Kontak yang baik memberikan kemudahan vaskularisasi yang cepat

4. Hematoma memegang peranan dalam penyembuhan fraktur

Page 224: Referat Dr. Suhana

Tulang kanselosa yang berlokalisasi pada metafisis tulang panjang, tulang

pendek serta tulang pipih diliputi oleh korteks yang tipis. Penyembuhan fraktur pada

daerah tulang kanselosa melalui proses pembentukan kalus interna dan endosteal. Pada

anak-anak proses penyembuhan pada daerah korteks juga memegang peranan penting.

Proses osteogenik penyembuhan sel dari bagian endosteal yang menutupi trabekula,

berproliferasi untuk membentuk woven bone primer di dalam daerah fraktur yang

disertai hematoma. Pembentukan kalus interna mengisi ruangan pada daerah

fraktur.Penyembuhan fraktur pada tulang kanselosa terjadi pada daerah dimana terjadi

kontak langsung diantara kedua permukaan fraktur yang berarti satu kalus

endosteal.Apabila terjadi kontak dari kedua fraktur maka terjadi union secara

klinis.Selanjutnya woven bone diganti oleh tulang lamelar dan tulang mengalami

konsolidasi.

PENYEMBUHAN FRAKTUR PADA TULANG RAWAN PERSENDIAN

Tulang rawan hialin permukaan sendi sangat terbatas kemampuannya untuk

regenerasi.Pada fraktur intra-artikuler penyembuhan tidak terjadi melalui tulang rawan

hialin, tetapi terbentuk melalui fibrokartilago.

Page 225: Referat Dr. Suhana

WAKTU PENYEMBUHAN FRAKTUR

Waktu penyembuhan fraktur bervariasi secara individual dan berhubungan

dengan beberapa faktor penting pada penderita, antara lain:

1. Umur penderita

2. Lokalisasi dan konfigurasi fraktur

3. Pergeseran awal fraktur

4. Vaskularisasi pada kedua fragmen

5. Reduksi serta imobilisasi

6. Waktu imobilisasi

7 Ruangan diantara kedua fragmen serta interposisi oleh jaringan lunak

8. Adanya infeksi

9. Cairan sinovia

10. Gerakan aktif dan pasif anggota gerak

1. Umur penderita

Waktu penyembuhan tulang pada anak-anak jauh lebih cepat daripada orang

dewasa. Hal ini terutama disebabkan karena aktifitas proses osteogenesis pada

periosteum dan endosteum dan juga berhubungan dengan proses remodeling

tulang yang pada bayi sangat aktif dan makin berkurang apabila umur

bertambah.

2. Lokalisasi dan konfigurasi fraktur

Lokalisasi fraktur memegang peranan penting.Fraktur metafisis

penyembuhannya lebih cepat daripada diafisis.Disamping itu konfigurasi fraktur

seperti fraktur transversal lebih lambat penyembuhannya dibandingkan dengan

fraktur oblik karena kontak yang lebih banyak.

3. Pergeseran awal fraktur

Pada fraktur yang tidak bergeser dimana periosteum intak, maka

penyembuhannya dua kali lebih cepat dibandingkan pada fraktur yang bergeser.

Terjadinya pergeseran fraktur yang lebih besar juga akan menyebabkan

kerusakan periost yang lebih hebat.

4. Vaskularisasi pada kedua fragmen

Page 226: Referat Dr. Suhana

Apabila kedua fragmen mempunyai Vaskularisasi yang baik, maka

penyembuhan biasanya tanpa komplikasi. Bila salah satu sisi fraktur

vaskularisasinya jelek sehingga mengalami kematian, maka akan menghambat

terjadinya union atau bahkan mungkin terjadi nonunion.

5. Reduksi serta imobilisasi

Reposisi fraktur akan memberikan kemungkinan untuk Vaskularisasi yang lebih

baiKdalam bentuk asalnya. Imobilisasi yang sempurna akan mencegah

pergerakan dan kerusakan pembuluh darah yang akan mengganggu dalam

penyembuhan fraktur.

Page 227: Referat Dr. Suhana

6. Waktu imobilisasi

Bila imobilisasi tidak dilakukan sesuai waktu penyembuhan sebelum terjadi

union, makakemungkinan untuk terjadinya nonunion sangat besar. 7 Ruangan

di antara kedua fragmen serta interposisi oleh jaringan lunak

Bila ditemukan interposisi jaringan baik berupa periost, maupun otot atau

jaringan fibrosalainnya, maka akan menghambat vaskularisasi kedua ujung

fraktur.

8. Faktor adanya infeksi

Bila terjadi infeksi pada daerah fraktur, misalnya pada operasi terbuka fraktur

tertutup atau fraktur terbuka, maka akan mengganggu terjadinya proses

penyembuhan.

9. Cairan sinovia

Pada persendian dimana terdapat cairan sinovia merupakan hambatan dalam

penyembuhan fraktur

10. Gerakan aktif dan pasif pada anggota gerak

Gerakan aktif dan pasif pada anggota gerak akan meningkatkan vaskularisasi

daerah fraktur tapi gerakan yang dilakukan pada daerah fraktur tanpa imobilisasi

yang baik juga akan mengganggu vaskularisasi.

Penyembuhan fraktur berkisar antara tiga minggu sampai empat bulan.Waktu

penyembuhan pada anak secara kasar l/2 waktu penyembuhan daripada orang

dewasa.

Tabel 14.3. Perkiraan penyembuhan fraktur pada orang dewasa

Page 228: Referat Dr. Suhana

Lokalisasi

Falang/metakarpal/metatarsal/kosta

Distal radius

Diafisis ulna dan radius

Humerus

Klavikula

Panggul

Femur

Kondilus femur/tibia

Tibia /fibula

Vertebra

Waktu penyembuhan

3-6 minggu

6 minggu

12 minggu

10-12 minggu

6 minggu

10-12 minggu

12-16 minggu

8-10 minggu

12-16 minggu

12 minggu

PENILAIAN PENYEMBUHAN FRAKTUR

Penilaian penyembuhan fraktur (union) didasarkan atas union secara klinis dan

union secara radiologik.Penilaian secara klinis dilakukan dengan pemeriksaan pada

daerah fraktur dengan melakukan pembengkokan pada daerah fraktur, pemutaran dan

kompresi untuk mengetahui adanya gerakan atau perasaan nyeri pada

penderita.Keadaan ini dapat dirasakan oleh pemeriksa atau oleh penderita

sendiri.Apabila tidak ditemukan adanya gerakan, maka secara klinis telah terjadi union

dari fraktur.

Union secara radiologik dinilai dengan pemeriksaan rontgen pada daerah fraktur

dan dilihat adanya garis fraktur atau kalus dan mungkin dapat ditemukan adanya

trabekulasi yang sudah menyambung pada kedua fragmen.Pada tingkat lanjut dapat

dilihat adanya medula atau ruangan dalam daerah fraktur.

PENYEMBUHAN ABNORMAL PADA FRAKTUR

1. Malunion

2. Delayed union

3. Nonunion

Page 229: Referat Dr. Suhana

1. Malunion

Malunion adalah keadaan dimana fraktur menyembuh pada saatnya, tetapi

terdapat deformitas yang berbentuk angulasi, varus/valgus, rotasi, kependekan

(gambar 14.22) atau union secara menyilang misalnya pada fraktur radius dan

ulna.

Etiologi

• Fraktur tanpa pengobatan

• Pengobatan yang tidak adekuat

• Reduksi dan imobilisasi yang tidak baik

• Pengambilan keputusan serta teknik yang salah pada awal pengobatan

• Osifikasi prematur pada lempeng epifisis karena adanya trauma

Gambaranklinis

• Deformitas dengan bentuk yang bervariasi

• Gangguan fungsi anggota gerak

• Nyeri dan keterbatasan pergerakan sendi

• Ditemukan komplikasi seperti paralisis tardi nervus ulnaris

• Osteoartritis apabila terjadi pada daerah sendi

• Bursitis atau nekrosis kulit pada tulang yang mengalami deformitas

Pemeriksaan radiologis

Pada foto rontgen terdapat penyambungan fraktur tetapi dalam posisi

yang tidak sesuai dengan keadaan yang normal.

Page 230: Referat Dr. Suhana

Pengobatan

Konservatif

Dilakukan refrakturasi dengan pembiusan umum dan diimobilisasi sesuai

dengan fraktur yangbaru. Apabila ada kependekan anggota gerak dapat

dipergunakan sepatu ortopedi.

Operatif

• Osteotomi koreksi (osteotomi Z) dan bone graft disertai dengan fiksasi

interna

• Osteotomi dengan pemanjangan bertahap, misalnya pada anak-anak

• Osteotomi yang bersifat baji

2. Delayed union

Delayed union adalah fraktur yang tidak sembuh setelah selang waktu 35

bulan (tiga bulan untuk anggota gerak atas dan lima bulan untuk anggota gerak

bawah).

Etiologi

Etiologi delayed union sama dengan etiologi pada nonunion

Page 231: Referat Dr. Suhana

Gambaran klinis

• Nyeri anggota gerak pada pergerakan dan waktu berjalan

• Terdapat pembengkakan

• Nyeri tekan

• Terdapat gerakan yang abnormal pada daerah fraktur

• Pertambahan deformitas

Pemeriksaan radiologis

• Tidak ada gambaran tulang baru pada ujung daerah fraktur

• Gambaran kista pada ujung-ujung tulang karena adanya dekalsifikasi

tulang

• Gambaran kalus yang kurang di sekitar fraktur

Page 232: Referat Dr. Suhana

Pengobatan

Konservatif

Pemasangan plaster untuk imobilisasi tambahan selama 23 bulan. Operatif

Bila union diperkirakan tidak akan terjadi, maka segera dilakukan fiksasi interna

dan pemberian bone graft.

3. Nonunion

Disebut nonunion apabila fraktur tidak menyembuh antara 6-8 bulan dan

tidak didapatkan konsolidasi sehingga terdapat pseudoartrosis (sendi palsu).

Pseudoartrosis dapat terjadi tanpa infeksi te'tapi dapat juga terjadi bersama-sama

infeksi disebut infected pseudoarthrosis. Beberapa jenis nonunion terjadi

menurut keadaan ujung-ujung fragmen tulang.

Hipertrofik

Ujung-ujung tulang bersifat sklerotik dan lebih besar dari normal yang disebut

gambaran elephant's foot.Garis fraktur tampak dengan jelas.Ruangan antar

tulang diisi dengan tulang rawan dan jaringan ikat fibrosa.Pada jenis ini

vaskularisasi baik sehingga biasanya hanya diperlukan fiksasi yang rigid tanpa

pemasangan bone graft (gambar 14.23).

Atrofik (Oligotrofik)

Tidak ada tanda-tanda aktifitas seluler pada ujung fraktur.Ujung tulang

lebih kecil dan bulat serta osteoporotik dan avaskuler.Pada jenis ini di samping

dilakukan fiksasi rigid juga diperlukan pemasangan bone graft (gambar 14.23).

PENYEBAB NONUNION DAN DELAYED UNION

1. Vaskularisasi yang kurang pada ujung-ujung fragmen

2. Reduksi yang tidak adekuat

3. Imobilisasi yang tidak adekuat sehingga terjadi gerakan pada kedua fragmen

4. Waktu imobilisasi yang tidak cukup

5. Infeksi

Page 233: Referat Dr. Suhana

6. Distraksi pada kedua ujung karena adanya traksi yang berlebihan 7 Interposisi

jaringan lunak di antara kedua fragmen

8. Terdapat jarak yang cukup besar antara kedua fragmen

9. Destruksi tulang misalnya oleh karena tumor atau osteomielitis (fraktur

patologis)

10. Disolusi hematoma fraktur oleh jaringan sinovia (fraktur intrakapsuler)

11. Kerusakan periosteum yang hebat sewaktu terjadi fraktur atau operasi

12. Fiksasi interna yang tidak sempurna

13. Delayed union yang tidak diobati

14. Pengobatan yang salah atau sama sekali tidak dilakukan pengobatan

15. Terdapat benda asing diantara kedua fraktur, misalnya pemasangan screw di

antara kedua fragmen

Page 234: Referat Dr. Suhana

Gambaran klinis

1. Nyeri ringan atau sama sekali tidak ada

2. Gerakan abnormal pada daerah fraktur yang membentuk sendi palsu yang

disebut pseudoartrosis

3. Nyeri tekan sedikit atau sama sekali tidak ada

4. Pembengkakan bisa ditemukan dan bisa juga tidak terdapat pembengkakan sama

sekali

5. Pada perabaan ditemukan rongga diantara kedua fragmen

Pemeriksaan radiologis

1. Terdapat gambaran sklerotik pada ujung-ujung tulang

2. Ujung-ujung tulang berbentuk bulat dan halus

3. Hilangnya ruangan meduler pada ujung-ujung tulang

4. Salah satu ujung tulang dapat berbentuk cembung dan sisi lainnya cekung

(pseudoartrosis)

Pengobatan

1. Fiksasi interna rigid dengan atau tanpa bone graft

2. Eksisi fragmen kecil dekat sendi, misalnya kepala radius, prosesus stiloid ulna

3. Pemasangan protesis, misalnya pada fraktur leher femur

4. Stimulasi elektrik untuk mempercepat osteogenesis

Page 235: Referat Dr. Suhana

DAFTAR PUSTAKA

Apley, A. G., (2005) Buku Ajar Ortopedi dan Fraktur Sistem Apley. Hal. 286 – 425.

Alio, A.J., Letho, M.U.K. and Kujala, U.M. (1986) Repair of the anterior cruciate ligament: augmentation versus convention suture of fresh rupture. Acta orthopaedica Scandinavica. Hal. 57, 354 – 357.

Barton, N. (1977) Fracture of the phalanges of the hand. Hal. 9, 1-10.

Rorabeck, C.H., Rock. M.G., Hawkins, R.J. and Bourne, R.B. (1987) Unilateral facet dof the cervical spine an analysis of the results of treatment in 26 patients. Spine. Hal. 12, 23 – 27.

Rasjad, C., (2009) Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi” . Hal. 355 – 475

Salter RB (1970) The General Principles and Specific Methods of Treatment. Textbook of Disorders and Injuries of the Musculoskeletal system, Asian ed, Igaku Shoin Ltd., Tokyo, pp. Hal. 55.71.

`

Page 236: Referat Dr. Suhana

REFERAT SKELETAL INJURY

DISUSUN OLEH :

MAYA DWI UTAMI (030.06.159)

OCKY MELATI INDAH SARI (030.06.188)

PEMBIMBING

Dr. R. Suhana, Sp. OT (K) Spine.

KEPANITERAAN KLINIK BEDAH

UNIVERSITAS TRISAKTI

RSPAU dr. ESNAWAN ANTARIKSA

PERIODE 27 JUNI 2011- 10 SEPTEMBER 2011

Page 237: Referat Dr. Suhana

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Allah SWT penulis panjatkan karena dengan rahmat-Nya

penulis dapat menyelesaikan yang berjudul “SKELETAL INJURY”.

Penulis mengucapakan terima kasih yang sebesar-besarnya, kepada dr.R. Suhana

Sp. OT (K) Spine selaku pembimbing dalam menyusun referat ini. Penulis berharap

semoga referat ini dapat dipergunakan untuk menambah wawasan kita dalam dunia

penyakit bedah, khususnya pada topik fraktur dislokasi.

Penulis menyadari bahwa referat ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu,

penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak yang

membaca referat ini.

Jakarta, Agustus 2011

Penulis