34
UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA FAKULTAS KEDOKTERAN Referat Audiologi Dasar Pembimbing : Dr. Yuswandi Affandi Sp THT Dr. Tantri Kurniawati Sp THT-KL Disusun Oleh : Nurfarah Nadiah binti Tajudin 112012227 Nurul Faizatul Amira binti Ab Mutalib 112012228 Siti Nurjawahir binti Rosli 112012249 Izza binti Zainal Abidin 112012250 Junisarah binti Ab Hamid 112013174 KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT TELINGA HIDUNG TENGGOROKAN KEPALA DAN LEHER

Referat Audiologi Dasar

Embed Size (px)

Citation preview

UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANAFAKULTAS KEDOKTERAN

ReferatAudiologi Dasar

Pembimbing :Dr. Yuswandi Affandi Sp THTDr. Tantri Kurniawati Sp THT-KLDisusun Oleh :Nurfarah Nadiah binti Tajudin 112012227Nurul Faizatul Amira binti Ab Mutalib 112012228Siti Nurjawahir binti Rosli 112012249Izza binti Zainal Abidin 112012250Junisarah binti Ab Hamid 112013174KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT TELINGA HIDUNG TENGGOROKANKEPALA DAN LEHERRUMAH SAKIT BAYUKARTA KARAWANGPeriode 31 Maret 2014 s/d 03 Mei 2014Daftar Isi

Kata pengantar2Bab 1Pendahuluan 3Bab 2Pembahasan 2.1Anatomi telinga42.2Anatomi tuba7 2.3Fungsi tuba 8 2.4Gangguan fungsi tuba 9 2.5 Tuba terbuka abnormal10 2.6Myoklonus palatal132.7Palatoskizis132.8Obstruksi tuba142.9Barotrauma192.10Otitis media akut232. 11Otitis media supuratif kronis302.12Otitis media serosa40Bab 3Penutup 3.1Kesimpulan453.2Daftar pustaka46

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi ALLAH swt yang telah memberikan nikmat serta hidayah-Nya terutama nikmat kesempatan dan kesehatan kepada penulis sehingga dapat menyusun referat ini dengan baik dan benar serta tepat waktunya. Didalam referat ini, penulis akan membahaskan mengenai Audiologi Dasar.Referat ini telah dibuat dengan pencarian melalui buku-buku rujukan dan juga penulusuran situs medikal serta telah mendapatkan beberapa bantuan dari pelbagai pihak untuk membantu dalam menyelesaikan tantangan dan hambatan selama proses mengerjakan referat ini. Oleh kerana itu, penulis ingni mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan referat ini.Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan yang mendasar pada referat ini. Oleh karena itu penulis mengundang pembaca untuk memberikan saran dan kritik yang dapat membangun nilai kerja penulis ini. Kritikan yang berunsur konstruktif dari pembaca sangat penulis harapkan untuk penyempurnaan referat ini selanjutnya. Semoga referat ini dapat bermanfaat bagi para pembaca dan apabila ada kata-kata yang kurang berkenan penulis memohon maaf sebesar-besarnya. Akhir kata semoga referat ini dapat memberikan manfaat kepada kita semua.

Karawang, April 2014

Penulis

BAB IPENDAHULUAN

Audiologi adalah ilmu pendengaran yang meliputi pula evaluasi pendengaran dan rehabilitasi individu dengan masalah komunikasi sehubungan dengan gangguan pendengaran. Ada dua alasan untuk melakukan evaluasi : (1) untuk diagnosis lokasi dan jenis penyakit dan (2) untuk menilai dampak gangguan pendengaran terhadap proses belajar, interaksi social dan pekerjaan. Pemeriksaan pendengaran dapat meningkatkan presisi dalam mendiagnosis lokus patologis dan penyakit-penyakit spesifik. Pasien-psien dengan penyakit berbeda pada daerah yang sama (misalnya ketulian dan sindrom Meniere keduanya melibatkan koklearis) melaporkan pengalaman pendengaran yang berbeda dan akan memberikan temuan audiometri yang berbeda pula. Demikian juga dengan kualitas gangguan pendengaran akan mengakibatkan keterbatasan dalam keahlian yang memerlukan perhatian, perkembangan berbahasa, presisi bicara dan efektivitas komunikasi umum sesuai dengan derajat dan jenis gangguan. Rencana-rencana untuk mengadakan pendidikan khusus dan rehabilitasi harus dipengaruhi dan dituntun oleh hasil pemeriksaan pendengaran dibarengi dengan variabel penting lainnya seperti intelegensi, motivasi dan dukungan keluarga. Dokter terpaksa harus memeriksa keutuhan telinga tengah secara tidak langsung dan sama sekali tidak dapat memeriksa koklearis dan sistem saraf akustikus kecuali dengan mempelajari cara-cara keduanya berfungsi sebagai jawaban terhadap bunyi.Kemampuan pasien untuk mendengar dapat ditentukan dengan berbagai cara mulai dari prosedur informal hingga pengukuran tepat berstandar tinggi yang memerlukan peralatan khusus. Dengan semakin sering atau menjadi rutinnya pemeriksaan pendengaran dilakukan di ruang praktek, maka semakin besar keahlian yang dapat dikembangkan pemeriksa dalam aplikasi praktis dan penggunaannya. Audiologi dasar ialah pengetahuan mengenai nada murni, bising, gangguan pendengaran serta cara pemeriksaannya. Pemeriksaan pendengaran dilakukan dengan tes penala, tes berbisik dan audiometri nada murni.

BAB IIPEMBAHASANUntuk memeriksa pendengaran diperlukan pemeriksaan hantaran melalui udara dan melalui tulang dengan memakai garpu tala atau audiometer nada murni. Kelainan hantaran melalui udara menyebabkan tuli konduktif, berarti ada kelainan di telinga luar atau telinga tengah, seperti atresia liang telinga, eksostosis liang telinga, serumen, sumbatan tuba Eustachius serta radang telinga tengah.Kelainan di telinga dalam menyebabkan tuli sensorineural. Secara fisiologik telinga dapat mendengar nada antara 20 sampai 18.000 Hz. Untuk pendengaran sehari-hari yang paling efektif antara 500-2000 Hz. Oleh karena itu untuk memeriksa pendengaran dipakai garputala 512, 1024 dan 2048 Hz. Penggunaan ke tiga garpu tala ini penting untuk pemeriksaan secara kualitatif. Bila salah satu frekuensi ini terganggu penderita akan sadar adanya gangguan pendengaran. Bila tidak mungkin menggunakan ketiga garpu tala itu, make diambil 512 Hz karena penggunaan garpu tala ini tidak terlalu dipengaruhi suara bising di sekitarnya. Pemeriksaan pendengaran dilakukan secara kualitatif dengan mempergunakan garpu tala clan kuantitatif dengan mempergunakan audiometer.

TES PENALATes garpu tala adalah suatu tes untuk mengevaluasi fungsi pendengaran individu secara kualitatif dengan menggunakan alat berupa seperangkat garpu tala frekuensi rendah sampai tinggi 128 HZ-2048Hz.Satu perangkat garpu tala memberikan skala pendengaran dari frekuensi rendah hingga tinggi akan memudahkan survei kepekaan pendengaran. Cara menggunakan garpu tala yaitu garpu tala di pegang pada tangkainya, dan salah satu tangan garpu tala dipukul pada permukaan yang berpegas seperti punggung tangan atau siku. Perhatikan jangan memukulkan garpu tala pada ujung meja atau benda keras lainnya karena akan menghasilkan nada berlebihan, yang adakalanya kedengaran dari jarak yang cukup jauh dari garpu tala dan bahkan dapat menyebabkan perubahan menetap pada pola getar garpu tala. 1. Ada 6 jenis tes garpu tala , yaitu:1. Tes batas atas dan batas bawah2. Tes Rinne3. Tes Weber4. Tes Schwabach5. Tes Bing6. Tes StengerTes-tes ini memiliki tujuan khusus yang berbeda dan saling melengkapi. 1. TES BATAS ATAS BATAS BAWAH Tujuan : menentukan frekuensi garpu tala yang dapat didengar penderita melewati hantaran udara bila dibunyikan pada intensitas ambang normal.Cara Pemeriksaan : Semua garpu tala (dapat dimulai dari frekuensi terendah berurutan sampai frekuensi tertinggi atau sebaliknya) dibunyikan satu persatu, dengan cara dipegang tangkainya kemudian kedua ujung kakinya dibunyikan dengan lunak (dipetik dengan ujung jari kuku, didengarkan terlebih dahulu oleh pemeriksa sampai bunyi hampir hilang untuk mencapai intensitas bunyi yang terendah bagi orang normal/nilai ambang normal), kemudian diperdengarkan pada penderita dengan meletakkan garpu tala di dekat MAE pada jarak 1-2 cm dalam posisi tegak dan 2 kaki pada garis yang menghubungkan MAE kanan dan kiri. Interpretasi :-Normal : mendengar garpu tala pada semua frekuensi- Tuli Konduksi : batas bawah naik (frekunsi rendah tak terdengar)- Tuli sensori neural : batas atas turun (frekuensi tinggi tak terdengar)Kesalahan terjadi bila garpu tala dibunyikan terlalu keras sehingga tidak dapat mendeteksi pada frekuensi mana penderita tak mendengar. 2. TES RINNE 2Tujuan : membandingkan hantaran udara dan hantaran tulang pada satu telinga penderita.Cara Pemeriksaan :- Bunyikan garpu tala frekuensi 512 Hz, letakkan tangkainya tegak lurus pada planum mastoid penderita (posterior dari MAE) sampai penderita tak mendengar, kemudian cepat pindahkan ke depan MAE penderita. Apabila penderita masih mendengar garpu tala di depan MAE disebut Rinne positif. Bila tidak mendengar disebut Rinne negatif.- Bunyikan garpu tala frekuensi 512 Hz, kemudian dipancangkan pada planum mastoid, kemudian segera dipindahkan di dpan MAE, kemudian penderita ditanya mana yang terdengar lebih keras. Bila lebih keras di depan disebut rinne positif, bila lebih keras di belakang disebut rinne negatif. Interpretasi :- Normal : Rinne positif- Tuli konduksi : Rinne negatif- Tuli sensori neural : Rinne positifKadang-kadang terjadi false Rinne (pseudo positif atau pseudo negatif) terjadi bila stimulus bunyi di tangkap oleh telinga yang tidak di tes, hal ini dapat terjadi bila telinga yang tidak tes pendengarannya jauh lebih baik daripada yang di tes.Kesalahan pada pemeriksaan ini dapat terjadi bila :- garpu tala diletakkan dengan baik pada mastoid atau miring, terkena rambut, jaringan lemak tebal sehingga penderita tidak mendengar atau getaran terhenti karena kaki garpu tala tersentuh aurikulum.- Penderita terlambat memberi isyarat waktu garpu tala sudah tak terdengar lagi, sehingga waktu di pindahkan di depan MAE getaran garpu tala sudah berhenti.

Gambar 1 : Cara pemeriksaan tes Rinne dan tes Weber3. TES WEBER 2Tujuan : membandingkan hantaran tulang antara kedua telinga penderitaCara Pemeriksaan :- Garpu tala frekuensi 512 Hz dibunyikan, kemudian tangkainya diletakkan tegak lurus di garis median, biasanya di dahi (dapat pula pada vertex, dagu atau pada gigi insisivus) dengan kedua kaki pada garis horisontal. Penderita diminta untuk menunjukkan telinga mana yang tidak mendengar atau mendengar lebih keras . Bila mendengar pada satu telinga disebut laterisasi ke sisi telinga tersebut. Bila kedua telinga tak mendengar atau sama-sama mendengar berarti tak ada laterisasi. Interpretasi :- Normal : Tidak ada lateralisasi- Tuli konduksi : Mendengar lebih keras di telinga yang sakit- Tuli sensorineural : Mendengar lebih keras pada telinga yang sehatKarena menilai kedua telinga sekaligus maka kemungkinannya dapat lebih dari satu.Contoh : lateralisasi ke kanan, telinga kiri normal, dapat diinterpretasikan :- Tuli konduksi kanan, telinga kiri normal- Tuli konduksi kanan dan kiri, tgetapi kanan lebih berat- Tuli sensorineural kiri, telinga kanan normal- Tuli sensorineural kanan dcan kiri, tetapi kiri lebih berat- Tuli konduksi kanan dan sensori neural kiri. 4. TES SCHWABACH 2Tujuan : membandingkan hantaran lewat tulang antara penderita dengan pemeriksaCara pemeriksaan :- garpu tala frekuensi 512 Hz dibunyikan kemudian tangkainya diletakkan tegak lurus pada planum mastoid pemeriksa, bila pemeriksa sudah tidak mendengar, secepatnya garpu tala dipindahkan ke mastoid penderita. Bila penderita masih mendengar maka schwabach memanjang, tetapi bila penderita tidak mendengar, terdapat 2 kemungkinan yaitu Schwabah memendek atau normal.Untuk membedakan kedua kemungkinan ini maka tes dibalik, yaitu tes pada penderita dulu baru ke pemeriksa.Garpu tala 512Hz dibunyikan kemudian diletakkan tegak lurus pada mastoid penderita, bila penderita sudah tidak mendengar maka secepatnya garpu tala dipindahkan pada mastoid pemeriksa, bila pemeriksa tidak mendengar berarti sam-sama normal, bila pemeriksa masih masih mendengar berarti schwabach penderita memendek. Interpretasi :- Normal : Schwabach normal- Tuli konduksi : Schwabach memanjang- Tuli sensorineural : Schwabach memendekKesalahan terjadi bila :- Garpu tala tidak di letakkan dengan benar, kakinya tersentuh sehingga bunyi menghilang- Isyarat hilangnya bunyi tidak segera diberikan oleh penderita. 5. TES BING (Tes Oklusi) 2Tes Bing adalah aplikasi dari apa yang disebut sebagai efek oklusi, dimana garpu tala terdengar lebih keras bila telinga normal ditutup.Cara pemeriksaan :- Tragus telinga yang diperiksa ditekan sampai menutup liang telinga, sehingga terdapat tuli konduktif kira-kira 30 dB. Garpu tala digetarkan dan diletakkan pada pertengahan kepala (seperti pada tes Weber).Interpretasi :- Bila terdapat lateralisasi ke telinga yang ditutup, berarti telinga tersebut normal.- Bila bunyi pada telinga yang ditutup tidak bertambah keras, berarti telinga tersebut menderita tuli konduktif. 6. TES STENGER 2Tes ini digunakan pada pemeriksaan tuli anorganik (simulasi atau pura-pura tuli).Cara pemeriksaan : menggunakan prinsip masking.Misalnya pada seseorang yang berpura-pura tuli pada telinga kiri. Dua buah garpu tala yang identik digetarkan dan masing-masing diletakkan di depan telinga kiri dan kanan, dengan cara tidak kelihatan oleh yang diperiksa. Garpu tala pertama digetarkan dan diletakkan di depan telinga kanan (yang normal) sehingga jelas terdengar. Kemudian garpu tala yang kedua digetarkan lebih keras dan diletakkan di depan telinga kiri (yang pura-pura tuli).Interpretasi :Apabila kedua telinga normal karena efek masking, hanya telinga kiri yang mendengar bunyi; jadi telinga kanan tidak akan mendengar bunyi. Tetapi bila telinga kiri tuli, telinga kanan tetap mendengar bunyi. Tes garpu tala adalah suatu tes untuk mengevaluasi fungsi pendengaran individu secara kualitatif. Frekuensi yang dipakai untuk tes garis pendengaran digunakan garpu tala dengan frekuensi 128 Hz, 256 Hz, 152 Hz, 1024 Hz, dan 2048 Hz. Frekuensi yang sering digunakan untuk tes garpu tala terutama pada tes Rinne, tes Weber, tes Schwabach adalah 512 Hz, karena mewakili frekuensi percakapan normal. Tes Weber dan tes Rinne adalah tes garpu tala yang penting untuk mendiagnosis atau mengkonfirmasi ketulian, tapi hanya tes Rinne yang dapat mendiagnosis jenis ketuliannya, sedangkan tes weber hanya mendeteksi perbedaan antara kedua telinga. Namun bila jenis ketuliannya sudah ditegakkan misalnya tuli konduktif, tes Weber lah yang lebih sensitif untuk mendeteksi tingkat keparahannya dibandingkan tes rinne. Berdasarkan tes-tes garpu tala yang dapat dilakukan, disimpulkan seperti pada tabel berikut:Tabel : Interpretasi hasil tes garpu talaTes Rinne Tes Weber Tes Schwabach Interpretasi

Positif Lateralisasi tidak ada Sama dengan pemeriksa Normal

Negatif Lateralisasi ke telinga yang sakit Memanjang Tuli Konduktif

Positif Lateralisasi ke telinga yang sehat Memendek Tuli sensorineural

TES BERBISIK Pemeriksaan ini bersifat semi kuantitatif , menentukan derajat ketulian secara kasar. Hal ini dilakukan pada ruangan yang tenang dengan panjang minimal 6 meter, pada nilai normal tes berbisik 5/6 6/6 . Pada pemeriksaan: Dilakukan dari samping Telinga yang belum diperiksa ditutup terlebih dahulu dengan jari dan pastikan pasien tidak membaca gerakan bibir pemeriksa Angka atau kata yang digunakan terdiri dari 2 suku kata yang beraksen sama: tiga lima; bola-bata,dst Dimulai dari jarak 6 meter dan makin lama makin mendekat, maju tiap satu meter sampai dapat mengulangi tiap kata dengan benar Pasien diminta untuk mengulangi kata atau angka yang telah disebutkan Penilaian (menurut Feldmann) : Normal : 5/6 sampai 6/6 Tuli ringan bila suara bisik 4 meter Tuli sedang bila suara bisik antara 2 - 3 meter Tuli berat bila suara bisik antara 0 - 1 meterAudiometri Nada MurniPemeriksaan audiometri digunakan untuk mengevaluasi fungsi pendengaran. Pemeriksaan audiometri nada murni tergolong dalam pemeriksaan audiologi dasar. Prosedur pemeriksaan ini tidak terlalu rumit dan boleh dilakukan oleh tenaga kesehatan yang terlatih. Pemeriksaan ini dilakukan menggunakan alat audiometer yang menghasilkan nada murni yaitu bunyi yang hanya terdiri dari satu frekuensi. Hasil pemeriksaan audiometri dikenal sebagai audiogram.2Tujuan Pemeriksaan AudiometriPemeriksaan audiometri umumnya boleh dilakukan pada pasien yang mengeluh adanya gangguan pendengaran, ataupun bila keluarga mengeluh adanya gangguan pada berbicara pada pasien. Pemeriksaan ini juga boleh dilakukan pada orang yang tereksposur pada lingkungan kerja yang bising atau pada orang yang mempunyai kebiasaan mendengar musik dengan suara yang keras.Audiometri nada murni boleh digunakan untuk tujuan screening dan untuk menentukan ambang dengar. Untuk tujuan screening, dilakukan pemeriksaan menggunakan frekuensi spectrum bicara normal, yaitu 500 Hz hingga 4000 Hz, dan intensitas tertinggi pada pendengaran normal, yaitu 25 dB hingga 30 dB pada dewasa dan 15 dB hingga 20 dB pada anak-anak. Hasil audiometri bersifat obyektif; pass/lulus berarti pendengaran pasien dalam batas normal, manakala refer/tidak lulus menandakan adanya kemungkinan gangguan pendengaran. Seandainya hasil pemeriksaan pasien adalah refer/tidak lulus, pasien disarankan untuk mengulang ujian screening atau melakukan pemeriksaan audiometri bagi menentukan ambang dengar.Ambang dengar adalah bunyi nada murni terlemah pada frekuensi tertentu yang masih dapat didengar oleh telinga sesorang. Pemeriksaan audiometri untuk menentukan ambang dengar biasanya dimulai pada frekuensi yang paling mudah didengar oleh mayoritas pasien yaitu 1000 Hz. Pemeriksaan kemudiannya dilanjutkan dengan frekuensi 2000 Hz, 3000 Hz, 4000 Hz, 8000 Hz, 1000Hz (ulangan), 500 Hz dan 250 Hz.Alat PemeriksaanPemeriksaan ini dilakukan menggunakan audiometer. Alat ini menghasilkan nada murni yaitu bunyi yang hanya terdiri dari satu frekuensi.2Terdapat berbagai jenis audiometer di pasaran, namun audiometer yang digunakan dalam pemeriksaan audiometri nada murni haruslah mempunyai fungsi yang membolehkan pemeriksa mengatur frekuensi dan intensitas yang sesuai untuk pemeriksaan, air conduction receiver, dan bone conduction receiver.

Gambar 2: AudiometerKomponen air conduction receiver dan bone conduction receiver diperlukan bagi membedakan antara gangguan pendengaran sensorineural dan gangguan pendengaran konduktif. Air conduction receiver akan mentransmisikan bunyi melalui headphone ataupun earphone, dan membolehkan hantaran udara dinilai. Air conduction receiver akan mentransmisikan suara melalui getaran tulang mastoid atau dahi, dan membolehkan hantaran tulang dinilai.Syarat-syarat Pemeriksaan Audiometri Nada MurniPemeriksa haruslah mendapat latihan dan mahir dalam melaksanakan pemeriksaan audiometri, mulai dari cara mengoperasikan audiometer sampailah cara menginterpretasi hasil dari audiogram.Pemeriksaan audiometri nada murni harus dilakukan dalam ruangan kedap suara. Seandainya tidak ada ruangan kedap suara, pemeriksaan haruslah dilakukan di tempat yang sunyi dengan kadar kebisingan latar belakang yang rendah. Kebisingan latar belakang boleh menyebabkan elevasi ambang bunyi, terutamanya pada frekuensi rendah. Ruangan yang mempunyai perlengkapan yang boleh menyerap bunyi seperti karpet, ubin atau busa akustik adalah ruangan standard untuk pemeriksaan audiometri nada murni.

Gambar 3: Pemeriksaan audiometri nada murni dalam ruangan dengan kebisingan latar belakang pada kadar yang tinggi menghasilkan audiogram dengan gangguan pendengaran palsu.

Gambar 4: Hasil pemeriksaan ulangan yang dilakukan pada ruangan yang sunyi menunjukkan fungsi pendengaran dalam batas normal.Pemeriksaan audiometri nada murni memerlukan pasien bersikap koperatif. Pemeriksaan ini biasanya dilakukan pada dewasa dan anak-anak berusia diatas empat tahun yang koperatif.2Eksposur pada bunyi bising sebelum mengikuti tes audiometri juga boleh menurunkan efektivitas pemeriksaan audiometri. Aktivitas seperti mengendarai motor dengan bunyi injin yang kuat atau mendengar music menggunakan headphone boleh menyebabkan peningkatan sementara pada ambang dengar. Pasien dinasihatkan untuk meminimalisir atau mengelakkan dari eksposur terhadap bunyi bising minimal 14 jam sebelum melakukan tes audiometri.2Saranan Tindakan Sebelum Dilaksanakan Pemeriksaan Audiometri Nada MurniSebelum dilakukan pemeriksaan audiometri, penting untuk dilakukan anamnesis bagi mencari tahu apakah apa hal-hal yang boleh menurunkan efektivitas pemeriksaan audiometri. Pasien dengan tinnitus sering kali mengalami kesulitan mencamkan nada murni. Pasien yang mempunyai riwayat eksposur terhadap letupan, concussion, atau posttraumatic stress disorder (PTSD) mungkin mengalami kesulitan untuk menyelesaikan pemeriksaan audiometri atas beberapa sebab tertentu seperti sakit kepala, ganggan memori, iritabel atau kelelahan.Pemeriksaan fisik telinga juga perlu dilakukan bagi mencari apakah ada kelainan yang boleh menurunkan efektivitas pemeriksaan audiometri. Antara kelainan yang boleh menurunkan efektivitas audiometri adalah kelainan anatomi (stenosis atau atresia liang telinga), tumpukan serumen, dan liang telinga yang kolaps pada pasien lansia. Pemeriksaan otoskopi dilakukan bagi menilai kondisi membran timpani.Audiometri nada murni Pemeriksaan audiometri nada murni perlu dipahami hal-hal seperti ini : nada murni, bising NB (narrow Band) dan WN (white noise), frekuensi, intensitas bunyi, ambang dengar, nilai nol audiometrik, standar ISO dan ASA, notasi pada audiogram, jenis dan derajat ketulian serta gap dan masking Untuk membuat audiogram diperlukan alat audiometer

Bagian dari audiometer : Tombol pengatur intensitas bunyi, tombol pengatur frekuensi, headphone untuk memeriksa AC ( hantaran udara), bone conductor untuk memeriksa BC (hantaran tulang) Nada murni (pure tone) merupakan bunyi yang hanya mempunyai satu fekuensi, dinyatakan dalam jumlah getaran per detik. Bising merupakan bunyi yang mempunyai banyak frekuensi, terdiri dari narrow band : spektrum terbatas dan white noise : spektrum luas. Frekuensi ialah nada murni yang dihasilkan oleh getaran suatu benda yang sifatnya harmonis sederhana (simple harmonic motion). Jumlah getaran per detik dinyatakan dalam Hertz. Bunyi (suara) yang dapat didengar oleh telinga manusia mempunyai frekwensi antara 20-18.000 Hertz. Intensitas bunyi dinyatakan dalam dB (decibel), dikenal dB HL (hearing level), dB SL (sensation level), dB SPL (sound pressure level) Pada audiometer yang digunakan dB HL dan dB SL ( dasarnya subjektif) sedangkan dB SPL digunakan apabila ingin mengetahui intensitas bunyi yang sesungguhnya secar fisika (ilmu alam) Ambang dengar ialah bunyi nada murni yang terlemah pada frekuensi tertentu yang masih dapat didengar oleh telinga seseorang. Terdapat ambang dengar menurut konduksi udara (AC) dan menurut konduksi tulang (BC). Bila ambang dengar ini dihubungkan dengan garis , baik AC maupun BC maka akan didapatkan audiogram. Dari audiogram dapat diketahui jenis dan derajat ketulian. Nilai nol Audiometrik (audiometric zero) dalam dB HL dan dB SL, yaitu intensitas nada murni yang terkecil pada suatu frekuensi tertentu yang masih dapat didengar oleh telinga rata-rata orang dewasa muda yang normal (18-30 tahun) 0 dB ISO = -10 dB ASA, atau 10 dB ISO = 0 dB ASA Pada audiogram angka-angka intensitas dalam dB bukan menyatakan kenaikan linier, tetapi merupakan kenaikan logaritma secar perbandingan, contoh 20 dB bukan 2 kali lebih keras dari pada 10 dB, tetapi 20/10=2, jadi 10 kuadrat = 100 kali lebih keras.

Notasi pada audiogram :Untuk pemeriksaan audiogram, dipakai grafik AC yaitu dibuat dengan garis lurus penuh ( intensitas yang diperiksa antara 125-8000 Hz ) dan grafik BC yaitu dibuat dengan garis terputus-putus ( intensitas yang diperiksa 250-4000 Hz.) . Untuk telinga kiri dipakai warna biru sedangkan untuk telinga kanan warna merah.

Prosedur untuk Menentukan Ambang pendengaranPersiapan pasien1. Pasien harus duduk sedemikan rupa sehingga ia tidak dapat melihat panel kontrol atau pemeriksanya. Sebagian pemeriksa lebih suka bila dapat melihat profil pasien.2. Benda-benda yang dapat menggangu pemasangan earphone yang tepat atau dapat mempengaruhi hasil pemeriksaan harus disingkirkan. Misalnya anting-anting, kacamata, topi, wig, permen karet dan kapas dalam liang telinga. Saat ini pemeriksa sebaiknya memeriksa apakah ada penyempitan liang telinga dengan cara mengamati gerakan dinding kanalis saat menekan pinna dan tragus. Perbedaan hantaran udara dan tulang hingga sebesar 15-30 dB telah dilaporkan sebagai akibat penyempitan liang telinga. Masalah ini dapat diatasi dengan memegang earphone didepan pinna sehingga rangsang pengujian terletak dalam suatu lapangan suara, sementara telinga satunya ditutup atau disamarkan menggunakan earphone bantal sirkumaural. Cara lain adalah dengan memasukkan suatu cetakan liang telinga ke dalam kanalis agar suatu jalan udara menuju membran timpani dapat dipertahankan.3. Instruksi harus jelas dan tepat. Hasil perlu mengetahui apa yang harus didengar dan apa yang diharapkan sebagai jawabannya. Pasien harus didorong untuk memberi jawaban terhadap bunyi terlemah yang dapat didengarnya. 4. Lubang earphone harus tepat menempel pada lubang liang telinga.Biasanya jawaban diminta adalah mengacungkan tangan atau jari atau menekan tombol yang menghidupkan sinar cahaya. Pasien diinstruksikan untuk terus memberi jawaban selama ia masih menangkap sinyal pengujian. Tindakan ini memungkinkan pemeriksa mengendalikan pola jawaban pasien, tidak hanya dengan mengubah-ngubah sleang waktu antara rangsangan namun juga lamanya sinyal yang diberikan. Hal ini khususnya penting jika pasien memberikan banyak jawaban positif palsu.Cara PemeriksaanAudiologi penentuan ambang pendengaran:1. Periksalah telinga yang lebih baik terlebih dahulu menggunakan rangkaian frekuensi berikut: 1000hz, 2000Hz, 4000 Hz, 8000Hz, 1000Hz (diulang), 500 Hz, dan 250 Hz. Dengan pengecualian ulangan frekuensi 1000 Hz, rangkaian yang sama dapat digunakan untuk telinga satunya. Jika terdapat perbedaan ambang sebesar 15 dB atau lebih untuk interval oktaf berapa pun, maka harus dilakukan pemeriksaan dengan frekuensi setengah oktaf.2. Mulailah dengan intensitas tingkat pendengaran 0 dB, nada kemudiannya dinaikkan dengan peningkatan 10 dB dengan durasi satu atau dua detik hingga pasien memberi jawaban. Tingkat pendengaran adalah intensitas dalam desibel yang diperlukan untuk mendapat jawaban dari pasien, dibandingkan dengan standar nol audiometri klinis.3. Nada harus ditingkatkan 5 dB dan bila pasien memberi jawaban, maka nada perlu diturunkan dengan penurunan masing-masing 10 dB hingga tidak lagi tidak terdengar.4. Peningkatan berulang-ulang masing-masing 5 dB dilanjutkan hingga dicapai suatu modus atau jawaban tipikal. Biasanya jarang melampaui tiga kali peningkatan.5. Setelah menentukan ambang pendengaran untuk frekuensi pengujian awal, cantumkan simbol-simbol yang sesuai padaaudiogram.6. Lanjutkan dengan frekuensi berikutnya dalam rangkaian. Mulailah nada tersebut pada tingkat yang lebih rendah 15-20 dB dari ambang frekuensi yang diuji sebelumnya. Misalnya jika ambang pendengaran untuk frekuensi 1000 Hz adalah 50 dB, maka mulailah frekuensi 2000 Hz pada intensitas 30 atau 35 dB.7. Teknik ini dapat dipakai untuk menentukan ambang hantaran tulang maupun udara. Pada audiometri ambang hantaran tulang, biasanya tidak terdapat frekuensi 6000 Hz dan 8000 Hz.

Interpretasi audiogram

Jenis dan derajat ketulian serta gapDari audiogram dapat dilihat apakah pendengaran normal (N) atau tuli. Jenis ketulian terbagi atas:a. Tuli konduktifb. Tuli sensorineuralc. Tuli Campur

Derajat ketulian dihitung dengan menggunakan indeks Fletcher yaitu:

Ambang dengar (AD) = AD 500 Hz + AD 1000 Hz + AD 2000 Hz3Menurut kepustakaan terbaru frekuensi 4000 Hz berperan penting untuk pendengaran, sehingga perlu diperhitungkan, sehingga derajat ketulian dihitung dengan menambahkan ambang dengar 4000 Hz dengan ketiga ambang dengar di atas, kemudian dibagi 4.

Ambang dengar (AD) = AD 500 Hz + AD 1000 Hz + AD 2000 Hz + AD 4000 Hz4Dapat dihitung ambang dengar hantaran udara (AC) atau hantaran tulang (BC). Pada interpretasi audiogram harus ditulis:a. Telinga yang manab. Apa jenis ketuliannyac. Bagaimana derajat ketuliannya

Dalam menentukan derajat ketulian, yang dihitung hanya ambang dengar hantaran udaranya (AC) saja. Derajat ketulian ISO:a. 0 25 dB : normalb. > 25 40 dB : tuli ringanc. > 40 55 dB : tuli sedangd. > 55 70 dB : tuli sedang berate. > 70 90 dB : tuli beratf. > 90 dB : tuli sangat beratDari hasil pemeriksaan audiogram disebut ada gap bila antara AC dan BC terdapat perbedaan lebih atau sama dengan 10 dB, minimal pada 2 frekuensi berdekatan. Pada pemeriksaan audiometri, kadang-kadang perlu diberi masking. Suara masking diberikan berupa suara seperti angin (bising), pada head phone telinga yang tidak diperiksa supaya telinga yang tidak diperiksa tidak dapat mendengar bunyi yang diberikan pada telinga yang diperiksa. Pemeriksaan masking dilakukan apabila telinga yang diperiksa mempunyai pendengaran yang mencolok bedanya dari telinga yang satu lagi. Oleh karena AC pada 45 dB atau lebih dapat diteruskan melalui tengkorak ke telinga kontralateral, maka pada telinga kontralateral (yang tidak diperiksa) diberi bising supaya tidak dapat mendengar bunyi yang diberikan pada telinga yang diperiksa. Narrow bandnoise (NB) = masking audiometri nada murni White noise (WN) = masking audiometri tutur speech)Antara contoh audiogram telinga adalah seperti berikut:

a. Contoh audiogram pendengaran normal (telinga kanan)

Normal : AC dan BC sama atau kurang dari 25 dB AC dan BC berimpit, tidak ada gap

1. Contoh audiogram tuli sensorineural (telinga kanan)

Tuli sensorineural : AC dan BC lebih dari 25 dB AC dan BC berimpit, tidak ada gap

2. Contoh audiogram tuli konduktif (telinga kanan)

Tuli Konduktif : BC normal atau kurang dari 25 dB AC lebih dari 25 dB Antara AC dan BC terdapat gap

3. Contoh audiogram tuli campur

Tuli Campur : BC lebih dari 25 dB AC lebih besar dari BC, terdapat gap

Pada diagnosis dapat ditulis hasil pemeriksaan: a. NH (Normal Hearing) b. SNHL (Sensory Neural Hearing Lose) c. CHL (Conductive Hearing Lose)d. MHL (Mix Hearing Loose)

PENUTUPPendengaran mempunyai peranan yang sangat besar bagi seseorang untuk bisa berbahasa dan berkomunikasi. Oleh karena itu, perlu dilakukan deteksi dini terhadap gejala-gejala ketulian, bagi mengelakkan terjadinya gangguan pendengaran menjadi lebih parah dan selanjutnya mengganggu kebolehan berkomunikasi.Pemeriksaan pendengaran audiologi dasar boleh dilakukan bagi mendeteksi gangguan pendengaran. Pemeriksaan yang terdiri dari tes penala, tes berbisik dan audiometri nada murni ini selain mudah, juga murah untuk dilakukan. Dengan adanya deteksi dini gangguan pendengaran, pasien boleh mendapatkan penanganan yang adekuat, sekaligus memelihara dan menambah baik fungsi pendengaran. Oleh itu, pemeriksaan audiometri dasar dianjurkan terutama pada orang yang mempunyai keluhan gangguan pendengaran dan berbicara, serta pada kelompok yang berpotensi untuk mengalami gangguan pendengaran seperti pekerja di lingkungan bising, riwayat ketulian dalam keluarga, dan kebiasaan buruk seperti mendengar musik dengan suara yang keras.

DAFTAR PUSTAKA1. Adams GL, Boies RL,Higler PA. Buku Ajar Penyakit THT. Edisi 6, EGC: Jakarta;1997. 2. Indro S, Hendarto H, Jenny B. Gangguan pendengaran dan kelainan telinga. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala Dan Leher. 6th ed. Jakarta: Balai Penerbit FK-UI; 2007.p. 10-22.3. Walter JJ. Audiometry screening and interpretation . Diunduh dari : http://www.aafp.org/afp/2013/0101/p41.html#afp20130101p41-b21 pada 5 April 2014.