Upload
sukmaadityaputra
View
116
Download
19
Embed Size (px)
Citation preview
LAPORAN KASUS
“HERNIA SCROTALIS IRREPONIBLE”
Diajukan guna melengkapi tugas kepaniteraan klinik bagian
Ilmu Bedah RS Tk II dr. Soedjono Magelang
Disusun Oleh :
SUKMA ADITYA PUTRA
1120221176
Pembimbing :
dr. Dadiya , Sp.B
BAGIAN ILMU BEDAH RS Tk II DR. SOEDJONO
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS PEMBAGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAKARTA
2012
HALAMAN PENGESAHAN
Nama : SUKMA ADITYA PUTRA
NIM : 1120221176
Universitas : Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jakarta
Fakultas : Kedokteran Umum
Tingkat : Program Pendidikan Profesi Dokter
Diajukan : November 2012
Periode Kepaniteraan : 17 September 2012 s/d 24 November 2012
Bagian : Ilmu Bedah RS Tk II dr. Soedjono Magelang
Pembimbing : dr. Dadiya ,Sp.B
Telah diperiksa dan disetujui tanggal :..............................................................................
Pembimbing,
dr. Dadiya, Sp.B
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Amputasi merupakan pembedahan yang menghilangkan sebagian atau seluruh anggota
tubuh bagian ekstremitas. Seringkali masyarakat merasa takut dan tidak mau untuk diamputasi
karena masyarakat atau klien menggangap hal tersebut sangat berbahaya dan dapat menyebabkan
kematian. Padahal dalam konteks pembedahan, amputasi bertujuan untuk menyelamatkan hidup.
Secara umum, amputasi merupakan pilihan pembedahan yang terakhir, dimana sedapat
mungkin dilakukan prosedur bedah yang mempertahankan ekstremitas. Namun pada beberapa
kondisi, antara lain pada sarkoma jaringan lunak yang sudah menginfiltrasi semua struktur lokal
di ekstremitas, amputasi merupakan pilihan. Sebagai ukuran medis, amputasi digunakan untuk
memeriksa rasa sakit atau proses penyebaran penyakit dalam kelenjar yang terpengaruh,
misalnya pada malignancy atau gangrene. Dalam beberapa kasus amputasi dilakukan untuk
mencegah penyakit tersebut menyebar lebih jauh dalam tubuh. Jadi, amputasi dilakukan sebagai
pilihan terakhir jika segala pengobatan yang telah dilakukan tidak berhasil.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Amputasi
2.1.1 Pengertian Amputasi
Amputasi berasal dari kata “ amputare “ yang kurang lebih diartikan
“pancung”.Amputasi dapat diartikan sebagai tindakan memisahkan bagian tubuh
sebagian atau seluruh bagian ekstremitas, atau dengan kata lain suatu tindakan
pembedahan dengan membuang bagian tubuh (Burner, 1988; 807 ). Tindakan ini
merupakan tindakan yang dilakukan dalam kondisi pilihan terakhir manakala masalah
organ yang terjadi pada ekstremitas sudah tidak mungkin dapat diperbaiki dengan
menggunakan teknik lain, atau manakala kondisi organ dapat membahayakan
keselamatan tubuh klien secara utuh atau merusak organ tubuh yang lain seperti dapat
menimbulkan komplikasi infeksi.
Kegiatan amputasi merupakan tindakan yang melibatkan beberapa sistem tubuh
seperti sistem integumen, sistem persyarafan, sistem muskuloskeletal dan sistem
cardiovaskuler. Labih lanjut ia dapat menimbulkan masalah psikologis bagi klien atau
keluarga berupa penurunan citra diri dan penurunan produktifitas.
2.1.2 Etiologi
Indikasi utama bedah amputasi adalah karena :
1. Iskemia
Iskemia karena penyakit reskulanisasi perifer, bisanya pada orang tua, seperti klien
dengan arteriosklerosis, diabetes mellitus.
2. Trauma amputasi
Bisa diakibatkan karena perang, kecelakaan kendaraan bermotor, thermal injury
seperti (terbakar) , infeksi, gangguan metabolism seperti pagets deases dan kelainan
congenital.
3. Gas ganggren
Keadaan nyeri akut dan dimana otot dan jaringan subkutan menjadi terisi dengan gas
dan eksudat serosangiunosa; disebabkan infeksi luka oleh bakteri anaerob, yang
diantaranya adalah berbagai spesies clostridium.
4. Osteomielitis
Peradangan pada tulang (bisa menyebabkan lumpuh) dan bisa juga terjadi assending
infection.
5. Kehancuran jaringan kulit yang tidak mungkin diperbaiki.
6. Keganasan
Adanya tumor pada organ yang tidak mungkin diterapi secara konservatif.
2.1.3 Jenis Amputasi
Berdasarkan pelaksanaan amputasi, dibedakan menjadi :
1. Amputasi selektif/terencana
Amputasi jenis ini dilakukan pada penyakit yang terdiagnosis dan mendapat
penanganan yang baik serta terpantau secara terus-menerus. Amputasi dilakukan
sebagai salah satu tindakan alternatif terakhir
2. Amputasi akibat trauma
Merupakan amputasi yang terjadi sebagai akibat trauma dan tidak direncanakan.
Kegiatan tim kesehatan adalah memperbaiki kondisi lokasi amputasi serta
memperbaiki kondisi umum klien.
3. Amputasi darurat
Kegiatan amputasi dilakukan secara darurat oleh tim kesehatan. Biasanya merupakan
tindakan yang memerlukan kerja yang cepat seperti pada trauma dengan patah tulang
multiple dan kerusakan/kehilangan kulit yang luas.
2.1.4 Metode Pelaksanaan AmputasiAmputasi dilakukan dengan 2 metode yaitu :
1. Metode terbuka (guillotine amputasi)
Metode ini digunakan pada klien dengan infeksi yang mengembang. Bentuknya
benar-benar terbuka dan dipasang drainage agar luka bersih, dan luka dapat ditutup
setelah tidak terinfeksi, dan dilakukan pada kondisi infeksi yang berat dimana
pemotongan pada tulang dan otot pada tingkat yang sama
2. Metode tertutup
Pada metode ini kulit tepi ditarik
pada atas ujung tulang dan dijahit
pada daerah yang diamputasi.
Dilakukan dalam kondisi yang lebih
memungkinkan dimana dibuat skaif
kulit untuk menutup luka yang
dibuat dengan memotong kurang
lebih 5 sentimeter dibawah potongan
otot dan tulang. Setelah dilakukan tindakan pemotongan, maka kegiatan selanjutnya
meliputi perawatan luka operasi/mencegah terjadinya infeksi, menjaga kekuatan
otot/mencegah kontraktur, mempertahankan intaks jaringan, dan persiapan untuk
penggunaan protese (mungkin).
2.2 Batas dan Tingkatan Amputasi
2.2.1 Tingkatan amputasi ditentukan oleh luas dan jenis penyakit. Pada cedera, ditentukan oleh peredaran darah yang adekuat.
Pada tumor, ditentukan oleh daerah bebas tumor dan bebas resiko kekambuhan lokal.
Pada penyakit pembuluh darah, ditentukan oleh vaskularisasi sisa ekstremitas dan daya
sembuh luka puntung
1. Ekstremitas atas
Amputasi pada ekstremitas atas dapat mengenai tangan kanan atau kiri. Hal ini
berkaitan dengan aktivitas sehari-hari seperti makan, minum, mandi, berpakaian
dan aktivitas yang lainnya yang melibatkan tangan.
2. Ekstremitas bawah
Amputasi pada ekstremitas ini dapat mengenai semua atau sebagian dari jari-jari
kaki yang menimbulkan seminimal mungkin kemampuannya.
Adapun amputasi yang sering terjadi pada ekstremitas ini dibagi menjadi dua letak
amputasi yaitu :
Amputasi dibawah lutut (below knee amputation).
Ada 2 metode pada amputasi jenis ini yaitu amputasi pada nonischemic
limb dan inschemic limb. Hal ini dibedakan berhubungan dengan cara
menutup flap yang berbeda. Pada amputasi jenis ini dikenal tension
myodesis dan myoplasty. Tension myodesis adalah mengikatkan group
otot tulang dengan tulang, sedangkan myoplasty adalah menjahitkan otot
dengan jaringan lunak pada sisi yang lain yaitu pada otot atau fasia
sebelahnya. Cara ini berguna untuk menstabilkan stump dan sangat
ditekankan untuk penderita yang masih aktif dan masih muda.
Amputasi diatas lutut (above knee amputation)
Amputasi ini memegang angka penyembuhan tertinggi pada pasien dengan
penyakit vaskuler perifer. Amputasi jenis ini merupakan terbanyak kedua
setelah amputasi bawah lutut. Pada amputasi jenis ini persendian lutut
hilang, maka harus dipikirkan yang terbaik yang dapat menyangga berat
badan. Prosthesis yang konvensional membutuhkan jarak 9-10 cm dari
distal stump sehingga bisa berfungsi seperti sendi lutut. Amputasi tulang
setinggi 5 cm atau kurang dari distal trochanter minor akan mempunyai
fungsi dan kekuatan penggunaan postesis sama dengan hip disarticulation.
3. Nekrosis
Pada keadaan nekrosis biasanya dilakukan dulu terapi konservatif, bila tidak
berhasil dilakukan reamputasi dengan level yang lebih tinggi.
4. Kontraktur
Kontraktur sendi dapat dicegah dengan mengatur letak stump amputasi serta
melakukan latihan sedini mungkin. Terjadinya kontraktur sendi karena sendi
terlalu lama diistirahatkan atau tidak di gerakkan
5. Neuroma
Terjadi pada ujung-ujung saraf yang dipotong terlalu rendah sehingga melengket
dengan kulit ujung stump. Hal ini dapat dicegah dengan memotong saraf lebih
proximal dari stump sehingga tertanam di dalam otot.
6. Phantom sentation
Hampir selalu terjadi dimana penderita merasakan masih utuhnya ekstremitas
tersebut disertai rasa nyeri. Hal ini dapat diatasi dengan obat-obatan, stimulasi
terhadap saraf dan juga dengan cara kombinasi.
2.2.2 Batas dan Lokasi Amputasi
Pada ekstremitas atas, tidak dipakai batas amputasi tertentu, sedangkan pada ekstremitas
bawah lazim dipakai “ Batas Amputasi Klasik”
Penilaian batas amputasi :
1. Jari dan kaki
Pada amputasi jari tangan dan kaki penting untuk mempertahankan falanx dasar.
Amputasi transmetatarsal memberi puntung yang baik. Amputasi di sendi tarso-
metatarsus lisfranc mengakibatkan per ekuinus dengan pembebanan berlebih pada
kulit ujung puntung yang sukar ditanggulangi.
2. Proksimal sendi pergelangan kaki
Amputasi transmaleolar baik sekali bila kulit tumit utuh dan sehat sehingga dapat
menutup ujung puntung.
3. Tungkai bawah
Panjang puntung tungkai bawah paling baik antara 12 dan 18 cm dari sendi lutut,
tergantung keadaan setempat, usia penderita dan tinggi badan. Bila jarak dari sendi
lutut kurang dari 5 cm, protesis mustahil dapat dikendalikan.
4. Eksartikulasi kulit
Eksartikulasi lutut menghasilkan puntung yang baik sekali. Amputasi ini dapat
dilakukan pada penderita geriatrik.
5. Tungkai atas
Puntung tungkai atas sebaiknya tidak kurang dari 10cm dibawah sendi panggul, karena
bisa menyebabkan kontraktur fleksi-abduksi-eksorotasi. Puntung juga tidak boleh
kurang dari 10 cm diatas sendi lutut karena ujung puntung sepanjang ini sukar
dibebani. Eksartikulasi dapat menahan pembebanan.
6. Sendi panggul dan hemipelvektomi
Eksartikulasi sendi panggul kadang dilakukan pada tumor ganas. Protesis akan lebih
sukar dipasang. Protesis untuk hemipelvektomi tersedia, tetapi memerlukan kemauan
dan motivasi kuat dari penderita.
7. Tangan
Amputasi parsial jari atau tangan harus sehemat mungkin setiap jari dengan
sensitibilitas kulit dan lingkup gerak utuh berguna sekali sebab dapat digunakan untuk
fungsi menggenggam atau fungi oposisi ibu jari.
8. Pergelangan tangan
Dipertahankan fungsi pronasi dan supinasinya. Tangan mioelektrik maupun kosmetik
dapat dipakai tanpa kesulitan.
9. Lengan bawah
Batas amputasi di pertengahan lengan bawah paling baik untuk memasang protesis.
Puntung harus sekurang-kurangnya distal insersi M. Biseps dan M. Brakhialis untuk
fleksi siku.
10. Siku dan lengan atas
Ekssartikulasi siku mempunyai keuntungan karena protesis dapat dipasang tanpa
fiksasi sekitar bahu. Pada amputasi di diafisis humerus, protesis harus dipertahankan
dengan ikatan dan fiksasi pada bahu. Eksartikulasi bahu dan amputasi
intertorakoskapular , yang merupakan amputasi termausk gelang bahu, ditangani
dengan protesis yang biasanya hanya merupakan protesis kosmetik.
2.3 Pemeriksaan Diagnostik
2.3.1 Pemeriksaan Radiologi
- Radiologi (ST- Scan)
- X-ray
- Kultur jaringan
- Biopsy
- Laboratorik
Tindakan pengkajian dilakukan juga dengan penilaian secara laboratorik atau melalui
pemeriksaan penunjang lain secara rutin dilakukan pada klien yang akan dioperasi
yang meliputi penilaian terhadap fungsi paru, fungsi ginjal, fungsi hepar dan fungsi
jantung.
- Pemeriksaan pasca amputasi
2.4 Penatalaksanaan
Tujuan utama pembedahan adalah mencapai penyembuhan luka amputasi, menghasilkan
sisa tungkai (puntung) yang tidak nyeri tekan dengan kulit yang untuk menggunakan
prostesis. Lansia mungkin mengalami keterlambatan penyembuhan, karena nutrisi yang
buruk dan masalah kesehatan lain. Percepatan penyembuhan dapat dilakukan dengan
penanganan yang lembut terhadap sisa tungkai, pengontrolan edema sisa tungkai dengan
balutan kompres lunak atau rigid, dan menggunakan teknik aseptic dalam perawatan luka
untuk menghindari infeksi.
1. Balutan Rigid Tertutup
Digunakan untuk mendapatkan kompresi yang merata, menyangga jaringan lunak
dan mengontrol nyeri, serta mencegah kontraktur. Segera setelah pembedahan
balutan gips rigid dipasang dan dilengkapi tempat memasang ekstensi prosthesis
sementara (pylon) dan kaki buatan.Pasang kaus kaki steril pada sisi steril, dan
bantalan dipasang pada daerah peka tekanan. Sisa tungkai (puntung) kemudian
dibalut dengan gips elastisyang ketika mengeras akan memberikan tekanan yang
merata. Gips diganti sekitar 10-14 hari. Bila terjadi peningkatan suhu tubuh, nyeri
berat atau gips mulai longgar harus segera diganti.
2. Balutan Lunak
Balutan lunak dengan atau tanpa kompresi dapat digunakan bila diperlukan
inspeksi berkala sisa tungkai (puntung) sesuai kebutuhan. Bidai imobilisasi dapat
dibalutkan pada balutan.
3. Amputasi Bertahap
Dilakukan bila ada gangrene atau infeksi. Pertama-tama dilakukan amputasi
guillotine untuk mengangkat semua jaringan nekrosis dan sepsis. Luka
didebridemen dan dibiarkan mongering. Sepsis ditangani dengan antibiotik.
Dalam beberapa hari, bila infeksi telah terkontrol dank lien telah stabil, dilakukan
amputasi definitive dengan penutupan kulit.
4. Prostesis
Sementara kadang diberikan pada hari pertama pascabedah, sehingga latihan
segera dapat dimulai. Keuntungan menggunakan prostesis sementara adalah
membiasakan klien menggunakan prosthesis sedini mungkin. Kadang prosthesis
darurat baru diberikan setelah satu minggu luka menyembuh tanpa penyulit. Pada
amputasi karena pembuluh darah, prosthesis sementara diberikan setelah empat
minggu.
Prostesis bertujuan untuk mengganti bagian ekstremitas yang hilang. Artinya
defek system musculoskeletal harus diatasi, termasuk defek faal. Pada ekstremitas
bawah, tujuan prosthesis ini sebagian besar dapat dicapai. Sebaliknya untuk
ekstremitas atas, tujuan itu sulit dicapai, bahkan dengan tangan mioelektrik
canggih yang bekerja atas sinyal mioelektrik dari otot biseps dan triseps.
2.5.1 Proses Perawatan Luka
Perawatan luka umum
Perawatan luka mencakup pembersihan luka dan debridemen, pengolesan preparat
antibiotik topikal serta pembalutan. Kasa yang dibuat dari bahan biogik, biosintetik, dan
sintetik dapat digunakan.
Pembersihan luka
Pembersihan luka harus dilakukan secara berkala untuk mengcegah terjadinya
infeksi dan kelainan yang lain yang bisa diakibatkan oleh perawatan luka yang
kurang tepat. Luka dapat dibersihak menggunkan larutan NaCl atau betadine
sebagia antisepti luar.
Terapi antibiotik topikal
Terapi ini digunakan untuk mencegah timbulnya invasi mikroorganisme yang
akan memeprberat dari kondisi klien
Penggantian balutan
Balutan basah
Balutan basah biasanya dilakukan untuk lesi inflamasi yang akut dan
mengeluarkan sekret. Kompres tersebut bisa steril ataupun nonsteril menurut
keadaannnya. Komprees basah akan:
1. Mengurangi inflamasi dengan menimbulkan konstriksi pada pembuluh
darah (sehingga menguarangi vasodilatasi dan aliran darah setempat pada
daerah inflamasi);
2. Membersihkan kulit dari eksudat, kusta dll;
3. Mempertahankan drainase pada daerah yang terinfeksi;
4. Meningkatkan proses kesembuhan dengan memfasilitasi gerakan bebas
ael-sel epidermis lewat kulit yang sakit sehingga terbentuk jaringan
granulasi yang baru.
Kompres basah umunya mengandung air ledenga yang bersih atau larutan
salin dengan suhu kamar. Meskipun sebagian kompres basah harus ditutupi
untuk mencegah evaporasi, kebanyakan kompres ini dibiarkan terbuka
terhadap udara.kompres terbuka memerlukan penggantian yang sering karena
evaporasi berlangsung dengan cepat. Kompres tertutup lebih jarang diganti.
Namun demikian, bahaya selalu ada karena bentuk kompres ii bukan hanya
melunakkan tetapi juga dapat menimbulkan maserasi pada kulit yang ditutupi.
Kompres basah hingga kering dilakukan untuk menghilangkan eksudat. Kasa
dibiarkan pada tempatnya sanapai kasa tersebut mengering.
Balutan oklusif
Balutan oklusif dapt dibuat atau diproduksi secara komersila dari potongan
kain penutup atau kasa yang steril atau nonsteril. Kasa dipkai untuk menutupi
obat topikal yang dioleskan pada kulit yang luka. Daerah lesi dibuat kedap
udara dengan memekai lembaran plastik yang tipis. Lembaran plastik tersebut
tipis dan mudah beradaptasi dengan tubuh serta permukaan kulit. Plester
bedah dari plastik ynag mengandung kortikosteroid pada lapisan perekat
dapat dipotong menjadi ukran tertentu dan dapat ditempelkan di bagian luka.
Umunya plastik pembalut ini tidak boleh digunakan lebih dari 12 jam.
Untuk memesang kasa di rumah, klien harus mendapatkan intruksi :
1. Mencuci daerah yang sakit, kemudian mengeringkannya;
2. Mengoleskan obat pada lesi ketika kulit tersebut berada dalam keadaan
basah;
3. Menutupi dengan lembaran plastik;
4. Menutupi dengan pembalut elastik, kasa tau plester kertas agar bagian tepi
tersegel.
Kasa harus dilepas setelah 12 jam dari setipa 24 jam untuk mencegah
penipisan kulit, striae (guratan mirip sabuk), talangiektasia dan maserasi.
Terapi intralesi
Terapi intralesi terdiri atas penyuntikan suspensi obat yang steril ke dalam
atau tepat di bawah lesi. Meskipun terapi ini mungkin memberikan efek
antiinflamasi, atrifi lokal dapat terjadi bila obat tersebu dimasukkan ke dalam
jaringan subkutan.
2.5.2 ROM
ROM adalah latihan gerakan sendi yang memungkinkan terjadinya kontraksi dan pergerakan otot,
dimana klien menggerakan masing-masing persendiannya sesuai gerakan normal baik secara aktif
ataupun pasif. Latihan Range of motion berfungsi antara lain utuk mencegah kontraktur,
meningkatkan tonus, massa, dan kekuatan otot, serta melancarkan sirkulasi perifer.
Latihan ROM Pasif dan Aktif.
2.6 Komplikasi
1. Kecepatan metabolisme
Jika seseorang dalam keadaan immobilisasi maka akan menyebabkan penekanan pada
fungsi simpatik serta penurunan katekolamin dalam darah sehingga menurunkan
kecepatan metabolisme basal.
2. Ketidakseimbangan cairan dan elektrolit
Adanya penurunan serum protein tubuh akibat proses katabolisme lebih besar dari
anabolisme, maka akan mengubah tekanan osmotik koloid plasma, hal ini
menyebabkan pergeseran cairan intravaskuler ke luar keruang interstitial pada bagian
tubuh yang rendah sehingga menyebabkan oedema. Immobilitas menyebabkan sumber
stressor bagi klien sehingga menyebabkan kecemasan yang akan memberikan
rangsangan ke hypotalamus posterior untuk menghambat pengeluaran ADH, sehingga
terjadi peningkatan diuresis.
3. Sistem respirasi
a. Penurunan kapasitas paru
Pada klien immobilisasi dalam posisi baring terlentang, maka kontraksi otot
intercosta relatif kecil, diafragma otot perut dalam rangka mencapai inspirasi
maksimal dan ekspirasi paksa.
b. Perubahan perfusi setempat
Dalam posisi tidur terlentang, pada sirkulasi pulmonal terjadi perbedaan rasio
ventilasi dengan perfusi setempat, jika secara mendadak maka akan terjadi
peningkatan metabolisme (karena latihan atau infeksi) terjadi hipoksia.
c. Mekanisme batuk tidak efektif
Akibat immobilisasi terjadi penurunan kerja siliaris saluran pernafasan sehingga
sekresi mukus cenderung menumpuk dan menjadi lebih kental dan mengganggu
gerakan siliaris normal.
4. Sistem Kardiovaskuler
a. Peningkatan denyut nadi
Terjadi sebagai manifestasi klinik pengaruh faktor metabolik, endokrin dan
mekanisme pada keadaan yang menghasilkan adrenergik sering dijumpai pada
pasien dengan immobilisasi.
b. Penurunan cardiac reserve
Dibawah pengaruh adrenergik denyut jantung meningkat, hal ini mengakibatkan
waktu pengisian diastolik memendek dan penurunan isi sekuncup.
c. Orthostatik Hipotensi
Pada keadaan immobilisasi terjadi perubahan sirkulasi perifer, dimana anterior dan
venula tungkai berkontraksi tidak adekuat, vasodilatasi lebih panjang dari pada
vasokontriksi sehingga darah banyak berkumpul di ekstremitas bawah, volume
darah yang bersirkulasi menurun, jumlah darah ke ventrikel saat diastolik tidak
cukup untuk memenuhi perfusi ke otak dan tekanan darah menurun, akibatnya klien
merasakan pusing pada saat bangun tidur serta dapat juga merasakan pingsan.
5. Sistem Muskuloskeletal
a. Penurunan kekuatan otot
Dengan adanya immobilisasi dan gangguan sistem vaskuler memungkinkan suplai
O2 dan nutrisi sangat berkurang pada jaringan, demikian pula dengan pembuangan
sisa metabolisme akan terganggu sehingga menjadikan kelelahan otot.
b. Atropi otot
Karena adanya penurunan stabilitas dari anggota gerak dan adanya penurunan
fungsi persarafan. Hal ini menyebabkan terjadinya atropi dan paralisis otot.
c. Kontraktur sendi
Kombinasi dari adanya atropi dan penurunan kekuatan otot serta adanya
keterbatasan gerak.
d. Osteoporosis
Terjadi penurunan metabolisme kalsium. Hal ini menurunkan persenyawaan
organik dan anorganik sehingga massa tulang menipis dan tulang menjadi keropos.
6. Sistem Pencernaan
a. Anoreksia
Akibat penurunan dari sekresi kelenjar pencernaan dan mempengaruhi sekresi
kelenjar pencernaan dan mempengaruhi perubahan sekresi serta penurunan
kebutuhan kalori yang menyebabkan menurunnya nafsu makan.
b. Konstipasi
Meningkatnya jumlah adrenergik akan menghambat pristaltik usus dan spincter
anus menjadi kontriksi sehingga reabsorbsi cairan meningkat dalam colon,
menjadikan faeces lebih keras dan orang sulit buang air besar.
7. Sistem perkemihan
Dalam kondisi tidur terlentang, renal pelvis ureter dan kandung kencing berada dalam
keadaan sejajar, sehingga aliran urine harus melawan gaya gravitasi, pelvis renal
banyak menahan urine sehingga dapat menyebabkan :
- Akumulasi endapan urine di renal pelvis akan mudah membentuk batu ginjal.
- Tertahannya urine pada ginjal akan menyebabkan berkembang biaknya kuman
dan dapat menyebabkan ISK.
8. Sistem integumen
Tirah baring yang lama, maka tubuh bagian bawah seperti punggung dan bokong akan
tertekan sehingga akan menyebabkan penurunan suplai darah dan nutrisi ke jaringan.
Jika hal ini dibiarkan akan terjadi ischemia, hyperemis dan akan normal kembali jika
tekanan dihilangkan dan kulit dimasase untuk meningkatkan suplai darah.
DAFTAR PUSTAKA
Apley and Solomon, Fracture and Joint Injuries in Apley’s System of Orthopaedics and Fractures, Eighth Edition, Butterwordh-Heinemann, London, 2001.
De Jong W, Sjamsuhidajat R, Sistem Muskuloskeletal dalam Syamsuhidajat R, Buku Ajar Ilmu Bedah, EGC, Jakarta, 1997.
Reksoprodjo, S. 1988. Indikasi dan Kondisi Pra/Pasca Amputasi. Naskah Lengkap Simposium Kedokteran Fisik & Rehabilitasi Medik Dalam Klinik. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Hal.48-49.
Brunner & suddart.2001.Medikal Bedah, Buku ilmu bedah, Jakarta:EGC.
McAnelly, RD., & Virgil W. Faulker. 1996. Lower Limb Prostheses. Randall L. Braddom, et al (Eds.). Physical Medicine & Rehabilitation. Philadelphia : W.B Saunders Company. P.289-297.