25
LAPORAN KASUS “HERNIA SCROTALIS IRREPONIBLE” Diajukan guna melengkapi tugas kepaniteraan klinik bagian Ilmu Bedah RS Tk II dr. Soedjono Magelang Disusun Oleh : SUKMA ADITYA PUTRA 1120221176 Pembimbing : dr. Dadiya , Sp.B BAGIAN ILMU BEDAH RS Tk II DR. SOEDJONO

REFERAT AMPUTASI

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: REFERAT AMPUTASI

LAPORAN KASUS

“HERNIA SCROTALIS IRREPONIBLE”

Diajukan guna melengkapi tugas kepaniteraan klinik bagian

Ilmu Bedah RS Tk II dr. Soedjono Magelang

Disusun Oleh :

SUKMA ADITYA PUTRA

1120221176

Pembimbing :

dr. Dadiya , Sp.B

BAGIAN ILMU BEDAH RS Tk II DR. SOEDJONO

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS PEMBAGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAKARTA

2012

Page 2: REFERAT AMPUTASI

HALAMAN PENGESAHAN

Nama : SUKMA ADITYA PUTRA

NIM : 1120221176

Universitas : Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jakarta

Fakultas : Kedokteran Umum

Tingkat : Program Pendidikan Profesi Dokter

Diajukan : November 2012

Periode Kepaniteraan : 17 September 2012 s/d 24 November 2012

Bagian : Ilmu Bedah RS Tk II dr. Soedjono Magelang

Pembimbing : dr. Dadiya ,Sp.B

Telah diperiksa dan disetujui tanggal :..............................................................................

Pembimbing,

dr. Dadiya, Sp.B

Page 3: REFERAT AMPUTASI

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Amputasi merupakan pembedahan yang menghilangkan sebagian atau seluruh anggota

tubuh bagian ekstremitas. Seringkali masyarakat merasa takut dan tidak mau untuk diamputasi

karena masyarakat atau klien menggangap hal tersebut sangat berbahaya dan dapat menyebabkan

kematian. Padahal dalam konteks pembedahan, amputasi bertujuan untuk menyelamatkan hidup.

Secara umum, amputasi merupakan pilihan pembedahan yang terakhir, dimana sedapat

mungkin dilakukan prosedur bedah yang mempertahankan ekstremitas. Namun pada beberapa

kondisi, antara lain pada sarkoma jaringan lunak yang sudah menginfiltrasi semua struktur lokal

di ekstremitas, amputasi merupakan pilihan. Sebagai ukuran medis, amputasi digunakan untuk

memeriksa rasa sakit atau proses penyebaran penyakit dalam kelenjar yang terpengaruh,

misalnya pada malignancy atau gangrene. Dalam beberapa kasus amputasi dilakukan untuk

mencegah penyakit tersebut menyebar lebih jauh dalam tubuh. Jadi, amputasi dilakukan sebagai

pilihan terakhir jika segala pengobatan yang telah dilakukan tidak berhasil.

Page 4: REFERAT AMPUTASI

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Amputasi

2.1.1 Pengertian Amputasi

Amputasi berasal dari kata “ amputare “ yang kurang lebih diartikan

“pancung”.Amputasi dapat diartikan sebagai tindakan memisahkan bagian tubuh

sebagian atau seluruh bagian ekstremitas, atau dengan kata lain suatu tindakan

pembedahan dengan membuang bagian tubuh (Burner, 1988; 807 ). Tindakan ini

merupakan tindakan yang dilakukan dalam kondisi pilihan terakhir manakala masalah

organ yang terjadi pada ekstremitas sudah tidak mungkin dapat diperbaiki dengan

menggunakan teknik lain, atau manakala kondisi organ dapat membahayakan

keselamatan tubuh klien secara utuh atau merusak organ tubuh yang lain seperti dapat

menimbulkan komplikasi infeksi.

Kegiatan amputasi merupakan tindakan yang melibatkan beberapa sistem tubuh

seperti sistem integumen, sistem persyarafan, sistem muskuloskeletal dan sistem

cardiovaskuler. Labih lanjut ia dapat menimbulkan masalah psikologis bagi klien atau

keluarga berupa penurunan citra diri dan penurunan produktifitas.

2.1.2 Etiologi

Indikasi utama bedah amputasi adalah karena :

1. Iskemia

Iskemia karena penyakit reskulanisasi perifer, bisanya pada orang tua, seperti klien

dengan arteriosklerosis, diabetes mellitus.

2. Trauma amputasi

Bisa diakibatkan karena perang, kecelakaan kendaraan bermotor, thermal injury

seperti (terbakar) , infeksi, gangguan metabolism seperti pagets deases dan kelainan

congenital.

3. Gas ganggren

Page 5: REFERAT AMPUTASI

Keadaan nyeri akut dan dimana otot dan jaringan subkutan menjadi terisi dengan gas

dan eksudat serosangiunosa; disebabkan infeksi luka oleh bakteri anaerob, yang

diantaranya adalah berbagai spesies clostridium.

4. Osteomielitis

Peradangan pada tulang (bisa menyebabkan lumpuh) dan bisa juga terjadi assending

infection.

5. Kehancuran jaringan kulit yang tidak mungkin diperbaiki.

6. Keganasan

Adanya tumor pada organ yang tidak mungkin diterapi secara konservatif.

2.1.3 Jenis Amputasi

Berdasarkan pelaksanaan amputasi, dibedakan menjadi :

1. Amputasi selektif/terencana

Amputasi jenis ini dilakukan pada penyakit yang terdiagnosis dan mendapat

penanganan yang baik serta terpantau secara terus-menerus. Amputasi dilakukan

sebagai salah satu tindakan alternatif terakhir

2. Amputasi akibat trauma

Merupakan amputasi yang terjadi sebagai akibat trauma dan tidak direncanakan.

Kegiatan tim kesehatan adalah memperbaiki kondisi lokasi amputasi serta

memperbaiki kondisi umum klien.

3. Amputasi darurat

Kegiatan amputasi dilakukan secara darurat oleh tim kesehatan. Biasanya merupakan

tindakan yang memerlukan kerja yang cepat seperti pada trauma dengan patah tulang

multiple dan kerusakan/kehilangan kulit yang luas.

2.1.4 Metode Pelaksanaan AmputasiAmputasi dilakukan dengan 2 metode yaitu :

1. Metode terbuka (guillotine amputasi)

Metode ini digunakan pada klien dengan infeksi yang mengembang. Bentuknya

benar-benar terbuka dan dipasang drainage agar luka bersih, dan luka dapat ditutup

setelah tidak terinfeksi, dan dilakukan pada kondisi infeksi yang berat dimana

pemotongan pada tulang dan otot pada tingkat yang sama

Page 6: REFERAT AMPUTASI

2. Metode tertutup

Pada metode ini kulit tepi ditarik

pada atas ujung tulang dan dijahit

pada daerah yang diamputasi.

Dilakukan dalam kondisi yang lebih

memungkinkan dimana dibuat skaif

kulit untuk menutup luka yang

dibuat dengan memotong kurang

lebih 5 sentimeter dibawah potongan

otot dan tulang. Setelah dilakukan tindakan pemotongan, maka kegiatan selanjutnya

meliputi perawatan luka operasi/mencegah terjadinya infeksi, menjaga kekuatan

otot/mencegah kontraktur, mempertahankan intaks jaringan, dan persiapan untuk

penggunaan protese (mungkin).

2.2 Batas dan Tingkatan Amputasi

2.2.1 Tingkatan amputasi ditentukan oleh luas dan jenis penyakit. Pada cedera, ditentukan oleh peredaran darah yang adekuat.

Pada tumor, ditentukan oleh daerah bebas tumor dan bebas resiko kekambuhan lokal.

Pada penyakit pembuluh darah, ditentukan oleh vaskularisasi sisa ekstremitas dan daya

sembuh luka puntung

1. Ekstremitas atas

Amputasi pada ekstremitas atas dapat mengenai tangan kanan atau kiri. Hal ini

berkaitan dengan aktivitas sehari-hari seperti makan, minum, mandi, berpakaian

dan aktivitas yang lainnya yang melibatkan tangan.

2. Ekstremitas bawah

Amputasi pada ekstremitas ini dapat mengenai semua atau sebagian dari jari-jari

kaki yang menimbulkan seminimal mungkin kemampuannya.

Adapun amputasi yang sering terjadi pada ekstremitas ini dibagi menjadi dua letak

amputasi yaitu :

Amputasi dibawah lutut (below knee amputation).

Page 7: REFERAT AMPUTASI

Ada 2 metode pada amputasi jenis ini yaitu amputasi pada nonischemic

limb dan inschemic limb. Hal ini dibedakan berhubungan dengan cara

menutup flap yang berbeda. Pada amputasi jenis ini dikenal tension

myodesis dan myoplasty. Tension myodesis adalah mengikatkan group

otot tulang dengan tulang, sedangkan myoplasty adalah menjahitkan otot

dengan jaringan lunak pada sisi yang lain yaitu pada otot atau fasia

sebelahnya. Cara ini berguna untuk menstabilkan stump dan sangat

ditekankan untuk penderita yang masih aktif dan masih muda.

Amputasi diatas lutut (above knee amputation)

Amputasi ini memegang angka penyembuhan tertinggi pada pasien dengan

penyakit vaskuler perifer. Amputasi jenis ini merupakan terbanyak kedua

setelah amputasi bawah lutut. Pada amputasi jenis ini persendian lutut

hilang, maka harus dipikirkan yang terbaik yang dapat menyangga berat

badan. Prosthesis yang konvensional membutuhkan jarak 9-10 cm dari

distal stump sehingga bisa berfungsi seperti sendi lutut. Amputasi tulang

setinggi 5 cm atau kurang dari distal trochanter minor akan mempunyai

fungsi dan kekuatan penggunaan postesis sama dengan hip disarticulation.

3. Nekrosis

Pada keadaan nekrosis biasanya dilakukan dulu terapi konservatif, bila tidak

berhasil dilakukan reamputasi dengan level yang lebih tinggi.

4. Kontraktur

Kontraktur sendi dapat dicegah dengan mengatur letak stump amputasi serta

melakukan latihan sedini mungkin. Terjadinya kontraktur sendi karena sendi

terlalu lama diistirahatkan atau tidak di gerakkan

5. Neuroma

Terjadi pada ujung-ujung saraf yang dipotong terlalu rendah sehingga melengket

dengan kulit ujung stump. Hal ini dapat dicegah dengan memotong saraf lebih

proximal dari stump sehingga tertanam di dalam otot.

6. Phantom sentation

Page 8: REFERAT AMPUTASI

Hampir selalu terjadi dimana penderita merasakan masih utuhnya ekstremitas

tersebut disertai rasa nyeri. Hal ini dapat diatasi dengan obat-obatan, stimulasi

terhadap saraf dan juga dengan cara kombinasi.

2.2.2 Batas dan Lokasi Amputasi

Pada ekstremitas atas, tidak dipakai batas amputasi tertentu, sedangkan pada ekstremitas

bawah lazim dipakai “ Batas Amputasi Klasik”

Page 9: REFERAT AMPUTASI

Penilaian batas amputasi :

1. Jari dan kaki

Pada amputasi jari tangan dan kaki penting untuk mempertahankan falanx dasar.

Amputasi transmetatarsal memberi puntung yang baik. Amputasi di sendi tarso-

metatarsus lisfranc mengakibatkan per ekuinus dengan pembebanan berlebih pada

kulit ujung puntung yang sukar ditanggulangi.

2. Proksimal sendi pergelangan kaki

Amputasi transmaleolar baik sekali bila kulit tumit utuh dan sehat sehingga dapat

menutup ujung puntung.

3. Tungkai bawah

Panjang puntung tungkai bawah paling baik antara 12 dan 18 cm dari sendi lutut,

tergantung keadaan setempat, usia penderita dan tinggi badan. Bila jarak dari sendi

lutut kurang dari 5 cm, protesis mustahil dapat dikendalikan.

4. Eksartikulasi kulit

Eksartikulasi lutut menghasilkan puntung yang baik sekali. Amputasi ini dapat

dilakukan pada penderita geriatrik.

5. Tungkai atas

Puntung tungkai atas sebaiknya tidak kurang dari 10cm dibawah sendi panggul, karena

bisa menyebabkan kontraktur fleksi-abduksi-eksorotasi. Puntung juga tidak boleh

kurang dari 10 cm diatas sendi lutut karena ujung puntung sepanjang ini sukar

dibebani. Eksartikulasi dapat menahan pembebanan.

6. Sendi panggul dan hemipelvektomi

Eksartikulasi sendi panggul kadang dilakukan pada tumor ganas. Protesis akan lebih

sukar dipasang. Protesis untuk hemipelvektomi tersedia, tetapi memerlukan kemauan

dan motivasi kuat dari penderita.

7. Tangan

Amputasi parsial jari atau tangan harus sehemat mungkin setiap jari dengan

sensitibilitas kulit dan lingkup gerak utuh berguna sekali sebab dapat digunakan untuk

fungsi menggenggam atau fungi oposisi ibu jari.

8. Pergelangan tangan

Page 10: REFERAT AMPUTASI

Dipertahankan fungsi pronasi dan supinasinya. Tangan mioelektrik maupun kosmetik

dapat dipakai tanpa kesulitan.

9. Lengan bawah

Batas amputasi di pertengahan lengan bawah paling baik untuk memasang protesis.

Puntung harus sekurang-kurangnya distal insersi M. Biseps dan M. Brakhialis untuk

fleksi siku.

10. Siku dan lengan atas

Ekssartikulasi siku mempunyai keuntungan karena protesis dapat dipasang tanpa

fiksasi sekitar bahu. Pada amputasi di diafisis humerus, protesis harus dipertahankan

dengan ikatan dan fiksasi pada bahu. Eksartikulasi bahu dan amputasi

intertorakoskapular , yang merupakan amputasi termausk gelang bahu, ditangani

dengan protesis yang biasanya hanya merupakan protesis kosmetik.

2.3 Pemeriksaan Diagnostik

2.3.1 Pemeriksaan Radiologi

- Radiologi (ST- Scan)

- X-ray

- Kultur jaringan

- Biopsy

- Laboratorik

Tindakan pengkajian dilakukan juga dengan penilaian secara laboratorik atau melalui

pemeriksaan penunjang lain secara rutin dilakukan pada klien yang akan dioperasi

yang meliputi penilaian terhadap fungsi paru, fungsi ginjal, fungsi hepar dan fungsi

jantung.

- Pemeriksaan pasca amputasi

2.4 Penatalaksanaan

Tujuan utama pembedahan adalah mencapai penyembuhan luka amputasi, menghasilkan

sisa tungkai (puntung) yang tidak nyeri tekan dengan kulit yang untuk menggunakan

prostesis. Lansia mungkin mengalami keterlambatan penyembuhan, karena nutrisi yang

buruk dan masalah kesehatan lain. Percepatan penyembuhan dapat dilakukan dengan

Page 11: REFERAT AMPUTASI

penanganan yang lembut terhadap sisa tungkai, pengontrolan edema sisa tungkai dengan

balutan kompres lunak atau rigid, dan menggunakan teknik aseptic dalam perawatan luka

untuk menghindari infeksi.

1. Balutan Rigid Tertutup

Digunakan untuk mendapatkan kompresi yang merata, menyangga jaringan lunak

dan mengontrol nyeri, serta mencegah kontraktur. Segera setelah pembedahan

balutan gips rigid dipasang dan dilengkapi tempat memasang ekstensi prosthesis

sementara (pylon) dan kaki buatan.Pasang kaus kaki steril pada sisi steril, dan

bantalan dipasang pada daerah peka tekanan. Sisa tungkai (puntung) kemudian

dibalut dengan gips elastisyang ketika mengeras akan memberikan tekanan yang

merata. Gips diganti sekitar 10-14 hari. Bila terjadi peningkatan suhu tubuh, nyeri

berat atau gips mulai longgar harus segera diganti.

2. Balutan Lunak

Balutan lunak dengan atau tanpa kompresi dapat digunakan bila diperlukan

inspeksi berkala sisa tungkai (puntung) sesuai kebutuhan. Bidai imobilisasi dapat

dibalutkan pada balutan.

3. Amputasi Bertahap

Dilakukan bila ada gangrene atau infeksi. Pertama-tama dilakukan amputasi

guillotine untuk mengangkat semua jaringan nekrosis dan sepsis. Luka

didebridemen dan dibiarkan mongering. Sepsis ditangani dengan antibiotik.

Dalam beberapa hari, bila infeksi telah terkontrol dank lien telah stabil, dilakukan

amputasi definitive dengan penutupan kulit.

4. Prostesis

Sementara kadang diberikan pada hari pertama pascabedah, sehingga latihan

segera dapat dimulai. Keuntungan menggunakan prostesis sementara adalah

membiasakan klien menggunakan prosthesis sedini mungkin. Kadang prosthesis

darurat baru diberikan setelah satu minggu luka menyembuh tanpa penyulit. Pada

amputasi karena pembuluh darah, prosthesis sementara diberikan setelah empat

minggu.

Prostesis bertujuan untuk mengganti bagian ekstremitas yang hilang. Artinya

defek system musculoskeletal harus diatasi, termasuk defek faal. Pada ekstremitas

Page 12: REFERAT AMPUTASI

bawah, tujuan prosthesis ini sebagian besar dapat dicapai. Sebaliknya untuk

ekstremitas atas, tujuan itu sulit dicapai, bahkan dengan tangan mioelektrik

canggih yang bekerja atas sinyal mioelektrik dari otot biseps dan triseps.

2.5.1 Proses Perawatan Luka

Perawatan luka umum

Perawatan luka mencakup pembersihan luka dan debridemen, pengolesan preparat

antibiotik topikal serta pembalutan. Kasa yang dibuat dari bahan biogik, biosintetik, dan

sintetik dapat digunakan.

Pembersihan luka

Pembersihan luka harus dilakukan secara berkala untuk mengcegah terjadinya

infeksi dan kelainan yang lain yang bisa diakibatkan oleh perawatan luka yang

kurang tepat. Luka dapat dibersihak menggunkan larutan NaCl atau betadine

sebagia antisepti luar.

Terapi antibiotik topikal

Terapi ini digunakan untuk mencegah timbulnya invasi mikroorganisme yang

akan memeprberat dari kondisi klien

Penggantian balutan

Balutan basah

Balutan basah biasanya dilakukan untuk lesi inflamasi yang akut dan

mengeluarkan sekret. Kompres tersebut bisa steril ataupun nonsteril menurut

keadaannnya. Komprees basah akan:

1. Mengurangi inflamasi dengan menimbulkan konstriksi pada pembuluh

darah (sehingga menguarangi vasodilatasi dan aliran darah setempat pada

daerah inflamasi);

2. Membersihkan kulit dari eksudat, kusta dll;

3. Mempertahankan drainase pada daerah yang terinfeksi;

4. Meningkatkan proses kesembuhan dengan memfasilitasi gerakan bebas

ael-sel epidermis lewat kulit yang sakit sehingga terbentuk jaringan

granulasi yang baru.

Kompres basah umunya mengandung air ledenga yang bersih atau larutan

salin dengan suhu kamar. Meskipun sebagian kompres basah harus ditutupi

Page 13: REFERAT AMPUTASI

untuk mencegah evaporasi, kebanyakan kompres ini dibiarkan terbuka

terhadap udara.kompres terbuka memerlukan penggantian yang sering karena

evaporasi berlangsung dengan cepat. Kompres tertutup lebih jarang diganti.

Namun demikian, bahaya selalu ada karena bentuk kompres ii bukan hanya

melunakkan tetapi juga dapat menimbulkan maserasi pada kulit yang ditutupi.

Kompres basah hingga kering dilakukan untuk menghilangkan eksudat. Kasa

dibiarkan pada tempatnya sanapai kasa tersebut mengering.

Balutan oklusif

Balutan oklusif dapt dibuat atau diproduksi secara komersila dari potongan

kain penutup atau kasa yang steril atau nonsteril. Kasa dipkai untuk menutupi

obat topikal yang dioleskan pada kulit yang luka. Daerah lesi dibuat kedap

udara dengan memekai lembaran plastik yang tipis. Lembaran plastik tersebut

tipis dan mudah beradaptasi dengan tubuh serta permukaan kulit. Plester

bedah dari plastik ynag mengandung kortikosteroid pada lapisan perekat

dapat dipotong menjadi ukran tertentu dan dapat ditempelkan di bagian luka.

Umunya plastik pembalut ini tidak boleh digunakan lebih dari 12 jam.

Untuk memesang kasa di rumah, klien harus mendapatkan intruksi :

1. Mencuci daerah yang sakit, kemudian mengeringkannya;

2. Mengoleskan obat pada lesi ketika kulit tersebut berada dalam keadaan

basah;

3. Menutupi dengan lembaran plastik;

4. Menutupi dengan pembalut elastik, kasa tau plester kertas agar bagian tepi

tersegel.

Kasa harus dilepas setelah 12 jam dari setipa 24 jam untuk mencegah

penipisan kulit, striae (guratan mirip sabuk), talangiektasia dan maserasi.

Terapi intralesi

Terapi intralesi terdiri atas penyuntikan suspensi obat yang steril ke dalam

atau tepat di bawah lesi. Meskipun terapi ini mungkin memberikan efek

antiinflamasi, atrifi lokal dapat terjadi bila obat tersebu dimasukkan ke dalam

jaringan subkutan.

2.5.2 ROM

Page 14: REFERAT AMPUTASI

ROM adalah latihan gerakan sendi yang memungkinkan terjadinya kontraksi dan pergerakan otot,

dimana klien menggerakan masing-masing persendiannya sesuai gerakan normal baik secara aktif

ataupun pasif. Latihan Range of motion berfungsi antara lain utuk mencegah kontraktur,

meningkatkan tonus, massa, dan kekuatan otot, serta melancarkan sirkulasi perifer.

Latihan ROM Pasif dan Aktif.

2.6 Komplikasi

1. Kecepatan metabolisme

Jika seseorang dalam keadaan immobilisasi maka akan menyebabkan penekanan pada

fungsi simpatik serta penurunan katekolamin dalam darah sehingga menurunkan

kecepatan metabolisme basal.

2. Ketidakseimbangan cairan dan elektrolit

Adanya penurunan serum protein tubuh akibat proses katabolisme lebih besar dari

anabolisme, maka akan mengubah tekanan osmotik koloid plasma, hal ini

menyebabkan pergeseran cairan intravaskuler ke luar keruang interstitial pada bagian

tubuh yang rendah sehingga menyebabkan oedema. Immobilitas menyebabkan sumber

stressor bagi klien sehingga menyebabkan kecemasan yang akan memberikan

rangsangan ke hypotalamus posterior untuk menghambat pengeluaran ADH, sehingga

terjadi peningkatan diuresis.

3. Sistem respirasi

a. Penurunan kapasitas paru

Pada klien immobilisasi dalam posisi baring terlentang, maka kontraksi otot

intercosta relatif kecil, diafragma otot perut dalam rangka mencapai inspirasi

maksimal dan ekspirasi paksa.

b. Perubahan perfusi setempat

Dalam posisi tidur terlentang, pada sirkulasi pulmonal terjadi perbedaan rasio

ventilasi dengan perfusi setempat, jika secara mendadak maka akan terjadi

peningkatan metabolisme (karena latihan atau infeksi) terjadi hipoksia.

c. Mekanisme batuk tidak efektif

Page 15: REFERAT AMPUTASI

Akibat immobilisasi terjadi penurunan kerja siliaris saluran pernafasan sehingga

sekresi mukus cenderung menumpuk dan menjadi lebih kental dan mengganggu

gerakan siliaris normal.

4. Sistem Kardiovaskuler

a. Peningkatan denyut nadi

Terjadi sebagai manifestasi klinik pengaruh faktor metabolik, endokrin dan

mekanisme pada keadaan yang menghasilkan adrenergik sering dijumpai pada

pasien dengan immobilisasi.

b. Penurunan cardiac reserve

Dibawah pengaruh adrenergik denyut jantung meningkat, hal ini mengakibatkan

waktu pengisian diastolik memendek dan penurunan isi sekuncup.

c. Orthostatik Hipotensi

Pada keadaan immobilisasi terjadi perubahan sirkulasi perifer, dimana anterior dan

venula tungkai berkontraksi tidak adekuat, vasodilatasi lebih panjang dari pada

vasokontriksi sehingga darah banyak berkumpul di ekstremitas bawah, volume

darah yang bersirkulasi menurun, jumlah darah ke ventrikel saat diastolik tidak

cukup untuk memenuhi perfusi ke otak dan tekanan darah menurun, akibatnya klien

merasakan pusing pada saat bangun tidur serta dapat juga merasakan pingsan.

5. Sistem Muskuloskeletal

a. Penurunan kekuatan otot

Dengan adanya immobilisasi dan gangguan sistem vaskuler memungkinkan suplai

O2 dan nutrisi sangat berkurang pada jaringan, demikian pula dengan pembuangan

sisa metabolisme akan terganggu sehingga menjadikan kelelahan otot.

b. Atropi otot

Karena adanya penurunan stabilitas dari anggota gerak dan adanya penurunan

fungsi persarafan. Hal ini menyebabkan terjadinya atropi dan paralisis otot.

c. Kontraktur sendi

Kombinasi dari adanya atropi dan penurunan kekuatan otot serta adanya

keterbatasan gerak.

d. Osteoporosis

Page 16: REFERAT AMPUTASI

Terjadi penurunan metabolisme kalsium. Hal ini menurunkan persenyawaan

organik dan anorganik sehingga massa tulang menipis dan tulang menjadi keropos.

6. Sistem Pencernaan

a. Anoreksia

Akibat penurunan dari sekresi kelenjar pencernaan dan mempengaruhi sekresi

kelenjar pencernaan dan mempengaruhi perubahan sekresi serta penurunan

kebutuhan kalori yang menyebabkan menurunnya nafsu makan.

b. Konstipasi

Meningkatnya jumlah adrenergik akan menghambat pristaltik usus dan spincter

anus menjadi kontriksi sehingga reabsorbsi cairan meningkat dalam colon,

menjadikan faeces lebih keras dan orang sulit buang air besar.

7. Sistem perkemihan

Dalam kondisi tidur terlentang, renal pelvis ureter dan kandung kencing berada dalam

keadaan sejajar, sehingga aliran urine harus melawan gaya gravitasi, pelvis renal

banyak menahan urine sehingga dapat menyebabkan :

- Akumulasi endapan urine di renal pelvis akan mudah membentuk batu ginjal.

- Tertahannya urine pada ginjal akan menyebabkan berkembang biaknya kuman

dan dapat menyebabkan ISK.

8. Sistem integumen

Tirah baring yang lama, maka tubuh bagian bawah seperti punggung dan bokong akan

tertekan sehingga akan menyebabkan penurunan suplai darah dan nutrisi ke jaringan.

Jika hal ini dibiarkan akan terjadi ischemia, hyperemis dan akan normal kembali jika

tekanan dihilangkan dan kulit dimasase untuk meningkatkan suplai darah.

Page 17: REFERAT AMPUTASI

DAFTAR PUSTAKA

Apley and Solomon, Fracture and Joint Injuries in Apley’s System of Orthopaedics and Fractures, Eighth Edition, Butterwordh-Heinemann, London, 2001.

De Jong W, Sjamsuhidajat R, Sistem Muskuloskeletal dalam Syamsuhidajat R, Buku Ajar Ilmu Bedah, EGC, Jakarta, 1997.

Reksoprodjo, S. 1988. Indikasi dan Kondisi Pra/Pasca Amputasi. Naskah Lengkap Simposium Kedokteran Fisik & Rehabilitasi Medik Dalam Klinik. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Hal.48-49.

Brunner & suddart.2001.Medikal Bedah, Buku ilmu bedah, Jakarta:EGC.

McAnelly, RD., & Virgil W. Faulker. 1996. Lower Limb Prostheses. Randall L. Braddom, et al (Eds.). Physical Medicine & Rehabilitation. Philadelphia : W.B Saunders Company. P.289-297.