61
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang Amputasi berasal dari kata “amputare” yang kurang lebih diartikan “pancung”. Amputasi dapat diartikan sebagai tindakan memisahkan bagian tubuh sebagian atau seluruh bagian ekstremitas. Amputasi merupakan satu diantara prosedur pembedahan tertua yang telah berlangsung sejak lebih dari 2000 tahun yang lalu. 1 Mayoritas amputasi dilakukan karena adanya sumbatan pada pembuluh darah yang menuju ke kaki yang disebabkan oleh karena pengerasan pada dinding arteri (aterosklerosis). Sumbatan ini menyebabkan insufisiensi suplai darah yang menuju ke kaki. Karena diabetes menyebabkan pengerasan dinding arteri, maka sekitar 30- 40% amputasi dilakukan terhadap pasien diabetes. Pada pasien dengan diabetes dapat timbul ulkus pada kaki dan sekitar 7% merupakan ulkus yang aktif. Ulkus bisanya rekuren pada banyak penderita diabetes, sekitar 5-15% dari pasien-pasien diabetes dengan ulkus pada akhirnya memerlukan tindakan amputasi. Pengerasan dinding arteri kebanyakan terjadi pada laki-laki lansia yang merokok, maka mayoritas tindakan amputasi karena penyakit vascular terjadi pada kelompok ini. 1

253360600 Referat Amputasi Ekstremita

Embed Size (px)

DESCRIPTION

hemoroid

Citation preview

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Amputasi berasal dari kata “amputare” yang kurang lebih diartikan

“pancung”. Amputasi dapat diartikan sebagai tindakan memisahkan bagian tubuh

sebagian atau seluruh bagian ekstremitas. Amputasi merupakan satu diantara

prosedur pembedahan tertua yang telah berlangsung sejak lebih dari 2000 tahun

yang lalu.1

Mayoritas amputasi dilakukan karena adanya sumbatan pada pembuluh

darah yang menuju ke kaki yang disebabkan oleh karena pengerasan pada dinding

arteri (aterosklerosis). Sumbatan ini menyebabkan insufisiensi suplai darah yang

menuju ke kaki. Karena diabetes menyebabkan pengerasan dinding arteri, maka

sekitar 30-40% amputasi dilakukan terhadap pasien diabetes. Pada pasien dengan

diabetes dapat timbul ulkus pada kaki dan sekitar 7% merupakan ulkus yang aktif.

Ulkus bisanya rekuren pada banyak penderita diabetes, sekitar 5-15% dari pasien-

pasien diabetes dengan ulkus pada akhirnya memerlukan tindakan amputasi.

Pengerasan dinding arteri kebanyakan terjadi pada laki-laki lansia yang merokok,

maka mayoritas tindakan amputasi karena penyakit vascular terjadi pada

kelompok ini.1

Ketika pengerasan dinding arteri menimbulkan gangren dan nyeri yang

hebat dan berkepanjangan, maka amputasi mungkin merupakan pilihan

pengobatan. Jika amputasi tidak dilakukan, dapat menimbulkan adanya infeksi

yang dapat mengancam nyawa pasien. Kadang-kadang, tindakan by pass dapat

mencegah dilakukannya amputasi, tetapi tidak semua pasien dapat dilakukan

operasi by pass. Sebelum dilakukan amputasi, tungkai dapat menimbulkan

masalah yang serius yaitu dengan adanya infeksi dan nyeri yang dapat

mengancam nyawa pasien.1

2

Amputasi sebagian kecil dilakukan terhadap pasien dengan tumor atau

kanker pada ekstremitas, hal tersebut biasanya terjadi pada pasien yang lebih

muda.1

Amputasi ekstremitas telah dilakukan sejak zaman kuno. Penjelasan

mengenai amputasi tungkai pertama kali dijelaskan oleh Hipokrates (460-377

SM). Walaupun prosthesis tidak disebut dalam literatur kedokteran sejak zaman

kuno, mereka dengan sungguh-sungguh belajar dari buku-buku non-kedokteran

dan dari gambar-gambar.2,3

Kehilangan anggota gerak selalu menimbulkan masalah dalam hal

ekonomi, sosial, dan psikologis terhadap pasien dan keluarganya. Bagaimanapun,

amputasi merupakan pilihan terbaik yang dapat dilakukan untuk menyelamatkan

nyawa pasien. Indikasi amputasi ekstremitas secara umum disimpulkan sebagai

3D, yaitu dead, deadly, dan dead loss. Indikasi utama amputasi bervariasi di tiap

negara, tetapi umumnya terdiri atas trauma, komplikasi diabetes mellitus, dan

penyakit vascular perifer. Mayoritas pasien amputasi di negara berkembang

adalah pasien yang berusia lebih dari 60 tahun, dan 80-90% amputasi pada

ekstremitas bawah dilakukan karena gangguan vascular.2,3

Amputasi ekstremitas atas , selain amputasi jari meliputi 15-20% dari

semua amputasi ekstremitas. Lebih dari 90% amputasi ekstremitas atas

disebabkan oleh trauma, dan mayoritas terjadi pada laki-laki usia antara 20-40

tahun. Pembedahan tungkai untuk tumor tulang primer dan jaringan lunak

mungkin terjadi pada sebagian pasien. Penyebab lain yang jarang terjadi untuk

amputasi ekstremitas atas adalah penyakit vascular perifer, malformasi congenital,

gangguan neurologis, dan infeksi berat.4

Kehilangan ekstremitas atas adalah konsekuensi terburuk yang harus

diterima dibandingkan dengan kehilangan ekstremitas bawah. Amputasi

ekstremitas atas sering terjadi pada laki-laki muda korban trauma. Walaupun telah

terjadi perkembangan dalam material dan desainnya, penggunaan prostetik pada

pasien yang mengalami amputasi ekstremitas atas dalam jangka waktu lama hanya

sekitar 50%. Penggunaan prostetik dikurangi pada pasien amputasi dengan level

3

yang lebih tinggi, seperti cedera cedera brakialis dan ketika inisiasi rehabilitasi

dengan prostetik mengalami keterlambatan.4

4

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. AMPUTASI EKSTREMITAS BAWAH

1.1 ANATOMI TUNGKAI

Fungsi utama tungkai adalah untuk menunjang tubuh dan menjadi

tumpuan sewaktu berdiri, berjalan dan berlari, mereka dikhususkan sebagai daya

penggerak. Kedua tulang paha di posterior bersendi melalui art. sacroiliaca yang

kuat dan di anterior bersendi melalui symphysis pubis. Akibatnya tungkai lebih

kokoh dan dapat menahan berat badan sewaktu berdiri, berjalan dan berlari. Setiap

tungkai dapat dibagi dalam regio glutealis, paha, lutut, kaki, pergelangan kaki dan

kaki.5

A. Otot-Otot Ekstremitas Bawah

1. Otot Paha :

M. Rectus femoris

M. vastus lateralis

M. vastus medialis

M. vastus intermedius

M. Sartorius

M. gracilis

M. biseps femoris

M. semitendinosus

M. semimembranosus

2. Otot yang menggerakkan lutut dan kaki

M. tibialis anterior

M. ekstensor digiti longus

M. ekstensor hallucis longus

M. peroneus tersier

M. peroneus longus

M. peroneus brevis

5

M. gastrocnemius

M. soleus

M. plantaris

M. popliteus

M. tibialis posterior

M. fleksor digitorum longus

M. fleksor hallucis longus

B. Tulang-Tulang Ekstremitas Bawah

1. Femur

2. Tulang tungkai :

Tibia

Fibula

3. Pergelangan kaki : tarsal

4. Kaki : metatarsal

5. Jari-jari kaki : phalanges

6

Gambar 2.1 Femur2

Gambar 2.2 Hip Joint2

7

Gambar 2.3 Bony Attachments of Muscles of Hip and Thigh: Anterior View2

Gambar 2.4 Bony Attachments of Muscles of Hip and Thigh: Posterior View2

8

Gambar 1.6 Superficial Nerves and Veins of Lower Limb: Anterior View2Gambar 3.8 Femoral Nerve and Lateral Femoral Cutaneous Nerve2

Gb. Tulang jari kaki

Gb. Bony attachments of muscles of leg

9

1.2 ETIOLOGI

Amputasi ekstremitas bawah dapat dilakukan untuk alasan-alasan berikut : 1,2

1. Penyakit vaskular perifer (PVD) 13,14,15,16,17

Kebanyakan amputasi dilakukan adalah untuk penyakit iskemik,

terutama pada orang tua dengan diabetes mellitus. Pasien-pasien ini sering

mengalami neuropati perifer yang berkembang menjadi ulkus dan

selanjutnya gangren dan osteomielitis.

2. Trauma

Patah tulang terbuka yang parah (IIIc) dengan cedera pada arteri

poplitea dan nervus tibialis posterior dapat diobati dengan teknik-teknik

terkini, namun dengan biaya yang tinggi, dan beberapa pembedahan

diperlukan. Hasilnya sering merupakan kaki yang terasa sakit,

nonfungsional, dan kurang efisien daripada prosthesis.

3. Tumor

Amputasi jarang dilakukan dengan munculnya teknik-teknik

penyelamatan ekstremitas yang semakin maju.

4. Infeksi

Pengobatan sepsis dengan agen vasokonstriktor kadang-kadang

dapat menyebabkan sumbatan pembuluh darah dan selanjutnya dapat

menjadi nekrosis, sehingga perlu amputasi. Di lain waktu, eradikasi

sumber infeksi yang sulit menyebabkan dilakukannya amputasi untuk

menghilangkan sumber infeksi tersebut.

5. Defisiensi ekstremitas kongenital (Congenital limb deficiency)

Amputasi karena defisiensi ekstremitas kongenital dilakukan

terutama pada populasi pediatrik karena kegagalan pembentukan tungkai

sebagian atau komplit. Defisiensi ekstremitas kongenital telah

diklasifikasikan sebagai longitudinal, transversal, atau intercalary.

Defisiensi radialis atau tibialis disebut sebagai preaxial, sedangkan

defisiensi ulnaris dan fibula disebut sebagai postaxial.

10

1.3 PATOFISIOLOGI

Amputasi ekstremitas bawah sering merupakan pilihan pengobatan untuk

ekstremitas yang tidak terekonstruksi dan fungsi yang kurang memuaskan.

Amputasi harus dilakukan dengan hati-hati dan dianggap sebagai prosedur

rekonstruktif, mirip dengan artroplasti total sendi panggul (total hip arthroplasty)

atau mastektomi (amputasi payudara), daripada sebuah prosedur ablatif.

Semakin tinggi level amputasi pada ekstremitas bawah, maka semakin

besar pengeluaran energi yang diperlukan untuk berjalan. Lihat gambar di bawah

ini untuk melihat tingkat amputasi7. Semakin proksimal level amputasi, maka

semakin berkurang kecepatan berjalan dan semakin besar konsumsi oksigen.

Bagi kebanyakan orang yang telah menjalani transtibial amputasi, biaya

energi untuk berjalan tidak lebih besar daripada yang diperlukan untuk orang-

orang yang tidak mengalami amputasi. Bagi mereka yang telah menjalani

amputasi transfemoral, energi yang diperlukan adalah 50-65% lebih besar

daripada yang diperlukan bagi mereka yang tidak mengalami amputasi. Selain itu,

mereka yang PVD yang telah menjalani amputasi mungkin transfemoral

cardiopulmonary atau penyakit sistemik dan memerlukan energi maksimal untuk

berjalan, membuat sulit untuk mempertahankan kemandirian.

11

Tabel pengeluaran energi untuk amputasi

Amputation level Energy above baseline, %

Speed, m/min

Oxygen cost, mL/kg/m

Long transtibial 10 70 0.17

Average transtibial 25 60 0.20

Short transtibial 40 50 0.20

Bilateral transtibial 41 50 0.20

Transfemoral 65 40 0.28

Wheelchair 0-8 70 0.16

Penyembuhan luka amputasi memerlukan perhatian yang besar karena

kebanyakan amputasi dilakukan untuk sirkulasi pembuluh darah yang tidak

adekuat (misalnya, PVD, kerusakan penutup jaringan lunak akibat trauma). Kulit

merupakan faktor yang sangat penting dalam kemampuan mobilisasi dan hasil

akhir bagi orang yang telah mengalami amputasi. Penutup jaringan lunak dari

ekstremitas sisa sekarang menjadi akhir proprioseptif organ antara sisa ujung

ekstremitas dengan prostesis. Untuk ambulasiyang efektif, penutup ini harus

terdiri dari massa otot cukup “mobile nonadherent” dan meliputi seluruh

ketebalan kulit dan jaringan subkutan yang dapat menampung tegangan aksial dan

tegangan geser dalam soket prostetik.

Split-thickness skin grafting (STSG) kadang-kadang digunakan untuk

melengkapi penutupan luka atau mengurangi ketegangan pada penutupan luka,

sambil mempertahankan panjang ekstremitas. Ketika ditempatkan di atas jaringan

lunak dengan menghindari jaringan parut pada tulang, cangkokan-cangkokan

(graft) ini dapat berfungsi dengan cukup baik. Namun, sering terjadi area

pencangkokan kulit ini tidak dapat mentoleransi stress aksial dan tegangan geser

dalam prostesis dan mungkin memerlukan pengangkatan di kemudian hari, ketika

pembengkakan pascaoperasi telah mereda.

Pada pasien dengan penyakit vaskular, pelestarian panjang ekstremitas

harus diimbangi dengan kemampuan penyembuhan luka dan kemampuan untuk

12

ambulasi. Sebuah evaluasi operasi vaskular harus diperoleh untuk menentukan

kelayakan rekonstruksi vaskular dengan harapan mempertahankan panjang

ekstremitas. Untuk pasien agar secara efektif dapat mentransfer berat badannya

dari sisa tungkai ke prostesis, sebuah penutup jaringan lunak yang intak mutlak

diperlukan.

Rasa Sakit Dan Sindrom Sisa Ekstremitas Yang Tidak Aktif

Meskipun industri prostesis telah membuat kemajuan yang signifikan

selama beberapa dekade, rasa sakit masih menjadi masalah bagi banyak pasien

yang telah menjalani amputasi ekstremitas bawah. Prostesis diperlukan untuk

memperbaiki dan mengurangi area yang sakit dan sensitif ini. Seringkali,

perbaikan gejala bisa tercapai, namun, intervensi bedah lebih lanjut mungkin

diperlukan.

Rasa sakit pada pasien yang telah menjalani amputasi ekstremitas dapat

berasal dari tulang, otot, saraf, atau kulit. Gejala yang menyakitkan ini biasanya

menyebabkan disabilitas yang signifikan, kesulitan melakukan kegiatan sehari-

hari, dan penurunan kemampuan untuk memakai prosthesis.

1.4 MANIFESTASI KLINIS

Pada pasien dengan PVD, diagnosis biasanya diketahui setelah pada

individu-individu ini dilakukan studi vascular dan diputuskna harus melakukna

revaskularisasi. Dengan adanya sumbatan pembuluh darah yang progresif dan

neuropati, kaki menjadi gangrene dan titik tekanan pada kaki tersebut lama-lama

berubah menjadi ulkus dan akhirnya menginvasi ke tulang. Selama dalam

perawatan, diperlukan biaya terhadap mahal langkah-langkah yang dilakukan

dalam upaya untuk menyelamatkan ujung kaki individu tersebut, dan pasien

kehilangna banyak waktu produktif yang berharga. Pasien sering mengalami

beberapa amputasi kaki dan multiple debridement, sering kursi roda menjadi

alternative untuk menghilangkan rasa sakit atau untuk menghilangkan tekanan

pada ekstremitas. Selain itu, pasien seringkali mengalami selulitis karena

venostasis atau nyeri yang menetap karena penyakit iskemik.

13

Untuk pasien trauma, amputasi mungkin terjadi akibat transeksi

ekstremitas langsung atau pada fraktur terbuka yang parah dengan cedera

neurovaskular yang unreconstructable. Tungkai yang terluka parah menyebabkan

rekonstruksi yang kurang fungsional dibandingkan dengan amputasi. Hal lain

disebabkan karena kegagalan upaya untuk memepertahankann anggota tubuh

pasien tidak dapat dilakukan sehingga meninggalkan pasien dalam kondisi

kesakitan. Ekstremitas yang diselamatkan sering memerlukan pengobatan

berkepanjangan yang membutuhkan psikologis yang baik pada pasien dan

menyerap energi emosional yang signifikan. Ekstremitas yang dihasilkan

mungkin kurang fungsional dibandingkan dengan pemakaian prosthesis.

Osteomyelitis dapat terjadi akibat dari penyakit sistemik atau patah tulang

terbuka. Kultur atau biopsi sering dapat digunakan untuk mengidentifikasi

organisme penyebab infeksi. Gas Gangren adalah infeksi yang sangat serius yang

disebabkan oleh spesies Clostridium, sering mengakibatkan amputasi. Infeksi

Myonecrosis akibat klostridiumi berkembang dengan cepat, dan pada pasien dapat

bermanifestasi sebagai rasa nyeri, sepsis, dan delirium. Pemeriksaan palpasi

sering ditemukan secret berwarna kecoklatan dan krepitasi dalam jaringan lunak.

Infeksi myonecrosis karena streptokokus berkembang lebih lambat dari

infeksi klostridium. Orang dengan diabetes mellitus sering mengalami infeksi

yang melibatkan infeksi polymicrobial yang termasuk kedalam mikrorganisme

anaerob dan Gram negatif.

Keganasan sering bermanifestasi sebagai rasa nyeri. Pasien sering dirujuk

untuk mengikuti pemeriksaan amputasi untuk tumor, setelah penyelamatan

ekstremitas tidak termasuk sebagai pilihan.

Defisiensi ekstremitas kongenital dan malformasi congenital adalah jelas

dan tampak sejak lahir. Dengan kesulitan pertumbuhan, dan keterbatasan

perkembangan fungsional yang membatasi mobilitas pasien.

1.5 INDIKASI

14

Amputasi adalah pengobatan pilihan untuk penyakit pada tungkai dan

cedera ekstremitas bawah yang mana upaya menyelamatkan dan merekonstruksi

memerlukan waktu yang panjang, emosi dan finansial mahal, dan memiliki hasil

yang kurang memuaskan. Indikasi untuk penghapusan ekstremitas mencakup

PVD, trauma, tumor, infeksi, dan anomaly kongenital.

Indikasi utama untuk amputasi ekstremitas di Amerika Serikat adalah

PVD. Orang dengan diabetes mellitus meliputi 50% dari seluruh populasi dengan

PVD. Diperkirakan 65.000 amputasi ekstremitas bawah dilakukan untuk

kelompok ini setiap tahun. Amputasi ekstremitas untuk PVD dilakukan untuk

infeksi tulang dan jaringan lunka yang tidak terkendali, penyakit yang

nonreconstructable dengan kehilangan jaringan yang terus-menerus, atau rasa

sakit yang tidak henti-hentinya akibat iskemia otot.

Meskipun ada peralatan yang lebih aman dan perbaikan dalam operasi

menyelamatkan anggota tubuh telah dilakukan, kehilangan anggota tubuh akibat

trauma terus terjadi karena kecelakaan industri dan kecelakaan kendaraan

bermotor. Kecelakaan ini melibatkan fraktur terbuka dengan derajat yang lebih

tinggi dengan keterlibatan cedera saraf, kehilangan jaringan lunak, iskemia dan

cedera neurovaskular yang unreconstructable. Dalam kasus ini, mungkin pada

awalnya menyelamatkan ekstremitas dapat berhasil, tetapi hanya akan berakhir

pada ujung yang terinfeksi dan menyakitkan pasien yang mempengaruhi aktivitas

kehidupan sehari-hari dan pekerjaannya. Upaya menyelamatkan anggota tubuh

sering dilakukan dengan hasil yang kurang baik, meninggalkan pasien dengan

ekstremitas yang kurang fungsional daripada prostesis dan mengakibatkan pasien

kehilangan banyak waktu untuk bekerja dan biaya dalam perawatan.

Tujuan dalam pengobatan tumor ganas tulang adalah membuang lesi

dengan risiko yang paling rendah untuk mengalami kekambuhan. Pembedahan

penyelamatan ekstremitas telah menggantikan peran amputasi sebagai pengobatan

utama untuk tumor tulang. Agar pembedahan tersebut dapat direkomendasikan,

risiko kekambuhan lokal harus sama dengan melakukan amputasi, dan anggota

tubuh yang diselamatkan harus dapat berfungsi dengan baik.

15

Anomaly dan malformasi tungkai congenital meliputi persentase yang

kecil untuk amputasi. Situasi ini dievaluasi secara individual karena anggota tubuh

ini sering dapat berfungsi dengan baik dan dapat digunakan manajemen orthotic

atau rekonstruksi anggota badan. Ketika mempertimbangkan amputasi, harus

dipastikan tindakan tersebut akan menghasilkan fungsi yang lebih baik daripada

keadan pasien dengan kondisi saat ini.

1.6 KONTRAINDIKASI

Keputusan untuk melakukan amputasi sering datang setelah semua pilihan

lain telah habis. Ini adalah keputusan akhir yang tidak dapat dibalikkan lagi jika

sudah dilakukan amputasi. Satu-satunya kontraindikasi untuk amputasi adalah

kesehatan yang buruk yang mengganggu kemampuan pasien untuk menerima

obat-obat anestesi dan pembedahan. Anggota badan sakit sering merupakan

sumber utama penyakit pasien yang mengarah kepada penurunan status kesehatan

pasien. Penghapusan ekstremitas yang berpenyakit diperlukan untuk

menghilangkan toksin sistemik dan menyelamatkan kehidupan pasien.

1.7 PEMERIKSAAN

Pemeriksaan Laboratorium

Penyembuhan luka akibat amputasi menjadi perhatian yang serius karena

kebanyakan amputasi dilakukan pada sirkulasi pembuluh darah yang tidak

adekuat. Pemeriksaan laboratorium standar yang direkomendasikan tergantung

pada kondisi medis pasien. Studi laboratorium relatif terhadap penyembuhan luka

adalah sebagai berikut:

C-reactive protein (CRP): marker inflamasi ini merupakan indikator

terhadap adanya infeksi. Kadar CRP kurang dari 1,0 mg / L menunjukkan

bahwa tidak ada infeksi; lebih besar dari 8 mg / L menunjukkan infeksi

signifikan.

Hemoglobin: hasil pengukuran hemoglobin yang lebih besar dari 10 g / dL

diperlukan. Darah yang banyak mengandung oksigen diperlukan untuk

penyembuhan luka.

16

Hitung limfosit absolut: Kurang dari 1500/μ/L menunjukkan defisiensi

imun dan peningkatan limfosit kemungkinan infeksi.

Kadar Albumin Serum: kadar 3,5 g / dL atau kurang menunjukkan

malnutrisi dan hilangnya kemampuan untuk penyembuhan luka.

Pada pasien dengan gangren yang tidak progresif, kondisi fisiologis yang

tidak memadai seperti yang ditentukan oleh pemeriksaan laboratorium ini perlu

dioptimalkan (misalnya, dengan obat oral atau melalui infus hiperalimentasi

sebelum amputasi untuk gizi buruk). Ketika infeksi sudah tidak progresif atau

iskemik teratasi, amputasi terbuka dapat dilakukan dan jaringan lunak dapat

dibuat kemudian.

Pencitraan

Radiografi anteroposterior dan lateral dari ekstremitas yang terlibat

Computed tomography (CT) scan dan Magnetic Resonance Imaging

(MRI) yang dilakukan untuk pemeriksaan pasien tumor atau osteomielitis

untuk memastikan batas pembedahan.

Scan tulang Technetium-99m (99m Tc) pyrophosphate telah digunakan

untuk memprediksi kebutuhan untuk amputasi pada orang dengan luka

bakar listrik dan frostbite. Dengan tingkat sensitivitas 94% dan spesifisitas

100% telah dilaporkan dalam membedakan jaringan yang viable dan

nonviable.

USG Doppler digunakan untuk mengukur tekanan arteri; Pada sekitar 15%

dari pasien dengan PVD, hasilnya palsu meningkat karena

noncompressibility dari ujung calcified arteri. USG Doppler telah

digunakan di masa lalu untuk memprediksi penyembuhan luka. Ukuran

minimum 70 mm Hg diyakini diperlukan untuk penyembuhan luka.

- Iskemik indeks (II): Indeks ini adalah rasio dari tekanan USG

Doppler pada tingkat yang sedang diuji dengan tekanan sistolik

brakialis. II dari 0,5 atau lebih besar pada tingkat operasi

diperlukan untuk mendukung penyembuhan luka.

17

- Ankle-brachial index: The II di tingkat pergelangan kaki

diyakini menjadi indikator terbaik untuk menilai aliran darah

yang adekuat masuk ke tungkai. Indeks kurang dari 0,45

menunjukkan Insisi distal ke pergelangan kaki tidak akan

sembuh.

Tes lain

Pengukuran tekanan oksigen tarnscutaneus adalah pemeriksaan non-

invasif yang menilai tekanan parsial oksigen berdifusi melalui kulit. Pemeriksaan

ini dapat diterapkan untuk setiap area kulit utuh dan mencatat kapasitas

pengiriman oksigen dari sistem vascular18,19. Pengukuran tekanan oksigen

transcutaneus diyakini yang paling dapat diandalkan dan tes yang sensitif untuk

penyembuhan luka.

Nilai lebih besar dari 40 mm Hg menunjukkan potensi yang baik untuk

penyembuhan luka. Nilai yang kurang dari 20 mm Hg menunjukkan

potensi penyembuhan yang buruk.

Satu penelitian melaporkan tingkat sensitifitas 88% dan tingkat spesifitas

84%19. Tekanan mungkin palsu di daerah edema, selulitis, dan perubahan

stasis vena.

1.8 PENATALAKSANAAN

Medikamentosa

Sebuah pendekatan lintas disiplin harus diambil8,9. Pasien yang menjalani

amputasi harus dievaluasi untuk kognitif dan kemampuan fisik. Konsultasi dengan

ahli terapi fisik, pekerja sosial, dan mungkin seorang psikiater harus diperoleh

untuk menentukan potensi ambulatori pasien. Membiarkan pasien untuk berbicara

dengan seseorang yang telah mengalami amputasi juga dapat mempersiapkan

pasien untuk harapan masa depan dan menyediakan jawaban atas pertanyaan

pasien mungkin tidak dipertimbangkan.

Pasien dengan PVD harus dievaluasi oleh seorang ahli bedah vaskular

untuk menentukan kelayakan vaskular rekonstruksi. Konsultasi dengan spesialis

18

internal juga direkomendasikan untuk evaluasi pasien umum kesehatan medis dan

segala penyakit kardiovaskular, serta pengendalian diabetes mellitus, jika sesuai.

Risiko kematian berikut amputasi ekstremitas bawah pada pasien diabetes bisa

tinggi Di samping itu, banyak pasien dengan PVD sering kekurangan gizi dan

mungkin mempunyai tambahan iskemik jantung atau iskemik otak. Infeksi yang

berkembang pada pasien-pasien ini sering polymicrobial, dan antibiotik spektrum

luas yang direkomendasikan dalam hubungannya dengan debridement adalah

antibiotic dengan spectrum luas.16,20

Dalam myonecrosis klostridial infeksi, oksigen hiperbarik mungkin

diperlukan dalam kombinasi dengan antibiotik yang sesuai. Myonecrosis

streptokokus membutuhkan antibiotik yang sesuai dan eksisi otot yang terlibat.

Terapi Pembedahan

Telah dibuat kemajuan yang besar dalam hal penatalaksanaan trauma

ekstremitas bawah yang parah dan PVD. Revaskularisasi, fiksasi internal patah

tulang, teknik mikrovaskuler, dan prosedur-prosedur transfer jaringan bebas telah

membaik dan meningkatkan kepuasan pasien. Pandangan saat ini adalah bahwa

operasi amputasi merupaka prosedur rekonstruksi untuk mengembalikan pasien ke

kehidupanyangaktif.

Dibandingkan dengan perubahan yang telah terjadi di bidang prosthetics,

teknik amputasi telah berubah sedikit selama bertahun-tahun. Bahkan dengan

amputasi dan pemasangan prosthesis yang dilakukan dengan baik, beberapa

pasien mempunyai gejala ekstremitas sisa terasa sakit, bengkak, dan rasa

ketidakstabilan, dan juga memiliki penurunan panjang prostetik. Pasien ini

menimbulkan tantangan bagi ahli bedah rekonstruksi. Efek dari operasi

sebelumnya, perubahan anatomi, atrofi otot dan tulang, dan deconditioning

aerobic adalah variabel yang penting dalam memprediksi keberhasilan operasi

amputasi.

Prinsip-prinsip umum untuk operasi amputasi melibatkan manajemen yang

sesuai dengan kulit, tulang, saraf, dan pembuluh darah, sebagai berikut:

19

Panjang kulit terbesar mungkin harus dipelihara untuk penutupan otot dan

pembebasan tegangan

otot ditempatkan di atas ujung tulang yang dipotong melalui myodesis

(yaitu, otot dijahit melalui lubang bor di tulang), flap posterior panjang

dijahit anterior, atau myoplasty seimbang (yaitu, antagonis kelompok otot

dan fasia dijahit bersama-sama).

Saraf ditranseksi di bawah ketegangan, proksimal terhadap tulang yang

dipotong dan daerah bebas tegangan. Hal ini untuk mengurangi potensi

terbentuknya neuroma yang akan menjadi sumber rasa sakit. Memotong

saraf d proksimal bebas skar berpotensi untuk membantu dalam

mengurangi iritasi dan rasa sakit..

Arteri dan vena yang lebih besar didiseksi dan diligasi. Hal ini untuk

mencegah fistula arteriovenosa dan aneurisma. Penonjolan tulang disekitar

persendian dihilangkan dengan gergaji. Transeksi diafisis dapat ditutup

dengan cangkok osteoperiosteal fleksibel lokal. Mempertahankan panjang

maksimal ekstremitas mungkin sangat diharapkan. Amputasi di bawah

lutut sebaiknya dilakukan 12,5-17,5 cm di bawah sendi.12

Persiapan Sebelum Operasi

Antibiotik yang tepat sebelum operasi diberikan dalam kasus-kasus

infeksi, dan antibiotik profilaksis yang diberikan dalam kasus-kasus

amputasi elektif atau yang dihasilkan dari trauma.

Sebuah turniket yang ditempatkan di ujung tungkai

Instrument vascular dan tulang

Serangkaian 45º-angled chisels untuk rekonstruksi osteomyoplastik.

Sebuah kekuatan yang tepat untuk memotong tulang melihat diperoleh

(biasanya kekuatan berosilasi melihat).

Vessel ligatures.

20

Amputasi Transmetatarsal

Insisi kulit dilakukan sedistal mungkin, dibuat flap dorsalis dan plantar.

Otot Fleksor dan ekstensor diangkat sebagai salah satu musculofascial flap.

Pembuluh darah diisolasi dan diligasi, dan saraf jari-jari dipisahkan, didistraksi,

dan diligasi pada tingkat yang lebih proksimal.

Osteoperiosteal flaps diangkat dari metatarsal pertama dan kelima.

Metatarsal ditranseksi dari dorsal ke plantar di sekitar 15º. Osteoperiosteal flaps

dijahit end-to-end dan kepada setiap metatarsal, meliputi (menutup) diaphysis

yang terbuka. Fleksor dan ekstensor dijahit satu sama lain melalui fasia,

membentuk myoplasty. Jika digunakan, turniket dilepaskan dan perdarahan

dikendalikan. Penrose drain ditempatkan untuk dekompresi hematoma.

Amputasi Transtibial

Informed consent diperoleh dari semua pasien. Pada pasien dengan residu

ekstremitas yang pendek, kemungkinan disarticulasi lutut atau amputasi di atas

lutut juga dibahas. Setiap usaha dilakukan untuk mempertahankan sendi lutut.

Pasien diposisikan telentang. Sebuah tonjolan di bawah pinggul dapat digunakan

untuk mengontrol rotasi ekstremitas, dan turniket diterapkan. Pada pasien dengan

penyakit vaskular, penggunaan turniket adalah pada dasar kebijaksanaan. Tidak

ada perbedaan dalam penyembuhan luka antara insisi anterior-posterior, oblik,

atau insisi medial-lateral.

Setelah irisan, menembus lapisan otot, kemudian membawa lebih

proksimal, dengan kompartemen anterior, lateral, dan posterior diidentifikasi dan

terisolasi. Jika panjang flap otot posterior digunakan untuk menutupi bagian

anterior pada amputasi primer, perawatan harus dilakukan untuk mempertahankan

panjang otot kompartemen posterior ini. Selama isolasi kompartemen otot,

perawatan juga harus dilakukan untuk mempertahankan lampiran fasia ke otot-

otot untuk rekonstruksi myoplastic.

Mengikuti isolasi kompartemen otot, struktur neurovaskular utama

diidentifikasi, dibebaskan dari jaringan parut, dan dipisahkan. Ini harus mencakup

n. tibialis, arteri, dan vena; n. peronealis superfisialis dan profunda, arteri dan

21

vena peroneal; n. suralis; dan nervus serta arteri saphena. Saraf yang diidentifikasi

harus ditranseksi setinggi mungkin dan diperbolehkan untuk menarik jaringan

lunak. Arteri dan saraf dipisahkan dan diligasi dalam cara terpisah.

Setelah diseksi jaringan lunak selesai, perhatian adalah berpaling kepada

struktur tulang. The periosteum diinsisi dari anterior ke posterior pada fibula dan

tibia. Dengan sudut 45°, osteoperiosteal flap diangkat ke medial dan lateral,

mempertahankan lampiran proksimal. Fragmen kortikal kecil yang tersisa

dibiarkan melekat pada periosteum.

Setelah flaps osteoperiosteal dibuat, setiap korteks tulang yang terekspos

direseksi pada tingkat yang sama, untuk memudahkan penjahitan dari

osteoperiosteal flaps. Ini memerlukan tidak lebih dari 1,5-2 cm dari tulang untuk

reseksi. Medial tibial flap dijahit ke lateral fibular flap, dan lateral tibial flap

dijahit ke medial fibula flap, mengakibatkan struktur mirip tabung.

Pada sisa ekstremitas yang pendek atau sangat pendek, graft

osteoperiosteal diambil dari proksimal tibia, ekstremitas kontralateral, atau krista

iliaka untuk mempertahankan panjang tulang. Ini mungkin juga dilakukan pada

setiap panjang sisa ekstremitas. Para penulis telah menggunakan free

osteoperiosteal grafts yang diambil dari tungkai yang dipotong pada amputasi

primer tanpa kesulitan dan dengan pembentukan synostosis yang lengkap.

Amputasi Transfemoral

Pasien diberitahu mengenai risiko dan komplikasi bedah. Semua upaya

dilakukan untuk mempertahankan panjang sisa ekstremitas, untuk menghindari

perlunya peningkatan pengeluaran energi. Dalam rekonstruksi sekunder, laporan

operasi sebelumnya harus ditinjau ulang dan perhatian harus diarahkan ke arah

perawatan otot dan saraf, yang dapat membantu dalam eksposur dan pembedahan.

Ekstremitas disiapkan dalam cara yang standar. Sebuah turniket mungkin tidak

selalu layak, dan turniket steril dapat digunakan. Sebuah tonjolan diletakkan di

bawah pinggul dari ekstremitas yang terlibat untuk membantu mengontrol rotasi.

Insisi sebelumnya diidentifikasi dan digunakan, jika diperlukan.

22

Dilakukan pembedahan menembus lapisan otot. Otot-otot sering

mengalami retraksi dan atrofi, sehingga diperlukan diseksi proksimal dan

identifikasi. Adduktor, abductor, quadrisep, dan hamstring terisolasi dalam

kelompok masing-masing. Penutup fasia dipertahankan untuk myoplasty

berikutnya. Struktur neurovaskular diidentifikasi dan diisolasi secara terpisah.

Memisahkan saraf dari arteri penting. Dengan cara ini, iritasi pulsatil saraf dapat

dihindari.

Saraf tungkai dimobilisasi oleh diseksi tumpul ditranseksi pada tingkat

yang lebih tinggi, sehingga terjadi retraksi ke jaringan lunak sekitarnya. Jika

turniket telah digunakan, mungkin akan dirilis untuk mengevaluasi pendarahan.

Struktur vaskular sering rapuh dan harus ditangani dengan hati-hati untuk

menghindari retraksi proksimal. Arteri dan vena yang terkait diligasi secara

terpisah untuk menghindari hubungan arteri-vena.

Perhatian diarahkan distal sisa femur. Periosteum diinsisi anterior ke

posterior. Menggunakan sudut 45° osteotome, osteoperiosteal flaps medial dan

lateral diangkat, proksimal mempertahankan lampiran. Elevasi dari flap dibantu

dengan rotasi 180 °, mengangkat dan mempertahankan lampiran osteoperiosteal.

Femur ditranseksi pada tingkat osteoperiosteal flaps, dengan sedikit penghapusan

tulang paha. Medial dan lateral flap dijahit bersama-sama, dan jahitan dengan

daerah sekitar periosteal, untuk menutupi akhir kanal meduler yang terbuka.

Myoplasty dilakukan dengan menjahit kelompok otot yang antagonistik

satu sama lain dan penahan mereka ke dalam periosteum, menutupi osteoplasty.

Adduktor dijahit ke grup pertama abduktor, atau mereka berlabuh ke periosteum

femoralis lateral. abduktor ditutupi oleh adduktor dan diamankan ke periosteum,

anterior dan posterior. Fleksor dijahit ke grup ekstensor dan yang mendasari

adduktor / abductor, sentralisasi distal femur tulang paha dalam otot penutup.

Kulit diikat ke dasar myoplasty secara simetris, menghindari “dog ears”

dan invaginasi dari sayatan. Sebuah kontur yang mulus adalah tujuan,

memungkinkan untuk membuat permukaan yang baik untuk prostetik. Penrose

drain dipasang sebelum penutupan selesai.

23

Pascaoperasi, ekstremitas sisa ditempatkan dalam sebuah Ace wrap hip

Spica atau plester bebat yang besar, tergantung pada panjang sisa ekstremitas

tersebut. Jahitan diangkat setelah 2-3 minggu, tergantung pada penyembuhan

luka. Pengukuran untuk prostetik dilakukan setelah 5-8 minggu pascaoperasi.

Terapi fisik dimulai untuk transfer, desensitisasi, lingkup gerak sendi, aerobik,

dan penguatan tubuh bagian atas.

Pascaoperasi Details

Dressing dan perawatan pasca-operasi berbeda-beda, masing-masing

dengan keuntungan dan kerugian. Ada 4 jenis dressing pascaoperasi tersedia,

sebagai berikut:

Soft dresing: tidak mengontrol edema pascaoperasi.

Dressing dengan pressure wrap: dressing jaringan lunak dengan

compression wrap memerlukan pemerataan tekanan untuk menghindari

kemungkinan terjadinya strangulasi

Semi-rigid Dressing: Semi-rigid dressing termasuk plester perban dan

Unna Paste Bandages diadakan di tempat dengan stockinette. Dressing ini

memiliki keuntungan yang sama dengan rigid dressing, kecuali prosthesis

pascaoperasi tidak langsung dapat digunakan.

Rigid dressing: Banyak rigid dressing tersedia secara komersial, dan

bantuan prosthesis intraoperative mungkin diperlukan. Rigid dressing

mungkin memiliki potensi keuntungan untuk maturasi sisa ekstremitas,

penurunan edema, mengurangi rasa sakit, proteksi luka, dan mobilisasi

awal dalam kombinasi dengan pemakaian segera prosthesis pascaoperasi.

Kerugian meliputi akses yang sulit ke luka dan tekanan yang berlebihan,

yang menyebabkan timbulnya nekrosis.

Follow Up

Dua minggu setelah operasi, latihan kontraksi otot dan desensitisasi

progresif dari ekstremitas sisa dapat dimulai. Desensitisasi dimulai dengan handuk

24

untuk tekanan sisa ekstremitas distal, dan distal-end bearing dimulai pada struktur

lembut (biasanya tempat tidur).

Prostetik manajemen dimulai 6 minggu setelah operasi, tergantung pada

kondisi ekstremitas dan luka. Beberapa pasien tidak menginginkan prostesis

karena kurang keseimbangan, lemah, atau gangguan kognitif. Maka penggunaan

permanen tidak dianjurkan pada pasien ini.

1.9 KOMPLIKASI

Persiapan operasi dan tindakan intraoperasi dilakukan dengan hati-hati

untuk mencegah terjadinya komplikasi yang bisa terjadi. Komplikasi yang biasa

terjadi adalah kerusakan luka dan masalah kulit, pembengkakan, edema,

kontraktur sendi, sakit, dan sensasi phantom ekstremitas.

Penyembuhan luka pada pasien dengan penyakit vaskular bisa sangat

terganggu oleh penyakit yang mendasarinya atau penutupan kulitnya. Kerusakan

luka yang kecil seharusnya diizinkan untuk demarkasi, dan ini dapat diobati

dengan reseksi terbuka. Kerusakan luka yang luas dengan pemaparan otot dan

tulang mungkin memerlukan revisi amputasi, pemendekan tulang, dan penutupan

tanpa ketegangan.

Folikulitis dari sisa ekstremitas dapat dihindari dengan tidak bercukur.

Ketika folikulitis terjadi, dapat diobati dengan antibiotik oral. Demikian pula,

hidradenitis harus dikelola dengan kebersihan tepat dan kadang-kadang dengan

antibiotik oral.

Edema Pascaoperasi dapat terjadi dan dapat mengganggu penyembuhan

luka. Masalah ini dapat dikurangi dengan melakukan penutupan kanal meduler

dan myoplasty. Pembengkakan pascaoperasi sisa ekstremitas distal disebabkan

dressing proksimal yang dressing. Ini dapat mengakibatkan kongesti dan luka

lanjutan dan kesulitan pemasangan prostetik. Demikian pula, jika prosthesis

terlalu ketat pada proksimal, pembengkakan dan kongesti vena dapat terjadi dan

dapat menyebabkan selulitis.

Kontraktur sendi panggul atau lutut dapat terjadi pada saat operasi atau

pascaoperasi dari kurangnya aktivitas dan ambulasi dengan kursi roda yang

25

berkepanjangan. Pada saat operasi, otot overtightening harus dihindari dan posisi

yang tepat pascabedah dipertahankan.

Pada pasien yang telah menjalani amputasi transtibial dan transfemoral,

duduk yang lama dengan fleksi lutut dan pinggul harus dihindari. Pasien yang

telah menjalani amputasi transfemoral harus diinstruksikan untuk berbaring dalam

posisi yang telungkup beberapa kali dalam sehari untuk meregangkan otot-otot

pinggul. Terapi fisik harus dimulai untuk latihan gerak sendi. Kontraktur sendi

dapat menyulitkan pemakaian prostetik.

Sensasi bahwa anggota tubuh diamputasi masih ada dikenal sebagai

sensasi phantom, dan ini terjadi di hampir semua pasien yang menjalani amputasi.

Sensasi ini cenderung menurun dari waktu ke waktu secara bertahap. Nyeri

Phantom digambarkan sebagai rasa panas yang menyakitkan di ekstremitas yang

diamputasi, dan adalah lebih sering daripada yang sebelumnya. Penyebab nyeri

ekstremitas sisa ini adalah neuroma pada level amputasi, yang menjadi melekat ke

kulit, otot, dan tulang. Hal ini dapat menyebabkan stimulasi saraf langsung atau

nyeri dari traksi dengan gerakan ekstremitas. Stimulasi pulsatil arteri yang terus-

menerus terhadap saraf terjadi ketika struktur neurovaskular diligasi bersama-

sama.

Pada pasien yang telah menjalani amputasi transtibial, stimulasi saraf

dapat terjadi dari kompresi saraf antara gerakan fibula melawan tibia melawan.

Penyebab lain yang mengakibatkan njyeri adalah penutup jaringan lunak yang

tidak kompeten, akhir tonjolan tulang dan spur yang terkait dengan bursitisr, skar

jaringan dalam, atau iskemia pada pasien dengan penyakit vaskular yang telah

menjalani amputasi.

1.10 HASIL DAN PROGNOSIS

Kebanyakan amputasi di Amerika Serikat dilakukan pada orang tua untuk

PVD. Angka kematiannya adalah 20% dalam tahun pertama dan 40% dalam

waktu 5 tahun. Tingkat kematian yang tinggi ini menciptakan kesulitan dengan

tindak lanjut dan dokumentasi hasil fungsional, dan studi sangat minim dan

sebagian besar tidak lengkap.

26

Dalam tinjauan untuk membantu dalam pengelolaan pasien, Matsen et al

mencoba untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang berhubungan dengan hasil

amputasi. Faktor-faktor yang muncul untuk mempengaruhi persepsi pasien

termasuk kondisi ekstremitas kontralateral; kenyamanan residual ekstremitas;

kenyamanan, fungsi, dan tampilan prostesis; faktor-faktor sosial, dan kemampuan

untuk berpartisipasi dalam kegiatan-kegiatan rekreasi. Gangguan emosional dan

fisik adalah gangguan stress pascatrauma (posttraumatic stress disorder), disfungsi

seksual, dan depresi. Untuk 25-35% dari pasien yang mengalami depresi,

konsultasi yang sesuai harus diperoleh

B. AMPUTASI EKSTREMITAS ATAS

Amputasi ekstremitas atas, selain amputasi jari meliputi 15-20% dari

semua amputasi ekstremitas. Lebih dari 90% dari amputasi ekstremitas atas

disebabkan oleh trauma, dan mayoritas terjadi pada laki-laki usia antara 20 sampai

40 tahun21. Pembedahan tungkai untuk tumor tulang primer dan jaringan lunak

mungkin terjadi pada sebagian pasien. Penyebab lain yang jarang terjadi untuk

amputasi ekstremitas atas adalah penyakit vascular perifer, malformasi congenital,

gangguan neurologis, dan infeksi berat.

Kehilangan ekstremitas atas adalah konsekuensi terburuk yang harus

diterima dibandingkan dengan kehilangan ekstremitas bawah. Amputasi

ekstremitas atas sering terjadi pada laki-laki muda korban trauma, yang

menyebabkan hilangnya fungsi dan pencitraan dirinya. Walaupun telah terjadi

perkembangan dalam material dan desainnya, penggunaan prostetik pada pasien

yang mengalami amputasi ekstremitas atas dalam jangka waktu lama hanya

sekitar 50%. Penggunaan prostetik dikurangi pada pasien amputasi dengan level

yang lebih tinggi, seperti cedera cedera brakialis dan ketika inisiasi rehabilitasi

dengan prostetik mengalami keterlambatan.

1. ANATOMI EKSTREMITAS ATAS 5,6,22

Otot yang menggerakkan lengan

27

M.pectoralis mayor

M.latissimus dorsi

M.deltoideus

M.subskapularis

M.supraspinatus

M.infraspinosa

M.teres minor

M. teres mayor

M.coracobrachialis

Otot yang menggerakkan lengan dan lengan bawah

M.biseps

M.brakhialis

M.brachioradialis

M.triseps

M.anconeus

Otot yang menggerakkan pergelangan dan tangan

1. Otot anterior : fleksor superfisial

M.pronator teres

M.fleksor carpi radialis

M.palmaris longus

M.fleksor carpi ulnaris

M.fleksor digitorum superfisialis

M.ekstensor carpi ulnaris

2. Otot posterior : dalam

M.supinator

M.abductor pollicis longus

M.ekstensor pollicis brevis

M.ekstensor pollicis longus

3. Otot anterior : fleksor dalam

M.fleksor digitorum profundus

M.fleksor pollicis longus

28

M.pronator quadratus

4. Otot posterior : ekstensor superficial dari sisi lateral ke medial lengan

bawah.

M.ekstensor carpi radialis longus

M.ekstensor carpi radialis brevis

Tulang

1. Girdle pectoral

Scapula

Klavikula

2. Lengan atas : Humerus

Tuberkel besar dan kecil

Leher surgical (surgical neck)

Tuberositas deltoid

Epikondilus medial dan lateral

Prosesus koronoid

3. Lengan bawah

Radius

Ulna

4. Pergelangan tangan : karpal

5. Tangan : metacarpal

6. Tulang-tulang jari : phalanges

29

30

31

2. INDIKASI

Trauma adalah indikasi yang paling utama untuk amputasi ekstremitas

atas. Cedera yang parah, terpotong, otot yang terkoyak-koyak mungkin

memerlukan amputasi segera. Cedera pleksus brakialis yang irreversible

menyebabkan dilakukannya amputasi mengikuti periode cedera akut. Tumor

tulang atau tumor jaringan lunak yang ganas yang mengenai saraf dan pembuluh

darah tidak memungkinkan untuk dilakukan penyelamatan ekstremitas. Tumor

dengan keterlibatan luas carpal tunnel atau fosa antecubiti mungkin memerlukan

amputasi untuk mengeradikasi tumor lokal. Penyakit pembuluh darah perifer yang

tidak dapat diperbaiki atau direkonstruksi mungkin memerlukan amputasi,

khususnya dalam kasus diabetes.23

3. TRAUMA 24

Sebelum pengembangan perbesaran optik dan teknik microsurgical,

replantasi lengan proksimal mengalami keterbatasan. Aplikasi microsurgical

vaskular dan perbaikan saraf telah memungkinkan replantation lebih distal dari

lengan dan jari yang mengalami cedera yang parah. Penyelamatan lengan atau

tangan bahkan dengan sensasi atau fungsi terbatas sering lebih unggul daripada

dengan memakai prostetik.

4. CEDERA PLEKSUS BRAKIALIS 24

Cedera pleksus brakialis paling sering terjadi pada laki-laki muda akibat

kecelakaan kendaraan bermotor, industri atau pertanian. Prognosis untuk

pemulihan tergantung lokasi dan luasnya cedera. Avulsi akar saraf tidak patut

diperbaiki tetapi mungkin direkonstruksi dengan neurotisasi distal dan transfer

otot, asalkan donor tersedia. Avulse multilevel akar saraf menyebabkan potensi

untuk sembuh kecil. Computed tomography myelography contrast, respons akson

terhadap histamine intradermal, Elektromiografi, somatosensory evoked potential,

dan Magnetic Resonance Imaging mungkin berguna untuk mengidentifikasi lokasi

cedera saraf.

32

Tanda cedera pleksus brakialis komplit ireversibel adalah sebagai berikut :

Tidak adanya pengembalian fungsi klinis setelah 1 tahun

Tiga atau lebih pseudomeningoceles pada myelography

Tidak adanya potensi aksi volunteer di daerah C-5 ke T-1 pada ujian ulang

elektromiografi

Tes histamin positif di daerah C-5 ke T-1

5. TUMOR GANAS MUSKULOSKELETAL 24

Mayoritas tumor tulang dan jaringan lunak di ujung atas, kecuali tangan,

dapat direseksi dengan batas yang lebar tanpa mempengaruhi kelangsungan hidup

(18). Rekonstruksi tulang dan jaringan lunak menggunakan transfer tendon, graft

saraf dan pembuluh darah, dan transfer jaringan bebas mikrovaskular. Tumor

yang tidak dapat direseksi tanpa mengorbankan beberapa saraf utama, atau risiko

kekambuhan lokal, biasanya memerlukan amputasi. Tingkat amputasi harus

menyediakan margin yang mencegah terulangnya lokal tanpa gangguan

fungsional yang dihasilkan dari tingkat yang lebih proksimal dari amputasi.

Teknik pembedahan amputasi ekstremitas atas

Lakukan amputasi ekstremitas atas pada tingkat yang paling distal dengan

penyembuhan luka tidak rumit.

Saraf dipisahkan secara tajam dan memungkinkan mereka untuk menarik

kembali untuk menyediakan penutupan jaringan lunak yang adekuat.

Hindari elektrokauter di sekitar saraf.

Turniket dapat digunakan, namun merupakan kontraindikasi pada

amputasi untuk infeksi atau tumor.

AMPUTASI DIBAWAH SIKU (BELOW ELBOW AMPUTATION) 24

Jika status vaskular ekstremitas memuaskan, amputasi pada tingkat yang

paling distal menyediakan puntung yang optimal untuk digunakan prostetik. Jika

status vaskular tungkai terganggu, penyembuhan di sepertiga distal lengan bawah

33

dapat terganggu karena kurangnya vaskularisasi otot ke dalam jaringan subkutan.

Pemakaian turniket dapat digunakan.

Buat flap yang sama di anterior dan posterior lipatan kulit (Gambar 121,1),

ligasi arteri radialis dan ulnaris.

Gambar 121,1. Amputasi bawah siku, menunjukkan flap dorsal dan

volar yang sama.

Identifikasi saraf utama (yaitu, radial, ulnaris, median), membaginya

secara tajam seproksimal mungkin, dan memungkinkannya untuk tertarik

ke jaringan lunak.

Sayat bagian proksimal radius dan ulna ke bagian paling proksimal dari

sayatan kulit, dan haluskan pinggirnya yang kasar dengan memarut atau

rongeur.

Lakukan penutupan myoplastic penutupan. Jika tingkat amputasi

proksimal terhadap taut myotendinous dari tendon-tendon fleksor dan

ekstensor lengan bawah, menjahit kompartemen otot palmaris di ujung

tulang ke kompartemen ekstensor.

Tingkat yang paling proksimal yang pas dengan kaki palsu di bawah siku

adalah level insersi tendon biseps pada jari-jari. Jika keadaan memerlukan

amputasi pada tingkat ini, melepaskan 2,5 cm lagi distal dari tendon biseps

menyediakan puntung untuk pemasangan kaki palsu.

Jika tingkat amputasi adalah pada sepertiga distal lengan bawah, bawa

tendon fleksor digitorum superfisialis melewati ujung tulang dan jahit ke

fasia kompartemen ekstensor.

Mendapatkan hemostatis. Jika perlu, gunakan drain. Tutup luka tanpa

ketegangan, dan menerapkan sebuah dressing.

34

DISARTIKULASI SIKU 24

Amputasi melalui siku memiliki keuntungan yang sama sebagai amputasi

melalui lutut di ekstremitas bawah. Bulbus humerus distal menyediakan suspense

yang baik untuk prosthesis.

Sebuah turniket steril dapat digunakan. Buat flap yang sama antara

anterior dan posterior, dengan flap posterior meluas sampai ke suatu titik

2,5 cm distal ke olecranon dan flap anterior memperluas ke biseps

penyisipan pada radius.

Ligasi arteri brakialis. Pisahkan secara tajam saraf radial, ulnaris, dan

median. Memungkinkannya untuk menarik ke jaringan lunak.

Disartikulasi siku dengan memisahkan insersi otot bisep (yaitu, radius) dan

insersi dari brakialis (yaitu, ulna) di anterior dan dengan memisahkan

tendon trisep pada insersi olecranon. Lepaskan fleksor dan pronatror

medial dari epikondilus medialis, dan memisahkan ekstensor dari

epikondilus humeri lateral.

Lakukan capsulotomy anterior, dan potong lengan bawah, meninggalkan

permukaan artikular distal humerus yang utuh.

Bawa tendon trisep ke anterior dan jahit ke tendon otot bisep dan otot

brakialis melewati trochlea humerus. Tempatkan drain dan tutup luka

tanpa ketegangan, gunakan dressing.

C. AMPUTASI DIATAS SIKU (ABOVE-ELBOW AMPUTATION) 24

Untuk dapat melakukan pemasangan sebuah prostesis di atas siku, yang

mencakup mekanisme kunci siku dan ekstensi dan fleksi siku dan untuk rotasi,

melakukan amputasi di atas siku 3,8 cm proksimal terhadap sendi. Amputasi pada

level collum humerus berfungsi sebagai disartikulasi bahu, namun tingkat ini

memiliki keuntungan kosmetik untuk menjaga kontur bahu yang normal.

AMPUTASI MIDARM 24

Untuk amputasi melalui midbrachium (Gambar 121,2), buat flap yang

sama antara anterior dan posterior.

35

 

Gambar 2.2. Sebuah amputasi di atas siku dengan flap yang sama di anterior

dan posterior.

Identifikasi dan ligasi arteri brakialis.

Pisahkan kompartemen otot-otot anterior sekitar 1,3 cm distal ke level

transeksi tulang. Membagi trisep 5 cm distal ke level transeksi tulang.

Potong humerus dan haluskan.

Lakukan penutupan myoplasti, jahit kompartemen otot anterior ke trisep.

Tutup luka tanpa ketegangan melewati drain, gunakan dressing.

AMPUTASI PADA SEPERTIGA PROKSIMAL 24

Untuk amputasi melalui leher humerus, buat insisi anterior dari proses

coracoid sepanjang batas anterior deltoid ke insersi lateral dari deltoid

pada humerus. Perpanjang insisi ke posterior sepanjang batas posterior

deltoid ke lipatan aksilaris posterior.

Ligasi v. sefalika. Lepaskan otot deltoideus dari insersi humeri, dan

mencerminkan itu proksimal. Lepaskan pectoralis mayor dari insersi

humeri, dan mencerminkan itu medial (Gambar 121,3).

36

 

Gambar 2,3. Sebuah amputasi humeri proksimal menggunakan pendekatan

anterior.

Identifikasi neurovaskular bundle, dan ligasi a. aksilaris. Pisahkan secara

tajam saraf muskulokutaneus, median, ulnaris, dan radial, dan

memungkinkan mereka untuk menarik ke proksimal.

Pisahkan teres minor dan otot latisimus dorsi dekat dengan insersi humeri.

Pada suatu titik sekitar 2 cm distal ke bagian tulang yang dimaksud,

membagi coracobrachialis dan otot bisep, dan mencerminkan mereka

distal.

Mengamputasi humerus di leher pembedahan. Menjahit coracobrachialis

dan otot bisep ke trisep melewati puntung tulang. Memangkas deltoideus

lateral, dan jahit secara medial. Pasang sebuah drain dan tutup kulit tanpa

ketegangan.

AMPUTASI SEKITAR BAHU 24

Disartikulasi Bahu

Mulailah sebuah insisi anterior pada proses coracoid, kemudian lanjutkan

ke distal sepanjang batas anterior dari deltoideus ke insersi humerus.

37

Lanjutkan ke posterior sepanjang batas posterior dari deltoideus, dan

hubungkan insisi anterior dengan insisi posterior melewati insisi di aksila.

Identifikasi bundle neurovascular dalam interval antara coracobrachialis

dan kepala pendek biseps, ligasi dan pisahkan arteri dan vena aksilaris.

Pisahkan secara tajam saraf medianus, ulnaris, dan muskulokutaneus, dan

memungkinkan mereka untuk menarik ke jaringan lunak.

Lepaskan deltoid dari insersi humeri, dan tarik bersama-sama dengan kulit

di proksimal. Lepaskan coracobrachialis dan kepala pendek biseps dari

coracoid, dan lepaskan insersi humeri dari pectoralis mayor.

Rotasi eksternalkan lengan, dan pisahkan kapsul sendi anterior dan m.

subskapulari. Rotasi Internalkan lengan, dan pisahkan rotator eksternal

pendek dan teres mayor.

Pisahkan trisep dan kapsul inferior, dan potong lengan.

Jahit ujung otot ke glenoid untuk mengisi ruang rugi (dead space). Bawa

deltoideus dengan kulit di atasnya ke inferior, dan jahit inferior glenoid ke

batas insisi aksila posterior. selesaikan prosedur.

Disartikulasi Scapulothoracic 24

Mulailah insisi lateral ke insersi klavikularis dari m.sternokleidomastoid,

dan perluas sayatan ke distal sepanjang klavikula ke sendi

acromioclavicular bersama melewati akromion ke spina skapula dan ke

posterior sepanjang batas vertebralis scapula.

Mulailah sayatan yang lebih rendah di sepertiga medial klavikula.

Lanjutkan ke arah distal ke sutura deltopektoralis melewati aksila secara

horizontal, dan bergabung dengan sayatan pertama di posterior pada spina

skapula.

Lepaskan m.pektoralis mayor dari klavikula, dan pisahkan lateral

klavikula terhadap insersi m.sternokleidomastoid. Eksisi klavikula pada

level sendi acromioclavicular.

Jika perlu, ligasi vena jugularis interna dan lepaskan m.pectoralis mayor

dan minor dari insersinya, ekspose neurovaskular bundle.

38

Ligasi dan pisahkan arteri dan vena subklavia. Potong komponen-

komponen pleksus brakialis, dan memungkinkan mereka untuk retraksi.

Lepaskan latisimus dorsi dan fasia aksilaris dari humerus, sehingga lengan

jatuh ke posterior. Pegang lengan melewati dada, dan dari superior ke

inferior pisahkan sisa otot yang memfiksasi bahu ke skapula. Pisahkan otot

yang memegang skapula ke dada, dimulai dengan trapezius dan terus

berlanjut sampai omohyoid, m. levator scapulae, paralelogram mayor dan

minor, dan serratus anterior.

Potong lengan dan tulang belikat.

Jahit otot yang tersisa di lateral dinding dada, dan tutup flap kulit melewati

drain.

PERAWATAN PASCAOPERASI DAN REHABILITASI24

Setelah operasi, pasien dengan amputasi ekstremitas atas dapat diobati

dengan rigid dressing dan pemasangan prostetik awal, seperti yang dijelaskan oleh

Burkhalter. Sekitar 50% dari orang dewasa yang menjalani amputasi, dapat

direhabilitasi dengan pemakaian prostetik. Sebelum memulai pemasangan kaki

palsu dan pelatihan, pertimbangkan usia, ekstremitas yang dominan, pekerjaan,

dan status psikososial pasien.

Terlepas dari jenis prostesis yang digunakan, waktu pemasangan prostetik

awal yang paling menentukan keberhasilan rehabilitasi. Malone menunjukkan

dalam serangkaian amputasi ekstremitas atas yang menggunakan prostetik dalam

waktu 1 bulan setelah amputasi menghasilkan 93% tingkat keberhasilan

rehabilitasi prostetik (26 dari 28 pasien). Sedangkan pada pasien yang dipasang

prostetik lebih dari sebulan setelah amputasi hanya 42% (9 dari 19) yang

mencapai rehabilitasi prostetik. Meskipun didukung dengan rigid dressing

pascaoperasi.

39

BAB III

KESIMPULAN

Amputasi adalah tindakan memisahkan bagian tubuh sebagian atau seluruh

bagian ekstremitas. Mayoritas amputasi dilakukan karena adanya sumbatan pada

pembuluh darah yang menuju ke kaki yang disebabkan oleh karena pengerasan

pada dinding arteri (aterosklerosis). Sumbatan ini menyebabkan insufisiensi suplai

darah yang menuju ke kaki. Amputasi sebagian kecil dilakukan terhadap pasien

dengan tumor atau kanker pada ekstremitas dan ada juga yang diakibatkan

kecelakan lalu lintas, hal tersebut biasanya terjadi pada pasien yang lebih muda.

Fungsi utama tungkai adalah untuk menunjang tubuh dan menjadi

tumpuan sewaktu berdiri, berjalan dan berlari, mereka dikhususkan sebagai daya

penggerak. Kedua tulang paha di posterior bersendi melalui art. sacroiliaca yang

kuat dan di anterior bersendi melalui symphysis pubis. Akibatnya tungkai lebih

kokoh dan dapat menahan berat badan sewaktu berdiri, berjalan dan berlari. Setiap

tungkai dapat dibagi dalam regio glutealis, paha, lutut, kaki, pergelangan kaki dan

kaki.

40

DAFTAR PUSTAKA

1. Taylor SM, Kalbaugh CA, Blackhurst DW et al. Preoperative clinical

factors predict postoperative functional outcomes after major lower limb

amputation: an analysis of 553 consecutive patients. J Vasc Surg 2005; 42:

227-35.

2. Ertl W. Amputations of the Lower Extremity dalam www.emedicine.com.

Updated Maret 2008.

3. Jawaid M, Ali Irfan, Kaimkhani GM. Current indications for major lower

limb Amputations at civil hospital, Karachi. Pakistan Journal of Surgery.

Vol 24, issued 4. 2008. p 228-231.

4. Edward A. Athanasian. chapter 121: amputations of the upper extremity.

Chapman's Orthopaedic Surgery, 3rd Edition. 2001 Lippincott Williams &

Wilkins. New York.

5. Snell. Anatomi Klinik. Bagian 2. Ed 3. EGC: Jakarta. 2002. Hal 271-329.

6. Netter, F. Atlas of Human Anatomy. 3th ed. ICON: New York. 2003

41

7. Waters RL, Perry J, Antonelli D, Hislop H. Energy cost of walking of

amputees: the influence of level of amputation. J Bone Joint Surg

Am. Jan 1976;58(1):42-6.

8. Matsen SL, Malchow D, Matsen FA 3rd. Correlations with patients'

perspectives of the result of lower-extremity amputation. J Bone Joint

Surg Am. Aug 2000;82-A(8):1089-95.

9. Pandian G, Kowalske K. Daily functioning of patients with an amputated

lower extremity. Clin Orthop Relat Res. Apr 1999;361:91-7.

10. Ziegler-Graham K, MacKenzie EJ, Ephraim PL, Travison TG,

Brookmeyer R. Estimating the prevalence of limb loss in the United

States: 2005 to 2050. Arch Phys Med Rehabil. Mar 2008;89(3):422-9.

11. Murdoch G, Wilson AB Jr, eds. Amputation: Surgical Practice and

Patient Management. St Louis, Mo: Butterworth-Heinemann

Medical; 1996.

12. Tooms RE. Amputations. In: Crenshaw AH, ed. Campbell's Operative

Orthopedics. Vol 1. 7th ed. St. Louis, Mo: Mosby-Year Book; 1987:597-

637.

13. Lipsky BA, Berendt AR, Deery HG, et al. Diagnosis and treatment of

diabetic foot infections. Clin Infect Dis. Oct 1 2004;39(7):885-910.

14. Sheehan P, Edmonds M, Januzzi JL Jr, et al, for the Consensus Panel of

the American Diabetes Association. Peripheral arterial disease in people

with diabetes. Diabetes Care. Dec 2003;26(12):3333-41.

15. Carter SA, Tate RB. The value of toe pulse waves in determination of

risks for limb amputation and death in patients with peripheral arterial

disease and skin ulcers or gangrene. J Vasc Surg. Apr 2001;33(4):708-14.

16. Reiber GE, Boyko EJ, Smith DG. Lower extremity foot ulcers and

amputation in diabetes. In: Harris MI, Cowie CC, Stern MP, et al,

eds. Diabetes in America. 2nd ed. Bethesda, Md: National Diabetes Data

Group, National Institute of Diabetes and Digestive and Kidney

Diseases; 1995:409-28.

42

17. Burgess EM, Matsen FA 3rd, Wyss CR, Simmons CW. Segmental

transcutaneous measurements of PO2 in patients requiring below-the-knee

amputation for peripheral vascular insufficiency. J Bone Joint Surg

Am. Mar 1982;64(3):378-82.

18. Wyss CR, Harrington RM, Burgess EM, Matsen FA 3rd. Transcutaneous

oxygen tension as a predictor of success after an amputation. J Bone Joint

Surg Am. Feb 1988;70(2):203-7.

19. Misuri A, Lucertini G, Nanni A, Viacava A, Belardi P. Predictive value of

transcutaneous oximetry for selection of the amputation level. J

Cardiovasc Surg (Torino). Feb 2000;41(1):83-7.

20. Tseng CH, Chong CK, Tseng CP, et al. Mortality, causes of death and

associated risk factors in a cohort of diabetic patients after lower-extremity

amputation: a 6.5-year follow-up study in

Taiwan. Atherosclerosis. Mar 2008;197(1):111-7.

21. Baumgartner R. The Surgery of Arm and Forearm Orthop Clin N Am

1981;12:805.

22. Sloane, ethan. Anatomi dan fisiologi Jakarta: EGC. 2003.

23. Lagaard SW, McElfresh EC, Premer RF. Gangrene of the Upper

Extremity in Diabetic Patients. J Bone Joint Surg 1989;71A:257.

24. Chapman’s orthopaedic surgery, 3rd ed. 2001. Lippincott Williams &

Wilkins.