109
RASIONALITAS PENGGUNAAN OBAT ANTIPSIKOTIK PADA PASIEN SKIZOFRENIA DI INSTALASI RAWAT INAP RUMAH SAKIT JIWA DAERAH SURAKARTA TAHUN 2015 Oleh : Ida Bagus Adi Santikara 19134018 A FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SETIA BUDI SURAKARTA 2017

RASIONALITAS PENGGUNAAN OBAT ANTIPSIKOTIK PADA …repository.setiabudi.ac.id/1086/2/SKRIPSI IDA BAGUS ADI S.pdfskizofrenia di instalasi rawat inap rumah sakit jiwa daerah surakarta

  • Upload
    others

  • View
    8

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: RASIONALITAS PENGGUNAAN OBAT ANTIPSIKOTIK PADA …repository.setiabudi.ac.id/1086/2/SKRIPSI IDA BAGUS ADI S.pdfskizofrenia di instalasi rawat inap rumah sakit jiwa daerah surakarta

RASIONALITAS PENGGUNAAN OBAT ANTIPSIKOTIK PADA PASIEN

SKIZOFRENIA DI INSTALASI RAWAT INAP RUMAH SAKIT JIWA

DAERAH SURAKARTA TAHUN 2015

Oleh :

Ida Bagus Adi Santikara

19134018 A

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SETIA BUDI

SURAKARTA

2017

Page 2: RASIONALITAS PENGGUNAAN OBAT ANTIPSIKOTIK PADA …repository.setiabudi.ac.id/1086/2/SKRIPSI IDA BAGUS ADI S.pdfskizofrenia di instalasi rawat inap rumah sakit jiwa daerah surakarta

i

RASIONALITAS PENGGUNAAN OBAT ANTIPSIKOTIK PADA PASIEN

SKIZOFRENIA DI INSTALASI RAWAT INAP RUMAH SAKIT JIWA

DAERAH SURAKARTA TAHUN 2015

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat mencapai

Derajat Sarjana Farmasi (S. Farm)

Program Studi S1 Farmasi pada Fakultas Farmasi

Universitas Setia Budi

Oleh :

Ida Bagus Adi Santikara

19134018 A

HALAMAN JUDUL

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SETIA BUDI

SURAKARTA

2017

Page 3: RASIONALITAS PENGGUNAAN OBAT ANTIPSIKOTIK PADA …repository.setiabudi.ac.id/1086/2/SKRIPSI IDA BAGUS ADI S.pdfskizofrenia di instalasi rawat inap rumah sakit jiwa daerah surakarta

ii

PENGESAHAN SKRIPSI

Berjudul

RASIONALITAS PENGGUNAAN OBAT ANTIPSIKOTIK PADA PASIEN

SKIZOFRENIA DI INSTALASI RAWAT INAP RUMAH SAKIT JIWA

DAERAH SURAKARTA TAHUN 2015

Oleh:

Ida Bagus Adi Santikara

19134018A

Dipertahankan di hadapan Panitia Penguji Skripsi

Fakultas Farmasi Universitas Setia Budi

Pada tanggal : 6 Juni 2017

Mengetahui,

Fakultas Farmasi

Univeritas Setia Budi

Dekan,

Prof. Dr. R.A. Oetari, SU., MM., M.Sc., Apt.

Pembimbing,

Samuel Budi Harsono, M.Si., Apt.

Pembimbing pendamping,

Ganet Eko Pramukantoro, M.Si., Apt.

Penguji:

1. Dra. Kisrini, M.Si., Apt. ..........................

2. Dr. Jason Merari P., MM., M.Si., Apt. ..........................

3. Sunarti, M.Sc., Apt. ..........................

4. Samuel Budi Harsono, M.Si., Apt. ..........................

Page 4: RASIONALITAS PENGGUNAAN OBAT ANTIPSIKOTIK PADA …repository.setiabudi.ac.id/1086/2/SKRIPSI IDA BAGUS ADI S.pdfskizofrenia di instalasi rawat inap rumah sakit jiwa daerah surakarta

iii

HALAMAN PERSEMBAHAN

karmaṇy evādhikāras te

mā phaleṣu kadācana

mā karma-phala-hetur bhūr

mā te sańgo 'stv akarmaṇi

(Bhagawad Gita Bab II Sloka 47)

Berbuatlah hanya demi kewajibanmu, bukan hasil perbuatan

itu yang kau pikirkan, jangan sekali-kali pahala jadi motifmu dalam bekerja, jangan pula hanya berdiam diri tanpa kerja

Skripsi ini dipersembahkan kepada :

Tuhan Yang Maha Esa atas segala anugrah-Nya yang melimpah sehingga

diberikan kesempatan, kesabaran serta semangat dalam menempuh

pendidikan

Keluarga Tercinta (Ratu Niang, Aji, Ibu, Adik, dan

Keluarga Besar Griya Prapitamaha Manuaba)

Alamamater, Bangsa, dan Negara

Page 5: RASIONALITAS PENGGUNAAN OBAT ANTIPSIKOTIK PADA …repository.setiabudi.ac.id/1086/2/SKRIPSI IDA BAGUS ADI S.pdfskizofrenia di instalasi rawat inap rumah sakit jiwa daerah surakarta

iv

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi ini adalah hasil pekerjaan saya

sendiri dan tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar

kesarjanaan di suatu Perguruan Tinggi dan sepanjang pengetahuan saya tidak

terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain,

kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar

pustaka.

Apabila skripsi ini merupakan jiplakan dari peneliti/karya ilmiah/skripsi

orang lain, maka saya siap menerima sanksi, baik secara akademis maupun hukum.

Surakarta, 6 Juni 2017

Ida Bagus Adi Santikara

Page 6: RASIONALITAS PENGGUNAAN OBAT ANTIPSIKOTIK PADA …repository.setiabudi.ac.id/1086/2/SKRIPSI IDA BAGUS ADI S.pdfskizofrenia di instalasi rawat inap rumah sakit jiwa daerah surakarta

v

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan atas kehadirat Ida Sang Hyang

Widhi Wasa yang telah melimpahkan segala anugrah-Nya sehingga penulis dapat

menyelesaikan skripsi yang berjudul “RASIONALITAS PENGGUNAAN OBAT

ANTIPSIKOTIK PADA PASIEN SKIZOFRENIA DI INSTALASI RAWAT

INAP RUMAH SAKIT JIWA DAERAH SURAKARTA TAHUN 2015”.

Skripsi ini disusun untuk meraih gelar Sarjana Farmasi (S.Farm) pada Fakultas

Farmasi Universitas Setia Budi di Surakarta.

Selama penyusunan skripsi ini penulis telah banyak mendapat bantuan baik

secara moril maupun materil, saran, dan motivasi dari berbagai pihak. Pada

kesempatan ini penulis ingin menyampaikan banyak terima kasih kepada:

1. Ratu Niang (Ida Pedanda Istri Rai), yang sudah memberikan semangat dan

dukungan yang sangat berharaga.

2. Kedua orang tua tercinta (Ida Bagus Putu Susila) dan (Ida Ayu Made Yoni)

yang sudah meberikan kasih sayang dan semangat yang melimpah.

3. Adik tersayang (Ida Ayu Made Citra Swandewi), serta Keluarga Besar Griya

Prapitamaha Manuaba yang telah memberikan dukungan materil dan moril

yang sangat berharga.

4. Dr. Ir. Djoni Tarigan. MBA., selaku Rektor Universitas Setia Budi.

5. Prof. Dr. R. A. Oetari, SU., MM., M.Sc., Apt. selaku Dekan Fakultas Farmasi

Universitas Setia Budi.

6. Dr. Rina Herowati, M.Si.,Apt. selaku pembimbing akademik yang sudah

membimping dan memantau akademis penulis selama kuliah.

Page 7: RASIONALITAS PENGGUNAAN OBAT ANTIPSIKOTIK PADA …repository.setiabudi.ac.id/1086/2/SKRIPSI IDA BAGUS ADI S.pdfskizofrenia di instalasi rawat inap rumah sakit jiwa daerah surakarta

vi

7. Samuel Budi Harsono, M.Si., Apt. selaku kepada pembimbing utama dan Ganet

Eko Pramukantoro, M.Si., Apt. selaku pembimbing pendamping yang telah

berkenan membimbing dan telah banyak memberikan waktu, dukungan,

petunjuk dan nasehat dalam penyusunan skripsi.

8. Dra. Kisrini, M.Si.,Apt., Dr. Jason Merari P., MM., M.Si., Apt, dan Sunarti,

M.Sc., Apt. selaku penguji yang telah berkenan memberikan waktu, nasehat,

dan masukan dalam penyusunan skripsi

9. Himpunan Mahasiswa Jurusan S1 Farmasi USB, yang telah memberikan

pengalaman dan Amanah yang luar biasa dalam berorganisasi.

10. Keluarga Mahasiswa Hindu Dharma USB (Luna, Ruddy, Widya, Dwik, Ayu,

Susan, Angel, dan Renata)

11. Squad kecil dan bahagia (Abi, Imam, Astrid, & Alfi)

12. Teman-teman Farmasilima, FKK 4, Musafir Sukses Squad, Kawan Kontrakan

Pak Gudel dan semua teman-teman yang tidak bisa disebuktkan satu per satu,

pokonya terimakasih banyak

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan dan

semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi peningkatan kualitas dalam ilmu

kefarmasian.

Surakarta, 6 Juni 2017

Ida Bagus Adi Santikara

Page 8: RASIONALITAS PENGGUNAAN OBAT ANTIPSIKOTIK PADA …repository.setiabudi.ac.id/1086/2/SKRIPSI IDA BAGUS ADI S.pdfskizofrenia di instalasi rawat inap rumah sakit jiwa daerah surakarta

vii

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ................................................................................................... i

PENGESAHAN SKRIPSI ......................................................................................... ii

HALAMAN PERSEMBAHAN ...............................................................................iii

PERNYATAAN ........................................................................................................ iv

KATA PENGANTAR ............................................................................................... v

DAFTAR ISI ............................................................................................................ vii

DAFTAR GAMBAR ................................................................................................ xi

DAFTAR TABEL .................................................................................................... xii

DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................... xiv

INTISARI ................................................................................................................. xv

ABSTRACT ............................................................................................................ xvi

BAB I PENDAHULUAN ..................................................................................... 1

A. Latar Belakang Masalah ..................................................................... 1

B. Perumusan Masalah ........................................................................... 3

C. Tujuan Penelitian ............................................................................... 4

D. Kegunaan Penelitian........................................................................... 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................ 5

A. Skizofrenia ......................................................................................... 5

1. Definisi ........................................................................................ 5

2. Etiologi ........................................................................................ 5

2.1 Endokrin ............................................................................. 5

2.2 Metabolisme ....................................................................... 5

2.3 Genetik ............................................................................... 5

2.4 Neurokimia ........................................................................ 6

2.5 Hipotesis perkembangan saraf ........................................... 6

2.6 Faktor pranatal ................................................................... 6

2.7 Faktor perinatal .................................................................. 6

2.8 Stresor psikososial ............................................................. 6

2.9 Keluarga pasien .................................................................. 7

2.10 Faktor sosial ....................................................................... 7

Page 9: RASIONALITAS PENGGUNAAN OBAT ANTIPSIKOTIK PADA …repository.setiabudi.ac.id/1086/2/SKRIPSI IDA BAGUS ADI S.pdfskizofrenia di instalasi rawat inap rumah sakit jiwa daerah surakarta

viii

3. Gejala – gejala ............................................................................. 7

3.1 Gejala positif ...................................................................... 7

3.2 Gejala negatif ..................................................................... 8

4. Klasifikasi .................................................................................... 8

4.1 Skizofrenia paranoid .......................................................... 8

4.2 Skizofrenia hebefrenik. ...................................................... 9

4.3 Skizofrenia katatonik. ........................................................ 9

4.4 Skizofrenia tak terinci. ....................................................... 9

4.5 Depresi pasca skizofrenia. ................................................. 9

4.6 Skizofrenia residual. ........................................................ 10

4.7 Skizofrenia simpleks. ....................................................... 10

4.8 Skizofrenia lainnya. ......................................................... 10

5. Patofisiologi ............................................................................... 10

5.1 Peranan dopamin .............................................................. 10

5.2 Peranan serotonin ............................................................. 10

5.3 Peranan glutamat .............................................................. 11

6. Diagnosis ................................................................................... 11

7. Manifestasi klinik ...................................................................... 13

8. Tata laksana terapi ..................................................................... 13

8.1 Terapi secara non farmakologi ......................................... 13

8.2 Terapi secara farmakologi ................................................ 15

8.3 Pengobatan skizofrenia berdasarkan fase ........................ 15

B. Antipsikotik ...................................................................................... 18

1. Definisi ...................................................................................... 18

2. Penggolongan ............................................................................ 18

2.1 Antipsikotik tipikal .......................................................... 18

2.2 Antipsikotik atipikal ......................................................... 19

3. Khasiat ....................................................................................... 19

4. Mekanisme kerja ....................................................................... 19

5. Efek samping ............................................................................. 20

5.1 Gejala ekstrapiramidal (GEP). ......................................... 20

5.2 Galaktorrea ....................................................................... 21

5.3 Sedasi ............................................................................... 21

5.4 Hipotensi ortostatik .......................................................... 21

5.5 Efek antikolinergik ........................................................... 21

5.6 Efek antiserotonin ............................................................ 21

5.7 Gejala penarikan .............................................................. 21

6. Interaksi ..................................................................................... 21

7. Peringatan .................................................................................. 22

C. Rasionalitas ...................................................................................... 22

1. Tepat diagnosis .......................................................................... 22

2. Tepat indikasi penyakit ............................................................. 22

3. Tepat pemilihan obat ................................................................. 23

4. Tepat dosis ................................................................................. 23

5. Tepat cara pemberian ................................................................ 23

6. Tepat interval waktu pemberian ................................................ 23

Page 10: RASIONALITAS PENGGUNAAN OBAT ANTIPSIKOTIK PADA …repository.setiabudi.ac.id/1086/2/SKRIPSI IDA BAGUS ADI S.pdfskizofrenia di instalasi rawat inap rumah sakit jiwa daerah surakarta

ix

7. Tepat lama pemberian ............................................................... 23

8. Waspada terhadap efek samping ............................................... 23

9. Obat yang diberikan harus efektif dan aman dengan mutu

terjamin, serta tersedia setiap saat dengan harga yang terjangkau

................................................................................................... 24

10. Tepat informasi .......................................................................... 24

11. Tepat tindak lanjut (follow-up) .................................................. 24

12. Tepat penyerahan obat (dispensing) .......................................... 24

13. Pasien patuh terhadap perintah pengobatan yang dibutuhkan ... 24

D. Rumah Sakit ..................................................................................... 25

E. Formularium Rumah Sakit ............................................................... 25

F. Rekam Medik ................................................................................... 26

G. Landasan Teori ................................................................................. 27

H. Keterangan Empiris .......................................................................... 28

BAB III METODE PENELITIAN ........................................................................ 29

A. Rancangan Penelitian ....................................................................... 29

B. Populasi dan Sampel ........................................................................ 29

C. Teknik Sampling dan Jenis Data ...................................................... 30

1. Teknik sampling ........................................................................ 30

2. Jenis data ................................................................................... 30

D. Subyek Penelitian ............................................................................. 31

1. Kriteria inklusi ........................................................................... 31

2. Kriteria eksklusi ........................................................................ 31

E. Definisi Oprasional Variabel ........................................................... 31

F. Alur Penelitian ................................................................................. 32

G. Analisis Data .................................................................................... 32

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ....................................... 33

A. Gambaran Pasien Skizofrenia .......................................................... 33

1. Jenis Kelamin ............................................................................ 33

2. Usia ............................................................................................ 34

3. Pendidikan ................................................................................. 35

4. Pekerjaan ................................................................................... 36

5. Jenis Penjamin Pasien ............................................................... 37

6. Lama Rawat Inap ....................................................................... 38

7. Tipe Skizofrenia ........................................................................ 39

B. Gambaran Penggunaan Obat Antipsikotik ....................................... 41

1. Obat – obat antipsikotik ............................................................ 41

2. Terapi Monoterapi Antipasikotik .............................................. 42

3. Terapi Kombinasi Antipsikotik ................................................. 44

C. Kerasionalan Penggunaan Antipsikotik ........................................... 45

1. Tepat Indikasi ............................................................................ 45

2. Tepat Obat ................................................................................. 46

3. Tepat Pasien .............................................................................. 48

4. Tepat Dosis ................................................................................ 50

Page 11: RASIONALITAS PENGGUNAAN OBAT ANTIPSIKOTIK PADA …repository.setiabudi.ac.id/1086/2/SKRIPSI IDA BAGUS ADI S.pdfskizofrenia di instalasi rawat inap rumah sakit jiwa daerah surakarta

x

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................... 53

A. Kesimpulan ...................................................................................... 53

B. Saran ................................................................................................. 53

DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................. 55

LAMPIRAN ............................................................................................................. 58

Page 12: RASIONALITAS PENGGUNAAN OBAT ANTIPSIKOTIK PADA …repository.setiabudi.ac.id/1086/2/SKRIPSI IDA BAGUS ADI S.pdfskizofrenia di instalasi rawat inap rumah sakit jiwa daerah surakarta

xi

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Algoritma terapi skizofrenia (Dipiro et al 2014) ................................... 17

Gambar 2. Alur penelitian ........................................................................................ 32

Page 13: RASIONALITAS PENGGUNAAN OBAT ANTIPSIKOTIK PADA …repository.setiabudi.ac.id/1086/2/SKRIPSI IDA BAGUS ADI S.pdfskizofrenia di instalasi rawat inap rumah sakit jiwa daerah surakarta

xii

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Obat antipsikotik tipikal beserta dosisnya ................................................. 18

Tabel 2. Obat antipsikotik atipikal beserta dosisnya ................................................ 19

Tabel 3. Daftar obat antipsikotik dan peringatan dalam pemebrian ...................... 22

Tabel 4. Distribusi jenis kelamin pasien skizofrenia yang di rawat di

Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta Tahun

2015 ......................................................................................................... 33

Tabel 5. Distribusi usia pasien skizofrenia yang di rawat di Instalasi Rawat

Inap Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta Tahun 2015 ........................... 34

Tabel 6. Distribusi pendidikan pasien skizofrenia yang di rawat di Instalasi

Rawat Inap Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta Tahun 2015 ................ 35

Tabel 7. Distribusi pekerjaan pasien skizofrenia yang di rawat di Instalasi

Rawat Inap Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta Tahun 2015 ................ 36

Tabel 8. Distribusi Jenis penjamin pasien skizofrenia yang di rawat di

Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta Tahun

2015 ......................................................................................................... 37

Tabel 9. Distribusi lama rawat pasien skizofrenia yang di rawat di Instalasi

Rawat Inap Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta Tahun 2015 ................ 38

Tabel 10. Distribusi diagnosa pasien skizofrenia yang di rawat di Instalasi

Rawat Inap Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta Tahun 2015 ................ 39

Tabel 11. Distribusi obat antipsikoti untuk pasien skizofrenia yang di rawat

di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta

Tahun 2015 .............................................................................................. 41

Tabel 12. Distribusi terapi kombinasi antipsikoti untuk pasien skizofrenia

yang di rawat di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Jiwa Daerah

Surakarta Tahun 2015 .............................................................................. 43

Tabel 12. Distribusi terapi kombinasi antipsikoti untuk pasien skizofrenia

yang di rawat di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Jiwa Daerah

Surakarta Tahun 2015 .............................................................................. 44

Tabel 14. Distribusi tepat indikasi pemberian antipsikotik di Instalasi Rawat

Inap Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta Tahun 2015 ........................... 45

Page 14: RASIONALITAS PENGGUNAAN OBAT ANTIPSIKOTIK PADA …repository.setiabudi.ac.id/1086/2/SKRIPSI IDA BAGUS ADI S.pdfskizofrenia di instalasi rawat inap rumah sakit jiwa daerah surakarta

xiii

Tabel 15. Distribusi tepat obat pemberian antipsikotik di Instalasi Rawat

Inap Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta Tahun 2015 ........................... 46

Tabel 16. Distribusi tepat pasien pemberian antipsikotik di Instalasi Rawat

Inap Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta Tahun 2015 ........................... 49

Tabel 17. Obat antipsikotik berserta dosisnya yang digunakan dalam terapi

pasien skizofrenia di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Jiwa

Daerah Surakarta Tahun 2015 ................................................................. 51

Tabel 18. Distribusi tepat dosis pemberian antipsikotik di Instalasi Rawat

Inap Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta Tahun 2015 ........................... 51

Page 15: RASIONALITAS PENGGUNAAN OBAT ANTIPSIKOTIK PADA …repository.setiabudi.ac.id/1086/2/SKRIPSI IDA BAGUS ADI S.pdfskizofrenia di instalasi rawat inap rumah sakit jiwa daerah surakarta

xiv

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Surat Keterangan Ethical Clearance ................................................... 59

Lampiran 2. Surat Keterangan Izin Studi Pendahuluan .......................................... 60

Lampiran 3. Surat Keterangan Izin Penelitian Tugas Akhir ................................... 61

Lampiran 4. Surat Keterangan Selesai Penelitian ................................................... 62

Lampiran 5. Data Karakteristik Pasien Skizofrenia di Instalasi Rawat Inap

Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta Tahun 2015 .............................. 63

Lampiran 6. Data Pengobatan Pasien Skizofrenia di Instalasi Rawat Inap

Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta Tahun 2015 .............................. 71

Page 16: RASIONALITAS PENGGUNAAN OBAT ANTIPSIKOTIK PADA …repository.setiabudi.ac.id/1086/2/SKRIPSI IDA BAGUS ADI S.pdfskizofrenia di instalasi rawat inap rumah sakit jiwa daerah surakarta

xv

INTISARI

SANTIKARA, I.B.A. 2017. RASIONALITAS PENGGUNAAN OBAT

ANTIPSIKOTIK PADA PASIEN SKIZOFRENIA DI INSTALASI RAWAT

INAP RUMAH SAKIT JIWA DAERAH SURAKARTA TAHUN 2015,

SKRIPSI, FAKULTAS FARMASI, UNIVERSITAS SETIA BUDI

SURAKARTA

Skizofrenia merupakan sindrom klinis paling membingungkan dan

melumpuhkan yang merupakan gangguan psikologis yang menyerang jati diri

seseorang, memutus hubungan yang erat antara pemikiran dan perasaan serta

mengisinya dengan persepsi yang terganggu, ide yang salah, dan konsepsi yang

tidak logis. Tujuan penelitian ini untuk mengatahui gambaran penggunaan obat

antipsikotik dan rasionalitas penggunaan obat antipsikotik pada pasien pasien

skizofrenia di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta tahun 2015

berdasarkan tepat indikasi, tepat obat, tepat dosis, dan tepat pasien.

Penelitian ini menggunakan metode deskriptif yang bersifat non

ekperimental dengan pengambilan data secara retrospektif dari rekam medik pasien

dengan teknik sampling purposive sampling dan pengambilan sampel

menggunakan metode nonprobability sampling yaitu teknik pengambilan sampel

yang tidak memberi kesempatan bagi setiap anggota populasi untuk dipilih menjadi

sampel. Data yang diperoleh dianalisis kerasionalannya berdasarkan guideline

Pharmacotherapy: A Pathophysiologic Approach, Ninth Edtion.

Berdasarkan hasil penelitian diperoleh data penggunaan obat antipsikotik

yang paling banyak digunakan untuk pasien skizofrenia adalah risperidon sebanyak

88,2%, moneterapi yang paling banyak adalah risperidon sebanyak 40,8%, dan

kombinasi obat antipsikotik yang paling banyak diberikan adalah klorpromazin –

risperidon sebanyak 56,6%. Kerasionalan penggunaan antipsikotik diperoleh

persentase tepat indikasi 100%, tepat obat 76%, tepat pasien 99.3%, tepat dosis

100%.

Kata kunci : Skizofrenia, Antipsikotik, Rasionalitas, Pengobatan

Page 17: RASIONALITAS PENGGUNAAN OBAT ANTIPSIKOTIK PADA …repository.setiabudi.ac.id/1086/2/SKRIPSI IDA BAGUS ADI S.pdfskizofrenia di instalasi rawat inap rumah sakit jiwa daerah surakarta

xvi

ABSTRACT

SANTIKARA, I.B.A. 2017. THE RATIONALITY OF USE

ANTIPSYCHOTIC DRUG FOR SCHIZOPHRENIA PATIENT IN THE

INPATIENT INSTALLATION OF SURAKARTA REGIONAL MENTAL

HOSPITAL IN 2015, THESIS, FACULTY OF PHARMACY, SETIA BUDI

UNIVERSITY, SURAKARTA

Schizophrenia is the most confusing and crippling clinical syndrome, It was

a psychological disorder that attacks one's identity, Broked the close connection

between thought and feeling and filled it with disturbed perceptions, wrong ideas,

and illogical conceptions. The purpose of this study is to know the description of

the use of antipsychotic drugs and the rationality of the use of antipsychotic drugs

in patients with schizophrenia in the Inpatient Installation of Surakarta Regional

Mental Hospital in 2015 based on certain of indication, certain of drug, certain of

dosage and certain of patient.

This research used the descriptive method it was non experimental with

retrospective data retrieval from patient's record of schizophrenia with purposive

sampling for sampling technique used and nonprobability sampling method it was

sampling technique which did not give an opportunity for each element of the

population to be selected as a sample. The result data then analyzed its rationality

according to guideline Pharmacotherapy: A Pathophysiologic Approach, Ninth

Edtion..

Based on the results of the research, the most widely antipsychotic drug

used for schizophrenia patients is risperidon with 88.2%, most antipsychotic

monotherapy is risperidon with 40.8%, and the most antipsychotic drug

combination is chrompromazine - risperidon with 56,6%. The rationality of the

use of antipsychotics obtained 100% certain indication, 76% certain drug, 99,3%

certain patient, 100% certain dosage.

Keywords: Schizophrenia, Antipsychotic, Rationality, Treatment

Page 18: RASIONALITAS PENGGUNAAN OBAT ANTIPSIKOTIK PADA …repository.setiabudi.ac.id/1086/2/SKRIPSI IDA BAGUS ADI S.pdfskizofrenia di instalasi rawat inap rumah sakit jiwa daerah surakarta

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Skizofrenia merupakan sindrom klinis yang paling membingungkan dan

melumpuhkan yang merupakan gangguan psikologis yang paling berhubungan

dengan pandangan populer tentang gila dan sakit mental. Skizofrenia menyerang

jati diri seseorang, memutus hubungan yang erat antara pemikiran dan perasaan

serta mengisinya dengan persepsi yang terganggu, ide yang salah, dan konsepsi

yang tidak logis (Nevid et al 2005). Skizofrenia merupakan masalah kesehatan

masyarakat yang serius, dimana tidak ada masyarakat atau budaya di seluruh dunia

telah ditemukan bebas dari skizofrenia (WHO 1998).

Diperkirakan 4,0 per 1000 penduduk di dunia mengalami skizofrenia, dan

7,2 per 1000 penduduk di dunia berisiko mengalami skizofrenia (McGrath et al

2008). Di Amerika Serikat, prevalensi skizofrenia lebih tinggi dari penyakit

Alzheimer, multipel skelosis, pasien diabetes yang memakai insulin, dan penyakit

otot (muscular dystrophy) (Yosep 2007). Prevalesi skizofrenia sekitar 1 persen, jadi

1 dari 100 orang akan mengalami skizofrenia selama masa hidupnya dan kurang

lebih 0,05 persen populasi total menjalani pengobatan untuk skizofrenia setiap

tahun dan hanya sekitar setengah dari pasien semua pasien skizofrenia mendapat

pengobatan (Kaplan et al 2015). 20%-50% pasien skizofrenia melakukan percobaan

bunuh diri, dan 10% di antaranya berhasil mati bunuh diri (Yosep 2007).

Di Indonesia, prevalensi skizofrenia masih cukup besar. Hasil Riset

Kesehatan Dasar (Riskerdas) tahun 2013, menyatakan bahwa prevalensi gangguan

jiwa berat, seperti skizofrenia adalah sebesar 1,7 per 1000 penduduk. Di provinsi

Jawa Tengah prevalensi penderita skizofrenia mencapai 2,3 per 1000 penduduk.

Berdasarkan jumlah tersebut, ternyata 14,3% penderita skizofrenia pernah atau

sedang mengalami tindakan pemasungan. Angka pemasungan di pedesaan adalah

sebesar 18,2%. Angka ini lebih tinggi dibandingkan dengan angka di perkotaan,

yaitu sebesar 10,7% (Kemenkes RI 2013).

Skizofrenia merupakan gangguan mental yang cukup luas dialami di

indonesia, dimana sekitar 99% pasien di RS Jiwa di indonesia adalah penderita

Page 19: RASIONALITAS PENGGUNAAN OBAT ANTIPSIKOTIK PADA …repository.setiabudi.ac.id/1086/2/SKRIPSI IDA BAGUS ADI S.pdfskizofrenia di instalasi rawat inap rumah sakit jiwa daerah surakarta

2

skizofrenia (Arif 2006). Penyakit skizofrenia di Rumah Sakit Jiwa Daerah

Surakarta tahun 2015 merupakan penyakit gangguan jiwa yang paling banyak

diderita dibandingkan penyakit gangguan jiwa lainnya. Penulis telah melakukan

observasi langsung ke Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta untuk mengetahui

prevalensi penderita skizofrenia. Diketahui 3 tipe skizofrenia yang menduduki 3

posisi teratas yaitu skizofrenia paranoid 26,78%, skizofrenia tak terinci 22,29%,

dan skizofrenia lainnya 20,48%.

Obat yang digunakan dalam terapi skizofrenia adalah obat antipsikotik.

Obat antipsikotik adalah obat yang direkomendasikan untuk pengobatan dan

pencegahan skizofrenia. Tujuan jangka panjang dari pengobatan skizofrenia

termasuk mencegah kekambuhan, pemulihan, peningkatan kepatuhan terhadap

terapi dan peningkatan kualitas hidup pasien. Obat antipsikotik dianggap penting

untuk pencapaian tujuan jangka panjang tersebut (Sacchetti et al 2015). Obat

antipsikotik dapat memberikan efek membaiknya halusinasi dan rasa gelisah

(agitasi) dalam beberapa hari serta delusi yang biasanya dapat membaik dalam

beberapa minggu (NIMH 2007)

Melihat penelitian terdahulu tentang penggunaan obat antipsikotik pada

pasien skizofrenia antara lain :

1. Hasil penelitian Setiawan (2014) “Pola Penggunaan Antipsikotik Pada Pasien

Skizofrenia Rawat Inap Di RSJD Surakarta Tahun 2013” Menunjukan bahwa

obat antipsikotik penggunaan obat tunggal yang paling banyak digunakan

adalah Risperidon sebanyak 95 resep (3,91%), sedangkan penggunaan obat

kombinasi yang paling banyak digunakan adalah Chlorpromazin - Haloperidol

(HLP) - Trihexylpenidyl sebanyak 486 resep (20%). Kesesuaian penggunaan

antipsikotik secara keseluruhan dari segi jenis dan dosis berdasarkan

Formularium Rumah Sakit sebesar 78,30% dan berdasarkan Guideline Texas

Medication Algorithm Project Procedural Manual sebesar 88,89%.

2. Hasil penelitian Fahrul (2014) “Rasionalitas Penggunaan Antipsikotik Pada

Pasien Skizofrenia Di Instalasi Rawat Inap Jiwa Rumah Sakit Daerah Madani

Provinsi Sulawesi Tengah Periode Januari-April 2014” Menunjukan bahwa

penggunaan antipsikotik pada pasien skizofrenia di Instalasi Rawat Inap Jiwa

Page 20: RASIONALITAS PENGGUNAAN OBAT ANTIPSIKOTIK PADA …repository.setiabudi.ac.id/1086/2/SKRIPSI IDA BAGUS ADI S.pdfskizofrenia di instalasi rawat inap rumah sakit jiwa daerah surakarta

3

RSD Madani Provinsi Sulawesi Tengah periode Januari-April 2014 belum

dapat dikatakan rasional, karena kriteria pengobatan rasional meliputi tepat

indikasi, tepat obat, tepat pasien, tepat dosis, dan tepat frekuensi belum tepat

100%. Hasil rasionalitas pengobatan adalah sebagai berikut : tepat indikasi

100%; tepat obat 90,4%; tepat pasien 87,8%; tepat dosis 81,6%; dan tepat

frekuensi pemberian antipsikotik 90,4%.

Kerasionalan pengobatan dalam terapi skizofrenia perlu diperhatikan,

mengingat besarnya jumlah pasien skizofrenia. Penggunaan suatu obat dikatakan

tidak rasional jika kemungkinan dampak negatif yang diterima oleh pasien lebih

besar dibanding manfaatnya. World Health Organization (WHO) memperkirakan

lebih dari separuh dari seluruh obat di dunia yang diresepkan, diberikan dan dijual

dengan cara yang tidak tepat dan separuh dari pasien menggunakan obat secara

tidak tepat. Tujuan untuk penggunaan obat yang rasional agar dapat menjamin

pasien mendapatkan pengobatan yang sesuai dengan kebutuhannya (Kemenkes RI

2011).

Berdasarkan berbagai hal tersebut, penulis ingin melakukan penelitian

tentang rasionalitas penggunaan obat antipsikotik pada pasien skizofrenia di

Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta tahun 2015, dengan

alasan masih kurangnya penelitian tentang rasionalitas penggunaan obat pada

pasien skizofrenia, dan ingin mengetahui rasionalitas penggunaan antipsikotik pada

pasien skizofrenia ditinjau dari aspek tepat indikasi, tepat obat, tepat dosis, dan

tepat pasien, serta perkembangan terkini penggunaan obat-obat antipsikotik di

Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang diuraikan, maka dapat ditarik

permasalahan sebagai berikut:

Pertama, bagaimanakah gambaran penggunaan obat antipsikotik pada

pasien skizofrenia di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta

tahun 2015 ?

Page 21: RASIONALITAS PENGGUNAAN OBAT ANTIPSIKOTIK PADA …repository.setiabudi.ac.id/1086/2/SKRIPSI IDA BAGUS ADI S.pdfskizofrenia di instalasi rawat inap rumah sakit jiwa daerah surakarta

4

Kedua, bagaimanakah rasionalitas penggunaan obat antipsikotik pada pasien

pasien skizofrenia di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta

tahun 2015 berdasarkan tepat indikasi, tepat obat, tepat dosis, dan tepat pasien

berdasarkan Guideline Pharmacotherapy: A Pathophysiologic Approach, Ninth

Edtion ?

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk :

Pertama, mengetahui gambaran penggunaan obat antipsikotik pada pasien

skizofrenia di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta tahun 2015.

Kedua, mengetahui rasionalitas penggunaan obat antipsikotik pada pasien

pasien skizofrenia di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta

tahun 2015 berdasarkan tepat indikasi, tepat obat, tepat dosis, dan tepat pasien

berdasarkan Guideline Pharmacotherapy: A Pathophysiologic Approach, Ninth

Edtion.

D. Kegunaan Penelitian

Kegunaan dilakukan penelitian ini adalah:

1. Memberikan gambaran kerasionalan pengobatan antipsikotik untuk terapi

penyakit skizofrenia di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Jiwa Daerah

Surakarta tahun 2015.

2. Sebagai bahan masukan dan pertimbangan bagi Rumah Sakit Jiwa Daerah

Surakarta dalam memberi pengobatan yang rasional untuk terapi penyakit

skizofrenia dalam upaya meningkatkan mutu pelayanan kesehatan khususnya

dalam pelayanan pengobatan bagi pasien skizofrenia.

3. Bagi peneliti, menambah wawasan tentang rasionalitas penggunaan obat

antipsikotik untuk terapi penyakit skizofrenia.

4. Bagi peneliti selanjutnya, sebagai referensi untuk penelitian selanjutnya guna

untuk kemajuan ilmu pengetahuan khususnya bidang farmasi.

Page 22: RASIONALITAS PENGGUNAAN OBAT ANTIPSIKOTIK PADA …repository.setiabudi.ac.id/1086/2/SKRIPSI IDA BAGUS ADI S.pdfskizofrenia di instalasi rawat inap rumah sakit jiwa daerah surakarta

5

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Skizofrenia

1. Definisi

Skizofrenia berasal dari bahasa Yunani yang berarti jiwa yang retak (skizos

artinya retak, dan frenas artinya jiwa). Skizofrenia merupakan gangguan yang

ditandai dengan disorganisasi kepribadian yang cukup parah, distorsi realita dan

ketidakmampuan beriteraksi dengan kehidupan sehari-hari (Ardani 2013).

Skizofrenia adalah suatu penyakit otak persisten dan serius yang

mengakibatkan perilaku psikotik, pemikiran konkret, dan kesulitan dalam

memproses informasi, hubungan interpersonal, serta memecahkan masalah (Stuart

2007). Skizofrenia merupakan suatu gangguan jiwa berat yang ditandai dengan

penurunan atau ketidakmampuan berkomunikasi, gangguan realistas (halusinasi

atau waham), afek tidak wajar atau tumpul, gangguan kognitif (tidak mampu

berfikir abstrak) serta mengalami kesukaran melakukan aktivitas sehari-hari (Keliat

et al 2011).

2. Etiologi

2.1 Endokrin. Dahulu dikira bahwa skizofrenia mengkin disebabkan oleh

gangguan endokrin. Teori ini dikemukakan karena skizofrenia sering timbul pada

waktu pubertas, waktu kehamilan atau puerperium dan waktu klimakterium. Tetapi

hal ini tidak dapat dibuktikan (Maramis 2009).

2.2 Metabolisme. Gangguan metabolisme disangka sebagai penyebab dari

skizofrenia, karena penderita dengan skizofrenia tampak pucat dan tidak sehat.

Teori metabolisme mendapat perhatian karena penelitian memakai obat

halusinogenik, seperti meskalin dan asam lisergik diethilamide (LSD-25). Obat-

obat ini dapat menimbulkan gejala-gelaja yang mirip dengan gejala-gejala

skizofrenia, tetapi reversible. Skizofrenia disebabkan oleh suatu inborn error of

metabolism, tetapi hubungan terakhir belum ditemukan (Maramis 2009).

2.3 Genetik. Dapat dipastikan bahwa ada faktor genetik yang turut

menentukan timbulnya skizofrenia. Hal ini telah dibuktikan dengan penelitian

Page 23: RASIONALITAS PENGGUNAAN OBAT ANTIPSIKOTIK PADA …repository.setiabudi.ac.id/1086/2/SKRIPSI IDA BAGUS ADI S.pdfskizofrenia di instalasi rawat inap rumah sakit jiwa daerah surakarta

6

tentang keluarga-keluarga penderita skizofrenia dan terutama anak-anak kembar

satu telur. Pengaruh genetik yang diturunkan adalah potensi mendapatkan

skizofrenia melalui gen resesif. Potensi ini diperkirakan kuat, tetapi dapat juga

berpotensi lemah, selanjutnya tergantung pada lingkungan individual itu apakah

akan terjadi manifestasi skizofrenia atau tidak (Maramis 2009).

2.4 Neurokimia. Hipotesis dopamin menyatakan bahwa skizofrenia

disebabkan oleh overaktivitas pada jaras dopamin mesolimbik. Hal ini didukung

dengan temuan bahwa, amfetamin bekerja meningkatkan pelepasan dopamin dapat

menginduksi psikosis yang mirip skizofrenia (Maramis 2009).

2.5 Hipotesis perkembangan saraf. Studi autopsi dan studi pencitraan

otak memperlihatkan abnormalitas struktur dan morfologi otak pada penderita

skizofrenia, antara lain berupa berat otak yang rata-rata lebih kecil 6% daripada

otak normal dan ukuran anterior-posterior yang 4% lebih pendek, pembesaran

ventrikel otak yang nonspesifik, gangguan metabolisme di daerah frontal dan

temporal, dan kelainan susunan seluler pada struktur saraf di beberapa daerah

kortex dan subkortex tanpa adanya glikosis yang menandakan kelainan tersebut

terjadi pada saat perkembangan (Maramis 2009).

2.6 Faktor pranatal. Skizofrenia lebih sering terjadi pada mereka yang

lahir di akhir musim dingin dan awal musim semi. Skizofrenia terutama sering

dialami mereka yang saat pranatal terpajan dengan epidemi influenza antara bulan

ketiga dan ketujuh kehamilan. Diperkirakan penyebabnya adalah infeksi virus

maternal (Puri et al 2011)

2.7 Faktor perinatal. Beberapa penelitian menunjukan bahwa skizofrenia

terutama sering dialami mereka yang menderita komplikasi obstetrik selama

pelahiran. Hal ini diperkirakan disebabkan oleh trauma pada otak, misalnya

persalinan dengan forseps dan hipoksia (Puri et al 2011).

2.8 Stresor psikososial. Perhatian terhadap adanya suatu efek pemicu

menimbulkan anggapan bahwa peristiwa hidup dapat bertindak sebagai faktor

presipitasi pada orang yang beresiko mengalami skizofrenia. Namun, secara

keseluruhan, bukti terbaru tidak konsisten dan tidak memberi dukungan kuat untuk

hipotesis ini (Puri et al 2011).

Page 24: RASIONALITAS PENGGUNAAN OBAT ANTIPSIKOTIK PADA …repository.setiabudi.ac.id/1086/2/SKRIPSI IDA BAGUS ADI S.pdfskizofrenia di instalasi rawat inap rumah sakit jiwa daerah surakarta

7

2.9 Keluarga pasien. Terdapat peningkatan angka rekurensi skizofrenia

pada mereka yang hidup dengan keluarga yang ekspresi emosinya tinggi.

Perubahan pada bangkitan fisiologis diperkirakan sebagai penyebab efek ini (Puri et

al 2011).

2.10 Faktor sosial. Penelitian telah memperlihatkan bahwa kurangnya

stimulasi dalam lingkungan pasien skizofrenia kronik, telah mengakibatkan

peningkatan gejala-gejala negatif, terutama penarikan diri secara sosial, yang

memengaruhi penumpulan dan kemiskinan ide. Keadaan ini disebut kemiskinan

pergaulan sosial (Puri et al 2011).

3. Gejala – gejala

3.1 Gejala positif. Gejalan positif, seperti halusinasi dan waham

menunjukan gangguan fungsi otak. Pasien dapat salah mengartikan persepsi atau

pengalaman mereka (O’brien et al 2014).

3.1.1 Waham. Waham adalah keyakinan yang salah dan tidak realistis,

tidak sejalan dengan kenyataan. Isi waham biasanya merupakan pengalaman

pribadi yang umum dan dibesar-besarkan. Pada skizofrenia, isi waham cenderung

lebih aneh. Pasien sering kali mengalami waham curiga dan merasa seolah-olah

mereka diikuti, disiksa, diejek, atau dimata-matai. Pasien dengan gangguan waham

dapat memiliki gejala yang terbatas pada waham selama beberapa tahun. Awitan

gangguan psikotik singkat cenderung mendadak, dan durasi gejala gangguan ini

sering kali kurang dari satu bulan serta berkaitan dengan stresor yang teridentifikasi

(O’brien et al 2014).

3.1.2 Halusinasi. Pasien yang mengalami halusinasi menunjukan

perubahan persepsi. Meskipun halusinasi dapat terjadi pada semua modalitas

sensori-auditori, visual, olfaktori, gustatori, kinetik, dan taktil namun, halusinasi

pendengaran lebih sering terjadi pada pasien skizofrenia. Pasien yang mengalami

halusinasi pendengaran biasnya melaporkan mendengarkan suara-suara yang

berbeda dan terkadang bicara dalam kalimat penuh atau perintah (O’brien et al

2014).

3.1.3 Katatonia. Katatonia ditandai dengan penurunan reaktivitas terhadap

dunia sekitar. Pada akhirnya, pasien dapat benar-benar tidak peduli terhadap

Page 25: RASIONALITAS PENGGUNAAN OBAT ANTIPSIKOTIK PADA …repository.setiabudi.ac.id/1086/2/SKRIPSI IDA BAGUS ADI S.pdfskizofrenia di instalasi rawat inap rumah sakit jiwa daerah surakarta

8

sekitar, mutisme, kurang pergerakan, dan ketidakresponsifan merupakan ciri stupor

katatonik. Selain kekakuan atau gerakan yang terbatas, pasien dapat menunjukan

aktivitas motorik penuh gairah, tidak dapat dihentikan dan berlebihan (O’brien et al

2014).

3.1.4 Gangguan pikir dan perilaku. Gejala kognitif yang tampak pada

cara pikir pasien diekspresikan dalam pembicaraan dan penggunaan bahasa dan

dalam menunjukan fungsi intelektual. Gangguan pikir mendeskripsikan pikiran

yang tidak teratur dan hambatan komunikasi. Masalah kognitif juga

dimanifestasikan dengan perilaku tak terarah. Perilaku tak terarah memiliki rentang

dan perilaku kekanak-kanakan dan regresi hingga agitasi dan agresif. Pasien

skizofrenia dapat berias secara tidak tepat, terkadang menggunakan berlapis

pakaian dan tampak berpakaian secara berantakan atau tidak sesuai. Pasien dapat

mengalami masalah mengatur aktivitas dan melakukan tugas kehidupan sehari-hari

(O’brien et al 2014).

3.2 Gejala negatif. Gejala negatif menentukan jumlah morbilitas. Gejala

negatif utama adalah afek datar, alogia, avolition, anhedonia, dan masalah

perhatian. Pasien menunjukan afek datar yang memiliki ekspresi wajah yang

tampak tidak bergerak, seperti topeng, tidak responsif, dan pasien tersebut juga

memiliki kontak mata yang buruk. Pasien alogia berespons singkat, dan pola bicara

spontan. Mereka terbatas isi pikiran, yang tercermin dalam bicara yang tidak lancar

dan penggunaan bahasa yang kurang memadai. Pasien yang mengalami avolition

tidak mampu memulai dan menyelesaikan aktivitas yang memiliki tujuan dan dapat

mengalami masalah dalam melakukan aktivitas serta menyelesaikan tugas. Pasien

anhedonia mengalami ketidakmampuan menikmati atau merasakan kesenangan

dalam aktivitas yang biasanya menyenangkan (O’brien et al 2014).

4. Klasifikasi

Ada beberapa subtipe skizofrenia yang diidentifikasi berdasarkan variabel

klinik, yaitu :

4.1 Skizofrenia paranoid. Tipe ini paling stabil dan paling sering.

Awitan subtipe ini biasanya terjadi lebih belakang bila dibandingkan dengan

bentuk-bentuk skizofrenia yang lain. Gejala terlihat sangat konsisten, sering

Page 26: RASIONALITAS PENGGUNAAN OBAT ANTIPSIKOTIK PADA …repository.setiabudi.ac.id/1086/2/SKRIPSI IDA BAGUS ADI S.pdfskizofrenia di instalasi rawat inap rumah sakit jiwa daerah surakarta

9

paranoid, pasien dapat atau tidak bertindak sesuai wahamnya. Waham dan

halusinasi menonjol sedangkan afek den pembicaraan hampir tidak terpengaruh

(FKUI 2010).

4.2 Skizofrenia hebefrenik. Permulaannya perlahan-lahan atau subakut

dan sering timbul pada masa remaja atau antara 15-25 tahun. Gejala yang mencolok

adalah: gangguan proses berfikir, gangguan kemauan dan adanya dispersonalisasi

atau double personality. Gangguan psikomotori seperti mennerism, neologisme atau

perilaku kekanak-kanakan sering terdapat pada skizofrenia hebefrenik. Waham dan

halusinasi banyak sekali (Maramis 2009).

4.3 Skizofrenia katatonik. Timbulnya pertama kali antara usia 15-30

tahun, dan biasanya akut serta sering didahului oleh stres emosional (Maramis,

2009). Pasien mempunyai paling sedikit satu dari (atau kombinasi) beberapa bentuk

katatonia, yaitu : (FKUI 2010).

4.3.1. Stupor katatonik atau mutisme. Pasien tidak berespons terhadap

lingkungan atau orang. Pasien menyadari hal-hal yang sedang berlangsung di

sekitarnya.

4.3.2. Negativisme katatonik. Pasien melawan semua perintah-perintah

atau usaha-usaha untuk meneggakan pisiknya.

4.3.3. Rigitas katatonik. Pasien secara pisik sangat kaku atau rijit.

4.3.4. Postur katatonik. Pasien mempertahankan posisi yang tidak biasa

atau aneh.

4.3.5. Kegembiraan katatonik. Pasien sangat aktif dan gembira bahkan

dapat mengancam jiwanya, misalnya karena kelelahan.

4.4 Skizofrenia tak terinci. Pasien mempunyai halusinasi, waham, dan

gejala-gejala psikosis aktif yang menonjol (misalnya; keningungan, inkoheran) atau

memenuhi kriteris skizofrenia tetapi tidak dapat digolongkan pada tipe paranoid,

katatonik, hibefrenik, residual, dan deprasi pasca skizofrenia (FKUI 2010).

4.5 Depresi pasca skizofrenia. Suatu episode depresif yang diperkirakan

berlangsung lama dan timbul sesudah suatu serangan penyakit skizofrenia.

Beberapa gejala skizofrenia masih tetap ada tetapi tidak mendominasi gambaran

Page 27: RASIONALITAS PENGGUNAAN OBAT ANTIPSIKOTIK PADA …repository.setiabudi.ac.id/1086/2/SKRIPSI IDA BAGUS ADI S.pdfskizofrenia di instalasi rawat inap rumah sakit jiwa daerah surakarta

10

klinisnya. Gejala-gejala yang menetap tersebut dapat berupa gejala positif atau

negatif (biasanya lebih sering gejala negatif) (FKUI 2010).

4.6 Skizofrenia residual. Jenis ini adalah keadaan kronis dari skizofrenia

dengan riwayat sedikitnya satu episode psikotik yang jelas dan gejala-gejala

berkembang ke arah gejala negatif yang lebih menonjol (Maramis 2009). Pasien

dalam keadaan remisi dari keadaan akut tetapi masi memperlihatkan gejala-gejala

residual (penarikan diri secara sosial, afek datar atau tak serasi, perilaku eksentrik,

asosiasi melonggar, atau pikiran tak logis) (FKUI 2010).

4.7 Skizofrenia simpleks. Suatu diagnosa yang sulit dibuat secara

meyakinkan karena bergantung pada pemastian perkembangan yang berlangsung

perlahan, progresif dari gejala “negatif” yang khas dari skizofrenia residual tampa

adanya riwaya halusinasi, waham atau manifestasi lain tentang adanya suatu

episode psikotik sebelumnya, dan disertai dengan perubahan-perubahan yang

bermakna pada perilaku perorangan, yang bermanifestasi sebagai kehilangan minat

yang mencolok, kemalasan, dan penarikan diri secara sosial (FKUI 2010).

4.8 Skizofrenia lainnya. Tipe skizofrenia yang termasuk skizofrenia

sonestopatik, gangguan skizofreniform, YTT, skizofrenia siklik, skizofrenia laten,

gangguan lir-skizofeenia akut (FKUI 2010).

5. Patofisiologi

5.1 Peranan dopamin. Hipotesis dopamin pada skizofrenia pertama kali

diusulkan berdasarkan bukti farmakologis tidak langsung pada manusia dan hewan

percobaan. Penggunaan amfetamin pada dosis besar, suatu obat yang meningkatkan

aksi dopamin, ternyata menyebabkan gejala psikotik, yang dapat diatasi dengan

pemberian suatu obat yang memblok reseptor dopamin. Dalam hipotesis dopamin,

dinyatakan bahwa skizofrenia dipengaruhi oleh aktivitas dopamin pada jalaur

mesolimbik dan mesokortis syaraf dopamin. Peningkatan aktivitas syaraf dopamin

pada jalur mesolimbik bertanggung jawab menyebabkan gejala positif, sedangkan

kurangnya aktivitas dopamin pada jalur mesokortis menyebabkan gejala negatif,

kognitif, dan afektif (Ikawati 2014).

5.2 Peranan serotonin. Serotonin pertama kali diusulkan untuk terlibat

dalam patofisiologis skizofrenia pada tahun 1950 karena adanya kesamaan

Page 28: RASIONALITAS PENGGUNAAN OBAT ANTIPSIKOTIK PADA …repository.setiabudi.ac.id/1086/2/SKRIPSI IDA BAGUS ADI S.pdfskizofrenia di instalasi rawat inap rumah sakit jiwa daerah surakarta

11

struktural dengan diethylamide asam lisergat (LSD), kesamaan antara efek

halusinogen LSD dengan gejala positif skizofrenia, dan fakta bahwa LSD

merupakan antagonis serotonin di jaringan perifer. Meskipun bukti tentang

perubahan penanda serotonergik dalam skizofrenia relatif sulit ditafsirkan, namun

secara keseluruhan, studi menjukan bahwa ada perubahan yang kompleks dalam

sistem 5-HT pada pasien skizofrenia. Perubahan ini menunjukan bahwa disfungsi

serotonergik adalah penting dalam patologi penyakit ini. Studi anatomi dan

elektrofisiologi menunjukan bahwa syaraf serotonergik dari dorsal dan median

raphe nuclei terproyeksikan ke badan-badan-badan sel dopaminergik dalam Ventral

Tagmental Area (VTA) dan Substantia Nigra (SN) dari otak tengah. Secara umum,

penurunan aktivitas serotonin terkait dengan peningkatan aktivitas dopamin

(Ikawati 2014).

5.3 Peranan glutamat. Disfungsi sistem glutamatergik di korteks

prefrontal diduga juga terlibat dalam patofiologi skizofrenia. Pemberian antagonis

reseptor N-metil-D-aspartat (NMDA), seperti phencyclidine (PCP) dan ketamin,

pada orang sehat menghasilkan efek mirip dengan spektrum gejala konitif yang

terkait dengan skizofrenia. Efek antagonis NMDA menyerupai baik gejala positif

dan negatif serta defissit kognitif skizofrenia (Ikawati 2014).

6. Diagnosis

Menurut Bleuler diagnosis skizofrenia sudah boleh dibuat bila terdapat

gangguan-gangguan primer (gangguan proses berfikir, gangguan emosi, gangguan

kemauan, autisme) dan disharmoni (keretakan, perpecahan atau ketidakseimbangan)

pada unsur-unsur kepribadian (proses berfikir, efek/emosi, kemauan, dan

psikomotor), dan diperkuat dengan gejala-gejala sekunder (waham, halusinasi,

gejala katatonik atau gangguan psikomoto yang lain) (Maramis 2009).

Diagnosis skizofrenia akut ditetapkan sejak munculnya gejala sampai

dengan sebelum 6 bulan, ditandai dengan salah satu atau lebih gejala waham dan

halusinasi. Diagnosa skizofrenia kronik ditetapkan setelah 6 bulan atau lebih

ditandai dengan dua atau lebih gejala halusinasi, waham, inkoheran atau

neologisme, perubahan perilaku, dan gejala negatif (Keliat et al 2011).

Page 29: RASIONALITAS PENGGUNAAN OBAT ANTIPSIKOTIK PADA …repository.setiabudi.ac.id/1086/2/SKRIPSI IDA BAGUS ADI S.pdfskizofrenia di instalasi rawat inap rumah sakit jiwa daerah surakarta

12

Menurut Dadang Hawari (2001) mengatakan bahwa secara klinis untuk

mengatakan apakah seorang itu menderita skizofrenia atau tidak maka diperlukan

keriteria diagnostik sebagai berikut: (Prabowo 2014)

a. Delusi atau waham yang aneh (isinya jelas tidak masuk akal) dan tidak

berdasarkan kenyataan, sebagai contoh misalnya :

1) Waham dikendalikan oleh suatu kekuatan luar (delusions of being

confrolled)

2) Waham penyaran pikiran ( thought broadcasting)

3) Waham penyisipan pikiran (thought insertion)

4) Waham penyedotan pikiran (thought withdrawal)

b. Delusi atau waham somatik (fisik) kebesaran, keagamaan, nihilistik atau waham

lainnya yang bukan waham kejar atau cemburu.

c. Delusi atau waham kerja atau cemburu (delusions of persection of jeolousy) dan

waham tuduhan (delusion of suspicion) yang disertai halusinasi dalam bentuk

apapun (halusinasi pedengaran, penglihatan, penciuman, pengecapan, dan

perabaan)

d. Halusinasi pendengaran yang dapat berupa suara yang selalu memberi komentar

tentang tingkah laku atau pemikirannya, atau dua atau lebih suara yang saling

bercakap-cakap (dialog).

e. Halusinasi pendengaran yang terjadi beberapa kali yang berisi lebih dari satu

atau dua kata yang tidak ada hubungan dengan kesedihan (depresi) atau

kegembiraan (euforia).

f. Inkoherensi, yaitu kelonggaran asosiasi (hubungan) pikiran yang jelas, jalan

pikiran yang tidak masuk akal, isi pikiran atau pembicaraan yang kaku, atau

kemiskinan pembicaraan yang disertai oleh paling sedikit satu dari yang disebut:

1) Afek (alam perasaan) yang tumpul, mendatar atau tidak serasi

(inappropriate)

2) Berbagai waham atau halusinasi

3) Katatonia (kekakuan) atau tingkah laku lain yang sangat kacau

(disorganised)

Page 30: RASIONALITAS PENGGUNAAN OBAT ANTIPSIKOTIK PADA …repository.setiabudi.ac.id/1086/2/SKRIPSI IDA BAGUS ADI S.pdfskizofrenia di instalasi rawat inap rumah sakit jiwa daerah surakarta

13

4) Deforiorasi (kemunduran/kemerosotan) dari taraf fungsi penyesuaian

(adaptasi) dalam bidang pekerjaan, hubungan sosial dan perawatan dirinya.

5) Jangka waktu gejala penyakit itu berlangsung secara terus menerus selama

paling sedikit 6 bulan dalam suatu periode didalam kehidupan seseorang,

disertai dengan terdapatnya beberapa gejala penyakit pada saat diperiksa

sekarang.

7. Manifestasi klinik

Penderita skizofrenia dapat kehilangan pekerjaan dan teman karena ia tidak

berminat dan tidak mampu berbuat sesuatu atau karena sikapnya yang aneh.

Pemikiran dan pembicaraan mereka samar-samar sehingga kadang-kadang tidak

dapat dimengerti. Mereka mempunyai keyakinan yang salah yang tidak dapat di

koreksi. Penampilan dan kebiasaan-kebiasaan mereka mengalami kemunduran serta

afek mereka terlihat tumpul. Pasien dapat mengalami anhedonia yaitu

ketidakmampuan merasakan rasa senang. Pasien juga mengalami deteriorasi yaitu

perburukan yang terjadi secara berangsur-angsur (FKUI 2010).

Kepribadian prepsikotik dapat ditemui pada beberapa pasien skizofrenia

yang ditandai dengan penarikan diri dan terlalu kaku secara sosial, sangat pemalu,

dan sering mengalami kesulitan di sekolah meskipun I.Q-nya normal. Beberapa

pasien, sebelum didiagnosis skizofrenia, mempunyai gangguan pribadi skizoid,

ambang, antisosial, atau skizotipal (FKUI 2010).

8. Tata laksana terapi

8.1 Terapi secara non farmakologi. Terapi non farmakologi pada

skizofrenia dapat dilakukan dengan pendekatan psikososial dan ECT (elektro

convulsive therapy). Ada beberapa jenis pendekatan psikososial untuk skizofrenia,

antara lain Program for Assertive Community Treatment (PACT), intervensi

keluarga, terapi perilaku kognitif, (coginitive behavioural theraphy, CBT), dan

pelatihan keterampilan sosial (Ikawati 2014).

8.1.1 Program for assertive community treatment (PACT). PACT adalah

semacam program rehabilitas yang terdiri dari manajemen kasus dan intervensi

aktif oleh satu tim menggunakan pendekatan yang sangat terintegrasi. Program ini

dirancang khusus untuk pasien yang fungsi sosialnya buruk untuk membantu

Page 31: RASIONALITAS PENGGUNAAN OBAT ANTIPSIKOTIK PADA …repository.setiabudi.ac.id/1086/2/SKRIPSI IDA BAGUS ADI S.pdfskizofrenia di instalasi rawat inap rumah sakit jiwa daerah surakarta

14

mencegah kekambuhan dan memaksimalkan fungsi sosial dan pekerjaan. Tim

mendidik pasien dalam tugas kehidupan sehari-hari, seperti mencuci pakaian,

belanja, memasak, pengaturan keuangan, dan menggunakan trasportasi. Unsur-

unsur kunci dalam PACT adalah menekankan kekuatan pasien dalam beradaptasi

dengan kehidupan masyarakat, penyediaan dukungan dan layanan konsultasi untuk

pasien, dan memastikan bahwa pasien tetap dalam program perawatan (Ikawati

2014).

8.1.2 Intervensi keluarga. Prinsip dalam pendekatan psikososial ini

adalah bahwa anggota keluarga pasien harus dilibatkan dan terlibat dalam

perlakuan proses kolaboratif sejauh mungkin. Anggota keluarga umumnya

berkontribusi untuk perawatan pasien dan memerlukan pendidikan, bimbingan, dan

dukungan, serta pelatihan membantu mereka mengoptimalisasikan peran mereka

(Ikawati 2014).

8.1.3 Terapi perilaku kognitif. Asumsi terapi perilaku kognitif adalah

bahwa proses psikologis normal dapat menjaga maupun melemahkan gejala

psikotik, terutama delusi dan halusinasi. Dalam terapi ini dilakukan koreksi atau

modifikasi terhadap keyakinan (delusi), fokus dalam hal ini terutama bertarget pada

halusinasi kronis pendengaran, dan menormalkan pengalaman psikotik pasien,

sehingga mereka bisa tampil lebih normal. Pasien yang mendapat manfaat dari

terapi ini umumnya adalah pasien kronis yang menjalani rawat jalan dan resisten

terhadap pengobatan, khususnya untuk gejala delusi dan halusinasi (Ikawati 2014).

8.1.4 Pelatihan keterampilan sosial. Pelatihan keterampilan sosial

didefinisikan sebagai penggunaan teknik perilaku atau kegiatan pembelajaran yang

memungkinkan pasien untuk memperoleh keterampilan yang diperlukan untuk

memenuhi tuntutan interpersonal, perawatan diri, dan menghadapi kehidupan di

masyarakat. Tujuan dari pelatihan keterampilan sosial adalah untuk memperbaiki

kekurangan tertentu dalam fungsi sosial pasien. Pelatihan ini merupakan

pendekatan yang sangat terstruktur yang mengajarkan pasien secara sistematis

perilaku khusus yang penting untuk keberhasilan dalam interaksi sosial (Ikawati

2014).

Page 32: RASIONALITAS PENGGUNAAN OBAT ANTIPSIKOTIK PADA …repository.setiabudi.ac.id/1086/2/SKRIPSI IDA BAGUS ADI S.pdfskizofrenia di instalasi rawat inap rumah sakit jiwa daerah surakarta

15

8.1.5 Terapi elektrokonvulsif (ECT). Terapi ECT masih banyak

digunakan untuk pengobatan skizofrenia. Walaupun mekanisme kerjanya masih

belum dipastikan, beberapa studi telah melakukan kajian mengenai efikasinya pada

pengatasan skizofrenia. efek samping ECT juga belum dijumpai dan perlu menjadi

pertimbangan tersendiri sebelum menerapkan ECT bagi pasien. Perlu dilakukan

evaluasi sebelum memulai program ECT untuk menentukan potensi manfaat dan

risiko ECT bagi pasien berdasarkan status medis dan psikiatris pasien (Ikawati

2014).

8.2 Terapi secara farmakologi. Obat antipsikotik telah menjadi terapi

farmakologi untuk skizofrenia sejak 1950-an. Dalam perawatan skizofrenia,

antipsikotik digunakan untuk pengobatan episode akut, untuk pencegahan

kekambuhan, untuk pengobatan darurat gangguan perilaku akut, dan untuk

mengurangi gejala (Ikawati 2014).

8.2.1 Antipsikotik tipikal (klasik). Terapi skizofrenia umumnya dimulai

dengan suatu obat klasik, terutama klorpromazin bila diperlukan efek sedatif,

trifluoperazin bila sedasi tidak dikehendaki atau pimozida jika pasien justru parlu

diaktifkan. Efek antipsikotik baru menjadi nyata setelah terapi 2-3 minggu.

Flufenazin dekanoat digunakan sebagai profilaksis untuk mencegah kekambuhan

penyakit. Thioridazin bermanfaat bagi lansia untuk mengurangi GEP dan gejala

antikolinergik. Obat klasik terutama efektif untuk meniadakan gejala postif yang

efeknya baru nampak setelah beberapa bulan. Pengobatan perlu dilanjutkan dengan

dosis pemeliharaan lebih rendah untuk mencegah residif, selama minimal 2 tahun

dan tidak jarang seusia hidup (Tan & Rahardja 2015).

8.2.2 Antipsikotik atipikal. Obat atipikal lebih ampuh untuk gejala

negatif kronis, diperkirakan karena pengikatannya pada reseptor -D1 dan –D2 lebih

kuat. Sulpirida, risperidon dan olanzapin dianjurkan bila obat klasik tidak efektif

atau bila terjadi terlalu banyak efek samping. Karena klozapin dapat menimbulkan

agranulocytosis hebat (1-2% dari kasus), selama terapi perlu dilakukan

penghitungan lekosit setiap minggu (Tan & Rahardja 2015).

8.3 Pengobatan skizofrenia berdasarkan fase. Ada tiga tahap

pengobatan dan pemulihan skizofria, yaitu yang ditujukan untuk mengatasi gejala

Page 33: RASIONALITAS PENGGUNAAN OBAT ANTIPSIKOTIK PADA …repository.setiabudi.ac.id/1086/2/SKRIPSI IDA BAGUS ADI S.pdfskizofrenia di instalasi rawat inap rumah sakit jiwa daerah surakarta

16

yang parah pada episode akut dan yang berfokus pada peningkatan fungsi dan

mencegah kambuh selama tahap pemeliharaan atau pemulih penyakit (Ikawati

2014)

8.3.1 Prinsip tata laksana terapi fase akut. Pada satu minggu pertama

sejak terjadi serangan akut, direkomendasikan untuk segera memulai terapi dengan

obat, karena serangan psikotik akut dapat menyebabkan gangguan emosi, gangguan

terhadap kehidupan pasien, dan berisiko besar untuk berprilaku yang berbahaya

untuk diri sendiri dan orang lain. Dalam memilih antara obat-obat ini, psikiater

perlu mempertimbangkan respon terakhir pasien terhadap pengobatan, profil efek

samping obat, ada tidaknya penyakit penyerta, dan potensi interaksi dengan obat

yang diresepkan lainnya. Selama periode ini, sebaiknya tidak segera meningkatkan

dosis bagi pasien yang lambat memberikan respon. Jika respon pasien tidak baik,

perlu dipastikan apakah itu karena ketidakpatuhan pengobatan, atau obat terlalu

cepat dimetabolisme atau kurang absorbsinya (Ikawati 2014).

8.3.2 Prinsip tata laksana terapi fase stabilisasi. Selama fase stabilitas,

yaitu pada minggu ke 2-3 setelah serangan akut, tujuan pengobatan adalah untuk

mengurangi stres pada pasien dan menimbulkan kemungkinan kambuh,

meningkatkan adaptasi pasien untuk hidup di masyarakat. Memfasilitasi penurunan

gejala, dan meningkatkan proses pemulihan. Jika pasien membaik dengan rejimen

obat tertentu, maka rejimen tadi sebaiknya dilanjutkan dan dilakukan pemantauan

minimal 6 bulan. Edukasi tentang penyakit dan hasil terapi dan faktor-faktor yang

mempengaruhi keberhasilan terapi, termasuk kepatuhan pengobatan, dapat dimulai

pada fase ini untuk pasien dan anggota keluarga (Ikawati 2014).

8.3.3 Prinsip tata laksana terapi fase stabil/pemeliharaan. Tujuan

terapi pemeliharaan selama fase stabil adalah untuk memastikan bahwa

kesembuhan terpelihara, kualitas hidup pasien meningkat, jika ada kekambuhan

segera diobati, dan bahwa pemantauan efek samping pengobatan terus berlanjut.

Bagi sebagian besar pasien pada fase stabil/pemeliharaan, intervensi psikososial

direkomendasikan sebagai terapi tambahan terahadap terapi obat dab dapat

meningkatkan hasil. Penggunaan obat sangat direkomendasikan, dan harus

diberikan sedikitnya sampai setahun sejak sembuh dari episode akut (Ikawati

2014).

Page 34: RASIONALITAS PENGGUNAAN OBAT ANTIPSIKOTIK PADA …repository.setiabudi.ac.id/1086/2/SKRIPSI IDA BAGUS ADI S.pdfskizofrenia di instalasi rawat inap rumah sakit jiwa daerah surakarta

17

Gambar 1. Algoritma terapi skizofrenia (Dipiro et al 2014)

TAHAP 4

Mempunyai riwayat pengobtan

antipsikotik untuk kkizofrenia, dan

pengobatan diulang

Antipsikotik apapun kecuali klozapin,

antipsikotik yang sebelumnya

menghasilkan efikasi yang buruk atau

Intoleransi tidak boleh digunakan.

Terapi untuk serangan pertama

skizofrenia

Monoterapi antipsikotik, kecuali

klozapine.

TAHAP 2

Pasien memiliki respon klinis yang tidak memadai dengan

antipsikotik yang digunakan pada tahap 1A atau 1B

Berikan monoterapi antipsikotik selain klozapine, yang tidak

digunakan pada tahap 1A atau 1B. Mungkin

mempertimbangkan klozapine untuk pasien dengan keinginan

bunuh diri

TAHAP 3

Pasien memiliki respon klinis yang

tidak memadai dengan kedua

percobaan antipsikotik

Monoterapi klozapine

direkomendasikan

Gunakan antipsikotik injeksi

jangka panjang pada tahap 2

atau 4 jika diperlukan untuk

kepatuhan pasien rendah atau

karena preferensi pasien.

Minimal ada bukti untuk pilihan

pengobatan bagi pasien yang tidak

mendapat tanggapan pengobatan

yang memadai dengan klozapine

Monoterapi antipsikotik alternatif

mungkin sama baiknya dengan

augmentasi atau kombinasi

antipsikotik.

TAHAP 1B

REKOMENDASI ALGORITMA FARMAKOTERAPI SKIZOFRENIA

TAHAP 1A

Page 35: RASIONALITAS PENGGUNAAN OBAT ANTIPSIKOTIK PADA …repository.setiabudi.ac.id/1086/2/SKRIPSI IDA BAGUS ADI S.pdfskizofrenia di instalasi rawat inap rumah sakit jiwa daerah surakarta

18

B. Antipsikotik

1. Definisi

Antipsikotik (major tranquillizers) adalah obat-obat yang dapat menekan

fungsi-fungsi psikis tertentu tanpa memengaruhi fungsi umum seperti berfikir dan

berkelakuan normal. Obat ini dapat meredakan emosi dan agresi dan dapat pula

menghilangkan atau mengurangi gangguan jiwa seperti impian buruk dan pikiran

khayali (halusinasi) serta menormalisasikan perilaku yang tidak normal. Oleh

karena itu antipsikotik terutama digunakan pada psikosis, penyakit jiwa hebat tanpa

keinsafan sakit oleh pasien, misalnya skizofrenia (Tan & Rahardja 2015).

2. Penggolongan

Antipsikotik biasanya dibagi dalam dua kelompok besar, yaitu obat tipikal

atau klasik dan obat atipikal (Tan & Rahardja 2015).

2.1 Antipsikotik tipikal. Efektif mengatasi simtom positif, pada umumnya

dibagi lagi dalam sejumlah kelompok kimiawi seperti derivat fenotiazine

(klorpromazin, levomepromazin, dan triflupromazine (siquil), thioridazine dan

periciazin, perfenazin dan flufenazin, perazin (taxilan), trifluoperazin,

prokloperazin (stemetil) dan thietilperazin), derivat thioxanthen (klorprotixen

(truxal) dan zuklopentixol (cisordinol)), derivat butirofenon (haloperidol,

bromperidol, pipamperon dan dromperidol), derivat butilpiperidin (pimozida,

fluspirilen dan penfluridol)

Dalam tabel di bawah ini adalah jenis dan dosis obat antipsikotik tipikal

yang dapat digunakan pada terapi skizofrenia (Ikawati 2014).

Tabel 1. Obat antipsikotik tipikal beserta dosisnya

Nama Obat Dosis Awal (mg/hari) Dosis yang sering

digunakan (mg/hari)

Klorpromazin 50-150 300-1000

Flufenazin 5 5-20

Haloperidol 2-5 2-20

Loksapin 20 50-150

Ferfenazin 4-24 16-64

Thloridazin 50-150 100-800

Thiotiksen 4-10 4-50

Trifluoperazin 2-5 5-40

Sumber: Dipiro et al 2014

Page 36: RASIONALITAS PENGGUNAAN OBAT ANTIPSIKOTIK PADA …repository.setiabudi.ac.id/1086/2/SKRIPSI IDA BAGUS ADI S.pdfskizofrenia di instalasi rawat inap rumah sakit jiwa daerah surakarta

19

2.2 Antipsikotik atipikal. (Sulpirida, klozapin, risperidon, olanzapin dan

quentiapin) bekerja efektif melawan simtom negatif, yang praktis kebal terhadap

obat klasik. Lagi pula efek sampingnya lebih ringan, khususnya gangguan

ekstrapiramidal dan dyskinesia tarda. Tetapi lansia sebaiknya menghindari

penggunaan antipsikotik atipikal karena risiko kerusakan ginjal akut (Tan &

Rahardja 2015).

Dalam tabel di bawah ini jenis dan dosis obat antipsikotik atipikal yang

dapat digunakan pada terapi skizofrenia (Ikawati 2014).

Tabel 2. Obat antipsikotik atipikal beserta dosisnya

Nama Obat Dosis Awal (mg/hari) Dosis yang sering

digunakan (mg/hari)

Aripiprazol 5-15 15-30

Asenapin 5 10-20

Klozapin 25 100-800

Iloperidon 1-2 6-24

Lurasidon 20-40 40-120

Olanzapin 5-10 10-20

Paliperidon 3-6 3-12

Quetiapin 50 300-800

Risperidon 1-2 2-8

Ziprasidon 40 80-160

Sumber: Dipiro et al 2014

3. Khasiat

Obat-obat antipsikotik digunakan untuk gangguan jiwa dengan gejala

psikosis, seperti skizofrenia, mania, dan depresi psikotik. Di samping itu,

antispikotika digunakan untuk menangani gangguan prilaku serius dengan handikap

rahani dan pasien demensia, juga untuk keadaan gelisah akut (exicitatio) dan

penyakit lata (penyakit Gilles de la Tourette) (Tan & Rahardja 2015).

4. Mekanisme kerja

Antipsikotik merupakan psikofarmaka dan bersifat lipofil dan mudah masuk

ke dalam CCS (cairan serebrospinal), memungkinkan obat ini melakukan

kegiatannya secara langsung terhadap saraf otak. Mekanisme kerjanya pada taraf

biokimiawi belum diketahui pasti, tetapi ada petunjuk kuat bahwa mekanisme ini

berhubungan erat dengan kadar neurotransmitter di otak (Tan & Rahardja 2015).

Antipsikotik menghambat (agak) kuat reseptor dopamin (D2) di sistem

limbis otak dan di samping itu juga menghambat reseptor D1/D4, 1 (dan 2)-

Page 37: RASIONALITAS PENGGUNAAN OBAT ANTIPSIKOTIK PADA …repository.setiabudi.ac.id/1086/2/SKRIPSI IDA BAGUS ADI S.pdfskizofrenia di instalasi rawat inap rumah sakit jiwa daerah surakarta

20

adrenerg, serotonin, muskarinin, dan histamin. Riset baru mengenai otak

menunjukan bahwa blockade-D2 saja tidak selalu cukup untuk menanggulangi

skizofrenia secara efektif. Oleh karena itu, neurohormon lainnya seperti serototin

(5HT2), glutamat dan GABA (gamma-butyric acid), juga perlu dilibatkan (Tan &

Rahardja 2015).

5. Efek samping

Menurut Tan & Rahardja (2015), Sejumlah efek samping serius dapat

membatasi penggunaan antipsikotik dan yang paling sering terjadi yaitu :

5.1 Gejala ekstrapiramidal (GEP). Bertalian dengan daya dopamin dan

bersifat lebih ringan pada senyawa butirefenon, butilpiperidin dan obat atipikal.

GEP terdiri dari beberapa bentuk, yaitu sebagai :

5.1.1 Parkinsonisme (gejala penyakit parkinson). Hipokinesia (daya

gerak berkurang, berjalan langkah demi langkah) dan anggota tubuh kaku, kadang-

kadang tremor tangan dan keluar liur berlebihan. Gejala lainnya “rabbit-syndrome”

(mulut membuat gerakan mengunyah, mirip kelinci) yang dapat muncul setelah

beberapa minggu atau bulan. Insidennya 2-10% (Tan & Rahardja 2015)

5.1.2 Distonia akut. Kontraksi otot-otot muka dan tengkuk, kepala miring,

gangguan menelan, sukar bicara dan kejang rahang. Guna menghindarinya, dosis

harus dinaikan dengan perlahan dan dapat ditangani dengan antikolinergika sebagai

profilaksis (Tan & Rahardja 2015).

5.1.3 Akathisia. Selalu ingin bergerak, tidak mampu duduk diam tanpa

menggerakan kaki, tangan, atau tubuh. Akathisia dapat di atasi dengan propanolol

atau benzodiazepin (Tan & Rahardja 2015).

5.1.4 Dyskinesia tarda. Gerakan abnormal tidak sengaja, khususnya otot-

otot muka dan mulut (menjulurkan lidah), yang dapat menjadi permanen. Gejala ini

sering muncul setelah 0,5-3 tahun dan berkaitan antara lain dengan dosis kumulatif

(total) yang tekah diberikan, insidennya tinggi (10-15%). Gejala ini hilang dengan

menaikan dosis, tetapi kemudian timbul kembali dengan lebih hebat. Pemberian

vitamin E dapat mengurangi efek samping ini (Tan & Rahardja 2015).

Page 38: RASIONALITAS PENGGUNAAN OBAT ANTIPSIKOTIK PADA …repository.setiabudi.ac.id/1086/2/SKRIPSI IDA BAGUS ADI S.pdfskizofrenia di instalasi rawat inap rumah sakit jiwa daerah surakarta

21

5.1.5 Sindroma neuroleptika maligne. Berupa demam, otot kaku dan GEP

lain, kesadaran menurun dan kelainan-kelainan SSO (tachycardia, berkeringat,

fluktuasi, tekanan darah, inkotinensi). Gejala ini tidak tergantung pada dosis dan

terutama timbul pada pria muda dalam waktu 2 minggu dengan insiden 1% (Tan &

Rahardja 2015).

5.2 Galaktorrea (banyak keluar air susu). Akibat blokade dopamin, yang

identik dengan PIF (Prolactine Inhibiting Factor). Sekresi prolaktin tidak dirintangi

lagi, kadarnya meningkat dan produksi air susu bertambah banyak (Tan & Rahardja

2015).

5.3 Sedasi. Bertalian dengan khasiat anti-histamin, khususnya

klorpromazin, thioridazin, dan klozapin. Efek samping ini ringan pada zat-zat

difenilbutilamin (Tan & Rahardja 2015).

5.4 Hipotensi ortostatik. Akibat blokade reseptor 1-adrenergik, misalnya

klorpromazin, thioridazin dan klozapin (Tan & Rahardja 2015).

5.5 Efek antikolinergik. Akibat blokade reseptor muskarin, yang

bercirikan antara lain mulut kering, penglihatan guram, obstipasi, retensi, kemih

dan tachycardia, terutama pada lansia (Tan & Rahardja 2015).

5.6 Efek antiserotonin. Akibat blokade reseptor 5-HT, yang merupakan

stimulasi nafsu makan dengan akibat naiknya berat badan dan hiperglikemia (Tan

& Rahardja 2015).

5.7 Gejala penarikan. Gejala yang dapat timbul walau obat tidak bersifat

adiktif. Bila penggunaannya mendadak dihentikan dapat terjadi sakit kepala, sukar

tidur, mual, muntah, anoreksia, dan perasaan takut. Oleh karena itu penghentiannya

selalu perlu secara berangsur (Tan & Rahardja 2015).

6. Interaksi

Beta-blocker dan antidepresiva trisiklis dapat saling memperkuat efek

antipsikotik dengan menghambat metabolisme masing-masing. Levodopa dan

bromokriptin dapat dikurangi kerja dopaminergnya. Barbital menurankan kadar

Page 39: RASIONALITAS PENGGUNAAN OBAT ANTIPSIKOTIK PADA …repository.setiabudi.ac.id/1086/2/SKRIPSI IDA BAGUS ADI S.pdfskizofrenia di instalasi rawat inap rumah sakit jiwa daerah surakarta

22

darah antipsikotik berdasarkan induksi enzim. Klorpromazin dan garam litium

masing-masing saling menurunkan kadarnya dalam darah (Tan & Rahardja 2015).

7. Peringatan

Tabel 3. Daftar obat antipsikotik dan peringatan dalam pemebrian

NAMA OBAT PERINGATAN

Haloperidol

Klorpromazin

Trifluoperazin

Penyakit kardiovaskular dan serebrovaskular, penyakit pernapasan,

parkinsonisme, epilepsi, infeksi akut, hamil, menyusui, gangguan ginjal dan

hati, riwayat sakit kuning, leukopenia, hipotiroidisme, miastenia gravis,

hipertrofi prostat, glaukoma sudut sempit, hati-hati pada lansia, hindari

pemutusan obat tiba-tiba, setelah injeksi intra muskular pasien sebaiknya tetap

tiduran selama 30 menit. (Catatan: obat ini dapat menyebabkan sensitisasi

kontak. Hindari kontak langsung)

Aripiprazol Riwayat kejang, geriatri (kurangi dosis awal), gangguan fungsi hati, kehamilan.

Olanzapin Hipertrofi prostat, ileus paralitik, diabetes melitus (risiko eksaserbasi atau

ketoasidosis), angka leukosit dan neutrofil rendah, depresi sumsum tulang,

kelainan hipereosinofil, myeloproliferatif, penyakit parkinson, gangguan fungsi

hati; gangguan fungsi ginjal, kehamilan.

Quetiapin Kehamilan, gangguan hati, gangguan ginjal, penyakit serebrovaskuler,

kardiovaskuler dan yang mengarah pada hipotensi, obat-obatan yang diketahui

dapat memperpanjang interval QT, terutama pada lansia.

Risperidon Penyakit parkinson, kehamilan, gangguan fungsi hati, gangguan fungsi ginjal.

Klozapin Monitor jumlah leukosit dan hitung jenis, hentikan bertahap neuroleptik

konvensional sebelum memulai terapi, kelainan hati, kelainan ginjal, hipertrofi

prostat, glaukoma sudut tertutup.

Sumber: http://pionas.pom.go.id, diakses pada tanggal 9 mei 2017

C. Rasionalitas

Menurut Kementrian Kesehatan RI (2011), penggunaan obat dikatakan

rasional jika memenuhi kriteria:

1. Tepat diagnosis

Penggunaan obat disebut rasional jika diberikan untuk diagnosis yang tepat.

Jika diagnosis tidak ditegakkan dengan benar, maka pemilihan obat akan terpaksa

mengacu pada diagnosis yang keliru tersebut. Akibatnya obat yang diberikan juga

tidak akan sesuai dengan indikasi yang seharusnya.

2. Tepat indikasi penyakit

Setiap obat memiliki spektrum terapi yang spesifik. Antibiotik, misalnya

diindikasikan untuk infeksi bakteri. Dengan demikian, pemberian obat ini hanya

dianjurkan untuk pasien yang memberi gejala adanya infeksi bakteri.

Page 40: RASIONALITAS PENGGUNAAN OBAT ANTIPSIKOTIK PADA …repository.setiabudi.ac.id/1086/2/SKRIPSI IDA BAGUS ADI S.pdfskizofrenia di instalasi rawat inap rumah sakit jiwa daerah surakarta

23

3. Tepat pemilihan obat

Keputusan untuk melakukan upaya terapi diambil setelah diagnosis

ditegakkan dengan benar. Dengan demikian, obat yang dipilih harus yang memiliki

efek terapi sesuai dengan spektrum penyakit.

4. Tepat dosis

Dosis, cara dan lama pemberian obat sangat berpengaruh terhadap efek

terapi obat. Pemberian dosis yang berlebihan, khususnya untuk obat yang dengan

rentang terapi yang sempit, akan sangat beresiko timbulnya efek samping.

Sebaliknya dosis yang terlalu kecil tidak akan menjamin tercapainya kadar terapi

yang diharapkan.

5. Tepat cara pemberian

Contohnya obat antasida seharusnya dikunyah dulu baru ditelan. Demikian

pula antibiotik tidak boleh dicampur dengan susu, karena akan membentuk ikatan,

sehingga menjadi tidak dapat diabsorpsi dan menurunkan efektivtasnya.

6. Tepat interval waktu pemberian

Cara pemberian obat hendaknya dibuat sesederhana mungkin dan praktis,

agar mudah ditaati oleh pasien. Makin sering frekuensi pemberian obat per hari

(misalnya 4 kali sehari), semakin rendah tingkat ketaatan minum obat. Obat yang

harus diminum 3 x sehari harus diartikan bahwa obat tersebut harus diminum

dengan interval setiap 8 jam.

7. Tepat lama pemberian

Lama pemberian obat harus tepat sesuai penyakitnya masing-masing.

Contohnya untuk tuberkulosis dan kusta, lama pemberian paling singkat adalah 6

bulan dan lama pemberian kloramfenikol pada demam tifoid adalah 10-14 hari.

Pemberian obat yang terlalu singkat atau terlalu lama dari yang seharusnya akan

berpengaruh terhadap hasil pengobatan.

8. Waspada terhadap efek samping

Pemberian obat potensial menimbulkan efek samping, yaitu efek tidak

diinginkan yang timbul pada pemberian obat dengan dosis terapi, karena itu muka

Page 41: RASIONALITAS PENGGUNAAN OBAT ANTIPSIKOTIK PADA …repository.setiabudi.ac.id/1086/2/SKRIPSI IDA BAGUS ADI S.pdfskizofrenia di instalasi rawat inap rumah sakit jiwa daerah surakarta

24

merah setelah pemberian atropin bukan alergi, tetapi efek samping sehubungan

vasodilatasi pembuluh darah di wajah. Tepat penilaian kondisi pasien Respon

individu terhadap efek obat sangat beragam. Hal ini lebih jelas terlihat pada

beberapa jenis obat seperti teofilin dan aminoglikosida. Pada penderita dengan

kelainan ginjal, pemberian aminoglikosida sebaiknya dihindarkan, karena resiko

terjadinya nefrotoksisitas pada kelompok ini meningkat secara bermakna.

9. Obat yang diberikan harus efektif dan aman dengan mutu terjamin, serta

tersedia setiap saat dengan harga yang terjangkau

Untuk efektif dan aman serta terjangkau, digunakan obat-obat dalam daftar

obat esensial. Pemilihan obat dalam daftar obat esensial didahulukan dengan

mempertimbangkan efektivitas, keamanan dan harganya oleh para pakar di bidang

pengobatan dan klinis

10. Tepat informasi

Informasi yang tepat dan benar dalam penggunaan obat sangat penting

dalam menunjang keberhasilan terapi.

11. Tepat tindak lanjut (follow-up)

Pada saat memutuskan pemberian terapi, harus sudah dipertimbangkan

upaya tindak lanjut yang diperlukan, misalnya jika pasien tidak sembuh atau

mengalami efek samping.

12. Tepat penyerahan obat (dispensing)

Penggunaan obat rasional melibatkan juga dispenser sebagai penyerah obat

dan pasien sendiri sebagai konsumen. Pada saat resep dibawa ke apotek atau tempat

penyerahan obat di Puskesmas, apoteker/asisten apoteker menyiapkan obat yang

dituliskan peresep pada lembar resep untuk kemudian diberikan kepada pasien.

Proses penyiapan dan penyerahan harus dilakukan secara tepat, agar pasien

mendapatkan obat sebagaimana harusnya. Dalam menyerahkan obat juga petugas

harus memberikan informasi yang tepat kepada pasien.

13. Pasien patuh terhadap perintah pengobatan yang dibutuhkan

Ketidaktaatan minum obat umumnya terjadi pada keadaan berikut:

Page 42: RASIONALITAS PENGGUNAAN OBAT ANTIPSIKOTIK PADA …repository.setiabudi.ac.id/1086/2/SKRIPSI IDA BAGUS ADI S.pdfskizofrenia di instalasi rawat inap rumah sakit jiwa daerah surakarta

25

a. Jenis dan/atau jumlah obat yang diberikan terlalu banyak

b. Frekuensi pemberian obat per hari terlalu sering

c. Jenis sediaan obat terlalu beragam

d. Pemberian obat dalam jangka panjang tanpa informasi

e. Pasien tidak mendapatkan informasi/penjelasan yang cukup mengenai cara

minum/menggunakan obat.

f. Timbulnya efek samping (misalnya ruam kulit dan nyeri lambung), atau efek

ikutan (urine menjadi merah karena minum rifampisin) tanpa diberikan

penjelasan terlebih dahulu.

D. Rumah Sakit

Menurut Association of Hospital Care, tahun 1974 rumah sakit adalah pusat

dimana pelayanan kesehatan, pendidikan, serta penelitian kedoktoran

diselenggrakan (Alamsyah 2011). Sekarang ini rumah sakit adalah suatu lembaga

komunitas yang merupakan instrumen masyarakat. Berdasarkan hal tersebut, rumah

sakit dapat dipandang sebagai suatu struktur terorganisasi yang menggabungkan

bersama-sama semua profesi kesehatan, fasilitas diagnosik dan terapi, alat dan

perbekalan serta fasilitas fisik ke dalam suatu sistem terorganisasi untuk

penghantaran pelayanan kesehatan bagi masyarakat (Siregar & Amallia 2012)

Perkembangan Rumah Sakit awalnya hanya memberi pelayanan bersifat

penyembuhan (kuratif) terhadap pasien melalui rawat inap. Pelayanan kesehatan di

Rumah Sakit saat ini tidak saja bersifat kuratif tetapi juga bersifat pemulihan

(rehabilitatif). Kedua pelayanan tersebut secara terpadu melalui upaya promosi

kesehatan (promotif) dan pencegahan (preventif) (Herlambang & Murwani 2012)

E. Formularium Rumah Sakit

Formularium adalah dokumen berisi kumpulan produk obat yang dipilih

panitia farmasi dan terapi (PFT) disertai informasi tambahan penting tentang

penggunaan obat tersebut, serta kebijakan dan prosedur berkaitan obat yang relevan

Page 43: RASIONALITAS PENGGUNAAN OBAT ANTIPSIKOTIK PADA …repository.setiabudi.ac.id/1086/2/SKRIPSI IDA BAGUS ADI S.pdfskizofrenia di instalasi rawat inap rumah sakit jiwa daerah surakarta

26

untuk rumah sakit tersebut, yang terus meneruh direvisi agar selalu akomodatif bagi

kepentingan penderita dan staf profesional pelayan kesehatan, berdasarkan data

konsumtif dan data morbilitas serta perkembangan klinik staf medik rumah sakit.

Formularium merupakan bagian dari sistem formularium. Sistem formularium

adalah suatu sistem bagi anggota staf medik yang mencangkup pengusulan obat

untuk dimasukan ke dan/atau dihapus dari formularium. Sistem formularium

menetapkan pengadaan, penulisan, dispensing, dan pemberian suatu obat dengan

nama dagang atau obat dengan nama generik apabila obat itu tersedia dalam dua

nama tersebut (Siregar & Amalia 2012).

F. Rekam Medik

Menurut Surat Keputusan Direktur Jendral Pelayanan Medik, rekam medik

(RM) adalah berkas yang berisikan catatan dan dokumen tentang identitas,

anamnesis, pemeriksaan, diagnosis, pengobatan, tindakan, dan pelayanan lain yang

diberikan kepada seorang penderita selama dirawat di rumah sakit, baik rawat jalan

maupun rawat tinggal (Siregar & Amalia 2012). Menurut peraturan Menteri

Kesehatan, rekam medik merupakan dokumen milik rumah sakit tetapi data dan

isinya adalah milik pasien. Kerahasiaan isi RM harus dijaga dan dilindungi oleh

rumah sakit. Rekam medik bersifat informatif. Informasi yang ada dalam RM dapat

digunakan sebagai data untuk analisis DRP, dengan mengambil yang dibutuhkan

saja, karena dalam farmasi klinik penekanan ada pada terapi obat, masalah

diagnosis dan pemeriksaan bukan wewenang farmasis. Selain dapat digunakan

untuk analisis DRP, informasi yang ada dalam RM dapat pula digunakan untuk

meneliti pola penggunaan obat, pemakaian obat generik, kajian obat dan

hubungannya dengan harga atau farmakoekonomi. Oleh karena itu sebuah RM

sangat penting artinya sebagai sumber informasi dan sumber data bagi farmasi

klinik (Sari 2004).

Page 44: RASIONALITAS PENGGUNAAN OBAT ANTIPSIKOTIK PADA …repository.setiabudi.ac.id/1086/2/SKRIPSI IDA BAGUS ADI S.pdfskizofrenia di instalasi rawat inap rumah sakit jiwa daerah surakarta

27

G. Landasan Teori

Skizofrenia merupakan penyakit otak persisten dan serius yang

mengakibatkan perilaku psikotik, pemikiran konkret, dan kesulitan dalam

memproses informasi, hubungan interpersonal, serta memecahkan masalah (Stuart

2007). Skizofrenia ditandai dengan penurunan atau ketidakmampuan

berkomunikasi, gangguan realistas, afek tidak wajar atau tumpul, gangguan kognitif

serta mengalami kesukaran melakukan aktivitas sehari-hari (Keliat et al 2011).

Antipsikotik merupakan obat yang direkomendasikan untuk pengobatan dan

pencegahan skizofrenia. Tujuan jangka panjang dari pengobatan skizofrenia

termasuk mencegah kekambuhan, pemulihan, peningkatan kepatuhan terhadap

terapi dan peningkatan kualitas hidup pasien. Obat antipsikotik dianggap penting

untuk pencapaian tujuan jangka panjang tersebut (Sacchetti et al 2015).

Antipsikotik memiliki mekanisme kerja menghambat kuat reseptor dopamin (D2) di

sistem limbis otak dan di samping itu juga menghambat reseptor D1/D4, 1 (dan

2)-adrenerg, serotonin, muskarinin, dan histamin (Tan & Rahardja 2015).

Penggunaan obat dikatakan rasional jika memenuhi kriteria : tepat

diagnosis, tepat indikasi penyakit, tepat pemilihan obat, tepat dosis, tepat cara

pemberian, tepat interval waktu, tepat lama pemberian, waspada efek samping Obat

yang diberikan harus efektif dan aman dengan mutu terjamin, serta tersedia setiap

saat dengan harga yang terjangkau, tepat informasi, tepat tindak lanjut, tepat

penyerahan obat, pasien paatu terhadap pengobatan yang dibutuhkan. Tujuan untuk

penggunaan obat yang rasional agar dapat menjamin pasien mendapatkan

pengobatan yang sesuai dengan kebutuhannya (Kemenkes RI 2011).

Rumah sakit adalah suatu struktur terorganisasi yang menggabungkan

bersama-sama semua profesi kesehatan, fasilitas diagnosik dan terapi, alat dan

perbekalan serta fasilitas fisik ke dalam suatu sistem terorganisasi untuk

penghantaran pelayanan kesehatan bagi masyarakat (Siregar & Amallia 2012).

Pelayanan kesehatan di Rumah Sakit saat ini tidak saja bersifat kuratif tetapi juga

bersifat pemulihan (rehabilitatif). Kedua pelayanan tersebut secara terpadu melalui

upaya promosi kesehatan (promotif) dan pencegahan (preventif) (Herlambang &

Murwani 2012).

Page 45: RASIONALITAS PENGGUNAAN OBAT ANTIPSIKOTIK PADA …repository.setiabudi.ac.id/1086/2/SKRIPSI IDA BAGUS ADI S.pdfskizofrenia di instalasi rawat inap rumah sakit jiwa daerah surakarta

28

Formularium merupakan dokumen berisi kumpulan produk obat yang

dipilih panitia farmasi dan terapi (PFT) disertai informasi tambahan penting tentang

penggunaan obat tersebut. Formularium merupakan bagian dari sistem formularium

yang merupakan suatu sistem bagi anggota staf medik yang mencangkup

pengusulan obat untuk dimasukan ke dan/atau dihapus dari formularium (Siregar

& Amalia 2012).

Menurut peraturan Menteri Kesehatan, rekam medik (RM) merupakan

dokumen milik rumah sakit tetapi data dan isinya adalah milik pasien. Informasi

yang ada dalam RM dapat digunakan sebagai data untuk analisis DRP, meneliti

pola penggunaan obat, pemakaian obat generik, kajian obat dan hubungannya

dengan harga atau farmakoekonomi (Sari 2004).

H. Keterangan Empiris

Keterangan empiris penelitian ini, yaitu :

Pertama, penggunaan obat antipsikotik pada pasien skizofrenia di Instalasi

Rawat Inap Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta tahun 2015 paling banyak

menggunakan obat Risperidone, monoterapi terbanyak adalah risperidon dan

kombinasi obat terbanyak adalah Klorpromazin-Risperidon,

Kedua, rasionalitas penggunaan obat antipsikotik pada pasien pasien

skizofrenia di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta tahun 2015

sudah rasional berdasarkan tepat indikasi, tepat obat, tepat dosis, dan tepat pasien

berdasarkan Guideline Pharmacotherapy: A Pathophysiologic Approach, Ninth

Edtion.

Page 46: RASIONALITAS PENGGUNAAN OBAT ANTIPSIKOTIK PADA …repository.setiabudi.ac.id/1086/2/SKRIPSI IDA BAGUS ADI S.pdfskizofrenia di instalasi rawat inap rumah sakit jiwa daerah surakarta

29

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Rancangan Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif yang bersifat non

ekperimental (observasional) dengan pengambilan data secara retrospektif dari

rekam medik pasien skizofrenia dengan terapi obat antipsikotik yang menjalani

rawat inap di Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta tahun 2015.

Metode deskriptif adalah metode yang berfungsi untuk mendeskripsikan

atau memberikan gambaran terhadap objek yang diteliti melalui sampel atau

populasi (Sugiyono 2015).

B. Populasi dan Sampel

Populasi adalah himpunan keseluruhan obyek yang di selidiki (Sugiyarto

2015). Populasi merupakan wilayah generalisasi yang terdiri atas objek atau subjek

yang mempunyai kuantitas dan karateristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti

untuk dipelejari dan menarik kesimpulan. Populasi bukan hanya jumlah pada objek

atau subjek, tetapi meliputi karakteristik atau sifat yang dimiliki oleh subyek atau

obyek yang diteliti (Sugiyono 2015). Populasi dalam penelitian ini adalah semua

pasien skizofrenia yang dirawat di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Jiwa Daerah

Surakarta selama tahun 2015.

Sampel merupakan bagian dari jumlah atau karakteristik yang dimiliki oleh

populasi (Sugiyono 2015). Sampel umumnya merupakan kelompok pengamatan

yang relatif kecil yang di ambil dari populasi yang ditetapkan (Jones 2010). Sampel

yang digunakan dalam penelitian ini adalah pasien skizofrenia yang diterapi dengan

menggunakan obat antipsikotik dan dirawat di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit

Jiwa Daerah Surakarta selama tahun 2015. Jumlah sampel (S) dalam penelitian

dapat dihitung menggunakan rumus menurut Isaac dan Michael, sebagai berikut :

( )

Perhitungan sampel dengan jumlah populasi (N) = 526

Page 47: RASIONALITAS PENGGUNAAN OBAT ANTIPSIKOTIK PADA …repository.setiabudi.ac.id/1086/2/SKRIPSI IDA BAGUS ADI S.pdfskizofrenia di instalasi rawat inap rumah sakit jiwa daerah surakarta

30

s = 3,481 271 0,5 0,5

0,052(271-1) 0,5 0,5

s = 235,83775

0,0025 (271) 3,481 0,5 0,5

s = 235,83775

0,6775 0,87025

s = 235,83775

1,54775

s = 152,37

Keterangan:

= jumlah sampel

N = jumlah populasi

= dengan dk = 1, taraf kesalahan 5% ( nilai = 3,481 )

P = Q = 0,5 (50%) merupakan proporsi populasi

= 0,05 (Sugiyono 2015)

C. Teknik Sampling dan Jenis Data

1. Teknik sampling

Pengambilan sampel menggunakan metode nonprobability sampling yaitu

teknik pengambilan sampel yang tidak memberi peluang/kesempatan bagi setiap

unsur atau anggota populasi untuk dipilih menjadi sampel. Teknik sampling yang

digunakan yaitu purposive sampling yang merupakan teknik penentuan sampel

dengan pertimbangan tertentu (Sugiyono 2015).

2. Jenis data

Jenis data yang digunakan adalah data sekunder, yaitu data yang di perloleh

dari kartu rekam medik pasien yang berisi informasi tentang nama pasien, nomor

rekam medik, jenis kelamin, usia, pendidikan, pekerjaan, jenis penjamin, lama

rawat inap, diagnosa penyakit, nama obat, golongan obat, dosis obat, bentuk

sediaan obat, frekuensi pemberian obat, dan data pemeriksaan laboratorium.

Page 48: RASIONALITAS PENGGUNAAN OBAT ANTIPSIKOTIK PADA …repository.setiabudi.ac.id/1086/2/SKRIPSI IDA BAGUS ADI S.pdfskizofrenia di instalasi rawat inap rumah sakit jiwa daerah surakarta

31

D. Subyek Penelitian

1. Kriteria inklusi

Pasien terdiagnosa utama skizofrenia serta mendapakan skoring PANSS

dengan usia 25 – 44 tahun dan tercantum dalam rekam medik yang diterapi dengan

obat antipsikotik dan baru pertama kali dirawat di Instalasi Rawat Inap Rumah

Sakit Jiwa Daerah Surakarta tahun 2015

2. Kriteria eksklusi

Pasien dengan diagnosa skizofrenia dengan data pasien dari rekam medik

tidak lengkap, tidak terbaca, rusak, hilang, dan pasien meninggal dunia.

E. Definisi Oprasional Variabel

Batasan oprasional dari penelitian ini adalah :

1. Rasionalitas penggunaan obat adalah penggunaan obat secara rasional dinilai

berdasarkan tepat indikasi, tepat obat, tepat dosis, dan tepat pasien.

2. Obat antipsikotik adalah obat yang digunakan untuk terapi pada pasien

skizofrenia yang menjalani rawat inap di Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta

3. Tepat indikasi adalah pemberian obat dengan indikasi yang benar sesuai

diagnosa dokter.

4. Tepat obat adalah pemilihan obat antipsikotik yang tepat dapat ditimbang dari

ketepatan kelas terapi, jenis dan kombinasi obat yang sesuai dengan diagnosis

pada pasien skizofrenia

5. Tepat pasien adalah kesesuaian pemilihan obat antipsikotik yang diberikan pada

pasien skizofrenia yang tidak kontraindikasi dengan kondisi pasien.

6. Tepat dosis adalah dosis obat yang digunakan harus sesuai range terapi obat

antipsikotik.

7. Skizofrenia yang diteliti adalah pasien yang terdiagnosa skizofrenia yang

diterapi dengan obat antipsikotik dan menjalani masa rawat inap di Rumah

Sakit Jiwa Daerah Surakarta.

8. Rawat inap adalah salah satu bentuk proses pengobatan atau rehabilitasi pada

pasien skizofrenia, dengan cara diinapkan di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit

Jiwa Daerah Surakarta

Page 49: RASIONALITAS PENGGUNAAN OBAT ANTIPSIKOTIK PADA …repository.setiabudi.ac.id/1086/2/SKRIPSI IDA BAGUS ADI S.pdfskizofrenia di instalasi rawat inap rumah sakit jiwa daerah surakarta

32

9. Rumah sakit jiwa adalah tempat pelayanan kesehatan yang menyediakan

pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat yang terkhusus untuk

pasien yang menderita gangguan mental.

F. Alur Penelitian

Gambar 2. Alur penelitian

G. Analisis Data

Data yang diperoleh dianalisi secara deskriptif dalam bentuk tabulasi untuk

mengetahui rasionalitas penggunaan obat antipsikotik terhadap pasien skizofrenia

di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta tahun 2015 dan hasil

analisis dievaluasi rasionalitasnya berdasarkan Guideline Pharmacotherapy: A

Pathophysiologic Approach, Ninth Edtion sehingga persentase rasionalitas

penggunaan obat antipsikotik di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Jiwa Daerah

Surakarta tahun 2015 dapat diketahui.

Persiapan Penelitian :

1. Pengajuan judul kepada dosen pembimbing skripsi

2. Peninjauan ke Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta

3. Perizinan ke bagian Diklat Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta

4. Penelusuran pustaka

5. Penetapan populasi dan sampel

Pembuatan Proposal

Penyerahan proposal ke dosen pombimbing dan Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta

Pengambilan data rekam medik pasien skizofrenia dengan terapi antipsikotik tahun 2015

di Instalasi Rekam Medik Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta

Analisis dan pengolahan data

Pembahasan dan penarikan kesimpulan

Page 50: RASIONALITAS PENGGUNAAN OBAT ANTIPSIKOTIK PADA …repository.setiabudi.ac.id/1086/2/SKRIPSI IDA BAGUS ADI S.pdfskizofrenia di instalasi rawat inap rumah sakit jiwa daerah surakarta

33

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Pasien Skizofrenia

1. Jenis Kelamin

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dari 152 pesien

skizofrenia didapatkan karakteristik jenis kelamin pasien skizofrenia yang dirawat

di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta tahun 2015 laki-laki

yaitu sebanyak 106 orang (69,74%), sedangkan perempuan sebanyak 46 orang

(30,26%).

Tabel 4. Distribusi jenis kelamin pasien skizofrenia yang di rawat di Instalasi Rawat Inap

Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta Tahun 2015

Jenis Kelamin Jumlah %

Laki-laki 106 69,74

Perempuan 46 30,26

Total 152 100,00

Sumber: Data rekam medik pasien skizofrenia yang diolah 2017

Dari data di atas (tabel 4) dapat dilihat bahwa jumlah pasien yang menderita

skizofrenia dengan jenis kelamin laki-laki lebih banyak dibandingkan perempuan.

Data tersebut menunjukan bahwa terjadinya peningkatan proporsi pasien

skizofrenia yang berjenis kelamin laki-laki di Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta

dibandingkan tahun 2013. Dalam penelitian Setiawan (2014) diketahui bahwa

secara garis besar perbedaan yang terjadi dari segi jenis kelamin pada pasien

skizofrenia rawat inap di RSJD Surakarta selama tahun 2013 tidak begitu

signifikan, pasien berjenis kelamin laki-laki 54%, dan berjenis kelamin perempuan

46% dari total kasus (Setiawan 2014).

Menurut penelitian Zahnia & Sumekar (2016) yang berjudul Kajian

Epidemiologi Skizofrenia diketahui bahwa berdasarkan jenis kelamin, proporsi

skizofrenia terbanyak adalah laki-laki (72%) dengan kemungkinan laki-laki

berisiko 2,73 kali lebih besar mengalami kejadian skizofrenia dibandingkan

perempuan karena kaum laki-laki menjadi penopang utama rumah tangga sehingga

lebih besar mengalami tekanan hidup (Zahnia & Sumekar 2016). Laki-laki

mengalami gejala yang lebih negatif dan afektif dari pada perempuan. Prevalensi

Page 51: RASIONALITAS PENGGUNAAN OBAT ANTIPSIKOTIK PADA …repository.setiabudi.ac.id/1086/2/SKRIPSI IDA BAGUS ADI S.pdfskizofrenia di instalasi rawat inap rumah sakit jiwa daerah surakarta

34

gejala negatif pada skizofrenia episode pertama diperkirakan antara 4% hingga 10%

dan meningkat seiring dengan lamanya perjalanan penyakit skizofrenia (Lehman et

al 2010). Laki-laki lebih banyak menderita skizofenia dan dirawat inap dibanding

dengan perempuan karena laki-laki biasanya memiliki agresifitas sangat tinggi

sehingga sulit ditangani jika hanya dirawat di rumah, sedangkan agresifitas pada

perempuan penderita skizofrenia masih dapat ditangani oleh keluarga di rumah

sehingga cenderung dirawat di rumah. Perjalanan penyakit pada laki-laki lebih

buruk dibandingkan pada penderita perempuan, penyebabnya dapat karena faktor

genetik, lingkungan atau pengaruh dari dalam diri sendiri (Fahrul 2014).

2. Usia

Berdasarkan karakteristik usia dipilih pasien dengan diagnosa skizofrenia

berusia 25-44 tahun. Berdasarkan penelitian Saputri (2014) menyatakan bahwa

interval usia pasien skizofrenia di Rumah Sakit Jiwa daerah Surakarta tahun 2013

antara 25-44 tahun menunjukkan angka kejadian paling tinggi dibandingkan

interval usia lainya, yaitu dengan persentase sebesar 67% (Saputri 2014).

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, dari 152 pasien

skizofrenia yang dirawat di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Jiwa Daerah

Surakarta tahun 2015, Interval usia pasien dibagi menjadi 4 kelompok usia yaitu

25-29 tahun, 30-34 tahun, 35-39 tahun, dan 40-44 tahun. Pasien yang menderi

skizofrenia dengan usia 25-29 tahun sebanyak 38 orang (25%), 30-34 tahun

sebanyak 39 orang (25,66%), 35-39 tahun sebanyak 43 orang (28,29%), dan 40-44

tahun sebanyak 32 orang (21,05%).

Tabel 5. Distribusi usia pasien skizofrenia yang di rawat di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit

Jiwa Daerah Surakarta Tahun 2015

Usia Jumlah %

25-29 38 25,00

30-34 39 25,66

35-39 43 28,29

40-44 32 21,05

Total 152 100,00

Sumber: Data rekam medik pasien skizofrenia yang diolah 2017

Dari data diatas (tabel 5) dapat diketahui bahwa kelompok usia pasien yang

menderita skizofrenia terbanyak adalah antara 35-39 tahun, tetapi perbedaan

disetiap kelompok usia tidak begitu signifikan. Kelompok usia tersebut merupakan

Page 52: RASIONALITAS PENGGUNAAN OBAT ANTIPSIKOTIK PADA …repository.setiabudi.ac.id/1086/2/SKRIPSI IDA BAGUS ADI S.pdfskizofrenia di instalasi rawat inap rumah sakit jiwa daerah surakarta

35

kategori usia produktif yang cinderung menderita skizofrenia, karena pada usia

produktif seseorang harus menanggung beban yang lebih besar secara sosial dan

ekonomi sehingga memiliki tanggung jawab yang tinggi dalam lingkungan

keluarga dan masyarakat. Hal tersebut berkesesuaian dengan literatur yang

menyatakan bahwa skizofrenia biasanya timbul pada usia 18-45 tahun, namun ada

juga yang berusia 11-12 tahun sudah menderita skizofrenia (Arif 2006). Usia

dimana gejala pertama kali muncul biasanya antara 15-45 tahun, dengan usia lebih

dini pada laki-laki daripada perempuan (FKUI 2010). Sekitar 20% - 40% pasien

mengalami gejala psikotik pertama mereka sebelum usia 20 tahun. Pada laki-laki

kejadian puncak onset skizofrenia berusia antara 15 dan 25 tahun, sedangkan untuk

wanita antara usia 25 dan 35 tahun. Wanita menampilkan puncak onset kedua

setelah usia 40-45 tahun, tepat sebelum menopause (Lehman et al 2010).

3. Pendidikan

Berdasarkan pendidikan terakhir dari 152 pasien skizofrenia diketahui

pasien dengan pendidikan terakhir sekolah dasar (SD) sebanyak 27 orang (17,76%),

sekolah menengah pertama (SMP) sebanyak 35 orang (23,03%), sekolah menengah

atas sebanyak 25,06 orang (25,66%), serta sebanyak 2 orang (1,32%) pasien sempat

menempuh jenjang perguruan tinggi hingga tingkat diploma, dan sebanyak 49

orang tidak bersekolah (32,24%).

Tabel 6. Distribusi pendidikan pasien skizofrenia yang di rawat di Instalasi Rawat Inap

Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta Tahun 2015

Pendidikan Jumlah %

SD 27 17,76

SMP 35 23,03

SMA 39 25,66

Diploma 2 1,32

Tidak Sekolah 49 32,24

Total 152 100,00

Sumber: Data rekam medik pasien skizofrenia yang diolah 2017

Berdasarkan hasil diatas (tabel 6) diketahui bahwa pasien skizofrenia paling

banyak tidak mendapatkan pendidikan formal dengan data tidak sekolah sebanyak

32,24%. Hal ini terjadi karena skizofrenia merupakan suatu penyakit yang

mengakibatkan pasien mengalami kesulitan dalam memproses informasi, hubungan

interpersonal, serta memecahkan masalah (Stuart 2007). Hal tersebut menjadi salah

Page 53: RASIONALITAS PENGGUNAAN OBAT ANTIPSIKOTIK PADA …repository.setiabudi.ac.id/1086/2/SKRIPSI IDA BAGUS ADI S.pdfskizofrenia di instalasi rawat inap rumah sakit jiwa daerah surakarta

36

satu faktor pasien tidak dapat mengkikuti pendidikan formal karena mengalami

kesulitan dalam mengkuti pendidikan formal. Pada pasien skizofrenia tidak hanya

karena penyakit skizofrenia saja yang menjadi faktor ketidakmampuan menempuh

pendidikan formal tetapi pengaruh faktor lain juga dapat berpengaruh seperti

kondisi sosial dan ekonomi yang menjadi faktor penting pasien tidak memeperoleh

pendidikan formal (Fahrul 2014).

4. Pekerjaan

Berdasarkan pekerjaan dari 152 pasien skizofrenia didapatkan hasil berbagai

pekerjaan yang pernah dialami oleh beberapa pasien skizofrenia yang di rawat di

Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta tahun 2015. Dari

penelitian ini didapatkan hasil pasien dengan pekerjaan sebagai buruh sebanyak 9

orang (5,92%), IRT sebanyak 4 orang (2,6%), kontraktor 1 orang (0,66%),

pedagang 1 orang (0,66%), pelajar 1 orang (0,66%), petani sabanyak 4 orang

(2,63%), PNS sebanyak 2 orang (1,32%), purnawirawan 1 orang (0,66%), swasta

sebanyak 19 orang (12,50%), wiraswasta sebanyak 7 orang (4,61%), dan sisanya

sebanyak 103 orang (67,76%) tidak memiliki pekerjaan.

Tabel 7. Distribusi pekerjaan pasien skizofrenia yang di rawat di Instalasi Rawat Inap

Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta Tahun 2015

Pekerjaan Jumlah %

Buruh 9 5,92

IRT 4 2,63

Kontraktor 1 0,66

Pedagang 1 0,66

Petani 4 2,63

PNS 2 1,32

Purnawirawan 1 0,66

Swasta 19 12,50

Wiraswasta 7 4,61

Tidak bekerja 104 68,4

Total 152 100,00

Sumber: Data rekam medik pasien skizofrenia yang diolah 2017

Dari data diatas (tabel 7) dapat diketahui bahwa pada pasien skizofrenia

paling banyak tidak memiliki pekerjaan. Hal tersebut berhubungan dengan teori

yang menyatakan bahwa pada pasien skizofrenia terjadi disorganisasi kepribadian

yang cukup parah dan tidak mampu dalam beriteraksi dengan kehidupan sehari-

hari, serta terjadi gangguan kemampuan untuk bekerja karena pada umumnya

penderita kehilangan motivasi kerja dan keterampilan sosial. Penderita Skzofrenia

Page 54: RASIONALITAS PENGGUNAAN OBAT ANTIPSIKOTIK PADA …repository.setiabudi.ac.id/1086/2/SKRIPSI IDA BAGUS ADI S.pdfskizofrenia di instalasi rawat inap rumah sakit jiwa daerah surakarta

37

juga tidak memperhatikan kesehatan dan tidak mampu berfungsi dalam kehidupan

sehari-hari (Ardani 2013). Hal tersebut mengakibatkan pasien yang mengalami

skizofrenia tidak memungkinkan untuk melakukan pekerjaan.

Tidak memiliki pekerjaan juga menjadi faktor yang sangat berpengaruh

pada pemicu terjadinya skizofrenia. Pada orang yang tidak memiliki pekerjaan akan

lebih mudah menjadi stres dan mengakibatkan ketidakberdayaan, karena orang

yang bekerja memiliki rasa optimis terhadap masa depan dan lebih memiliki

semangat hidup yang lebih besar. Oleh karena itu pada orang yang tidak memiliki

pekerjaan memungkinan mempunyai risiko 6,2 kali lebih besar menderita

skizofrenia dibandikan dengan yang memiliki pekerjaan. (Zahnia & Sumekar

2016). Pendidikan juga menjadi faktor yang sangat berpengaruh dalam memperoleh

pekerjaan. Dalam pembahasan sebelumnya dapat diketahui bahwa pasien

skizofrenia di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta Tahun

2015 paling banyak tidak menempuh pendidikan formal, bahkan pendidikan

tertinggi hanya sampai tingkat diploma dengan persentase yang sangat kecil. Hal

tersebut dapat menjadi salah satu faktor banyaknya pasien yang tidak memiliki

pekerjaan karena pendidikan memiliki pengaruh positif dalam mencari pekerjaan.

5. Jenis Penjamin Pasien

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, dari 152 total pasien

diketahui pasien dengan penjamin jamkesda (Jaminan Kesehatan Daerah) sebanyak

17 orang (11,8%), BPJS Non PBI (Bukan Peneriema Bantuan Iuran) sebanyak 15

orang (9,87%), BPJS PBI (Penerima Bantuan Iuran) sebanyak 44 orang (28,95%),

PMKS (Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat Surakarta) sebanyak 2 orang (1,32%),

dan pasien dengan kategori umum sebanyak 74 orang (48,68%).

Tabel 8. Distribusi Jenis penjamin pasien skizofrenia yang di rawat di Instalasi Rawat Inap

Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta Tahun 2015

Jenis Penjamin Pasien Jumlah %

Jamkesda 17 11,18

BPJS Non PBI 15 9,87

BPJS PBI 44 28,95

PKMS 2 1,32

Umum 74 48,68

Total 152 100,00

Sumber: Data rekam medik pasien skizofrenia yang diolah 2017

Page 55: RASIONALITAS PENGGUNAAN OBAT ANTIPSIKOTIK PADA …repository.setiabudi.ac.id/1086/2/SKRIPSI IDA BAGUS ADI S.pdfskizofrenia di instalasi rawat inap rumah sakit jiwa daerah surakarta

38

Dari data di atas (tabel 8) dapat diketahui bahwa jenis penjamin pasien yang

paling banyak adalah kategori umum sebanyak 48,68%. Berdasarkan hal tersebut

banyak pasien yang menderita skizofrenia di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit

Jiwa daerah Surakarta tahun 2015 tidak menggunakan jaminan kesehatan milik

negara, daerah, maupun kota setempat. Penulis telah melakukan wawancara terkait

hal tersebut kepada dokter di Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta yang menyatakan

bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi adalah ketidaklengkapan administrasi

pasien yang berobat. Jenis penjamin pasien BPJS PBI (Penerima Bantuan Iuran)

menduduki urut tertinggi kedua yaitu sebanyak 28,95%. Bedasarkan hal tersebut

dapat diketahui bahwa banyak pasien skizofrenia yang merupakan kategori fakir

miskin dan orang tidak mampu. Berdasarkan pembahasan sebelumnya mengenai

banyaknya pasien skizofrenia yang tidak memiliki pekerjaan dapat menjadi faktor

penting dalam banyaknya ketegori pasien miskin dan tidak mampu.

6. Lama Rawat Inap

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, lama perawatan pasien

skizofrenia di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta di bagi

menjadi 2 kelompok dengan batasan 28 hari (4 minggu). Penggunaan obat

antipsikotik umumnya dilakukan selama 4-6 minggu untuk melihat respon pasien

terhadap obat (Ikawati 2014). Lama percobaan antipsikotik adalah 4 sampai 6

minggu pada dosis adekuat. Dalam penggunaan antipsikotik, bila terlihat ada reaksi

awal yang negatif dan parah maka klinisi dapat mempertimbangkan untuk beralih

ke obat antipsikotik lain dalam waktu kurang dari 4 minggu (Kaplan & Sadock

2015). Dari 152 pasien skizofrenia yang di rawat kurang dari 28 hari sebanyak 66

pasien (43,42%), sedangkan pasien skizofrenia yang dirawat lebih dari 28 hari

sebanyak 86 pasien (56,58%).

Tabel 9. Distribusi lama rawat pasien skizofrenia yang di rawat di Instalasi Rawat Inap

Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta Tahun 2015

Lama Rawat Inap Jumlah %

< 28 hari 66 43,42

> 28 hari 86 56,58

Total 152 100,00

Sumber: Data rekam medik pasien skizofrenia yang diolah 2017

Rawat inap diindikasikan terutama untuk tujuan diagnostik. Keparahanan

penyakit pasien serta ketersediaan fasilitas rawat jalan menentukan lamanya rawat

Page 56: RASIONALITAS PENGGUNAAN OBAT ANTIPSIKOTIK PADA …repository.setiabudi.ac.id/1086/2/SKRIPSI IDA BAGUS ADI S.pdfskizofrenia di instalasi rawat inap rumah sakit jiwa daerah surakarta

39

inap (Kaplan & Sadock 2015). Dari data diatas (tabel 9) dapat diketahi bahwa

pasien skizofrenia lebih banyak dirawat lebih dari 28 hari atau setara dengan 4

minggu. Hal tersebut senada dengan penelitian Fahrul (2014) yang menyatakan

distribusi lama rawat inap pasien skizofrenia yang dirawat inap jiwa di RSD

Madani Provinsi Sulawesi Tengah periode Januari-April 2014 yang menjalani

rawat inap lebih dari 28 hari paling dominan hal ini dikarenakan pengobatan

skizofrenia membutuhkan waktu yang lama (Fahrul 2014). Penulis telah melakukan

wawancara kepada salah satu dokter di Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta yang

menyatakan bahwa selain waktu perawatan yang lama, faktor penjemputan

keluarga pasien yang sudah mengalami perbaikan juga berpengaruh dalam lamanya

rawat inap pasien.

7. Tipe Skizofrenia

Berdasarkan klasifikasi skizofrenia dibedakan menjadi beberapa subtipe

skizofrenia yang diidentifikasi berdasarkan variabel klinik. Dalam penelitian ini

dari 152 pasien yang mengalami skizofrenia paranoid sebanyak 51 orang (33,55%),

skizofrenia hebefrenik sebanyak 8 orang (5,26%), skizofrenia katatonik sebanyak 4

orang (2,63%), skizofrenia tak terinci sebanyak 48 orang (31,58%), skizofrenia

residual sebanyak 2 orang (1,32%), skizofrenia simpleks sebanyak 2 orang (1,32%)

dan skizofrenia Lainnya sebanyak 37 orang (24,34%).

Tabel 10. Distribusi diagnosa pasien skizofrenia yang di rawat di Instalasi Rawat Inap Rumah

Sakit Jiwa Daerah Surakarta Tahun 2015

Diagnosa Jumlah %

Paranoid 51 33,55

Hebefrenik 8 5,26

Katatonik 4 2,63

Tak terinci 48 31,58

Residual 2 1,32

Simpleks 2 1,32

Lainnya 37 24,34

Total 152 100,00

Sumber: Data rekam medik pasien skizofrenia yang diolah 2017

Berdasarkan data diatas (tabel 10) diketahui 3 jenis skizofrenia yang paling

banyak diantara jenis skizofrenia lainnya yaitu skizofrenia paranoid (33,55%),

Page 57: RASIONALITAS PENGGUNAAN OBAT ANTIPSIKOTIK PADA …repository.setiabudi.ac.id/1086/2/SKRIPSI IDA BAGUS ADI S.pdfskizofrenia di instalasi rawat inap rumah sakit jiwa daerah surakarta

40

skizofrenia tak terinci (31,58%), dan skizofrenia lainnya (24,34%). Skizofrenia

paranoid merupakan skizofrenia yang paling sering terjadi. Awitan subtipe ini

biasanya terjadi lebih belakang bila dibandingkan dengan bentuk-bentuk

skizofrenia yang lain. Gejala terlihat sangat konsisten, sering paranoid, pasien dapat

atau tidak bertindak sesuai wahamnya. Waham dan halusinasi menonjol sedangkan

afek den pembicaraan hampir tidak terpengaruh. Skizofrenia paranoid sering

muncul sesudah usia 30 tahun. Permulaannya mungkin subakut, tetapi mungkin

juga akut (Maramis 2009). Pada skizofrenia tak terinci dicirikan dengan pasien

mempunyai halusinasi, waham, dan gejala-gejala psikosis aktif yang menonjol

(misalnya; kebingungan, inkoheran) atau memenuhi kriteris skizofrenia tetapi tidak

dapat digolongkan pada tipe paranoid, katatonik, hibefrenik, residual, dan deprasi

pasca skizofrenia. Sedangkan pada skizofrenia lainnya, tipe skizofrenia yang

termasuk adalah skizofrenia sonestopatik, gangguan skizofreniform, YTT,

skizofrenia siklik, skizofrenia laten, gangguan lir-skizofeenia akut (FKUI 2010)

Senada dengan penelitian Jarut et al (2013) yang menyatakan bahwa di

Rumah Sakit Prof. Dr. V.L. Ratumbuysang Manado periode Januari-Maret 2013

skizofrenia paranoid menjadi jenis skizofrenia yang paling banyak dengan

persentase 40,8% (Jarut et al 2013). Namun dibandingkan dengan tahun 2013,

posisi 3 besar jenis skizofrenia terbanyak di Rumah Sakit Jiwa daerah Surakarta

tidak mengalami perubahan dibandingkan tahun 2013. Berdasarkan penelitian

setiawan (2014) menyatakan jenis skizofrenia paling banyak di Intalasi Rawat Inap

Rumah Sakit Jiwa daerah Surakarta adalah Skizofrenia Tak Terinci (48,6%),

kemudian diikuti dengan jenis Skizofrenia lainnya (22,7%). Urutan ketiga terdapat

jenis Skizofrenia Paranoid (16,5 %) (Setiawan 2014). Berdasarkan hal tersebut

dapat diketahui bahwa 3 jenis skizofrenia tersebut masih mendominasi di Inslasi

Rawat Inap Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta, namun ada perbedaan persentase

dalam jenis skizofrenia tersebut yaitu, meningkatnya persentase skizofrenia

paranoid dan menurunnya persentase skizofrenia tak terinci tahun 2015

dibandingkan 2013.

Page 58: RASIONALITAS PENGGUNAAN OBAT ANTIPSIKOTIK PADA …repository.setiabudi.ac.id/1086/2/SKRIPSI IDA BAGUS ADI S.pdfskizofrenia di instalasi rawat inap rumah sakit jiwa daerah surakarta

41

B. Gambaran Penggunaan Obat Antipsikotik

1. Obat – Obat Antipsikotik

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, tiga jenis obat

antipsikotik yang paling banyak digunakan dari 152 pasien pasien skizofrenia yang

di rawat di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta tahun 2015

adalah Risperidon sebanyak 134 pasien (88,2%), Klorpromazin sebanyak 104

pasien (68,4%), dan Haloperidol sebanyak 76 pasien (50%) untuk sediaan injeksi

dan sediaan tablet sebanyak 32 pasien (21,16%).

Tabel 11. Distribusi obat antipsikoti untuk pasien skizofrenia yang di rawat di Instalasi

Rawat Inap Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta Tahun 2015 Nama Obat Golongan Sediaan Jumlah

Pasien

%

Flufenazin Tipikal Injeksi 2 1,3

Haloperidol Tipikal Injeksi 76 50,0

Tablet 32 21,1

Klorpromazin Tipikal Tablet 104 68,4

Trifluoperazin Tipikal Tablet 16 10,5

Aripiprazol Atipikal Tablet 4 2,6

Klozapin Atipikal Tablet 17 11,2

Olanzapin Atipikal Injeksi 8 5,3

Tablet 2 1,3

Quetiapin Atipikal Tablet 6 3,9

Risperidon Atipikal Tablet 134 88,2

Sumber: Data rekam medik pasien skizofrenia yang diolah 2017

Dari data diatas (tabel 11) diketahui obat yang paling banyak digunakan

untuk terapi pasien skizofrenia yang dirawat di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit

Jiwa tahun 2015 adalah risperidon yang merupakan obat antipsikotik generasi

kedua (atipikal). Peneltian ini senada dengan penelitian Jarut et al (2013) yang

menyatakan bahwa ditinjau dari jenis antipsikotik yang digunakan pada penderita

skizofrenia di Rumah Sakit Prof. Dr. V. L. Ratumbuysang Manado pada periode

Januari – Maret 2013 adalah Risperidon sebanyak 21,1% (Jarut et al 2013).

Risperidon merupakan derivat benzisoksazol yang berkhasiat antipsikotik dan

antiserotonin (5-HT2) kuat, efek blokade-α1-nya cukup baik. Dalam hati zat atypis

ini diubah menjadi metabolit aktif hidroksi-risperidon dengan plasma- ⁄ ±24 jam.

Risperidon dianjurkan untuk psikosis skizofrenia kronis untuk menangani gejala

negatif (Tan & Rahardja 2015).

Page 59: RASIONALITAS PENGGUNAAN OBAT ANTIPSIKOTIK PADA …repository.setiabudi.ac.id/1086/2/SKRIPSI IDA BAGUS ADI S.pdfskizofrenia di instalasi rawat inap rumah sakit jiwa daerah surakarta

42

Menurut penelitian Salwan et al (2013) Risperidone efektif secara

signifikan dalam menyebabkan perbaikan pada sebagian besar pasien skizofrenia.

Fakta yang sangat mengesankan adalah adanya perbaikan gejala negatif dan

perbaikan cenderung terjadi dengan cepat. Di Amerika Serikat, risperidone adalah

obat antipsikotik atipikal yang paling sering diresepkan. Risperidone efektif untuk

pengobatan pada anak-anak, remaja, orang dewasa, dan orang tua. Dalam beberapa

penelitian, risperidone lebih mungkin untuk memperbaiki skor pada Positive and

Negative Syndrome Scale (PANSS), mengurangi tingkat kekambuhan psikosis, dan

meningkatkan fungsi kognitif pada skizofrenia (Salwan et al 2013).

Antipsikotik terbanyak kedua yang digunakan adalah klorpromazin.

Klorpromazin merupakan antipsikotika tertua yang merupakan turunan dari

prometazin dan memiliki rantai sisi alifatis. Obat ini memperkuat efek analgetika,

sehingga membuat pasien lebih tak acuh pada rasa nyerinya. Klorpromazin mudah

melintasi barrier darah-CCS, kadarnya dalam cairan otak lebih tinggi daripada

dalam darah. Ekskresi klorpromazin melewati urin sebagai metabolitnya. Efek

samping yang terpenting pada klorpromazin adalah terhadap hati dan darah,

mungkin akibat suatu alergi. Zat ini dapat menyumbat saluran empedu sesudah 2-4

minggu dan kerusakan ini tidak selalu reversibel. Efek samping umum lainnya

adalah efek sedatif yang kuat dan gejala ekstrapiramidal yang sering terjadi (Tan &

Raharja 2015).

Antipsikoti terbanyak ketiga yang digunakan adalah haloperidol. Dalam

penelitian ini ada dua jenis bentuk sediaan haloperidol yang digunakan yaitu tablet

dan injeksi. Haloperidol yang merupakan senyawa butiroferon yang merupakan

suatu antagonis D2 selektif yang memiliki khasiat antipsikotik dan anti-emetik kuat

dan hingga kini digunakan sebagai obat referensi untuk antipsikotik baru. Obat ini

digunakan pada skizofrenia dan pada berbagai bentuk gerakan spontan dari otot

kecil yang diperkirakan akibat hiperaktivitas sistem dopamin otak (Tan & Raharja

2015).

2. Terapi Monoterapi Antipasikotik

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, terapi monoterapi

antipsikotik terbanyak dari 152 pasien pasien skizofrenia yang di rawat di Instalasi

Page 60: RASIONALITAS PENGGUNAAN OBAT ANTIPSIKOTIK PADA …repository.setiabudi.ac.id/1086/2/SKRIPSI IDA BAGUS ADI S.pdfskizofrenia di instalasi rawat inap rumah sakit jiwa daerah surakarta

43

Rawat Inap Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta tahun 2015 adalah Risperidon

tablet sebanyak 62 pasien (40,8%).

Tabel 12. Distribusi terapi monoterapi antipsikoti untuk pasien skizofrenia yang di rawat di

Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta Tahun 2015

Terapi Antipsikotik Sediaan Jumlah Pasien %

Aripiprazol Tablet 2 1,3

Flufenazin Injeksi 2 1,3

Haloperidol Injeksi 75 49,3

Tablet 9 5,9

Klorpromazin Tablet 7 4,6

Klozapin Tablet 2 1,3

Olanzapin Injeksi 8 5,3

Tablet 1 0,7

Quetiapin Tablet 1 0,7

Risperidon Tablet 62 40,8

Trifluoperazin Tablet 4 2,6

Sumber: Data rekam medik pasien skizofrenia yang diolah 2017

Dari data diatas (tabel 12) dapat diketahui obat monoterapi antipsikotik

yang paling banyak digunakan adalah risperidon. Dari pembahasan sebelumnya,

risperidon merupakan obat antispsikotik yang paling banyak digunakan dalam

terapi skizofrenia di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta tahun

2015 dalam bentuk monoterapi maupun kombinasi. Terapi dengan monoterapi

risperidon sering digunakan pada pengobatan lini pertama skizofrenia, Risperidon

merupakan golongan antipsikotik generasi kedua (atipikal) yang mengikat reseptor

dopamin D2 lebih lemah dan cepat terlepas dari reseptornya yang disebut fast off

theory, sehingga tetap memberikan aktivitas antipsikotik tetapi dengan efek

samping lebih rendah (Ikawati 2014).

Penggunaan Haloperidol dalam bentuk sediaan injeksi digunakan lebih

banyak daripada risperidon tablet. Penggunaan haloperidol injeksi bukanlah

pengobatan utama dalam terapi skizofrenia. Pemilihan obat injeksi perlu

dipertimbangkan untuk mendapatkan awitan kerja yang lebih cepat serta hilangnya

gejala dengan segera, meskipun terapi oral lebih efektif (RSJD Surakarta 2014).

Penulis telah melakukan wawancara kepada dokter spesialis jiwa di Rumah Sakit

Jiwa Daerah Surakarta den memperoleh keterangan bahwa pemberian obat injeksi

diberikan rata-rata pada awal terapi untuk mengatasi gejala gaduh gelisah pada

Page 61: RASIONALITAS PENGGUNAAN OBAT ANTIPSIKOTIK PADA …repository.setiabudi.ac.id/1086/2/SKRIPSI IDA BAGUS ADI S.pdfskizofrenia di instalasi rawat inap rumah sakit jiwa daerah surakarta

44

pasien skizofrenia. Setelah pemberian haloperidol injeksi, terapi dilanjutkan dengan

pemberian obat antipsikotik sediaan tablet untuk terapi skozfrenia. Untuk mengatasi

efek ektrapiramidal dari haloperidol, dalam pemberian haloperidol injeksi diberikan

obat penunjang yaitu defenhidramin injeksi.

3. Terapi Kombinasi Antipsikotik

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, terapi kombinasi

antipsikotik terbanyak dari 152 pasien pasien skizofrenia yang di rawat di Instalasi

Rawat Inap Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta tahun 2015 adalah Klorpromazin –

Risperidon sebanyak 86 pasien (56,6%).

Tabel 13. Distribusi terapi kombinasi antipsikoti untuk pasien skizofrenia yang di rawat di

Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta Tahun 2015

Terapi Antipsikotik Jumlah

Pasien

%

Aripiprazol – Klorpromazin 1 0,7

Aripiprazol – Risperidon 1 0,7

Haloperidol – Klorpromazin 19 12,5

Haloperidol – Risperidon 6 3,9

Klorpromazin – Olanzapin 2 1,3

Klorpromazin – Quetiapin 3 2,0

Klorpromazin – Risperidon 86 56,6

Klozapin – Quetiapin 3 2,0

Klozapin – Risperidon 7 4,6

Quetiapin – Trifluoperazin 1 0,7

Risperidon – Trifluoperazin 5 3,3

Aripiprazol - Klorpromazin – Risperidon 1 0,7

Haloperidol - Klorpromazin – Risperidon 9 5,9

Haloperidol - Klorpromazin – Klozapin 2 1,3

Haloperidol - Klorpromazin – Trifluoperazin 3 2,0

Haloperidol - Klozapin – Risperidon 2 1,3

Klorpromazin - Olanzapin – Risperidon 1 0,7

Klorpromzin - Quetiapin – Risperidon 1 0,7

Klorpromazin - Trifluoperazin – Risperidon 3 2,0

Klorpromazin - Risperidon - Quetiapin Trifluoperazin 1 0,7

Klorpromazin - Klozapin - Risperidon – Trifluoperazin 2 1,3

Sumber: Data rekam medik pasien skizofrenia yang diolah 2017

Dari data diatas (tabel 13) diketahui kombinasi antipsikotik yang paling

banyak digunakan untuk terapi pada pasien skizofrenia adalah kombinasi antara

klorpromazin – risperidon sebanyak 86 pasien (56,6%). Pada beberapa literatur

terapi kombinasi antar antipsikotik memang direkomendasikan untuk pengobatan

skizofrenia jika terjadi kegagalan terapi pada pemberian obat tunggal.

Page 62: RASIONALITAS PENGGUNAAN OBAT ANTIPSIKOTIK PADA …repository.setiabudi.ac.id/1086/2/SKRIPSI IDA BAGUS ADI S.pdfskizofrenia di instalasi rawat inap rumah sakit jiwa daerah surakarta

45

Menurut penelitian Sushma et al (2015) terapi kombinasi lebih sering

digunakan hingga 94%, dan sisanya monoterapi. Dua studi longitudinal dari

Amerika Serikat (AS) melaporkan bahwa 9,5% sampai 22,0% pasien skizofrenia

menerima dua agen antipsikotik secara bersamaan. Secara keseluruhan, tingkat

prevalensi polifarmasi antipsikotik berkisar antara 4% sampai 58%, dan tingkat

sampai 69% telah dilaporkan, tergantung pada pengaturan pengobatan dan populasi

pasien. Alasan meningkatnya prevalensi polifarmasi ini mungkin karena kombinasi

dua obat antipsikotik untuk mencapai respons terapeutik yang lebih besar ketika

respon yang tidak memuaskan terhadap antipsikotik tunggal (Sushma et al 2015).

Berbeda dengan penelitian Jarut et al (2013) yang menyatakan pada terapi

kombinasi yang paling sering digunakan untuk pasien skizofrenia di Rumah Sakit

Prof. Dr. V. L. Ratumbuysang Manado pada periode Januari – Maret 2013 adalah

haloperidol – klorpromazin sebanyak 23,2%. Haloperidol merupakan golongan

potensi rendah untuk mengatasi gejala dominan gaduh, gelisah, hiperaktif, dan sulit

tidur. Klorpromazin merupakan golongan potensi tinggi untuk mengatasi sindrom

psikosis dengan gejala dominan apatis, hipoaktif, waham, dan halusinasi (Jarut et al

2013). Dalam penelitian ini kombinasi haloperidol – klorpromazin merupakan

kombinasi terbanyak kedua yang digunakan dalam terapi.

C. Kerasionalan Penggunaan Antipsikotik

1. Tepat Indikasi

Berdasarkan kerasionalan penggunakan obat antipsikotik dilihat dari

ketepatan indikasi penyakit pasien, dari 152 pasien skizofrenia yang menjalani

rawat inap di Instlasi Rawat Inap Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta Tahun 2015

yang mendapatkan obat sesuai dengan indikasi sebanyak 152 orang (100%).

Tabel 14. Distribusi tepat indikasi pemberian antipsikotik di Instalasi Rawat Inap Rumah

Sakit Jiwa Daerah Surakarta Tahun 2015

Tepat Indikasi Jumlah %

Ya 152 100

Tidak 0 0

Total 152 100

Sumber: Data rekam medik pasien skizofrenia yang diolah 2017

Tepat indikasi merupakan ketepatan penggunaan obat berdasarkan indikasi

yang disesuaikan dengan tanda dan gejala yang dialami oleh pasien. Pemilihan obat

Page 63: RASIONALITAS PENGGUNAAN OBAT ANTIPSIKOTIK PADA …repository.setiabudi.ac.id/1086/2/SKRIPSI IDA BAGUS ADI S.pdfskizofrenia di instalasi rawat inap rumah sakit jiwa daerah surakarta

46

mengacu kepada penegakan diagnosis dokter agar obat yang diberikan dapat

memberikan efek terapi sesuai yang diinginkan (Fahrul 2014). Dalam pengobatan

skizofrenia menggunakan obat antipsikotik untuk mengatasi gejala psikotik (Keliat

et al 2011). Obat antipsikotik telah menjadi terapai farmakologi utama untuk

skizofrenia sejak 1950-an (Ikawati 2014) . Tujuan jangka panjang dari pengobatan

skizofrenia termasuk mencegah kekambuhan, pemulihan, peningkatan kepatuhan

terhadap terapi dan peningkatan kualitas hidup pasien (Sacchetti et al 2015).

Dari data diatas (tabel 14) dapat diketahui bahwa dari 152 pasien

skizofrenia, persentase pasien yang diberikan terapi farmakologi menggunakan obat

antipsikotik sebanyak 100%. Berdasarkan hal tersebut dapat diketahui bahwa

seluruh pasien mendapatkan obat sesuai indikasi penyakit. Hasil tersebut senada

dengan penelitian Fahrul (2014) yang menyatakan bahwa penggunaan obat

antipsikotik di Instalasi Rawat Inap Jiwa Rumah Sakit Daerah Madani Provinsi

Sulawesi Tengah 100% tepat indikasi (Fahrul 2014).

2. Tepat Obat

Berdasarkan kerasionalan penggunakan obat antipsikotik dilihat dari

ketepatan dosis terapi, dari 337 jenis terapi antipsikotik untuk terapi pasien

skizofrenia yang menjalani rawat inap di Instlasi Rawat Inap Rumah Sakit Jiwa

Daerah Surakarta Tahun 2015, diketahui pemberian obat yang sesuai dengan

algoritma terapi sebanyak 256 jenis terapi antipsikotik (76,0%) dan 81 jenis terapi

antipsikotik (24,0%) tidak tepat obat berdasarkan Guideline Pharmacotherapy: A

Pathophysiologic Approach, Ninth Edtion.

Tabel 15. Distribusi tepat obat pemberian antipsikotik di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit

Jiwa Daerah Surakarta Tahun 2015

Tepat Obat Jumlah %

Ya 256 76,0

Tidak 81 24,0

Total 337 100

Sumber: Data rekam medik pasien skizofrenia yang diolah 2017

Berdasarkan data diatas (tabel 15) dapat diketahui bahwa 24,0%

penggunaan obat antipsikotik tidak tepat obat. Hal tersebut dikerenakan

penggunaan obat antipsikotik tidak sesuai dengan Guideline. Berdasarkan

Guideline Pharmacotherapy: A Pathophysiologic Approach, Ninth Edtion

Page 64: RASIONALITAS PENGGUNAAN OBAT ANTIPSIKOTIK PADA …repository.setiabudi.ac.id/1086/2/SKRIPSI IDA BAGUS ADI S.pdfskizofrenia di instalasi rawat inap rumah sakit jiwa daerah surakarta

47

pemberian terapi farmakologi untuk pasien skizofrenia direkomendasikan untuk

terapi skizofrenia tahap pertma dimulai dengan pemberian terapi tunggal

antipsikotik kecuali klozapin untuk pasien yang baru mengalami skizofrenia,

sedangkan untuk pasien yang sebelumnya pernah diterapi antipsikotik, dan

pengobatan dilakukan kembali diberaikan antipsikotik tunggal kecuali klozapin,

antipsikoti yang sebelumnya menghasilkan respon yang buruk tidak boleh

digunakan kembali.

Tahap kedua jika tahap pertama tidak berhasil atau respon klinis tidak

memadai terhadap antipsikotik yang digunakan pada tahap pertama, maka diberikan

terapi tunggal antipsikotik kecuali klozapin dan selain yang digunakan pada tahap

pertama. Penggunaan klozapin mungkin dipertimbangkan untuk pasien yang

memiliki kemauan untuk bunuh diri. Pada tahap ketiga direkomendasikan untuk

pemberian terapi tunggal klozapin jika percobaan terapi pada tahap dua tidak

berhasil atau respon klinis pasien tidak memadai setelah diberikan antipsikotik pada

tahap kedua. Pada tahap keempat, jika respon klinis pasien tidak memadai setelah

diberikan klozapin maka direkomendasikan diberikan terapi tunggal antipsikotik

alternatif atau kombinasi antipsikotik. Pada tahap kedua dan keempat dapat

digunakan antipsikotik jangka panjang jika dibutuhkan karena kepatuhan pasien

terhadap pengobatan (Dipiro et al 2014).

Pada penelitian ini ditemukan penggunaan antipsikoti kombinasi pada awal

terapi dimana kombinasi yang paling sering adalah kombinasi antara Klorpromazin

- Risperidon dan Klorpromazin - Haloperidol. Dalam guideline hal tersebut

dikatakan kurang tepat karena awal pemberian terapi skizofrenia di

rekomendasikan untuk diberikan monoterapi antipsikotik terlebih dahulu.

Sedangkan terapi kombinasi direkomendasikan diberikan pada tahap keempat

dimana terjadi kegagalan pemberian antipsikotik tunggal termasuk pemberian

klozapin. Menurut penelitian Reverger (2012) performa fungsi pasien skizofrenia

yang mendapatkan terapi tunggal antipsikotik lebih baik daripada yang

mendapatkan terapi kombinasi antipsikotik (Reverger 2012).

Beberapa referensi menunjukan bahwa pada terapi awal skiozfrenia lebih

direkomendasikan pemberian obat antipsikotik generasi kedua (atipikal)

Page 65: RASIONALITAS PENGGUNAAN OBAT ANTIPSIKOTIK PADA …repository.setiabudi.ac.id/1086/2/SKRIPSI IDA BAGUS ADI S.pdfskizofrenia di instalasi rawat inap rumah sakit jiwa daerah surakarta

48

dibandingkan generasi pertama (tipikal). Hal itu dikarenakan obat antipsikotik

atipikal dapat berguna sebagai lini pertama karena obat ini efektif dalam menangani

gejala positif dan gejala negatif serta gejala afek. Antipsikotik atipikal jarang

menyebabkan salah satu efek samping yang paling sering muncul akibat

penggunaan antipsikotik tipikal yaitu diskinesia tardif dan selama bertahun-tahun

obat ini dipercaya hanya sedikit mengakibatkan efek samping ektrapiramidal

(O’brien et al 2014).

Faktor lainnya yang berpengaruh pada ketidakketepatan penggunaan obat

antipsikotik pada pasien skizofrenia adalah terdapat 1 pasien yang diberikan

klozapin pada awal terapi. Klozapin efektif untuk skizofrenia yang resisten

terhadap terapi dan dapat ditoleransi dengan baik karena hanya sedikit

menimbulkan gejala ektrapiramidal. Klozapin tidak direkomendasikan untuk terapi

awal untuk skizofrenia. Berdasarkan Guideline, pada terapi tahap pertama tidak

direkomendasikan penggunaan klozapin, pada tahap kedua klozapin dapat

dipertimbangkan jika pasien memiliki keinginan utuk melakukan tindakan bunuh

diri, dan klozapin direkomendasikan pada tahap ketiga jika respon klinis tahap

pertama dan kedua kurang baik. Sesuai dengan litelatur, klozapin tidak

dipertimbangkan sebagai terapi lini pertama. Obat ini menurunkan ambang

rangsang kejang karena dapat menyebabkan agranulositosis, sehingga perlu

dilakukan tes darah rutin (O’brien et al 2014).

Pemilihan obat antipsikotik sering ditentukan oleh pengalaman pasien

sebelumnya dengan antipsikotik, misalnya respon gejala terhadap antipsikotik,

profil efek samping, kenyaman terhadap obat tertentu, terkait cara pemberiannya

(RSJD Surakarta 2014). Penulis telah melakukan wawancara dengan salah satu

dokter di Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta yang menyatakan dalam pemilihan

obat antipsikotik untuk terapi skizofrenia, dokter memilihkan obat berdasarkan

pengalaman pengobatan pasien sebelumnya dan pengalaman dokter dalam menilai

kefektifan obat antipsikotik serta pertimbangan kondisi pasien.

3. Tepat Pasien

Berdasarkan kerasionalan penggunakan obat antipsikotik dilihat dari

ketepatan kondisis pasien, dari 152 pasien skizofrenia yang menjalani rawat inap di

Page 66: RASIONALITAS PENGGUNAAN OBAT ANTIPSIKOTIK PADA …repository.setiabudi.ac.id/1086/2/SKRIPSI IDA BAGUS ADI S.pdfskizofrenia di instalasi rawat inap rumah sakit jiwa daerah surakarta

49

Instlasi Rawat Inap Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta Tahun 2015, jumlah pasien

yang mendapatkan obat sesuai dengan kondisi pasien sebanyak 151 orang (99,3%),

dan tidak tepat pasien sebanyak 1 orang (0,7%) berdasarkan Guideline

Pharmacotherapy: A Pathophysiologic Approach, Ninth Edtion.

Tabel 16. Distribusi tepat pasien pemberian antipsikotik di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit

Jiwa Daerah Surakarta Tahun 2015

Tepat Pasien Jumlah %

Ya 151 99,3

Tidak 1 0,7

Total 152 100

Sumber: Data rekam medik pasien skizofrenia yang diolah 2017

Tepat pasien merupakan kesesuaian penggunaan obat antipsikotik dengan

memperhatikan kondisi fisiologi dan patofisiologi pasien atau tidak adanya

kontraindikasi dengan pasien dan tidak terdapat riwayat alergi (Fahrul 2014).

Dalam penelitian ini ada beberapa jenis obat antipsikotik golongan tipikal (generasi

pertama) ataupun atipikal (golongan kedua) yang digunakan. Obat antipsikotik

golongan tipikal yang digunakan antara lain Haloperidol, Klorpromazin, dan

Trufluoperazin. Sedangkan, obat antipsikotik golongan atipikal yang digunakan

antara lain Aripiprazol, Olanzapin, Quetiapin, Risperidon, dan Klozapin. Masing-

masing obat tersebut memiliki profil yang berbeda-beda.

Dari data diatas (tabel 16) dapat diketahui bahwa dari 152 pasien

skizofrenia yang mendapatkan terapi, terdapat 1 orang tidak tepat pasien karena

pada pasien no. 73 mengalami peningkatan SGOT dan SGPT yang sangat tinggi

dan mendapat terapi kombinasi haloperidol – klorpromazin, pemberian kombinasi

tersebut dikatakan belum tepat karena haloperidol – klorpromazin merupakan

antipsikotik tipikal yang mempunyai peringatan terhadap pasien dengan gangguan

fungsi hati. Pada penelitian Fahrul (2014) menyatakan diinstalasi Rawat Inap Jiwa

Rumah Sakit Daerah Madani Provinsi Sulawesi Tengah Periode Januari-April

2014 tepat pasien skizofrenia yang mendapat terapi antipsikotik didapatkan hasil

tepat pasien sebesar 87,7% (Fahrul 2014).

Sebelum mendapatkan terapi, pasien biasa mendapatkan pemeriksaan

penunjang seperti PANSS dan pemeriksaan laboratorium untuk mengetahui kondisi

fisiologis pasien. Di Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta pemeriksaan laboratorium

Page 67: RASIONALITAS PENGGUNAAN OBAT ANTIPSIKOTIK PADA …repository.setiabudi.ac.id/1086/2/SKRIPSI IDA BAGUS ADI S.pdfskizofrenia di instalasi rawat inap rumah sakit jiwa daerah surakarta

50

meliputi pemeriksaan gula darah, kolesterol, trigliserid, ureum, kreatinin, SGOT,

dan SGPT. Namun, tidak semua pasien melakukan pemeriksaan laboratorium

tersebut, rata-rata pesien skizofrenia mendapatkan pemeriksaan laboratorium

meliputi gula darah, SGOT, dan SGPT. Selain itu dilakukan juga pemeriksaan fisik

untuk mengetahui berat badan, tinggi badan, tekanan darah, jumlah denyut nadi,

suhu tubuh, dan kecepatan respirasi.

Dalam penelitian ini diketahui bahwa dominan pasien mendapatkan obat

sesuai dengan kondisi pasien. Beberapa pasien yang mendapatkan terapi

antipsikotik mempunyai kadar SGOT, SGPT, Gula darah yang melebihi batas

normal, dimana angka normal dari SGOT pada laki-laki yaitu < 37 dan

perempuan < 31 , untuk SGPT angka normal untuk laki-laki <42 dan

perempuan < 32 . Angka normal gula darah adalah 70-110 mg/dl. Keparahan

gangguan fungsi hati dan gula darah pasien tidak terlalu berat, sehingga

diperbolehkan diberikan antipsikotik dan pemantauan kondisi pasien tetap

dilakukan.

Peringatan dalam pemberian obat terhadap kondisi pasien seharusnya

mendapatkan pemantauan khusus agar tidak memperburuk kondisi pasien dengan

riwayat penyakit sebelumnya. Peneliti telah melakukan wawancara terhadap dokter

di Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta yang menyatakan bahwa pasien dengan

riwayat penyakit yang berat akan di tempatkan pada ruangan yang berbeda dengan

pasien yang tidak mempunyai riwayat penyakit penyerta, serta jika ada

permasalahan dalam pemberian suatu obat, instalasi farmasi akan melakukan

pantauan untuk menanggulangi kejadian tersebut.

4. Tepat Dosis

Berdasarkan kerasionalan penggunakan obat antipsikotik dilihat dari

ketepatan dosis terapi, dari 648 dosis obat antipsikotik untuk pasien skizofrenia

yang menjalani rawat inap di Instlasi Rawat Inap Rumah Sakit Jiwa Daerah

Page 68: RASIONALITAS PENGGUNAAN OBAT ANTIPSIKOTIK PADA …repository.setiabudi.ac.id/1086/2/SKRIPSI IDA BAGUS ADI S.pdfskizofrenia di instalasi rawat inap rumah sakit jiwa daerah surakarta

51

Surakarta Tahun 2015, diketahui dosis obat antipsikotik yang sesuai dengan range

dosis (tabel 17) sebanyak 648 obat antipsikotik (100%).

Tabel 17. Obat antipsikotik berserta dosisnya yang digunakan dalam terapi pasien skizofrenia

di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta Tahun 2015

Nama Obat Dosis Awal

(mg/hari)

Dosis Lazim

(mg/hari)

Klorpromazin 50-150 300-1000

Haloperidol 2-5 2-20

Trifluoperazin 2-5 5-40

Aripiprazol 5-15 15-30

Klozapin 25 100-800

Olanzapin 5-10 10-20

Quetiapin 50 300-800

Risperidon 1-2 2-8

Sumber: Dipiro et al 2014

Tabel 18. Distribusi tepat dosis pemberian antipsikotik di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit

Jiwa Daerah Surakarta Tahun 2015

Tepat Dosis Jumlah %

Ya 648 100

Tidak 0 0

Total 648 100

Sumber: Data rekam medik pasien skizofrenia yang diolah 2017

Tepat dosis merupakan ketepatan suatu pemberian obat dengan dosis sesuai

dengan range terapi obat antipsikotik dilihat berdasarkan Guideline. Berdasarkan

data diatas (tabel 18) dapat diketahui bahwa persensentase ketepatan penggunaan

antipsikoti berdasarkan dosis terapi untuk pasien skizofrenia sebesar 100%. Hal

tersebut menandakan bahwa seluruh dosis antipsikotik yang diberikan dalam terapi

skizofrenia sesuai dengan range terapi obat antipsikotik berdsarkan Guideline

Pharmacotherapy: A Pathophysiologic Approach, Ninth Edtion.

Dalam pemberian terapi obat di Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta Tahun

2015 memberikan berbagai obat dengan pertimbangan dosis yang disesuaikan

dengan kondisi pasien. Dalam pengobatan untuk pasien skizofrenia, dosis yang

dianjurkan adalah yang efektif dan tidak menyebabkan efek samping karena

pengalaman efek samping yang tidak menyenangkan dapat mempengaruhi

kepatuhan jangka panjang (Ikawati 2014). Untuk pasien yang baru pertama kali

Page 69: RASIONALITAS PENGGUNAAN OBAT ANTIPSIKOTIK PADA …repository.setiabudi.ac.id/1086/2/SKRIPSI IDA BAGUS ADI S.pdfskizofrenia di instalasi rawat inap rumah sakit jiwa daerah surakarta

52

mengalami episode skizofenia dianjurkan untuk menggunakan antipsikotik tipikal

atau antipsikotik atipikal dengan dosis yang rendah (Maramis 2009).

Dalam penelitian ini, terdapat berbagai jenis variasi dosis dalam berbagai

obat untuk terapi skizofrenia. Pada obat antipsikotik jenis klorpromazin terdapat

beberapa pasien yang diberikan klorpromazin 100 mg. Dalam beberapa refrensi

menyatakan pemberian klorpromazin direkomendasikan diberikan dalam range

dosis 300 – 1000 mg/hari. Pada Guideline Pharmacotherapy: A Pathophysiologic

Approach, Ninth Edtion klorpromazin 100 mg merupakan dosis awal. Senada

dengan penelitia Setiawan (2014) yang menyatakan pemberian klorpromazin 100

mg/hari dilihat dari Guideline Texas Medication Algorithm Project Procedural

Manual dianggap sudah sesuai sebagai dosis awal terapi dengan potensi rendah

(Setiawan 2014).

Page 70: RASIONALITAS PENGGUNAAN OBAT ANTIPSIKOTIK PADA …repository.setiabudi.ac.id/1086/2/SKRIPSI IDA BAGUS ADI S.pdfskizofrenia di instalasi rawat inap rumah sakit jiwa daerah surakarta

53

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Dari data yang dikumpulkan lalu dianalisis dan dibahas maka hasil

penelitian dapat disimpulkan sebagai berikut :

1. Karakteristik pasien skizofrenia yang dirawat di Instalasi Rawat Inap Rumah

Sakit Jiwa Daerah Surakarta tahun 2015 jenis kelamin yang paling banyak

adalah laki-laki. Dari segi usia yang paling banyak menderita skizofrenia

adalah antara usia 35 – 39 tahun. Kebanyakan pasien skizofrenia tidak

bersekolah dan tidak memiliki pekerjaan. Berdasarkan jenis penjaminan pasien

masih banyak pasien skizofrenia jenis pasien umum dan rata-rata lama

perawatan skizofrenia lebih dari 28 hari. Dalam penelitian ini skizofrenia yang

paling banyak ditemuai adalah jenis skizofrenia paranoid.

2. Obat antipsikotik yang paling banyak digunakan untuk pasien skizofrenia yang

dirawat di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta Tahun

2015 adalah Risperidon sebanyak 88,2%. dengan terapi monoterapi terbanyak

adalah risperidon sebanyak 40,8%, dan kombinasi obat antipsikotik yang

paling banyak diberikan adalah klorpromazin – risperidon sebanyak 56,6%.

3. Penggunaan obat antipsikotik untuk terapi skizofrenia di Instalasi Rawat Inap

Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta tahun 2015 belum dapat dikatakan

rasional, karena kriteria pengobatan rasional meliputi tepat indikasi, tepat

obat, tepat pasien, dan tepat dosis belum tepat 100%. Hasil penelitian

rasionalitas penggunaan obat antipsikotik adalah sebagai berikut: tepat indikasi

100%, tepat obat 76%, tepat pasien 99,3%, tepat dosis 100% berdasarkan

Guideline Pharmacotherapy: A Pathophysiologic Approach, Ninth Edtion.

B. Saran

Berdasarkan hasil penelitian ini, maka dapat disarankan sebagai berikut:

Page 71: RASIONALITAS PENGGUNAAN OBAT ANTIPSIKOTIK PADA …repository.setiabudi.ac.id/1086/2/SKRIPSI IDA BAGUS ADI S.pdfskizofrenia di instalasi rawat inap rumah sakit jiwa daerah surakarta

54

1. Bagi institusi rumah sakit, diharapkan lebih meningkatkan kualitas pelayanan

terhadap pemantauan penggunaan obat untuk pasien skizofrenia agar

terciptanya kualitas hidup pasien lebih baik, serta lebih meningkatkan

pemantauan terhadap kelengkapan rekam medis pasien demi mempermudah

mengetahui riwayat penyakit dan pengobatan pasien dan sebagai dasar

pertimbangan penentuan terapi selanjutnya.

2. Bagi klinisi, diharapkan ada standar pengobatan yang up to date dan tertulis

dalam pemilihan obat untuk terapi skizofrenia, demi meningkatkan taraf

kesembuhan pasien dan meminimalisir efek samping pengobatan yang dapat

merugikan pasien.

3. Bagi peneliti selanjutnya, diharapkan adanya penelitian lebih lanjut mengenai

Drug Related Problems pada obat antipsikotik yang digunakan secara

kombinasi dengan obat antipsikotik lainnya maupun obat penunjang jenis

lainnya serta diharapkan adanya penelitian tentang kerasional penggunaan

antipsikotik berdasarkan faktor ekonomi kesehatan.

Page 72: RASIONALITAS PENGGUNAAN OBAT ANTIPSIKOTIK PADA …repository.setiabudi.ac.id/1086/2/SKRIPSI IDA BAGUS ADI S.pdfskizofrenia di instalasi rawat inap rumah sakit jiwa daerah surakarta

55

DAFTAR PUSTAKA

Alamsyah D. 2011. Manajemen Pelayanan Kesehatan. Yogjakarta: Nuha Medika.

Ardani T.A. 2013. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Bandung: Karya Putra Darwati.

Arif I.S. 2006. Skizofrenia : Memahami Dinamika Keluarga Pasien. Bandung: Refika Aditama.

[BPOM RI] Badan Pengawan Obat Dan Maknan. 2017. Informatorium Obat Nasional Indonesi:http://pionas.pom.go.id/ioni/bab-4-sistem-saraf-pusat/42-psikosis-dan-gangguan-sejenis/421-antipsikosis. Diakses pada tanggal 9 mei 2017.

Dipiro J.T., Talbert R.L., Yee G.C., Matzke G.R., Wells B.G., Posey L.M. 2014. Pharmacotheraphy A Pathophysiologycal Approach Ninth Edition. United States: The McGraw-Hill. Companies inc.

Fahrul. 2014. Rasionalitas Penggunaan Antipsikotik Pada Pasien Skizofrenia Di Instalasi Rawat Inap Jiwa Rumah Sakit Daerah Madani Provinsi Sulawesi Tengah Periode Januari-April 2014 [Skripsi]. Sulawesi Tengah: Program Studi Farmasi Jurusan Kimia, Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Tadulako.

[FKUI] Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2010. Buku Ajar : Psikiatri. Jakarta: Departemen Kedokteran Universitas Indonesia.

Herlambang S. & Murwani A. 2012. Cara Mudah Memahami Manajemen Kesehatan Dan Rumah Sakit. Yogyakarta: Gosyen Publishing.

Ikawati Z. 2014. Farmakoterapi Penyakit Sistem Saraf. Yogyakarta: Bursa Ilmu.

Jarut Y.M., Fatimawali., Wiyono W.I. 2013. Tinjauan Penggunaan Antipsikotik Pada Pasien Skizofrenia di Rumah Sakit Prof. Dr. V. L. Ratumbuysang Manado Periode Januari 2013-Maret 2013. Jurnal Ilmiah Farmasi-UNSRAT Vol. 2 No. 03. Pharmacon .

Jones D.S. 2010. Statistik Farmasi. Jakarta: ECG.

Kaplan H.I., Sadock B.J., Sadock V.A. 2015. Buku Ajar Psikiatri Klinis. Edisi 2. Jakarta: EGC.

Keliat B.A., Wiyono A.P., Susanti H., editor. 2011. Manajemen Kasus Gangguan Jiwa : CHMN (intermediate course). Jakarta: ECG.

[Kemenkes RI] Kementerian Kesehatan RI. 2011. Modul Penggunaan Obat Rasional. Indonesia.

Page 73: RASIONALITAS PENGGUNAAN OBAT ANTIPSIKOTIK PADA …repository.setiabudi.ac.id/1086/2/SKRIPSI IDA BAGUS ADI S.pdfskizofrenia di instalasi rawat inap rumah sakit jiwa daerah surakarta

56

[Kemenkes RI] Kementerian Kesehatan RI. 2013. Riset Kesehatan Dasar : Reskerdas 2013. Indonesia.

Lehman A.F., Lieberman J.A., Dixon L.B., McGlashan T.H., Miller A.L.,Perkins D.O., Kreyenbuhl J. 2010. Practice Guideline For The Treatment Of Patients With Schizophrenia. Second Edition. American Psychiatric Association

Maramis Willi F. & Maramis Albert A. 2009. Catatatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Edisi 2. Surabaya: Airlangga University Press.

McGrath J., Saha S., Chant., Welham J. 2008. Schizophrenia : A Concise Overview of Incidence, Prevalence, and Mortality. Johns Hopkins Bloomberg School of Public Health.

Nevid J.S., Rathus S.A., Greene B. 2005. Psikologi Abnormal. Edisi Kelima. Jakarta : Erlangga.

[NIMH] National Institute of Mental Health. 2007. Schizophrenia. National Institutes of Health.

O’Brien P.G., Kennedy W.Z., Ballard K.A. 2014. Keperawatan Kesehatan Jiwa Psikiatrik : Teori & Praktik. Jakarta: ECG.

Prabowo E. 2014. Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Nuha Medika.

Puri B.K., Laking P.J., Treasaden I.H. 2011. Buku Ajar Psikiatri. Edisi 2. Jakarta: ECG.

Reverger M.J. 2012. Perbandingan Performa Fungsi Pasien Skizofrenia Yang Mendapatkan Terapi Tunggal Dengan Terapi Kombinasi Antipsikotika Di Rumah Sakit CIPTO MANGUNKUSUMO (Periode Desember 2011 – Mei 2012) [Tesis]. Jakarta : Fakultas Kedokteran Program Pendidikan Dokter Spesialis I Bidang Studi Ilmu Kedokteran Jiwa, Universitas Indonesia

[RSJD Surkarta] Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta. 2014. Pedoman Praktek Klinis Kodokteran Jiwa Pada Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta Provinsi Jawa Tengah. Indonesia

Sacchetti E., Grunze H., Leucht S., Vita A. 2015. Long-Acting Injection Antipsychotic Medications In The Management Of Schizophrenia. E-bPC.

Salwan J., Woldu H., Rosen A., Katz C.L. 2013. Application for Inclusion to the 19th Expert Committee on the Selection and Use of Essential Medicines: RISPERIDONE. New York: Program in Global Mental Health.

Saputri L.C. 2014. Pola Penggunaan Obat Antidepresan Pada Pasien Skizofrenia Di Instalasi Rawat Jalan Rsjd Surakarta Tahun 2013 [Skripsi]. Surakarta: Fakultas Farmasi, Universitas Setia Budi.

Page 74: RASIONALITAS PENGGUNAAN OBAT ANTIPSIKOTIK PADA …repository.setiabudi.ac.id/1086/2/SKRIPSI IDA BAGUS ADI S.pdfskizofrenia di instalasi rawat inap rumah sakit jiwa daerah surakarta

57

Sari I.P. 2004. Penelitian Farmasi Komunitas dan Klinik. Yogyakarta: Gadjah

Mada University Press.

Setiawan H.R. 2014. Pola Penggunaan Antipsikotik Pada Pasien Skizofrenia

Rawat Inap Di Rsjd Surakarta Tahun 2013 [Skripsi]. Surakarta: Fakultas

Farmasi, Universitas Setia Budi.

Siregar C.J.P. & Amalia L. 2012. Farmasi Rumah Sakit Teori dan Penerapan.

Jakarta: EGC.

Stuart G.W. 2007. Buku Saku Keperawatan Jiwa. Edisi 5. Jakarta: EGC.

Sugiyarto. 2015. Dasar-Dasar Statistik Farmasi. Yogyakarta: Binafsi Publisher.

Sugiyono. 2015. Statistik Nonparametris Untuk Penelitian. Bandung: CV. Alfabeta

Bandung.

Sushma H.K., Jyothi C.H., Somashekar H.S., Avanthi E., Imran M., Raja B.

Prescribing Pattern Of Antipsychotic Medications In Patients With

Schizophrenia In A Tertiary Care Hospital [Research Article]. IJBCP:

International Journal of Basic & Clinical Pharmacology

Tan H.T. & Rahardja K. 2015. Obat-Obat Penting. Edisi 7. Jakarta: PT Elex

Media Komputindo.

[WHO] World Health Organization. 1998. Schizophrenia and Public Health.

Nation for Mental Health.

Yosep I. 2007. Keperawatan Jiwa. Bandung: Refika Aditama.

Zahnia S. & Sumekar D.L. 2016. Kajian Epidemiologis Skizofrenia. Lampung:

Fakultas Kedokteran, Universitas Lampung.

Page 75: RASIONALITAS PENGGUNAAN OBAT ANTIPSIKOTIK PADA …repository.setiabudi.ac.id/1086/2/SKRIPSI IDA BAGUS ADI S.pdfskizofrenia di instalasi rawat inap rumah sakit jiwa daerah surakarta

58

LAMPIRAN

Page 76: RASIONALITAS PENGGUNAAN OBAT ANTIPSIKOTIK PADA …repository.setiabudi.ac.id/1086/2/SKRIPSI IDA BAGUS ADI S.pdfskizofrenia di instalasi rawat inap rumah sakit jiwa daerah surakarta

59

Lampiran 1. Surat Keterangan Ethical Clearance

Page 77: RASIONALITAS PENGGUNAAN OBAT ANTIPSIKOTIK PADA …repository.setiabudi.ac.id/1086/2/SKRIPSI IDA BAGUS ADI S.pdfskizofrenia di instalasi rawat inap rumah sakit jiwa daerah surakarta

60

Lampiran 2. Surat Keterangan Izin Studi Pendahuluan

Page 78: RASIONALITAS PENGGUNAAN OBAT ANTIPSIKOTIK PADA …repository.setiabudi.ac.id/1086/2/SKRIPSI IDA BAGUS ADI S.pdfskizofrenia di instalasi rawat inap rumah sakit jiwa daerah surakarta

61

Lampiran 3. Surat Keterangan Izin Penelitian Tugas Akhir

Page 79: RASIONALITAS PENGGUNAAN OBAT ANTIPSIKOTIK PADA …repository.setiabudi.ac.id/1086/2/SKRIPSI IDA BAGUS ADI S.pdfskizofrenia di instalasi rawat inap rumah sakit jiwa daerah surakarta

62

Lampiran 4. Surat Keterangan Selesai Penelitian

Page 80: RASIONALITAS PENGGUNAAN OBAT ANTIPSIKOTIK PADA …repository.setiabudi.ac.id/1086/2/SKRIPSI IDA BAGUS ADI S.pdfskizofrenia di instalasi rawat inap rumah sakit jiwa daerah surakarta

63

Lampiran 5. Data Karakteristik Pasien Skizofrenia di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta Tahun

2015

No Kode RM

JK Usia (tahun) Pendidikan Pekerjaan Penjamin Pasien LRI (hari) Diagnosa

L P

25

-29

30

-34

35

-39

40

-44

SD

SM

P

SM

A

D

TD

S

B

TB

JKD

NP

BI

PB

I

PM

KS

Um

um

<28

>28

F2

0.0

F2

0.1

F2

0.2

F2

0.3

F2

0.5

F2

0.6

F2

0.8

1 55712 42 42

2 55942 33 WRS 24

3 57767 31 62

4 55748 35 35

5 55910 2

7 29

6 55904 35 29

7 55421 2

7 68

8 55909 40 29

9 55710 2

5 47

10 55924 35 28

11 56061 38 25

12 56100 35 9

13 55923 40 29

14 55925 39 31

15 56296 2

9 SW

10

16 32716 2

9 19

17 55958 35 29

18 55959 29

29

19 55931 32 SW 39

Page 81: RASIONALITAS PENGGUNAAN OBAT ANTIPSIKOTIK PADA …repository.setiabudi.ac.id/1086/2/SKRIPSI IDA BAGUS ADI S.pdfskizofrenia di instalasi rawat inap rumah sakit jiwa daerah surakarta

64

No Kode RM

JK Usia (tahun) Pendidikan Pekerjaan Penjamin Pasien LRI (hari) Diagnosa

L P

25

-29

30

-34

35

-39

40

-44

SD

SM

P

SM

A

D

TD

S

B

TB

JKD

NP

BI

PB

I

PM

KS

Um

um

<28

>28

F2

0.0

F2

0.1

F2

0.2

F2

0.3

F2

0.5

F2

0.6

F2

0.8

20 55950 2

5 36

21 53225 35 55

22 56103 30 23

23 48186 26

29

24 56082 42 BRH 35

25 56155 32 11

26 56067 34 WRS 50

27 55953 32 35

28 56302 31 31

29 56316 34 BRH 27

30 56303 43 23

31 52984 40 SW 43

32 58458 33 10

33 56269 2

6 BRH 39

34 56302 2

8

49

35 56144 33 SW 43

36 33522 31 65

37 56336 2

5 29

38 56097 36 49

39 56263 34 37

40 56327 43 13

41 56284 43 PNS 29

Page 82: RASIONALITAS PENGGUNAAN OBAT ANTIPSIKOTIK PADA …repository.setiabudi.ac.id/1086/2/SKRIPSI IDA BAGUS ADI S.pdfskizofrenia di instalasi rawat inap rumah sakit jiwa daerah surakarta

65

No Kode RM

JK Usia (tahun) Pendidikan Pekerjaan Penjamin Pasien LRI (hari) Diagnosa

L P

25

-29

30

-34

35

-39

40

-44

SD

SM

P

SM

A

D

TD

S

B

TB

JKD

NP

BI

PB

I

PM

KS

Um

um

<28

>28

F2

0.0

F2

0.1

F2

0.2

F2

0.3

F2

0.5

F2

0.6

F2

0.8

42 56110 40 70

43 37133 2

5 24

44 56293 28

SW 22

45 56265 42 37

46 56264 41

37

47 56262 41 37

48 59017 36 SW 20

49 56462 30 WRS 23

50 47917 2

5 24

51 56515 2

8 6

52 56317 33 PDG 54

53 56332 38 40

54 56528 40 27

55 56521 35 WRS 30

56 56484 36 30

57 56535 30 6

58 56469 2

7 27

59 56471 38 BRH 31

60 58815 25

20

61 56322 2

5 40

62 56119 31 SW 83

Page 83: RASIONALITAS PENGGUNAAN OBAT ANTIPSIKOTIK PADA …repository.setiabudi.ac.id/1086/2/SKRIPSI IDA BAGUS ADI S.pdfskizofrenia di instalasi rawat inap rumah sakit jiwa daerah surakarta

66

No Kode RM

JK Usia (tahun) Pendidikan Pekerjaan Penjamin Pasien LRI (hari) Diagnosa

L P

25

-29

30

-34

35

-39

40

-44

SD

SM

P

SM

A

D

TD

S

B

TB

JKD

NP

BI

PB

I

PM

KS

Um

um

<28

>28

F2

0.0

F2

0.1

F2

0.2

F2

0.3

F2

0.5

F2

0.6

F2

0.8

63 56666 36 SW 34

64 35598 2

6 33

65 36007 29

56

66 56691 33 BRH

13

67 56564 34 PNS 41

68 59225 36 PTN

12

69 55438 30 33

70 56712 33 3

71 56530 30 38

72 56665 37 35

73 56888 38 23

74 56692 43 16

75 56344 40 65

76 56687 2

7 SW 26

77 56492 44 55

78 56709 2

8 24

79 56947 2

8 PTN 16

80 47080 36 BRH 17

81 56752 26

27

82 56889 35 BRH

31

83 56744 42 38

84 56754 37 47

Page 84: RASIONALITAS PENGGUNAAN OBAT ANTIPSIKOTIK PADA …repository.setiabudi.ac.id/1086/2/SKRIPSI IDA BAGUS ADI S.pdfskizofrenia di instalasi rawat inap rumah sakit jiwa daerah surakarta

67

No Kode RM

JK Usia (tahun) Pendidikan Pekerjaan Penjamin Pasien LRI (hari) Diagnosa

L P

25

-29

30

-34

35

-39

40

-44

SD

SM

P

SM

A

D

TD

S

B

TB

JKD

NP

BI

PB

I

PM

KS

Um

um

<28

>28

F2

0.0

F2

0.1

F2

0.2

F2

0.3

F2

0.5

F2

0.6

F2

0.8

85 56740 30 23

86 56738 35 23

87 56736 44 23

88 56746 43 43

89 56504 40 SW 73

90 56701 32 WRS 46

91 56903 2

9 24

92 59233 2

7 34

93 56874 2

8 59

94 56945 34 BRH 28

95 56949 36 23

96 36631 30 KTR 40

97 57088 33

23

98 56892 2

8 SW 65

99 57112 40 29

100 32551 35 59

101 56868 40 PTN 64

102 41069 32 32

103 56751 35

64

104 56912 34 34

105 32557 31 40

106 56925 30 28

Page 85: RASIONALITAS PENGGUNAAN OBAT ANTIPSIKOTIK PADA …repository.setiabudi.ac.id/1086/2/SKRIPSI IDA BAGUS ADI S.pdfskizofrenia di instalasi rawat inap rumah sakit jiwa daerah surakarta

68

No Kode RM

JK Usia (tahun) Pendidikan Pekerjaan Penjamin Pasien LRI (hari) Diagnosa

L P

25

-29

30

-34

35

-39

40

-44

SD

SM

P

SM

A

D

TD

S

B

TB

JKD

NP

BI

PB

I

PM

KS

Um

um

<28

>28

F2

0.0

F2

0.1

F2

0.2

F2

0.3

F2

0.5

F2

0.6

F2

0.8

107 55695 35 47

108 55878 39 28

109 55866 36 SW 51

110 55922 39 PTN 32

111 56062 31 25

112 55873 30 36

113 55907 38 29

114 55746 35 35

115 56071 36 22

116 56157 38 WRS 9

117 56070 35 29

118 56114 35 20

119 56081 2

8 28

120 56358 2

9 SW 8

121 56338 30 BRH 27

122 56280 2

9 SW 35

123 56150 32 43

124 56083 44 SW 53

125 56160 2

5 28

126 56333 40 29

127 56261 40 28

128 56312 36 29

Page 86: RASIONALITAS PENGGUNAAN OBAT ANTIPSIKOTIK PADA …repository.setiabudi.ac.id/1086/2/SKRIPSI IDA BAGUS ADI S.pdfskizofrenia di instalasi rawat inap rumah sakit jiwa daerah surakarta

69

No Kode RM

JK Usia (tahun) Pendidikan Pekerjaan Penjamin Pasien LRI (hari) Diagnosa

L P

25

-29

30

-34

35

-39

40

-44

SD

SM

P

SM

A

D

TD

S

B

TB

JKD

NP

BI

PB

I

PM

KS

Um

um

<28

>28

F2

0.0

F2

0.1

F2

0.2

F2

0.3

F2

0.5

F2

0.6

F2

0.8

129 56506 36 35

130 56352 30 34

131 56486 35 28

132 56524 2

8

IRT 12

133 56465 39 36

134 56527 30 27

135 56483 44 PW 19

136 47742 2

7 SW 12

137 56668 2

7 31

138 59241 40

9

139 59018 37 IRT 27

140 25331 41 3

141 56710 2

6

SW 25

142 59046 40 29

143 56926 36 SW 21

144 56743 42

38

145 56720 44 WRS 28

146 59214 32

IRT 27

147 56120 40 IRT 7

148 59780 34 SW 19

149 56910 2

9 46

150 56904 37 24

Page 87: RASIONALITAS PENGGUNAAN OBAT ANTIPSIKOTIK PADA …repository.setiabudi.ac.id/1086/2/SKRIPSI IDA BAGUS ADI S.pdfskizofrenia di instalasi rawat inap rumah sakit jiwa daerah surakarta

70

No Kode RM

JK Usia (tahun) Pendidikan Pekerjaan Penjamin Pasien LRI (hari) Diagnosa

L P

25

-29

30

-34

35

-39

40

-44

SD

SM

P

SM

A

D

TD

S

B

TB

JKD

NP

BI

PB

I

PM

KS

Um

um

<28

>28

F2

0.0

F2

0.1

F2

0.2

F2

0.3

F2

0.5

F2

0.6

F2

0.8

151 56933 36 27

152 56906 25

35

TOTAL 106 46 38 39 43 32 27 35 39 2 49 48

10

4 17 15 44 2 74 66 86 51 8 4 48 2 2 37

152 152 152 152 152 152 152

% 69,7 30,3 25 25,7 28,3 21,1 17,8 23 25,7 1,32 32,2 31,6 68,4 11,2 9,87 28,9 1,316 48,68 43,4 56,6 33,6 5,26 2,63 31,6 1,32 1,32 24,3

100 100 100 100 100 100 100

Keterangan: No: Nomor, RM: Rekam Medik, LRI: Lama Rawat Inap, L: Laki-laki, P: Perempuan, SD: Sekolah Dasar, SMP: Sekolah Menengah Pertama,

SMA: Sekolah Menengah Atas, D: Diploma, TDS: Tidak Sekolah, B: Bekerja, TB: Tidak Bekerja, JKD: Jamkesda, NPBI: BPJS Bukan Penerima

Biaya Iuran, PBB: BPJS Penerima Biaya Iuran, PMKS: Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat Solo, F20.0: Paranoid. F20.1: Hebefrenik, F20.3:

Tak Terinci, F20.5: Residual, F20.6: Simpleks, F20.8: Lainnya, WRS: Wiraswasta, SW: Swasta, BRH: Buruh, PNS: Pegawai Negeri Sipil, PDG:

Pedagang, PTN: Petani, KTR: Kontraktor, IRT: Ibu Rumah Tangga, PW: Purnawirawan

Page 88: RASIONALITAS PENGGUNAAN OBAT ANTIPSIKOTIK PADA …repository.setiabudi.ac.id/1086/2/SKRIPSI IDA BAGUS ADI S.pdfskizofrenia di instalasi rawat inap rumah sakit jiwa daerah surakarta

71

Lampiran 6. Data Pengobatan Pasien Skizofrenia di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta Tahun 2015

No Kode

RM

Pemerikasaan Lab.

Terapi Gol. Ds

(mg) F

Sediaan TI TO TP TD

GD

(mg/dl)

SGOT

(u/l)

SGPT

(u/l) Oral Inj. Ya Tidak Ya Tidak Ya Tidak Ya Tidak

1 055712 139 28 14 Haloperidol inj. Tipikal

Risperidon Atipikal 2 2x1

2 055942 112 21 33

Haloperidol inj. Tipikal

Klorpromazin

Haloperidol

Tipikal

Tipikal

100

5

2x1

3x1

Klorpromazin

Haloperidol

Tipikal

Tipikal

100

5

1x1

3x1

3 057767 121 19 15

Haloperidol Tipikal 5 2x1

Haloperidol

Klorpromazin

Tipikal

Tipikal

5

100

2x1

1x1

Haloperidol

Klorpromazin

Klozapin

Tipikal

Tipikal

Atipikal

5

100

25

2x1

1x1

2x1

Haloperidol

Klorpromazin

Klozapin

Tipikal

Tipikal

Atipikal

5

100

25

3x1

1x1

2x1

4 055748 109 17 16

Klorpromazin

Haloperidol

Tipikal

Tipikal

100

5

1x1

3x1

Klorpromazin

Haloperidol

Tipikal

Tipikal

100

5

1x1

2x1

5 055910 127 14 16 Risperidon Atipikal 2 2x1

Trifluoperazin Tipikal 5 3x1

6 055904 92 12 12

Haloperidol

Klorpromazin

Tipikal

Tipikal

5

100

2x1

2x1

Haloperidol

Klorpromazin

Tipikal

Tipikal

5

100

2x1

1x1

Klorpromazin

Risperidon

Tipikal

Atipikal

100

2

2x1

2x1

Page 89: RASIONALITAS PENGGUNAAN OBAT ANTIPSIKOTIK PADA …repository.setiabudi.ac.id/1086/2/SKRIPSI IDA BAGUS ADI S.pdfskizofrenia di instalasi rawat inap rumah sakit jiwa daerah surakarta

72

No Kode

RM

Pemerikasaan Lab.

Terapi Gol. Ds

(mg) F

Sediaan TI TO TP TD

GD

(mg/dl)

SGOT

(u/l)

SGPT

(u/l) Oral Inj. Ya Tidak Ya Tidak Ya Tidak Ya Tidak

Haloperidol

Klorpromazin

Tipikal

Tipikal

5

100

3x1

2x1

7 055421 104 77 31

Risperidon Atipikal 2 2x1

Risperidon Atipikal 3 2x1

Haloperidol inj. Tipikal

Risperidon

Klorpromazin

Atipikal

Tipikal

3

100

2x1

1x1

Risperidon

Klorpromazin

Atipikal

Tipikal

2

100

2x1

1x1

8 055909 106 12 11 Risperidon Atipikal 2 2x1

9 055710 100 30 28

Haloperidol inj. Tipikal

Risperidon Atipikal 2 2x1 Risperidon

Klorpromazin

Atipikal

Tipikal

2

100

2x1

1x1

10 055924 80 24 24

Risperidon

Klorpromazin

Atipikal

Tipikal

2

100

2x1

1x1

Risperidon Atipikal 2 2x1

11 056061 96 31 24

Haloperidol inj. Tipikal

Risperidon Atipikal 2 2x1

Risperidon

Klorpromazin

Atipikal

Tipikal

2

100

2x1

1x1

12 056100 208 21 17 Risperidon

Klorpromazin

Atipikal

Tipikal

2

100

2x1

1x1

13 055923 133 19 17 Risperidon Atipikal 2 2x1

Haloperidol inj. Tipikal

14 055925 119 24 23

Risperidon

Klorpromazin

Atipikal

Tipikal

2

100

2x1

1x1

Haloperidol inj. Tipikal

15 056296 299 7 9 Haloperidol inj. Tipikal

Risperidon Atipikal 2 2x1

Page 90: RASIONALITAS PENGGUNAAN OBAT ANTIPSIKOTIK PADA …repository.setiabudi.ac.id/1086/2/SKRIPSI IDA BAGUS ADI S.pdfskizofrenia di instalasi rawat inap rumah sakit jiwa daerah surakarta

73

No Kode

RM

Pemerikasaan Lab.

Terapi Gol. Ds

(mg) F

Sediaan TI TO TP TD

GD

(mg/dl)

SGOT

(u/l)

SGPT

(u/l) Oral Inj. Ya Tidak Ya Tidak Ya Tidak Ya Tidak

Risperidon

Klorpromazin

Atipikal

Tipikal

2

100

2x1

2x1

Risperidon

Klorpromazin

Atipikal

Tipikal

2

100

2x1

1x1

16 032716 109 30 20

Olanzapin inj. Atipikal

Risperidon Atipikal 2 2x1

Risperidon

Klozapin

Atipikal

Atipikal

2

25

2x1

1x1

17 055958 64 17 19

Haloperidol inj. Tipikal

Risperidon

Klorpromazin

Atipikal

Tipikal

2

100

2x1

1x1

Risperidon Atipikal 2 2x1

18 055959 113 16 21

Haloperidol inj. Tipikal

Risperidon Atipikal 2 2x1

Aripiprazol Atipikal 10 1x1

Olanzapin inj. Atipikal

Klozapin Atipikal 50 2x1

19 055931 91 37 18 Haloperidol inj. Tipikal

Risperidon Atipikal 3 2x1

20 055950 128 24 9

Haloperidol inj. Tipikal

Haloperidol Tipikal 5 2x1

Risperidon

Trifluoperazin

Atipikal

Tipikal

2

5

2x1

2x1

Risperidon Atipikal 2 2x1

21 053225 114 35 22

Haloperidol inj. Tipikal

Risperidon Atipikal 3 2x1

Risperidon Atipikal 2 2x1

22 056103 126 19 18 Risperidon

Klorpromazin

Atipikal

Tipikal

2

100

2x1

1x1

Page 91: RASIONALITAS PENGGUNAAN OBAT ANTIPSIKOTIK PADA …repository.setiabudi.ac.id/1086/2/SKRIPSI IDA BAGUS ADI S.pdfskizofrenia di instalasi rawat inap rumah sakit jiwa daerah surakarta

74

No Kode

RM

Pemerikasaan Lab.

Terapi Gol. Ds

(mg) F

Sediaan TI TO TP TD

GD

(mg/dl)

SGOT

(u/l)

SGPT

(u/l) Oral Inj. Ya Tidak Ya Tidak Ya Tidak Ya Tidak

Risperidon

Klorpromazin

Haloperidol

Atipikal

Tipikal

Tipikal

2

100

5

2x1

1x1

3x1

23 048186 107 28 23

Klorpromazin

Risperidon

Tipikal

Atipikal

100

2

1x1

2x1

Klorpromazin

Risperidon

Haloperidol

Tipikal

Atipikal

Tipikal

100

2

5

1x1

2x1

3x1

24 056082 325 47 19

Haloperidol inj. Tipikal

Klorpromazin

Risperidon

Tipikal

Atipikal

100

2

1x1

2x1

Risperidon Atipikal 2 2x1

25 056155 127 91 35

Haloperidol inj. Tipikal

Klorpromazin Tipikal 100 1x1

Klorpromazin

Risperidon

Tipikal

Atipikal

100

2

1x1

2x1

26 056067 122 42 16

Olanzapin inj.

Risperidon Atipikal 2 2x1

Risperidon

Klorpromazin

Atipikal

Tipikal

3

100

2x1

1x1

27 055953 64 24 28 Risperidon

Klorpromazin

Atipikal

Tipikal

2

100

2x1

1x1

28 056302 76 23 12

Haloperidol inj. Tipikal

Trifluoperazin

Klorpromazin

Tipikal

Tipikal

5

100

2x1

1x1

Trifluoperazin

Klorpromazin

Tipikal

Tipikal

5

100

3x1

1x1

Trifluoperazin

Klorpromazin

Haloperidol

Tipikal

Tipikal

Tipikal

5

100

5

3x1

1x1

2x1

Page 92: RASIONALITAS PENGGUNAAN OBAT ANTIPSIKOTIK PADA …repository.setiabudi.ac.id/1086/2/SKRIPSI IDA BAGUS ADI S.pdfskizofrenia di instalasi rawat inap rumah sakit jiwa daerah surakarta

75

No Kode

RM

Pemerikasaan Lab.

Terapi Gol. Ds

(mg) F

Sediaan TI TO TP TD

GD

(mg/dl)

SGOT

(u/l)

SGPT

(u/l) Oral Inj. Ya Tidak Ya Tidak Ya Tidak Ya Tidak

29 056316 90 28 16

Haloperidol inj. Tipikal

Trifluoperazin

Klorpromazin

Tipikal

Tipikal

5

100

3x1

1x1

30 056303 153 17 16

Haloperidol inj. Tipikal

Haloperidol

Klorpromazin

Tipikal

Tipikal

5

100

2x1

1x1

Haloperidol

Klorpromazin

Risperidon

Tipikal

Tipikal

Atipikal

5

100

2

2x1

1x1

2x1

Haloperidol

Risperidon

Tipikal

Atipikal

5

2

2x1

2x1

31 052984 180 59 65

Haloperidol inj. Tipikal

Haloperidol Tipikal 5 3x1

Klozapin

Quetiapin

Atipikal

Atipikal

50

400

2x1

1x1

32 058458 141 14 14 Klozapin

Quetiapin

Atipikal

Atipikal

50

400

2x1

1x1

33 056269 89 120 40

Haloperidol inj. Tipikal

Risperidon

Klorpromazin

Atipikal

Tipikal

2

100

2x1

1x1

Risperidon

Klorpromazin

Trifluoperazin

Atipikal

Tipikal

Tipikal

3

100

5

2x1

2x1

3x1

Risperidon

Klorpromazin

Trifluoperazin

Quetiapin

Atipikal

Tipikal

Tipikal

Atipikal

3

100

5

400

2x1

2x1

3x1

1x1

34 056302 115 24 9

Risperidon Atipikal 2 2x1

Risperidon

Klorpromazin

Atipikal

Tipikal

3

100

2x1

1x1

Page 93: RASIONALITAS PENGGUNAAN OBAT ANTIPSIKOTIK PADA …repository.setiabudi.ac.id/1086/2/SKRIPSI IDA BAGUS ADI S.pdfskizofrenia di instalasi rawat inap rumah sakit jiwa daerah surakarta

76

No Kode

RM

Pemerikasaan Lab.

Terapi Gol. Ds

(mg) F

Sediaan TI TO TP TD

GD

(mg/dl)

SGOT

(u/l)

SGPT

(u/l) Oral Inj. Ya Tidak Ya Tidak Ya Tidak Ya Tidak

35 056144 108 35 29 Haloperidol inj. Tipikal

Trifluoperazin Tipikal 5 2x1

36 033522 92 12 24

Quetiapin

Klorpromazin

Atipikal

Tipikal

400

100

1x1

1x1

Quetiapin

Klorpromazin

Atipikal

Tipikal

400

100

1x1

3x1

Klorpromazin

Risperidon

Tipikal

Atipikal

100

3

3x1

2x1

Klorpromazin

Risperidon

Tipikal

Atipikal

100

3

1x1

2x1

Quetiapin

Klorpromazin

Risperidon

Atipikal

Tipikal

Atipikal

400

100

3

1x1

1x1

2x1

37 056336 73 16 5

Risperidon Atipikal 2 2x1

Risperidon

Trifluoperazin

Atipikal

Tipikal

2

5

2x1

3x1

38 056097 102 18 12

Risperidon Atipikal 2 2x1

Risperidon

Klorpromazin

Atipikal

Tipikal

2

100

2x1

1x1

39 056263 92 23 23 Risperidon Atipikal 2 2x1

40 056327 131 19 17

Haloperidol inj. Tipikal

Risperidon

Klorpromazin

Atipikal

Tipikal

2

100

2x1

1x1

41 056284 91 31 26

Haloperidol inj. Tipikal

Haloperidol Tipikal 5 3x1 Haloperidol

Klorpromazin

Tipikal

Tipikal

5

100

3x1

1x1

42 056110 162 33 24

Haloperidol inj. Tipikal

Haloperidol Tipikal 5 3x1

Klorpromazin Tipikal 100 1x1

Page 94: RASIONALITAS PENGGUNAAN OBAT ANTIPSIKOTIK PADA …repository.setiabudi.ac.id/1086/2/SKRIPSI IDA BAGUS ADI S.pdfskizofrenia di instalasi rawat inap rumah sakit jiwa daerah surakarta

77

No Kode

RM

Pemerikasaan Lab.

Terapi Gol. Ds

(mg) F

Sediaan TI TO TP TD

GD

(mg/dl)

SGOT

(u/l)

SGPT

(u/l) Oral Inj. Ya Tidak Ya Tidak Ya Tidak Ya Tidak

Risperidon Atipikal 2 2x1

43 037133 122 30 16

Haloperidol inj. Tipikal

Risperidon Atipikal 2 2x1

Risperidon Atipikal 3 2x1

Risperidon

Haloperidol

Atipikal

Tipikal

3

5

2x1

3x1

44 056293 120 28 47

Haloperidol inj. Tipikal

Risperidon

Klorpromazin

Atipikal

Tipikal

2

100

2x1

1x1

Risperidon

Klorpromazin

Atipikal

Tipikal

3

100

2x1

1x1

45 056265 77 17 14

Risperidon Atipikal 2 2x1

Risperidon

Klorpromazin

Atipikal

Tipikal

2

100

2x1

1x1

46 056264 106 19 12 Risperidon Atipikal 2 2x1

47 056262 104 14 11

Risperidon

Klorpromazin

Atipikal

Tipikal

2

100

2x1

1x1

Risperidon

Klorpromazin

Atipikal

Tipikal

3

100

2x1

1x1

48 059017 144 17 17 Risperidon

Klorpromazin

Atipikal

Tipikal

3

100

2x1

1x1

49 056462 123 17 19 Haloperidol inj. Tipikal

Risperidon Atipikal 3 2x1

50 047917 81 37 14

Haloperidol inj. Tipikal

Risperidon

Klorpromazin

Atipikal

Tipikal

2

100

2x1

1x1

51 056515 86 19 19 Risperidon Atipikal 2 2x1

52 056317 122 37 28

Haloperidol inj. Tipikal

Klorpromazin

Risperidon

Tipikal

Atipikal

100

3

1x1

2x1

Page 95: RASIONALITAS PENGGUNAAN OBAT ANTIPSIKOTIK PADA …repository.setiabudi.ac.id/1086/2/SKRIPSI IDA BAGUS ADI S.pdfskizofrenia di instalasi rawat inap rumah sakit jiwa daerah surakarta

78

No Kode

RM

Pemerikasaan Lab.

Terapi Gol. Ds

(mg) F

Sediaan TI TO TP TD

GD

(mg/dl)

SGOT

(u/l)

SGPT

(u/l) Oral Inj. Ya Tidak Ya Tidak Ya Tidak Ya Tidak

Klorpromazin

Risperidon

Haloperidol

Tipikal

Atipikal

Tipikal

100

3

5

2x1

2x1

3x1

Klorpromazin

Risperidon

Tipikal

Atipikal

100

3

2x1

2x1

53 056332 97 19 11

Haloperidol inj. Tipikal

Klorpromazin

Haloperidol

Tipikal

Tipikal

100

5

2x1

3x1

Aripiprazol Atipikal 10 1x1

Aripiprazol

Risperidon

Atipikal

Atipikal

5

2

1x1

2x1

54 056528 91 16 11 Risperidon

Klorpromazin

Atipikal

Tipikal

3

100

2x1

1x1

55 056521 110 26 19

Haloperidol inj. Tipikal

Klorpromazin Tipikal 100 1x1

Klorpromazin

Haloperidol

Tipikal

Tipikal

100

5

1x1

3x1

Klorpromazin

Risperidon

Tipikal

Atipikal

100

2

1x1

2x1

56 056484 77 24 16 Risperidon

Klorpromazin

Atipikal

Tipikal

2

100

2x1

1x1

57 056535 156 45 51

Haloperidol inj. Tipikal

Risperidon

Klorpromazin

Atipikal

Tipikal

3

100

2x1

1x1

58 056469 114 17 24 Risperidon

Klorpromazin

Atipikal

Tipikal

2

100

2x1

1x1

59 056471 100 19 12

Haloperidol inj. Tipikal

Klorpromazin Tipikal 100 1x1

Klorpromazin

Haloperidol

Tipikal

Tipikal

100

5

1x1

3x1

Page 96: RASIONALITAS PENGGUNAAN OBAT ANTIPSIKOTIK PADA …repository.setiabudi.ac.id/1086/2/SKRIPSI IDA BAGUS ADI S.pdfskizofrenia di instalasi rawat inap rumah sakit jiwa daerah surakarta

79

No Kode

RM

Pemerikasaan Lab.

Terapi Gol. Ds

(mg) F

Sediaan TI TO TP TD

GD

(mg/dl)

SGOT

(u/l)

SGPT

(u/l) Oral Inj. Ya Tidak Ya Tidak Ya Tidak Ya Tidak

Klorpromazin

Haloperidol

Tipikal

Tipikal

100

5

2x1

3x1

60 058815 114 19 26

Risperidon

Klorpromazin

Atipikal

Tipikal

3

100

2x1

1x1

Risperidon

Klorpromazin

Atipikal

Tipikal

3

100

3x1

1x1

Risperidon

Klorpromazin

Atipikal

Tipikal

2

100

3x1

1x1

61 056322 111 65 28

Haloperidol inj. Tipikal

Risperidon Atipikal 2 2x1

Risperidon

Klorpromazin

Atipikal

Tipikal

3

100

2x1

1x1

Risperidon

Klorpromazin

Atipikal

Tipikal

2

100

2x1

1x1

Klozapin Atipikal 50 2x1

62 056119 95 42 12

Haloperidol inj. Tipikal

Risperidon Atipikal 2 2x1

Risperidon Atipikal 3 2x1

Risperidon

Haloperidol

Atipikal

Tipikal

3

5

2x1

3x1

Risperidon

Haloperidol

Klozapin

Atipikal

Tipikal

Atipikal

3

5

25

2x1

3x1

2x1

Risperidon

Haloperidol

Klozapin

Atipikal

Tipikal

Atipikal

3

5

100

2x1

3x1

2x1

Risperidon

Klozapin

Atipikal

Atipikal

3

25

2x1

2x1

Risperidon

Klozapin

Atipikal

Atipikal

3

50

2x1

2x1

Page 97: RASIONALITAS PENGGUNAAN OBAT ANTIPSIKOTIK PADA …repository.setiabudi.ac.id/1086/2/SKRIPSI IDA BAGUS ADI S.pdfskizofrenia di instalasi rawat inap rumah sakit jiwa daerah surakarta

80

No Kode

RM

Pemerikasaan Lab.

Terapi Gol. Ds

(mg) F

Sediaan TI TO TP TD

GD

(mg/dl)

SGOT

(u/l)

SGPT

(u/l) Oral Inj. Ya Tidak Ya Tidak Ya Tidak Ya Tidak

63 056666 95 28 49 Risperidon

Klorpromazin

Atipikal

Tipikal

3

100

2x1

1x1

64 035598 151 105 38

Haloperidol inj. Tipikal

Risperidon Atipikal 3 2x1

Risperidon

Haloperidol

Klozapin

Atipikal

Tipikal

Atipikal

3

5

25

2x1

3x1

2x1

65 036007 86 42 40

Haloperidol inj. Tipikal

Risperidon

Klorpromazin

Atipikal

Tipikal

2

100

2x1

1x1

Risperidon

Klorpromazin

Atipikal

Tipikal

3

100

2x1

1x1

Risperidon

Klorpromazin

Olanzapin

Atipikal

Tipikal

Atipikal

3

100

10

2x1

1x1

1x1

Klorpromazin

Olanzapin

Tipikal

Atipikal

100

10

1x1

1x1

66 056691 126 52 19

Haloperidol inj. Tipikal

Klorpromazin Tipikal 100 2x1 Klorpromazin

Risperidon

Tipikal

Atipikal

100

2

1x1

2x1

67 056554 120 70 23

Haloperidol inj. Tipikal

Risperidon

Klorpromazin

Atipikal

Tipikal

2

100

2x1

1x1

Risperidon

Klorpromazin

Atipikal

Tipikal

3

100

2x1

1x1

68 059225 108 12 12

Flufenazin inj. Tipikal

Risperidon

Klorpromazin

Atipikal

Tipikal

2

100

2x1

1x1

Page 98: RASIONALITAS PENGGUNAAN OBAT ANTIPSIKOTIK PADA …repository.setiabudi.ac.id/1086/2/SKRIPSI IDA BAGUS ADI S.pdfskizofrenia di instalasi rawat inap rumah sakit jiwa daerah surakarta

81

No Kode

RM

Pemerikasaan Lab.

Terapi Gol. Ds

(mg) F

Sediaan TI TO TP TD

GD

(mg/dl)

SGOT

(u/l)

SGPT

(u/l) Oral Inj. Ya Tidak Ya Tidak Ya Tidak Ya Tidak

69 055438 84 28 35 Risperidon

Klorpromazin

Atipikal

Tipikal

2

100

2x1

1x1

70 056712 125 12 12 Haloperidol Tipikal 5 2x1

71 056530 107 28 11

Haloperidol inj. Tipikal

Risperidon

Klorpromazin

Atipikal

Tipikal

2

100

2x1

1x1

72 056665 164 19 30

Risperidon

Klorpromazin

Atipikal

Tipikal

2

100

2x1

1x1

Risperidon

Klorpromazin

Atipikal

Tipikal

3

100

2x1

1x1

Risperidon

Klorpromazin

Atipikal

Tipikal

3

100

3x1

1x1

Risperidon Atipikal 3 3x1

73 056888 78 180 378

Haloperidol

Klorpromazin

Tipikal

Tipikal

5

100

2x1

1x1

Haloperidol

Klorpromazin

Tipikal

Tipikal

5

100

3x1

2x1

Haloperidol

Klorpromazin

Tipikal

Tipikal

5

100

3x1

1x1

Haloperidol Tipikal 5 3x1

74 056692 124 19 21

Haloperidol inj. Tipikal

Risperidon

Klorpromazin

Atipikal

Tipikal

2

100

2x1

1x1

75 056344 91 21 12

Haloperidol inj. Tipikal

Haloperidol

Klorpromazin

Tipikal

Tipikal

5

100

3x1

1x1

Haloperidol

Klorpromazin

Risperidon

Tipikal

Tipikal

Atipikal

5

100

3

3x1

1x1

2x1

Klorpromazin Tipikal 100 1x1

Page 99: RASIONALITAS PENGGUNAAN OBAT ANTIPSIKOTIK PADA …repository.setiabudi.ac.id/1086/2/SKRIPSI IDA BAGUS ADI S.pdfskizofrenia di instalasi rawat inap rumah sakit jiwa daerah surakarta

82

No Kode

RM

Pemerikasaan Lab.

Terapi Gol. Ds

(mg) F

Sediaan TI TO TP TD

GD

(mg/dl)

SGOT

(u/l)

SGPT

(u/l) Oral Inj. Ya Tidak Ya Tidak Ya Tidak Ya Tidak

Risperidon Atipikal 3 2x1

Klorpromazin

Risperidon

Tipikal

Atipikal

100

3

2x1

2x1

Risperidon Atipikal 2 2x1

76 056687 118 25 47

Haloperidol inj. Tipikal

Risperidon

Klorpromazin

Atipikal

Tipikal

2

100

2x1

1x1

Risperidon

Klorpromazin

Atipikal

Tipikal

3

100

2x1

2x1

77 056492 100 30 45 Risperidon

Klorpromazin

Atipikal

Tipikal

2

100

2x1

1x1

78 056709 131 31 31 Haloperidol inj. Tipikal

Risperidon Atipikal 2 2x1

79 056947 113 16 26

Olanzapin inj. Atipikal

Risperidon

Klorpromazin

Atipikal

Tipikal

2

100

2x1

1x1

80 047080 97 19 17

Olanzapin inj. Atipikal

Risperidon Atipikal 2 2x1

Risperidon

Klorpromazin

Atipikal

Tipikal

2

100

2x1

1x1

81 056752 122 120 35

Haloperidol inj. Tipikal

Risperidon

Klorpromazin

Atipikal

Tipikal

3

100

2x1

2x1

Risperidon

Klorpromazin

Atipikal

Tipikal

3

150

2x1

2x1

Risperidon

Klorpromazin

Atipikal

Tipikal

3

100

2x1

1x1

82 056889 82 28 23

Olanzapin inj. Atipikal

Risperidon

Klorpromazin

Atipikal

Tipikal

2

100

2x1

1x1

Page 100: RASIONALITAS PENGGUNAAN OBAT ANTIPSIKOTIK PADA …repository.setiabudi.ac.id/1086/2/SKRIPSI IDA BAGUS ADI S.pdfskizofrenia di instalasi rawat inap rumah sakit jiwa daerah surakarta

83

No Kode

RM

Pemerikasaan Lab.

Terapi Gol. Ds

(mg) F

Sediaan TI TO TP TD

GD

(mg/dl)

SGOT

(u/l)

SGPT

(u/l) Oral Inj. Ya Tidak Ya Tidak Ya Tidak Ya Tidak

83 056744 128 16 17

Risperidon Atipikal 2 2x1

Risperidon Atipikal 3 2x1

Risperidon

Klozapin

Atipikal

Atipikal

3

25

2x1

2x1

84 056754 87 28 30

Risperidon Atipikal 2 2x1

Risperidon

Klorpromazin

Atipikal

Tipikal

3

100

2x1

2x1

Risperidon

Klorpromazin

Atipikal

Tipikal

2

100

2x1

2x1

85 056740 134 19 24 Risperidon Atipikal 2 2x1

86 056738 117 16 19

Risperidon Atipikal 2 2x1

Risperidon

Klorpromazin

Atipikal

Tipikal

2

100

2x1

1x1

Risperidon

Klorpromazin

Atipikal

Tipikal

3

100

2x1

1x1

87 056736 67 17 16

Risperidon Atipikal 2 2x1

Risperidon

Haloperidol

Atipikal

Tipikal

2

5

2x1

2x1

88 056746 151 12 16 Risperidon

Klorpromazin

Atipikal

Tipikal

2

100

2x1

1x1

89 056504 174 17 19 Risperidon

Klorpromazin

Atipikal

Tipikal

3

100

2x1

1x1

90 056701 102 35 42

Risperidon

Klorpromazin

Atipikal

Tipikal

2

100

2x1

1x1

Risperidon

Klorpromazin

Atipikal

Tipikal

2

100

2x1

2x1

Flufenazin inj. Tipikal

91 056903 64 14 9 Haloperidol Tipikal 5 2x1

Risperidon Atipikal 2 2x1

92 059233 158 30 16 Haloperidol inj. Tipikal

Page 101: RASIONALITAS PENGGUNAAN OBAT ANTIPSIKOTIK PADA …repository.setiabudi.ac.id/1086/2/SKRIPSI IDA BAGUS ADI S.pdfskizofrenia di instalasi rawat inap rumah sakit jiwa daerah surakarta

84

No Kode

RM

Pemerikasaan Lab.

Terapi Gol. Ds

(mg) F

Sediaan TI TO TP TD

GD

(mg/dl)

SGOT

(u/l)

SGPT

(u/l) Oral Inj. Ya Tidak Ya Tidak Ya Tidak Ya Tidak

Risperidon

Klorpromazin

Atipikal

Tipikal

3

100

2x1

2x1

Klorpromazin

Aripiprazol

Tipikal

Atipikal

100

10

1x1

1x1

Risperidon

Klorpromazin

Atipikal

Tipikal

2

100

2x1

2x1

93 056874 125 24 24

Risperidon

Klorpromazin

Atipikal

Tipikal

2

100

2x1

2x1

Risperidon

Klorpromazin

Atipikal

Tipikal

2

100

2x1

1x1

94 056945 78 38 30 Risperidon Atipikal 2 2x1

95 056949 93 16 23 Risperidon Atipikal 2 2x1

96 036631 151 17 17

Risperidon Atipikal 3 2x1

Risperidon

Klorpromazin

Atipikal

Tipikal

2

100

2x1

1x1

97 057088 98 21 16

Haloperidol inj. Tipikal

Risperidon Atipikal 2 2x1

Quetiapin Atipikal 300 1x1

Quetiapin

Trifluoperazin

Atipikal

Tipikal

200

5

1x1

2x1

Quetiapin

Trifluoperazin

Atipikal

Tipikal

400

5

1x1

2x1

98 056892 75 23 16

Risperidon Atipikal 2 2x1

Risperidon

Klorpromazin

Atipikal

Tipikal

2

100

2x1

1x1

99 057112 130 16 12

Risperidon

Klorpromazin

Atipikal

Tipikal

2

100

2x1

1x1

Klorpromazin Tipikal 100 1x1

100 032551 198 26 11 Haloperidol inj. Tipikal

Haloperidol Tipikal 5 3x1

Page 102: RASIONALITAS PENGGUNAAN OBAT ANTIPSIKOTIK PADA …repository.setiabudi.ac.id/1086/2/SKRIPSI IDA BAGUS ADI S.pdfskizofrenia di instalasi rawat inap rumah sakit jiwa daerah surakarta

85

No Kode

RM

Pemerikasaan Lab.

Terapi Gol. Ds

(mg) F

Sediaan TI TO TP TD

GD

(mg/dl)

SGOT

(u/l)

SGPT

(u/l) Oral Inj. Ya Tidak Ya Tidak Ya Tidak Ya Tidak

Klorpromazin Tipikal 100 2x1

Klorpromazin Tipikal 100 1x1

Haloperidol

Klorpromazin

Tipikal

Tipikal

5

100

3x1

1x1

101 056868 76 21 11

Haloperidol inj. Tipikal

Klorpromazin Tipikal 100 2x1

Klorpromazin

Risperidon

Tipikal

Atipikal

100

2

1x1

2x1

Klorpromazin

Risperidon

Tipikal

Atipikal

100

3

1x1

2x1

102 041069 158 23 16

Olanzapin inj. Atipikal

Risperidon

Klorpromazin

Atipikal

Tipikal

2

100

2x1

1x1

103 056751 100 17 12

Haloperidol

Klorpromazin

Tipikal

Tipikal

5

100

2x1

1x1

Haloperidol

Klorpromazin

Tipikal

Tipikal

5

100

3x1

2x1

Haloperidol

Klorpromazin

Risperidon

Tipikal

Tipikal

Atipikal

5

100

3

3x1

2x1

2x1

104 056912 142 24 35

Haloperidol inj. Tipikal

Risperidon Atipikal 2 2x1 Risperidon

Klorpromazin

Atipikal

Tipikal

2

100

2x1

1x1

Risperidon

Klozapin

Atipikal

Atipikal

3

100

2x1

1x1

105 032557 122 11 11

Haloperidol inj. Tipikal

Risperidon

Klorpromazin

Atipikal

Tipikal

2

100

2x1

1x1

106 056925 80 28 17 Risperidon Atipikal 2 2x1

Page 103: RASIONALITAS PENGGUNAAN OBAT ANTIPSIKOTIK PADA …repository.setiabudi.ac.id/1086/2/SKRIPSI IDA BAGUS ADI S.pdfskizofrenia di instalasi rawat inap rumah sakit jiwa daerah surakarta

86

No Kode

RM

Pemerikasaan Lab.

Terapi Gol. Ds

(mg) F

Sediaan TI TO TP TD

GD

(mg/dl)

SGOT

(u/l)

SGPT

(u/l) Oral Inj. Ya Tidak Ya Tidak Ya Tidak Ya Tidak

Risperidon

Klorpromazin

Atipikal

Tipikal

2

100

2x1

2x1

Risperidon

Klorpromazin

Atipikal

Tipikal

3

100

2x1

2x1

107 055695 105 7 11

Haloperidol Inj. Tipikal

Klorpromazin

Risperidon

Tipikal

Atipikal

100

2

1x1

2x1

108 055878 108 4 2 Risperidon

Klorpromazin

Atipikal

Tipikal

2

100

2x1

1x1

109 055866 98 21 11

Haloperidol Inj. Tipikal

Haloperidol

Klorpromazin

Tipikal

Tipikal

5

100

3x1

1x1

Haloperidol

Klorpromazin

Trifluoperazin

Tipikal

Tipikal

Tipikal

5

100

5

3x1

1x1

3x1

Haloperidol

Klorpromazin

Trifluoperazin

Tipikal

Tipikal

Tipikal

5

100

5

3x1

3x1

3x1

Haloperidol

Klorpromazin

Risperidon

Tipikal

Tipikal

Atipikal

5

100

3

3x1

3x1

2x1

110 055922 154 9 12

Haloperidol Inj. Tipikal

Risperidon Atipikal 2 2x1

Quetiapin

Klozapin

Atipikal

Atipikal

400

50

1x1

2x1

111 056062 80 52 58 Risperidon Atipikal 2 2x1

112 055873 110 14 14

Risperidon

Trifluoperazin

Atipikal

Tipikal

2

5

2x1

2x1

Risperidon

Trifluoperazin

Atipikal

Tipikal

2

5

2x1

2x1

Page 104: RASIONALITAS PENGGUNAAN OBAT ANTIPSIKOTIK PADA …repository.setiabudi.ac.id/1086/2/SKRIPSI IDA BAGUS ADI S.pdfskizofrenia di instalasi rawat inap rumah sakit jiwa daerah surakarta

87

No Kode

RM

Pemerikasaan Lab.

Terapi Gol. Ds

(mg) F

Sediaan TI TO TP TD

GD

(mg/dl)

SGOT

(u/l)

SGPT

(u/l) Oral Inj. Ya Tidak Ya Tidak Ya Tidak Ya Tidak

Klorpromazin Tipikal 100 2x1

Risperidon

Trifluoperazin

Klorpromazin

Klozapin

Atipikal

Tipikal

Tipikal

Atipikal

2

5

100

25

2x1

2x1

2x1

1x1

113 055907 142 31 42 Risperidon Atipikal 2 2x1

Haloperidol Inj. Tipikal

114 055746 118 11 14

Risperidon

Klorpromazin

Atipikal

Tipikal

3

100

2x1

2x1

Risperidon

Klorpromazin

Atipikal

Tipikal

3

100

2x1

1x1

115 056071 129 17 21

Haloperidol Inj. Tipikal

Haloperidol

Klorpromazin

Tipikal

Tipikal

5

100

2x1

1x1

Haloperidol

Klorpromazin

Tipikal

Tipikal

5

100

3x1

1x1

116 056157 100 21 21 Olanzapin Inj. Atipikal

Risperidon Atipikal 2 2x1

117 056070 127 24 21

Haloperidol Inj. Tipikal

Klorpromazin

Haloperidol

Tipikal

Tipikal

100

5

2x1

3x1

Klorpromazin

Haloperidol

Risperidon

Tipikal

Tipikal

Atipikal

100

5

3

2x1

3x1

2x1

Klorpromazin

Haloperidol

Risperidon

Tipikal

Tipikal

Atipikal

100

5

3

1x1

3x1

2x1

Haloperidol

Risperidon

klozapin

Tipikal

Atipikal

Atipikal

5

3

100

3x1

2x1

2x1

Page 105: RASIONALITAS PENGGUNAAN OBAT ANTIPSIKOTIK PADA …repository.setiabudi.ac.id/1086/2/SKRIPSI IDA BAGUS ADI S.pdfskizofrenia di instalasi rawat inap rumah sakit jiwa daerah surakarta

88

No Kode

RM

Pemerikasaan Lab.

Terapi Gol. Ds

(mg) F

Sediaan TI TO TP TD

GD

(mg/dl)

SGOT

(u/l)

SGPT

(u/l) Oral Inj. Ya Tidak Ya Tidak Ya Tidak Ya Tidak

Haloperidol

Risperidon

klozapin

Tipikal

Atipikal

Atipikal

5

3

100

3x1

2x1

1x1

118 056114 113 12 11 Risperidon

Klorpromazin

Atipikal

Tipikal

2

100

2x1

1x1

119 056081 144 14 12 Risperidon

Klorpromazin

Atipikal

Tipikal

2

100

2x1

1x1

120 056358 75 17 7

Haloperidol Inj. Tipikal

Risperidon

Klorpromazin

Atipikal

Tipikal

3

100

2x1

2x1

Risperidon

Klorpromazin

Atipikal

Tipikal

3

100

2x1

1x1

121 056338 137 16 4 Haloperidol Inj. Tipikal

Risperidon Atipikal 2 2x1

122 056280 64 19 9

Haloperidol Inj. Tipikal

Risperidon

Klorpromazin

Atipikal

Tipikal

2

100

2x1

1x1

Risperidon

Klorpromazin

Aripiprazol

Atipikal

Tipikal

Atipikal

2

100

10

2x1

2x1

1x1

123 056150 123 19 35

Risperidon Atipikal 2 2x1

Risperidon

Klorpromazin

Atipikal

Tipikal

2

100

2x1

1x1

124 056083 126 45 96

Haloperidol Inj. Tipikal

Haloperidol

Klorpromazin

Tipikal

Tipikal

5

100

2x1

1x1

Haloperidol

Risperidon

Tipikal

Atipikal

5

2

2x1

2x1

Haloperidol

Risperidon

Tipikal

Atipikal

5

3

2x1

2x1

Page 106: RASIONALITAS PENGGUNAAN OBAT ANTIPSIKOTIK PADA …repository.setiabudi.ac.id/1086/2/SKRIPSI IDA BAGUS ADI S.pdfskizofrenia di instalasi rawat inap rumah sakit jiwa daerah surakarta

89

No Kode

RM

Pemerikasaan Lab.

Terapi Gol. Ds

(mg) F

Sediaan TI TO TP TD

GD

(mg/dl)

SGOT

(u/l)

SGPT

(u/l) Oral Inj. Ya Tidak Ya Tidak Ya Tidak Ya Tidak

Haloperidol

Risperidon

Tipikal

Atipikal

5

3

3x1

2x1

125 056160 71 12 9 Risperidon Atipikal 2 2x1

126 056333 121 59 44

Risperidon

Klorpromazin

Atipikal

Tipikal

2

100

2x1

1x1

Risperidon

Klorpromazin

Atipikal

Tipikal

3

100

2x1

1x1

Risperidon

Klorpromazin

Atipikal

Tipikal

3

100

2x1

3x1

127 056261 148 23 16

Trifluoperazin Tipikal 5 2x1

Haloperidol

Klorpromazin

Tipikal

Tipikal

5

100

2x1

1x1

Haloperidol

Klorpromazin

Risperidon

Tipikal

Tipikal

Atipikal

5

100

3

3x1

1x1

2x1

Haloperidol Inj. Tipikal

128 056312 99 14 12 Risperidon

Klorpromazin

Atipikal

Tipikal

2

100

2x1

1x1

129 056506 87 11 21

Haloperidol Inj. Tipikal

Haloperidol

Klorpromazin

Tipikal

Tipikal

5

100

3x1

1x1

Haloperidol

Klorpromazin

Risperidon

Tipikal

Tipikal

Atipikal

5

100

2

3x1

1x1

2x1

130 056352 154 16 11

Haloperidol Inj. Tipikal

Haloperidol

Klorpromazin

Tipikal

Tipikal

5

100

2x1

1x1

Haloperidol

Klorpromazin

Tipikal

Tipikal

5

100

3x1

2x1

Haloperidol Tipikal 5 3x1

Page 107: RASIONALITAS PENGGUNAAN OBAT ANTIPSIKOTIK PADA …repository.setiabudi.ac.id/1086/2/SKRIPSI IDA BAGUS ADI S.pdfskizofrenia di instalasi rawat inap rumah sakit jiwa daerah surakarta

90

No Kode

RM

Pemerikasaan Lab.

Terapi Gol. Ds

(mg) F

Sediaan TI TO TP TD

GD

(mg/dl)

SGOT

(u/l)

SGPT

(u/l) Oral Inj. Ya Tidak Ya Tidak Ya Tidak Ya Tidak

Klorpromazin

Trifluoperazin

Tipikal

Atipikal

100

5

2x1

2x1

Haloperidol

Klorpromazin

Trifluoperazin

Tipikal

Tipikal

Atipikal

5

100

5

3x1

2x1

3x1

131 056486 147 14 5 Risperidon

Klorpromazin

Atipikal

Tipikal

2

100

2x1

1x1

132 056524 78 24 14 Risperidon Atipikal 2 2x1

133 056465 136 16 12

Haloperidol Inj. Tipikal

Risperidon

Klorpromazin

Atipikal

Tipikal

2

100

2x1

1x1

134 056527 83 16 4 Haloperidol Inj. Tipikal

Risperidon Atipikal 2 2x1

135 056483 79 38 17

Haloperidol Inj. Tipikal

Olanzapin Atipikal 10 1x1

Olanzapin

Trifluoperazin

Atipikal

Tipikal

10

5

1x1

2x1

136 047742 139 14 15

Haloperidol Inj. Tipikal

Risperidon

Klorpromazin

Atipikal

Tipikal

2

100

2x1

1x1

137 056668 75 17 17

Haloperidol Inj. Tipikal

Risperidon Atipikal 2 2x1

Risperidon

Haloperidol

Atipikal

Tipikal

2

5

2x1

2x1

138 059241 132 12 12 Risperidon

Klozapin

Atipikal

Atipikal

2

25

2x1

1x1

139 059018 110 12 4

Risperidon Atipikal 2 2x1

Risperidon

Trifluoperazin

Atipikal

Tipikal

2

5

2x1

2x1

Risperidon Atipikal 2 2x1

Page 108: RASIONALITAS PENGGUNAAN OBAT ANTIPSIKOTIK PADA …repository.setiabudi.ac.id/1086/2/SKRIPSI IDA BAGUS ADI S.pdfskizofrenia di instalasi rawat inap rumah sakit jiwa daerah surakarta

91

No Kode

RM

Pemerikasaan Lab.

Terapi Gol. Ds

(mg) F

Sediaan TI TO TP TD

GD

(mg/dl)

SGOT

(u/l)

SGPT

(u/l) Oral Inj. Ya Tidak Ya Tidak Ya Tidak Ya Tidak

Trifluoperazin Tipikal 5 3x1

Risperidon

Trifluoperazin

Klorpromazin

Atipikal

Tipikal

Tipikal

2

5

100

2x1

3x1

1x1

Risperidon

Trifluoperazin

Klorpromazin

Klozapin

Atipikal

Tipikal

Tipikal

Atipikal

3

5

100

25

2x1

3x1

2x1

2x1

140 025331 98 16 14 Haloperidol Tipikal 5 3x1

141 056710 117 28 31

Haloperidol Inj. Tipikal

Risperidon Atipikal 2 2x1

Risperidon

Klozapin

Atipikal

Atipikal

2

25

2x1

2x1

142 059046 104 12 12

Haloperidol Inj. Tipikal

Risperidon

Klorpromazin

Atipikal

Tipikal

2

100

2x1

1x1

Risperidon

Klorpromazin

Atipikal

Tipikal

2

50

2x1

1x1

143 056926 100 19 16 Risperidon

Klorpromazin

Atipikal

Tipikal

2

100

2x1

1x1

144 056743 105 37 30

Risperidon Atipikal 2 2x1

Klorpromazin Tipikal 50 1x1

Risperidon

Klorpromazin

Atipikal

Tipikal

3

50

2x1

1x1

Risperidon

Klorpromazin

Atipikal

Tipikal

3

100

2x1

1x1

145 056720 109 21 12

Haloperidol Inj. Tipikal

Risperidon Atipikal 2 2x1

Risperidon

Klozapin

Atipikal

Atipikal

2

25

2x1

1x1

Page 109: RASIONALITAS PENGGUNAAN OBAT ANTIPSIKOTIK PADA …repository.setiabudi.ac.id/1086/2/SKRIPSI IDA BAGUS ADI S.pdfskizofrenia di instalasi rawat inap rumah sakit jiwa daerah surakarta

92

No Kode

RM

Pemerikasaan Lab.

Terapi Gol. Ds

(mg) F

Sediaan TI TO TP TD

GD

(mg/dl)

SGOT

(u/l)

SGPT

(u/l) Oral Inj. Ya Tidak Ya Tidak Ya Tidak Ya Tidak

Klorpromazin

Risperidon

Klozapin

Tipikal

Atipikal

Atipikal

100

2

25

1x1

2x1

2x1

Klorpromazin

Risperidon

Klozapin

Tipikal

Atipikal

Atipikal

50

2

25

1x1

2x1

1x1

146 059214 111 14 14 Risperidon

Klorpromazin

Atipikal

Tipikal

2

100

2x1

1x1

147 056120 199 19 35 Haloperidol Inj. Tipikal

Risperidon Atipikal 2 2x1

148 059780 86 16 7 Risperidon

Klorpromazin

Atipikal

Tipikal

2

100

2x1

1x1

149 056910 118 19 10

Risperidon

Trifluoperazin

Atipikal

Tipikal

2

5

2x1

2x1

Haloperidol Inj. Tipikal

Risperidon

Trifluoperazin

Atipikal

Tipikal

3

5

2x1

2x1

150 056904 84 28 12

Haloperidol Inj. Tipikal

Risperidon Atipikal 2 2x1 Risperidon Atipikal 3 2x1

151 056933 111 11 31 Haloperidol Inj. Tipikal

Risperidon Atipikal 2 2x1

152 056906 79 19 26 Trifluoperazin Tipikal 5 2x1

Total 152 0 256 81 151 1 648 0

152 337 152 648

% 100 0 76,0 24,0 99,3 0,7 100 0

100 100 100 100

Keterangan: No: Nomor, RM: Rekam Medik, GD: Gula Darah, SGOT: Serum Glutamic Oxaloacetic Transaminase, SGPT: Serum Glutamic Pyruvic

Transaminase, Gol: Golongan, Ds: Dosis, F: Frekuensi, Inj: Injeksi, TI: Tepat Indikasi, TO: Tepat Obat, TP: Tepat Pasien, TD: Tepat Dosis