32
Tutorial Klinik KONJUNGTIVITIS BAKTERI Disusun Oleh : Ferika Brillian Sabania G99131084 Dicky Budi Nurcahya G99131032 Diwiasti Firdausi Yasmin G99131034 Antonius Bagus Budi K G99131019 Annisa Budiastuti G99131017 Pembimbing

presentasi kasus konjungtivitis bakteri

Embed Size (px)

DESCRIPTION

contoh presentasi kasus konjungtivitis bakteri

Citation preview

Page 1: presentasi kasus konjungtivitis bakteri

Tutorial Klinik

KONJUNGTIVITIS BAKTERI

Disusun Oleh :

Ferika Brillian Sabania G99131084

Dicky Budi Nurcahya G99131032

Diwiasti Firdausi Yasmin G99131034

Antonius Bagus Budi K G99131019

Annisa Budiastuti G99131017

Pembimbing

dr. Rochasih Mudjajanti, Sp.M

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT MATA

FAKULTAS KEDOKTERAN UNS/RSUD DR. MOEWARDI

SURAKARTA

2014

Page 2: presentasi kasus konjungtivitis bakteri

BAB I

PENDAHULUAN

Peradangan konjungtiva disebut konjungtivitis. Selain memberikan keluhan

yang khas pada anamnesis seperti gatal, pedih, seperti ada pasir, rasa panas juga

memberi gejala yang khas di konjungtiva, dan sekret. Jika meluas ke kornea timbul

silau dan ada air mata nrocos (epifora). Gejala objektif paling ringan adalah hiperemi

dan berair sampai berat dengan pembengkakan bahkan nekrosis. Bangunan yang

sering tampak khas lainnnya adalah folikel, flikten dan sebagainya1,2.

Insidensi konjungtivitis di Indonesia berkisar antara 2-75%. Data perkiraan

jumlah penderita penyakit mata di Indonesia 10% dari seluruh golongan umur

penduduk per tahun dan pernah menderita konjungtivitis. Data lain menunjukkan

bahwa dari 10 penyakit mata utama, konjungtivitis menduduki tempat kedua (9,7%)

setelah kelainan refraksi (25,35%)3.

Konjungtivitis dibedakan bentuk akut dan kronis. Konjungtivitis dapat

disebabkan oleh bakteri, virus, klamidia, alergi atau imunologik, jamur, parasit, kimia

atau iritatif, etiologi yang tidak diketahui, bersama penyakit sistemik1,3.

1

Page 3: presentasi kasus konjungtivitis bakteri

BAB II

STATUS PASIEN

I. IDENTITAS

Nama : Ny. TM

Umur : 41 tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Islam

Pekerjaan : Pedagang

Alamat : Jebres, Surakarta

Tanggal periksa : 23 Juli 2014

No. RM : 01-25-58-99

Cara Pembayaran : BPJS Kesehatan

II. ANAMNESIS

A. Keluhan utama : Kedua mata merah, berair dan keluar blobok

B. Riwayat Penyakit Sekarang :

Pasien mengeluh kedua mata merah sejak 1 minggu SMRS. Mata merah

disertai nrocos, gatal, dan nyeri. Pasien tidak mengeluhkan pandangan kabur

dan silau, namun mengeluh agak kesulitan untuk membuka mata pada pagi hari

karena lengket terkena blobok. Pasien belum berobat ataupun menggunakan

obat-obatan untuk mengurangi keluhannya.

C. Riwayat Penyakit Dahulu

Riwayat sakit serupa : disangkal

Riwayat kencing manis : disangkal

Riwayat hipertensi : disangkal

Riwayat trauma : disangkal

2

Page 4: presentasi kasus konjungtivitis bakteri

Riwayat mata merah : disangkal

Riwayat operasi mata : disangkal

Riwayat infeksi / iritasi mata : disangkal

D. Riwayat Penyakit Keluarga

Riwayat Hipertensi : disangkal

Rriwayat Kencing manis : disangkal

Riwayat benjolan di mata : disangkal

Riwayat infeksi / iritasi mata : disangkal

E. Kesimpulan

Anamnesis

OD OS

Proses Inflamasi Inflamasi

Lokalisasi Konjungtiva Konjungtiva

Sebab Belum diketahui Belum diketahui

Perjalanan Akut Akut

Komplikasi - -

III. PEMERIKSAAN FISIK

A. Kesan umum

Keadaan umum baik E4V5M6, gizi kesan cukup

T = 120/80 mmHg N = 82x/menit RR = 18x/menit S= 36,50C

B. Pemeriksaan subyektif OD OS

Visus sentralis jauh 6/6 6/6

Pinhole tidak dilakukan tidak dilakukan

Refraksi non refraksi non refraksi

3

Page 5: presentasi kasus konjungtivitis bakteri

Visus Perifer

Konfrontasi test tidak dilakukan tidak dilakukan

C. Pemeriksaan Obyektif

1. Sekitar mata

Tanda radang tidak ada tidak ada

Luka tidak ada tidak ada

Parut tidak ada tidak ada

Kelainan warna tidak ada tidak ada

Kelainan bentuk tidak ada tidak ada

2. Supercilium

Warna hitam hitam

Tumbuhnya normal normal

Kulit sawo matang sawo matang

Geraknya dalam batas normal dalam batas normal

3. Pasangan Bola Mata dalam Orbita

Heteroforia tidak ada tidak ada

Strabismus tidak ada tidak ada

Pseudostrabismus tidak ada tidak ada

Exophtalmus tidak ada tidak ada

Enophtalmus tidak ada tidak ada

Anopthalmus tidak ada tidak ada

4. Ukuran bola mata

Mikrophtalmus tidak ada tidak ada

Makrophtalmus tidak ada tidak ada

Ptisis bulbi tidak ada tidak ada

Atrofi bulbi tidak ada tidak ada

Buftalmus tidak ada tidak ada

4

Page 6: presentasi kasus konjungtivitis bakteri

Megalokornea tidak ada tidak ada

5. Gerakan Bola Mata

Temporal superior dalam batas normal dalam batas normal

Temporal inferior dalam batas normal dalam batas normal

Temporal dalam batas normal dalam batas normal

Nasal dalam batas normal dalam batas normal

Nasal superior dalam batas normal dalam batas normal

Nasal inferior dalam batas normal dalam batas normal

6. Kelopak Mata

Gerakannya dalam batas normal dalam batas normal

Lebar rima 10 mm 10 mm

Blefarokalasis tidak ada tidak ada

Tepi kelopak mata

Oedem ada tidak ada

Margo intermarginalis tidak ada tidak ada

Hiperemis ada tidak ada

Entropion tidak ada tidak ada

Ekstropion tidak ada tidak ada

7. Sekitar saccus lakrimalis

Oedem tidak ada tidak ada

Hiperemis tidak ada tidak ada

8. Sekitar Glandula lakrimalis

Odem tidak ada tidak ada

Hiperemis tidak ada tidak ada

9. Tekanan Intra Okuler

Palpasi kesan normal kesan normal

Tonometer Schiotz tidak dilakukan tidak dilakukan

5

Page 7: presentasi kasus konjungtivitis bakteri

10. Konjungtiva

Konjungtiva palpebra

Oedem tidak ada tidak ada

Hiperemis ada ada

Sikatrik tidak ada tidak ada

Konjungtiva Fornix

Oedem tidak ada tidak ada

Hiperemis ada ada

Sikatrik tidak ada tidak ada

Konjungtiva Bulbi

Pterigium tidak ada tidak ada

Oedem tidak ada tidak ada

Hiperemis ada ada

Sikatrik tidak ada tidak ada

Injeksi konjungtiva ada ada

Caruncula dan Plika Semilunaris

Oedem tidak ada tidak ada

Hiperemis tidak ada tidak ada

Sikatrik tidak ada tidak ada

11. Sklera

Warna hiperemis hiperemis

Penonjolan tidak ada tidak ada

12. Kornea

Ukuran 12 mm 12 mm

Limbus jernih jernih

Permukaan rata, mengkilat rata, mengkilat

Sensibilitas normal normal

Keratoskop (Placido) tidak dilakukan tidak dilakukan

Fluoresin Test tidak dilakukan tidak dilakukan

6

Page 8: presentasi kasus konjungtivitis bakteri

Arcus senilis (-) (-)

13. Kamera Okuli Anterior

Isi jernih jernih

Kedalaman dalam dalam

14. Iris

Warna coklat coklat

Gambaran spongious spongious

Bentuk bulat bulat

Sinekia Anterior tidak ada tidak ada

15. Pupil

Ukuran 3 mm 3 mm

Bentuk bulat bulat

Tempat sentral sentral

Reflek direk (+) (+)

Reflek indirek (+) (+)

Reflek konvergensi baik baik

16. Lensa

Ada/tidak ada ada

Kejernihan jernih jernih

Letak sentral sentral

Shadow test tidak dilakukan tidak dilakukan

17. Corpus vitreum

Kejernihan tidak dilakukan tidak dilakukan

IV. KESIMPULAN PEMERIKSAAN

OD OS

Visus Sentralis Jauh 6/6 6/6

Pinhole tidak dilakukan tidak dilakukan

Sekitar mata dalam batas normal dalam batas normal

7

Page 9: presentasi kasus konjungtivitis bakteri

Supercilium dalam batas normal dalam batas normal

Pasangan bola mata dalam

orbita

dalam batas normal dalam batas normal

Ukuran bola mata dalam batas normal dalam batas normal

Gerakan bola mata dalam batas normal dalam batas normal

Kelopak mata Oedem Oedem

Sekitar saccus lakrimalis dalam batas normal dalam batas normal

Sekitar glandula lakrimalis dalam batas normal dalam batas normal

Tekanan Intra Okuler kesan normal kesan normal

Konjunctiva bulbi Hiperemis Hiperemis

Sklera Hiperemis Hiperemis

Kornea dalam batas normal dalam batas normal

Camera oculi anterior dalam batas normal dalam batas normal

Iris dalam batas normal dalam batas normal

Pupil dalam batas normal dalam batas normal

Lensa dalam batas normal dalam batas normal

Corpus vitreum tidak dilakukan tidak dilakukan

VII. GAMBAR

Gambar 1. Okuler Dextra-Sinistra

8

Page 10: presentasi kasus konjungtivitis bakteri

Gambar 2. Okuli Dextra

Gambar 3. Okuli Sinistra

9

Page 11: presentasi kasus konjungtivitis bakteri

VIII. DIAGNOSIS BANDING

1. Konjungtivitis bakteri

2. Konjungtivitis viral

3. Skleritis

4. Episkleritis

IX. DIAGNOSIS

ODS konjungtivitis bakteri

X. TERAPI

Gentamycin ED 6 dd gtt I ODS

Cendo lyteers 4 dd gtt II ODS

XI. PROGNOSIS

OD OS

Ad vitam bonam bonam

Ad sanam bonam bonam

Ad kosmetikum bonam bonam

Ad fungsionam bonam bonam

10

Page 12: presentasi kasus konjungtivitis bakteri

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

1. Definisi

Konjungtivitis lebih dikenal sebagai pink eye, yaitu adanya inflamasi pada

konjungtiva atau peradangan pada konjungtiva, selaput bening yang menutupi

bagian berwarna putih pada mata dan permukaan bagian dalam kelopak mata.

Konjungtivitis terkadang dapat ditandai dengan mata berwarna sangat merah dan

menyebar begitu cepat dan biasanya menyebabkan mata rusak. Beberapa jenis

Konjungtivitis dapat hilang dengan sendiri, tapi ada juga yang memerlukan

pengobatan.

Konjungtivitis dapat mengenai pada usia bayi maupun dewasa.

Konjungtivitis pada bayi baru lahir, bisa mendapatkan infeksi gonokokus pada

konjungtiva dari ibunya ketika melewati jalan lahir. Karena itu setiap bayi baru

lahir mendapatkan tetes mata (biasanya perak nitrat, povidin iodin) atau salep

antibiotik (misalnya eritromisin) untuk membunuh bakteri yang bisa menyebabkan

konjungtivitis gonokokal. Pada usia dewasa bisa mendapatkan konjungtivitis

melalui hubungan seksual (misalnya jika cairan semen yang terinfeksi masuk ke

dalam mata). Biasanya konjungtivitis hanya menyerang satu mata. Dalam waktu

12 sampai 48 jam setelah infeksi mulai, mata menjadi merah dan nyeri. Jika tidak

diobati bisa terbentuk ulkus kornea, abses, perforasi mata bahkan kebutaan. Untuk

mengatasi konjungtivitis gonokokal bisa diberikan tablet, suntikan maupun tetes

mata yang mengandung antibiotik1.

2. Anatomi Konjungtiva

Konjungtiva merupakan membran mukosa tipis yang membatasi permukaan

dalam dari kelopak mata dan melipat ke belakang membungkus permukaan depan

dari bola mata, kecuali bagian jernih di tengah-tengah mata (kornea). Membran ini

11

Page 13: presentasi kasus konjungtivitis bakteri

berisi banyak pembuluh darah dan berubah merah saat terjadi inflamasi.

Konjungtiva terdiri dari tiga bagian:

1. Konjungtiva palpebralis (menutupi permukaan posterior dari palpebra).

2. Konjungtiva bulbaris (menutupi sebagian permukaan anterior bola mata).

3. Forniks (bagian transisi yang membentuk hubungan antara bagian posterior

palpebra dan bola mata).

Meskipun konjungtiva agak tebal, konjungtiva bulbar sangat tipis.

Konjungtiva bulbar juga bersifat dapat digerakkan, mudah melipat ke belakang

dan ke depan. Pembuluh darah dengan mudah dapat dilihat di bawahnya. Di dalam

konjungtiva bulbar terdapat sel goblet yang mensekresi musin, suatu komponen

penting lapisan air mata pre-kornea yang memproteksi dan memberi nutrisi bagi

kornea.

3. Tanda Konjungtivitis2

Gejala penting konjungtivitis adalah sensasi benda asing, yaitu tergores atau

panas, sensasi penuh di sekitar mata, gatal dan fotofobia. Tanda penting

konjungtivitis adalah hiperemia, epifora, eksudasi, pseudoptosis, hipertrofi

papiler, kemosis (edem stroma konjungtiva), folikel (hipertrofi lapis limfoid

stroma), pseudomembranosa dan membran, granuloma, dan adenopati

preaurikuler.

4. Klasifikasi konjuntivitis

A. Konjungtivitis bakteri

Konjungtivitis bakteri akut disebabkan oleh streptococcus,

Corynebacterium diphtherica, pseudomonas, neisseria dan haemophilus.

Gambaran klinis berupa konjungtivitis mukopurulen dan purulen. Pada

kasus akut dapat juga menjadi kronis. Konjungtivitis bakteri ditandai

hiperemi konjungtiva, edema kelopak, papil dan kornea yang jernih.

12

Page 14: presentasi kasus konjungtivitis bakteri

Pada konjungtivitis yang disebabkan gonorrea, infeksi yang terjadi lebih

berat, radang konjungtiva lebih berat dan disertai sekret purulen. Pada

neonatus infeksi terjadi saat berada pada jalan lahir, ditularkan oleh ibu yang

menderita penyakit GO. Pada orang dewasa penularan melalui hubungan

seksual.

Terapi spesifik terhadap konjungtivitis bakteri tergantung dari temuan

agen mikrobiologisnya. Sambil menunggu hasil laboratorium, dapat

diberikan antibiotik topikal. Setelah hasil laboratorium diperoleh, dapat

diberikan terapi sistemik3.

B. Konjungtivitis virus

1. Demam faringokonjungtival

Demam faringokonjungtival ditandai oleh demam 38,3-400C, sakit

tenggorokan dan konjungtivitis folikuler pada satu atau dua mata.

Folikuler sering pada kedua konjungtiva dan mukosa faring. Mata merah

dan berair sering terjadi. Limfadenopati preaurikuler yang tidak nyeri

tekan khas ditemukan pada demam faringokonjungtival4.

Penyakit ini berjalan akut dengan gejala hiperemi konjungtiva,

folikel konjungtiva, sekret serous, fotofobia, kelopak bengkak dengan

pseudomembran5,6.

Pengobatan spesifik tidak diperlukan karena dapat sembuh sendiri.

Biasanya hanya diberi antibiotik dan terapi simtomatik3.

2. Keratokonjungtivitis epidemi

Penyakit ini disebabkan oleh adenovirus 8 dan 19. Menyerang pada

kedua mata. Tahap awal infeksi pasien merasa nyeri sedang dan

mengeluarkan air mata diikuti 5-14 hari kemudian merasa fotofobia,

keratitis epitel dan kekeruhan sub epitel. Pada penyakit ini khas ditemukan

nodus preaurikuler yang nyeri tekan. Fase akut ditandai edema palpebra,

13

Page 15: presentasi kasus konjungtivitis bakteri

kemosis dan hiperemi konjungtiva. Dapat juga terbentuk pseudomembran

dan diikuti simblefaron2,3.

Konjungtivitis epidemi berlangsung paling lama 3-4 minggu.

Kekeruhan kornea ditemukan ditengah kornea dan menetap berbulan-

bulan namun dapat sembuh sempurna. Pada orang dewasa terbatas di luar

mata. Namun pada anak-anak dapat ditemukan gejala infeksi seperti

demam, diare, otitis media7.

Terapi spesifik belum ada, namun dapat dikompres untuk

mengurangi gejala. Kortikosteroid sebaiknya dihindari. Antibiotik

diberikan hanya bila terjadi infeksi sekunder8,9.

3. Konjungtivitis virus herpes simpleks

Biasanya dijumpai pada anak-anak. Ditandai hiperemi, iritasi, sekret

mukoid, nyeri dan fotofobia ringan. Pada kornea tampak lesi epitelial yang

membentuk ulkus yang bercabang banyak (dendritik). Vesikel herpes

muncul pada palpebra dan disertai oedema yang berat. Nodus preaurikuler

nyeri bila ditekan. Diagnosis pasti dengan ditemukannya sel raksasa pada

pengecatan Giemsa, kultur virus dan sel inklusi intranuklear10.

Pengobatan yang sesuai dengan kompres dingin. Pengobatan saat ini

yang biasa diberikan adalah asiklovir 400 mg/hari selama 5 hari. Steroid

sebaiknya dihindari karena memperburuk infeksi herpes1,2.

C. Konjungtivitis Chlamydia3

Konjungtivitis chlamydia juga disebut trakoma, disebabkan oleh

Chlamydia trakomatis. Dapat menyerang segala umur tapi biasanya pada anak

muda dan anak-anak. Cara penularan melalui kontak langsung dengan

penderita. Inkubasinya berkisar selama 5-14 hari.

Pada pewarnaan giemsa terlihat sel polimorfonukleat, tetapi juga dapat

ditemukan sel plasma, sel leber dan sel folikel (limfoblas). Sel leber dapat

14

Page 16: presentasi kasus konjungtivitis bakteri

menyokong diagnosa trakoma, tetapi sel limfoblas adalah tanda diagnosa yang

penting bagi trakoma.

Pasien biasanya mengeluhkan fotofobia, mata gatal dan berair. Penyakit

ini mempunyai 4 stadium4,5:

1. Stadium insipien

Terdapat hipertrofi dengan folikel kecil-kecil pada konjungtiva palpebra

superior, yang memperlihatkan penebalan dan kongesti pembuluh darah

konjungtiva. Sekret jernih dan sedikit bila tidak ada infeksi sekunder.

Kelainan kornea jarang didapatkan.

2. Stadium established

Terdapat hipertrofi papiler dan folikel yang matang dan besar pada

konjungtiva palpebra superior. Dapat ditemukan pannus konjungtiva

(pembuluh darah yang terletak di daerah limbus atas dengan infiltrat)

yang jelas. Terdapat hipertrofi papil yang berat seolah-olah mengalahkan

gambaran folikel pada konjungtiva superior.

3. Stadium parut

Terdapat parut pada konjungtiva palpebra superior yang terlihat sebagai

garis putih halus sejajar margo palpebra. Parut pada limbus kornea

disebut lengkungan herbert. Gambaran papil mulai berkurang.

4. Stadium sembuh

Pembentukan parut sempurna pada konjungtiva palpebra superior

sehingga menyebabkan perubahan bentuk tarsus yang dapat

mengakibatkan enteropion dan trikiasis.

Pengobatan trakoma adalah dengan tetrasiklin salep mata, 2-4 kali sehari

selama 3-4 minggu. Pencegahan dilakukan dengan vaksinasi dan menjaga

higienie3.

15

Page 17: presentasi kasus konjungtivitis bakteri

D. Konjungtivitis Alergi

1. Konjungtivitis vernalis

Disebabkan oleh reaksi hipersensitivitas tipe I yang mengenai kedua

mata dan bersifat rekuren. Pada kedua mata ditemukan papil besar dengan

permukaan rata pada konjungtiva palpebra, rasa gatal yang berat, sekret

gelatin berisi eosinofil, pada kornea terdapat keratitis, neovaskularisasi

dan tukak indolen. Pada tipe limbal terdapat benjolan pada daerah limbus

dan bercak Horner Trantas berwarna keputihan yang terdapat di dalam

benjolan6.

Penyakit ini mengenai pada usia muda dan insidensi pada laki-laki

sama dengan perempuan. Dua bentuk utama berupa:

Bentuk Palpebra

Terutama mengenai konjungtiva palpebra superior. Terdapat

pertumbuhan papil yang besar (Cobble stone) yang diliputi sekret mukoid.

Konjungtiva palpebra inferior edema dan hiperemi, kelainan kornea lebih

berat dari bentuk limbal. Papil tampak sebagai tonjolan bersegi banyak

dengan permukaan yang rata dengan kapiler ditengahnya7,8.

Bentuk Limbal

Hipertrofi papil pada limbus superior dapat membentuk jaringan

hiperplastik gelatin, dengan Trantas dot yang merupakan degenerasi epitel

kornea atau oesinofil pada bagian epitel limbus kornea, terbentuk pannus

dengan sedikit eosinofil9.

Penyakit ini biasanya sembuh sendiri tanpa diobati. Dapat diberi

kompres dingin, natrium bikarbonat dan vasokonstriktor. Bila terdapat

tukak kornea dapat diberi antibiotik untuk mencegah infeksi sdekunder

disertai siklopegik3,10.

2. Konjungtivitis flikten1

Merupakan konjungtivitis nodular yang disebabkan reaksi alergi tipe

IV terhadap tuberkuloprotein, stafilokokus, limfogranuloma venerea,

16

Page 18: presentasi kasus konjungtivitis bakteri

leismaniasis, infeksi parasit. Terdapat kumpulan sel leukosit netrofil

dikelilingi sel limfosit, makrofag, dan kadang sel datia berinti banyak.

Flikten merupakan infiltrasi seluler subepitel yang terutama terdiri atas sel

limfosit.

Biasanya terlihat unilateral dan kadang mengenai kedua mata. Di

konjungtiva terlihat sebagai bintik putih dikelilingi daerah hiperemi.

Gejalanya adalah mata berair, iritasi dengan rasa sakit, fotofobia ringan

hingga berat. Bila kornea ikut terkena akan terjadi silau dan

blefarospasme.

Penyakit ini dapat sembuh dalam 2 minggu dan dapat kambuh, dan

bila terkena kornea keadaan akan lebih berat. Pengobatannya adalah

steroid topikal dan midriatik bila ada penyulit.

E. Konjungtivitis kimia atau iritan

Asap, asam, alkali, angin dan hampir semua substansi iritan yang

masuk ke saccus konjungtiva dapat menimbulkan konjungtivitis. Beberapa

iritan umum adalah pupuk, sabun, deodoran, spray rambut, berbagai asam dan

alkali. Di daerah tertentu, asap dan kabut dapat menyebabkan konjungtivitis

ringan2,3.

Pada luka karena asam, asam mengubah sifat protein jaringan dan

berefek langsung. Alkali tidak mengubah sifat protein dan cenderung cepat

menyusup dan menetap dalam jaringan konjungtiva, merusak selama berjam-

jam atau berhari-hari. Perlekatan konjungtiva bulbi dan palpebra dan leukoma

kornea lebih besar terjadi bila penyebabnya alkali. Gejala utamanya adalah

rasa sakit, pelebaran pembuluh darah, fotofobia dan blefarospasme4.

Pembilasan segera dan menyeluruh pada saccus konjungtiva dengan air atau

larutan fisiologis. Dapat juga diberi kompres dingin selama 20 menit setiap

jam, atropin 2 kali sehari,bila perlu beri analgetik sistemik. Parut kornea

mungkin memerlukan transpalantasi kornea, simblefaron memerlukan bedah

17

Page 19: presentasi kasus konjungtivitis bakteri

plastik. Luka bakar berat pada konjungtiva dan kornea prognosis buruk

meskipun di bedah. Namun bila ditangani segera prognosisnya lebih baik5-7.

F. Konjungtivitis hemoragik akut

          Merupakan penyakit konjungtivitis disertai dengan perdarahan konjungtiva.

Penyakit ini pertama kali ditemukan di Ghana, Afrika pada tahun 1969 yang menjadi

pandemik. Disebabkan oleh golongan enterovirus-70 dari golongan pikornavirus

RNA. Disebabkan oleh golongan enterovirus-70 dari golongan pikornavirus RNA

dan virus coxsackie A24.

          Masa inkubasi 24-48 jam dan gejala klinis mulai timbul setelah 5-7 hari

terinfeksi, dengan tanda-tanda kedua mata iritatif, seperti kelilipan, dan sakit

periorbita. Edema kelopak, kemosis konjungtiva, sekret seromukous, fotofobia

disertai lakrimasi. Biasanya mengenai mata bilateral.

          Terdapat gejala akut dimana ditemukan adanya konjungtiva folikuler ringan,

sakit periorbita, keratitis, adenopati preurikel, dan yang terpenting adanya perdarahan

subkonjungtiva yang dimulai dengan petekia. Pada tarsus konjungtiva terdapat

hipertrofi folikular dan keratitis epitelial yang berkurang spontan dala 3-4 hari.

Tanda dan gejala pada penyakit ini yaitu adanya nyeri pada mata, fotofobia,

sensasi benda asing, keluarnya air mata berlebih, hiperemia, edema palpebra, dan

perdarahan subkonjungtival. Perdarahan subkonjungtival tersebut biasanya menyebar,

namun perlahan mulai terlihat dari konjungtiva bulbar atas dan menyebar hingga ke

bawah. Selain itu, demam, malaise, myalgia, folikel konjungtiva, limfadenopati

preaurikular, dan keratitis epitelial dapat juga ditemukan pada penyakit ini.

Pemeriksaan fisik dapat dilakukan dengan menemukan gejala dan tanda pada

pasien. Sedangkan, pemeriksaan laboratorium yang dapat dilakukan yaitu:

1. PCR, untuk menemukan DNA atau RNA dari virus patogen

2. Molecular serotyping, merupakan metode identifikasi virus yang lebih cepat

daripada kultur

3. Pemeriksaan sensitivitas terhadap antibiotik

18

Page 20: presentasi kasus konjungtivitis bakteri

4. Pemeriksaan histologis, dapat ditemukan adanya sel mononuklear, eksudat

interselular, dan adanya perdarahan pada subkonjungtiva

5. Belum ada terapi spesifik untuk menangani penyakit ini, karena

penyembuhannya biasanya berlangsung selama 5-7 hari. Perlu untuk menjaga

kebersihan diri dan edukasi terhadap penularan penyakit ini. Selain itu, perlu

untuk menghindari kontak langsung dengan pasien.

Penyakit ini sembuh sendiri sehingga pengobatan hanya simptomatik.

Pengobatan antibiotik spektrum luas, sulfametamid dapat dipergunakan untuk

mencegah infeksi sekunder. Pencegahan adalah dengan mengatur kebersihan untuk

mencegah penularan.

Penularannya terjadi melalui kontak langsung, air, dan peralatan yang

terkontaminasi. Beberapa negara yang menjadi endemi penyakit ini yaitu India,

Ghana, Thailand, Pakistan, Cina, Jepang, Taiwan, dan Brazil. Penyakit ini lebih

banyak terdapat pada negara-negara berkembang. Usia anak-anak (10-14 tahun)

merupakan usia dengan prevalensi konjungtivitis hemoragik akut terbanyak.

19

Page 21: presentasi kasus konjungtivitis bakteri

BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan oftalmologi, pasien didiagnosa

dengan konjungtivitis bakteri.

B. Saran

Hendaknya pasien menghapus air mata dengan bahan yang bersih.

Menghindari memegang mata yang sakit dengan tangan atau bahan yang tidak

bersih, dan mencuci tangan setelah memegang mata.

Hendaknya mata yang sakit ditutup sementara waktu untuk menghindari

kontaminasi dari lingkungan luar.

DAFTAR PUSTAKA

1. Ventocilla M. 2012. Allergic conjunctivitis.

http://emedicine.medscape.com/article/1191467-overview

2. Vaughan D, Asbury T, Riordan P. 2007. Ocular and orbital trauma. Dalam:

General Ophthalmology, Chapter 19. 17th ed. McGraw Hill Company: USA

20

Page 22: presentasi kasus konjungtivitis bakteri

3. Ilyas S, Sukardi I, Harmani B, Sudiro SH, Gondowiardjo TD. 2000. Prosedur

Diagnostik dan Penatalaksanaan Pengobatan di Sub Bagian Kornea, Lensa, dan

Bedah Refraktif. Jakarta: Bagian Ilmu Penyakit Mata FKUI. p23-31

4. Ilyas, S, Mailangkay HHB, Taim H, Saman R, Simarwata M., Widodo PS (eds).

2010. Ilmu penyakit mata untuk dokter umum dan mahasiswa kedokteran.

Jakarta: Sagung Seto

5. Kanski JJ. Clinical Ophtalmology. 4th ed. Oxford: Butterworth-Heinemann; 1999.

Halaman 657-9

6. Subconjungtiva Bleeding. Diunduh dari www.emedicine.com. Diakses Maret

2014

7. Al-Ghozi M. 2002. Konjungtivitis, dalam Buku ajar oftalmologi. Yogyakarta:

FKUMY; pp: 54-9

8. Mc Kinley Health Center. 2006. Conjunctivitis. http://www.mckinley.vive.edu

9. Hall A, Shilio B. 2005. Vernal keratoconjunctivitis. Community Eye Health; pp:

18(53): 76-78

10. Scott IU. 2013. Viral conjunctivitis.

http://emedicine.medscape.com/article/1191370-overview

21