13
PEMANFAATAN PESISIR DAN LAUT UNTUK KEGIATAN BUDIDAYA PERIKANAN BERBASIS EKOSISTEM DAN MASYARAKAT Oleh : Indra Gumay Yudha, M.Si * ) ABSTRAK The Indonesian coastal zone has a large amount of potential resources to improve fisheries culture; nevertheless they have a lower and inequality in exploitation rate. It was over exploited in some places, but the others were underexploited. Many of fisheries husbandry methods have own characteristic that was different between one and the others. Environmental factors had influenced them, so every place wasn’t became a culture area. The other factors were government’s policies, technology in aquaculture, human resources and capital. The fisheries aquaculture based on ecosystem and community models could be applied to minimize limiting factors. Furthermore, it was expected to improve sustainability aquaculture which has many indicators like economical efficiency, social equality and ecological sustainability. Kata kunci: potensi budidaya, model pengembangan berbasis ekosisitem dan masyarakat I. PENDAHULUAN Sebagai negara kepulauan yang terdiri dari 17.508 pulau dengan panjang pantai sekitar 81.000 km dan luas laut mencapai 5,8 juta km 2 , Indonesia memiliki potensi sumberdaya hayati pesisir dan laut yang sangat besar. Namun hingga saat ini, pemanfaatan sumberdaya hayati maupun jasa-jasa lingkungan di kawasan tersebut masih relatif rendah. Kegiatan perikanan tangkap sebagian besar masih bersifat artisanal yang dicirikan dari keragaan alat tangkap dan armada penangkapan ikan skala kecil. Budidaya perikanan air payau masih didominasi oleh budidaya udang windu (tambak) yang dilakukan secara tradisional. Budidaya laut (mariculture) yang telah berkembang dengan baik adalah rumput laut dankerang hijau, namun masih diusahakan dalam jumlah tang relatif kecil; sedangkan untuk ikan-ikan ekonomis tinggi, seperti ikan kerapu, kakap merah, kakap putih, masih dalam tahap awal mulai dikembangkan. Demikian juga halnya dengan budidaya mutiara yang teknologinya masih dikuasai investor asing (Jepang). Kegiatan perikanan tersebut, terutama perikanan tangkap dan budidaya

Pesisir Dan Laut Utk Budidaya Perikanan Berbasis Ekosistem Dan Masyarakat Oleh Indra Gumay Yudha

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Pesisir Dan Laut Utk Budidaya Perikanan Berbasis Ekosistem Dan Masyarakat Oleh Indra Gumay Yudha

PEMANFAATAN PESISIR DAN LAUT UNTUK KEGIATAN BUDIDAYA PERIKANAN BERBASIS EKOSISTEM DAN MASYARAKAT

Oleh : Indra Gumay Yudha, M.Si *)

ABSTRAK

The Indonesian coastal zone has a large amount of potential resources to improve

fisheries culture; nevertheless they have a lower and inequality in exploitation rate. It was over exploited in some places, but the others were underexploited. Many of fisheries husbandry methods have own characteristic that was different between one and the others. Environmental factors had influenced them, so every place wasn’t became a culture area. The other factors were government’s policies, technology in aquaculture, human resources and capital.

The fisheries aquaculture based on ecosystem and community models could be applied to minimize limiting factors. Furthermore, it was expected to improve sustainability aquaculture which has many indicators like economical efficiency, social equality and ecological sustainability.

Kata kunci: potensi budidaya, model pengembangan berbasis ekosisitem dan

masyarakat

I. PENDAHULUAN

Sebagai negara kepulauan yang terdiri dari 17.508 pulau dengan panjang pantai

sekitar 81.000 km dan luas laut mencapai 5,8 juta km2, Indonesia memiliki potensi

sumberdaya hayati pesisir dan laut yang sangat besar. Namun hingga saat ini,

pemanfaatan sumberdaya hayati maupun jasa-jasa lingkungan di kawasan tersebut masih

relatif rendah.

Kegiatan perikanan tangkap sebagian besar masih bersifat artisanal yang dicirikan

dari keragaan alat tangkap dan armada penangkapan ikan skala kecil. Budidaya

perikanan air payau masih didominasi oleh budidaya udang windu (tambak) yang

dilakukan secara tradisional. Budidaya laut (mariculture) yang telah berkembang

dengan baik adalah rumput laut dankerang hijau, namun masih diusahakan dalam jumlah

tang relatif kecil; sedangkan untuk ikan-ikan ekonomis tinggi, seperti ikan kerapu,

kakap merah, kakap putih, masih dalam tahap awal mulai dikembangkan. Demikian

juga halnya dengan budidaya mutiara yang teknologinya masih dikuasai investor asing

(Jepang). Kegiatan perikanan tersebut, terutama perikanan tangkap dan budidaya

Page 2: Pesisir Dan Laut Utk Budidaya Perikanan Berbasis Ekosistem Dan Masyarakat Oleh Indra Gumay Yudha

tambak, menunjukkan penyebaran yang tidak merata, sehingga di suatu daerah

(propinsi) dapat mengalami overexploited sedangkan di daerah lainnya justru terjadi

underexploited.

Sejak Indonesia dilanda krisis moneter pada tahun 1997, sektor perikanan justru

menunjukkan keunggulannya bila dibandingkan dengan sektor usaha lainnya. Bahkan

akibat perubahan nilai tukar rupiah terhadap US dollar beberapa sektor perikanan sempat

menikmati peningkatan pendapatan. Jika dilihat dari kenyataan bahwa potensi wilayah

pesisir dan laut masih luas, sedangkan pemanfaatannya relatif rendah, maka masih

terbuka peluang yang cukup besar untuk pengembangan usaha perikanan.

2. POTENSI BUDIDAYA PERIKANAN DI WILAYAH PESISIR DAN LAUT

A. Potensi Budidaya Air Payau

Budidaya tambak merupakan kegiatan budidaya air payau yang paling banyak

dilakukan di Indonesia. Jenis-jenis sumber daya perikanan yang dibudidayakan antara

lain udang windu, udang putih, ataupun ikan bandeng. Dari ketiga komoditi tersebut,

udang windu merupakan primadona yang dibudidayakan di air payau dan menjadi

komoditi ekspor unggulan di sektor perikanan.

Menurut Widigdo (2000), kegiatan tambak udang secara tradisional banyak

dilakukan di lahan mangrove yang memiliki tekstur tanah liat dan kedap air. Selain itu,

kawasan mangrove juga memiliki keunggulan dalam hal kesuburan tanah, sehingga

banyak mengandung pakan alami yang dibutuhkan untuk budidaya udang. Oleh karena

itu perkembangan tambak di negara-negara produsen udang, seperti Taiwan, Cina,

Thailand dan Indonesia selalu diarahkan ke lahan mangrove atau lahan pertanian lainnya

yang masih terjangkau air laut.

Berdasarkan pertimbangan panjang garis pantai dan luasan kawasan mangrove

yang ada dikurangi sekitar 50% (sebagai kawasan penyangga), maka menurut perkiraan

Ditjen Perikanan (1997) kawasan pantai Indonesia memiliki potensi pengembangan

tambak seluas 866.550 ha (Tabel 1). Potensi tersebut juga masih dengan pertimbangan

pengembangan tambak secara tradisional. Namun bila menerapkan teknologi maju,

Indra Gumay Yudha : Pemanfaatan Pesisir dan Laut untuk Kegiatan Budidaya Perikanan Berbasis Ekosistem dan Masyarakat

2

Page 3: Pesisir Dan Laut Utk Budidaya Perikanan Berbasis Ekosistem Dan Masyarakat Oleh Indra Gumay Yudha

maka potensi tersebut dapat menjadi lebih besar lagi mengingat lahan marjinal yang

berpasir maupun bergambut dapat dimanfaatkan untuk tambak.

Hingga tahun 1996 potensi budidaya air payau di Indonesia baru dimanfaatkan

sebesar 39,8% atau sekitar 344.759 ha (Ditjen Perikanan, 1997) dengan tingkat

pemanfaatan lahan di beberapa tempat sangat tidak sesuai dengan tingkat potensi

daerahnya (Tabel 1). D.I. Aceh (sekarang NAD), Lampung, Jawa Tengah, Jawa Timur,

Sulawesi Selatan dan Sulawesi Tengah telah menunjuk-kan gejala overexploited lahan,

sedangkan di daerah lainnya masih dalam kategori sedang bahkan cenderung

underexploited .

Sejarah perkembangan pertambakan telah membuktikan bahwa tambak di lahan

mangrove atau tanah liat lainnya tidak menjanjikan kelestarian produksi. Penelitian

Chen dari Taiwan menunjukkan bahwa lumpur organik yang merupakan campuran dari

sisa pakan dan kotoran udang dengan partikel tanah berkontribusi besar pada kegagalan

tambak udang intensif di Taiwan pada tahun 1987. Kegagalan budidaya udang di

Indonesia yang terjadi sejak tahun 1990-an hingga sekarang erat kaitannya dengan

kerusakan lingkungan dan kerusakan lahan tambak akibat intensifikasi yang tidak

terkontrol (Widigdo, 2000).

Selain pencemaran bahan-bahan organik, ternyata tambak juga berpotensi sebagai

sumber pencemar limbah kimia yang digunakan dalam kegiatan budidaya, baik sebagai

desinfektan maupun obat-obatan ke lingkungan perairan. Adakalanya petambak

menggunakan berbagai jenis pestisida (antara lain yang berbahan aktif endosulfan,

seperti: Endosulfan, Thiodan atau Akodan) yang dikenal memiliki daya racun yang kuat

terhadap biota dan dilarang keras digunakan di lingkungan perairan. Demikian juga

halnya dengan penggunaan berbagai jenis antibiotika di tambak akan berpotensi

menyebabkan kematian mikroba pengurai yang sebenarnya sangat dibutuhkan dalam

proses peruraian bahan organik di lingkungan.

Indra Gumay Yudha : Pemanfaatan Pesisir dan Laut untuk Kegiatan Budidaya Perikanan Berbasis Ekosistem dan Masyarakat

3

Page 4: Pesisir Dan Laut Utk Budidaya Perikanan Berbasis Ekosistem Dan Masyarakat Oleh Indra Gumay Yudha

Tabel 1. Potensi, Luas Tambak dan Tingkat Pemanfaatannya pada Tahun 1996

No. Propinsi Potensi (ha) Luas Tambak (ha) Tingkat Pemanfaatan (%)

1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26.

DI Aceh * Sumatera Utara Riau Jambi Sumatera Selatan Sumatera Barat Lampung Bengkulu Jawa Barat Jawa Tengah DI Yogyakarta Jawa Timur Bali NTB NTT Timor Timur ** Kalimantan Barat Kalimantan Tengah Kalimantan Selatan Kalimantan Timur Sulawesi Selatan Sulawesi Tenggara Sulawesi Tengah Sulawesi Utara Maluku Irian Jaya

34.800 71.500

- -

16.300 7.700 6.550 6.850

62.650 20.000 1.900

33.800 4.650

19.200 2.500 2.600

91.650 115.000

28.600 83.400 15.850 20.050 5.450 3.400

191.150 21.000

42.847 6.950

286 100 100

3.613 16.620

143 54.308 27.955

- 60.173

678 7.051

346 26

557 -

2.363 15.428 84.832 13.686 5.850

689 45

213

123,1 9,7 - -

0,6 46,9 253,7 2,1

86,7 139,8

0 178,0 14,6 36,7 13,8 1,0 0,6 0

8,3 18,5 535,2 68,3 107,3 20,3 0,02 1,0

Jumlah 866.550 344.759 39,8 Sumber : Ditjen Perikanan (1997) Keterangan : * sekarang NAD ** sekarang menjadi negara Timor Leste

B. Potensi Budidaya Laut Luasnya perairan pantai dengan pulau-pulau kecil yang tersebar di seluruh

wilayah Indonesia merupakan potensi yang sangat besar dalam pengembangan budidaya

laut (mariculture). Jenis-jenis biota laut yang dapat dibudidayakan antara lain ikan-ikan

karang, kerang dan tiram, rumput laut (algae), teripang, kuda laut dan sebagainya.

Menurut Ditjen Perikanan (1997) apabila potensi lahan budidaya hanya

diperhitungkan sebesar 20% dari luas kawasan perairan laut yang dihitung hingga jarak

Indra Gumay Yudha : Pemanfaatan Pesisir dan Laut untuk Kegiatan Budidaya Perikanan Berbasis Ekosistem dan Masyarakat

4

Page 5: Pesisir Dan Laut Utk Budidaya Perikanan Berbasis Ekosistem Dan Masyarakat Oleh Indra Gumay Yudha

5 km dari garis pantai, maka kawasan potensi budidaya laut mencapai 2.002.680 ha

dengan perincian seperti pada Tabel 2 berikut.

Tabel 2. Potensi Kawasan Budidaya Laut di Indonesia

No. Kawasan Budidaya Luas (ha) 1. 2. 3. 4. 5. 6.

Kakap Kerapu Kerang dan Tiram Teripang Kerang mutiara dan albalone Rumput Laut

598.120 461.600 591.800 66.660 62.040 222.460

Jumlah 2.002.680 Sumber : Ditjen Perikanan (1997)

Perkiraan potensi luas kawasan budidaya tersebut terlalu “optimis” dan tidak

memperhitungkan beberapa aspek khusus, terutama aspek teknis dan kesesuaian

lahan/ekosistem untuk pelaksanaan budidaya, sehingga dapat diperoleh data yang

berbeda dengan beberapa tulisan (sumber) lainnya. Sebagai contoh adalah luas lahan

yang potensial untuk budidaya ikan kerapu dan rumput laut dengan mempertimbangkan

beberapa aspek teknis akan berbeda jauh dengan yang tertera pada Tabel 2.

Menurut Sunyoto (2000), penentuan lokasi untuk budidaya ikan kerapu dengan

metode keramba jaring apung (KJA) harus mempertimbangkan beberapa faktor, seperti:

terlindung dari badai dan gelombang besar, jauh dari pencemaran, tidak berada dalam

alur pelayaran, kondisi perairan sesuai (salinitas 33-35 ppt, suhu 27-32°C, kecepatan

arus 0,2-0,5 m/det, DO ≥ 4 ppm, pH antara 7.6-8.7, amonia 0,1 ppm, BOD5 < 5 ppm,

serta total bakteri < 3000 sel/m3 ). Berdasarkan kriteria tersebut maka areal yang

berpotensi untuk budidaya kerapu di seluruh perairan Indonesia adalah seluas 3.600 ha

(Tabel 3). Dari data tersebut diketahui bahwa perairan pesisir dan laut di Propinsi

Lampung menduduki tempat teratas sebagai kawasan yang berpotensi untuk budidaya

ikan dengan metode KJA. Lokasi lainnya adalah NTB, Riau dan Banten.

Indra Gumay Yudha : Pemanfaatan Pesisir dan Laut untuk Kegiatan Budidaya Perikanan Berbasis Ekosistem dan Masyarakat

5

Page 6: Pesisir Dan Laut Utk Budidaya Perikanan Berbasis Ekosistem Dan Masyarakat Oleh Indra Gumay Yudha

Tabel 3. Areal yang Berpotensi untuk Pengembangan Budidaya Ikan Dengan Metode Jaring Apung

No Propinsi Lokasi Luas (ha)

1. Aceh P. Weh, Sabang, Tel. Lhok Sudu, P. Simeulu 200 2. Sumatera Barat Ma Siperut Sikapa, Siobar, P. Sipora, P. Sikkap Burial, Tarusan,

Painan 100

3. Riau P. Batam, P. Bintan 350 4. Jambi Nipah Panjang, Tg. Laut, Kuala Tungkal 50 5. Bangka Belitung Bangka 200 6. Lampung Teluk Hurun, Teluk Lampung 800 7. Banten Tel. Banten 400 8. Jawa Timur Tel. Gili Genteng, Grajakan, Banyuwangi, Perigi, Sendang Biru. 300 9. Bali Pejarakan 50 10. NTB Tel. Ekas, Tel. Waru Kelapa, Tg. Sabodo, Tel. Saleh Sumbawa 440 11. Sulawesi Utara P. Sangihe 200 12. Sulawesi Selatan Ujung Pandang, Pinrang, Selayar 200 13. Kalimantan Timur Tarahan, Berau, Bontang, Sengkulirang, Tel. Adang 110 14. Maluku Ambon 200

Jumlah 3.600

Sumber : Tiensungrusmee et. al. (1989) dalam Sunyoto (2000)

Tabel 4. Syarat lokasi budidaya rumput laut

Eucheuma sp Gracilaria sp - Letak lokasi jauh dari pengaruh daratan. Lokasi

yang menghadap laut lepas sebaiknya terdapat karang penghalang yang berfungsi melindungi tanaman dari kerusakan akibat ombak yang kuat.

- Terdapat gerakan air (arus) yang cukup untuk terjadinya aerasi, sehingga tanaman dapat memperoleh pasokan makanan dan oksigen yang cukup dan terhindar dari sedimentasi yang dapat menimbulkan kematian

- Bila menggunakan metode lepas dasar, dipilih lokasi dengan dasar perairan agak keras, yaitu dasar berpasir dan karang.

- Lokasi masih digenangi air setinggi 30-60 cm pada saat surut.

- Lokasi memiliki pH 7.3-8.2 - Perairan yang dipilih sebaiknya sudah terdapat

komunitas berbagai jenis makroalgae, sehingga dapat dipastikan cocok untuk Eucheuma

- Jika di tambak, maka dipilih tambak dengan dasar perairan lumpur berpasir.

- Lokasi berjarak sekitar 1 km dari pantai. - Lokasi harus dekat dengan sumber air tawar

dan laut. - Kedalaman air tambak diupayakan 60-80 cm. - Derajat keasaman (pH) yang optimum adalah

8.2-8.7

Indra Gumay Yudha : Pemanfaatan Pesisir dan Laut untuk Kegiatan Budidaya Perikanan Berbasis Ekosistem dan Masyarakat

6

Page 7: Pesisir Dan Laut Utk Budidaya Perikanan Berbasis Ekosistem Dan Masyarakat Oleh Indra Gumay Yudha

Pemilihan lokasi yang sesuai untuk budidaya rumput laut menurut Indriani dan

Suminarsih (1999) adalah sebagai berikut. Syarat lokasi secara umum adalah sebagai

berikut: Lokasi harus bebas dari pengaruh angin topan, tidak mengalami fluktuasi

salinitas yang besar, mengandung makanan (nutrien) untuk tumbuhnya rumput laut,

bebas dari pencemaran industri dan rumah tangga, lokasi mudah dijangkau sehingga

tidak memberatkan biaya transportasi, serta dekat dengan sumber tenaga kerja.

Berdasarkan pertimbangan tersebut, maka lokasi yang berpotensi untuk pengembangan

budidaya rumput laut di perairan Indonesia dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Lokasi Potensial bagi Pengembangan Budidaya Rumput Laut

No. Daerah Lokasi Luas (ha)

1. Sumatera Sumatera Barat Riau : P. Telang Besar, Pangkil, Karas, Matak, Beliba Lampung: P. Semut, Ketapang Bangka Belitung Sumatera Utara DI Aceh (NAD) Bengkulu

500 1.500

300 1.000

150 250 100

2. Jawa Jawa Barat: Teluk Banten Pelabuhan Ratu, Cidaun, Cipatujah, Pameungpeuk

Jakarta: Kep. Seribu Jawa Tengah: Jepara, Cilacap, Gunung Kidul Jawa Timur: Pacitan, Banyuwangi, Sumenep

500

100 500 300

3. Bali P. Serangan, Tj. Benoa, Nusa Penida, Nusa Lebongan, Nusa Dua

1.500

4. Nusa Tenggara

NTT : Tj. Karoso, Warambadi, P. Komodo, P. Besar Maumere, Tablolong di Timor

NTB : Mariggi, P. Kambing, Tel. Ekas, Tel. Saleh, Tel. Waworada

6.000

6.0005. Kalimantan Kal-Sel: P. Laut

Kal-Tim: Tarakan 500

1.0006. Sulawesi Sulawesi Tenggara

Sulawesi Selatan Sulawesi Tengah

1.000 500 500

7. Maluku Maluku Utara: P. Limbo,P. Doi, P.Joronga Maluku Tengah: P. Geser, Seram, Rei, Kirar, Kidang, Nuhus,

Grogus, P. Tujuh, P. Ose Maluku Tenggara: Tj. Warilau, Krei Baru, Meti Rotan, Watidal,

P.Nuslima, Tj. Kurat, Tj. Laut Dalam, Namtabung, Adaut, Nuyazat, Babar, Wetan, Masela, Sermata, Luang, Meti Miarang, Kisar, Wetar, Lirang, Romang, Damar di P. Leti

3.000

Indra Gumay Yudha : Pemanfaatan Pesisir dan Laut untuk Kegiatan Budidaya Perikanan Berbasis Ekosistem dan Masyarakat

7

Page 8: Pesisir Dan Laut Utk Budidaya Perikanan Berbasis Ekosistem Dan Masyarakat Oleh Indra Gumay Yudha

8. Irian Jaya 500 Jumlah 23.700

Sumber: Ditjen Perikanan (1995)

3. PENGEMBANGAN USAHA BUDIDAYA PERIKANAN BERBASIS EKOSISTEM DAN MASYARAKAT

3.1 Gambaran Pembangunan Pesisir dan Lautan di Masa Lalu

Wilayah pesisir dan lautan di masa lalu kurang mendapat perhatian oleh

pemerintah. Pemerintah pada saat itu lebih menitikberatkan pembangunan di sektor

pertanian yang mengarah pada terciptanya swasembada pangan. Hal ini dapat dilihat

dari minimnya sarana dan prasarana yang telah dibangun oleh pemerintah di wilayah

pesisir bila dibandingan dengan kawasan ataupun sektor lainnya, sehingga menyebabkan

ketertinggalan dan menjadikan masyarakat pesisir, baik yang tinggal di mainland

ataupun pulau-pulau kecil, hidup dalam kondisi yang memprihatinkan.

Akibat minimnya perhatian pemerintah saat itu terhadap pembangunan pesisir dan

laut menyebabkan pengelolaan wilayah tersebut menjadi semakin tidak menentu.

Menurut Dahuri (2000), gambaran atau potret pembangunan pesisir dan laut di masa lalu

adalah sebagai berikut:

• Pertumbuhan ekonomi yang dihasilkan pada umumnya bersifat ekstraktif, tidak

berkelanjutan dan hanya dinikmati oleh sebagian kecil penduduk.

• Menciptakan ekonomi dualistik dimana terjadi kesenjangan yang lebar antara

kelompok pengusaha kecil (tradisional) dengan pengusaha besar.

• Kawasan pesisir dan laut dianggap sebagai “keranjang sampah” dari berbagai jenis

limbah dan sedimen yang berasal dari kegiatan di darat.

• Konflik (egoisme) sektoral, dimana sektor-sektor yang dapat menghasilkan cash

money jangka pendek dan tidak memerlukan kualitas lingkungan yang tinggi.

• Terjadi ketidakseimbangan tingkat pemanfaatan dan kerusakan lingkungan antar

wilayah.

Beberapa contoh kerugian ekonomi pola pembangunan masa lalu terhadap

kawasan pesisir dan laut, antara lain: 1) Penggunaan bahan peledak, racun dan

penambangan karang, 2) Pencemaran, erosi, dan sedimentasi mengakibatkan potensi

Indra Gumay Yudha : Pemanfaatan Pesisir dan Laut untuk Kegiatan Budidaya Perikanan Berbasis Ekosistem dan Masyarakat

8

Page 9: Pesisir Dan Laut Utk Budidaya Perikanan Berbasis Ekosistem Dan Masyarakat Oleh Indra Gumay Yudha

industri pariwisata, perikanan tangkap dan budidaya menjadi hancur atau turun drastis;

3)Pembabatan mangrove dan perusakan habitat pesisir lainnya mengakibatkan

penurunan produktivitas perikanan tangkap.

Beberapa permasalahan dan kendala yang timbul akibat pola pembangunan pesisir

dan laut di masa lalu yang berlanjut hingga saat ini adalah : kerusakan ekosistem pesisir

dan laut, over-exploited sumberdaya hayati laut, terjadi pencemaran, konflik penggunaan

ruang, keterbatasan dana, rendahnya kualitas sumberdaya manusia, kurangnya

koordinasi dan kerjasama antar stakeholders, lemahnya penegakan hukum dan

kemiskinan yang dialami oleh masyarakat pesisir.

3.2 Budidaya Perikanan yang Berkelanjutan

Kegagalan pola pembangunan pesisir dan lautan di masa lalu haruslah menjadi

pelajaran berharga untuk pengelolaan kawasan pesisir dan laut saat ini dan masa yang

akan datang, sehingga dapat diwujudkan pembangunan pesisir dan lautan yang

berkelanjutan, yaitu pembangunan untuk memenuhi kebutuhan saat ini tanpa merusak

atau menurunkan kemampuan generasi mendatang untuk memenuhi kebutuhan hidup

dan aspirasinya. Menurut Dahuri (2000) keberhasilan pembangunan berkelanjutan dapat

dilihat dari berbagai indikator, yaitu efisiensi ekonomi, social equility, ecological

sustainability, serta persatuan dan kesatuan bangsa.

Pengembangan usaha budidaya perikanan berbasis ekosistem dan masyarakat

dapat diwujudkan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat tanpa merusak

lingkungan atau meminimalkan kerusakan yang timbul. Model pengembangan tersebut

dapat dilihat pada Gambar 1.

Pengembangan usaha budidaya perikanan berbasis ekosistem dan masyarakat sangat

dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu:

1) Kondisi Ekosistem

Kondisi budidaya perikanan sangat dipengaruhi oleh kondisi ekosistem di lokasi

kegiatan. Kesesuaian lahan (perairan) sangat menentukan berhasil tidaknya usaha

budidaya tersebut. Hal ini dapat kita lihat dengan jelas bahwa jenis-jenis usaha

Indra Gumay Yudha : Pemanfaatan Pesisir dan Laut untuk Kegiatan Budidaya Perikanan Berbasis Ekosistem dan Masyarakat

9

Page 10: Pesisir Dan Laut Utk Budidaya Perikanan Berbasis Ekosistem Dan Masyarakat Oleh Indra Gumay Yudha

budidaya perikanan membutuhkan beberapa persyaratan lokasi dengan karakteristik

yang berbeda-beda untuk setiap kegiatan. Kelestarian ekosistem di lokasi budidaya

sudah seharusnya tetap terjaga, sehingga pengembangan usaha budidaya dapat

berlangsung secara terus menerus (berlanjut).

Pendekatan Ekosistem:

- kesesuaian lingkungan - potensi SDA

Kebijakan Pemerintah: - Peraturan &

penegakan hukum - Tata ruang - Keterpaduan antar

sektor BUDIDAYA

PERIKANAN BERBASIS

EKOSISTEM DAN MASYARAKAT

Modal Usaha: - Peranan lembaga

keuangan (bank, koperasi, dll)

- Sistem perguliran dana

Teknologi Budidaya:

- Tepat guna - Ramah Lingkungan

Kualitas Sumberdaya Manusia:

- Tingkat pengetahuan - Pengalaman - Keahlian

Kelayakan Usaha dan Keberlanjutan:

- Efisiensi ekonomi - Sosial equility - Ecological Sustainability

Gambar 1. Model Pengembangan Usaha Budidaya Perikanan Berbasis Ekosistem dan Mayarakat

2) Kebijakan Pemerintah

Kebijakan pemerintah sangat diharapkan dapat mendukung pengembangan usaha

budidaya perikanan. Pemerintah pusat, propinsi, maupun kabupaten/ kota, secara

bersama-sama dapat menyusun Rencana Umum Tata Ruang (RUTR) sebagai alat

pengelolaan wilayah pesisir dan lautan. Dengan adanya RUTR tesebut dapat ditentukan

lokasi-lokasi yang dapat digunakan untuk usaha budidaya perikanan, daerah konservasi,

pariwisata, daerah penangkapan ikan, alur pelayaran, dan lain-lain.

Indra Gumay Yudha : Pemanfaatan Pesisir dan Laut untuk Kegiatan Budidaya Perikanan Berbasis Ekosistem dan Masyarakat

10

Page 11: Pesisir Dan Laut Utk Budidaya Perikanan Berbasis Ekosistem Dan Masyarakat Oleh Indra Gumay Yudha

Kegiatan-kegiatan yang langsung berhubungan dengan pengelolaan wilayah

pesisir dan lautan juga harus dapat dilaksanakan secara terpadu dan saling mendukung

antar sektor yang terkait. Selain itu, pengelolaan tersebut juga diupayakan dapat

mengakomodasi seluruh stakeholders yang terlibat.

3) Teknologi Budidaya

Pengembangan usaha budidaya perikanan tidak terlepas dari kemajuan teknologi

yang terus menerus berkembang dengan pesat. Teknologi maju (high tech) tidak

selamanya dapat diterapkan di suatu kegiatan budidaya, sehingga teknologi tepat guna

dan ramah lingkungan merupakan pilihan yang lebih diutamakan. Teknologi tersebut

juga harus disesuaikan dengan kondisi SDM yang akan menjadi pelaku budidaya.

Peran lembaga/instansi pemerintah (BPPT, BBL, BBAP, Perguruan Tinggi, dan

lain-lain) maupun swasta sangat diharapkan untuk dapat mentranfer teknologi ke

masyarakat, sehingga setiap perkembangan teknologi dapat diterima masyarakat untuk

perbaikan teknik budidaya.

4) Sumberdaya Manusia

Sumberdaya manusia merupakan kunci keberhasilan dalam pelaksanaan budidaya

perikanan. Rendahnya tingkat pendidikan masyarakat pesisir berkorelasi erat dengan

rendahnya tingkat pemahaman dan keterampilan dalam bidang budidaya perikanan.

Mereka lebih banyak mengandalkan insting dan pengalaman dalam melaksanakan

kegiatan budidaya. Hal ini juga mempengaruhi tingkat adopsi (daya serap) teknologi

baru yang akan diberikan kepada mereka.

Untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan sumberdaya manusia dalam

bidang budidaya, maka perlu dilakukan berbagai pembinaan, baik dalam bentuk

penyuluhan maupun pelatihan. Kegiatan tersebut dapat melibatkan instansi pemerintah

(DKP), perguran tinggi, maupun LSM yang peduli terhadap kesejahteraan masyarakat

pesisir.

Peranan perguruan tinggi dalam mendidik dan menghasilkan sumberdaya manusia

yang berkualitas dalam bidang perikanan, baik tingkat sarjana maupun ahli madya,

belum banyak berperan dalam peningkatan pengembangan budidaya perikanan. Tenaga

ahli perikanan yang dihasilkan oleh perguruan tinggi banyak yang tidak sepenuhnya

Indra Gumay Yudha : Pemanfaatan Pesisir dan Laut untuk Kegiatan Budidaya Perikanan Berbasis Ekosistem dan Masyarakat

11

Page 12: Pesisir Dan Laut Utk Budidaya Perikanan Berbasis Ekosistem Dan Masyarakat Oleh Indra Gumay Yudha

memiliki minat untuk bekerja di bidang perikanan. Hal ini merupakan salah satu faktor

yang menyebabkan lambatnya laju perkembangan usaha budidaya perikanan di

Indonesia.

5) Modal Usaha

Keterbatasan modal yang dimiliki oleh masyarakat pesisir menyebabkan sulitnya

menjalankan ataupun meningkatkan (ekspansi) usaha budidayanya. Selama ini

masyarakat pesisir lebih banyak “tertolong” oleh adanya lembaga (sistem) informal

dalam bentuk hubungan patron-clien, seperti: pembina-petambak, ataupun juragan-

nelayan. Peranan lembaga keuangan yang resmi, misalnya bank ataupun lembaga

perkreditan non bank, tidak begitu banyak yang berminat untuk mengucurkan dananya

kepada masyarakat pesisir karena dianggap memiliki resiko kegagalan yang tinggi.

Masyarakat pesisir mengalami diskriminasi dalam hal bantuan modal (kredit) jika

dibandingkan dengan masyarakat petani.

Program-program pemerintah hingga saat ini telah banyak yang dilakukan untuk

membantu masyarakat pesisir dalam memajukan usaha perikanannya. Program tersebut

antara lain dalam bentuk bantuan/pinjaman dana bergulir ataupun dalam bentuk lainnya.

Sayangnya, terdapat beberapa kelemahan dalam pelaksanaannya, sehingga banyak yang

mengalami kegagalan dan tidak sesuai dengan target yang diharapkan.

Beberapa kendala maupun kelemahan yang terdapat pada kelima faktor tersebut

di atas sudah seharusnya diupayakan pemecahannya dengan melibatkan para

stakeholders terkait yang dimotori oleh Departemen Kelautan dan Perikanan di tingkat

pusat, ataupun Dinas Kelautan dan Perikanan setempat. Program-program

pemberdayaan ekonomi masyarakat pesisir perlu dikaji dan direncanakan lebih baik lagi,

sehingga dapat memenuhi target yang diharapkan. Apabila faktor penghambat dapat

diminimalkan, maka diharapkan pengembangan usaha budidaya perikanan dapat

berkelanjutan dengan indikator efisiensi ekonomi, social equility, dan ecological

sustainability.

Indra Gumay Yudha : Pemanfaatan Pesisir dan Laut untuk Kegiatan Budidaya Perikanan Berbasis Ekosistem dan Masyarakat

12

Page 13: Pesisir Dan Laut Utk Budidaya Perikanan Berbasis Ekosistem Dan Masyarakat Oleh Indra Gumay Yudha

DAFTAR PUSTAKA

Dahuri, R. 2000. Kebijaksanaan Pengelolaan Wilayah Pesisir Terpadu. Makalah Pelatihan untuk Pelatih (TOT) Pengelolaan Wilayah Pesisir Terpadu. Kerjasama PKSPL IPB –Proyek Pesisir CRC URI. Bogor, 13-28 November 2000.

Ditjen Perikanan. 1997. Potensi Kawasan Budidaya Laut di Indonesia. Direktorat Jenderal Perikanan. Jakarta.

Indriani, H. dan E. Suminarsih. 1999. Budidaya, Pengolahan, dan Pemasaran Rumput Laut. Penebar Swadaya. Jakarta.

Sunyoto, P. 2000. Pembesaran Kerapu dengan Karamba Jaring Apung. Penebar Swadaya. Jakarta.

Widigdo, B. 2000. Pemanfaatan Pesisir dan Lautan untuk Kegiatan Perikanan Budidaya (Aquaculture). Makalah Pelatihan untuk Pelatih Pengelolaan (TOT) Wilayah Pesisir Terpadu. Kerjasama PKSPL IPB –Proyek Pesisir CRC URI. Bogor, 13-28 November 2000.

Indra Gumay Yudha : Pemanfaatan Pesisir dan Laut untuk Kegiatan Budidaya Perikanan Berbasis Ekosistem dan Masyarakat

13