19
PERDARAHAN EPIDURAL DAN ENCEPALOPATI PASCA CEDERA KEPALA PRESENTASI KASUS NEUROTRAUMA Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Dokter Spesialis I Program Studi Ilmu Kedokteran Klinik Minat Utama Neurologi Diajukan oleh: PUTU GEDE SUDIRA 11/326346/PKU/12873 BAGIAN NEUROLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS GADJAH MADA YOGYAKARTA 2015

PERDARAHAN EPIDURAL DAN ENCEPALOPATI PASCA …

  • Upload
    others

  • View
    6

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: PERDARAHAN EPIDURAL DAN ENCEPALOPATI PASCA …

PERDARAHAN EPIDURAL DAN ENCEPALOPATI PASCA CEDERA KEPALA

PRESENTASI KASUS NEUROTRAUMA

Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Dokter Spesialis I

Program Studi Ilmu Kedokteran Klinik

Minat Utama Neurologi

Diajukan oleh: PUTU GEDE SUDIRA 11/326346/PKU/12873

BAGIAN NEUROLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS GADJAH MADA

YOGYAKARTA 2015

Page 2: PERDARAHAN EPIDURAL DAN ENCEPALOPATI PASCA …

PRESENTASI KASUS NEUROTRAUMA Oleh : dr. Putu Gede Sudira

Moderator : dr. Indarwati Setyaningsih, Sp.S (K) Penilai : Prof. Dr. dr. Samekto Wibowo, P.Far.K., Sp.FK(K)., Sp.S(K)

Dr. dr. Ismail Setyopranoto, Sp.S (K) Senin, 5 Januari 2015

IDENTITAS Nama : Ny. BS Umur : 77 tahun Jenis kelamin : Perempuan Agama : Islam Alamat : Tambakan RT 002/019 Pendidikan : SD Pekerjaan : IRT Masuk RS : 2 Desember 2014 No RM : 01.61.17.xx ANAMNESIS

Diperoleh dari keluarga (4 Desember 2014)

KELUHAN UTAMA Penurunan kesadaran (rujukan dari klinik swasta di Jogja)

RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG

Satu minggu sebelum masuk rumah sakit, pasien terjatuh saat pergi mandi ke sungai. Pasien terjatuh sebanyak 3 kali di sungai dalam posisi yang berbeda. Pelipis kanan membentur batu di sungai, pasien sempat tidak sadarkan diri namun sebentar, menurut pasien kurang dari 10 menit. Tidak ada saksi yang melihat pasien terjatuh dan pingsan tersebut.

Pasien pulang ke rumah dan melanjutkan aktivitasnya seperti biasa. Pasien mampu mengingat semua kejadian sebelum dan setelah terjatuh lalu menceritakannya kepada keluarga. Disangkal perdarahan dari pelipis yang terbentur, lubang telinga, dan hidung pasien. Disangkal pula pingsan setelah kejadian.

Di rumah pasien mengeluhan nyeri ringan hingga sedang di bagian pelipis kanan yang terbentur, yang disertai rasa mual. Disangkal demam, pandangan kabur atau dobel, muntah nyemprot, gangguan menelan, gangguan buang air besar dan buang air kecil, kejang, kehilangan penglihatan mendadak, kelemahan dan kesemutan separuh anggota gerak.

Empat hari sebelum masuk rumah sakit pasien mengeluh mual bertambah disertai rasa nyeri yang juga bertambah di kepala sebelah kanan dan pelipis. Pasien mulai terbatas dalam beraktivitas, hanya tiduran di tempat tidur dan buang air kecil di kamar mandi. Pasien makan dan minum hanya sedikit karena mual yang dirasakan.

Dua hari sebelum masuk rumah sakit, pasien sulit diajak komunikasi, pasien mengerang tidak jelas dan sulit memahami pembicaraan lawan bicaranya. Pasien mual dan kadang muntah, oleh keluarga tidak dipaksakan untuk memberi makan dan minum karena takut muntah. Pasien hanya terbaring di tempat tidur.

Hari masuk rumah sakit, pasien mual dan muntah hebat hingga lebih dari 5x. Tidak disertai diare. Pasien tampak lemah dan cenderung mengantuk. Pasien dibawa ke klinik swasta dan kemudian segera dirujuk ke RSUP Dr. Sardjito. Pasien tampak bingung dan kesulitan berkomunikasi. Disangkal demam, pandangan kabur atau dobel, gangguan menelan,

Page 3: PERDARAHAN EPIDURAL DAN ENCEPALOPATI PASCA …

gangguan buang air besar dan buang air kecil, kehilangan penglihatan mendadak, kejang, kelemahan dan kesemutan separuh anggota gerak.

Selama dua hari perawatan di bangsal, pasien sempat diperiksa CT scan kepala dikatakan adanya suatu perdarahan akibat benturan kepala. Kondisi pasien melemah dan tidak sadarkan diri. Disangkal demam, kejang, gerakan aktif hanya separuh anggota gerak. RIWAYAT PENYAKIT DAHULU - Riwayat stroke atau gangguan aliran darah otak sepintas disangkal - Riwayat sakit darah tinggi disangkal - Riwayat sakit gula (diabetes melitus) disangkal - Riwayat sakit jantung disangkal - Riwayat sakit kolesterol tinggi disangkal - Riwayat merokok disangkal - Riwayat mondok di rumah sakit karena penyakit berat disangkal

RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA

Disangkal riwayat penyakit serupa, penyakit stroke, penyakit darah tinggi, penyakit diabetes penyakit jantung, kolesterol.

RIWAYAT SOSIAL EKONOMI

Pasien tinggal bersama anak dan menantunya, juga keempat cucunya. Selama dirawat pasien ditunggui oleh anaknya secara bergantian. Biaya pengobatan ditanggung oleh jamkesmas. ANAMNESIS SISTEM Sistem serebrospinal : penurunan kesadaran yang didahului mual dan muntah hebat dengan riwayat trauma kepala. Sistem kardiovaskuler : tidak ada keluhan Sistem respirasi : tidak ada keluhan Sistem gastrointestinal : tidak ada keluhan Sistem muskuloskeletal : tidak ada keluhan Sistem integumentum : tidak ada keluhan Sistem urogenital : tidak ada keluhan RESUME ANAMNESIS

Seorang wanita, 77 tahun, dengan keluhan penurunan kesadaran yang didahului mual dan muntah hebat dengan riwayat trauma kepala. DISKUSI

Berdasarkan hasil anamnesis pasien didapatkan keluhan penurunan kesadaran yang didahului mual dan muntah hebat pada pasien pasca cedera kepala. Kesadaran pasien saat masuk rumah sakit di UGD adalah somnolen juga disertai disorientasi yang selanjutnya memburuk hingga stupor pada saat dirawat di bangsal. Penurunan Kesadaran

Pasien mengalami penurunan kesadaran. Penilaian status kesadaran dilakukan secara kuantitatif (Glasgow Coma Scale) dan secara kualitatif kesadaran dapat dibedakan dalam beberapa tingkatan. Confusion terjadi bila pasien kehilangan kemampuan berpikir jernih, biasanya disertai oleh penurunan fungsi kognitif dan kemampuan mengambil keputusan. Confusion sering disertai dengan disorientasi, secara umum, disorientasi waktu timbul paling awal, diikuti disorientasi tempat, dan kemudian penurunan memori jangka pendek.

Page 4: PERDARAHAN EPIDURAL DAN ENCEPALOPATI PASCA …

Kehilangan kemampuan tilikan diri (insight) merupakan gejala yang muncul belakangan. Letargi merupakan kondisi penurunan kesadaran menyerupai kondisi tidur dalam, dimana pergerakan dan komunikasi pasien terbatas. Seorang pasien dalam kondisi letargis dapat dibangunkan dengan stimulasi eksternal ringan namun segera terjatuh kembali ke dalam dimana responnya terbatas. Stupor merupakan kondisi menyerupai tidur dalam dimana pasien hanya bisa dibangunkan dengan stimulus nyeri. Koma merupakan kondisi kesadaran dimana pasien tidak menunjukkan respon bahkan dengan stimulus nyeri. Persistent vegetative state dan koma kadang menimbulkan kerancuan. Keduanya tidak menunjukkan respon komunikasi (baik verbal atau dengan gesture) atau gerakan yang disadari. Namun pada vegetative state, mata pasien dapat terbuka secara spontan, walaupun lamban. Kondisi ini berbeda dengan koma, dimana mata selalu tertutup.

Penurunan kesadaran memiliki beberapa penyebab, yang terbagi dalam dua bagian besar: kondisi struktural dan non struktrural. Berikut ini adalah diagnosis banding kasus penurunan kesadaran:

1. Gangguan struktural intra cerebral - Cerebral Vascular Accident (stroke) - Cerebral Vein Thrombosis - Hydrocephalus - Intracranial tumor - Subdural empyema - Trauma (intracranial haemorrhage, diffuse cerebral, edema cerebri)

2. Gangguan medis non-struktural (Toxic-Infectious-Metabolic) - Anoxia - Diabetic ketoacidosis - Electrolyte abnormality - Encephalopathy - Hypoglycaemia - Hypothermia or hyperthermia - Infection - Meningitis and encephalitis - Psychogenic - Postictal state - Toxins - Uremia (haemolytic-uremic-syndrome)

Kesadaran serta siklus terjaga dan tidur yang teratur dikendalikan oleh sistem ARAS (Ascending Reticular Activating System), yang merupakan jaringan nuclei dan serabut interkoneksi di pons bagian atas, midbrain, dan posterior diencephalon. Kondisi apapun yang meningkatkan tekanan intrakranial dapat menurunkan tekanan perfusi serebral yang kemudian menyebabkan iskemia cerebral sekunder. Penurunan kesadaran melibatkan kedua hemisfer dan/atau disfungsi RAS juga disertai lesi fokal hemisferik yang masif. Umumnya disfungsi RAS terjadi akibat kondisi yang berefek difus seperti gangguan metabolik atau iskemi fokal, perdarahan, atau gangguan mekanik langsung (Kanich et al., 2002). Cedera Kepala

Definisi cedera kepala adalah suatu trauma mekanik terhadap kepala baik yang terjadi langsung maupun tidak langsung yang menyebabkan defisit neurologis (fisik, kognitif, psikososial) yang terjadi temporer ataupun permanen (Perdossi, 2006).

Sebagian besar kasus tidak fatal sehingga tidak memerlukan perawatan rumah sakit, oleh karena itu dokumentasi terhadap insidensi kasus cedera kepala tidak optimal. Insiden cedera kepala ringan sebesar 81% (131 kasus dari 100.000 penduduk), cedera kepala sedang 9,38% (15 kasus dari 100.000 penduduk), dan cedera kepala berat 8,75% (14 kasus dari

Page 5: PERDARAHAN EPIDURAL DAN ENCEPALOPATI PASCA …

100.000 penduduk). Laporan tahunan di Instalasi RSUP Dr Sardjito tahun 2006 menunjukkan kejadian cedera kepala sebagai alasan orang datang ke UGD sebesar 75%. Insidensi terbesar kasus cedera kepala terjadi pada kelompok umur remaja dan dewasa muda, laki-laki dua kali lebih sering mengalami cedera kepala dibandingkan wanita. Kecelakaan bermotor paling sering menyebabkan kasus cedera kepala (42%) (Ramadhan et al., 2000; Barmawi, 2007; Langlois et al., 2004).

Penegakan diagnosis cedera kepala berdasarkan anamnesis berupa gangguan pasca trauma kepala yang diikuti dengan ada tidaknya gangguan kesadaran (lucid interval), perdarahan baik otorrhea maupun rhinorrhea, amnesia pasca trauma. Penilaian klinis neurologis apakah ada tanda defisit fokal. Pemeriksaan pendukung berupa pencitraan dengan foto polos kepala posisi AP/lateral/tangensial atau dengan CT Scan kepala (Perdossi, 2006).

Menangani kasus cedera kepala di triase gawat darurat diperlukan pendekatan untuk tata laksananya sementara sehingga cedera kepala selanjutnya dapat diklasifikasikan sebagai:

Kategori GCS Klinis HCTS Ringan 13 – 15 Pingsan < 10 menit, defisit neurologis (-) Normal Sedang 9 – 12 Pingsan 10 menit s/d 6 jam, defisit neurologis (+) Abnormal Berat 3 – 8 Pingsan > 6 jam, defisit neurologis (+) Abnormal

Pasien ini saat terjadi cedera kepala (sebelum masuk rumah sakit), pasien menceritakan ke keluarganya bahwa pingsan kurang dari 10 menit, tidak ada keluhan apapun dan mampu pulih dan beraktivitas seperti sedia kala maka mengarahkan ke diagnosis cedera kepala ringan.

Mekanisme dari cedera kepala diklasifikasikan sebagai 1. Cedera primer (langsung) adalah kerusakan yang terjadi pada masa akut saat benturan

terjadi dan bersifat mekanis. Kerusakan mengenai jaringan kulit hingga otak dalam bentuk laserasi kulit kepala, perdarahan, fraktur, dan kerusakan jaringan otak. Kerusakan otak fokal berhubungan dengan kontak yang menyebabkan kontusi, laserasi, dan perdarahan intrakranial, Kerusakan otak difus berhubungan dengan akselerasi deselerasi yang menyebabkan kerusakan menyeluruh dari otak, umumnya bersifat mikroskopis misalnya cedera aksonal difus.

2. Cedera sekunder (tidak langsung) adalah kerusakan yang terjadi setelah cidera primer, bersifat non mekanis, penyebab terjadinya dapat intrakranial ataupun sistemik, kelainan dapat timbul dalam menit hingga hari. Iskemia serebri dan hipertensi intrakranial merupakan proses sekunder yang sensitif terhadap terapi.

Cedera kepala terjadi saat kekuatan mekanik membentur kepala dan diteruskan ke jaringan otak. Kekuatan tersebut bisa trauma tumpul atau trauma tembus. Trauma tumpul adalah cedera kepala tertutup akibat kekuatan akselerasi, deselerasi, kombinasi akselerasi-deselerasi, rotasional, dan perubahan bentuk. Akselerasi terjadi saat kepala yang diam membentur objek yang bergerak, benturan di tulang tengkorak menyebabkan pergerakan otak. Deselarasi terjadi saat kepala membentur objek yang tidak bergerak, tulang di kepala mengalami pengurangan kecepatan mendadak sedangkan otak bergerak lebih lambat dibandingkan tulang dan menyebabkan tumbukan antara otak dan tulang. Adanya akselerasi dan deselerasi terjadi akibat adanya perubahan kecepatan otak di rongga kranium. Kekuatan rotasi terjadi dari putaran kepala, keparahan cedera tergantung kecepatan dan rotasi secara langsung, dan memperngaruhi korteks jaringan otak. Perubahan bentuk terjadi bila kecepatan yang terjadi mengakibatkan perubahan permukaan tulang kepala dan menenkan jaringan otak. Mekanisme coup dan countercoup terjadi belawanan, dimana coup terjadi pada sisi benturan dan countercoup terjadi pada sisi berlawanan dan akibat pantulan dari benturan (Wahjoepramono, 2005; Werner & Engelhard, 2007; Williams & Wilkins, 2004).

Nyeri kepala disebabkan penekanan pada bangunan peka nyeri seperti sinus venosus, arteri, vena, dan duramater. Nyeri akibat peningkatan tekanan intrakranial ditandai dengan

Page 6: PERDARAHAN EPIDURAL DAN ENCEPALOPATI PASCA …

nyeri kepala menyeluruh yang diperberat dengan batuk dan mengejan, memburuk di pagi hari, berlangsung progresif, dengan makin meingkatnya tekanan intrakranial akan menyebabkan muntah, kehilangan penglihatan sementara pada perubahan posisi, hingga penurunan kesadaran (Lindsay, 2010).

Tanda dan gejala proses desak ruang dibagi menjadi 1. Gangguan kesadaran 2. Gejala umum yang terdiri dari muntah, kejang, gangguan mental, dan perasaan tidak

enak pada kepala 3. Tanda lokalisatorik yang menyesatkan, paresis saraf kranialis, refleks patologis yang

positif, gangguan mental, gangguan endokrin, dan ensefalomalasia 4. Tanda lokalisatorik yang benar atau gejala fokal seperti kejang fokal, gangguan

menghidu, pengecapan, tinitus, afasia, astereognosis, apraksia, gangguan medan penglihatan, dan gangguan penglihatan (Adams, 2005).

Amnesia post traumatik adalah ketidakmampuan untuk mengingat kejadian yang berkelanjutan setelah terjadinya cedera kepala yang menyebabkan perubahan kesadaran walaupun pasien dalam keadaan sadar. Amnesia anterograde adalah hilangnya kemampuan untuk membentuk memori baru setelah kejadian yang menyebabkan amnesia, mengarah pada ketidakmampuan untuk mengingat kembali kejadian yang baru terjadi, sementara memori jangka panjang tetap utuh. Sebaliknya amnesia retrograde adalah hilangnya memori yang terbentuk sebelum kejadian. Mekanisme penyimpanan memori belum sepenuhnya dikeahui namun diperkirakan adanya kerusakan terutama di korteks temporalis terutama hipocampus dan area subkortikal di sekitarnya. DIAGNOSIS SEMENTARA Diagnosis klinik : penurunan kesadaran dengan riwayat gejala peningkatan tekanan intrakranial Diagnosis topik : bihemisfer cerebri dengan keterlibatan ARAS Diagnosis etiologik : cidera kepala berat PEMERIKSAAN (4 Desember 2014) Status generalis Keadaan Umum : Lemah, gizi cukup, kesadaran stupor, E2V3M4 Tanda vital : TD 100/90 mmHg Nadi 120 x/mnt (reguler) Respirasi 20 x/mnt Suhu 38,6oC NPS tak valid dinilai Kepala : Konjungtiva tak anemis, sklera tak ikterik Leher : JVP tak meningkat, limfonodi tak teraba membesar Dada : Pulmo I : simetris P: fremitus normal. P: sonor A: vesikuler, suara tambahan (-) Jantung I : ictus cordis tak tampak P : ictus cordis kuat angkat P : batas jantung tidak melebar A: S1 dan S2 normal Abdomen : Hepar tak teraba, supel, lien tidak teraba Ekstremitas : Edema (-)

Page 7: PERDARAHAN EPIDURAL DAN ENCEPALOPATI PASCA …

Status Mental Kewaspadaan : tidak valid dinilai karena pasien tidak sadar Observasi perilaku I. Perubahan perilaku : tidak valid dinilai II. Status mental - Tingkah laku umum : tidak valid dinilai

- Alur pembicaraan : tidak valid dinilai - Perubahan mood dan emosi : tidak valid dinilai - Isi pikiran : tidak valid dinilai - Kemampuan intelektual : tidak valid dinilai

Sensorium: 1. Kesadaran : stupor 2. Atensi : tak valid dinilai 3. Orientasi : tak valid dinilai 4. Memori jangka panjang : tak valid dinilai 5. Memori jangka pendek : tak valid dinilai 6. Kecerdasan berhitung : tak valid dinilai 7. Simpanan informasi : tak valid dinilai 8. Tilikan,keputusan,rencana: tak valid dinilai

Status Neurologis Kesadaran : stupor, E2V3M4 Sikap tubuh : normal Kepala : mesocephal, hematom di parietal sinistra Saraf Kranialis

Kanan Kiri N.I Daya Penghidu tak valid dinilai tak valid dinilai N.II Daya penglihatan tak valid dinilai tak valid dinilai

Penglihatan warna tak valid dinilai tak valid dinilai Lapang Pandang tak valid dinilai tak valid dinilai

N.III Ptosis (-) (-) Gerakan mata ke medial Normal Normal Gerakan mata ke atas Normal Normal Gerakan mata ke bawah Normal Normal Ukuran pupil ф 3 mm ф 3mm Reflek cahaya langsung + + Reflek cahaya konsensuil + + Strabismus divergen - -

N.IV

Gerakan mata ke lateral bawah + + Strabismus konvergen - -

N.V Menggigit tak valid dinilai tak valid dinilai Membuka mulut tak valid dinilai tak valid dinilai Sensibilitas muka tak valid dinilai tak valid dinilai Refleks kornea + + Trismus - -

N.VI Gerakan mata ke lateral + + Strabismus konvergen - -

Page 8: PERDARAHAN EPIDURAL DAN ENCEPALOPATI PASCA …

N.VII Kedipan mata tak valid dinilai tak valid dinilai Lipatan nasolabial tak valid dinilai tak valid dinilai Mengerutkan dahi tak valid dinilai tak valid dinilai Menutup mata tak valid dinilai tak valid dinilai Meringis tak valid dinilai tak valid dinilai Menggembungkan pipi tak valid dinilai tak valid dinilai Daya kecap lidah 2/3 depan tak valid dinilai tak valid dinilai

N.VIII Mendengar suara berbisik tak valid dinilai tak valid dinilai Mendengar detik arloji tak valid dinilai tak valid dinilai Tes Rinne tak valid dinilai tak valid dinilai Tes Schawabach tak valid dinilai tak valid dinilai Tes Weber tak valid dinilai

N.IX Arkus faring Simetris Daya kecap lidah 1/3 belakang tak valid dinilai tak valid dinilai Refleks muntah + + Sengau tak valid dinilai tak valid dinilai Tersedak - -

N.X Denyut nadi 80 x/mnt, reguler 80 x/mnt, reguler Arkus faring Simetris Bersuara tak valid dinilai Menelan tak valid dinilai tak valid dinilai

N.XI Memalingkan kepala tak valid dinilai tak valid dinilai Sikap bahu tak valid dinilai tak valid dinilai Mengangkat bahu tak valid dinilai tak valid dinilai Trofi otot bahu Eutrofi Eutrofi

N.XII Sikap lidah Simetris Artikulasi tak valid dinilai tak valid dinilai Tremor lidah tak valid dinilai tak valid dinilai Menjulurkan lidah Simetris Trofi otot lidah Eutrofi Eutrofi Fasikulasi lidah - -

Leher : Meningeal Sign (-)

Sensibilitas : tak valid dinilai Vegetatif : pasien terpasang DC PEMERIKSAAN PENUNJANG Pemeriksaan Laboratorium Darah AL HB AT AE Hematokrit Neutrofil

9,82 x 103/uL 14,2 g/dl 218 x 103/uL 5,12 x 106/uL 41,8 % 72,5 %

Albumin BUN Creatinin GDP GD2JPP HbA1C

4,48 mg/dL 129 mg/dL (↑) 4,12 mg/dL (↑) 132 mg/dL 146 mg/dL 6,0%

Ekstremitas

Gerak dan kekuatan tidak valid dinilai, kesan tanpa lateralisasi

RF N N

RP E E

Cl -/-

N N E E

Page 9: PERDARAHAN EPIDURAL DAN ENCEPALOPATI PASCA …

Limfosit Monosit Eosinofil Basofil Kolesterol total HDL LDL Triglisrida PPT INR APTT Asam urat

14,0 % 13,4 % 0,1 % 0,1 % 199 mg/dL 28 mg/dL 111 mg/dL 250 mg/dL 18,0 (↑) 1,41 (↑) 28,6 (↑) 19,6 mg/dL (↑)

SGOT SGPT Na+ K+ Cl- pH PCO2 PO2 HCO3 BE SO2 AaDO2 FIO2

140 (↑) 53 (↑) 155 mmol/L(↑) 4,8 mmol/L 110 mmol/L 7,352 28 72 16,2 - 6,8 92,9 72,1 0,250

Pemeriksaan EKG :

Rontgen Thorax

Kesan Sinus takikardia, heart rate 120 x/menit

Kesan Pulmo dalam batas normal Kardiomegali (CTR > 0,5)

Page 10: PERDARAHAN EPIDURAL DAN ENCEPALOPATI PASCA …

Pemeriksaan CT Scan Kepala

Kesan Atropi cerebri EDH di regio temporalis sinistra RESUME PEMERIKSAAN FISIK KU lemah, gizi cukup, stupor, GCS E2V3M4 Tanda vital : T : 100/90 mmHg RR : 20 x/menit N : 120 x/menit (reguler) t : 38,6oC Status mental : tak valid dinilai Status neurologis : tak valid dinilai

Sensibilitas : tidak valid dinilai Vegetative : on DC (oliguria : produksi urine kurang dari 0,5 cc /KgBB/jam)

DISKUSI II

CT scan kepala merupakan pemeriksaan pencitraan yang paling efisien untuk pasien dengan cedera kepala akut. Dibandingkan MRI, CT scan tersedia di banyak rumah sakit, lebih cepat dalam proses pemeriksaan, lebih murah dari segi pembiayaan. CT scan kepala dapat mendeteksi kelainan yang memerlukan tindakan bedah saraf yaitu perdarahan epidural atau subdural yang dapat menyebabkan kerusakan otak lanjutan apabila telat ditangani. Pada kasus cedera kepala perlu dilakukan pemeriksaan CT scan kepala ulangan setelah 12-24 jam dari kejadian awal (Diaz-Marchan et al., 1996; Zanella, 1998). Perdarahan Epidural

Pasien ini memperlihatkan hasil pemeriksaan CT scan kepala berupa perdarahan epidural. Hematom Epidural terletak diluar dura tetapi di dalam rongga tengkorak dan cirinya menyerupai lensa cembung, sering terletak di area temporal atau temporoparietal yang

Ekstremitas : Gerak dan kekuatan kesan tanpa lateralisasi

RF +2 +2

RP + +

+2 +2 + +

Page 11: PERDARAHAN EPIDURAL DAN ENCEPALOPATI PASCA …

disebabkan oleh robeknya arteri meningeal yang diakibatkan oleh retaknya tulang tengkorak. Pertolongan secara dini prognosisnya sangat baik, karena kerusakan langsung akibat penekanan gumpalan darah pada jaringan otak tidak berlangsung lama. Sering menunjukan adanya interval lucid, dimana penderita yang semula mampu berbicara lalu tiba-tiba meninggal (talk and die syndrome) Gangguan Keseimbangan Natrium

Natrium menggambarkan status volume air dalam tubuh. Gangguan keseimbangan natrium di dalam tubuh diatur oleh mekanisme set-point (kadar natrium yang sudah tetap pada batas tertentu di dalam tubuh) dan steady state (keseimbangan natrium yang keluar masuk tubuh). Perubahan kadar natrium tubuh diatur dengan ekseresi lewat urine oleh ADH (anti diuretic hormone), RAA (renin angiotensin aldosteron), ANP (atrial natriuretic peptide), BNP (brain natriuretic peptide).

Terdapat keseimbangan antara laju filtrasi glomerolus dengan reabsorbsi di tubulus. Peningkatan volume (hipervolemia) dan intake natrium yang tinggi mendorong peningkatan filtrasi glomerolus dan sebaliknya. Natrium paling banyak (60-65%) direabsorbsi di tubulus proksimal, 25-30% di loop of Henle, 5% di tubulus distal, dan 4% di tubulus koligentes.

Kondisi fisiologis yang menyebabkan kondisi ini terjadi saat meningkatnya sekresi ADH dari hipotalamus sehingga produksi urine berkurang.

Kondisi non fisiologis yang menyebabkan kondisi hipernatremia adalah 1. Defisit cairan tubuh akibat eksresi air yang melebihi eksresi natrium (insesible water

loss/keringat, diare osmotik diabetes insipidus, diuresis osmotik akibat manitol, gangguan rasa haus di hipotalamus akibat tumor atau kondisi vaskuler).

2. Penambahan natrium tubuh (pasca koreksi natrium bikarbonat pada kasus metabolik asidosis; saat berolahraga berat asam laktat akan terdeposit dalam sel yang dihasilkan akan meningkatkan osmolalitas dan menarik masuk air ke dalam sel).

Pembahasan hipernatremia perlu membedakan antara deplesi volume dengan dehidrasi. Deplesi volume terjadi saat air keluar diikuti natrium secara seimbang, sedangkan dehidrasi terjadi saat air yang keluar tidak diikuti oleh natrium.

Gejala klinis hipernatremia timbul saat peningkatan natrium plasma terjadi secara akut di atas 158 meq/L. Gejala yang ditimbulkan akibat mengecilnya volume otak akibat air keluar dari sel. Pengecilan volume menyebabkan robekan pada vena yang menyababkan perdarahan lokal di otak dan perdarahan subarachnoid (SAH). Gejala dimulai dengan letargi, lemas, twitching, kejang , dan akhirnya koma. Kenaikan akut di atas 180 meq/L dapat menyebabkan kematian. Gagal Ginjal Akut

Kondisi gagal ginjal akut juga ditemukan pada pasien ini. Didefinisikan sebagai suatu sindrom klinik akibat adanya gangguan fungsi ginjal yang terjadi mendadak (jam sampai hari), yang menyebabkan retensi sisa metabolisme nitrogen (urea-kreatinin) dan non nitrgen. Pemeriksaan anamnesis dan pemeriksaan fisik bertujuan untuk mengetahui penyebab gagal ginjal akut dan membedakannya dengan gagal ginjal kronis. Gagal ginjal akut sering terjadi pada pasien dengan angiografi, operasi kardiovaskuler, riwayat infeksi, riwayat bengkak, atau riwayat kencing batu sebelumnya. Gagal ginjal akut umumnya tidak memberikan tanda dan gejala anemia serta ukuran ginjal masih normal. Gagal ginjal akut dibagi dalam 3 kelompok, GGA Prerenal, GGA Renal, dan GGA Postrenal. Berdasarkan pemeriksaan laboratorium ditegakkan apabila terjadi peningkatan mendadak kreatinin serum 0,5 mg% pada pasien dengan dengan kreatinin awal < 2,5 mg% atau peningkatan lebih dari 20% pada pasien dengan kreatinin awal di atas 2,5 mg% (acute on chronic renal disease) (Markum, 2006).

Pasien dengan gagal ginjal berpotensi menyebabkan encepalopati, yang dapat disebabkan oleh uremia, defisiensi thiamin, dialysis, reaksi penolakan transplantasi, hipertensi, gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit, atau toksisitas obat. Encepalopati

Page 12: PERDARAHAN EPIDURAL DAN ENCEPALOPATI PASCA …

merupakan gangguan penurunan kesadaran yang disebabkan oleh proses penyakit di luar jaringan parenkim otak. Secara umum, encepalopati muncul dengan berbagai gejala yang bervariasi dari confusion hingga delirium dan koma, biasanya disertai dengan nyeri kepala, gangguan visual, tremor, asterixis, myoclonus multifocal, chorea dan seizure. Gejala-gejala ini berfluktuasi dari jam hingga hari (Raskin, 1995).

Encepalopati uremikum dapat menyertai gagal ginjal akut atau kronis. Namun pada pasien dengan gagal ginjal akut, gejala umumnya lebih menonjol dan berjalan lebih progresif. Patofisiologi encepalopati uremikum masih belum diketahui dengan pasti, namun beberapa faktor diperkirakan memegang peranan. Gangguan hormonal, stress oxidative, akumulasi produk metabolit, ketidakseimbangan neurotransmitter excitatory dan inhibitory, memiliki peranan dalam terjadinya encepalopati uremikum. SIRS

Systemic inflammatory response syndrome adalah respon sistemik tubuh terhadap infeksi dan bentuk non-infeksi (iskemia dan trauma). Bersifat non-spesifik dan merupakan pertahanan tubuh garis pertama terhadap suatu bahaya. Berfungsi sebagai proteksi dari invasi mikroorganisme dan mempersiapkan tubuh untuk penyembuhan, namun juga dapat mengakibatkan kerusakan jaringan kolateral dan meningkatkan kerusakan otak. Neutrophil yang teraktivasi dan mediator inflamatorik memberikan kontribusi yang besar terhadap kerusakan otak setelah respon inflamatorik. Respon inflamasi dapat dilihat dari beberapa parameter diantaranya CRP, procalcitonin, sitokin, laju endap darah, leukosit, dan suhu tubuh (Audebert et al., 2004; Janeway & Travers, 1997; Ritter et al., 2000; Wang et al., 2007).

Proses inflamasi dimulai 2 jam setelah onset cedera otak dan terus berlangsung selama beberapa hari, dan ikut berkontribusi pada kerusakan otak iskemia bahkan pada tahap awal proses iskemia. Iskemia serebral memicu respon inflamatorik dengan terbukti adanya aktivasi dan pelepasan protein fase akut seperti C-reactive protein (CRP) dan sitokin (Barone & Feurstein 1999; Emsley & Hopkins, 2008; Kocer et al., 2005; McColl et al., 2007).

Adanya SIRS sudah digunakan sebagai faktor prognostik pada pasien gawat darurat dan perawatan kritis. Beberapa penelitian menyebutkan bahwa pasien dengan SIRS menjadi prediktor independen terjadinya infeksi, lama perawatan, dan outcome pada pasien kasus trauma. American College of Chest Physicians/Society of Critical Care Medicine Committee menetapkan kriteria SIRS apabila didapatkan ≥ 2 kondisi berikut ini:

1. Suhu tubuh lebih dari 38o C atau kurang dari 36o C 2. Denyut jantung yang lebih besar dari 90 denyut/menit 3. Kecepatan pernafasan lebih dari 20 nafas/menit atau hiperventilasi dengan PaCO2

kurang dari 32 mmHg 4. Jumlah leukosit > 12000/mm3, atau dengan > 10% neutrophil yang belum matang

(ACCP-SCCM Consensus Conference, 1992; Bochicchio et al., 2001; Malone et al., 2001; Muckart & Bhagwanjee, 1997; Napolitano et al., 2000). Sepsis

Sepsis merupakan keadaan dimana terdapat bukti klinis infeksi disertai dengan sequel sistemik seperti peningkatan frekuensi napas, takikardia, abnormalitas suhu tubuh, dan perfusi jaringan yang tidak adekuat. Septic encephalopathy dapat dikelompokkan menjadi early encephalopathy yang terjadi sebelum terjadinya multiple organ failure, atau late encephalopathy yang menyertai multiple organ failure. Konsep early septic encephalopathy sebagai suatu entitas yang tidak dapat dijelaskan oleh disfungsi hepatic atau renal, hipotensi atau hipoksia merupakan suatu konsep yang baru. Septic encephalopathy awalnya didefiniskan sebagai perubahan fungsi otak terkait dengan adanya toksin mikroorganisme di dalam darah. Namun definisi ini tidaklah tepat karena mikroorganisme maupun produk toksinnya tidak dapat diisolasi dari darah pada banyak pasien sepsis (Bone, 1991).

Page 13: PERDARAHAN EPIDURAL DAN ENCEPALOPATI PASCA …

Septic encephalopathy kemungkinan disebabkan oleh aksi mediator inflamasi pada otak atau respon cytotoxic oleh sel-sel otak terhadap mediator inflamasi tersebut. Diagnosis septic encephalopathy merupakan adanya bukti infeksi ekstraseluler dan penurunan kesadaran. Infeksi ekstrakranial dapat diperoleh dari anamnesis dan pemeriksaan fisik, namun kultur darah hanya positif pada <50% pasien sepsis dan fokus infeksi terkadang sulit dibedakan. Enam puluh sembilan pasien sepsis menunjukkan penurunan atensi, orientasi, konsentrasi dan kemampuan menulis, delirium dan koma (Young et al., 1990).

Encepalopati ditandai oleh defisit neurologis yang bersifat simetris. Asterixis, tremor, dan multifocal myoclonus yang ditemukan pada encepalopati hepatikum dan uremikum jarang ditemukan pada sepsis. Hypoxemia, hypotensi, gangguan organ perifer, dan adanya penyalahgunaan obat-obatan harus dieksklusi. Meningitis, encephalitis, abscess otak, dan subdural empyema merupakan diagnosis banding penting yang perlu disingkirkan dengan pungsi lumbal, CT-scan kepala atau MRI. Tingkat severitas encepalopati dapat dinilai dengan Glasgow Coma Scale yang berkorelasi dengan tingkat mortalitas (Eidelman et al., 1996). Encepalopati sering merupakan manifestasi pertama dari sepsis, dan pasien sepsis dengan encepalopati memiliki tingkat mortalitas yang lebih tinggi dibanding pasien sepsis tanpa encepalopati. Temuan ini mengindikasikan encepalopati sebagai penyebab kematian pada pasien sepsis. DIAGNOSIS AKHIR Diagnosis klinik : stupor tanpa lateralisasi Diagnosis topik : bihemisfer serebri, epidural regio parietocipitalis dekstra Diagnosis etiologik : perdarahan epidural cum encepalopati Diagnosis tambahan : sepsis, gagal ginjal akut, hipernatremia, observasi peningkatan enzim

transaminase, hiperuricemia PENATALAKSANAAN

Penatalaksanaan pada penderita cedera kepala meliputi survey primer dan sekunder. Survey primer digunakan untuk stabilisasi kondisi pasien meliputi pembebasan jalan napas, memastikan napas adekuat, mempertahankan tekanan darah dan sirkulasi, pemeriksaan cepat status neurologi dan status umum. Survey sekunder dilakukan pada saat kondisi pasien sudah stabil, meliputi pemeriksaan laboratorium dan radiologi. Menejemen terapi pada kasus cedera kepala meliputi

1. Terapi non medikamentosa yaitu bed rest dan elevasi kepala 30o. 2. Terapi medikamentosa

Hal terpenting dalam penanganan cedera kepala adalah mencegah kerusakan neuronal yang akan memperburuk outcome, sehingga pencegahan sekunder sangatlah penting. Pemberian neuroprotektan dan neurotropik sanat dianjurkan selaian terapi untuk menangani ABC dan pengendalian tekanan intrakranial (Ashley, 2004). Neuroprotektan yang kerap diberikan adalah piracetam dan citicolin. Piracetam meningkatkan energi otak (ATP), meningkatkan aktivitas adenylat kinase yang mampu mengubah ADP menjadi AMP dan ATP, meningkatkan pertukaran cytocrome b5 yang merupakan komponen kunci dalam rantai transport elektron. Piracetam juga digunakan untuk perbaikan defisit neurologis seperti paresis dan gangguan bahasa, dan mengurangi eisiko terjadinya post concussion syndrome. Pada level neuronal, piracetam berikatan dengan kepala polar membran phospolipid, memperbaiki fluiditas membran sel, memperbaiki neurotransmisi, menstimulasi adenylate kinase yang mengkatalis perubahan ADP menjadi ATP. Pada level vaskuler meningktakan deformabilitas eritrosit, mengurangi hiperagregasi platelet, dan memperbaiki mikrosirkulasi.

Page 14: PERDARAHAN EPIDURAL DAN ENCEPALOPATI PASCA …

Citicoline pada metabolisme neuron meningkatkan ambilan glukosa dan menghambat radikalisasi asal lemak dalam keadaan iskemik, merangsang pembentukan glutation dan menurunkan resistensi vaskuler. Terapi antibiotik dimulai sesegera mungkin setelah sepsis didiagnosis. Pilihan terapi dengan antibiotik spektrum luas. Evaluasi penggunaan antibiotik dilakukan dalam jangka pendek (2-3 hari) untuk menilai efektivitas, resistensi, toksisitas, dan pertimbangan biaya. Pengunaan antibiotik kombinasi dipertimbangkan pada pasien dengan infeksi pseudomonas dan pasien dengan netropenia.

3. Terapi rehabilitatif Mobilisasi bertahap dilakukan secepatnya setelah pasien dalam keadaan stabil.

4. Terapi tambahan Terapi hemodialis diperlukan apabila fungsi ginjal telah sangat terganggu. Indikasi terapi hemodialisis pada gagal ginjal akut adalah :

a. Dialisis pencegahan, dilakukan segera setelah diagnosisi gagal ginjal akut ditegakkan

b. Dialisis terapi apabila : - Laju filtrasi glomerolus kurang dari 5 mL/menit - Keadaan umum buruk dan gejala klinis nyata lainnya - Kalium serum lebih dari 6mEq/L - Ureum darah lebih dari 200 mg/dL - pH darah kurang dari 7,1 - Anuria berkepanjangan (lebih dari 5 hari) - Fluid overloaded (Parsuadi, 2006; Rahardjo, 2006)

Penatalaksanaan hipernatremia dilakukan dengan mengidentifikasi penyebab kondisi ini. Sebagian besar kasus disebabkan karena defisit cairan tanpa diikuti elektrolit akibat kehilangan cairan dari saluran cerna, urine, dan saluran napas. Saat etiologi telah ditetapkan langkah berikutnya dengan dilakukannya koreksi berupa koreksi cairan dan mengurangi asupan garam. Apabila etiologinya karena pemberian natrium yang berlebihan maka pemberian natrium tersebut dihentikan.

Penatalaksanaan pada pasien ini adalah : 1. Non Medikamentosa

- Motivasi keluarga dan pasien - 02 3 Lt/menit NK - IVFD NaCl 0,45% 20 tpm (sesuaikan dengan balance cairan) - Posisi kepala 30o - Raber bagian nefrologi

2. Medikamentosa - Inj. Citicolin 1000 mg/ 12 jam (iv) - Inj. Ceftazidim 1 gr/ 24 jam - Inj. Ciprofloxacin 200 mg/24 jam - Inj. Furosemid 40 mg/24 jam (iv) - Inj. Ranitidine 50 mg/ 12 jam (iv) - Curcuma 3 x 200 mg - Asam folat 2 x 1000 µg - Systenol 3 x 1 (Parcetamol 500 mg N-acetylcysteine 200 mg) - Allopurinol 2 x 100 mg

Page 15: PERDARAHAN EPIDURAL DAN ENCEPALOPATI PASCA …

PROGNOSIS

Tingkat mortalitas perawatan sepsis di ICU sebesar 56%, dengan 27% terjadi sejak 48 jam pertama onset severe sepsis dan 77% terjadi dalam 14 hari pertama. Faktor risiko mortalitas pada sepsis adalah tingkat keparahan sepsis tersebut, acute organ failure, dan syok septik (Brun-Buisson et al., 1995).

Dari berbagai faktor diatas, maka prognosis pasien ini sebagai berikut : Death : malam Disease : malam Disability : malam Discomfort : malam Dissatisfaction : malam Distitution : malam

Page 16: PERDARAHAN EPIDURAL DAN ENCEPALOPATI PASCA …

Follow up Tanggal 02/12/2014 03/12/2014 04/12/2014 05/12/2014

10.30 05/12/2014

16.15 Keluhan

Bingung (+), kesulitan

komunikasi (+), muntah (-)

Bingung (+), kesulitan

komunikasi (+), muntah (-)

Penurunan kesadaran (+),

sesak (+), demam (+)

Penurunan kesadaran (+),

Sesak (+), demam (+)

Pasien meninggal

KU Lemah, somnolen, E3V4M5

Lemah, somnolen, E4V4M5

Lemah, stupor, E2V3M4

Buruk, koma, E2V2M3

Tanda vital TD RR

Nadi t

110/80 20x/m 72 (r) 36.8

TD RR

Nadi t

120/70 24x/m 100 (r) 37,4

TD RR

Nadi t

110/90 25x/mnt 120 (r) 38,6

TD RR

Nadi t

105/80 28x/mnt 110 (r) 39,2

TD RR

Nadi T

- - - 37,5

Nn.craniales Tak valid dinilai Tak valid dinilai Tak valid dinilai Tak valid dinilai -

Gerak dan Kekuatan

Kesan tanpa lateralisasi

Kesan tanpa lateralisasi

Kesan tanpa lateralisasi

Kesan tanpa lateralisasi

-

R.fisiologis

+2 +2 +2 +2 +2 +2 +2 +2 - +2 +2 +2 +2 +2 +2 +2 +2 -

R.patologis - - - - - - - - - - - - - - - - - -

Hasil Lab BUN Crea A.urat Na+ K+ Cl- SGOT SGPT

129 4,12 19,6 155 4,8 110 140 53

pH pCO2 pO2 HCO3 BE SO2 Na+ K+ Cl-

7,387 28 72,1 16,2 - 6,8 92.9 161 4.2 122

Na+ K+ Cl-

151 4.2 112

Na+ K+ Cl- pH pCO2 pO2 HCO3 BE SO2

154 4,4 122 7,332 30,8 37,4 16,0 - 8,8 55,7

Problem Hipernatremia Penkes ARF Hiperuricemia Peningkatan ez. transaminase

Hipernatremia Asidosis metabolik terkompensasi Penurunan kesadaran

Hipernatremia Penurunan kesadaran Sepsis dengan HAP

Hipernatremia Gagal napas tipe I Penurunan kesadaran

Pasien meninggal

Plan Citicolin 1000 mg/ 12 jam (iv) Furosemid 40 mg/24 jam (iv) Ranitidine 50 mg/ 12 jam (iv)

Terapi lanjut Asam Folat 2x1mg Allupurinol 2x100mg Curcuma 3 x 200 mg

Terapi lanjut Systenol 3 x 1 (Parcetamol 500 mg N-acetylcysteine 200 mg)

Terapi lanjut Inj.Ceftazidin 1gr/24 jam Inj.Ciprofloxacin 200 mg/24jam Nebu Atrovent : Flexotide /8jam Konsul ICU

Page 17: PERDARAHAN EPIDURAL DAN ENCEPALOPATI PASCA …

DAFTAR PUSTAKA

Adam, R.D., Victor, M., Ropper, A.H., 2005. Principles of Neurology. 7th. McGraw-Hill Book Company, New York.

AACP-SCCM Consensus Conference, 1992. Definitions of sepsis and multiple organ

failure and guidelines for the use of innovative therapies in sepsis. Crit Care Med, 20:864-874

Audebert, H. J., et al., 2004. Systemic inflamatory response depends on intial stroke

severity but is attenuated by successful thrombolysis. Stroke, 35:2128-2133 Barmawi, A., 2007. Laporan Tahunan Instalasi Gawat Darurat RSUP Dr Sardjito.

Yogyakarta Barone, F.C., Feuerstein, G. Z., 1999. Inflamatory mediators and stroke: New

opportunities for therapeutics. J Careb Blod Flow Metab, 19:819-834 Bochicchio, G.V., et al., 2001. Systemic inflamatory response syndrome score at

admission idependently predicts infections in blunt trauma patients. J Trauma, 50:817-820

Bone, R.C., 1991. Sepsis, the sepsis syndrome multi organ failurre: A plea for comparable

definitions. Ann Intern Med 1991; 114:332-333 Brun-Buisson et al., 1995. Incidence, risk factors, and outcome of severe sepsis and septic

syok in adults. A multcenter prospective study in intensive care units. French ICU Group for Severe Sepsis. JAMA. Sep 27 1995;274(12):968-74

Diaz-Marchan, et al., 1996. Computed Tomography of Closed Head Injury. Neurotrauma

I. New York, McGraw-Hill, pp:137-50. Emsley, H.C., Hopkins, S. J., 2008. Acute ischemic stroke and infection: recent ad

emerging concepts. Lancet neurol 7:341-353 Janeway, C., Travers, P., 1997. Immunobiology: The Immune System in health and

Disease, 3rd Edition. Current Biology Ltd., Garland. Kanich, W, et al., 2002. Altered mental status : evaluation and etiology in the ED. AM J

Emerg Med. 2002;20:613-617 Kocer, A., et al., 2005. C-reactive protein is an indicator for fatal outcomes in first-time

stroke patients. Med Sci Monit 11:CR540-CR544

Page 18: PERDARAHAN EPIDURAL DAN ENCEPALOPATI PASCA …

Langlois , J., et al., 2004. Traumatic brain injury in the United States; emergency department visits, hospitalizations, and deaths. National Center for Injury Preventiom and Control, Atlanta, Georgia.

Malone, D.L., et al., 2001. Back to basic: validation of the admission systemic

inflammatory response syndrome score in predicting outcome in trauma. J Trauma, 51:458-463

Markum, H.M.S, 2006. Gagal Ginjal Akut. Dalam: Sudoyo, A., et al., Buku Ajar Ilmu

Penyakit Dalam Edisi Keempat-Jilid 1. Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI, Jakarta. 138:585-589

McColl, B., et al., 2007. Systemic inflammation and stroke: aetiology, pathology, and

targets for therapy. Biochem Soc Trans, 35:1163-1165. Muckart, D.J., Bhagwanjee, S., 1997. American College of Chest Physician/Society of

Critical care medicine Concensus Conference definitions of the systemic inflammatory response syndrome and allied disorders in relation to critically injured patients. Crit Care Med, 25:1789-1795

Napolitano, L. M., et al., 2000. Systemic inflammatory response score at admission

independetly predicts mortality and length of stay in trauma patients. J Trauma, 49:647-652

Perdossi, 2006. Konsesnsus Nasional Penanganan Trauma Kapitis dan Trauma Spinal.

Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia, Jakarta. Parsuadi, I., et al., 2006. Dialisis Peritoneal. Dalam: Sudoyo, A., et al., Buku Ajar Ilmu

Penyakit Dalam Edisi Keempat-Jilid 1. Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI, Jakarta. 140:592-595

Rahadjo, P., et al., 2006. Hemodialis. Dalam: Sudoyo, A., et al., Buku Ajar Ilmu Penyakit

Dalam Edisi Keempat-Jilid 1. Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI, Jakarta. 139:590-591

Ramadhan, N.M., Keidel, M., 2000. Chronic Posttraumatic Headache. In : The Headaches,

2nd ed. Lippicott Williams and Wilkins, Philadelphia, 771-780. Raskin, N.H., 1995. Neurological complication of renal failure. In: Aminoff MJ, editor.

Neurology and General Medicine. 2nd ed. New York: Churchill Livingstone; 1995. P. 303-19

Ritter, L.S., et al., 2000. Leucocyte accumulation and hemodynamic changes in the

cerebral microcirculation during early reperfusion after stroke. Stroke, 31:1153-1161

Page 19: PERDARAHAN EPIDURAL DAN ENCEPALOPATI PASCA …

Sprung, C.L., et al,. 2008. Hydrocortisone therapy for patients with septic shock. New Engl J Med, 358:111-124

Wahjoepramono, E.J., 2005. Cedera Kepala. Fakultas Kedokteran Universitas Pelita

Harapan, Jakarta Wang, Q., et al., 2007. The inflammatory response in stroke. Journal of neuroimmunology,

184(1-2):53-68 Williams, L., Wilkins, 2004. Overview of Adult Traumatic Brain Injuries. Orlando

regional health care, education & Development, US, 1-57. Young, G.B., et al., 1990. The encephalopathy associated with septic illness.Clin Invest

Med 1990; 13;297-304 Zanella, F.E., 1998. Neuroradiology of Head Injury. Clinic & Forshung; S5:8-12.