63
PENGARUH SUHU AIR PENCUCIAN AMBING TERHADAP TINGKAT KEJADIAN MASTITIS DAN JUMLAH SEL SOMATIK PADA SAPI PERANAKAN FRIESIAN HOLSTEIN (PFH) SKRIPSI Oleh: Baharudin Alam Syah Yusuf NIM. 135050101111208 PROGRAM STUDI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2017

PENGARUH SUHU AIR PENCUCIAN AMBING TERHADAP …repository.ub.ac.id/8510/1/Baharudin Alam Syah Yusuf.pdf · ternak sapi perah jenis PFH sebanyak 15 ekor yang dibagi menjadi 5 kelompok

  • Upload
    others

  • View
    12

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: PENGARUH SUHU AIR PENCUCIAN AMBING TERHADAP …repository.ub.ac.id/8510/1/Baharudin Alam Syah Yusuf.pdf · ternak sapi perah jenis PFH sebanyak 15 ekor yang dibagi menjadi 5 kelompok

PENGARUH SUHU AIR PENCUCIANAMBING TERHADAP TINGKAT

KEJADIAN MASTITIS DAN JUMLAH SELSOMATIK PADA SAPI PERANAKAN

FRIESIAN HOLSTEIN (PFH)

SKRIPSI

Oleh:

Baharudin Alam Syah YusufNIM. 135050101111208

PROGRAM STUDI PETERNAKANFAKULTAS PETERNAKAN

UNIVERSITAS BRAWIJAYAMALANG

2017

Page 2: PENGARUH SUHU AIR PENCUCIAN AMBING TERHADAP …repository.ub.ac.id/8510/1/Baharudin Alam Syah Yusuf.pdf · ternak sapi perah jenis PFH sebanyak 15 ekor yang dibagi menjadi 5 kelompok

PENGARUH SUHU AIR PENCUCIANAMBING TERHADAP TINGKAT

KEJADIAN MASTITIS DAN JUMLAH SELSOMATIK PADA SAPI PERANAKAN

FRIESIAN HOLSTEIN (PFH)

SKRIPSI

Oleh:

Baharudin Alam Syah YusufNIM. 135050101111208

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untukmemperoleh gelar Sarjana Peternakan padaFakultas Peternakan Universitas Brawijaya

PROGRAM STUDI PETERNAKANFAKULTAS PETERNAKAN

UNIVERSITAS BRAWIJAYAMALANG

2017

Page 3: PENGARUH SUHU AIR PENCUCIAN AMBING TERHADAP …repository.ub.ac.id/8510/1/Baharudin Alam Syah Yusuf.pdf · ternak sapi perah jenis PFH sebanyak 15 ekor yang dibagi menjadi 5 kelompok

PENGARUH SUHU AİR PENCUCIAN AMBING

TERHADAP TINGKAT KEJADIAN MASTITIS DAN

JUMLAH SEL SOMATİK PADA SAPI PERANAKAN

FRIESIAN HOLSTEIN (PFH)

SKRIPSI

Oleh .

Baharudin Alam Syah Yusuf

Telah dinyatakan lulus dalam ujian SarjanaPada Hari/Tanggal: Senin/ 1 1 September 2017

Tanda tangan

Pembimbing Utama:

Dr. ir. Tri Eko Susilorini MP

NP. 19580711 198601 2 001

Pembimbing Pendamping:

Dr. İr. Puguh Surjowardojo. MP

NP. 19571216 198403 1 001

Dosen Penguji:Prof Dr. ir. Budi Hartono. MS

NP. 19600128 198701 1 001

ır.Nur Cholis MSi

NP. 19590626 198601 1 001

Artharini Irsyammawati. S.Pt. MP

NP. 19771016 200501 2 002

engetahui:Ğkdm İtas Peternakan

rıNŞŞj! rawi' a

s . Su i8701 1 ooı

Tanggal

14-11 -ZOR

13-11-2017

17/1

-II -2017

angpl..,.

Page 4: PENGARUH SUHU AIR PENCUCIAN AMBING TERHADAP …repository.ub.ac.id/8510/1/Baharudin Alam Syah Yusuf.pdf · ternak sapi perah jenis PFH sebanyak 15 ekor yang dibagi menjadi 5 kelompok

i

RIWAYAT HIDUP

Baharudin Alam Syah Yusuf (Bahar) dilahirkan di

Sidoarjo pada tanggal 19 Juli 1995 sebagai putra kedua Bapak

Mochammad Yusuf Ebby dan Ibu Iin Asida. Tahun 2007

penulis lulus SD di SDN Jemundo 1 Kabupaten Sidoarjo,

2010 lulus SMP di SMPN 2 Sukodono dan 2013 lulus SMA di

SMA Wachid Hasyim 2 Taman Sidoarjo. Tahun 2013 penulis

juga sekaligus diterima sebagai mahasiswa di Fakultas

Peternakan Universitas Brawijaya melalui jalur SNMPTN

(Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri).

Penulis aktif dalam organisasi UKM di tingkat Fakultas,

yaitu sebagai anggota, CBC (Cattle and Buffalo Club) BOS

Fapet UB. Pada tanggal 18 Juli hingga 17 Agustus 2016

penulis melakukan kegiatan PKL (Praktek Kerja Lapang) di

PT Eka Putra Jaya Bojonegoro, Jawa Timur dengan judul

Pengelolaan Usaha Feedlot Sapi Potong di PT. Eka Putra

Jaya, Desa Sukowati, Kecamatan Kapas, Kabupaten

Bojonegoro, Jawa Timur dibawah bimbingan Bapak Dr. Ir.

Irdaf, M.Si. Pada tanggal 25 Desember 2016 hingga 20

Februari 2017 penulis melakukan penelitian untuk tugas akhir

di KPSP (Koperasi Peternakan Sapi Perah) Setia Kawan

Nongkojajar, Pasuruan. Penelitian yang dilakukan berjudul

“Pengaruh Suhu Air Pencucian Ambing terhadap Jumlah Sel

Somatik dan Tingkat Kejadian Mastitis Pada Sapi Peranakan

Friesian Holstein (PFH)”.

Page 5: PENGARUH SUHU AIR PENCUCIAN AMBING TERHADAP …repository.ub.ac.id/8510/1/Baharudin Alam Syah Yusuf.pdf · ternak sapi perah jenis PFH sebanyak 15 ekor yang dibagi menjadi 5 kelompok

i

THE EFFECT OF UDDER WASHING WATER

TEMPERATURE ON THE LEVEL OF MASTITIS AND

SOMATIC CELLS IN FRIESIAN HOLSTEIN

CROSSBRED

Baharudin Alam Syah Yusuf1, Tri Eko Susilorini2 and Puguh

Surjowardojo2 1Student of Animal Production Department, Animal Husbandry

Faculty, Brawijaya University 2Lecturer of Animal Production Department, Animal Husbandry

Faculty, Brawijaya University

Email: [email protected]

ABSTRACT

The aim of this research was to evaluated washing water temperature the udder on level of mastitis and somatic cells count of milk. The material used in this research was 15 cows which devided into five groups based on the lactation month. The sample was taking by using purposive sampling. The trial used three treatments and five gorups. The research’s variable were subclinic mastitis score and the number of somatic cells. The research was done in eight weeks. The data were analyzed by Analysis of Variance (ANOVA). The result of the research showed that there was no significant effect of udder washing water temperature on the level of mastitis. Temperature 37°C of udder water treatment was only drecrease around 4.39% of mastitis. Udder washing water temperature not a significant effect on the number somatic cells of milk. Temperature 37°C can be decreased 7.4% on the number somatic cells count of milk. The conclusion of this research was no significant effect of udder washing water temperature on the level of mastitis and number of somatic cells of milk. The mastitis score and cells somatic number caused by the environmental hygiene

Page 6: PENGARUH SUHU AIR PENCUCIAN AMBING TERHADAP …repository.ub.ac.id/8510/1/Baharudin Alam Syah Yusuf.pdf · ternak sapi perah jenis PFH sebanyak 15 ekor yang dibagi menjadi 5 kelompok

ii

around the stable and outside infection while the process of milking.

Keywords: Udder washing water, mastitis, and somatic cell

Page 7: PENGARUH SUHU AIR PENCUCIAN AMBING TERHADAP …repository.ub.ac.id/8510/1/Baharudin Alam Syah Yusuf.pdf · ternak sapi perah jenis PFH sebanyak 15 ekor yang dibagi menjadi 5 kelompok

iii

PENGARUH SUHU AIR PENCUCIAN AMBING

TERHADAP TINGKAT MASTITIS DAN JUMLAH SEL

SOMATIK PADA SAPI PERANAKAN FRIESIAN

HOLSTEIN (PFH)

Baharudin Alam Syah Yusuf1, Tri Eko Susilorini2 dan Puguh

Surjowardojo2

1) Mahasiswa Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya

2) Dosen Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya

E-mail: [email protected]

RINGKASAN

Manajemen pemerahan meliputi beberapa tahap, yaitu

persiapan pemerahan (massage ambing), pelaksanaan

pemerahan (metode milking) dan pengakhiran pemerahan

dengan melakukan teat dipping. Persiapan pemerahan meliputi

persiapan alat dan pencucian ambing. Pencucian ambing

dilakukan agar ambing dalam keadaan bersih serta

merangsang keluarnya susu. Pencucian ambing menggunakan

air bersuhu 37°C berguna untuk merangsang keluarnya susu

dari kelenjar-kelenjar susu dengan optimal, serta suhu 37°C

merupakan suhu normal tubuh sapi dan bertujuan untuk

menghindari pencemaran bakteri yang masuk ke dalam lubang

puting.

Penelitian ini dilaksanakan di Koperasi Peternakan

Sapi Perah (KPSP) Setia Kawan Nongkojajar, Pasuruan,

Jawa Timur. Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 25

Desember – 20 Februari. Tujuan dari penelitian ini untuk

mengetahui pengaruh suhu air pencucian ambing 22°C, 27°C

dan 37°C terhadap tingkat kejadian mastitis dan jumlah sel

Page 8: PENGARUH SUHU AIR PENCUCIAN AMBING TERHADAP …repository.ub.ac.id/8510/1/Baharudin Alam Syah Yusuf.pdf · ternak sapi perah jenis PFH sebanyak 15 ekor yang dibagi menjadi 5 kelompok

iv

somatik pada sapi perah. Hasil dari penelitian ini diharapkan

mampu memberikan informasi tentang penggunaan suhu air

pencucian ambing dalam manajemen pemerahan serta

memberikan informasi tentang suhu yang ideal untuk

pencucian ambing, sehingga dapat menekan tingkat kejadian

mastitis.

Materi yang digunakan dalam penelitian ini adalah

ternak sapi perah jenis PFH sebanyak 15 ekor yang dibagi

menjadi 5 kelompok berdasarkan bulan laktasi, yaitu awal (1

bulan), puncak (2 – 3 bulan), tengah (4 – 6 bulan), akhir (7 –

10 bulan) dan diatas 10 bulan. Metode yang digunakan yaitu

percobaan/eksperimen dan wawancara. Pemilihan sampel

ternak dilakukan secara purposive sampling, yaitu sapi perah

PFH yang dikelompokkan berdasarkan fase laktasinya.

Percobaan dilakukan menggunakan 3 perlakuan dan 5

kelompok. Perlakuan yang dilakukan yaitu suhu air pencucian

ambing 22○C, 27○C dan 37○C. Variabel dari penelitian ini

yaitu skor mastitis subklinis berdasarkan uji CMT dan jumlah

sel somatik susu yang diukur dengan uji SCC.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa suhu air pencucian

ambing tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap tingkat

mastitis dengan rataan masing-masing perlakuan yaitu

1,58±0,11; 1,45±0,15 dan 1,39±0,58. Suhu air pencucian

ambing 37°C hanya dapat menurunkan tingkat kejadian

mastitis dengan rata-rata penurunan sebesar 4,39 %. Suhu air

pencucian ambing juga tidak berpengaruh nyata (P>0,05)

terhadap jumlah sel somatik susu dengan rataan masing-

masing perlakuan yaitu 1,88±0,03 CFU/ml; 1,70±0,23

CFU/ml dan 1,81±0,03 CFU/ml. Suhu air pencucian ambing

37° C hanya dapat menurunkan jumlah sel somatik susu

sebesar 7,4 %.

Page 9: PENGARUH SUHU AIR PENCUCIAN AMBING TERHADAP …repository.ub.ac.id/8510/1/Baharudin Alam Syah Yusuf.pdf · ternak sapi perah jenis PFH sebanyak 15 ekor yang dibagi menjadi 5 kelompok

v

Kesimpulan dari hasil penelitian pengaruh suhu air

pencucian ambing tidak menunjukkan perbedaan yang nyata

terhadap tingkat kejadian mastitis dan jumlah sel somatik susu

pada sapi PFH yaitu dengan suhu air pencucian ambing 37°C

hanya dapat menurunkan tingkat kejadian mastitis sebesar

4,39% serta hanya bisa menurunkan jumlah sel somatik

sebesar 7,4%. Skor mastitis tersebut tidak dipengaruhi oleh

perbedaan suhu air pencucian ambing, namun disebabkan oleh

kebersihan lingkungan disekitar area kandang serta jumlah sel

somatik susu tidak dipengaruhi oleh perbedaan suhu air

pencucian ambing, tetapi dipengaruhi akibat adanya infeksi

dari luar saat pemerahan berlangsung.Meskipun berdasarkan

hasil analisis statistik tidak menunjukkan perbedaan yang

nyata, hendaknya peternak sebelum melakukan pemerahan

tetap menggunakan air suhu 37°C untuk melakukan pencucian

ambing, karena tetap bisa menurunkan tingkat kejadian

mastitis dan jumlah sel somatik.

Page 10: PENGARUH SUHU AIR PENCUCIAN AMBING TERHADAP …repository.ub.ac.id/8510/1/Baharudin Alam Syah Yusuf.pdf · ternak sapi perah jenis PFH sebanyak 15 ekor yang dibagi menjadi 5 kelompok

i

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT yang

telah melimpahkan segala Rahmat dan Hidayah-Nya,

sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul

“Pengaruh Suhu Air Pencucian Ambing terhadap Tingkat

Kejadian Mastitis dan Jumlah Sel Somatik pada Sapi

Peranakan Friesian Holstein (PFH)”. Penulisan skripsi ini

merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana

Peternakan pada Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya.

Penulis mengucapkan terima kasih atas dukungan kepada

semua pihak diantaranya :

1. Bapak M. Yusuf Ebby dan Alm Ibu Iin Asidah selaku

kedua orang tua atas doa dan dukungannya baik secara

moril maupun materiil.

2. Dr. Ir. Tri Eko Susilorini, MP selaku Pembimbing

Utama yang dengan kesabaran dan kebijaksanaanya

telah membimbing dan mengarahkan, sehingga

penulisan skripsi ini terselesaikan.

3. Dr. Ir. Puguh Surjowardojo, MP selaku

Pembimbing Pendamping yang selalu memberi

masukan agar skripsi ini terselesaikan dengan baik dan

benar.

4. Prof. Dr.Sc.Agr.Ir. Suyadi, MS selaku Dekan Fakultas

Peternakan.

5. Dr. Agus Susilo, S.Pt, MP selaku Ketua Program Studi

Peternakan yang telah banyak membina kelancaran

proses studi.

Page 11: PENGARUH SUHU AIR PENCUCIAN AMBING TERHADAP …repository.ub.ac.id/8510/1/Baharudin Alam Syah Yusuf.pdf · ternak sapi perah jenis PFH sebanyak 15 ekor yang dibagi menjadi 5 kelompok

ii

6. Prof. Dr. Ir. Budi Hartono, MS., Ir.Nur Cholis, MS.,

dan Artharini Irsyammawati, S.Pt,MP selaku Penguji

atas masukan dan saran selama Ujian Sarjana hingga

selesainya skripsi ini.

7. Bapak H.M. Koesnan, SE selaku ketua KPSP Setia

Kawan yang telah memberikan izin untuk melakukan

penelitian di wilayah kerja KPSP Setia Kawan,

Pasuruan.

8. Bapak H. Sutrikno selaku pemilik peternakan sebagai

tempat penelitian untuk skripsi ini.

9. Rekan kuliah dan teman-teman griya jazom yang

merelakan waktu untuk membantu menyelesaikan

penulisan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari

sempurna, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan

saran yang konstruktif dari semua pihak. Penulis juga

berharap agar skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi

pembaca, dalam konteks untuk pengembangan ilmu

pengetahuan.

Malang, 16 November 2017

Penulis

Page 12: PENGARUH SUHU AIR PENCUCIAN AMBING TERHADAP …repository.ub.ac.id/8510/1/Baharudin Alam Syah Yusuf.pdf · ternak sapi perah jenis PFH sebanyak 15 ekor yang dibagi menjadi 5 kelompok

i

DAFTAR ISI

Isi Halaman

RIWAYAT HIDUP ........................................... i

KATA PENGANTAR ....................................... ii

ABSTRACT...................................................... iv

RINGKASAN ................................................... vi

DAFTAR ISI ..................................................... ix

DAFTAR TABEL ............................................. xi

DAFTAR GAMBAR......................................... xii

DAFTAR LAMPIRAN ..................................... xiii

DAFTAR SINGKATAN ................................... xiv

BAB I. PENDAHULUAN ................................. 1

1.1 Latar Belakang ........................................ 1

1.2 Rumusan Masalah ................................... 3

1.3 Tujuan .................................................... 4

1.4 Manfaat .................................................. 4

1.5 Kerangka Pikir ........................................ 4

1.6 Hipotesis ................................................. 6

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ....................... 7

2.1 Karakteristik Sapi Perah PFH .................. 7

2.2 Manajemen Pemerahan ........................... 8

2.3 Teknik Pemerahan .................................. 12

2.4 Suhu Air Pencucian Ambing..................... 14

2.5 Mastitis dan Uji CMT .............................. 15

2.6 Sel Somatik Susu..................................... 19

Page 13: PENGARUH SUHU AIR PENCUCIAN AMBING TERHADAP …repository.ub.ac.id/8510/1/Baharudin Alam Syah Yusuf.pdf · ternak sapi perah jenis PFH sebanyak 15 ekor yang dibagi menjadi 5 kelompok

ii

BAB III. MATERI DAN METODE

PENELITIAN .................................... 23

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian .................... 23

3.2 Materi Penelitian ..................................... 23

3.3 Metode Penelitian .................................... 24

3.4 Tahapan Penelitian................................... 25

3.5 Variabel Penelitian................................... 27

3.6 Analisis Data .......................................... 27

3.7 Batasan Istilah ......................................... 28

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ............ 30

4.1 Keadaan Umum Lokasi Penelitian ............ 30

4.2 Proses Pemerahan dan Sanitasi Kandang... 31

4.3 Pengaruh Suhu Air Pencucian Ambing terhadap

Tingkat Mastitis....................................... 33

4.4 Pengaruh Suhu Air Pencucian Ambing terhadap

Jumlah Sel Somatik.................................. 36

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ............. 40

5.1 Kesimpulan ............................................. 40

5.2 Saran ...................................................... 40

DAFTAR PUSTAKA ........................................ 41

LAMPIRAN ..................................................... 49

Page 14: PENGARUH SUHU AIR PENCUCIAN AMBING TERHADAP …repository.ub.ac.id/8510/1/Baharudin Alam Syah Yusuf.pdf · ternak sapi perah jenis PFH sebanyak 15 ekor yang dibagi menjadi 5 kelompok

i

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Jumlah sel somatik berdasarkan skor CMT....... 20

2. Faktor-faktor penyebab peningkatan jumlah

sel somatik susu.............................................. 22

3. Rata-rata tingkat kejadian mastitis dari sapi sampel

penelitian yang diberi perlakuan

suhu air pencucian ambing............................... 34

4. Rata-rata jumlah sel somatik susu dari sapi

sampel penelitian yang diberi perlakuan

suhu air pencucian ambing............................... 37

Page 15: PENGARUH SUHU AIR PENCUCIAN AMBING TERHADAP …repository.ub.ac.id/8510/1/Baharudin Alam Syah Yusuf.pdf · ternak sapi perah jenis PFH sebanyak 15 ekor yang dibagi menjadi 5 kelompok

i

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Kerangka Pikir Penelitian ................................ 6

2. Sapi PFH ....................................................... 8

3. Proses Pemerahan .......................................... 32

4. Grafik rataan tingkat mastitis setiap minggu ...... 35

5. Grafik rataan jumlah sel somatik susu sebelum

dan setelah perlakuan ...................................... 38

Page 16: PENGARUH SUHU AIR PENCUCIAN AMBING TERHADAP …repository.ub.ac.id/8510/1/Baharudin Alam Syah Yusuf.pdf · ternak sapi perah jenis PFH sebanyak 15 ekor yang dibagi menjadi 5 kelompok

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sapi perah dalam memproduksi susu dipengaruhi oleh

faktor internal yaitu genetik dan eksternal yaitu lingkungan,

keberhasilan usaha peternakan sapi perah di tentukan oleh

beberapa faktor diantaranya yaitu breeding, feeding dan

manajemen pemeliharaan. Tujuan dari usaha peternakan sapi

perah adalah untuk memperoleh produksi susu sebanyak-

banyaknya dengan kualitas baik dan menjaga agar ambing

tetap sehat (Sudono, Rosdiana dan Setiawan, 2003). Produksi

susu yang banyak dan kualitas baik akan dapat diperoleh

apabila menerapkan manajemen pemeliharaan yang baik.

Manajemen pemeliharaan induk laktasi sapi perah meliputi

manajemen perkandangan, sanitasi lingkungan, pemberian

pakan, pemerahan, perkawinan, penanganan penyakit serta

pencegahan penyakit. Manajemen pemerahan meliputi

beberapa tahap, yaitu persiapan pemerahan (massage ambing),

pelaksanaan pemerahan (metode milking) dan pengakhiran

pemerahan dengan melakukan teat dipping (Kentjonowaty,

Trisunuwati, Susilawaty dan Surjowardojo, 2014).

Persiapan pemerahan meliputi persiapan alat dan

pencucian ambing. Pencucian ambing dilakukan agar ambing

dalam keadaan bersih serta merangsang keluarnya susu,

sehingga pada saat melakukan pencucian ini peternak perlu

memperhatikan agar tidak banyak kehilangan produksi susu

dari sapi perah. Kentjonowaty dkk. (2014), pencucian ambing

erat hubungannya dengan perangsangan dan aktifitas hormon

oxytocin. Hormon oxytocin merupakan hormon yang bekerja

Page 17: PENGARUH SUHU AIR PENCUCIAN AMBING TERHADAP …repository.ub.ac.id/8510/1/Baharudin Alam Syah Yusuf.pdf · ternak sapi perah jenis PFH sebanyak 15 ekor yang dibagi menjadi 5 kelompok

2

khusus untuk merangsang keluarnya susu dari alveoli. Kerja

hormon oxytocin berlangsung selama 6-8 menit, sehingga

pemerahan perlu dilakukan secara cepat dan optimal agar

produksi susu dapat diperoleh sebanyak-banyaknya.

Pemerahan susu yang tidak optimal menyebabkan penurunan

kualitas komponen susu karena terdapat residual milk,

terutama pada kadar lemak yang disebabkan oleh adanya sel

somatik dalam jumlah banyak sehingga kadar lemak turun. Sel

somatik dalam susu merupakan sekresi epitel dan leukosit

dalam susu.

Pencucian ambing menggunakan air bersuhu 37°C

berguna untuk merangsang keluarnya susu dari kelenjar-

kelenjar susu dengan optimal, serta suhu 37°C merupakan

suhu normal tubuh sapi dan pada suhu ini sapi akan merasa

nyaman, karena hormon oxytocin bekerja dengan efektif dan

menghambat keluarnya hormon adrenalin yang mengakibatkan

terhentinya hormon oxytocin. Perlakuan ini juga bertujuan

untuk menghindari pencemaran bakteri yang masuk ke dalam

lubang puting, sehingga tingkat kejadian mastitis pada sapi

perah akan menurun.

Mastitis adalah reaksi peradangan ambing yang

disebabkan oleh kuman, zat kimia, luka bakar atau luka

mekanis. Peradangan ini menyebabkan bertambahnya protein

di dalam darah dan sel-sel darah putih di dalam jaringan

mamae. Mastitis dapat timbul karena adanya reaksi dari

kelenjar susu terhadap suatu infeksi yang terjadi pada kelenjar

susu tersebut. Reaksi ini ditandai dengan adanya peradangan

pada ambing untuk menetralisir rangsangan yang ditimbulkan

oleh luka serta untuk melawan kuman yang masuk kedalam

kelenjar susu agar dapat berfungsi normal. Utami, Radiati dan

Surjowardojo (2014), infeksi ini dapat menyebabkan bengkak

Page 18: PENGARUH SUHU AIR PENCUCIAN AMBING TERHADAP …repository.ub.ac.id/8510/1/Baharudin Alam Syah Yusuf.pdf · ternak sapi perah jenis PFH sebanyak 15 ekor yang dibagi menjadi 5 kelompok

3

pada ambing, meningkatnya suhu tubuh, nafsu makan turun

disertai dengan perubahan komposisi susu maupun bentuk

ambing. Penyakit ini juga menyebabkan penurunan produksi

susu sebesar 10 sampai 20% dan berpengaruh pada kuantitas

dan kualitas produksi susu (Rady and Sayed, 2009).

Para peternak masih menggunakan air dingin saat

melakukan pencucian ambing sebelum melakukan pemerahan,

hal ini mengakibatkan ambing mudah tercemar oleh bakteri

yang masuk kedalam puting susu sehingga dapat

meningkatkan jumlah sel somatik pada susu serta

meningkatkan kejadian mastitis. Berdasarkan uraian di atas,

maka perlu dilakukan penelitian terkait dengan perbedaan

suhu air pencucian ambing yaitu 22°C, 27°C dan 37°C

terhadap jumlah sel somatik susu dan tingkat kejadian mastitis.

1.2 Rumusan Masalah

Permasalahan yang akan dirumuskan dalam penelitian ini

adalah:

1.2.1 Apakah suhu air pencucian ambing 22°C, 27°C dan

37°C berpengaruh terhadap tingkat kejadian

mastitis pada sapi perah PFH?

1.2.2 Apakah suhu air pencucian ambing 22°C, 27°C dan

37°C berpengaruh terhadap terhadap jumlah sel

somatik pada susu sapi perah PFH?

Page 19: PENGARUH SUHU AIR PENCUCIAN AMBING TERHADAP …repository.ub.ac.id/8510/1/Baharudin Alam Syah Yusuf.pdf · ternak sapi perah jenis PFH sebanyak 15 ekor yang dibagi menjadi 5 kelompok

4

1.3 Tujuan

Tujuan dari penelitian ini adalah:

1.3.1 Mengetahui pengaruh suhu air pencucian ambing

22°C, 27°C dan 37°C terhadap tingkat kejadian

mastitis pada sapi perah PFH.

1.3.2 Mengetahui pengaruh suhu air pencucian ambing

22°C, 27°C dan 37°C terhadap jumlah sel somatik

pada susu sapi perah PFH.

1.4 Manfaat

Diharapkan dari hasil penelitian ini memiliki kegunaan

yaitu:

1.4.1 Mampu memberikan informasi kepada pembaca

tentang pengaruh perbedaan suhu pencucian

ambing terhadap tingkat mastitis.

1.4.2 Mampu memberikan informasi kepada pembaca

tentang pengaruh perbedaan suhu pencucian

ambing terhadap jumlah sel somatik pada susu.

1.5 Kerangka Pikir

Sapi perah merupakan ternak penghasil susu yang

sangat dominan dibanding ternak perah lainnya dan sangat

besar kontribusinya dalam memenuhi kebutuhan konsumsi

bagi manusia. Sapi Friesien Holstein (FH) merupakan salah

satu ternak penghasil susu terbanyak yang berasal dari

Belanda dan mulai dikembangkan sejak tahun 1625. Bangsa

sapi perah yang banyak dipelihara di Indonesia adalah jenis

bangsa sapi perah (PFH) yang merupakan hasil persilangan

(grading-up) antara sapi perah FH dengan sapi lokal.

Page 20: PENGARUH SUHU AIR PENCUCIAN AMBING TERHADAP …repository.ub.ac.id/8510/1/Baharudin Alam Syah Yusuf.pdf · ternak sapi perah jenis PFH sebanyak 15 ekor yang dibagi menjadi 5 kelompok

5

Manajemen pemerahan merupakan salah satu faktor

lingkungan yang mempengaruhi kebersihan ambing dan

kualitas susu. Manajemen pemerahan meliputi beberapa tahap,

yaitu persiapan pemerahan (massage ambing), pelaksanaan

pemerahan (metode milking) dan pengakhiran pemerahan

dengan melakukan teat dipping. Persiapan pemerahan meliputi

persiapan alat dan pencucian ambing. Pencucian ambing

dilakukan agar ambing dalam keadaan bersih serta

merangsang keluarnya susu karena aktivitas dari horomon

oxytocin, sehingga dalam pencuciannya perlu diperhatikan

agar peternak tidak banyak kehilangan produksi susu dan

dapat menurunkan tingkat kejadian mastitis.

Pencucian ambing menggunakan air bersuhu 37°C

berguna untuk menghindari pencemaran bakteri dan juga

merangsang keluarnya susu dari kelenjar-kelenjar susu dengan

optimal, ambing yang dicuci menggunakan suhu 37°C

diharapkan dapat menurunkan jumlah sel somatik pada susu

dan menurunkan tingkat kejadian mastitis. Mastitis adalah

reaksi peradangan ambing yang disebabkan oleh kuman, zat

kimia, luka bakar atau luka mekanis, penyakit ini dapat timbul

karena adanya reaksi dari kelenjar susu terhadap suatu infeksi

yang terjadi pada kelenjar susu tersebut. California Mastitis

Test (CMT) merupakan salah satu uji yang dapat digunakan

dalam mendeteksi adanya mastitis pada sapi perah untuk

mengetahui keabnormalan susu pada tingkat yang rendah (sub

klinis), mudah pelaksanaannya dan cepat dalam mendeteksi

adanya mastitis. Kerangka pikir dalam penelitian ini dapat

dilihat pada Gambar 1.

Page 21: PENGARUH SUHU AIR PENCUCIAN AMBING TERHADAP …repository.ub.ac.id/8510/1/Baharudin Alam Syah Yusuf.pdf · ternak sapi perah jenis PFH sebanyak 15 ekor yang dibagi menjadi 5 kelompok

6

Gambar 1. Kerangka Pikir Penelitian

1.6 Hipotesis

Pencucian ambing dengan air suhu 37○C pada tahap

awal pemerahan dapat menurunkan tingkat kejadian mastitis

dan menurunkan jumlah sel somatik pada susu sapi perah

PFH.

Manajemen

Pemerahan

Pencucian

ambing

Tingkat

Kejadian

Mastitis

Menurun

Jumlah Sel

Somatik Susu

Menurun

Penurunan

Pencemaran

Bakteri pada

Puting

Persiapan sebelum

pemerahan penting

untuk dilakukan,

sebab ada

pengaruhnya

terhadap kualitas

susu yang

dihasilkan.

Sebelum sapi

diperah ambing

harus dicuci

terlebih dahulu

menggunakan air

panas (Makin,

2011).

Pencucian

ambing menggunakan air

bersuhu 37°C

berguna untuk

menghindari

pencemaran bakteri dan juga

merangsang

keluarnya susu

dari kelenjar-

kelenjar susu dengan optimal,

(Mahardika, Pratiwi, dan

Surjowardojo,

2016).

Suhu air

22○C, 27○C

dan 37○C

Page 22: PENGARUH SUHU AIR PENCUCIAN AMBING TERHADAP …repository.ub.ac.id/8510/1/Baharudin Alam Syah Yusuf.pdf · ternak sapi perah jenis PFH sebanyak 15 ekor yang dibagi menjadi 5 kelompok

1

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Karakteristik Sapi Perah PFH

Hingga akhir tahun 2010, pemenuhan kebutuhan susu

Indonesia berasal dari produksi dalam negeri dan impor dari

negara-negara seperti Selandia Baru dan Australia. Kurangnya

pasokan susu untuk memenuhi kebutuhan masyarakat

disebabkan oleh terbatasnya populasi sapi perah yang ada di

Indonesia. Penyebab lain adalah sumber daya manusia

pengelola peternakan yang masih rendah sehingga

produktivitas ternak sapi perah belum optimal (Aunurohman

dan muatip, 2011).

Qisthon dan Husni (2003), kemampuan produksi susu

sapi perah FH dapat mencapai lebih 7000 kg/laktasi dengan

kadar lemak susu rata-rata 3,5%. Sudono dkk (2003), Produksi

susu sapi perah PFH yang ada di peternakan Indonesia hanya

10-12 liter susu/ekor/hari, sedangkan di beberapa negara

tetangga sudah mencapai 20 liter susu/ekor/hari produksi susu

sapi PFH sebelum tahun 1979 sekitar 1800 – 2000 kg/laktasi

dengan panjang laktasi rata-rata kurang dari 10 bulan.

Bangsa sapi perah yang banyak dipelihara di Indonesia

adalah jenis bangsa sapi perah PFH. Menurut Siregar (2001),

sapi PFH merupakan hasil persilangan (grading-up) antara

sapi perah FH dengan sapi lokal. Soetarno (2003), sejak

tersebarnya sapi FH dibeberapa daerah di Indonesia khususnya

pulau Jawa, telah terjadi perkawinan secara bebas antara sapi

FH dengan sapi lokal dan menghasilkan keturunan yang

disebut PFH.

Page 23: PENGARUH SUHU AIR PENCUCIAN AMBING TERHADAP …repository.ub.ac.id/8510/1/Baharudin Alam Syah Yusuf.pdf · ternak sapi perah jenis PFH sebanyak 15 ekor yang dibagi menjadi 5 kelompok

2

Rustamadji (2004), ciri-ciri sapi PFH yaitu memiliki

warna bulu belang hitam dan putih, mempunyai ukuran tubuh

yang besar dan beratnya hampir sama dengan sapi FH,

mempunyai kadar lemak susu yang juga rendah, produksi susu

dapat mencapai 15-20 liter/hari/ masa laktasi, mempunyai sifat

tenang dan jinak sesuai dengan induknya, lebih tahan panas

jika dibandingkan dengan sapi FH, sehingga lebih cocok di

daerah tropis, dan mudah beradaptasi di lingkungan barunya.

Gambar 2. Sapi PFH

2.2 Manajemen Pemerahan

Pemerahan yang baik dilakukan dengan cara dan alat

yang bersih. Tahapan-tahapan pemerahan harus dilakukan

dengan benar agar sapi tetap sehat dan terhindar dari penyakit

yang dapat menurunkan produksinya. Tahapan-tahapan

pemerahan tersebut meliputi persiapan pemerahan dan teknik

pemerahan.

Page 24: PENGARUH SUHU AIR PENCUCIAN AMBING TERHADAP …repository.ub.ac.id/8510/1/Baharudin Alam Syah Yusuf.pdf · ternak sapi perah jenis PFH sebanyak 15 ekor yang dibagi menjadi 5 kelompok

3

Suhu dan kelembaban udara merupakan dua faktor

iklim yang mempengaruhi produksi sapi perah karena dapat

menyebabkan perubahan keseimbangan panas dalam tubuh

ternak, keseimbangan air, keseimbangan energi dan

keseimbangan tingkah laku ternak. Produksi air susu dan

konsumsi makanan secara otomatis direduksi dalam usaha

mengurangi produksi panas tubuh. Penurunan nafsu makan

menyebabkan produksi air susu direduksi. Stres panas

merupakan faktor yang sangat berpengaruh tinggi terhadap

produksi susu terutama pada saat puncak produksi (Makin,

2011).

Kemampuan sapi perah dalam memproduksi susu

dipengaruhi oleh 30% genetik dan 70% lingkungan.

Manajemen pemeliharaan meliputi manajemen perkandangan

dan sanitasi lingkungan, manajemen pemberian pakan,

manajemen pemerahan, pengaturan perkawinan dan

penanganan penyakit serta pencegahannya. Manajemen

pemeliharaan induk laktasi sapi perah merupakan pelaksanaan

ternak setiap hari yang kegiatannya meliputi pemberian pakan

dan minum, sanitasi kandang, pelaksanaan perkawinan,

pemerahan, pembersihan dan kesehatan sapi serta sistem

perkandangan (Prihanto, 2009).

Suheri (2010), menjelaskan beberapa hal penting yang

harus dilakukan sebelum pemerahan, antara lain:

a. Membersihkan kandang dan peralatan

pemerahan.

b. Memandikan sapi, terutama pada bangian

ambing, bagian belakang disekitar lipatan paha

bagian dalam dengan menggunakan kain lap

basah. Kemudian ambing dilap lagi dengan air

hangat (37°C) untuk menghindari pencemaran

Page 25: PENGARUH SUHU AIR PENCUCIAN AMBING TERHADAP …repository.ub.ac.id/8510/1/Baharudin Alam Syah Yusuf.pdf · ternak sapi perah jenis PFH sebanyak 15 ekor yang dibagi menjadi 5 kelompok

4

bakteri dan juga untuk merangsang agar air susu

dapat keluar dari kelenjar-kelenjar susu. Olesi

puting susu dengan vaseline agar puting susu

tidak luka atau lecet.

c. Bagi petugas pemerah diusahakan memakai

pakaian khusus yang bersih. Pada waktu

pemerahan posisi pemerah harus berada disebelah

kanan sapi sehingga tangan kiri berfungsi sebagai

penahan apabila ada tendangan kaki sapi,

sedangkan tangan kanan untuk menjaga ember

susu.

d. Untuk menghindari kemungkinan-kemungkinan

sapi terjangkit mastitis atau radang ambing, maka

perlu dilakukan pengetesan pada waktu

pemerahan. Oleh karena itu disediakan wadah

atau cangkir (strip cup) yang ditutup dengan kain

hitam. Pemerahan pertama dan kedua air susu

ditampung dalam cangkir tersebut kemudian

amati susu tersebut apabila terdapat tanda-tanda

susu bercampur dengan darah atau nanah, maka

dipastikan sapi tersebut terjangkit mastitis,

pemerahah selanjutnya harus dihentikan.

e. Lakukan pemerahan dengan baik dan benar agar

puting susu sapi tidak terluka atau lecet.

Pemerahan usahakan dengan menggunakan ke

lima jari tangan dan jangan diperah secara dipijit

atau ditarik karena puting susu lama kelamaan

akan memenjang. Pemerahan hendaknya harus

habis, yang bertujuan untuk merangsang

kelenjar-kelenjar susu untuk memproduksi

kembali air susu seara aktif.

Page 26: PENGARUH SUHU AIR PENCUCIAN AMBING TERHADAP …repository.ub.ac.id/8510/1/Baharudin Alam Syah Yusuf.pdf · ternak sapi perah jenis PFH sebanyak 15 ekor yang dibagi menjadi 5 kelompok

5

f. Selesai pemerahan, susu segera disaring dengan

kain nilon yang halus kemudian diukur atau

ditimbang. Setelah pemerahan selesai ambing

puting dibilas dengan air bersih dan hangat

kemudian puting susu dicelup dengan larutan

biocid.

Manajemen pemerahan menjadi faktor terakhir penentu

keluarnya air susu dari sapi perah yang sedang laktasi.

Pengeluaran susu dari kelenjar susu memerlukan rangsangan

system syaraf yang memacu pelepasan hormone oxytocin dan

akan menyebabkan sel myoepithel yang mengelilingi alveolus

berkontraksi dan memeras susu keluar dari alveoli menuju

saluran susu, oleh karena itu sebaiknya ambing dan puting sapi

dirangsang sebelum pemerahan agar terjadi milk let down.

Hormon oxytocin mulai berperan satu atau dua menit setelah

mulai refleks oleh adanya stimulus (Jeffrey dan Reneau, 2001;

Donald, Roaark, Beck dan Fryer, 2004).

Handayani dan Purwanti (2010), mikroba aerob seperti

Staphyloccus aureus ditemukan pada ember hasil perahan.

Mikroba tersebut dapat tumbuh di permukaan ember yang

kemungkinan disebabkan permukaan ember yang masih

menyisakan susu dan tidak dibersihkan dengan sabun

(desinfektan) setelah pemerahan atau dijemur di bawah sinar

matahari. Ambing dan puting dibersihkan menggunakan air

sebelum pemerahan. Setelah itu pemerah melakukan

pemerahan dengan bantuan vaselin atau minyak sebagai

pelicin untuk mempermudah proses pemerahan. Setelah

pemerahan selesai ambing dan puting dibersihkan lagi

menggunakan air untuk menghilangkan sisa pelicin pada

puting.

Page 27: PENGARUH SUHU AIR PENCUCIAN AMBING TERHADAP …repository.ub.ac.id/8510/1/Baharudin Alam Syah Yusuf.pdf · ternak sapi perah jenis PFH sebanyak 15 ekor yang dibagi menjadi 5 kelompok

6

Sistem milking machine bisa meningkatkan somatic cell

count (SCC) susu (Svennersten, Sjaunja dan Pettersson, 2008),

dinyatakan juga bahwa menggunakan milking machine

berpengaruh positif pada produksi susu yang dihasilkan

dengan catatan dalam suasana yang nyaman (Speroni, Pirlo

dan Lolli, 2006). Lingkungan yang nyaman, seperti tempat

makan dan pencahayaan dari tempat pemerahan, dapat

meningkatkan sekresi hormon oxytocin (Bruckmaier dan

Wellnitz, 2008).

2.3 Teknik Pemerahan

Pelaksanaan pemerahan sapi perah yang baru pertama

kali diperah umumnya akan mengalami sedikit kesukaran.

Lakukan pemerahan pada sapi perah tersebut dengan penuh

kasih sayang, seperti membelai badan sapi menjelang

pemerahan.

Pemerahan dapat dilakukan dengan mesin pemerahan

maupun tangan (manual), semuanya tergantung pada besaran

usaha, bentuk puting, ketersediaan tenaga dan faktor lain yang

berhubungan dengan efisiensi usaha (Ramelan, 2001). FAO

(2011), pastikan teknik pemerahan yang baik secara konsisten

diterapkan. Teknik pemerahan yang salah dapat

mengakibatkan resiko mastitis yang lebih tinggi dan cidera

pada ternak. Teknik pemerahan menggunakan milking

machine (mesin pemerahan), sebagai berikut:

a. Persiapkan ternak sebelum diperah.

b. Siapkan cangkir untuk pembersihan putting

c. Hindari masuknya udara pada cangkir.

d. Hindari pemerahan yang berlebihan.

e. Jauhkan cangkir secara perlahan.

Page 28: PENGARUH SUHU AIR PENCUCIAN AMBING TERHADAP …repository.ub.ac.id/8510/1/Baharudin Alam Syah Yusuf.pdf · ternak sapi perah jenis PFH sebanyak 15 ekor yang dibagi menjadi 5 kelompok

7

f. Menggunakan desinfektan untuk puting setelah

pemerahan meurut rekomendasi dan peraturan

nasional.

Sedangkan teknik pemerahan menggunakan tangan

(manual) adalah:

a. Menahan ternak untuk diperah menggunakan metode

yang tidak menimbulkan rasa sakit atau cidera.

b. Pastikan tangan pemerah bersih dan kering.

c. Persiapkan puting untuk diperah dan pastikan bersih

serta kering.

d. Gunakan pelumas atau pelicin puting yang sesuai

dengan rekomendasi nasional dan peraturan yang

ada.

e. Menangani puting dengan lembut, idealnya

menggunakan metode fist-grip, menghindari rasa

tidak nyaman, sakit atau cidera pada ternak.

f. Gunakan ember yang tidak korosif, mudah

dibersihkan dan didesinfektan, serta tidak

mengkontaminasi susu.

g. Hindari kontaminasi susu yang telah terkumpul dari

benda asing seperti debu, kotoran, tanah, urin,

feses dan lindungi dari lalat.

h. menggunakan desinfektan untuk puting setelah

pemerahan meurut rekomendasi dan peraturan

nasional.

Pelaksanaan pemerahan pada prinsipnya ada dua macam

metode milking yaitu hand milking (whole hand, knevelen,

strippen dan kombinasi antara whole hand dengan strippen)

dan milking machine, (tipe bucket, pipeline, parlour).

Bruckmair dan Wellnitz (2008), menjelaskan bahwa

pemerahan menggunakan hand milking lebih menginduksi

Page 29: PENGARUH SUHU AIR PENCUCIAN AMBING TERHADAP …repository.ub.ac.id/8510/1/Baharudin Alam Syah Yusuf.pdf · ternak sapi perah jenis PFH sebanyak 15 ekor yang dibagi menjadi 5 kelompok

8

pelepasan hormon oxytocin dibandingkan dengan

menggunakan milking machine, disamping itu dinyatakan oleh

Kentjonowaty dan Retnaningsih (2000), kombinasi antara

milking machine dengan strippen adalah metode pemerahan

menggunakan metode milking machine sampai susu dalam

ambing hampir habis yaitu mesin bersuara mendesis,

kemudian pemerahan dilanjutkan dengan metode strippen

dengan menggunakan dua jari tangan untuk menuntaskan susu

dalam ambing, namun metode hand milking yang terbaik

adalah kombinasi antara whole hand dengan strippen.

Peternakan di Indonesia masih jarang yang

menggunakan milking machine kecuali pada perusahaan-

perusahaan dan mayoritas menggunakan tipe bucket.

Svennersten, Sjaunja dan Pettersson (2008), bahwa tekanan

pemerahan metode milking machine dilakukan secara

konsisten bisa menstimulasi puting selama pelaksanaan

pemerahan, sehingga pelepasan hormon oxcytocin bisa

optimum dan milk ejection bisa berjalan dengan baik.

Negrao dan Marnet (2006), bahwa pemerahan

menggunakan milking machine dapat menstimulasi

pengeluaran hormon oxytocin secara cukup untuk

menimbulkan milk ejection. Perlu diperhatikan apabila

pemerahan menggunakan sistem otomatis, sapi harus diatur

senyaman mungkin agar produksi susu yang dihasilkan dapat

optimal (Hermans, Ipema, Stefanowska dan Metz, 2003).

2.4 Suhu Air Pencucian Ambing

Pencucian ambing perlu dilakukan untuk menjaga

kebersihan disekitar ambing dan melakukan perangsangan

yang bertujuan mempercepat keluarnya hormone oxytocin,

Page 30: PENGARUH SUHU AIR PENCUCIAN AMBING TERHADAP …repository.ub.ac.id/8510/1/Baharudin Alam Syah Yusuf.pdf · ternak sapi perah jenis PFH sebanyak 15 ekor yang dibagi menjadi 5 kelompok

9

sehingga terjadi milk let down. Menurut Pujiati dan Indrianto

(2009), sebelum pemerahan perlu dilakukan pencucian ambing

dengan menggunakan air hangat yang ditambahkan dengan

desinfektan, tujuannya adalah menjaga kebersihan ambing dan

mencegah masuknya mikroorganisme yang menempel pada

ambing ke dalam puting dan mencemari susu. Surdjowardojo,

Suyadi, Hakim dan Aulani’am (2008), pada umumnya

peternak mencuci ambing dengan air kran, hal ini kurang baik

karena dapat menyebabkan pencemaran yang menyebabkan

mastitis, sebaiknya ambing dicuci dengan air hangat kemudian

dikeringkan dengan handuk kering. Suheri (2010), sebaiknya

mencuci ambing dengan air hangan yaitu bersuhu 37○C untuk

menghindari pencemaran bakteri dan juga merangsang

keluarnya air susu dari kelenjar susu.

2.5 Mastitis dan Uji CMT

Mastitis adalah reaksi peradangan ambing yang

disebabkan oleh kuman, zat kimia, luka termis (bakar) atau

luka mekanis. Peradangan ini menyebabkan perubahan

kualitas fisik dan kimia susu yang dihasilkan. Perubahan fisik

meliputi perubahan warna, bau, rasa, dan konsistensi. Warna

yang biasanya putih kekuningan berubah menjadi putih pucat

agak kebiruan. Rasa yang agak manis berubah menjadi agak

asin. Bau khas susu berubah menjadi agak asam. Konsistensi

menjadi lebih cair dibanding sebelumya dan akan

menggumpal bila diuji dengan menggunakan alkohol kadar

72%. Perubahan kimiawi meliputi penurunan jumlah kasein,

protein, laktosa, dan kalori (Subronto, 2003).

Aziz, Surjowardojo, dan Sarwiyono (2013), lantai kotor

yang terdapat banyak feses dan urin sebelum pemerahan

Page 31: PENGARUH SUHU AIR PENCUCIAN AMBING TERHADAP …repository.ub.ac.id/8510/1/Baharudin Alam Syah Yusuf.pdf · ternak sapi perah jenis PFH sebanyak 15 ekor yang dibagi menjadi 5 kelompok

10

menunjukan kemungkinan adanya mastitis subklinis dengan

skor 1-2 yang dapat mengakibatkan menurunnya kualitas dan

jumlah produksi susu.

Mastitis merupakan penyakit radang ambing yang

disebabkan oleh mikroorganisme terutama dalam bentuk

bakteri, penyakit ini menimbulkan banyak kerugian pada

peternakan sapi perah. Kerugian tersebut antara lain adalah

adanya ongkos perawatan dan pengobatan, penurunan

produksi susu dan penurunan kualitas susu. Menurut Bray dan

Shearer (2003), bahwa penurunan produksi susu akibat

mastitis sebesar 15-20% dari total produksi susu.

Rady and Sayed (2009), agen utama penyebab mastitis

subklinis yang terisolasi dari sampel CMT positif adalah S.

aureus, S. agalactiae dan E. coli. Sharif, Umer dan

Muhammad (2009), dan Marogna et al. (2010) bahwa

Staphylococcus aureus merupakan bakteri yang paling banyak

menyebabkan mastitis subklinis, bakteri ini dapat berpindah

antar kuartir selama proses pemerahan.

Mastitis subklinis tidak dapat dilihat karena tidak

menunjukkan tanda wujud yang nyata. Sedangkan mastitis

klinis merubah komposisi dan bentuk susu, mengurangi

produksi susu, dan menunjukkan tanda peradangan yang nyata

(sakit, bengkak dan kemerahan, panas). Tandanya terlihat

nyata dan dapat diamati dengan jelas. Hogeveen et al. (2011),

bahwa penyakit ini secara subklinis dapat diamati dengan

pemeriksaan bakteriologi dan dengan SCC yang diterima

sebagai cara terbaik untuk memprediksi infeksi pada ambing

sapi semenjak tahun 1960. Di lapang, penentuan SCC

dilakukan dengan menggunakan CMT yang lebih murah dan

cepat (FAO, 2014).

Page 32: PENGARUH SUHU AIR PENCUCIAN AMBING TERHADAP …repository.ub.ac.id/8510/1/Baharudin Alam Syah Yusuf.pdf · ternak sapi perah jenis PFH sebanyak 15 ekor yang dibagi menjadi 5 kelompok

11

CMT merupakan salah satu uji yang dapat digunakan

dalam pengujian mastitis, karena metode ini digunakan dalam

mendeteksi adanya mastitis pada sapi perah untuk mengetahui

keabnormalan susu pada tingkat yang rendah (sub klinis),

mudah pelaksanaannya dan cepat dalam mendeteksi adanya

mastitis pada sapi perah tersebut (Surjowardojo dkk, 2008).

Andriani (2010), CMT ditentukan dengan cara

mereaksikan 2 ml susu dengan 2 ml reagen CMT yang

mengandung arylsulfonate di dalam paddel. Campuran

tersebut digoyang-goyang membentuk lingkaran horizontal

selama 10 detik. Reaksi ini ditandai dengan ada tidaknya

perubahan pada kekentalan susu, kemudian ditentukan

berdasarkan skor CMT yaitu (- ) tidak ada pengendapan pada

susu, (+) terdapat sedikit pengendapan pada susu, (++)

terdapat pengendapan yang jelas namun jel belum terbentuk,

(+++) campuran menebal dan mulai terbentuk jel, serta (++++)

jel yang terbentuk menyebabkan permukaan menjadi

cembung, untuk memudahkan perhitungan statistik maka

lambang-lambang tersebut diberi nilai masing-masing, untuk

lambang (-) nilainya 0, (+) nilainya 1, (++) nilainya 2, (+++)

nilainya 3 dan (++++) nilainya 4 untuk tiap puting susu.

Hillerton dan Berry (2005), bahwa agen penyebab mastitis

subklinis ditemukan pada feses, alas tidur dan pakan. Kejadian

mastitis yang disebabkan oleh bakteri yang berasal dari

lingkungan dapat terjadi kapan saja dengan sumber infeksi di

sekitar sapi.

Hogeveen et al. (2011), mastitis disebabkan oleh bakteri

yang memasuki kelenjar mammae melalui puting. Pencegahan

mastitis dilakukan dengan didasarkan 2 hal yaitu:

meminimalkan adanya bakteri di ujung puting dan

meningkatkan ketahanan sapi terhadap bakteri tersebut. Salah

Page 33: PENGARUH SUHU AIR PENCUCIAN AMBING TERHADAP …repository.ub.ac.id/8510/1/Baharudin Alam Syah Yusuf.pdf · ternak sapi perah jenis PFH sebanyak 15 ekor yang dibagi menjadi 5 kelompok

12

satu usaha pertama yang berhasil dalam manajemen mastitis

terdapat 5 poin, yaitu:

a. Perlakuan khusus pada sapi dalam masa kering.

b. Perlakuan optimal pada sapi mastitis subklinis.

c. Melakukan culling sapi yang terinfeksi kronis.

d. Mengoptimalkan pemerahan dengan mesin

pemerah.

e. Melakukan desinfeksi sebelum pemerahan dan

pembersihan setelah pemerahan.

Perlakuan ini dilakukan pada bakteri patogen pada

ambing yang paling sering ditemukan saat kasus mastitis yaitu

Streptococcus agalactiae dan Staphylococcus aureus yang

menyebar dari sapi satu ke lainnya melalui proses pemerahan.

Selain bakteri patogen pada ambing ada pula bakteri

patogen pada lingkungan yang menyebabkan mastitis yaitu

Escherichia coli dan Streptococcus uberis. Tindakan

pencegahan untuk bakteri ini terdiri atas 10 poin yaitu:

a. Menetapkan peraturan untuk kesehatan ambing.

b. Mempertahankan lingkungan yang bersih, kering, dan

nyaman.

c. Prosedur pemerahan yang sesuai.

d. Pemakaian alat pemerahan yang benar dan sesuai

standard.

e. Melakukan recording.

f. Manajemen yang tepat untuk menangani mastitis klinis

selama laktasi.

g. Penerapan masa kering yang tepat.

h. Menjaga Menjaga biosecurity terhadap bakteri patogen

dan melakukan culling pada sapi perah yang tekena

infeksi mastitis kronis.

i. Pengamatan kesehatan ambing secara regular.

Page 34: PENGARUH SUHU AIR PENCUCIAN AMBING TERHADAP …repository.ub.ac.id/8510/1/Baharudin Alam Syah Yusuf.pdf · ternak sapi perah jenis PFH sebanyak 15 ekor yang dibagi menjadi 5 kelompok

13

j. Meninjau program kontrol mastitis secara berkala.

Seiring dengan meningkatnya produksi susu, meningkat

pula tingkat kejadian mastitis. Berdasarkan survei yang telah

dilakukan, diketahui bahwa mastitis subklinis lebih tinggi

tingkat penyebarannya dibandingkan dengan mastitis klinis di

berbagai negara. Berdasarkan berbagai studi diketahui bahwa

mastitis subklinis 15 sampai 40 kali lebih menyebar dibanding

mastitis klinis dan bertahan dalam durasi yang lama, sulit di

deteksi, dan juga mempengaruhi produksi susu secara kualitas

dan kuantitas. Ambing yang terinfeksi mastitis subklinis ini

mengandung banyak sekali mikroorganisme yang bisa

menular kepada ternak lain dalam suatu farm (NAAS, 2013).

2.6 Sel Somatik Susu

Sel somatik dalam susu merupakan kumpulan sel yang

terdiri atas kelompok leukosit (sel limfosit, neutrofil,

makrofag, eosinofil, basofil) dan reruntuhan sel epitel jaringan

ambing. Sel somatik didalam susu merupakan bentuk respon

imun tubuh ternak terhadap infeksi didalam jaringan interna

ambing. infeksi didalam jaringan ambing dapat disebabkan

oleh manifestasi mikroba patogen penyebab mastitis

(Robertson and Muller, 2005).

Sharma et al (2011), sel somatik adalah sel epitel yang

disekresi oleh kelenjar ambing yang terinfeksi atau cidera, sel

somatik terdiri dari 75% leukosit (neutrofil, makrofag,

limfosit, eritrosit) dan 25% sel epitel.

Ruegg dan Pantoja (2013), sel darah putih berfungsi

sebagai pertahanan untuk melawan infeksi dan membantu

dalam perbaikan jaringan. Selama mastitis berlangsung jumlah

sel somatik meningkat karena masuknya neotrofil ke dalam

Page 35: PENGARUH SUHU AIR PENCUCIAN AMBING TERHADAP …repository.ub.ac.id/8510/1/Baharudin Alam Syah Yusuf.pdf · ternak sapi perah jenis PFH sebanyak 15 ekor yang dibagi menjadi 5 kelompok

14

kelenjar ambing untuk melawan infeksi, sehingga jumlah sel

somatik pada susu dapat dijadikan sebagai penentu kualitas

susu.

Sel somatik yang terdapat di dalam susu merupakan

salah satu indikasi adanya infeksi mastitis pada sapi perah

(Mahardika, Pratiwi, dan Surjowardojo, 2016). Semakin tinggi

jumlah sel somatik pada susu, maka akan semakin tinggi skor

mastitisnya (Adriani, 2010).

Tabel 1. Jumlah sel somatik berdasarkan skor CMT

Skor CMT Jumlah Sel

Somatik Deskripsi Skor

N (Negatif) 0 – 480.000 Tidak terjadi

pengentalan 1

T (Trace) 640.000

Sedikit pengentalan

dan menghilang

dalam 10 detik

2

1 660.000

Pengentalan

berbeda, belum

terbentuk gel

3

2 2.400.000

Mengental dan

membentuk gel di

dasar cangkir

4

3 >10.000.000 Terbentuk gel

diseluruh sampel 5

Sumber: (Ruegg, 2005).

Jumlah sel somatik dalam susu dapat dihitung secara

langsung menggunakan beberapa metode dan alat, seperti

metode Breed, alat Coulter Counter dan Fosomatic. Metode

Page 36: PENGARUH SUHU AIR PENCUCIAN AMBING TERHADAP …repository.ub.ac.id/8510/1/Baharudin Alam Syah Yusuf.pdf · ternak sapi perah jenis PFH sebanyak 15 ekor yang dibagi menjadi 5 kelompok

15

langsung biasa digunakan untuk studi eksperimen dan

observasi, sedangkan metode tidak langsung biasa digunakan

untuk survei dan program pengendalian mastitis (Redetzky et

al., 2005). Rajcevic et al. (2003), bahwa jumlah sel somatik

dalam susu sangat berkorelasi dengan kondisi ambing. Sel

somatik dalam susu berfungsi sebagai pertahanan melawan

infeksi pada ambing. Jumlah sel somatik pada ambing

dipengaruhi akibat adanya infeksi dari luar saat pemerahan

berlangsung (Granado et al. 2014). Penyebab peningkatan

jumlah sel somatik yaitu inflamasi, non-inflamasi, dan faktor

lain yang dapat dilihat pada Tabel 2.

Page 37: PENGARUH SUHU AIR PENCUCIAN AMBING TERHADAP …repository.ub.ac.id/8510/1/Baharudin Alam Syah Yusuf.pdf · ternak sapi perah jenis PFH sebanyak 15 ekor yang dibagi menjadi 5 kelompok

16

Tabel 2. Faktor-faktor penyebab peningkatan jumlah sel

somatik susu

Sumber: (Granado et al. 2014)

Inflamasi Infeksius Bakteri

Virus

Non-infeksius Agen fisik

Agen kimiawi

Non- inflamasi Intrinsik Fraction of milking

Waktu laktasi

Fekuensi laktasi

Q Fase laktasi

Angka laktasi

Proliferasi

Breed

Tingkat produksi

Panas

Ekstrinsik Cara pemerahan

Pakan

Stress

Musim

Sistem pemeliharaan

Fasilitas

Faktor lain Metode penghitungan

Penanganan dan penyimpanan sampel

Page 38: PENGARUH SUHU AIR PENCUCIAN AMBING TERHADAP …repository.ub.ac.id/8510/1/Baharudin Alam Syah Yusuf.pdf · ternak sapi perah jenis PFH sebanyak 15 ekor yang dibagi menjadi 5 kelompok

1

BAB III

MATERI DAN METODE PENELITIAN

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

3.1.1 Lokasi Penelitian

a. Pelaksanaan penelitian ini dilakukan di

wilayah kerja Koperasi Peternakan Sapi Perah

Setia Kawan, Kecamatan Nongkojajar,

Kabupaten Pasuruan, Jawa Timur. Berada

pada ketinggian 400 – 2000 meter.

b. Pengamatan uji Somatic Cell Count (SCC)

dilakukan di laboratorium Kesmavet Fakultas

Kedokteran Hewan Universitas Airlangga,

Surabaya.

3.1.2 Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan selama 2 bulan, yaitu pada

tanggal 25 Desember 2016 hingga 20 Februari

2017.

3.2 Materi Penelitian

3.2.1 Materi yang digunakan dalam penelitian ini adalah

sebagai berikut:

a. Ternak sapi perah jenis PFH sebanyak 15

ekor.

b. Susu sapi.

c. Air pencucian ambing.

3.2.2 Alat dan bahan penelitian

a. Alat dan bahan yang digunakan untuk

menyiapkan air pencucian ambing yaitu: panci,

Page 39: PENGARUH SUHU AIR PENCUCIAN AMBING TERHADAP …repository.ub.ac.id/8510/1/Baharudin Alam Syah Yusuf.pdf · ternak sapi perah jenis PFH sebanyak 15 ekor yang dibagi menjadi 5 kelompok

2

kompor, termos, termometer, ember, lap dan

air.

b. Alat dan bahan yang digunakan untuk uji

California Mastitis Test (CMT) yaitu: susu sapi

yang dijadikan sampel, paddle, dan reagen

CMT.

c. Alat dan bahan yang digunakan untuk uji

Somatic Cell Count (SCC) yaitu: susu sapi

yang dijadikan sampel, alkohol 96%,

methylene blue, minyak emersi, bunsen,

staining jar, mikro pipet, object glass, dan

mikroskop.

3.3 Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah

percobaan, yaitu 3 perlakuan pencucian ambing dengan suhu

yang berbeda, perlakuan yang diberikan yaitu:

P0: suhu air pencucian ambing 22○C.

P1: suhu air pencucian ambing 27○C.

P2: suhu air pencucian ambing 37○C.

Pemilihan sampel ternak dilakukan secara purposive

sampling, yaitu sapi perah dalam masa laktasi yang

dikelompokkan menjadi 5 berdasarkan bulan laktasinya, yaitu

awal (1 bulan), puncak (2 – 3 bulan), tengah (4 – 6 bulan),

akhir (7 – 10 bulan) dan diatas 10 bulan. Percobaan dilakukan

menggunakan 3 perlakuan dan 5 kelompok.

Page 40: PENGARUH SUHU AIR PENCUCIAN AMBING TERHADAP …repository.ub.ac.id/8510/1/Baharudin Alam Syah Yusuf.pdf · ternak sapi perah jenis PFH sebanyak 15 ekor yang dibagi menjadi 5 kelompok

3

3.4 Tahapan Penelitian

3.4.1 Persiapan Penelitian:

a. Survei lokasi penelitian.

b. Survei laboratorium.

c. Menyusun proposal penelitian.

d. Mengurus perijinan penelitian.

e. Mempersiapkan alat dan bahan.

3.4.2 Pelaksanaan penelitian:

a. Prosedur Pencucian Ambing:

• Direbus air panas hingga mendidih.

• Disiapkan termos berisi air panas.

• Dimasukkan air panas ke dalam ember

kemudian ditambah air bersuhu biasa untuk

menentukan suhu air yang diinginkan.

• Dimasukkan termometer ke dalam ember

untuk melihat suhu air.

• Ditutup ember berisikan air tersebut

menggunakan lap agar suhu air dapat

bertahan.

• Dicelupkan lap ke dalam ember hingga

basah untuk membersihkan ambing.

• Dibersihkan ambing sambil dipijat-pijat.

• Diperah.

b. Prosedur Uji CMT:

• Disiapkan paddle CMT dan cairan CMT.

• Diteteskan susu curahan pertama dari setiap

puting sapi pada paddle sebanyak 1 ml.

• Diteteskan reagen CMT sebanyak 1 ml pada

paddle berisi susu (volume susu dan cairan

CMT 1:1).

Page 41: PENGARUH SUHU AIR PENCUCIAN AMBING TERHADAP …repository.ub.ac.id/8510/1/Baharudin Alam Syah Yusuf.pdf · ternak sapi perah jenis PFH sebanyak 15 ekor yang dibagi menjadi 5 kelompok

4

• Dihomogenkan susu dan cairan CMT pada

paddle dengan teknik memutar.

• Diamati penggumpalan serta pengentalan

susu pada paddle.

• Dinilai penggumpalan susu berdasarkan skor

CMT.

c. Prosedur Uji SCC

Prosedur uji SCC menurut Mahardika, Pratiwi,

dan Puguh (2016) adalah sebagai berikut:

• Diambil sampel susu sebanyak 0,01 ml.

• Disebarluaskan sampel susu diatas object

glass dengan bidang seluas 1 cm² lalu

ditunggu kering.

• Difiksasi preparat susu menggunakan bunsen

(api).

• Dicelupkan preparat susu ke dalam larutan

alkohol 96% untuk menghilangkan lemak.

• Diteteskan methylen blue pada preparat susu.

• Dimasukkan kembali preparat susu ke dalam

larutan alkohol 96% untuk menghilang sisa

methylen blue yang tidak melekat lalu

preparat susu ditunggu kering.

• Dihitung jumlah sel somatik susu per

mililiter (ml) menggunakan mikroskop for

research dengan perbesaran 1000x dan alat

counter.

• Dihitung jumlah sel somatik sebanyak 10

lapang pandang lalu dijumlah dan dirata-rata.

Page 42: PENGARUH SUHU AIR PENCUCIAN AMBING TERHADAP …repository.ub.ac.id/8510/1/Baharudin Alam Syah Yusuf.pdf · ternak sapi perah jenis PFH sebanyak 15 ekor yang dibagi menjadi 5 kelompok

5

3.4.3 Koleksi Data

a. Teknik pengambilan data mastitis susu

dilakukan sebelum perlakuan dan setiap 1

minggu sekali untuk mengetahui perkembangan

penyakit mastitis subklinis pada susu dengan

menggunakan uji CMT.

b. Teknik pengambilan data sel somatik susu

dilakukan 2 kali yaitu sebelum diberikan

perlakuan dan setelah diberikan perlakuan untuk

melihat perbedaan jumlah sel somatik pada susu

sebelum diberi perlakuan dan setelah diberi

perlakuan. Jumlah sel somatik susu diketahui

dengan uji SCC.

3.5 Variabel Penelitian

Variabel yang diamati dalam penelitian ini adalah sebagai

berikut:

a. Tingkat kejadian mastitis subklinis dengan uji CMT.

b. Jumlah sel somatik susu dengan uji SCC.

3.6 Analisis Data

Menurut Harlyan (2012), data dianalisis dengan Analisis

of Variance (ANOVA) berdasarkan Rancangan Acak

Kelompok (RAK) menggunakan bantuan Microsoft Excel

2007. Apabila diperoleh hasil yang berbeda, maka dilakukan

uji Duncan untuk mengetahui seberapa besar perbedaan.

Model matematika RAK sebagai berikut:

Yij = µ + Ti + βj + ij

Page 43: PENGARUH SUHU AIR PENCUCIAN AMBING TERHADAP …repository.ub.ac.id/8510/1/Baharudin Alam Syah Yusuf.pdf · ternak sapi perah jenis PFH sebanyak 15 ekor yang dibagi menjadi 5 kelompok

6

Keterangan:

Yij = pengamatan pada perlakuan ke i kelompok ke j

µ = nilai rataan

Ti = pengaruh perlakuan ke i

βj = pengaruh kelompok ke j

ijk = galat percobaan untuk level ke i, kelompok ke j

i = 1,2, dan 3 perlakuan

j = 1,2, 3,.....,5 kelompok

3.7 Batasan Istilah

Periode Laktasi : Masa yang menunjukan

berapa kali sapi tersebut sudah

pernah melahirkan.

Bulan Laktasi : Masa yang menunjukan

sudah berapa bulan sapi

tersebut dalam masa

pemerahan.

Mastitis : Penyakit pada kelenjar susu

sapi perah yang disebabkan

mikroorganisme.

CMT : California Mastitis Test yaitu

uji yang dilakukan untuk

mengetahui indikasi mastitis

subklinis secara kualitatif pada

ternak perah.

SCC : Somatic Cell Count yaitu uji

yang dilakukan untuk

mengetahui jumlah sel

somatik pada susu secara

kuantitatif.

Page 44: PENGARUH SUHU AIR PENCUCIAN AMBING TERHADAP …repository.ub.ac.id/8510/1/Baharudin Alam Syah Yusuf.pdf · ternak sapi perah jenis PFH sebanyak 15 ekor yang dibagi menjadi 5 kelompok

7

Ambing : Tempat dimana produksi

susu terjadi. Ambing sapi

perah terdiri dari empat

kelenjar mammae yang

terpisah atau disebut kuartir.

Tiap kuartir memiliki puting

yang menyediakan tempat

keluarnya susu (outlet).

Paddle : Tempat penampung susu

untuk melakukan uji CMT.

Air Pencucian Ambing : Air tawar biasa yang

digunakan untuk mencuci

ambing.

Page 45: PENGARUH SUHU AIR PENCUCIAN AMBING TERHADAP …repository.ub.ac.id/8510/1/Baharudin Alam Syah Yusuf.pdf · ternak sapi perah jenis PFH sebanyak 15 ekor yang dibagi menjadi 5 kelompok

1

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Keadaan Umum Lokasi Penelitian

Koperasi Peternak Sapi Perah Setia Kawan (KPSP Setia

Kawan) berlokasi di Jl. Raya Nongkojajar 38 Pasuruan dengan

letak kantor yang berkedudukan di Desa Wonosari Kecamatan

Tutur. Kecamatan Nongkojajar terletak di dataran tinggi

sebelah barat Pegunungan Tengger dengan ketinggian antara

400-2000 meter di atas permukaan laut. Disebabkan letak

geografis di pegunungan, maka daerah ini beriklim sejuk

dengan suhu udara rata-rata 16–25 °C dan curah hujan 3.650

milimeter per tahun.

Kondisi lingkungan seperti itu, 95% penduduk di

Nongkojajar bermata pencaharian sebagai petani dan peternak.

Hasil pertanian dari mayoritas penduduk terdiri dari sayur

mayur (kubis, wortel, kacang-kacangan, bawang putih), buah

buahan (apel, jeruk, durian, mangga) bunga krisan, paprika

dan susu. Air susu sapi segar sebagai komoditi yang dihasilkan

dari usaha sapi perah. Perkembangan koperasi di Nongkojajar

tidak bisa dipisahkan dengan peternakan sapi perah yang telah

ada sejak tahun 1911. Batasan wilayah KPSP Setia Kawan

antara lain:

Sebelah Utara : Kecamatan Puspo

Sebelah Selatan : Kecamatan Jabung (Malang)

Sebelah Timur : Kecamatan Purwodadi

Sebelah Barat : Kecamatan Tosari

Produksi susu segar di KPSP Setia Kawan yaitu

sebanyak ± 82.000 liter/hari (KPSP, 2011). Penelitian

dilakukan di peternakan milik Bapak H. Sutrikno yang

Page 46: PENGARUH SUHU AIR PENCUCIAN AMBING TERHADAP …repository.ub.ac.id/8510/1/Baharudin Alam Syah Yusuf.pdf · ternak sapi perah jenis PFH sebanyak 15 ekor yang dibagi menjadi 5 kelompok

2

merupakan salah satu anggota peternak sekaligus sebagai

pengurus dari KPSP Setia Kawan. Ternak yang dimiliki Bapak

H. Sutrikno berjumlah 29 ekor sapi perah yang terdiri dari 22

ekor sapi perah dewasa, 1 ekor dara bunting dan 6 ekor pedet.

Sistem pemeliharaan yang diterapkan adalah pemeliharaan

secara intensif dengan model kandang head to head. Tipe atap

yang dipakai di peternakan ini adalah monitor.

Bapak H. Sutrikno menggunakan tenaga kerja yang

merupakan warga sekitar dengan jumlah 3 orang. Pekerja

tersebut bertugas sebagai pemerah dan mencari hijauan pakan

ternak. Pemilik peternakan juga ikut menangani langsung

beberapa pekerjaan seperti membersihkan kandang sebelum

melakukan pemerahan dan membersihkan sapi. Pakan yang

diberikan berupa hijaun pakan ternak dan konsentrat. Hijauan

pakan ternak (HPT) yang diberikan berupa rumput gajah

(Pennisetum purpureum), sedangkan konsentrat yang

diberikan berupa pollard dan konsentrat dari KPSP Setia

Kawan yaitu Cipro. Rumput gajah diberikan sebanyak 10%

dari bobot badan, yaitu rata-rata sekitar 40 kg/ekor/hari.

Pemberian rumput gajah dilakukan pada pukul 06.30 dan

15.00 setelah pemerahan. Konsentrat berupa pollard dan Cipro

diberikan secara bersamaan dengan perbandingan 1:1.

Pemberiannya sebanyak 6 – 8 kg/ekor/hari yang diberikan

pada pukul 04.00 dan 13.00 sebelum dilakukan pemerahan.

Pemberian minum dilakukan secara ad libitum.

4.2 Proses Pemerahan dan Sanitasi Kandang

Pemerahan di peternakan milik Bapak H. Sutrikno

dilakukan dua kali sehari yakni pagi hari pukul 05.00 dan

siang hari pukul 14.00. Manajemen setiap pemerah di kandang

Page 47: PENGARUH SUHU AIR PENCUCIAN AMBING TERHADAP …repository.ub.ac.id/8510/1/Baharudin Alam Syah Yusuf.pdf · ternak sapi perah jenis PFH sebanyak 15 ekor yang dibagi menjadi 5 kelompok

3

sama semua karena Bapak H. Sutrikno selalu melakukan

kontrol kandang setiap hari, untuk pelaksanaan pemerahan,

pemberian pakan dan kebersihan kandang. Karena setiap

sebelum dan sesudah dilakukan pemerahan, kandang selalu

dibersihkan dari kotoran berupa feses serta urin. Sapi

dibersihkan dengan air mengalir dan dibantu menggunakan

sikat untuk membersihkan bagian tubuh sapi yang kotor, hal

ini dilakukan dua kali dalam sehari, yaitu sebelum melakukan

pemerahan. Tempat pakan juga dibersihkan setiap hari

sebelum memberikan pakan baru pada sapi.

Para pemerah belum sepenuhnya menerapkan

manajemen pemerahan yang baik seperti membersihkan lantai

kandang, memandikan sapi, dan membersihkan ambing. Aziz,

Surjowardojo, dan Sarwiyono (2013), bahwa lantai kotor yang

terdapat banyak feses dan urin sebelum pemerahan

menunjukan kemungkinan adanya mastitis subklinis dengan

skor 1-2 yang dapat mengakibatkan menurunnya kualitas dan

jumlah produksi susu. Kondisi umum kandang saat proses

pemerahan terdapat pada Gambar 3 berikut.

Gambar 3. Proses Pemerahan.

Page 48: PENGARUH SUHU AIR PENCUCIAN AMBING TERHADAP …repository.ub.ac.id/8510/1/Baharudin Alam Syah Yusuf.pdf · ternak sapi perah jenis PFH sebanyak 15 ekor yang dibagi menjadi 5 kelompok

4

Ember susu dan milk can dibersihkan terlebih dahulu

sebelum melakukan pemerahan. Kebersihan peralatan yang

digunakan untuk menampung hasil pemerahan sangat

mempengaruhi kebersihan dan kesehatan susu. Peralatan yang

kotor akan mencemari susu, sehingga susu akan cepat

mengalami kerusakan dan mudah busuk. Handayani dan

Purwanti (2010) menjelaskan dalam penelitiannya bahwa

mikroba aerob seperti Staphyloccus aureus ditemukan pada

ember hasil pemerahan. Mikroba tersebut dapat tumbuh di

permukaan ember yang kemungkinan disebabkan permukaan

ember yang masih menyisakan susu dan tidak dibersihkan

dengan sabun (desinfektan) setelah pemerahan atau dijemur di

bawah sinar matahari. Ambing dan puting dibersihkan

menggunakan air sebelum pemerahan. Setelah itu pemerah

melakukan pemerahan dengan bantuan vaselin atau minyak

sebagai pelicin untuk mempermudah proses pemerahan.

Setelah pemerahan selesai ambing dan puting dibersihkan lagi

menggunakan air untuk menghilangkan sisa pelicin pada

puting.

4.3 Pengaruh Suhu Air Pencucian Ambing terhadap

Tingkat Mastitis

Andriani (2010), bahwa untuk menentukan hasil

pengujian mastitis berdasarkan tes California Mastitis Test

(CMT) digolongkan menjadi beberapa skor yaitu, (-) tidak ada

pengendapan pada susu, (+) terdapat sedikit pengendapan pada

susu, (++) terdapat pengendapan yang jelas namun jel belum

terbentuk, (+++) campuran menebal dan mulai terbentuk jel,

serta (++++) jel yang terbentuk menyebabkan permukaan

menjadi cembung, untuk memudahkan perhitungan statistik

Page 49: PENGARUH SUHU AIR PENCUCIAN AMBING TERHADAP …repository.ub.ac.id/8510/1/Baharudin Alam Syah Yusuf.pdf · ternak sapi perah jenis PFH sebanyak 15 ekor yang dibagi menjadi 5 kelompok

5

maka lambang-lambang tersebut diberi nilai masing-masing,

untuk lambang (-) nilainya 0, (+) nilainya 1, (++) nilainya 2,

(+++) nilainya 3 dan (++++) nilainya 4 untuk tiap puting susu,

sehingga dapat diartikan bahwa semakin tinggi skor mastitis

maka semakin tinggi tingkat mastitis pada sapi. Berdasarkan

hasil analisis Anova terhadap tingkat mastitis (Lampiran 5)

menunjukan bahwa suhu air pencucian ambing tidak

memberikan perbedaan yang nyata terhadap skor mastitis

dengan uji CMT, jadi dapat diartikan bahwa suhu air

pencucian ambing tidak mempengaruhi tingkat kejadian

mastitis. Perbedaan rata-rata tingkat mastitis dari setiap

perlakuan dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Rata-rata tingkat kejadian mastitis dari sapi sampel

penelitian yang diberi perlakuan suhu air pencucian

ambing

Perlakuan Rata-Rata ± SD

P0 (22○C) 1,58±0,11

P1 (27○C) 1,45±0,15

P2 (37○C) 1,39±0,58

Tabel 3. menunjukkan bahwa rataan mastitis antara P0,

P1, dan P2 memperlihatkan ada kecenderungan jika semakin

tinggi suhu air pencucian ambing, maka semakin rendah rataan

tingkat mastitis. Penggunaan suhu air pencucian ambing P2

(37○C) memiliki rataan tingkat mastitis paling rendah, yang

menunjukan semakin rendah juga skor mastitis. Dapat

diartikan bahwa P2 merupakan perlakuan terbaik yaitu dengan

suhu air pencucian ambing 37○C. Grafik perbedaan rataan

Page 50: PENGARUH SUHU AIR PENCUCIAN AMBING TERHADAP …repository.ub.ac.id/8510/1/Baharudin Alam Syah Yusuf.pdf · ternak sapi perah jenis PFH sebanyak 15 ekor yang dibagi menjadi 5 kelompok

6

tingkat mastitis pada perlakuan P0, P1, dan P2 yang di uji setiap

minggunya disajikan pada Gambar 4.

Gambar 4. Grafik rataan tingkat mastitis setiap minggu

Gambar 4 menunjukan bahwa perlakuan P0 (22○C)

cenderung mengalami peningkatan skor mastitis sebesar

2,31%. Perlakuan P1 (27○C) tidak memperlihatkan penurunan

skor mastitis yang signifikan yaitu hanya sebesar 1,94%,

sedangkan perlakuan P2 (37○C) menunjukan pengaruh dengan

menurunkan skor mastitis sebesar 4,39%.

P0 (22○C) cenderung mengalami peningkatan tingkat

mastitis yang terjadi di minggu 1, minggu 2, minggu 4, dan

minggu 7. Perlakuan P1 (27○C) tidak memperlihatkan

penurunan tingkat mastitis yang signifikan setiap minggunya,

sedangkan perlakuan P2 (37○C) menunjukan pengaruh dengan

menurunkan tingkat mastitis setiap minggunya namun tidak

memperlihatkan perbedaan yang nyata. Penurunan tingkat

mastitis perlakuan P2 (37○C) terlihat di minggu 1, minggu 2,

minggu 4, minggu 5 dan minggu 7.

Penurunan dan peningkatan skor mastitis tersebut tidak

begitu dipengaruhi oleh perbedaan suhu air pencucian ambing,

0.00

0.50

1.00

1.50

2.00

2.50

Pra M1 M2 M3 M4 M5 M6 M7

P0

P1

P2

Page 51: PENGARUH SUHU AIR PENCUCIAN AMBING TERHADAP …repository.ub.ac.id/8510/1/Baharudin Alam Syah Yusuf.pdf · ternak sapi perah jenis PFH sebanyak 15 ekor yang dibagi menjadi 5 kelompok

7

namun disebabkan oleh kebersihan lingkungan disekitar area

kandang, hal ini sesuai dengan pernyataan dari Aziz,

Surjowardojo, dan Sarwiyono (2013) mastitis subklinis

dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya adalah

kebersihan lingkungan sekitar yang meliputi kebersihan lantai

kandang, kebersihan proses pemerahan, dan kebersihan

pemerah. Lantai kotor yang terdapat banyak feses dan urin

sebelum pemerahan menunjukan kemungkinan adanya

mastitis subklinis yang dapat mengakibatkan menurunnya

kualitas dan jumlah produksi susu.

Kondisi lingkungan yang kotor disekitar area kandang

meningkatkan skor mastitis yang disebabkan oleh timbulnya

bakteri penyebab mastitis subklinis. Penjelasan tersebut sesuai

dengan pernyataan dari Hillerton dan Berry (2005), bahwa

agen penyebab mastitis subklinis ditemukan pada feses, alas

tidur dan pakan. Kejadian mastitis yang disebabkan oleh

bakteri yang berasal dari lingkungan dapat terjadi kapan saja

dengan sumber infeksi di sekitar sapi. Rady and Sayed (2009),

juga menjelaskan bahwa agen utama penyebab mastitis

subklinis yang terisolasi dari sampel CMT positif adalah S.

aureus, S. agalactiae dan E. coli. Penjelasan tersebut diperkuat

oleh pernyataan dari Sharif et al. (2009), dan Marogna et al.

(2010) bahwa Staphylococcus aureus merupakan bakteri yang

paling banyak menyebabkan mastitis subklinis, bakteri ini

dapat berpindah antar kuartir selama proses pemerahan.

4.4 Pengaruh Suhu Air Pencucian Ambing terhadap

Jumlah Sel Somatik

Sel somatik didalam susu merupakan bentuk respon

imun tubuh ternak terhadap infeksi didalam jaringan interna

Page 52: PENGARUH SUHU AIR PENCUCIAN AMBING TERHADAP …repository.ub.ac.id/8510/1/Baharudin Alam Syah Yusuf.pdf · ternak sapi perah jenis PFH sebanyak 15 ekor yang dibagi menjadi 5 kelompok

8

ambing. infeksi didalam jaringan ambing dapat disebabkan

oleh manifestasi mikroba patogen penyebab mastitis

(Robertson and Muller, 2005). Berdasarkan hasil analisis

Anova terhadap jumlah sel somatik (Lampiran 7) menunjukan

bahwa suhu air pencucian ambing tidak memberikan

perbedaan yang nyata terhadap jumlah sel somatik susu

berdasarkan uji SCC. Perbedaan rata-rata jumlah sel somatik

dari setiap perlakuan dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Rata-rata jumlah sel somatik susu dari sapi sampel

penelitian yang diberi perlakuan suhu air pencucian

ambing

Perlakuan Rata-Rata ± SD (CFU/ml)

P0 (22○C) 1,88±0,03

P1 (27○C) 1,86±0,06

P2 (37○C) 1,81±0,03

Tabel 4 Menunjukan bahwa rataan jumlah sel somatik

antara P0, P1 dan P2 memperlihatkan jika semakin tinggi suhu

air pencucian ambing, maka semakin rendah jumlah sel

somatik pada susu. Penggunaan suhu air pencucian ambing P2

(37○C) memiliki rataan jumlah sel somatik paling rendah,

yang menunjukan semakin rendah juga skor mastitis dan

tingkat mastitis. Sehingga dapat diartikan bahwa P2 merupakan

perlakuan terbaik yaitu dengan suhu air pencucian ambing

37○C. Grafik perbedaan rataan jumlah sel somatik susu pada

P0, P1, dan P2 yang di uji sebelum dan setelah diberikan

perlakuan disajikan pada Gambar 5.

Page 53: PENGARUH SUHU AIR PENCUCIAN AMBING TERHADAP …repository.ub.ac.id/8510/1/Baharudin Alam Syah Yusuf.pdf · ternak sapi perah jenis PFH sebanyak 15 ekor yang dibagi menjadi 5 kelompok

9

Gambar 5. Grafik rataan jumlah sel somatik susu sebelum

perlakuan dan setelah perlakuan

Gambar 5 menunjukan bahwa perlakuan P0 (22○C)

cenderung mengalami peningkatan jumlah sel somatik sebesar

2,69%. Perlakuan P1 (27○C) tidak memperlihatkan penurunan

jumlah sel somatik yang signifikan yaitu hanya sebesar 1,60%,

sedangkan perlakuan P2 (37○C) menunjukan pengaruh dengan

menurunkan jumlah sel somatik sebesar 7,4%, namun tidak

memperlihatkan perbedaan yang nyata.

Kesehatan dari ambing sapi bisa dilihat dari jumlah sel

somatik dalam susu. Penjelasan tersebut sesuai dengan

pernyataan dari Rajcevic et al. (2003), bahwa jumlah sel

somatik dalam susu sangat berkorelasi dengan kondisi ambing.

Sel somatik dalam susu berfungsi sebagai pertahanan melawan

infeksi pada ambing. Sharma et al. (2011), menjelaskan bahwa

sel somatik adalah sel epitel yang disekresi oleh kelenjar

ambing yang terinfeksi atau cidera, sel somatik terdiri dari

75% leukosit (neutrofil, makrofag, limfosit, eritrosit) dan 25%

sel epitel. Penjelasan itu juga diperkuat oleh pernyataan dari

Ruegg dan Pantoja (2013), sel darah putih berfungsi sebagai

pertahanan untuk melawan infeksi dan membantu dalam

0.0010.0020.0030.0040.0050.0060.0070.0080.0090.00

100.00

Sebelum Sesudah

P0

P1

P2

Page 54: PENGARUH SUHU AIR PENCUCIAN AMBING TERHADAP …repository.ub.ac.id/8510/1/Baharudin Alam Syah Yusuf.pdf · ternak sapi perah jenis PFH sebanyak 15 ekor yang dibagi menjadi 5 kelompok

10

perbaikan jaringan. Selama mastitis berlangsung jumlah sel

somatik meningkat karena masuknya neotrofil ke dalam

kelenjar ambing untuk melawan infeksi, sehingga jumlah sel

somatik pada susu dapat dijadikan sebagai penentu kualitas

susu.

Peningkatan dan penurunan jumlah sel somatik pada

susu tidak dipengaruhi oleh suhu air pencucian ambing, sebab

jumlah sel somatik pada ambing dipengaruhi akibat adanya

infeksi dari luar saat pemerahan berlangsung (Granado et al.

2014). Penyebab peningkatan jumlah sel somatik yaitu

inflamasi, non-inflamasi, dan faktor lain yang dapat dilihat

pada Tabel 2.

Jumlah sel somatik sangat berhubungan dengan skor

mastitis dan tingkat mastitis, apabila jumlah sel somatik

semakin banyak maka skor mastitis akan semakin tinggi dan

tingkat kejadian mastitis juga semakin tinggi. Penjelasan

tersebut sesuai dengan pendapat dari Mahardika dkk. (2016),

bahwa sel somatik susu merupakan suatu indikasi adanya

infeksi mastitis pada sapi perah.

Hal tersebut dapat diartikan bahwa dengan

meningkatnya tingkat mastitis maka jumlah sel somatik juga

akan meningkat, pernyataan tersebut sesuai dengan pernyataan

Adriani, (2010), semakin tinggi jumlah sel somatik pada susu,

maka akan semakin tinggi skor mastitisnya. Jumlah sel

somatik merupakan suatu parameter kuantitatif adanya

indikasi mastitis sedangkan CMT merupakan parameter

kuantitatif indikasi mastitis yang ditentukan dengan sebuah

skor.

Page 55: PENGARUH SUHU AIR PENCUCIAN AMBING TERHADAP …repository.ub.ac.id/8510/1/Baharudin Alam Syah Yusuf.pdf · ternak sapi perah jenis PFH sebanyak 15 ekor yang dibagi menjadi 5 kelompok

1

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Kesimpulan dari hasil penelitian pengaruh suhu air

pencucian ambing terhadap tingkat kejadian mastitis

berdasarkan uji CMT dan jumlah sel somatik susu

berdasarkan uji SCC pada sapi PFH menunjukkan bahwa

penggunaan air pencucian ambing dengan suhu 22○C, 27○C

dan 37○C, tidak berpengaruh terhadap tingkat kejadian

mastitis dan jumlah sel somatik pada susu.

5.2 Saran

Ambing sapi sebelum dilakukan pemerahan hendaknya

dicuci menggunakan air dengan suhu 37○C karena dapat

menurunkan tingkat kejadian mastitis dan jumlah sel somatik

pada susu meskipun penurunannya tidak signifikan. Pada saat

menentukan suhu air pencucian ambing hendaknya

menggunakan digital thermometer, alat-alat yang digunakan

agar bisa selalu bersih supaya tidak mempengaruhi pada hasil

uji CMT dan SCC.

Page 56: PENGARUH SUHU AIR PENCUCIAN AMBING TERHADAP …repository.ub.ac.id/8510/1/Baharudin Alam Syah Yusuf.pdf · ternak sapi perah jenis PFH sebanyak 15 ekor yang dibagi menjadi 5 kelompok

1

DAFTAR PUSTAKA

Adriani. 2010. Penggunaan Somatik Cell Count (SCC),

Jumlah Bakteri dan California Mastitis Test (CMT)

untuk Deteksi Mastitis pada kambing. Jurnal Ilmiah

Ilmu-ilmu Peternakan 8 (5).

Aunurohman, H. and K. Muatip. 2011. Evaluate Bussines

Study of Dairy Cattle on Financial Aspect at Dairy

Cattle Farmers Partnership Project in Banyumas

Regency. Jurnal Animal Production 6 (2).

Aziz, A. S., P. Surjowardojo dan Sarwiyono. 2013. Hubungan

Bahan dan Tingkat Kebersihan Lantai Kandang

terhadap Kejadian Mastitis melalui Uji California

Mastitis Test (CMT) di Kecamatan Tutur Kabupaten

Pasuruan. Jurnal Ternak Tropika. 14 (2): 72-81.

Bray, D. R and J. K. Shearer. 2003. Milking Machines and

Mastitis Control Handbook. Florida Cooperative

Extension Service - Institute of Food and Agricultural

Sciences University of Florida. Gainesville.

https://edis.ifas.ufl.edu. Diakses tanggal 15 Mei 2017.

Bruckmaier, R.M and O, Wellnitz. 2008. Induction of milk

ejection and milk removal in different production

systems. J. Anim. Sci 86: 15–20.

Page 57: PENGARUH SUHU AIR PENCUCIAN AMBING TERHADAP …repository.ub.ac.id/8510/1/Baharudin Alam Syah Yusuf.pdf · ternak sapi perah jenis PFH sebanyak 15 ekor yang dibagi menjadi 5 kelompok

2

Donald. B., S.G.H. Roaark, Beck and H. C. Fryer. 2004.

Differnces in Milking Response Under Prescribed

Variations in Methods Employed to Stimulate Milk

Letdown. http://en.wikipedia.org/wiki/oxytocin. Diakses

tanggal 20 Mei 2017.

FAO. 2011. FAO Animal Production and Health. FAO

Corporate Document Respository.

FAO. 2014. Impact of Mastitis in Small Scale Dairy

Production System. Animal Production and Health

Working. Page: 13.

Granado J.R., S.M. Rodriguez, C. Arce and R.V. Estevez.

2014. Factors affecting somatic cell count in dairy

goats: a review. Spanish Journal of Agricultural

Research 12 (1): 133-150.

Handayani, K. S dan M. Purwanti. 2010. Kesehatan Ambing

dan Higiene Pemerahan di Peternakan Sapi Perah Desa

Pasir Buncir Kecamatan Caringin. Jurnal Penyuluhan

Pertanian 5 (1): 47-54.

Harlyan, L. I. 2012. Rancangan Acak Kelompok. Dept.

Fisheries and Marine Management. Universitas

Brawijaya. Malang.

Hermans, G.G.N., A.H. Ipemia, J. Stefanowska and J.H.M.

Metz. 2003. The effect of two traffic situations on the

behavior and performance of cows in an automatic

milking system. J. Dairy Sci 86: 1997-2004.

Page 58: PENGARUH SUHU AIR PENCUCIAN AMBING TERHADAP …repository.ub.ac.id/8510/1/Baharudin Alam Syah Yusuf.pdf · ternak sapi perah jenis PFH sebanyak 15 ekor yang dibagi menjadi 5 kelompok

3

Hillerton J.E and E.A. Berry. 2005. Treating mastitis in the

cow is a tradition or an archaism. J Appl Microbiol 98:

1250-1255.

Hogeveen, H., S. Pyorala, K.P. Waller, J.S. Hogan, T.J.G.M.

Lam, S.P. Oliver, Y.H. Schukken, H.W. Barkema and

J.E. Hillerton. 2011.Current Status and Future

Challenges in Mastitis Research. National Mastitis

Council Annual Meeting Proceedings.

Jeffery, K and Reneau. 2001. Somatic Cell Counts: Measures

of Farm Management and Milk Quality. University of

Minnesota. National Mastitis Council Annual Meeting

Proceedings.

Kentjonowaty, I dan D. Retnaningsih. 2000. Pengaruh

Penggunaan Metode Pemerahan Pada Sapi Perah

sebagai Alternative Peningkatan Kualitas Susu dan

Penerimaan Usaha. Jurnal Penelitian AL-BUHUTS

Universitas Islam Malang. 4 (2): 27-30. ISSN: 1410-

184.

Kentjonowaty, I., P. Trisunuwati, T. Susilawaty dan P.

Surjowardojo. 2014. Evaluasi Profil Hormon Oxytocin,

Kualitas dan Kuantitas Laju Pancaran Produksi Susu

Sapi Perah pada Lama Mammae Hand Massage dari

Berbagai Metode Pemerahan. Fakultas Peternakan,

Universitas Brawijaya. Malang.

Page 59: PENGARUH SUHU AIR PENCUCIAN AMBING TERHADAP …repository.ub.ac.id/8510/1/Baharudin Alam Syah Yusuf.pdf · ternak sapi perah jenis PFH sebanyak 15 ekor yang dibagi menjadi 5 kelompok

4

KPSP Setia Kawan. 2011. Profil Peternakan Sapi Perah

Koperasi Peternakan Sapi Perah Setia Kawan.

http://www.kpsp-setiakawan.com. Diakses pada tanggal

8 Mei 2017.

Mahardika, H. A., P. Trisnuwati dan P. Surjowardojo. 2016.

Pengaruh Suhu Air Pencucian Ambing dan Teat

Dipping terhadap Jumlah Produksi, Kualitas dan Jumlah

Sel Somatik Susu pada Sapi Peranakan Friesian

Holstein. Buletin Peternakan. 40 (1): 11-20.

Makin, M. 2011. Tata Laksana Peternakan Sapi Perah. Graha

Ilmu. Yogyakarta.

Marogna G, S. Rolesu, S. Lollai, S. Tola and G. Leori. 2010.

Clinical findings in sheep farms affected by recurrent

bacterial mastitis. Small Rumin Res. 88: 119-125.

NAAS. 2013. Mastitis Management in Dairy Animals.

National Academy of Agricultural Sciences. New Delhi.

Negrao J.A and P.G. Mamet. 2006. Milk Yield, Residual milk,

Oxytocin and Cortisol Release During Machine milking

in Gir, Gir x Holstein and Holstein Cows. Journal of

Animal Science 46: 77-85.

Prihanto. 2009. Manajemen Pemeliharaan Induk Laktasi di

Peternakan Sapi Perah CV. Mawar Mekar Farm

Kabupaten Karanganyar. Fakultas Pertanian Universitas

Sebelas Maret. Surakarta.

Page 60: PENGARUH SUHU AIR PENCUCIAN AMBING TERHADAP …repository.ub.ac.id/8510/1/Baharudin Alam Syah Yusuf.pdf · ternak sapi perah jenis PFH sebanyak 15 ekor yang dibagi menjadi 5 kelompok

5

Pujiati, R dan T. Indrianto. 2009. Perbedaan Kandungan

Bakteriologi Susu Segar ditinjau dari Pemakaian

Desinfektan dan Tanpa Desinfektan pada Ambing Sapi

Sebelum Pemerahan. Fakultas Kesehatan Masyarakat.

Universitas Jember. Jurnal IKESMA 5 (1): 31 - 45.

Qisthon, A dan A. Husni. 2003. Produksi Ternak Perah. Buku

Ajar. Fakultas Pertanian Universitas Lampung. Bandar

Lampung.

Racjevic, M., K. Potocnick and J. Levstek. 2003. Correlations

between somatic cell count and milk composition with

regrad to the season. Agriculturae Conspectus

Scientificus. 68: 221-226.

Rady, A dan M. Sayed. 2009. Epidemiological Studies on

Subclinical Mastitis in Dairy Cows in Assiut

Governorate. Departement of Animal Medice and

Departement of Food Hygiene. Faculty Veterinary of

Medice, Assiut University, Assiut Egypt. Veterinary

World. 2 (10): 373-380.

Ramelan. 2001. Efisiensi Produksi Air Susu pada Sapi Perah

Dara dan Laktasi Akibat Penyuntikan PMSG. Fakultas

Peternakan. Universitas Dipoegoro. Semarang.

Page 61: PENGARUH SUHU AIR PENCUCIAN AMBING TERHADAP …repository.ub.ac.id/8510/1/Baharudin Alam Syah Yusuf.pdf · ternak sapi perah jenis PFH sebanyak 15 ekor yang dibagi menjadi 5 kelompok

6

Redetzky, R., J. Hamman, N. Th. Grabowsky and G. Klein.

2005. Diagnostic value of the California Mastitis Test in

comparison to electronically counted somatic cell in

bovine milk. In: Proceeding of IDF Congress on

Mastitis in Dairy Production: Current knowledge and

future solutions. Wageningen Academic Publishers.

Page: 487-494.

Robertson, N.H and C.J.C. Muller. 2005. Somatic cell count in

goat’s milk as an indication of mastitis. SA-ANIM SCI.

Ruegg, P and J. Pantoja. 2013. Understanding and using soatic

cell count to improve milk quality. University of

Wisconsin Madison and Federal, University of Sao

Paulo, Botocatu Brazil. Irish Journal of Agricultural and

Food Research 52: 101-117.

Ruegg, P. L. 2005. Caliornia mastitis test (CMT) fact sheet 1.

Resources Milk Money. http://milkquality.wisc.edu/wp-

content/uploads/2011/09/california-mastitis-test-fact

sheet.pdf. Diakses pada tanggal 22 Desember 2016.

Rustamadji, B. 2004. Dairy Science l. Laboratory of Dairy

Animal. Faculty of Animal Science. Gadjah Mada

University. Yogyakarta.

Sharif, A., M. Umer and G. Muhammad. 2009. Mastitis

control in dairy production. Journal of Agriculture and

Social Sciences 5 (3): 102-105.

Page 62: PENGARUH SUHU AIR PENCUCIAN AMBING TERHADAP …repository.ub.ac.id/8510/1/Baharudin Alam Syah Yusuf.pdf · ternak sapi perah jenis PFH sebanyak 15 ekor yang dibagi menjadi 5 kelompok

7

Sharma, N., N. Singh and Bhadwal. 2011. Reletionship of

somatic cell count and mastitis. Asian-Aust. J. Anim.

Sci 24: 429-438.

Siregar, S. B. 2001. Peningkatan kemampuan berproduksi susu

sapi perah laktasi melalui perbaikan pakan dan

frekuensi pemberiannya. JITV 6 (2): 76-82.

Soetarno, T. 2003. Manajemen Budidaya Sapi Perah. Fakultas

Pertanakan. Universias Gadjah Mada. Yogyakarta.

Speroni, M., G. Pirlo and S. Lolli. 2006. Effect of automatic

milking systems on milk yield in a hot environment.

Journal of Dairy Science 89: 4687-4693.

Subronto. 2003. Ilmu Penyakit Ternak. Gadjah Mada

University Press. Yogyakarta.

Sudjana. 2005. Metode Statistika. Tarsito. Bandung.

Sudono, Rosdiana dan Setiawan. 2003. Beternak Sapi Perah

Secara Intensif. Agromedia Pustaka. Jakarta.

Suheri, G. 2010. Teknik Pemerahan dan Penanganan Susu

Sapi Perah. Lokakarya Fungsional Non Peneliti. Balai

Penelitian Ternak Ciawi. Bogor.

Surjowardojo, P., Suyadi, L. Hakim dan Aulani’am. 2008.

Ekspresi Produksi Susu Pada Sapi Perah Mastitis.

Fakultas Peternakan dan Fakultas MIPA. Universitas

Brawijaya. Malang. Jurnal Ternak Tropika 9 (2): 1-11.

Page 63: PENGARUH SUHU AIR PENCUCIAN AMBING TERHADAP …repository.ub.ac.id/8510/1/Baharudin Alam Syah Yusuf.pdf · ternak sapi perah jenis PFH sebanyak 15 ekor yang dibagi menjadi 5 kelompok

8

Svennersten K.M, Sjaunja and G. Pettersson. 2008. Pros and

Cons of Automatic milking in Europa. Journal of

Animal Science 86 (13): 37-46.

Utami, K., L. E. Radiati dan P. Surjowardojo. 2014. Kajian

Kualitas Susu Sapi PFH (Studi Kasus pada anggota

KAN di Kecamatan Jabung Kabupaten Malang).

Fakultas Peternakan. Universitas Brawijaya. Malang.

Jurnal Ilmu-ilmu Ternak 24 (2): 58-66. ISSN: 0852-

3581.