Upload
nguyendiep
View
223
Download
1
Embed Size (px)
Citation preview
PEMBERIAN MASSAGE DENGAN VIRGIN COCONUT OIL ( VCO )
TERHADAP PENCEGAHAN LUKA TEKAN PADA ASUHAN
KEPERAWATAN NY. SP DENGAN STROKE HEMORAGIK
DI RUANG ICU BED 1 RSUD KARANGANYAR
Disusun Oleh :
WIN NARSIH
NIM. P.12120
PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUSUMA HUSADA
SURAKARTA
2015
i
PEMBERIAN MASSAGE DENGAN VIRGIN COCONUT OIL ( VCO )
TERHADAP PENCEGAHAN LUKA TEKAN PADA ASUHAN
KEPERAWATAN NY. SP DENGAN STROKE HEMORAGIK
DI RUANG ICU BED 1 RSUD KARANGANYAR
Karya Tulis Ilmiah
Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan
Dalam Menyelesaikan Program Diploma III Keperawatan
Disusun Oleh :
WIN NARSIH
NIM. P.12120
PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUSUMA HUSADA
SURAKARTA
2015
ii
SURAT PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN
Saya bertandatangan di bawah ini :
Nama : Win Narsih
NIM : P.12120
Program Studi : DIII Keperawatan
Judul Proposal : “PEMBERIAN MASSAGE DENGAN VIRGIN COCONUT
OIL (VCO) TERHADAP PENCEGAHAN LUKA TEKAN
PADA ASUHAN KEPERAWATAN NY. SP DENGAN
STROKE HEMORAGIK DI RUANG ICU BED 1 RSUD
KARANGANYAR”.
Menyatakan dengan sebenarnya bahwa proposal penelitian yang saya tulis
ini benar - benar hasil karya saya sendiri, bukan merupakan pengambilalihan
tulisan atau pikiran orang lain yang saya akui sebagai tulisan atau pikiran saya
sendiri.
Apabila dikemudian hari dapat dibuktikan bahwa proposal penelitian ini
adalah hasil jiplakan, maka saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan tersebut
sesuai dengan ketentuan akademik yang berlaku.
Surakarta, 21 Februari 2015
Yang Membuat Pernyataan
Win Narsih
NIM. P12120
iii
LEMBAR PERSETUJUAN
Proposal Penelitian ini diajukan oleh :
Nama : Win Narsih
NIM : P.12120
Program Studi : DIII Keperawatan
Judul: “PEMBERIAN MASSAGE DENGAN VIRGIN COCONUT OIL
(VCO) TERHADAP PENCEGAHAN LUKA TEKAN PADA
ASUHAN KEPERAWATAN NY. SP DENGAN STROKE
HEMORAGIK DI RUANG ICU BED 1 RSUD
KARANGANYAR”.
Telah disetujui untuk diaplikasikan di rumah sakit oleh pembimbing Karya Tulis
Ilmiah. Prodi DIII Keperawatan STIKes Kusuma Husada Surakarta
Di tetapkan di: STIKes Kusuma Husada
Hari/ Tanggal: Sabtu/ 23Mei 2015
Pembimbing : Wahyuningsih Safitri, M.kep ( )
NIK. 200679022
iv
HALAMAN PENGESAHAN
Karya Tulis Ilmiah ini diajukan oleh :
Nama : Win Narsih
NIM : P.12120
Program Studi : DIII Keperawatan
Judul : “PEMBERIAN MASSAGE DENGAN VIRGIN COCONUT
OIL (VCO) TERHADAP PENCEGAHAN LUKA TEKAN
PADA ASUHAN KEPERAWATAN NY. SP DENGAN
STROKE HEMORAGIK DI RUANG ICU BED 1 RSUD
KARANGANYAR”
Telah disetujui untuk diujikan dihadapan Dewan Penguji Karya Tulis Ilmiah
Prodi DIII Keperawatan STIKes Kusuma Husada Surakarta
Ditetapkan di : STIKes Kusuma Husada Surakarta
Hari / Tanggal : Rabu, 17 Juni 2015
DEWAN PENGUJI
Pembimbing : Wahyuningsih Safitri, M.kep
NIK 200679022 ( )
Penguji 1 : Alfyana Nadya R, S.Kep.,Ns.,M.Kep
NIK 201086057 ( )
Penguji 2 : Atiek Murharyati, S.Kep.,Ns.,M.kep
NIK 200680021 ( )
Mengetahui,
Ketua Program Studi D III Keperawatan
STIKes Kusuma Husada
Atiek Murharyati, S.Kep.,Ns.,M.Kep
NIK. 200680021
v
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa karena
berkatrahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis adapat menyelesaikan Proposal
Penelitian dengan judul “PEMBERIAN MASSAGE DENGAN VIRGIN
COCONUT OIL (VCO) TERHADAP PENCEGAHAN LUKA TEKAN PADA
ASUHAN KEPERAWATAN NY. SP DENGAN STROKE HEMORAGIK DI
RUANG ICU BED 1 RSUD KARANGANYAR”.
Dalam penyusunan Proposal Penelitian ini penulis banyak mendapat
bimbingan dan dukungan dari berbagai pihak, oleh karena itu pada kesempatan ini
penulis mengucapkan banyak terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya
kepada yang terhormat :
1. Ibu Dra. Agnes Sri Hartati, M. Si selaku Ketua STIKes Kusuma Husada
Surakarta
2. Ibu Atiek Murharyati, S.Kep., Ns., M.kep, selaku Ketua Program studi DIII
Keperawatan yang telah memberikan kesempatan untuk dapat menimba ilmu
di STIKes Kusuma Husada Surakarta.
3. Ibu Meri Oktariani, S.Kep., Ns., M.Kep, selaku sekretaris Ketua Program
studi DIII Keperawatan yang telah memberikan kesempatan untuk dapat
menimba ilmu di STIKes Kusuma Husada Surakarta.
4. Ibu Wahyuningsih Safitri., M.Kep, selaku dosen pembimbing yang telah
membimbing dengan cermat, memberikan masukan-masukan, inspirasi,
perasaan nyaman dalam bimbingan serta memfasilitasi demi sempurnanya
studi kasus ini.
5. Ibu Alfyana Nadya R, S.Kep., Ns., M.Kep, selaku dosen penguji satu yang
telah membimbing dengan cermat, memberikan masukan-masukan, inspirasi,
perasaan nyaman dalam bimbingan serta memfasilitasi demi sempurnanya
studi kasus ini.
6. Ibu Atiek Murharyati, S.Kep., Ns., M.kep, selaku dosen penguji dua yang
telah membimbing dengan cermat, memberikan masukan-masukan, inspirasi,
vi
perasaan nyaman dalam bimbingan serta memfasilitasi demi sempurnanya
studi kasus ini.
7. Semua dosen Program studi DIII Keperawatan STIKes Kusuma Husada
Surakarta yang telah memberikan bimbingan dengan sabar dan wawasannya
serta ilmu yang bermanfaat
8. Ny. Sp selaku pasien kelolaan, terimakasih atas partisipasinya
9. Teman – teman Mahasiswa Program studi DIII Keperawatan STIKes Kusuma
Husada Surakarta dan berbagai pihak yang tidak dapat disebutkan satu –
persatu yang telah memberikan dukungan moral dan spiritual
Surakarta, 21 Februari 2015
WIN NARSIH
vii
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
MOTTO
Ø Jalan yang terjal bukan suatu halangan untuk meraih cita-cita, tetapi jalan
yang terjal akan membuat cita-cita itu terasa bermakna untuk kita
wujudkan.
Ø Sukses bukan sebuah tujuan akhir tapi sebuah awal dari perjuangan,
SEMANGAT
Ø Keteguhan, kesungguhan dan kerja keras adalah gerbang istana
kesuksesan.
PERSEMBAHAN
Dengan segala rendah hati Karya Tulis Ini penulis persembahkan
untuk :
1. Kedua orang tuaku, Ibu Marsih yang telah berdoa dan
memberikan perhatian serta kasih sayangnya kepada saya, Bapak
Yadi yang bekerja keras untuk keberhasilanku dan tidak lelah
memberikan motivasi dan semangatnya.
2. Keluarga besarku, yang selalu memberikan dukungan semangat
dan motivasi selama penyusunan tugas akhir ku.
3. Almarhumah Kakak Darman, saya sudah menepati janji ku untuk
masuk dunia kesehatan yang dulu kamu inginkan.
4. Semua sahabatku Alfiana Luthfi S, Kusumaningrum Fitria T,
Yulianti yang selalu membantu dan memberikan semangat dalam
penyusunan tugas akhir ku dan yang selalu bersama selama di
DIII Keperawatan.
5. Kekasih ku Lilik Priyono yang selalu memberikan semangat,
perhatian dan pengertiannya kepada saya selama penyusunan
tugas akhir ku.
viii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ...................................................................................... i
SURAT PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ....................................... ii
LEMBAR PERSETUJUAN .......................................................................... iii
HALAMAN PENGESAHAN ....................................................................... iv
KATA PENGANTAR .................................................................................. v
MOTO DAN PERSEMBAHAN................................................................... vii
DAFTAR ISI ................................................................................................. viii
DAFTAR GAMBAR..................................................................................... x
DAFTAR TABEL.......................................................................................... xi
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................. xii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ....................................................................... 1
B. Tujuan Penulisan ................................................................... 3
C. Manfaat Penulisan ................................................................. 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Teori ........................................................................ 5
1. Stroke ............................................................................... 6
2. Luka Tekan ...................................................................... 29
3. Massage Virgin Coconut Oil ........................................... 32
4. Virgin Coconut Oil .......................................................... 34
B. Kerangka Teori ...................................................................... 36
C. Kerangka Konsep .................................................................. 37
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Subyek aplikasi riset ............................................................... 38
B. Tempat dan Waktu ................................................................. 38
C. Media dan alat yang digunakan .............................................. 38
D. Prosedur tindakan berdasarkan aplikasi riset ......................... 38
E. Alat ukur evaluasi dari aplikasi tindakan berdasarkan riset ... 39
ix
BAB IV LAPORAN KASUS
A. Identita spasien ....................................................................... 47
B. Pengkajian .............................................................................. 47
C. Perumusan Masalah ................................................................ 57
D. Perencanaan Keperawatan ...................................................... 58
E. Implementasi .......................................................................... 62
F. Evaluasi keperawatan ............................................................. 69
BAB V PEMBAHASAN
A. Pengkajian .............................................................................. 73
B. Diagnosa Keperawatan ........................................................... 79
C. Intervensi Keperawatan ......................................................... 84
D. Implementasi Keperawatan .................................................... 89
E. Evaluasi Keperawatan ............................................................ 97
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ............................................................................ 101
B. Saran ...................................................................................... 109
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
x
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Kerangka teori............................................................................. 37
Gambar 2.2 Kerangka konsep.......................................... .............................. 38
Gambar 4.1 Genogram................................................... ................................ 42
xi
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Langkah prosedur massage....................................... ..................... 40
Tabel 3.2 Skala branden.. ............................................................................... 42
Tabel 5.1 skore skala branden.. ...................................................................... 78
xii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran I : Asuhan Keperawatan
Lampiran II : Format Pendelegasian
Lampiran III : Log Book
Lampiran IV : Lembar Konsul
Lampiran V : Jurnal Utama
Lampiran VI : Daftar Riwayat Hidup
Lampiran VII : Usulan Judul Jurnal Dalam Pengelolaan Asuhan Keperawatan
Klien
Lampiran VIII : Surat Pernyataan
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Stroke adalah penyakit serebrovaskuler (pembuluh darah otak) karena
kematian jaringan (infark serebral) yang disebabkan oleh pembuluh darah
yang membawa darah ke otak pecah atau sumbatan atau karena terjadinya
gangguan sirkulasi pembuluh darah yang menyediakan darah ke otak
(Pudiastuti, 2011). Stroke adalah kehilangan fungsi otak diakibatkan oleh
berhentinya suplai darah ke bagian otak yang dapat terjadinya secara
mendadak, progresif cepat, serta berupa defisit neurologis lokal atau global
yang berlangsung 24 jam atau lebih dan juga dapat menimbulkan kematian
(Ariani, 2012).
Menurut World Health Organization (WHO) tahun 2008 menunjukan
bahwa lebih dari 60% penderita stroke berada di negara berkembang.
Peningkatan kejadian stroke di beberapa negara asia seperti Cina, India dan
Indonesia, diakibatkan oleh perubahan pola hidup, polusi, dan pola konsumsi
makan.
Menurut SKDI (2012) Indonesia berada dalam kondisi yang miris,
karena Indonesia menduduki peringkat pertama sebagai negara yang
mempunyai penderita stroke terbayak di Asia. Hal ini terbukti dengan adanya
keterangan bahwa 8,3 dari 1000 penduduk Indonesia terjangkit stroke.
Meningkatnya usia juga menjadi salah satu faktor meningkatnya prevanlensi
angka penderita stroke di Indonesia. Menurut hasil Riskesdas Indonesia,
stroke menjadi penyebab kematian paling tinggi dari segala umur yang
mencapai (15,4 %), selanjutnya Tubercoloses (7,5%), hipertensi (6,8%) dan
cedera (6,5%) (Depkes, 2008). Berdasarkan data di Rumah sakit RSUD
Karanganyar pada tahun 2014 penderita stroke di wilayah tersebut mencapai
217 orang (Rekam medik RSUD Karanganyar) .
Pada pasien stroke yang berbaring lama selain menyebabkan bekuan
darah, pneuomonia, atrofi dan kekuatan sendi, juga dapat menyebabkan luka
2
2
tekan. Bagian yang biasa mengalami memar atau kemerahan adalah
punggung, pantat, sendi kaki dan tumit bila memar ini tidak bisa dirawat bisa
menjadi infeksi (Pudiastuti, 2011). Luka tekan adalah kerusakan pada lapisan
kulit dan fungsi kulit normal akibat dari tekanan eksternal yang berhubungan
dengan penonjolan tulang pada individu yang berada di tempat tidur, kursi,
seringkali pada inkontinensia, dan malnutrisi atau individu yang mengalami
kesulitan makan sendiri, serta mengalami gangguan tingkat kesadaran dalam
jangka waktu yang lama (Potter & perry, 2005).
Pada pasien stroke biasanya akan mengalami gangguan mobilitas atau
kemamapuan menggerakan anggota tubuh secara bebas dan normal sehingga
memiliki resiko untuk mengalami terjadinya luka tekan selama perwatan
(Marison, 2003). Tindakan yang bisa dilakukan untuk mencegah terjadinya
luka tekan terdiri dari pengaturan posisi baring secara rutin setiap 2 jam
sekali, untuk mereduksi penekanan jaringan, memperlancar sirkulasi darah,
merawat kelembaban kulit dan mencegah terjadi luka tekan dapat dilakukan
pijat atau massage (Noviestari, 2005).
Massage atau pijat merupakan pemijatan pada bagian tubuh tertentu
dengan tangan secara lembut dan perlahan untuk memperbaiki sirkulasi,
metabolisme, dan memeperlanacar peredaran darah sebagai cara pengobatan
(Pupung, 2009). Dalam massage dibutuhkan lotion untuk mempertahankan
kelembaban kulit. Virgin Coconut Oil (VCO) atau minyak kelapa murni
mengandung asam laurat dan oleat dalam VCO bersifat melembutkan kulit
selain itu VCO efektif aman digunakan sebagai moisturizer untuk
meninggkatkan hidrasi kulit, dan memepercepat penyembuhan pada kulit dan
baik untuk kesehatan kulit karena mudah untuk diserap kulit dan
menggandung vitamin E (Amin, 2009).
Hasil studi pendahuluan pada tanggal 9 Maret 2015 di dapatkan data
pasien Ny. Sp yang menderita stroke dan mengalami tirah baring. Dari
wawancara yang dilakukan penulis di dapatkan bahwa perawat di ruang ICU
RSUD Karanganyar sudah menggunakan skala pengkajian untuk
mengdentifikasi kejadian luka tekan tetapi tidak ada tindakan untuk
3
3
mencegah terjadinya luka tekan. Perawat hanya memberikan edukasi kepada
keluarga dalam menggunakan body lotion, tidak pernah melakukan alih
baring setiap 2 jam pada pasien yang berbaring lama. Manfaat massage
dengan virgin coconut oil belum banyak diketahui untuk pencegahan luka
tekan dan manfaatnya.
Berdasarkan latar belakang diatas maka penulis tertarik untuk
menyusun Karya Tulis Ilmiah yang berjudul “pemberian massage dengan
virgin coconut oil terhadap pencegah luka tekan pada asuhan keperawatan
Ny. Sp dengan stroke hemoragik di ruang ICU bed 1 RSUD karanganyar”.
B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan umum
Mengaplikasikan pemberian terapi massage dengan Virgin Coconut Oil
(VCO) terhadap pencegahan luka tekan pada Ny. Sp dengan Stroke
Hemoragik di Ruang ICU Bed 1 RSUD Karanganyar.
2. Tujuan khusus
a. Penulis mampu melakukan pengajian pada Ny.Sp dengan CVA
(Cerebro Vascular Accident)
b. Penulis mampu merumuskan diagnosa keperawatan pada Ny. Sp
dengan CVA (Cerebro Vascular Accident)
c. Penulis mampu menyusun rencana Asuhan keperawatan pada Ny.
Sp dengan CVA (Cerebro Vascular Accident)
d. Penulis mampu melakukan implementasi pada Ny. Sp dengan CVA
(Cerebro Vascular Accident)
e. Penulis mampu melakukan evaluasi pada Ny. Sp dengan CVA
(Cerebro Vascular Accident).
f. Penulis mampu menganalisa hasil pemberian Massage dengan
Vigine Coconut Oil (VCO) terhadap pencegahan luka tekan pada Ny.
Sp dengan CVA (Cerebro Vascula Accident).
4
4
C. Manfaat Penelitian
1. Bagi Rumah Sakit
Menerapkan pencegahan luka tekan melalaui Massage menggunakan
Virgin Coconut Oil.
2. Bagi institusi
Menambah pengetahuan dan wawasan tentang pencegahan luka tekan
melalui Massage menggunakan VCO (Virgin Coconut Oil) sebagai acuan
pembelajaran di institusi.
3. Bagi penulis
Mengaplikasikan tindakan keperawatan berdasarkan pemberian Massage
Virgin Coconut Oil terhadap pencegahan luka tekan pada Asuhan
Keperawatan Cerebro Vascular Accidend.
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Teori
1. Stroke
a. Definisi
Stroke adalah gangguan peredaran darah di otak menyebabkan
fungsi otak terganggu yang dapat mengakibatkan berbagai gangguan
pada tubuh, tergantung bagian otak mana yang rusak, bila terkena
stroke dapat mengalami gangguan seperti penurunan kesadaran,
kelumpuhan serta tidak berfungsinya panca indra atau nafas terhenti
yang menyebabkan penderita meninggal (Pudiastuti, 2011). Stroke
adalah kondisi yang terjadi ketika sebagian sel-sel otak mengalami
kematian akibat gangguan aliran darah karena sumbatan (stroke non
hemoragik) atau pecahnya pembuluh darah (stroke hemoragik) di
otak. Aliran darah yang terhenti membuat suplai oksigen dan zat
makanan ke otak juga terhenti, sehingga sebagian otak tidak dapat
berfungsi sebagai mestinya (Utami, 2009).
b. Jenis-jenis stroke
Stroke dibagi menjadi 2 yaitu stroke hemoragik dan stroke non
haemorgia. Stroke hemoragik adalah stroke yang disebabkan oleh
pecahnya pembuluh darah di otak atau pembuluh darah bocor karena
tekanan darah ke otak tiba-tiba meninggi, sehingga menekan
pembuluh darah (Sutrisno, 2007).
Menurut Wijaya dan Putri (2013), Stroke hemoragik dibagi
menjadi 2 jenis, yaitu :
1) Perdarahan Intraserebral : Pecahnya pembuluh darah (mikro
aneurisma) terutama karena hipertensi mengakibatkan darah
masuk ke dalam jaringan otak, membetuk massa yang menekan
jaringan otak dan menimbulkan edema.
6
6
2) Perdarahan Subarachnoid : pecahnya aneurisma berry atau
AVM. Aneurisma yang pecah berasal dari pembuluh darah dan
cabang-cabangnya yang terdapat di luar parenkim otak.
Stroke iskemik atau stroke non hemoragik adalah stroke
terjadi karena tersumbatnya pembuluh darah yang menyebabakan
aliran darah ke otak sebagian atau keseluruhan terhenti yang
disebabkan oleh aterosklerosis atau bekuan darah yang menyumbat
suatu pembuluh darah ke otak (Pudiastuti, 2011 )
Menurut Sutrisno (2007), stroke non hemoragik ini dibagi
menjadi 2 yaitu :
1) Stroke iskemik trombotik : adanya penggumpalan pada
pembuluh darah ke otak
2) Stoke iskemik embolik : Penggumpalan darah terjadi di jantung,
sehingga darah tidak bisa mengaliri oksigen dan nutrisi ke otak.
Menurut Wijaya dan Putri (2013), perjalanan penyakit dan
stadium stroke dikelompokan sebagai berikut :
1) TIA ( Trans Iskemik Attack)
Gangguan neurologis setempat yang terjadi selama beberapa
menit sampai jam saja. Gejala yang timbul akan hilang dengan
spontan dan sempurna dalam waktu kurang dari 24 jam.
2) Stroke involusi
Stroke yang terjadi masih terus berkembang dimana gangguan
neorologis semakin berat dan bertambah buruk. Proses dapat
berjalan 24 jam atau beberapa hari.
3) Stroke komplit
Gangguan neurologis yang timbul sudah menetap atau permanen
sesuai dengan istilahnya stroke komplit dapat diawali oleh
serangan TIA berulang.
c. Penyebab terjadinya stroke
Menurut Pudiastuti (2012), Stroke biasanya diakibatkan dari salah
satu empat kejadian yaitu:
7
7
1) Trombosis serebral
Anterosklerosis serebral dan perlambatan sirkulasi serebral
adalah penyebab utama trombosis serebral yang merupakan
penyebab paling umum dari stroke. Tanda –tanda trombosis
serebral bervariasi sakit kepala, pusing, perubahan kognif,
kejang. Secara umum trombosis serebral tidak terjadi secara
tiba-tiba dan kehilangan bicara sementara, hemiplegia, atau
parestesia pada setengah tubuh.
2) Embolisme serebral
Embolus biasanya menyumbat arteri serebral tengah atau
cabang-cabangnya sehingga merusak sirkulasi serebral.
Kejadian hemiparesis atau hemiplagia tiba-tiba dengan afasia,
tanpa afasia atau kehilangan kesadaran pada pasien dengan
penyakit jantung atau pulmunol.
3) Iskemi serebral
Iskemia serebral (insufisiensi suplai darah ke otak) terutama
karena kontriksi ateroma pada arteri yang menyuplai darah ke
otak.
4) Hemoragik serebral
a) Hemoragik ekstradural adalah kedaruratan bedah neuro
yang memerlukan perawatan segera. Keadaan ini biasanya
mengikuti fraktur tenggorokan dengan robekan arteri
tengah dan arteri meningen lain, pasien harus ditangani
beberapaa jam cedera untuk mempertahankan hidup.
b) Hemorgik subdural pada dasarnya sama dengan hemoragik
epidural, kecuali bahwa hematoma subdural biasanya
jembatan vena robek. Oleh karena itu, periode pembentukan
hematoma lebih lama dan menyebabkan tekanan pada otak.
Beberapa pasien mungkin mengalami hemoragik subdural
kronik tanpa menunjukan tanda atau gejala.
8
8
c) Hemoragik subaraknoid dapat terjadi sebagai akibat trauma
atau hipertensi, tetapi penyebab paling sering adalah
kebocoran anuerisma pada sirkulasi Willsi dan malformasi
arteri vena kongenital pada otak.
d) Hemoragik intraserebral adalah perdarahan di substansi
dalam otak, paling umum terjadi pada pasien dengan
hipertensi dan areterisklerosis serebral disebabkan oleh
perubahan degeneratif karena penyakit ini menyebabkan
ruptur pembuluh darah. Biasaanya terjadi secara tiba-tiba,
dengan sakit kepala berat. Bila hemoragik membesar, makin
jelas defisit neurologis yang terjadi dalam bentuk
penurunan kesadaran dan abnormalitas pada tanda vital.
d. Tanda dan gejala stroke
Tanda dan gejala stroke non hemoragik (Iskemik), gejala
utamanya adalah gangguan penglihatan, kelumpuhan wajah atau
anggota badan (biasanya hemiparesis) yang timbul secara mendadak,
vertigo, muntah-muntah atau nyeri kepala, gangguan semibilitas
pada salah satu atau lebih anggota badan (gangguan hemisensorik),
distrasia (bicara pello atau cedal), afasia (bicara tidak lancar, kurang
ucapan atau kesulitan memahami ucapan), ataksia (tungkai atau
anggota badan), didahului oleh gejala prodomal, terjadi pada waktu
istirahat atau bangun pagi, kesadran tidak menurun, kecuali bila
embulus cukup besar (Pudiastuti, 2011)
Tanda dan gejala stroke hemoragik dibagi menjadi 2 yaitu
pertama perdarahan Subaraknoid (PSA), nyeri kepala hebat atau
akut, kesadaran sering terganggu dan sangat bervariasi, rangsangan
meningeal, edema papil dapat terjadi bila ada perdarahan subhialoid
karena pecahnya aneurisma pada komunikan anteriaor atau karotis
interna. Yang kedua yaitu perdarahan Intraserabral (PIS),
mempunyai gejala yang tidak jelas, kecuali nyeri kepala yang hebat
sekali, serangan terjadi pada siang hari, saat aktivitas, emosi atau
9
9
marah, mual muntah, hemiparesis atau hemiplagia bisa terjadi sejak
permulaan serangaan (Pudiastuti, 2011).
e. Faktor-faktor resiko stroke
Menurut Wijaya & Putri (2013), faktor resiko yang terjadi pada
pasien stroke yaitu :
1) Hipertensi
Hipertensi merupakan faktor resiko utama, hipertensi
dapat disebabkan oleh areterosklerosis pembuluh darah serebral,
sehingga pembuluh darah tersebut mengalami penebalan dan
degenerasi yang kemudian pecah atau menimbulkan perdarahan.
2) Penyakit kardiovaskuler
Misalnya embolisme serebral berasal dari jantung seperti
penyakit arteri koronaria, gagal jantung kongesti, MCI,
hipertrofi ventrikel kiri. Pada fibrilasi antrium menyebabkan
penurunan karbondioksida, sehingga perfusi darah ke otak
menurun, maka otak akan kekurangan oksigen yang akhirnya
dapat menyebabkan stroke. Pada arterisklerosis elastisitas
pembuluh darah menurun, sehingga perfusi ke otak menurun
juga pada akhirnya terjadi stroke.
3) Diabetes mellitus (DM)
Pada pasien DM akan mengalami penyakit vaskuler, sehingga
terjadi mikro vaskularisasi dan arterisklerosis, terjadinya
arterisklerosis dapat menyebabkan emboli yang kemudian
menyumbat dan terjadi iskemia, iskemia menyebabkan perfusi
otak menurun dan pada akrinya terjadi stroke.
4) Merokok
Pada perokok akan timbul plak pada pembuluh darah oleh
nikotin sehingga memungkinkan penumpukan arterosklerosis
dan berakibat pada stroke.
10
10
5) Alkoholik
Pada alkoholik dapat menyebabkan hipertensi, penurunan darah
ke otak dan kardiak aritmia serta kelainan motilitas pembuluh
darah sehingga terjadi emboli serebral.
6) Peningkatan kolesterol
Peningkatan kolestrol tubuh dapat menyebabkan arterisklerosis
dan terbentuknya emboli lemak sehingga aliran darah lambat
masuk ke otak, maka perfusi otak menurun.
7) Obesitas
Pada pasien obesitas kadar kolestrol tinggi. Selain itu dapat
mengalami hipertensi karena terjadi gangguan pada pembuluh
darah sehingga terjadi stroke
8) Arterosklerosis
9) Kontrasepsi
10) Riwayat kesehatan keluarga adanya stroke
11) Umur ( kejadian akan meningkat dengan meningkatnya umur)
12) Stres emosional
f. Komplikasi stroke
Menurut Pudiastuti (2011), pada pasien stroke berbaring lama dapat
menyebabkan masalah emosional dan fisik diantarnya :
a) Bekuan darah
Mudah terbentuk pada kaki yang lumpuh menyebabkan
penimbunan cairan, pembengkakan selain itu juga meyebabkan
embolisme paru yaitu sebuah bekuan yang terbentuk dalam
salah satu arteri yang menghasilkan darah ke paru.
b) Dekubitus
Bagian yang biasa mengalami memar adalah pinggul, pantat,
sendi, punggung, kaki dan tumit bila memar atau suda terjadi
luka tidak dirawat atau dirawat dengan tidak benar bisa menjadi
infeksi pada area tersebut.
11
11
c) Pneumonia
Pada pasien stroke tidak bisa batuk dan menelan dengan
sempurna, karena pada pasien yang mengalami stroke tidak
boleh mengejan, bila mengejan bisa meningkatkan TIK di otak.
Hal ini menyebabkan cairan berkumpul di paru-paru dan
selanjutnya menimbulkan pneumonia.
d) Antrofi dan kekuatan otot
1) Pasien stroke mengalami hemiparesis pada ekstremitas,
sehingga pasien menagalami keterbatasan dalam bergerak,
meyebabkan otot yang megalami kelumpuhan menjadi
atrofi atau pengecilan otot.
2) Komplikasi lain dari pasien stroke yaitu distrimia,
peningkatan tekanan intrakanial, kontraktur, gagal nafas dan
juga menyebakan kematian.
g. Pemeriksaan diagnostik
Menurut Wijaya & Putri (2013), pemeriksaan diagnostik pada pasien
stroke yaitu :
1) Angiografi serebral
Membantu menentukan penyebab stroke secara spesifik seperti
perdarahan, obstruksi arteri, oklusi atau ruptur
2) Elektro encefalography
Mengidentifikasi masalah di dasarkan pada gelombang otak atau
mungkin memperlihatkan daerah lesi yang spesifik.
3) Sinar x tengkorak
Menggambarkan perubahan kelenjar lempeng pineal daerah
yang berlawanan dari masa luas, klasifikasi karotis interna
terdapat pada trombus serebral. Klasifikasi persial dinding,
aneurisme pada perdarahan sub arachoid.
4) Ultrasonography doppler
Mengidentifikasi penyakit arteriovena (masalah sistem arteri
karotis atau aliran darah, muncul plak atau arteroslerosis).
12
12
5) CT-Scan
Memperlihatkan adanya edema, hematoma, iskemia dan adanya
infark.
6) MRI
Menunjukan adanya tekanan tekanan abnormal dan biasanya
trombosis, emboli dan TIA, tekanan meningkat dan cairan
mengandung darah menunjukan hemoragik sub arachnoid atau
pedarahan intrakanial.
7) Pemeriksaan foto thorax
Dapat memperlihatkan keadan jantung, pembesaran ventrikel
kiri yang merupakan salah satu tanda hipertensi yang
menyebabkan stroke, menggambarkan perubahan kelenjar
lempek pineal daerah berlawanan dari masa yang meluas.
8) Pemeriksaan laboratorium
a) Fungsi lumbal
Kadar protein total meningkat pada kasus trombosis
sehubungan dengan proses inflamasi.
b) Pemeriksaan darah rutin
c) Pemeriksaan kimia darah
Pada stroke akut dapat terjadi hiperglekemia. Gula darah
dapat mencapai 250 mg dalam serum dan kemudian
berangsur-angsur turun kembali.
h. Penatalaksanan
Menurut Wijaya & Putri (2013), penatalaksanan pada pasien stroke
dapat dilakukan tindakan sebagai berikut :
1) Penataksanan umum
Posisi kepala dan badan atas 20-30 derajat, posisi lateral
dekubitus bila disertai muntah. Boleh mulai mobilisasi bertahap
bila hemodinamika stabil, bebaskan jalan nafas dan usahakan
ventilasi adekuat bila perlu berika oksigen 1-2 liter/menit bila
ada gas darah, kandung kemih yang penuh dikosongkan dengan
13
13
kateter, kontrol tekanan darah dipertahankan normal, suhu tubuh
harus dipertahankan, nutrisi peroral hanya boleh diberikan
setelah test fungsi menelan baik, bila terdapat gangguan
menelan atau pasien yang mengalami kesadaran menurun
dianjurkan untuk pemasangan NGT, mobilitas dan rehabilitas
dini jika tidak ada kontraindikasi.
2) Penatalaksanan medis
Trombolitik (streptokinase), anti platelet atau anti trombolitik
(asetosol, tricopidin, cilostazol, dipridamol), antikoagulan
(heparin), hemorrhage (pentoxyfilin), antagonis serotonin
(noftidrofurly), antagonis calsium (nomodipin, piracetam).
3) Penatalaksanaan khusus atau komplikasi
Atasi kejang (anti konfulsan), atasi tekanan intrakanial yang
meninggi, manitol, gliserol, furosemit, intubasi, steroid), atasi
dekompresi (kraniotomi), untuk penatalaksanan faktor resiko
atasi hipertensi (anti hipertensi), atasi hiperglekimia (anti
hiperglekimia), atasi hiperurisemia (anti hiperurisemia).
i. Asuhan keperawatan stroke
1) Pengkajian
Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan
yang dapat diambil dari mengumpulkan data atau status
kesehatan pasien untuk menentukan diagnosa keperawatan.
Diagnosa yang diangkat akan menentukan perencanaan,
tindakan, dan evaluasi mengikuti perencanaan yang telah dibuat
(Rohmah dan Walit, 2012).
Menurut Padila (2012), pengkajian yang dilakukan pada
pasien stroke meliputi :
a) Anamnesa : usia karena di atas 55 tahun merupakan resiko
tingggi terjadinya serangan stroke. Jenis kelamin laki – laki
lebih tinggi 30 % di banding wanita. Ras kulit hitam lebih
tinggi angka kejadiannya.
14
14
b) Keluhaan utama, biasanya pasien datang ke rumah sakit
dalam kondisi : penurunan kesadaran atau koma di sertai
kelumpuhan dan keluhan sakit kepala hebat bila masih
sadar.
c) Riwayat penyakit dahulu perlu dikaji adanhya riwayat DM,
hipertensi, kelainan jantung, pernah TIAs, Policitemia
karena hal ini berhubungan dengan kwalitas pembuluh
darah otak menjadi menurun.
d) Riwayat penyakit sekarang, kronologis peristiwa CVA
bleeding sering setelah melakukan aktivitas tiba – tiba
terjadi keluhan neurologis misal : sakit kepala hebat,
penurunan kesadaran hingga koma.
e) Riwayat kesehatan keluarga, penyakit keluarga perlu di kaji
mungkin ada anggota keluarga sedarah yang pernah
mengalami stroke.
f) Pola aktivitas dan latihan, apabila telah mengalami
kelumpuhan sampai terjadi koma maka perlu klien
membutuhkan bantuan dalam memenuhi kebuthan sehari –
hari dari bantuan sebagian sampai total. Meliputi : mandi,
makan, minum, BAB, BAK, berpakaian, berhias, aktivitas
mobilisasi.
g) Pemeriksaan Fisik dan Observasi.
(a) B1 (Bright atau pernafasan)
Pengkajian yang di lakukan yaitu sumbatan jalan nafas
karena penumpukan sputum dan kehilangan reflek
batuk, adanya tanda – tanda lidah jatuh kebelakang,
auskultasi suara nafas mungkin ada tanda stridor, catat
jumlah dan irama nafas.
15
15
(b) B2 (Blood atau sirkulasi)
Deteksi adanya tanda-tanda peningkatan TIK yaitu
peningkatan tekanan darah disertai dengan pelebaran
nadi dan penurunan jumlah nadi.
(c) B3 (Brain atau persyarafan, otak)
Kaji adanya keluhan sakit kepala hebat, periksa adanya
pupil unilateral, observasi tingkat kesadaran.
(d) B4 (Bladder atau perkemihan)
Tanda-tanda inkontensia uri
(e) B5 (Bowel : pencernaan)
Tanda-tanda inkontensia alfi
(f) B6 (Bone : tulang dan integumen)
Kaji adanya kelumpuhan atau kelemahan, tanda-tanda
dekubitus karena tirah baring lama, kekuatan otot.
2) Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah penilaian klinis tentang
respon individu, keluarga, komunitas terhadap masalah
kesehatan atau proses kehidupan aktual atau potensial sebagai
dasar pemilihan intervensi keperawatan untuk mencapai hasil
tempat perawat bertanggung jawab (Rohmah dan Walid, 2012).
Menentukan prioritas masalah keperawatan adalah
kegiatan untuk menentukan masalah yang menjadi skala
prioritas untuk diselesaikan atau diatasi dahulu, ada teknik
membuat skala prioritas salah satunya menggunakan hierarki
maslow yang meliputi kebutuhan (fisiologis, rasa aman nyaman,
cinta dan kasih sayang, harga diri, aktualisasi diri) (Rohmah dan
Walid, 2012).
Menurut Padila (2012), diagnosa yang muncul pada pasien
stroke antara lain :
a) Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral berhubungan
dengan hemoragik serebral.
16
16
b) Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan hemiparese
atau hemiplegia.
c) Kurangnya perawatan diri berhubungan dengan hemiparesis
atau hemiplegia dan kehilangan kesadaran.
d) Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan
ketidak mampuan batuk sekunder gangguan kesadaran.
e) Resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan
imobilitas fisik.
3) Perencanaan
Perencanan adalah pengembangan strategi desain untuk
mencegah, mengurangi, dan mengatasi masalah – masalah yang
telah diidentifikasi dalam diagnosa keperawatan. Desain
perencanaan menggambarkan sejauh mana perawat mampu
menyelesaikan masalah dengan efektif dan efesien. Dalam
kegiatan perancanaan ada beberapa tahap diantaranya
menentukan prioritas masalah keperawatan, menentukan tujuan
dan kriteria hasil, merumuskan rencana tindakan keperawatan,
dan menetapkan rasional rencana tindakan keperawatan
(Rohmah dan Walid, 2012).
Menentukan tujuan dan kriteria hasil adalah perubahan
perilaku pasien yang diharapkan oleh perawat setelah tindakan
dilakukan, ada beberapa rumus dalam menentukan tujuan salah
satunya spesifik : berfokus pada pasien, singkat dan jelas,
Measurabel : dapat diukur, Achievable : realistik, Reasonable :
ditentukan oleh perawat dan klien, Time : kontrak waktu
(SMART) (Rohmah dan Walid, 2012).
Merumuskan rencana tindakan keperawatan adalah
kegiatan spesifik untuk membantu pasien dalam mencapai
tujuan dan kriteria hasil, ada tipe rencana tindakan keperawatan
yaitu observasi, terapiutik atau Nursing Treatment, penyuluhan
atau pendidikan kesehatan, rujukan atau kolaborasi. Rasional
17
17
adalah dasar pemikiran atau alasan ilmiah yang mendasari
ditetapkan rencana tindakan keperawatan (Rohmah dan Walid,
2012).
Menurut Walkinson (2007), intervensi atau rencana
keperawatan pada pasien stroke yaitu :
a) Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral berhubungan
dengan hemoragik serebral.
Tujuan: setelah diberikan asuhan keperawatan selama 2x 24
jam, diharapkan perfusi jaringan otak teratasi.
Kriteria hasil : tekanan darah dalam batas normal (tekanan
sistolik 100-140 mmHg, tekanan diastolik < 85 mmHg),
tidak ada tanda-tanda peningkatan TIK (tekanan darah naik,
penurunan kesadaran), tidak ada hipotensi ortostatik, tidak
terdapat tanda peningkatan tekanan intra kranial (TIK)
Intervensi yang dapat dilakukan :
1. Observasi tanda-tanda vital (tekanan darah, nadi, RR,
suhu)
Rasional : mengetahui keadaan umum pasien.
2. Observasi status neurologis (kesadaran dan pupil).
Rasional : mengetahui kencenderungan tingkat
kesadaran dan pupil
3. Observasi peningkatan TIK (tekanan darah meningkat,
penurunan kesadaran (GCS).
Rasional : tanda dan gejala neurologis memperbaiki
setelah fase awal memerlukan tindakan pembedahan.
4. Berikan posisi kepala dengan sudut 300
Rasional : mencegah terjadinya peningkatan TIK
5. Berikan oksigen 5 liter/menit
Rasional : memperlancar pernafasan
6. Lakukan pemberian obat sesuai advis dokter
Rasional : mempercepat proses penyembuhan
18
18
b) Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan hemiparesis
atau hemiplegia
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama
2x24 jam mobilitas fisik teratasi.
Kriteria hasil :aktivitas pasien dapat terpenuhi (dibantu
orang lain dan alat), kekuatan otot tubuh bagian kiri dapat
meningkat dari pergerakan aktif bagian tubuh dengan
mengeliminasi gravitasi menjadi pergerkan aktif hanya
melawan gravitasi dan tidak melawan tahanan,
mempertahankan posisi optimal.
Intervensi atau rencana yang dapat dilakukan :
(1) Observasi mobilitas fisik pasien.
Rasional : mengidentifikasi kekuatan atau kelemahan
otot dan memberikan informasi mengenai pemulihan.
(2) Observasi daerah yang tertekan (warna, edema, tanda-
tanda lain).
Rasional : jaringan yang mengalami edema lebih mudah
mengalami trauma dan penyembuhan lama.
(3) Ubah posisi setiap 2 jam (terlentang, miring).
Rasional : menurunkan resiko terjadinya trauma atau
iskemi jaringan.
(4) Tempatkan bantal dibawah aksila untuk melakukan
abduksi pada tangan
Rasional : mencegah adduksi bahu dan fleksi siku
(5) Lakukan latihan gerak ROM (Ring Of Mation) pada
semua ekstremitas
Rasional : meminimalkan atrofi otot, meningkatkan
sirkulasi, membantu mencegah kontraktur
c) Kurang perawatan diri berhubungan dengan hemiparesis
atau hemiplegia dan kehilangan kesadaran.
19
19
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x
24 jam kebutuhan perawatan diri pasien terpenuhi.
Kriteria hasil : pasien dapat melakukan aktivitas perawatan
diri sesuai dengan kemampuan pasien, pasien dapat
mengidentifikasi sumber pribadi atau komunitas untuk
memberikan bantuan sesuai kebutuhan.
Intervensi atau rencana yang dapat dilakuan :
(1) Tentukan kemampuan dan kekurangan dalam
melakukan perawatan diri.
Rasional : membantu dalam mengantisifikasi atau
merencanakan pemenuhan kebutuhan secara individual.
(2) Beri motivasi kepada pasien untuk tetap melakukan
aktivitas dan beri bantuan.
Rasional : meningkatkan harga diri dan semangat untuk
berusaha terus menerus.
(3) Hindari melakukan sesuatu untuk pasien yang dapat
dilakukan pasien sendiri, tetapi beri bantuan sesuai
kebutuhan.
Rasional : pasien mungkin takut dan ketegantungan
meskipun bantuan yang diberikan bermanfaat dalam
mencegah frustasi.
(4) Berikan umpan balik yang positif setiap usaha yang
dilakukan.
Rasional : meningkatkan perasaaan makna diri dan
kemandirian serta mendorong pasien untuk berusaha.
(5) Kolaborasi dengan ahli fisioterapi atau okupasi.
Rasional : memberikan bantuan yang mantap untuk
mengembangkan rencana terapi dan mengidentifikasi
kebutuhan alat penyokong.
d) Bersihan jalan nafas berhubungan dengan ketidakmampuan
batuk aktif sekunder gangguan kesadaran.
20
20
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama
3x24 jam bersihan jalan nafas efektif.
Kriteria hasil : terdengar suara nafas normal (vesikuler), RR
batas normal (16-24) x/menit, pasien tidak gelisah, produksi
sputum berkurang, irama pernafasan normal.
Intervensi atau rencana yang dapat dilakukan :
(1) Observasi pernafasan (bunyi nafas, frekuensi, produksi
sputum).
Rasioanal : mengetahui bunyi nafas, frekuensi dan
produksi sputum)
(2) Observasi tanda bersihan jalan nafas (spuum, benda
asing).
Rasional : tanda bersihan jalan nafas efektif menunjukan
kepatenan jalan nafas.
(3) Berikan posisi yang nyaman (peninggian tempat tidur
atau semi fowler)
Rasional : peninggian kepala mempermudah dan fungsi
pernafasan dengan menggunakan gravitasi.
(4) Lakukan penghisapan lendir (suction) setiap satu jam
sekali
Rasional : membuka jalan nafas dan mengeluarkan
sputum.
(5) Informasikan kepada keluarga tentang prosedur yang.
Rasional : agar keluarga mengetahui prosedur tindakan
yang dilakukan
(6) Laksanakan terapi dokter pemberian oksigen 5
liter/menit.
Rasional : untuk membantu memperlancar pernafasan.
e) Resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan
imobilitas fisik.
21
21
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan
selama 3x24 jam tidak terjadi luka tekan.
Kriteria hasil : kondisi kulit utuh, kulit teraba hangat,
turgor kulit baik, tidak terdapat luka pada kulit, tidak
ada oedema, skore skala branden 10-12 (resiko tinggi)
Intervensi atau rencana yang dapat dilakuakan :
(1) Kaji adanya faktor yang dapat menyebabkan
kerusakan kulit (ketidakmampuan dalam bergerak).
Rasional : mengetahui penyebab terjadinya luka
tekan atau kerusakan kulit, identifikasi sumber
penekanan dan friksi (tempat tidur).
(2) Observasi area beresiko terjadinya luka tekan setiap
satu hari (skala branden).
Rasional : mengetahui terjadinya luka.
(3) Observasi kulit pada daerah beresiko luka tekan
(warna, suhu, kelembaban).
Rasional : mengetahui terjadinya kerusakan kulit
pada daerah yang beresiko.
(4) Pertahankan tempat tidur bersih, kering dan bebas
kerutan.
Rasional : mencegah terjadinya luka tekan.
(5) Ubah posisi 2 jam sekali
Rasional : menurunkan resiko terjadinya trauma.
(6) Lakukan massage dengan VCO pada daerah
tertekan.
Rasional : menjaga kelembaban dan mencegah
terjadinya luka tekan.
(7) Kolaborasi pemberian antibiotik sesuai advis dokter
Rasional : mencegah terjadinya infeksi.
22
22
4) Evaluasi
Evaluasi adalah catatan mengengenai perkembangan
pasien yang dibandingkan dengan krtiteria hasil yang telah
ditentukan sebelumnya, dengan menggunakan metode SOAP
(Subyektif, Obyektif, Analisa, Planning) (Wahit dan Suprapto,
2012).
Hasil evaluasi menurut Brunner & Suddarth (2004), yang
mungkin di dapatkan dari tindakan yang telah dilakukan :
ketidakefektifan bersihan jalan nafas efektif ditunjukan dengan
tingkat pernafasan normal, menunjukan tidak ada lagi
penumpukan sekret di saluran pernafasan. Ketidakefektifan
perfusi jaringan otak teratasi ditunjukan dengan tidak adanya
indikator fisiologis (misalnya tanda-tanda vital normal, tingkat
pernafasan normal), menunjukan status neurologis baik
(kesadaran dan reaksi pupil normal).
Hasil evaluasi hasi dari diagnosa hambatan mobilitas fisik
teratasi dengan ditunjukan dengan mengangkat lengan dan
tangan sesuai kemampuan, mencapai keseimbangan normal,
neuromuskuler normal. Kurang perawatan diri teratasi
ditunjukan dengan perawatan diri tercapai : melakukan
perawatan dengan bersih, menggunakan peralatan perawatan diri
sesuai kebutuhan. Resiko kerusakan integritas kulit teratasi
ditunjukan dengan mempertahankan kulit utuh tanpa kerusakan,
menunjukan turgor kulit yang normal, berpartisipasi dalam
kegiatan perubahan posisi
2. Luka tekan
a. Definisi
Menurut Potter dan Perry (2005), luka tekan adalah kerusakan
struktur anatomis dan fungsi kulit normal akibat dari tekanan
eksternal yang berhubungan dengan penonjolan tulang dan tidak
sembuh dengan urutan dan waktu yang biasa. Selanjutnya gangguan
23
23
ini terjadi pada individu yang berada di atas kursi atau di atas tempat
tidur, seringkali pada inkontinensia, dan manutrisi ataupun individu
yang mengalami kesulitan makan sendiri, serta mengalami gangguan
tingkat kesadaran.
b. Faktor-faktor resiko luka tekan
1) Gangguan input sensorik
Pasien yang mengalami perubahan persepsi sensorik terhadap
nyeri dan tekanan berisiko tinggi mengalami gangguan intregitas
kulit.
2) Gangguan fungsi motorik
Pasien yang tidak mampu mengubah posisi secara mandiri
berisiko tinggi terjadi dekubitus. Klien tersebut dapat merasakan
tekanan tetapi tidak mampu mengubah posisi mandiri untuk
menghilangkan tekanan tersebut.
3) Perubahan tingkat kesadaran
Pasien bingung, disorientasi, atau mengalami perubahan tingkat
kesadaran tidak mampu melindungi dirinya dari dekubitus,
pasien bingung atau disorientasi mungkin dapat merasakan
tekanan tetapi tidak mampu memahami bagaimana
menghilangkan tekanan itu. Pasien koma tidak dapat merasakan
tekanan dan tidak mampu mengubah ke posisi yang lebih baik.
4) Gips, traksi dan peralatan lain
Gips dan traksi mengurangi mobilisasi klien dan ekstremitasnya,
klien yang menggunakan gips beresiko tinggi terjadi dekubitus
karena adanya gaya friksi eksternal mekanik dari permukaan
gips yang bergesek pada kulit. Gaya mekanik kedua adalah
tekanan yang dikeluarkan gips pada kulit jika gips terlalu ketat
atau jika ekstremitasnya bengkak (Potter & Perry, 2005)
c. Lokasi luka tekan
Lokasi luka tekan sebenarnya bisa terjadi di seluruh
permukaan tubuh kita bila mendapat penekanan keras secara terus
24
24
menerus. Namun paling sering terjadi pada tulang yang menonjol.
Lokasi tersebut diantaranya : tulang oksipital, skapula, prosesus
spinous, siku, puncak ilika, sakrum, ischium, tendon achiles, tumit,
telapak kaki, telinga, bahu, spinal ilika anterior, trochanter, paha,
lutut medial, lutut lateral, tungkai bawah atas (Potter & Perry, 2005).
d. Klasifikasi dekubitus menurut NPUAP (2009) :
1) Stadium 1
Adanya perubahan dari kulit yang diobservasi, apabila
dibandingkan denagn kulit yang normal akan nampak salah satu
tanda. Tanda yang muncul adalah perubahan temperatur kulit
(lebih dingin atau lebih hangat), perubahan konsistensi jaringan
(lebih keras atau lunak), perubahan sensasi (gatal atau nyeri).
Pada orang yang berkulit putih, luka mungkin kelihatan sebagai
kemerahan yang menetap. Sementara itu pada orang berkulit
gelap luka akan kelihatan sebagai warna merah yang menetap,
biru atau ungu.
2) Stadium 2
Hilangnya sebagian lapisan kulit yaitu : epidermis, dan
dermis, atau keduanya. Cirinya adalah lukanya superfisial,
abrasi, melepuh, atau membentuk lubang yang dangkal.
3) Stadium 3
Hilangnya lapisan kulit secara lengkap, meliputi
kerusakan atau nekrosis dari jaringan subkutan atau lebih dalam,
tapi tidak sampai pada fascia. Luka terlihat seperti lubang yang
dalam.
4) Stadium 4
Hilangnya lapisan kulit secara lengkap dengan kerusakan
yang luas, nekrosis jaringan, kerusakan pada otot, tulang dan
tendon. Adanya lubang yang dalam serta saluran sinus juga
termasuk dalam stadium IV dari decubitus.
25
25
e. Penatalaksanan luka tekan
Luka tekanan stadium 1 dapat ditangani dengan sawar kulit
berbahan dasar salep untuk mencegah kontaminasi fekal. Luka tekan
derajat II harus ditutupi dengan balutan oklusif yang berfungsi
sebagai suatu lapisan, yang memberikan lindungan steril dan lembab
di mana granulasi dapat terjadi. Luka tekan stadium III dapat di
debredement dengan suatu skalpel, dengan sedian enzim topikal,
atau dengan balutan basah-kering secara serial. Luka tekan stadium
IV harus dirujuk untuk memperoleh perawatan dari ahli bedah
plastik ( Potter &Perry, 2005).
3. Massage Virgin Coconut Oil
a. Definisi
Menurut Bambang (2011), massage efflaurage adalah suatu
gerakan dengan mempergunakan seluruh permukaan telapak tangan
melekat pada bagian tubuh yang digosok. Bentuk telapak tangan dan
jari-jari selalu menyesuaikan dengan bagian tubuh yang digosok.
Tangan menggosok secara supel/gentle menuju ke arah jantung
(centrifugal) misalnya gosokan di dada, perut, dan sebagainya.
teknik efflaurage dilakukan pada permulaan massage dosis 3 kali
baik sebagian maupun untuk seluruh tubuh efflaurage yang
dilakukan pada anggota gerak (ekstremitas) selalu dengan dorongan
dan tekanan yang baik dan setiap gosokan harus berakhir pada
kelenjar limfe (pada ketiak untuk anggota gerak atas dan lipatan
paha untuk anggota gerak bawah).
b. Efek dan manfaat dari massage
Efek penyembuhan dari efflaurage antara lain : membantu
memperlancar peredaran darah dari vena dan peredaran getah bening
atau cairan limfe, membantu memperbaiki proses metabolisme,
menyempurnakan proses pembuangan sisa pembakaran atau
menguras kelelahan, membantu penyerapan (absorpsi) oedema
akibat peradangan, relaksasi dan menurunkan nyeri (Bambang,
26
26
2011). Massage mempunyai banyak manfaat bagi sistem tubuh
manusia diantaranya dapat memperlancar pengaliran darah pada
pembengkakan, cidera, kelelahan otot, kelemahan otot, dalam
keadaan menderita arthiritis, synofitis dan sebagainya serta untuk
membantu penyerapan bekas-bekas peradangan pada sendi,
efflaurage yang dangkal memberi effect menenangkan bagi pasien
yang menderita gangguan saraf, nuritis, neuralgia, neurasthenia, dan
insomnia (Wijanarko, 2010).
c. Komponen massage.
Ada beberapan komponen dalam menerapkan massage yaitu :
arah gerakan tangan massage, dosis dan frekuensi dari manipulasi
yang diberikan.
1) Arah gerakan Massage.
Tujuanya adalah untuk mempercepat aliran darah atau sirkulasi
darah ke jantung
2) Dosis dan frekunsi massage
Pada pasien stroke dibutuhkan waktu sekitar 5-15 menit karena
dilakukan dibagian tubuh tertentu dalam jangka waktu dua kali
sehari yaitu pada waktu pasien dimandikan atau setelah mandi
(Simanjuntak, 2013).
4. Virgin Cocunut Oil
Virgin Coconut Oil (VCO) adalah minyak kelapa murni yang
dibuat tanpa pemanasan atau dengan pemanasan normal. Penggunaan
minyak murni sebagai bawah perawatan kulit dan rambut telah dilakukan
oleh masyarakat indonesia secara turun temurun. Olahan minyak dari
daging buah kelapa terdiri dari 2 jenis yaitu minyak yang diolah dari
bahan baku kopra (daging kelapa kering) dan minyak yang diolah dari
bahan baku buah kelapa segar atau santan. Pengolahan dari bahan baku
buah kelapa segar yang menghasilkan minyak kelapa murni (Virgin
Coconut Oil (VCO) (Handayani, 2010).
27
27
Manfaat dan kandungan dari VCO sendiri diantaranya adalah
menggandung zat-zat aktif seperti asam lemak jenuh, selain
menggandung asam lemah jenuh VCO juga menggandung vitamin E
sifatnya melembutkan kulit selain itu juga dapat digunakan sebagai
moisturizer pada kulit sehingga dpat meningkatkan hidrasi kulit dan
mempercepat penyembuhan pada kulit (Handayani, 2010).
Cara Pembuatan Virgin Coconut Oil (VCO) diolah dengan minimal
pemanasan atau tanpa pemanasan sama sekali. Pengolahan daging buah
kelapa VCO dapat dilakukan dengan berbagai cara yaitu dengan cara
mekanis caranya dengan daging buah kelapa dikeringkan lalu diperas
hingga keluar minyaknya (Amin, 2009). Cara yang kedua yaitu dengan
cara fermentasi yaitu dengan menggunakan ragi tape atau ragi roti, santan
difermentasikan selama 12-24 jam dengan cara ini akan diperoleh VCO
(Handayani, 2010).
28
28
B. Kerangka Teori
29
29
C. Kerang Konsep
Gambar 2.2 Kerangka konsep
Resiko kerusakan
integritas kulit
Massage dengan Virgin
Coconut Oil (VCO)
Pencegahan luka
tekan
30
BAB III
METODE PENYUSUNAN KTI APLIKAS RISET
A. Subyek Aplikasi Riset
Pasien stroke hemoragik yang berisiko mengalami luka tekan.
B. Tempat dan waktu Penelitian
Tempat : Ruang ICU RSUD Karanganyar
Waktu : Dilakukan pada hari senin 9 Maret 2015 sampai selasa 10 Maret
2015 selama 10-15 menit dalam dua hari dan observasi di lakukan
setiap kali pada waktu pemberian pijat dengan VOC.
C. Media dan alat yang digunakan
Peralatan yang digunakan pada waktu penelitian ini antara lain handscoon,
VCO (Virgine Coconnut Oil) yang dibeli di apotik, spuit 2 cc digunakan
untuk mengambil VCO yang kemudian di semprotkan disekitar luka. Bahan
yang diguankan untuk proses pengukuran luka adalah mika, spidol, kertas dan
midline.
D. Prosedur tindakan berdsarkan aplikasi riset
Pemberian massage dilakukan sehari satu kali dengan langkah prosedur
sebagai berikut :
No Langkah prosedur
1 Fase orientasi
Memberi salam dan memperkenalkan diri
Menjelaskan tujuan tindakan
Menjaga privasi pasien
Menjelaskan langkah prosedur
Menanyakan kesiapan
Kontrak waktu
31
31
2 Fase kerja
Cuci tangan
Memakai handscon bersih
Berikan posisi yang nyaman (miring ke kanan atau kiri)
Perawat berada di sebelah kanan pasien saat pasien dimiringkan ke
sebelah kiri, dan begitu sebaliknya
Lepas atau membuka baju pasien
Ambil Virgin Coconut Oil (VCO) menggunakan spuit 2cc
Semprotkan VCO secara perlahan pada punggung kanan, sakrum,
skapula
Oleskan VCO merata dan lembut menggunakan jari sampai minyak
kering
Lakukan massage pada punggung kanan, sakrum dan skapula
(menggosok dan mengusap) dengan telapak tangan
Arah massage dari bawah ke atas, kedua dari atas ke bawah, ketiga dari
kanan ke kiri, terakhir dari kiri ke kanan
Massage dilakukan selama 4 menit
Merapikan pasien dan alat
3 Fase terminasi
Evaluasi hasil
Lakukan rencana tindak lanjut
Berpamitan
Cuci tangan
Tabel 3.1 Langkah prosedur massage
32
32
E. Alat ukur evaluasi dari aplikasi tindakan berdasarkan riset
Alat ukur yang digunakan adalah NPUAP (2009) :
1. Stadium I
Adanya perubahan dari kulit yang diobservasi, apabila
dibandingkan denagn kulit yang normal akan nampak salah satu tanda.
Tanda yang muncul adalah perubahan temperatur kulit (lebih dingin atau
lebih hangat), perubahan konsistensi jaringan (lebih keras atau lunak),
perubahan sensasi (gatal atau nyeri). Pada orang yang berkulit putih, luka
mungkin kelihatan sebagai kemerahan yang menetap. Sementara itu pada
orang berkulit gelap luka akan kelihatan sebagai warna merah yang
menetap, biru atau ungu.
2. Stadium II
Hilangnya sebagian lapisan kulit yaitu : epidermis, dan dermis, atau
keduanya. Cirinya adalah lukanya superfisial, abrasi, melepuh, atau
membentuk lubang yang dangkal.
3. Stadium III
Hilangnya lapisan kulit secara lengkap, meliputi kerusakan atau
nekrosis dari jaringan subkutan atau lebih dalam, tapi tidak sampai pada
fascia. Luka terlihat seperti lubang yang dalam.
4. Stadium IV
Hilangnya lapisan kulit secara lengkap dengan kerusakan yang
luas, nekrosis jaringan, kerusakan pada otot, tulang dan tendon. Adanya
lubang yang dalam serta saluran sinus juga termasuk dalam stadium IV
dari decubitus.
Menggunakan Skor Skala Branden :
Faktor Deskriptif Hari
1 2 3 4 5 6 7
Persepsi
Sensori
Kemampuan
1. Keterbatasan Penuh
Tidak ada respon (tidak
mengerang, menyentak
33
33
untuk
merespon
secara tepat
terhadap rasa
tidak nyaman
yang
berhubungan
dengan
tekanan
atau menggenggam)
terhadap rangsangan
nyeri karena menurunnya
kemampuan untuk
merasakan nyeri yang
sebagian besar pada
permukaan tubuh
2. Sangat terbatas
Hanya dapat merespon
terhadap rangsangan
nyeri. Namun tidak dapat
menyampaikan rasa tidak
nyaman kecuali dengan
mengerang atau sikap
gelisah atau mempunyai
gangguan sensori yang
menyebabkan terbatasnya
kemampuan untuk
merasakan nyeri atau
tidak nyaman pada lebih
dari ½ bagian tubuh
3. Keterbatasan ringan
Dapat merespon
panggilan tetapi tidak
selalu dapat
menyampaikan respon
rasa tidak nyaman atau
keinginan untuk merubah
posisi badan. Memiliki
beberapa gangguan
sensori yang
34
34
membatasinya untuk
dapat merasakan nyeri
atau tidak nyaman pada
satu atau kedua
ekstremitas
4. Tidak ada gangguan
Dapat merespon
panggilan. Tidak
memiliki penurunan
sensori sehinggadapat
menyatakan rasa nyeri
atau rasa tidak nyaman.
Kelembaban
Tingkat
keadaan
dimana kulit
menjadi
lembab
1. Selalu Lembab
Kulit selalu dalam
keadaan lembab oleh
keringat, urine dan
lainnya, keadaan lembab
dapat dilihat pada setiap
kali pasien digerakkan
atau dibalik
2. Umumnya Lembab
Kulit sering terlihat
lembab akan tetapi tidak
selalu. Pakaian pasien dan
atau alas tempat tidur
harus diganti sedikitnya
satu kali setiap pergantian
dinas.
3. Kadang - Kadang
Lembab
Kulit kadang - kadang
35
35
lembab. Penggantian
pakaian pasien dan atau
alas tempat tidur selain
jadual rutin, perlu diganti
minimal satu kali sehari.
4. Jarang Lembab
Kulit biasanya dalam
keadaan kering, pakain
pasien dan atau alas
tempat tidur diganti
sesuai dengan jadual rutin
penggantian.
Aktivitas
Tingkat
aktivitas
1. Total di tempat tidur
Hanya berbaring di
tempat tidur
2. Dapat duduk
Kemampuan untuk
berjalan sangat terbatas
atau tidak bias sama
sekali dan tidak mampu
menahan berat badan atau
harus dibantu untuk
kembali ke kursi atau
36
36
kursi roda
3. Berjalan kadang -
kadang
Selama siang hari
kadang-kadang dapat
berjalan, tetapi jaraknya
sangat dekat saja, dengan
atau tanpa bantuan.
Mobilitas
Kemampuan
untuk
merubah dan
mengatur
posisi bada.
1. Tidak dapat bergerak
sama sekali
Tidak dapat merubah
posisi badan atau
ekstrimitas bahkan posisi
yang ringan sekalipun
tanpa adanya bantuan.
2. Sangat terbatas
Kadang-kadang merubah
posisi badan atau
ekstremitas, akan tetapi
tidak dapat merubah
posisi sesering mungkin
atau bergerak secara
efektif ( merubah posisi
badan terhadap tekanan
)secara mandiri.
3. Tidak ada masalah
Bergerak secara mandiri
baik dikursi maupun
diatas tempat tidur dan
memiliki kekuatan otot
yang cukup untuk
37
37
menjaga posisi badan
sepenuhnya selama
bergerak. Dapat mengatur
posisi yang baik ditempat
tidur ataupun dikursi
kapan saja.
4. Tanpa keterbatasan
Dapat merubah posisi
badan secara tepat dan
sering mengatur posisi
badan tanpa adanya
bantuan.
Nutrisi
Pola
kebiasaan
makan
1. Sangat buruk
Tidak pernah
menghabiskan makan.
Jarang makan lebih 1/3
dari makanan
yangendapatkandiberikan.
Makan mengandung
protein sebanyak 2 porsi
atau kurang setiap
harinya. Kurang
mengkonsumsi cairan.
Tidak mengkonsumsi
cairan suplemen. Atau
pasien dipuaskan, dan
atau mengkonsumsi
makanan cairan atau
mendapatkan cairan infus
melalui intravena lebih
dari 5 hari.
38
38
2. Kurang mencukupi
Jarang sekali
menghabiskan makanan
dan biasanya hanya
menghabiskan kira-kira ½
dari makanan yang
diberikan. Pemasukan
makanan yang
mengandung protein
hanya 3 porsi setiap
harinya. Kadang-kadang
mengkonsumsi makanan
suplemen. Atau
mendapatkan makanan
cairan atau selang NGT
dengan jumlah kurang
dari kebutuhan optimum
perhari.
3. Mencukupi
Satu hari makan tiga kali.
Setiap makan
mengandungproteinsetiap
harinya. Kadang menolak
untuk makan tapi
biasanya mengkonsumsi
makanan suplemen bila
diberikan. Atau
mendapatkan cairan infus
berkalori tinggi yang
39
39
dapat memenuhi
kebutuhan nutrisi.
4. Sangat Baik
Mengabiskan setiap
makanan yang diberikan.
Tidak pernah menolak.
Biasanya mengkonsumsi
4 porsi atau lebih menu
protein. Kadang
mengemail. Tidak
memerlukan makanan
suplemen.
Pergeseran
dan
pergerakan
1. Bermasalah
Memerlukan bantuan
sedang sampai maksimal
untuk bergerak. Tidak
mungkin memindahkan
badan tanpa bergesekan
dengan alas tempat tidur.
Sering merosot kebawah
diatas tempat tidur atau
kursi dan sering kali
memerlukan bantuan yang
maksimal untuk
pengambilan posisi
semula. Kekakuan pada
otot, kontraktur atau
gelisah yang sering
menimbulkan terjadinya
gesekan yang terus
menerus.
40
40
2. Potensial bermasalah
Bergerak lemah atau
memerlukan bantuan
minimal. Selama bergerak
kulit kemungkinan
bergesekan dengan alas
tempat tidur, kursi, sabuk
pengekangan atau alat
bantu lain. Hamper selalu
mampu menjaga badan
dengan cukup baik dikursi
ataupun di tempat tidur,
namun kadang - kadang
merosot kebawah.
3. Keterbatasan ringan
Sering merubah posisi
badan atau ekstremitas
secara mandiri meskipun
hanya dengan gerakan
ringan.
Jumlah
Tabel 3.2 Skala branden
41
BAB IV
LAP0RAN KASUS
Pada BAB ini penulis akan menjelaskan laporan pada asuhan keperawatan
Ny.Sp dengan diagnosa medis Cerebro Vascular Accident di Ruang ICU Bed 1
Rumah Sakit Umum Daerah Karanganyar. Pengelolaan Asuhan Keperawatan
selama dua hari mulai tanggal 9 Maret 2015 sampai 10 maret 2015. Asuhan
Keperawatan di mulai dari pengkajian, diagnosa keperawatan, intervensi
keperawatan, implementasi keperawatan dan evaluasi keperawatan. Pasien masuk
rumah sakit pada tanggal 7 Maret 20015, jam 03.00 WIB. Pengkajian yang
dilakukan dengan metode autoanamnesa meliputi pengamatan, observasi
langsung, pemeriksaan fisik, menelaah catatan medis, dan catatan perawat.
A. Identitas pasien
Pasien bernama Ny. Sp dengan alamat rumah di Bakaran, Genengsari.
Pasien berusia 63 tahun dengan jenis kelamin perempuan dan bekerja sebagai
pedagang, beragama Islam dengan tingkat pendidikan Sekolah Dasar (SD).
Penanggung jawab pasien Ny.W, berusia 28 tahun dengan alamat rumah di
Bakaran, Genengsari. Diagnosa medis CVA (Cerebro Vascular Accident).
B. Pengkajian
Hasil pengkajian pasien ditemukan riwayat penyakit yaitu keluhan
utama, pasien dalam kondisi coma dengan Glosgow coma scale 5 (tidak ada
respon membuka mata saat diberi rangsangan nyeri, pasien mengerang,
tangan ekstensi, dan mengepal ketika diberi rangsangan nyeri). Riwayat
penyakit sekarang keluarga mengatakan pada tanggal 7 Maret 2015 siang
pasien mengeluh kepalanya pusing. Pada saat dikamar mandi pasien jatuh dan
tidak sadar kemudian keluarga membawa pasien ke RSUD Karanganyar. Di
IGD pasien dilakukan pemerisaan tanda-tanda vital TD 250/120 mmHg, nadi
100x/menit, respirasi 28x/menit, dipasang infus RL 20 tetes/menit, oksigen
nasal kanul 4-5 liter/menit, dipasang DC (Dower Cateter). Kemudian pasien
dibawa ke ICU dilakukan pemeriksaan tanda-tanda vital TD 250/120 mmHg,
42
42
Ny. S
65 tahun
nadi 100x/menit, respirasi 28x/menit, Spo2 97x/menit, dipasang NGT (Naso
Gastro Tube), oksigen masker kanul 5 liter/menit, nilai GCS E1V2M2 = 5
(coma). Pada tanggal 9 Maret 2015 dilakukan pemeriksaan tanda-tanda vital
TD 236/146 mmHg, nadi 112x/menit, respirasi 25x/menit, Spo2 95x/menit,
nilai GCS=5 E1V2M2 (coma), diberikan infus RL 20 tetes/menit, manitol
125mg/20’/6 jam, furosemite 40mg/12 jam, citicoline 250mg/12 jam, antrain
1gr/8 jam, kalnex 500mg/8 jam, terpasang oksigen masker kanul 5
liter/menit. Keluarga mengatakan sebelum sakit pasien dapat beraktivitas
dengan baik dan tidak ada gangguan pergerakan, selama sakit terjadi
Hemiparesis sinistra. Pasien sudah berbaring di tempat tidur selama 3 hari
dan posisi tidak dirubah.
Riwayat penyakit dahulu keluarga mengatakan pasien mempunyai
riwayar hipertensi 4 tahun yang lalu, juga pernah dirawat inap di rumah sakit
4 kali dengan sakit yang sama. Terakhir dirawat inap 6 bulan yang lalu pasien
teratur minum obat, dan kontrol di puskesmas terdekat secara teratur setelah
obat habis.
Riwayat kesehatan keluarga, keluarga mengatakan bahwa anggota
keluarganya tidak ada yang mempunyai penyakit yang menurun seperti
hipertensi, Diabetus Militus dan lain-lain, adapun silsilah keluarga pasien
selama 3 generasi keturunan, sebagai berikut:
Gambar 4.1 Genogram
Keterangan :
: Laki-laki
: Perempuan
: Meninggal
43
43
: Meninggal
: Pasien
........ : Tinggal satu rumah
Riwayat kesehatan lingkungan keluarga pasien mengatakan lingkungan
bersih, ada ventilasi, jauh dari tempat pembuangan sampah, air bersih,
terdapat selokan, dekat dengan pasar.
Hasil pola pengkajian primer di dapat hasil airway, adanya benda asing
pada jalan nafas yaitu sekret berwarna coklat ± 10 cc yang tertahan, terdengar
suara gurgling seperti kumur-kumur, terpasang mayo atau gudel. Pengkajian
breating pasien tampak sesak nafas, respirasi 25x/ menit, menggunakan otot
bantu nafas, adanya nafas cuping hidung, Spo2 95x/menit, diberikan terapi
oksigen masker kanul 5 liter/menit. Pengkajian circulasion nadi 112x/menit,
tekanan darah 236/146 mmHg, suhu 38,9 0 C , nadi kuat, capilary refile < 2
detik, warna kulit pucat, teraba hangat. Pengkajian disability pasien dalam
kondisi koma dengan GCS E1V2M2 5 (tidak ada respon membuka mata saat
diberi rangsangaan nyeri), pasien mengerang, tangan ekstensi dan mengepal
ketika diberi rangsangan nyeri, pupil isokor, berdiameter ± 2mm. Pengkajian
exposure pada wajah, dada, kedua tangan dan kedua kaki tidak terdapat luka,
pada punggung kanan, skapula, sakrum tampak kemerahaan.
Hasil pola pengkajian sekunder di dapatkan hasil tanda-tanda vital,
tekanan darah 236/146 mmHg, nadi 112x/menit, respirasi 25x/menit, suhu
38,9 0 C, Spo2 95x/menit. Pasien terpasang kateter selama 3 hari, no 18,
terpasang Naso Gastro Tube (NGT) no 18. Keluarga mengatakan selalu
berdoa demi kesembuhan pasien, dan selalu menjaga di dekat pasien. Saat
pasien mengeluh pusing, pandangan gelap keluarga menyuruh untuk duduk
dan istirahat. Hasil pengkajian riwayat kejadian yang lalu, keluarga
mengatakan pasien tidak memiliki alergi obat dan makanan sebelum masuk
rumah sakit pasien mengkonsumsi obat yang diberikan oleh puskesmas
dengan riwayat hipertensi. Pasien terakhir mengkonsumsi daging kambing
keluarga mengatakan pasien mengeluh pusing, pandangan gelap, selama
kurang lebih setengah hari, keluarga menyuruh untuk istirahat. Saat pasien
44
44
ingin ke kamar mandi pasien menolak untuk dibantu pihak keluarga.
Sesampainya di kamar mandi pasien terjatuh dan tidak sadarkan diri, oleh
pihak keluarganya dibawa ke RSUD Karanganyar.
Pemeriksaan head to toe di dapatkan hasil bentuk kepala mesochepal,
kulit kepala bersih, tidak terdapat ketombe, rambut hitam dan beruban.
Pemeriksaan pada mata palpebra tidak terdapat oedema, konjungtiva
berwarna pink, sclera putih, pupil isokor, diameter kanan dan kiri ± 2 mm,
reflek terhadap cahaya positif, tidak menggunakan alat bantu penglihatan.
Hidung terpasang NGT, terdapat sputum pada hidung, terpasang masker
kanul, terdapat nafas cuping hidung. Pada mulut bibir simetris, terdapat
sputum, mukosa bibir kering dan terkelupas, gigi kotor. Pada telinga bersih,
tidak terdapat serumen, simetris kanan kiri, leher tidak ada pembesaran
kelenjar tiroid, tidak ada kaku kuduk, tidak ada pembeseran limfe.
Pemeriksaan fisik dengan teknik inspeksi (melihat), palpasi (meraba),
perkusi (mengetuk), auskultasi (mendengar) meliputi area dada dan abdomen,
paru-parunya menunjukan ekspansi dada kanan dan kiri sama, pernafasan
cepat dan dalam, menggunakan otot bantu pernafasan, vokal fremitus kanan
dan kiri sama, suara sonor, terdengar suara ronki basah. Pemeriksaan jantung
ictuscordis tidak tampak, ictuscordis teraba kuat di ics V kiri, suara jantung
pekak, bunyi jantung I, II murni. Pemeriksaan abdomen tidak ada jejas, tidak
ada asites, terpasang elektroda, bising usus 15x/ menit, tidak ada nyeri tekan,
tidak ada massa pada rongga abdomen, tympani.
Pemeriksaan genetalia terpasang Dower Cateter (DC) ukuran 18 urine
berwarna kuning. Pemeriksaan rektum bersih, tidak ada benjolan.
Pemeriksaan integumen kulit pada sakrum, skapula, punggung kanan
kemerahan, kulit teraba hangat dan keras, tidak terdapat oedema, skore skala
branden 9 (mempunyai resiko sangat tinggi).
Pada pengkajian fungsi kesehatan menurut Gordon terdiri dari pola
persepsi dan pemeliharaan kesehatan, pola nutrisi dan metabolisme, pola
eliminasi, pola aktivitas dan latihan, pola istirahat tidur, pola kognitif-
45
45
perseptual, pola persepsi konsep diri, pola hubungan peran, pola seksual
reproduksi, pokla mekanisme koping, pola nilai dan keyakinan.
Hasil pengkajian pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan yang di
dapat keluarga mengatakan bahwa sehat itu penting, keluarga pasien menjaga
kesehatan keluarganya dengan cara mewajibkan selalu sarapan pagi, dan
makan tepat waktu. Keluarga mengatakan pasien suka memakan daging
kambing. Saat ada anggota keluarganya yang sakit selalu membawa ke
puskesmas, bidan dan dokter.
Pola nutrisi dan metabolisme keluarga mengatakan sebelum masuk
rumah sakit pasien makan 3x sehari dan habis satu porsi, dengan menu nasi,
sayur, tempe, ikan asin, air putih, teh manis, A (Antropometri) : keluarga
mengatakan TB : 160 cm :1,6 m, BB : 60 kg, IMT : BB/ (TB)2m, IMT : 60/
(1,6)2 : 23, 43 (normal), B (Biochemical) : tidak terkaji karena pasien tidak
melakukan pemeriksaan darah, C (Clinical) : tidak terkaji karena pasien
dirumah, D (Diet) : keluarga mengatakan pasien makan 3x sehari, yang berisi
sayur bayam, lauk tempe, ikan asin, air putih dan teh manis. Selama sakit
makan 3x sehari,diet cairan rendah garam, dengan kebutuhan kalori 1.025
kalori/hari, sebanyak 150 cc, A (Antropometri) : keluarga mengatakan TB :
160 cm : 1,6 m, BB : 58 kg, IMT : BB/ (TB)2 m, IMT : 58/(1.6)2 : 22,65
(normal), B (Biochemical) : Hb pasien 12,7 g/dl, C (Clinical) : pasien pucat,
pasien koma dengan GCS : 5, D (Diet) : diet cairan rendah garam 1.025
kolori/hari.
Pola pengkajian keluarga mengatakan sebelum masuk rumah sakit
BAK 6-8 kali/ hari, jumlah urine ±50 cc setiap BAK, warna kuning jernih,
bau khas amoniak, tidak ada keluhan dalam BAK. BAB 1 kali sehari,
konsistensi lembek, warna kuning kecoklatan, berbau khas, tidak ada keluhan
dalam BAB. Selama sakit jumlah urine ± 500cc, berwarna kuning jernih, bau
khas amoniak, tidak ada keluhan. BAB selama sakit 1x sehari, konsistensi
lembek, berwarna kuning, berbau khas, tidak ada keluhan dalam BAB.
Hasil pengkajian pola aktivitas dan latihan pasien selama sakit,
kemampuan makan dan minum, toeleting, berpakaian, mobilitas di tempat
46
46
tidur, berpindah, ambulasi atau ring of mation (ROM) tergantung total dengan
kode 4.
Pengkajian pola istirahat tidur sebelum sakit keluarga mengtakan pasien
tidur siang ± 2jam, tidur malam ± 8 jam, tidak menggunakan obat, tidak ada
gangguan dalam tidur. Selama sakit keluarga mengatakan pasien selalu tidur.
Pengkajian pola kognitif - perseptual sebelum sakit pasien dapat
berbicara dengan lancar menjawab pertanyaan dari pihak keluaraga dengan
tepat saat diajak bicara, dapat mendengar, dapat mengidentifikasi tes raba,
dapat melihat. Selama sakit pasen tidak dapat berbicara, tidak bisa melihat,
bisa mendengar, masih ada respon saat diberi sentuhan, pasien dalam kondisi
koma dengan nilai GCS E1V2M2 : 5 ( pasien tidak ada respon membuka mata
saat diberi rangsangan, pasien mengerang saat diberi rangsanagan, ketika
diberi rangsangan nyeri tangan kanan ekstensi dan tangan mengepal).
Hasil pengkajian pola persepsi - konsep diri sebelum masuk rumah
sakit, harga diri keluarga mengatakan bahwa pasien sudah melakukan yang
terbaik dan pasien merasa bahagia berada di lingkungan orang-orang yang
pasien sayangi, gambaran diri keluarga mengtakan bahwa pasien meyukai
seluruh anggota badanya, ideal diri keluarga mengatakan bahwa pasien ingin
menjadi ibu rumah tangga yang baik untuk anaknya dan nenek yang baik
untuk cucu-cucunya, identitas diri keluarga mengtakan pasien bekerja sebagai
pedagang sembako di pasar, peran diri keluarga mengtakan pasien sebagai ibu
rumah tangga, ibu yang baik untuk anaknya dan nenek yang baik untuk cucu-
cucunya. Selama sakit keluarga mengatakan ibu pasien di hargai oleh
tetangganya ditandai dengan dijenguk dan di doakan lekas sembuh. Pola
persepsi seksual reproduksi, pasien bejenis kelamin perempuan, memiliki satu
suami, 3 orang anak, satu laki-laki dan dua perempuan.
Hasil pengkajian pola hubungan peran sebelum sakit hubungan dengan
keluarga harmonis dan hubungan dengan masyarakat cukup baik. Selama
sakit keluarga mengatakan hubungan dengan keluarga harmonis di tunggu
ketika sakit, hubungan dengan masyarakat baik di tandai dengan di jenguk
dan di doakan lekas sembuh.
47
47
Hasil pengkajian pola mekanisme koping selama sakit keluarga
mengtakan bahwa ketika ada masalah selalu diselesaikan secara musyawarah
dengan anggota keluarga. Pola nilai dan kenyakinan selama sakit keluarga
hanya bisa berdoa semoga pasien cepat sembuh.
Hasil pemeriksaan fisik saat di ICU di dapatkan kesadaran koma, GCS
E1V2M2 : 5 dengan tekanan darah 236/146 mmHg, nadi 12x/ menit, irama
teratur, kekuatan kuat. Respirasi 25x/ menit, irama cepat, suhu 36,9 o C.
Bentuk kepala mesochepal, kulit kepala bersih, tidak terdapat ketombe,
rambut hitam dan beruban. Pemeriksaan pada mata palpebra tidak terdapat
oedema, konjungtiva berwarna pink, sclera putih, pupil isokor, diameter
kanan dan kiri ± 2 mm, reflek terhadap cahaya positif, tidak menggunakan
alat bantu penglihatan. Hidung terpasang NGT ukuran 18, terdapat sputum
pada hidung, terpasang masker kanul, terdapat nafas cuping hidung. Pada
mulut bibir simetris, terdapat sputum, mukosa bibir kering dan terkelupas,
gigi kotor. Pada telinga bersih, tidak terdapat serumen, simetris kanan kiri,
leher tidak ada pembesaran kelenjar tiroid, tidak ada kaku kuduk, tidak ada
pembeseran limfe.
Pemeriksaan fisik dengan teknik inspeksi (melihat), palpasi (meraba),
perkusi (mengetuk), auskultasi (mendengar), meliputi area dada dan abdomen
paru-paru menunjukan ekspansi dada kanan dan kiri sama, pernafasan cepat
dan dalam, menggunakan otot bantu pernafasan, vokal fremitus kanan dan
kiri sama, suara sonor, terdengar suara ronki basah. Pemeriksaan jantung
ictuscordis tidak tampak, ictuscordis teraba kuat di ics V kiri, suara jantung
pekak, bunyi jantung I, II murni. Pemeriksaan abdomen tidak ada jejas, tidak
ada asites, terpasang elektroda, bising usus 15x/ menit, tidak ada nyeri tekan,
tidak ada massa pada rongga abdomen, tympani.
Pemeriksaan genetalia terpasang Dower Cateter (DC) ukuran 18 urine
berwarna kuning. Pemeriksaan rektum bersih, tidak ada benjolan.
Pemeriksaan integumen kulit pada sakrum, skapula, punggung kanan
kemerahan, kulit teraba hangat dan keras, tidak terdapat oedema, skore skala
branden 9 (mempunyai resiko sangat tinggi). Pemeriksaan ekstremitas :
48
48
kekuatan otot ekstremitas atas kanan 4, ekstremitas atas kiri 2, ekstremitas
bawah kanan 4, ekstremitas bawah kiri 2.
Hasil dari pemeriksaan laboratorium pada tanggal 7 Maret 2015
menunjukan hemoglobin 12,7 g/dl, hematokrit 36,4 %, leokosit 8,79 103/dl,
trombosit 188 103/dl, eritrosit 4,34 103/dl, MPV 8,7 FL, PDW 16,5, MCV 83,
8 FL, MCH 29,3 Pq, MCHC 34,9 g/ dl, gran 60,5 %, limfosit 25,0 %, monosit
3,2 %, eosinofil 11,0 %, basofil 0,3 %, GDS 162 mg/ml.
Pada tanggal 9 Maret 2015 mendapatkan terapi infus RL 20 tetes/menit,
manitol 125 mg/ 20’/6 jam, furosemit 400 mg/12 jam, citicoline 250 mg/12
jam, antrain 1 gr/8 jam, kalnek 500 mg/8 jam. Pada tanggal 10 Maret 2015
mendapatkan terapi yang sama dan ada tambahan parasetamol 500 mg/8 jam,
omeprazole 400 mg/12 jam.
C. Daftar Perumusan Masalah
Analisa data pada tanggal 9 maret 2015 pukul 09.10 WIB di dapatkan
data subyektif tidak terkaji. Data obyektif di dapatkan hasil terdengar suara
gurgling seperti kumur-kumur, RR : 25x/menit, pernafasan cepat dan dalam,
pasien koma GCS 5, pasien mengeluarkan sputum yang banyak ± 10 cc
berwarna coklat, terpasang oksigen 5 liter/menit, dari data fokus tersebut di
dapatkan masalah keperawatan ketidakefektifan bersihan jalan nafas
berhubungan dengan mukus dalam jumlah yang banyak.
Dari data pengkajian pukul 09.15 WIB di dapatkan data subyektif tidak
terkaji. Data obyektif di dapatkan hasil pasien kondisi koma dengan nilai
GCS E1V2M2 : 5 (tidak ada respon membuka mata saat diberi rangsangan
nyeri, pasien mengerang, tangan kanan mengepal ketika diberi rangsangan
nyeri), tekanan darah 236/146 mmHg, nadi 112x/menit, RR 25x/menit, suhu
36,90 c, hemiparesis sinistra. Dari data fokus tersebut di dapatkan masalah
keperawatan ketidakefektifan perfusi jaringan otak berhubungan dengan
hemoragik serebral.
Dari data pengkajian pukul 09.20 WIB di dapatkan data subyektif
keluarga mengatakan sebelum sakit pasien dapat beraktivitas dengan baik dan
tidak ada gangguan pergerakan dan saat ini anggota tubuh pasien sebelah kiri
49
49
susah digerakan. Data obyektif di dapatkan hasil aktivitas pasien tergantung
total dengan kode 4, kekuatan otot ekstremitas atas kanan 4, ekstremitas atas
kiri 2, ekstremitas bawah kanan 4, ekstremitas bawah kiri 2, hemiparesis
sinistra. Dari data fokus tersebut di dapatkan masalah keperawatan hambatan
mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kekuatan otot.
Dari data pengkajian pukul 09.25 di dapatkan data subyektif tidak
terkaji. Data obyektif di dapatkan hasil kulit pada sakrum, skapula, punggung
kanan tampak kemerahan, kulit teraba hangat dan keras, skore skala branden
9, pasien tampak berbaring di tempat tidur selama 3 hari, posisi tidak dirubah.
Dari data fokus tersebut di dapatkan masalah keperawatan resiko kerusakan
integritas kulit berhubungan dengan imobilitas fisik.
Prioritas diagnosa pada kasus Ny. Sp adalah ketidakefektifan bersihan
jalan nafas berhubungan dengan mukus yang berlebih, ketidakefektifan
perfusi jaringan otak berhubungan dengan hemoragik serebral, hambatan
mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kekuatan otot, resiko
kerusakan integritas kulit berhubungan dengan imobilitas fisik.
D. Perencanaan
Berdasarkan hasil prioritas diagnosa masalah keperawatan penulis
menentukan rencana keperawatan ketidakefektifan bersihan jalan nafas
berhubungan dengan mukus yang berlebih dengan tujuan dan kriteria hasil,
setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam jalan nafas efektif
dengan kriteria hasil, terdengar suara nafas normal (vesikuler), RR batas
normal (16-24) x/menit, pasien tidak gelisah, produksi sputum berkurang,
irama pernafasan normal. Dengan intervensi observasi pernafasan setiap satu
jam sekali (bunyi nafas, frekuensi, produksi sputum) dengan rasional
mengetahui bunyi nafas, frekuensi, produksi sputum, observasi tanda
bersihan jalan nafas adanya (sputum, benda asing) dengan rasional tanda
bersihan jalan nafas efektif menunjukan kepatenan jalan nafas, berikan posisi
yang nyaman (peninggian tempat tidur atau semi fowler) dengan rasional
peninggian kepala mempermudah dan fungsi pernafasan dengan
50
50
menggunakan gravitasi, lakukan penghisapan lendir (suction) setiap satu jam
sekali dengan rasional membuka jalan nafas dan mengeluarkan sputum,
informasikan kepada keluarga tentang prosedur yang dilakukan dengan
rasional agar keluarga mengetahui prosedur tindakan yang dilakukan,
laksanakan terapi dokter pemberian oksigen 5 liter/menit dengan rasional
untuk membantu memperlancar pernafasan.
Ketidakefektifan perfusi jaringan otak berhubngan dengan hemoragik
serebral dengan tujuan dan kriteria hasil, setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 2x24 jam perfusi jaringan otak teratasi dengan kriteria
hasil tekanan darah dalam batas normal (tekanan sistolik 100-140 mmHg,
tekanan diastolik < 85 mmHg), tidak ada tanda-tanda peningkatan TIK
(tekanan darah naik, penurunan kesadaran), tidak ada hipotensi ortostatik.
Dengan intervensi observasi tanda-tanda vital (tekanan darah, nadi, RR, suhu)
setiap satu jam dengan rasional mengetahui keadaan umum pasien, observasi
status neurologis (kesadaran dan pupil) setiap satu jam dengan rasional
mengetahui kencenderungan tingkat kesadaran dan pupil, observasi
peningkatan TIK (tekanan darah meningkat, penurunan kesadaran(GCS)
dengan rasional tanda dan gejala neurologis memperbaiki setelah fase awal
memerlukan tindakan pembedahan, berikan posisi kepala dengan sudut 300
dengan rasional mencegah terjadinya peningkatan TIK, berikan oksigen 5
liter/menit dengan rasional memperlancar pernafasan, lakukan pemberian
obat manitol 125 mg, furosemit 40 mg, citicoline 250 mg, antrain 1 g, kalnek
500 mg sesuai advis dokter dengan rasional mempercepat proses
penyembuhan.
Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kekuatan otot
dengan tujuan dan kriteria hasil, setelah dilakukan tindakan keperawatan
selama 2x24 jam mobilitas fisik teratasi dengan kriteria hasil aktivitas pasien
dapat terpenuhi (dibantu orang lain dan alat), kekuatan otot tubuh bagian kiri
dapat meningkat dari pergerakan aktif bagian tubuh dengan mengeliminasi
gravitasi menjadi pergerkan aktif hanya melawan gravitasi dan tidak melawan
tahanan, mempertahankan posisi optimal. Dengan intervensi observasi
51
51
mobilitas fisik pasien setiap 2 jam sekali dengan rasional mengidentifikasi
kekuatan atau kelemahan otot dan memberikan informasi mengenai
pemulihan, observasi daerah yang tertekan (warna, edema, tanda-tanda lain)
dengan rasional jaringan yang mengalami edema lebih mudah mengalami
trauma dan penyembuhan lama, ubah posisi setiap 2 jam (terlentang, miring)
dengan rasional menurunkan resiko terjadinya trauma atau iskemi jaringan,
tempatkan bantal dibawah aksila untuk melakukan abduksi pada tangan
dengan rasional mencegah adduksi bahu dan fleksi siku, lakukan latihan
gerak ROM (Ring Of Mation) pada semua ekstremitas dengan rasional
meminimalkan atrofi otot, meningkatkan sirkulasi, membantu mencegah
kontraktur.
Resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan imobilitas fisik
dengan tujuan dan kriteria hasil, setelah dilakukan tindakan keperawatan
selama 2x24 jam tidak terjadi luka tekan dengan kriteria hasil kondisi kulit
utuh, kulit teraba hangat, turgor kulit baik, tidak terdapat luka pada kulit,
tidak ada oedema, skore skala branden 10-12 (resiko tinggi). Dengan
intervensi kaji adanya faktor yang dapat menyebabkan kerusakan kulit
(ketidakmampuan dalam bergerak) setiap 6 jam sekali dengan rasional
mengetahui penyebab terjadinya luka tekan atau kerusakan kulit, identifikasi
sumber penekanan dan friksi (tempat tidur) dengan rasional mengetahui
penyebab terjadinya luka tekan, observasi area beresiko terjadinya luka tekan
setiap satu hari (skala branden) dengan rasional mengetahui terjadinya resiko
luka tekan, observasi kulit pada daerah yang beresiko luka tekan (warna,
suhu, kelembaban) dengan rasional mengetahui terjadinya kerusakan kulit
pada daerah yang beresiko, pertahankan tempat tidur bersih, kering, bebas
kerutan ) dengan rasional mencegah terjadinya luka tekan, ubah posisi 2 jam
sekali (miring, terlentang) dengan rasional menurunkan resiko terjadinya
trauma, lakukan massage dengan VCO setiap hari sekali dengan rasional
menjaga kelembaban dan luka tekan, kolaborasi pemberian antibiotik sesuai
advis dokter dengan rasional mencegah terjadinya infeksi.
52
52
E. Implementasi keperawatan
Pada hari senin tanggal 9 Maret 2015 pukul 10.00 dan 12.30 WIB
dilakukan tindakan untuk diagnosa pertama, mengobservasi pernafasan setiap
satu jam sekali (bunyi nafas, frekuensi, produksi sputum), respon subyektif
tidak terkaji, respon obyektif terdengar suara gurgling seperti kumur-kumur,
RR 25x/menit, pernafasan cepat dan dalam, pasien mengeluarkan sputum
yang banyak ± 10 cc berwarna coklat. Pukul 10.05 WIB dilakukan tindakan
mengobservasi tanda bersihan jalan nafas adanya (sputum, benda asing),
respon subyektif tidak dapat terkaji, respon obyektif adanya sputum pada
jalan nafas. Pada pukul 11.00, 12.00 dan 13.30 WIB dilakukan tindakan
melakukan penghisapan sputum (suction) setiap satu jam, respon subyektif
tidak terkaji, respon obyektif terdapat sputum pada jalan nafas, sputum
terhisab berwarna coklat ± 10 cc. Pukul 11.55 WIB dilakan tindakan
menginformasikan kepada keluarga tentang prosedur yang dilakukan, respon
subyektif keluarga mengatakan bersedia jika pasien akan dilakukan tindakan,
respon obyektif keluarga tampak bingung dan sedih. Pukul 12.40 WIB
dilakukan tindakan melaksanakan pemberian oksigen 5 liter/menit, respon
subyektif tidak terkaji, respon obyektif pasien terpasang masker kanul 5
liter/menit.
Pada pukul 10.10 WIB dilakukan tindakan keperawatan untuk diagnosa
kedua mengobservasi tanda-tanda vital (tekanan darah, nadi,suhu, RR) setiap
satu jam, respon subyektif tidak terkaji, respon obyektif tekanan darah
236/146 mmHg, nadi 112x/menit, RR 25x/menit, suhu 36,9 0 C. Pukul 10.20
WIB dilakukan tindakan mengobservasi status neurologis, respon subyektif
tidak terkaji, respon obyektif pasien dalam kondisi koma dengan GCS
E1V2M2 : 5 (tidak ada respon membuka mata saat diberi rangsangan nyeri,
pasien mengerang tangan ekstensi dan mengepal ketika diberi rangsangan
nyeri), pupil isokor ukuran ± 2 mm. Pada pukul 10.30 WIB dilakukan
tindakan mengobservasi peningkatan TIK, respon subyektif tidak terkaji,
respon obyektif tekanan darah 236/ 146 mmHg, kesadaran menurun GCS
53
53
E1V2M2 : 5. Pukul 11.55 WIB memposisikan kepala dengan sudut 30 0,
respon subyektif tidak terkaji, respon obyektif kepala tampak tertempel pada
bed, posisi kepala pasien tampak ditinggikan 30 0. Pada pukul 12.40 WIB
melaksanakan pemberian oksigen 5 liter/menit, respon subyektif tidak terkaji,
respon obyektif pasien terpasang masker kanul 5 liter/menit. Pukul 13.00
WIB memberikan obat sesuai advis dokter (manitol 125 mg, furosemite 40
mg, citicoline 250 mg, antrain 1 g, kalnek 500 mg), respon subyektif tidak
terkaji, respon obyektif tampak obat dimasukan di vena secara perlahan.
Pada pukul 11.15 WIB dilakukan tindakan keperawatan untuk diagnosa
ketiga mengobservasi area yang beresiko luka tekan atau tertekan, respon
subyektif tidak terkaji, respon obyektif pada sakrum, skapula, punggung
kanan kemerahan, kulit teraba hangat dan lembab. Pukul 11.20 WIB
dilakukan tindakan mengubah posisi setiap dua jam sekali, respon subyektif
tidak terkaji, respon obyektif pasien dimiringkan ke kiri dibantu keluarga.
Pukul 11. 25 WIB dilakukan tindakan menempatkan bantal di aksila, respon
subyektif tidak terkaji, respon obyektif tampak bantal di aksila sebelah kanan.
Pukul 11.50 WIB dilkukan tindakan melakukan latihan ROM (Ring Of
Mation) pada semua ekstremitas, respon subyektif tidak terkaji, respon
obyektif tangan kanan pasien dapat digerakan dengan bantuan, tangan kiri
lemas, kaki kiri dan kanan lemas dapat digerakan dengan bantuan. Pukul
13.10 WIB dilakukan tindakan mengobservasi mobilitas fisik pasien setiap 2
jam sekali, respon subyektif tidak terkaji, respon obyektif aktivitas pasien
tergantung total (kode 4), kekuatan otot ekstremitas atas kanan 4, ekstremitas
atas kiri 2, ekstremitas bawah kanan 4, ekstremitas bawah kiri 2, hemiparesis
sinistra. Pukul 13.20 WIB dilakukan tindakan mengubah posisi setiap 2 jam
sekali, respon subyektif tidak terkaji, respon obyektif pasien dimiringkan ke
kanan dibantu keluarga.
Pada pukul 11.15 WIB dilakukan tindakan keperawatan untuk diagnosa
keempat yaitu mengobservasi area yang beresiko luka tekan atau tertekan,
respon subyektif tidak terkaji, respon obyektif pada sakrum, skapula,
punggung kanan kemerahan, kulit teraba hangat dan lembab. Pukul 11.20
54
54
WIB dilakukan tindakan mengubah posisi setiap dua jam sekali, respon
subyektif tidak terkaji, respon obyektif pasien dimiringkan ke kiri dibantu
keluarga. Pukul 11.30 WIB dilakukan tindakan mempertahankan tempat tidur
bersih, kering, bebas kerutan, respon subyektif tidak terkaji, respon obyektif
tempat tidur tampak bersih, terpasang perlak dan sprei yang kering. Pada
pukul 11.33 WIB dilakukan tindakan melakukan massage dengan VCO sehari
sekali, respon subyektif tidak terkaji, respon obyektif menyemprotkan VCO
pada sakrum, skapula, dan punggung kanan, meratakan dengan tangan
kemudian melakukan massage dengan lembut, membersihkan dengan handuk
bekas minyak, kulit teraba lembab dan hangat. Pukul 13.00 WIB
mengobservasi area yang beresiko terjadinya luka tekan (skala branden),
respon subyektif tidak terkaji, respon obyektif skore skala branden 9
(beresiko sangat tinggi). Pukul 13.20 WIB dilakukan tindakan mengubah
posisi setiap 2 jam sekali, respon subyektif tidak terkaji, respon obyektif
pasien dimiringkan ke kanan dibantu keluarga.
Pada hari selasa tanggal 10 Maret 2015 pukul 08.45WIB dilakukan
tindakan untuk diagnosa pertama, mengobservasi pernafasan setiap satu jam
(bunyi nafas, frekuensi, produksi sputum), respon subyektif tidak terkaji,
respon obyektif terdengar suara gurgling seperti kumur-kumur, RR
24x/menit, pernafasan cepat dan dalam, pasien mengeluarkan sputum yang
banyak ± 10 cc berwarna coklat. Pukul 08.50, 10.00 dan 11.30, 12.30 WIB
melakukan penghisapan sputum (suction) setiap satu jam, respon subyektif
tidak terkaji, respon obyektif terdapat sputum pada jalan nafas, sputum
terhisab berwarna coklat ± 6cc. Pukul 08.55 WIB melaksanakan pemberian
oksigen 5 liter/menit, respon subyektif tidak terkaji, respon obyektif pasien
terpasang masker kanul 5 liter/menit. Pukul 10.20 WIB mengobservasi
pernafasan setiap satu jam (bunyi nafas, frekuensi, produksi sputum), respon
subyektif tidak terkaji, respon obyektif terdengar suara gurgling seperti
kumur-kumur, RR 24x/menit, pernafasan cepat dan dalam, pasien
mengeluarkan sputum yang banyak ± 10 cc berwarna coklat.
55
55
Pada pukul 08.50 WIB dilakukan tindakan keperawatan untuk diagnosa
kedua yaitu melaksanakan pemberian oksigen 5 liter/menit, respon subyektif
tidak terkaji, respon obyektif pasien terpasang masker kanul 5 liter/menit.
Pukul 09.00 WIB mengobservasi tanda-tanda vital (tekanan darah, nadi, RR,
suhu), respon subyektif tidak terkaji, respon obyektif tekanan darah 230/140
mmHg, nadi 100x/menit, RR 24x/menit, suhu 36,5 0 C. Pukul 09.05 WIB
mengobservasi status neurologis (kesadaran dan pupil), respon subyektif
tidak terkaji, respon obyektif pasien dalam kondisi koma dengan GCS
E1V2M2 : 5, pupil isokor berukur ± 2mm. Pukul 09.15 WIB memposisikan
kepala dengan sudut 30 0, respon subyektif tidak terkaji, respon obyektif
kepala tampak tertempel pada bed, posisi kepala pasien tampak ditinggikan
30 0. Pukul 10.00 WIB mengobservasi tanda-tanda vital (tekanan darah, nadi,
RR, suhu), respon subyektif tidak terkaji, respon obyektif tekanan darah
230/140 mmHg, nadi 100x/menit, RR 24x/menit, suhu 36,5 0 C. Pukul 10.40
WIB mengobservasi status neurologis (kesadaran dan pupil), respon subyektif
tidak terkaji, respon obyektif pasien dalam kondisi koma dengan GCS
E1V2M2 : 5, pupil isokor, berukur ± 2mm. Pukul 11.10 WIB mengobservasi
tanda-tanda vital (tekanan darah, nadi, RR, suhu), respon subyektif tidak
terkaji, respon obyektif tekanan darah 230/140 mmHg, nadi 100x/menit, RR
24x/menit, suhu 36,5 o c. Pukul 13.00 WIB memberikan obat sesuai advis
dokter (manitol 125 mg, furosemite 40 mg, citicoline 250 mg, antrain 1 g,
kalnek 500 mg, paracetamol 500 mg, omeprazole 400 mg), respon subyektif
tidak terkaji, respon obyektif tampak obat dimasukan di vena secara perlahan.
Pada pukul 08.00 WIB dilakukan tindakan keperawatan untuk diagnosa
yang ketiga, mengobservasi area yang beresiko luka tekan atau tertekan
(warna, suhu, kelembaban), respon subyektif tidak terkaji, respon obyektif
pada sakrum, skapula, punggung kanan kemerahan, kulit teraba hangat dan
lembab. Pukul 08.35 WIB dilakukan tindakan mengubah posisi setiap dua
jam sekali, respon subyektif tidak terkaji, respon obyektif pasien dimiringkan
ke kanan dibantu keluarga. Pukul 08.40 WIB dilakukan tindakan
menempatkan bantal di aksila, respon subyektif tidak terkaji, respon obyektif
56
56
tampak bantal di aksila sebelah kiri. Pukul 09.20 WIB dilakukan tindakan
mengobservasi mobilitas fisik pasien setiap 2 jam sekali, respon subyektif
tidak terkaji, respon obyektif aktivitas pasien tergantung total (kode 4),
kekuatan otot ekstremitas atas kanan 4, ekstremitas atas kiri 2, ekstremitas
bawah kanan 4, ekstremitas bawah kiri 2, hemiparesis sinistra. Pukul 09.25
WIB dilkukan tindakan melakukan latihan ROM (Ring Of Mation) pada
semua ekstremitas, respon subyektif tidak terkaji, respon obyektif tangan
kanan pasien dapat digerakan dengan bantuan, tangan kiri lemas, kaki kiri dan
kanan lemas dapat digerakan dengan bantuan. Pukul 10.30 WIB dilakukan
tindakan mengubah posisi setiap dua jam sekali, respon subyektif tidak
terkaji, respon obyektif pasien dimiringkan ke kiri dibantu keluarga, tampak
bantal diletakan pada aksila sebelah kanan. Pukul 12.00 WIB mengobservasi
area yang beresiko terjadinya luka tekan, respon subyektif tidak terkaji,
respon obyektif kulit pada sakrum, skapula, punggung kanan tampak
kemerahan, skore skala branden 9. Pukul 12.10 WIB mengubah posisi setiap
satu jam, respon subyektif tidak terkaji, respon obyektif pasien terlentang
kepala posisi sudut 30 0.
Pada pukul 08.00 WIB dilakukan tindakan keperawatan untuk diagnosa
keempat yaitu, mengobservasi area yang beresiko luka tekan atau tertekan
(warna, suhu, kelembaban), respon subyektif tidak terkaji, respon obyektif
pada sakrum, skapula, punggung kanan kemerahan, kulit teraba hangat dan
lembab. Pukul 08.10 WIB dilakukan tindakan melakukan massage dengan
VCO sehari sekali, respon subyektif tidak terkaji, respon obyektif
menyemprotkan VCO pada sakrum, skapula, dan punggung kanan, meratakan
dengan tangan kemudian melakukan massage dengan lembut, membersihkan
dengan handuk bekas minyak, kulit teraba lembab dan hangat. Pukul 08.35
WIB dilakukan tindakan mengubah posisi setiap dua jam sekali, respon
subyektif tidak terkaji, respon obyektif pasien dimiringkan ke kanan dibantu
keluarga. Pukul 10.30 WIB dilakukan tindakan mengubah posisi setiap dua
jam sekali, respon subyektif tidak terkaji, respon obyektif pasien dimiringkan
ke kiri dibantu keluarga. Pukul 11.00 mengkaji adanya faktor yang dapat
57
57
menyebabkan kerusakan kulit (ketidakmampuan dalam bergerak), respon
subyektif tidak terkaji, respon obyektif pasien dalam kondisi koma, tampak
tidak dapat bergerak. Pukul 12.00 WIB mengobservasi area yang beresiko
terjadinya luka tekan, respon subyektif tidak terkaji, respon obyektif kulit
pada sakrum, skapula, punggung kanan tampak kemerahan, skore skla
branden 9. Pukul 12.10 WIB mengubah posisi setiap satu jam, respon
subyektif tidak terkaji, respon obyektif pasien terlentang kepala posisi sudut
30 0.
F. Catatan Perkembangan atau Evaluasi
Setelah dilakukan tindakan keprerawatan tanggal 9 Maret 2015 evaluasi
hasil dari diagnosa keperawatan pertama pada pukul 14.00 WIB adalah
subyektif : tidak terkaji. Obyektif : terdengar suara gurgling seperti kumur-
kumur, RR : 25x/menit, pernafasan cepat dan dalam, pasien mengeluarkan
sputum yang banyak ± 10 cc berwarna coklat, terpasang oksigen 5 liter/menit.
Analisa : masalah ketidakefektifan bersihan jalan nafas tidak teratasi.
Planning : intervensi dilanjutkan : Observasi pernafasan setiap satu jam sekali
(bunyi nafas, frekuensi, produksi sputum), lakukan penghisapan sputum
(suction) setiap satu jam, laksanakan terapi pemberian oksigen 5 liter/menit.
Evaluasi hasil dari diagnosa keperawatan kedua pada pukul 14.05 WIB
adalah subyektif : tidak terkaji. Obyektif : pasien kondisi koma dengan nilai
GCS E1V2M2 : 5 (tidak ada respon membuka mata saat diberi rangsangan
nyeri, pasien mengerang, tangan kanan mengepal ketika diberi rangsangan
nyeri), tekanan darah 236/146 mmHg, nadi 112x/menit, RR 25x/menit, suhu
36,90 c, hemiparesis sinistra. Analisa : masalah ketidakefektifan perfusi
jaingan otak tidak teratasi. Planning intervensi dilanjutkan : Observasi tanda-
tanda vital (tekanan darah, nadi, RR, suhu), observasi status neurologis
(kesadaran dan pupil) setiap satu jam, observasi peningkatan TIK (tekanan
darah meningkat, penurunan kesadaran), berikan posisi kepala dengan sudut
30 0, berikan oksigen masker kanul 5 liter/menit, laksanakan pemberian obat
58
58
manitol 125 mg, furosemit 40 mg, citicoline 250 mg, antrain 1 g, kalnek 500
mg sesuai advis dokter.
Evaluasi hasil dari diagnosa keperawatan ketiga pada pukul 14.10 WIB
adalah subyektif : tidak terkaji. Obyektif : aktivitas pasien tergantung total
(kode 4), kekuatan otot ekstremitas atas kanan 4, ekstremitas atas kiri 2,
ekstremitas bawah kanan 4, ekstremitas bawah kiri 2, hemiparesis sinistra.
Analisa : masalah hambatan mobilitas fisik tidak teratasi. Planning intervensi
dilanjutkan : Observasi mobilitas fisik pasien setiap 2 jam sekali, observasi
daerah tertekan (warna, edema, tanda-tanda lain), ubah posisis setiap 2 jam
sekali, lakukan latihan ROM pada semua ekstremitas.
Evaluasi hasil dari diagnosa keperawatan keempat pada pukul 14.15
WIB adalah subyekti : tidak terkaji. Obyektif : kulit pada sakrum, skapula,
punggung kanan tampak kemerahan, kulit teraba hangat dan keras, skore
skala branden 9. Analisa : masalah resiko kerusakan integritas kulit teratasi
sebagian. Planning intervensi dilanjutkan : Observasi area yang beresiko
terjadinya luka tekan (skala branden), observasi kulit pada daerah yang
beresiko luka tekan (warna, suhu, kelembaban), ubah posisi setiap 2 jam
sekali, lakukan massage dengan VCO 1 hari sekali.
Setelah dilakukan tindakan keprerawatan tanggal 10 Maret 2015
evaluasi hasil dari diagnosa keperawatan pertama pada pukul 14.00 WIB
adalah subyektif : tidak terkaji. Obyektif : terdengar suara gurgling seperti
kumur-kumur, RR : 24x/menit, pernafasan cepat dan dalam, pasien
mengeluarkan sputum yang banyak ± 10 cc berwarna coklat, terpasang
oksigen 5 liter/menit. Analisa : masalah ketidakefektifan bersihan jalan nafas
tidak teratasi. Planning : intervensi dilanjutkan : observasi pernafasan setiap
satu jam sekali (bunyi nafas, frekuensi, produksi sputum), lakukan
penghisapan sputum (suction) setiap satu jam, laksanakan terapi pemberian
oksigen 5 liter/menit.
Evaluasi hasil dari diagnosa keperawatan kedua pada pukul 14.05 WIB
adalah subyektif : tidak terkaji. Obyektif : pasien kondisi koma dengan nilai
GCS E1V2M2 : 5 (tidak ada respon membuka mata saat diberi rangsangan
59
59
nyeri, pasien mengerang,tangan kanan mengepal ketika diberi rangsangan
nyeri), tekanan darah 230/140 mmHg, nadi 104x/menit, RR 24x/menit, suhu
36,50 c, hemiparesis sinistra. Analisa : masalah ketidakefektifan perfusi
jaingan otak teratasi sebagian. Planning intervensi dilanjutkan : observasi
tanda-tanda vital (tekanan darah, nadi, RR, suhu), observasi status neurologis
(kesadaran dan pupil) setiap satu jam, observasi peningkatan TIK (tekanan
darah meningkat, penurunan kesadaran), berikan posisi kepala dengan sudut
30 0,5, berikan oksigen masker kanul 5 liter/menit, laksanakan pemberian
obat manitol 125 mg, furosemit 40 mg, citicoline 250 mg, antrain 1 g, kalnek
500 mg sesuai advis dokter.
Evaluasi hasil dari diagnosa keperawatan ketiga pada pukul 14.10 WIB
adalah subyektif : tidak terkaji. Obyektif : aktivitas pasien tergantung total
dengan kode 4, kekuatan otot ekstremitas atas kanan 4, ekstremitas atas kiri 2,
ekstremitas bawah kanan 4, ekstremitas bawah kiri 2, hemiparesis sinistra.
Analisa : masalah hambatan mobilitas fisik belum teratasi. Planning
intervensi dilanjutkan : Observasi mobilitas fisik pasien setiap 2 jam sekali,
observasi daerah tertekan (warna, edema, tanda-tanda lain), ubah posisis
setiap 2 jam sekali, lakukan latihan ROM pada semua ekstremitas.
Evaluasi hasil dari diagnosa keperawatan keempat pada pukul 14.15
WIB adalah subyekti : tidak terkaji. Obyektif : kulit pada sakrum, skapula,
punggung kanan tampak kemerahan, kulit teraba hangat dan keras, skore
skala branden 9. Analisa : masalah resiko kerusakan integritas kulit teratasi
sebagian. Planning intervensi dilanjutkan : Observasi area yang beresiko
terjadinya luka tekan (skala branden), observasi kulit pada daerah yang
beresiko luka tekan (warna, suhu, kelembaban), ubah posisi setiap 2 jam
sekali, lakukan massage dengan VCO 1 hari sekali.
60
BAB V
PEMBAHASAN
Pada BAB ini penulis akan membahas tentang “ Pemberian massage dengan
Virgin Coconut Oil (VCO) terhadap pencegahan luka tekan pada Asuhan
Keperawatan Ny. Sp dengan Stroke Hemoragik di Ruang ICU Bed 1 RSUD
Karanganyar.
A. Pengkajian
Hasil pengkajian yang dilakukan secara observasi dan wawancara, dari
keluarga mengatakan pasien mengeluh pusing sebelum dibawa ke Rumah
Sakit. Saat dibawa ke Rumah Sakit keluarga mengatakan pasien dalam
kondisi penurunan kesadaran atau koma, hemiparese sinistra, ketika
dilakukan pemeriksaan tanda-tanda vital di dapatkan hasil tekanan darah
250/120 mmgh, nadi 100x/menit, respirasi 28x/menit. Pasien oleh dokter di
diagnosa medis stroke hemoragik.
Stroke hemoragik adalah kelainan otak baik secara fungsional maupun
struktural disebabakan oleh pecahnya pembuluh darah otak pada daerah
tertentu yang mengakibatkan terhentinya suplai darah ke otak ( Wijaya dan
Putri, 2013). Stroke hemoragik ditandai oleh nyeri kepala karena hipertensi,
serangan sering kali siang hari, saat aktifitas atau emosi, sifat nyeri kepalanya
sangat hebat, mual dan muntah sering terdapat pada permulaan serangan,
hemiparese, kesadaran biasanya menurun dan cepat masuk koma (Margareta
dan MCR, 2012).
Salah satu gejala yang dialami pasien adalah penurunan kesadaran, otak
sangat tergargantung pada oksigen dan tidak mempunyai cadangan oksigen,
jika darah ke setiap bagian otak terhambat karena trombus dan embolus,
maka otak mulai kekurangan oksigen. Jika otak kekurangan oksigen selama
satu menit dapat mengarah pada gejala yang dapat pulih yaitu penurunan
kesadaran sampai kehilangan kesadaran (Wijaya dan Putri, 2013).
Ny. Sp mempunyai tekanan darah 236/146 mmHg sehingga termasuk
dalam hipertensi. Hipertensi adalah tekanan darah tinggi yang bersifat
61
61
abnormal dan diukur paling tidak pada tiga kesempatan yang berbeda,
seseorang dianggap mengalami hipertensi apabila tekanan darah sistolik lebih
dari 120 mmHg dan tekanan diastolik lebih dari 80 mmHg (Ardiansyah,
2012). Tekanan darah bisa dikatakan normal bila tekanan darah diastolik < 80
mmHg dan tekanan darah sistolik < 130 mmHg. Salah satu dari komplikasi
hipertensi yaitu stroke karena tekanan tinggi di otak atau embolus yang
terlepas dari pembuluh non otak. Stroke dapat terjadi pada hipertensi kronis
apabila arteri-arteri yang memperdarahi otak mengalami hipertrofi dan
menebal, sehingga aliran darah ke daerah-daerah yang diperdarahinya
menjadi berkurang, arteri-arteri otak yang mengalami arterosklerosis dapat
melemah, sehingga meningkatkan kemungkinan terbentuknya aneurisma
(Ardiansyah, 2012).
Berdasarkan hasil pemeriksaan, kondisi Ny. Sp mengalami gangguan
kelumpuhan atau hemiparese sinistra. Hal ini terjadi karena stroke
mempunyai gejala-gejala neurologis yang terjadi bergantung pada daerah
yang mengalami kerusakan, salah satunya mengenai arteri yang potensial
mengalami kerusakan adalah arteri serebri media, bila seluruh kawasan aretri
tersumbat bisa terjadi hemiparalisis dan hemihipestesia kontralateral, afasia
dan bila yang terkerna salah satu cabang arteri serebri media saja tersembut
(paling sering terjadi), maka bisa terjadi afasia motorik dengan hemiparesis
dimana lengan dan muka bagian bawah lebih lumpuh dari pada tungkai ( bila
cabang arteria serebri media atas yang tersumbat) (Irfan, 2012).
Pada pengkajian primer didapatkan data airway : adanya benda asing
pada jalan nafas yaitu terdapat sekret atau sputum. Breating : pasien sesak
nafas dengan RR : 25x/menit, pada kasus stroke akan mengalami sesak nafas
dimana suplai oksigen ke otak mengalami penurunan (Wijaya dan putri,
2013). Circulasion : tekanan darah 236/46 mmHg. Pada kasus stroke akan
mengalami peningkatan darah, stroke dapat terjadi pada hipertensi kronis
apabila arteri-arteri yang memperdarahi otak mengalami hipertrofi dan
menebal, sehingga aliran darah ke daerah-daerah yang diperdarahinya
menjadi berkurang, arteri-arteri otak yang mengalami arterosklerosis dapat
62
62
melemah, sehingga meningkatkan kemungkinan terbentuknya aneurisma
(Ardiansyah, 2012).
Pengkajian primer Disability di dapatkan data kesadaran coma. Coma
adalah tidak ada respon motorik atau verbal terhadap stimulus eksternal, tidak
ada respon terhadap stimulus yang membahayakan seperti nyeri yang kuat,
tidak dapat dibangunkan oleh stimulus apapun (Weinstock, 2013).
Pada Ny. Sp hasil pengkajian kesadaran atau GCS di dapatkan hasil :
eye 1 yaitu pasien tidak ada respon membuka mata saat diberi rangsangan,
pada pengkajian verbal di dapatkan nilai 2 yaitu pasien mengerang ketika
diberi rangsangan nyeri, pada pengkajian motorik di dapatkan nilai 2 ketika
diberi rangsangan nyeri tangan kanan ekstensi dan mengepal.
Tingkat kesadaran atau GCS (Eye, Verbal, Motorik) dapat diukur
dengan skala koma Glosgow yaitu Eye : 1 (tidak membuka mata terhadap
rangasangan), 2 : (mata terbuka terhadap rangasangan nyeri), 3 : (mata
terbuka terhadap perintah vebal), 4 : (mata membuka spontan). Verbal : 1
(tidak ada berespon), 2 : (mengerang atau merintih), 3 : (mengulang kata-kata
yang tidak tepat secara acak), 4 : (disorentasi dan bingung), 5 : (orentasi baik
dan mampu berbicara). Motorik : 1 (tidak berespon : hanya berbaring lemah),
2 : (membentuk posisi deserebrasi), 3 : (membentuk dekortikasi), 4 : (fleksi
dan menarik dari rangsangan nyeri), 5 : (mengidentifikasi nyeri yang
terlokalisasi nyeri), 6 : (bereaksi terhadap perintah verbal) (Weinstock, 2013).
Pada pemeriksaan fisik hidung pada Ny. Sp didapatkan hasil hidung
terpasang Naso Gastro Tube ( NGT) ukuran 18, terdapat sekret pada hidung,
terpasang masker kanul, terdapar nafas cuping hidung.
Pemeriksaan fisik pada paru-paru pada Ny. Sp didapatkan hasil, dengan
teknik inspeksi : ekspansi dada kanan dan kiri sama, bentuk simetris,
pernafasan cepat dan dalam, menggunakan otot bantu pernafasan. Teknik
palpasi : vokal fremitus kanan dan kiri sama. Teknik perkusi : sonor. Teknik
auskultasi : suara ronki basah.
Pemeriksaan fisik paru-paru pada pasien stroke adalah teknik inspeksi :
pasien batuk, peningkatan produksi sputum, sesak nafas, penggunaan otot
63
63
bantu napas dan peningkatan frekuensi pernafasan, ekspansi dada kanan dan
kiri sama. Teknik palpasi : tektil fremitus seimbang kanan dan kiri. Teknik
perkusi : sonor. Teknik auskultasi : bunyi nafas tambahan seperti ronki pada
pasien dengan peningkatan produksi sekret dan kemampuan batuk yang
menurun (Muttaqin, 2008).
Pengkajian pola aktifitas dan latihan pasien didapatkan hasil
kemampuan perawatan diri makam atau minum, toeliting, berpakaian,
mobilitas ditempat tidur, berpindah, ambulasi atau ROM tergantung total
dengan kode 4.
Pola pemeriksaan fisik kekuatan otot ekstremitas atas kanan 4,
ekstremitas atas kiri 2, ekstremitas bawah kanan 4, ekstremitas bawah kiri 2,
hemiparesis sinistra.
Pada pasien stroke akan mempunyai dampak atau akibat salah satunya
lumpuh pada tangan kaki, kesuliatan dalam berbicara dan kondisi mata tidak
normal. Kelumpuhan sebelah bagian tubuh (hemiplagia) adalah cacat yang
paling umum terjadi setelah seseorang terkena stroke. Bila stroke menyerang
bagian kanan otak, maka bagian tubuh yang akan mengalami kelumpuhan
adalah organ tubuh sebelah kiri (Amalia dan Farida, 2009).
Pada pemeriksaan fisik pada punggung dengan teknik inspeksi
didapatkan hasil punggung kanan, skapula, sakrum kemerahan, kulit teraba
hangat dan keras, tidak ada luka tekan. Faktor untuk memprediksi resiko luka
tekan Ny. Sp didapatkan pada persepsi sensori dengan nilai 2 (sanagat
terbatas), faktor kelembaban nilai 2 (umumnya lembab), faktor aktivitas nilasi
1 (total di tempat tidur), faktor mobilitas nilai 1 (tidak dapat bergerak sama
sekali), faktor nutrisi nilai 2 (kurang mencukupi), faktor pergesekan dan
pergerakan nilai 1 (memerlukan bantuan maksimal), sehingga nilai scala
branden : 9 berarti beresiko sangat tinggi terjadi luka tekan.
Faktor untuk memprediksi resiko luka tekan yaitu : pertama faktor
persepsi sensori 1 (keterbatasan penuh), 2 (sangat terbatas), 3 (keterbatasan
ringan), 4 (tidak ada gangguan). Kedua kelembaban 1 (selalu lembab), 2
(umumnya lembab), 3 (kadang-kadang lembab), 4 (jarang lembab). Ketiga
64
64
karena aktivitas 1 (total di tempat tidur), 2 (dapat duduk), 3 (berjalan kadang-
kadang). Keempat mobilitas 1 (tidak dapat bergerak sama sekali), 2 (sangat
terbatas), 3 (tidak ada masalah), 4 (tanpa keterbatasan). Kelima yaitu karena
nutrisi 1 (sangat buruk), 2 (kurang mencyukupi), 3 (mencukupi), 4 (sangat
baik). Keenam yaitu karena pergesekan dan pergerakan 1 (bermasalah), 2
(potensial bermasalah), 3 (keterbatasan ringan) (Suradi, 2006).
Hal ini sesuai dengan teori menurut Pudiastuti (2011), bahwa pasien
stroke yang berbaring lama dapat menimbulkan masalah emosional dan fisik,
diantaranya adalah terjadinya luka tekan.
B. Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah penilain klinis tentang respon individu,
keluarga, komunitas terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan
aktual atau potensial sebagai dasar pemilihan intervensi keperawatn untuk
mencapai hasil tempat perawat bertanggung jawab (Rohmah dan Walid,
2012).
Menentukan prioritas masalah keperawatan adalah kegiatan untuk
menentukan masalah yang menjadi skala prioritas untuk diselesaikan atau
diatasi dahulu, adapun teknik membuat skala prioritas dalam kasus Ny. Sp
menggunakan hierarki maslow yang meliputi kebutuhan (fisiologis, rasa
aman nyaman, cinta dan kasih sayang, harga diri, aktualisasi diri) karena
dengan memahami konsep dasar manusia Maslow, maka akan diperoleh
persepsi yang sama bahwa untuk beralih ke tingkat kebutuhan manusia yang
lebih tinggi, kebutuhan dasar harus terpenuhi dahulu. Artinya terdapat
kebutuhan yang lebih tinggi yang harus dipenuhi sebelum kebutuhan lain
terpenuhi (Rohmah dan Walid, 2012).
Menentukan prioritas masalah keperawatan juga dapat dinilai dari
kegawatdaruratannya, yaitu semua keadaan yang mengganggu circulasi jalan
nafas dan cairan maka perlu penanganan atau tindakan segera. Semua
tindakan yang dilakukan dimulai dari membebaskan jalan nafas (Airway),
memeberikan bantuan pernafasan (Breathing), dan perbaikan cairan atau
65
65
darah (Circulation) disebut tindakan pertolongan untuk mebebaskan
penderita terhadap ancaman nyawa (JMS 119, 2013).
Berdasarkan cara untuk menentukan prioritas diagnosa keperawatan
diatas pada kasus Ny. Sp adalah prioritas pertama ketidakefektifan bersihan
jalan nafas berhubungan dengan mukus yang berlebih, kedua ketidakefektifan
perfusi jaringan serebral berhubungan dengan hemoragik serebral, ketiga
hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kekuatan otot, dan
yang keempat resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan
imobilitas fisik.
Didapatkan diagnosa yang pertama adalah ketidakefektifan bersihan
jalan nafas berhubungan dengan mukus dalam jumlah yang banyak, karena
pada saat dilakukan pengkajian didapatkan data subyektif tidak terkaji. Data
obyektif yang diperoleh terdengar suara gurgling seperti kumur-kumur, RR :
25x/menit, pernafasan cepat dan dalam, pasien koma GCS E1V2M2 : 5,
pasien mengeluarkan sputum yang banyak ± 10 cc berwarna coklat, terpasang
oksigen 5 liter/menit.
Ketidakefektifan bersihan jalan nafas adalah ketidakmampuan untuk
membersihkan sekresi atau obstruksi dari saluran nafas untuk
mempertahankan bersihan jalan nafas, dengan batasan karakteristik antara
lain : terdapat suara nafas tambahan, perubahan frekuensi nafas, perubahan
irama pernafasan, sputum dalam jumlah yang berlebihan (Heather HT, 2012).
Etiologi dari problem (masalah keperawatan) ketidakefektifan bersihan
jalan nafas adalah adnya mukus dalam jumlah yang banyak (Heather HT,
2012). Mukus yang berlebihan disebabkan oleh pada kelenjar – kelenjar
besar yang meemproduksi mukus dan peningkatan banyaknya sel globlet
akibat pengaruh mediator-mediator inflamasi. Leukotrein, protase,
neuropeptida dapat menyebabakan sekresi mukus. Iritasi antara lain yang
disebabakan asap rokok menyebabakan peningkatan sel-sel sekretori dan
hiperplasia mukus. Gangguan abnormal pada mukus yang berlebih karena
gangguan fisik, kimia atau infeksi yang terjadi pada membran mukosa,
menyebabkan proses pembersihan tidak berjalan dengan adekuat sehingga
66
66
mukus banyak tertimbun dan bersihan jalan nafas tidak efektif (Kristiani,
2010).
Diagnosa kedua yang ditemukan adalah keperawatan ketidakefektifan
perfusi jaringan serebral berhubungan dengan hemoragik serebral, karena saat
dilakukan pengkajian didapatkan data subyektif tidak terkaji karena pasien
dalam kondisi koma. Data obyektif yang ditemukan pasien kondisi koma
dengan nilai GCS E1V2M2 : 5 (tidak ada respon membuka mata saat diberi
rangsangan nyeri, pasien mengerang, tangan kanan mengepal ketika diberi
rangsangan nyeri, tekanan darah 236/146 mmHg, nadi 112x/menit, RR
25x/menit, suhu 36,9 0 C, hemiparesis sinistra.
Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral beresiko mengalami
penurunan sirkulasi jaringan otak. Ditandai dengan batasan karakteristik
antara lain : gelisah, perubahan tingkat kesadaran, penurunan memori,
orientasi menurun, penurunan respon motorik atau sensorik, pupil anisokor,
reflek cahaya negatif, perubahan tanda vital : nadi dan tekanan darah dapat
naik maupun turun (Wijaya dan Putri, 2013).
Etiologi untuk diagnosa yang kedua yaitu Hemoragik serebral
menyebabkan ketidakefektifan perfusi jaringan serebral (Heather HT, 2012).
Karena pada hemoragik serebral terdapat perdarahan pada bagian depan dan
paling utama dari seluruh sistem saraf yang berperan penting dalam
mengendalikan berbagai ragam fungsi kehidupan (Irfan, 2012). Etiologi
diambil berdasarkan data dari tanda dan gejala stroke hemoragik yaitu
hipertensi, nyeri kepala, penurunan kesadaran, hemiparesis, gangguan hemi
sensorik dan afasia (Putri dan Wijaya, 2013). Untuk hasil CT scan tidak di
dapatkan karena pasien tidak dilakukan tindakan tersebut.
Diagnosa ketiga yang ditemukan adalah hambatan mobilitas fisik
berhubungan dengan penurunan kekuatan otot, karena saat dilakukan
pengkajian didapatkan data subyektif keluarga mengatakan sebelum sakit
pasien dapat beraktivitas dengan baik dan tidak ada gangguan pergerakan dan
saat ini anggota tubuh pasien sebelah kiri susah digerakan. Data obyektif di
dapatkan hasil aktivitas pasien tergantung total (kode 4), kekuatan otot
67
67
ekstremitas atas kanan 4, ekstremitas atas kiri 2, ekstremitas bawah kanan 4,
ekstremitas bawah kiri 2, hemiparesis sinistra.
Hambatan mobilitas fisik adalah keterbatasan pada pergerakan fisik
tubuh satu atau lebih ekstremitas secara mandiri dan terarah. Ditandai dengan
batasan karakteristik : penurunan waktu reaksi, kesulitan membolak-balik
posisi, keterbatasan kemamapuan melakukan ketrampilan motorik halus,
keterbatasan kemamapuan melakukan ketrampilan motorik kasar,
keterbatasan rentan pergerakan sendi, pergerakan tidak terkoordinasi
(Heather HT, 2012).
Penurunan kekuatan otot menyebabkan hambatan mobilitas (Heather
HT, 2012). Pada pasien stroke akan mempunyai dampak atau akibat salah
satunyan lumpuh. Kelumpuhan sebelah bagian tubuh (hemiplagia) adalah
cacat yang paling umum terjadi setelah seseorang terkena stroke. Bila stroke
menyerang bagian kiri otak, maka bagian tubuh yang akan mengalami
kelumpuhan adalah organ tubuh sebelah kanan, sebaliknya bila stroke
menyerang bagian otak kanan, maka bagian tubuh yang akan mengalami
kelumpuhan adalah organ tubuh sebelah kiri (Amalia dan Farida, 2009).
Pada kasus Ny. Sp mengalami kelemahan organ sebelah kiri karena stroke
menyerang otak sebelah kanan.
Diagnosa keempat yang ditemukan resiko kerusakan integritas kulit
berhubungan dengan imobilitas fisik, karena sata dilukukan pengkajian di
dapatkan data subyektif tidak terkaji. Data obyektif di dapatkan hasil kulit
pada sakrum, skapula, punggung kanan tampak kemerahan, kulit teraba
hangat dan keras, skore skala branden 9, pasien tampak berbaring di tempat
tidur selama 3 hari, posisi tidak dirubah.
Resiko kerusakan integritas kulit adalah beresiko mengalami
perubahan kulit yang buruk. Ditandai dengan batasan karakteristik :
kerusakan lapisan kulit, gangguan permukaan kulit, gangguan struktur kulit
(Heather HT, 2012).
Hambatan mobilitas fisik dapat menyebabkan resiko kerusakan
integritas kulit. Imobiitas fisik adalah suatu kondisi dimana tubuh tidak hanya
68
68
kemampuan gerak secara total, tetapi juga mengalami penurunan aktivitas
dari kebiasan normalnya. Pada pasien stroke mempunyai risiko terhadap
kerusakan kulit dan jaringan karena perubahan sensasi dan ketidakmampuan
berespon terhadap tekanan dan ketidakmampuan dalam bergerak. Dengan itu
dapat dilakukan pencegahan kerusakan jaringan dan kulit, dengan penekanan
khusus pada area penonjolan dan bagian tubuh (Brunner & Suddarth, 2013).
Bahwa pasien stroke yang berbaring lama dapat menimbulkan masalah
emosional dan fisik, diantaranya adalah terjadinya luka tekan (Pudiastuti,
2011).
Menurut Padila (2012), yang mungkin muncul pada pasien stroke
adalah ketidakefektifan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan
hemoragik serebral, kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan
kelemahan dan kelumpuhan, defsit perawatan diri berhubungan dengan
kelemahan dan kelumpuhan, bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan
dengan ketidakmampuan batuk aktif sekunder akibat gangguan kesadaran,
resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan imobilitas fisik.
Berdasarkan kasus yang dikelola, maka perumusan diagnosa
keperawatan tidak muncul sesuai dengan diagnosa keperawatan secara teori
pada Asuhan Keperawatan pasien stroke. Hal ini terjadi, karena penulis
menegakan diagnosa keperawatan sesuai dengan hasil pengkajian dan
observasi yang telah dilakukan selama dua hari pengelolaan kasus. Selain itu
dengan keterbatasan waktu pengelolaan tersebut sehingga penulis hanya bisa
merumuskan diagnosa keperawatan yang memungkinkan untuk bisa dikelola
selama pengelolaan tersebut.
C. Intervensi keperawatan
Perencanan adalah pengembangan strategi desain untuk mencegah,
mengurangi, dan mengatasi masalah – masalah yang telah diidentifikasi
dalam diagnosa keperawatan. Desain perencanaan menggambarkan sejauh
69
69
mana perawat mampu menyelesaikan masalah dengan efektif dan efesien.
Dalam kegiatan perancanaan ada beberapa tahap diantaranya menentukan
prioritas masalah keperawatan, menentukan tujuan dan kriteria hasil,
merumuskan rencana tindakan keperawatan, dan menetapkan rasional
rencana tindakan keperawatan (Rohmah dan Walid, 2012).
Menentukan tujuan dan kriteria hasil adalah perubahan perilaku pasien
yang diharapkan oleh perawat setelah tindakan dilakukan, ada beberapa
rumus dalam menentukan tujuan salah satunya Spesifik : berfokus pada
pasien, singkat dan jelas, Measurabel : dapat diukur, Achievable : realistik,
Reasonable : ditentukan oleh perawat dan klien, Time : kontrak waktu
(SMART) (Rohmah dan Walid, 2012).
Merumuskan rencana tindakan keperawatan adalah kegiatan spesifik
untuk membantu pasien dalam mencapai tujuan dan kriteria hasil, ada tipe
rencana tindakan keperawatan yaitu observasi, terapiutik atau Nursing
Treatment, penyuluhan atau pendidikan kesehatan, rujukan atau kolaborasi.
Rasional adalah dasar pemikiran atau alasan ilmiah yang mendasari
ditetapkan rencana tindakan keperawatan (Rohmah dan Walid, 2012).
Rencana tindakan keperawatan untuk masalah ketidakefektifan bersihan
jalan nafas berhubungan dengan mukus yang berlebih meliputi adapun
tujuanya setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam jalan nafas
efektif, dengan kriteria hasil yang diharapkan terdengar suara nafas normal
(vesikuler), RR batas normal (16-24) x/menit, pasien tidak gelisah, produksi
sputum berkurang, irama pernafasan normal. Direncanakan tindakan
observasi pernafasan setiap satu jam sekali (bunyi nafas, frekuensi, produksi
sputum) dengan rasional mengetahui bunyi nafas, frekuensi, produksi
sputum, selanjutnya observasi tanda bersihan jalan nafas adanya (sputum,
benda asing) dengan rasional tanda bersihan jalan nafas efektif menunjukan
kepatenan jalan nafas, tindakan berikan posisi yang nyaman (peninggian
tempat tidur atau semi fowler) dengan rasional peninggian kepala
mempermudah dan fungsi pernafasan dengan menggunakan gravitasi,
selanjutnya lakukan penghisapan lendir (suction) setiap satu jam sekali
70
70
dengan rasional membuka jalan nafas dan mengeluarkan sputum,
informasikan kepada keluarga tentang prosedur yang dilakukan dengan
rasional agar keluarga mengetahui prosedur tindakan yang dilakukan, dan
laksanakan terapi dokter pemberian oksigen 5 liter/menit dengan rasional
untuk membantu memperlancar pernafasan (Wilkinson, 2007).
Rencana tindakan keperawatan untuk masalah ketidakefektifan perfusi
jaringan serebral berhubungan dengan hemoragik serebral meliputi tujuan dan
kriteria hasil, setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam
perfusi jaringan otak teratasi dengan kriteria hasil tekanan darah dalam batas
normal (tekanan sistolik 100-140 mmHg, tekanan diastolik < 85 mmHg),
tidak ada tanda-tanda peningkatan TIK (tekanan darah naik, penurunan
kesadaran), tidak ada hipotensi ortostatik. Dengan intervensi observasi tanda-
tanda vital (tekanan darah, nadi, RR, suhu) setiap satu jam dengan rasional
mengetahui keadaan umum pasien, tindakan selanjutnya observasi status
neurologis (kesadaran dan pupil) setiap satu jam dengan rasional mengetahui
kencenderungan tingkat kesadaran dan pupil, tindakan observasi peningkatan
TIK (tekanan darah meningkat, penurunan kesadaran (GCS) dengan rasional
tanda dan gejala neurologis memperbaiki setelah fase awal memerlukan
tindakan pembedahan, berikan posisi kepala dengan sudut 300 dengan
rasional mencegah terjadinya peningkatan TIK, kemudian berikan oksigen 5
liter/menit dengan rasional memperlancar pernafasan, lakukan pemberian
obat manitol 125 mg, furosemit 40 mg, citicoline 250 mg, antrain 1 g, kalnek
500 mg sesuai advis dokter dengan rasional mempercepat proses
penyembuhan (Wilkinson, 2007).
Rencana tindakan keperawatan untuk masalah hambatan mobilitas fisik
berhubungan dengan penurunan kekuatan otot meliputi tujuan dan kriteria
hasil, setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam mobilitas
fisik teratasi dengan kriteria hasil aktivitas pasien dapat terpenuhi (dibantu
orang lain dan alat), kekuatan otot tubuh bagian kiri dapat meningkat dari
pergerakan aktif bagian tubuh dengan mengeliminasi gravitasi menjadi
pergerkan aktif hanya melawan gravitasi dan tidak melawan tahanan,
71
71
mempertahankan posisi optimal. Dan intervensi tindakan observasi mobilitas
fisik pasien setiap 2 jam sekali dengan rasional mengidentifikasi kekuatan
atau kelemahan otot dan memberikan informasi mengenai pemulihan,
selanjutnya observasi daerah yang tertekan ( warna, edema, tanda-tanda lain)
dengan rasional jaringan yang mengalami edema lebih mudah mengalami
trauma dan penyembuhan lama, tindakan selanjutnya ubah posisi setiap 2 jam
( terlentang, miring) dengan rasional menurunkan resiko terjadinya trauma
atau iskemi jaringan, tempatkan bantal dibawah aksila untuk melakukan
abduksi pada tangan dengan rasional mencegah adduksi bahu dan fleksi siku,
kemudian lakukan latihan gerak ROM (Ring Of Mation) pada semua
ekstremitas dengan rasional meminimalkan atrofi otot, meningkatkan
sirkulasi, membantu mencegah kontraktur (Wilkinson, 2007).
Rencana tindakan keperawatan untuk masalah resiko kerusakan
integritas kulit berhubungan dengan imobilitas fisik meliputi adapun tujuan
dan kriteria hasil, setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam
tidak terjadi luka tekan dengan kriteria hasil kondisi kulit utuh, kulit teraba
hangat, turgor kulit baik, tidak terdapat luka pada kulit, tidak ada oedema,
skore skala branden 10-12 (resiko tinggi). Dan intervensi tindakan kaji
adanya faktor yang dapat menyebabkan kerusakan kulit (ketidakmampuan
dalam bergerak) setiap 6 jam sekali dengan rasional mengetahui penyebab
terjadinya luka tekan atau kerusakan kulit, selanjutnya identifikasi sumber
penekanan dan friksi (tempat tidur) dengan rasional mengetahui penyebab
terjadinya luka tekan, observasi area beresiko terjadinya luka tekan setiap satu
hari (skala branden) dengan rasional mengetahui terjadinya resiko luka tekan,
kemudian observasi kulit pada daerah yang beresiko luka tekan (warna, suhu,
kelembaban) dengan rasional mengetahui terjadinya kerusakan kulit pada
daerah yang beresiko, pertahankan tempat tidur bersih, kering, bebas kerutan
dengan rasional mencegah terjadinya luka tekan, ubah posisi 2 jam sekali
(miring, terlentang) dengan rasional menurunkan resiko terjadinya trauma,
rencana selanjutnya lakukan massage dengan VCO pada daerah tertekan
setiap hari sekali dengan rasional menjaga kelembaban dan mencegah
72
72
terjadinya luka tekan, kolaborasi pemberian antibiotik sesuai advis dokter
dengan rasional mencegah terjadinya infeksi (Wilkinson, 2007).
D. Implementasi Keperawatan
Implementasi adalah tindakan mandiri maupun kolaborasi yang
diberikan perawat kepada pasien sesuai dengan rencana yang telah dbuat dan
kriteria hasil yang ingin dicapai (Wahit dan Suprapto, 2012).
Implementasi untuk mengatasi ketidakefektifan bersihan jalan nafas
berhubungan dengan mukus yang berlebih, pada tanggal 9 - 10 Maret 2015
yaitu mengobservasi pernafasan setiap satu jam sekali, di dapatkan hasil
terdengar suara gurgling seperti kumur-kumur, RR 25x/menit, pernafasan
cepat dan dalam, pasien mengeluarkan sputum yang banyak ± 10 cc berwarna
coklat. Pernafasan adalah upaya yang dibutuhkan untuk mengembangkan dan
membuat paru berkontraksi. Kerja pernafasan ditentukan oleh tinggkat
kompliansi paru, tahanan jalan nafas, keberadaan ekspirasi yang aktif, dan
penggunaan otot bantu pernafasan (Potter dan Perry, 2005). Mengobservasi
tanda bersihan jalan nafas adanya (sputum, benda asing), di dapatkan hasil
adanya sputum pada jalan nafas. Keefektifan penghisapan dievaluasi dengan
melihat apakah ada sputum cair (ekspektorasi sekresi), laporan tentang
sputum yang ditelan atau terdengar bunyi kerja pernafasan ditentukan oleh
tingkat yaitu tahanan jalan nafas. Tahanan jalan nafas dapat mengalami
peningkatan akibat obstruksi jalan nafas, jika tahanan meningkat, jumlah
udara yang melalui jalan nafas anatomis menurun. Maka bila jalan nafas
menagalami penyumbatan yang salah satunya disebabkan oleh produksi
sputum, maka jalan nafas harus dibebaskan dengan cara penghisapan atau
suction, sehingga dapat meningkatkan bersihan jalan nafas (Potter dan Perry,
2005).
Implementasi selanjutnya untuk diagnosa keperawatan ketidakefektifan
bersihan jalan nafas berhubungan dengan mukus yang berlebih,
menginformasikan kepada keluarga tentang prosedur yang dilakukan, di
dapatkan hasil keluarga mengatakan bersedia jika pasien akan dilakukan
73
73
tindakan, keluarga tampak bingung dan sedih. Penyampaian informasi harus
sesuai dengan situasi dan kondisi pasien, kadang-kadang terdapat perbedaan
pendapat dan persepsi anatara pemberi jasa pelaynan kesehatan. Yang
menurut pasien sangat penting, menurut dokter tidak penting. Permasalahan
kurangnya pemahaman dari pasien dikarenakan dua faktor tersebut kadang
pasien terpaksa untuk mengatakan bahwa mereka telah mengerti akan
tindakan medis yang dilakukan berisiko yang mungkin bisa timbul maupun
dengan tingkat kesembuhan yang ingin dicapai, walaupun sebenarnya
penjelasan yang telah diberikan masih belum dimengerti (Kristanti, 2014).
Implementasi selanjutnya untuk diagnosa keperawatan ketidakefektifan
bersihan jalan nafas berhubungan dengan mukus yang berlebih,
melaksanakan pemberian oksigen 5 liter/menit, di dapatkan hasil pernafasan
menjadi terbantu dan lancar. Peningkatan ekspansi paru, mobilitas sekresi dan
upaya mempertahankan jalan nafas yang paten akan membantu pasien
memenuhi kebutuhan oksigenasi, beberapa pasien juga membutuhakan terapi
oksigen untuk mempertahankan tingkat oksigenasi jaringan yang sehat (Potter
dan Perry, 2005).
Implementasi untuk mengatasi diagnosa yang kedua ketidakefektifan
perfusi jaringan otak berhubungan dengan hemoragik serebral, Pada tanggal 9
- 10 Maret 2015 yaitu mengobservasi tanda-tanda vital (tekanan darah, nadi,
suhu, RR) setiap satu jam, di dapatkan hasil tekanan darah 236/146 mmHg,
nadi 112x/menit, RR 25x/menit, suhu 36,9 0 C. Hipertensi biasanya tidak
mengalami gejala dan tanda, dengan hal tersebut mengapa sangat penting
untuk melakukan pemeriksaan tekanan darah secara rutin. Tekanan darah
tinggi akan merusak pembuluh – pembuluh darah karena tekanan yang tinggi
pada pembuluh darah, dan akan menaikan resiko serangan stroke (Darmawan,
2012).
Implementasi selanjutnya untuk diagnosa keperawatan kedua
ketidakefektifan perfusi jaringan otak berhubungan dengan hemoragik
serebral, mengobservasi status neurologis, di dapatkan hasil pasien dalam
kondisi koma dengan GCS E1V2M2 : 5 (tidak ada respon membuka mata saat
74
74
diberi rangsangan nyeri, pasien mengerang tangan ekstensi dan mengepal
ketika diberi rangsangan nyeri, pupil isokor ukuran ± 2 mm. Perubahan
tingkat kesadaran meliputi penurunan orientasi dan respon terhadap stimulus,
perubahan ukuran pupil : bilateral atau unilateral dilatasi merupakan tanda
dan gejala peningkatan TIK yang dapat menyebabkan kematian mendadak
(Padila, 2012).
Implementasi selanjutnya untuk diagnosa keperawatan kedua
ketidakefektifan perfusi jaringan otak berhubungan dengan hemoragik
serebral, mengobservasi peningkatan TIK di dapatkan hasil tekanan darah
236/ 146 mmHg, kesadaran menurun GCS E1V2M2 : 5. Pecahnya pembuluh
darah terutama hipertensi mengakibatkan darah masuk ke dalam jaringan
otak. Peningkatan TIK yang terjadi cepat dapat menagkibatkan penurunan
kesadaran dan kematian mendadak (Putri dan Wijaya, 2013). Memposisikan
kepala dengan sudut 30 0 di dapatkan hasil kepala tampak tertempel pada bed,
posisi kepala pasien tampak ditinggikan 30 0. Penatalaksanaan umum pada
peningkatan TIK adalah menjaga agar TIK tidak meningkat salah satunya
dengan cara mengatur posisi kepala lebih tinggi sekitar 30-45 0, dengan
tujuan memperbaiki aliran balik jantung (Hisam, 2013).
Implementasi selanjutnya untuk diagnosa keperawatan kedua
ketidakefektifan perfusi jaringan otak berhubungan dengan hemoragik
serebral, melaksanakan pemberian oksigen 5 liter/menit. Di dapatkan hasil
pernafasan menjadi terbantu dan lancar. Peningkatan ekspansi paru, mobilitas
sekresi dan upaya mempertahankan jalan nafas yang paten akan membantu
pasien memenuhi kebutuhan oksigenasi, beberapa pasien juga membutuhakan
terapi oksigen untuk mempertahankan tingkat oksigenasi jaringan yang sehat
(Potter dan Perry, 2005).
Implementasi selanjutnya untuk diagnosa keperawatan kedua
ketidakefektifan perfusi jaringan otak berhubungan dengan hemoragik
serebral, memberikan obat sesuai advis dokter (manitol 125 mg, furosemite
40 mg, citicoline 250 mg, antrain 1 g, kalnek 500 mg), di dapatkan hasil
tampak obat dimasukan di vena secara perlahan. Manitol berfungsi untuk
75
75
memperlancar diuresis dan ekskresi material toksik dalam urine, mengurangi
TIK, massa pada otak dan TIO yang tinggi. Furosemit berfungsi untuk udema
karena gangguan jantung, sirosis hati, gangguan ginjal, hipertensi ringan dan
sedang. Citicoline berfungsi untuk memulihkan kesadaran akibat kerusakan
obat. Antrain berfungsi untuk m eredakan nyeri pasca operasi, nyeri kolik
(ISO, 2013).
Penatalaksanaan medis pada pasien stroke yaitu trombolitik
(steptokinase), anti platelet atau anti trombolitik (asetosol, ticclopidin,
cilostazol, dipiridamol), antikoagulan (heparin), hemorrhage (pentoxyfilin),
antagonis serotinin (noftridrofurly), antagonis calsium (nomodipin,
piracetam) (Wijaya dan Putri, 2013).
Implementasi untuk mengatasi diagnosa yang ketiga hambatan
mobilitas fisik brhubungan dengan penurunan kekuatan otot, pada tanggal 9 -
10 Maret 2015 yaitu mengobservasi area yang beresiko luka tekan atau
tertekan, di dapat hasil pada sakrum, skapula, punggung kanan kemerahan,
kulit teraba hangat dan lembab. Selama periode penyembuhan luka tekan
harus dikaji untuk lokasi, tahap, ukuran, kerusakan luka, eksudat, jaringan
nekrotik, dan keberadaan atau tidak adanya jaringan granulasi maupun
epiteliasasi (Potter dan Perry, 2005).
Implementasi selanjutnya untuk diagnosa keperawatan hambatan
mobilitas fisik brhubungan dengan penurunan kekuatan otot, mengubah
posisi setiap dua jam sekali, di dapatkan hasil pasien dimiringkan ke kiri
dibantu keluarga. Pengaturan posisi diberikan untuk mengurangi tekanan dan
gaya gesek pada kulit. Pasien yang mengalami imobilitas harus di ubah posisi
setiap 2 jam sekali sesuai tingkat aktivitas, kemampuan dan ritunitas,
melakukan ubah posisi harus menggunakan alat bantu untuk menghindari
daerah tonjolan (Potter dan Perry, 2005). Menempatkan bantal di aksila, di
dapatkan hasil tampak bantal di aksila sebelah kanan. Mengatur posisi miring
30 derajat pada pasien guna mencegah luka tekan, pasien di tempatkan
ditengah bed dengan menggunakan bantal guna menyangga kepala dan leher,
76
76
selanjutnya tempatkan bantal antara sudut bokong dan matras, dan tempatkan
memanjang diantara kedua kaki dan aksila (Huda, 2012).
Implementasi selanjutnya untuk diagnosa keperawatan hambatan
mobilitas fisik brhubungan dengan penurunan kekuatan otot, melakukan
latihan ROM (Ring Of Mation) pada semua ekstremitas, di dapatkan hasil
tangan kanan pasien dapat digerakan dengan bantuan, tangan kiri lemas, kaki
kiri dan kanan lemas dapat digerakan dengan bantuan. Penderita stroke akan
mengalami kesulitan saat berjalan karena gangguan pada kekuatan otot,
keseimbangan dan koordinasi gerak, sehingga kesulitan dalam melakukan
aktivitas sehari-hari. Latihan gerak mempercepat penyembuhan pada pasien
stroke, karena akan mempengaruhi sensasi gerak di otak (Irdawati, 2008).
Implementasi selanjutnya untuk diagnosa keperawatan hambatan
mobilitas fisik brhubungan dengan penurunan kekuatan otot, mengobservasi
mobilitas fisik pasien setiap 2 jam sekali, di dapatkan hasil aktivitas pasien
tergantung total (kode 4), kekuatan otot ekstremitas atas kanan 4, ekstremitas
atas kiri 2, ekstremitas bawah kanan 4, ekstremitas bawah kiri 2, hemiparesis
sinistra. Gejala yang muncul pada pasien stroke bervariasi tergantung bagian
otak yang terganggu, gejala yang muncul disebabkan oleh adanya gangguan
pembuluh darah karotis yaitu pada cabangnya yang menuju otak bagian
tengah (arteri serebri media), pasien akan mengalami gangguan rasa dilengan
tungkai dan dapat terjadi gangguan gerak atau kelumpuhan dari tingkat ringan
sampai kelumpuhan total pada lengan dan tungkai (hemiparesis/hemiplegi).
Bila gangguan pada cabang otak menuju otak bagian depan (arteri serebri
anterior) dapat terjadi kelumpuhan salah satu tungkai, serta bila yang
terganggu pada pembuluh darah vertebrobasilaris akan timbul kedua kaki
lemah, tak dapat berdiri (Harsono, 2008).
Implementasi untuk mengatasi diagnosa yang keempat resiko kerusakan
integritas kulit berhubungan dengan imobilitas fisik, pada tanggal 9 - 10
Maret 2015 yaitu mengobservasi area yang beresiko luka tekan atau tertekan,
di dapatkan hasil pada sakrum, skapula, punggung kanan kemerahan, kulit
teraba hangat dan lembab. Selama periode penyembuhan luka tekan harus
77
77
dikaji untuk lokasi, tahap, ukuran, kerusakan luka, eksudat, jaringan nekrotik,
dan keberadaan atau tidak adanya jaringan granulasi maupun epiteliasasi
(Potter dan Perry, 2005). Mengubah posisi setiap dua jam sekali, di dapatkan
hasil pasien dimiringkan ke kiri dibantu keluarga. Pengaturan posisi diberikan
untuk mengurangi tekanan dan gaya gesek pada kulit. Pasien yang mengalami
imobilitas harus di ubah posisi setiap 2 jam sekali sesuai tingkat aktivitas,
kemampuan dan ritunitas, melakukan ubah posisi harus menggunakan alat
bantu untuk menghindari daerah tonjolan ( Potter dan Perry, 2005).
Implementasi selanjutnya untuk diagnosa keperawatan resiko kerusakan
integritas kulit berhubungan dengan imobilitas fisik, mempertahankan tempat
tidur bersih, kering, bebas kerutan, di dapatkan hasil tempat tidur tampak
bersih, terpasang perlak dan sprei yang kering. Tahap pertama pencegahan
luka tekan adalah mengkaji faktor-faktor resiko pasien. Kemudian perawat
mengurangi faktor-faktor lingkungan yang mempercepat terjadinya luka
tekan, suhu ruangan yang panas, kelembaban atau linen tempat tidur yang
berkerut atau kotor (Potter dan Perry, 2005). Melakukan massage dengan
VCO sehari sekali, di dapatkan hasil menyemprotkan VCO pada sakrum,
skapula, dan punggung kanan, meratakan dengan tangan kemudian
melakukan massage dengan lembut, membersihkan dengan handuk bekas
minyak, kulit teraba lembab dan hangat. Massage pada daerah beresiko luka
tekan dapat memperlancar sirkulasi peredaran darah, getah bening, atau
cairan limfe, membantu memperbaiki metabolisme, menyempurnakan proses
pembuangan sisa pembakaran, membantu penyerapan, relaksasi dan
menurunkan nyeri (Bambang, 2011). Dalam massage diperlukan lotion
sebagai pelumas atau pelembab kulit, dan VCO bersifat melembutkan kulit,
meningkatkan hidrasi kulit, memepercepat penyembuhan luka pada kulit
(Amin, 2009).
Implementasi selanjutnya untuk diagnosa keperawatan resiko kerusakan
integritas kulit berhubungan dengan imobilitas fisik, mengobservasi area
yang beresiko terjadinya luka tekan (skala branden) di dapatkan hasil skore
skala branden 9 (beresiko sangat tinggi). Skala branden dikembangakan
78
78
berdasarkan faktor resiko, terdiri dari 6 subkala : persepsi sensori,
kelembaban, aktivitas, mobilitas, nutrisi, friksi dan gerakan. Nilai total berada
pada rentan dari 6 sampa 23. Kriteria atau nilai skala branden, < 18 (tidak
berisiko), 15 – 18 (risiko ringan), 13 – 14 (risiko sedang), 10 -12 (risiko
tinggi), <9 (risiko sangat tinggi) (Potter & Perry, 2005)
Skore skala branden :
Faktor Deskriptif Hari
1 2 3 4 5 6 7
Persepsi
Sensori
Kemampuan
untuk
merespon
secara tepat
terhadap rasa
tidak nyaman
yang
berhubungan
dengan
tekanan
5. Keterbatasan Penuh
Tidak ada respon (tidak
mengerang, menyentak
atau menggenggam)
terhadap rangsangan
nyeri karena menurunnya
kemampuan untuk
merasakan nyeri yang
sebagian besar pada
permukaan tubuh
6. Sangat terbatas
Hanya dapat merespon
terhadap rangsangan
nyeri. Namun tidak dapat
menyampaikan rasa tidak
nyaman kecuali dengan
mengerang atau sikap
gelisah atau mempunyai
gangguan sensori yang
menyebabkan terbatasnya
kemampuan untuk
merasakan nyeri atau
˅
˅
79
79
tidak nyaman pada lebih
dari ½ bagian tubuh
7. Keterbatasan ringan
Dapat merespon
panggilan tetapi tidak
selalu dapat
menyampaikan respon
rasa tidak nyaman atau
keinginan untuk merubah
posisi badan. Memiliki
beberapa gangguan
sensori yang
membatasinya untuk
dapat merasakan nyeri
atau tidak nyaman pada
satu atau kedua
ekstremitas
8. Tidak ada gangguan
Dapat merespon
panggilan. Tidak
memiliki penurunan
sensori sehinggadapat
menyatakan rasa nyeri
atau rasa tidak nyaman.
Kelembaban
Tingkat
keadaan
dimana kulit
menjadi
lembab
5. Selalu Lembab
Kulit selalu dalam
keadaan lembab oleh
keringat, urine dan
lainnya, keadaan lembab
dapat dilihat pada setiap
kali pasien digerakkan
80
80
atau dibalik
6. Umumnya Lembab
Kulit sering terlihat
lembab akan tetapi tidak
selalu. Pakaian pasien dan
atau alas tempat tidur
harus diganti sedikitnya
satu kali setiap pergantian
dinas.
7. Kadang - Kadang
Lembab
Kulit kadang - kadang
lembab. Penggantian
pakaian pasien dan atau
alas tempat tidur selain
jadual rutin, perlu diganti
minimal satu kali sehari.
8. Jarang Lembab
Kulit biasanya dalam
keadaan kering, pakain
pasien dan atau alas
tempat tidur diganti
sesuai dengan jadual rutin
penggantian.
˅
˅
81
81
Aktivitas
Tingkat
aktivitas
2. Total di tempat tidur
Hanya berbaring di
tempat tidur
3. Dapat duduk
Kemampuan untuk
berjalan sangat terbatas
atau tidak bias sama
sekali dan tidak mampu
menahan berat badan atau
harus dibantu untuk
kembali ke kursi atau
kursi roda
4. Berjalan kadang -
kadang
Selama siang hari
kadang-kadang dapat
berjalan, tetapi jaraknya
sangat dekat saja, dengan
atau tanpa bantuan.
˅ ˅
Mobilitas
Kemampuan
untuk merubah
dan mengatur
posisi bada.
2. Tidak dapat bergerak
sama sekali
Tidak dapat merubah
posisi badan atau
ekstrimitas bahkan posisi
yang ringan sekalipun
tanpa adanya bantuan.
3. Sangat terbatas
Kadang-kadang merubah
˅ ˅
82
82
posisi badan atau
ekstremitas, akan tetapi
tidak dapat merubah
posisi sesering mungkin
atau bergerak secara
efektif ( merubah posisi
badan terhadap tekanan
)secara mandiri.
4. Tidak ada masalah
Bergerak secara mandiri
baik dikursi maupun
diatas tempat tidur dan
memiliki kekuatan otot
yang cukup untuk
menjaga posisi badan
sepenuhnya selama
bergerak. Dapat mengatur
posisi yang baik ditempat
tidur ataupun dikursi
kapan saja.
5. Tanpa keterbatasan
Dapat merubah posisi
badan secara tepat dan
sering mengatur posisi
badan tanpa adanya
bantuan.
Nutrisi
Pola kebiasaan
makan
2. Sangat buruk
Tidak pernah
menghabiskan makan.
Jarang makan lebih 1/3
dari makanan
83
83
yangendapatkandiberikan.
Makan mengandung
protein sebanyak 2 porsi
atau kurang setiap
harinya. Kurang
mengkonsumsi cairan.
Tidak mengkonsumsi
cairan suplemen. Atau
pasien dipuaskan, dan
atau mengkonsumsi
makanan cairan atau
mendapatkan cairan infus
melalui intravena lebih
dari 5 hari.
3. Kurang mencukupi
Jarang sekali
menghabiskan makanan
dan biasanya hanya
menghabiskan kira-kira ½
dari makanan yang
diberikan. Pemasukan
makanan yang
mengandung protein
hanya 3 porsi setiap
harinya. Kadang-kadang
mengkonsumsi makanan
suplemen. Atau
mendapatkan makanan
cairan atau selang NGT
˅
˅
84
84
dengan jumlah kurang
dari kebutuhan optimum
perhari.
5. Mencukupi
Satu hari makan tiga kali.
Setiap makan
mengandungproteinsetiap
harinya. Kadang menolak
untuk makan tapi
biasanya mengkonsumsi
makanan suplemen bila
diberikan. Atau
mendapatkan cairan infus
berkalori tinggi yang
dapat memenuhi
kebutuhan nutrisi.
6. Sangat Baik
Mengabiskan setiap
makanan yang diberikan.
Tidak pernah menolak.
Biasanya mengkonsumsi
4 porsi atau lebih menu
protein. Kadang
mengemail. Tidak
memerlukan makanan
suplemen.
Pergeseran
dan
pergerakan
4. Bermasalah
Memerlukan bantuan
sedang sampai maksimal
untuk bergerak. Tidak
mungkin memindahkan
˅ ˅
85
85
badan tanpa bergesekan
dengan alas tempat tidur.
Sering merosot kebawah
diatas tempat tidur atau
kursi dan sering kali
memerlukan bantuan yang
maksimal untuk
pengambilan posisi
semula. Kekakuan pada
otot, kontraktur atau
gelisah yang sering
menimbulkan terjadinya
gesekan yang terus
menerus.
5. Potensial bermasalah
Bergerak lemah atau
memerlukan bantuan
minimal. Selama bergerak
kulit kemungkinan
bergesekan dengan alas
tempat tidur, kursi, sabuk
pengekangan atau alat
bantu lain. Hamper selalu
mampu menjaga badan
dengan cukup baik dikursi
ataupun di tempat tidur,
namun kadang - kadang
merosot kebawah.
6. Keterbatasan ringan
Sering merubah posisi
badan atau ekstremitas
86
86
secara mandiri meskipun
hanya dengan gerakan
ringan.
Jumlah 9 9
E. Evaluasi
Evaluasi adalah catatan mengengenai perkembangan pasien yang
dibandingkan dengan krtiteria hasil yang telah ditentukan sebelumnya,
dengan menggunakan metode SOAP (Subyektif, Obyektif, Analisa, Planning)
(Wahit dan Suprapto, 2012).
Menurut Brunner & Suddart (2004), evaluasi hasil pada diagnosa
ketidakefektifan bersihan jalan nafas efektif ditunjukan dengan tingkat
pernafasan normal, menunjukan tidak ada lagi penumpukan sekret di saluran
pernafasan.
Setelah dilakukan tindakan keperawatan pada tanggal 9 – 10 Maret
2015 masalah ketidakefektifan bersihan jalan nafas jalan teratasi sebagian di
dapatkan data terdengar suara gurgling seperti kumur-kumur, RR : 24x/menit,
pernafasan cepat dan dalam, pasien mengeluarkan sputum yang banyak ± 10
cc berwarna coklat, terpasang oksigen 5 liter/menit. Planning : intervensi
dilanjutkan. Observasi pernafasan setiap satu jam sekali (bunyi nafas,
frekuensi, produksi sputum), lakukan penghisapan sputum (suction) setiap
satu jam, laksanakan pemberian oksigen 5 liter/menit.
Hasil evaluasi dari diagnosa keperawatan ketidakefektifan bersihan
jalan nafas berhubungan dengan mukus tidak sesuai dengan teori diatas
karena data yang di dapatkan belum sesuai dengan kriteria hasil yaitu
terdengar suara nafas normal (vesikuler), RR batas normal (16-24) x/menit,
pasien tidak gelisah, produksi sputum berkurang, irama pernafasan normal.
Menurut Brunner & Suddart (2004), evaluasi hasil dari diagnosa
keperawatan ketidakefektifan perfusi jaringan otak berhubungan dengan
87
87
hemoragi serebral, Ketidakefektifan perfusi jaringan otak teratasi ditunjukan
dengan tidak adanya indikator fisiologis (misalnya tanda-tanda vital normal,
tingkat pernafasan normal), menunjukan status neurologis baik (kesadaran
dan reaksi pupil normal).
Setelah dilakukan tindakan keperawatan masalah ketidakefektifan
perfusi jaringan otak tidak teratasi di dapatkan data pasien kondisi koma
dengan nilai GCS E1V2M2 : 5 (tidak ada respon membuka mata saat diberi
rangsangan nyeri, pasien mengerang, tangan kanan mengepal ketika diberi
rangsangan nyeri), tekanan darah 230/140 mmHg, nadi 100x/menit, RR
24x/menit, suhu 36,90 c, hemiparesis sinistra. Planning : intervensi
dilanjutkan observasi tanda-tanda vital (tekanan darah, nadi, RR, suhu,
observasi status neurologis (kesadaran dan pupil) setiap satu jam, observasi
peningkatan TIK (tekanan darah meningkat, penurunan kesadaran, berikan
posisi kepala dengan sudut 30 0, berikan oksigen masker kanul 5 liter/menit,
laksanakan pemberian obat manitol 125 mg, furosemit 40 mg, citicoline 250
mg, antrain 1 g, kalnek 500 mg sesuai advis dokter.
Hasil evaluasi ketidakefektifan perfusi jaringan otak tidak sesuai
dengan teori di atas karena data yang di dapatkan belum sesuai dengan
kriteria hasil yaitu tekanan darah dalam batas normal (tekanan sistolik 100-
140 mmHg, tekanan diastolik < 85 mmHg), tidak ada tanda-tanda
peningkatan TIK (tekanan darah naik, penurunan kesadaran), tidak ada
hipotensi ortostatik.
Setelah dilakukan tindakan keperawatan masalah hambatan mobilitas
fisik tidak teratasi di dapatkan data aktivitas pasien tergantung total dengan
kode 4, kekuatan otot ekstremitas atas kanan 4, ekstremitas atas kiri 2,
ekstremitas bawah kanan 4, ekstremitas bawah kiri 2, hemiparesis sinistra.
Planning : intervensi dilanjutkan observasi mobilitas fisik pasien setiap 2
jam sekali, observasi daerah tertekan (warna, edema, tanda-tanda lain), ubah
posisi setiap 2 jam sekali, lakukan latihan ROM pada semua ekstremitas.
Hasil evaluasi diagnosa keperawatan mobilitas fisik berhubungan
dengan penurunan kekuatan otot menurut teori yaitu hambatan mobilitas fisik
88
88
teratasi dengan ditunjukan dengan mengangkat lengan dan tangan sesuai
kemampuan, mencapai keseimbangan normal, neuromuskuler normal
(Brunner & Suddart, 2004).
Hasil evaluasi dari diagnosa keperawatan hambatan mobilitas fisik
tidak sesuai dengan teori karena data yang diperoleh belum sesuai dengan
kriteria hasil yaitu aktivitas pasien dapat terpenuhi (dibantu orang lain dan
alat), kekuatan otot tubuh bagian kiri dapat meningkat dari pergerakan aktif
bagian tubuh dengan mengeliminasi gravitasi menjadi pergerkan aktif hanya
melawan gravitasi dan tidak melawan tahanan, mempertahankan posisi
optimal.
Setelah dilakukan tindakan keperawatan masalah resiko kerusakan
integritas kulit teratasi sebagian di dapatkan data kulit pada sakrum, skapula,
punggung kanan tampak kemerahan, kulit teraba hangat dan keras, skore
skala branden 9. Planning : intervensi dilanjutkan observasi area yang
beresiko terjadinya luka tekan (skala branden), observasi kulit pada daerah
yang beresiko luka tekan (warna, suhu, kelembaban, ubah posisi setiap 2 jam
sekali, lakukan massage dengan VCO 1 hari sekali.
Menurut Menurut Brunner & Suddart (2004), evaluasi hasil dari
diagnosa keperawatan resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan
imobilitas fisik, kerusakan integritas kulit teratasi ditunjukan dengan
mempertahankan kulit utuh tanpa kerusakan, menunjukan turgor kulit yang
normal, berpartisipasi dalam kegiatan perubahan posisi.
Hasil evaluasi dari diagnosa keperawatan resiko kerusakan integritas
kulit belum sesuai dengan teori karena data yang di dapatkan sebagian belum
sesuai dengan kriteria hasil yaitu kondisi kulit utuh, kulit teraba hangat,
turgor kulit baik, tidak terdapat luka pada kulit, tidak ada oedema, skore skala
branden 10-12 (resiko tinggi).
Menurut Dewandono (2014), dalam penelitian yang dilakukan selama
satu bulan pada pasien yang mengalami luka tekan derajat II mengalami
perkembangan dan penyembuhan luka setelah dilakukan massage dengan
89
89
virgin coconut oil (VCO). Sedangkan manfaat VCO adalah sebagai pelumas
saat massage, pelembab kulit agar tidak kering dan sebagai anti mikroba.
Penulis mengaplikasikan jurnal keperawatan pemberian massage
dengan Virgin Coconut Oil (VCO) untuk pencegahan luka tekan pada Ny. Sp
dengan Asuhan Keperawatan Stroke Hemoragik, dengan massage Virgin
Coconut Oil (VCO). Massage ini efektif untuk dilakukan pada pasien stroke
yang mengalami kelumpuhan atau bedres.
90
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Setelah penulis melakukan pengkajian, penentuan diagnosa, perencanaan,
implementasi dan evaluasi tentang Asuhan keperawatan Ny. Sp dengan
Stroke Hemoragik di Ruang ICU Bed 1 RSUD Karanganyar dengan
mengaplikasikan hasil pemberian Massage Virgin Coconut Oil (VCO)
terhadap pencegahan luka tekan, maka dapat ditarik kesimpulan :
1. Pengkajian
Pada pengkajian Ny. Sp didapatkan data yang bermasalahan yaitu
keluhan utama keluhan utama, pasien dalam kondisi coma dengan
Glosgow coma scale 5 (tidak ada respon membuka mata saat diberi
rangsangan nyeri, pasien mengerang, tangan ekstensi, dan mengepal
ketika diberi rangsangan nyeri). Pada pengkajian pola primer airway,
adanya benda asing pada jalan nafas yaitu sekret berwarna coklat ± 10 cc
yang tertahan, terdengar suara gurgling seperti kumur-kumur, terpasang
mayo atau gudel.
Pada pola pengkajian primer breating pasien tampak sesak nafas,
respirasi 25x/ menit, menggunakan otot bantu nafas, adanya nafas cuping
hidung, Spo2 95x/menit, diberikan terapi oksigen masker kanul 5
liter/menit. Pengkajian circulasion nadi 112x/menit, tekanan darah
236/146 mmHg, suhu 38,9 0 C , nadi kuat, capilary refile < 2 detik, warna
kulit pucat, teraba hangat.
Pengkajian pola primer di disability pasien dalam kondisi koma
dengan GCS E1V2M2 5 (tidak ada respon membuka mata saat diberi
rangsangaan nyeri, pasien mengerang, tangan ekstensi dan mengepal
ketika diberi rangsangan nyeri), pupil isokor, berdiameter ± 2mm.
Pengkajian exposure pada wajah, dada, kedua tangan dan kedua kaki
tidak terdapat luka, pada punggung kanan, skapula, sakrum tampak
kemerahaan.
91
Pada pemeriksaan fisik paru-paru dengan teknik inspeksi (melihat),
palpasi (meraba), perkusi (mengetuk), auskultasi (mendengar),
menunjukan ekspansi dada kanan dan kiri sama, pernafasan cepat dan
dalam, menggunakan otot bantu pernafasan, vokal fremitus kanan dan
kiri sama, suara sonor, terdengar suara ronki basah.
Pengkajian pola aktifitas dan latihan pasien didapatkan hasil
kemampuan perawatan diri makam atau minum, toeliting, berpakaian,
mobilitas ditempat tidur, berpindah, ambulasi atau ROM tergantung total
dengan kode 4.
Pola pemeriksaan fisik kekuatan otot ekstremitas atas kanan 4,
ekstremitas atas kiri 2, ekstremitas bawah kanan 4, ekstremitas bawah
kiri 2, hemiparesis sinistra.
2. Diagnosa keperawatan
Berdasarkan perumusan diagnosa keperawatan yang ditemukan
pada kasus Ny. Sp adalah pertama ketidakefektifan bersihan jalan nafas
berhubungan dengan mukus yang berlebih, kedua yaitu ketidakefektifan
perfusi jaringan otak berhubungan dengan hemoragik serebral, ketiga
yaitu hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kekuatan
otot, keempat yaitu resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan
imobilitas fisik.
Diagnosa keperawatan ketidakefektifan bersihan jalan nafas
berhubungan dengan mukus yang berlebih di dapatkan data subyektif
tidak terkaji. Data obyektif di dapatkan hasil terdengar suara gurgling
seperti kumur-kumur, RR : 25x/menit, pernafasan cepat dan dalam,
pasien koma GCS E1V2M2 : 5, pasien mengeluarkan sputum yang
banyak ± 10 cc berwarna coklat, terpasang oksigen 5 liter/menit.
Diagnosa keperawatan ketidakefektifan perfusi jaringan otak
berhubungan dengan hemoragik serebral di dapatkan data subyektif tidak
terkaji. Data obyektif di dapatkan hasil pasien kondisi koma dengan nilai
92
GCS E1V2M2 : 5 (tidak ada respon membuka mata saat diberi
rangsangan nyeri, pasien mengerang,tangan kanan mengepal ketika
diberi rangsangan nyeri), tekanan darah 236/146 mmHg, nadi
112x/menit, RR 25x/menit, suhu 36,9 0 C, hemiparesis sinistra.
Diagnosa keperawatan hambatan mobilitas fisik berhubungan
dengan penurunan otot di dapatkan data subyektif keluarga mengatakan
sebelum sakit pasien dapat beraktivitas dengan baik dan tidak ada
gangguan pergerakan dan saat ini anggota tubuh pasien sebelah kiri susah
digerakan. Data obyektif di dapatkan hasil aktivitas pasien tergantung
total (kode 4), kekuatan otot ekstremitas atas kanan 4, ekstremitas atas
kiri 2, ekstremitas bawah kanan 4, ekstremitas bawah kiri 2, hemiparesis
sinistra.
Diagnosa keperawatan resiko kerusakan integritas kulit
berhubungan dengan imobilitas fisik di dapatkan data subyektif tidak
terkaji. Data obyektif di dapatkan hasil kulit pada sakrum, skapula,
punggung kanan tampak kemerahan, kulit teraba hangat dan keras, skore
skala branden 9, pasien tampak berbaring di tempat tidur selama 3 hari,
posisi tidak dirubah.
3. Intervensi keperawatan
Penulis melakukan intervensi keperawatan berdasarkan ONEC
(Observasi, Nursing, Education, Colaboration) pada Ny. Sp dengan
stroke hemoragik yaitu ketidakefektifan bersihan jalan nafas
berhubungan dengan mukus yang berlebih. Dengan intervensi observasi
pernafasan setiap satu jam sekali (bunyi nafas, frekuensi, produksi
sputum), observasi tanda bersihan jalan nafas adanya (sputum, benda
asing), berikan posisi yang nyaman (peninggian tempat tidur atau semi
fowler), lakukan penghisapan lendir (suction) setiap satu jam sekali,
informasikan kepada keluarga tentang prosedur yang dilakukan,
laksanakan terapi dokter pemberian oksigen 5 liter/menit.
Untuk intrvensi diagnosa yang kedua yaitu ketakefektifan perfusi
jaringan otak berhubungan dengan hemoragik serebral rencana tindakan
93
yang akan dilakukan adalah observasi tanda-tanda vital (tekanan darah,
nadi, RR, suhu) setiap satu jam, observasi status neurologis (kesadaran
dan pupil) setiap satu jam dengan, observasi peningkatan TIK (tekanan
darah meningkat, penurunan kesadaran (GCS), berikan posisi kepala
dengan sudut 300, berikan oksigen 5 liter/menit, lakukan pemberian obat
manitol 125 mg, furosemit 40 mg, citicoline 250 mg, antrain 1 g, kalnek
500 mg sesuai advis dokter.
Untuk intervensi diagnosa yang ketiga adalah hambatan mobilitas
fisik berhubungan dengan penurunan kekuatan otot rencana tindakan
yang dilakukan adalah observasi mobilitas fisik pasien setiap 2 jam
sekali, observasi daerah yang tertekan (warna, edema, tanda-tanda lain),
ubah posisi setiap 2 jam (terlentang, miring), tempatkan bantal dibawah
aksila untuk melakukan abduksi pada tangan lakukan latihan gerak ROM
(Ring Of Mation) pada semua ekstremitas.
Untuk intervensi diagnosa yang ketiga adalah resiko kerusakan
integritas kulit berhubungan dengan imobilitas fisik adalah kaji adanya
faktor yang dapat menyebabkan kerusakan kulit (ketidakmampuan dalam
bergerak ) setiap 6 jam sekali, identifikasi sumber penekanan dan friksi
(tempat tidur), observasi area beresiko terjadinya luka tekan setiap satu
hari (skala branden), observasi kulit pada daerah yang beresiko luka
tekan (warna, suhu, kelembaban), pertahankan tempat tidur bersih,
kering, bebas kerutan), ubah posisi 2 jam sekali(miring, terlentang),
lakukan massage dengan VCO setiap hari sekali, kolaborasi pemberian
antibiotik sesuai advis dokter.
4. Implementasi keperawatan
Implementasi yang akan dilakukan oleh penulis untuk mengatasi
ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan mukus yang
berlebih pada tanggal 9 -10 Maret 2015 yaitu mengobservasi pernafasan
setiap satu jam sekali, mengobservasi tanda bersihan jalan nafas adanya
(sputum, benda asing), melakukan penghisapan sputum (suction) setiap
94
satu jam, menginformasikan kepada keluarga tentang prosedur yang
dilakukan, melaksanakan pemberian oksigen 5 liter/menit.
Implementasi yang akan dilaakukan oleh penulis untuk mengatasi
ketidakefektifan perfusi jaringan otak berhubungan dengan hemoragik
serebral pada tanggal 9-10 Maret 2015 yaitu mengobservasi tanda-tanda
vital (tekanan darah, nadi, suhu, RR) setiap satu jam, mengobservasi
status neurologis, mengobservasi peningkatan TIK, memposisikan kepala
dengan sudut 30 0, melaksanakan pemberian oksigen 5 liter/menit,
memberikan obat sesuai advis dokter (manitol 125 mg, furosemite 40
mg, citicoline 250 mg, antrain 1 g, kalnek 500 mg).
Implementasi yang akan dilakukan penulis untuk mengatasi
hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kekuatan otot
pada tanggal 9-10 Maret 2015 yaitu mengobservasi area yang beresiko
luka tekan atau tertekan, mengubah posisi setiap dua jam sekali,
menempatkan bantal di aksila, melakukan latihan ROM (Ring Of Mation)
pada semua ekstremitas, mengobservasi mobilitas fisik pasien setiap 2
jam sekali.
Implementasi yang akan dilakukan penulis untuk mengatasi resiko
kerusakan integritas kulit berhubungan dengan imobilitas fisik pada
tnggal 9-10 Maret 2015 yaitu mengobservasi area yang beresiko luka
tekan atau tertekan, mengubah posisi setiap dua jam sekali,
mempertahankan tempat tidur bersih, kering, bebas kerutan, tindakan
melakukan massage dengan VCO sehari sekali, mengobservasi area yang
beresiko terjadinya luka tekan (skala branden).
5. Evaluasi
Berdasarkan implementasi yang telah dilakukan penulis
memperoleh hasil evaluasi keperawatan yang dilakukan dengan metode
SOAP (Subyektif, Obyektif, Analisa, Planing) di dapatkan hasil :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan pada tanggal 9 – 10 Maret
2015 masalah ketidakefektifan bersihan jalan nafas jalan teratasi
sebagian di dapatkan data terdengar suara gurgling seperti kumur-kumur,
95
RR : 24x/menit, pernafasan cepat dan dalam, pasien mengeluarkan
sputum yang banyak ± 10 cc berwarna coklat, terpasang oksigen 5
liter/menit. Planning : intervensi dilanjutkan Observasi pernafasan setiap
satu jam sekali (bunyi nafas, frekuensi, produksi sputum), lakukan
penghisapan sputum (suction) setiap satu jam , laksanakan pemberian
oksigen 5 liter/menit.
Setelah dilakukan tindakan keperawatan masalah ketidakefektifan
perfusi jaringan otak tidak teratasi di dapatkan data pasien kondisi koma
dengan nilai GCS E1V2M2 : 5 (tidak ada respon membuka mata saat
diberi rangsangan nyeri, pasien mengerang, tangan kanan mengepal
ketika diberi rangsangan nyeri), tekanan darah 230/140 mmHg, nadi
100x/menit, RR 24x/menit, suhu 36,9 0 C, hemiparesis sinistra. Planning
: intervensi dilanjutkan observasi tanda-tanda vital (tekanan darah, nadi,
RR, suhu, observasi status neurologis (kesadaran dan pupil) setiap satu
jam, observasi peningkatan TIK (tekanan darah meningkat, penurunan
kesadaran, berikan posisi kepala dengan sudut 30 0, berikan oksigen
masker kanul 5 liter/menit, laksanakan pemberian obat manitol 125 mg,
furosemit 40 mg, citicoline 250 mg, antrain 1 g, kalnek 500 mg sesuai
advis dokter.
Setelah dilakukan tindakan keperawatan masalah hambatan
mobilitas fisik tidak teratasi di dapatkan data aktivitas pasien tergantung
total dengan kode 4, kekuatan otot ekstremitas atas kanan 4, ekstremitas
atas kiri 2, ekstremitas bawah kanan 4, ekstremitas bawah kiri 2,
hemiparesis sinistra. Planning : intervensi dilanjutkan observasi
mobilitas fisik pasien setiap 2 jam sekali, observasi daerah tertekan
(warna, edema, tanda-tanda lain), ubah posisi setiap 2 jam sekali,
lakukan latihan ROM pada semua ekstremitas.
Setelah dilakukan tindakan keperawatan masalah resiko kerusakan
integritas kulit teratasi sebagian di dapatkan data kulit pada sakrum,
skapula, punggung kanan tampak kemerahan, kulit teraba hangat dan
keras, skore skala branden 9. Planning : intervensi dilanjutkan observasi
96
area yang beresiko terjadinya luka tekan (skala branden), observasi kulit
pada daerah yang beresiko luka tekan (warna, suhu, kelembaban, ubah
posisi setiap 2 jam sekali, lakukan massage dengan VCO 1 hari sekali.
6. Analisa pemberian Massage Virgin Coconut Oil
Hasil pemberian massage Virgin Coconut Oil terhadap Ny. Sp
dengan Stroke Hemoragik terbukti efektif dalam upaya mencegah
terjadinya luka tekan terbukti dengan kemerahan pada punggung kanan,
sakrum dan skapula tidak menyebar kebagian tubuh lain. Hal ini sesuai
dengan hasil penelitian oleh Handayani (2011) dalam jurnal yang
menerangkan bahwa Massage Virgin Coconut Oil mampu mencegah
terjadinya luka tekan pada pasien yang beresiko mengalami luka tekan.
B. Saran
Setelah penulis melakukan Asuhan keperawatan pada pasien yang
mengalami Stroke Hemoragik penulis memberikan masukan yang positif
terutama dalam bidang kesehatan antara lain :
1. Bagi pasien dan keluarga
Diharapkan pasien dan keluarga dapat melakukan tindakan massage
Virgin Coconut Oil dirumah untuk mencegak terjadinya luka tekan pada
daerah yang beresiko terjadinya luka tekan.
2. Bagi Rumah Sakit
Diharapkan Rumah Sakit dapat memberikan pelayanan kesehatan dan
menjalin hubungan dan kerja sama yang baik antar tim kesehatan
maupun dengan pasien sehingga dapat meningkatkan pemberian Asuhan
Keperawatan yang optimal pada umumnya yaitu dengan melakukan
massage dengan Virgin Coconut Oil pada pasien Stroke yang beresiko
mengalami luka tekan.
3. Bagi Tenaga Kesehatan Khususnya Perawat
Diharapkan perawat mempunyai tanggung jawab dan ketrampilan yang
baik dalam memberikan Asuhan Keperawatan pada pasien yang
97
mengalami Stroke, sehingga perawat mampu melakukan massage dengan
Virgin Coconut Oil untuk mencegah terjadinya luka tekan pada pasien
yang beresiko terjadinya luka tekan.
4. Bagi Institusi Pendidikan
Diharapkan Institusi dapat meningkatkan mutu pendidikan yang lebih
berkualitas sehingga menghsilkan perawat yang profesional dan
berketrampilan baik, serta mampu memberikan Asuhan Keperawatan
yang baik berdsarkan ilmu dan kode etik keperawatan.
5. Bagi penulis
Setelah melakukan tindakan keperawatan pada pasien yang mengalami
Stroke Hemoragik diharapkan penulis dapat lebih mengetahui dan
menambah pengalaman, wawasan tentang pencegahan luka tekan pada
pasien yang beresiko mengalami luka tekan.
DAFTAR PUSTAKA
Ardiansyah M. 2012. Medikal Bedah. Penerbit Diva Pres. Yogyakarta.
Ariani TA. 2012. Sistem Neurobehaviour. Penerbit Salemba Medika. Jakarta.
Bambang W. Dkk. Sport Massage : Teori dan Praktek. Penerbit Yuma Pustaka.
Surakarta.
Brunner & Suddart. 2004. Manajemen Of Patients With Cerebrovascular
Disoerders. Edisi 8. Vol. 3. Penerbit EGC. Jakarta.
Brunnet & Suddart. 2013. Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8. Vol 3. Penerbit
EGC. Jakarta.
Darmawan. 2012. Waspadai Gejala Penyakit Mematikan. Oryza. Yogyakarta.
Dewandono ID. 2014. “Pemanfaatan VCO (Virgin Coconut Oil) Dengan Teknik
Massage Dalam Penyembuhan Luka Dekubitus Derajat II Pada Lansia”.
Dinas Kesehatan Jawa Tengah. 2008. Profil Kesehatan-Dinkes Jateng. Diakses
dari http://www.dinkesjatengprov.go.id. Diakses tanggal 09 Maret 2015.
Farida I dan Amalia N. 2009. Mengantisipasi Stroke : Petunjuk mudah, Lengkap,
dan Praktis Sehari-hari. Penerbit Bukubiru. Yogyakarta.
Handayani RS. 2010. “Efektifitas Penggunaan Virgin Coconut Oil (VCO) Dengan
Massage Untuk Pencegahan Luka Tekan Grade I Pada Pasien Yang
Beresiko Mengalami Luka Tekan Di RSUD Dr. Hj. Abdoel Moeloek
Provinsi Lampung”. Tesis Program Magister Keperawatan Universitas
Indonesia. Depok.
Huda N. 2012. “Pengaruh Posisi Miring untuk Mengurangi Luka Tekan pada
Pasien dengan Gangguan Persarafan”.
Harsono. 2008. “Pengaruh Mobilitas Dini pada Pasien Stroke Infark terhadap
Peningkatan Pemulihan Fungsional”.
Heather HT. 2012. Diagnosa Keperawatan : Definisi dan Klasifikasi 2012-2014.
penerbit EGC. Jakarta.
Hisam Y dkk. 2013. “penatalaksanaan peningkatan tekanan intra kranial (TIK)
Pada Operasi Craniotomi Evakuasi Hematom yang Disebabkan oleh
Hematomi Intra Cerebral”
Irfan M. 2012. Fisioterapi Bagi Insan Stroke. Edisi I. Penerbit Graha Ilmu.
Yogyakarta.
Irdawati. 2013. “Pengaruh latihan Range of Mation (ROM) Terhadap Kekuatan
Otot pada Pasien Stroke di Irina F Neurologi BLU RSUP PROF. DR. D.
Kandoumanado”
JMS. 2013. Jakarta Medical Service 119 Training Division. Penerbit JMS.
Jakarta.
Kristiani EV. 2010. “Batuk Efektif Dalam Pengeluaran Dahak pada Pasien
dengan Ketidakefektifan Bersihan Jalan Nafas Di Instalasi Rehabilitasi
Medik Di Rumah Sakit Baptis Kediri”.
Kristanti YM. Dkk. 2014 “Pelaksanaan Persetujuan Tindakan Medis antara
Dokter dengan Pasien Peserta Jaminan Kesehatan Masyarakat
(JAMKESMAS) di Rumah Sakit Umum Daerah Pandan Aran Kabupaten
Boyolali”.
Margareta TH. dan Rendy M. 2012. Asuhan Keperawatan Medikal Bedah
Penyakit Dalam. Nuha Medika. Yogyakarta.
Marison MJ. 2003. Manajemen Luka. Penerbit. EGC. Jakarta.
Muttaqin A. 2008. Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem
Pernafasa. Salemba Medika. Jakarta.
Potter dan Perry. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan : Konsep, Proses,
dan praktik. vol. 2. Ed. 4. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.
Padila. 2012. Keperawtan Medikal Bedah. penerbit Nuha Medika. Yogyakarta.
Pudiastuti RD. 2011. Penyakit Pemicu Stroke. Penerbit Nuha Medika. Jogyakarta.
Simanjuntak CM.. 2013. “Pengaruh Merubah Posisi dan Massase Kulit Pada
Pasien Stroke Terhadap Terjadinya Luka Dekubitus Di Zaal F RSU
HKBP Balige”.
Sirait, M. Dkk. 2013. ISO (Informasi Spesialite Obat). Indonesia. Vol. 47. ISSN
854-4492.penerbit ISFI. Jakarta Barat.
Suradi. 2004. Perawatan Luka. Edisi. I. Penerbit Pustaka Nasional RI. Jakarta.
Sutrisno A 2007. STROKE You Must Know Before You Get It. Penerbit PT.
Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Utami P. 2009. “Gambaran Pelaksanaan Tindakan Oral Hygine Pada Pasien
Stroke Di RSUD Massenrempulu Kabupaten Enrekang”.
Wahid Abd. dan I. Suprapto. 2012. Dokumentasi Proses Keperawatan. Penerbit
Nuha Medika. Yogyakarta.
Walid S dan N. Rohmah. 2012. Proses Keperawatan : Teori dan Aplikas. Penerbit
Ar-Ruzz Media. Yogyakarta.
Wahyuni T. 2014. Pengaruh Posisi Miring 30 Derajat Menggunakan Absorbent
Triangle Pillow Terhadap Dekubitus Grade 1 Pada Pasien Gangguan
Penurunan Kesadaran Di Ruang ICU RSUD Sragen. Skripsi Sarjana
Keperawatan Surakarta.
Walkinson. 2007. Diagnosa Keperawatan dengan Intervensi NIC dan Kriteria
Hasil NOC. Penerbit EGC. Jakarta
Weinstock D. 2010. Rujuka Cepat di Ruang ICU/CCU. EGC. Jakarta.
WHO. 2008. “Faktor Risiko Kejadian Stroke Di RSUD UNDATA Palu”.
Wijaya AS. & YM. Putri. 2013. Keperawatan Medikal Bedah. Penerbit Nuha
Medika. Yogyakarta.