32
PUTRI SHABRINA AMALIA 1102013235 TUGAS MANDIRI PBL SK1 LI 1. MM ANATOMI GINJAL 1.1 MAKROSKOPIS Ginjal merupakan organ ganda yang terletak di daerah retroperitoneal. Berbentuk seperti kacang tanah dengan warna coklat kemerahan, yang terbungkus oleh fascia renalis. Pada neonatus terkadang dapat teraba. Proyeksi Ginjal Pada Dinding Belakang Abdomen Batas atas Ginjal kanan : setinggi V.TH 12 Ginjal kiri : setinggi V.TH 11 Batas bawah Ginjal kanan : setinggi V. lumbal 3 Ginjal kiri : setinggi V. lumbal 2-3 BATAS – BATAS Ginjal dextra Anterior : Flexura coli dextra, Colon ascendens, Duodenum (II), Hepar (lob.dextra),Mesocolon transversum Posterior : m.psoas dextra, m.quadratus lumborum dextra, m.transversus abdominis dex, n.subcostalis (Ver.th.12) dex,n.ileohypogastricus dextra,n.ileoinguinalis(VL.1)dextra,Costae 12 dextra. Ginjal sinistra

Pbl Sk1 urin

Embed Size (px)

DESCRIPTION

sk1 urin yarsi

Citation preview

PUTRI SHABRINA AMALIA

1102013235

TUGAS MANDIRI PBL SK1

LI 1. MM ANATOMI GINJAL

1.1 MAKROSKOPIS

Ginjal merupakan organ ganda yang terletak di daerah retroperitoneal. Berbentuk seperti kacang tanah dengan warna coklat kemerahan, yang terbungkus oleh fascia renalis. Pada neonatus terkadang dapat teraba.

Proyeksi Ginjal Pada Dinding Belakang Abdomen

Batas atasGinjal kanan : setinggi V.TH 12Ginjal kiri : setinggi V.TH 11

Batas bawahGinjal kanan : setinggi V. lumbal 3Ginjal kiri : setinggi V. lumbal 2-3

BATAS – BATAS

Ginjal dextra

Anterior : Flexura coli dextra, Colon ascendens, Duodenum (II), Hepar (lob.dextra),Mesocolon transversum

Posterior : m.psoas dextra, m.quadratus lumborum dextra, m.transversus abdominis dex, n.subcostalis (Ver.th.12) dex,n.ileohypogastricus dextra,n.ileoinguinalis(VL.1)dextra,Costae 12 dextra.

Ginjal sinistra

Anterior : Flexura coli sinistra, Colon descendens, Pancreas, Pangkal mesocolon transversum, Lien, Gaster.

Posterior : m.psoas sinistra, m.quadratus lumborum sin, m.transversus abdominis sin, n.subcostalis (VT.12) sinistra, n.ileohypogastricus sinistra, n.ileoinguinalis(VL.1) sinistra, Pertengahan Costae 11 & 12 sin.

Ginjal terdiri atas korteks (bagian luar) dan medulla (bagian dalam). Setiap ginjal terdiri atas 8-12 lobus yang nantinya akan membentuk piramid (pyramides renales). Dasar dari piramid (basis

renalis) terletak diperbatasan antara korteks dengan medulla. Puncak dari piramid disebut papilla (papillae renales) yang berfungsi untuk meneteskan urine.

Papillae renales akan bermuara pada calyx minor. 2-3 Calyx minor akan membentuk calyx major. Calyx major ini akan bermuara di pelvis ureter yang mana terletak pada hillus renalis.

Alat-alat yang masuk ke hillus renalis adalah A.renalis, N.vagus, plexus symphaticus. Sedangkan alat-alat yang keluar adalah V.renalis, Nn.lymphaticus, ureter.

Panjang dan beratnya bervariasi yaitu ±6 cm dan 24 gram pada bayi lahir cukup bulan, sampai 12 cm atau lebih dari 150 gram. Pada janin permukaan ginjal tidak rata, berlobus-lobus yang kemudian akan menghilang dengan bertambahnya umur.

Pada bagian korteks terdiri atas 2 selubung, pertama adalah capsula fibrosa (dalam) dan capsula adiposa (luar). Capsula adiposa merupakan selubung yang dilapisi oleh lemak. Korteks merupakan bagian terpenting pada ginjal. Hal ini dikarenakan pada korteks terdapat glomerolus (filtrasi), tubulus kontortus proksimal (reabsorpsi) serta tubulus kontortus distal.

Setiap ginjal mengandung ± 1 juta nefron. Pada manusia, pembentukan nefron berakhir pada janin usia 35 minggu. Nefron baru tidak dibentuk lagi setelah lahir. Perkembangan selanjutnya adalah hipertrofi dan hiperplasia struktur yang sudah ada disertai maturasi fungsional. Nefron terdiri atas glomerulus dan kapsula bowman, tubulus kontortus proksimal, ansa Henle, tubulus kontortus distal serta duktus koligens.

Glomerulus bersama dengan kapsula bowman disebut juga badan malphigi. Meskipun ultrafiltrasi plasma terjadi di glomerulus tetapi peranan tubulus dalam pembentukan urine tidak kalah pentingnya

PELVIS RENALISBerbentuk corong yang menerima urin yang diproduksi ginjal. Terbagi menjadi 2/3 callyx renalis majores yang masing-masing akan bercabang menjadi 2/3 callyx renalis minores.Vaskularisasi Pelvisa. a.renalis cabang aorta abdominalisb. a.testicularis / ovarica cabang aorta abdominalisc. a.vesicalis superior cabang dari a.hypogastrica / a.iliaca internaPembuluh LympheMengalir melalui nl.aortae lateralis & nl.iliacus

URETERAdalah saluran tractus urinarius yang mengalirkan urin dari ginjal ke vesica urinarius. Mempunyai panjang + 25 cm. terbagi menjadi 2 :1. Ureter pars abdominalis2. Ureter pars pelvica

VESICA URINARIA

- Tempat muara ureter dextra & sinistra dalam rongga pelvis- Berbentuk piramid 3 sisi

Apex menuju ventral atas Basis (fundus) menuju dorso caudal

- Corpus terletak antara apex & fundus- Kanan & kiri fundus vesicae ada muara kedua ureter disebut : Orificium Uretericum

Vesicae- Daerah berbentuk segitiga dibentuk plica interureterica dan ostium urethra internum disebut

Trigonum vesicae - Pada basis caudal terdapat jalan keluar urine menuju urethra disebut Orifisium Urethra

Internum Vesicae- Pada apex vesicae terdapat jaringan ikat yg merupakan sisa embryologis dari Urachus yg

menuju umbilicus disebut Ligamentum Vesico umbilicalis medianum- Mempunyai lapisan Fibrosa, Serosa & Tunica Musculare (stratum longitudinalis &

stratum circulare) m.detrusor vesicae (merangsang urine) & m.sphincter vesicae (mempertahankan urine dlm vesicae)

Vaskularisasi VU1. a.vesicalis superior 2. a.vesicalis inferiormasing-masing cabang dari a.hypogastrica

Persarafan VU1. Saraf otonom parasymphatis berasal dari n.splanchnicus pelvicus (Sacral 2-3-4)2. Saraf otonom symphatis dari ganglion symphatis (Lumbal 1-2-3)

URETRA

- Saluran terakhir dari sistem urinarius- Mulai dari orificium urethra internum sampai orificium urethra externum- Pada laki-laki lebih panjang dari perempuan (L=18-20 cm, P=3-4 cm)- Pada laki-laki, urethra terbagi atas 3 daerah :

1. 1 Urethra pars prostatica1. 2 Urethra pars membranacea1. 3 Urethra pars cavernosa

Uretra Pria dibagi atas:1. Urethra Pars Prostatica

Mulai dari orifisium urethra internum sampai urethra yang ditutupi oleh Glandula prostat & berada di rongga pelvis.

2. Uretra Pars MembranaceaMulai dari urethra pars prostatica sampai bulbus penis pars cavernosa (paling pendek= 1-2 cm)

3. Uretra Pars CavernosaMulai dari daerah bulbus penis sampai orifisium urethra externum, berjalan dalam corpus cavernosa urethra (penis) 12-15 cm.

Pada urethra bermuara 2 macam kelenjar, yaitu :1. Kelenjar para urethralis2. Kelenjar bulbo urethralis

Vaskularisasi1. a.dorsalis penis2. a.bulbo urethralis

PersarafanCabang-cabang n.pudendus

1.2 MIKROSKOPIS

GINJAL - Korteks : Glomerulus (banyak), tub.kon.proksimal dan tub.con.distal- Medula : Duktus Coligens,Ductus Papillaris (bellini) dan Ansa Henle

Unit fungsional ginjal : NephronCorpus Malpighi / Renal Corpusclea. Capsula Bowman

o Pars parietalis: epitel selapis gepeng. Berlanjut menjadi dinding tubulus proximalo Pars visceralis terdiri dari podocyte, melapisi endotelo Urinary space diantara kedua lapisan

b. Glomeruluso Gulungan kapiler, berasal dari

percabangan arteriol affereno dibungkus oleh capsula

Bowmano keluar sebagai vas efferent

Sel-sel di glomerulus yang berperan dalam Glomelurar filtration barriera) Endothel

- Type fenestrata- Sitoplasma melebar, tipis dan mempunyai fenestra

b) Membrana BasalisFusi antara membrana basalis podocyte dan endothel- Lamina rara interna- Lamina densa- Lamina rara externa

c) Podocyte

- Sel epiteloid besar, tonjolan sitoplasma (foot processes) bercabang- Cabang sekunder (pedicle) menempel pada membrana basalis- Bersama sel endothel menyaring darah

d) Sel Mesangial intra glomerularis- Berasal dari sel jaringan mesenchyme- Pada matrix mesangial di antara kapiler glomerulus- Fagositosis benda asing, immune complex yang terjebak pada sel endothel / glomerular

filtration barrier- Cabang sitoplasma sel mesangial dapat mencapai lumen kapiler, melalui sela sel endothel

Sel-sel yang berperan dalam sekresi renin :a) Macula densa

Bagian dari tubulus distal di cortex berjalan diantara vas afferen dan vas efferen dan menempel ke renal corpuscle menjadi lebih tinggi dan tersusun lebih rapat, disebut macula densa

b) Sel juxta glomerularis- Merupakan perubahan sel otot polos tunica media dinding arteriole afferen - Sel otot polos berubah menjadi sel sekretorik besar bergranula yang mengandung renin

c) Sel Polkisen (sel mesangial extra glomerularis)- Sel polkisen (bantal), “lacis cells”- Mengisi ruang antara vas afferen, makula densa dan vas efferen- Berasal dari mesenchyme, mempunyai kemampuan fagositosis- Berhubungan dengan sel mesangial intraglomerular- Tertanam didalam matrix mesangial

Tubulus contortus proximalis Tubulus contortus distalisDuctus colligens

- epitel selapis kubis- batas2 sel sukar dilihat- Inti bulat, letak berjauhan- Sitoplasma asidofil

(merah)- Mempunyai brush border- Fungsi: reabsorbsi

glukosa, ion Na, Cl dan

- epitel selapis kubis- batas2 sel lebih jelas- Inti bulat, letak agak

berdekatan- Sitoplasma basofil (biru)- Tdk mempunyai brush

border- Absorbsi ion Na dalam

- Saluran pengumpul, menampung beberapa tubulus distal, bermuara sebagai ductus papillaris Bellini di papilla renis

- Mirip tub.kont.distal

H2O pengaruh aldosteron. Sekresi ion K

- Batas2 sel epitel jelas

- Sel lbh tinggi dan lbh pucat

Ansa Henle Segmen Tipis Ansa Henle Segmen Tebal Pars Desendens

Ansa Henle Segmen Tebal Pars Asenden

- Mirip pembuluh kapiler darah, ttp

- epitelnya lbh tebal, shg sitoplasma lbh jelas terlihat

- Dlm lumennya tdk tdp sel2 darah

- Mirip tub.kont.prox, ttp diameternya lbh kecil dan dindingnya lbh tipis

- selalu terpotong dlm berbagai potongan

- Mirip tub.kont.distal, ttp diameternya lbh

- kecil dan dindingnya lbh tipis

- selalu terpotong dlm berbagai potongan

URETER

- MucosaMucosa saluran urin sejak dari calyx minor, calyx major, ureter dan vesica urinaria dilapisi oleh epitel transitional, permukaan dapat menyesuaikan diri terhadap regangan, impermeable

- MuscularisMerupakan lapisan otot polos. Sebelah dalam: longitudinal, sebelah luar: circular

VESIKA URINARIA- Mukosa dilapisi oleh epitel transitional, setebal 5 – 6 lapisan sel- Tunica muscularis terdiri dari otot polos yang berjalan kesegala arah tanpa lapisan yang jelas- Pada leher vesica dapat dibedakan 3 lapisan:

Lapisan dalam berjalan longitudinal, distal terhadap leher vesica berjalan circular mengelilingi urethra pars prostatica, menjadi sphincter urethra interna (involuntary)

Lapisan tengah berakhir pada leher vesica Lapisan luar, longitudinal, berjalan sampai ke ujung prostat pada laki2, dan pada wanita

berjalan sampai ke meatus externus urethrae

URETRAPria

a. Pars prostaticaDilapisi epitel transitional. Pada bagian distal terdapat tonjolan kedalam lumen: verumontanum. Ductus ejaculatorius bermuara dekat verumontanum.

b. Pars membranosaDilapisi epitel bertingkat torak. Dibungkus oleh sphincter urethra externa (voluntary)

c. Pars bulbosa dan pendulosa Umumnya dilapisi epitel bertingkat torak dan epitel selapis torak, dibeberapa tempat terdapat epitel berlapis gepeng .Ujung distal lumen urethra melebar: fossa navicularis. Kelenjar Littre, kelenjar mukosa yang terdapat disepanjang urethra, terutama pada pars pendulosa

Wanita - Pendek, 4-5 cm- Dilapisi epitel berlapis gepeng, dibeberapa tempat terdapat epitel bertingkat torak- Dipertengahan urethra terdapat sphinxter externa (muskular bercorak)

GLANDULA PROSTAT Jenis epitelnya berlapis atau bertingkat dan bervariasi dari silindris sampai kubus rendah

tergantung pada status endokrin dan kegiatan kelenjar. Sekret mengandung fosfatase asam

Konkremen (corpora amylacea) : kondensasi sekret yg mungkin mengalami perkapuran

1.3 VASKULARISASI

Vaskularisasi pada ginjal berasal dari aorta abdominalis yang bercabang menjadi A.renalis. A.renalis akan bercabang menjadi A.segmentalis, lalu menjadi A.lobaris, setelah itu menjadi A.interlobaris. Dari A.interlobaris akan bercabang lagi menjadi A.arcuata, setelah itu menjadi A.interlobularis dan berakhir pada A.afferent yang akan bermuara pada glomerolus.

Keluar dari glomerolus akan masuk ke A.efferent, dari A.efferent darah menuju ke V.interlobularis, lalu ke V.arcuata, setelah itu ke V.interlobaris, dari V.interlobaris masuk ke V.lobaris, lalu ke V.segmentalis, dan keluar dari ginjal melalui V.renalis. Darah yang berasal dari V.renalis ini akan masuk ke atrium dextra melalui V.cava inferior. atrium dextra akan berakhir di paru-paru untuk mengalami difusi dengan O2 bebas (sirkulasi pulmonal).

1.4 INERVASIPersarafan ginjal yang utama adalah plexus symphaticus renalis. Plexus symphaticus ini dibantu juga oleh serabut afferent yang melalui plexus renalis dan menuju ke medulla spinalis N.thoracalis X, XI, XII. Pembuluh lymph pada ginjal mengikuti A.renalis menuju nodus lymphaticus aorta lateral (sekitar pangkal A.renalis).

LI 2. MM FISIOLOGI GINJAL

2.1 PEMBENTUKAN URIN (FILTRASI, REABSORPSI, SEKRESI, EKSKRESI, FAKTOR YANG MEMPENGARUHI)

1. FILTRASIFiltrasi merupakan proses awal dari terbntuknya urin, dimana semua zat yang masuk lewat pembuluh afferent disaring melalui glomerulus.Pada proses ini cairan melwati tiga lapisan, yaitu

(1) dinding kapiler glomerulus, yaitu berupa pori-pori (fenestra) antar sel endotel kapiler glomerulus

(2) lapisan gelatinosa aselular yang dikenal sebagai membran basal (yang mengandung glikoprotein dan kolagen) dan

(3) lapisan dalam kapsula bowman, ketiga lapisan ini membentuk membrane glomerulus. Secara kolektif lapisan ini dapat menahan eritrosit dan juga protein untuk tidak ikut masuk kedalam tubulus, secara fisiologis kita tidak dapat menemukan protein dan eritrosit dalam urin.

Glomerulus bukan sebuah system yang mandiri layaknya sebuah saringan glomerulus butuh bantuan untuk dapat berfungsi menyaring zat-zat yang masuk. Terdapat tiga mekanisme fisika yang berperan, yaitu :

(1) Tekanan darah kapiler glomerulus. Tekanan kapiler glomerulus meningkat karena terbendungnya darah di kapiler glomerulus (darah lebih mudah masuk dari pada keluar karena arteriol afferent lebih lebar dari pada arteriol efferen)

(2) tekanan hidostatik kapsula bowman. Cairan di dalam kapsula Bowman menimbulkan tekanan hidrostatik (cairan) yang cenderung mendorong cairan keluar dari kapsula Bowman melawan filtrasi cairan dari glomerulus ke dalam kapsula Bowman.

(3)Tekanan osmotic koloid plasma. Tekanan ini tidak bergerak searah, melainkan berlawanan, sehingga tekanan filtrasi yang masuk (filtrasi netto) meruapakan selisih dari tekanan darah glomerolus dengan tekanan osmotic koloid plasma dan tekanan hidrostatik kapsul bowman.

Tekanan osmotic koloid plasma dan tekanan hidrostatik kapsul bowman merupakan tekanan yg tidak berada di bawah kontrol dan pada kondisi normal relatif stabil. Perubahan terjadi pada kondisi patologis seperti pada pasien luka bakar berat dan luas yang kehilangan banyak plasma kaya protein, pada kasus ini terjadi peningkatan GFR. Sedangkan pada kasus dehidrasi terjadi penurunan GFR akibat kenaikan tekanan osmotic koloid plasma. Tekanan hidrostatik kapsul bowman dapat meningkat secara tidak terkontrol dan filtrasi dapat berkurang pada keadaan pbstruksi saluran kemih.

Berbeda dengan kedua tekanan diatas, tekanan kapiler glomerulus berada dibawah kontrol dengan menyesuaikan GFR untuk memenuhi kebutuhan tubuh. Jika semua tekanan di anggap konstan maka besar tekanan glomerulus bergantung pada laju filtrasi darah di setiap glomerulus, besar aliran ini ditentukan oelh tekanan areri sistemik dan resistensi arteriol aferen.

2. REABSORBSI

Setelah filtrasi zat-zat yang masih terbawa bersama plasma tidak langsung dibuang menjadi urine, melainkan terjadi mekanisme penyerapan ulang yang disebut reabsorbsi disepanjang tubulus proximal sampai ke distal. Proses reabsorbsi ini terjadi secara transport pasif dan mekanisme transport aktif. Setiap zat-zat memiliki presentase yang berbeda.

Reabsorbis tubulus melibatkan transportasi transepitel. Untuk dapat di reabsorbsi suatu zat harus melewati 5 sawar terpisah , yaitu:

1. Bahan tersebut harus meninggalkan cairan tubulus dengan melintasi membran laminal sel tubulus.

2. Bahan tersebut harus berjalan melwati sitosol dari satu sisi sel tubulus ke sisi lainya.3. Bahan tersebut harus menyebrangi membran basolateral sel tubulus untuk masuk ke cairan

intersisium4. Bahan tersbut harus berdifusi melintasi cairan intersisium5. Bahan tersebut harus menembus dinding kapiler untuk masuk ke plasma darah.

Ginjal memliki transport maksimal (TM) dimana apabila kadar suatu zat melebihi kemampuan ginjal mereabsorsi atau melebih batas dari nilai transport maksimal maka sisa zat tersebut akan di eksresikan bersama urin. transport maksimal maka sisa zat

tersebut akan dieksresikan bersama urin. Na+ tidak memperlihatkan adanya Tm karena aldosteron mendorong sintesin pembawa Na+ K+ ATPase disel tubulus distal dan pengumpul sesuai dengan kebutuhan.

Reabsorpsi bersifat sangat selektif sehingga komposisi urine yang dihasilkan akan berbeda dengan komposisi filtrate glomerulus. 60-80% proses reabsorpsi terjadi di tubulus proksimal. Semua proses reabsorpsi zat-zat ultrafiltrat ini berlangsung secara transport aktif kecuali untuk air dan klorida yaitu secara difusi pasif.

Kecepatan Reabsorpsi air di Tubulus proksimal bersifat tetap, artinya tidak bergantung GFR ataupun kebutuhan tubuh, hal ini disebut reabsorpsi obligatorik. Pada Ansa Henle terjadi reabsorpsi Air, Na+ dan Cl-. Dinding Ansa Henle pars descendens bersifat semipermeabel terhadap air sehingga filtrat yang dihasilkan bersifat hipertonik.

Sedangkan pada dinding Ansa Henle pars Ascendens bersifat impermeable terhadap air dan berlangsung reabsorpsi Na dan Cl sehingga filtrate yang semula hipertonik menjadi hipoosmotik.

Reabsorpsi air di tubulus distal bergantung pada kebutuhan tubuh hal ini disebut dengan reabsorpsi fakultatif atau selektif. Hal ini dimungkinkan dengan adanya sekresi ADH yang terjadi karena perubahan tekanan osmotic darah. Reabsorpsi air juga terjadi di duktus koligens dibawah pengaruh ADH.

3. SEKRESI

1. Sekresi ion HidrogenIon H+ dapat ditambahkan ke cairan filtrasi melalui proses sekresi di tubulus proksimal, distal, dan koligens. Tingkat sekresi H+ bergantung pada keasaman cairan tubuh. Sekresi H+ berkurang apabila konsentrasi H+ di dalam cairan terlalu rendah.

2. Sekresi K+K+ adalah zat yang secara selektif berpindah dengan arah yang berlawanan diberbagai tubulus. K+ aktif direabsorpsi ditubulus proksimal berlangsung konstan dan tidak diatur. Aktif di sekresi di tubulus distal dan pengumpul dan berlangsung dibawah control. Normalnya jumlah K+ yang di ekskresi dalam urine adalah 10-15 % dari jumlah yang difiltrasi. Tapi K+ yang difiltasi hamper seluruhnya direabsorpsi, sehingga sebagian K+ yang muncul di urine berasal dari sekresi K+ yang dikontrol dan bukan dari

filtrasi.

2.2 LAJU FILTRASI GLOMERULUS DAN FAKTOR YANG MEMPENGARUHILaju filtrasi glomerulus (GFR) tidak sepenuhnya bergantung pada netto filtrasi, tetapi juga pada seberapa luas permukaan glomerulus yang tersedia dan besar permeabilitas membran, sifat-sifat ini secara selektif disebut koefisien filtrasi (kf). Maka:

GFR= kf x (Tekananfiltrasinetto)

Dalam keadaan normal, sekitar 20% plasma yang masuk keglomerulus difiltrasi dengan tekanan filtrasi netto 10 mmHg. Menghasilkan secara kolektif melalui semua glomerulus 180 liter filtrasi setiap hari untuk GFR rata-rata 125 ml/menit pada pria dan 160 liter filtrat per hari untuk GFR 115 ml/menit pada wanita.

GFR diatur oleh dua mekanisme yang bertujuan menyesuaikan aliran darah glomerulus, yaitu otoregulasi dan kontrol simpatis ekstirnsik.

Otoregulasi

GFR akan meningkat setara dengan peningkatan tekanan arteri jika hal-hal lain konstan. Sebaliknya penurunan tekanan darah arteri akan diikuti oleh penurunan GFR, perubahan spontan ini dapat dicegah dengan adanya mekanisme otoregulasi sehingga tekanan darah kapiler glomerulus konstan dan GFR stabil, walupun terjadi perubahan tekanan arteri. Ginjal melakukannya dengan mengubah-ubah caliber arteriol aferen sehingga resistensi terhadap aliran darah melalui pembuluh ini dapat disesuaikan. Ada 2 mekanisme internal dalam otoregulasi:

1. Mekanisme Miogenik. Berespon terhadap perubahan tekanan didalam komponen vaskuler nefron.2. Mekanisme Feedback Tululoglomerulus. Mendeteksi perubahan aliran melalui komponen tubulus

nefron. Melibatkan apparatus jukstaglomerulus, yaitu sel jukstaglomerulus/ sel granuler yang mengandung banyak granula sekretorik, dan macula densa yang mendeteksi perubahan kecepatan aliran cairan didalam tubulus yang melewatinya.

Kontrol simpatis ekstrinsik

Selain melewati mekanisme otoregulasi, GFR dapat diubah secara sengaja. Kontrol ekstrinsik atas GFR yang diperantarai oleh masukan system saraf simpatis ke arteriol aferen, ditujukan untuk mengatur tekanan darah arteri.

GFR berkurang akibat adanya respon reflex baroreseptor terhadar penurunan tekanan darah. Selama reflex ini, terjadi vasokontriksi yang diinduksi oleh system simpatis. Maka jika aktivitas simpatis tinggi akan terjadi penurunan GFR yang kemudian menyebabkan pengurangan volume urine.

2.3 PERAN GINJAL DALAM KESEIMBANGAN CAIRAN

Keseimbangan Cairan dan ElektrolitPengaturan keseimbangan cairan perlu memperhatikan 2 (dua) parameter penting, yaitu: volume cairan ekstrasel dan osmolaritas cairan ekstrasel. Ginjal mengontrol volume cairan ekstrasel dengan mempertahankan keseimbangan garam dan mengontrol osmolaritas cairan ekstrasel dengan mempertahankan keseimbangan cairan. Ginjal mempertahankan keseimbangan ini dengan mengatur keluaran garam dan air dalam urin sesuai kebutuhan untuk mengkompensasi asupan dan kehilangan abnormal dari air dan garam tersebut.

1. Pengaturan volume cairan ekstraselPenurunan volume cairan ekstrasel menyebabkan penurunan tekanan darah arteri denganmenurunkan volume plasma. Sebaliknya, peningkatan volume cairan ekstrasel dapatmenyebabkan peningkatan tekanan darah arteri dengan memperbanyak volume plasma.Pengontrolan volume cairan ekstrasel penting untuk pengaturan tekanan darah jangkapanjang.

Pengaturan volume cairan ekstrasel dapat dilakukan dengan cara sbb.: Mempertahankan keseimbangan asupan dan keluaran (intake & output) air

Untuk mempertahankan volume cairan tubuh kurang lebih tetap, maka harus adakeseimbangan antara air yang ke luar dan yang masuk ke dalam tubuh.

Memperhatikan keseimbangan garam

Seperti halnya keseimbangan air, keseimbangan garam juga perlu dipertahankansehingga asupan garam sama dengan keluarannya.

Ginjal mengontrol jumlah garam yang diekskresi dengan cara:1. Mengontrol jumlah garam (natrium) yang difiltrasi dengan pengaturan Laju Filtrasi

Glomerulus (LFG)/ Glomerulus Filtration Rate(GFR).2. Mengontrol jumlah yang direabsorbsi di tubulus ginjal

Jumlah Na+ yang direabsorbsi juga bergantung pada sistem yang berperan mengontroltekanan darah. Sistem Renin-Angiotensin-Aldosteron mengatur reabsorbsi Na+ danretensi Na+ di tubulus distal dan collecting. Retensi Na+ meningkatkan retensi airsehingga meningkatkan volume plasma dan menyebabkan peningkatan tekanan daraharteri .Selain sistem renin-angiotensin-aldosteron, Atrial Natriuretic Peptide (ANP) atauhormon atriopeptin menurunkan reabsorbsi natrium dan air. Hormon ini disekresi olehsel atrium jantung jika mengalami distensi akibat peningkatan volume plasma.Penurunan reabsorbsi natrium dan air di tubulus ginjal meningkatkan eksresi urinsehingga mengembalikan volume darah kembali normal.

2. Pengaturan osmolaritas cairan ekstraselOsmolaritas cairan adalah ukuran konsentrasi partikel solut (zat terlarut) dalam suatularutan. Semakin tinggi osmolaritas, semakin tinggi konsentrasi solute atau semakinrendah konsentrasi air dalam larutan tersebut. Air akan berpindah dengan cara osmosisdari area yang konsentrasi solutnya lebih rendah (konsentrasi air lebih tinggi) ke area yangkonsentrasi solutnya lebih tinggi (konsentrasi air lebih rendah).

Osmosis hanya terjadi jika terjadi perbedaan konsentrasi solut yang tidak dapat menembus membran plasma di intrasel dan ekstrasel. Ion natrium merupakan solut yang banyak ditemukan di cairan ekstrasel, dan ion utama yang berperan penting dalam menentukan aktivitas osmotik cairan ekstrasel. Sedangkan di dalam cairan intrasel, ion kalium bertanggung jawab dalam menentukan aktivitas osmotik cairan intrasel. Distribusi yang tidak merata dari ion natrium dan kalium ini menyebabkan perubahan kadar kedua ion ini bertanggung jawab dalam menentukan aktivitas osmotik di kedua kompartmen ini.

Pengaturan osmolaritas cairan ekstrasel oleh tubuh dilakukan melalui:

a. Perubahan osmolaritas di nefronDi sepanjang tubulus yang membentuk nefron ginjal, terjadi perubahan osmolaritasyang pada akhirnya akan membentuk urin yang sesuai dengan keadaan cairan tubuhsecara keseluruhan di duktus koligen. Glomerulus menghasilkan cairan yang isosmotikdi tubulus proksimal (± 300 mOsm). Dinding tubulus ansa Henle pars desending sangatpermeable terhadap air, sehingga di bagian ini terjadi reabsorbsi cairan ke kapilerperitubular atau vasa recta. Hal ini menyebabkan cairan di dalam lumen tubulus menjadihiperosmotik. Dinding tubulus ansa henle pars asenden tidak permeable terhadap air dan secara aktifmemindahkan NaCl keluar tubulus. Hal ini menyebabkan reabsorbsi garam tanpaosmosis air. Sehingga cairan yang sampai ke tubulus distal dan duktus koligen menjadihipoosmotik. Permeabilitas dinding tubulus distal dan duktus koligen bervariasibergantung pada ada tidaknya vasopresin (ADH). Sehingga urin yang dibentuk diduktus koligen dan akhirnya di keluarkan ke pelvis ginjal dan ureter juga bergantungpada ada tidaknya vasopresin/ ADH.

b. Mekanisme haus dan peranan vasopresin (anti diuretic hormone/ ADH)Peningkatan osmolaritas cairan ekstrasel (> 280 mOsm) akan merangsang osmoreseptor di hypothalamus. Rangsangan ini akan dihantarkan ke neuron hypothalamus yang menyintesis vasopressin. Vasopresin akan dilepaskan oleh hipofisis posterior ke dalamdarah dan akan berikatan dengan reseptornya di duktus koligen. Ikatan vasopressindengan resptornya di duktus koligen memicu terbentuknya aquaporin, yaitu kanal air dimembrane bagian apeks duktus koligen. Pembentukan aquaporin ini memungkinkanterjadinya reabsorbsi cairan ke vasa recta. Hal ini menyebabkan urin yang terbentuk diduktus koligen menjadi sedikit dan hiperosmotik atau pekat, sehingga cairan di dalamtubuh tetap dapat dipertahankan.

Selain itu, rangsangan pada osmoreseptor di hypothalamus akibat peningkatanosmolaritas cairan ekstrasel juga akan dihantarkan ke pusat haus di hypothalamussehingga terbentuk perilaku untuk mengatasi haus, dan cairan di dalam tubuh kembalinormal.

Keseimbangan Asam-BasaKeseimbangan asam-basa terkait dengan pengaturan pengaturan konsentrasi ion H bebasdalam cairan tubuh. pH rata-rata darah adalah 7,4, pH darah arteri 7,45 dan darah vena 7,35.Jika pH darah < 7,35 dikatakan asidosis, dan jika pH darah > 7,45 dikatakan alkalosis. Ion Hterutama diperoleh dari aktivitas metabolik dalam tubuh. Ion H secara normal dan kontinyuakan ditambahkan ke cairan tubuh dari 3 sumber, yaitu:1. pembentukan asam karbonat dan sebagian akan berdisosiasi menjadi ion H danbikarbonat2. katabolisme zat organik3. disosiasi asam organic pada metabolisme intermedia, misalnya pada metabolismelemak terbentuk asam lemak dan asam laktat, sebagian asam ini akan berdisosiasimelepaskan ion H.

Fluktuasi konsentrasi ion H dalam tubuh akan mempengaruhi fungsi normal sel, antara lain:1. perubahan eksitabilitas saraf dan otot; pada asidosis terjadi depresi susunan saraf pusat,

sebaliknya pada alkalosis terjadi hipereksitabilitas.2. mempengaruhi enzim-enzim dalam tubuh.3. mempengaruhi konsentrasi ion K

Bila terjadi perubahan konsentrasi ion H maka tubuh berusaha mempertahankan ion H sepertinilai semula dengan cara:

1. mengaktifkan sistem dapar kimia2. mekanisme pengontrolan pH oleh sistem pernapasan 3. mekanisme pengontrolan pH oleh sistem perkemihan

Ada 4 sistem dapar kimia, yaitu:1. Dapar bikarbonat; merupakan sistem dapar di cairan ekstrasel teutama untuk

perubahan yang disebabkan oleh non-bikarbonat.2. Dapar protein; merupakan sistem dapar di cairan ekstrasel dan intrasel.3. Dapar hemoglobin; merupakan sistem dapar di dalam eritrosit untuk perubahan asam

karbonat.4. Dapar fosfat; merupakan sistem dapar di sistem perkemihan dan cairan intrasel.

Sistem dapar kimia hanya mengatasi ketidakseimbangan asam-basa sementera. Jika dengandapar kimia tidak cukup memperbaiki ketidakseimbangan, maka pengontrolan pH akandilanjutkan oleh paru-paru yang berespons secara cepat terhadap perubahan kadar ion H dalam darah akibat rangsangan pada kemoreseptor dan pusat pernapasan, kemudian mempertahankan kadarnya sampai ginjal menghilangkan ketidakseimbangan tersebut. Ginjal mampu meregulasi ketidakseimbangan ion H secara lambat dengan mensekresikan ion H dan menambahkan bikarbonat baru ke dalam darah karena memiliki dapar fosfat dan ammonia.

LI 3. MM SINDROMA NEFROTIK

3.1 DEFINISISindrom Nefrotik adalah kumpulan gejala yang ditandai dengan edema anasarka, proteinuria masif ≥3,5 g/hari, hipoalbuminemia <3,5 g/hari, hiperkolesterolemia, dan lipiduria, dan merupakan salah satu manifestasi klinik glomerulonephritis. Sindrom nefrotik (SN) pada anak merupakan penyakit ginjal anak yang paling sering ditemukan.

3.2 ETIOLOGIEtiologi SN dibagi 3 yaitu kongenital, primer/idiopatik, dan sekunder mengikuti penyakit sistemik, antara lain lupus eritematosus sistemik (LES), purpura Henoch Schonlein, dan lain lain.

Pada anak, sebagian besar (80%) SN idiopatik mempunyai gambaran patologi anatomi kelainan minimal (SNKM). Gambaran patologi ana-tomi lainnya adalah glomerulosklerosis fokal segmental (GSFS) 7-8%, mesangial proliferatif difus (MPD) 2-5%, glomerulonefritis membrano-proliferatif (GNMP) 4-6%, dan nefropati membranosa (GNM) 1,5%.5,6,7 Pada pengobatan kortikosteroid inisial sebagian besar SNKM (94%) mengalami remisi total (responsif), sedangkan pada GSFS 80-85% tidak responsif (resisten steroid). (IDAI, 2012)

Glomerulonephritis primer atau idiopatik merupakan penyebab sindrom nefrotik tersering.3.3 EPIDEMIOLOGI

Insidens SN pada anak dalam kepustakaan di Amerika Serikat dan Inggris adalah 2-7 kasus baru per 100.000 anak per tahun,1dengan prevalensi berkisar 12 – 16 kasus per 100.000 anak.2 Di negara berkembang insidensnya lebih tinggi. Di Indonesia dilaporkan 6 per 100.000 per tahun pada anak berusia kurang dari 14 tahun.3 Perbandingan anak laki-laki dan perempuan 2:1.

3.4 KLASIFIKASIWhaley dan Wong (1999 : 1385) membagi tipe-tipe sindrom nefrotik:a.       Sindrom Nefrotik Lesi Minimal ( MCNS : minimal change nephrotic syndrome).Kondisi yang sering menyebabkan sindrom nefrotik pada anak usia sekolah. Anak dengan sindrom nefrotik ini, pada biopsi ginjalnya terlihat hampir normal bila dilihat dengan mikroskop cahaya.b.      Sindrom Nefrotik SekunderTerjadi selama perjalanan penyakit vaskuler seperti lupus eritematosus sistemik, purpura anafilaktik, glomerulonefritis, infeksi system endokarditis, bakterialis dan neoplasma limfoproliferatif.c.       Sindrom Nefrotik KongenitalFaktor herediter sindrom nefrotik disebabkan oleh gen resesif autosomal. Bayi yang terkena sindrom nefrotik, usia gestasinya pendek dan gejala awalnya adalah edema dan proteinuria. Penyakit ini resisten terhadap semua pengobatan dan kematian dapat terjadi pada tahun-yahun pertama kehidupan bayi jika tidak dilakukan dialysis. Klasifikasi dan penyebab sindrom nefrotik:

a. Glomerulonefritis primer :- GN Lesi Minimal (GNLM)- Glomerulosklerosis fokal (GSF)- GN Membranosa (GNMN)- GN membranoproliferatif (GNMP)- GN proliferative lain

b. Glomerulonefritis sekunder akibat :- Infeksi :

- HIV, Hepatitis B dan C- Sifilis, Malaria, Skistosoma- Tuberkulosis, lepra

- Keganasan : adenokarsinoma paru, payudara, kolon, limfoma Hodgkin, multiple myeloma, karsinoma ginjal

- Penyakit jaringan penghubung : SLE, artritis rheumatoid, Mixed Connective Tissue Disease (MCTD)

- Efek obat dan toksin : NSAID, Penisilamin, probenesid, air raksa, kaptopril, heroin, preparat emas

- Lain-lain : DM, Amiloidosis, Preeklamsia, sengatan lebah, rejeksi alograf kronik, refluks vesikoureter.

3.5 PATOGENESIS DAN PATOFISIOLOGI

Kelainan yang terjadi pada sindrom nefrotik yang paling utama adalah proteinuria sedangkan yang lain dianggap sebagai manifestasi sekunder. Kelainan ini disebabkan oleh karena kenaikan permeabilitas dinding kapiler glomerulus yang sebabnya belum diketahui yang terkait dengan hilannya muatan negative gliko protein dalam dinding kapiler. Pada sindrom nefrotik keluarnya protein terdiri atas campuran albumin dan protein yang sebelumnya terjadi filtrasi protein didalam tubulus terlalu banyak akibat dari kebocoran glomerolus dan akhirnya diekskresikan dalam urin. 

Pada sindrom nefrotik protein hilang lebih dari 2 gram perhari yang terutama terdiri dari albumin yang mengakibatkan hipoalbuminemia, pada umumnya edema muncul bila kadar albumin serum

turun dibawah 2,5 gram/dl. Mekanisme edema belum diketahui secara fisiologi tetapi kemungkinan edema terjadi karena penurunan tekanan onkotik/ osmotic intravaskuler yang memungkinkan cairan menembus keruang intertisial, hal ini disebabkan oleh karena hipoalbuminemia.

Akibat dari pergeseran cairan ini volume plasma total dan volume darah arteri menurun dibandingkan dengan volume sirkulasi efektif, sehingga mengakibatkan penurunan volume intravaskuler yang mengakibatkan menurunnya tekanan perfusi ginjal. Hal ini mengaktifkan system rennin angiotensin yang akan meningkatkan konstriksi pembuluh darah dan juga akan mengakibatkan rangsangan pada reseptor volume atrium yang akan merangsang peningkatan aldosteron yang merangsang reabsorbsi natrium ditubulus distal dan merangsang pelepasan hormone anti diuretic yang meningkatkan reabsorbsi air dalam duktus kolektifus. Hal ini mengakibatkan peningkatan volume plasma tetapi karena onkotik plasma berkurang natrium dan air yang direabsorbsi akan memperberat edema.

Stimulasi renis angiotensin, aktivasi aldosteron dan anti diuretic hormone akan mengaktifasi terjadinya hipertensi. Pada sindrom nefrotik kadar kolesterol, trigliserid, dan lipoprotein serum meningkat yang disebabkan oleh hipoproteinemia yang merangsang sintesis protein menyeluruh dalam hati, dan terjadinya katabolisme lemak yang menurun karena penurunan kadar lipoprotein lipase plasma. Hal ini dapat menyebabkan arteriosclerosis. (Husein A Latas, 2002: 383)

3.6 MANIFESTASI KLINIS Protenuria : > 3.0 gr/24 jam. Perubahan pada membrana dasar glomerulus

menyebabkan peningkatan permebilitas glomerulus terhadap protein plasma yaitu albumin.

Hipoalbuminemia : albumin serum 3,5 g/1,73m2 luas permukaan tubuh/hari), hipoalbuminemi (<3 g/dl),

edema, hiperlipidemi, lipiduri dan hiperkoagulabilitas. Pemeriksaan tambahan seperti venografi diperlukan untuk

menegakkan diagnosis trombosis vena yang dapat terjadi akibat hiperkoagulabilitas.

Pada SN primer untuk menentukan jenis kelainan histopatologi ginjal yang menentukan prognosis dan respon terhadap terapi, diperlukan biopsi ginjal.

3.7 DIAGNOSIS DAN DIAGNOSIS BANDINGPemeriksaan diagnostic pada Sindrom Nefrotik menurut Betz, Cecily L, 2002 :1)    Uji Urina. Protein urin à > 3,5 g/1,73 m2 luas permukaan tubuh / harib. Urinalisis à didapatkan hematuria secara mikroskopik, proteinuria, terutama albumin. Keadaan ini juga terjadi akibat meningkatnya permeabilitas membrane glomerulus.c. Dipstick urin à positif untuk protein dan darahd. Berat jenis urin à meningkat (normal : 285 mOsmol) 2)    Uji Daraha. Albumin serum à < 3 g/dlb. Kolesterol serum à meningkatc. Hemoglobin dan hematokrit à meningkat (hemokonsentrasi)d. Laju Endap Darah (LED) à meningkate. Elektrolit serum à bervariasi dengan keadaan penyakit perorangan. 3)    Uji Diagnostik

a. Rontgen dada bisa menunjukkan adanya cairan yang berlebihan.b. USG ginjal, dan CT Scan ginjal atau IVP menunjukkan pengkisutan ginjal.c. Biopsy ginjal bisa menunjukkan salah satu bentuk glomerulonefritis kronis atau pembentukan jaringan parut yang tidak spesifik pada glomeruli.

3.8 PENATALAKSANAANPrint an IDAIa. Diperlukan tirah baring selama masa edema parah yang menimbulkan keadaan tidak

berdaya dan selama infeksi yang interkuten. Juga dianjurkan untuk mempertahankan tirah baring selama diuresis jika terdapat kehilangan berat badan yang cepat.b.      Diit. Pada beberapa unit masukan cairan dikurangi menjadi 900 sampai 1200 ml/ hari dan masukan natrium dibatasi menjadi 2 gram/ hari. Jika telah terjadi diuresis dan edema menghilang, pembatasan ini dapat dihilangkan. Usahakan masukan protein yang seimbang dalam usaha memperkecil keseimbangan negatif nitrogen yang persisten dan kehabisan jaringan yang timbul akibat kehilangan protein. Diit harus mengandung 2-3 gram protein/ kg berat badan/ hari. Anak yang mengalami anoreksia akan memerlukan bujukan untuk menjamin masukan yang adekuat.

c.       Perawatan kulit. Edema masif merupakan masalah dalam perawatan kulit. Trauma terhadap kulit dengan pemakaian kantong urin yang sering, plester atau verban harus dikurangi sampai minimum. Kantong urin dan plester harus diangkat dengan lembut, menggunakan pelarut dan bukan dengan cara mengelupaskan. Daerah popok harus dijaga tetap bersih dan kering dan scrotum harus disokong dengan popok yang tidak menimbulkan kontriksi, hindarkan menggosok kulit.

d.      Perawatan mata. Tidak jarang mata anak tertutup akibat edema kelopak mata dan untuk mencegah alis mata yang melekat, mereka harus diswab dengan air hangat.

e.       Kemoterapi:1)      Prednisolon digunakan secra luas. Merupakan kortokisteroid yang mempunyai efek samping minimal. Dosis dikurangi setiap 10 hari hingga dosis pemeliharaan sebesar 5 mg diberikan dua kali sehari. Diuresis umumnya sering terjadi dengan cepat dan obat dihentikan setelah 6-10 minggu. Jika obat dilanjutkan atau diperpanjang, efek samping dapat terjadi meliputi terhentinya pertumbuhan, osteoporosis, ulkus peptikum, diabeters mellitus, konvulsi dan hipertensi.2)      Jika terjadi resisten steroid dapat diterapi dengan diuretika untuk mengangkat cairan berlebihan, misalnya obat-obatan spironolakton dan sitotoksik ( imunosupresif ). Pemilihan obat-obatan ini didasarkan pada dugaan imunologis dari keadaan penyakit. Ini termasuk obat-obatan seperti 6-merkaptopurin dan siklofosfamid.

a.       Penatalaksanaan krisis hipovolemik. Anak akan mengeluh nyeri abdomen dan mungkin juga muntah dan pingsan. Terapinya dengan memberikan infus plasma intravena. Monitor nadi dan tekanan darah.b.      Pencegahan infeksi. Anak yang mengalami sindrom nefrotik cenderung mengalami infeksi dengan pneumokokus kendatipun infeksi virus juga merupakan hal yang menganggu pada anak dengan steroid dan siklofosfamid.c.       Perawatan spesifik meliputi: mempertahankan grafik cairan yang tepat, penimbnagan harian, pencatatan tekanan darah dan pencegahan dekubitus.d.      Dukungan bagi orang tua dan anak. Orang tua dan anak sering kali tergangu dengan penampilan anak. Pengertian akan perasan ini merupakan hal yang penting. Penyakit ini menimbulkan tegangan yang berta pada keluarga dengan masa remisi, eksaserbasi dan masuk rumah sakit secara periodik. Kondisi ini harus diterangkan pada orang tua sehingga

mereka mereka dapat mengerti perjalanan penyakit ini. Keadaan depresi dan frustasi akan timbul pada mereka karena mengalami relaps yang memaksa perawatan di rumah sakit.

3.9 KOMPLIKASI    Komplikasi yang sering terjadi pada Sindrom Nefrotik menurut Betz, Cecily L, 2002 dan Rauf, 2002, antara lain :·      Penurunan volume intravaskuler (syok hipovolemik)·      Kemampuan koagulasi yang berlebihan (thrombosis vena)·      Perburukan pernapasan (berhubungan dengan retensi cairan)·      Kerusakan kulit·      Infeksi sekunder karena kadar immunoglobulin yang rendah akibat hipoalbuminemia·      Peritonitis

3.10 PROGNOSISPrognosis tergantung pada kausa sindrom nefrotik. Pada kasus anak, prognosis adalah sangat baik kerana minimal change disease (MCD) memberikan respon yang sangat baik pada terapi steroid dan tidak menyebabkan terjadi gagal ginjal (chronic renal failure). Tetapi untuk penyebab lain seperti focal segmental glomerulosclerosis (FSG) sering menyebabkan terjadi end stage renal disease (ESRD). Faktor – faktor lain yang memperberat lagi sindroma nefrotik adalah level protenuria, control tekanan darah dan fungsi ginjal.

LI 4. MM KENAJISAN URIN DAN DARAH BERDASARKAN HUKUM ISLAM

1. Najis Mukhaffafah (Najis Ringan)Yang termasuk najis ringan ini adalah air seni atau air kencing bayi laki-laki yang hanya diberi minum asi (air susu ibu) tanpa makanan lain dan belum berumur 2 tahun. Untuk mensucikan najis mukhafafah ini yaitu dengan memercikkan air bersih pada bagian yang kena najis.

2. Najis Mutawassithah (Najis Biasa/Sedang)Segala sesuatu yang keluar dari kubul dan dubur manusia dan binatang/hewan adalah najis biasa dengan tingkatan sedang. Air kencing, kotoran buang air besar, termasuk bangkai (kecuali ikan dan belalang), air susu hewan yang diharamkan untuk memakan dagingnya, khamar, dan lain sebagainya. Najis Mutawasitah terdiri atas dua bagian, yakni :

1. Najis ‘Ainiyah : Jelas terlihat rupa, rasa atau tercium baunya.2. Najis Hukmiyah : Tidak tampat (bekas kencing & miras)

Untuk membuat suci najis mutawasithah ‘ainiyah caranya dengan dibasuh 1 s/d 3 dengan air bersih hingga hilang benar najisnya. Sengankan untuk najis hukmiyah dapat kembali suci dan hilang najisnya dengan jalan dialirkan air di tempat yang kena najis.

3. Najis Mughallazhah (Najis Berat)Najis mugholazah contohnya seperti air liur anjing, air iler babi dan sebangsanya. Najis ini sangat tinggi tingkatannya sehingga untuk membersihkan najis tersebut sampai suci harus dicuci dengan air bersih 7 kali di mana 1 kali diantaranya menggunakan air dicampur tanah.

THAHARAHHadits Nabi saw tentang dua orang yang disiksa di kubur yang salah satunya disebabkan oleh karena tidak bersuci dari bekas kencingnya (HR. Bukhari dan Muslim). Demikian pula perintah Nabi saw Bersucilah kalian dari kecing (Nailul Authar, I/43). Dikarenakan air seni atau kencing manusia adalah barang najis dan bukan termasuk thayibat (barang yang baik) sebagaimana Alloh SWT firmankan dalam surat al-Baqarah:171 dan setiap yang najis adalah haram untuk

dikonsumsi baik benda padat maupun cair, maka secara prinsip mengkonsumsi urine atau kencing manusia hukumnya adalah haram.(Wahbah Az-Zuhaili, Al-Fiqh al-Islami Wa Adillatuhu, III/511, Syeikh Shalih Al-Fauzan, Al-Ath;imah, hal.17, As-Sayyid Sabiq, Fiqhus Sunnah, I/19).

Masalah penggunaan urine manusia sebagai terapi medis tersebut yakni pasien meminum air kecingnya sendiri atau orang lain baik dalam bentuk murni ataupun campuran dengan bahan lain dalam kemasan jamu ataupun obat sebenarnya sudah masuk dalam wilayah pembahasan masalah darurat ataupun verifikasi tingkat kebutuhan yang tentunya membutuhkan kriteria, klasifikasi dan persyaratan yang lebih hati-hati serta pembatasan jelas yang dimaksud kondisi darurat.(QS. Al-Baqarah:173, Al-An&rsquo;am:119, Al-Maidah:3),

Dalam hal ini dapat kita katakan bahwa memang Islam sangat menganjurkan upaya pengobatan dan ikhtiar medis namun harus berusaha tidak keluar dari prinsip halal sehingga tidak menggampangkan dan gegabah menggunakan alternatif haram.

Secara prinsip Islam juga mengharamkan untuk berobat dengan segala sesuatu yang haram termasuk khamer dan air seni karena pengharaman sesuatu menurut Imam Ibnul Qayyim (Zadul Ma&rsquo;ad, III/115-116) menuntut umat Islam untuk menjauhinya dengan segala cara, sedangkan pengambilan sesuatu yang haram sebagai obat konsekuensi dan efeknya adalah akan mendorong orang untuk menyukai dan menjamahnya yang tentunya hal ini bertentangan dengan maksud dan tujuan Allah dalam menetapkan syariah-Nya.

Namun demikian Islam adalah agama rahmat dan tidak menginginkan umatnya celaka dan membiarkannya binasa dalam kondisi darurat karena diantara tujuan syariah adalah hifdzun nafs (memelihara kelangsungan hidup dengan baik), maka dalam konteks ini terdapat kaedah rukhsah (dispensasi) yang memberikan kelonggaran dan keringanan bagi orang yang sakit gawat dengan ketentuan sebagaimana dikemukakan oleh Dr. Yusuf al-Qardhawi yaitu:

- Benar-benar dalam kondisi gawat darurat bila seorang penderita penyakit tidak mengkonsumsi sesuatu yang haram ini.

- Tidak ada obat alternatif yang halal sebagai pengganti obat yang haram ini.- Menurut resep atau petunjuk dokter muslim yang kompeten dan memiliki integritas moral

dan agama.

Kita dapat membagi darah menjadi tiga macam: [1] Darah haidh, [2] Darah manusia, dan [3] Darah hewan yang halal dimakan.

[1] Darah HaidUntuk darah haidh sudah dijelaskan bahwa darah tersebut adalah darah yang najis. Dalil yang menunjukkan hal ini, dari Asma’ binti Abi Bakr, beliau berkata, “Seorang wanita pernah mendatangi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam kemudian berkata, “Di antara kami ada yang bajunya terkena darah haidh. Apa yang harus kami perbuat?” Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallammenjawab, “Gosok dan keriklah pakaian tersebut dengan air, lalu percikilah. Kemudian shalatlah dengannya.” Shidiq Hasan Khon rahimahullah mengatakan, “Perintah untuk menggosok dan mengerik darah haidh tersebut menunjukkan akan kenajisannya.”Hal ini pun telah disepakati oleh para ulama.

[2] Darah manusia

Untuk darah manusia, mengenai najisnya terdapat  perbedaan pendapat di antara para ulama. Mayoritas ulama madzhab menganggapnya najis. Dalil mereka adalah firman Allah Ta’ala,

�ه� �ن ف�إ ز�ير ن خ� �ح م� ل و� أ ا ف�وح� م�س د�م�ا و

� أ �ة� ت م�ي �ون� �ك ي ن� أ �ال إ �ط ع�م�ه� ي ط�اع�م ع�ل�ى م�ا م�ح�ر� �ل�ي� إ وح�ي�

� أ م�ا ف�ي ج�د�� أ ال ق�لر�ج س0

“Katakanlah: "Tiadalah aku peroleh dalam wahyu yang diwahyukan kepadaKu, sesuatu yang diharamkan bagi orang yang hendak memakannya, kecuali kalau makanan itu bangkai, atau darah yang mengalir atau daging babi - karena sesungguhnya semua itu kotor.” (QS. Al An’am: 145). Para ulama tersebut menyatakan bahwa karena dalam ayat ini disebut darah itu haram, maka konsekuensinya darah itu najis.

Namun ulama lainnya semacam Asy Syaukani dan muridnya Shidiq Hasan Khon, Syaikh Al Albanidan Syaikh Muhammad bin Sholih Al ‘Utsaimin rahimahumullah menyatakan bahwa darah itu suci. Alasan bahwa darah itu suci sebagai berikut.

Pertama: Asal segala sesuatu adalah suci sampai ada dalil yang menyatakannya najis. Dan tidak diketahui jika Nabishallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan membersihkan darah selain pada darah haidh. Padahal manusia tatkala itu sering mendapatkan luka yang berlumuran darah. Seandainya darah itu najis tentu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam akan memerintahkan untuk membersihkannya.

Kedua: Sesuatu yang haram belum tentu najis sebagaimana dijelaskan oleh Asy Syaukani rahimahullah.

Ketiga: Para sahabat dulu sering melakukan shalat dalam keadaan luka yang berlumuran darah. Mereka pun shalat dalam keadaan luka tanpa ada perintah dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk membersihkan darah-darah tersebut.

[3] Darah dari hewan yang halal dimakan

Pembahasan darah jenis ini sama dengan pembahasan darah manusia di atas, yaitu tidak ada dalil yang menyatakan bahwa darah tersebut najis. Maka kita kembali ke hukum asal bahwa segala sesuatu itu suci.

Ada riwayat dari Ibnu Mas’ud yang menguatkan bahwa darah dari hewan yang halal dimakan itu suci. Riwayat tersebut,

أ �و�ض� �ت ي �م و�ل �ح ر�ه�ا ن ر� ز ج� م�ن و�د�م7 ث0 ف�ر �ه� �ط ن ب و�ع�ل�ى ع�و د م�س ن� ب ص�ل�ى“Ibnu Mas’ud pernah shalat dan di bawah perutnya terdapat kotoran (hewan ternak) dan terdapat darah unta yang disembelih, namun beliau tidak mengulangi wudhunya.”