58
1. Memahami dan Menjelaskan anatomi makroskopis dan mikroskopis ginjal a. Makroskopis Ginjal Anatomi sistem kemih Sistem perkemihan atau sistem urinaria, adalah suatu sistem dimana terjadinya proses penyaringan darah sehingga darah bebas dari zat-zat yang tidak dipergunakan oleh tubuh dan menyerap zat-zat yang masih di pergunakan oleh tubuh. Zat-zat yang tidak dipergunakan oleh tubuh larut dalam air dan dikeluarkan berupa urin (air kemih). Sistem ini terdiri dari sepasang ren, dengan saluran keluar urin yaitu ureter dari setiap ginjal dan bermuara pada vesika urinaria yang letaknya di belakang sympisis pubis dan urin akan keluar melalui uretra. (Wibowo, 2005) REN Masing-masing ginjal mempunyai panjang kira-kira 12 cm dan lebar 2,5 cm pada bagian paling tebal. Berat satu ginjal pada orang dewasa kira-kira 150 gram dan kira-kira sebesar kepalang tangan. Ginjal terletak retroperitoneal dibagian belakang abdo men. Ginjal kanan terletak lebih rendah dari ginjal kiri karena ada hepar disisi kanan. Ginjal berbentuk kacang dan permukaan medialnya yang cekung disebut hilus renalis, yaitu tempat masuk dan keluarnya sejumlah saluran, seperti pembuluh darah, pembuluh getah bening, saraf, dan ureter. Ginjal terdiri dari tiga bagian, yaitu bagian kulit (korteks), sumsum ginjal (medula), dan bagian rongga ginjal (pelvis renalis).

PBL URIN 1

Embed Size (px)

DESCRIPTION

pbl urin 1

Citation preview

1. Memahami dan Menjelaskananatomi makroskopis dan mikroskopisginjala. Makroskopis GinjalAnatomi sistem kemih Sistem perkemihan atau sistem urinaria, adalah suatu sistem dimana terjadinya proses penyaringan darah sehingga darah bebas dari zat-zat yang tidakdipergunakan oleh tubuh dan menyerap zat-zat yang masih di pergunakan oleh tubuh. Zat-zat yang tidak dipergunakan oleh tubuh larut dalam air dan dikeluarkanberupa urin (air kemih). Sistem ini terdiri dari sepasang ren, dengan saluran keluar urin yaitu ureter dari setiap ginjal dan bermuara pada vesika urinaria yang letaknya di belakang sympisis pubis dan urin akan keluar melalui uretra. (Wibowo, 2005)

REN Masing-masing ginjalmempunyai panjang kira-kira12 cmdan lebar2,5 cmpadabagian paling tebal. Berat satu ginjal pada orang dewasa kira-kira 150 gram dan kira-kira sebesarkepalangtangan.Ginjal terletakretroperitonealdibagianbelakangabdomen. Ginjal kanan terletak lebih rendah dari ginjal kiri karena ada hepar disisi kanan. Ginjalberbentuk kacang dan permukaan medialnya yang cekung disebut hilus renalis, yaitu tempat masuk dan keluarnya sejumlah saluran, seperti pembuluh darah, pembuluh getahbening,saraf,danureter. Ginjal terdiri dari tiga bagian, yaitu bagian kulit (korteks), sumsum ginjal (medula), danbagian rongga ginjal (pelvis renalis).

Gambar 1.struktur ren (ginjal)Korteks ginjal Pada kulit ginjal terdapat bagian yang bertugas melaksanakanpenyaringan darah yang disebut nefron. Pada tempat penyaringan darah inibanyak mengandung kapiler kapiler darahyang tersusun bergumpal gumpal disebut glomerolus. Tiap glomerolus dikelilingi oleh capsulabowman. (Sloane, 2003)

Medulla Medulla terdiri beberapa badan berbentuk kerucut yang disebutpiramid renal. Dengan dasarnyamenghadap korteks dan puncaknya disebut papila renis, mengarah ke bagian dalam ginjal. Satu piramid dengan jaringan korteks di dalamnya disebut lobus ginjal. Piramid antara 8 hingga 18 buah tampakbergaris garis karena terdiri atas berkas saluran parallel. Diantara pyramid terdapat jaringan korteks yang disebut dengan kolumna renal.

Rongga renalisRongga renalis adalah ujung ureter yang berpangkal di ginjal, berbentukcorong lebar. Sebelum berbatasan dengan jaringan ginjal, pelvis renalis bercabang dua atau tiga disebutcalyx mayor, yang masing masing bercabangmembentukbeberapa calyx minor yang langsung menutupi papila renis dari piramid. Calyx minor ini menampung urine yang terus keluar dari papila. Dari calyx minor urine masuk ke calyx mayor, ke pelvis renis ke ureter, hingga di tampung dalam kandung kemih (vesikula urinaria). (Wibowo, 2005)Ginjal memiliki pembungkus yaitu capsula fibrosa, capsula adipose dan fascies renalis. Capsula fibrosa, melekat pada ren dan mudah dikupas, capsula fibrosa hanya meyelubungi ginjal.Capsula adipose, mengadung banyak lemak dan membugkus ginjal dan glandula suprarenalis. Fungsinya adalah mempertahankan posisi ginjal. Fascia renalis, terdiri dari 2 lembar yaitu fascia prerenalis yang terletak pada bagian depan dan retrorenalis yang terletak di bagian belakang. Pendarahan Ginjal Ginjal mendapat darah dari aorta abdominalis yang mempunyaipercabangan arteria renalis, yang berpasangan kiri dan kanan dan bercabang menjadi arteria interlobaris kemudian menjadi arteri arkuata mempercabangkan arteria interlobularis yang berjalan sampai ke tepi ginjal mempercabangkan vassa afferent ke glomerolus, membentuk anyaman/pembuluh kapiler sebagai vassa eferen. Pembuluh balik pada ren mengikuti nadinya yang mulai dari permukaan ginjal sebagai kapiler kemudian berkumpul ke dalam vena interlobaris. Dari vena interlobularis ke vena arcuata ke vena interlobaris ke vena renalis terakhir menuju ke vena cava inferior. (Sloane, 2003)Persarafan ginjal Ginjal mendapatkan persarafan dari fleksus renalis (vasomotor). Saraf ini berfungsi untuk mengatur jumlah darah yang masuk ke dalam ginjal, saraf ini berjalan bersamaan dengan pembuluh darah yang masuk ke ginjal.

b. Mikroskopis GinjalNefron Tiap ginjal tersusun atas unit struktural dan fungsional dalam pembentukan urin yang dinamakan nefron (nephron). Tiap nefron terdiri atas bagian yang melebar yang dinamakan korpuskula renalis atau badan malphigi, tubulus kontortus proksimal, lengkung Henle serta tubulus kontortus distal. (Junqueira, 2002)Korpuskula renalis Korpuskula renalis terdiri atas glomelurus dan dikelilingi oleh kapsula Bowmann. (Junqueira, 2002)Glomeruli Glomerulus merupakan anyaman pembuluh darah kapiler yang ruwet yang merupakan cabang dari arteriole aferen. Pada permukaan luar kapiler glomeruli menempel sel berbentuk spesifik dan memiliki penjuluran-penjuluran yang disebut podosit (sel kaki). Antara sel-sel endotel kapiler dan podosit membentuk struktur kontinyu yang berlubang-lubang yang memisahkan darah yang terdapat dalam kapiler dengan ruang kapsuler. Podosit berfungsi membantu filtrasi cairan darah menjadi cairan ultra filtrat (urin primer). Cairan ultra filtrat ditampung di dalam ruang urin yaitu ruang antara kapiler dengan dinding kapsula Bowmani dan selanjutnya mengalir menuju tubulus contortus proksimal. Komposisi kimia cairan ultra filtrat hampir sama dengan plasma darah. (Junqueira, 2002)Capsula Bowman Lapisan parietal kapsula bowman terdiri atas epitel selapis gepeng. Ruang kapsuler berfungsi menampung urine primer (ultra filtrat). Sel podosit, sel epitel kapsula Bowman yang mengalami spesialisasi untuk filtrasi cairan darah. Oleh karena itu komposisi cairan ultra filtrat hampir sama dengan plasma darah kecuali tidak mengandung protein plasma. (Junqueira, 2002)Sel Mesangial Pada sel-sel endotel dan lamina basalis kapiler glomerulus terdapat sel mesangial yang berperan sebagai makrofage. (Junqueira, 2002)Tubulus Kontortus Proksimal Tubulus kontortus proksimal kebanyakan terdapat di bagian korteks ginjal. Mukosa tubulus kontortus proksimal tersusun atas sel-sel epitel kubus selapis, apeks sel menghadap lumen tubulus dan memiliki banyak mikrovili (brush border). Sel epitel tubulus contortus proksimal berfungsi untuk reabsorpsi. (Junqueira, 2002)Lengkung Henle (loop of Henle) Lengkung Henle berbentuk seperti huruf U terdiri atas segmen tipis dan diikuti segmen tebal. Bagian tipis lengkung henle yang merupakan lanjutan tubulus kontortus proksimal tersusun atas sel gepeng dan inti menonjol ke dalam lumen. Cairan urin ketika berada dalam loop of Henle bersifat hipotonik, tetapi setelah melewati loop of Henle urin menjadi bersifat hipertonik. Hal ini dikarenakan bagian descenden loop of Henle sangat permeabel terhadap pergerakan air, Na+, dan Cl-, sedangkan bagian ascenden tidak permeabel terhadap air dan sangat aktif untuk transpor klorida bertanggung jawab terhadap hipertonisitas cairan interstitial daerah medulla. Sebagai akibat kehilangan Na dan Cl filtrat yang mencapai tubulus contortus distal bersifat hipertonik. (Junqueira, 2002)Tubulus Kontortus Distalis Tubulus contortus distalis tersusun atas sel-sel epithelium berbentuk kuboid, sitoplasma pucat, nuklei tampak lebih banyak, tidak ada brush border. ADH disekresikan oleh kelenjar hipofise posterior. Apabila masukan air tinggi, maka sekresi ADH dihambat sehingga dinding tubulus contortus distal dan tubulus koligen tidak permeabel terhadap air akibatnya air tidak direabsioprsi dan urin menjadi hipotonik dalam jumlah besar akan tetapi ion-ion untuk keseimbangan osmotic tetap ditahan. Sebaliknya apabila air minum sedikit atau kehilangan air yang banyak karena perkeringatan tubulus contortus distal permeabel terhadap air dan air direabsorpsi sehingga urin hipertonik. Hormon aldosteron yang disekresikan oleh korteks adrenal berperan meningkatkan reabsorpsi ion Na. Sebaliknya mempermudah ekskresi ion kalium dan hidrogen. Penyakit Addison merupakan akibat dari kehilangan natrium secara berlebihan dalam urin. (Junqueira, 2002)Tubulus Koligens Urin berjalan dari tubulus kontortus distal ke tubulus koligens yang apabila bersatu membentuk saluran lurus yang lebih besar yang disebut duktus papilaris Bellini. Tubulus koligens dibatasi oleh epitel kubis. Peristiwa penting pada tubulus koligens adalah mekanisme pemekatan atau pengenceran urin yang diatur oleh hormon antidiuretik (ADH). Dinding tubulus distal dan tubulus koligens sangat permeabel terhadap air bila terdapat ADH dan sebaliknya. (Junqueira, 2002)

2. Memahami dan Menjelaskan Fisiologi Ginjal, Proses Pembentukan Urin, dan Aspek Biokimia Peran Ginjal

Fungsi GinjalFungsi spesifik ginjal bertujuan mempertahankan cairan ekstrasel (CES) yang konstan. 1. Mempertahankan imbangan air seluruh tubuh; mempertahankan volume plasma yg tepat mll pengaturan ekskresi garam dan air pengaturan tekanan darah jangka panjang. 2. Mengatur jumlah & kadar berbagai ion dalam CES, spt: ion Na+, Cl-, K+. HCO3-. Ca2+. Mg2+, SO42-, PO43-, dan H+ mengatur osmolalitas cairan tubuh.3. Membantu mempertahankan imbangan asam-basa dengan mengatur kadar ion H+ dan HCO3-4. Membuang hasil akhir dari proses metabolisme, seperti: ureum, kreatinin, dan asam urat yg bila kadarnya meningkat di dlm tubuh dapat bersifat toksik. 5. Mengekskresikan bbg senyawa asing, spt: obat, pestisida, toksin, & bbg zat eksogen yg msk ke dlm tubuh. 6. Menghasilkan beberapa senyawa khusus:a. Eritropoietin: hormon perangsang kecepatan pembentukan, pemarangan & penglepasan eritrositb. Renin: enzim proteolitik yg berperan dlm pengaturan volume ces tekanan darahc. Kalikrein: enzim proteolitik dlm pembentukan kinin, suatu vasodilatord. Beberapa macam prostaglandin & tromboksan: derivat asam lemak yg bekerja sbg hormon lokal; prostaglandin e2 & i1 di ginjal menimbulkan vasodilatasi, ekskresi garam & air, & merangsang penglepasan renin; tromboksan bersifat vasokonstriktor.7. Melakukan fungsi metabolic khusus:a. Mengubah vitamin D inaktif menjadi bentuk aktif (1,25-dihidroksi-vitamin D3), suatu hormon yg merangsang absorpsi kalsium di usus b. Sintesis amonia dari asam amino untuk pengaturan imbangan asam-basac. Sintesis glukosa dari sumber non-glukosa (glukoneogenesis) saat puasa berkepanjangand. Menghancurkan/menginaktivasi berbagai hormon, spt: angiotensin II, glukoagon, insulin, & hormon paratiroid

Mekanisme Pembentukan Urin.Tiga proses utama pembentukan urin: 1. FiltrasiglomerulusProses penyaringan besar-besaran plasma (hampir bebas protein) dari kapiler glomerulus ke dalam kapsula bowman.

Membran glomerulus: fenestra lapisan endotel kapiler, membran/lamina basalis, diafragma & celah lapisan epitel kapsula bowman. Membran: sangat permeabel thd air & kristaloid (solut bermolekul kecil), tidak permeabel thd molekul besar, yaitu koloid (protein plasma)

Filtrasi Glomerulus Filtrat glomerulus (ultrafiltrat): cairan bebas protein & mengandung kristaloid dgn kadar = plasma; kristaloid yg terikat dg protein sulit melewati membran, shg kadar kristaloid = plasma Masih mengandung sedikit protein (albumin) 10mg/L; melewati membran dg difusi Kerja membran glomerulus: all or none untuk kristaloid & molekul besar (BM 7000) Hanya 20% plasma yang difiltrasi oleh glomerulus 19% direabsorpsi, 1% diekskresi

Faktor yang berperan dalam filtrasiTekanan filtrasi (Starling forces), ditentukan oleh: Tekanan yg mendorong filtrasi: tekanan hidrostatik di kapiler glomerulus tekanan onkotik dlm kapsula bowman (krn hampir tdk ada protein, kb=0 Tekanan yg melawan filtrasi: tekanan hidrostatik di kapsula bowman tekanan onkotik protein plasma dlm kapiler glomerulus Tekanan hidrostatik kapiler glomerulus (55mmHg) kekutan kontraksi jantung & tahanan di dlm aa.aferen & aa.eferen (derajat konstriksi & dilatasi atau diameter pemb.darah) Tekanan onkotik protein plasma (15mmHg) konsentrasi plasma dlm kapiler glomerulus Tekanan hidrostatik dlm kapsula bowman (30mmHg) keadaan ureter & keadaan ginjal Laju Filtrasi Glomerulus LFG: Jumlah cairan yang difiltrasi kedalam kapsula bowman per satuan waktu Rata-rata LFG = 125 ml/menit 180 L/hari Total volume plasma 3Lginjal memfiltrasi darah 60 x/hari 2,5 x/jam (24 menit/1 x filtrasi) LFG dipengaruhi oleh:(1) tekanan filtrasi net tekanan & aliran darah ginjal (2) koefisien filtrasi luas permukaan kapiler glomerulus yang dapat melakukan filtrasi & permeabilitas membran kapiler-kapsula bowman.Pengontrolan LFG Pengaturan aliran darah mll arteriol ginjal resistensi aa. aferan & eferen (terutama aa.aferen) Autoregulasi lfg respons miogenik (kemampuan intrinsik otot polos pemb.darah thd perubahan tekanan) umpan balik tubuloglomerular (mekanisme sinyal parakrin mll perubahan aliran cairan mll tubulus distal) Hormon & saraf otonom respons thd perubahan tekanan atau volume darah sistemin A. Glomerulus Sebagai Sawar FiltrasiGlomerulus merupakan suatu bola kapiler yang dikelilingi oleh kapsula Bowman, kumpulan epitel tubulus berbentuk kapsul cekung dimana urin difiltrasi. Glomerulus juga mengandung sel mesangial, yang merupakan penggantung untuk menyangga lengkung kapiler dan memiliki kemampuan kontraktil dan fagositik. Darah memasuki kapiler glomerulus melalui arteriol aferen dan meninggalkannya melalui arteriol eferen, bukan venula. Vasokonstriksi arteriol aferen menyebabkan tekanan hidrostatik tinggi di dalam kapiler glomerulus, memaksa air, ion dan molekul kecil melewati sawar filtrasi ke kapsula Bowman. Apakah suatu zat difiltasi atau tidak tergantung pada ukuran molekul dan muatannya. Sawar filtrasi terdiri dari tiga lapisan, yaitu :1. Sel endotelSel endotel dinding kapiler glomerulus tipis dan memiliki pori berukuran 70nm yang dipernuhi oleh glikoprotein bermuatan negatif, terutama podokaliksin.2. Membran basal glomerulusMembran basal kapiler juga mengandung glikoprotein bermuatan negatif. Membran ini terdiri dari dua lapisan yang mengandung kolagen tipe IV, proteoglikan heparin sulfat, laminin, podokaliksin, dan sejumlah kecil kolagen tipe III dan V, fibronektin, dan entaktin. Kolagen tipe IV membentuk rantai heliks yang tersusun sebagai struktur tiga dimensi dan menjadi tempat melekat komponen lainnya.3. Sel epitel kapsula BowmanSel epitel atau podosit memiliki proyeksi panjang yang merupakan asal tonjolan kaki dan menempel pada membran basal glomerulus sisi saluran kemih. Tonjolan kaki dari podosit-podosit yang berbeda saling menempel dan menyisakan celah filtrasi (filtration slit) berukuran 25-65nm di antaranya. Melintasi celah-celah ini, jalinan protein membentuk pori celah (slit pore). Protein slit-pore utama adalah nefrin, yang berinteraksi dengan protein lain termasuk podosin dan CD2AP. Pori ini merupakan kunci selektivitas sawar pada proses filtrasi dan mencegah lewatnya molekul besar seperti albumin.

Gambar 2.2 (A) Morfologi glomerulus, (B) Gambaran histologi glomerulus 6

Ginjal mempertahankan kestabilan lingkungan ekstraselular yang menunjang fungsi semua sel tubuh. Ginjal mengontrol keseimbangan air dan ion dengan mengatur ekskresi air, natrium, kalium, klorida, kalsium, magnesium, fosfat dan zat-zat lain, serta mengatur status asam-basa.

B. Fungsi TubulusFiltrat urin dibentuk di glomerulus dan dibawa ke dalam tubulus di mana volume dan isinya diubah oleh proses reabsorbsi atau sekresi. Reabsorpsi sebagian besar zat terlarut terjadi di tubulus proksimal dan sedikit penyesuaian komposisi urin terjadi di tubulus distal dan duktus kolektivus. Ansa henle bertugas memekatkan urin.Epitel tubulus hanya terdiri dari selapis sel. Sel tubulus memiliki taut erat (tight junction) pada bagian apikal atau luminal yang memisahkan cairan tubulus dengan plasma peritubulus, sehingga memungkinkan terjadinya proses transport untuk membentuk gradient konsentrasi di sepanjang epitel tubulus. Sel pada kapsula Bowman merupakan sel epitel skuamosa yang tipis, sedangkan sel pada tubulus merupakan sel epitel kolumnar yang khusus berperan pada proses transport. Tubulus ProksimalTubulus proksimal awalnya melengkung lalu lurus dan kemuadian menjadi ansa Henle. Sel tubulus merupakan sel epitel kolumnar yang tinggi dengan banyak mikrovilli, permukaan yang luas, dan apparatus endositik luminal yang berkembang dengan baik. Banyak zat direabsorpsi aktif di tubulus proksimal, seperti natrium, kalium, kalsium, fosfat, glukosa, asam amino, dan air. Reabsorpsi ini mengurangi volume filtrat, namun karena air bergerak secara osmotik dengan zat terlarut yang direabsorpsi, maka filtrat tidak menjadi pekat (yaitu reabsorbsi iso-osmotik) Ansa HenleSeiring tubulus proksimal lurus berubah menjadi ansa Henle segmen desendens tipis, sel menjadi semakin gepeng dengan semakin sedikit mikrovili. Struktur berlanjut menjadi segmen asendens tipis, kemudian segmen asendens tebal, yang selnya sebagian besar kuboid. Segmen asenden tebal bergerak ke atas menuju glomerulus, tempatnya berasal, dan berkhir di makula densa.

Gambar 2.3 Proses filtrasi, reabsobsi dan sekresi oleh nefron 6 Aparatus JukstaglomerularAparatus jukstaglomerular merupakan struktur yang terdiri dari tiga jenis sel utama : sekelompok sel tubulus yang disebut makula densa, sel mesangial ekstraglomerulus, dan sel granular. Sel granular terutama terdapat pada dinding arteriol aferen dan menyekresi renin.

Tubulus DistalSetelah makula densa, terdapat tubulus kontortus distal, kemudian berlanjut menjadi tubulus kolektivus dan bermuara di duktus kolektivus. Duktus kolektivus terdiri dari tiga bagian, dinamakan berdasarkan kedalamannya pada ginjal : duktus kolektivus kortikal, duktus kolektivus medular luar, dan duktus kolektivus medular dalam. Duktus kolektivus medular dalam mengalirkan ke duktus papilaris, yang berhubungan dengan papilla ginjal lalu ke kaliks minor.

C. Pembuluh Darah Yang Berhubungan Dengan Ansa HenleArteriol eferen pada nefron kortikal membentuk anyaman kapiler (capillary bed) kedua, yaitu kapiler peritubular, yang menyelubungi sistem tubulus. Namun demikian, pada nefron jukstamedular, arteriol eferen mula-mula membentuk berkas pembuluh darah yang menjadi kapiler peritubular dan pembuluh darah yang lurus, yang kemudian menjadi vasa rekta. Vasa rekta desendens mengarah ke bawah menuju medulla bagian dalam bersama ansa Henle. Pada tingkay ini, cabang pembuluh darah membentuk jalinan kapiler (capillary network) yang kemudian menjadi vasa rekta asendens. Vena ini kemudian mengarah ke atas dan terletak berdekatan dengan vasa rekta desendens. Vasa rekta merupakan satu-satunya pemasok darah ke medula.

Gambar 2.4 Sirkulasi peredaran darah yang masuk dan keluar dari nefron 6 D. Proses Transpor di TubulusTranspor aktif membutuhkan pengeluaran energi dalam bentuk ATP (misalnya Na+/K+ ATPase). Ion atau molekul dapat berpindah melalui transpor pasif menuruni gradient konsentrasi. Molekul air tidak dapat dipompa secara langsung; molekul air tersebut bergerak secara osmosis ketika terdapat gradien konsentrasi ion atau molekul melalui membrane semipermeabel. Jika partikel bermuatan berpindah, keseimbangan listrik (elektronetralitas) dipertahankan baik oleh kotranspor (dalam arah yang sama dengan pergerakan partikel bermuatan berlawanan) atau oleh counter transport (dalam arah yang berlawanan dengan pergerakan partikel bermuatan sama). Molekul dapat bergerak melalui transport terhubung (linked transport) ke molekul lain, yang pergerakannnya ini menuruni gradien listrik atau gradien konsentrasi. E. Hormon yang Bekerja pada Ginjal Hormon antidiuretik (ADH atau vasopressin)Merupakan peptida yang dihasilkan oleh kelenjar hipofisis posterior; hormone ini meningkatkan reabsorbsi air pada duktus kolektivus. AldosteronMerupakan hormone steroid yang diproduksi oleh korteks adrenal; hormone ini meningkatkan reabsobsi natrium pada duktus kolektivus. Peptida natriuretik (NP)Diproduksi oleh sel jantung dan meningkatkan eksresi natrium pada duktus kolektivus. Hormon paratiroidMerupakan protein yang diproduksi oleh kelenjar paratiroid; hormone ini meningkatkan ekskresi fosfat, reabsorbsi kalsium, dan produksi vitamin D pada ginjal.

F. Hormon yang Dihasilkan oleh Ginjal ReninMerupakan protein yang dihasilkan oleh aparatus jukstaglomerular; hormon ini menyebabkan pembentukan angiotensin II. Angiotensin II bekerja langsung pada tubulus proksimal dan bekerja melalui aldosteron pada tubulus distal untuk meningkatkan retensi natrium. Hormon ini juga merupakan vasokonstriktor kuat.

Vitamin DMerupakan hormon steroid yang dimetabolisme di ginjal menjadi bentuk aktif 1,25-dihidroksikolekalsiferol, yang terutama berperan meningkatkan absorbsi kalsium dan fosfat dari usus.

EritropoietinMerupakan protein yang diproduksi oleh ginjal; hormon ini meningkatkan pembentukan sel darah merah di sumsum tulang.

ProstaglandinDiproduksi di ginjal; memiliki berbagai efek, terutama pada tonus pembuluh darah ginjal.

3. Memahamidanmenjelaskan sindrom nefrotik.a. DefinisiSindrom nefrotik merupakan suatu penyakit ginjal yang terbanyak pada anak. Penyakit tersebut ditandai dengan sindrom klinik yang terdiri dari beberapa gejala yaitu proteinuria masif (>40 mg/m2 LPB/jam atau rasio protein/kreatinin pada urin sewaktu >2 mg/mg atau dipstick 2+), hipoalbuminemia 2,5 g/dL, edema, dan hiperkolesterolemia. (Undip)Sindroma nefrotik ditandai dengan gangguan selektif permeabilitas kapiler glomerulus sehingga terjadi kehilangan protein melalui urin. Proteinuria pada anak SN relatif selektif yang terdiri atas albumin dengan kisaran nefrotik proteinuria mencapai 1000 mg/m2 per hari atau rasio protein kreatinin pada random (spot) urin mencapai 2 mg/mg (Bagga dan Mantan, 2005). Sindrom nefrotik adalah jenis umum dari penyakit ginjal yang terlihat pada anak-anak. Sindrom nefrotik ditandai dengan proteinuria masif, hipoalbuminemia, dan edema, meskipun gambaran klinis tambahan seperti hiperlipidemia biasanya juga hadir. Dalam beberapa tahun pertama kehidupan, anak-anak dengan kondisi ini sering menunjukkan pembengkakan periorbital dengan atau tanpa edema umum. Penyakit ini disebabkan oleh perkembangan cacat struktural dan fungsional dalam filtrasi glomerulus, mengakibatkan ketidakmampuan untuk membatasi pengeluaran protein urin. (Gbadegesin and Smayer, 2008)Sebagian besar peneliti sependapat bahwa proteinuria dan hipoalbuminemia merupakan kriteria dasar dari sindrom nefrotik. Beberapa ahli ginjal menambahkan kriteria lain : 1. Lipiduria yang terlihat sebagai oval fat bodies atau maltese cross atau doubly refractille bodies2. Kenaikan serum lipid, lipoprotein, globulin, kolesterol total, dan trigliserid3. Sembab (puffy face)Sebenarnya semua kriteria tambahan tersebut di atas merupakan akibat dari proteinuria masif dan hipoalbuminemia. 4

Sindrom nefrotik terutama pada pasien dewasa bukan merupakan full diagnosis,tetapi : a. Mungkin suatu penampilan klinis dari penyakit ginjal (renal disease)b. Mungkin merupakan perjalanan klinis (clinical course) dari penyakit ginjal tertentu (established renal disease)c. Mungkin merupakan refleksi episode berulang imunologi ginjal (recurent renal imunological events) atau kerusakan ginjald. Indikasi kelainan ginjal dari penyakit sistemik 4

b. Etiologi dan Faktor ResikoEtiologiSindrom nefrotik pada anak-anak sebagian besar disebabkan karena primer atau idiopatik, meskipun ada sebagian kecil kasus yang disebabkan oleh factor sekunder untuk agen infeksius dan glomerulus lain dan penyakit sistemik. Etiologi sindrom nefrotik tergantung pada usia penderita. Sebagian besar kasus muncul dalam 3 bulan pertama kehidupan disebut sindrom nefrotik sebagai bawaan (congenital nephrotic syndrome) dan akibat penyakit genetik. Pada penderita yang berusia satu tahun dan pada dekade pertama, sebagian besar kasus disebabkan oleh sindrom nefrotik primer atau idiopatik, sedangkan proporsi kasus sindrom nefrotik sekunder meningkat melampaui 10 tahun pertama kehidupan.

Congenital Nephrotic Syndrome Sindrom nefrotik muncul dalam 3 bulan pertama kehidupan disebut sindrom nefrotik sebagai bawaan (SSP). Sebagian besar kasus dalam kelompok usia ini adalah karena penyebab genetic Sebagian besar kejadian ini terjadi karena ada mutasi pada gen encoding Nefrin, sebuah celah podosit protein diafragma. Dalam 3 bulan pertama kehidupan sindrom nefrotik dapat terjadi karena sindrom multisistemik seperti sindrom sindrom pierson, sindrom kuku-patela, sindrom Denys-Drash, dan akibat dari infeksi bawaan seperti sifilis dan sitomegalovirus

Secara klinis sindrom nefrotik dibagi menjadi 2 golongan, yaitu :1. Sindrom nefrotik primer, faktor etiologinya tidak diketahui. Dikatakan sindrom nefrotik primer oleh karena sindrom nefrotik ini secara primer terjadi akibat kelainan pada glomerulus itu sendiri tanpa ada penyebab lain. Golongan ini paling sering dijumpai pada anak. Termasuk dalam sindrom nefrotik primer adalah sindrom nefrotik kongenital, yaitu salah satu jenis sindrom nefrotik yang ditemukan sejak anak itu lahir atau usia di bawah 1 tahun.Kelainan histopatologik glomerulus pada sindrom nefrotik primer dikelompokkan menurut rekomendasi dari ISKDC (International Study of Kidney Disease in Children). Kelainan glomerulus ini sebagian besar ditegakkan melalui pemeriksaan mikroskop cahaya, dan apabila diperlukan, disempurnakan dengan pemeriksaan mikroskop elektron dan imunofluoresensi. Tabel di bawah ini menggambarkan klasifikasi histopatologik sindrom nefrotik pada anak berdasarkan istilah dan terminologi menurut rekomendasi ISKDC (International Study of Kidney Diseases in Children, 1970) serta Habib dan Kleinknecht (1971).Tabel 1. Klasifikasi kelainan glomerulus pada sindrom nefrotik primer

Kelainan minimal (KM)Glomerulosklerosis (GS)Glomerulosklerosis fokal segmental (GSFS)Glomerulosklerosis fokal global (GSFG)Glomerulonefritis proliferatif mesangial difus (GNPMD)Glomerulonefritis proliferatif mesangial difus eksudatifGlomerulonefritis kresentik (GNK)Glomerulonefritis membrano-proliferatif (GNMP)GNMP tipe I dengan deposit subendotelial GNMP tipe II dengan deposit intramembranGNMP tipe III dengan deposit transmembran/subepitelialGlomerulopati membranosa (GM)Glomerulonefritis kronik lanjut (GNKL)

Sumber : Wila Wirya IG, 2002. Sindrom nefrotik. In: Alatas H, Tambunan T, Trihono PP, Pardede SO, editors. Buku Ajar Nefrologi Anak. Edisi 2. Jakarta: Balai Penerbit FKUI pp. 381-426Sindrom nefrotik primer yang banyak menyerang anak biasanya berupa sindrom nefrotik tipe kelainan minimal. Pada dewasa prevalensi sindrom nefrotik tipe kelainan minimal jauh lebih sedikit dibandingkan pada anak-anak.Di Indonesia gambaran histopatologik sindrom nefrotik primer agak berbeda dengan data-data di luar negeri. Wila Wirya menemukan hanya 44.2% tipe kelainan minimal dari 364 anak dengan sindrom nefrotik primer yang dibiopsi, sedangkan Noer di Surabaya mendapatkan 39.7% tipe kelainan minimal dari 401 anak dengan sindrom nefrotik primer yang dibiopsi.2. Sindrom nefrotik sekunder, timbul sebagai akibat dari suatu penyakit sistemik atau sebagai akibat dari berbagai sebab yang nyata seperti misalnya efek samping obat. Penyebab yang sering dijumpai adalah :a. Penyakit metabolik atau kongenital: diabetes mellitus, amiloidosis, sindrom Alport, miksedema.b. Infeksi : hepatitis B, malaria, schistosomiasis, lepra, sifilis, streptokokus, AIDS.c. Toksin dan alergen: logam berat (Hg), penisillamin, probenesid, racun serangga, bisa ular.d. Penyakit sistemik bermediasi imunologik: lupus eritematosus sistemik, purpura Henoch-Schnlein, sarkoidosis.e. Neoplasma : tumor paru, penyakit Hodgkin, tumor gastrointestinal.

c. KlasifikasiEtiologi sindrom nefrotik secara garis besar dibagi menjadi dua, yaitu:1. Sindrom nefrotik primerFaktor etiologinya tidak diketahui. Dikatakan sindrom nefrotik primer oleh karena sindrom nefrotik ini secara primer terjadi akibat kelainan pada glomerulus itu sendiri tanpa ada penyebab lain. Golongan ini paling sering dijumpai pada anak. Termasuk dalam sindrom nefrotik primer adalah sindrom nefrotik kongenital, yaitu salah satu jenis sindrom nefrotik yang ditemukan sejak anak itu lahir atau usia di bawah 1 tahun.7Kelainan histopatologik glomerulus pada sindrom nefrotik primer dikelompokkan menurut rekomendasi dari ISKDC (International Study of Kidney Disease in Children). Kelainan glomerulus ini sebagian besar ditegakkan melalui pemeriksaan mikroskop cahaya, dan apabila diperlukan, disempurnakan dengan pemeriksaan mikroskop elektron dan imunofluoresensi. Tabel di bawah ini menggambarkan klasifikasi histopatologik sindrom nefrotik pada anak berdasarkan istilah dan terminologi menurut rekomendasi ISKDC (International Study of Kidney Diseases in Children, 1970) serta Habib dan Kleinknecht (1971).8Tabel 1. Klasifikasi kelainan glomerulus pada sindrom nefrotik primer

1. Kelainan minimal (KM)2. Glomerulosklerosis (GS) Glomerulosklerosis fokal segmental (GSFS) Glomerulosklerosis fokal global (GSFG)3. Glomerulonefritis proliferatif mesangial difus (GNPMD)4. Glomerulonefritis proliferatif mesangial difus eksudatif5. Glomerulonefritis kresentik (GNK)6. Glomerulonefritis membrano-proliferatif (GNMP) GNMP tipe I dengan deposit subendotelial GNMP tipe II dengan deposit intramembran GNMP tipe III dengan deposit transmembran/subepitelial7. Glomerulopati membranosa (GM)8. Glomerulonefritis kronik lanjut (GNKL)

Sementara itu, berdasarkan histopatologis, Churk dkk membagi sindrom nefrotik primer menjadi empat, yaitu:a. Kelainan minimalPada mikroskop elektron akan tampak foot prosessus sel epitel berpadu. Dengan cara imunofluoresensi ternyata tidak terdapat IgG pada dinding kapiler glomerulus.

Gambar 1. Gambaran histopatologis sindrom nefrotik primer jenis kelainan minimal.

b. Nefropati membranosaSemua glomerulus menunjukan penebalan dinding kapiler yang tersebar tanpa proliferasi sel. Prognosis kurang baik.

Gambar 2. Gambaran histopatologis sindrom nefrotik primer jenis glomerulopati membranosa.

c. Glomerulonefritis proliferatif Glomerulonefritis proliferatif esudatif difus. Terdapat proliferasi sel mesangial dan infiltrasi sel polimorfonukleus. Pembengkanan sitoplasma endotel yang menyebabkan kapiler tersumbat. Dengan penebalan batang lobular.Terdapat prolefirasi sel mesangial yang tersebar dan penebalan batang lobular. Dengan bulan sabit ( crescent)Didapatkan proliferasi sel mesangial dan proliferasi sel epitel sampai kapsular dan viseral. Prognosis buruk. Glomerulonefritis membranoproliferatifProliferasi sel mesangial dan penempatan fibrin yang menyerupai membran basalis di mesangium. Titer globulin beta-IC atau beta-IA rendah. Prognosis buruk. Lain-lain perubahan proliferasi yang tidak khas.d. Glomerulosklerosis fokal segmentalPada kelainan ini yang mencolok sklerosis glomerulus. Sering disertai atrofi tubulus. Prognosis jenis ini adalah buruk.

Gambar 3. Gambaran histopatologis sindrom nefrotik primer jenis glomerulosklerosis fokal segmental.Di Indonesia gambaran histopatologik sindrom nefrotik primer agak berbeda dengan data-data di luar negeri. Wila Wirya menemukan hanya 44.2% tipe kelainan minimal dari 364 anak dengan sindrom nefrotik primer yang dibiopsi, sedangkan Noer di Surabaya mendapatkan 39.7% tipe kelainan minimal dari 401 anak dengan sindrom nefrotik primer yang dibiopsi.9,10

2. Sindrom nefrotik sekunderTimbul sebagai akibat dari suatu penyakit sistemik atau sebagai akibat dari berbagai sebab yang nyata seperti misalnya efek samping obat. Penyebab yang sering dijumpai adalah infeksi, keganasan, penyakit jaringan penyambung (connective tissue diseases), obat atau toksin, dan akibat penyakit sistemik.11d. Patofisiologi

Reaksi antigen antibody menyebabkan permeabilitas membrane basalis glomerulus meningkat dan diikuti kebocoran sejumlah protein (albumin). Tubuh kehilangan albumin lebih dari 3,5 gram/hari menyebabkan hipoalbuminemia, diikuti gambaran klinis sindrom nefrotik seperti sembab, hiperliproproteinemia dan lipiduria. (Gunawan, 2013)Patofisiologi beberapa gejala dari sindrom nefrotik : Proteinuri Proteinuria (albuminuria) masif merupakan kelainan dasar SN yang merupakan penyebab utama terjadinya sindrom nefrotik, namun penyebab terjadinya proteinuria belum diketahui benar. Salah satu teori yang dapat menjelaskan adalah hilangnya muatan negatif yang biasanya terdapat di sepanjang endotel kapiler glomerulus dan membran basal. Hilangnya muatan negatif tersebut menyebabkan albumin yang bermuatan negatif tertarik keluar menembus sawar kapiler glomerulus. Proteinuri sebagian besar berasal dari kebocoran glomerulus (proteinuri glomerular) dan hanya sebagian kecil berasal dari sekresi tubulus (proteinuri tubular). Perubahan integritas membrana basalis glomerulus menyebabkan peningkatan permeabilitas membrane basalis kapiler-kapiler glomerulus disertai peningkatan filtrasi protein plasma utama yang diekskresikan dalam urin adalah albumin. Derajat proteinuri tidak berhubungan langsung dengan keparahan kerusakan glomerulus. Pasase protein plasma yang lebih besar dari 70 kD melalui membrana basalis glomerulus normalnya dibatasi oleh charge selective barrier (suatu polyanionic glycosaminoglycan) dan size selective barrier. Pada nefropati lesi minimal, proteinuri disebabkan terutama oleh hilangnya charge selectivity sedangkan pada nefropati membranosa disebabkan terutama oleh hilangnya size selectivity. HipoalbuminemiHipoalbuminemia merupakan akibat utama dari proteinuria yang hebat. Akibat rendahnya kadar albumin serum menyebabkan turunnya tekanan onkotik plasma dengan sehingga terjadi ekstravasasi cairan plasma ke ruang interstisial yang menyebabkan edema. Berkurangnya volume intravaskuler merangsang sekresi renin yang memicu sisim renin-angiotensin dengan akibat retensi natrium dan air, sehingga produksi urin menjadi berkurang (oliguria), pekat, dan kadar natrium rendah. Berikut ini adalah penjelasan lebih lanjut tentang hipoalbuminemia :Plasma mengandung macam-macam protein, sebagian besar menempati ruangan ekstra vascular(EV). Plasma terutama terdiri dari albumin yang berat molekul 69.000. Hepar memiliki peranan penting untuk sintesis protein bila tubuh kehilangan sejumlah protein, baik renal maupun non renal. Mekanisme kompensasi dari hepar untuk meningkatkan sintesis albumin, terutama untuk mempertahankan komposisi protein dalam ruangan ekstra vascular(EV) dan intra vascular(IV). Walaupun sintesis albumin meningkat dalam hepar, selalu terdapat hipoalbuminemia pada setiap sindrom nefrotik. Keadaan hipoalbuminemia ini mungkin disebabkan beberapa factor : kehilangan sejumlah protein dari tubuh melalui urin (prooteinuria) dan usus (protein losing enteropathy) Katabolisme albumin, pemasukan protein berkurang karena nafsu makan menurun dan mual-mual Utilisasi asam amino yang menyertai penurunan faal ginjal Sebagian besar protein dalam urin adalah albumin ila kompensasi sintesis albumin dalam hepar tidak adekuat, plasma albumin menurun, keadaan hipoalbuminemia. Hipoalbuminemia ini akan diikuti oleh hipovolemia yang mungkin menyebabkan uremia pre-renal dan tidak jarang terjadi oligouric acute renal failure. Penurunan faal ginjal ini akan mengurangi filtrasi natrium Na+ dari glomerulus (glomerular sodium filtration) tetapi keadaan hipoalbuminemia ini akan bertindak untuk mencegah resorpsi natrium Na+ kedalam kapiler-kapiler peritubular. Resorpsi natrium na+ secara peasif sepanjang Loop of Henle bersamaan dengan resorpsi ion Cl- secara aktif sebagai akibat rangsangan dari keadaan hipovolemia. Retensi natrium dan air H2O yang berhubungan dengan system rennin-angiotensin-aldosteron (RAA) dapat terjadi bila sindrom nefrotik ini telah memperlihatkan tanda-tanda aldosteronisme sekunder. Retensi natrium dan air pada keadaan ini (aldosteronisme) dapat dikeluarkan dari tubuh dengan pemberian takaran tinggi diuretic yang mengandung antagonis aldosteron. Hiperlipidemi Kolesterol serum, very low density lipoprotein (VLDL), low density lipoprotein (LDL), trigliserida meningkat sedangkan high density lipoprotein (HDL) dapat meningkat, normal atau menurun. Hal ini disebabkan peningkatan sintesis lipid di hepar dan penurunan katabolisme di perifer (penurunan pengeluaran lipoprotein, VLDL, kilomikron dan intermediate density lipoprotein dari darah, dan hilangnya -glikoprotein sebagai perangsang lipase). Peningkatan sintesis lipoprotein lipid di hati distimulasi oleh penurunan albumin serum dan penurunan tekanan onkotik. Lipiduri Lemak bebas (oval fat bodies) sering ditemukan pada sedimen urin. Sumber lemak ini berasal dari filtrat lipoprotein melalui membrana basalis glomerulus yang permeabel. Edema Menurunnya tekanan osmotik menyebabkan edema generalisata akibat cairan yang berpindah dari sistem vaskuler kedalam ruang cairan ekstra seluler. Penurunan sirkulasi volume darah mengaktifkan sistem imun angiotensin, menyebabkan retensi natrium dan edema lebih lanjut.Dahulu diduga edema disebabkan penurunan tekanan onkotik plasma akibat hipoalbuminemi dan retensi natrium (teori underfill). Hipovolemi menyebabkan peningkatan renin, aldosteron, hormon antidiuretik dan katekolamin plasma serta penurunan atrial natriuretic peptide (ANP). Pemberian infus albumin akan meningkatkan volume plasma, meningkatkan laju filtrasi glomerulus dan ekskresi fraksional natrium klorida dan air yang menyebabkan edema berkurang. Peneliti lain mengemukakan teori overfill. Bukti adanya ekspansi volume adalah hipertensi dan aktivitas renin plasma yang rendah serta peningkatan ANP. Beberapa penjelasan berusaha menggabungkan kedua teori ini, misalnya disebutkan bahwa pembentukan edema merupakan proses dinamis. Didapatkan bahwa volume plasma menurun secara bermakna pada saat pembentukan edema dan meningkat selama fase diuresis. Hipoalbuminemia menyebabkan penurunan tekanan onkotik dari kapiler-kapiler glomeruli, diikuti langsung oleh difusi cairan kejaringan interstisial, klinis dinamakan sembab. Penurunan tekanan onkotik mungkin disertai penurunan volume plasma dan hipovolemia. Hipovolemia menyebabkan retensi natrium dan air.Proteinuria masih menyebabkan hipoalbuminemia dan penurunan tekanan onkotik dari kapiler-kapiler glomeruli dan akhirnya terjadi sembab. Mekanisme sembab dari sindrom nefrotik dapat melalui jalur berikut : 1. Jalur langsung/direk : Penurunan tekanan onkotik dari kapiler glomerulus dapat langsung menyebabkan difusi cairan ke dalam jaringan interstisial dan dinamakan sembab. 2. Jalur tidak langsung/indirek : Penurunan tekanan onkotik dari kepiler glomerulus dapat menyebabkan penurunan volume darah yang menimbulkan konsekuensi berikut: 3. Aktivasi system rennin angiotensin aldosteron : Kenaikan plasma rennin dan angiotensin akan menyebabkan rangsangan kelenjar adrenal untuk sekresi hormone aldosteron. Kenaikan konsentrasi hormone aldosteron akan mempengaruhi sel-sel tubulus ginjal untuk mengabsorbsi ion natrium sehingga ekskresi ion natrium menurun. 4. Kenaikan aktivasi saraf simpatetik dan circulating cathecolamines : Kenaikan aktivasi saraf simpatetik dan konsentrasi katekolamin, menyebabkan tahanan atau resistensi vaskuler glomerulus meningkat. Kenaikan tahanan vaskuler renal ini dapat diperberat oleh kenaikan plasma rennin dan angiotensin. Hiperkoagulabilitas Keadaan ini disebabkan oleh hilangnya antitrombin (AT) III, protein S, C dan plasminogen activating factor dalam urin dan meningkatnya faktor V, VII, VIII, X, trombosit, fibrinogen, peningkatan agregasi trombosit, perubahan fungsi sel endotel serta menurunnya faktor zimogen (faktor IX, XI). Kerentanan terhadap infeksiMenurunnya respon imun karena sel imun tertekan, kemungkinan disebabkan karena hypoalbuminemia, hyperlipidemia atau defisiensi seng.Penurunan kadar imunoglobulin Ig G dan Ig A karena kehilangan lewat ginjal, penurunan sintesis dan peningkatan katabolisme menyebabkan peningkatan kerentanan terhadap infeksi bakteri berkapsul seperti Streptococcus pneumonia, Klebsiella, Haemophilus. Pada SN juga terjadi gangguan imunitas yang diperantarai sel T. Sering terjadi bronkopneumoni dan peritonitis.

e. Manifestasi KlinisGejala utama yang ditemukan adalah: Proteinuria > 3,5 g/hari pada dewasa atau 0,05 g/kg BB/hari pada anak-anak. Hipoalbuminemia < 30 g/l. Edema generalisata. Edema terutama jelas pada kaki, namun dapat ditemukan edema muka, ascxites dan efusi pleura. Anorexia Fatique Nyeri abdomen Berat badan meningkat Hiperlipidemia, umumnya ditemukan hiperkolesterolemia. Hiperkoagualabilitas, yang akan meningkatkan resiko trombosis vena dan arteri.

f. Diagnosis dan Diagnosis BandingDiagnosisDiagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Anamnesis Keluhan yang sering ditemukan adalah bengkak di ke dua kelopak mata, perut, tungkai, atau seluruh tubuh dan dapat disertai jumlah urin yang berkurang. Keluhan lain juga dapat ditemukan seperti urin berwarna kemerahan. Pemeriksaan fisis Pada pemeriksaan fisik sindrom nefrotik dapat ditemukan edema di kedua kelopak mata, tungkai, atau adanya asites dan edema skrotum/labia. Kadang-kadang ditemukan hipertensi Pemeriksaan penunjang Pada urinalisis ditemukan proteinuria masif (3+ sampai 4+), dapat disertai hematuria. Pada pemeriksaan darah didapatkan hipoalbuminemia (< 2,5 g/dl), hiperkolesterolemia, dan laju endap darah yang meningkat, rasio albumin/globulin terbalik. Kadar ureum dan kreatinin umumnya normal kecuali ada penurunan fungsi ginjal. Bila terjadi hematuria mikroskopik (>20 eritrosit/LPB) dicurigai adanya lesi glomerular (mis. Sclerosis glomerulus fokal). Dapat juga dilakukan biopsi ginjal.

UrinalisisProteinuria dapat dideteksi menggunakan uji dipstick dengan hasil +3 atau +4. Pemeriksaan kuantitatif menunjukkan hasil dengan batasan 1-10g/hari. Proteinuria pada SN didefinisikan > 50mg/kg/hari atau 40mg2 LPB/jam, dalam kepustakaan lain proteinuria dapat mencapai 20-30g/hari. Pada anak-anak, sulit untuk mengumpulkan urin selama 24 jam sehingga rasio protein dan kreatinin urin atau rasio albumin dan kreatinin pada urin sewaktu menjadi sangat berguna yaitu >2. (Rachmadi, 2013)Jumlah protein yang diekskresikan dalam urin tidak mencerminkan kuantitas protein yang melewati glomerular basement membrane (GBM) karena sejumlah tertentu telah direabsorbsi di tubulus proksimal. Biasanya pada SN resisten terhadap steroid (SNRS), urin tidak hanya mengandung albumin tapi juga protein lain dengan berat molekul yang lebih tinggi. Hal ini bisa dilihat pada polyacrylamide gel electrophoresis dan bisa dihitung dengan alat indeks selektivitas. Indeks selektivitas adalah rasio IgG (BM= 150kD) dengan albumin (BM= 70kD) atau transferin (BM-80kD). Pada SNRS, indeks selektivitas diatas 0,15. Pada anak dengan SNRS berat yang memiliki lesi di glomerular dan tubulointerstitial menunjukkan proteinuria glomerular dan tubular dengan eksresi 2-mikroglobulin, retinol binding protein dan lisozim karena adanya gangguan reabsorbsi pada tubulus proksimal. Sedimen urin pada pasien dengan SN sering mengandung badan lemak (fat bodies), hyaline cast (pada proteinuria masif) dan granular cast (pada gagal ginjal akut dan nekrosis akut tubulus). Hematuria makroskopis jarang ditemukan (3% pasien), namun pada SNRS dengan gambaran histopatologis FSGS (focal segmental glomerulosclerosis) hematuria mikroskopis lebih sering ditemukan (67% pasien). (Rachmadi, 2013)

Pemeriksaan DarahPemeriksaan darah pada penderita SNRS dan penderita SN pada umumnya sama. Protein serum biasanya menurun dan lipid serum dapat meningkat. Proteinemia < 50g/L terjadi pada 80% pasien dan 4 kali dalam masa 12 bulan. InduksiPrednison dengan dosis 60 mg/m2/hari (2 mg/kg BB/hari) maksimal 80 mg/hari, diberikan dalam 3 dosis terbagi setiap hari selama 3 minggu. RumatanSetelah 3 minggu, prednison dengan dosis 60 mg/m2/48 jam, diberikan selang sehari dengan dosis tunggal pagi hari selama 4 minggu. Setelah 4 minggu, dosis prednison diturunkan menjadi 40 mg/m2/48 jam diberikan selama 1 minggu, kemudian 30 mg/m2/48 jam selama 1 minggu, kemudian 20 mg/m2/48 jam selama 1 minggu, akhirnya 10 mg/m2/48 jam selama 6 minggu, kemudian prednison dihentikan.

Pada saat prednison mulai diberikan selang sehari, siklofosfamid oral 2-3 mg/kg/hari diberikan setiap pagi hari selama 8 minggu. Setelah 8 minggu siklofosfamid dihentikan. Indikasi untuk merujuk ke dokter spesialis nefrologi anak adalah bila pasien tidak respons terhadap pengobatan awal, relapse frekuen, terdapat komplikasi, terdapat indikasi kontra steroid, atau untuk biopsi ginjal. (Noer, et al, 2006)Diet untuk pasien SN adalah 35 kal/kgBB/hari. Sebagian besar terdiri dari karbohidrat. Dianjurkan diet protein normal 0,8-1 g/kgBB/hari. Giordano dkk memberikan diet protein 0,6 g/kgBB/hari ditambah dengan jumlah gram protein sesuai jumlah proteinuria. Hasilnya proteinuria berkurang, kadar albumin darah meningkat dan kadar fibrinogen menurun. (Gunawan, 2006)Untuk mengurangi edema diberikan diet rendah garam (1-2 gram natrium/hari) disertai diuretik (furosemid 40 mg/hari atau golongan tiazid) dengan atau tanpa kombinasi dengan potassium sparing diuretic(spironolakton). Pada pasien SN dapat terjadi resistensi terhadap diuretik (500 mg furosemid dan 200 mg spironolakton). Resistensi terhadap diuretik ini bersifat multifaktorial. Diduga hipoalbuminemia menyebabkan berkurangnya transportasi obat ke tempat kerjanya, sedangkan pengikatan oleh protein urin bukan merupakan mekanisme utama resistensi ini. Pada pasien demikian dapat diberikan infussalt-poor human albumin. Dikatakan terapi ini dapat meningkatkan volume plasma, meningkatkan laju filtrasi glomerulus, aliran urin dan ekskresi natrium. Namun demikian infus albumin ini masih diragukan efektivitasnya karena albumin cepat diekskresi lewat urin, selain itu dapat meningkatkan tekanan darah dan bahkan edema paru pada pasien hipervolemia. (Gunawan, 2006)Hiperlipidemi dalam jangka panjang meningkatkan risiko terjadinya aterosklerosis dini. Untuk mengatasi hiperlipidemi dapat digunakan penghambathidroxymethyl glutaryl co-enzyme A(HMG Co-A)reductaseyang efektif menurunkan kolesterol plasma. Obat golongan ini dikatakan paling efektif dengan efek samping minimal. Gemfibrozil, bezafibrat, klofibrat menurunkan secara bermakna kadar trigliserid dan sedikit menurunkan kadar kolesterol. Klofibrat dapat toksis pada kadar biasa karena kadar klofibrat bebas yang meningkat menyebabkan kerusakan otot dan gagal ginjal akut. Probukol menurunkan kadar kolesterol total dan kolesterol LDL, tetapi efeknya minimal terhadap trigliserid. Asam nikotinat (niasin) dapat menurunkan kolesterol dan lebih efektif jika dikombinasi dengan gemfibrozil. Kolestiramin dan kolestipol efektif menurunkan kadar kolesterol total dan kolesterol LDL, namun obat ini tidak dianjurkan karena efeknya pada absorbsi vitamin D di usus yang memperburuk defisiensi vitamin D pada sindrom nefrotik. (Gunawan, 2006)Untuk mencegah penyulit hiperkoagulabilitas yaitu tromboemboli yang terjadi pada kurang lebih 20% kasus SN (paling sering pada nefropati membranosa), digunakan dipiridamol (3 x 75 mg) atau aspirin (100 mg/hari) sebagai antiagregasi trombosit dan deposisi fibrin/trombus. Selain itu obat-obat ini dapat mengurangi secara bermakna penurunan fungsi ginjal dan terjadinya gagal ginjal tahap akhir. Terapi ini diberikan selama pasien mengalami proteinuria nefrotik, albumin < 2 g/dl atau keduanya. Jika terjadi tromboemboli, harus diberikan heparin intravena/infus selama 5 hari, diikuti pemberian warfarin oral sampai 3 bulan atau setelah terjadi kesembuhan SN. Pemberian heparin dengan pantauanactivated partial thromboplastin time(APTT) 1,5-2,5 kali kontrol, sedangkan efek warfarin dievaluasi denganprothrombin time (PT) yang biasa dinyatakan denganInternational Normalized Ratio(INR) 2-3 kali normal. (Gunawan, 2006)Bila terjadi penyulit infeksi bakterial (pneumonia pneumokokal atau peritonitis) diberikan antibiotik yang sesuai dan dapat disertai pemberian imunoglobulin G intravena. Untuk mencegah infeksi digunakan vaksin pneumokokus. Pemakaian imunosupresan menimbulkan masalah infeksi virus seperti campak, herpes. (Gunawan, 2006)Penyulit lain yang dapat terjadi di antaranya hipertensi, syok hipovolemik, gagal ginjal akut, gagal ginjal kronik yang dapat terjadi 5-15 tahun setelah terkena sindrom nefrotik. Penanganannya sama dengan penanganan keadaan ini pada umumnya. Bila terjadi gagal ginjal kronik, selain hemodialisis, dapat dilakukan transplantasi ginjal. Dantal dkk. menemukan pada pasien glomerulosklerosis fokal segmental yang menjalani transplantasi ginjal, 15%-55% akan terjadi SN kembali. Rekurensi mungkin disebabkan oleh adanya faktor plasma (circulating factor) atau faktor-faktor yang meningkatkan permeabilitas glomerulus. Imunoadsorpsi protein plasma A menurunkan ekskresi protein urin pada pasien SN karena glomerulosklerosis fokal segmental, nefropati membranosa maupun SN sekunder karena diabetes melitus. Diduga imunoadsorpsi melepaskan faktor plasma yang mengubah hemodinamika atau faktor yang meningkatkan permeabilitas glomerulus. (Gunawan, 2006)

Tatalaksana Terapeuti Diit tinggi protein, diit rendah natrium jika edema berat Pembatasan sodium jika anak hipertensi Antibiotik untuk mencegah infeksi Terapi diuretik sesuai program Terapi albumin jika intake anak dan output urin kurang Terapi prednison dgn dosis 2 mg/kg/hari sesuai programRespon klinis terhadap kortikosteroid dapat dibagi menjadi :a. Remisi lengkap i. proteinuri minimal (< 200 mg/24 jam)ii. albumin serum >3 g/dliii. kolesterol serum < 300 mg/dliv. diuresis lancar dan edema hilangb. Remisi parsiali. proteinuri 2,5 g/dliii. kolesterol serum