Upload
robert-christeven
View
243
Download
2
Embed Size (px)
Citation preview
Rahasia Kedokteran
Robert Christeven
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jl. Arjuna Utara/6 Jakarta Barat
Email: [email protected]
Pendahuluan
Pasien dalarn transaksi terapeutik mempunyai hak atas rahasia kedokteran, yaitu segala
sesuatu yang oleh pasien secara sadar atau tidak sadar disarnpaikan kepada dokter yang rnerawat
dirinya. Selanjutnya dokter diwajibkan berdasarkan profesinya untuk menyirnpan rahasia yang
dipercayakan kepadanya.1
Kewajiban menyimpan rahasia kedokteran ini sesungguhnya berlaku bagi setiap dokter
yang menjalankan tugas dan profesinya. Seorang dokter yang melanggar kewajiban menyimpan
rahasia kedokteran tanpa alasan-alasan yang dibenarkan dapat dituntut baik secara perdata
maupun pidana dan juga kan mendapatkan sanksi administrasi. Kewajiban dokter untuk
menyimpan rahasia kedokteran dapat gugur dan dokter tidak dikenai sanksi hukum apabila, ada
ijin dari pasien, dokter berada dalam keadaan terpaksa, dokter menjalankan peraturan perundang-
undangan, dokter melakukan perintah jabatan, demi kepentingan umum dan adanya presumed
consent dari pasien.2,3
Kewajiban dokter untuk merahasiakan hal-hal yang diketahui adalah berdasarkan pada
norrna kesusilaan dan norrna hukurn.3 Adapun norrna kesusilaan yang menjadi pegangan bagi
para dokter sejak dahulu kala adalah Sumpah Hippocrates (460-377SM) yang maknanya
tersimpul dalam kalimat segala sesuatu yang kulihat dan kudengar dalam melakukan praktekku
akan kusimpan sebagai rahasia.“
Dengan makalah ini, penulis ingin membahas masalah pada skenario 7 mengenai rahasia
kedokteran serta memberikan gambaran secara singkat tentang Talasemia dan kemungkinan
pewarisannya.
1
Definisi Rahasia Kedokteran
Rahasia kedokteran adalah segala sesuatu yang harus dirahasiakan mengenai apa yang
diketahui dan didapatkan selama menjalani praktek lapangan kedokteran, baik yang menyangkut
masa sekarang maupun yang sudah lampau, baik pasien yang masih hidup maupun yang sudah
meninggal.2
Rahasia kedokteran merupakan suatu norma yang secara tradisional dianggap sebagai
norma dasar yang melindungi hubungan dokter dengan pasien. Sumpah Hippocrates berbunyi:
What I may see or hear in the course of treatment or even outside of the the treatment in
regard the life of men, which on no account one must spread aboard, I will keep he hording
such shameful to be spoken about.
All that may come to my knowledge in the exercise of my profession or not in connection
with it, or in daily commerce with men, which ought not be spoken abroad, I will not divulge
abroad and will never reveal.
Trilogi rahasia medis
Di dalam sistematik hukum medis, terdapat apa yang disebut trilogi rahasia medis, yaitu:
1. Persetujuan tindakan medis (informed consent)
2. Rekam medis (medical records)
3. Rahasia medis (medical secrecy)
Ketiga hal ini saling berkaitan. Jika menghadapi masalah pengungkapan rahasia medis
(butir 3), maka pengungkapan itu harus dengan izin pasien (butir 1), dan bahan dari rahasia
medis itu terdapat dalam berkas rekam medis (butir 2).4
Misalnya soal informed consent. Seorang dokter bedah yang hendak melakukan suatu
tindakan pembedahan harus memberi informasi terlebih dahulu kepada pasien untuk dimintakan
persetujuannya. Persetujuan itu diwujudkan dalam penanda-tanganan suatu formulir dan akan
disimpan di dalam berkas rekam medis. Bila timbul suatu tuntutan, maka formulir yang
ditandatangani tersebut dapat dipakai sebagai bukti di pengadilan bahwa sudah diperoleh
persetujuan dari pasien untuk dilakukan tindakan medis tersebut.4
2
Berkas rekam medis merupakan kumpulan bukti-bukti dalam bentk berkas catatan dokter,
perawat dan tenaga kesehatan lainnya, hasil pemeriksaan laboratorium, gejala-gejala yang
timbul, singkatnya mengenai segala sesuatu yang telah dilakukan dirumah sakit selama pasien
dirawat. Termasuk bukti persetujuan pasien dalam bentuk formulir informed consent yang sudah
dibubuhi tanda tangan dan yang dilekatkan pada berkas rekam medis tersebut.5
Rahasia medis adalah rahasia milik pasien. Rahasia itu di dokumentasikan di dalam
rekam medis pasien yang harus disimpan dengan baik. Tidak boleh dibaca atau diketahui isinya
oleh sembarang orang tanpa persetujuan pasiennya. Berkas rekam medis adalah milik rumah
sakit yang tidak boleh dibawa keluar rumah sakit oleh siapapun, termasuk dokter dan pasiennya
sendiri. Pasien dapat meminta foto-kopinya dengan membayar biayanya.
Jika ada pihak ketiga, misalnya asuransi minta data-data pasien kepada rumah sakit atau
dokternya, maka hal ini hanya boleh diberikan dengan adanya surat persetujuan tertulis dari
pasien. Keterangan yang diberikan hanya terbatas pada keterangan yang dibutuhkan saja.
Hubungan Dokter-Pasien
Jenis hubungan dokter-pasien sangat dipengaruhi oleh etika profesi kedokteran, sebagai
konsekuensi dari kewajiban-kewajiban profesi yang memberikan batasan atas atau rambu-rambu
hubungan tersebut. Kewajiban-kewajiban tersebut tertuang di dalam prinsip-prinsip moral
profesi, yaitu autonomy (menghornati hak-hak pasien), beneficence (berorientasi kepada
kebaikan pasien), non maleficence (tidak mencelakakan atau memperburuk keadaan pasien), dan
justice (meniadakan diskriminasi) yang disebut sebagai prinsip utama; veracity
(kebenaran=truthfull information), fidelity (kesetiaan) privacy, dan confidentiality (menjaga
kerahasiaan) sebagai prinsip turunannya.
Sebagaimana layaknya hubungan antara professional dan klien pada umumnya, maka
hubungan dokter pasien juga mengikuti alternative hubungan yang sama. Awal hubungan dokter-
pasien adalah bersifat paternalistic, dengan prinsip moral utama adalah beneficence. Sifat
hubungan paternalistic ini kemudian dinilai telah mengabaikan nilai otonomi pasien, dan
dianggap tidak sesuai dengan perkembangan moral saat ini, sehingga berkembanglah teori
hubungan kontraktual. Konsep ini muncul dengan merujuk kepada teori social contract di bidang
politik. Dokter akan mengemban tanggungjawab atas segala keputusan teknis, sedangkan pasien
3
tetap memegang kendali keputusan penting, terutama yang terkait dengan nilai moral dan gaya
hidup pasien. Hubugan kontrak mengharuskan terjadinya kesepakatan, namun juga memberikan
peluang kepada pasien untuk menyerahkan pengambilan keputusan kepada dokter (I’m confused
by all the facts doctor. What do you think I ought to do?)
Walaupun hubungan dokter pasien ini bersifat kontraktual, naun mengingat sifat pasien
praktek kedokteran yang berdasarkan ilmu empiris, maka prestasi kontrak tersebut bukanlah
hasil yang akan dicapai (resultant verbintennis) melainkan upayanya yang sungguh-sungguh
(inspanning verbintennis). Hubungan kontrak semacam ini harus dijaga dengan peraturan
perundang-undangan dan mengacu kepada standar atau benchmark tertentu. Oleh karena itu,
sejak sebelum masehi telah ada kode Code of Hammurabi yang mengancam dengan pidana bagi
dokter yang karena salahnya telah mengakibatkan cedera atau matinya pasien, dan Code of
Hittites yang mewajibkan dokter untuk membayar ganti rugi kepada pasiennya yang terbukti
telah dirugikan karena kesalahannya.
Dengan menganggap bahwa teori kontrak telah terlalu menyerdehanakan nilai hubungan
dokter dengan pasien, maka Smith dan Newton (1984) lebih memilih hubungan yang
berdasarkan virtue sebagai hubugan yang paling cocok bagi dokter-pasien. Hubungan kontrak
mereduksi hubungan dokter-pasien menjadi peraturan dan kewajiban saja, sehingga seorang
dokter dianggap baik bila ia telah melakukan kewajiban dan peraturan.hubugan kontrak tidak
mengindahkan empathy, compassion, peraturan, keramahan, kemanusiaan, sikap saling
mempercayai, itikad baik, dll yang merupakan bagian dari virtue-based ethics dirumuskan bahwa
hubungan itu bertumbuh dan berkembang sedemikian rupa sehingga tidak ada satupun ketentuan
yang ditentukan pada permulaan dapat menentukan masa depan. Baik doker maupun pasien
harus tetap berdialog untuk menjaga berjalannnya komunikasi dalam rangka mencapai tujuan
bersama, yaitu kesejahteraan pasien. Tentusaja komunikasi yang baik tersebut membutuhkan
prinsip-prinsip moral di atas, termasuk informed consent yang berasal dar prinsip autonomy.
Norma Etika dan Hukum yang Mengatur Rahasia Medis
Norma-norma etika merupakan “self-imposed regulation” yang ditaati atau tidaknya
tergantung kepada hati-nurani si pelaku sendiri. Sanksi etika dapat dijatuhkan oleh organisasi.
Demikian pula lafal sumpah kedokteran yang ditetapkan dalam berbagai peraturan, namun secara
yuridis tidak ada dasar hukumnya untuk menggugatnya.5
4
Dasar yuridis untuk menuntut yang berkenaan dengan rahasia medis terdapat pada:
1. Yurisprudensi Belanda berdasarkan sifat dari:
a. Hoge Raad 21 April 1913
b. Arrondissementsrechtbank Haarlem 11 Desember 1984 tentang larangan
mengungkapkan rahasia medis.
2. Hukum perdata Indonesia
a. Perjanjian terapeutik antara dokter dan pasien (hukum)
b. Pasal 1909 tentang hak tolak mengungkap (verschoningsrecht)
c. Pasal 1365 tentang perbuatan melawan hukum (onrechtmatige daad)
3. Hukum pidana
a. Pasal 322 tentang wajib menyimpan rahasia
b. Pasal 224 tentang panggilan menghadap sebagai saksi ahli
4. Hukum acara pidana (KUHP)
a. Pasal 170 tentang wajib menyimpan rahasia
b. Pasal 179 tentang wajib memberikan sebagai ahli kedokteran kehakiman, atau
sebagai dokter
5. Hukum acara perdata
a. Pasal 146 ayat 3 (reglemen Indonesia yang diperbaharui)
b. Pasal 174 (reglemen luar Jawa)
6. Hukum administrasi
Peraturan pemerintah no.10 tahun 1946 yang memperluas jangkauan wajib simpan
rahasia kedokteran terhadap tenaga kesehatan lainnya.
7. Konvensi internasional
a. United Nations Declaration of Human Rights
b. Declaration of Lisbon tentang Hak Rahasia atas diri pribadi.
Rahasia medis adalah rahasia di bidang kedokteran, dan bukan rahasia sang dokter.
Seorang dokter hanya diwajibkan berdasarkan profesinya untuk menyimpan rahasia yang
dipercayakan pasien kepadanya, seperti juga misalnya profesi lainnya dimana unsur kepercayaan
merupakan sesuatu yang mutlak.4
5
Kalau kita melihat lanjut pada literatur luar negri (negara Continental dan negara Anglo-
Saxon), maka tampak jelas dipastikan bahwa rahasia medis itu adalah milik pasien. Dokter hanya
dititipi rahasia tersebut oleh pasiennya untuk tujuan pengobatan. Hanya berkasnya adalah milik
rumah sakit dan yang tidak boleh dibawa ke luar dari rumah sakit, oleh siapapun. Juga tidak
boleh dibawa pulang oleh dokternya ataupun oleh pasien itu sendiri. Berkas rekam medis harus
tetap berada dan disimpan di rumah sakit.5
Timbul pertanyaan: jika ada seorang pasien yang hendak mengajukan gugatan ke
pengadilan, apakah berkas rekam medis tersebut boleh diberikan kepada pengacara pasien?
Jawabannya : TIDAK! Berkas itu adalah milik rumah sakit dan harus tetap berada dan disimpan
di rumah sakit. Hal ini disebabkan karena berkas itu sangat penting bagi rumah sakit yang dapat
dipakai sebagai barang bukti mengenai perawatan dan pengobatan, tindakan apa saja yang telah
dilakukan oleh siapa.5
Lagipula pasien itu sendiri kelak juga masih memerlukan isi rekam medisnya apabila
beberapa tahun kemudian oleh dokter lain ditanyakan tentang riwayat penyakitnya. Yang boleh
diberikan kepada pengacara pasien tentunya dengan melampirkan surat izin tertulis dari pasien
adalah FOTO KOPI dari rekam medis tersebut dan bukan aslinya.
Berdasarkan kode etik kedokteran Indonesia pasal 13, maka:
“Setiap dokter wajib merahasiakan segala sesuatu yang diketahui tentang seorang
penderita, bahkan juga setelah penderita itu meninggal dunia.”
Sebenarnya pada setiap permintaan akan data-data medis pasien, baik oleh keluarganya
atau oleh pasien itu sendiri, maka harus dilakukan secara jujur dna diberitahukan maksud dan
tujuannya. Misalnya jika hanya untuk pinda rumah sakit lain atau untuk berobat keluar negri pun,
sudah cukup jika diberikan apa yang dinamakan Medical Report (resume) dari dokter yang
merawat yang berisikan keterangan singkat tentang riwayat pengobatan yang telah diberikan.4
Rahasia Jabatan dan Pekerjaan Dokter
Sejak zaman Hippokrates, kewajiban memegang teguh rahasia pekerjaan dokter harus
senantiasa dipenuhi, untuk menciptakan suasana percaya mempercayai yang mutlak diperlukan
dalam hubungan dokter dengan pasien. Hippokrates merumuskan sumpah yang harus diucapkan
6
oleh murid-muridnya tentang rahasia pekerjaan dokter berbunyi: “apapun yang saya dengar atau
lihat, tentang kehidupan seseorang yang tidak patutu disebarluaskan, tidak akan saya ungkapkan,
karena saya harus merahasiakannya. Namun terdapat juga pengecualian-pengecualian demi
kepentingan umum.
Salah satu ayat Lafal sumpah Dokter Indonesia berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 26
Tahun 1960, berbunyi: “saya akan merahasiakan segala sesuatu yang saya ketahui karena
pekerjaan saya dan karena keilmuan saya sebagai dokter”. Dalam Bab II KODEKI tentang
kewajiban dokter terhadap pasien dicantumkan antara lain: “seorang dokter wajib merahasiakan
segala sesuatu yang diketahuinya tentang pasien karena kepercayaan yang diberikan kepadanya,
bahkan juga setelah pasien meninggal dunia”.
Kewajiban untuk menyimpan rahasia kedokteran pada pokoknya ialah kewajiban moril
yang telah ada sejak zaman Hippokrates, jadi lama sebelum adanya undang-undang atau
peraturan yang mengatur soal tersebut.
Yang dimaksud dengan rahasia jabatan ialah rahasia dokter sebagai pejabat struktural,
sedangkan rahasia pekerjaan ialah rahasia dokter pada waktu menjalankan prakteknya
(fungsional). Umumnya hampir tidak ada perbedaan antara kedua istilah tersebut.
Untuk memahami soal rahasia jabatan tidilik dari sudut hukum, maka tingkah laku
seorang dokter kita bagi dalam 2 jenis:
1. Tingkah laku yang bersangkutan dengan pekerjaan sehari-hari
a. Pasal 322 KUHP yang berbunyi:
i. Barang siapa dengan sengaja membuka sesuatu rahasi yang ia wajib
menyimpannya oleh karena jabatan atau pekerjaannya, baik yang sekarang
maupun yang dulu, dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya sembilan
bulan atau denda sebanyak-banyaknya enam ratus rupiah
ii. Jika kejahatan ini dilakukan terhadap seorang yang tertentu, maka ia hanya
dituntut atas pengaduan orang itu
b. Pasal 1365 KUR perdata
“Barang siapa berbuat salah sehingga seorang lain menderita kerugian, berwajib
mengganti kerugian itu”.
7
Seorang dokter berbuat salah,kalau ia mungkin sekali tanpa disadari membuka rahasia
tentang seorang pasiennya yang kebetulan terdengar oleh majikan orang yang sakit itu.
Lalu majikan memberhentikan pegawainya, arena takut penyakitnya akan menulari
pegawai-pegawai lain. Dokter diadukan oleh pasien itu. Selain hukum pidana menurut
pasal 322 KUHP, dokter itu dapat dihukum perdata dengan kewajiban mengganti
kerugian
Kaidah Dasar Bioetik
Beauchamps dan Childres (1994) menguraikan bahwa untuk mencapai ke suatu
keputusan etik diperlukan 4 kaidah dasar moral (moral principle) dan beberapa rules di
bawahnya. Keempat kaidah dasar moral tersebut adalah:
1. Prinsip Autonomy, yaitu prinsip moral yang menghormati hak-hak pasien, terutama hak
otonomi pasien. Prinsip moral inilah yang kemudian melahirkan doktrin informed consent
2. Prinsip Beneficence, yaitu prinsip moral yang mengutamkan tindakan yang bertujuan pada
kebaikan pasien. Dalam beneficence tidak hanya dikenal perbuatan untuk kebaikan saja,
melainkan juga perbuatan yang sisi baiknya lebih besar daripada sisiburuknya
3. Prinsip Non-maleficence, yaitu prinsip moral yang melarang tindakan memperburuk keadaan
pasien. Prinsip ini dikenal sebagai “primum non nocere” atau “above all do no harm.”
4. Prinsip Justice, yaitu prinsip moral yang mementingkan fairness dan keadilan dalam bersikap
maupun dalam mendistribusikan sumber daya alam.
Sedangkan derivatnya adalah veracity (berbicara benar, jujur, dan terbuka), privacy
(menghormati hak privasi pasien) dan fidelity (loyalitas dan promise keeping.
Prinsip Autonomy
Kriteria :
1. Menghargai hak menentukan nasib sendiri, menghargai martabat pasien
2. Tidak mengintervensi pasien dalam membuat keputusan (kondisi elektif)
3. Berterus terang
8
4. Menghargai privasi
5. Menjaga rahasia pasien
6. Menghargai rasionalitas pasien
7. Melaksanakan informed consent
8. Membiarkan pasien dewasa dan kompeten mengambil keputusan sendiri
9. Tidak mengintervensi atau menghalangi otonomi pasien
10. Mencegah pihak lain mengintervensi pasien dalam mengambil keputusan
termasuk keluarga pasien sendiri
11. Sabar menunggu keputusan yang akan diambil pasien pada kasus non
emergensi
12. Tidak berbohong ke pasien meskipun demi kebaikan pasien
13. Menjaga hubungan (kontrak)
Prinsip Beneficence
Kriteria :
1. Mengutamakan altruism (menolong tanpa pamrih, rela berkorban untuk kepentingan
orang lain)
2. Menjamin nilai pokok harkat dan martabat manusia
3. Memandang pasien/keluarga sebagai sesuatu yang tak hanya menguntungkan dokter
4. Mengusahakan agar kebaikan lebih banyak dibandingkan keburukannya
5. Paternalisme bertanggungjawab/berkasih sayang
6. Menjamin kehidupan baik minimal manusia
7. Pembatasan goal based (sesuai tujuan/kebutuhan pasien)
8. Maksimalisasi pemuasan kebahagiaan/preferensi pasien
9. Minimalisasi akibat buruk
10. Kewajiban menolong pasien gawat darurat
11. Menghargai hak-hak pasien secara keseluruhan
12. Tidak menarik honorarium di luar kewajaran
9
13. Maksimalisasi kepuasan tertinggi secara keseluruhan
14. Mengembangkan profesi secara terus menerus
15. Memberikan obat berkhasiat namun murah
16. Menerapkan golden rule principle
Prinsip Non-Maleficence
Kriteria :
1. Menolong pasien emergensi :
Dengan gambaran sbb :
- pasien dalam keadaan sangat berbahaya (darurat) / berisiko
kehilangan sesuatu yang penting (gawat)
- dokter sanggup mencegah bahaya/kehilangan tersebut
- tindakan kedokteran tadi terbukti efektif
- manfaat bagi pasien > kerugian dokter
2. Mengobati pasien yang luka
3. Tidak membunuh pasien ( euthanasia )
4. Tidak menghina/mencaci maki/ memanfaatkan pasien
5. Tidak memandang pasien hanya sebagai objek
6. Mengobati secara proporsional
7. Mencegah pasien dari bahaya
8. Menghindari misrepresentasi dari pasien
9. Tidak membahayakan pasien karena kelalaian
10. Memberikan semangat hidup
11. Melindungi pasien dari serangan
12. Tidak melakukan white collar crime dalam bidang kesehatan
10
Prinsip Justice
Kriteria :
1. Memberlakukan sesuatu secara universal
2. Mengambil porsi terakhir dari proses membagi yang telah ia lakukan
3. Memberi kesempatan yang sama terhadap pribadi dalam posisi yang sama
4. Menghargai hak sehat pasien
5. Menghargai hak hukum pasien
6. Menghargai hak orang lain
7. Menjaga kelompok yang rentan
8. Tidak melakukan penyalahgunaan
9. Bijak dalam makro alokasi
10. Memberikan kontribusi yang relative sama dengan kebutuhan pasien
11. Meminta partisipasi pasien sesuai kemampuannya
12. Kewajiban mendistribusikan keuntungan dan kerugian (biaya, beban, sanksi) secara adil
13. Mengembalikan hak kepada pemiliknya pada saat yang tepat dan kompeten
14. Tidak memberi beban berat secara tidak merata tanpa alas an tepat/sah
15. Menghormati hak populasi yang sama-sama rentan penyakit/gangguan kesehatan
16. Tidak membedakan pelayanan pasien atas dasar SARA, status social, dsb
Hubungan Empat Kaidah Dasar Bioetik dengan Rahasia Kedokteran
Salah satu norma yang juga termasuk landasan kewajiban seorang dokter untuk menjaga
rahasia kedokteran adalah kaidah dasar bioetik. Hak untuk menjaga rahasia dan privasi pasien
sudah termasuk bagian dari Prinsip Autonomy. Selain itu, menjaga rahasia pasien juga termasuk
sikap memberikan pelayanan terbaik bagi pasien yang termasuk dalam Prinsip Beneficence.
Mengingat pentingnya rahasia kedokteran yang mungkin dapat berhubungan dengan
hidup pasien, kelalaian dalam menjaga rahasia kedokteran merupakan pelanggaran terhadap
Prinsip Non-Maleficence. Sedangkan dari sudut pandang Prinsip Justice, hak untuk kerahasiaan
diatur oleh undang-undang, sehingga dengan menjaga kerahasiaan segala informasi kesehatan
pasien, dokter telah menegakkan prinsip justice.
11
Selain mengatur dokter untuk menjaga kerahasiaan pasien, kaidah dasar bioetik juga
dapat digunakan sebagai pertimbangan seorang dokter untuk membuka rahasia pasien dalam
kasus-kasus tertentu. Misalnya dalam kasus child abuse berat atau diduga dapat terjadi
pengulangan yang lebih berat dikemudian hari. Dalam hal ini, menjaga rahasia keokteran
merupakan kewajiban hokum bagi dokter, namun memberitahukan hal ini kepada pihak
berwenang adalah demi membela kepentingan hukum pasien (si anak). Lebih jauh dapat
dikatakan bahwa apabila ia tidak memberitahukan kepada pihak yang berwenang maka keadilan
akan tidak tercapai (obstruction of justice) dan si anak mungkin akan diperburuk keadaannya
(bertentangan dengan prinsip etika kedokteran beneficence dan non-maleficence.
Berhubungan dengan kasus, maka berikut adalah penjelasan singkat mengenai Talasemia
dan Pewarisan Talasemia
Thalassemia
Merupakan penyakit anemia hemolitik
Diturunkan dari orang tua (herediter) secara resesif menurut hukum Mendel, namun
belakangan ini dilaporkan bahwa dapat diturunkan secara dominan melalui mutasi
Dibagi berdasarkan kelainan molekuler :
Thalassemia-α, terjadi akibat berkurangnya/defesiensi parsial (Thalassemia-α+) a t au
t i dak d ip roduks i s ama seka l i / de f e s i ens i t o t a l (Tha l a s semia - α 0 ) produksi
rantai globin-α.
Thalassemia-β, terjadi akibat berkurangnya rantai globin-β (thalassemia-β+) atau
tidak diproduksi sama sekali rantai globin-β (thalassemia-β0).
Thalassemia-δβ, terjadi akibat berkurangnya atau tidak diproduksinya kedua
rantai δ dan rantai δ. Hal yang sama terjadi pada thalassemia-γδβ, dan
thalassemia-αβ
Heterozigot ganda thalassemia α atau β dengan varian hemoglobin thalassemia :
Con tohnya , thalassemia-β/HbE, diwarisi dari salah satu orang tuayang
pembawa sifat thalassemia β, dan yang lainnya adalah pembawa sifat HbE
Dibagi jenisnya berdasarkan gejala klinis :
a. Thalassemia mayor
12
a) Gambaran kliniknya dapat dibagi menjadi dua yaitu :
1. Yang mendapat tranfusi baik (well tranfused) sebagai akibat pemberian hipertranfusi maka
produksi Hb F dan hyperplasia eritroid menurun sehingga anak tumbuh normmal sampai umur 4-
5tahun. Setelah itu timbul gejala “iron overload” dan penderita meninggal karena diabetes
melitus atau sirosis hati.
2. Yang tidak mendapat transfusi yang baik maka timbul anemia yang khas, yaitu cooley's
anemia :
gejala mulai saat bayi pada umur3-6 bulan, pucat, anemis ,kurus, hepatosplenomegali, dan
ikterus ringan.
gangguan pada tulang : thalsemic face.
rontgen tulang tengkorak : brush appearance
gangguan pertumbuhan (kerdil)
gejala iron overload : pigmentasi kulit, diabetes melitus, sirosishati, atau gonad failure
b) Berdasarkan gambaran hematologinya :
1. darah tepi terdiri dari :
a) anemia berat, Hb dapat 3-9 gram/dl
b) apusan darah tepi : eritrosit hipokromik mikrositer, dijumpai sel target, normoblas,
polikromsia
c) retikulositosis
2.sumsum tulang : hiperplasia eritroid dan cadangan besi meningkat
3. red cell survival memendek 4. tes fragilitas osmotik : eritrosit lebih tahan terhadap larutan
salin hipokromik.
5. Elektroforesis hemoglobin terdiri atas
a. HbF meningkat : 10% - 98%
b. HbA bisa ada (padaβ+) bisa tidak ada (pada βo)
c. HbA2 sangat bervariasi bisa rendah bisa normal atau meningkat
6. pemeriksaan khusus : pada analisis “globin chain syntesis”dalam retikulosit akan dijumpai
sintesis rantai beta menurundengan rasio α/β meningkat
Contoh Thalassemia mayor : Thalassemia α dan β mayor
13
b. Thalassemia Intermediate
Memiliki gejala yang lebih berat daripada thalassemia minor, namun tidak memerluka
transfusi seperti pada thalassemia mayor
Contoh Thalassemia intermediate : Thalassemia β Intermediate, Thalassemia β dominan,
Hemoglobin H disease
c. Thalassemia minor
(biasanya tidak memberikan gejala), gambaran darah hipokrom
mikrositik (MCV, MCH, MCHC semuanya sangat rendah). Tetapi tanpa anemia atau anemia
ringan (Hb 11-15 gr/dl). HbA2 yang meninggi > 3,5%) memastikan diagnosis. Hasil
pemeriksaan besi normal.
Contoh Thalassemia minor : Silent carrier dan alpha thalassemia traits, serta Thalassemia β
minor
Pemeriksaan :
Pemeriksaan penunjang konseling genetik untuk menentukan Thalassemia umumnya
berupa :
Pemeriksaan darah lengkap, terutama Hemoglobin
Elektroforesis Hb
Pemeriksaan Genetika, umumnya menggunakan teknik PCR
Etiologi
Thalassemia merupakan sindrom kelainan yang diwariskan (inheritance) dan masuk dalam
kelompok hemoglobinopati, yakni kelainan yang disebabkan oleh gangguan sintesis hemoglobin
akibat mutasi di dalam atau dekat gen globin.6,7 Mutasi tersebut dapat menyebabkan 2 perubahan
rantai globin:
1. Perubahan struktur rangkaian asam amino rantai globin tertentu (disebut hemoglobinopati
struktural)8
2. Perubahan kecepatan sintesis atau kemampuan produksi rantai globin tertentu
(thalassemia). Akibat dari penurunan tersebut, akan terjadi defisiensi produksi sebagian
(parsial) atau menyeluruh (komplit) dari rantai globin tersebut.8
14
Manifestasi klinis
Manifestasi klinis pada thalasemia mayor antara lain6,7
Muka pucat dikarenakan anemia berat
Hepatosplenomegali sehingga perut akan tampak membesar
Nafas cepat (takipneau)
Takikardi
Anoreksia
Iritabilitas, lesu, kelelahan
Gangguan pertumbuhan dan pubertas biasanya pada anak yang lebih besar.
Pada pemeriksaan laboratorium akan tampak anemia mikrositik hipokrom
Keterlibatan tulang kranuim menyebabkan pembesaran kepala karena frontal dan
pariental; pembesaran maksila.
Penonjolan pipi nyata, jembatan hidung melebar, mendalam dan terdepresi; mata
mempunyai kemiringan mongoloid.
Ekspansi sumsum tulang dapat menyebabkan nyeri tulang dan rentan terhadap fraktur.
Pencegahan
Penapisan (skrining) pembawa sifat thalassemia
Skrining pembawa sifat dapat dilakukan secara prospektif dan retrospektif. Secara prospektif
berarti mencari secara aktif pembawa sifat thalassemia langsung dari populasi diberbagai
wilayah, sedangkan secara retrospektif ialah menemukan pembawa sifat melalui penelusuran
keluarga penderita thalassemia (family study). Kepada pembawa sifat ini diberikan informasi
dan nasehat-nasehat tentang keadaannya dan masa depannya. Suatu program pencegahan
yang baik untuk thalassemia seharusnya mencakup kedua pendekatan tersebut. Program yang
optimal tidak selalu dapat dilaksanakan dengan baik terutama di negara-negara sedang
berkembang, karena pendekatan prospektif memerlukan biaya yang tinggi. Atas dasar itu
harus dibedakan antara usaha program pencegahan di negara berkembang dengan negara
maju. Program pencegahan retrospektif akan lebih mudah dilaksanakan di negara
berkembang daripada program prospektif.8
Konsultasi genetik (genetic counseling)
15
Konsultasi genetik meliputi skrining pasangan yang akan kawin atau sudah kawin tetapi
belum hamil. Pada pasangan yang berisiko tinggi diberikan informasi dan nasehat tentang
keadaannya dan kemungkinan bila mempunyai anak.8
Diagnosis prenatal.
Diagnosis prenatal ini dilakukan pada masa kehamilan 8-10 minggu, dengan mengambil
sampel darah dari villi khorialis (jaringan ari-ari) untuk keperluan analisis DNA atau dengan
amniosintesis pada masa kehamilan 14-20.8
Komplikasi
Bagi thalassemia mayor memerlukan tranfusi darah seumur hidup.
Kelemahan otot-otot proksimal. Terutama ekstremitas baw ah
Gangguan pendengaran
Peningkatan kecenderungan untuk terbentuknya batu pigmen dalam
kandung empedu.
Hemosiderosis akibat transfusi yang berulang-ulang dan atau
salah pemberian obat-obat yang mengandung besi.
Hep a t i t i s , r up tu r l impa
Gejala iron overload : pigmentasi kulit, diabetes melitus, sirosis hati, atau gonad failure
Prognosis
Sampai saat ini belum ada obat yang dapat mengobati thalasemia.8 Penderita yang taat
pada transfusi dan iron cheatting drugs memiliki harapan hidup sampai umur 30 tahun.
Sedangkan penderita yang tidak taat biasanya meninggal saat remaja karena komplikasi yang
berkaitan dengan toksisitas besi.
Genetik Konseling
Istilah Konseling Genetik (Genetic Counseling) pertama kali diperkenalkan oleh Dr. Sheldon
Redd (1947) dari Dight Institute for Human Genetics, University of Minnesota. Konseling
16
genetik diartikan sebagai “memberi informasi atau pengertian kepada masyarakat tentang
masalah genetik yang ada dalam keluarganya”.
Menurut The National Society of Genetic Counselors, konseling genetik didefinisikan
sebagai untuk mengerti dan membiasakan pada aspek medis, psikologis dan implikasi genetik
familial yang berkontribusi pada penyakit. Hal ini mencakup :
Interpretasi rekam medis dan familial untuk mengakses kemungkinan timbulnya
penyakit baru atau penyakit rekuren.
Edukasi tentang penyakit turunan, pemeriksaan, manajemen, pencegahan, sumber.
Konseling untuk memberitahukan pilihan dan pembiasaan pada resiko atau kondisi.
Sasaran utama konseling genetik adalah pasangan pranikah, terutama yang berasal dari
populasi atau etnik yang berpotensial tinggi menderita penyakit genetik, atau kepada mereka
yang mempunyai anggota keluarga yang berpenyakit genetik tertentu, namun tidak tertutup
kemungkinan konseling genetik untuk pasangan yang sudah menikah, maupun yang sedang
hamil, karena tujuan dari konseling genetik sendiri adalah untuk meningkatkan pengetahuan dari
penyakit genetik, mendiskusikan opsi penanganan penyakit, dan menjelaskan resiko dan
keuntungan dari tes.
Konseling berfokus pada memberikan informasi vital, tanpa bias, dan asistensi tanpa
pengarahan tertentu dalam proses pasien dalam menentukan pilihan.
Menurut Seymour Kessler, mengkategorikan sesi konseling pada 5 fase:
1. intake phase
2. initial contact phase
3. the encounter phase
4. the summary phase
5. follow-up phase
Pedigree Thalassemia (Autosomal resesif) (genotip Th)
17
A : Normal
S : Thalassemia minor / Carrier
P: ♂ ThTh x ♀ Thth
Normal Thalasemia minor
F1:
♂
♀
Th Th
Th ThTh
Normal
ThTh
Normal
th Thth
Thalasemia minor
Thth
Thalasemia minor
Hasil : 50% anak normal, 50% anak menderita Thalasemia minor / carrier
Setelah dilakukan pemeriksaan maka didapatkan hasil seperti diatas. Maka konseling
genetik dapat dilanjutkan dengan memberitahukan kepada pasien bahwa penyakit thalassemia ini
tidak jadi masalah. Seandainya suami juga carrier maka dapat diberitahukan bahwa ada 25%
18
kemungkinan anaknya mengalami thalassemia mayor dan akan mengalami gejala, serta
komplikasi seperti diatas.
Selanjutnya menyerahkan segala keputusan kepada pasien dalam menentukan masa
depannya, termasuk calon bakal anaknya kelak.
Kesimpulan
Berdasarkan hasil pembahasan, dapat diperoleh kesimpulan, yaitu:
1. Rahasia kedokteran merupakan suatu norma yang secara tradisional dianggap sebagai norma
dasar yang melindungi hubungan dokter dengan pasien. Rahasia kedokteran sendiri diatur
dalam etika dan hukum kedokteran yang tercermin dalam perundang-undangan praktek
kedokteran, sumpah dokter, dan kaidah dasar bioetika.
2. Dalam kasus skenario 7, keputusan dokter untuk tidak membocorkan hasil tes adalah benar
karena sesuai dengan penegakkan rahasia kedokteran. Orangtua pasien juga tidak berhak
memaksa dokter untuk membocorkan rahasia karena idak ada indikasi untuk membocorkan
rahasia medis tersebut.
3. Berdasarkan pedigree, ada kemungkinan 50% anak pasien menderita Talasemia minor.
Daftar Pustaka
1. Lestari AY. Aspek hukum kewajiban menyimpan rahasia kedokteran. Jurnal Hukum Repubilca 2003; 4(2): 131-
41.
2. Sampurna B, Syamsu Z, Siswaja TD. Bioetik dan hokum kedokteran. Cetakan ke-2. Jakarta: Pustaka Dwipar;
2007.
3. Beauchamp TL, Childress JF. Principles of biomedical ethics. 6rd ed. New York: Oxford University Press; 2008.
4. Utama Hendra, Hartadi Charlie. Rahasia medis. Jakarta: Balai Penerbit FK UI; 2005.h.22-75.
5. Hanafiah Jusuf M, Amir Amri. Etika kedokteran dan hukum kesehatan. 3rd ed. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran; EGC.h.75-8.
6. Nelson Ilmu Kesehatan Anak. Volume 2, Edisi ke 15. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2010.h.1686-7,
1691-4, 1708-12.
7. Sudiono H, Iskandar I, Edward H, Halim SL, Santoso R. Penuntun patologi klinik hematologi. Jakarta: Biro
Publikasi Fakultas Kedokteran Ukrida; 2008.h.55-61, 69-75,88-91.
8. Bakta IM. Hematologi klinik ringkas. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2006.h.26-44, 51-6687-96.
19