Upload
sicilia-eha
View
370
Download
1
Embed Size (px)
BAB I
PENDAHULUAN
Sistem pencernaan terdiri dari saluran pencernaan ditambah organ-organ pencernaan
tambahan (aksesori). Fungsi utama sistem pencernaan adalah untuk memindahkan zat gizi
atau nutrien, air, dan elektrolit dari makanan yang kita makan ke dalam lingkungan internal
tubuh. Makanan sebagai sumber ATP untuk menjalankan berbagai aktivitas bergantung
energi, misalnya transportasi aktif, kontraksi, sintesis, dan sekresi. Makanan juga merupakan
makanan sumber bahan untuk perbaikan, pembaruan, dan penambahan jaringan tubuh.
Sistem pencernaan tidak dapat melaksanakan fungsinya jika dalam keadaan terganggu.
Walaupun sistem pencernaan mempunyai manfaat yang sangat besar dalam kehidupan kita,
akan tetapi tidak jarang juga kelainan pada sistem ini juga dapat mengakibatkan kematian.
Salah satunya adalah apendisitis, penyakit ini merupakan penyakit bedah mayor yang paling
sering terjadi dan tindakan bedah segera mutlak diperlukan pada apendisitis akut untuk
menghindari komplikasi yang umumnya berbahaya seperti peritonitis generalisata. Pada
laporan ini akan dibahas lebih lanjut mengenai sistem pencernaan dan gangguannya,
khususnya apendisitis dan peritonitis.
1
BAB II
ISI
SKENARIO 4
Laki-laki, berusia 35 tahun datang ke poliklinik tempat anda bekerja dengan keluhan demam
dan nyeri pada perut sebelah kanan bawah, sejak 7 jam yang lalu. Sebelumnya pasien merasa
nyeri pada ulu hati, sekarang nyeri lebih dominan di daerah perut kanan bawah. Pada
pemeriksaan fisik, pasien tampak sakit sedang, TD : 130/80 mmHg, nadi : 92x/menit,
frekuensi nafas : 22x/menit, suhu tubuh : 38,3oC.
1. Anamnesis
Berdasarkan kasus didapat data mengenai pasien secara auto anamnesis (anamnesa yang
dilakukan secara langsung kepada pasien), yaitu:
Identitas pasien:
Nama lengkap : Tn.NN
Umur : 35 tahun
Keluhan utama:
Pasien merasakan demam dan nyeri lebih dominan pada daerah perut kanan bawah
yang sebelumnya merasakan nyeri pada ulu hati.
Riwayat sekarang:
Demam
Nyeri pada daerah perut kanan bawah
Lokalisasi : perut kanan bawah
2. Pemeriksaan
Berdasarkan skenario diatas :
Suhu tubuh 38,3oC
Tekanan darah 130 / 80 mmHg
Pernafasan : 22x / Menit
Denyut Nadi : 92x / menit
2
3. Diagnosis
3.1. Working Diagnosis
Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan seperti skenario di atas Tn.NN menderita
Appendicitis Akut
Pengertian
Appendicitis merupakan peradangan yang terjadi pada appendicitis vermiformis, dan
merupakan penyebab abdomen akut yang paling sering. Appendicitis akut adalah radang
apendiks. Ini dapat disebabkan kerena infeksi atau obstruksi pada apendiks. Obstruksi
meyebabkan apendiks menjadi bengkak dan mudah diinfeksi oleh bakteri. Jika diagnosis
lambat ditegakkan, dapat terjadi rupture pada apendiks. Sehingga akibatnya terjadi
Peritonitis atau terbentuknya abses disekitar apendiks.
3.2.Differensial Diagnosis
1. COLITIS ULSERATIVA
1.1. Pengertian
Colitis ulserativa merupakan suatu penyakit menahun di usus besar mengalami
peradangan dan luka,yang menyebabkan diare berdarah,kram perut dan demam.
Colitis ultrativa tidak selalu mempengaruhi seluruh ketebalan dari usus dan tidak
pernah mengenai usus halus. Penyakit ini biasanya di mulai di rectum atau kolon
sigmoid dan akhirnya menyebar ke sebagian atau seluruh usus besar. Sekitar 10%
penderita hanya mendapat satu kali serangan.
3
1.2. Etiologi
Penyebab penyakit ini tidak diketahui,namun factor keturunan dan respon sistem
kekebalan tubuh yang terlalu aktif di usus,diduga berperan dalam terjadinya jolitis
ulserativa
1.3. Patofisiologi
Suatu serangan ini bisa mendadak dan berat,menyabebkan diare hebat,demam
tinggi,sakit perut,dan peritonitis(radang selaput perut) selama serangan penderita
tampak sangat sakit. Yang lebih sering terjadi adalah serangannya dimulai secara
bertahap,dimana penderita memiliki keinginan untuk buang air besar,kram ringan
pada perut bawah dan tinja yang berdarah dan berlendir. Jika penyakit ini tervatas
pada rectum dan kolon sigmoid tinja mungkin normal,kering,dank eras.tetapi ketika
buang air besar ,dari rectum keluar lender yang banyak mengandung sel darah merah
dan sel darah putih.Gejala lain bisa demam. Jika menyebar ke usus besar ,tinja akan
lunak dan penderita dapat buang air besar sebanyak 10-20 kali/hari.Tinja tampak
mengandung nanah,darah dah lendir.
1.4. Manifestasi klinik
Gejala utama colitis ulserativa adalah diare, nyeri abdomen dan perdarahan rectal.
Pendarahan bisa ringan atau berat. Selain itu juga terjadi kram,anoreksia serta adanya
dorongan untuk defekasi. Pesien melaporkan buang air besar 10-20 kali/hari. Gejala
lain mencakup kesi kulit (eritoma nodisum),lesi mata(uveitis),abnormalitas
sendi(artitis) dan penyakit hati.
1.5. Pengobatan
Pengobatan ditujukan untuk mengendalikan peradangan, mengurangi gejala dan
mengganti cairan dan zat gizi yang hilang. Penderita sebaiknya menghindari buah dan
sayuran mentah untuk mengurangi cedera fisik pada lapisan usus besar yang
meradang. Diet bebas susu bisa mengurangi gejala. Penambahan zat besi bisa
menyembuhkan anemia yang disebabkan oleh hilangnya darah dalam tinja.
Obat-obatan antikolinergik atau dosis kecil loperamide atau difenoksilat, diberikan
pada diare yang relatif ringan. Untuk diare yang lebih berat, mungkin dibutuhkan
dosis yang lebih besar dari difenoksilat atau opium yang dilarutkan dalam alkohol,
loperamide atau codein. Pada kasus-kasus yang berat, pemberian obat-obat anti-diare
ini harus diawasi secara ketat, untuk menghindari terjadinya megakolon toksik.
Sulfasalazine, olsalazine atau mesalamine sering digunakan untuk mengurangi
peradangan pada kolitis ulserativa dan untuk mencegah timbulnya gejala.
4
Obat-obatan ini biasanya diminum namun bisa juga diberikan sebagai enema (cairan
yang disuntikkan ke dalam usus) atau supositoria (obat yang dimasukkan melalui
dubur).
Penderita dengan kolitis berat menengah yang tidak menjalani perawatan rumah sakit,
biasanya mendapatkan kortikosteroid per-oral (melalui mulut), seperti prednisone.
prednisone dosis tinggi sering memicu proses penyembuhan. Setelah prednisone
mengendalikan peradangannya, sering diberikan Sulfasalazine, olsalazine atau
mesalamine. Secara bertahap dosis prednisone diturunkan dan akhirnya dihentikan.
Pemberian kortikosteroid jangka panjang menimbulkan efek samping, meskipun
kebanyakan akan menghilang jika pengobatan dihentikan.
Bila kolitis ulserativa yang ringan atau sedang terbatas pada sisi kiri usus besar (kolon
desendens) dan di rektum, bisa diberikan enema dengan kortikosteroid atau
mesalamine. Bila penyakitnya menjadi berat, penderita harus dirawat di rumah sakit
dan diberikan kortikosteroid intravena (melalui pembuluh darah). Penderita dengan
perdarahan rektum yang berat mungkin memerlukan transfusi darah dan cairan
intravena.
Untuk mempertahankan fase penyembuhan, diberikan azathioprine dan
merkaptopurin. Siklosporin diberikan kepada penderita yang mendapat serangan berat
dan tidak memberikan respon terhadap kortikosteroid. Tetapi sekitar 50% dari
penderita ini, akhirnya memerlukan terapi pembedahan.
Pembedahan
Kolitis toksik merupakan suatu keadaan gawat darurat. Segera setelah terditeksi atau
bila terjadi ancaman megakolon toksik, semua obat anti-diare dihentikan, penderita
dipuasakan, selang dimasukan ke dalam lambung atau usus kecil dan semua cairan,
makanan dan obat-obatan diberikan melalui pembuluh darah. Pasien diawasi dengan
ketat untuk menghindari adanya peritonitis atau perforasi. Bila tindakan ini tidak
berhasil memperbaiki kondisi pasien dalam 24-48 jam, segera dilakukan pembedahan,
dimana semua atau hampir sebagian besar usus besar diangkat.
Jika didiagnosis kanker atau adanya perubahan pre-kanker pada usus besar, maka
pembedahan dilakukan bukan berdasarkan kedaruratan. Pembedahan non-darurat juga
dilakukan karena adanya penyempitan dari usus besar atau adanya gangguan
pertumbuhan pada anak-anak. Alasan paling umum dari pembedahan adalah penyakit
menahun yang tidak sembuh-sembuh, sehingga membuat penderita tergantung kepada
kortikosteroid dosis tinggi.
5
Pengangkatan seluruh usus besar dan rektum, secara permanen akan menyembuhkan
kolitis ulserativa. Penderita hidup dengan ileostomi (hubungan antara bagian terendah
usus kecil dengan lubang di dinding perut) dan kantong ileostomi. Prosedur pilihan
lainnya adalah anastomosa ileo-anal, dimana usus besar dan sebagian besar rektum
diangkat, dan sebuah reservoir dibuat dari usus kecil dan ditempatkan pada rektum
yang tersisa, tepat diatas anus.
2. CA COLON
2.1. Pengertian
Colorectal Cancer atau dikenal sebagai Ca Colon atau Kanker Usus Besar adalah
suatu bentuk keganasan yang terjadi pada kolon, rektum, dan appendix (usus buntu).
Di negara maju, kanker ini menduduki peringkat ke tiga yang paling sering terjadi,
dan menjadi penyebab kematian yang utama di dunia barat. Untuk menemukannya
diperlukan suatu tindakan yang disebut sebagai kolonoskopi, sedangkan untuk
terapinya adalah melalui pembedahan diikuti kemoterapi.
2.2. Etiologi
Penyebab dari pada kanker Colon tidak diketahui. Makanan-makanan yang di curigai
mengandung zat-zat kimia yang menyebabkan kanker pada usus besar. Makanan
tersebut juga mengurangi waktu peredaran pada perut,yang mempercepat usus besar
menyebabkan terjadinya kanker. Makanan yang tinggi lemak terutama lemak hewan
dari daging merah,menyebabkan sekresi asam dan bakteri anaerob, menyebabkan
timbulnya kanker didalam usus besar. Daging yang di goreng dan di panggang juga
dapat berisi zat-zat kimia yang menyebabkan kanker.
6
Diet dengan karbohidrat murni yang mengandung serat dalam jumlah yang banyak
dapat mengurangi waktu peredaran dalam usus besar. Beberapa kelompok
menyarankan diet yang mengadung sedikit lemak hewan dan tinggi sayuran dan buah-
buahan.
Makanan yang harus dihindari :
- Daging merah
- Lemak hewan
- Makanan berlemak
- Daging dan ikan goreng atau panggang
- Karbohidrat yang disaring(example:sari yang disaring)
2.3. Manifestasi klinik
Mula-mula gejalanya tidak jelas, seperti berat badan menurun (sebagai gejala umum
keganasan) dan kelelahan yang tidak jelas sebabnya. Setelah berlangsung beberapa
waktu barulah muncul gejala-gejala lain yang berhubungan dengan keberadaan tumor
dalam ukuran yang bermakna di usus besar. Makin dekat lokasi tumor dengan anus
biasanya gejalanya makin banyak.
Gejalanya berupa :
- perubahan kebiasaan buang air
- perubahan frekuensi buang air, berkurang (konstipasi) atau bertambah (diare)
Sensasi seperti belum selesai buang air, (masih ingin tapi sudah tidak bisa keluar)
dan perubahan diameter serta ukuran kotoran (feses). Keduanya adalah ciri khas
dari kanker kolorektal
- Perubahan wujud fisik kotoran/feses
Feses bercampur darah atau keluar darah dari lubang pembuangan saat buang air
besar
Feses bercampur lender
Feses berwarna kehitaman, biasanya berhubungan dengan terjadinya perdarahan
di saluran pencernaan bagian atas
- Timbul rasa nyeri disertai mual dan muntah saat buang air besar, terjadi akibat
sumbatan saluran pembuangan kotoran oleh massa tumor
7
- Adanya benjolan pada perut yang mungkin dirasakan oleh penderita
Timbul gejala-gejala lainnya di sekitar lokasi tumor, karena kanker dapat tumbuh
mengenai organ dan jaringan sekitar tumor tersebut, seperti kandung kemih
(timbul darah pada air seni, timbul gelembung udara, dll), vagina (keputihan yang
berbau, muncul lendir berlebihan, dll). Gejala-gejala ini terjadi belakangan,
menunjukkan semakin besar tumor dan semakin luas penyebarannya
Gejala umumnya adalah :
- Berat badan turun tanpa sebab yang jelas (ini adalah gejala yang paling umum di
semua jenis keganasan)
- Hilangnya nafsu makan
- Anemia, pasien tampak pucat
- Sering merasa lelah
Kadang-kadang mengalami sensasi seperti melayang
2.4. Faktor resiko
Siapa saja yang bisa terkena kanker kolon ini ? Berikut adalah faktor-faktor yang
meningkatkan resiko seseorang terkena kanker kolon :
1. Usia
Resiko meningkat dengan bertambahnya usia. Kebanyakan kasus terjadi pada usia
60 - 70 an, dan jarang di bawah usia 50 kecuali dalam sejarah keluarga ada yang
terkena kanker kolon ini.
2. Adanya polip pada kolon
khususnya polip jenis adenomatosa. Dengan dihilangkannya polip pada saat
ditemukan turut mengurangi resiko terjadinya kanker kolon di kemudian hari.
3. Riwayat kanker
Seseorang yang pernah terdiagnosis mengidap atau pernah dirawat untuk kanker
kolon beresiko untuk mengidap kanker kolon di kemudian hari. Wanita yang
pernah mengidap kanker ovarium (indung telur), kanker uterus, dan kanker
payudara memiliki resiko yang lebih besar untuk terkena kanker kolorektal.
4. Faktor keturunan :
a. Sejarah adanya kanker kolon khususnya pada keluarga dekat.
b. Penyakit FAP (Familial Adenomatous Polyposis) - Polip adenomatosa familial
8
(terjadi dalam keluarga); memiliki resiko 100% untuk terjadi kanker kolorektal
sebelum usia 40 tahun, bila tidak diobati.
c. Penyakit lain dalam keluarga, seperti HNPCC (Hereditary Non Polyposis
Colorectal Cancer) - penyakit kanker kolorektal non polip yang menurun dalam
keluarga, atau sindroma Lynch.
5. Penyakit kolitis (radang kolon) ulseratif yang tidak diobati.
6. Kebiasaan merokok. Perokok memiliki resiko jauh lebih besar untuk terkena
kanker kolorektal dibandingkan bukan perokok.
7. Kebiasaan makan. Pernah di teliti bahwa kebiasaan makan banyak daging dan
sedikit buah, sayuran, serta ikan turut meningkatkan resiko terjadinya kanker
kolorektal.
8. Sedikit beraktivitas. Orang yang beraktivitas fisik lebih banyak memiliki resiko
lebih rendah untuk terbentuk kanker kolorektal.
9. Inveksi Virus. Virus tertentu seperti HPV (Human Papilloma Virus) turut andil
dalam terjadinya kanker kolorektal.
2.5. Pemeriksaan
Kanker kolorektal dapat memakan waktu bertahun-tahun untuk berkembang,
sehingga deteksi dini sangat berpengaruh terhadap kemungkinan sembuhnya. Bila
Anda termasuk seseorang yang beresiko untuk terkena, ada baiknya Anda melakukan
pemeriksaan screening. Pemeriksaan itu adalah :
1. Pemeriksaan rektal dengan jari (Digital Rectal Exam), di mana dokter memeriksa
keadaan dinding rektum sejauh mungkin dengan jari; pemeriksaan ini tidak selalu
menemukan adanya kelainan, khususnya kanker yang terjadi di kolon saja dan belum
menyebar hingga rektum.
2. Pemeriksaan darah dalam tinja.
3. Endoskopi. Pemeriksaan ini sangat bermanfaat karena selain melihat keadaan
dalam kolon juga bisa bertindak, misalnya ketika menemukan polip endoskopi ini
dapat sekaligus mengambilnya untuk kemudian dilakukan biopsi.
4. Pemeriksaan barium enema dengan double contrast.
5. Virtual Colonoscopy.
6. CAT Scan.
7. Pemeriksaan kadar CEA (Carcino Embryonic Antigent) darah.
9
8. Whole-body PET Scan Imaging. Sementara ini adalah pemeriksaan diagnostik
yang paling akurat untuk mendeteksi kanker kolorektal rekuren (yang timbul
kembali).
9. Pemeriksaan DNA Tinja.
2.6. Penatalaksanaan
Perawatan penderita tergantung pada tingkat staging kanker itu sendiri. Terapi akan
jauh lebih mudah bila kanker ditemukan pada stadium dini. Tingkat kesembuhan
kanker stadium 1 dan 2 masih sangat baik. Namun bila kanker ditemukan pada
stadium yang lanjut, atau ditemukan pada stadium dini dan tidak diobati, maka
kemungkinan sembuhnya pun akan jauh lebih sulit. Di antara pilihan terapi untuk
penderitanya, opsi Operasi masih menduduki peringkat pertama, dengan ditunjang
oleh kemoterapi dan/atau radioterapi (mungkin diperlukan).
Pembedahan
Tindakan ini dibagi menjadi Curative, Palliative, Bypass, Fecal diversion, dan Open-
and-close. Bedah Curative dikerjakan apabila tumor ditemukan pada daerah yang
terlokalisir. Intinya adalah membuang bagian yang terkena tumor dan sekelilingnya.
Pada keadaan ini mungkin diperlukan suatu tindakan yang disebut TME (Total
Mesorectal Excision), yaitu suatu tindakan yang membuang usus dalam jumlah yang
signifikan. Akibatnya kedua ujung usus yang tersisa harus dijahit kembali. Biasanya
pada keadaan ini diperlukan suatu kantong kolostomi, sehingga kotoran yang melalui
usus besar dapat dibuang melalui jalur lain. Pilihan ini bukanlah suatu pilihan yang
enak akan tetapi merupakan langkah yang diperlukan untuk tetap hidup, mengingat
pasien tidak mungkin tidak makan sehingga usus juga tidak mungkin tidak terisi
makanan / kotoran; sementara ada bagian yang sedang memerlukan penyembuhan.
Apa dan bagaimana kelanjutan dari kolostomi ini adalah kondisional dan individual,
tiap pasien memiliki keadaan yang berbeda-beda sehingga penanganannya tidak
sama.
Bedah paliatif dikerjakan pada kasus terjadi penyebaran tumor yang banyak, dengan
tujuan membuang tumor primernya untuk menghindari kematian penderita akibat
ulah tumor primer tersebut. Terkadang tindakan ini ditunjang kemoterapi dapat
menyelamatkan jiwa. Bila penyebaran tumor mengenai organ-organ vital maka
pembedahan pun secara teknis menjadi sulit, sehingga dokter mungkin memilih
teknik bedah bypass atau fecal diversion (pengalihan tinja) melalui lubang. Pilihan
terakhir pada kondisi terburuk adalah open-and-close, di mana dokter membuka
10
daerah operasinya, kemudian secara de facto melihat keadaan sudah sedemikian rupa
sehingga tidak mungkin dilakukan apa-apa lagi atau tindakan yang akan dilakukan
tidak memberikan manfaat bagi keadaan pasien, kemudian di tutup kembali. Tindakan
ini sepertinya sudah tidak pernah dilakukan lagi mengingat sekarang sudah banyak
tersedia laparoskopi dan radiografi canggih untuk mendeteksi keberadaan dan kondisi
kanker jauh sebelum diperlukan operasi.
Terapi Non Bedah
Kemoterapi dilakukan sebagai suatu tindakan untuk mengurangi terjadinya metastasis
(penyebaran), perkembangan sel tumor, mengecilkan ukurannya, atau memperlambat
pertumbuhannya. Radioterapi jarang digunakan untuk kanker kolon karena memiliki
efek samping dan sulit untuk ditembakkan ke bagian yang spesifik pada kolon.
Radioterapi lebih sering pada kanker rektal saja. Imunoterapi sedang dikembangkan
sebagai terapi tambahan untuk kanker kolorektal. Terapi lain yang telah diujicoba dan
memberikan hasil yang sangat menjanjikan adalah terapi Vaksin. Ditemukan pada
November 2006 lalu sebuah vaksin bermerek TroVax yang terbukti secara efektif
mengatasi berbagai macam kanker. Vaksin ini bekerja dengan cara meningkatkan
sistem imun penderita untuk melawan penyakitnya. Fase ujicobanya saat ini sedang
ditujukan bagi kanker ginjal dan direncanakan untuk kanker kolon. Terapi lainnya
adalah pengobatan yang ditujukan untuk mengatasi metastasisnya (penyebaran
tumornya).
3. Penyakit Crohn
3.1. Pengertian
Penyakit Crohn (Enteritis Regionalis, Ileitis Granulomatosa, Ileokolitis) adalah
peradangan menahun pada dinding usus. Penyakit ini mengenai seluruh ketebalan
dinding usus. Kebanyakan terjadi pada bagian terendah dari usus halus (ileum) dan
usus besar, namun dapat terjadi pada bagian manapun dari saluran pencernaan, mulai
dari mulut sampai anus, dan bahkan kulit sekitar anus. Pada beberapa dekade yang
lalu, penyakit Crohn lebih sering ditemukan di negara barat dan negara berkembang.
Terjadi pada pria dan wanita, lebih sering pada bangsa Yahudi, dan cenderung terjadi
pada keluarga yang juga memiliki riwayat kolitis ulserativa. Kebanyakan kasus
muncul sebelum umur 30 tahun, paling sering dimulai antara usia 14-24 tahun.
Penyakit ini mempengaruhi daerah tertentu dari usus, kadang terdapat daerah normal
diantara daerah yang terkena. Pada sekitar 35 % dari penderita penyakit Crohn, hanya
11
ileum yang terkena. Pada sekitar 20%, hanya usus besar yang terkena. Dan pada
sekitar 45 %, ileum maupun usus besar terkena.
3.2. Etiologi
Penyebab penyakit Crohn tidak diketahui.
Penelitian memusatkan perhatian pada tiga kemungkinan penyebabnya, yaitu:
- Kelainan fungsi sistim pertahanan tubuh
- Infeksi
- Makanan
3.3. Epidemiologi
Insiden penyakit Crohn sudah dipastikan dari studi populasi di Norwegia dan
Amerika Serikat dan mirip pada 6 sampai 7.1:100,000. Penyakit Crohn lebih umum di
negara-negara utara, dan menunjukkan peristiwa yang lebih tinggi di daerah utara
negara yang sama. Insiden penyakit Crohn diduga serupa di Eropa tetapi lebih rendah
di Asia dan Afrika. Namun, perempuan hanya sedikit lebih dari laki-laki memiliki
penyakit Crohn. Orang tua, saudara kandung atau anak orang dengan penyakit Crohn
3 sampai 20 kali lebih mungkin mengembangkan penyakit. Twin studi menunjukkan
konkordansi lebih besar dari 55% untuk penyakit Crohn.
3.4. Manifestasi Klinik
Gejala awal yang paling sering ditemukan adalah diare menahun, nyeri kram perut,
demam, nafsu makan berkurang dan penurunan berat badan. Pada pemeriksaan fisik
ditemukan benjolan atau rasa penuh pada perut bagian bawah, lebih sering di sisi
12
kanan.
Bila penyakit Crohn menyebabkan timbulnya gejala-gejala saluran pencernaan,
penderita juga bisa mengalami :
- peradangan sendi (artritis)
- peradangan bagian putih mata (episkleritis)
- luka terbuka di mulut (stomatitis aftosa)
- nodul kulit yang meradang pada tangan dan kaki (eritema nodosum) dan
- luka biru-merah di kulit yang bernanah (pioderma gangrenosum).
Jika penyakit Crohn tidak menyebabkan timbulnya gejala-gejala saluran pencernaan,
penderita masih bisa mengalami :
- peradangan pada tulang belakang (spondilitis ankilosa)
- peradangan pada sendi panggul (sakroiliitis)
- peradangan di dalam mata (uveitis) dan
- peradangan pada saluran empedu (kolangitis sklerosis primer).
Pada anak-anak, gejala-gejala saluran pencernaan seperti sakit perut dan diare sering
bukan merupakan gejala utama dan bisa tidak muncul sama sekali.
Gejala utamanya mungkin berupa peradangan sendi, demam, anemia atau
pertumbuhan yang lambat.
Pola umum dari penyakit Crohn
Gejala-gejala penyakit Crohn pada setiap penderitanya berbeda, tetapi ada 4 pola
yang umum terjadi, yaitu :
1. Peradangan : nyeri dan nyeri tekan di perut bawah sebelah kanan
2. Penyumbatan usus akut yang berulang, yang menyebabkan kejang dan nyeri hebat
di dinding usus, pembengkakan perut, sembelit dan muntah-muntah
3. Peradangan dan penyumbatan usus parsial menahun, yang menyebabkan kurang
gizi dan kelemahan menahun
4. Pembentukan saluran abnormal (fistula) dan kantung infeksi berisi nanah (abses),
yang sering menyebabkan demam, adanya massa dalam perut yang terasa nyeri dan
penurunan berat badan.
3.5. Pemeriksaan
Tidak ada pemeriksaan khusus untuk mendeteksi penyakit Crohn, namun
pemeriksaan darah bisa menunjukan adanya:
13
- anemia
- peningkatan abnormal dari jumlah sel darah putih
- kadar albumin yang rendah
- tanda-tanda peradangan lainnya.
Barium enema bisa menunjukkan gambaran yang khas untuk penyakit Crohn pada
usus besar.
Jika masih belum pasti, bisa dilakukan pemeriksaan kolonoskopi (pemeriksaan usus
besar) dan biopsi untuk memperkuat diagnosis.
CT scan bisa memperlihatkan perubahan di dinding usus dan menemukan adanya
abses, namun tidak digunakan secara rutin sebagai pemeriksaan diagnostik awal.
3.6. Penatalaksanaan
Pengobatan ditujukan untuk membantu mengurangi peradangan dan meringankan
gejalanya.
Kram dan diare bisa diatasi dengan obat-obat antikolinergik, difenoksilat, loperamide,
Opium yang dilarutkan dalam alkohol dan codein. Obat-obat ini diberikan per-oral
(melalui mulut) dan sebaiknya diminum sebelum makan.
Untuk membantu mencegah iritasi anus, diberikan metilselulosa atau preparat
psillium, yang akan melunakkan tinja.
Sering diberikan antibiotik berspektrum luas.
Antibiotik metronidazole bisa membantu mengurangi gejala penyakit Crohn, terutama
jika mengenai usus besar atau menyebabkan terjadinya abses dan fistula sekitar anus.
Penggunaan metronidazole jangka panjang dapat merusak saraf, menyebabkan
perasaan tertusuk jarum pada lengan dan tungkai. Efek samping ini biasanya
menghilang ketika obatnya dihentikan, tapi penyakit Crohn sering kambuh kembali
setelah obat ini dihentikan.
Sulfasalazine dan obat lainnya dapat menekan peradangan ringan, terutama pada usus
besar. Tetapi obat-obat ini kurang efektif pada penyakit Crohn yang kambuh secara
tiba-tiba dan berat.
Kortikosteroid (misalnya prednisone), bisa menurunkan demam dan mengurangi
diare, menyembuhkan sakit perut dan memperbaiki nafsu makan dan menimbulkan
perasaan enak. Tetapi penggunaan kortikosteroid jangka panjang memiliki efek
samping yang serius. Biasanya dosis tinggi dipakai untuk menyembuhkan peradangan
berat dan gejalanya, kemudian dosisnya diturunkan dan obatnya dihentikan sesegera
mungkin.
14
Obat-obatan seperti azatioprin dan mercaptopurine, yang merubah kerja dari sistim
kekebalan tubuh, efektif untuk penyakit Crohn yang tidak memberikan respon
terhadap obat-obatan lain dan terutama digunakan untuk mempertahankan waktu
remisi (bebas gejala) yang panjang.
Obat ini mengubah keadaan penderita secara keseluruhan, menurunkan kebutuhan
akan kortikosteroid dan sering menyembuhkan fistula.Tetapi obat ini sering tidak
memberikan keuntungan selama 3-6 bulan dan bisa menyebabkan efek samping yang
serius. Oleh karena itu, diperlukan pengawasan yang ketat terhadap kemungkinan
terjadinya alergi, peradangan pankreas (pankreatitis) dan penurunan jumlah sel darah
putih.
Formula diet yang ketat, dimana masing-masing komponen gizinya diukur dengan
tepat, bisa memperbaiki penyumbatan usus atau fistula, minimal untuk waktu yang
singkat dan juga dapat membantu pertumbuhan anak-anak. Diet ini bisa dicoba
sebelum pembedahan atau bersamaan dengan pembedahan.
Kadang-kadang zat makanan diberikan melalui infus, untuk mengkompensasi
penyerapan yang buruk, yang sering terjadi pada penyakit Crohn.
Bila usus tersumbat atau bila abses atau fistula tidak menyembuh, mungkin
dibutuhkan pembedahan.
Pembedahan untuk mengangkat bagian usus yang terkena dapat meringankan gejala
namun tidak menyembuhkan penyakitnya.
Peradangan cenderung kambuh di daerah sambungan usus yang tertinggal. Pada
hampir 50% kasus, diperlukan pembedahan kedua. Karena itu, pembedahan
dilakukan hanya bila timbul komplikasi atau terjadi kegagalan terapi dengan obat.
3.7. Prognosis
Beberapa penderita sembuh total setelah suatu serangan yang mengenai usus halus.
Tetapi penyakit Crohn biasanya muncul lagi dengan selang waktu tidak teratur
sepanjang hidup penderita. Kekambuhan ini bisa bersifat ringan atau berat, bisa
sebentar atau lama. Mengapa gejalanya datang dan pergi dan apa yang memicu
episode baru atau yang menentukan keganasannya tidak diketahui.
Peradangan cenderung berulang pada daerah usus yang sama, namun bisa menyebar
pada daerah lain setelah daerah yang pernah terkena diangkat melalui pembedahan.
Penyakit Crohn biasanya tidak berakibat fatal. Tetapi beberapa penderita meninggal
karena kanker saluran pencernaan yang timbul pada penyakit Crohn yang menahun.
15
4. ETIOLOGI
Appendicitis umumnya terjadi karena infeksi bakteri. Berbagai hal berperan sebagai
faktor pencetus. Diantaranya adalah obstruksi yang terjadi pada lumen apendiks.
Obstruksi ini biasanya disebabkan karena adanya timbunan tinja yang keras (fekalit),
hyperplasia jaringan limfoid, tumor apendiks, benda asing dalam tubuh dan cacing
askaris dapat pula menyebabkan terjadinya sumbatan. Namun, diantara penyebab
obstruksi lumen yang telah disebutkan di atas, fekalit dan hyperplasia jaringan limfoid
merupakan penyebab obstruksi yang paling sering terjadi. Penyebab lain yang diduga
menimbulkan apendisitis adalah ulserasi mukosa apendiks oleh parasit E. histolytica.
Adanya obstruksi mengakibatkan mucin atau cairan mucosa yang diproduksi tidak
dapat keluar dari apendiks, hal ini akan semakin meningkatkan tekanan intraluminal
sehingga menyebabkan tekanan intra mucosa juga semakin tinggi. Tekanan yang
tinggi akan menyebabkan infiltrasi kuman ke dinding apendiks sehingga terjadi
peradangan supuratif yang menghasilkan pus atau nanah pada dinding apendiks.
Selain infeksi, appendicitis juga dapat disebabkan oleh penyebaran infeksi dari organ
lain yang kemudian menyebar secara Hematogen ke apendiks.
5. PATOFISIOLOGI
Patogenesis appendicitis akut terutama disebabkan oleh inflamasi pada dinding
apendiks yang menimbulkan obstruksi lumen apendiseal. Pada sepertiga kasus
appendicitis akut memperlihatkan disebabkan juga oleh karena fekalit. Hal itu
berdasarkan penelitian epidemiologi menunjukan peran kebiasaan makan makanan
rendah serat dan pengaruh konstipasi terhadap timbulnya appendicitis akut.
Konstipasi akan menaikkan tekanan intrasekal yang berakibat sumbatan fungsional
apendiks dan meningkatnya pertumbuhan flora normal kolon. Obstruksi
mengakibatkan appendicitis akut oleh karena, kapasitas lumen pada apendiks yang
normal adalah 0,1 ml³. sekresi mucosa yang terus berlanjut sampai 0,5 saja sudah
dapat meningkatkan tekanan intralumen sampai 60 cmH2O yang menyebabkan
distensi lumen dan mempengaruhi aliran darah balik vena. Apendiks menjadi
bengkak, lembek, diliputi oleh eksudat fibrinosa. Lumen apendiks terisi materi pus,
mucosa menjadi hipoksia dan terjadi ulserasi. Adanya infeksi bakteri berkaitan
dengan cepatnya terjadi Ganggren dan Perforasi. Organisme yang dominan terdapat
16
pada appendicitis akut adalah E. coli dan Bacteroides fragilis, walaupun tidak tertutup
kemungkinan bakteri lainnya dapat ditemukan pada Appendicitis Akut.
Secara patologi, appendicitis akut dibagi menjadi appendicitis akut stadium awal
appendicitis Supurativa akut, dan appendicitis gangrenosa akut tergantung dari
beratnya proses inflamasi.
Pada stadium awal appendicitis akut, neutrofil hanya ditemukan pada mucosa,
submucosa, dan muscularis propria. Pada stadium ini pembuluh darah subserosa
membengkak dan terdapat eksudat neutrofil yang menghasilkan reaksi fbrino
purulenta di seluruh lapisan serosa. Dengan bertambah buruknya proses inflamasi
maka akan terbentuk abes, ulkus, dan focus nekrosis supurativa di dalam dinding
apendiks, kondisi ini dikenal dengan appendicitis supurativa akut. Pada appendicitis
gangrenosa akut tampak ulkus yang berdarah dan kehijauan pada mucosa, serta
nekrosis gangrenosa pada seluruh dinding yang meluas ke serosa, selanjutnya dapat
terjadi rupture dan peritonitis supurativa.Kritera histologik untuk diagnosis
appendicitis akut adalah terdapatnya infiltrasi neutrofil pada muscularis propria dan
adanya proses inflamasi pada dinding muscular. Biasanya juga terdapat infiltrasi
neutrofil dan ulserasi pada mucosa. Proses inflamasi dapat meluas ke jaringan lemak
atau usus disekitar appendiks.
6. MANIFESTASI KLINIK
Gejala awal yang khas, yang merupakan gejala klasik apendisitis adalah nyeri samar
(nyeri tumpul) di daerah epigastrium di sekitar umbilicus atau periumbilikus. Keluhan
ini biasanya disertai dengan rasa mual, bahkan terkadang muntah, dan pada umumnya
nafsu makan menurun. Kemudian dalam beberapa jam, nyeri akan beralih ke kuadran
kanan bawah, ke titik Mc Burney. Di titik ini nyeri terasa lebih tajam dan jelas
letaknya, sehingga merupakan nyeri somatik setempat. Namun terkadang, tidak
dirasakan adanya nyeri di daerah epigastrium, tetapi terdapat konstipasi. Apendisitis
kadang juga disertai dengan demam derajat rendah sekitar 37,5 – 38,50C.
Selain gejala klasik, ada beberapa gejala lain yang dapat timbul sebagai akibat dari
apendisitis. Timbulnya gejala ini bergantung pada letak apendiks ketika meradang.
Berikut gejala yang timbul:
- Bila letak apendiks retrosekal retroperitoneal, yaitu di belakang sekum
(terlindungi oleh sekum), tanda nyeri perut kanan bawah tidak begitu jelas dan
tidak ada tanda rangsangan peritoneal. Rasa nyeri lebih kearah perut kanan atau
nyeri timbul pada saat melakukan gerakan seperti berjalan, bernapas dalam, batuk,
17
dan mengedan. Nyeri ini timbul karena adanya kontraksi m.psoas mayor yang
menegang dari dorsal
- Bila apendiks terletak di rongga pelvis
Bila apendiks terletak di dekat atau menempel pada rectum, akan timbul gejala
dan rangsangan sigmoid atau rectum, sehingga peristalsis meningkat,
pengosongan rectum akan menjadi lebih cepat dan berulang – ulang ( diare )
Bila apendiks terletak di dekat atau menempel pada kandung kemih, dapat terjadi
peningkatan frekuensi kemih, karena rangsangan dindingnya.
Begitu pula dengan tanda obturator yang meregangkan obturator internus
merupakan tanda iritasi didalam pelvis. Tes obturator dilakukan dengan
melakukan rotasi internal secara pasif pada tungkai atas kanan yang difleksikan
dengan pasien pada posisi supine. Pemeriksaan darah dapat ditemukan
leukositosis ringan, yang menandakan pasien dalam kondisi akut dan appendicitis
tanpa komplikasi. Pada leukositosis yang lebih dari 18.000 / mm³ besar
kemungkinan untuk terjadi perforasi. Gejala apendisitis terkadang tidak jelas dan
tidak khas, sehingga sulit dilakukan diagnosa, dan akibatnya apendisitis tidak
ditangani tepat pada waktuya, sehingga biasanya baru diketahui setelah terjadi
perforasi.
Bagan Hubungan Patofisiologi dan Manifestasi Appendicitis
Kelainan patologi Keluhan dan tandaPeradangan awal
↓
Appendicitis Mukosa
↓
Radang diseluruh ketebalan dinding
↓
Appendicitis komplit, radang peritoneum,
Parietal apendiks
↓
-Kurang enak ulu hati/ daerah pusat, mungkin kolik
-nyeri tekan kanan bawah
-nyeri sentral pindah ke kanan bawah,mual dan muntah
-rangsangan peritoneum local (somatic), nyeri pada gerak aktif dan pasif
-genitelia interna,ureter,m.psoas mayor, kantung kemih,rectum
-Demam sedang,takikardi,mulai toksik, leukositosis
-Nyeri dan defans muskuler seluruh perut
18
Radang alat/jaringan yang menempel
padaApendiks
↓
Appendicitis gangrenosa
↓
Perforasi
↓
Pembungkusan
- Tidak berhasil
- Berhasil
- Abses
-s.d.a + demam tinggi, dehidrasi, syok, toksik
-masa perut kanan bawah,keadaan umum
Berangsur membaik
-demam remiten,keadaan umum toksik, keluhan dan tanda setempat
Sensitifitas dan Spesifisitas temuan klinis untuk diagnosis Appendicitis AkutTemuan Sensitivitas % Spesifisitas % Penelitian
Tanda:
Demam Buarding Nyeri tekan
pantul Rovsing’s sign Psoas sign
67
39 – 74
63
68
16
69
57 – 84
69
58
95
Wagner et,al
Wagner et,al
Jahn et,al
Jahn et,al
Wagner et,alGejala :
Nyeri kuadran kanan bawah
Nausea / mual Muntah /
vomitus Nyeri tiba-tiba
sebelum muntah
81
58 – 68
49 – 51
100
84
53
37 – 40
45 – 69
64
66
Wagner et,al
Jahn et,al
Wagner et,al
Wagner et,al
Wagner et,al
19
Anorexia
7. PEMERIKSAAN
FISIK
1. Inspeksi
Kadang sudah terlihat waktu penderita berjalan sambil bungkuk dan memegang
perut. Penderita tampak kesakitan. Pada inspeksi perut tidak ditemukan gambaran
spesifik. Kembung sering terlihat pada penderita dengan komplikasi perforasi.
Penonjolan perut kanan bawah bisa dilihat pada massa atau abses appendiculer.
2. Palpasi
Dengan palpasi di daerah titik Mc. Burney didapatkan tanda-tanda peritonitis lokal
yaitu:
- Nyeri tekan di Mc. Burney
- Nyeri lepas
- Defans muscular lokal. Defans muscular menunjukkan adanya rangsangan
peritoneum parietal
Pada appendix letak retroperitoneal, defans muscular mungkin tidak ada, yang ada
nyeri pinggang.
3. Auskultasi
Peristaltik usus sering normal. Peristaltik dapat hilang karena ileus paralitik pada
peritonitis generalisata akibat appendicitis perforata (2).
Pemeriksaan Colok Dubur
Akan didapatkan nyeri kuadran kanan pada jam 9-12. Pada appendicitis pelvika akan
didapatkan nyeri terbatas sewaktu dilakukan colok dubur.
20
Tanda-Tanda Khusus
1. Psoas Sign
Dilakukan dengan rangsangan m.psoas dengan cara penderita dalam posisi terlentang,
tungkai kanan lurus ditahan pemeriksa, penderita disuruh hiperekstensi atau fleksi aktif.
Psoas sign (+) bila terasa nyeri di abdomen kanan bawah.
2. Rovsing Sign
Perut kiri bawah ditekan, akan terasa sakit pada perut kanan bawah.
3. Obturator Sign
Dilakukan dengan menyuruh penderita tidur terlentang, lalu dilakukan gerakan fleksi dan
endorotasi sendi panggul. Obturator sign (+) bila terasa nyeri di perut kanan bawah.
PENUNJANG
1. Pemeriksaan Laboratorium
- Pemeriksaan darah : akan didapatkan leukositosis pada kebanyakan kasus
appendisitis akut terutama pada kasus dengan komplikasi. Pada appendicular
infiltrat, LED akan meningkat.
- Pemeriksaan urin : untuk melihat adanya eritrosit, leukosit dan bakteri di dalam
urin. Pemeriksaan ini sangat membantu dalam menyingkirkan diagnosis
banding seperti infeksi saluran kemih atau batu ginjal yang mempunyai gejala
klinis yang hampir sama dengan appendicitis.
2. Abdominal X-Ray
Digunakan untuk melihat adanya fecalith sebagai penyebab appendicitis.
Pemeriksaan ini dilakukan terutama pada anak-anak.
21
3. USG
Bila hasil pemeriksaan fisik meragukan, dapat dilakukan pemeriksaan USG,
terutama pada wanita, juga bila dicurigai adanya abses. Dengan USG dapat dipakai
untuk menyingkirkan diagnosis banding seperti kehamilan ektopik, adnecitis dan
sebagainya.
4. Barium enema
Yaitu suatu pemeriksaan X-Ray dengan memasukkan barium ke colon melalui
anus. Pemeriksaan ini dapat menunjukkan komplikasi-komplikasi dari
appendicitis pada jaringan sekitarnya dan juga untuk menyingkirkan diagnosis
banding.
5. CT-Scan
Dapat menunjukkan tanda-tanda dari appendicitis. Selain itu juga dapat
menunjukkan komplikasi dari appendicitis seperti bila terjadi abses.
6. Laparoscopi
Yaitu suatu tindakan dengan menggunakan kamera fiberoptic yang dimasukkan
dalam abdomen, appendix dapat divisualisasikan secara langsung.Tehnik ini
dilakukan di bawah pengaruh anestesi umum. Bila pada saat melakukan tindakan ini
didapatkan peradangan pada appendix maka pada saat itu juga dapat langsung
dilakukan pengangkatan appendix.
8. PENATALAKSAAN
• Penatalaksanaan pasien dengan apendisitis akut meliputi terapi medis dan terapi
bedah. Terapi medis terutama diberikan pada pasien yang tidak mempunyai akses ke
pelayanan bedah, dimana pada pasien diberikan antibiotik. Namun sebuah penelitian
prospektif menemukan bahwa dapat terjadi apendisitis rekuren dalam beberapa
bulan kemudian pada pasien yang diberi terapi medis saja. Selain itu terapi medis
22
juga berguna pada pasien apendisitis yang mempunyai risiko operasi yang tinggi.
Namun pada kasus apendisitis perforasi, terapi medis diberikan sebagai terapi awal
berupa antibiotik dan drainase melalui CT-scan pada absesnya.
The Surgical Infection Society menganjurkan pemberian antibiotik profilaks
sebelum pembedahan dengan menggunakan antibiotik spektrum luas kurang dari 24
jam untuk apendisitis non perforasi dan kurang dari 5 jam untuk apendisitis
perforasi.
• Penggantian cairan dan elektrolit, mengontrol sepsis, antibiotik sistemik adalah
pengobatan pertama yang utama pada peritonitis difus termasuk akibat apendisitis
dengan perforasi.
1. Cairan intravena ; cairan yang secara massive ke rongga peritonium harus di ganti
segera dengan cairan intravena, jika terbukti terjadi toxix sistemik, atau pasien tua
atau kesehatan yang buruk harus dipasang pengukur tekanan vena central. Balance
cairan harus diperhatikan. Cairan atau berupa ringer laktat harus di infus secara
cepat untuk mengkoreksi hipovolemia dan mengembalikan tekanan darah serta
pengeluaran urin pada level yang baik. Darah di berikan bila mengalami anemia dan
atau dengan perdarahan secara bersamaan.
2. Antibiotik : pemberian antibiotik intravena diberikan untuk antisipasi bakteri
patogen , antibiotik initial diberikan termasuk generasi ke 3 cephalosporins,
ampicillin – sulbaktam, dan metronidazol atau klindanisin untuk kuman anaerob.
Pemberian antibiotik postops harus di ubah berdasarkan kulture dan sensitivitas.
Antibiotik tetap diberikan sampai pasien tidak demam dengan normal leukosit.
• Setelah memperbaiki keadaan umum dengan infus, antibiotik serta pemasangan
pipa nasogastrik perlu di lakukan pembedahan sebagai terapi definitif dari
appendisitist perforasi
• Terapi bedah meliputi apendiktomi dan laparoskopik apendiktomi. Apendiktomi
terbuka merupakan operasi klasik pengangkatan apendiks. Mencakup Mc Burney
insisi. Dilakukan diseksi melalui oblique eksterna, oblique interna dan transversal
untuk membuat suatu muscle spreading atau muscle splitting, setelah masuk ke
23
peritoneum apendiks dikeluarkan ke lapangan operasi, diklem, diligasi dan dipotong.
Mukosa yang terkena dicauter untuk mengurangi perdarahan, beberapa orang
melakukan inversi pada ujungnya, kemudian sekum dikembalikan ke dalam perut
dan insisi ditutup.
9. PROGNOSIS
Mortalitas adalah 0,1% jika apendisitis akut tidak pecah dan 15% jika pecah pada
orang tua. Kematian biasanya dari sepsis, emboli paru, atau aspirasi; prognosis
membaik dengan diagnosis dini sebelum rupture dan antibiotic yang lebih baik.
Morbiditas meningkat dengan ruptur dan usia tua. Komplikasi dini adalah septik.
Infeksi luka membutuhkan pembukaan kembali insisi kulit yang merupakan
predisposisi terjadinya robekan. Abses intraabdomen dapat terjadi dari kontaminasi
peritonalis setelah ganggren dan perforasi. Fistula fekalis timbul dari nekrosis suatu
bagian dari sekum oleh abses atau konstriksi dari jahitan kantong atau dari pengikatan
yang tergelincir. Obstruksi usus dapat terjadi dengan abses lokulasi dan pembentukan
adhesi. Komplikasi lanjut mencakup pembentukan adhesi dengan obstruksi mekanis
dan hernia.
24
BAB III
DAFTAR PUSTAKA
1. Corwin,Elisabeth J;alih bahasa,Nike Budhi Subekti.Buku saku patofisiologi, edisi
3. Jakarta:EGC.h.607-11.
2. Grace,Pierce A.At glance,edisi3.Jakarta:Erlangga;2007.h.106-7.
3. Price Sylvia A,Wilson Lorraine M.Patofisiologi konsep klinik proses-proses
penyakit volume 1,edisi 6.Jakarta:EGC;2006
4. http://dokterthesa.wordpress.com/category/acute-appendicitis/
5. http://pakdheimam.blogspot.com/2010/04/appendicitis-akut.html
6. http://idmgarut.wordpress.com/2009/04/07/appendisitis/
7. http://novy2apriel.blogspot.com/2011/01/resume-asuhan-keperawatan-pada-
pasien.html
25