26
Leukimia Limfositik Akut pada Anak Helga Valentine Kapisa 102012376 Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Jl.Arjuna Utara No.6 Jakarta Barat 11510 Email: [email protected] Pendahuluan Leukemia adalah salah satu penyakit keganasan yang sangat ditakuti oleh masyarakat dewasa ini. Meskipun telah dilakukan berbagai penelitian, etiologi dari keganasan hemopoetik ini tidak diketahui secara keseluruhan. Leukemia dibagi menjadi akut dan kronik.Leukemia juga digolongkan menurut tipe sel darah putih yang terkena. Maksudnya, leukemia dapat muncul dari sel limfoid (disebut leukemia limfositik) atau mieloid (disebut leukemia mieloid). Secara keseluruhan, leukemia dibagi menjadi : Leukemia limfositik kronik / LLK (mengenai orang berusia lebih 55 tahun, dan jarang sekali mengenai anak-anak), leukemia mieloid kronik / LMK (mengenai orang dewasa), leukemia limfositik akut / LLA (mengenai anak-anak, tetapi dapat juga mengenai dewasa dan leukemia mieloid akut (mengenai anak maupun orang dewasa dan merupakan 20 % leukemia pada anak). 1

Pbl Blok 24

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Leukimia Limfosotik Akut

Citation preview

Leukimia Limfositik Akut pada Anak

Helga Valentine Kapisa

102012376

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

Jl.Arjuna Utara No.6 Jakarta Barat 11510

Email: [email protected]

Pendahuluan

Leukemia adalah salah satu penyakit keganasan yang sangat ditakuti oleh masyarakat dewasa ini. Meskipun telah dilakukan berbagai penelitian, etiologi dari keganasan hemopoetik ini tidak diketahui secara keseluruhan.

Leukemia dibagi menjadi akut dan kronik.Leukemia juga digolongkan menurut tipe sel darah putih yang terkena. Maksudnya, leukemia dapat muncul dari sel limfoid (disebut leukemia limfositik) atau mieloid (disebut leukemia mieloid). Secara keseluruhan, leukemia dibagi menjadi : Leukemia limfositik kronik / LLK (mengenai orang berusia lebih 55 tahun, dan jarang sekali mengenai anak-anak), leukemia mieloid kronik / LMK (mengenai orang dewasa), leukemia limfositik akut / LLA (mengenai anak-anak, tetapi dapat juga mengenai dewasa dan leukemia mieloid akut (mengenai anak maupun orang dewasa dan merupakan 20 % leukemia pada anak).

Pembahasan

Skenario 8

Seorang anak laki-lai berusia 5 tahun dibawa ke dokter dengan keluhan utama pucat sejak 1 bulan yang lalu. Keluhan disertai demam hilang timbul yang telah berlangsung sejak 2 bulan yang lalu, pendarahan gusi, mimisan.

Anamnesis

Mengumpulkan data-data dalam anamnesis biasanya ialah hal yang pertama dan sering merupakan hal yang terpenting dari interaksi dokter dengan pasien. Dokter mengumpulkan banyak data yang menjadi dasar dari diagnosis, dokter belajar tentang pasien sebagai manusia dan bagaimana mereka telah mengalami gejala-gejala dan penyakit, serta mulai membina suatu hubungan saling percaya.1,2,7

Ada beberapa cara untuk mencapai sasaran ini. Cobalah untuk memberikan lingkungan yang bersifat pribadi, tenang, dan bebas dari gangguan. Dokter berada pada tempat yang dapat diterima oleh pasien, dan pastikan bahwa pasien dalam keadaan nyaman. 1,2,7

Dengan anamnesis yang baik dokter dapat memperkirakan penyakit yang diderita pasien. Anamnesis yang baik harus lengkap, rinci (detail), dan akurat sehingga dokter bukan saja dapat mengenali organ atau sistem apa yang terserang penyakit, tetapi juga kelainan yang terjadi dan penyebabnya. 1,2,7

Anamnesis dilakukan dan dicatat secara sistematis. Ia harus mencakup semua hal yang diperkirakan dapat membantu untuk menegakkan diagnosis. 1,2,7

Anamnesis sendiri terbagi 2 macam:

a. Auto anamnesis hubungan pasien dan dokter

b. Allo anamnesis hubungan wakil pasien dengan dokter

Tujuan anamnesis:

1. Untuk memperoleh data dan informasi dari pasien.

2. Untuk membina hubungan baik antara dokter dan pasien.

Manfaat anamnesis:

Dapat mendiagnosis dengan tepat

Dapat mengelola penyakit dengan tepat

Prognosis penyakit semakin membaik

Dapat melakukan pencegahan dan penyuluhan sehingga dari itu pertanyaan haruslah mengarah kepada diagnosis yang yang ditegakkan

Ada beberapa point penting yang perlu ditanyakan pada saat anamnesis , antara lain : 1,2,7

Identitas pasien : nama, usia, jenis kelamin, pekerjaan

Lamanya penyakit : akut atau kronis

Keluhan utama :

Pucat. Seringkali terlihat pada pasien anemia. Pucat paling baik dinilai pada telapak tangan/kaki, kuku, mukosa mulut, dan konjungtiva.

Keluhan penyerta :

Biasanya anak lemas, demam, penurunan kadar trombosit, muntah sehingga menunjukkan gejala seperti serangan demam berdarah bahkan dapat ditemukan kulit yang tampak kuning pucat seperti penyakit kuning.

Pemeriksaan Fisik

Kesadaran pasien

Keadaan Umum

TTV

Inspeksi

Palpasi

Perkusi

Auskultasi

Pemeriksaan Thorax

Dari inspeksi kita dapat menilai bentuk thorax, kesimetrisan, adanya retraksi dada, penggunaan otot bantu pernapasan. Palpasi denyut apex (Ictus Cordis). Perkusi untuk menentukan batas jantung dan batas paru. Auskultasi, kita mendengar suara nafas, adakahada suara napas tambahan: ronchi (terjadi penumpukan secret akibat infeksi di paru), bunyi jantung I, II, dan III jika ada. 1,4,6,7-8

Pemeriksaan rongga mulut

Kita periksa apakah terdapat peradangan (infeksi oleh jamur atau bakteri), perdarahan gusi, pertumbuhan gigi apakah sudah lengkap dan ada atau tidaknya karies gigi. ,7-8

Pada pemeriksaan fisik didapatkan, suhu 39oC, nafas 24x/menit, deyut nadi 100x/menit, deyut nadi 100x/menit, TD 90/60mmHg, konjugtiva anemis (+). Sclera ikterik (+), limfadenopati pada servikal, aksila dan inguinal, hepatomegali (+), hematoma (+) pada kulit ekstremitas atas dan bawah.

Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan Laboratorium

Darah tepi

Gejala yang terlihat pada darah tepi sebenarnya berdasarkan pada kelainan sumsum tulang yaitu berupa pansitopenia, limfositosis yang kadang kadang menyebabkan gambaran darah tepi monoton dan terdapatnya sel blas. Terdapatnya sel blas dalam darah tepi merupakan gejala patognomonik untuk leukemia.1,3,4,6

Anemia : kadar Hb, nilai Ht, jumlah eritrosit menurun

Trombositopenia

Hitung leukosit : meningkat / menurun / normal

Sediaan hapus darah tepi :

Eritrosit normositik normokrom, eritrosit berinti

Sel blas bervariasi, +/-

Pada ANLL, pada sel blas mungkin terdapat Auer rod 3.

Berdasarkan hitung leukosit dan adanya sel blas, leukemia akut dibagi menjadi :3,6

1. Leukemia leukemik : hitung leukosit meningkat dengan sel blas (++)

2. Leukemia subleukemik : hitung leukosit normal dengan sel blas (+)

3. Leukemia aleukemik : hitung leukosit menurun dan sel blas (-)

Sumsum tulang

Dari pemeriksaan sumsum tulang akan ditemukan gambaran yang monoton yaitu hanya terdiri dari sel limfopoetik patologis sedangkan system lain terdesak (aplasia sekunder). 4,6-8

Hiperseluler, gambaran monoton, sel blas >30%

Eritropoesis, trombopoesis tertekan

Pada LLA ( aspirasi sumsum tulang mungkin dry tap (karena serabut retikulin bertambah) 3

Pemeriksaan lain

Biopsy limpa

Pemeriksaan ini akan memperlihatkan proliferasi sel leukemia dan sel yang berasal dari jaringan limpa akan terdesak seperti limfosit normal, RES, granulosit, pulp cell.7-8

Kimia darah

Kolesterol mungkin menurun, asam urat dapat meningkat, hipogamaglobulinemia.1,7-8

1. Cairan serebrospinal

Bila terjadi peninggian jumlah sel (sel patologis) dan protein, maka hal ini berarti suatu leukemia meningeal. Kelainan ini dapat terjadi pada setiap saat dari perjalanan penyakit baik pada keadaan remisi maupun pada keadaan kambuh. 1,7-8

Untuk mencegahnya dilakukan pungsi lumbal dan pemberian metotreksat (MTX) intratrakeal secara rutin pada setiap penderita baru atau pada mereka yang menunjukkan gejala tekanan intracranial yang meninggi. 1,7-8

2. Sitogenetik

70 90% dari kasus LMK menunjukkan kelainan kromosom, yaitu pada kromosom 21 (kromosom Philadelphia atau Ph1).

50 70% dari penderita LLA dan LMA mempunyai kelainan berupa:

a. kelainan jumlah kromosom seperti diploid (2n), haploid (2n-a), hiperloid (2n+a)

b. kariotip yang pseudodiploid pada kasus dengan jumlah kromosom yang diploid

c. Bertambah atau hilangnya bagian kromosom (partial depletion)

d. Terdapatnya marker chromosome yaitu elemen yang secara morfologis bukan merupakan kromosom normal; dari bentuk yang sangat besar sampai yang sangat kecil . 1,7-8

Tabel 1. Jenis Pemeriksaan Pada Leukemia Limfositik Akut Beserta Hasilnya

Jenis Pemeriksaan

Hasil yang ditemui

Complete blood count

leukositosis, anemia, trombositopenia

Bone Marrow Puncture

hiperselular dengan infiltrasi limfoblas, sel berinti

Sitokimia

Sudan black negatif, mieloperoksidase negatif

Fosfatase asam positif (T-ALL), PAS positif (B-ALL)

Imunoperoksidase

peningkatan TdT (enzim nuklear yang mengatur kembali gen reseptor sel T dan Ig

Flowcytometry

precursor B: CD 10, 19, 79A, 22, cytoplasmic m-heavy chain, TdT

T: CD1a, 2, 3, 4, 5, 7, 8, TdT

B: kappa atau lambda, CD19, 20, 22

Sitogenetika

analisa gen dan kromosom dengan immunotyping untuk menguraikan klon maligna

Pungsi lumbal

keterlibatan SSP bila ditemukan > 5 leukosit/mL CSF

Working Diagnosis

Leukemia Limfositik Akut

Leukemia adalah kanker anak yang paling sering, mencapai lebih kurang 33% dari keganasan pediatrik. Leukemia limfoblastik akut (LLA) berjumlah kira kira 75% dari semua kasus, dengan insidensi tertinggi pada umur 4 tahun. Leukemia myeloid akut (LMA) berjumlah kira kira 20% dari leukemia, dengan insidensi yang tetap dari lahir sampai umur 10 tahun, meningkat sedikit pada masa remaja. Leukemia sisanya adalah bentuk kronis; leukemia limfositik kronis (LLK) jarang ditemukan pada anak. Insidensi tahunan keseluruhan dari leukemia adalah 42,1 tiap juta anak kulit hitam. Perbedaan itu terutama disebabkan oleh rendahnya kejadian LLA pada kulit hitam. 1,3,10

Diagnosis dibuat berdasarkan gejala klinis, pemeriksaan darah tepi dan dipastikan oleh pemeriksaan sumsum tulang atau limpa. Pada stadium ini limpa mungkin tidak membesar, bahkan gambaran darah tepi masih normal dan hanya terlihat gejala pucat yang mendadak dengan atau tanpa trombositopenia. Dalam keadaan ini pemeriksaan sumsum tulang dapat memastikan diagnosis. 1,3

Pada stadium praleukemia, gejala lebih tidak khas lagi, bahkan sumsum tulang dapat memperlihatkan gambaran normal atau gambaran lain yang nonleukemik (misal anemia aplastik, ITP menahun, diseritropoesis). Dengan pemeriksaan mikroskop electron sebenarnya telah dapat dilihat adanya sel patologis. 1,3,10

Keluhan panas, pucat, dan perdarahan dapat disebabkan anemia aplastik, trombositopenia (ITP, ATP, demam berdarah atau infeksi lain). Bila pada pemeriksaan jasmani ditemukan splenomegali, maka diagnosis lebih terarah pada leukemia akut. 1,3,10

ATP dan trombositopenia biasa tidak menunjukkan kelainan lain dalam darah tepi, kecuali jumlah trombosit yang rendah. Bila darah tepi juga menunjukkan granulositopenia dan retikulositopenia (terdapat pansitopenia), diagnosis lebih condong pada anemia aplastik atau leukemia .1,3,10

Acute Lymphocytic Leukemia (LLA) dibagi menjadi :1,3,8

L1 : sel kecil, homogen, sering terjadi pada anak anak. Proliferasi uniform limfoblas kecil.

L2 : sel besar, heterogen (limfoblas besar kecil), sering pada dewasa, jarang 5 tahun. Diagnosis banding : M1

L3 : sel besar, homogeny (Burkitt type)

Berdasarkan cell surface marker (immuno-phenotyping)

Acute Lymphocytic Leukemia (ALL) dibagi menjadi :

Common ALL: common ALL Antigen

Pre B ALL : cytoplasmic Ig

B ALL: surface Ig

T ALL: Erythrocyte Rosettes

Null ALL: Terminal deoxy-nucleotidyl Transferase (TdT +)

Differential Diagnosis :

Leukemia mielositik akut (LMA)

Pada sebagian besar kasus, gambaran klinis dan morfologi pada pewarnaan rutin membedakan ALL dari AML. Pada ALL, blas tidak memperlihatkan adanya diferensiasi (dengan perkecualian ALL sel B). Sedangkan pada AML, biasanya ditemukan tanda tanda diferensiasi kearah granulosit atau monosit pada blas atau progeninya. Diperlukan tes khusus untuk memastikan penegakan diagnosis AML atau ALL dan untuk membagi lagi kasus kasus AML atau ALL ke dalam subtype yang berbeda.1,9

Pada sebagian kecil kasus leukemia akut, sel blas memperlihatkan adanya gambaran AML dan ALL sekaligus. Ciri ciri ini dapat ditemukan pada sel yang sama (biphenotypic) atau pada populasi yang terpisah (bilineal), dan gambaran ini mencakup ekspresi yang tak wajar dari petanda imunologik atau penataan ulang gen yang tak wajar. Hal ini disebut leukemia akut hybrid dan pengobatan biasanya diberikan berdasarkan pola yang dominan .4

Penyakit von Willebrand

Penyakit von Willebrand adalah suatu gangguan kemostatik yang diwariskan sebagai sifat dominan autosomal dengan penetrasi bervariasi. Penyakit ini terjadi dengan frekuensi yang sama pada kedua jenis kelamin. Penyakit dan manifestasi klinis dapat bervariasi, walaupun pola pewarisannya sama. Karena kadar factor VII rendah, penyakit von Willebrand disebut juga pseudohemofilia, yang menimbulkan kebingungan pada peneliti-peneliti terdahulu yang mempelajari hemophilia. Selain kadar factor VIII-C yang rendah, terjadi pemanjangan waktu pendarahan, satu fenomena yang menyebabkan timbulnya nama hemophilia vascular untuk penyakit ini.11

Sebagian besar pasien memperlihatkan gejala klinis yang ringan,. Peradarahan pembuluh kecil (seperti memar mukolitis, mimisan, neuoragia) merupakan gejala tersering. Aspirin meningkatkan kecenderungan pendarahan dan memperparah interaksi detektif antara trombosit, factor plasma VIII plasma, dan dinding pembuluh yang menandai penyakit von Willebrand. 11

Etiologi

Sampai saat ini masih belum jelas penyebab pasti dari leukemia limfositik akut. Diduga kemungkinan besar penyebabnya adalah virus (onkovirus). 1,7

Faktor lain yang berperan pada leukemia limfositik akut : 1,7

Sinar X, sinar radiaktif

Sinar radioaktif merupakan faktor eksternal yang paling jelas dapat menyebabkan leukemia. Angka kejadian LMA dan LGK jelas sekali meningkat setelah sinar radioaktif digunakan. Sebelum proteksi terhadap sinar radioaktif rutin dilakukan, ahli radiologi mempunyai risiko menderita leukemia 10 kali lebih besar dibandingkan yang tidak bekerja di bagian tersebut. Penduduk Hirosima dan Nagasaki yang hidup setelah ledakan bom atom tahun 1945 mempunyai insidensi LMA dan LGK sampai 20 kali lebih banyak. Leukemia timbul terbanyak 5 sampai 7 tahun setelah ledakan tersebut .

Bahan kimia ( benzen, arsen, preparat sulfa).

Infeksi : virus maupun bakteri.

Kelainan kromosom

Insiden leukemia pada anak-anak penderita Sindrom Down adalah 20 kali lebih banyak daripada normal. Kelainan pada kromosom 21 dapat menyebabkan leukemia akut. Insiden leukemia akut juga meningkat pada penderita dengan kelainan kongenital misalnya agranulositosis kongenital, sindrom Ellis Van Creveld, penyakit seliak, sindrom Bloom, anemia Fanconi, sindrom Wiskott Aldrich, sindrom Kleinefelter dan sindrom trisomi D

Faktor herediter

Insiden leukemia meningkat dalam keluarga. Kemungkinan untuk mendapat leukemia pada saudara kandung penderita naik 2-4 kali. Selain itu, leukemia juga dapat terjadi pada kembar identik ( 1 telur / monozigot ).

Epidemiologi

Delapan puluh lima pesen leukemia pada anak adalah leukemia limfositik akut (LLA).

Insiden puncak tibulnya penyakit ini adalah 3 5 tahun dan lebih banyak ditemui pada anak laki laki dibandingkan perempuan. Ratio anak kulit putih dengan berwarna adalah 1,8 : 1.2,5

Organisasi kesehatan dunia (WHO) memperkirakan bahwa di Indonesia tiap tahun ada seratus penderita kanker baru dari 100.000 penduduk dan 2% di antaranya atau 4.100 kasus merupakan kanker anak. Angka ini terus meningkat lantaran kurangnya pemahaman orang tua mengenai penyakit kanker dan bahayanya. Menurut Dr. Djajadiman Gatot, SpA(K), dari Sub Bagian Hematologi-Onkologi, Bagian Ilmu Kesehatan Anak, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (FKUI-RSCM), leukemia merupakan jenis kanker yang paling banyak terjadi pada anak (30-40 persen) disusul tumor otak (10- 15 persen) dan kanker mata/retinoblastoma (10 12 persen). Sisanya kanker jenis lain seperti kanker kelenjar getah bening, kanker saraf, dan kanker ginjal. Data lain menyatakan bahwa di Indonesia terdapat sekitar 80 juta anak dengan usia dibawah 15 tahun. Sebagian dari anak tersebut merupakan populasi berisiko terkena leukemia. Dari penelitian yang dilakukan di RS Dr.Sardjito Universitas Gajah Mada Yogyakarta, didapatkan insiden leukemia jenis LLA sebesar 2,5 4,0 per 100.000 anak. Dengan kata lain dapat diestimasi bahwa terdapat 2000 3200 kasus baru jenis LLA tiap tahunnya. Selain itu juga didapatkan sebanyak 30 40 leukemia anak jenis LLA ditangani setiap tahun di institusi tersebut di atas.7

Patofisiologi

Secara imunologik, pathogenesis leukemia dapat diterangkan sebagai berikut:

Bila virus dianggap sebagai penyebabnya (virus onkogenik yang mempunyai struktur antigen tertentu), maka virus tersebut dengan mudah akan masuk ke dalam tubuh manusia seandainya struktur antigennya sesuai dengan struktur antigen manusia itu. Bila struktur antigen individu tidak sama dengan struktur antigen virus, maka virus tersebut akan ditolaknya, sama kejadiannya dengan penolakan terhadap benda asing. Struktur antigen manusia terbentuk oleh struktur antigen dari berbagai alat tubuh, terutama kulit dan selaput lendir yang terletak di permukaan tubuh (kulit disebut juga antigen jaringan). Oleh WHO terhadap antigen jaringan telah ditetapkan istilah HL-A (Human Leucocyte locus A). Sistem HL-A indvidu ini diturunkan menurut hukum genetika, sehingga agaknya peranan factor ras dan keluarga dalam etiologi leukemia tidak dapat diabaikan .1

Gejala Klinis

Anak anak dengan LLA umumnya memperlihatkan gambaran yang agak konsisten. Sekitar 2/3 telah memperlihatkan gejala dan tanda selama kurang dari 6 minggu pada saat diagnosis ditegakkan. Gejala pertama biasanya tidak khas; dapat mempunyai riwayat infeksi saluran nafas akibat virus atau eksantema yang belum sembuh sempurna. Manifestasi awal ang lazim adalah anoreksia, iritabilitas, dan letargi. Kegagalan fungsi sum sum tulang yang progresif menimbulkan keadaan pucat, perdarahan, dan demam, yaitu gambaran gambaran yang mendesak dilakukannya pemeriksaan diagnostik.2

Pada pemeriksaan awal, sebagian besar pasien tampak pucat dan sekitar 50 % dengan petekie atau perdarahan mukosa. Demam ditemukan pada sekitar 25% penderita, yang terkadang dianggap timbul olehsebab spesifik seperti infeksi saluran nafas. Limfadenopati kadang kadang nyata, dan spelonomegali ( biasanya kurang dari 6 cm di bawah tepi kosta) dapat ditemukan 2/3 pasien. Hepatomegali minimal dan tidak lazim. Sepertiga pasien mengalami nyei tulang akibat invasi periosteum dan perdarahan subperiosteal. Nyeri tulang dan artralgia tidak jarang merupakan keluhan utama yang mengarah pada diagnosis LLA.2

Kadang kadang tanda - tanda peningkatan tekanan intrakranial seperti nyeri kepala dan muntah, menunjukkan terlibatnya selaput otak. Anak anak dengan leukemia sel T cenderung dengan limfadenopati dan hepatosplenomegali yang nyata serta ifiltrasi leukemik dini pada SSP.2

Penatalaksanaan

Transfusi darah biasanya diberikan bila kadar Hb kurang dari 6 g%. Pada trombositopenia yang berat dan perdarahan massif, dapat diberikan transfusi trombosit dan bila terdapat tanda tanda DIC dapat diberikan heparin.1

Kortikosteroid (prednisone, kortison, deksametason, dsb). Setelah dicapai remisi dosis dikurangi sedikit demi sedikit dan akhirnya dihentikan. 1

Sitostatika. Selain sitostatika yang lama (6-merkaptopurin atau 6-mp, metotreksat atau MTX) pada waktu ini dipakai pula yang baru dan lebih poten seperti vinkristin (Oncovin),rubidomisin (daunorubicin), sitosin, arabinosid, L-asparaginase, siklofosfamid atau CPA, adriamisin, dsb. Umumnya sitostatika diberikan dalam kombinasi bersama sama dengan prednisone. Pada pemberian obat obatan ini sering terdapat akibat samping berupa alopesia, stomatitis, leucopenia, infeksi sekunder atau kandidiasis. Hendaknya lebih berhati hati bila jumlah leukosit kurang dari 2.000/mm3. 1

Infeksi sekunder dihindarkan (bila mungkin penderita diisolasi dalam kamar yang suci hama). 1

Imunoterapi merupakan cara pengobatan yang terbaru, setelah tercapai remisi dan jumlah sel leukemia cukup rendah (105 106), imunoterapi mulai diberikan. Pengobatan yang aspesifik dilakukan dengan pemberian imunisasi BCG atau dengan Corynae bacterium dan dimaksudkan agar terbentuk antibody yang dapat memperkuat daya tahan tubuh. Pengobatan spesifik dikerjakan dengan penyuntikan sel leukemia yang telah diradiasi. Dengan cara ini diharapkan akan terbentuk antibody yang spesifik terhadap sel leukemia, sehingga semua sel patologis akan dihancurkan sehingga diharapkan penderita leukemia dapat sembuh sempurna 1

Cara pengobatan

Cara pengobatan yang dilakukan di Bagian Ilmu Kesehatan Anak FKUI terhadap leukemia limfositik akut ialah dengan menggunakan protocol sebagai berikut : 1

Induksi

Sistemik :

e. VCR (vinkristin): 2 mg/m2/minggu, intravena diberikan 6 kali.

f. ADR (adriamisin): 40mg/m2/2 minggu intravena diberikan 3 kali dimulai pada hari ketiga pengobatan

g. Prednisone 50mg/m2/hari peroral diberikan selama 5 minggu kemudian tapering off selama 1 minggu.

SSP: Profilaksis: MTX (metotreksat) 10mg/m2/minggu intratrakeal, diberikan 5 kali dimulai bersamaan dengan atau setelah VCR pertama.

Radiasi cranial: dosis total 2.400 rad dimulai setelah konsolidasi terakhir (siklofosfamid) 1

Konsolidasi

a. MTX: 15 mg/m2/hari intravena diberikan 3 kali dimulai satu minggu setelah VCR keenam, kemudian dilanjutkan dengan :

b. 6-MP (6-merkaptopurin): 500 mg/m2/hari peroral diberikan 3 kali

c. CPA (siklofosfamid) 800mg/m2/kali diberikan pada akhir minggu kedua dari konsolidasi1

Rumat

Dimulai satu minggu setelah konsolidasi terakhir (CPA) dengan :

a. 6-MP: 65 mg/m2/hari peroral

b. MTX: 20 mg/m2/minggu peroral dibagi dalam 2 dosis (misalnya Senin dan Kamis) 1

Reinduksi

Diberikan tiap 3 bulan sejak VCR terakhir. Selama reinduksi obat - obat rumat dihentikan.

Sistemik :

a. VCR: dosis sama dengan dosis induksi, diberikan 2 kali

b. Prednison dosis sama dengan dosis induksi diberikan 1 minggu penuh dan 1 minggu kemudian tapering off

SSP: MTX intratrakeal, dosis sama dengan profilaksis, diberikan 2 kaliSSP: MTX intratrakeal, dosis sama dengan profilaksis, diberikan 2 kali1

Imunoterapi

BCG diberikan 2 minggu setelah VCR kedua pada reinduksi pertama. Dosis 0,6 ml intrakutan, diberikan pada 3 tempat masing masing 0,2 ml. Suntikan BCG diberikan 3 kali dengan interval 4 minggu. Selama pengobatan ini, obat obat rumat diteruskan. 1

Pengobatan seluruhnya dihentikan setelah 3 tahun remisi terus menerus.

Pungsi sumsum tulang ulangan rutin dilakukan setelah induksi pengobatan (setelah 6 minggu) . 1

Komplikasi

Komplikasi metabolik pada anak dengan LLA dapat disebabkan oleh lisis sel leukemik akibat kemoterapi atau secara spontan dan komplikasi ini dapat mengancam jiwa pasien yang memiliki beban sel leukimia yang besar. Terlepasnya komponen intraselular dapat menyebabkan hiperurisemia, hiperkalsemia, dan hiperfosfatemia dengan hipokalsemia sekuder. Beberapa pasien dapat menderita nefropati asam urat atau nefrokalsinosis. Jarang sekali timbul urolitiasis dengan obstruksi uretersetelah pasien diobati untuk leukemia. Hidrasi, pemberian alopurinol dan alumunium hidroksida, serta penggunaan alkalinisasi urin yang tepat dapat mencegah atau memperbaiki komplikasi ini. Infiltrasi leukemik yang difus pada ginjal juga dapat menimbulkan kegagalan ginjal. Terapi vinkristin atau siklofossamid dapat mengakibatkan peningkatan hormon antidiuretik, dan pemberian antibiotika tertentu yang mengandung natrium, seperti tikarsilin atau kabernisilin, dapat mengakibatkan hipokalemia. Hiperglikemia dapat terjadi pada 10 % pasien setelah pengobatan dengan prednison dan asparaginasi dan memerlukan penggunaan insulin jangka pendek.2

Karena efek mielosupresif dan imunosupresif LLA dan juga kemoterapi, anak yang menderita leukemia lebih rentan terhadap infeksi. Sifat infeksi ini bervariasi dengan pengobatan dan fase penyakit. Infeksi yang paling awal adalah bakteri, yang dimanifestasikan oleh sepsis, pneumonia, selulitis, dan otitis media. Pseudomonas aeruginosa, Escherichia coli, Staphylococcus aureus, Klebsiella pneumonia, Staphylococcus epidrmidis, Proteus mirabilis, dan Haemophilus influenza adalah organisme yang biasanya menyebabkan septik. Setiap pasien yang mengalami febris dengan granulositopeniayang berat harus dianggap septik dan diobati dengan antibiotik spektrum luas. Transfusi granulosit diindikasikan untuk pasien dengan granulositopenia absolut dan septikemia akibat kuman gram negatif yang berespon buruk terhadap pengobatan. 2

Dengan pengguanaan kemoterapi yang intensif dan pemajanan antibiotika atau hidrokortison yang lama, infeksi jamur yang diseminata oleh Candida atau Aspergillus lebih sering terjadi, meskipun organisme itu sulit dibiakkan dari bahan darah. CT scan bermanfaatuntuk mengetahui keterlibatan organ viscera. Abses paru, hati, limpa, ginjal, sinus, atau kulit memberi kesan infeksi jamur. Amfositerin B adalah pengobatan pilihan, dengan 5 fluorositosin dan rifamisin kadang kala ditambahkan untuk memperkuat efek obat tersebut. 2

Pneumonia Pneumocytis carinii yang timbul selama remisi merupakan komplikasi yang sering dijumpai pada masa lalu, tetapi sekarang telah jarang karena kemoprofilaksis rutin dengan trimetropim sulfametoksazol. Karena penderita leukemia lebih rentan terhadap infeksi, vaksin yang mengandung virus hidup ( polio, mumps, campak, rubella ) tidak boleh diberikan. 2

Karena adanya trombositopenia yang disebabkan oleh leukemia atau pengobatannya, manifestasi perdarahan adalah umum tetapi biasanya terbatas pada kulit dan membran mukosa. Manifestasi perdarahan pada sistem saraf pusat, paru, atau saluran cerna jarang terjadi, tetapi dapat mengancam jiwa pasien. Transfusi dengan komponen trommbosit diberikan untuk episode perdarahan. Koagulopati akibat koagulasi intravaskuler diseminata, gangguan fungsi hati, atau kemoterapi pada LLA biasanya ringan. Dewasa ini, trombosis vena perifer atau serebral, atau keduanya, telah dijumpai pada 1 3 % anak setelah diinduksi pengobatan dengan prednison, vinkristin, dan asparaginase. Patogenesis dari komplikasi ini belum diketahui, tetapi disebabkan oleh status hiperkoagulasi akibat obat. Biasanya, obat yang dapat menyebabkan gangguan fungsi trombosit, seperti salisilat, harus dihindaripada penderita leukemia. 2

Dengan adanya keberhasilan dalam pengobatan LLA, perhatian sekarang lebih banyak ditujukan pada efek terapi yang lambat. Profilaksis sistem saraf pusat dan pengobatan sistemikyang diintensifkan telah mengakibatkan leukoensefalopati, mineralisasi mikroangiopati, kejang, dan gangguan intelektual pada beberapa pasien. Pasien juga memiliki resiko tinggi untuk menderita keganasan sekunder. Efek lambat lainnya adalah gangguan pertumbuhan dan disfungsi gonad, tiroid, hati, dan jantung. Kerusakan jantung terutama terjadi secara tersembunyi,karena gangguan fungsional tidak terlihat sampai beberapa tahun kemudian. Terdapat juga beberapa pertanyaan mengenai arteri koroner serta insufiensi miokard dini. Sedikit informasi yang didapat tentang efek teratogenik dan muagenik pada terapi antileukemik; meskipun demikian, tidak ada bukti meningkatnya cacat lahir di antara anak yang dilahirkan oleh orang tua yang penah mendapat pengobatan leukemia. 2

Prognosis

Karena onset biasanya mendadak, maka dapat disertai perkembangan dan kematian yang cepat bila tidak diobati.60% pasien yang diobati menjadi sembuh dan mengalami harapan hidup yang meningkat dengan kemoterapi agresif yang diarahkan pada sumsum tulang serta SSP.Harapan sembuh pasien dewasa tergantung dari intensifnya terapi.Secara umum, overall disease free survival rate kira-kira 30%.9-10

Pencegahan

Tidak diketahui secara pasti cara cara pencegahan berbagai tipe leukemia. Karena kebanyakan penderita leukemia tidak mengetahui factor risiko mereka masing masing. Beberapa tipe dari leukemia mungkin dapat dicegah dengan cara menghindari paparan radiasi dosis tinggi (bahkan pasca kemoterapi / terapi radiasi), pajanan zat kimia (benzene), menghindari merokok ataupun paparan asap rokok. 8

Namun sayangnya, banyak kasus dari leukemia tidak dapat dicegah. Karena sesungguhnya tidak dapat diidentifikasi secara nyata dan pasti mengenai penyebabnya. Hanya saja perlu dihindari faktor faktor lain (eksogen) yang dapat mencetuskan LLA.11

Kesimpulan

Leukemia adalah salah satu penyakit keganasan yang sangat ditakuti oleh masyarakat dewasa ini. Meskipun telah dilakukan berbagai penelitian, etiologi dari keganasan hemopoetik ini tidak diketahui secara keseluruhan.

Leukemia dibagi menjadi akut dan kronik. Pada leukemia akut, sel darah sangat tidak normal, tidak dapat berfungsi seperti sel normal, dan jumlahnya meningkat secara cepat. Kondisi pasien dengan leukemia jenis ini memburuk dengan cepat. Pada leukemia kronik, pada awalnya sel darah yang abnormal masih dapat berfungsi, dan orang dengan leukemia jenis ini mungkin tidak menunjukkan gejala. Perlahan-lahan, leukemia kronik memburuk dan mulai menunjukkan gejala ketika sel leukemia bertambah banyak dan produksi sel normal berkurang.

Untuk pengobatan leukemia akut, bertujuan untuk menghancurkan sel-sel kanker sampai habis. Pelaksanaannya secara bertahap dan terdiri dari beberapa siklus. Tahapannya adalah induksi (awal), konsolidasi dan pemeliharaan. Tahap induksi bertujuan memusnahkan sel kanker secara progresif. Tahap konsolidasi untuk memberantas sisa sel kanker agar tercapai sembuh sempurna. Tahap pemeliharaan berguna untuk menjaga agar tidak kambuh. Terapi yang biasa dilakukan antara lain pemberian kemoterapi, radioterapi dan juga transplantasi sumsum tulang.

Permasalahan yang dihadapi pada penanganan pasien leukemia adalah obat yang mahal, ketersediaan obat yang belum tentu lengkap, dan adanya efek samping, serta perawatan yang lama. Obat untuk leukemia dirasakan mahal bagi kebanyakan pasien apalagi dimasa krisis sekarang ini, Selain macam obat yang banyak , juga lamanya pengobatan menambah beban biaya untuk pengadaan obat. Efek samping sitostatika bermacam-macam seperti anemia, pedarahan, rambut rontok, granulositopenia (memudahkan terjadinya infeksi), mual/ muntah, stomatitis, miokarditis dan sebagainya. Problem selama pengobatan adalah terjadinya relaps (kambuh). Relaps merupakan pertanda yang kurang baik bagi penyakitnya dan dapat terjadi sekitar 20% pada penderita LLA yang diterapi. Pada dasarnya ada 3 tempat relaps yaitu intramedular (sumsum tulang), ekstramedular (susunan saraf pusat, testis, iris), intra dan ekstra meduler. Relaps bisa terjadi pada relaps awal (early relaps) yang terjadi selama pengobatan atau 6 bulan dalam masa pengobatan dan relaps lambat (late relapse) yang terjadi lebih dari 6 bulan setelah pengobatan.

DAFTAR PUSTAKA

1. Hassan R, Alatas H, editor. Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak. Jilid ke-1. Jakarta : Balai Penerbit FKUI; 2007.h.469-78

2. Sudiono, Herawati, dkk. Leukemia. Penuntun Patologi Klinik Hematologi. Cetakan ketiga. Biro Publikasi Fakultas Kedokteran Ukrida, Jakarta: 2009.

3. Waldo, E. Nelson. Leukemia Limfoblastik Akut. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak. Edisi 15. Vol 3. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta: 2000

4. Hoffbrand, A.V. Leukemia Akut. Kapita Selekta Hematologi. Edisi ke-4. Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta: 2005

5. Behrman, E. Richard. Leukemia Limfositik Akut. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak. Bagian 3. Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta: 1992

6. Rudolph, M. Abraham. Leukemia Limfoblastik Akut. Buku Ajar Pediatrik Rudolph. Edisi 20. EGC, Jakarta: 2006

7. Referat Leukemia pada Anak. 15 Juli 2010. Diunduh dari, http://bukanjokimakalah.co.cc/?p=40. 21 April 2015.

8. Leukemia Limfoblastik Akut. 13 November 2010. Diunduh dari http://www.exomedindonesia.com/referensi-kedokteran/2010/10/13/leukemia-limfoblastik-akut/. 21 April 2015.

9. Travis LB. Buku Ajar Pediatri Rudolph. Jilid ke-2. Ed-20. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2007.h.1395-1406

10. Sudoyo AW dkk. Leukemia Limfoblastik Akut: dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid ke-2. Ed-5. Jakarta: Interna Publishing; 2009.h.1234-9; 1266-73; 1276-81

11. Schwartz MW. Leukemia Limfoblastik Akut: dalam Pedoman Klinis Pediatri. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2004.h.441-4

16