Upload
salma-asri-nova
View
288
Download
1
Embed Size (px)
Citation preview
PRESENTASI KASUS REHABILITASI MEDIS
SEORANG ANAK 5 TAHUN DENGAN OMSK AURICULA DEXTRA,
MASTOIDITIS BILATERAL, SINUSITIS MAKSILARIS,
ETHMOIDALIS, SPHENOIDALIS BILATERAL DAN PARESE NERVUS
FACIALIS PERIFER SINISTRA
oleh:
Salma Asri Nova
G9911112126
Pembimbing
dr. Tri Lastiti W., Sp.KFR., M.Kes
dr. Dessy Kurniawati T, Sp. KFR
KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN REHABILITASI MEDIK
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET
RSUD DR.MOEWARDI
2012
BAB I
STATUS PASIEN
I. ANAMNESIS
A. Identitas Pasien
Nama : An. F
Umur : 5 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Pekerjaan : Pelajar
Alamat : Pelem rt ½ Jatisrono Wonogiri
Status : Belum menikah
Tanggal Masuk : 22 September 2012
Tanggal Periksa : 1 Oktober 2012
No RM : 01151242
B. Keluhan Utama
Mata kiri tidak dapat menutup dan keluar cairan dari telinga kanan
C. Riwayat Penyakit Sekarang
± 1 bulan SMRS keluar cairan bening dari telinga kiri pasien, bau
(-), nanah (-), darah (-). Sejak saat itu wajah pasien tampak merot, mata
kiri tidak dapat menutup, dahi sebelah kiri tidak bisa dikerutkan, sudut
mulut kiri juga tidak bisa diangkat. Pasien juga mengeluhkan sulit
mengunyah makanan di sebelah kiri. Bila pasien makan, makanan yang
di mulut sebelah kiri cenderung terkumpul disamping depan. Pasien
tidak mengalami gangguan pengecapan.
Oleh keluarga pasien dibawa berobat ke RSUD Wonogiri dan tidak
lagi keluar cairan dari telinga kiri. Tapi telinga kanan kemudian
mengeluarkan cairan, bau (-), nanah (-), darah (-). Pasien kemudian
dibawa ke RSDM.
1
D. Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat sakit serupa : disangkal
Riwayat trauma : disangkal
Riwayat mondok : disangkal
Riwayat hipertensi : disangkal
Riwayat penyakit jantung : disangkal
Riwayat sakit gula : disangkal
Riwayat asma : disangkal
E. Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat hipertensi : disangkal
Riwayat sakit gula : disangkal
Riwayat penyakit jantung : disangkal
Riwayat asma : disangkal
Riwayat sakit serupa : disangkal
F. Riwayat Kebiasaan dan Gizi
Riwayat minum jamu : disangkal
G. Riwayat Sosial Ekonomi
Pasien adalah seorang anak laki-laki, tinggal dengan ayah dan ibunya
dirumah. Pasien bersekolah di taman kanak-kanak. Saat ini pasien
mondok di RSUD DR. Moewardi dengan menggunakan fasilitas
Jamkesmas.
II. PEMERIKSAAN FISIK
A. Status Generalis
Keadaan umum lemah, compos mentis E4V5M6, gizi kesan cukup.
B. Tanda Vital
Nadi : 84x / menit
Respirasi : 24x / menit
2
Suhu : 36,5º C per aksiler
C. Kulit
Warna sawo matang, pucat (-), ikterik (-), petechie (-)
D. Kepala
Bentuk kepala mesochepal, kedudukan kepala simetris
E. Mata
Lagoftalmus (-/+), Conjunctiva pucat (-/-), sklera ikterik (-/-), refleks
cahaya langsung (+/+), pupil isokor (3mm/3mm)
F. Hidung
Nafas cuping hidung (-), deformitas (-), darah (-/-), sekret (-/-)
G. Telinga
Deformitas (-/-), darah (-/-), sekret (+/-), keluar cairan bening dari
telinga kanan, nanah (-), bau (-).
H. Mulut
Bibir kering (-), sianosis (-), lidah kotor (-)
I. Leher
Simetris, trakea di tengah, JVP (R+2) ,limfonodi tidak membesar, nyeri
tekan (-), benjolan (-)
J. Thorax
1. Retraksi (-)
2. Jantung
Inspeksi : Ictus Cordis tidak tampak
Palpasi : Ictus Cordis tidak kuat angkat
Perkusi : Konfigurasi Jantung kesan tidak melebar
Auskultasi : Bunyi Jantung I dan II intensitas normal, reguler,
bising (-)
3. Paru
Inspeksi : Pengembangan dada kanan = kiri
Palpasi : Fremitus raba kanan = kiri
Perkusi : Sonor / Sonor
Auskultasi : Suara dasar vesikuler (+/+), suara tambahan (-/-)
3
K. Trunk
Inspeksi : deformitas (-), skoliosis (-), kifosis (-), lordosis (-)
Palpasi : massa (-), nyeri tekan (-), oedem (-)
Perkusi : nyeri ketok costovertebra (-)
L. Abdomen
Inspeksi : Dinding perut lebih rendah daripada dinding dada
Auskultasi : Peristaltik (+) normal
Perkusi : Tympani
Palpasi : Supel, nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak teraba
M. Ektremitas
Oedem Akral dingin
- - - -
- - - -
N. Status Psikiatri
Deskripsi Umum
1. Penampilan : Laki-laki, tampak sesuai umur, perawatan diri cukup
2. Kesadaran : Compos mentis
3. Perilaku dan Aktivitas Motorik : Normoaktif
4. Pembicaraan : Normal
5. Sikap terhadap Pemeriksa : Kurang kooperatif, kontak mata cukup
Afek dan Mood
Afek : Appropiate
Mood : Normal
Gangguan Persepsi
Halusinasi : (-)
Ilusi : (-)
Proses Pikir
Bentuk : realistik
Isi : waham (-)
Arus : koheren
Sensorium dan Kognitif
4
Daya konsentrasi : baik
Orientasi : Orang : baik
Waktu : baik
Tempat : baik
Daya Ingat : Jangka panjang : baik
Jangka pendek : baik
Daya Nilai : Daya nilai realitas dan sosial baik
Insight : baik
O. Status Neurologis
Kesadaran : GCS E4V5M6
Fungsi Luhur : normal
Fungsi Vegetatif : IV line
Fungsi Sensorik : dalam batas normal
Fungsi Motorik dan Reflek
Kekuatan Tonus R.Fisiologis R.patologis
5 5 N N +2 +2 - -
5 5 N N +2 +2 - -
Pemeriksaan nervi craniales
N. III : pupil isokor (3mm/3mm), RC (+/+)
N. VII : parese (S) LMN
N. XII : dalam batas normal
Range of Motion (ROM)
ROM NECKROM
Aktif Pasif
Flexi 0 – 700 0 – 700
Extensi 0 – 400 0 – 400
Lateral bend 0 – 600 0 – 600
Rotasi 0 – 900 0 – 900
EKSTREMITAS ROM AKTIF ROM PASIF
5
SUPERIOR Dextra Sinistra Dextra Sinistra
Shoulder Fleksi 0-30 0-180 0-180 0-180Ekstensi 0-30 0-30 0-30 0-30
Abduksi 0-30 0 -150 0-150 0-150Adduksi 0 0 - 75 0-75 0-70External Rotasi 0 0 - 90 0-90 0-90Internal Rotasi 0 0 - 90 0-90 0-90
Elbow Fleksi 0 0 -150 0-150 0-150Ekstensi 0 150-0 150-0 150-0Pronasi 0 0 -90 0-90 0-90Supinasi 0 0-90 0-90 0-90
Wrist Fleksi 0 0 -90 0-90 0-90Ekstensi 0 0-70 0-70 0-70Ulnar deviasi 0 0-30 0-30 0-30Radius deviasi 0 0-30 0-30 0-30
Finger MCP I fleksi 0-30 0-90 0-90 0-90MCP II-IV fleksi
0-30 0-90 0-90 0-90
DIP II-V fleksi 0-30 0-90 0-90 0-90PIP II-V fleksi 0-30 0-100 0-100 0-100MCP I ekstensi 0 0-30 0-30 0-30
EKSTREMITASINFERIOR
ROM AKTIF ROM PASIF
Dextra Sinistra Dextra Sinistra
Hip Fleksi 0-80 0-120 0-120 0-120Ekstensi 0-10 0-30 0-30 0-30Abduksi 0-15 0-45 0-45 0-45Adduksi 0-10 0-30 0-30 0-30Eksorotasi 0-30 0-80 0-30 0-30Endorotasi 0-30 0-80 0-30 0-30
Knee Fleksi 0-60 0-120 0-120 0-120Ekstensi 0 0 0 0
Ankle Dorsofleksi 0-20 0-20 0-30 0-30Plantarfleksi 0-20 0-30 0-30 0-30
Manual Muscle Testing (MMT)
6
Ekstremitas Superior Dextra SinistraShoulder Fleksor M Deltoideus anterior 5 5
M Biseps 5 5Ekstensor M Deltoideus anterior 5 5
M Teres mayor 5 5Abduktor M Deltoideus 5 5
M Biceps 5 5Adduktor M Lattissimus dorsi 5 5
M Pectoralis mayor 5 5Internal Rotasi
M Lattissimus dorsi 5 5M Pectoralis mayor 5 5
Eksternal Rotasi
M Teres mayor 5 5M Infra supinatus 5 5
Elbow Fleksor M Biceps 5 5M Brachialis 5 5
Ekstensor M Triceps 5 5Supinator M Supinator 5 5Pronator M Pronator teres 5 5
Wrist Fleksor M Fleksor carpi radialis
5 5
Ekstensor M Ekstensor digitorum
5 5
Abduktor M Ekstensor carpi radialis
5 5
Adduktor M ekstensor carpi ulnaris
5 5
Finger Fleksor M Fleksor digitorum 5 5Ekstensor M Ekstensor
digitorum5 5
Ekstremitas inferior Dextra SinistraHip Fleksor M Psoas mayor 5 5
Ekstensor M Gluteus maksimus 5 5Abduktor M Gluteus medius 5 5Adduktor M Adduktor longus 5 5
Knee Fleksor Harmstring muscle 5 5Ekstensor Quadriceps femoris 5 5
Ankle Fleksor M Tibialis 5 5Ekstensor M Soleus 5 5
MMT OTOT WAJAH (Skala Daniels-Worthingham)
7
Musculus Dektra Sinistra
M. Frontalis 5 1
M. Buccinator 5 1
M. Orbicularis oculli 5 1
M. Nasalis 5 1
M. Zigomaticum 5 1
M. Orbicularis oris 5 1
M. Corugator supercilli 5 1
Untuk menilai kekuatan otot fasialis yang mengalami paralisis digunakan skala
Daniel and Worthinghom’s Manual Muscle Testing, Yaitu :
0 : Zero, tidak ada kontraksi
1 : Trace, kontraksi minimal
3 : Fair, kontraksi, dilakukan susah payah
5 : Normal, kontraksi dan terkontrol
Status Ambulasi
Indeks BarthelActivity Score
Feeding0 = unable5 = butuh bantuan memotong, mengoleskan mentega, dll, atau membutuhkan modifikasi diet10 = independen
5
Bathing0 = dependen5 = independen (atau menggunakan shower)
5
Grooming0 = membutuhkan bantuan untuk perawatan diri5 = independen dalam perawatan muka, rambut, gigi, dan bercukur
0
Dressing0 = dependen5 = membutuhkan bantuan, tapi dapat melakukan sebagian pekerjaan sendiri10 = independen (termasuk mengancingkan resleting, menalikan pita, dll.
5
Bowel0 = inkontinensia (atau membutuhkan enema)5 = occasional accident
10
8
10 = kontinensiaBladder0 = inkontinensia atau memakai kateter dan tidak mampu menangani sendiri5 = occasional accident10 = kontinensia
10
Toilet use0 = dependen5 = membutuhkan bantuan, tapi dapat melakukan beberapa hal sendiri10 = independen (on and off, dressing)
10
Transfer0 = unable, tidak ada keseimbangan duduk5 = butuh bantuan besar (satu atau dua orang, fisik), dapat duduk10 = bantuan kecil (verbal atau fisik)15 = independen
15
Mobility0 = immobile atau < 50 yard5 = wheelchair independen, > 50 yard10 = berjalan dengan bantuan satu orang (verbal atau fisik) > 50 yard15 = independen (tapi dapat menggunakan alat bantu apapun, tongkat) > 50 yard
15
Stairs 0 = unable5 = membutuhkan bantuan (verbal, fisik, alat bantu)10 = independen
10
Total (0-100) 85
Klasifikasi Indeks Barthel:
1-20 : Totally dependent
21-60 : Severely dependent
61-90 : Moderate dependent
91-99 : Mild dependent
100 : Independent
III. PEMERIKSAAN PENUNJANG
A. Laboratorium Darah
9
Pemeriksaan 22/09 26/09 Satuan Nilai normal
Hb 9.0 13.4 g/dl 11.8 - 17.5
Hct 28 40 33 – 45
AL 19.8 13.0 106/l 4.5 - 11.0
AE 3.66 5.04 103/l 4.50 - 5.90AT 140 101 103/l 150-450GDS 82 mg/dl 60-140Golongan darah B
SGOT 17 u/l 0-35SGPT 9 u/l 0-45Kreatinin 0.5 mg/dl 0.8 -1.3Ureum 19 mg/dl < 50Na 139 mmol/l 136 – 145K 4.4 mmol/l 3.3 - 5.1Cl 103 mmol/l 98 – 106
HbsAgnon
reaktif
B. Multi Slice CT-Scan
Kesan : Mastoiditis bilateral
Sinusitis maksilaris bilateral, ethmoidalis bilateral dan sphenoidalis
IV. ASSESMENT
Klinis : Parese n.VII (S) LMN
Topis : N. VII LMN
Etiologi : Parese n.VII (S) LMN e.c OMSK AD dd Mastoiditis
V. DAFTAR MASALAH
A. Problem Medis
10
1. Parese n.VII (S) LMN
2. OMSK AD
3. Mastoiditis bilateral
4. Sinusitis maksilaris, ethmoidalis, sphenoidalis bilateral.
B. Problem Rehabilitasi Medik
1. Fisioterapi : kelemahan pada otot-otot wajah kiri
2. Terapi Wicara : tidak ada
3. Terapi Okupasi :
Gangguan otot wajah sebelah kiri dan makanan cenderung
terkumpul sebelah kiri depan, kesulitan mengunyah makanan. Pada
saat gosok gigi dan berkumur sedikit kesulitan di sisi sebelah kiri
4. Sosiomedik : tidak ada
5. Ortesa-protesa : kelopak mata tidak bisa menutup penuh sebelah
kiri, mulut tertarik ke kanan.
6. Psikologis : stres akibat penyakit yang dideritanya
VI. PENATALAKSANAAN
A. Terapi Medikamentosa
1. Infus D ¼ S 12 tpm
2. Injeksi Cefotaxim 500mg/ 6 jam
3. Injeksi Dexamethason 2mg/ 8 jam
4. Injeksi Ketorolac 3mg/ 12 jam
B. Terapi Rehabilitasi Medik
1. Fisioterapi :
a. Pemanasan dengan infra red. Pemanasan superfisial berupa infra
red pada wajah sebelah kiri selama 10 menit.
b. Gentle Massage sebelum latihan gerak volunter otot wajah,
lamanya 5-10 menit. Setelah lewat fase akut diberi Deep Kneading
Massage sebelum latihan gerak volunter otot wajah.
11
c. Latihan gerak volunter wajah sisi kiri di depan cermin dengan
gerakan mengerutkan dahi, menutup mata, tersenyum,
bersiul/meniup, mengangkat sudut mulut.
d. Electrical Stimulation
2. Terapi Wicara : Tidak dilakukan
3. Okupasi Terapi
a. Latihan penguat otot wajah dengan memberikan latihan menutup
mata, mengerutkan dahi, meniup lilin, tersenyum, meringis
b. Latihan meningkatkan aktivitas kerja sehari-hari dengan berkumur,
latihan makan dengan mengunyah di sisi kiri, minum dengan
sedotan.
4. Sosiomedik
Edukasi keluarga mangenai penyakit yang diderita pasien. Motivasi
dan konseling keluarga pasien untuk selalu berusaha menjalankan
home program maupun program di RS.
5. Ortesa-protesa: Y plester
6. Psikologi
a. Memberikan motivasi kepada pasien agar selalu melaksanakan
program rehabilitasi.
b. Memberikan dorongan mental supaya penderita tidak merasa
cemas dan malu dengan penyakitnya.
7. Home program
a. Perawatan mata:
- Beri obat tetes mata 3x sehari
- Memakai kacamata hitam saat bepergian siang hari
- Sebelum tidur, kelopak mata ditutup secara pasif
b. Kompres dengan air hangat pada sisi wajah sebelah kiri selama 20
menit
c. Massage wajah sebelah kiri ke arah atas dengan menggunakan
tangan dari sebelah kanan.
12
d. Latihan meniup lilin dengan jarak semakin dijauhkan, makan
dengan mengunyah di sisi kanan, minum dengan sedotan dan
mengunyah permen karet.
VII. IMPAIRMENT, DISABILITAS, dan HANDICAP
A. Impairment : parese n.VII perifer (S), Lagoftalmus (S)
B. Disabilitas : penurunan fungsi otot wajah sebelah kiri
C. Handicap : keterbatasan dalam berinteraksi di sekolah
VIII. PLANNING
Planning Diagnostik: Electromyelografi
Planning terapi: Pasien mondok untuk penatalaksanaan bagian tht, anak, dan
rehabilitasi medik
Planning monitoring : Evaluasi hasil medika mentosa dan rehabilitasi medik
IX. TUJUAN
1. Perbaikan keadaan umum sehingga mempersingkat waktu perawatan
2. Mencegah terjadinya komplikasi yang dapat memperburuk keadaan
3. Meminimalkan impairment, disability dan handicap
4. Membantu penderita sehingga mampu mandiri dalam menjalankan
aktivitas sehari-hari
5. Edukasi perihal home exercise
X. PROGNOSIS
Ad vitam : bonam
Ad sanam : bonam
Ad fungsionam : bonam
13
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Kelumpuhan nervus fasialis ( N VII ) merupakan kelumpuhan otot-otot
wajah dimana pasien tidak atau kurang dapat menggerakkan otot wajah,
sehingga wajah pasien tidak simetris. Hal ini tampak sekali ketika pasien
diminta untuk menggembungkan pipi dan mengerutkan dahi.1
B. Anatomi dan Fisiologi Nervus Fasialis
Saraf fasialis mempunyai 2 subdivisi , yaitu:5,6
1. Nervus fasialis yang sebenarnya: yaitu nervus fasialis yang murni untuk
mempersarafi otot-otot ekspresi wajah, otot platisma, stilohioid,
digastrikus bagian posterior dan stapedius di telinga tengah.
2. Saraf intermediet (pars intermedius wisberg), yaitu subdivisi saraf yang
lebih tipis yang membawa saraf aferen otonom, eferen otonom, aferen
somatis.
- Aferen otonom: mengantar impuls dari alat pengecap di dua pertiga
depan lidah. Sensasi pengecapan dari 2/3 bagian depan lidah
dihantar melalui saraf lingual ke korda timpani dan kemudian ke
ganglion genikulatum dan kemudian ke nukleus traktus solitarius.
- Eferen otonom (parasimpatik eferen): datang dari nukleus salivatorius
superior. Terletak di kaudal nukleus. Satu kelompok akson dari nukleus
ini, berpisah dari saraf fasilalis pada tingkat ganglion genikulatum dan
diperjalanannya akan bercabang dua yaitu ke glandula lakrimalis dan
glandula mukosa nasal. Kelompok akson lain akan berjalan terus ke
kaudal dan menyertai korda timpani serta saraf lingualis ke ganglion
submandibularis. Dari sana, impuls berjalan ke glandula sublingualis
dan submandibularis, dimana impuls merangsang salivasi.
- Aferen somatik: rasa nyeri (dan mungkin juga rasa suhu dan rasa raba)
dari sebagian daerah kulit dan mukosa yang disarafi oleh nervus
14
trigeminus. Daerah overlapping (disarafi oleh lebih dari satu saraf atau
tumpang tindih) ini terdapat di lidah, palatum, meatus akustikus
eksterna, dan bagian luar membran timpani.
Inti motorik nervus VII terletak di pons. Serabutnya mengitari nervus
VI, dan keluar di bagian lateral pons. Nervus intermedius keluar di
permukaan lateral pons di antara nervus VII dan nervus VIII. Ketiga nervus
ini bersama-sama memasuki meatus akustikus internus. (lihat gambar 2) Di
dalam meatus ini, saraf fasialis dan intermediet berpisah dari saraf VIII dan
terus ke lateral dalam kanalis fasialis, kemudian ke atas ke tingkat ganglion
genikulatum. Pada ujung akhir kanalis , saraf fasialis meninggalkan kranium
melalui foramen stilomastoideus. Dari titik ini, serat motorik menyebar di
atas wajah. Dalam melakukan penyebaran itu, beberapa melubangi
glandula parotis.5,6
Sewaktu meninggalkan pons, nervus fasialis beserta nervus
intermedius dan nervus VIII masuk ke dalam tulang temporal melalui porus
akustikus internus. Dalam perjalanan di dalam tulang temporal, nervus VII
dibagi dalam 3 segmen, yaitu segmen labirin, segman timpani dan segmen
mastoid.1
Segmen labirin terletak antara akhir kanal akustik internus dan
ganglion genikulatum . panjang segmen ini 2-4 milimeter.1
Segmen timpani (segmen vertikal), terletak di antara bagian distal
ganglion genikulatum dan berjalan ke arah posterior telinga tengah ,
kemudian naik ke arah tingkap lonjong (venestra ovalis) dan stapes, lalu
turun kemudian terletak sejajar dengan kanal semisirkularis horizontal.
Panjang segmen ini kira-kira 12 milimeter.1
Segmen mastoid ( segmen vertikal) mulai dari dinding medial dan
superior kavum timpani . perubahan posisi dari segman timpani menjadi
segmen mastoid, disebut segman piramidal atau genu eksterna. Bagian ini
merupakan bagian paling posterior dari nervus VII, sehingga mudah terkena
trauma pada saat operasi. Selanjutnya segmen ini berjalan ke arah kaudal
menuju segmen stilomaoid . panjang segmen ini 15-20 milimeter.1
15
Nukleus fasialis juga menerima impuls dari talamus yang
mengarahkan yang mengarahkan gerakan ekspresi emosional pada otot-otot
wajah. Juga ada hubungan dengan gangglion basalis. Jika bagian ini atau
bagian lain dari sistem piramidal menderita penyakit penyakit, mungkin
terdapat penurunan atau hilangnya ekspresi wajah (hipomimia atau amimi).6
C. Etiologi
Penyebab kelumpuhan nervus fasialis bisa disebabkan oleh kelainan
congenital, infeksi, tumor, trauma, gangguan pembuluh darah, idiopatik, dan
penyakit-penyakit tertentu.1,3
1. Kongenital
Kelumpuhan yang didapat sejak lahir ( congenital ) bersifat irreversible dan
terdapat bersamaan dengan anomaly pada telinga dan tulang pendengaran.1
Pada parese nervus fasialis bilateral dapat terjadi karena adanya gangguan
perkembangan nervus fasialis dan seringkali bersamaan dengan kelemahan
okular (sindrom Moibeus).3
2. Infeksi
Proses infeksi di intracranial atau infeksi telinga tengah dapat menyebabkan
kelumpuhan nervus fasialis. Infeksi intracranial yang menyebabkan
kelumpuhan ini seperti pada Sindrom Ramsay-Hunt, Herpes otikus. Infeksi
Telinga tengah yang dapat menimbulkan parese nervus fasialis adalah otitis
media supuratif kronik ( OMSK ) yang telah merusak Kanal Fallopi.1
3. Tumor
Tumor yang bermetastasis ke tulang temporal merupakan penyebab yang
paling sering ditemukan. Biasanya berasal dari tumor payudara, paru-paru,
dan prostat. Juga dilaporkan bahwa penyebaran langsung dari tumor
regional dan sel schwann, kista dan tumor ganas maupun jinak dari kelenjar
parotis bisa menginvasi cabang akhir dari nervus fasialis yang berdampak
sebagai bermacam-macam tingkat kelumpuhan. Pada kasus yang sangat
jarang, karena pelebaran aneurisma arteri karotis dapat mengganggu fungsi
motorik nervus fasialis secara ipsilateral.2
16
4. Trauma
Parese nervus fasialis bisa terjadi karena trauma kepala, terutama jika
terjadi fraktur basis cranii, khususnya bila terjadi fraktur longitudinal.
Selain itu luka tusuk, luka tembak serta penekanan forsep saat lahir juga
bisa menjadi penyebab. Nervus fasialis pun dapat cedera pada operasi
mastoid, operasi neuroma akustik/neuralgia trigeminal dan operasi kelenjar
parotis.2
5. Gangguan Pembuluh Darah
Gangguan pembuluh darah yang dapat menyebabkan parese nervus fasialis
diantaranya thrombosis arteri karotis, arteri maksilaris dan arteri serebri
media.1
6. Idiopatik ( Bell’s Palsy )
Parese Bell merupakan lesi nervus fasialis yang tidak diketahui
penyebabnya atau tidak menyertai penyakit lain.Pada parese Bell terjadi
edema nervus fasialis. Karena terjepit di dalam foramen stilomastoideus
dan menimbulkan kelumpuhan tipe LMN yang disebut sebagai Bell’s
Palsy.3
7. Penyakti-penyakit tertentu
Parese fasialis perifer dapat terjadi pada penyakit-penyakit tertentu,
misalnya DM, hepertensi berat, anestesi local pada pencabutan gigi, infeksi
telinga tengah, sindrom Guillian Barre.3
D. Gejala dan Manifestasi Klinis
Otot-otot bagian atas wajah mendapat persarafan dari 2 sisi. Karena itu,
terdapat perbedaan antara gejala kelumpuhan saraf VII jenis sentral dan
perifer. Pada gangguan sentral, sekitar mata dan dahi yang mendapat
persarafan dari 2 sisi, tidak lumpuh ; yang lumpuh ialah bagian bawah dari
wajah. Pada gangguan N VII jenis perifer (gangguan berada di inti atau di
serabut saraf) maka semua otot sesisi wajah lumpuh dan mungkin juga
termasuk cabang saraf yang mengurus pengecapan dan sekresi ludah yang
berjalan bersama N. Fasialis.5
17
Bagian inti motorik yang mengurus wajah bagian bawah mendapat
persarafan dari korteks motorik kontralateral, sedangkan yang mengurus
wajah bagian atas mendapat persarafan dari kedua sisi korteks motorik
(bilateral) (gambar 3). Karenanya kerusakan sesisi pada upper motor neuron
dari nervus VII (lesi pada traktus piramidalis atau korteks motorik) akan
mengakibatkan kelumpuhan pada otot-otot wajah bagian bawah, sedangkan
bagian atasnya tidak. Penderitanya masih dapat mengangkat alis, mengerutkan
dahi dan menutup mata (persarafan bilateral) ; tetapi pasien kurang dapat
mengangkat sudut mulut (menyeringai, memperlihatkan gigi geligi) pada sisi
yang lumpuh bila disuruh. Kontraksi involunter masih dapat terjadi, bila
penderita tertawa secara spontan, maka sudut mulut dapat terangkat.5
Pada lesi motor neuron, semua gerakan otot wajah, baik yang volunter
maupun yang involunter, lumpuh. Lesi supranuklir (upper motor neuron)
nervus VII sering merupakan bagian dari hemiplegia. Hal ini dapat dijumpai
pada strok dan lesi-butuh-ruang (space occupying lesion) yang mengenai
korteks motorik, kapsula interna, talamus, mesensefalon dan pons di atas inti
nervus VII. Dalam hal demikian pengecapan dan salivasi tidak terganggu.
Kelumpuhan nervus VII supranuklir pada kedua sisi dapat dijumpai pada
paralisis pseudobulber. 5
Gejala dan tanda klinik yang berhubungan dengan lokasi lesi .
1. Lesi di luar foramen stilomastoideus
Mulut tertarik kearah sisi mulut yang sehat, makan terkumpul di antara
pipi dan gusi. Lipatan kulit dahi menghilang. Apabila mata yang terkena
tidak ditutup atau tidak dilindungi maka air mata akan keluar terus
menerus.
2. Lesi di kanalis fasialis (melibatkan korda timpani)
Gejala dan tanda klinik seperti pada (1), ditambah dengan hilangnya
ketajaman pengecapan lidah (2/3 bagian depan) dan salivasi di sisi yang
terkena berkurang. Hilangnya daya pengecapan pada lidah menunjukkan
terlibatnya nervus intermedius, sekaligus menunjukkan lesi di antara pons
18
dan titik dimana korda timpani bergabung dengan nervus fasialis di kanalis
fasialis.
3. Lesi di kanalis fasialis lebih tinggi lagi (melibatkan muskulus
stapedius)
Gejala dan tanda klinik seperti (1) dan (2) di tambah dengan hiperakusis.
4. Lesi ditempat yang lebih tinggi lagi (melibatkan ganglion genikulatum
Gejala dan tanda kilinik seperti pada (1),(2),(3) disertai dengan nyeri di
belakang dan didalam liang telinga, dan kegagalan lakrimal. Kasus seperti
ini dapat terjadi pascaherpes di membrana timpani dan konka. Sindrom
Ramsay-Hunt adalah parese fasialis perifer yang berhubungan dengan
herpes zoster di ganglion genikulatum. Tanda-tandanya adalah herpes
zoster otikus , dengan nyeri dan pembentukan vesikel dalam kanalis
auditorius dan dibelakang aurikel (saraf aurikularis posterior), terjadi
tinitus, kegagalan pendengaran, gangguan pengecapan, pengeluaran air
mata dan salivasi.
5. Lesi di meatus akustikus internus
Gejala dan tanda klinik seperti diatas ditambah dengan tuli akibat
terlibatnya nervus akustikus.
6. Lesi ditempat keluarnya nervus fasialis dari pons
Gejala dan tanda klinik sama dengan diatas, disertai gejala dan tanda
terlibatnya nervus trigeminus, nervus akustikus dan kadang – kadang juga
nervus abdusen, nervus aksesorius dan nervus hipoglossus.
E. Klasifikasi Parese Fasialis
Gambaran dari disfungsi motorik fasial ini sangat luas dan karakteristik dari
parese ini sangat sulit. Beberapa sistem telah usulkan tetapi semenjak
pertengahan 1980. Sistem house-Brackmann yang selalu atau sangat
dianjurkan . pada klasifikasi ini grade 1 merupakan fungsi yang normal dan
grade 6 merupakan parese yang komplit. Pertengahan grade ini sistem berbeda
penyesuaian dari fungsi ini pada istirahat dan dengan kegiatan. Ini diringkas
dalam tabel:7
19
Grade Penjelasan Karakteristik
I Normal Fungsi fasial normal
II Disfungsi ringan Kelemahan yang sedikit yang terlihat pada inspeksi
dekat, bisa ada sedikit sinkinesis.
Pada istirahat simetri dan selaras.
Pergerakan dahi sedang sampai baik
Menutup mata dengan usaha yang minimal
Terdapat sedikit asimetris pada mulut jika melakukan
pergerakan
III Disfungsi sedang Terlihat tapi tidak tampak adanya perbedaan antara
kedua sisi
Adanya sinkinesis ringan
Dapat ditemukam spasme atau kontraktur hemifasial
Pada istirahat simetris dan selaras
Pergerakan dahi ringan sampai sedang
Menutup mata dengan usaha
Mulut sedikit lemah dengan pergerakan yang
maksimum
IV Disfungsi sedang
berat
Tampak kelemahan bagian wajah yang jelas dan
asimetri
Kemampuan menggerakkan dahi tidak ada
Tidak dapat menutup mata dengan sempurna
Mulut tampak asimetris dan sulit digerakkan.
V Disfungsi berat Wajah tampak asimetris
Pergerakan wajah tidak ada dan sulit dinilai
Dahi tidak dapat digerakkan
Tidak dapat menutup mata
Mulut tidak simetris dan sulit digerakkan
VI Total parese Tidak ada pergerakkan
F. Uji Diagnostik
20
Diagnosis ditegakkan dengan melakukan pemeriksaan fungsi nervus fasialis.
Tujuan pemeriksaan fungsi nervus fasialis adalah untuk menentukan letak lesi
dan menentukan derajat kelumpuhannya.1
1. Pemeriksaan fungsi saraf motorik
Terdapat 10 otot-otot utama wajah yang bertanggung jawab untuk
terciptanya mimic dan ekspresi wajah seseorang. Adapun urutan ke-10
otot-otot tersebut dari sisi superior adalah sebagai berikut :
a. M. Frontalis : diperiksa dengan cara mengangkat alis ke atas.
b. M. Sourcilier : diperiksa dengan cara mengerutkan alis
c. M. Piramidalis : diperiksa dengan cara mengangkat dan mengerutkan
hidung ke atas
d. M. Orbikularis Okuli : diperiksa dengan cara memejamkan kedua mata
kuat-kuat
e. M. Zigomatikus : diperiksa dengan cara tertawa lebar sambil
memperlihatkan gigi
f. M. Relever Komunis: diperiksa dengan cara memoncongkan mulut
kedepan sambil memperlihatkan gigi
g. M. Businator : diperiksa dengan cara menggembungkan kedua pipi
h. M. Orbikularis Oris :diperiksa dengan cara menyuruh penderita bersiul
i. M. Triangularis : diperiksa dengan cara menarik kedua sudut bibir ke
bawah
j. M. Mentalis : diperiksa dengan cara memoncongkan mulut yang
tertutup rapat ke depan
Pada tiap gerakan dari ke 10 otot tersebut, kita bandingkan antara kanan
dan kiri :
a. Untuk gerakan yang normal dan simetris dinilai dengan angka tiga (3)
b. Sedikit ada gerakan dinilai dengan angka satu (1)
c. Diantaranya dinilai dengan angka dua (2)
d. Tidak ada gerakan sama sekali dinilai dengan angka nol (0)
Seluruh otot ekspresi tiap sisi muka dalam keadaan normal akan
mempunyai nilai tiga puluh ( 30 ).1
21
2. Tonus
Pada keadaan istirahat tanpa kontraksi maka tonus otot menentukan
terhadap kesempurnaan mimic / ekspresi muka. Freyss menganggap
penting akan fungsi tonus sehingga mengadakan penilaian pada setiap
tingkatan kelompok otot muka, bukan pada setiap otot. Cawthorne
mengemukakan bahwa tonus yang jelek memberikan gambaran prognosis
yang jelek. Penilaian tonus seluruhnya berjumlah lima belas (15) yaitu
seluruhnya terdapat lima tingkatan dikalikan tiga untuk setiap tingkatan.
Apabila terdapat hipotonus maka nilai tersebut dikurangi satu (-1) sampai
minus dua (-2) pada setiap tingkatan tergantung dari gradasinya.1
3. Gustometri
Sistem pengecapan pada 2/3 anterior lidah dipersarafi oleh n. Korda
timpani, salah satu cabang nervus fasialis.1 Kerusakan pada N VII sebelum
percabangan korda timpani dapat menyebabkan ageusi (hilangnya
pengecapan).2
Pemeriksaan dilakukan dengan cara penderita disuruh menjulurkan
lidah, kemudian pemeriksa menaruh bubuk gula, kina, asam sitrat atau
garam pada lidah penderita. Hali ini dilakukan secara bergiliran dan
diselingi istirahat. Bila bubuk ditaruh, penderita tidak boleh menarik
lidahnya ke dalam mulut, sebab bubuk akan tersebar melalui ludah ke sisis
lidah lainnya atau ke bagian belakang lidah yang persarafannya diurus
oleh saraf lain. Penderita disuruh untuk menyatakan pengecapan yang
dirasakannya dengan isyarat, misalnya 1 untuk rasa manis, 2 untuk rasa
pahit, 3 untuk rasa asin, dan 4 untuk rasa asam.2
Pada pemeriksaan fungsi korda timpani adalah perbedaan ambang
rangsang antara kanan dan kiri. Freyss menetapkan bahwa beda 50%
antara kedua sisi adalah patologis.1
4. Salivasi
Pemeriksaan uji salivasi dapat dilakukan dengan melakukan kanulasi
kelenjar submandibularis. Caranya dengan menyelipkan tabung polietilen
no 50 kedalam duktus Wharton. Sepotong kapas yang telah dicelupkan
22
kedalam jus lemon ditempatkan dalam mulut dan pemeriksa harus melihat
aliran ludah pada kedua tabung. Volume dapat dibandingkan dalam 1
menit. Berkurangnya aliran ludah sebesar 25 % dianggap abnormal.
Gangguan yang sama dapat terjadi pada jalur ini dan juga pengecapan,
karena keduanya ditransmisi oleh saraf korda timpani.2
5. Schimer Test atau Naso-Lacrymal Reflex
Dianggap sebagai pemeriksaan terbaik untuk pemeriksaan fungsi
serabut-serabut pada simpatis dari nervus fasialis yang disalurkan melalui
nervus petrosus superfisialis mayor setinggi ganglion genikulatum.
Kerusakan pada atau di atas nervus petrosus mayor dapat menyebabkan
berkurangnya produksi air mata.1,2
Tes Schimer dilakukan untuk menilai fungsi lakrimasi dari mata.
Cara pemeriksaan dengan meletakkan kertas hisap atau lakmus lebar 0,5
cm panjang 5-10 cm pada dasar konjungtiva. Setelah tiga menit, panjang
dari bagian strip yang menjadi basah dibandingkan dengan sisi satunya.
Freys menyatakan bahwa kalau ada beda kanan dan kiri lebih atau sama
dengan 50% dianggap patologis.1,2
6. Refleks Stapedius
Untuk menilai reflex stapedius digunakan elektoakustik impedans
meter, yaitu dengan cara memberikan ransangan pada muskulus stapedius
yang bertujuan untuk mengetahui fungsi N. stapedius cabang N.VII.
7. Uji audiologik
Setiap pasien yang menderita paralisis nervus fasialis perlu
menjalani pemeriksaan audiogram lengkap. Pengujian termasuk hantaran
udara dan hantaran tulang, timpanometri dan reflex stapes. Fungsi saraf
cranial kedelapan dapat dinilai dengan menggunakan uji respon auditorik
yang dibangkitkan dari batang otak. Uji ini bermanfaat dalam mendeteksi
patologi kanalis akustikus internus. Suatu tuli konduktif dapat memberikan
kesan suatu kelainan dalam telinga tengah, dan dengan memandang syaraf
fasialis yang terpapar pada daerah ini, perlu dipertimbangkan suatu sumber
infeksi. Jika terjadi parese saraf ketujuh pada waktu otitis media akut,
23
maka mungkin gangguan saraf pada telinga tengah. Pengujian reflek dapat
dilakukan pada telinga ipsilateral atau kontralateral dengan menggunakan
suatu nada yang keras, yang akan membangkitkan respon suatu gerakan
reflek dari otot stapedius. Gerakan ini mengubah tegangan membrane
timpani dan menyebabkan perubahan impedansi rantai osikular. Jika nada
tersebut diperdengarkan pada belahan telinga yang normal, dan reflek ini
pada perangsangan kedua telinga mengesankan suatu kelainan pada bagian
aferen saraf kranialis.2
8. Sinkinesis
Sinkinesis menetukan suatu komplikasi dari parese nervus fasialis
yang sering kita jumpai. Cara mengetahui ada tidaknya sinkinesis adalah
sebagai berikut :1
a. Penderita diminta untuk memenjamkan mata kuat-kuat kemudian kita
melihat pergerakan otot-otot pada daerah sudut bibir atas. Kalau
pergerakan normal pada kedua sisi dinilai dengan angka dua (2). Kalau
pergerakan pada sisi paresis lebih (hiper) dibandingkan dengan sisi
normal nilainya dikurangi satu (-1) atau dua (-2), tergantung dari
gradasinya.
b. Penderita diminta untuk tertawa lebar sambil memperlihatkan gigi,
kemudian kita melihat pergerakan otot-otot pada sudut mata bawah.
Penilaian seperti pada (a).
c. Sinkinesis juga dapat dilihat pada waktu penderita berbicara (gerakan
emosi) dengan memperhatikan pergerakan otot-otot sekitar mulut.
Nilai satu (1) kalau pergerakan normal. Nilai nol (0) kalau pergerakan
tidak simetris.
9. Hemispasme
Hemispasme merupakan suatu komplikasi yang sering dijumpai
pada penyembuhan parese fasialis yang berat. Diperiksa dengan cara
penderita diminta untuk melakukan gerakan-gerakan bersahaya seperti
mengedip-ngedipkan mata berulang-ulang maka bibir akan jelas tampak
gerakan otot-otot pada sudut bibir bawah atau sudut mata bawah. Pada
24
penderita yang berat kadang-kadang otot-otot platisma di daerah leher juga
ikut bergerak. Untuk setiap gerakan hemispasme dinilai dengan angka (-
1).1
Fungsi motorik otot-otot tiap sisi wajah orang normal seluruhnya
berjumlah lima puluh (50) atau 100%. Gradasi paresis fasialis
dibandingkan dengan nilai tersebut dikalikan dua untuk persentasenya.1
G. Pemeriksaan Penunjang
Salah satu pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk mengetahui
parese nervus fasialis adalah dengan uji fungsi saraf. Terdapat beberapa uji
fungsi saraf yang tersedia antara lain Elektromigrafi (EMG),
Elektroneuronografi (ENOG), dan uji stimulasi maksimal.2
1. Elektromiografi (EMG)
EMG sering kali dilakukan oleh bagian neurologi. Pemeriksaan ini
bermanfaat untuk menentukan perjalanan respons reinervasi pasien. Pola
EMG dapat diklasifikasikan sebagai respon normal, pola denervasi, pola
fibrilasi, atau suatu pola yang kacau yang mengesankan suatu miopati atau
neuropati. Namun, nilai suatu EMG sangat terbatas kurang dari 21 hari
setelah paralisis akut. Sebelum 21 hari, jika wajah tidak bergerak, EMG
akan memperlihatkan potensial denervasi. Potensial fibrilasi merupakan
suatu tanda positif yang menunjukkan kepulihan sebagian serabut.
Potensial ini terlihat sebelum 21 hari.2
2. Elektroneuronografi (ENOG)
ENOG memberi informasi lebih awal dibandingkan dengan EMG. ENOG
melakukan stimulasi pada satu titik dan pengukuran EMG pada satu titik
yang lebih distal dari saraf. Kecepatan hantaran saraf dapat
diperhitungkan. Bila terdapat reduksi 90% pada ENOG bila dibandingkan
dengan sisi lainnya dalam sepuluh hari, maka kemungkinan sembuh juga
berkurang secara bermakna. Fisch Eselin melaporkan bahwa suatu
penurunan sebesar 25 persen berakibat penyembuhan tidak lengkap pada
88 persen pasien mereka, sementara 77 persen pasien yang mampu
25
mempertahankan respons di atas angka tersebut mengalami penyembuhan
normal saraf fasialis.2
3. Uji Stimulasi Maksimal
Uji stimulasi merupakan suatu uji dengan meletakkan sonde ditekankan
pada wajah di daerah saraf fasialis. Arus kemudian dinaikkan perlahan-
lahan hingga 5 ma, atau sampai pasien merasa tidak nyaman. Dahi, alis,
daerah periorbital, pipi, ala nasi, dan bibir bawah diuji dengan
menyapukan elektroda secara perlahan. Tiap gerakan di daerah-daerah ini
menunjukkan suatu respons normal. Perbedaan respons yang kecil antara
sisi yang normal dengan sisi yang lumpuh dianggap sebagai suatu tanda
kesembuhan. Penurunan yang nyata adalah apabila terjadi kedutan pada
sisi yang lumpuh dengan besar arus hanya 25 persen dari arus yang
digunakan pada sisi yang normal. Bila dibandingkan setelah 10 hari, 92
persen penderita Bell’s Palsy kembali dapat melakukan beberapa fungsi.
Bila respon elektris hilang, maka 100 persen akan mengalami pemulihan
fungsi yang tidak lengkap. Statistik menganjurkan bahwa bentuk
pengujian yang paling dapat diandalkan adalah uji fungsi saraf secara
langsung.2
H. Penatalaksanaan
Pengobatan terhadap parese nervus VII dapat dikelompokkan dalam 3 bagian : 1,2,8
1. Pengobatan terhadap parese nervus fasialis
a. Fisioterapi
1) Heat Theraphy, Face Massage, Facial Excercise
Basahkan handuk dengan air panas, setelah itu handuk diperas dan
diletakkan dimuka hingga handuk mendingin. Kemudian pasien
diminta untuk memasase otot-otot wajah yang lumpuh terutama
daerah sekitar mata, mulut dan daerah tengah wajah.Masase
dilakukan dengan menggunakan krim wajah dan idealnya juga
dengan menggunakan alat penggetar listrik. Setelah itu pasien
26
diminta untuk berdiri didepan cermin dan melakukan beberapa
latihan wajah seperti mengangkat alis mata, memejamkan kedua
mata kuat-kuat, mengangkat dan mengerutkan hidung, bersiul,
menggembungkan pipi dan menyeringai.3,8Kegiatan ini dilakukan
selama 5 menit 2 kali sehari.3
2) Electrical Stimulation
Stimulasi energi listrik dengan aliran galvanic berenergi lemah.2
Tindakan ini bertujuan untuk memicu kontraksi buatan pada otot-
otot yang lumpuh dan juga berfungsi untuk mempertahankan aliran
darah serta tonus otot.8
b. Farmakologi
Obat-obatan yang dapat diberikan dalam penatalaksanaan parese
nervus fasialis antara lain8:
1) Asam Nikotinik
Pada parese nervus fasialis yang dikarenakan iskemia. Asam
nikotinik dan obat-obatan yang bekerja menghambat ganglion
simpatik servikal digunakan untuk memicu vasodilatasi sehingga
dapat meningkatkan suplai darah ke nervus fasialis.
2) Vasokonstriktor, Antimikroba
Obat ini diberikan pada kelumpuhan nervus fasialis yang
disebabkan oleh kompresi nervus fasialis pada kanal falopi. Obat
ini bekerja mengurangi bendungan , pembengkakkan, dan inflamasi
pada keadaan diatas.
3) Steroid
Obat ini diberikan untuk mengurangi proses inflamasi yang
menyebabkan Bell’s Palsy.
4) Sodium Kromoglikat
Diberikan pada parese nervus fasialis jika dipikirkan adanya reaksi
alergi.
5) Antivirus
27
Baru-baru ini antivirus diberikan dengan atau tanpa penggunaan
prednisone secara simultan.
c. Pengobatan Psikofisikal
Akupuntur, biofeedback, dan electromyographic feedback dilaporkan
dapat membantu pentembuhan Bell’s Palsy.8
2. Pengobatan Sekuele ( Gejala Sisa )
Pengobatan terhadap gejala sisa yang dapat dilakukan antara lain 8:
a. Depresi
Pasien dengan parese nervus fasialis memiliki ketakutan bahwa
mereka memiliki penyakit yang mengancam jiwa ataupun penyakit
yang melibatkan pembuluh darah otak. Konseling dan terapi kelompok
yang melibatkan penderita dengan usia yang sama terbukti efektif
untuk mengatasi depresi tersebut.
b. Nyeri
Sebagian pasien dengan Bell’s Palsy dan hampir seluruh pasien
dengan Herpes Zooster Cephalic merasakan nyeri. Nyeri ini dapat
diatasi dengan analgesic non-narkotik. Dapat diberikan steroid dengan
dosis awal 1 mg/ kg BB/ hari dan tapering off setelah 10 hari
penggunaan.
c. Perawatan Mata
Secara umum, Perawatan mata ditujukan untuk menjaga kelembaban
mata agar tidak terjadi keratitis dan kerusakan kornea. Pasien diminta
untuk meengedipkan mata 2 sampai 4 kali permenit disamping
penggunaan obat tetes mata.
3. Indikasi Untuk Operasi
Pada kasus dengan gangguan hantaran berat atau sudah terjadi denervasi
total, tindakan operatif segera harus dilakukan dengan teknik dekompresi
nervus fasialis transmastoid.1
I. Komplikasi
28
Setelah kelumpuhan fasial perifer, regenerasi saraf yang rusak,
terutama serat otonom dapat sebagian atau pada arah yang salah. Serat yang
terlindung mungkin memberikan akson baru yang tumbuh ke dalam bagian
yang rusak. Persarafan baru yang abnormal ini, dapat menjelaskan kontraktur
atau sinkinesis (gerakan yang berhubungan) dalam otot-otot mimik wajah6.
Sindrom air mata buaya (refleks gastrolakrimalis paradoksikal)
tampaknya didasarkan oleh persarafan baru yang salah. Di perkirakan bahwa
serat sekretoris untuk kelenjar air liur tumbuh ke dalam selubung Schwann
dari serat yang cedera yang berdegenerasi dan pada asalnya serat tersebut
bertanggung jawab untuk glandula lakrimalis6.
DAFTAR PUSTAKA
29
1. Sjarifuddin, Bashiruddin J, Bramantyo B. Kelumpuhan Nervus Fasialis Perifer. In : Soepardi EA, Iskandar N editors. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher. 6th ed. Jakarta : Balai Penerbit FK-UI, 2007.
2. Maisel R, Levine S, 1997. Gangguan Saraf Fasialis. Dalam Boies Buku Ajar Penyakit THT edisi 6. Jakarta : EGC.
3. K.J.Lee. Essential Otolaryngology and Head and Neck Surgery. IIIrd Edition, Chapter 10 : Facial Nerve Paralysis.2006.
4. Facial Nerve Anatomy : Diakses dari http/facialparalysisinstitute.com.Oktober 2008
5. SM. Lumbotobing. Neurologi Klinik, Pemeriksaan Fisik dan Mental. Jakarta : Balai Penerbit FK-UI,2006.
6. Peter Duus. Diagnosis Topik Neurologi Anatomi, Fisiologi, Tanda, Gejala. Jakarta : Balai Pustaka.1996.
7. John YS Kim. Facial Nerve Paralysis. Diakses dari www.emedicine.com/plastic/topic522.htm.20 November 2008
8. May, Mark and Barry M. Schaizkin. The Facial Nerve. New York : Thieme. 2000.
30