Upload
mariaaprillaweking
View
98
Download
7
Embed Size (px)
DESCRIPTION
mklh
Citation preview
Gangguan Ginjal Akut
Putri Amalia
102012394
Mahasiswa Fakultas Kedokteran UKRIDA Jakarta
Jalan Terusan Arjuna no.6, Tanjung Duren, Jakarta Barat 11510.
E-mail : [email protected]
Pendahuluan
Gagal ginjal akut merupakan suatu sindrom klinis yang ditandai dengan fungsi ginjal
yang menurun secara cepat. Gangguan ginjal akut (GGA-Acute Kidney Injury) yang
memerlukan dialysis, mempunyai mortalitas tinggi melebihi 50 %. Nilai ini sangat tinggi
apabila disertai kegagalan multiorgan. Walaupun terdapat perbaikan yang nyata pada terapi
penunjang, angka mortalitas belum banyak berkurang karena penyakit dasar yang berat
seperti trauma, sepsis, usia pasien makin tua dan pasien juga menderita penyakit kronik
lainnya.
Skenario Kasus
Seorang perempuan berusia 40 tahun, datang ke Poliklinik dengan keluhan utama
kedua kaki bengkak sejak 5 hari yang lalu. Sejak 3 hari yang lalu, pasien mengeluh BAK
kemerahan, frekuensi BAK dan jumlah urin berkurang.
Anamnesis
Selalu lakukan anamnesis dengan lengkap. Pastikan apakah pasien memiliki riwayat
hipertensi, diabetes, diabetes melitus, keganasan atau penyakit sistemik lainnya. Perlu dicari
faktor-faktor yang menyebabkan pre-renal injury, renal,atau uropati obstruktif. Setiap infeksi
yang baru terjadi, tetapi khas merupakan infeksi tenggorok akibat streptokokus, dapat
memicu glomerulonefritis pasca infeksi. Riwayat muntah berak 1-2 hari sebelumnya
menunjukkan ke arah pre-renal atau sindrom hemolitik uremik. Sakit tenggorok 1-2 minggu
sebelumnya atau adanya borok di kulit disertai riwayat kencing merah menunjukkan ke arah
GNA pasca streptokok. Adanya riwayat sering panas, ruam kulit, artritis menunjukkan ke
arah lupus eritematosus sistemik atau vaskulitis. Pemakaian obat-obatan sebelumnya perlu
1
diteliti untuk mencari adanya obat nefrotoksik sebegai penyebab GnGA. Riwayat obat-obatan
dapat menunjukkan penggunaan obat-obat nefrotoksik, terutama analgesic dan anti-inflamasi
nonsteroid. Riwayat penyakit ginjal dalam keluarga dapat mengarah pada penyakit keturunan,
terutama penyakit ginjal polikistik. Gejala seperti gatal, keram otot, anoreksia, mual, bahkan
kebingungan sesuai dengan gangguan ginjal kronik. Hemoptitis mengarah pada penyakit
vaskulitis, terutama sindrom goodpasture.1-3
Pemeriksaan Fisik3,7
1. Pemeriksaan tanda vital :
- Suhu tubuh
- Tekanan darah : hipertensi karena adanya overload cairan
- Denyut nadi : takikardi
- Frekuensi nafas: pernapasan cepat dan dalam karena asidosis metabolik
2. Inspeksi & Palpasi
- Melihat warna, pigmentasi atau jika ada lesi-lesi pada kulit di daerah abdomen
dan punggung badan serta kulit di bagian kaki yang mengalami udema.
- Melakukan perabaan daerah kaki yang membengkak untuk memastikan apakah
udema pitting/non-pitting.
- Melakukan pemeriksaan nyeri tekan (Balothemen) pada sudut costovertebra.
- Melakukan pemeriksaan monomanual/bimanual untuk memastikan apakah
terdapat pembesaran ginjal akibat tumor atau penyebab yang lain.
- Tanda-tanda dehidrasi perlu dicari karena merupakan penyebab pre-renal injury.
Bila pasien ditemukan oliguria, takikardia, mulut kering, hipotensi ortostatik
kemungkinan penyebabnya pre-renal injury. Pada pemeriksaan fisik perlu dicari
tanda-tanda penyakit sistemik multiorgan seperti lupus eritematosus sistemik yaitu
dengan memeriksa kulit, sendi, kelenjar getah bening. Retensi urin dengan gejala
kandung kemih yang teraba membesar menunjukkan adanya sumbatan di bawah
vesika urinaria yaitu katup uretra posterior.
3. Auskultasi
Pada kasus udema yang berat akan dapat kedengaran suara gallop di jantung akibat
kelebihan cairan tubuh sehingga cairan yang berlebihan di tubuh akan keluar di paru.4
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Radiologi4
2
1. Foto Rontgen abdomen PA
Untuk melihat gambaran opaq jika ganguan ginjal akut disebabkan oleh obstruksi.
2. USG ginjal
Dengan meluasnya penggunaan USG akhir-akhir ini , modalitas ini relatif murah dan
cepat untuk mendiagnosis batu kandung kemih. Sonogram, menampilkan objek hyperechoic
klasik dengan posterior shadow, efektif dalam mengidentifikasi baik batu yang radiolusen
maupun radio-opak USG juga digunakan untuk menentukan ukuran ginjal, ada tidaknya
obstruksi tekstur, parenkim ginjal yang abnormal. Pemeriksaan USG juga dapat menentukan
apakah gangguan fungi ginjal ini sudah terjadi lama (GGK), yaitu apabila di temukan
gambaran ginjal yang sudah kecil.
3. CT-scan ginjal
Melihat gambaran ginjal untuk membedakan antara GGA dan GGK.
Pemeriksaan laboratorium 5
4. Pemeriksaan berulang fungsi ginjal5
Kadar kreatinin serum
Kreatinin dapat meningkat pada obstruksi. Kreatinin serum dianggap lebih
sensitive dan merupakan indicator khusus penyakit ginjal dibandingkan uji dengan
BUN ( Blood Urea Nitrogen ). Nilai rujukan :
Dewasa :0,5-1,5mg/dl; 45-132,3 µmol/l.
Anak: bayi baru lahir: 0,8-1,4 mg.dl.
bayi: 0,7-1,7 mg/dl.
Anak (2-6 tahun) : 0,3-0,6mg/dl,27-54 µmol/l.
Anak yang lebih tua: 0,4-1,2 mg/dl, 36-106 µmol/l.
Kadar agak meningkat seiring bertambahnya usia, akibat pertambahan massa otot.
Lansia: kadarnya mungkin berkurang akibat penurunan massa otot dan penurunan
produksi kreatinin.
Kadar ureum serum
Laju filtrasi glomerulus (LFG)
LFG dihitung menggunakan rumus Kockcroft-Gault
*
3
* ) pada perempuan dikalikan 0,85
5. Urinalisis5
Pada urinalisis, dilakukan pemeriksaan pada warna, tampilan, bau, pH, protein, glukosa,
keton, darah, nitrat, dan Leukosit Esterase (SDP). Berat jenis urin yang tinggi lebih dari 1.020
menunjukkan prarenal, GN akut awal, sindrom hepatorenal, dan keadaan lain yang
menurunkan perfusi ginjal. Berat jenis isosmolal (1.010) terdapat pada NTA, pascarenal dan
penyakit intertisial (tubulointerstitial). Pada keadaan ini berat jenis urin dapat meningkat
kalau terdapat banyak protein, glukosa, manitol, atau kontras radiologi. Gambaran yang khas
pada NTA adalah urin yang berwarna kecoklatan dengan silinder mengandung sel tubulus,
dan silinder yang besar (coarsely granulat broad casts). Adanya kristal urat pada GGA
menunjukkan adanya nefropati asam urat yang sering di dapat pada sindrom lisis tumor
setelah pengobatan leukimia, limfoma. Kristal oksalat terlihat pada GGA akibat etilen glikol
yang umumnya di akibatkan percobaan bunuh diri.
Untuk memudahkan memahami definisi dari GnGA, telah dibuat sistim klasifikasi baru
berdasarkan kriteria RIFLE (R risk for renal dysfunction, I Injury to the kidney, F failure of
kidney dysfunction, L loss of kidney function, E end-stage renal disease) yang telah diusulkan
sebagai standar klasifikasi pada acute kidney injury di dewasa dan saat ini telah diadaptasi
untuk pasien anak. Kriteria RIFLE ditentukan berdasarkan perubahan dari glomerular
filtration rate atau kriteria urine output.
Volume urin
Anuria akut atau oliguria berat merupakan indicator yang spesifik untuk gangguan ginjal
akut, yang terjadi sebelum perubahan nilai-nilai biokimia darah. Pada GGA pre-renal,
biasanya hampir disertai oliguria (< 400 ml/hari), kadang-kadang bisa juga tak dijumpai
oliguria. Pada GGA renal dan post-renal pula dapat ditandai baik oleh anuria maupun
poliuria1
6. Pemeriksaan biopsi dan serologi ginjal5
Indikasi yang memerlukan biopsi adalah apabila penyebab GGA tak jelas atau berlangsung
lama, atau terdapat tanda glomerulonefrosis atau nefritis interstitial.
Diagnosis Kerja
Gagal Ginjal Akut
4
Terjadinya gagal ginjal yang dialami penderita secara akut antara lain, mata sembab,
edema tungkai, nyeri pinggang hebat (kolik), kencing sakit, demam, oliguria, kencing merah
atau darah (hematuria), sering kencing.
Gangguan ginjal akut/ GGA (Acute kidney injury/AKI) merupakan istilah pengganti
dari gagal ginjal akut, didefinisikan sebagai penurunan mendadak dari fungsi ginjal (laju
filtrasi glomerulus/LFG) yang bersifat sementara, ditandai dengan peningkatan kadar
kreatinin serum dan hasil metabolisme nitrogen serum lainnya, serta adanya ketidakmampuan
ginjal untuk mengatur homeostasis cairan dan elektrolit. Istilah gangguan ginjal akut
merupakan akibat adanya perubahan paradigma yang dikaitkan dengan klasifikasi dan
ketidakmampuan dalam mengenal gejala dini serta prognosis.
Terdapat beberapa penyebab dari GGA seperti rapidly progressive glomerulonephritis
(RPGN) yang dapat menimbulkan GGA dan dengan cepat berubah menjadi chronic kidney
disease (CKD). Beberapa penyakit ginjal lainnya seperti hemolytic-uremic syndrome (HUS),
Henoch Schonlein Purpura, dan uropati obstruktif berhubungan dengan displasia ginjal
dengan gejala seperti GGA dimana fungsi ginjal masih normal atau sedikit berkurang
fungsinya, tetapi fungsi ginjal dikemudian hari dapat memburuk, dihubungkan dengan
terjadinya CKD dalam beberapa bulan sampai beberapa tahun kemudian.
Diagnosis Banding
Gagal Ginjal Kronik
Penyakit ginjal kronik diakibatkan oleh kerusakan nefron yang progresif dan ireversibel
tanpa memperhatikan penyebabnya. Diagnosis ini secara tidak langsung menyatakan bahwa
LFG (laju filtrasi glomerulus) telah menurun selama, minimal 3 sampai 6 bulan. Penurunan
LFG secara bertahap timbul dalam waktu bertahun-tahun. Pembuktian adanya proses kronik
juga diperlihatkan oleh mengecilnya ginjal secara bilateral pada panduan film, ultrasonografi,
pielografi intravena, atau tomografi. Temuan penyakit ginjal yang bertahan lama lainnya,
seperti osteodistrofi renal atau gejala uremia juga membantu menetapkan sindroma ini.
Kriteria penyakit ginjal kronik adalah sebagai berikut:7
1. Kerusakan ginjal (renal damage) yang terjadi lebih dari 3 bulan, berupa kelainan
struktural atau fungsional, dengan atau tanpa penurunan laju filtrasi glomerulus (LFG),
dengan manifestasi:
- Kelainan patologis
5
- Terdapat tanda kelainan ginjal, termasuk kelainan dalam komposisi darah atau urin,
atau kelainan dalam tes pencitraan (imaging tests)
2. Laju filtrasi glomerulus (LFG) kurang dari 60 ml/menit/1,73m2 selama 3 bulan, dengan
atau tanpa kerusakan ginjal.
Tabel 1. Klasifikasi Penyakit Ginjal Kronik Atas Dasar Derajat Penyakit7
Derajat Penjelasan LFG (ml/menit/1,73m2)
1 Kerusakan ginjal dengan LFG normal atau meningkat ≥ 90
2 Kerusakan ginjal dengan LFG menurun ringan 60 - 89
3 Kerusakan ginjal dengan LFG menurun sedang 30 - 59
4 Kerusakan ginjal dengan LFG menurun berat 15 - 29
5 Gagal ginjal < 15 atau dialisis
Beberapa ketidaknormalan laboratorium sering diterima sebagai indikator kronisitas
penyakit ginjal, seperti anemia, hiperfosfatemia, atau hipokalsemia, tetapi semua ini tidak
spesifik. Sebaliknya ditemukan silinder yang besar pada sedimen urin adalah khas untuk
penyakit ginjal kronik, ukuran diameter lebar dari silinder tersebut menyatakan dilatasi dan
hipertrofi nefron yang masih berfungsi. Kejadian proteinuria adalah sering, tetapi merupakan
temuan yang nonspesifik, seperti hematuria. Bila AKI timbul pada keadaan PGK, komponen
akut tersebut harus dievaluasi seakan-akan belum ada PGK, karena keadaan akut berpotensi
untuk sembuh. Pada hampir semua kasus, penurunan volume cairan ekstraselular merupakan
penyebab kemunduran fungsi ginjal yang akut, tetapi obstruksi saluran kemih, nefrotoksik
yang diinduksi-obat atau eksaserbasi penyakit ginjal yang mendasarinya mungkin juga
berperan disini.
Jejas pada ginjal yang bersifat perlahan-lahan sering tidak reversible dan mengarah pada
penghancuran massa nefron yang sifatnya progresif. Meskipun terapi hipertensi yang berhasil
baik, obstruksi dan infeksi saluran kemih, serta penyakit sistemik, banyak bentuk cedera
ginjal berkembang secara tidak dapat ditawar menjadi penyakit ginjal kronik (PGK).
6
Pengurangan massa ginjal menyebabkan hipertrofi sisa nefron secara struktural dan
fungsional. Hipertrofi “kompensatori” ini akibat hiperfiltrasi adaptif yang diperantarai oleh
penambahan tekanan kapiler dan glomerulus. Akhirnya adaptasi ini ternyata “maladaptif”
mereka cenderung mengalami skelerosis glomerulus, suatu beban fungsional yang meningkat
pada glomerulus yang kurang dipengaruhi, yang pada gilirannya menyebabkan kerusakan
glomerulus.
Glomerulunefritis, dalam beberapa bentuknya, merupakan penyebab paling umum yang
mengawali penyakit ginjal kronik di masa lampau. Kemungkinan disebabkan oleh terapi
glomerulonefritis yang agresif dan disebabkan oleh perubahan praktek program penyakit
ginjal tahap akhir yang diterima oleh pasien, diabetes dan hipertensi adalah penyebab utama
penyakit ginjal kronik. Terlepas dari penyebab, pengaruh kuat terakhir dari pengurangan
yang hebat dalam massa nefron adalah perubahan fungsi hampir tiap sistem organ dalam
tubuh.
Uremia adalah istilah yang umumnya dipakai untuk menyatakan gejala klinis yang
diakibatkan oleh hilangnya fungsi renal yang sangat besar. Meskipun penyebab gejala uremia
masih belum diketahui, sejak semula telah dipakai istilah uremia karena adanya anggapan
bahwa abnormalitas yang diakibatkan retensi urea dan hasil akhir metabolisme lainnya di
dalam darah secara normal diekskresikan ke dalam urin. Namun, istilah uremia
menggambarkan lebih dari kegagalan fungsi ekskretorik ginjal saja. Sejumlah besar fungsi
metabolik dan endokrin yang biasanya bermanfaat bagi ginjal juga terganggu, dan perjalanan
penyakit yang pasti ke gagal jantung sering disertai oleh malnutrisi; metabolisme karbohidrat,
lemak dan protein terganggu. Karena itu, uremia umumnya menunjuk pada kumpulan tanda
dan gejala yang berhubungan dengan penyakit ginjal kronik, tak peduli penyebabnya.
Pada tahap secara dini PGK (yaitu jika laju filtrasi glomerulus (LFG total) berkurang
sampai kurang lebih 35 sampai 50 persen). Fungsi ginjal keseluruhan mencukupi untuk
mempertahankan agar pasien bebas dari gejala, meski cadangan ginjal berkurang. Pada
stadium ini, fungsi biosintesis, ekskretorik dan fungsi regulasi ginjal lainnya biasanya
dipertahankan dengan baik. Pada tahap yang agak lebih lanjut, dalam perjalanan PGK (yaitu
jika LFG kurang lebih 20 sampai 35 persen normal), azotemia terjadi, dan biasanya timbul
manifestasi awal insufisiensi ginjal. Meskipun pasien relatif asimtomatik pada tahap ini,
cadangan ginjal yang cukup berkurang sehingga stress yang mendadak seperti infeksi,
obstruksi saluran kemih, dehidrasi atau pemberian obat yang nefrotoksik dapat menyebabkan
7
tanda dan gejala uremia yang nyata. Dengan kehilangan massa nefron lebih lanjut (LFG di
bawah 20 samapi 25 pesen normal), pasien mengalami gagl ginjal yang jelas. Uremia dapat
dipandang sebagai tahap akhir pada proses yang tidak dapat di tawar ini, atau keseluruhan,
manifestasi PGK yang tidak menguntungkan menjadi terbukti secara klinis.
Penatalaksanaan penyakit ginjal kronik meliputi5 :
a. Terapi spesifik terhadap penyakit dasarnya
b. Pencegahan dan terapi terhadap kondisi komorbid (comorbid condition)
c. Memperlambat perburukan (progression) fungsi ginjal
d. Pencegahan dan terapi terhadap komplikasi
e. Terapi penggantian ginjal berupa dialisis atau transplantasi ginjal
Epidemiologi
Gagal ginjal akut lebih sering terjadi tetapi insidennya tergantung dari defenisi yang
digunakan dan dalam penelitian populasi. Dalam suatu penelitian di Amerika, terdapat 172
kasus gagal ginjal akut berat (konsentrasi serum kreatinin lebih dari 500 mikromol/L) dalam
per juta orang dewasa setiap tahun, dengan 22 kasus per juta yang mendapat dialysis akut.
Gagal ginjal akut lebih sering terjadi pada umur tua. Gagal ginjal akut prerenal dan nekrosis
tubular akut iskemik terjadi bersamaan sekitar 75% pada kasus gagal ginjal akut.
Etiologi
Penyebab gagal ginjal akut secara garis besar dibagi menjadi 3 bagian, yaitu pre-renal
(gagal ginjal sirkulatorik), renal (gagal ginjal intrinsik), dan post-renal (uropati obstruksi
akut). 7
Penyebab gagal ginjal pre-renal adalah hipoperfusi ginjal, ini disebabkan oleh :
Hipovolemia, penyebab hipovolemi misalnya pada perdarahan, luka bakar, diare,
asupan kurang, pemakaian diuretic yang berlebihan. Kurang lebih sekitar 3%
neonatus masuk di ICU akibat gagal ginjal prerenal.
Penurunan curah jantung pada gagal jantung kongestif, infark miokardium,
tamponade jantung, dan emboli paru.
Vasodilatasi perifer terjadi pada syok septik, anafilaksis dan cedera, dan pemberian
obat antihipertensi.
8
Gangguan pada pembuluh darah ginjal, terjadi pada proses pembedahan, penggunaan
obat anastesi, obat penghambat prostaglandin, sindrom hepato-renal, obstruksi
pembuluh darah ginjal, disebabkan karena adanya stenosis arteri ginjal,embolisme,
trombosis, dan vaskulitis.
Pada wanita hamil disebabkan oleh perlengketan plasenta dan perdarahan postpartum
yang biasanya terjadi pada trimester 3.
Penyebab gagal ginjal renal (gagal ginjal intrinsik) disebabkan oleh :
Kelainan pembuluh darah ginjal, terjadi pada hipertensi maligna, emboli kolesterol,
vaskulitis, purpura, trombositopenia trombotik, sindrom uremia hemolitik, krisis
ginjal, dan toksemia kehamilan.
Penyakit pada glomerolus, terjadi pada pascainfeksi akut, glomerulonefritis,
proliferatif difus dan progresif, lupus eritematosus sistemik, endokarditis infektif, dan
vaskulitis.
Nekrosis tubulus akut akibat iskemia, zat nefrotksik (aminoglikosida, sefalosporin,
siklosporin, amfoterisin B, aziklovir, pentamidin, obat kemoterapi, zat warna kontras
radiografik, logam berat, hidrokarbon, anaestetik), rabdomiolisis dengan
mioglobulinuria, hemolisis dengan hemoglobulinuria, hiperkalsemia, protein
mieloma, nefropati rantai ringan,
Penyakit interstisial pada nefritis interstisial alergi (antibiotika, diuretic, allopurinol,
rifampin, fenitoin, simetidin, NSAID), infeksi (stafilokokus, bakteri gram negatif,
leptospirosis, bruselosis, virus, jamur, basil tahan asam) dan penyakit infiltratif
(leukemia, limfoma, sarkoidosis).
Penyebab gagal ginjal post-renal dibagi menjadi dua yaitu terjadinya :
Sumbatan ureter yang terjadi pada fibrosis atau tumor retroperitoneal, striktura
bilateral pascaoperasi atau radiasi, batu ureter bilateral, nekrosis papiler lateral, dan
bola jamur bilateral.
Sumbatan uretra, hipertrofi prostate benigna, kanker prostat, striktura ureter, kanker
kandung kemih, kanker serviks, dan kandung kemih “neurogenik”.
Manifestasi klinis
• Berbaur dg penyakit awal
9
• Pucat
• Oliguria
• Edema
• Hipertensi
• Muntah
• Letargi
• Terlambat: gejala kelebihan cairan
• Fase Oliguria:
• Edema
• Hipertensi
• Gagal Jantung Kongestif
• Edema Paru
• Gangguan metabolik: hiperkalemia, hipokalsemia, hiperfosfatemia &
uremia
• Fase Poliuria:
• Bertahap tp dpt eksesif
• Awal ureum & kreatinin ↑, kmd ↓
• Berlangsung 7 – 14 hari
• Hati-hati: dehidrasi, hipokalemia, & hiponatremia
Patofisiologi
Unit kerja fungsional ginjal disebut sebagai nefron. Setiap nefron terdiri dari kapsula
Bowman yang mengitari kapiler glomerolus, tubulus kontortus proksimal, lengkung Henle,
dan tubulus kontortus distal yang mengosongkan diri ke duktus pengumpul. Dalam keadaan
normal aliran darah ginjal dan laju filtrasi glomerolus relatif konstan yang diatur oleh suatu
mekanisme yang disebut otoregulasi. Dua mekanisme yang berperan dalam autoregulasi ini
adalah :
Reseptor regangan miogenik dalam otot polos vascular arteriol aferen
Timbal balik tubuloglomerular
Selain itu norepinefrin, angiotensin II, dan hormon lain juga dapat mempengaruhi
autoregulasi. Pada gagal ginjal pre-renal yang utama disebabkan oleh hipoperfusi ginjal. Pada
keadaan hipovolemi akan terjadi penurunan tekanan darah, yang akan mengaktivasi
10
baroreseptor kardiovaskular yang selanjutnya mengaktifasi sistim saraf simpatis, sistim
rennin-angiotensin serta merangsang pelepasan vasopressin dan endothelin-I (ET-1), yang
merupakan mekanisme tubuh untuk mempertahankan tekanan darah dan curah jantung serta
perfusi serebral. Pada keadaan ini mekanisme otoregulasi ginjal akan mempertahankan aliran
darah ginjal dan laju filtrasi glomerulus (LFG) dengan vasodilatasi arteriol afferent yang
dipengaruhi oleh reflek miogenik, prostaglandin dan nitric oxide (NO), serta vasokonstriksi
arteriol afferent yang terutama dipengaruhi oleh angiotensin-II dan ET-1. Pada hipoperfusi
ginjal yang berat (tekanan arteri rata-rata < 70 mmHg) serta berlangsung dalam jangka waktu
lama, maka mekanisme otoregulasi tersebut akan terganggu dimana arteriol afferent
mengalami vasokonstriksi, terjadi kontraksi mesangial dan penigkatan reabsorbsi natrium dan
air. Apabila upaya perbaikan hipoperfusi ginjal tidak berhasil maka akan timbul GGA renal
berupa Nekrosis Tubular Akut (NTA) karena iskemik. Ketika perfusi ginjal terganggu, terjadi
relaksasi arteriol aferen pada tonus vaskular untuk menurunkan resistensi vaskular ginjal dan
memelihara aliran darah ginjal. Selama terjadi hipoperfusi ginjal, pembentukan prostaglandin
vasodilator intrarenal, termasuk prostasiklin, memperantarai terjadinya vasodilatasi
mikrovasular ginjal untuk memelihara perfusi ginjal. Pemberian inhibitor siklooksigenase
seperti aspirin atau obat anti inflamasi non steroid dapat menghambat terjadinya mekanisme
kompensasi dan mencetuskan insufisiensi ginjal akut. Ketika tekanan perfusi ginjal rendah,
dengan akibat terjadi stenosis arteri renalis, tekanan intraglomerular berusaha untuk
meningkatkan kecepatan filtrasi, yang diperantarai oleh peningkatan pembentukan
angiotensin II intrarenal sehingga terjadi peningkatan resistensi eferen arteriolar. Pemberian
inhibitor angiotensin-converting enzyme pada kondisi ini dapat menghilangkan tekanan
gradien yang dibutuhkan untuk meningkatkan filtrasi dan mencetuskan terjadinya acute
kidney injury. Keadaan ini disebut prerenal atau gagal ginjal akut fungsional dimana belum
terjadi kerusakan struktural dari ginjal.6
Penanganan terhadap hipoperfusi ini akan memperbaiki homeostasis intrarenal
menjadi normal kembali. Otoregulasi ginjal bisa dipengaruhi oleh berbagai macam obat
seperti ACEI, NSAID terutama pada pasien – pasien berusia di atas 60 tahun dengan kadar
serum kreatinin 2 mg/dL sehingga dapat terjadi GGA pre-renal. Proses ini lebih mudah
terjadi pada kondisi hiponatremi, hipotensi, penggunaan diuretic, sirosis hati dan gagal
jantung. Perlu diingat bahwa pada pasien usia lanjut dapat timbul keadaan – keadaan yang
merupakan resiko GGA pre-renal seperti penyempitan pembuluh darah ginjal (penyakit
renovaskuler), penyakit ginjal polikistik, dan nefrosklerosis intrarenal. Sebuah penelitian
11
terhadap tikus yaitu gagal ginjal ginjal akut prerenal akan terjadi 24 jam setelah ditutupnya
arteri renalis.6
Gagal ginjal post-renal, GGA post-renal merupakan 10% dari keseluruhan GGA.
GGA post-renal disebabkan oleh obstruksi intra-renal dan ekstrarenal. Obstruksi intrarenal
terjadi karena deposisi kristal (urat, oksalat, sulfonamide) dan protein ( mioglobin,
hemoglobin). Obstruksi ekstrarenal dapat terjadi pada pelvis ureter oleh obstruksi intrinsic
(tumor, batu, nekrosis papilla) dan ekstrinsik ( keganasan pada pelvis dan retroperitoneal,
fibrosis) serta pada kandung kemih (batu, tumor, hipertrofi/ keganasan prostate) dan uretra
(striktura). GGA post-renal terjadi bila obstruksi akut terjadi pada uretra, buli – buli dan
ureter bilateral, atau obstruksi pada ureter unilateral dimana ginjal satunya tidak berfungsi.
Pada fase awal dari obstruksi total ureter yang akut terjadi peningkatan aliran darah
ginjal dan peningkatan tekanan pelvis ginjal dimana hal ini disebabkan oleh prostaglandin-
E2. Pada fase ke-2, setelah 1,5-2 jam, terjadi penurunan aliran darah ginjal dibawah normal
akibat pengaruh tromboxane-A2 dan A-II. Tekanan pelvis ginjal tetap meningkat tetapi
setelah 5 jam mulai menetap. Fase ke-3 atau fase kronik, ditandai oleh aliran ginjal yang
makin menurun dan penurunan tekanan pelvis ginjal ke normal dalam beberapa minggu.
Aliran darah ginjal setelah 24 jam adalah 50% dari normal dan setelah 2 minggu tinggal 20%
dari normal. Pada fase ini mulai terjadi pengeluaran mediator inflamasi dan faktorfaktor
pertumbuhan yang menyebabkan fibrosis interstisial ginjal.6
Penatalaksanaan
Tujuan utama dari pengelolaan gagal ginjal akut adalah mencegah terjadinya
kerusakan ginjal, mempertahankan hemostasis, melakukan resusitasi, mencegah komplikasi
metabolik dan infeksi, serta mempertahankan pasien tetap hidup sampai faal ginjalnya
sembuh secara spontan. Penatalaksanaan gagal ginjal meliputi, perbaikan faktor prerenal dan
post renal, evaluasi pengobatan yang telah diberikan pada pasien, mengoptimalkan curah
jantung dan aliran darah ke ginjal, mengevaluasi jumlah urin, mengobati komplikasi akut
pada gagal ginjal, asupan nutrisi yang kuat, atasi infeksi, perawatan menyeluruh yang baik,
memulai terapi dialisis sebelum timbul komplikasi, dan pemberian obat sesuai dengan GFR.
Status volume pasien harus ditentukan dan dioptimalkan dengan pemantauan berat
badan pasien serta asupan dan keluaran cairan setiap hari. Pada pasien dengan kelebihan
12
volume, keseimbangan cairan dapat dipertahankan dengan menggunakan diuretika Furosemid
sampai dengan 400 mg/hari. Dosis obat harus disesuaikan dengan tingkat fungsi ginjal, obat-
obat yang mengandung magnesium (laksatif dan anatasida) harus dihentikan. Antibiotik bisa
diberikan untuk mencegah atau mengobati infeksi. Untuk dukungan gizi yang optimal pada
GGA, penderita dianjurkan menjalani diet kaya karbohidrat serta rendah protein,natrium dan
kalium.7
Terapi khusus gagal ginjal akut
Dialisis diindikasikan pada GGA untuk mengobati gejala uremia, kelebihan volume,
asidemia, hiperkalemia, perikarditis uremia, dan hipoinatremia. Indikasi dilakukannya dialisa
adalah :
Oligouria : produksi urine < 2000 ml dalam 12 jam
Anuria : produksi urine < 50 ml dalam 12 jam
Hiperkalemia : kadar potassium >6,5 mmol/L
Asidemia : pH < 7,0
Azotemia : kadar urea > 30 mmol/L
Ensefalopati uremikum
Neuropati/miopati uremikum
Perikarditis uremikum
Natrium abnormalitas plasma : Konsentrasi > 155 mmol/L atau < 120 mmol/L
Hipertermia
Keracunan obat
Kebutuhan gizi pada gagal ginjal akut :
Energy 20–30 kcal/kgBW/d
Carbohydrates 3–5 (max. 7) g/kgBW/d
Fat 0.8–1.2 (max. 1.5) g/kgBW/d
Protein (essential dan non-essential amino acids)
Gagal ginjal akut post-renal memerlukan tindakan cepat bersama dengan ahli urologi
misalnya tindakan nefrostomi, mengatasi infeksi saluran kemih dan menghilangkan sumbatan
yang dapat disebabkan oleh batu, striktur uretra atau pembesaran prostate.7
Tabel 2. Pengobatan suportif pada gagal ginjal akut
Komplikasi Pengobatan
13
Kelebihan volume intravaskuler
Hiponatremia
Hiperkalemia
Asidosis metabolic
Hiperfosfatemia
Hipokalsemia
Nutrisi
Batasi garam (1-2 g/hari) dan air (< 1L/hari)
Furosemid, ultrafiltrasi atau dialysis
Batasi asupan air (< 1 L/hari), hindari infuse larutan
hipotonik.
Batasi asupan diit K (<40 mmol/hari), hindari
diuretic hemat kalium
Natrium bikarbonat ( upayakan bikarbonat serum >
15 mmol/L, pH >7.2 )
Batasi asupan diit fosfat (<800 mg/hari)
Obat pengikat fosfat (kalsium asetat, kalsium
karbonat)
Kalsium karbonat; kalsium glukonat ( 10-20 ml
larutan 10% )
Batasi asupan protein (0,8-1 g/kgBB/hari) jika tidak
dalam kondisi katabolic
Karbohidrat 100 g/hari
Nutrisi enteral atau parenteral, jika perjalanan klinik
lama atau katabolik
a. Penatalaksanaan medik
Asupan cairan dan pemberian diuretik7
Bila terdapat dehidrasi, haruslah dikoreksi dengan pemberian infus yang adekuat.
Harus dihindari infus larutan hipotonik. Bila terjadi overload, pemberian cairan haruslah
dibatasi sambil diberikan diuretika.
Pemberian diuretik furosemid mencegah reabsorpsi Na+ sehingga mengurangi metabolisme
sel tubulus, selain itu juga di harapkan aliran urin dapat membersihkan endapan, silinder
sehingga menghasilkan obstruksi, selain itu furosemid dapat mengurangi masa oliguri.
Dosis yang di berikan amat bervariasi di mulai dengan dosis konvensional 40 mg intravena,
kemudian apabila tidak ada respons kenaikan bertahap dengan dosis tinggi 200 mg setiap
jam, selanjutnya infus 10-40 mg/jam. Pada tahap lebih lanjut apabila belum ada respons dapat
14
di berikan furosemid dalam albumin yang di berikan secara intravena selama 30 menit
dengan dosis yang sama atau bersama dengan HCT.
Obat antihipertensi7
Pemberian obat penghambat kanal kalsium atau Beta Blocker dimungkinkan ACEI atau
Angiotensin Receptor Blocker (ARB) dimungkinkan untuk mengobati hipertensi dengan
pemberian secara tunggal atau kombinasi. Komplikasi terjadi hiperkalemi pada pemberian
ACEI atau Beta Blocker atau penunrunan fungsi ginjal pada pemberian ACE-Inhibitor harus
menjadi perhatian, Bila terjadi hiperkalemi atau penurunan fungsi ginjal lebih dari 30%,
pemberian obat ini harus dihentikan. Pemberian ARB dapat memperlambat progresifitas dari
nefropati.
Obat untuk Hiperkalemia7
Mula-mula di berikan kalsium intravena (Ca glukonat) 10% sebanyak 10 ml yang dapat
di ulangi sampai terjadi perubahan gelombang T. Belum jelas cara kerjanya, kadar kalium tak
berubah, kerja obat ini pada jantung berfungsi untuk menstabilkan membran. Pengaruh obat
ini hanya sekitar 20-60 menit.
Pemberian infus glukosa dan insulin (50 ml glukosa 50% dengan 10 U insulin kerja cepat)
selama 15 menit dapat menurunkan kalium 1-2mEq/L dalam waktu 30-60 menit. Insulin
bekerja dengan menstimulasi pompa N-K-ATPase pada otot skelet dan jantung, hati dan
lemak, memasukkan kalium kedalam sel. Glukosa di tambahkan guna mencegah
hipoglikemia.
Obat golongan agonis beta seperti salbutamol intravena (0,5mg dalam 15 menit) atau inhalasi
nebuliser (10 atau 20mg) dapat menurunkan 1mEq/L. Obat ini bekerja dengan mengaktivasi
pompa Na-K-ATP-ase. Pemberian sodium bikarbonat walaupun dapat menurunkan kalium
tidak begitu di anjurkan oleh karena menambah jumlah natrium, dapat menimbulkan iritasi,
menurunkan kadar kalsium sehingga dapat memicu kejang. Tetapi bermanfaatapbila ada
asidosis atau hipotensi.
Dialisis (peritoneal/hemo) 7,8
Dialisis bermanfaat untuk koreksi akibat metabolic dari GGA. Terapi dialisis
sebaiknya dimulai sebelum timbulnya komplikasi dan dilakukan pada indikasi tertentu seperti
pada hiperkalemia berat, asidosis, hiperkalemia/ asidosis yang disertai hipernatremia, fluid
overload yang berat dan adanya gejala uremia. Di Inggeris, Amerika Serikat, dan banyak
15
negara-negara lain, dialisis peritoneal lebih banyak dilakukan pada anak-anak. Hemodialisis
adalah suatu teknik untuk memindahkan atau membersihkan solut dengan berat molekul kecil
dari darah secara difusi melalui membran semipermeabel. Hemodialisis membutuhkan akses
sirkulasi, yang paling baik adalah pembuatan fistula A-V pada vasa radial atau brachial dari
lengan yang tidak dominan. Pada dialisis peritoneal, membran peritoneal berfungsi sebagai
membran semi-permeabel untuk melakukan pertukaran dengan solute antara darah dan cairan
dialisat. Untuk memasukkan cairan dialisat kedalam rongga peritoneum perlu dipasang
kateter peritoneal dari Tenckhoff.
Ada 2 cara pelaksanaan dialisis peritoneal, yaitu:
1. Automated Peritoneal Dialysis (APD), dimana dialisis dilakukan malam hari dengan
mesin dialisis peritoneal, sehingga pada siang hari pasien bebas dari dialisis.
2. Continuous Ambulatory Peritoneal Dialysis (CAPD), dialisis berlangsung 24 jam
sehari dengan rata-rata pertukuran cairan dialisat setiap 6 jam sekali.
Non-Medikamentosa8
1. Mengurangi asupan garam
2. Menurunkan berat badan yang berlebih
3. Menurunkan konsumsi alkohol
4. Latihan fisik
5. Berhenti merokok jika merokok
6. Meningkatkan konsumsi buah dan sayuran
Komplikasi8
1. Asidosis metabolik
Akibat katabolisme dan ketidakmampuan ginjal menseksresi ion hidrogen
2. Hiperkalemia
Sering ditemukan akibat kegagalan ekskresi dan peningkatan aktivitas katabolisme dalam
tubuh. Hiperkalemia dapat menyebabkan gangguan irama jantung.
3. Hiperfosfatemia
Terjadi disebabkan oleh penurunan kadar kalsium dalam darah.
4. Gagal jantung kongestif
Gagal jantung kongestif terjadi setelah jantung mengalami kegagalan untuk memompa cairan
yang masuk ke jantung (preload).
16
5. Edema paru
Keadaan ini terjadi akibat ginjal tidak dapat mensekresi urin, garam dalam jumlah yang
cukup. Posisi pasien setengah duduk dapat membolehkan cairan dalam paru didistribusi ke
vaskular sistemik.
Prognosis
Mortalitas akibat GGA bergantung keadaan klinik dan derajat gagal ginjal. Perlu
diperhatikan faktor usia, makin tua makin jelek prognosanya, adanya infeksi yang menyertai,
perdarahan gastrointestinal, penyebab yang berat akan memperburuk prognosa. Penyebab
kematian tersering adalah infeksi (30-50%), perdarahan terutama saluran cerna (10-20%),
jantung (10-20%), gagal nafas (15%), dan gagal multiorgan dengan kombinasi hipotensi,
septikemia, dan sebagainya. Pasien dengan GGA yang menjalani dialysis angka kematiannya
sebesar 50-60%, karena itu pencegahan, diagnosis dini, dan terapi dini perlu ditekankan.
Kesimpulan
Gangguan ginjal akut menyebabkan penurunan secara mendadak pada faal ginjal
dalam waktu 48 jam, sehingga dapat menimbulkan gejala seperti pengurangan produksi urin,
hipertensi, udema dan lain-lain. Usaha pencegahan dan penanggulangan yang baik dapat
menghindari atau mencegah penyakit ini dari menjadi semakin kronis.
Daftar Pustaka
1. Santoso, Mardi, DR.,dr., DTM&H.,SpPD., KEMD, Pemeriksaan Fisik Diagnosis, Bidang
Penerbitan Yayasan Diabetes Indonesia, Jakarta, 2004.h. 2-39.
2. O’Callaghan, Chris A., At a Glance Sistem Ginjal Edisi kedua, Penerbit Erlangga, Jakarta,
2009. h. 19
3. Delp & manning, Major Diagnosis Fisik, , Dalam : Adji Dharma editor, Pemeriksaan Fisik
Gangguan Ginjal Akut. Edisi 9 Cetakan VI, 2002 Penerbit Buku Kedokteran (EGC),
Jakarta ; h440
4. Sjahriar Rasad, Radiologi Diagnostik, Dalam : Iwan Ekayuda editor, Pencitraan Traktus
Urinarius. Edisi ke-2 Cetakan 3 2008, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta
; h283-89.
17
5. Joyce LeFever Kee. Pedoman Pemeriksaan Laboratorium dan Diagnostik. Dalam: Kapoh
PR, editor. Urinalisis (urin). Edisi ke 6. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC;
2008.h451-6.
6. Price, Sylvia A., Lorraine M. Wilson, Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit,
Volume 2, Edisi 6, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta, 2006. h. 865, 1320.
7. Aru W. Sudowo et all, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam (PAPDI), Dalam : H.M.S.
Markom, Gangguan Ginjal Akut Edisi 5 Jilid 2 Cetakan I November 2009, Jakarta :
Interna Publishing; h1041- 49.
8. Nafrialdi Buku Farmakologi dan Terapi, Penatalaksanaan Medikamentosa Gangguan
Ginjal Akut Edisi 5, Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia 2007. H389-409
18