Upload
vuongnhan
View
221
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
Team project ©2017 Dony Pratidana S. Hum | Bima Agus Setyawan S. IIP
Hak cipta dan penggunaan kembali:
Lisensi ini mengizinkan setiap orang untuk menggubah, memperbaiki, dan membuat ciptaan turunan bukan untuk kepentingan komersial, selama anda mencantumkan nama penulis dan melisensikan ciptaan turunan dengan syarat yang serupa dengan ciptaan asli.
Copyright and reuse:
This license lets you remix, tweak, and build upon work non-commercially, as long as you credit the origin creator and license it on your new creations under the identical terms.
LAMPIRAN
Strategi Manajemen..., Intan Aplia, FIKOM UMN, 2015
Pedoman wawancara
1. Data-data personal (nama, umur, suku)
2. Sudah berapa lama berpacaran dan berapa lama menikah?
3. Bagaimana awal bertemu dengan pasangan?
4. Perbedaan yang dirasakan dalam hubungan sebelum dan sesudah menikah?
5. Seberapa penting komunikasi dalam keluarga?
6. Bagaimana pola komunikasi yang terbentuk dalam keluarga? (Misal, apa
salah satu mendominasi, komunikasi terhadap anak terbuka atau tertutup)
7. Apa ada perbedaan gaya bicara pasangan saat dalam kondisi private dan saat
di tempat umum?
8. Ketika sedang mengobrol, siapa yang lebih banyak bicara dan siapa yang
lebih banyak mendengarkan?
9. Pernahkah memotong atau menyela pembicaraan pasangan?
10. Suka saling mengejek? Seperti merendahkan pasangan, menyindir
kekurangan
11. Konflik apa saja yang pernah timbul dalam hubungan?
12. Konflik yang paling besar dalam hubungan?
13. Bagaimana menyelesaikannya?
14. Dalam menyelesaikan konflik, lebih cenderung non-verbal atau verbal?
15. Dalam menghadapi konflik, biasanya menggunakan strategi win-win atau
win-lose?
16. Bagaimana hubungan setelah terjadi konflik?
17. Biasanya apa yang menyebabkan timbulnya konflik? (Misal, perbedaan
pendapat, kebohongan, masalah anak)
18. Bagaimana cara masing-masing dalam menghadapi konflik?
19. Bagaimana Anda melihat sikap pasangan saat menghadapi konflik?
20. Biasanya, siapa yang lebih cenderung mengalah dalam konflik?
21. Apakah pernah menghindari konflik?
22. Pernah menangis atau berteriak untuk memenangkan argumentasi?
23. Pernah memaksakan posisi? (Fisik, ancaman)
24. Dalam masalah, apa pernah saling menyalahkan satu sama lain?
25. Apakah menunjukan kontak fisik/gestur saat berkomunikasi atau saat terjadi
konflik? (memeluk, merangkul, menepuk pundak, dst)
26. Bagaimana karakter pasangan?
27. Apakah memberi kepercayaan penuh pada pasangan?
28. Menurut Anda, bagaimana solusi penyelesaian konflik yang terbaik?
Strategi Manajemen..., Intan Aplia, FIKOM UMN, 2015
TRANSKRIP I
Nama : Vida Dadi
Pekerjaan : Dosen
Umur : 46 tahun
Lama menikah : 17 tahun
Anak : 1 putra usia 16 tahun
T: Oom dan tante sudah berapa lama pacaran dan menikahnya?
J: Nikah dari tahun 97, lebih kurang 17 tahun nikahnya
T: Nikahnya tanggal berapa tuh oom?
J: Wah lupa... berapa ya... (tertawa) bulan November sih yang jelasnya
T: (tertawa) masa lupa oom?
J: Sebentar... November 97... Tanggal 15!
T: Kalau cerita awalnya ketemu sama tante gimana oom?
J: Nah, agak sedikit panjang nih ceritanya. Oom kan waktu itu main pas habis lulus
(kuliah), oom punya teman, sohib laki-laki. Sahabat laki-laki oom ini temannya tante
Aan, satu fakultas di UNPAD jurusan fisip, antropologi.
Nah, oom main tuh berdua, teman oom ini bilang, “Vid, kita ke rumah teman saya yuk”
Oom nanya, “Laki-laki atau perempuan?” Perempuan katanya, nah boleh kalau
perempuan mah! (tertawa)
Terus ke rumah temannya dia yang ternyata rumahnya tante Aan, kenalan di situ. Ya
sudah deh kenal.
T: Pas kenalan itu, oom sendiri langsung tertarik sama tante?
J: Nggak juga ya waktu itu (tertawa). Belum.
T: Jarak antara kenalan dan mulai PDKT-nya berapa lama tuh oom?
J: Lupa ya...
T: Yang PDKT siapa duluan?
J: Oom duluan
T: Ngapain tuh oom? Nelpon atau apa?
J: Nelpon ke rumahnya, setelah seminggu setelah ke rumahnya lah kira-kira
T: Trus apa yang bikin tertarik sama tante?
J: Apa ya... lupa oom... Ya, oom mau cari istri saja.
T: Oh memang sudah niatnya itu ya oom. Tapi itu benar-benar baru lulus kuliah ya?
Belum kerja
J: Iya, baru lulus kuliah. Belum kerja tuh oom, masih menganggur. Diprotes kan sama
ibu oom, „Belum punya kerja sudah pacaran,” gitu katanya (tertawa). Oom mah cuek
saja, kan masih pacaran dan oom kan lagi nyari kerja, nggak langsung nikah.
T: Setelah itu jadian jarak berapa tuh kira-kira? Sebulan? Dua bulan?
J: Ada lah tiga minggu, karena oom langsung nembak. Langsung oom tanyain, tapi
nanyanya nggak “Eh, kamu mau jadi pacar saya nggak?”
Strategi Manajemen..., Intan Aplia, FIKOM UMN, 2015
Nggak gitu, nanyanya begini, “Malam minggu ada yang ke sini nggak?” Masih ingat
banget nih kalau ini. “Ada,” katanya. Oom nanya lagi, “Saya ke sini malam minggu
boleh nggak?”. “Boleh,” katanya. Oom tanya, “Nomor berapa nanti antriannya?”.
“Nomor satu,” katanya (tertawa).
Waktu itu di rumahnya tuh. Kalau nggak salah hari Rabu, bukan malam minggu karena
oom pikir kalau malam minggu psikologisnya beda deh. Feel-nya beda, kalau kata anak
sekarang. Oom naik motor ke sana, sempat nggak jadi mau balik lagi, akhirnya tapi
pergi juga.
T: Jadiannya jadi di malam minggu itu?
J: Iya, oom datang lagi hari Sabtu. Oom nanya, “Gimana? Sudah dipikirin belum?
Pikir-pikir dulu deh, nggak usah dijawab sekarang.” Eh, tante Aan-nya bilang begini,
“Ya sudah deh nggak usah mikir-mikir.” Begitu... Jadi yang senang sebenarnya tante
Aan (tertawa).
T: Berarti sudah jadian deh ya oom. Berapa tahun tuh?
J: Empat tahun, ada tunangan dulu tuh, baru nikah.
T: Tadi dari cerita tante sempat pacaran jarak jauh ya?
J: Iya, ada tuh.
T: Di seluruh masa pacaran atau sebagian?
J: Sebagian. Tahun 94 kan oom kerja di Bekasi. Tiap Jumat oom pulang ke Bandung,
Jumat malam. Balik lagi Minggu sore atau Senin pagi. Tiga tahun LDR-an (long
distance relationship).
T: Baru pas habis nikah langsung ke sini?
J: Iya, langsung itu. Nikah, terus ke Jakarta.
T: Selama LDR ada masalah nggak oom?
J: Ada lah, sempat mau putus juga. Tapi dia-nya nggak mau. Tapi seinget oom bisa
dihitung dengan jari masalah-masalahnya. Satu dua lah. Itu juga bukan masalah pribadi
oom dan tante, tapi dari keluarga.
Dari keluarga oom bebas, karena mereka mengganggap kan yang cari istri oom sendiri.
Dari keluarga tante mungkin melihat oom gimana, duit kan belum punya, mau jadi apa.
Tapi oom cuek saja.
T: Ada perbedaan nggak sih oom sebelum nikah dan ketika masa pacaran?
J: Iya, ada.
T: Apa tuh oom contohnya?
J: Dari kebiasaan. Tapi kayaknya oom lempeng-lempeng saja, itu sudah resiko ya. Oom
nggak ambil pusing sama perbedaannya, itu sudah resiko oom memperistri dia.
T: Tapi ada ya oom?
J: Ada, kalau pacaran lebih tertutup, lebih jaim (jaga image). „Saya harus baik di
depannya.” Gitu kan. Setelah nikah, bisa protes kan, baru deh keluar.
T: Tapi itu saja ya oom? Nggak ada yang bikin ilfeel (hilang feeling)?
J: Nggak ada, ya sudah biarin saja. Tapi mungkin tante yang ngelihat oom beda ya.
T: Kenapa tuh oom?
J: Ya, soalnya oom kan easygoing orangnya. Tapi beda ya cuek dengan nggak peduli.
Strategi Manajemen..., Intan Aplia, FIKOM UMN, 2015
Kalau tante kan segala dipikirin, kalau oom kan ya sudah. Kita tetap usaha, tapi kan
kita hidup sudah ada yang mengatur juga. Kalau menurut oom nih ya, selama kita
hidup di dunia ini nggak ada tuh yang namanya coincidence, kebetulan tuh nggak ada.
T: Iya setuju oom. Nah, menurut oom sendiri, seberapa penting sih komunikasi dalam
keluarga?
J: Wah penting banget.
T: Bisa diceritakan oom?
J: Kalau oom nih ya, selama menikah tetap di sini oom yang bertanggungjawab,
terutama kalau ada masalah yang memerlukan usaha lebih. Tapi untuk pendapat, opini,
komunikasi semuanya dua arah. Anak bisa mengkritik oom, tante juga bisa mengkritik
oom. Oom selalu bilang sama anak, “Papa belum tentu benar.” Jadi di sini, kita bisa
saling mengkritik, bisa protes, bisa mengambil keputusan. Komunikasi di sini
partisipatif
T: Berarti terbuka juga ya oom? Nggak ada yang ditutup-tutupi?
J: Terbuka semuanya, masalah keuangan, keluarga, semuanya tahu. Anak juga tahu.
T: Berarti pola komunikasi dalam keluarga sendiri gimana oom? Ada nggak yang
mendominasi?
J: Nggak ada. Oom di sini hanya mengarahkan saja, memonitor, tapi begitu ada yang
krusial dan kritis baru oom ikut campur. Tante biasanya dominasi masalah keluarga,
yang domestik-domestik. Misalnya mau jalan-jalan juga tante yang biasanya dominasi.
Tapi itu masih wajar sih menurut oom.
T: Berarti nggak ada yang mendominasi sampai satu pihak kalah ya?
J: Nggak ada sih ya. Oom paling ikut campur masalah pendidikan. Kadang juga anak
mau nginep di rumah temannya, pasti bilang dulu sama oom. Asal dia bilang jelas mau
kemana, pasti oom bolehin. Oom juga bilang, boleh ngerokok, minum minuman keras
dan narkoba jangan. Itu beda tuh sama tante. Kalau Irsyad mau ngerorok mah biarin,
sama tante nggak boleh. Beda kan sama tante, dan itu wajar. Tapi ternyata Irsyad
ngambil keputusan sediri, nggak melakukan tuh dia.
T: Tapi kalau misalkan Irsyad mengambil keputusan untuk merokok, kan jadi masalah
baru tuh oom? Karena tante nggak setuju.
J: Benar benar, itu sih karena faktor kebetulan. Oom memang membebaskan, tapi oom
kasih tahu, „Papa mah sudah terlanjur merokok, kamu tahu kalau paru-paru dan jantung
bisa jebol kalau ngerokok.‟ Oom kasih tau resikonya, jadi dia mengambil keputusan
sendiri.
Kalau situasinya akan menggangu stabilitas rumah, oom pasti akan ikut campur. Tapi
tetap partisipatif. Kadang oom ngalah juga kalau itu masih masuk akal.
T: Berarti komunikasi ke anak juga terbuka ya oom? Nggak ada yang ditutup-tutupi?
Ada nggak yang misalnya oom dan tante punya masalah yang Irsyad nggak boleh tahu?
J: Nggak ada yah... Paling keuangan. Tapi dia tahu juga sih, walaupun nggak tahu
semua. Karena nanti dia keenakan, minta minta uang. Ada satu titik yang anak nggak
usah dikasih tahu lah, orangtua kan punya rencana lain, uang ini untuk sekolahnya, si
anak nggak mikir, nanti minta beli ini itu.
T: Kalau masalah konflik sendiri nih oom, konflik yang pernah ada di keluarga apa
oom?
Strategi Manajemen..., Intan Aplia, FIKOM UMN, 2015
J: Sepengalaman oom sih selama nikah sama tante, masalah pergi-pergi. Tante pingin
pergi, oom nggak bisa. Itu tuh masalah tuh, jadi ramai biasanya. Tapi biasanya cuma
sehari selesai.
T: Jadi ramai tuh maksudnya gimana oom?
J: Bisa cemberut tuh tante. Kalau tante kan diam orangnya.
Contohnya kemarin kan sempat mau ke Tasik, oom nggak tahu tuh kalau ternyata hari
itu libur karena di jadwal masih ada ngajar tuh hari Sabtu. Oom telpon kampus,
sebelum telpon, oom bilang ke tante kalau ada ngajar. Langsung deh konflik, marah si
tante. „Nggak jadi dong ke Tasik?‟
Nah oom kan bilang, nanti dulu, kan belum bilang nggak jadi. Dicek dulu ke kampus.
Agak sulit tuh tante kalau gitu, karena tante gesit orangnya, maunya cepat. Oom akuin
bagus itu tuh. Oom kan santai, kelemahan oom juga tuh.
T: Pernah jadi masalah juga tuh? Oom-nya santai-santai, tante maunya cepat?
J: Ya itu, kalau ada acara. Kan jadwal ngajar tuh schedule-nya tergantung kampus,
sekarang ini kebetulan kampus ngikutin jadwal oom. Berarti kan oom harus komitmen
sama kampus, kalau ada jadwal oom harus datang kecuali ada yang sakit, ada yang
meninggal misalnya.
Nah, kadang tante ada acara apa, oomnya nggak bisa, pinginnya ditemenin. Oom
kadang nggak bisa, kadang capek juga. Oom kan tiap hari ngajarnya, Senin sampai
Minggu full. Tapi Sabtu Minggu cuma satu tempat dan paling satu kelas saja sampai
siang.
T: Itu sering tapi oom?
J: Sering juga sih itu
T: Itu kan sudah beberapa kali oom, pernah nggak tante sampai kesal sekali dan
mengutarakan kekesalannya?
J: Pernah pernah, bilang kok sampai nangis juga pernah. Si Irsyad juga tahu, dia juga
ikut mikir. Irsyad juga susah. Oom dan Irsyad berpikiran kalau kita kan nggak harus
selalu pergi bersama, bertiga kemana-kemana.
T: Mungkin karena tante di rumah juga kali oom? Oom kan kerja, jadi mau sekali-kali
main
J: Betul, itu juga omongannya si Irsyad tuh. Itu juga biasanya sehari tapi langsung
sembuh karena diomongin
T: Pernah ada konflik yang nggak diomongin nggak oom? Padahal sedang ada masalah
tapi dihindari, pura-pura nggak tahu
J: Seinget oom nggak ada. Setau oom kalau suami istri kan penyebab timbulnya
masalah cuma tiga, keuangan, seks, dan pihak ketiga. Pihak ketiga terserah nih, bisa
mertua, bisa pria idaman lain, wanita idaman lain.
T: Di ketiga itu pernah ada masalah?
J: Di seks nggak ada, pihak ketiga nggak ada juga, paling dari keluarga. Keluarga oom
kan sedikit, keluarganya tante kan banyak. Tapi oom kan cuek saja. Paling keuangan.
Itu juga biasanya bisa diselesaikan. Kadang nggak punya uang.
T: Sempat ada konflik yang sangat besar yang bikin sampai ribut gitu oom?
J: Nggak ada. Ya itu, karena menurut oom itu risiko. Saya sudah milih dia jadi istri,
baik buruk itu risiko. Sudah nerima.
Strategi Manajemen..., Intan Aplia, FIKOM UMN, 2015
T: Berarti masalahnya yang ada di oom dan tante itu keuangan dan liburan ya?
J: Iya itu saja. Yang paling sering masalah jadwal.
T: Pernah ada menyembunyikan sesuatu nggak dari tante?
J: Apa ya... (tertawa) paling ini, oom kan ada pacar juga sebelum tante, oom kasih tahu
tuh di facebook. Tapi ya oom nggak pernah kontak-kontakan.
T: Berarti nggak ada ya oom, yang oom sengaja menyembunyikan sesuatu dari tante?
J: Paling untuk keamanan ada. Misalnya jadwal ngajar, besok ada nih. Tapi oom bilang
nggak ada. Tapi ujungnya tante tetap tahu juga karena tadi kampus nelpon (tertawa)
Secara umum nggak ada ya, paling uang ya. Oom punya uang nih di dompet, oom
anggap itu nggak terlalu penting karena tante kan sudah pegang uang, jadi oom pakai
uang itu buat bensin biasanya. Tapi tante nggak masalah sih kalau ketahuan. Karena
kan oom selalu kasih uang kan tiap bulan.
Yang paling sering kalo ada masalah ya itu tan, jadwal.
T: Masalah anak juga nggak ada oom? Misal, oom maunya Irsyad begini, tapi tante
maunya beda.
J: Oh, nggak pernah karena semua keputusannya ada di Irsyad. Oom dan tante nggak
pernah memaksakan. Oom pokoknya monitoring, ngasih masukan, ngambil keputusan
bisa bareng-bareng. Suka diprotes juga oom sama si Irsyad. (tertawa)
T: Untuk menyelesaikan konflik, oom sendiri lebih cenderung ngomong atau lebih
diam?
J: Biasanya dipendam dulu, besokannya ngomong. Jarak sehari lah. Jadi kalau
pasangan sudah nggak emosi, oom baru bercandain, ngomong deh.
T: Biasanya siapa yang mulai ngomong duluan?
J: Seringnya oom sih, karena kan oom pikir kalo laki-laki harus lebih gentle lah, orang
istri sendiri.
T: Kalau hubungan setelah konflik gimana oom? Ada diam-diaman?
J: Sehari dua hari ada, nggak sampai tiga hari
T: Tapi nggak sampai melukai hubungan?
J: Oh nggak, contohnya kalau lagi ngambek nih ya sudah nggak tegur-teguran tapi hari-
hari tetap berjalan seperti biasa. Itu juga paling sehari dua hari.
T: Cara masing-masing menghadapi konflik gimana oom?
J: Oom sih santai ya, konflik kan normal kalau di rumah tangga. Kan dua pikiran yang
berbeda-beda ya, jenis kelamin saja beda, latar belakang keluarga beda. Pendidikan
sama, tapi pendidikan mah nggak signifikan.
Latar belakang keluarga kan beda, keluarganya tante tuh bonding-nya kuat, jadi suka
kumpul-kumpul. Keluarga oom kan nggak kayak gitu. Tapi itu kan satu perbedaan
yang harus dihargai, oom sih kalau menghadapi yang kayak gitu mah cuek saja.
Kalau lagi ngekos saja suka ribut kan sama teman kosan, apalagi ini satu rumah. Dua
otak yang berbeda, sudah ada ikatan secara agama dan negara. Dengan latar belakang
keluarga dan adat istiadat yang berbeda.
T: Berarti budaya nggak pengaruh ya oom? Oom sama tante kan sama-sama Sunda,
Strategi Manajemen..., Intan Aplia, FIKOM UMN, 2015
tapi tetap ada masalah ya oom?
J: Jadi kalau Sunda sama Sunda, sama gitu budayanya nggak ada masalah? Ah, bullshit
itu mah. Kecuali oom nikah sama Batak, nah itu kan beda banget. Sunda dan Sunda
juga banyak yang cerai kok.
T: Kalau yang cenderung mengalah di konflik siapa oom?
J: Seringnya oom sih. Oom kadang jaim juga, kalau salahnya salah dia mah enak saja
ngalah (tertawa). Tapi oom sih balik lagi ya, itu kan pasangan kita, istri kita, sudah
nikah. Diam saja sehari dua hari, nanti tegur-teguran lagi.
Tante Aan juga banyak ngalah sih, kalau mau fair sih 50-50 lah. Ada saatnya oom yang
ngalah, ada saatnya tante yang ngalah. Beda case beda yang ngalah.
T: Berarti nggak pernah nggak menyelesaikan masalah ya oom? Nggak ada masalah
yang dibiarkan mengambang?
J: Kalau bisa diselesaikan, tapi itu memang bagian yang sulit. Sebenarnya bagian yang
sulitnya itu gengsi. Siapa yang mau mulai duluan untuk minta maaf.
T: Oom sendiri ngasih kepercayaan penuh ke tante?
J: Kasih pasti karena pusing sendiri kalau nggak ngasih kepercayaan penuh. Penuh
kecurigaan nanti. Kecuali terbukti misalnya oom lihat dengan mata kepala sendiri tante
jalan sama cowok lain, nanti oom cek, oom tanya untuk verifikasi. Harus dengan mata
kepala sendiri dan dibuktikan.
T: Kalau menurut oom sendiri, bagaimana sih cara menyelesaikan konflik di rumah
tangga yang paling baik?
J: Kalau menurut oom, pertama, harus menjalin komunikasi dua arah, jangan searah.
Terus tanya kepada seluruh anggota keluarga maunya apa sih. Itu harus jelas
dinyatakan. Sender dan receivernya harus ada, jangan sender saja, nanti receivernya
nggak ngerti. Kedua, toleransi. Saling menghargai. Ketiga, sebisanya problem
solvingnya itu win-win solution, jangan win-lose, lose-win, atau lose-lose. Harus ada
diplomasi dan negosiasi sampai ada mutual agreement, jadi ujungnya win-win solution.
Keempat, menurut oom nih ya, humor tetap harus ada untuk mencairkan suasana.
Terakhir, jangan menggunakan emosi, harus sabar.
Strategi Manajemen..., Intan Aplia, FIKOM UMN, 2015
TRANSKRIP II
Nama : Aan Haerani
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Umur : 44 tahun
Lama menikah : 17 tahun
Anak : 1 putra usia 16 tahun
T: Oom dan tante sudah berapa lama berpacaran?
J: Pacarannya empat tahun, jadi dua tahun pacaran, terus dua tahun tunangan. Baru deh
dua tahun kemudian nikah.
T: Trus kalau nikahnya, sudah berapa lama sampai sekarang?
J: Hmm... berarti 17 tahun. 1997 nikahnya.
T: Tanggal berapa tuh tante?
J: 15 November 97. Setahun setelah menikah, anak tante lahir. 18 November.
T: Wah, pas banget tante, 3 hari setelah ulang tahun pernikahan.
J: Iya makanya, dia mah bener hadiah ulang tahun pernikahan
T: Nggak dipas-in tuh tante lahirnya? Banyak kan yang suka ngepasin kelahiran anak,
jadi biar pas tanggal 15-nya.
J: Ah nggak, itu aja dia udah kelamaan di perut, harusnya tanggal 2 udah keluar.
T: Wah, lama juga ya, sekitar dua minggu.
J: Iya, kata dokternya „Nih, Bu, kalau tanggal 20 belum keluar, Ibu terpaksa harus
operasi‟
T: Untung keluar ya tante, beda dua hari dari tanggal 20-nya
J: Iya, kan tanggal 18 tuh, besoknya neneknya ulang tahun. Jadi hadiah ulang tahun
untuk neneknya juga.
T: Berarti cepet ya tante punya anaknya, nggak nunggu terlalu lama juga.
J: Iya, nggak ada nunggu-nunggu
T: Trus, kalo pertama kenal dan ketemunya sama oom gimana tuh tante?
J: Dia ke rumah, dikenalin sama teman kuliah tante. Temen kuliah tante tuh teman
SMA-nya oom. Jadi main ke rumah, dikenalin...
T: Berarti si teman itu memang sengaja mau ngenalin tante sama oom?
J: Awalnya sih mungkin ya, soalnya dia bilang ada perlu ke daerah rumah tante, trus
dia mampir, bawa si oom
T: Ohh gitu... kalau dari jarak kenalan sampai pacarannya lama nggak tuh tante?
J: Dari di kenalin sampai jadian gitu ya? Dari sejak itu kan si oom nelpon-nelpon tuh
ya, nggak lama juga sih... Dua bulan deh kira-kira. Pokoknya April deh tuh jadiannya.
T: Pas pertama kali ketemu sama oom, langsung tertarik atau gara-gara si oom yang
mulai duluan jadi boleh juga nih dicoba
J: Oh nggak, nggak langsung tertarik, biasa saja. Ngobrol saja gitu biasa, tapi lama-
lama nelpon terus kan. Apaan sih, gitu (tertawa)
T: Oom yang nelpon duluan?
Strategi Manajemen..., Intan Aplia, FIKOM UMN, 2015
J: Iya, nelponnya lamaaaaaaa... terus ke rumah deh. Dia mancing-mancing tuh
ngomongnya, “Kalau malam minggu, ada yang datang nggak?” Iihh... jijay ih!
(tertawa)
T: Sudah kode-kode gitu ya?
J: Iya, terus tante bilang “Ada”, dia tanya lagi, “Saya (antrian) yang keberapa?”
“Yang ketujuh,” kata tante, trus dia bilang, “Oh ya sudah, nggak apa-apa deh”
Waktu itu juga (oom) belum kerja, masih ngelamar-lamar.
T: Tapi pas ketemu itu sudah selesai kuliah ya berarti?
J: Sudah, sudah selesai. Tapi belum kerja. Tante sempet nganter-nganter dia ngelamar.
Ke kantor pos, dulu kan lewat pos kalau ngelamar. Jadi tante tahu, track record-nya dia
kerja dari awal. Ada panggilan ini, panggilan itu. Nggak lama setelah lulus kok itu, dan
tante baru sadar dia memang plot-nya begitu. Sehabis lulus kuliah dia memang
langsung cari pacar. Kayaknya ketika dia sudah lulus, dia baru deh hunting pacar. Jadi
sambil PDKT, dia sambil nyari kerja, gitu. Tante baru ngeh-nya sekarang kalau
memang dia plot-nya begitu.
T: Mungkin maunya kalau sudah dapat kerja biar bisa langsung nikah ya?
J: Mungkin juga, bisa jadi
T: Oom keterima kerja ada jarak sama nikah? Satu tahun gitu?
J: Ada, ada jarak lama.
T: Kerjaan pertamanya di Jakarta?
J: Iya di Pondok Gede. Itu tahun 94.
T: Berarti sempat LDR ya?
J: Oh iya, itu empat tahun LDR. Si oom dapet (kerja) di sini, ngekos kan. Dia pulang
Jumat malam, ngapel tiap Sabtu.
T: Tiap weekend berarti pulang ya ke Bandung?
J: Hampir tiap weekend dia pulang. Malem minggu datang ke rumah. Tapi ya karena
dia capek, jadi kalau lagi ngapel dia malah tidur. Trus pulang. Pokoknya ketemu.
Minggu tante ke rumahnya untuk nganter dia ke terminal. Dulu kan belum ada travel,
jadi dia naik bus untuk ke Jakarta. Dari situ tante pulang sendiri. Gitu terus empat
tahun, terus kan sempat resign, tapi nggak lama. Sempat balik ke Bandung, tapi ya
seringnya LDR. Telpon, surat.
T: Tapi dengan LDR gitu, komunikasi nggak ada masalah?
J: Nggak sih, lancar saja. Cerita saja biasa, surat-suratan gitu. Tante juga suka nelpon
ke kantor. Dulu belum ada handphone. Jadi orang kantornya juga tahu kalau tante
pacarnya, jadi pada suka ngegodain kalau tante telpon (tertawa). Nikah kan 97 tuh,
tinggal di Depok. Trus hamil, si oom sudah kerja di Bank Jepang. Tante 8 bulan ke
Bandung, ngelahirin di sana. Setelah dua bulan, balik lagi ke sini dari 98.
T: Kalau pas nikah dan masa pacaran ada perbedaannya nggak tuh tante? Misal sifat
om atau tante sendiri?
Strategi Manajemen..., Intan Aplia, FIKOM UMN, 2015
J: Oh, ada lah
T: Gimana tuh tante?
J: Kalau masa pacaran ada sih pikiran untuk nikah, tapi ya sudah nikmatin saja, apa lagi
jauhan kan jaraknya. Kepikir sih nikah, tapi punya anak belum tuh. Ya, perbedaannya
cenderung ke tanggungjawab sih. Kalau belum nikah kan kita belum ada tangungjawab
sebagai suami, sebagai istri. Setelah nikah, sudah jelas kan tuh, istri dan suami. Kalau
si oom sih jadi lebih... kalau masih bujang cuek sih, sekarang juga masih ada sih
cueknya. Kalau sekarang dia sudah ada tanggungjawabnya kalau dia sudah punya istri.
Waktu itu saja milih tinggal di Depok biar tante safe katanya, karena di lingkungan
mahasiswa, begitu pertimbangannya. Jadi kan sudah timbul kan tuh tanggung
jawabnya. Sudah memikirkan supaya istrinya kalau dia kerja ada di lingkungan yang
baik, yang aman, nggak ada kriminal. Tante lihat itu sih perbedaanya. Itu masih sebatas
suami, belum ada anak.
T: Biasanya kan ya kalau lagi pacaran, yang terlihat dari pasangan yang baik-baiknya
saja, pas nikah baru tuh keluar aslinya. Kalau kayak gitunya ada nggak?
J: Ada sih ya
T: Apa tuh?
J: Tapi ada juga sih yang jelek-jeleknya. Sudah keliatan tuh dia moody orangnya,
makin ke sini ya makin jelaaasss (tertawa)
T: Berarti oom nggak berusaha menutupi diri ya?
J: Nggak terlalu sih, dia nggak jaim. Jadi tante juga sudah siap (tertawa)
T: Kalau untuk komunikasi sendiri, seberapa penting sih komunikasi dalam keluarga
tante dan oom?
J: Wahhh... penting banget itu. Istilahnya kalau di rumah ini ada hitam, merah, kuning,
hijau, itu harus ada jalur komunikasi itu. Walaupun cuma pakai post-it ditempel.
Contoh kecil bentuk komunikasi di sini, tante bikin sayur dua macam. Bayam dan
sayur asem. Tante pasang post-it di pancinya, „Sayur bayam, sayur asem‟. Misal, tante
lagi masak di magic jar, tante tulis „Belum matang‟. (tertawa) Soalnya sering nggak
lihat-lihat, buka saja terus dimakan.
Penting banget pokoknya menurut tante, tidak hanya untuk menyampaikan sesuatu,
tapi juga untuk dia sekedar ngeh aja. Tante kan pengirim, berarti pesan tante sampai ke
penerima. Itu yang hal sederhana. Misalnya ada sesuatu, ada masalah, ada apa pun.
Penting banget itu.
T: Pernah nggak misalnya ada sesuatu yang ditutup-tutupin?
Strategi Manajemen..., Intan Aplia, FIKOM UMN, 2015
J: Sejauh ini sih nggak ya
T: Berarti terbuka ya, semuanya apa lagi kalau ada masalah pasti cerita
J: Iya, pasti cerita, pasti diomongin
T: Untuk pola komunikasinya sendiri gimana? Ada nggak sih satu yang lebih
mendominasi?
J: Nggak sih ya
T: Atau mungkin dalam bidang yang berbeda, misal bidang ini tante yang dominan,
bidang ini oom yang dominan
J: Ini mungkin karena peran ya, tante kan di rumah, jadi kalau urusan domestik ya tante
yang lebih tahu. Kalau urusan luar yang umum, si oom. Jadi levelnya sama sih
T: Kalau komunikasi ke anak gimana? Terbuka atau tertutup? Misal ada sesuatu yang
anak nggak boleh tahu, yang boleh tahu orang tua saja
J: Sesuai usia sih, kita ada takaran, kalau usia segini jangan dulu deh, kalau usia segini
baru boleh. Nah, sekarang kalau usia segini, semua dia sudah tahu. Seks, keuangan, dia
tahu. Kita membiarkan dia tahu
T: Dan kalau dia bertanya juga pasti diberi tahu?
J: Iya, kita jawab semampunya
T: Mulai masuk ke konflik ya tante, pernah ada masalah apa saja sih selama menikah?
J: Kalau menikah katanya masalahnya ada tiga ya; seks, keuangan, orang ketiga.
Masalah yang sampe gimana sih nggak ya
T: Yang sampai bikin kesal banget, misalnya keuangan, pekerjaan?
J: Keuangan dan pekerjaan pernah sih. Waktu itu sempat resign dari bank, itu kan
drastis. Kita adaptasinya juga lama. Harus siap mental
T: Tapi itu bikin berantem nggak tante?
J: Nggak sih ya, karena kita sama-sama nahan. Kan lama-lama juga nggak enak kan,
jadi biasanya kita omongin. Dan yang biasanya mulai duluan si oom (tertawa)
T: Berarti yang mulai inisiatif duluan untuk ngomong oom ya?
J: Iya, kalau tante kan susah ya
T: Tante harus ada orang lain yang memancing dulu?
Strategi Manajemen..., Intan Aplia, FIKOM UMN, 2015
J: Iya, kalau oom dengan cueknya nanya duluan. Selalu begitu
T: Oh selalu begitu? Dalam beberapa masalah selalu begitu?
J: Iya, tante malas (tertawa), ya sudah biarkan saja (tertawa). Justru beberapa kali dia
yang mulai, nanya apa gitu misalnya. Tante cenderung disimpen di hati. Dia nanya juga
nggak langsung ke masalah, kalau ada celah baru tante masuk (tertawa)
T: Tapi pernah nggak tante yang mulai duluan?
J: Pernah sih, semakin ke sini tante makin sadar kalo sifat si oom lugas gitu ya
T: Oohh... tante jadi terpengaruh?
J: He-eh, tante jadi kepengaruh. Tante didikan dari keluarga yang memang nggak
ekspresif. Keluarga nggak biasa mengungkapkan, nggak bisa eksplisit. Tapi lama-lama
keikut oom, tapi baru belakangan ini, setelah anak mulai besar.
T: Sekarang anak juga sudah paham ya kalau ada masalah
J: Iya, apa lagi pas oom resign dari bank. Dia (anak), juga asalnya nggak ngebolehin,
tapi akhirnya ya sudah. Kaget itu pas resign. Penghasilan dari tetap jadi tidak tetap dan
waktu juga tidak tetap.
T: Itu dari oom resign itu ada jarak beberapa lama oom benar-benar jobless nggak sih
tante?
J: Oh, nggak ada, karena ketika masih di bank oom sudah mulai ngajar kan.
T: Tapi susah juga ya tante, apa lagi kalau dosen nggak tetap
J: Oh iya itu yang jadi masalah sampai sekarang
T: Tapi oom sudah ngajar banyak universitas kan sekarang?
J: Iya, tapi dipikiran tante tuh selalu „Ini (gaji) nggak bulanan, dengan jumlah nggak
tetap‟. Tante mungkin agak kaku ya. Dengan yang tetap kan tante bisa kira-kira, bisa
mengalokasikan dana untuk apa saja. Tapi itu kan jadi bolong-bolong, sporadis gitu.
Terus terang sampai sekarang tante juga masih belum bisa adaptasi
T: Mungkin nanti kalau dapat yang tetap baru ya, tante
J: Nah, iya. Jadi bisa mengira-ngira, bisa membayangkan uangnya untuk apa saja.
Kalau nggak tetap gini tante nggak bisa posting ini segini untuk apa, ini untuk apa
T: Tapi kalau finansial gini ke anak nggak ada masalah kan?
J: Nggak, untungnya nggak ada. Malah dia jadi ada kesadaran, keperluan di luar
sekolah dia tabung sendiri. Dia kan sering belanja online, pakai uangnya sendiri.
Strategi Manajemen..., Intan Aplia, FIKOM UMN, 2015
Jaketnya, Tannn... sampai banyak banget beli online. Kalau nggak beli earphone, tapi
emang dia kalau yang kayak gitu-gitu belanja sendiri.
T: Berarti selama ini konflik paling besar masalah finansial ya tante?
J: Iya
T: Menyelesaikannya gimana tuh tante?
J: Awalnya tante diam saja sih, tapi kan nggak enak juga lama diam gitu.
T: Tapi nggak sampai ada breakdown gitu ya tante?
J: Nggak sih, tante bertahan saja. Tante lihat kan juga anak sudah besar, sudah ngerti,
sudah bisa diajak ngomong, jadi tante kasih tahu keadaannya gimana.
T: Sampai sekarang berarti masih berusaha menyesuaikan diri ya?
J: He-eh, strateginya cuma itu .
T: Tante sendiri kalau menghadapi konflik lebih cenderung verbal atau non-verbal?
J: Tante lebih cenderung diam sih, nggak eksplisit. Setelah ada rangsangan baru keluar
yang dipendam.
T: Hubungan om dan tante setelah ada konflik baik-baik saja atau marahan dulu?
J: Diam-diaman sih iya ya. Tante mah lama kalau ada konflik gitu sembuhnya. Pihak
tantenya yang lama recovery-nya, lama pulihnya. Tapi kalau si oomnya cepat.
T: Selama recovery berarti tante lebih cenderung diam ya... tapi selama diam-diaman
itu kegiatan sehari-hari tetap berjalan seperti biasa?
J: Iya, tapi secara emosional ada diamnya gitu.
T: Yang lebih sering memicu konflik berarti finansial ya, kalau perbedaan pendapat
gitu? Pasti ada kan tante?
J: Oh iya ada, sampai kita beradu argumentasi keras pernah.
T: Apa tuh, tante?
J: Tentang waktu bersama. Tante ingin waktu bersama, sedangkan mereka (suami dan
anak) punya waktu sendiri. Buat tante itu penting, sedangkan menurut mereka nggak.
Ada kan satu saat tante ingin kita pergi bersama, tapi yang satu main sama temannya,
yang satu ngajar ke kampus. Sempat satu waktu tante meledak saking susahnya.
Meledak dengan ngomong keras. Tante baru sekali itu tuh meledak begitu, „Sudah
kalau begitu, Aan sendiri saja!‟
Strategi Manajemen..., Intan Aplia, FIKOM UMN, 2015
T: Respon mereka gimana tante?
J: Mereka sadar, nggak enak juga kayaknya. Tante kan di kamar, tiduran, tante dengar
mereka ngomong. Baru itu saja tuh tante begitu, dua orang ini aduh susah banget.
Minta main sekali ini saja susah. Tante nggak pernah nuntut mereka antar tante
kemana, nonton di bioskop saja nggak ada waktu. Tante yang sesuaikan waktu sama
waktu dia ngajar. Tante kadang kadang mikir gini, tante sudah ngalah banyak banget.
Di satu momen ini pengin ayo gitu pergi. Ya sudah tante meledak. Emosi gitu.
Menyamakan waktunya susah banget itu. Tante sampai memohon gitu, sekali ini ayo
pergi.
T: Apa lagi jadi inget yang dulu-dulu pas mereka juga beberapa kali nggak bisa jalan
ya tante?
J: Oh iya, marah banget tante itu. Tapi tante pikir biarlah, biar sekali-kali shock gitu
mereka. Nggak apa-apa kan? Kadang kan konflik juga membawa kebaikan.
T: Iya, nggak apa-apa kok tante. Berarti habis itu langsung dibicarakan ya tante?
J: Iya, habis itu dibicarakan. Pokoknya tante sudah mengeluarkan. Sudah bertahun-
tahun itu disimpan. Tante tuh sebenarnya penghindar konflik. Tante nggak suka konflik
sebenarnya, makanya lebih sering diredam. Bukan diredam lagi, ditekan. Makanya
kemarin mereka kaget, tante sampai nangis kok itu. Nangis saking kesalnya. Ingin kan
permintaan nggak setiap tahun, ayo lah... Itu saja sih. Masalah finansial juga nggak
sampai begitu. Tante juga kadang suka ada kerja part time, jadi lumayan.
T: Berarti sekali itu aja ya tante meledaknya. Jadi, tante cenderung lebih menghindari
konflik ya? Pernah nggak sih ketika ada konflik, tante sengaja menghindarinya?
J: Mungkin secara nggak sadar pernah ya, karena tante cenderung tutup mata gitu,
biarin saja. Nggak mau ribut, nggak mau terjadi pertengkaran. Pada dasarnya sih itu,
menghindari konflik. Nggak suka gitu kalau ada konflik. Tapi setelah nikah, pasti ada,
diantara karakter pribadi kita juga ada kan. Ya, lama-lama mesti juga dihadapi.
T: Kalau dari karakter om dan tante sendiri, yang sering bikin ada masalah apa?
J: Karakter ya... Iya ada, karena kan kita personalnya juga sudah beda.
T: Pernah terjadi pertentangan karena karakter?
J: Pernah juga, perasaan tuh tante saja yang capek, sementara si oom cuek saja. Tapi
menurut oom, ya itu kan sudah pembagian peran. Tante pernah merasa, kok nggak adil
ya. Oom cuek banget, kayak nggak mikirin.
T: Tapi dibicarakan masalah itu?
J: Diomongin
T: Penyelesaiannya gimana tuh, tante?
Strategi Manajemen..., Intan Aplia, FIKOM UMN, 2015
J: Kalau itu cenderung jadi tante yang mengalah ya. Berarti karakternya dia memang
begitu. Ya ampun cueknya lebih dari kadar orang normal (tertawa)
T: Berarti yang cenderung mengalah dalam konflik siapa?
J: Cenderung ngalah ya... tante sih kayaknya. Tapi yang mendului untuk mencairkan
suasana si oom. Jadi kayak puzzle ya.
T: Untuk masalah kepercayaan, tante memberi kepercayaan penuh nggak ke oom?
J: Oh iya, harus itu. Percaya walaupun karakternya begitu.
T: Pernah ada kecurigaan terhadap hal tertentu?
J: Nggak ada sih. Pokoknya percaya saja.
T: Menurut tante sendiri, bagaimana cara menyelesaikan konflik yang paling baik?
J: Bicara, komunikasi. Bagaimana pun bentuknya. Komunikasi kan banyak ya
bentuknya, yang tadi tante bilang ya, surat lah, post-it. Pokoknya komunikasi, bicara,
mau verbal, non-verbal, gestur, bahasa tubuh, lisan, tulisan dipakai semua. Untuk
menyelesaikan konflik, misunderstanding, salah persepsi.
T: Kalau kesalahpahaman sendiri pernah terjadi?
J: Iya ada, misal kalau lagi ngobrol. Menurut tante begini, menurut dia salah, jadi beda.
Tante A, dia B. Biasanya masalah di luar kita sih, masalah-masalah umum. Saling
sanggah saja sih.
T: Tapi nggak masalah? Atau tante jadi tersinggung?
J: Sempat tersinggung sih, tapi setelah dijelaskan dan berargumen ya sudah, oke.
T: Cenderung yang lebih sering kalah, tante?
J: Iya (tertawa)
T: Tapi nggak pernah sampai ribut dan mempengaruhi komunikasi keluarga ya?
J: Nggak kok
T: Oke deh tante, makasih banyak waktunya. Nanti kalau ada tambahan, boleh tanya
lagi ya?
J: Iya boleh, datang saja lagi.
Strategi Manajemen..., Intan Aplia, FIKOM UMN, 2015
TRANSKRIP III
Nama : Ahmad Ali
Pekerjaan : Pegawai Swasta
Umur : 50 tahun
Lama menikah : 14 tahun
Anak : 1 putra usia 13 tahun
T: Oom dan tante berapa lama berpacaran sebelum nikah?
J: Satu tahun atau dua tahun ya
T: Nikahnya tanggal?
J: Nikahnya... 19 November 2000
T: Bagaimana proses kenalannya dengan tante?
J: Ketemuan saja, ada teman yang ngenalin
T: Ketika pertama kenalan, oom langsung tertarik?
J: Nggak langsung PDKT sih, lumayan lama juga, sekitar enam bulan baru jadian
T: Siapa yang memulai duluan pendekatan?
J: Oom duluan yang mulai
T: Pendekatannya gimana tuh oom?
J: Nelpon, suka jemput kalau pulang kerja, makan bareng, ya gitu saja
T: Ada perbedaan ketika pacaran dan setelah menikah?
J: Kalau pas pacaran kan belum merasakan problem berkeluarga, belum real. Sedangkan
di keluarga kan harus ada komunikasi yang dibina terus.
T: Kalau dari sifat, ada perbedaan nggak oom?
J: Nggak ada sih, sama saja
T: Dalam keluarga oom, tante, dan Irvan, seberapa penting sih komunikasi?
J: Sangat penting. Kalau pada saat ada masalah, pasti kan ada ego masing-masing. Pasti
harus ada yang mengalah. Baru diselesaikan bareng-bareng.
T: Kalau pola komunikasinya sendiri gimana oom? Apakah ada yang lebih dominan?
J: Nggak ada sih, seimbang. Ya karena itu, harus ada satu yang ngalah di momen
tertentu, nanti pecahkan sama-sama
T: Berarti ada kalanya oom yang mengalah, ada kalanya tante yang mengalah ya...
J: Iya begitu
T: Kalau komunikasi ke anak bagaimana oom? Terbuka atau tertutup?
J: Ada beberapa hal yang harus terbuka, ada yang nggak
T: Biasanya mengenai hal apa yang membuat oom memilih untuk tidak memberitahu?
J: Problem uang misalnya. Karena saat ini, dia masih kecil, tapi perlahan-lahan harus
dikasih tahu karena makin lama anak kan masih gede, tapi nggak bisa dari awal langsung
open
T: Berarti ada tahapannya ya oom... sekarang ini Irvan kan bisa dibilang sudah makin
besar, jadi sudah mulai dikasih tahu ya oom?
J: Iya, sudah mulai semuanya dikasih tahu
T: Misalnya seperti apa tuh oom?
Strategi Manajemen..., Intan Aplia, FIKOM UMN, 2015
J: Misalnya kalau mau jalan, aku sibuk kerja... uang juga, ya kayak gitu
T: Berarti dikasih pengertian ya oom, supaya si anak nggak menuntut
J: Iya, akhirnya kadang si Irvan jadi juga penengah di beberapa momen. Dia jadi ikut
masuk
T: Ketika keluar rumah, ketemu teman atau orang lain, ada nggak sih perbedaan gaya
tante di rumah dan di luar?
J: Ada, apalagi kalau ketemu temen kantorku, harus ada perbedaan itu
T: Contohnya gimana tuh oom?
J: Ya kan supaya dapat respect, harus beda. Walaupun akhirnya kalau sudah lama kenal
ya jadi kayak temen aja
T: Berarti perbedaannya agak jaga sikap ya oom?
J: Iya, benar, jaga sikap. Sama, aku juga kalau ke teman dia juga jaga sikap dulu, tapi
kalau udah close, baru deh...
T: Ketika oom dan tante ngobrol, siapa yang lebih banyak ngomong dan siapa yang lebih
banyak mendengarkan?
J: Sama saja sih, ada satu poin, aku. Ada satu poin, dia. Tergantung momen dan
masalahnya. Kalau dia yang lagi ada masalah, dia yang ngomong terus, baru aku ngasih
pendapat. Kalau aku lagi ada masalah, aku dulu yang ngeluarin, baru nanti dia kasih
pendapat
T: Timbal balik ya oom... tapi ketika lagi ngobrol, pernah nggak tante menyela omongan
oom?
J: Kadang ada, tapi nggak besar
T: Kalau oom sendiri pernah nggak? Tante lagi cerita dan oom memotong?
J: Kadang ada sih, jadi pengen menyampaikan sesuatu di tengah-tengah, tapi nggak
menyela
T: Terus suka saling menyindir atau meledek gitu nggak oom?
J: Hmm... kalau yang menyakitkan sih nggak. Tapi karena sudah sama-sama ngerti sifat
masing-masing jadi ya nggak menyakitkan
T: Tapi pernah nggak mengeluarkan kata-kata yang menyakitkan?
J: Ketika sedang emosi dan lagi mumet banget, lagi bete banget, pasti ada saja ya kata-
kata nggak enak yang keluar, tapi ya kalau setelah itu dijelaskan, ya sudah, clear
T: Tapi setelah mengeluarkan kata-kata itu, pasti dibicarakan sampai clear ya?
J: Iya, harus clear pokoknya!
T: Lalu, ketika ada masalah, oom ini cenderung yang win-win atau win-lose?
J: Win-win! Jadi harus sepakat, semuanya puas.
T: Pernah nggak, oom merasa nggak puas, tapi ya sudahlah, mengalah saja?
J: Nggak, nggak pernah
T: Kalau mengenai konflik, konflik apa sih yang pernah ada dalam hubungan oom dan
tante?
J: Pengaturan keuangan ya
T: Bagaimana tuh oom? Bisa diceritakan nggak?
J: Kadang kan ada kebutuhan yang nggak terpenuhi dan yang nggak terduga.
Kebanyakan sih itu, gara-gara keuangan ya. Ada beberapa kepentingan yang harus
dipenuhi tapi uangnya nggak ada.
T: Konflik yang paling besar yang dialami selama ini apa oom?
Strategi Manajemen..., Intan Aplia, FIKOM UMN, 2015
J: Saat ini sih keuangan ya, sebelum-sebelumnya sih nggak ada
T: Selain keuangan ada masalah apa lagi oom?
J: Masalah anak ada sih, dia butuh tenaga pengajar kayak les, padahal kan sebenernya
dari kita sendiri bisa
T: Jadi menurut oom, kalau bisa sendiri ngajarin, lebih baik sendiri tanpa harus ada
tenaga pengajar dari luar?
J: Iya, begitu. Karena ada kesibukan dan ketidakmampuan, daripada anaknya nanti
nggak bisa ya mending les. Tapi tetap masih harus dikontrol. Masalah anak sih itu saja
sih.
T: Kalau masalah kesalahpahaman ada oom?
J: Ada sih ya kadang-kadang tapi pasti diomongin
T: Kalau ada masalah, oom dan tante ada masa marahannya atau diamnya dulu? Misal
sehari dua hari?
J: Nggak, nggak ada. Langsung harus beres
T: Yang biasanya memulai untuk menyelesaikan masalah, oom atau tante?
J: Dua-duanya. Kalau misalnya aku yang salah ya aku
T: Cara menyelesaikannya gimana?
J: Minta maaf lah, saling sadar saja kesalahan masing-masing
T: Berarti menyelesaikan konfliknya hanya dengan ngobrol ya oom?
J: Iya
T: Untuk menyelesaikan masalah, oom sendiri lebih cenderung langsung ngomong atau
diam?
J: Ngomong, untuk menyelesaikan masalah langsung ngomong
T: Ngomongnya gimana tuh oom?
J: Langsung klarifikasi saja aja, masing-masing menjelaskan
T: Kalau hubungan setelah konflik gimana oom? Ada yang sensitif misalnya
J: Nggak sih, biasa saja
T: Kegiatan sehari-hari juga berjalan seperti biasa ya?
J: Iya, pasti ada betenya ya. Tapi tergantung momennya itu, kalau menyelesaikan
masalahnya malam, pagi-paginya ya udah clear, udah nggak ada apa-apa. Kalau
masalahnya pagi, ya pasti ada betenya. Tapi misalnya untuk menyiapkan teh sebelum
berangkat kerja, ya tetap saja seperti biasa.
T: Berarti nggak mempengaruhi kegiatan sehari-hari ya
J: Pasti ada betenya ya, tapi cepat selesai, kalo udah telpon-telponan juga ya sudah beres
T: Jadi yang biasa menyebabkan timbulnya konflik tuh masalah anak, perbedaan
pendapat--
J: Iya, kalo anak di masalah pendidikan anak. Sama masalah prinsip juga ya, yang mana
yang baik, yang mana yang buruk
T: Ada perbedaan dari cara menerapkan sikap ke Irvan dari oom atau tante?
J: Aku lebih keras ke Irvan, tante yang menetralkan. Tapi tetap saja harus sama. Menurut
tante, harus ada salah satu yang jadi panutan untuk Irvan, ada yang harus membuat dia
merasa segan atau takut, kalau nggak, ngelantur semua nanti.
T: Oom dijadikan figur ya untuk Irvan... Selain itu, pernah ada kebohongan atau
menutup-nutupi sesuatu dari tante?
J: Nggak ada sih ya
Strategi Manajemen..., Intan Aplia, FIKOM UMN, 2015
T: Semuanya terbuka berarti ya
J: Iya semua terbuka, tante juga terbuka. Misalnya ada kecengan gitu ya? (tertawa)
T: Nggak cuma masalah orang ketiga saja oom, kan masalah rumah tangga nggak cuma
di orang ketiga saja
J: Betul, tapi kalau masalah langsung diselesaikan, ya clear sudah. Kalau dibiarkan
berlarut-larut, dampak orang ketiga bisa jadi ada
T: Memang jangan dibiarkan berlarut-larut ya oom, langsung saat itu juga
J: Iya, hitungan jam kalau bisa
T: Kalau masalah finansial sendiri gimana tuh oom?
J: Finansial tante yang mengatur, kan oom yang kerja
T: Pernah ada masalah dalam mengatur finansial?
J: Kadang ada sih ya, tapi ada pertanyaan „kenapa?‟ yang mesti dijelaskan, kalau sudah
dijelaskan ya sudah
T: Misalnya gimana tuh oom?
J: Misalnya diluar kebiasaan atau diluar perencanaan. Nanti oom langsung nanya,
„kenapa nih?‟
T: Oom langsung nanya?
J: Iya, kadang tante juga yang laporan
T: Tapi dalam setiap bulan pasti ada perencanaannya ya?
J: Iya pasti ada, harus ada
T: Dalam 14 tahun ini, masalah yang paling besar dan yang paling menguras emosi tuh
apa?
J: Sekarang sih ada beberapa yang diinginkan tapi belum terpenuhi, ya itu mengatur
keuangannya mesti benar
T: Berarti mesti pintar-pintar mengatur keuangan ya oom sekarang. Nah, kalau menurut
oom, bagaimana sih cara tante mengatasi konflik?
J: Tante blak-blakan, oom malah diam. Dia lebih tegas malah untuk hal-hal kayak gini,
kalau aku lebih kalem. Masih mikir-mikir, nanti efeknya begini begini
T: Ooh, oom lebih banyak memikirkan resiko dan banyak pertimbangan ya
J: Iya, banyak pertimbangan
T: Kalau yang lebih cenderung mengalah dalam masalah? Oom atau tante?
J: Kalau mengenai presentase sih aku yang banyak ngalah, tapi tante juga mengalah kok
T: Kalau oom cara mengalahnya bagaimana?
J: Lebih baik diam deh, baru nanti tante mulai ngomong
T: Tapi oom pasti menyahut kalau tante sudah memulai?
J: Iya, pasti
T: Oom pernah nggak, sedang ada masalah dalam keluarga, tapi oom pura-pura nggak
tahu
J: Nggak, nggak pernah. Dua-duanya harus memecahkan, langsung diskusi
T: Oom pernah kalau berantem sampai teriak-teriak?
J: Pada saat emosional pernah sampai teriak-teriak
T: Masalah apa tuh oom?
J: Misalnya belum mandi, belum beres-beres, belum apa dan nggak segera dilaksanakan,
jadi teriak-teriak
T: Tapi bisa dibilang bukan masalah yang sangat besar ya oom?
Strategi Manajemen..., Intan Aplia, FIKOM UMN, 2015
J: Iya, tapi itu katanya nggak boleh lho
T: Ya iya dong oom, nggak boleh sebenarnya teriak-teriak walaupun masalahnya kecil
J: Iya, karena dari pengalaman ini, dari bicara yang suka keras ini akhirnya ngikut ke
anak. Jadi anaknya ngomongnya juga keras
T: Berarti oom menghindari untuk ngomong keras begitu karena takut nanti anak
meniru?
J: Sekarang sih sudah terlanjur, sudah kebawa (tertawa). Jadi nanti kalau kamu punya
baby jangan bicara keras, pasti nular. Apalagi kalau sudah karakter, karakterku memang
kalau ngomong keras, jadi ngikut
T: Iya, apalagi keluarga kecil ya oom, yang dilihat pasti orangtua. Kalau sampai
menangis, pernah oom?
J: Nggak ada ya sampai nangis. Tapi kalau saat menyelesaikan masalah, kita saling
tangis-tangisan itu ada
T: Gimana tuh oom misalnya?
J: Ya saat minta maaf
T: Oh, karena terbawa perasaan ya oom
J: Iya, dua-duanya deh nangis (tertawa)
T: Pernah memakai fisik atau ancaman untuk menyelesaikan argumen?
J: Nggak ada, nggak pernah main fisik
T: Nggak ada ya oom. Kalau saling menyalahkan satu sama lain pernah oom?
J: Awal-awal nikah dulu begitu, perlahan-lahan berubah. Lama-lama sudah nggak. Itu
nggak langsung berubah
T: Menghabiskan berapa tahun itu oom untuk saling berhenti menyalahkan?
J: Nggak lama ya, karena lama-lama sadar kita hidup bersama, resiko juga berdua
bareng. Lama-lama jadi membiasakan diri satu sama lain.
T: Dalam menyelesaikan konflik, pernah oom menenangkan tante pakai kontak fisik?
Misal merangkul
J: Ada, dari dua-duanya
T: Itu saat konflik sudah selesai atau ketika sedang menyelesaikan konflik?
J: Ke arah mau menyelesaikan konflik, lagi ngobrolin, sampai sudah clear
T: Bentuknya bagaimana oom?
J: Merangkul, cium, ya gitu
T: Oom sendiri melihat karakter tante bagaimana sih?
J: Dia pelengkap ya, aku orangnya banyak pertimbangan, dia tegas. Pokoknya saling
melengkapi
T: Oom ngasih kepercayaan penuh ke tante?
J: Harus. Jadi pengatur keuangan, anak juga kalau ada apa-apa ya percaya.
T: Oom pernah menentang keinginan tante mengenai Irvan?
J: Ya itu, kalau belajar, kenapa nggak belajar sendiri. Tapi karena merasa nggak bisa
mengajari sendiri, akhirnya ya sudah, pakai kursus.
T: Apa lagi tuh oom selain itu?
J: Waktu main misalnya, ada saat main, ada saat istirahat
T: Menurut oom, bagaimana cara menyelesaikan konflik rumah tangga yang paling
baik?
J: Harus ada yang mengalah dan mendengarkan. Kalau nggak ada yang nggak mau
Strategi Manajemen..., Intan Aplia, FIKOM UMN, 2015
mendengarkan ya susah. Pokoknya dengarkan dulu masalahnya, diutarakan sumpeknya,
yang satu dengarkan. Setiap pasangan harus ada yang mau mendengarkan, jangan
dibantah dulu kalau lagi bicara. Setelah keluar, baru nanti diselesaikan bersama.
T: Kalau dari perbedaan usia, ada yang menimbulkan konflik?
J: Mesti sadar saja, saling mengerti. Tapi jadinya membentuk tante yang lebih muda,
akhirnya bersikap sama seperti aku
T: Penyesuaian ya oom
J: Iya, kalau nggak nanti terus saja jadi gejolak anak muda
T: Apa lagi jaraknya cukup jauh ya, kadang juga yang muda lebih labil
J: Iya, pasti itu kan keinginannya masih pingin itu pingin ini, tingkat emosionalnya juga
beda. Jadi ya pada saat menunjuk itu pasangan kita, ya sudah itu resikonya. Dia memang
seperti itu, jadi harus mengalah. Tapi perlahan-lahan terbentuk juga sikap dia seperti
kita.
Strategi Manajemen..., Intan Aplia, FIKOM UMN, 2015
TRANSKRIP IV
Nama : Ira Rachmayati
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Umur : 35 tahun
Lama menikah : 14 tahun
Anak : 1 putra usia 13 tahun
T: Tante sama oom sudah berapa lama sih pacarannya?
J: Pacarannya nggak lama, cuma 6 bulan. Terus langsung nikah
T: Nikahnya tanggal berapa tuh tante?
J; Nikahnya 19 November 2000
T: Ketemunya gimana tuh tante? Dikenalin atau gimana?
J: Lupa ketemunya, kalau nggak salah dikenalin teman deh
T: Ketemunya tahun berapa tante?
J: 99 berarti, nggak lama kok dari kenalan sampai ke pacarannya
T: Tante langsung tertarik sama oom tuh?
J: Oom tuh yang tertarik (tertawa)
T: Yang PDKT duluan oom?
J: Iya, dia nelpon, dia suka jemput kerja, suka ke rumah
T: Waktu itu tante kerja dimana?
J: Di Sogo, Senayan jadi SPG
T: Oom ada perbedaannya nggak ketika sebelum nikah dan setelah nikah?
J: Ada lah ya, karena kita kan nikah itu menyatukan dua sifat, pas pacaran mah enak-
enak saja, setelah nikah jadi ada perbedaan
T: Contohnya gimana tuh tante?
J: Dulu perhatian banget, lama-lama jadi berkurang. Dulu sehari nelpon sehari berapa
kali, sekarang paling kalau ada perlu doang
T: Menurut tante, seberapa penting sih komunikasi dalam keluarga?
J: Penting banget, supaya kita tahu juga apa yang lagi dia rasakan, dia lagi ngapain
T: Pola komunikasi dalam keluarga tante sendiri gimana?
J: Semuanya terbuka sih, kalau ada masalah semuanya harus dibicarakan sama-sama.
Misalnya masalah anak, kalau dia kenapa-kenapa harus cerita. Oom juga, dia kan kadang
kalau pulang kerja suka cemberut tuh, tante harus nanya dia kenapa, baru tuh dia cerita.
Semua harus diceritain biar tahu gimana solusinya
T: Berarti semuanya didiskusikan bareng-bareng ya tante.. Tapi ada yang suka dominan
nggak tante dipembicaraan?
J: Kalau aku ngomong sih nanti dia diam, nanti setelah aku diam, dia pasti ngomong.
Jadi gantian. Kalau dua-duanya ngomong bisa panas
T: Nunggu salah satu diam dulu ya, baru yang satu mulai ngomong
J: Iya, karena oom kan diam orangnya
T: Oh, oom diam ya tante? Kalau tante sendiri gimana?
J: Yah... namanya cewek ya bawel (tertawa)
Strategi Manajemen..., Intan Aplia, FIKOM UMN, 2015
T: Kalau tante lagi jalan-jalan gitu dan ketemu orang lain, ada perbedaan nggak sih oom
pas lagi di depan tante di rumah dan ketika lagi di luar?
J: Semua sama sih, malah dia suka ikut ngobrol. Dia masuk ke temanku, aku juga masuk
ke teman-temannya dia
T: Berarti nggak ada dominasi ya kalau lagi ngobrol?
J: Nggak ada, dia juga kalau ngomong harus dipancing dulu karena orangnya diam,
susah. Kalau bukan kita yang mulai duluan, dia nggak akan bersuara, harus dipancing
duluan
T: Tante berarti harus usaha duluan mancing-mancing ya?
J: Iya, harus kita yang aktif
T: Kalau tante nanya, oom pasti jawab atau malah jawabnya sepotong-potong?
J: Seperlunya saja sih dia. Kalau kitanya nggak nanya banget dia juga nggak banyak
omong
T: Kalau lagi ngobrol, misalnya tante lagi cerita nih. Pernah nggak tiba-tiba si oom
motong? Atau malah tante yang motong ditengah-tengah?
J: Iya, suka gitu
T: Gimana tuh tante? Bisa diceritain?
J: Tante suka motong, nanti dia kesal, terus bilang, „Dengar dulu dong kalau aku
ngomong!‟ (tertawa)
T: Biasanya cerita masalah apa tuh tante?
J: Biasanya sih masalah kantor. Kalau oom itu kan orangnya lemah Tan, jadi tante suka
bilang ke dia, „Kalau kamu benar ya kamu ngomong‟. Dia tuh nanti dipikirin, tapi nggak
dimongin. Aku suka kesal juga, gregetan, jadi suka motong padahal dia belum selesai
cerita.
T: Tapi habis itu langsung lanjut lagi cerita?
J: Iya, tapi kadang dia juga mengakui kalau apa yang aku omongin ada benarnya. Kan
nggak selamanya orang itu harus diam
T:Tante dan oom suka saling mengejek nggak? Atau suka saling nyindir-nyindir?
J: Dia suka bilang, „Kamu gemuk tuh, kurusin‟. Tapi ya sudah, nggak jadi ribut
T: Tapi pernah nyindir atau ngejek sampai serius nggak sih tante?
J: Nggak, nggak pernah
T: Masuk ke konflik ya tante, konflik atau masalah apa sih yang suka ada di rumah
tangga tante selama 14 tahun ini?
J: Anak sih biasanya, dia maunya anak tuh selalu ditemanin belajar, padahal dia nggak
tahu kan kalau aku juga lagi repot ngurusin rumah. Jadi suka ribut deh gara-gara anak
T: Selain itu ada apa lagi tante?
J: Finansial ada sih, masalah kantor. Sempat oom disuruh keluar, berhenti dari kerja.
T: Kapan itu tante?
J: Juli 2014 kemarin. Jadi kepikiran kan, namanya juga harus menghidupi keluarga. Kan
kerja bukan untuk diri sendiri, buat keluarga juga. Aku bilang, „Ya sudah, kalau di situ
kamu memang nggak dipakai, ya ikhlasin saja.‟ Tapi akhirnya, orang yang nyuruh keluar
itu, malah dia yang ditendang dari kantor, malah dia yang keluar. Sempat kaget juga sih
itu, mana ancamannya tanpa dapat pesangon.
T: Tapi sekarang masih di situ ya?
J: Masih kok
Strategi Manajemen..., Intan Aplia, FIKOM UMN, 2015
T: Sudah lama ya oom di situ?
J: Lama kok, ada 10 tahunan
T: Terus apa lagi tuh tante masalahnya?
J: Apa ya... Ada kadang perasaan kok aku doang ya yang capek ngurus rumah. Tapi
kalau sudah mulai ada perasaan itu ya sudah aku jalanin aja, kan memang harus
dikerjain, sudah peran masing-masing. Tante ngurus rumah, oom kerja.
T: Tapi kadang bete juga ya tante di rumah?
J: Iya, aku pingin kalau ada uang buat buka usaha. Untuk iseng-iseng supaya ada
kegiatan. Oom sih biasanya bilang, „Iya, nanti kalau ada rezeki‟
Paling aku betenya itu sih. Kalau sudah kumpul dan ngobrol sama teman-teman, ya
sudah betenya hilang
T: Sering juga nggak bete kayak gitu tante?
J: Bete pasti ada ya, dalam seminggu pasti ada (tertawa)
T: Tante biasanya kalau lagi bete gitu cerita ke oom? Atau cerita ke teman?
J: Aku jarang cerita sama orang lain, kadang mereka mulutnya nggak bisa dijaga. Aku
paling cerita sama ke orangtua dan langsung ke mas Ali. Makanya teman-teman suka
nanya, kok keliatannya aku nggak pernah nggak ada masalah keluarga. Padahal aku-nya
saja yang nggak pernah cerita ke mereka. Walaupun dia sahabat dekat juga nggak
pernah.
T: Diantara beberapa masalah yang pernah terjadi, masalah apa sih yang paling besar?
J: Masalah keuangan sih... Finansial tuh benar-benar titik jenuh banget. Kita pingin ini,
uangnya nggak cukup. Sudah gitu kalau orangtua sakit, butuh bantuan kita tapi kita lagi
kurang uangnya. Aku berdoa saja kalau sudah begitu, semua pasti ada jalannya. Kadang
juga sampai jenuh, aku sampai bodo amat deh sama masalah keuangan, pingin ngelupain
tapi nggak bisa.
Kayak tahun kemarin, 2014, pada masuk rumah sakit. Aku sakit, suami sakit, Irvan sakit,
orangtua masuk rumah sakit juga.
T: Wah, semuanya masuk rumah sakit tante?
J: Iya, aku operasi batu empedu, nggak lama kemudian oom masuk rumah sakit. Operasi
batu empedu juga. Bulan puasa Irvan demam berdarah, terus orangtua sakit juga. Tapi di
satu rumah sakit.
T: Orangtua yang masuk rumah sakit siapa tante? Mama?
J: Iya, mama. Biasa itu sih sakit karena tua. Aku sampai berpikir, ya ampun musibah
bertubi-tubi banget. Ya sudahlah jalanin saja, mau diapain, akhirnya selesai juga.
T: Tante berapa bersaudara?
J: Aku lima bersaudara, aku anak kedua
T: Tapi kalau orangtua sakit gitu, biaya ditanggung tante?
J: Nggak sih, semua patungan. Kebetulan saudara ipar tante kerja di rumah sakit, jadi
agak ringan biayanya
T: Oh, lumayan juga sih ya tante... Tapi kalau yang masuk rumah sakit banyak juga
susah juga ya
J: Iya, mana tante kan anak perempuan sendiri, jadi harus ngurus orangtua. Capek banget
deh itu. Aku terpukul banget deh di tahun lalu itu, sudah gitu rumah orangtua banjir
terus. Dalam sebulan bisa lima kali banjir pas lagi hujan terus.
Strategi Manajemen..., Intan Aplia, FIKOM UMN, 2015
T: Pas lagi banjir, mereka nginap di rumah tante?
J: Nggak, nggak nginap. Tapi kan kepikiran, gimana mereka listrik mati, banjir. Di sini
kita tidur enak-enak. Mau kesini, airnya sudah naik, malah bahaya, jadi nunggu surut
saja.
T: Orangtua cuma berdua di sana?
J: Nggak sih, ada kakak di sana
T: Berarti yang paling besar masalah finansial ya tante... menyelesaikannya gimana tuh
caranya?
J: Kuncinya sabar sih ya, berdoa, jalanin saja.
T: Kalau konflik yang tante dan oom berdua saja ada nggak sih tante?
J: Paling beda pendapat, itu juga diselesaikan hari itu juga
T: Kalau menyelesaikan konflik, tante lebih cenderung diam dulu atau langsung
dibicarakan?
J: Aku sih kalau lagi berantem nggak pernah sampai berhari-hari, langsung diselesaikan.
Kadang kalau dia ngajak ngomong duluan, jadi lupa deh sama konfliknya
T: Kalau untuk ngomong gitu, siapa yang mulai duluan? Tante atau oom?
J: Lebih sering oom sih ya. Kadang aku masih kesal, masih bete, dia yang ajak ngomong
duluan, jadinya hilang deh kesalnya karena sudah diajak ngomong, jadi meleleh
T: Berapa lama tuh kira-kira tante kalau lagi berantem?
J: Nggak pernah lama kok, ya karena itu dia ngajak ngomong duluan. Irvan juga nggak
senang soalnya kalau lihat orangtuanya berantem, kalau kita berantem terus teriak-teriak,
dia marah. Di depan anak jadinya kita pura-pura baik saja, kayak nggak ada apa-apa.
T: Berarti pernah ya tante berantem sampai teriak-teriak gitu... Biasanya masalahnya apa
tuh tante yang bikin sampai teriak?
J: Biasanya sih karena salah paham atau miskomunikasi. Aku pernah lupa sesuatu,
dianya marah, bilang „Emang kamu seharian ngapain saja?!‟ Ya aku jadi kesal, aku
bilang „Kalau lupa mau diapain lagi?!‟ Jadi teriak-teriak deh sahut-sahutan. Irvan
langsung marah tuh kalau dengar kita teriak-teriak, aku langsung diam kalau Irvan sudah
begitu.
T: Tante dan oom sendiri untuk menyelesaikan masalah itu ada yang suka mengalah?
Atau berusaha bagaimana caranya supaya semua puas?
J: Biasanya sih saling ngalah. Aku ngalah, dia ngalah. Gantian saja. Kalau nggak ada
yang ngalah bisa perang nanti.
T: Hubungan setelah konflik biasanya jadi gimana tante?
J: Aku sih langsung lupa, kalau sudah diomongin, selesai, lupa deh. Memang dari dulu
kita sudah prinsip, kalau lagi ada masalah kita selesaikan sendiri berdua, nggak usah ada
orang lain tahu
T: Kalau dari cara urus anak ada perbedaan nggak sih oom dan tante?
J: Kalau oom sih ngikutin saja. Aku kan yang lebih tahu karena aku yang di rumah, nanti
aku sampaikan ke dia, dia biasanya ngikut saja.
T: Pernah nggak sih tante bohong atau menyembunyikan sesuatu dari oom?
J: Kebohongan sih ada ya
T: Misalnya apa tuh tante?
J: Kadang kan Irvan kalau ada apa-apa aku berusaha nutupin daripada nanti dimarahin
sama ayahnya. Karena ayahnya kalau sudah marah suka nyakitin. Kan aku yang ngurus
Strategi Manajemen..., Intan Aplia, FIKOM UMN, 2015
dia setiap hari, jadi aku suka kasihan kalau dia dimarahi sama ayahnya. Irvan jadi lebih
takut juga sama ayahnya. Walaupun kita kalau ada sesuatu berusaha seimbang sih, biar
Irvannya nggak merasa ada yang membela, tapi ya tetap saja ya suka kasihan. Dia keras
soalnya ke Irvan, jadi kalau ada apa-apa aku tutupin saja
T: Contohnya apa tuh tante?
J: Misalnya ulangan, nilainya nggak bagus. Jadi aku sembunyiin saja, nanti aku juga
yang kena disangka nggak ngajarin Irvan (tertawa)
T: Pernah ketahuan nggak tante?
J: Nggak sih, soalnya oom orangnya kalau aku sudah bilang sesuatu, ya sudah dia iya iya
saja, nggak nyari tahu, nggak detail
T: Selain anak, pernah menutupi sesuatu lainnya dari oom? Diantara tante sama oom
misalnya?
J: Kalau belanja sih ya... Oom kan orangnya kalau yang masih bisa dipakai, jangan
belanja dulu, tapi kan yang namanya cewek kalau ngeliat baju suka pingin beli. Jadi aku
beli sendiri saja, nggak bilang-bilang. Terus nanti pas aku pakai, oom sadar kan, dia
bilang, „Wah, baju baru nih‟. Aku bilang saja kalau itu dikasih (tertawa). Terus dia
bilang, „Dikasih atau dikasih?‟ (tertawa) Ya sudah sih begitu saja. Nanti kalau aku cerita,
oom malah marah. Oom kan prinsipnya, kalau beli satu keluar satu jadi lemari nggak
numpuk.
T: Oom suka marah juga tuh kalau ketahuan?
J: Ngomel dia. „Mending uangnya disimpan buat yang lain-lain,‟ katanya. Tapi kan
cewek gimana ya... Aku kan tahu diri juga, beli baju nggak pernah yang mahal-mahal.
T: Kalau dari oom sendiri, pernah ada bohong atau menyembunyikan sesuatu?
J: Dia nggak pernah sih ya. Jujur dia orangnya, kalau ada apa-apa pasti ngomong walau
harus dipancing dulu
T: Pernah ada masalah yang bikin sampai meledak gitu nggak tante?
J: Nggak ada sih ya...karena kalau ada masalah diomongin jadi nggak pernah sampai
berlarut-larut
T: Kalau tante melihat oom, oom cara mengatasi masalahnya gimana sih tante? Diam
atau gimana?
J: Oom kebanyakan diam sih. Aku dulu ngomong, baru dia ngomong. Aku lebih aktif
sih.
T: Tante dan oom kan kalau mengalah bergantian, biasanya mengalah dalam masalah
apa sih tante?
J: Biasanya sih finansial ya. Kadang suka kurang dalam sebulan, biasanya nggak segini,
kok sekarang segini, nggak cukup. Nanti si oom minta aku atur dulu kan supaya cukup,
tapi setelah diatur juga tetap nggak cukup, masih ada kurang. Dia bilang, „Kok nggak
cukup, dikemanain uangnya?‟ Jadi ada bentrok disitu. Setelah aku jelasin, dia ngalah
juga biasanya.
T: Kadang uang bulanan nggak tentu ya tante dalam sebulan?
J: Iya, sering kurangnya. Jadi berusaha menyesuaikan saja, kan kebutuhan memang
banyak. Dia juga suka ngotot, „Kok uangnya sudah habis saja?!‟ Nanti aku kasih lihat
deh daftar belanjanya, baru deh dia baca. Ya sudah kalau diomongin, ya selesai.
T: Tante pernah menghindari konflik?
J: Walaupun menghindar kan masalah tetap ada, jadi ya dijalani saja. Kasihan juga kalau
Strategi Manajemen..., Intan Aplia, FIKOM UMN, 2015
suami nanggung sendiri, aku pasti ngasih support saja sih
T: Tante pas ketemu sama oom umur berapa?
J: Aku 20 tahunan, aku kan beda umurnya jauh sama oom. Beda 15 tahun. Tante
sekarang 35, tahun ini oom 50
T: Ada masalah juga dari perbedaan usia?
J: Kadang sih ada juga ya, tapi enaknya nikah sama yang dewasa kalau ada masalah dia
lebih banyak ngalah dan diam. Kita juga kebawa dewasa, jadi saling ngerti
T: Ketika sedang berargumen, tante pernah nangis?
J: Pernah pasti nangis, tapi nggak pernah di depan oom. Di kamar saja sendiri, nanti
tenang sendiri
T: Biasanya apa penyebab jadi nangisnya tante?
J: Dia kan cuek, perempuan kan kadang pingin diperhatiin jadi kadang aku kesal. Aku
sama dia kan tidur pisah, dia tidur sama Irvan
T: Lho, kenapa tante?
J: Nggak tahu, dia tidur sama Irvan. Dia nggak bisa tidur tanpa Irvan, jadi aku tidur
sendiri. Jadi kalau aku nangis ya sendiri saja, dia nggak tahu. Kadang dia coba tidur
sama aku, nanti malem pindah ke Irvan, katanya kasihan sama Irvan tidur sendiri. Irvan-
nya juga maunya sama ayahnya
T: Nggak mau terpisahkan ya tante?
J: Iya, padahal kan sudah gede, aku suka bilang coba tidur sendiri. Tapi ayahnya kasihan
sama dia. Dia jadi nggak bisa kalau nginep-nginep, ujungnya malem-malem nelpon
minta dijemput karena nggak bisa tidur. Kalau ayahnya keluar kota, dia gelisah nggak
bisa tidur. Ayahnya juga sama saja nggak bisa tidur juga (tertawa)
T: Oom sering keluar kota?
J: Nggak sih, paling sebulan sekali
T: Main fisik nggak ada ya tante?
J: Nggak ada, oom kalem sih orangnya
T: Kalau ada masalah, suka saling menyalahkan satu sama lain?
J: Kadang pernah sih, biasanya masalah anak karena aku suka manjain anak. Habisnya
kasihan kalau ngelihat anak dimarahin, dia kalau sekalinya marah kan ngomongnya
pedas banget. Biasanya kalem, tapi kalau sudah marah pedas deh, sadis.
T: Sampai sekarang masih tuh tante?
J: Masih, kalau si Irvan nggak nurut, si oom suka bilang, „Kamu kalau nggak nurut sama
ayah sama mama keluar saja dari rumah.‟ Nangis biasanya si Irvan kalau sudah digituin
T: Biasanya dalam kasus apa tuh tante sampai oom keluar kata-kata seperti itu?
J: Biasanya kalau si Irvan nggak nurut. Makanya aku selalu bilang sama Irvan, „Kalau
ayah marah, sudah diam saja, jangan dilawan daripada nanti panjang‟
T: Tapi walaupun berantem, mereka tetap tidur bareng?
J: Iya, tidur pasti tetap bareng (tertawa)
T: Kalau ngomong ke tante, oom keras juga?
J: Nggak sih kalau ke tante
T: Cara didik oom ke Irvan yang bikin tante kurang cocok apa lagi?
J: Oom tuh maunya didik anak keras, kayak orangtua zaman dulu, tapi kan anak
sekarang sama anak dulu kan nggak bisa disamain. Kalau anak dulu kan takut, anak
sekarang kan ngelawan kalau dikerasin
Strategi Manajemen..., Intan Aplia, FIKOM UMN, 2015
T: Irvan pernah melawan?
J: Pernah, paling nggak suka tuh oom kalau Irvan ngelawan. Padahal nggak ngelawan
banget sih, cuma ngejawab biasa, tapi ayahnya nggak senang
T: Berarti masalah yang biasanya ada di rumah tangga tante tuh masalah finansial dan
cara didik anak ya?
J: Iya itu saja
T: Kalau lagi ada masalah, ada kontak fisik nggak tante?
J: Iya ada
T: Dalam bentuk apa tuh tante biasanya?
J: Meluk biasanya atau dicium, ya sudah gitu saja untuk menenangkan
T: Menurut tante, sifatnya oom kayak gimana sih?
J: Dia baik sih, baik banget, pengertian, tapi kadang cuek juga. Dia suka susah dibilangin
juga. Apalagi masalah rokok, susah deh disuruh berhenti. Aku kan kasihan sama dia,
dokter juga sudah nggak ngebolehin. Tapi susah banget deh. Di mobil saja ngerokok,
padahal mobil baru dibersihin, AC juga nyala. Gregetan, capek deh lama-lama. Misalnya
aku habis bersihin kamar mandi, eh ada abu rokok, apa susahnya sih disiram, malah
ditinggal.
Dia juga suka memendam masalah, kalau nggak ditanya nggak ngomong. Jadi stres
sendiri. Nggak enakan juga orangnya, aku yang suka ngasih tahu dia, kalau dia benar
jangan takut.
T: Sifatnya oom berubah sejak tante kasih tahu begitu?
J: Iya, sudah mulai mau ngomong dia. Dia kadang nggak pe-de juga sih orangnya, jadi
susah.
T: Tante ngasih kepercayaan penuh ke oom?
J: Iya, pasti percaya. Nggak ada yang ditutupin, semua harus terbuka.
T: Menurut tante sendiri, bagaimana sih cara menyelesaikan konflik yang paling baik?
J: Pikirkan dulu kalau ada masalah, baru pelan-pelan cari solusi. Aku biasanya salat,
berdoa, kalau sudah tenang baru diomongin bareng-bareng. Aku juga kadang tanya ke
orangtua karena mereka kan lebih berpengalaman. Pokoknya harus diskusi bareng.
T: Baik, makasih waktunya tante. Nanti kalau ada pertanyaan tambahan aku hubungi
tante lagi ya...
Strategi Manajemen..., Intan Aplia, FIKOM UMN, 2015
TRANSKRIP V
Nama : Tenten Yunandi
Usia : 48 tahun
Pekerjaan : Karyawan swasta
Lama menikah : 13 tahun
Anak : -
T: Oom dan tante Gina sudah berapa lama menikah?
J: 13 tahun, tahun 2002 kalau nggak salah. 13 Juli
T: Kalau ketemunya sendiri? Kenalannya gimana tuh?
J: Dikenalin sama teman, sehabis itu makan di restoran
T: Setelah lama menikah, ada perbedaannya nggak tuh oom sebelum dan sesudah
menikah?
J: Nggak ada sih, karena nggak lama langsung menikah. Sekitar tiga bulan
T: Kalau dihubungan oom dan tante Gina, seberapa penting sih komunikasi?
J: Komunikasi kalau nggak lagi di luar negeri ya nggak terlalu penting, kalau di luar
negeri baru penting
T: Berarti untuk menghindari miskomunikasi ya oom?
J: Iya, kalau di luar negeri ya penting. Makanya tante Gina suka dibawa ke sana juga
kalau lagi di luar
T: Oh tante Gina sering ikut ketika oom ke luar negeri?
J: Iya, pasti ikut
T: Kalau oom dan tante lagi ada masalah, selalu dibicarakan terbuka atau gimana tuh
oom?
J: Terbuka semua, semua diomongin
T: Kalau tante dan oom lagi ngobrol, siapa yang lebih banyak dominasi pembicaraan?
J: Oom yang lebih banyak, tante dengerin
T: Pernah nggak saling menginterupsi, jadi menyela pembicaraan gitu?
J: Iya pernah, kalau tante lagi cerita panjang lebar, jadi tante motong
T: Biasanya saat memotong, tante langsung melanjuti pembicaraan atau jadi diam?
J: Ngelanjutin sebentar, ya oom tinggal saja (tertawa)
T: Suka saling bercanda juga oom?
J: Kalau bercanda sering
T: Kalau lagi berdua saja atau saat ada orang lain juga?
J: Lagi berdua saja sih
T: Pernah nggak saat bercanda tapi tante Gina jadi tersinggung?
J: Jarang, mungkin pernah ya, tapi jarang kayak gitu
T: Selama menikah, pernah ada masalah apa saja?
J: Paling masalah-masalah kecil saja. Perbedaan pendapat ada, ada yang kurang benar,
kan harus diluruskan, jadi ada perbaikan
T: Yang biasanya meluruskan oom?
J: Dua-duanya, kadang tante Gina juga meluruskan
Strategi Manajemen..., Intan Aplia, FIKOM UMN, 2015
T: Kalau lagi ada masalah, oom langsung ngomong atau diam?
J: Diam dulu, tapi tiga hari baru ngomong
T: Setelah tiga hari lalu dibicarakan, atau dibiarkan saja?
J: Tiga hari pokoknya udahan, kan sesuai sunah Rasul
T: Kalau lagi ada masalah, siapa yang lebih sering mengalah?
J: Tante Gina yang biasanya ngalah, biasanya diam
T: Biasanya kalau oom kalau marah gimana?
J: Oom biasanya langsung diekspresikan, langsung marah
T: Contohnya gimana tuh oom?
J: Misalnya kalau mau berangkat pergi, tante Gina suka lambat, ya sudah oom marahi,
harus cepat lain kali
T: Itu sering kayak gitu oom?
J: Ah jarang hal-hal kecil gitu sih, sebentar juga langsung lupa
T: Menurut oom, cara tante Gina menghadapi konflik gimana sih?
J: Lebih sabar daripada oom, dia nunggu dulu tapi nggak cepat bertindak. Dia nunggu
dulu, mikir dulu baru ngomong, sama lah kayak oom, tiga harian gitu
T: Kalau oom pernah menghindari konflik?
J: Nggak, nggak pernah. Selalu diomongin
T: Oom pernah berteriak saat lagi ada masalah?
J: Jarang, hampir nggak pernah
T: Apalagi main fisik ya oom?
J: Iya, nggak pernah
T: Pernah saling menyalahkan satu sama lain nggak oom?
J: Nggak, kalau lagi bercanda sih iya, tapi kalau beneran lagi ada masalah sih nggak
pernah
T: Melakukan kontak fisik nggak oom saat ada masalah?
J: Iya
T: Dalam bentuk apa tuh oom?
J: Ya, digandeng juga udah baik lagi, dipegang tangannya
T: Kalau oom melihat karakter tante Gina sendiri gimana sih?
J: Penurut ya, cuma sedikit lambat, gerakannya lambat, sedangkan oom cepat, gesit.
Paling konflik-konfliknya gitu saja, oom suka nggak sabaran, oom kan maunya semua
serba cepat
T: Menurut oom, bagaimana cara menyelesaikan konflik paling baik dalam rumah
tangga?
J: Komunikasi, dijelaskan lebih jauh. Semuanya diterangkan lebih jauh, saling ngasih
tahu
Strategi Manajemen..., Intan Aplia, FIKOM UMN, 2015
TRANSKRIP VI
Nama : Gina Sugiarti
Usia : 42 tahun
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Lama menikah : 13 tahun
Anak : -
T: Tante dan oom sudah berapa lama menikah?
J: Dari 2002, jadi sudah 12 tahun
T: Bisa ketemu dan kenalnya dari mana tuh tante?
J: Dikenalin sama temannya teman
T: Mulai kenalnya tahun berapa?
J: Tahun 2001
T: Langsung pacaran atau gimana?
J: Pacarannya kira-kira sebulan kemudian, terus enam bulan kemudian menikah
T: Ketika dikenalkan, langsung tertarik atau gimana tuh tante?
J: Nggak langsung tertarik sih ya. Tapi tante kan jenis orangnya yang nggak bisa, kalau
tiba-tiba ada yang ngedeketin. Ini kan dikenalin dulu, saling mengenal dulu. Cuma itu
pas pertama ketemu, sekitar seminggu kemudian oom Tenten telepon. Habis itu nggak
lama, beberapa hari kemudian jalan bareng
T: Habis itu nggak lama langsung pacaran yah
J: Pokoknya tanggal 26 November ketemu kalau nggak salah, terus tanggal 26
Desember jadian deh
T: Pas sebulan ya tante
J: Iya, sempat dibawa ke rumah keluarga-keluarganya dulu di Bandung. Di situ deh
jadiannya, di Bandung
T: Pas ketemu sama oom, umur tante berapa?
J: Tante 29, oom 34-an
T: Beda lima tahun ya
J: Iya, beda lima tahun. Jadi pas nikah, oom tenten sih udah 35, tante 30
T: Ada nggak sih perbedaannya yang dirasakan sebelum dan setelah menikah?
J: Dari sifatnya sih makin ketahuan kalau dia keras
T: Ketika pacaran nggak begitu kelihatan?
J: Kelihatan, tapi namanya juga masih pacaran, nggak benar-benar kelihatan. Pas nikah,
baru deh. Maksudnya keras tuh bukan main tangan ya, nggak pernah main tangan. Tapi
emosinya, gampang marah, gampang tersulut. Memang dari sifatnya sih
T: Itu langsung terlihat atau butuh waktu?
J: Beberapa bulan sih, di tahun-tahun pertama nikah sudah mulai kelihatan
T: Selain emosional ada apa lagi tante yang terlihat sesudah nikah?
J: Lupa juga sih, tapi ya emosional itu yang paling kelihatan. Kita memang beda
banget, tante kan diam orangnya, kalau marah pun diam. Kalo oom langsung, hal kecil
juga. Marahnya sama saja mau persoalan kecil atau besar
Strategi Manajemen..., Intan Aplia, FIKOM UMN, 2015
T: Masuk ke komunikasi dulu ya tante. Seberapa penting sih komunikasi dalam rumah
tangga?
J: Penting ya karena komunikasi kan harus dua arah. Kalau nggak kita saling menebak-
nebak
T: Komunikasi tante ke oom selalu terbuka?
J: Oh nggak. Oom Tenten tuh kalau lagi ngobrol, apa yang dia mau omongin harus
dikeluarin, sampe benar-benar selesai, tante harus mendengarkan dong. Karena reaksi
oom yang nggak terduga itu, kadang ada persoalan yang menurut tante wajar, pengen
disampaikan, tapi nanti reaksinya diluar dugaan. Misalnya, masalah keluarga, padahal
bukan masalah besar, cuma ingin sekadar menyampaikan info, tapi nanti reaksinya di
luar dugaan. Jadi lihat kondisi, pilih-pilih mana yang mau diceritakan
T: Jadi kalau ada yang kira-kira bakal bikin oom meledak, nggak diceritakan ya tante,
disimpan saja
J: Iya, tapi nanti kalau misalnya dia tahu dari orang lain, baru nanti tante omongin
T: Nggak langsung dari tantenya tapi ya
J: Iya nggak, karena itu tadi, reaksinya nggak bisa diduga. Jadi harus lihat sikon, ini
perlu nggak disampaikan
T: Tante kan suka pergi keluar juga sama oom, nah apa cara ngomong oom tenten pas
lagi berdua sama tante dan pas lagi ada orang lain beda?
J: Iya, kadang superiornya ada, tapi kalau udah sama pasangan berdua saja kan beda ya,
bisa santai. Sementara kan kalau sama orang lain, misal sama orang di kerjaan kan ada
egonya dia. Kalau lagi sama keluarga juga kan muncul egonya dia sebagai anak paling
tua
T: Jadi lebih rileks kalau lagi sama tante berdua ya dibanding kalau lagi ada orang lain
J: Iya gitu
T: Tapi pernah nggak sih oom bicara seperti merendahkan tante di depan orang lain?
J: Hmm... kadang-kadang ya. Oom kan emang suka gitu. Kalau menurut tante ya itu
resiko ya, hal-hal yang seperti itu nggak usah diperbesar. Tapi kalau ada saatnya dia
enak, lagi santai, kita bisa masuk, ngomongin. Nanti gitu sudah bertahun-tahun pas
udah kondisi enaaakkk, kita ngobrol apapun juga menerima.
T: Tapi oom kalau lagi membicarakan itu nggak marah ya?
J: Nah itu, kalau kondisinya cocok ya nggak
T: Itu berarti lama juga ya tante untuk nunggu waktu yang tepat itu, nggak cuma
seminggu dua minggu
J: Iya lama banget
T: Sempat ada masalah yang diomongin sampai udah lewat bertahun-tahun?
J: Iya ada, orangnya kan nggak bisa dilarang-larang atau dikasih tahu, tante ngikutin.
Tapi nanti dia biasanya nyadar sediri, jadi nanti baru kita masuk. Yang berasa sih
waktu 2002 kan nikah, terus 2008 kita pindah ke Malaka. Nah di situ tuh yang menurut
tante kondisinya enak, di sana juga suasananya enak sih, mungkin karena nggak ada
macet sih ya, kalau di sini kan macet jadinya kebawa emosi, kalau di sana nggak. Di
sana tuh kita ngomongin unek-unek banyak tuh.
T: Berarti itu sudah disimpen dari tahun 2002, dan tahun 2008 baru keluar?
J: Iya, itu yang ngeluarin unek-unek yang paling lega. Dianya juga diam, biasanya kan
omongan kita dipatahkan, nah ini nggak. Dianya diam gitu ngedengerin, paling senyum
Strategi Manajemen..., Intan Aplia, FIKOM UMN, 2015
atau ketawa
T: Oom-nya sendiri mengakui kesalahan nggak ketika itu?
J: Nggak langsung sih ya, dia untuk menutupi jadi dibawa bercanda
T: Nggak langsung minta maaf gitu ya
J: Ada minta maafnya tapi nggak langsung saat itu
T: Ada gengsinya kali ya
J: Wah iya, gengsinya lumayan gede
T: Kalau lagi ngobrol berdua nih, siapa yang lebih banyak bicara dan siapa yang lebih
banyak mendengarkan?
J: Yang lebih dominasi bicara mah ya oom, kalau tante memang tipe pendengar ya.
Tante suka pengen cerita dari A sampai Z, tapi nanti dia ngomong „iya iya sudah tahu‟
T: Disela gitu ya
J: Iya, kalau cuek sih tante terus aja ngomong. Kalau nge-cut yang nggak enak ya udah
tante diam, tapi kalo ngecut-nya masih enak ya lanjutin aja
T: Suka saling mengejek juga nggak sih tante?
J: Iya suka, bercanda-bercanda gitu
T: Tapi pernah yang sampai bikin tersinggung nggak?
J: Oh sering
T: Kayak gimana tuh contohnya tante?
J: Ya misalnya bercanda tentang saudara tante, ya walaupun bagaimana itu kan saudara
ya. Tante juga kalau udah kesal banget jadi balas menyinggung saudaranya oom juga,
padahal kan nggak boleh ya. Apalagi kalau lagi dapet, jadi sensitif.
T: Berarti kadang tante ngebalas juga ya
J: Kadang balas ya kadang diam, ya terserahlah, mulut-mulut dia, nanti dia juga sadar
sendiri
T: Kalau nyindir kekurangan gitu pernah tante?
J: Ya dia suka marah-marah gitu, „makanya jangan begini jangan begitu.‟ Ya paling
kesal ya itu, marah-marahnya itu
T: Mungkin karena tante nggak biasa juga kali ya
J: Iya, padahal cuma ngomong apa gitu, nanti dimarahin gitu
T: Kan sudah 12 tahun nikah ya tante, konfliknya apa aja yang pernah ada?
J: Apa ya, kalau konflik keuangan juga nggak sampai bagaimana gitu ya, nggak ada
yang besar
T: Kalau perbedaan pendapat gitu ada tante?
J: Perbedaan pendapat ya sering, cuma kan oom dominan, jadi ya sudah, tante nggak
mau memperlebar, sudah manut saja
T: Berarti tante cenderung ngalah ya. Kalau sedang berargumentasi sama oom, lebih
diam gitu ya
J: Iya lebih diam
T: Tapi oom pernah ngalah?
J: Hmm... ngalah hampir nggak pernah ya
T: Memang tante ya yang lebih ngalah. Kalau menghadapi masalah, tante lebih
cenderung verbal atau non-verbal?
J: Tante lebih cenderung non-verbal, diam saja
T: Ada kan pasangan yang diam dulu, nanti di hari kedua atau ketiga baru dibicarakan,
Strategi Manajemen..., Intan Aplia, FIKOM UMN, 2015
atau tante memang benar-benar diam sampai masalahnya selesai sendiri?
J: Tante tergantung suasana juga, memang tante ada sifat jelek juga. Tante kalau
marah, diam dan nggak mau melihat muka. Tapi kalau lagi benar, ya cepat sadar, cepat
menganggap biasa kayak nggak ada apa-apa. Tapi kalau nggak, tante biasanya nunggu
tiga hari dulu, nanti kalau lewat tiga hari kan nggak boleh, baru deh baikan lagi. Entah
gimana caranya, telpon duluan misalnya. Kalau oom kan cepat marah tapi cepat baik,
kalau tante malah nggak, cenderung disimpan. Jadi karena persoalannya sudah numpuk
banget, kalau ada hal kecil langsung kesal karena sudah terlanjur banyak yang
ditumpuk. Memang tante sudah sifatnya gitu, tapi nggak mau lebih dari tiga hari deh.
T: Tapi kalau lagi begitu, kehidupan rumah tangga berjalan seperti biasa?
J: Iya tetap aja kewajiban tante ya, masak gitu-gitu. Cuma jeleknya ya suka pindah
tempat tidur, padahal kan nggak boleh
T: Sering nggak tante yang sampe pisah tempat tidur gitu?
J: Nggak sering sih, cuma kadang kalau emosi banget
T: Kalau menghadapi konflik sama oom, biasanya win-win atau win-lose sih?
J: Kita nggak langsung menyelesaikan masalah sih, persoalannya bukan yang besar sih
biasanya.
T: Biasanya kalau di rumah tangga suka ada masalah finansial kan ya tante, di rumah
tangga tante dan oom nggak ada ya
J: Ada sih, kalau pas tante masih kerja kan masih bisa nutupin, kalau sekarang kan
harus ngikutin. Jadinya di situ yang harus detail dan direncanakan, ada listnya ditulis,
beli apa sampai sekecil-kecilnya. Nanti kan oom Tenten ngecek, dia nanya, „ini apa
kok pengeluarannya banyak banget?‟ Tante tinggal ngeluarin listnya. Tapi ada satu
ketika, karena sudah percaya ya, jadinya ya sudah nggak ngecek lagi, paling
pengeluaran yang besar-besar saja, udah nggak bikin list lagi. Jadi membangung
kepercayaan ya, supaya dia percaya kita ya harus nurut. Intinya itu saja. Soalnya kalau
oom Tenten orangnya paling nggak toleransi sama kebohongan, kalau sudah sekali
ketahuan kita bohong, nggak akan percaya lagi.
T: Kalau kebohongan sendiri pernah ada tuh tante?
J: Bukannya bohong sih ya. Misalnya ngasih pinjam uang ke temannya, baru nanti
ngasih taunya ke tante belakangan, tapi kalau yang kayak gitu sih tante nggak
intervensi yang penting ngomong, jangan sampai nggak ngomong
T: Berarti nggak ada yang benar-benar disembunyiin ya tante?
J: Nggak, Alhamdulillah nggak ada
T: Jadi konflik paling besar menurut tante selama ini apa?
J: Nggak ada sih ya
T: Tante sendiri kan kalau menghadapi konflik lebih ke diam ya, kalau oom diam juga?
J: Kalau dia nggak suka sih dia langsung ngomong, langsung marah. Kalau tante
nggak, jadi oom juga nggak ngerti, maunya tante ngomong. Cuma kan tante udah
sifatnya gitu ya. Konflik sih nggak ada yang sampai besar banget
T: Nggak ada konflik yang sampai bikin kesal capek gitu ya tante?
J: Capek ya karena sifat pemarahnya itu, kadang capek deh
T: Berarti sampai sekarang tante masih beradaptasi ya dengan sifat oom yang seperti
itu?
J: Iya, tante masih harus kira-kira, „bisa diomongin nggak ya‟, karena kalau marah kan
Strategi Manajemen..., Intan Aplia, FIKOM UMN, 2015
begitu. Harus pintar memilah-milah apa yang harus diomongin
T: Kalau masalah kantor suka dibawa ke rumah nggak tuh tante? Misalnya bete di
kantor, di rumah jadi kecipratan juga gitu
J: Kadang-kadang iya, dia suka curhat ngedumel, kesal gitu, tapi kesalnya nggak ke
tante. Kalau sudah begitu tante juga komentar seperlunya saja, jangan dikomporin
T: Kalau tante pernah menghindari konflik?
J: Iya biasanya gitu, tante tunggu emosi reda dulu
T: Tante pernah nangis atau teriak saat berantem?
J: Nangis sering karena tante orangnya sensitif, cengeng. Kalau teriak sih nggak ya,
tapi cuma ngebalas omongannya dia aja, tapi itu juga jarang banget karena oom
orangnya nggak bisa digituin, dianggapnya melawan. Kadang-kadang persoalan orang
lain, tapi persepsi kita lain terhadap persoalan itu, tante meluruskan, tapi nanti
dianggapnya melawan padahal maksudnya bukan itu
T: Pernah sampai balas-balasan gitu nggak tante? Jadi adu argumentasi
J: Tante sih biasanya kalau sudah begitu, memilih untuk pergi ke ruangan lain terus
dikunci ruangannya. Tante menghindar saja.
T: Tapi kalau keadaannya seperti itu, tante masih merespon kalau diajak ngobrol?
J: Tante kalau marah nggak langsung, tapi meredakan marahnya juga lama
T: Pernah nggak yang oom sampai marah banget sampai tante kaget atau tersinggung?
J: Ada lah ya, karena dia kalau marah cenderung meledak ya
T: Ada sampai mengeluarkan kata-kata kasar?
J: Ada ya marah sampai kata kasar keluar, cuma ya tante mikirnya mungkin lagi ada
sesuatu yang membuat dia seperti itu. Kita kan sifatnya juga memang beda.
T: Sekarang ada perubahan tante?
J: Ada, karena dulu lebih meledak-ledak. Apalagi kalau macet, itu penyulut banget deh,
kalau capek juga. Pas di Malaysia kan nggak ada macet, nggak banyak marah tuh
T: Tante kan pernah nangis juga ya ketika lagi ada konflik. Itu di depannya atau
gimana?
J: Iya pernah di depannya sering, dianya diam saja
T: Ada kontak fisiknya tante?
J: Ada, karena dia cepat sadar juga. Biasanya sih dipegang tangannya atau diusap-usap
tangannya
T: Tante sendiri melihat karakter oom tuh gimana sih?
J: Ya keras, dia tegas juga. Kalau A ya A, kalau hitam ya hitam. Dia orangnya serius,
nggak bisa kita ajak bercanda. Tapi tante berubah jadi lebih baik juga ya karena dia.
Kalau sudah nikah kan harus nurut suami, kalau benar kenapa nggak. Misalnya ada
temannya oom Tenten datang, tante tuh nggak boleh keluar, di kamar. Nah tante
mikirnya dia tuh mau melindungi tante. Kalau benar dan tujuannya untuk kebaikan
kenapa nggak. Walaupun orang lain melihatnya protektif banget.
T: Tapi tante pernah merasa terkekang nggak?
J: Awal-awal iya, karena kan masih adaptasi. Tapi kan lama-lama harus ngikutin juga,
tipenya juga gitu, harus ngikutin dia
T: Tante ngasih kepercayaan penuh ke oom?
J: Iya, kita harus yakin saja ya. Kalau kerja ya memang kerja.
T: Kalau menurut tante sendiri bagaimana cara menyelesaikan konflik dalam rumah
Strategi Manajemen..., Intan Aplia, FIKOM UMN, 2015
tangga yang paling baik?
J: Kita harus lihat sikon, kalau bisa ngomong di saat itu ya langsung ngomong, tapi
kalau nggak bisa ya ditunda dulu nggak apa-apa
Strategi Manajemen..., Intan Aplia, FIKOM UMN, 2015
TRANSKRIP VII
Nama : Ade Yatmin
Umur : 47 tahun
Pekerjaan : Pegawai swasta
Lama menikah : 21 tahun
Anak : 5 anak. 2 putra usia 20 tahun dan 10 tahun. 3 putri usia 16 tahun, 7
tahun, dan 16 bulan
T: Bapak dan ibu sudah kenal berapa lama sebelum nikah?
J: Sebelum nikah? Belum kenal sebenernya (tertawa), baru ketemu dua kali ya langsung saya
lamar
T: Sebentar banget ya pak... Nikahnya sendiri sudah berapa lama?
J: Dari tahun 1993
T: Kenalnya kira-kira berapa lama sebelum nikah?
J: Mungkin nggak lebih dari dua bulan ya
T: Jadi nggak ada masa pacarannya ya pak?
J: Nggak ada, kenal langsung lamaran, terus nikah
T: Waktu itu di mana tuh pak?
J: Di Semarang
T: Bapak kesininya kapan tuh pak?
J: Kerja disini dari tahun 86
T: Berarti bapak bawa ibu kesini ya?
J: Iya
T: Ada nggak sih perbedaan dari ibu setelah dan sebelum menikah?
J: Perbedaan... soalnya kenal dekatnya kan setelah nikah jadi pacarannya ya setelah nikah itu
(tertawa)
T: Menurut bapak, seberapa penting komunikasi dalam keluarga?
J: Penting sekali ya, setiap ada masalah selalu dirembuk bersama
T: Komunikasi dalam keluarga bapak berarti terbuka ya pak?
J: Iya, mulai dari masalah anak, masalah ekonomi selalu terbuka semuanya, baik istri dan anak
saling mengetahui
T: Ada yang suka dominasi nggak sih pak?
J: Nggak sih ya, cuma kalu lagi mengajari anak supaya dia ngerti aja
T: Ada perbedaan gaya bicara ketika bapak lagi di luar bersama ibu?
J: Sama saja sih
T: Kalau bapak dan ibu lagi ngobrol berdua ada yang suka dominasi pembicaraan?
J: Itu sih paling bercanda saja ya, selalu gantian kok kalau ngomong
T: Bapak pernah motong atau menyela pembicaraan?
J: Cuma untuk bercandaan biasa saja, nggak ada sampai ribut gitu
T: Suka saling meledek juga nggak pak?
J: Wah sering itu, tapi untuk bercanda saja, nggak serius
T: Pernah nggak tapi bapak menyinggung ibu karena bercanda?
J: Pernah mungkin ya, tapi saya nggak sadar (tertawa) tapi setelah itu pasti ngasih penjelasan
lagi supaya nggak ada miskomunikasi
T: Apa saja konflik yang pernah terjadi dalam keluarga?
Strategi Manajemen..., Intan Aplia, FIKOM UMN, 2015
J: Semuanya kita pikul bersama sih ya, masalah berat, masalah ringan, semuanya kita pikul
bersama
T: Kalau masalah berat contohnya gimana pak?
J: Biasanya masalah biaya, suka nggak ada biaya... tapi ya kita pecahkan bersama
T: Pemecahannya gimana pak?
J: Pemecahannya ya nanti pasti ketemu, contohnya ekonomi. Kita nih pekerja, jadi kalau ada
kekurangan pasti akan tertutup. Kan di rumah juga ada warung, saling mengisi jadinya. Ibu
bantu juga jualan dan jahit
T: Dalam menyelesaikan masalah, bapak sendiri cenderung diam atau langsung ngomong?
J: Saya diam. Diam dulu.
T: Tapi sehabis itu ngomong?
J: Diam juga nggak lama, nanti toh ngomong juga dan ketemu juga penyelesaiannya
T: Kalau mengalah, yang lebih sering mengalah siapa sih pak?
J: Ya, saya sih... ngalah kan tujuannya untuk kebaikan. Kita selalu saling mengerti
T: Selain masalah ekonomi, ada masalah lain penyebab timbulnya konflik? Misalnya anak?
J: Ya, kita kan sebagai pelengkap saja.Apa yang baik, kita dukung
T: Kalau perbedaan pendapat, ada pak?
J: Contoh kecil sih misalnya warna cat rumah ya, kita kan sama-sama milih ya. Saya pengen
apa, istri pengen apa. Jadi ya cari jalan tengah saja, saya juga jadinya terserah istri saja deh
(tertawa)
T: Menurut bapak, bagaimana cara ibu menghadapi konflik?
J: Dia selalu tenang ya... Kalau ada masalah, dia selalu bisa menghadapi. Walaupun nanti kita
selalu musyawarah, tapi ya kalau ada sesuatu nggak tegang. Kita juga selalu cari jalan keluar
bersama
T: Bapak juga begitu?
J: Iya, selalu musyawarah, diskusi bareng-bareng
T: Kalau sedang ada masalah, bapak pernah berteriak?
J: Oh, nggak pernah, paling teriak untuk memanggil saja. Manggil sekali dua kali suka nggak
denger, jadi agak teriak manggilnya (tertawa)
T: Berarti bisa dibilang masalah yang paling besar itu masalah ekonomi ya pak, contohnya apa
pak masalah ekonomi yang pernah terjadi?
J: Contohnya, biaya sekolah. Biayanya kadang suka nggak ada. Solusinya sih paling pinjam di
perusahaan
T: Bapak dan ibu pernah saling menyalahkan satu sama lain?
J: Nggak pernah ada sih, nggak pernah saling sakit menyakiti kalau sedang ada masalah
T: Nggak pernah ya pak, apalagi sampai fisik ya pak?
J: Apalagi sampai fisik, nggak pernah itu. Kita ngomong saja nggak pernah keras. Kita kan
hidup beragama, makanya di dalam keluaga kami agama nomor satu. Setiap hari kita mengaji,
kan ada nasehat-nasehat, jadi kita juga mengerti. Secara nggak langsung kita jadi belajar, jadi
tahu, kewajiban suami apa, kewajiban istri apa, saling mengerti.
T: Menurut bapak, karakter ibu seperti apa?
J: Dia tegas, terutama mendidik anak, untuk masa depan anak pasti mengarahkan
T: Bapak sendiri memberi kepercayaan penuh ke ibu?
J: Penuh. Selama saya kerja istri, saya selalu percayakan semua urusan keluarga sama dia
karena kan kalau nggak ada saya, istri yang berperan. Saya juga kalau ada sesuatu nanya ke
istri karena dia di rumah
T: Pernah menyembunyikan sesuatu dari ibu?
J: Misal nanya keuangan, saya suka sembunyikan. Tapi nanti ujung-ujungnya saya keluarkan
untuk keluarga juga, kalau misalkan ada sesuatu apa, uang itu yang dipakai
Strategi Manajemen..., Intan Aplia, FIKOM UMN, 2015
T: Menurut bapak, gimana cara menyelesaikan masalah yang paling baik?
J: Secara musyawarah, ada masalah apa harus dipecahkan bersama. Didiskusikan bersama ke
semua, baik anak, istri, selalu memecahkan bersama. Anak juga dikasih tahu supaya dia ikut
merasakan dan mengerti.
Strategi Manajemen..., Intan Aplia, FIKOM UMN, 2015
TRANSKRIP VIII
Nama : Hariyanti
Pekerjaan : Ibu rumah tangga/penjahit
Umur : 40 tahun
Lama menikah : 21 tahun
Anak : 5 anak. 2 putra usia 20 tahun dan 10 tahun. 3 putri usia 16
tahun, 7 tahun, dan 16 bulan
T: Ibu dan bapak sudah berapa lama menikah?
J: Nikahnya dari tahun 93
T: Tanggal berapa tuh bu?
J: Tanggal 27 November 93
T: Sebelum menikah, sudah berapa lama kenal dan pacarannya?
J: Oh saya nggak ada pacaran. Setelah kenal, seminggu setelahnya keluarga dia
datang ke rumah, seminggu kemudian lamaran, tiga hari kemudian menikah
T: Wah cepat ya bu, berarti seminggu, seminggu, tiga hari
J: He‟eh, soalnya Jakarta-Semarang
T: Yang Semarang?
J: Saya di Semarang, bapak kerja di Jakarta
T: Ohh... bisa kenalnya gimana tuh bu ceritanya?
J: Dari kakaknya. Kakaknya kan di Semarang, kita satu organisasi, satu pengajian
T: Oh, jadi dari situ dikenalin ya bu... Itu umur berapa?
J: Saya 20 tahun, bapak 27
T: Beda 7 tahun ya bu. Ketika dikenalkan itu, ibu apa langsung tertarik sama bapak?
J: Ya, saya sih mikir-mikir dulu kan belum tahu. Kita kan sama-sama orang
pengajian, jadi saya yakin saja kalau dia calon suami yang baik
T: Jangka waktu dari kenal sampai menikah kan bisa dibilang pendek ya bu. Ibu
merasakan ada perbedaan nggak sih sebelum dan setelah menikah?
J: Nggak sih ya, nggak ada masalah. Kita juga sama-sama tahu bagaimana menjadi
istri yang baik, bagaimana menjadi suami yang baik
T: Jadi sudah sama-sama mengerti ya bu... Menurut ibu, seberapa penting komunikasi
dalam keluarga?
J: Oh penting banget
T: Bagaimana tuh bu? Bisa dijelaskan?
J: Ya, kita setiap hari dari mulai bangun tidur kita kan selalu salat bareng, terus nanti
bangunin anak-anak, pada sarapan, terus sekolah. Pulang sekolah kan sehabis magrib
kita selalu kumpul. Anak-anak kan suka ada problem, nanti dibicarakan bersama,
kalau ada kesulitan. Biasanya sih ngomongnya ke saya, nanti kalau sekiranya dia
sudah bisa menyelesaikan masalahnya, ya sudah...
T: Berarti komunikasi dalam keluarga ibu terbuka atau tertutup?
J: Terbuka, semua terbuka
T: Masalah anak, pekerjaan?
Strategi Manajemen..., Intan Aplia, FIKOM UMN, 2015
J: Iya, termasuk pekerjaan. Bapak juga selalu minta pertimbangan atau saran tentang
masalah apa. Selama kita mampu ya kita beri saran
T: Selalu diskusi bareng ya berarti bu. Ibu anak ada berapa?
J: Anak ada 5. Pertama umur 20 sudah kuliah, kedua umur 16 tahun, ketiga 10 tahun,
keempat 7 tahun, kelima baru 16 bulan
T: Kalau mengenai anak, ibu juga selalu cerita?
J: Iya terbuka semua. Saya ke anak kadang kayak teman, tapi kalau serius ya serius.
Kalau memang anak salah, saya selalu nasehatin. Kalau dia kurang bisa, saya selalu
arahkan. Alhamdulillah nurut semua
T: Tapi pernah ada masalah dimana anak nggak mau menuruti ibu?
J: Sempat sih ya, tapi kalau dia sudah mulai melenceng, langsung saya kasih tahu.
„Sebagai anak, kamu tuh harus begini, orangtua kan mau kamu jadi anak yang bener‟.
Alhamdulillah langsung mengerti
T: Ibu anaknya cowok semua?
J: Nggak, yang kedua terakhir cewek-cewek, kakaknya cowok-cewek-cowok
T: Wah, lengkap ya bu.. Nah bapak dan ibu kan pasti sering bertemu dengan orang
lain, cara ngomong bapak ke orang lain beda nggak sih bu sama di rumah?
J: Sama aja deh, dia begitu-begitu saja (tertawa)
T: Ibu pekerjaannya ibu rumah tangga ya bu?
J: Iya, saya selain ibu rumah tangga, saya juga ada warung sembako dan menjahit di
rumah
T: Ketika ibu lagi ngobrol sama bapak, siapa yang lebih banyak mendominasi
pembicaraan? Ibu atau bapak?
J: Sama saja sih ya, gantian. Kalau bapak ngomong, ya saya dengerin. Saling
menimpali juga
T: Berarti nggak pernah ya bu, salah satu terus ngomong tapi yang satu hanya
mendengarkan?
J: Oh, nggak pernah. Selalu ngasih kesempatan untuk ngomong.
T: Tapi pernah menyela ditengah pembicaraan nggak bu?
J: Paling saya sih, itu juga cuma sebentar dan bercanda, nanti ya terus lagi
ngomongnya (tertawa)
T: Berarti sering bercanda ya bu?
J: Oh, sering, bercanda mulu (tertawa). Walaupun ada anak juga ledek-ledekan
(tertawa)
T: Pernah nggak bu, saat lagi ledek-ledekan atau bercanda, salah satunya jadi
tersinggung?
J: Saya sih ya yang suka meledek, tapi ledekan bercanda ya. Tapi suami saya nggak
pernah tersinggung sih, dia biasa saja (tertawa)
T: Berarti nggak pernah jadi berantem ya bu... Nah, kalau konflik sendiri, apa saja sih
konfilk yang pernah terjadi dalam rumah tangga ibu dan bapak?
J: Ya biasa lah ya, ekomomi kalau sedang turun. Tapi kalau kita ingat untuk selalu
bersyukur, kita masih lebih beruntung daripada yang lain, nah dari situ biasanya
langsung hilang bebannya
T: Konflik ekonomi yang pernah terjadi apa bu misalnya?
J: Awal beli rumah ini nih, biasa lah orang pertama beli rumah nggak mungkin
Strategi Manajemen..., Intan Aplia, FIKOM UMN, 2015
uangnya cukup. Belum renovasi ini itu. Jadi kita pinjam. Tapi setelah kita diskusi
bareng, suami istri saja tapi ya, kalau masalah ini anak belum perlu tahu. Jadi ya
selesai
T: Penyelesaiannya seperti apa tuh bu?
J: Kita kerja keras lagi. Saya juga bantu jualan sembako dan jahit, kalau masalah
makan masih bisa lah ya
T: Kalau sedang ada konflik, ibu lebih cenderung ngomong atau diam?
J: Saya langsung ngomong
T: Langsung ngomong ya bu, tapi ada diamnya dulu nggak?
J: Paling kalau suami habis pulang kerja kan capek ya, jadi saya lihat situasi dulu.
Kalau dia sudah santai, baru saya ngomong
T: Memang sebelum di sini, ibu tinggal dimana?
J: Dulu saya ngontrak di Jakarta. Bapak kan kerja di Sudirman
T: Ketika lagi ada masalah, ibu dan bapak menyelesaikannya win-win atau win-lose?
J: Lihat kondisi juga sih ya, kadang saya mengalah, kadang bapak mengalah
T: Contohnya bagaimana bu?
J: Kalau istri kan ya, melihat suami capek, jadi ya nanti dulu ngomongnya (tertawa)
T: Yang cenderung mengalah berarti ibu atau bapak sih, bu?
J: Mengalah... bapak ya... (tertawa). Seringnya bapak, karena bapak kan pendiam jadi
susah kali ngomongnya (tertawa). Kalau saya kan cerewet (tertawa)
T: Kalau bapak kepribadiannya gimana sih?
J: Dia suami yang baik, selalu pengertian sama istri. Sering bantu kerjaan saya,
misalkan cuci piring, kalau saya lagi capek, saya bilang „Mas, tolong dong mas, lagi
nggak enak badan.‟ Nah, dia mau bantu saya.
T: Wah bapak hebat ya bu, mau bantu-bantu di rumah juga
J: Iya, dia juga bantu nyebokin anak yang kecil (tertawa). Dia pengertian sekali
T: Ke anak juga begitu ya bu?
J: Iya, anak malah suka bilang, „Ayah tuh baikkk deh...‟ Terus nanti saya iseng nanya,
„Baik ibu atau baik ayah?‟ „Baik ayah‟ kata mereka (tertawa)
T: Bapak dekat ya berarti sama anak?
J: Dekat ke semuanya sih, ke saya juga dekat. Kalau saya lagi pergi, mereka suka
nyariin juga (tertawa)
T: Padahal ibu dan bapak bisa dibilang anaknya cukup banyak juga ya bu, tapi tetap
dekat ke semuanya
J: Iya, karena kita kan saling pengertian, saling bantu pekerjaan juga
T: Apalagi masih ada yang kecil ya bu... Yang besar suka bantu-bantu juga?
J: Yang besar sih saya suruh dulu. Kadang kan kalau sudah pegang komputer susah
ya. Saya sering nasihatin, „Tolong dong, sebelum pegang komputer bantu nyapu dulu‟
Akhirnya dia mengerti dan mau bantu
T: Hubungan ibu dan bapak setelah ada masalah gimana sih bu? Langsung baik atau
ada diam-diaman dulu?
J: Paling semalam, besok pagi sudah baik lagi
T: Nggak sampai berhari-hari ya bu?
J: Nggak
T: Tapi kalau sedang ada masalah, kegiatan sehari-hari tetap berjalan biasa?
Strategi Manajemen..., Intan Aplia, FIKOM UMN, 2015
J: Iya, terus berjalan biasa karena kan biasanya kita ngobrol terus jadi diam kan malah
aneh, jadi canggung. Biasanya malah anak yang suka meledek, „Lagi kenapa sih?
Biasanya kan mamah dan ayah bercanda, ngobrol, ini kok diam?‟ (tertawa) Biasanya
kita saling meledek aja, senggol-senggol, nanti cair juga jadinya (tertawa)
T: Selain masalah ekonomi nih bu, penyebab konfliknya ada apa lagi?
J: Biasanya masalah anak sih
T: Gimana tuh bu?
J: Waktu itu pernah sekali, anak minta dibeliin makanan. Satu minta nasi goreng, satu
minta bakso, satu minta ketoprak, tapi jaraknya jauh-jauh. Lah, ayahnya kan pulang
kerja, capek. Nah, yang beli nasi goreng tuh antri, kesal dia. Saya kan nungguin di
rumah, kok lama sekali dari jam 8 sampai jam setengah 10. Dia kan capek, kesal, saya
di rumah nelpon terus, „Mas, kok lama banget?‟ Jadi salah paham deh. Baru deh pas
sampai di rumah dijelaskan
T: Tapi tetap dibeliin semuanya ya bu?
J: Iya, tetap diturutin semuanya, tapi sambil kesal. (tertawa) Wajarlah ya, saya
maklum.
T: Kalau dari cara mendidik anak ada perbedaan nggak bu?
J: Tergantung sih ya, soalnya anak kan beda-beda. Ada yang diam, yang kedua diam
tapi belajarnya kurang, sukanya nonton sinetron (tertawa). Kalau yang ketiga nggak
bisa diam, sukanya keluar, kalau dinasihatin harus lebih keras, baru deh bisa...
T: Tapi nggak ada perbedaan pendapat antara bapak dan ibu untuk cara membesarkan
anak?
J: Nggak sih ya
T: Ibu dan bapak biasanya mengikuti keinginan anak?
J: Selama itu baik dan saya mampu ya saya ikuti. Sekolah juga butuh biaya besar kan.
Untung yang paling besar kuliah sambil kerja, jadi untuk jajan sudah pakai uang
sendiri
T: Pernah ada menyembunyikan sesuatu dari bapak?
J: Hmm... apa ya... Pernah ya sekali-kali pingin bohong (tertawa) kalau masalah uang.
Misalnya kalau ada kembalian di warung, saya bilang nggak ada, tapi nanti ketahuan
juga (tertawa) tapi dia nggak marah, itu juga bercanda saja
T: Ada nggak masalah yang bikin sampai ribut besar?
J: Nggak ada sih
T: Berarti yang paling besar yang masalah biaya saat beli rumah ya bu?
J: Itu juga nggak terlalu lama, saking pusingnya saja. Dengan kesabaran, sedikit-
sedikit kita sisihin
T: Kalau ibu sendiri dalam menghadapi konflik, lebih cenderung gimana?
J: Langsung ngomong, kalau diam tuh nggak akan bisa menyelesaikan masalah
T: Pernah menghindari konflik?
J: Nggak pernah, komunikasi nomor satu deh. Kalau kita sering komunikasi dan
musyawarah sama keluarga, insya Allah semuanya bisa selesai. Kalau habis magrib
habis salat, mumpung anak-anak pada longgar, kita langsung ngomong di situ.
Mereka juga suka minta ini itu kan, boleh beli, kalau orangtu mampu. Kan minta beli
HP, buat apa... Tapi kadang orangtua kan kasihan ya, pinginnya sih beliin tapi ya
Strategi Manajemen..., Intan Aplia, FIKOM UMN, 2015
jangan disalahgunakan. Yang SMK baru saya beliin sih...
T: Kalau bapak ketika ada masalah juga ngomong langsung?
J: Iya, tapi dia lebih kalem sih ya, lebih sabar...
T: Ibu lebih aktif berarti ya?
J: Iya, kan saya yang lebih tahu kalau di rumah gimana
T: Ibu pernah nggak sih nangis kalau lagi ada masalah?
J: Suami kan nggak pernah marah, jadi kalau ngomong keras sedikit, aduuhhh sakit
ya (tertawa) Aku tuh orangnya gampang tersentuh, sensitif, aku tahan-tahan saja
T: Contohnya gimana tuh bu yang bisa bikin ibu sedih?
J: Waktu itu belum lama nikah, ada adik ipar tinggal serumah. Adiknya kan kerja,
yang jemput suamiku, waktu itu buka puasa, namanya istri kan maunya buka puasa
bareng di rumah, nyiapin makanan suami. Kok jam 9 belum pulang, tahu-tahu pas
pulang sama adiknya habis belanja di mall. Hatiku aduhhh... malam minggu lagi,
biasanya kan jalan berdua. Kenapa kok nggak aku yang diajak jalan, jadi sedih...
Nangis juga disitu. Cemburunya sih masalah adik ya. Asalnya dia bilang nggak bisa
jalan karena pulang malam, eh tahunya malah jalan sama adiknya, kesel aku
T: Itu diomongin bu?
J: Ya saya mengerti saja, itu mungkin mau nyenengin adiknya, kan adiknya dari Jawa
baru kerja seminggu. Mungkin mau jalan sama kakaknya. Saya coba mengerti saja
T: Adiknya sudah nggak tinggal bareng ya bu?
J: Nggak, sudah pada nikah semua
T: Berarti sudah aman nih bu, sudah bisa jalan berdua
J: Iya, sudah bebas (tertawa)
T: Ibu dan bapak berarti nggak pernah ya kalau berantem sampai teriak-teriak?
J: Nggak, nggak pernah
T: Pernah memaksakan posisi nggak bu?
J: Nggak pernah sih ya, semuanya adil
T: Ketika terjadi konflik atau ketika penyelesaian konflik, ada kontak fisik nggak bu?
Misalnya ibu dirangkul atau dipeluk
J: Biasanya diusap-usap kepalaku kalau lagi ada masalah
T: Ibu sendiri ngasih kepercayaan penuh nggak sih ke bapak?
J: Saya percaya sama dia
T: Menurut ibu, penyelesaian konflik yang paling baik gimana bu?
J: Bicara saja. Apalagi sama anak yang gede, dia kan sudah ngerti, sudah tahu.
Komunikasi, anak yang gede juga ngasih pendapat, nanti dibicarakan
penyelesaiannya bareng-bareng.
Strategi Manajemen..., Intan Aplia, FIKOM UMN, 2015