Upload
ristiaangga
View
165
Download
3
Embed Size (px)
Citation preview
LAPORAN HASIL TUTORIAL BLOK 3.5
WEEK 1
“Bungaku yang Hilang”
Disusun oleh:
Kelompok 5
Diki Yuge Katan 13161
Samuel Indratama 13162
Ristia Anggarini 13168
Erawati Werdiningsih 13170
Yasinta Nur Rohmah 13175
Brigitta Ayu D.S. 13327
Dheta Agustin M 13331
Merawati Dyah S. 13335
Anisa Hidayah 13340
Martina Oktaviani 13342
Yayu Nidaul F 13424
Widya Dwi Astuti 13427
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
FK UGM
2012
1
BUNGAKU YANG HILANG
Nn. Mwr 21 tahun mengalami kasus perkosaan. Sejak kejadian itu, ia merasa hidupnya
tidak berguna lagi dan selalu menyalahkan dirinya sendiri serta menjauhkan diri dari pergaulan
teman-temannya. Keluarga membawa ke RS dan dokter mendiagnosis pasien mengalami Post
Trauma Stress Disorder. Saat diperkosa, tidak ada saksi satupun sehingga sulit untuk
membuktikannya, padahal keluarga ingin mendapatkan perlakuan hukum dan mendapatkan
solusinya.
STEP 1
1. Post Trauma Stress Disorder : stress yang ditunjukan dengan kecemasan karena trauma
fisik dan psikis (<3 bulan, >3 bulan, > 1bulan setelah trauma) karena koping yang tidak
efektif.
2. Trauma: perasaan tidak nyaman/individual yang dipicu oleh kondisi tidak nyaman baik
fisik atau pun psikis
STEP 2
1. Apa saja criteria seseorang dikatakan mengalami PTSD?
2. Apa saja terapi yang bisa dilakukan untuk menangani PTSD?
3. Apa saja peran perawat dalam kasus terkait?
4. Apa akibat lebih lanjut dari PTSD?
5. Apa peran dukungan keluarga dan lingkungan sosial terhadap pasien PTSD?
6. Apa saja tindakan pencegahan terhadap PTSD?
7. Apa saja Tanda dan gejala orang dengan PTSD?
8. Apa saja factor predisposisi dan presipitasi dari PTSD?
9. Hubungan antara Trauma dengan PTSD?
10. Bagaimana Penggolongan PTSD?
11. Apakah perbedaan antara PTSD dan stress akut?
12. Apa saja pemeriksaan dan deteksi dini orang yang beresiko PTSD?
13. Bagaimana Asuhan Keperawatan yang tepat pada pasien dengan Post Trauma Stress
Disorder?
14. Apa solusi yang bisa dilakukan keluarga untuk nn. Mwr?
2
15. Kapan waktu yang tepat untuk perawat melakukan tindakan dalam rangka mengatasi
PTSD?
16. Bagaimana prognosis dari PTSD?
STEP3
(1 ) ICD 10:
Kemunculan stressor
Ada kejadian terulang kembali
Penghindaran
Pangulangan dengan gangguan tidur, insomnia, nightmare
Gangguan terjadi > 1 bulan dari munculnya trauma
Menganggu fungsi normal
(10 ) penggolongan:
Stress akut < 1 bulan
PTSD akut > 1 bulan
PTSD kronis> 3 bulan
PTSD tertunda > 6 bulan
Kategori
I sadar
II menerima
III memburuk
(2 ) terapi
Psikoanalisis : respon terapeutik
untuk meningkatkan koping
Terapi kelompok; tukar pendapat
Terapi bermain
Farmakologis
CBT
Pemaparan stressor
Terapi keluarga
Logo terapi
Anxiety managemen
(4 ) Dampak :
Gangguan tidur mimpi buruk
Gangguan peran
Gangguan fungsi sosial
Menarik diri, isolasi diri
Emosional, mood tidak stabil
Percobaan bunuh diri
3
Alkoholisme
Depresi
Resiko kekerasan untuk diri dan
orang lain
Gangguan disosiatif
Regresi perkembangan
Hilang focus
Kurang pengembangan diri
Spiritual menyalahkan Tuhan
(6 ) pencegahan;
Deteksi dini
Pemaparan stressor, situasi yang sama
(7 ) tanda dan gejala
Sulit tidur
Aktivitas menurun
Menurunnya konsentrasi dan daya ingat
Irritable
Hilangnya minat
(5 ) peran :
Memberikan dukungan positif menjadi beradaptasi keluarga dan sosial
Sosial: tidak mencemooh, menerima
Di daerah bencana LSM
(14 ) solusi
Visum: bukti pemerkosaan
Pemeriksaan fisik
(12 ) deteksi dini:
Dengan kuseioner “Impavt Event Scale Pevision”
Hormone kortisol
MRI : amigdala dan hipotalamus
(9 ) trauma menyebabkan PTSD jika koping tidak efetif
(15 ) intervensi setelah ada pelaporan / setelah mendapat kasus
Kamunitas lebih ke arah pencegahan : trauma healing untuk mencegah PTSD
(8) fx predisposisi
Kepribadian yang tidak kuat
Ekonomi lemah
4
Koping tidak efektif
Fx presipitasi
Kekerasan seksual
Bencana alam
Physical abuse
Biologis : wanita stress lebih banyak, keluarga yang 1 kena yang lain juga kena, usia
(3 ) peran: depresi ditangani lebih dahulu kesaksian pasien di meja hokum memberikan bukti
visum penguat bukti untuk pemerkosaan dukungan sosial, spiritual lebih baik kesaksian pasien
di meja huklum sebagai fasilitator untuk menjelaskan pada keluarga bukti-bukti biologis
(16 ) prongnosis
Koping baik sembuh
Tidak segera teratasi represi gangguan disosiatif
Dipengaruhi : durasi, support system, koping
(13 ) asuhan keperawatan
Ndx: Post Trauma Sindrome
NOC:
Ndx: Ineffektif koping
NOC: harga diri
NIC : Peningkatan harga diri
Ndx: resiko trauma syndrome
NOC: abuse seksual
NIC: rape. trauma
Pengkajian :
Konfirmasi
Data demografi
Pola tidur
Cek fungsi otak
5
STEP 4
STEP 5
LO:
1. Apa saja criteria seseorang dikatakan mengalami PTSD?
2. Apa saja terapi yang bisa dilakukan untuk menangani PTSD?
3. Apa saja peran perawat dalam kasus terkait?
6
4. Bagaimana Penggolongan PTSD?
5. Apa saja pemeriksaan dan deteksi dini orang yang beresiko PTSD?
6. Bagaimana Asuhan Keperawatan yang tepat pada pasien dengan Post Trauma Stress
Disorder?
7. Bagaimana prognosis dari PTSD?
8. Profesi yang terlibat dalam penanganan PTSD serta perannya masing masing?
9. Kondissi pasien yang seperti apa yang harus di bawa ke RS?
STEP 6: Mencari literature mandiri
STEP 7:
1. Kriteria PTSD
Kriteria diagnosis PTSD menurut Diagnostic and Statistical Manual for Mental Disorder
IV Text Revision (DSM IV TR) yaitu:
A. Kejadian traumatic/ adanya stressor:
1. Satu atau banyak pristiwa yang membuat seseorang mengalami, menyaksikan, atau
dihadapkan dengan suatu kejadian yang berupa ancaman kematian, cidera yang serius
atau ancaman terhadap
integritas fisik dirinya sendiri atau orang lain.
2. Tanggapan individu terhadap pengalaman tersebut dengan ketakutan, kengerian, atau
ketidakberdayaan yang sangat kuat.
B. Re-experiencing:
Mengalami kembali satu atau lebih gejala di bawah ini:
1. Teringat kembali akan kejadian trauma menyedihkan yang dialaminya dan bersifat
mengganggu (bisa berupa gambaran, pikiran, persepsi)
2. Mimpi buruk yang berulang tentang peristiwa trauma yang dialaminya (yang
mencemaskan)
3. Mengalami kilas balik trauma (merasa seakan kejadian trauma yang dialaminya
terjadi kembali, hal ini bisa terjadi karena ilusi, haluinasinya)
4. Kecemasan psikologis dan fisik bersamaan dengan hal yang mengingatkan terhadap
kejadian trauma (kenangan akan peristiwa trauma)
7
C. Avoidance:
Menghindari secara persisten stimulus yang berkaitan dengan trauma dan mematikan
perasaan/ tidak berespon terhadap suatu hal (sebelum trauma masih berespon). Gejala ini
meliputi tiga atau lebih hal di bawah ini:
1. Kemampuan untuk menghindari pikiran, perasaan, percakapan yang berhubungan
dengan kejadian trauma
2. Kemampuan menghindari aktivitas, tempat, orang yang dapat membangkitkan
kembali kenangan akan trauma yang dialaminya
3. Ketidakmampuan mengingat aspek penting dari peristiwa trauma yang dialaminya
4. Ketertarikan dan minat untuk berpartisipasi dalam peristiwa penting berkurang
5. Merasa terasing dari orang di sekitarnya
6. Terbatasnya rentang emosi ( contoh: tidak dapa merasakan cinta)
7. Perasaan bahwa masa depannya suram
D. Gejala hiperarousal/ sangat sensitif yang persisten
meliputi dua atau lebih gejala di bawah ini:
1. Sulit untuk memulai tidur/ sulit mempeertahankannya
2. Sulit berkonsentrasi
3. Mudah kesal dan meledak-ledak emosinya
4. Hypervigilance (kewaspadaan yang berlebihan)
5. Reaksi kaget yang berlebihan
E. Durasi dari gangguan ( gejala di kriteria B, C, D) lebih dari sebulan
F. Gangguan/ gejala di atas ini menyebabkan kecemasan dan gangguan fungsional dalam
berhubungan sosial, pekerjaan, dan fungsi penting lainnya.
Secara spesifikasi diagnosis PTSD dapat diidentifikasi sebagai:
(1) akut: bila gejala berlangsung satu sampai tiga bulan
(2) kronis: bila gejala berlangsung lebih dari tiga buan
(3) onset yang tertunda: bila gejala dimula sedikitnya enam bulan setelah kejadian
traumatik/stressor
8
Kriteria PTSD menurut International Classification of Diseases 10 (ICD-10) adalah
sebagai berikut:
A. Pasien harus pernah terpapar pada suatu peristiwa atau situasi yang menimbulkan stress
(sebentar/lama) yang sifatnya malapetaka atau sangat mengancam sehingga mungkin
akan menyebabkan stress pada hampir semua orang.
B. Terus menerus mengingat atau menghayati lagi penyebab stress dalam bentuk kilas balik
yang mengganggu, kenangan yang jelas sekali atau mimpi yang berulang, atau
mengalami keemasan ketika menghadapi keadaan yang mirip atau berkaitan dengan
penyebab stress.
C. Pasien harus memperlihatkan suatu penghindaran nyata dari keadaan yang mirip atau
berhubugan dengan penyebab stress yang tidak ada sebelumnya.
D. Salah satu dari hal berikut harus terjadi:
1. tidak mampu mengingat sebagian atau seluruhnya dari beberapa aspek penting selama
masa terpapar pada penyebab stress
2. gejala yang terus menerus dari adanya peningkatan kepekaaan psikologis dan sensasi
(tidak ada sebelum terpapar dengan penyebab stres), ditunjukkan oleh dua dari
berikut ini:
a. sulit untuk memulai tidur dan mempertahankannya
b. mudah marah atau amarah yang meledak-ledak
c. sulit berkonsentrasi
d. kewaspadaan yang sangat tinggi
e. reaksi kaget yang berlebihan
E. Kriteria B, C, dan D semuanya terjadi dalam kurun waktu enam bulan setelah peristiwa
traumatik terjadi.
Menurut Mendatu (2010) diagnosa PTSD bisa ditegakkan ketika:
1. Sekurang-kurangnya 2 kluster gejala harus ada
2. Gejala khusus dari masing-masing kluster terjadi sekurang-kurangnnya 1 bulan
atau lebih
9
3. Gejala yang terjadi menyebabkan ganggguan atau masalah dalam kehidupan
sehari-hari, baik dalam hubungan dengan orang lain, bekerja, dan segala aspek
lainnya.
Pedoman diagnostik gangguan stress pasca trauma menurut PPDGJ III (F 43.1) yaitu:
A. Diagnosis baru ditegakkan bilamana gannguan ini timbul dalam kurun waktu enam bulan
setelah kejadiian traumatik berat (masa laten yang berkisar antara beberapa minggu
sampai beberapa bulan, jarang sampai melampaui enam bulan). Kemungkinan diagnosis
masih dapat ditegakkan apabila tertundanya waktu mulai saat kejadian dan onset
gangguan melebihi waktu enam bulan, asal saja manifestasi klinisnya adalah khas dan
tidak didapat alternatif kategori ganngguan lainnya.
B. Sebagai bukti tambahan selain trauma, harus didapatkan bayang-bayang atau mimpi-
mimpi dari kejadian traumatik tersebut secara berulang-ulang kembali (flashback)
C. Gangguan otonomik, gangguan afek, dan kelainan tingkah laku semuanya dapat
mewarnai diagnosis tetapi tidak khas.
D. Suatu “sequelae” menahun yang terjadi lambat setelah stress yang luar biasa, misalnya
saja beberapa puluh tahun setelah trauma, diklasifikasi dalam kategori F62.0 (perubahan
kepribadian yang berlangsung lama setelah mengalami katastrofa).
Scheeringa et al (1995) merekomendasikan perubahan kriteria PTSD bagi young children.
Perubahan kriteria ini tidak mengharuskan anak dapat melaporkan ketakutannya sebagai
respon terhadap trauma. Kriteria diagnosis yang digunakan bagi young child (1-6 tahun):
A. Anak tersebut setidaknya harus mengalami kembali salah satu tipe pengulangan ingatan
kejadian traumatik di bawah ini:
1. Menunjukkan perilaku yang mencontoh trauma yang terjadi seperti, bermain tembak-
tembakan atau mengulang adegan kekerasan sendiri atau bersama teman. Perilaku ini
diulang-ulang tanpa variasi yang berarti.
2. Teringat kembali akan peristiwa trauma ( bisa secara tiba-tiba)
3. Mengalami mimpi buruk/ mengerikan tanpa dapat mendeskripsikan isi mimpi
tersebut
10
4. Mengalami stres saat terpapar dengan kejadian yang mengingatkan akan trauma yang
dialami.
B. Perubahan kriteria ini juga hanya memerlukan satu dari gejala mati rasa secara emosional
dan perilaku menghindar di bawah ini (dewasa perlu tiga):
1. Menarik diri dari pergaulan social
2. Jarang mau bermain
3. Mengalami kemunduran perkembangan terutama perkembangan bahasa dan toilet
training
4. Rentang afek yang terbatas (perasaan dan pikiran jadi datar, tumpul)
C. Memerlukan satu dari gejala hiperarousal di bawah ini:
1. Sulit memulai tidur (tidak berhubungan dengan takut mimpi buruk ataupun
kegelapan)
2. Terbangun waktu tidur malam hari (bukan karena mimpi buruk)
3. Penurunan konsentrasi
4. Respon terkejut yang berlebihan
5. Sangat sensitif dan memiliki reaksi intens terhadap rangsangan yang
mengingatkannya pada peristiwa traumatik
D. Ditandai oleh salah satu dari gejala ketakutan dan sikap bermusuhan di bawah ini:
1. Takut gelap
2. Takut pergi ke toilet sendirian
3. Takut terhadap suatu hal baru yang tidak secara jelas berkaitan dengan trauma
4. Takut terpisah dan takut ditinggal sendirian
Pada umumya ada dua jenis reaksi traumatis:
1. Post Traumatic Stress Reaction (PTRS): reaksi stress yang umum teradi segera
setelah peristiwa bencana.
2. Post Traumatic Stress Disorder (PTSD) : reaksi belakangan yang lebih kronis dan
parah, yang secara klinis dikategorikan sebagai kelainan.
Jika stress berlangsung antara 2 hari sampai 1 bulan, maka reaksi stress tersebut memenuhi
syarat sebagai Acute Stress Disorder. Jika stress pasca trauma melebihi 1 bulan, maka
diagnosisnya adalah PTSD.
11
Peristiwa Traumatik
trauma respon stress pada peristiwa traumatik
PTSD
Perjalanan PTSD:
Fase normal pada stress traumatis:
1. Outcry : keadian sedih, takut, marah
2. Denial : menolak menggali memori dari kejadian traumatis
3. Intrusion : secara tidak sadar berpikir tentang kejadian itu
4. Working trough : menggali dan mengintegrasikan kejadian trauma dan mencari arti
atau makna dari peristiwa tersebut
5. Completion : berkomitmen untuk melanjutkan tujuan hidup.
Respon patologis stress traumatis:
1. Mempunyai perasaan emosi yang kuat dan disrganisasi karena reaksi trauma
2. Panik untuk reaksi emosional/ kelebihan yang sangat karena berpikir tentang
peristiwa tersebut
3. Extreme avoidance: menggunakan alcohol, obat-obat terlarang untuk menghilangkan
stress
4. Flooding/ perasaan emosional yang kuat dan tiba-tiba: mengganggu pemikiran dan
gambaran yang persisten/ menetap terhadap peristiwa tersebut
5. Respon psychosomatic: keluhan tubuh yang berkembang dari respon terhadap trauma
6. Kerusakan atau penyimpangan karakter: perubahan dalam pemikiran secara menetap
dan perilaku disebabkan sebagai pertahanan klien sehingga menyebabkan perubahan
kronik dari gaya hidup
2. Terapi yang bisa dilakukan untuk menangani PTSD:
A. Psikoterapi
1. Cognitive Behavioral Therapy (CBT)
Menurut penelitian Cognitive Behavioral Therapy (CBT) merupakan pendekatan yang
paling efektif dalam mengobati anak dengan PTSD. Dalam Cognitive Behavioral
Therapy, terapis membantu untuk merubah kepercayaan yang tidak rasional yang
mengganggu emosi dan menganggu kegiatan-kegiatan penderita PTSD misalnya,
12
pada seorang anak korban kejahatan mungkin akan menyalahkan diri sendiri karena
ketidakhatihatiannya. Prinsip-prinsip behavioral therapy digunakan untuk modifikasi
perilaku dan proses re-learning. Tujuan terapi ini adalah mengidentifikasi pikiran-
pikiran yang tidak rasional, mengumpulkan bukti bahwa pikiran tersebut tidak
rasional untuk melawan pikiran tersebut yang kemudian mengadopsi pikiran yang
lebih realistik untuk membantu mencapai emosi yang lebih seimbang.
2. EMDR (Eye Movement Desensitization and Reprocessing)
EMDR adalah sebuah pendekatan psikoterapi yang bertumpu pada model pemrosesan
informasi di dalam otak. Jaringan memori dilihat sebagai landasan yang mendasari
patologi sekaligus kesehatan mental, karena jaringan-jaringan memori adalah dasar
dari persepsi, sikap dan perilaku kita.Untuk memproses kembali informasi di dalam
otak/jaringan memori yang telah ada, EMDR dijalankan dengan melakukan kegiatan
fisik yang merangsang aktivasi pemrosesan informasi di dalam otak (dalam konteks
EMDR disebut sebagai stimulasi bilateral) melalui indra pengelihatan atau
pendengaran atau perabaan.
3. Playtherapy
Playtherapy merupakan cara yang dapat digunakan untuk mengobati PTSD pada anak
periode awal / young children. Pada terapi ini bertujuan untuk memahami trauma
anak dan memberikan medium untuk berekspresi dalam mengurangi tekanan
emosional ynag dialami. Bermain peran, menggambar, bermain dengan boneka atau
benda-benda figural dapat dijadikan cara untuk menyesuaikan diri dan memberi
kesempatan pada terapis untuk melakukan re-exposure yaitu, membahas peristiwa
traumatiknya dalam situasi yang mendukung.
4. Debriefing
Orang yang mengalami peristiwa traumatic didorong untuk berbicara tentang
peristiwa itu dan mengekspresikan pikiran dan perasaannya sewaktu mengalami dan
setelah mengalami peristiwa itu. Setelah itu mereka diberi informasi tentang respon
stress dan cara mengatasinya. Tetapi belum ada bukti ilmiah yang mendukung
pernyataan bahwa debriefing mencegah PTSD, bahkan ada beberapa bukti bahwa
debriefing (terutama debriefing sesi tunggal) dapat memperburuk keadaan dalam
angka panjang.
13
B. Farmakologi
Pengobatan PTSD harus ditujukan pada gejala utama:
1. Gejala depresi: SSRI (fluoksetin, fluvoksamin, dan sertralin), trisiklik (amitriptilin
dan imipramin).
2. Gejala anxietas: benzodiazepine (klonazepam, alprazolam), buspiron dan
antidepresan.
3. Gangguan tidur: antidepresan yang bersifat sedative (trazodon), siproheptadin
atau hipnotika.
4. Pikiran intrusive: karbamazepin, valproat.
5. Keterjagaan berlebih: SSRI, propanolol/klonidin, lithium, valproat.
6. Hostilitas/impulsivitas: karbamazepin, valproat.
7. Gejala psikotik/agresi atau agitasi yang hebat: antipsikotik.
C. Tapas Acupressure Technique
TAT adalah proses yang mudah untuk mengakhiri stres, trauma, rasa takut (fobia), rasa
menderita & untuk menciptakan rasa bahagia. TAT adalah teknik yang baru, sederhana
dan efektif untuk menciptakan rasa damai, rileks, dan sehat dalam waktu yang singkat.
TAT merupakan salah satu bentuk terapi dalam kelompok ilmu Energy Psychology yang
sedang berkembang pesat. Teknik ini dilakukan dengan menyentuh ringan beberapa titik
akupunktur di kepala(Posisi TAT), sambil mengarahkan perhatian Anda pada masalah
yang ingin diatasi (7 Langkah Penyembuhan TAT). Menyentuh titik-titik ini dengan
ringan akan memberikan efek pudarnya trauma, sehingga pikiran dan perasaan hati yang
negatif pun berkurang, terutama setelah mengalami peristiwa yang traumatis.
D. Tele-mental Nursing
Beberapa pasien PTSD tinggal di wilayah pedesaan, terpelosok dan jauh dari jangkauan
pusat layanan kesehatan. Penggunaan teknologi telemental nursing dengan
videoteleconference akan memudahkan perawat dalam pemberian intervensi bagi pasien
PTSD yang tinggal di wilayah terisolir.
Manfaat penggunaan telemental nursing teknik videoteleconference antara lain:
menjangkau daerah terisolir, mengurangi stigma tentang penggunaan model pemberian
asuhan keperawatan secara tradisional, bermanfaat bagi pasien dengan keterbatasan
14
dalam ambulasi dan transportasi, dan menghemat biaya, waktu tempuh, biaya perjalanan,
dan pasien tidak perlu cuti bekerja.
Kelemahan penggunaan telemental nursing teknik ini antara lain: tidak semua terapis
memiliki kesiapan kompetensi dalam penggunaan teknologi, ketidakterjangkauan akses
teknologi informasi dan dibutuhkan anggaran terkait pengadaan peralatan, pemeliharaan
alat, dan penyediaan gaji bagi teknisi pemelihara alat.
3. Profesi yang terlibat dalam penanganan PTSD:
a. Prosedur identifikasi PTSD: psikolog, petugas kesehatan (dokter, perawat).
b. Penanganan penderita PTSD pasca trauma: sharing pada oranglain tentang kondisinya
dan mengikuti siraman rohani.
c. Upaya pencegahan dan penanggulangan PTSD:
Rohaniawan: siraman rohani
Petugas kesehatan: penyuluhan/ edukasi tentang PTSD dan cara
pengelolaannya.
Lembaga pemerintah dan non pemerintah: mengadakan acara hiburan,
melakukan pijat stress yang akan membuat pikiran penderita lebih tenang.
4. Penggolongan PTSD:
Menurut ICD 10, PTSD dibagi menjadi 3 kategori:
Akut : symptom muncul sebelum 6 bulan traumatis diikuti dengan PTSR.
Kronik : symptom muncul di atas 6 bulan setelah peristiwa traumatis
Delayed : symptom muncul setelah masa laten berbulan-bulan atau bertahun-tahun
setelah peristiwa.
Menurut DSM IV TR, PTSD dibagi menjadi 3 kategori:
Akut : gejala muncul kurang dari 3 bulan pasca kejadian traumatic.
Kronis : gejala muncul antara 3 sampai 6 bulan pasca kejadian traumatik
Delayed : geala muncul lebih dari 6 bulan pasca kejadian traumatic.
Penggolongan menurut penyebabnya:
1. Psikodinamik
Ego klien yang mengalami trauma berat, sering dirasakan sebagai ancaman terhadap
integritas fisik atau konsep diri. Hal ini menyebabkan ansietas berat yang tidak dapat
dikendalikan oleh ego dan dimanifestasikan dalam bentuk perilaku simtomatik.
15
Karena ego menjadi rentan, superego dapat menghukum dan menyebabkan individu
merasa bersalah terhadap kejadian traumatis tersebut. Id dapat menjadi dominan,
menyebabkan perilaku impulsive tak terkendali.
2. Biologis
Abnormalitas dalam penyimpangan, pelepasan, dan eliminasi katekolamin yang
mempengaruhi fungsi otak di daerah lokus seruleus, amigdala dan hippocampus.
Hipersensitivitas pada lokus seruleus dapat menyebabkan seseorang tidak dapat
belajar. Amigdala sebagai penyimpanan memori. Hipocampus menimbulkan koheren
negative serta lokasi waktu dan ruang. Hiperaktivitas dalam amigdala dapat
menghambat otak membuat hubungan perasaan dalam memori memori disimpan
dalam bentuk mimpi buruk, flashback, dan gejala fisik lain.
3. Dinamika keluarga
Tipe pendidikan formal, kehidupan keluarga, dan gaya hidup merupakan perkiraan
signifikan terjadinya PTSD. Pendikan dibawah rata-rata, perilaku orangtua yang
negative, dan kemiskinan orangtua merupakan factor predictor perkembangan PTSD.
Menurut jenis peristiwa:
1. Personal: contoh kejadiannya adalah bencana alam, nuklir, dsb.
2. Interpersonal: contohnya adalah cidera yang membahayakan, kekerasan,dsb.
Menurut macam-macam penyebabnya (smith &Segal):
1. Perang
2. Pemerkosaan
3. Bencana alam
4. Kecelakaan mobil atau pesawat
5. Penculikan
6. Penyerangan fisik
7. Penyiksaan seksual
8. Prosedur medis
5. Deteksi dini PTSD
A. Observasi
Mengamati perilaku individu dengan menggunakan pedoman observasi (terbayang oleh
peristiwa traumatis, harapan masa depan rendah, berpikir negative, emosional,
mengisolasi diri, merasa tidak berdaya).
B. Wawancara
C. Komunikasi tidak langsung: dengan menggunakan kuesioner.
16
Kuesioner disusun berdasarkan DSM IV , terdiri 6 aspek :
1. Masih terbayang oleh peristiwa traumatis (exposure to stressor), dengan indicator:
Bermimpi/merasa terus dibayangi peristiwa tragis yang terjadi
Merasa seperti mengalami kembali peristiwa tragis
Sakit kepala atau mual, atau alergi ketika dihadapkan pada symbol dari
peristiwa logis yang terjadi
Mengalami gangguan tidur
Mudah cemas dan panik ketika terjadi peristiwa di luar dugaan.
2. Harapan masa depan rendah
Merasa masa depan suram
Merasa tidak ada upaya yang dapat dilakukan untuk pulih dari peristiwa yang
terjadi
Merasa tidak lagi memiliki kebanggaan terhadap diri sendiri
Tidak ada harapan keadaan akan menjadi lebih baik
Merasa putus asa
3. Berpikir negative
Bersikap waspada di luar batas kewajaran
Kesulitan berkonsentrasi
Merasa tidak nyaman dimanapun berada
Merasa oranglain tidak peduli
Curiga berlebihan
4. Emosional
Mudah marah
Mudah tersinggung
Mudah menangis
5. Mengisolasi diri
Menolak dikunjungi orang asing
Sulit berinteraksi dengan oranglain
Lebih suka berdiam diri
6. Merasa tidak berdaya
17
Kehilangan minat melakukan aktivitas
Merasa tidak berdaya
Merasa sangat kecewa dengan keadaan
Deteksi dini dengan menggunakan 5 aspek kepribadian:
1. Fisiologi : ada tidaknya nyeri otot dan berkeringat
2. Afeksi : murung, putus asa, takut
3. Kognisi : sulit berkonsentrasi
4. Behavioral : sulit tidur, mengkonsumsi alcohol dan obat-obatan
5. Spiritual : menyalahkan Tuhan, menggerutu.
Kuesioner yang dapat digunakan untuk mendeteksi PTSD adalah sebagai berikut:
a. The Impact of Event Scale
b. The PTSD Checklist- Civilian version
c. The Davidson Trauma Scale
d. The SPAN test
e. The SeLf Rating for Post-traumatic Stress Disorder
f. The Post-traumatic Stress Disorder Questionaire
g. The Trauma Screening Questionaire
Screening dilakukan untuk orang-orang berisiko tinggi, yang termasuk orang berisiko
tinggi PTSD dalah sebagai berikut:
a. Pengungsi
b. Militer atau mantan militer
c. Pekerja kegawatdaruratan (tenaga medis, pemadam kebakaran, dsb)
d. jurnalis
6. Asuhan Keperawatan untuk pasien PTSD:
Pengkajian:
1. Aktivitas : ada tidaknya gangguan tidur, mimpi buruk, hipersomnia, mudah letih,
keletihan kronis.
2. Sirkulasi : denyut jantung meningkat, palpitasi, tekanan darah meningkat, terasa
panas.
3. Integritas ego: perasaan bersalah, malu, isolasi, perasaan tentang masa depan suram.
18
4. Neurosensori: gangguan kognitif, kweaspadaan tinggi, ketakutan berlebih, ingatan
persisten, sulit untuk berkonsentrasi, ketegangan otot, gemetar, kegelisahan motorik
5. Nyeri fisik atau cidera
6. Pernafasan : respiratory rate meningkat, dispneu
7. Keamanan : marah yang meledak-ledak, ide untuk bunuh diri, perilaku kekerasan
terhadap lingkungan atau individu lain.
8. Seksualitas : hilang gairah, impotensi, ketidakmampuan mencapai orgasme.
9. Interaksi social: menghindari orang, tempat, kegiatan yang menimbulkan ingatan
tentang trauma.
Diagnosa Keperawatan:
1. Post Trauma Syndrom
Related factor: physical&psychological abuse
Definisi: tertahannya respon maladaptive mengenai peristiwa traumatic dan berlebihan.
Batasan karakteristik:
Mengasingkan diri (alienation)
Penghindaran (avoidance)
Ketakutan
Flashback
Perasaan bersalah
Hopelessness
Iritabilitas
Nightmare
shame
NOC:
abuse recovery: emotional
memperluas penyembuhan gangguan psikologis yang berhubungan dengan
kekerasan. Indicator keberhasilan: none-limited-moderate-substantial-extensive
o kepercayaan diri
o harga diri
o control impulsive
o perasaan kuat
o menyatakan rasa nyaman untuk kembali ke rumah
o insight mengenai kekerasan
o interaksi social yang positif
abuse recovery: physical
19
memperluas penyembuhan kerusakan fisik yang berhubungan dengan kekeerasan
o perawatan terhadap luka
o penyembuhan luka
o resolusi untuk masalah kesehatan
abuse recovery: sexual
memperluas penyembuhan gangguan fisik dan psikologis yang berhubungan
dengan kekerasan atau eksploitasi.
o Menyatakan hak untuk menyikapi situasi abuse
o Mengekspresikan hak bahwa ia telah terlindungi dari kekerasan
o Menyampaikan kemarahan dengan cara yang tidak merusak
Hope
Optimisme mengenai kepuasan pribadi dan life supporting
Indicator: never-rarely-sometimes-often-consistently-demonstrated
o Menyatakan harapan untuk masa depan yang positif
o Menyatakan keinginan untuk hidup
o Menyatakan alas an untuk hidup
o Menyatakan arti hidup
o Optimis
NIC:
Support system enhancement
Fasilitasi untuk mendukung pasien dengan keluarga, eman, dan komunitas.
Aktiivitas keperawatan:
o Mengkaji respon psikologis pasien dan ketersediaan support system
o Mengenali jejaring social yang mendukung
o Mengidentifikasi dukungan keluarga, keuangan keluarga
o Monitor situasi keluarga
o Dukung pasien untuk terlibat dalam aktivitas social
o Dukung hubungan dengan orang-orang dekat
20
Konseling
Menggunakan bantuan yang interaktif yang berfokus pada kebutuhan, masalah,
perasaan pasien dan orang terdekat untuk meningkatkan atau mendukung koping,
pemecahan masalah, dan hubungan interpersonal.
Aktivitas keperawatan:
o Membangun BHSP
o Mendemonstrasikan empati, kehangatan, dan ketulusan
o Menyediakan privasi
o Mendorong untuk menyampaikan perasaan
o Mendampingi pasien untuk mengidentifikasi masalah atau situasi yang
menyebabkan distress
o Dampingi pasien untuk membuat daftar solusi yang memungkinkan
o Menentukan bagaimana sikap keluarga mempengaruhi pasien
Peningkatan koping
Mendampingi pasien menyesuaikan diri untuk menerima stressor, perubahan,
hambatan yang mempengaruhi peran dan kebutuhan hidup.
o Menyediakan atmosfer yang menerima
o Dukung pasien untuk menilai situasi secara objektif
o Evaluasi kemampuan pasien dalam pembuatan keputusan
o Dukung pasien untuk menggunakan sumber spiritual
o Dukung pasien untuk mengidentifikasi respon positif yang lain.
2. Rape Trauma Syndrome
Definisi: respon maladaptive yang berkelanjutan akibat adanya paksaan penetrasi dan
kekerasan seksual tanpa persetujuan (perkosaan).
Batasan karakteristik:
Harga diri rendah
Marah
Takut
Cemas
21
NOC: Abuse Recovery:emosional
Indicator:
Kenyamanan diri
Harga diri
Interaksi social positif
NIC: Rape Trauma Treatment
Aktivitas:
Berikan dukungan untuk seseorang terpenting tetap bersama klien untuk
memberikan dukungan
Lakukan intervensi krisis saat konseling
Berikan obat untuk mencegah kehamilan, bila memungkinkan
Dokumentasi tentang status mental
Masukkan pasien dalam program advokasi pemerkosaan
Berikan medikasi farmakologi untuk menangani kecemasan
3. Risk for suicide
Definisi: risiko melukai diri yang mengancam kehidupan.
Tanda gejala di kasus:
a. Mengalami pemerkosaan (kekerasan seksual)
b. Merasa hidupnya tidak berguna
c. Selalu menyalahkan diri sendiri
d. Menarik diri
NOC: suicide self restraint
Indicator:
Mengungkapkan perasaan
tidak melakukan percobaan bunuh diri
mencari bantuan social
NIC: Suicide prevention
faktor Pertanyaan Pengkajian fisikPersepsi terhadap stressor
1. identifikasi hal-hal yang membuat stress2. tanyakan masalah tidur, makan, pekerjaan,
dan tingkat konsentrasi3. tanyakan apakah pasien mengalami
kejadian saat di rumah, di tempat kerja, dll.
1. Observasi indicator kecemasan, marah, atau tertekan
2. Lihat ekspresi nonverbal, seperti tertawa atau
22
menangis pada kondisi yang tidak semestinya.
Ketersediaan sumber koping
1. Tanyakan tentang persahabatan yang dijalin dan hubungan dengan anggota keluarga
2. Tanyakan apa sudah dilakukan oleh pasien di masa lalu saat menghadapi stressor tersebut.
1. Observasi apakah pasien benar-benar sendiri atau ada orang lain
2. Observasi cara berpakaian dan kebersihannya
3. Observasi kemampuan komunikasi klien
4. Observasi tingkat perkembangan dan keadaan sosiokultural.
Koping maladaptive yang digunakan
1. Tanyakan tentang penggunaan tembakau, alcohol, obat-obatan, kafein, dan obat-obatan herbal serta obat-obatan yang berlawanan.
Observasi efek merokok, alcohol, obat-obatan, kafein. Contohnya: efek kesulitan tidur, kesulitan konsentrasi.
Kepatuhan terhadap praktek kesehatan
1. Apakah pasien secara teratur pergi ke dokter atau penyedia layanan kesehatan lain untuk check up?
2. Tanyakan tentang kebiasaan nutrisi, olahraga, penggunaan sabuk pengaman, helm, dan seksualitas.
1. Observasi dengan teliti masa gawat bunuh diri dan TTV
2. Berikan lingkungan yang aman (lingkungan tinggal, obat, dan peralatan lain)
3. Instruksikan pasien dan keluarga tentang tanda dan gejala dasar dari depresi dan segera laporkan jika ada hal tersebut
4. Laksanakan program terapi secara rutin.
7. Prognosis
Sampai 50% kasus akan pulih dalam tahun pertama, namun sampai 30% perjalanan
penyakitnya akan kronis. Perjalanan penyakit PTSD tergantung pada tingkat keparahan
gejala awal, multiple atau single trauma, dan onset atau munculnya gejala. Di Amerika dan
Australia sebanyak 85-88% laki-laki dan 78-80% perempuan dengan PTSD terdapat penyakit
penyerta atau komorbid, antara lain: personality disorder, social problem, dan physical
problem.
Bila PTSD berlangsung selama minimal 2 tahun dapat berakibat terjadi perubahan
kepribadian, dengan manifestasi perilaku yang tidak luwes dan maladaptive yang menjurus
pada disabilitas dalam hubungan interpersonal, social, dan pekerjaan.
23
Sikap bermusuhan, tidak percaya pada semua orang
Menarik diri
Putus asa dan perasaan hampa
Keterasingan
Prognosis yang baik diperoleh bila:
Waktu singkat
Durasi singkat
Tidak ada penyalahgunaan zat
Dukungan yang baik dari keluarga, orang terdekat, dan lingkungan
Mengikuti pengobatan dan terapi dengan rutin
8. Peran perawat dalam penanganan PTSD:
1. Sistem Pendukung
Perawat sebagai sistem pendukung dapat memberikan dorongan kepada pasien untuk
melakukan aktivitas yang dapat menyegarkan kembali pikirannya. Juga dapat
mengajarkan ketrampilan bersosialisasi dengan komunikasi terapeutik jika klien tidak
mengetahui cara berinteraksi dengan tepat. Membantu pasien dalam mengembangkan
jaringan social baru jika stress yang dialami terjadi akibat isolasi social.
2. Meningkatkan Harga Diri
Untuk memperbaiki harga diri klien, perawat dapat membantu klien dalam strategi
reduksi stress yang positif. Ketika klien dapat mengidentifikasi karakteristik positif
mana yang mereka miliki, maka hal ini dapat membantu mereka mencari sumber
koping yang dapat dicapai untuk mengatasi stressor yang mereka hadapi. Peningkatan
harga diri klien dapat dicapai dengan menggunakan terapi kognitif.
Dalam hukum perdata Indonesia diperlukan saksi ahli. Perawat termasuk dalam saksi ahli
yang dapat memberikan kesaksian kondisi mental pasien melalui dokumentasinya. Syarat
yang harus dipenuhi oleh saksi ahli adalah sebagai berikut:
a. Kualifikasi ahli
Pengadilan mengakui beberapa profesi untuk menjadi saksi ahli dalam rape trauma
syndrome di pengadilan, yaitu: dokter, psikiater, pekerja social, psikolog, konselor
krisis perkosaan, dan akademisi.
24
b. Reliabilitas keilmuan
c. Kegunaan
d. netralitas
9. indikasi pasien PTSD untuk dihospitalisasi:
a. untuk tujuan diagnostic
b. mempertibangkan segi keamanan pasien
c. perilaku pasien sangat kacau
d. pasien tidak mampu memenuhi kebutuhan dasar
e. untuk rehabilitasi dan membentuk kegiatan sesuai dengan tingkatannya
3 kriteria pasien arus dirawat di rumah sakit:
a. terdapat risiko bunuh diri
b. komorbiditas tinggi
c. berkurangnya fungsi aktivitas
25