43
Laporan Pendahuluan Fraktur Tibia A.Anatomi Fisioligi 1.Tibia (tulang kering) Tulang ini termasuk tulang panjang, sehingga terdiri dari tiga bagian: 1. Epiphysis proximalis (ujung atas) Bagian ini melebar secara transversal dan memiliki permukaan sendi superior pada tiap condylus, yaitu condylus medial dan condylus lateral. Ditengah-tengahnya terdapat suatu peninggian yang disebut eminenta intercondyloidea. 2. Diaphysis (corpus) Pada penampang melintang merupakan segitiga dengan puncaknya menghadap ke muka, sehingga corpus mempunyai tiga sisi yaitu margo anterior (di sebelah muka), margo medialis (di sebelah medial) dan crista interossea (di sebelah lateral) yang membatasi facies lateralis, facies posterior dan facies medialis.Facies medialis langsung terdapat dibawah kulit dan margo anterior di sebelah proximal. 3. Epiphysis distalis (ujung bawah) Ke arah medial bagian ini kuat menonjol dan disebut maleolus medialis (mata kaki). Epiphysis distalis mempunyai tiga dataran sendi yaitu dataran sendi yang vertikal (facies articularis melleolaris), dataran sendi yang horizontal (facies articularis

Laporan Pendahuluan Fraktur Tibia

  • Upload
    quirino

  • View
    350

  • Download
    31

Embed Size (px)

DESCRIPTION

laporan pendahuluan

Citation preview

Page 1: Laporan Pendahuluan Fraktur Tibia

Laporan Pendahuluan Fraktur Tibia

A.Anatomi Fisioligi

1.Tibia (tulang kering)

Tulang ini termasuk tulang panjang, sehingga terdiri dari tiga bagian:

1. Epiphysis proximalis (ujung atas)

Bagian ini melebar secara transversal dan memiliki permukaan sendi superior pada tiap

condylus, yaitu condylus medial dan condylus lateral. Ditengah-tengahnya terdapat

suatu peninggian yang disebut eminenta intercondyloidea.

2. Diaphysis (corpus)

Pada penampang melintang merupakan segitiga dengan puncaknya menghadap ke

muka, sehingga corpus mempunyai tiga sisi yaitu margo anterior (di sebelah muka),

margo medialis (di sebelah medial) dan crista interossea (di sebelah lateral) yang

membatasi facies lateralis, facies posterior dan facies medialis.Facies medialis

langsung terdapat dibawah kulit dan margo anterior di sebelah proximal.

3. Epiphysis distalis (ujung bawah)

Ke arah medial bagian ini kuat menonjol dan disebut maleolus medialis (mata kaki).

Epiphysis distalis mempunyai tiga dataran sendi yaitu dataran sendi yang vertikal

(facies articularis melleolaris), dataran sendi yang horizontal (facies articularis inferior)

dan disebelah lateral terdapat cekungan sendi (incisura fibularis).

2. Fibula

Merupakan tulang yang panjang, langsing, terletak di sebelah lateral tibia. Epiphysis

proximalis membulat disebut capitulum fibulae. Ke arah proximal meruncing menjadi

apex. Pada capitulum terdapat dua dataran sendi yang disebut facies articularis capitulli

fibulae, untuk bersendi dengan tibia. Pada corpus terdapat empat buah crista yaitu,

crista lateralis, crista anterior, crista medialis dan crista interosssea. Datarannya ada

tiga buah yaitu facies lateralis, facies medialis dan facies posterior. Pada bagian distal

ke arah lateral membulat menjadi maleolus lateralis.

Fisiologi

Page 2: Laporan Pendahuluan Fraktur Tibia

Menurut Long, B.C, fungsi tulang secara umum yaitu :

1. Menahan jaringan tubuh dan memberi bentuk kepada kerangka tubuh.

2. Melindungi organ-organ tubuh (contoh:tengkorak melindungi otak)

3. Untuk pergerakan (otot melekat kepada tulang untuk berkontraksi dan bergerak).

4. Merupakan gudang untuk menyimpan mineral (contoh kalsium dan posfor)

5. Hematopoiesis (tempat pembuatan sel darah merah dalam sum-sum tulang).

Menurut Price, Sylvia Anderson, Pertumbuhan dan metabolisme tulang dipengaruhi

oleh mineral dan hormon :

1. Kalsium dan posfor tulang mengandung 99 % kalsium tubuh dan 90 % posfor.

Konsentrasi kalsium dan posfor dipelihara hubungan terbalik, kalsitonin dan hormon

paratiroid bekerja untuk memelihara keseimbangan.

2. Kalsitonin diproduksi oleh kelenjar tiroid dimana juga tirokalsitonin yang memiliki efek

untuk mengurangi aktivitas osteoklast, untuk melihat peningkatan aktivitas osteoblast

dan yang terlama adalah mencegah pembentukan osteoklast yang baru.

3 Vitamin D mempengaruhi deposisi dan absorbsi tulang. Dalam jumlah besar vitamin D

dapat menyebabkan absorbsi tulang seperti yang terlihat dalam kadar hormon

paratiroid yang tinggi. Bila tidak ada vitamin D, hormon paratiroid tidak akan

menyebabkan absorbsi tulang sedang vitamin D dalam jumlah yang sedikit membantu

klasifikasi tulang dengan meningkatkan absorbsi kalsium dan posfat oleh usus halus.

4.Paratiroid Hormon, mempunyai efek langsung pada mineral tulang yang

menyebabkan kalsium dan posfat diabsorbsi dan bergerak melalui serum. Peningkatan

kadar paratiroid hormon secara perlahan-lahan menyebabkan peningkatan jumlah dan

aktivitas osteoklast sehingga terjadi demineralisasi. Peningkatan kadar kalsium serum

pda hiperparatiroidisme dapat menimbulkan pembentukan batu ginjal.

5.Growth Hormon (hormon pertumbuhan), disekresi oleh lobus anterior kelenjar pituitary

yang bertanggung jawab dalam peningkatan panjang tulang dan penentuan jumlah

matriks tulang yang dibentuk pada masa sebelum pubertas.

6.Gluikokortikoid, adrenal glukokortikoid mengatur metabolisme protein. Hormon ini

dapat meningkatkan atau menurunkan katabolisme untuk mengurangi atau

meningkatkan matriks organ tulang dan membantu dalam regulasi absorbsi kalsium dan

posfor dari usus kecil.

Page 3: Laporan Pendahuluan Fraktur Tibia

7.Estrogen menstimulasi aktifitas osteoblast. Penurunan estrogen setelah menopause

mengurangi aktifitas osteoblast yang menyebabkan penurunan matriks organ tulang.

Klasifikasi tulang berpengaruh pada osteoporosis yang terjadi pada wanita sebelum

usia 65 tahun namun matriks organiklah yang merupakan penyebab dari osteoporosis.

A.Definisi

Fraktur adalah terputusnya kontiunitas tulang, retak atau patahnya tulang yang

utuh, yang biasanya di sebabkan oleh trauma/rudapaksa atau tenaga fisik yang di

tentukan jenis dan luas trauma.(lukman 2007,hal 26)

Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan dan atau tulang

yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa. (Arif Mansjoer, 2000, hal 346).

Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya.

(Brunner & Suddath, 2002, hal 2357).

Patah batang tibia merupakan fraktur yang sering terjadi dibanding fraktur batang

tulang panjang lainnya. (Sjamjuhidajat & Wim de Jong, 2004, hal 886)

B.Etiologi Fraktur disebabkan oleh :(Arif Muttaqin, 2008, hal 70)

a.Trauma langsung

Trauma langsung menyebabkan tekanan langsung pada tulang. Hal tersebut dapat

mengakibatkan terjadinya fraktur pada daerah tekanan. Fraktur yang terjadi biasanya

bersifat komuniti dan jaringan lunak ikut mengalami kerusakan.

b.Trauma tidak langsung

Apabila trauma dihantarkan kedaerah yang lebih jauh dari daerah fraktur, trauma

tersebut disebut trauma tidak langsung. Misalnya jatuh dengan tangan ekstensi dapat

menyebabkan fraktur pada klavikula. Pada keadaan ini biasanya jaringan lunak tetap

utuh.

Fraktur juga dapat disebabkan oleh pukulan langsung, gaya meremuk, gerakan

puntir mendadak, dan kontraksi otot ekstrim. (Brunner & Suddart, 2002, hal 2357)

Page 4: Laporan Pendahuluan Fraktur Tibia

Fraktur disebabkan oleh trauma dimana terdapat tekanan yang berlebih oleh tulang

( lukman 2007,hal 26)

Jenis dan beratnya patah tulang dipengaruhi oleh :

1) Arah, kecepatan dan kekuatan dari tenaga yang melawan tulang

2) Usia penderita

3) Kelenturan tulang

4) Jenis tulang

Dengan tenaga yang sangat ringan, tulang yang rapuh karena osteoporosis atau tumor

biasanya menyebabkan patah tulang

C.PatofisiologiFraktur dapat terjadi karena trauma / rudapaksa sehingga dapat menimbulkan luka

terbuka dan tertutup. Fraktur luka terbuka memudahkan mikroorganisme masuk

kedalam luka tersebut dan akan mengakibatkan terjadinya infeksi.

Pada fraktur dapat mengakibatkan terputusnya kontinuitas jaringan sendi, tulang

bahakan kulit pada fraktur terbuka sehingga merangsang nociseptor sekitar untuk

mengeluarkan histamin, bradikinin dan prostatglandin yang akan merangsang serabut

A-delta untuk menghantarkan rangsangan nyeri ke sum-sum tulang belakang,

kemudian dihantarkan oleh serabut-serabut saraf aferen yang masuk ke spinal melalu

“dorsal root” dan sinaps pada dorsal horn. Impuls-impuls nyeri menyeberangi sum-sum

belakang pada interneuron-interneuron dan bersambung dengan jalur spinal asendens,

yaitu spinothalamic tract (STT) dan spinoreticuler tract (SRT). STT merupakan sistem

yang diskriminatif dan membawa informasi mengenai sifat dan lokasi dari stimulus

kepada thalamus kemudian ke korteks untuk diinterpretasikan sebagai nyeri.

Nyeri bisa merangsang susunan syaraf otonom mengaktifasi norepinephrin, sarap

msimpatis terangsang untuk mengaktifasi RAS di hipothalamus mengaktifkan kerja

organ tubuh sehingga REM menurun menyebabkan gangguan tidur.

Akibat nyeri menimbulkan keterbatasan gerak (imobilisasi) disebabkan nyeri bertambah

bila digerakkan dan nyeri juga menyebabkan enggan untuk bergerak termasuk

toiletening, menyebabkan penumpukan faeses dalam colon. Colon mereabsorpsi cairan

faeses sehingga faeses menjadi kering dan keras dan timbul konstipasi.

Page 5: Laporan Pendahuluan Fraktur Tibia

Imobilisasi sendiri mengakibatkan berbagai masalah, salah satunya dekubitus, yaitu

luka pada kulit akibat penekanan yang terlalu lama pada daerah bone promenence.

Perubahan struktur yang terjadi pada tubuh dan perasaan ancaman akan integritas

stubuh, merupakan stressor psikologis yang bisa menyebabkan kecemasan.

Terputusnya kontinuitas jaringan sendi atau tulang dapat mengakibatkan cedera neuro

vaskuler sehingga mengakibatkan oedema juga mengakibatkan perubahan pada

membran alveolar (kapiler) sehingga terjadi pembesaran paru kemudian terjadi

kerusakan pada pertukaran gas, sehingga timbul sesak nafas sebagai kompensasi

tubuh untk memenuhi kebutuhan oksigen.

D.KlasifikasiPenampikan fraktur dapat sangat bervariasi tetapi untuk alasan yang praktis , dibagi

menjadi beberapa kelompok, yaitu:

a. Berdasarkan sifat fraktur.

1). Faktur Tertutup (Closed), bila tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang

dengan dunia luar, disebut juga fraktur bersih (karena kulit masih utuh) tanpa

komplikasi.

2). Fraktur Terbuka (Open/Compound), bila terdapat hubungan antara hubungan

antara fragmen tulang dengan dunia luar karena adanya perlukaan kulit.

b. Berdasarkan komplit atau ketidakklomplitan fraktur.

1). Fraktur Komplit, bila garis patah melalui seluruh penampang tulang atau melalui

kedua korteks tulang seperti terlihat pada foto.

2). Fraktru Inkomplit, bila garis patah tidak melalui seluruh penampang tulang

seperti:

a) Hair Line Fraktur (patah retidak rambut)

b) Buckle atau Torus Fraktur, bila terjadi lipatan dari satu korteks dengan kompresi

tulang spongiosa di bawahnya.

c) Green Stick Fraktur, mengenai satu korteks dengan angulasi korteks lainnya

yang terjadi pada tulang panjang.

c. Berdasarkan bentuk garis patah dan hubbungannya dengan mekanisme trauma.

1). Fraktur Transversal: fraktur yang arahnya melintang pada tulang dan merupakan

akibat trauma angulasi atau langsung.

Page 6: Laporan Pendahuluan Fraktur Tibia

2). Fraktur Oblik: fraktur yang arah garis patahnya membentuk sudut terhadap

sumbu tulang dan meruakan akibat trauma angulasijuga.

3). Fraktur Spiral: fraktur yang arah garis patahnya berbentuk spiral yang

disebabkan trauma rotasi.

4). Fraktur Kompresi: fraktur yang terjadi karena trauma aksial fleksi yang

mendorong tulang ke arah permukaan lain.

5). Fraktur Avulsi: fraktur yang diakibatkan karena trauma tarikan atau traksi otot

pada insersinya pada tulang.

d. Berdasarkan jumlah garis patah.

1) Fraktur Komunitif: fraktur dimana garis patah lebih dari satu dan saling

berhubungan.

2) Fraktur Segmental: fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak

berhubungan.

3) Fraktur Multiple: fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak pada tulang

yang sama.

e. Berdasarkan pergeseran fragmen tulang.

1). Fraktur Undisplaced (tidak bergeser): garis patah lengkap ttetapi kedua fragmen

tidak bergeser dan periosteum nasih utuh.

2). Fraktur Displaced (bergeser): terjadi pergeseran fragmen tulang yang juga

disebut lokasi fragmen, terbagi atas:

a) Dislokai ad longitudinam cum contractionum (pergeseran searah sumbu dan

overlapping).

b) Dislokasi ad axim (pergeseran yang membentuk sudut).

c) Dislokasi ad latus (pergeseran dimana kedua fragmen saling menjauh).

f. Fraktur Kelelahan: fraktur akibat tekanan yang berulang-ulang.

g. Fraktur Patologis: fraktur yang diakibatkan karena proses patologis tulang.

Pada fraktur tertutup ada klasifikasi tersendiri yang berdasarkan keadaan jaringan lunak

sekitar trauma, yaitu:

a. Tingkat 0: fraktur biasa dengan sedikit atau tanpa ceddera jaringan lunak

sekitarnya.

b. Tingkat 1: fraktur dengan abrasi dangkal atau memar kulit dan jaringan subkutan.

Page 7: Laporan Pendahuluan Fraktur Tibia

c. Tingkat 2: fraktur yang lebih berat dengan kontusio jaringan lunak bagian dalam

dan pembengkakan.

d. Tingkat 3: cedera berat dengan kerusakan jaringan lunak yang nyata ddan

ancaman sindroma kompartement.

(Apley, A. Graham, 1993, Handerson, M.A, 1992, Black, J.M, 1995, Ignatavicius, Donna

D, 1995, Oswari, E,1993, Mansjoer, Arif, et al, 2000, Price, Sylvia A, 1995, dan

Reksoprodjo, Soelarto, 1995)

E.Manifestasi KlinisMenurut Brunner dan Suddart (2002; 2358) Manifestasi klinis fraktur adalah

nyeri, hilangnya fungsi, deformitas, pemendekan ekstermitas, krepitus, pembengkakan

lokal, dan perubahan warna.

1.Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang diimobilisasi.

Spasme otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk bidai alamiah yang dirancang

untum meminimalkan gerakan antar fragmen tulang.

2. Setelah terjadi fraktur, bagian-bagian yang tak dapat digunakan dan cenderung

bergerak secara alamiah (gerakan luar biasa) bukannya tetap rigid seperti normalnya.

Pergeseran fragmen pada fraktur lengan atau tungkai menyebabkan deformitas

(terliahat maupun teraba) ekstermitas yang bisa diketahui dengan membandingkan

ekstermitas yang normal. Ekstermitas tak dapat berfungsi dengan baik karena fungsi

normal otot bergantung pada integritas tulang tempat melekatnya otot.

3. Pada fraktur tulang panjang, terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya karena

kontraksi otot yang melekat diatas dan bawah tempat fraktur. Fragmen sering saling

melengkapi satu sama lain sampai 2,5-5cm (1-2 inchi).

4.Saat ekstermitas diperiksa dengan tangan, teraba adanya derik tulang dinamakan

krepitus yang teraba akibat gesekan antara fragmen satu dengan lainnya. Uji kreptus

dapat mengakibatkan kerusakan jaringan yang lebih berat.

5. Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit terjadi sebagi akibat trauma

dan perdarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini bisa baru terjadi setelah beberapa

jam atau cedera.

Page 8: Laporan Pendahuluan Fraktur Tibia

F.KomplikasiBrunner dan Suddarth (2002; 2365) membagi komplikasi fraktur kedalam empat

macam, antara lain :

1. Syok hipovolemik atau traumatik yang terjadi karena perdarahan dan kehilangan

cairan ekstra sel kejaringan yang rusak.

2. Sindrome emboli lemak (terjadi dalam 24 sampai 72 jam setelah cedera). Berasal

dari sumsum tulang karena perubahan tekanan dalam tulang yang fraktur mendorong

molekul-molekul lemak dari sumsum tulang masuk ke sistem sirkulasi darah ataupun

karena katekolamin yang dilepaskan oleh reaksi stres.

3. Sindrom Kompartemen terjadi karena perfusi jaringan dalam otot kurang dari yang

dibutuhkan untuk kehidupan jaringan. Ini bisa diakibatkan karna:

a. Penurunan ukuran kompartemen otot karena fasia yang membungkus otot terlalu

ketat atau gips atau balutan yang terlalu menjerat

b. Peningkatan isi kompartemen otot karena edema.

4. Tromboemboli, infeksi dan Koagulopati Intravaskuler Desiminata (KID)

G.Pemeriksaan Penunjanga.Pemeriksaan rontgen : menentukan lokasi / luasnya fraktur trauma

b.Scan tulang, tomogram, scan CT / MRI : memperlihatkan fraktur, juga dapat

digunakan untuk mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak.

c Arteriogram : dilakukan bila kerusakan vaskuler dicurigai.

d.Hitung daerah lengkap : HT mungkin meningkat ( hemokonsentrasi ) atau menurun

( pendarahan sel darah putih adalah respon stress normal setelah trauma).

e.Kreatinin : Trauma otot meningkatkan beban kreatinin untuk klien ginjal.

(Doenges, 2000 : 762

H.PenatalaksanaanMenurut Price, Sylvia Anderson, alih bahasa Peter Anugerah, (1994:1187), empat

konsep dasar yang harus dipertimbangkan pada waktu menangani fraktur :

1. Rekognisi, menangani diagnosis pada tempat kejadian kecelakaan dan kemudian

dibawa ke rumah sakit.

Page 9: Laporan Pendahuluan Fraktur Tibia

2. Reduksi, reposisi fragmen-fragmen fraktur semirip mungkin dengan keadaan letak

normal, usaha-usaha tindakan manipulasi fragmen-fragmen tulang yang patah sedapat

mungkin untuk kembali seperti letak asalnya.

3.Retensi, menyatakan metoda-metoda yang dilaksanakan untuk menahan fragmen-

fragmen tersebut selama penyembuhan.

4.Rehabilitasi, dimulai segera setelah dan sesudah dilakukan bersamaan pengobatan

fraktur, untuk menghindari atropi otot dan kontraktur sendi.

Penatalaksanaan klien dengan fraktur dapat dilakukan dengan cara :

1. Traksi

Yaitu penggunaan kekuatan penarikan pada bagian tubuh dengan memberikan beban

yang cukup untuk penarikan otot guna meminimalkan spasme otot, mengurangi dan

mempertahankan kesejajaran tubuh, untuk memobilisasi fraktur dan mengurangi

deformitas.

2. Fiksasi interna

Yaitu stabilisasi tulang yang patah yang telah direduksi dengan skrup, plate, paku dan

pin logam dalam pembedahan yang dilaksanakan dengan teknik aseptik.

3. Reduksi terbuka

Yaitu melakukan kesejajaran tulang yang patah setelah terlebih dahulu dilakukan fiksasi

dan pemanjangan tulang yang patah.

4. Gips

Adalah fiksasi eksterna yang sering dipakai terbuat dari plester ovaria, fiber dan plastik.

I.Penatalaksanaan Keperawatan      Pengkajian

Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan dan tahap yang paling

enentukan bagi tahap berikutnya. Kegiatan dalam pengkajian adalah pengumpulan data

(Rahmah, Nikmatur dan Saiful walid. 2009; 24).

1.      Pengumpulan Data

Pengumpulan data merupakan proses yang berisikan status kesehatan klien dengan

menggunakan teknik anamnesis (autoanamnesa dan aloanamnesa) dan observasi.

Page 10: Laporan Pendahuluan Fraktur Tibia

a.       Biodata Klien

1)      Identitas klien meliputi : nama, umur, jenis kelamin perlu dikaji karena biasanya

laki-laki lebih rentan terhadap terjadinya fraktur akibat kecelakaan bermotor,

pendidikan, pekerjaan, agama, suku/bangsa, tanggal masuk rumah sakit, tanggal

pengkajian, diagnosa medis, nomor medrek dan alamat.

2)      Identitas penanggung jawab meliputi : nama, umur, pekerjaan, agama,

pendidikan, suku/bangsa, alamat, hubungan dengan klien.

b.      Riwayat Kesehatan

1)        Keluhan utama

Keluhan utama adalah alasan klien masuk rumah sakit yang dirasakan saat dilakukan

pengkajian yang ditulis dengan singkat dan jelas, dua atau tiga kata yang merupakan

keluhan yang membuat klien meminta bantuan pelayanan kesehatan.

2)        Riwayat Kesehatan Sekarang

Merupakan penjelasan dari permulaan klien merasakan keluhan sampai dengan dibawa

ke rumah sakit dan pengembangan dari keluhan utama dengan menggunakan PQRST.

P (Provokative/Palliative), apa yang menyebabkan gejala bertambah berat dan apa

yang dapat mengurangi gejala.

Q (Quality/Quantity), bagaimana gejala dirasakan klien dan sejauh mana gejala

dirasakan.

R (Region/Radiation) dimana gejala dirasakan ? apakah menyebar? apa yang

dilakukan untuk mengurangi atau menghilangkan gejala tersebut ?

S (Saferity/Scale), seberapa tingkat keparahan gejala dirasakan? Pada skala berapa?

T (Timing), berapa lama gejala dirasakan ? kapan tepatnya gejala mulai dirasakan,

apakah ada perbedaan intensitas gejala misalnya meningkat di malam hari.

3)      Riwayat Kesehatan Dahulu

Tanyakan mengenai masalah-masalah seperti adanya riwayat trauma, riwayat penyakit

tulang seperti osteoporosis, osteomalacia, osteomielitis, gout ataupun penyakit

metabolisme yang berhubungan dengan tulang seperti diabetes mellitus (lapar terus-

menerus, haus dan kencing terus–menerus), gangguan tiroid dan paratiroid.

4)      Riwayat Kesehatan Keluarga

Page 11: Laporan Pendahuluan Fraktur Tibia

Hal yang perlu dikaji adalah apakah dalam keluartga klien terdapat penyakit keturunan

ataupun penyakit menular dan penyakit-penyakit yang karena lingkungan yang kurang

sehat yang berdampak negatif pada kesehatan anggota keluarga termasuk klien.

c.       Pemeriksaan Fisik

Dilakukan dengan menggunakan teknik inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi

terhadap berbagai sistem tubuh.

1)      Keadaan Umum

Klien yang mengalami immobilisasi perlu dilihat dalam hal penampilan, postur tubuh,

kesadaran, gaya berjalan, kelemahan, kebersihan dirinya dan berat badannya.

2)      Sistem Pernafasan

Bentuk hidung, ada atau tidaknya sekret, PCH (Pernafasan Cuping Hidung),

kesimetrisan dada dan pernafasan, suara nafas dan frekwensi nafas. Pengaturan

pergerakan pernafasan akan mengakibatkan adanya retraksi dada akibat kehilangan

koordinasi otot. Ekspansi dada menjadi terbatas karena posisi berbaring akibatnya

ventilas paru menurun sehingga dapat menimbulkan atelektasis. Akumulasi sekret pada

saluran pernafasan mengakibatkan terjadinya penurunan efisiensi siliaris yang dapat

menyebabkan pembersihan jalan nafas yang tidak efektif. Kelemahan pada otot

pernafasan akan menimbulkan mekanisme batuk tidak efektif.

3)      Sistem Kardiovaskuler

Warna konjungtiva pada fraktur, terutama fraktur terbuka akan terlihat pucat

dikarenakan banyaknya perdarahan yang keluar dari luka, terjadi peningkatan denyut

nadi karena pengaruh metabolik, endokrin dan mekanisme keadaaan yang

menghasilkan adrenergik sereta selain itu peningkatan denyut jantung dapat

diakibatkan pada klien immobilisasi. Orthostatik hipotensi biasa terjadi pada klien

immobilisasi karena kemampuan sistem syaraf otonom untuk mengatur jumlah darah

kurang. Rasa pusing saat bangun bahkan dapat terjadi pingsan, terdapat kelemahan

otot. Ada tidaknya peningkatan JVP (Jugular Vena Pressure), bunyi jantung serta

pengukuran tekanan darah. Pada daerah perifer ada tidaknya oedema dan warna pucat

atau sianosis.

4)      Sistem Pencernaan

Page 12: Laporan Pendahuluan Fraktur Tibia

Keadaan mulut, gigi, bibir, lidah, kemampuan menelan, peristaltik usus dan nafsu

makan. Pada klien fraktur dan dislokasi biasanya diindikasikan untuk mengurangi

pergerakan (immobilisasi) terutama pada daerah yang mengalami dislokasi hal ini dapat

mengakibatkan klien mengalami konstipasi.

5)      Sistem Genitourinaria

Ada tidaknya pembengkakan dan nyeri daerah pinggang, palpasi vesika urinaria untuk

mengetahui penuh atau tidaknya, kaji alat genitourinaria bagian luar ada tidaknya

benjolan, lancar tidaknya pada saat klien miksi serta warna urine. Pada klien fraktur dan

dislokasi biasanya untuk sementara waktu jangan dulu turun dari tempat tidur, dimana

hal ini dapat mengakibatkan klien harus BAK ditempat tidur memaskai pispot sehingga

hal ini menambah terjadinya susah BAK karena klien tidak terbiasa dengan hal

tersebut.

  6)      Sistem Muskuloskeletal

Derajat Range Of Motion pergerakan sendi dari kepala sampai anggota gerak bawah,

ketidaknyamanan atau nyeri ketika bergerak, toleransi klien waktu bergerak dan

observasi adanya luka pada otot akibat fraktur terbuka, tonus otot dan kekuatan otot.

Pada klien fraktur dan dislokasi dikaji ada tidaknya penurunan kekuatan, masa otot dan

atropi pada otot. Selain itu dapat juga ditemukan kontraktur dan kekakuan pada

persendian.

7)      Sistem Integumen

Keadaan kulit, rambut dan kuku. Pemeriksaan kulit meliputi tekstur, kelembaban, turgor,

warna dan fungsi perabaan. Pada klien fraktur dan dislokasi yang immobilisasi dapat

terjadi iskemik dan nekrosis pada jaringan yang tertekan, hal ini dikarenakan aliran

darah terhambat sehingga penyediaan nutrisi dan oksigen menurun.

8)      Sistem Persyarafan

Mengkaji fungsi serebral, fungsi syaraf cranial, fungsi sensorik dan motorik sertsa fungsi

refleks.

d.      Pola Aktivitas Sehari-hari

1)      Pola Nutrisi

Page 13: Laporan Pendahuluan Fraktur Tibia

Kebiasaan makan klien sehari-hari dan kebiasaan makan-makanan yang mengandung

kalsium yang sangat berpengaruh dalam proses penyembuhan tulang dan kebiasaan

minum klien sehari-hari, meliputi frekwensi, jenis, jumlah dan masalah yang dirasakan.

2)      Pola Eliminasi

Kebiasaan BAB dan BAK klien, apakah berpengaruh terhadap perubahan sistem

tubuhnya yang disebabkan oleh fraktur.

3)      Pola Istirahat Tidur

Kebiasaan klien tidur sehari-hari, apakah terjadi perubahan setelah mengalani fraktur.

4)      Personal Hygiene

Kebiasaan mandi, cuci rambut, gosok gigi dan memotong kuku perlu dkaji sebelum

klien sakit dan setelah klien dirawat dirumah sakit.

5)      Pola Aktivitas

Sejauh mana klien mampu beraktivitas dengan kondisinya saat ini dan kebiasaan klien

berolah raga sewaktu masih sehat.

e.       Aspek Psiko Sosial Spiritual

1)      Data Psikologis Pengkajian psikologis yang dilakukan pada klien dengan fraktur

pada dasarnya sama dengan pengkajian psikososial dengan gangguan sistem lain yaitu

mengenai konsep diri (gambaran diri, ideal diri, harga diri, peran diri dan identitas diri).

Pada klien fraktur adanya perubahan yang kurang wajar dalam status emosional,

perubahan tingkah laku dan pola koping yang tidak efektif.

2)      Data sosial

Pada data sosial yang dikaji adalah hubungan klien dengan keluarga dan hubungan

klien dengan petugas pelayanan kesehatan.

3)      Data Spiritual

Perlu dikaji agama dan kepribadiannya, keyakinan dan harapan yang merupakan aspek

penting untuk penyembuhan penyakitnya.

f.       Data Penunjang

Menurut Doengoes et. al (2002:762), pemeriksaaan diagnostik yang biasa

dilakukan pada pasien dengan fraktur:

1)      Pemeriksaan rontgen

Menentukan lokasi/luasnya fraktur/trauma.

Page 14: Laporan Pendahuluan Fraktur Tibia

2)      Computed Tomography (CT-SCAN).

Memperlihatkan fraktur dan dislokasi, dapat digunakan untuk mengidentifikasi

kerusakan jaringan lunak dan untuk mengetahui lokasi dan panjangnya patah tulang

didaerah yang sulit dievaluasi.

3)      Arteriogram

Dilakukan bila dicurigai terdapat kerusakan vaskuler.

4)      Pemeriksaan darah lengkap

Pemeriksaan darah lengkap meliputi kadar haemoglobin yang biasanya lebih rendah

karena perdarahan akibat trauma. Hematokrit mungkin meningkat atau menurun

(perdarahan bermakna pada sisi fraktur atau organ jauh dari trauma multiple). Kreatinin

(trauma otot meningkatkan beban kreatinin untuk klirens ginjal). Profil koagulasi

(perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah, tranfusi multipel atau cedera hati).

2.      Analisa Data

Data yang sudah dikumpulkan kemudian dikelompokkan berdasarkan masalahnya

kemudian dianalisa dengan menggunakan tabel yang terdiri dari nomer, data yang

terdiri dari data subjektif dan objektif, etiologi dan masalah, sehingga menghasilkan

suatu kesimpulan berupa masalah keperawatan yang nantinya akan menjadi diagnosa

keperawatan.

  Diagnosa Keperawatan

Doenges et.al (2000; 762-775) merumuskan delapan diagnosa keperawatan,

Brunner dan Suddarth (2002; 2363) merumuskan tiga diagnosa keperawatan yang

dapat terjadi pada fraktur tertutup dan Engram, Barbara (1999; 268-271) merumuskan

lima diagnosa keperawatan pada klien dengan fraktur.

Dari tiga pendapat tersebut dapat di simpulkan bahwa diagnosa keperawatan

yang mungkin muncul pada gangguan sistem muskuloskeletal dengan fraktur adalah:

1.Nyeri akut berhubungan dengan spasme otot, gerakan fragmen tulang, cedera pada

jaringan lunak, alat traksi/imobilisasi

2. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan rangka neuromuskuler.

Page 15: Laporan Pendahuluan Fraktur Tibia

3. Resiko infeksi berhubungan dengan kerusakan kulit dan terpajannya dengan

lingkungan akibat fraktur terbuka, fiksasi pen eksternal.

4.Resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan immobilisasi dan terpasangnya

alat fiksasi.

5.Risiko perubahan eliminasi : konstipasi berhubungan dengan penurunan motilitas

usus

6.Kerusakan pola istirahat dan tidur behubungan dengan nyeri

7. Depisit perawatan diri berhubungan dengan keterbatasan pergerakan akibat fraktur.

8.Resiko disfungsi Neurovaskuler berhubungan dengan cedera vaskuler

9.Resiko pola nafas tidak efektif berhubungan dengan edema paru dan mobilisasi

sekret tidak adekuat

10.  Ansietas berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan

kebutuhan pengobatan.

     Perencanaan

Perencanaan keperawatan adalah menyusun rencana tindakan keperawatan yang

dilaksanakan untuk menanggulangi masalah dengan diagnosa keperawatan yang telah

ditentukan dengan tujuan terpenuhinya kebutuhan pasien.

1.      Nyeri akut berhubungan dengan spasme otot, gerakan fragmen tulang, cedera

pada jaringan lunak, alat traksi/imobilisasi

Tupan : Nyeri hilang.

Tupen : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 hari di harapkan nyeri

berkurang, dengan kriteria :

a.       Klien mengatakan nyeri berkurang.

b.      Skala nyeri menjadi 2 dari skala nyeri 0-5

c.       Tanda-tanda vital dalam batas normal ( TD = 120/80 mmHg; RR = 16-24

x/menit; N = 60-80 x/menit; S = 36,5-37,50 C).

d.      Klien dapat melakukan teknik distraksi dan relaksasi yang tepat.

Rencana :

Tabel 2.4

Page 16: Laporan Pendahuluan Fraktur Tibia

Nyeri akut berhubungan dengan spasme otot, gerakan fragmen tulang, cedera pada

jaringan lunak, alat traksi/imobilisasi

Intervensi rasionalisasi

         Pertahankan imobilisasi

bagian yang sakit dengan

tirah baring, gips, pembebat,

traksi.

         Tinggikan dan sokong

ekstremitas yang mengalami

luka/fraktkur.

         Kaji tngkat nyeri klien

        Lakukan tekhnik distraksi

dengan cara mengajak klien

berbincang-bincang

         Berikan alternatif tindakan

kenyamanan, contoh pijatan,

pijatan punggung, perubahan

posisi.

         Lakukan dan awasi latihan

rentang gerak pasif/aktif.

         Dorong klien untuk

menggunakan teknik

manajemen stres, contoh

relaksasi progresif, latihan

napas dalam, imajinasi

visualisasi. Sentuhan

a.       Menghilangkan nyeri dan

mencegah kesalahan posisi

tulang/tegangan jaringan yang

cedera.

b.      Untuk meingkatkan aliran darah

balik vena, menurunkan edema,

menurunkan nyeri.

c.       Dengan menkaji tingkat nyeri

klien untuk keefektifan

pengawasan intervensi. Tingkat

ansietas dapat mempengaruhi

persepsi/reaksi terhadap nyeri.

d.      Dengan melakukan teknik

distraksi pada klien dengan cara

berbincang-bincang, dapat

mengalihkan perhatian klien tidak

hanya tertuju pada nyeri.

e.       Meningkatkan sirkulasi umum ;

msnurunkan area tekanan lokal

dan kelelahan otot.

f.       Mempertahankan

kekuatan/mobilitas otot yang sakit

dan memudahkan resolasi

inflamasi pada jaringan yang

cedera.

g.      Memfokuskan kembali perhatian,

meningkatkan rasa kontrol, dan

Page 17: Laporan Pendahuluan Fraktur Tibia

terapeutik. dapat meningkatkan kemampuan

koping dalam manajemen nyeri,

yang mungkin menetap untuk

periode lebih lama.

Sumber: Doenges et. al. (2000, hal 765) Rencana Asuhan Keperawatan Untuk

PerencanaanDan Pendokumentasian Perawatan Pasien (edisi 3), EGC, Jakarta.

2.      Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan rangka neuromuskuler.

Tupan : Immobilisasi fisik tidak terjadi.

Tupen :Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 hari diharapkan dapat

melakukan mobilitas fisik dengan bantuan minimal, denngan Kriteria hasil :

a.Klien mampu meningkatkan/mempertahankan mobilitas pada paling tinggi.

b.Klien mampu mempertahankan posisi fungsional.

c.Klien mampu meningkatkan kekuatan/fungsi yang sakit dan/ mengkompensasi bagian

tubuh.

d.Klien mampu menunjukan kemampuannya.

Rencana :

Tabel 2.5Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan rangka neuromuskuler.

Intervensi Rasionalisasia.        Lakukan rentang gerak aktif

pada anggota gerak sehat

sedikitnya 4 kali/hari

b.       Lakukan latihan rentang

gerak pasif pada anggota gerak

yang sakit dengan hati-hati, dan

sangga ekstrimitas yang fraktur.

c.        Ubah posisi setiap 2-4 jam

a.       Mencegah/menurunkan insiden

komplikasi kulit, menghindari spasme

otot, dan gerak aktif meningkatkan

kemandirian dalam pergerakkan

b.       Gerak pasif dapat mencegah

kontraktur, dan dengan cara

disangga, agar tidak terjadi

pergeseran pada tulang yang fraktur

Page 18: Laporan Pendahuluan Fraktur Tibia

d.       Tingkatkan latihan gerak

secara perlahan.

         Hari kedua post op, klien

bisa duduk di tempat tidur

dengan nyaman

         Hari ketiga post op, klien

bisa turun dari tempat tidur dan

jalan-jalan di sekitar dengan

tangan yang fraktur disangga

c.       Melancarkan sirkulasi sehingga

mempercepat penyembuhan serta

mencegah/menurunkan insiden

komplikasi kulit.

d.     Rentang grak secara bertahap

dimungkinkan tidak menyebabkan

keterkejutan pada klien

Sumber: Doenges et. al. (2000, hal 769) Rencana Asuhan Keperawatan Untuk

Perencanaan

Dan Pendokumentasian Perawatan Pasien (edisi 3), EGC, Jakarta

3.      Resiko infeksi berhubungan dengan kerusakan kulit dan terpajannya dengan

lingkungan akibat fraktur terbuka, fiksasi pen eksternal.

Tupan : Infeksi tidak terjadi.

Tupen : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 hari, diharapkan tanda-

tanda infeksi tidak terjadi, dengan Kriteria :

a.  Tidak ditemukannya tanda – tanda infeksi.

b. Tanda vital terutama suhu tidak terjadi peningkatan atau dalam batas normal.

c.  Leukosit normal (4.000 – 10.000)

Rencana :

Tabel 2.6Resiko infeksi berhubungan dengan kerusakan kulit dan terpajannya dengan lingkungan akibat fraktur terbuka, fiksasi pen eksternal

1.       Observasi luka untuk 1.       Tanda perkiraan gangren.

Intervensi Rasional

Page 19: Laporan Pendahuluan Fraktur Tibia

pembentukan bula, krepitasi,

perubahan warna kulit, bau

drainage yang tidak enak/asam.

2.       Kaji sisi pen/kulit, perhatikan

keluhan peningkatan nyeri/rasa

terbakar atau adanya oedema,

eritema, drainage / bau tak enak.

3.       Berikan perawatan pen/kawat

steril sesuai protokol dan latihan

mencuci tangan.

4.       Kaji tonus otot, reflek tendon

dalam dan kemampuan untuk

berbicara.

5.       Lakukan prosedur isolasi.

6.       Berikan obat sesuai dengan

indikasi, contoh antibiotik IV/topikal.

7.       Kolaborasi pemeriksaan

laboraorium, hitung darah lengkap.

2.       Dapat mengindikasikan

timbulnya infeksi lokal/nekrosis

jaringan yang dapat menimbulkan

adanya osteomeilitis.

3.       Dapat mencegah kontaminasi

silang dan kemungkinan infeksi.

4.       Kekuatan otot, spasme tonik otot

rahang dan disphagia menunjukan

adanya tetanus.

5.       Adanya drainage purulen akan

memerlukan kewaspadaan luka

untuk mencegah kontaminasi

silang.

6.       Antibiotik spektrum luas dapat

digunakan secara propilaktip pada

mikroorganisme khusus.

7.       Leukositosis biasanya ada

dengan proses infeksi.

Sumber: Doenges et. al. (2000, hal 765) Rencana Asuhan Keperawatan Untuk

Perencanaan Dan

Pendokumentasian Perawatan Pasien (edisi 3), EGC, Jakarta

4.Resiko Kerusakan Integritas Kulit berhubungan dengan Imobilisasi dan

Terpasangnya Alat Fiksasi.

Tupan : Integritas kulit terpelihara

Tupen : Setelah dilakukan perawatan selam 2 hari, diharapkan tanda-tanda dekubitus

tidak terjadi, dengan kriteia:

a. Tidak ada kemerahan pada daerah yang tertekan terutama bokong dan tumit

Page 20: Laporan Pendahuluan Fraktur Tibia

b. Tidak teraba panas pada daerah tertekan

c. Tidak terdapat lecet pada daerah tertekan

Tabel 2.7Resiko Kerusakan Integritas Kulit berhubungan denganImobilisasi dan Terpasangnya Alat Fiksasi.

Intervensi Rasionalisasi

a.       Kaji kulit untuk luka

terbuka, benda asing,

kemerahan, perdarahan,

perubahan warna, kelabu,

memutih.

b.       Masase kulit dan

penonjolan tulang.

Pertahankan tempat kering

dan bebas kerutan.

Tempatkan bantalan

air/bantalan lain bawah

kiku/tumit sesuai inidikasi.

c.        Kaji posisi bebat pada alat

traksi

d.       Lakukan mobilisai aktif

maupun pasif.

a.         Memberikan informasi tentang

sirkulasi kulit dan masalah yang

mungkin disebabkan oleh alat

dan/atau pemasangan bebat atau

traksi, atau pembentukan edema

yang membutuhkan intervensi

medik lanjut.

b.         Menurunkan tekanan konstan

pada area yang peka da risik

abrasi/kerusakan kulit

c.         Posisi yang tak tepat dapat

menyebabkan cedera

kulit/kerusakan.

d.         Dengan mobilisasi aktif

maupun pasif sirkulasi darah pada

daerah tertentu lancar dan

penekanan-penekanan pada

daerah tertentu tidak berlebihan

Sumber: Doengoes, et. al. (2000, hal 771). Rencana Asuhan Keperawatan Untuk

Perencanaan Dan Pendokumentasian Perawatan Pasien (edisi 3), EGC, Jakarta

Page 21: Laporan Pendahuluan Fraktur Tibia

5.      Kerusakan pola istirahat dan tidur behubungan dengan nyeri

Tupan : kerusakan pola istirahat teratasi

Tupen : setelah dilakukan tindakan keperawatan 2x24 jam Kebutuhan istirahat tidur

terpenuhi, dengan kriteria:

a.       Tidur/istirahat diantara gangguan

b.      Melaporkan peningkatan rasa sehat dan merasa dapat istirahat

Rencana:

Tabel .2.8Gangguan Pola Tidur berhubungan dengan Nyeri

Intervensi Rasionalisasi

          Berikan makanan kecil,

susu hangat sore hari

         Turunkan jumlah minum

sore hari, lakuikan berkemih

sebelum tidur

          Batasi masukan makanan

dan minuman mengandung

kafein

         Kolaborasi dalam

pemberian obat analgetik dan

sedatif

      Meningkatkan relaksasi dengan

perasaan mengantuk

         Menurunkan kebutuhan akan

bangun untuk pergi ke kamar

mandi

          Kafein dapat memperlambat

klien untuk tidur dan

memopengaruhi tidur tahap REM.

         Nyeri meruhi kemampuan klien

untuk tidur, dsan sedatif obat yang

tepat untuk menuiingkatkan istiraht

Sumber : Doengoes, et. al. (2000, hal 493, 385). Rencana Asuhan Keperawatan Untuk

Perencanaan Dan Pendokumentasian Perawatan Pasien (edisi 3), EGC, Jakarta

6.      Risiko perubahan eliminasi : konstipasi berhubungan dengan penurunan motilitas

usus

Tupan : BAB lancar

Page 22: Laporan Pendahuluan Fraktur Tibia

Tupen : Setelah dilakukan perawatan selama 2 hari diharapkan klien dapat BAB

dengan lancar dengan konsistensi lunak, dengan kriteria :

a.       Klien dan keluarga mengetahui tentang jenis-jenis makanan yang dapat

dikonsumsi.

b.      BAB lancar dan normal (1-2 x/hari) dengan warna kuning, konsistensi lembek dan

bau khas feces.

c.       Tidak terjadi distensi pada abdomen

d.      Hasil auskultasi peristaltik usus normal 4-12 x/menit

Rencana :

Tabel 2.9Risiko perubahan eliminasi : konstipasi berhubungan dengan penurunan motilitas usus

Intervensi Rasional

1.       Melatih klien untuk

melakukan pergerakan yang

melibatkan daerah abdomen

seperti miring kanan dan miring

kiri.

2.       Berikan cairan yang

adekuat.

3.       Beri makanan yang tinggi

serat.

1.       Dengan tindakan tersebut akan

meningkatkan ketegangan otot

abdomen yang membantu

peningkatan peristaltik sehingga

feses yang keluar lancar.

2.       Dengan memberikan cairan

akan meningkatkan kandungan air

dalam feses sehingga BAB

menjadi lancar.

3.       Makanan tinggi serat akan

menarik cairan dari lumen usus

sehingga feses menjadi lembek

dan mudah untuk dikeluarkan.

Sumber: Doenges et. al. (2000, hal 576) Rencana Asuhan Keperawatan Untuk

Perencanaan Dan

Pendokumentasian Perawatan Pasien (edisi 3), EGC, Jakarta

Page 23: Laporan Pendahuluan Fraktur Tibia

7.      Defisit Perawatan Diri berhubungan dengan Keterbatasan Pergerakan Akibat

Fraktur

Tujuan : Kebutuhan perawatan diri terpenuhi

Tupen: setelah dilakukan tindakan keperawatan 2x24 jam defisit perawatan diri teratasi,

dengan kriteria:

a.       Mendemontrasikan teknik perubahan gaya hidup untuk memenuhi kebutuhan

perawatan diri

b.      Melakukan perawatan diri dalam tingkat kemampuan sendiri

Rencana:

Tabel 2.10Defisit Perawatan Diri berhubungan denganKeterbatasan Pergerakan Akibat Fraktur

Intervensi Rasionalisasi

          Beri informasi tentang

pentingnya perawatan diri

bagi klien

          Bantu dan fasilitasi klien

dalam melakukan personal

higiene

          Jaga kebersihan pakaian

dan alat tenun klien

         Berikan lotion dan talk

setelah mandi

a.         Dengan memberikan informasi

dapat menambah wawasan

pengetahuan klien tentang cara

perawatan diri yang benar

b.         Dengan menyediakan dan

mendekatkan akan mendorong

kemandirian klien dalam hal

melakukan aktivitas

c.         Pakaian yang bersih dan alat

tenun yang kering dapat

mencegah terjadinya gatal.

d.        Untuk meningkatkan rasa

nyaman klien dan dapat mencegah

terjadinya biang keringat

Sumber:Doengoes, et. al. (2000, hal 301). Rencana Asuhan Keperawatan Untuk

Perencanaan

Page 24: Laporan Pendahuluan Fraktur Tibia

Dan Pendokumentasian Perawatan Pasien (edisi 3), EGC, Jakarta

8.      Resiko Disfungsi Neurovaskuler berhubungan dengan cedera vaskuler

Tupan : Perfusi jaringan adekuat

Tupen : setelah dilakukan tindakan keperawatan 2x24 jam diharapkan tidak ada

tanda-tanda penurunan perfusi jaringan, dengan kriteria :

a.       Kesadaran kompos mentis

b.      Tanda-tanda vital dalam batas normal ( TD = 120/80 mmHg; RR = 16-24 x/menit;

N = 60-80 x/menit; S = 36,5-37,50 C)

c.       Akral hangat

Rencana:

Tabel 2.11Resiko Disfungsi Neurovaskuler berhubungan dengan cedera vaskuler

Intervensi Rasionalisasi

a.       Lepaskan perhiasan dari

ekstrimitas yang sakit

b.       Kaji aliran kapiler, warna

kulit, dan kehangatan distal

pada fraktur

c.        Lakukan pengkajian

neuromuskular, perhatikan

perubahan fungsi

motor/sensor

d.       Kaji keluhan rasa terbakar

dibawah gips

          Dapat membendung sirkulasi

bila terjad edema

b.         Warna kulit putih menunjukkan

gangguan arterial. Sianosis diduga

gangguan vena

c.         Gangguan perasaan kebas,

kesemutan, peningkatan nyeri

terjadi bila sirkulasi pada saraf

tidak adekuat atau saraf rusak

d.        Faktor ini disebabkan atau

mengidentifikasikan tekanan

mjaringan/iskemia, menimbulkan

kerusakan atau nekrosis

e.         Alat traksi dapat menyebabkan

Page 25: Laporan Pendahuluan Fraktur Tibia

e.        Awasi posisi/lokasi cincin

penyokong bebat

f.        Selidiki tanda iskemia

ekstrimitas tiba-tiba, contoh

peniurunan suhu kulit, dan

peningkatan nyeri]

g.        Dorong pasien untuk

melakukan ambulasi

sesegera mungkin

h.       Selidiki nyeri tekan,

pembengkakan pada dorso

fleksi kaki.

i.         Awasi tanda vital.

tekanan pada pembuluh

darah/saraf, terutama pada aksila

dan lipat paha.

          Dislokasi fraktur sendi

(khususnya lutut) dapat

menyebabkan kerusakan

arteriyang berdekatan, dengan

akibata hilangnya aliran darah ke

distal

g.         Meningkatkan sirkulasi dan

menurunkan pengumpulan darah

khususnya pada ekstrimitas bawah

h.         Terdapat peningkatan untuk

tromboplebitis dan emboli paru

pada pasien imobilisasi selama

lima hari

           Perubahan tanda-tanda vital

menunjukkan peningkatan sirkulasi

Sumber:Doengoes, et. al. (2000, hal 766). Rencana Asuhan Keperawatan Untuk

Perencanaan

Dan Pendokumentasian Perawatan Pasien (edisi 3), EGC, Jakarta

9.  Ansietas berhubungan dengan Kurang pengetahuan

Tupan : Cemas hilang

Tupen : setelah dilakukan tindakan keperawatan 2x24 jam cemas berkurang, dengan

kriteria:

a.       Klien tampak rileks

b.      Melaporkan ansietas berkurang

 Rencana:

Tabel 2.12Ansietas berhubungan dengan

Page 26: Laporan Pendahuluan Fraktur Tibia

Kurang pengetahua

Intervensi Rasionalisasi

a.       Jalin rasa percaya

b.       Kaji ulang tingkat

kecemasan klien

c.        Berikan kesempatan

mengekspresikan

perasaannya

d.       Berikan penjelasan

tentang penyakit yang

diderita

e.        Berikan kesempatan

bertanya untuk

          Rasa percaya dapat

melahirkan keterbukaan

         Dapat mengetahui derajat

kecemasan klien sehingga

memudahkan intervensi

selanjutnya

          Beban kecemasan dapat

berkurang dengan diekspresikan

         Dengan mengetahui penyakit,

dimungkinkan klien akan merasa

tenang

          Dimungkinkan dapat

mengetahui hal yang tidak

diketahui

Sumber: Doengoes, et. al. (2000, hal 922) . Rencana Asuhan Keperawatan Untuk

Perencanaan Dan Pendokumentasian Perawatan Pasien (edisi 3), EGC, Jakarta

10.  Resiko pola nafas tidak efektif berhubungan dengan edema paru dan mobilisasi

sekret tidak efektif

Tupan : pola nafas adequat

Tupen : setelah dilakukan tindakan keperawatan 2x24 jam tidak ditemukannya tanda-

tanda ketidak efektifan pola nafas, dengan kriteria:

a.       Mempertahankanpola nafas adequat

b.      Frekuensi nafas 12-24x/menit

c.       Tidak adanya dispneu/sianosis

 Rencana:

Tabel 2.13

Page 27: Laporan Pendahuluan Fraktur Tibia

Resiko pola nafas tidak efektif berhubungan denganEdema paru dan mobilisasi sekret tidak efektif

Intervensi Rasionalisasi

a. Awasi frekuensi pernafasan

dan upayanya. Perhatikan

stridor, penggunaan otot

bantu, retraksi, terjadinya

sianosis sentral.

b Auaskultasi bunyi nafas

perhatikan terjadinya ketidak

samaan

c. Atasi jaringan cedera/tulang

dengan lembut, khusunya

selama beberapa hari

pertama

d. Bantu dalam latihan nafas

dalam

e Observasi sputum untuk tanda

adanya darah

          Tarkifne, dispnea, dan

perubahan dalam mental dan

tanda dini insufisiensi pernafasan

dan mungkin hanya indikator

terjadinya emboli paru tahap awal

         Perubahan dalam bunyi

adventisius menunjukan terjadinya

komplikasi pernafasan

          Dapat mencegah terjadinya

emboli lemak, yang erat

hubungannya dengan fraktur.

         Menungkatkan ventilasi

alveolar dan prfusi. Reposisi

meningkatkan drimnage sekret

dan menurunkan kongesti pada

area dependen.

          Hemodialisa dapat terjadi

dengan emboli paru

Sumber:Doengoes, et. al. (2000, hal 768) . Rencana Asuhan Keperawatan Untuk

Perencanaan Dan Pendokumentasian Perawatan Pasien (edisi 3), EGC, Jakarta

Implementasi

Page 28: Laporan Pendahuluan Fraktur Tibia

Implementasi atau pelaksanaan adalah realisasi rencana tindakan untuk mencapai

tujuan yang telah ditetapkan. Kegiatan dalam implementasi juga meliputi pengumpulan

data berkelanjutan, mengobservasi respon klien selama dan sesudah pelaksanaan

tindakan dan menilai data yang baru (Rahmah, Nikmatur dan Saiful walid. 2009; 89).

Menurut wilknison (2007; dalam Nurjanah, Intansari. 2010; 186) implementasi

yang bisa dilakukan oleh perawat terdiri dari: do (melakukan), delegate

(mendelegasikan) dan record (mencatat).

   Evaluasi Rahmah, Nikmatur dan Saiful walid (2009; 94-96) menjelaskan bahwa evaluasi

adalah penilaian dengan cara membandingkan perubahan keadaan pasien (hasil yang

diamati) dengan tujuan dan kriteria hasil yang dibuat pada tahap perencanaan.

Evaluasi bertujuan untuk mengakhiri rencana tindakan keperawatan, memodifikasi

rencana tindakan keperawatan dan meneruskan rencana keperawatan.

Evaluasi terdiri dari evaluasi proses (formatif) dan evaluasi hasil (sumatif). Evaluasi

formatif adalah evaluasi yang dilakukan setiap selesai tindakan, berorientasi pada

etiologi dan dilakukan secara terus-menerus sampai tujuan yang telah ditentukan

berhasil. Sedangkan evaluasi sumatif dilakukan setelah akhir tindakan keperawatan

secara paripurna, berorientasi pada masalah keperawatan, menjelaskan

keberhasikan/ketidak berhasilan, rekaputasi dan kesimpulan status kesehatan klien

sesuai dengan kerangka waktu yang ditetapkan.

Page 29: Laporan Pendahuluan Fraktur Tibia

DAFTAR PUSTAKA

1.Doenges, Marilynn E. et.al. (2000) Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman Untuk

Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta : EGC.

2.Rasjad, Chairuddin. 2003. Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi. Makasar : Lintang

Imumpasue.

3.Smeltzer, Suzanne C. Bare Brenda G. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah

Brunner & Suddarth, Edisi 8. Jakarta : EGC

4.Syaifuddin. 2006. Anatomi Fisiologi Untuk Mahasiswa Keperawatan, Edisi III.

Jakarta : EGC.

5.Arif Mutaqin.2008.Asuhan Keperawatan Sistem Muskuluskeltal