70
RONDE KEPERAWATAN KLIEN DENGAN FRAKTUR TIBIA + REPARASI FIKSASI EKSTERNAL TUGAS DEPARTEMEN MANAJEMEN Oleh: Ayu Sisca Prastiwi 125070209111005

Ronde Fraktur Tibia

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Ronde Manajemen Keperawatan dengan

Citation preview

Page 1: Ronde Fraktur Tibia

RONDE KEPERAWATAN

KLIEN DENGAN FRAKTUR TIBIA + REPARASI FIKSASI EKSTERNAL

TUGAS

DEPARTEMEN MANAJEMEN

Oleh:

Ayu Sisca Prastiwi

125070209111005

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS BRAWIJAYA

MALANG

2015

Page 2: Ronde Fraktur Tibia

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Managemen adalah proses bekerja melalui staff keperawatan untuk

memberikan asuhan keperawatan secara professional. Disini dituntut tugas

manajer keperawatan untuk merencanakan, mengorganisir, memimpin dan

mengevaluasi sarana dan prasarana yang tersedia untuk memberikan asuhan

keperawatan seefektif dan seefisien mungkin bagi individu, keluarga, dan

masyarakat

Salah satu strategi untuk mengoptimalkan peran dan fungsi perawat

dalam pelayanan keperawatan adalah pembenahan manajemen keperawatan

karena dengan adanya factor kelola yang optimal diharapkan mampu menjadi

wahana peningkatan keefektifan pembagian pelayanan keperawatan sekaligus

lebih menjamin kepuasan klien terhadap pelayanan keperawatan.

Ronde keperawatan adalah suatu bagian kegiatan asuhan keperawatan

dengan membahas kasus tertentu dengan harapan adanya transfer

pengetahuan dan aplikasi pengetahuan secara teoritis kedalam praktek

keperawatan secara langsung yang dilakukan oleh perawat konselor, kepala

ruangan, MA, kabid keperawatan dengan melibatkan seluruh tim keperawatan.

Karakteristik dari ronde keperawatan meliputi : pasien dilibatkan secara

langsung, pasien merupakan fokus kegiatan, perawat yang terlibat melakukan

diskusi, konselor memfasilitasi kreatifitas dan membantu mengembangkan

kemampuan perawat dalam meningkatkan kemampuan mengatasi masalah.

Page 3: Ronde Fraktur Tibia

B. TUJUAN

1. Tujuan Umum:

Menyampaikan materi tentang ronde keperawatan dan pembahasan kasus

2. Tujuan Khusus:

Adapaun tujun yang dicapai setelah penyampaian materi tentang Ronde

Keperwatan diharapkan mahasiswa mampu:

a. Mengetahui dan memahami pengertian ronde keperawatan

b. Mengetahui dan memahami karakteristik ronde keperawatan

c. Mengetahui tujuan ronde keperawatan

d. Mengetahui manfaat ronde keperawatan

e. Mengetahui dan memahami tipe-tipe ronde keperawatan

f. Mengetahui dan memahami tahapan ronde keperawatan

g. Mengetahui hal-hal yang harus dipersiapkan dalam ronde keperawatan

h. Mengetahui komponen yang terlibat dalam ronde keperawatan

Page 4: Ronde Fraktur Tibia

BAB II

TINJAUAN TEORI

2.1 Konsep Manajemen

A. Pengertian

Manajemen keperawatan merupakan suatu bentuk koordinasi dan

integrasi sumber-sumber keperawatan dengan menerapkan proses

manajemen untuk mencapai tujuan dan obyektifitas asuhan keperawatan dan

pelayanan keperawatan (Huber, 2000). Kelly dan Heidental (2004)

menyatakan bahwa manajemen keperawatan dapat didefenisikan sebagai

suatu proses dari perencanaan, pengorganisasian, kepemimpinan dan

pengawasan untuk mencapai tujuan. Proses manajemen dibagi menjadi lima

tahap yaitu perencanaan, pengorganisasian, kepersonaliaan, pengarahan dan

pengendalian (Marquis dan Huston, 2010).

Swanburg (2000) menyatakan bahwa manajemen keperawatan adalah

kelompok dari perawat manajer yang mengatur organisasi dan usaha

keperawatan yang pada akhirnya manajemen keperawatan menjadi proses

dimana perawat manajer menjalankan profesi mereka. Manajemen

keperawatan memahami dan memfasilitasi pekerjaan perawat pelaksana serta

mengelola kegiatan keperawatan. Suyanto (2009) menyatakan bahwa lingkup

manajemen keperawatan adalah manajemen pelayanan kesehatan dan

manajemen asuhan keperawatan.

Manajemen pelayanan keperawatan adalah pelayanan di rumah sakit

yang dikelola oleh bidang perawatan melalui tiga tingkatan manajerial yaitu

manajemen puncak (kepala bidang keperawatan), manajemen menegah

(kepala unit pelayanan atau supervisor), dan manajemen bawah (kepala ruang

perawatan). Keberhasilan pelayanan keperawatan sangat dipengaruhi oleh

manajer keperawatan melaksanakan peran dan fungsinya. Manajemen

keperawatan adalah proses kerja setiap perawat untuk memberikan

pengobatan dan kenyamanan terhadap pasien. Tugas manager keperawatan

Page 5: Ronde Fraktur Tibia

adalah merencanakan, mengatur, mengarahkan dan mengawasi keuangan

yang ada, peralatan dan sumber daya manusia untuk memberikan pengobatan

yang efektif dan ekonomis kepada pasien (Gillies, 2000).

B. Prinsip-Prinsip Manajemen Keperawatan

Seorang manajer keperawatan melaksanakan manajemen

keperawatan untuk memberikan perawatan kepada pasien. Swanburg (2000)

menyatakan bahwa prinsip-prinsip manajemen keperawatan sebagai berikut:

1. Manajemen keperawatan adalah perencanaan

2. Manajemen keperawatan adalah penggunaan waktu yang efektif

3. Manajemen keperawatan adalah pembuatan keputusan

4. Pemenuhan kebutuhan asuhan keperawatan pasien adalah urusan manajer

perawat

5. Manajemen keperawatan adalah suatu perumusan dan pencapaian tujuan

sosial

6. Manajemen keperawatan adalah pengorganisasian

7. Manajemen keperawatan merupakan suatu fungsi, posisi atau tingkat sosial,

disiplin, dan bidang studi

8. Manajemen keperawatan bagian aktif dari divisi keperawatan, dari lembaga,

dan lembaga dimana organisasi itu berfungsi

9. Budaya organisasi mencerminkan nilai-nilai kepercayaan

10. Manajemen keperawatan mengarahkan dan pemimpin

11. Manajemen keperawatan memotivasi

12. Manajemen keperawatan merupakan komunikasi efektif

13. Manajemen keperawatan adalah pengendalian atau pengevaluasian.

Page 6: Ronde Fraktur Tibia

C. Fungsi-Fungsi Manajemen Keperawatan

Manajemen memerlukan peran orang yang terlibat di dalamnya untuk

menyikapi posisi masing-masing sehingga diperlukan fungsi-fungsi yang jelas

mengenai manajemen (Suarli dan Bahtiar, 2009). Fungsi manajemen pertama

sekali diidentifikasi oleh Henri Fayol (1925) yaitu perencaanaan, organisasi,

perintah, koordinasi, dan pengendalian. Luther Gulick (1937) memperluas

fungsi manajemen fayol menjadi perencanaan (planning), pengorganisasian

(organizing), personalia (staffing), pengarahan (directing), pengkoordinasian

(coordinating), pelaporan (reporting), dan pembiayaan (budgeting) yang

disingkat menjadi POSDCORB. Akhirnya, fungsi manajemen ini merujuk pada

fungsi sebagai proses manajemen yang terdiri dari perencanaan,

pengorganisasian, ketenagaan, pengarahan, pengawasan (Marquis dan

Huston, 2010). Fungsi manajemen menurut G.R. Terry adalah planning,

organizing, actuating, dan controlling, sedangkan menurut S.P. Siagian fungsi

manajemen terdiri dari planning, organizing, motivating, dan controlling (Suarli

dan Bahtiar, 2009).

2.2 Konsep Ronde

A. Pengertian Ronde Keperawatan

Suatu kegiatan yang bertujuan untuk mengatasi masalah keperawatan

klien yang dilaksanakan oleh perawat, disamping pasien dilibatkan untuk

membahas dan melaksanakan asuhan keperawatan akan tetapi pada kasus

tertentu harus dilakukan oleh perawat primer atau konselor, kepala ruangan,

perawat associate yang perlu juga melibatkan seluruh anggota tim.

Ronde keperawatan merupakan suatu metode pembelajaran klinik yang

memungkinkan peserta didik mentransfer dan mengaplikasikan pengetahuan

teoritis ke dalam peraktik keperawatan secara langsung Ronde keperawatan

merupakan proses interaksi antara pengajar dan perawat atau siswa perawat

dimana terjadi proses pembelajaran. Ronde keperawatan dilakukan oleh

teacher nurse atau head nurs dengan anggota stafnya atau siswa untuk

Page 7: Ronde Fraktur Tibia

pemahaman yang jelas tentang penyakit dan efek perawatan untuk setiap

pasien (Clement, 2011).

Ronde keperawatan adalah suatu kegiatan untuk mengatasi keperawatan

klien yang dilaksanakan oleh perawat dengan melibatkan pasien untuk

membahas & melaksanakan asuhan keperawatan, yang dilakukan oleh Perawat

Primer dan atau konsuler, kepala ruang, dan Perawat pelaksana, serta

melibatkan seluruh anggota tim.

Ronde keperawatan merupakan suatu metode pembelajaran klinik yang

memungkinkan peserta didik mentransfer dan mengaplikasikan pengetahuan

teoritis ke dalam peraktik keperawatan secara langsung.

B. Karakteristik Ronde Keperawatan

Ronde keperawatan mempunyai beberapa karakteristik sebagai berikut ini:

1. Klien dilibatkan secara langsung

2. Klien merupakan fokus kegiatan

3. Perawat asosiaet, perawat primer dan konsuler melakukan diskusi bersama

4. Konsuler memfasilitasi kreatifitas

5. Konsuler membantu mengembangkan kemampuan perawat asosiet, perawat

6. Primer untuk meningkatkan kemampuan dalam mengatasi masalah.

C. Tujuan Ronde Keperawatan

Tujuan dari pelaksanaan ronde keperawatan terbagi menjadi 2 yaitu: tujuan

bagi perawat dan tujuan bagi pasien. Tujuan ronde keperawatan bagi perawat

menurut Armola et al. (2010) adalah:

1. Melihat kemampuan staf dalam managemen pasien

2. Mendukung pengembangan profesional dan peluang pertumbuhan

3. Meningkatkan pengetahuan perawat dengan menyajikan dalam format studi

kasus

4. Menyediakan kesempatan pada staf perawat untuk belajar meningkatkan

penilaian keterampilan klinis

5. Membangun kerjasama dan rasa hormat, serta

Page 8: Ronde Fraktur Tibia

6. Meningkatkan retensi perawat berpengalaman dan mempromosikan

kebanggaan dalam profesi keperawatan

Ronde keperawatan selain berguna bagi perawat juga berguna bagi pasien.

Hal ini dijelaskan oleh Clement (2011) mengenai tujuan pelaksanaan ronde

keperawatan bagi pasien, yaitu:

1. Untuk mengamati kondisi fisik dan mental pasien dan kemajuan hari ke hari

2. Untuk mengamati pekerjaan staff

3. Untuk membuat pengamatan khusus bagi pasien dan memberikan laporan

kepada dokter mengenai, missal: luka, drainasi, perdarahan, dsb.

4. Untuk memperkenalkan pasien ke petugas dan sebaliknya

5. Untuk melaksanakan rencana yang dibuat untuk perawatan pasien

6. Untuk mengevaluasi hasil pengobatan dan kepuasan pasien

7. Untuk memastikan bahwa langkah-langkah keamanan yang diberikan

kepada pasien

8. Untuk memeriksakan kondisi pasien sehingga dapat dicegah, seperti ulcus

decubitus, foot drop, dsb

9. Untuk membandingkan manifestasi klinis penyakit pada pasien sehingga

perawat memperoleh wawasan yang lebih baik

10. Untuk memodifikasi tindakan keperawatan yang diberikan

D. Manfaat Ronde Keperawatan

Banyak manfaat dengan dilakukannya ronde keperawatan oleh perawat,

diantaranya:

1. Ronde keperawatan dapat meningkatkan keterampilan dan pengetahuan

pada perawat. Clement (2011) menyebutkan manfaat ronde keperawatan

adalah membantu mengembangkan keterampilan keperawatan, selain itu

menurut Wolak et al. (2008) denga adanya ronede keperawatan akan

menguji pengetahuan perawat. Peningkatan ini bukan hanya keterampilan

dan pengetahuan keperawatan saja, tetapi juga peningkatan secara

menyeluruh. Hal ini dijelaskan oleh Wolak et al. (2008) peninkatan

kemampuan perawat bukan hanya keterampilan keperawatan tetapi juga

Page 9: Ronde Fraktur Tibia

memberikan kesempatan pada perawat untuk tumbuh dan berkembang

secara profisonal.

2. Melalui kegiatan ronde keperwatan, perawat dapat mengevaluasi kegiatan

yang telah diberikan pada pasien berhasil atau tidak. Clement (2011) melalui

ronde keperawatan, evaluasi kegiatan,rintangan yang dihadapi oelh perawat

atau keberhasilan dalam asuhan keperawatan dapat dinilai. Hal ini juga

ditegaskan oleh O’connor (2006) pasien sebagai alat untuk menggambarkan

parameter penilaian atau teknik intervensi.

3. Ronde keperawatan merupakan sarana belajar bagi perawat dan mahasiswa

perawat. Ronde keperawatan merupakan studi percontohan yang

menyediakan sarana untuk menilai pelaksanaan keperawatan yang dilakukan

oleh perawat (Wolak et al, 2008). Sedangkan bagi mahasiswa perawat

dengan ronde keperawatan akan mendapat pengalaman secara nyata

dilapangan (Clement, 2011).

4. Manfaat ronde keperawatan yang lain adalah membanu mengorientasikan

perawat baru pada pasien. Banyak perawat yang baru masuk tidak

mengetahui mengenai pasien yang dirawat di ruangan. Dengan ronde

keperawatan hal ini bisa dicegah, ronde keperwatan membantu

mengorientasikan perawat baru pada pasien (Clement, 2011).

5. Ronde keperawatan juga meningkatkan kepuasan pasien. Penelitian

Febriana (2009) ronde keperwatan meningkatkan kepuasan pasien lima kali

dibanding tidak lakukan ronde keperawatan. Chaboyer et al. (2009) dengan

tindakan ronde keperawatan menurunkan angka insiden pada pasien yang

dirawat.

E. Tipe-tipe Ronde

Berbagai macam tipe ronde keperawatan dikenal dalam studi kepustakaan.

Diantaranya adalah menurut Close dan Castledine (2005) ada empat tipe ronde

yaitu matrons’ rounds, nurse management rounds, patient comfort rounds dan

teaching nurse.

Page 10: Ronde Fraktur Tibia

1. Matron nurse menurut Close dan Castledine (2005) seorang perawat

berkeliling ke ruangan-ruangan, menanyakan kondisi pasien sesuai jadwal

rondenya. Yang dilakukan perawat ronde ini adalah memeriksa standart

pelayanan, kebersihan dan kerapihan, dan menilai penampilan dan kemajuan

perawat dalam memberikan pelayanan pada pasien.

2. Nurse management rounds menurut Close dan Castledine (2005) ronde ini

adalah ronde manajerial yang melihat pada rencana pengobatan dan

implementasi pada sekelompok pasien. Untuk melihat prioritas tindakan yang

telah dilakukan serta melibatkan pasien dan keluarga pada proses interaksi.

Pada ronde ini tidak terjadi proses pembelajaran antara perawat dan head

nurse.

3. Patient comport nurse menurut Close dan Castledine (2005) ronde disini

berfokus pada kebutuhan utama yang diperlukan pasien di rumah sakit.

Fungsi perawat dalam ronde ini adalah memenuhi semua kebutuhan pasien.

Misalnya ketika ronde dilakukan dimalam hari, perawat menyiapkan tempat

tidur untuk pasien tidur.

4. Teaching rounds menurut Close dan Castledine (2005) dilakukan antara

teacher nurse dengan perawat atau mahasiswa perawat, dimana terjadi

proses pembelajaran. Teknik ronde ini biasa dilakukan oleh perawat atau

mahasiswa perawat. Dengan pembelajaran langsung. Perawat atau

mahasiswa dapat langsung mengaplikasikan ilmu yang didapat langsung

pada pasien.

Daniel (2004) walking round yang terdiri dari nursing round, physician-nurse

rounds atau interdisciplinary rounds. Nursing rounds adalah ronde yang

dilakukan antara perawat dengan perawat. Physician-nurse adalah ronde pada

pasien yang dilakukan oleh dokter dengan perawat, sedangkan interdisciplinary

rounds adalah ronde pada pasien yang dilakukan oleh berbagai macam tenaga

kesehatan meliputi dokter, perawat, ahli gizi serta fisioterapi, dsb.

Page 11: Ronde Fraktur Tibia

F. Tahapan Ronde Keperawatan

Ramani (2003), tahapan ronde keperawatan adalah :

1. Pre-rounds, meliputi: preparation (persiapan), planning (perencanaan),

orientation (orientasi).

2. Rounds, meliputi: introduction (pendahuluan), interaction (interaksi),

observation (pengamatan), instruction (pengajaran), summarizing

(kesimpulan).

3. Post-rounds, meliputi: debriefing (tanya jawab), feedback (saran), reflection

(refleksi), preparation (persiapan).

Langkah-langkah Ronde Keperawatan adalah sebagai berikut:

1. Persiapan

a. Penetapan kasus minimal 1 hari sebelum waktu pelaksanaan ronde.

b. Pemberian inform consent kepada klien/ keluarga.

2. Pelaksanaan

a. Penjelasan tentang klien oleh perawat primer dalam hal ini penjelasan

difokuskan pada masalah keperawatan dan rencana tindakan yang akan/

telah dilaksanakan dan memilih prioritas yang perlu didiskusikan.

b. Diskusikan antar anggota tim tentang kasus tersebut.

c. Pemberian justifikasi oleh perawat primer/ perawat konselor/ kepala

ruangan tentang masalah klien serta tindakan yang akan dilakukan.

d. Tindakan keperawatan pada masalah prioritas yang telah dan yang akan

ditetapkan.

3. Pasca Ronde

Mendiskusikan hasil temuan dan tindakan pada klien tersebut serta

menetapkan tindakan yang perlu dilakukan.

4. Kriteria Evaluasi

Kriteria evaluasi pada pelaksanaan ronde keperawatan adalah sebagai

berikut.

a. Struktur

- Persyaratan administratif (informed consent, alat dan lainnya).

Page 12: Ronde Fraktur Tibia

- Tim ronde keperawatan hadir ditempat pelaksanaan ronde

keperawatan.

- Persiapan dilakukan sebelumnya.

b. Proses

- Peserta mengikuti kegiatan dari awal hingga akhir.

- Seluruh perserta berperan aktif dalam kegiatan ronde sesuai peran

yang telah ditentukan.

c. Hasil

- Klien merasa puas dengan hasil pelayanan.

- Masalah klien dapat teratasi.

- Perawat dapat :

Menumbuhkan cara berpikir yang kritis.

Meningkatkan cara berpikir yang sistematis.

Meningkatkan kemampuan validitas data klien.

Meningkatkan kemampuan menentukan diagnosis keperawatan.

Menumbuhkan pemikiran tentang tindakan keperawatan yang

berorientasi pada masalah klien.

Meningkatkan kemampuan memodifikasi rencana asuhan

keperawatan.

Meningkatkan kemampuan justifikasi.

Meningkatkan kemampuan menilai hasil kerja.

G. Hal Yang Dipersiapkan Dalam Ronde Keperawatan

Supaya ronde keperawatan yang dilakukan berhasil, maka bisa dilakukan

persiapan sebagai berikut:

1. Menentukan kasus dan topik (masalah yang tidak teratasi dan masalah yang

langka).

2. Menentukan tim ronde keperawatan.

3. Mencari sumber atau literatur.

4. Membuat proposal.

Page 13: Ronde Fraktur Tibia

5. Mempersiapkan klien : informed consent dan pengkajian.

6. Diskusi : apa diagnosis keperawatan ?; Apa data yang mendukung ?;

Bagaimana intervensi yang sudah dilakukan?; Apa hambatan yang

ditemukan selama perawatan?

Page 14: Ronde Fraktur Tibia

H. ALUR RONDE KEPERAWATAN

Alur yang diperlukan dalam ronde keperawatan adalah sebagai berikut :

Katim

Penetapan Pasien

Persiapan Pasien:

- Informed consent- Hasil pengkajian / validasi data

PenyajianMasalah

- Apa diagnosa keperawatan ?- Apa data yang mendukung ?- Bagaimana intervensi yang

sudah dilakukan?- Apa hambatan yang

ditemukan?

Validasi Data

Diskusi KATIM – KATIM,

Konselor, KARU

Lanjutan – Diskusi di Nurse Station

KesimpulandanRekomendasiSolusiMasalahTahap

Pra Ronde

Tahap

Pelaksanaan

di Nurse Station

TahapPelaksanaan

diKamarPasien

Tahap

PascaRonde

Page 15: Ronde Fraktur Tibia

Keterangan :

1. Pra Ronde

a. Menentukan kasus dan topik (masalah yang tidak teratasi dan masalah

yang langka)

b. Menentukan tim ronde

c. Mencari sumber atau literatur memersiapkan pasien

d. Membuat proposal

e. Mempersiapkan : informed consent dan pengkajian

f. Diskusi tentang diagnosis keperawatan, data yang mendukung, asuhan

keperawatan yang dilakukan dan hambatan selama perawatan

2. Pelaksanaan Ronde

a. Penjelasan tentang pasien oleh perawat pelaksana yang difokuskan

pada masalah keperawatan dan rencanan tindakan yang akan

dilaksanakan dan atau telah dilaksanakan serta memilih prioritas yang

perlu didiskusikan

b. Diskusi antar anggota tim tentang kasus tersebut

c. Pemberian justifikasi oleh perawat primer atau konselor atau kepala

ruangan tentang masalah pasien serta rencana tindakan yang akan

dilakukan

3. Pasca Ronde

a. Evaluasi, revisi dan perbaikan

b. Kesimpulan dan rekomendasi penegakan diagnosis, intervensi

keperawatan selanjutnya.

I. Komponen Terlibat Dalam Ronde Keperawatan

Komponen yang terlibat dalam kegiatan ronde keperawatan ini adalah

perawat primer dan perawat konselor, kepala ruangan, perawat associate, yang

perlu juga melibatkan seluruh anggota tim kesehatan lainnya.

1. Peran Ketua Tim dan Anggota Tim

a. Menjelaskan keadaan dan data demografi klien.

Page 16: Ronde Fraktur Tibia

b. Menjelaskan masalah keperawata utama.

c. Menjelaskan intervensi yang belum dan yang akan dilakukan.

d. Menjelaskan tindakan selanjutnya.

e. Menjelaskan alasan ilmiah tindakan yang akan diambil.

2. Peran Ketua Tim Lain dan/Konselor

a. Perawat primer (ketua tim) dan perawat asosiet (anggota tim)

Dalam menjalankan pekerjaannya perlu adanya sebuah peranan yang

bisa untuk memaksimalkan keberhasilan yang bisa disebutkan antara

lain:

- Menjelaskan keadaan dan data demografi klien

- Menjelaskan masalah keperawatan utama

- Menjelaskan intervensi yang belum dan yang akan dilakukan

- Menjelaskan tindakan selanjutnya

- Menjelaskan alasan ilmiah tindakan yang akan diambil

b. Peran perawat primer (ketua tim) lain dan atau konsuler

- Memberikan justifikasi

- Memberikan reinforcement

- Menilai kebenaran dari suatu masalah, intervensi keperawatan serta

tindakan yang rasional

- Mengarahkan dan koreksi

- Mengintegrasikan teori dan konsep yang telah dipelajari

Selain perawat, pasien juga dilibatkan dalam kegiatan ronde keperawatan ini

untuk membahas dan melaksanakan asuhan keperawatan.

J. Kriteria Pasien

Pasien yang dipilih untuk yang dilakukan ronde keperawatan adalah pasien

yang memiliki kriteria sebagai berikut :

1. Mempunyai masalah keperawatan yang belum teratasi meskipun sudah

dilakukan tindakan keperawatan

2. Pasien dengan kasus baru atau langka.

Page 17: Ronde Fraktur Tibia

2.3 Konsep Penyakit

A. Pengertian

Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan

luasnya (Smeltzer, 2001). Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh

trauma atau tenaga fisik. Kekuatan dan sudut dari kekuatan tersebut, keadaan

tulang itu sendiri dan jaringan lunak disekitar tulang akan menentukan apakah

fraktur yang terjadi itu lengkap atau tidak lengkap (Anderson, 2005).

Fraktur adalah pemisahan atau patahnya tulang. Ada lebih dari 150

klasifikasi fraktur. Empat yang utama adalah :

1. Incomplit

Fraktur yang hanya melibatkan bagian potongan menyilang tulang.

2. Complit

Garis fraktur melibatkan seluruh potongan menyilang dari tulang dan fragmen

tulang biasanya berubah tempat atau bergeser (bergeser dari posisi normal).

3. Tertutup (simple)

Fraktur tidak meluas dan tidak menyebabkan robekan pada kulit.

4. Terbuka (compound)

Fragmen tulang meluas melewati otot dan adanya perlukaan di kulit yang

terbagi menjadi 3 derajad :

Derajad 1 : luka kurang dari 1 cm, kerusakan jaringan lunak sedikit, tidak ada tanda

remuk, fraktur sederhana atau kominutif ringan dan kontaminasi minimal.

Derajad 2 : laserasi lebih dari 1 cm, kerusakan jaringan lunak, tidak luas, fraktur

kominutif sedang, dan kontaminasi sedang.

Page 18: Ronde Fraktur Tibia

Derajad 3 : terjadi kerusakan jaringan lunak yang luas(struktur kulit, otot, dan

neurovaskuler) serta kontaminasi derajad tinggi (Mansjoer, 2000).

Fraktur Tibia adalah fraktur yang terjadi pada bagian tibia sebelah kanan maupun kiri

akibat pukulan benda keras atau jatuh yang bertumpu pada kaki. Fraktur

ini sering terjadi pada anak- anak dan wanita lanjut usia dengan tulang

osteoporosis dan tulang lemah yang tak mampu menahan energi akibat

jatuh atau benturan benda keras (Henderson, 1998)

B. Anatomi dan Fisiologi

Menurut Mutaqin (2008), secara garis besar struktur tulang dibagi menjadi

enam yaitu :

1. Tulang panjang (long bone), misalnya femur, tibia, fibula ulna, dan humerulus.

Daerah batas disebut diafisis dan daerah yang berdekatan dengan garis epifissis

disebut metafisis. Didaerah ini sangat sering ditemukan adanya kelainan atau

penyakit karena daerah ini merupakan daerah metabolik yang aktif dan banyak

mengandung pembuluh darah.

2. Tulang pendek (short bone) misalnya tulang-tulang karpal.

3. Tulang pipih (flet bone), misal tulang iga, skapula, dan pelvis.

4. Tulang tak beraturan misalnya tulang vertebra.

5. Tulang sesamoid, misal tulang patela.

6. Tulang sutura ada di atap tengkorak.

Tulang terdiri atas daerah yang kompak pada daerah luar disebut korteks

dan bagian dalam (endosteum) yang bersifat sepongiosa berbentuk trabekula dan

diluarnya dilapisi oleh periosteum. Struktur tulang dan jaringan ikat menyusun

kurang lebih 25% berat badan, dan otot menyusun kurang lebih 50%. Kesehatan

baikya fungsi system musculoskeletal sangat tergantung pada sistem tubuh yang

lain. Struktur tulang-tulang memberi perlindungan terhadap organ vital termasuk

Page 19: Ronde Fraktur Tibia

otak, jantung dan paru. Kerangka tulang merupakan kerangka yang kuat untuk

meyangga struktur tubuh otot yang melekat ke tulang memungkinkan tubuh

bergerak. Tulang tibia atau tulang kering merupakan kerangka yang utama dari

tungkai bawah dan terletak medial dari fibula atau tulang betis ; tibia adalah tulang

pipa dengan sebuah batang dan dua ujung (Suratun, 2008).

Menurut Evelyn (2002) tulang tibia terdiri :

a. Ujung atas :

Melihatkan adanya kondil media dan kondil lateral. Kondilkondil ini

merupakan bagian yang paling atas dan paling pinggir dari tulang. Permukaan

suporiornya meperlihatkan dua dataran permukaan persendian untuk femur dalam

formasi sendi lutut permukaan - permukaan tersebut halus dan diatas

permukaannya yang datar terdapat tulang rawan semilunar yang membuat

permukaan persendian lebih dalam untuk penerimaan kondisi femur.

b. Batang :

Bagian ini membentuk krista tibia. Permukaan medial adalah subkutanius

pada hampir seluruh panjangnya dan merupakan daerah berguna dari mana dapat

diambil serpihan tulang untuk transplatasi. Permukaan posterior ditandai oleh garis

solial atau linia poplitea yaitu garis meninggi diatas tulang yang kuat dan yang

berjalan kebawah dan medial.

c. Ujung bawah :

Masuk dalam persendian mata kaki. Tulang sedikit melebar dan kebawah

sebelah medial menjulang menjadi mateulus medial atau mateulus tibiae. Sebelah

depan tibia halus dan tendontendon menjulur di atasnya ke arah kaki.

Page 20: Ronde Fraktur Tibia

d. Permukaan lateral

Ujung bawah bersendi dari dengan fibula pada persendian tibiafibuler

inferior. Tibia memuat sendi dengan tiga tulang, yaitu femur, fibula, dan talus (Evelyn

C, 2002).

C. Etiologi

Penyebab fraktur secara umum disebabkan karena pukulan secara

langsung, gaya meremuk, gerakan puntir mendadak, dan bahkan kontraksi otot

eksterm (Suddart, 2002). Fraktur yang paling sering adalah pergerseran condilius

lateralis tibia yang disebabkan oleh pukulan yang membengkokkan sendi lutut dan

merobek ligamentum medialis sendi tersebut. Penyebab terjadinya fraktur yang

diketahui adalah sebagai berikut :

1. Trauma langsung ( direct )

Fraktur yang disebabkan oleh adanya benturan langsung pada jaringan

tulang seperti pada kecelakaan lalu lintas, jatuh dari ketinggian, dan benturan benda

keras oleh kekuatan langsung.

Page 21: Ronde Fraktur Tibia

2. Trauma tidak langsung ( indirect )

Fraktur yang bukan disebabkan oleh benturan langsung, tapi lebih

disebabkan oleh adanya beban yang berlebihan pada jaringan tulang atau otot ,

contohnya seperti pada olahragawan atau pesenam yang menggunakan hanya satu

tangannya untuk menumpu beban badannya.

3. Trauma pathologis

Fraktur yang disebabkan oleh proses penyakit seperti osteomielitis,

osteosarkoma, osteomalacia, cushing syndrome, komplikasi kortison / ACTH,

osteogenesis imperfecta (gangguan congenital yang mempengaruhi pembentukan

osteoblast). Terjadi karena struktur tulang yang lemah dan mudah patah.

a. Osteoporosis terjadi karena kecepatan reabsobsi tulang melebihi kecepatan

pembentukan tulang, sehingga akibatnya tulang menjadi keropos dan rapuh dan

dapat mengalami patah tulang.

b. Osteomilitis merupakan infeksi tulang dan sum-sum tulang yang disebabkan oleh

bakteri piogen dimana mikroorganisme berasal dari fokus ditempat lain dan

beredar melalui sirkulasi darah.

c. Ostheoartritis itu disebabkan oleh rusak atau menipisnya bantalan sendi dan

tulang rawan (Muttaqin, 2008).

Page 22: Ronde Fraktur Tibia

D. Pathway (Terlampir)

Fraktur ganggguan pada tulang biasanya disebabkan oleh trauma gangguan

adanya gaya dalam tubuh, yaitu stress, gangguan fisik, gangguan metabolic,

patologik. Kemampuan otot mendukung tulang turun, baik yang terbuka ataupun

tertutup. Kerusakan pembuluh darah akan mengakibatkan pendarahan, maka

volume darah menurun. COP menurun maka terjadi perubahan perfusi jaringan.

Hematoma akan mengeksudasi plasma dan poliferasi menjadi odem lokal maka

penumpukan di dalam tubuh. Fraktur terbuka atau tertutup akan mengenai serabut

saraf yang dapat menimbulkan gangguan rasa nyaman nyeri. Selain itu dapat

mengenai tulang dan dapat terjadi revral vaskuler yang menimbulkan nyeri gerak

sehingga mobilitas fisik terganggau. Disamping itu fraktur terbuka dapat mengenai

jaringan lunak yang kemungkinan dapat terjadi infeksi dan kerusakan jaringan lunak

akan mengakibatkan kerusakan integritas kulit.

Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma gangguan

metabolik, patologik yang terjadi itu terbuka atau tertutup. Baik fraktur terbuka atau

tertutup akan mengenai serabut syaraf yang dapat menimbulkan gangguan rasa

Page 23: Ronde Fraktur Tibia

nyaman nyeri. Selaian itu dapat mengenai tulang sehingga akan terjadi

neurovaskuler yang akan menimbulkan nyeri gerak sehingga mobilitas fisik

terganggu, disamping itu fraktur terbuka dapat mengenai jaringan lunak yang

kemungkinan dapat terjadi infeksi terkontaminasi dengan udara luar. Pada umumnya

pada pasien fraktur terbuka maupun tertutup akan dilakukan imobilitas yang

bertujuan untuk mempertahankan fragmen yang telah dihubungkan tetap pada

tempatnya sampai sembuh.

E. Proses Pemulihan Fraktur

Proses pemulihan fraktur menurut Muttaqin, (2008) meliputi:

1. Fase inflamasi

Fase inflamasi terjadi segera setalah luka dan berakhir 3-4 hari, dua proses

utama yang terjadi pada fase ini yaitu hemostasis dan fagositosis. Hemostasis

(penghentian perdarahan) terjadi akibat fase kontriksi pembuluh darah besar

didaerah luka. Bekuan darah dibentuk oleh trombosit yang menyiapkan matriksfibrin

yang menjadi kerangka bagi pengambilan sel. Fagositosis merupakan perpindahan

sel, leokosit ke daerah interestisial. Tempat ini di tempati oleh makrofag yang keluar

dari monosit selama kurang lebih 24 jam setelah cedera.

Makrofag juga mengeluarkan faktor angiogenesis yang merangsang

pembentukan ujung epitel diakhir pembuluh darah akan mempercepat proses

penyembuhan. Fase inflamasi juga memerlukan pembuluh darah dan respons

seluler yang digunakan untuk mengangkat bendabenda asing dan jaringan mati.

Suplai darah yang meningkat ke jaringan membawa bahan nutrisi yang diperlukan

pada proses penyembuhan hingga pada akhirnya daerah luka tampak merah dan

sedikit bengkak.

Page 24: Ronde Fraktur Tibia

2. Fase polifrasi sel

Fase polifrasi yaitu sel-sel berpolifrasi dari lapisan dalam periosteum sekitar

lokasi fraktur sel-sel ini menjadi osteoblast, sel ini aktif tumbuh kearah frakmen

tulang dan juga terjadi di jaringan sumsum tulang. Fase ini terjadi setelah hari ke-2

paska fraktur.

3. Fase pembentukan kallus

Pada fase ini osteoblas membentuk tulang lunak (kallus), Tempat osteoblas

diduduki oleh matriks interseluler kolagen dan perlekatan polisakarida oleh garam-

garam kalsium pembentuk suatu tulang yang imatur. Jika terlihat massa kallus pada

X-ray maka fraktur telah menyatu. Pada fase ini terjadi setelah 6-10 hari setelah

fraktur.

4. Fase konsolidasi

Pada fase ini kallus mengeras dan terjadi proses konsolidasi, fraktur teraba

telah menyatu secara bertahap menjadi tulang mature. Fase ini terjadi pada minggu

ke-3-10 setelah fraktur.

5. Fase remodeling

Pada fase remodeling ini perlahan-lahan terjadi resorpsi secara osteoklastik

dan osteoblastik pada tulang serta kallus eksterna secara perlahan-lanan

menghilang. Kallus inter mediet berubah menjadi tulang yang kompak dan kallus

bagian bagian dalam akan mengalami peronggaan untuk membentuk sumsum.

Pada fase remodeling ini dimulai dari minggu ke 8-12 dan berahir sampai beberapa

tahun dari terjadinya fraktur.

Page 25: Ronde Fraktur Tibia

F. Komplikasi

Komplikasi yang terjadi akibat fraktur menurut Mutaqin (2008) yaitu :

1. Komplikasi awal

a. Kerusakan arteri. Pecahnya arteri karena trauma dapat di tandai dengan tidak

adanya nadi, sianosis pada bagian distal, hematoma melebar dan rasa dingin

pada ekstermitas yang disebabkan oleh tindakan darurat splinting, perubahan

posisi pada daerah yang sakit, tindakan reduksi dan pembedahan.

b. Sindrom kompartemen. Merupakan komplikasi yang serius yang terjadi karena

terjebaknya otot, tulang, saraf, dan pembuluh darah dalam jaringan parut.

c. Fat emboli sindrom (FES) adalah komplikasi serius yang sering terjadi pada kasus

fraktur tulang panjang. FES terjadi karena selsel lemak yang dihasilkan bone

marrow kuning masuk kealiran pembuluh darah dan menyebabkan kadar oksigen

dalam darah menurun. Hal tersebut ditandai dengan gangguan pernafasan,

takikardi, hipertensi, takipenia, dan demam.

d. Infeksi. Sistem pertahanan tubuh akan rusak bila ada trauma pada jaringan. Pada

trauma ortopedi, infeksi dimulai pada kulit dan masuk kedalam.

e. Nekrosis faskuler. Terjadi karena aliran darah ke tulang rusak atau terganggu

sehingga menyebabkan nekrosis tulang.

f. Syok. Terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya permeabilitas

kapiler sehingga menyebabkan oksigenasi menurun. Syok dapat berakibat fatal

dalam beberapa hal setelah udema cedera, emboli lemak, yang dapat terjadi

dalam 48 jam atau lebih, dan sindrom kompartemen, yang berakibat kehilangan

fungsi ekstremitas permanent jika tidak ditangani segera.komplikasi lainnya

adalah infeksi, tromboemboli yang dapat menyebabkan kematian beberapa

minggu setelah cedera.

Page 26: Ronde Fraktur Tibia

2. Komplikasi lanjut

a. Delayed union. Adalah fraktur yang tidak sembuh setelah selang waktu 3-5 bulan

untuk anggota gerak atas dan 5 bulan untuk anggota gerak bawah. Hal ini juga

merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi sesuai dengan waktu yang

dibutuhkan tulang untuk menyambung. Hal ini terjadi karena suplai darah ke

tulang menurun.

b. Non-union adalah fraktur yang tidak sembuh antara 6-8 bulan dan tidak

didapatkan konsilidasi sehingga terdapat sendi palsu.

c. Mal-union adalah keadaan ketika fraktur menyembuh pada saatnya, tetapi

terdapat deformitas yang berbentuk anggulasi, vagus/valgus, rotasi,

pemendekan.

G. Manifestasi klinis

Manifestasi klinis fraktur adalah nyeri, hilangnya fungsi deformitas,

pemendekan ekstermitas, krepitus, pembengkakan lokal, dan berubahan warna.

1. Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang

diimobilisasi. Spasme otot yang menyartai fraktur merupakan bentuk bidai alami

yang dirancang untuk meminimalkan gerakan antar frakmen tulang.

2. Setelah terjadi fraktur, bagian-bagian tidak dapat digunakan dan cenderung

bergerak secara tidak alami ( gerakan luar biasa ) bukannya tetap rigid seperti

normalnya. Ekstermitas tak dapat

berfungsi dengan baik karena fungsi normal otot bergantung pada integritas tulang

tempat melengketnya otot.

3. Pada fraktur panjang, terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya karena

kontraksi otot yang melekat diatas dan bawah tempat fraktur. Fragmen sering

saling melingkupi satu sama lain.

Page 27: Ronde Fraktur Tibia

4. Saat ekstermitas diperiksa dengan tangan, teraba adanya derik tulang dinamakan

krepitus yang teraba akibat gesekan antara fragmen satu dengan yang lainnya.

( uji krepitus dapat menyebabkan kerusakan jaringan lunak yang lebih berat ).

5. Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit terjadi sebagai akibat

trauma dan perdarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini bisa baru terjadi

setelah beberapa jam atau hari setelah cedera.

Tidak semua tanda dan gejala terdapat pada setiap fraktur, pada fraktur

linear atau frakturimpaksi (perrmukaan patahan saling berdesak satu sama lain).

Diagnosis fraktur bergantung pada gejala, tanda fisik, pemeriksaan sinar-x

pasien (Smeltzer, 2001).

H. Penatalaksanaan

a. Penatalaksanaan kedaruratan

Segera setelah cedera, klien berada dalam keadaan bingung, tidak

menyadari adanya fraktur dan berjalan dengan tulang kering yang mengalami

fraktur, maka langkah yang penting untuk memobilisasi bagian yang cidera segera

sebelum pasien dipindahkan. Bila pasien yang mengalami cedera akan dipindahkan

dari kendaraan sebelum dapat dilakukan pembidaian, ekstermitas harus disangga di

bawah dan diatas tempat patah untuk mencegah gerakan rotasi atau memutar.

Gerakan fragmen tulang dapat menyebabkan nyeri, kerusakan jaringan

lunak, dan pendarahan lebih lanjut. Nyeri sehubungan dengan fraktur sangat berat

dan dapat dikurangi dengan menghindari gerakan fragmen tulang dan sendi sekitar

fraktur. Pembidaian yang memadai sangat penting untuk mencegah kerusakan

jaringan lunak oleh fragmen tulang.

b. Penatalaksanaan fraktur

Prinsip penanganan fraktur meliputi reduksi, imobilisasi, dan pengembalian

fungsi dan ketentuan normal dengan rehabilitasi. Reduksi fraktur (seting tulang)

berarti mengembalikan fregmen tulang pada kesejajaran dan rotasi anatomis.

Page 28: Ronde Fraktur Tibia

Reduksi tertutup, traksi, atau reduksi terbuka dapat dilakukan untuk mereduksi

fraktur. Reduksi fraktur harus segera mungkin diberikan untuk mencegah jaringan

lunak kehilangan elastisitasnya akibat infiltrari akibat edema dan perdarahan. Fraktur

biasanya menyertai trauma. Untuk itu sangat penting untuk melakukan pemeriksaan

terhadap jalan nafas (airway), proses pernafasan (breathing), dan sirkulasi

(circulation), untuk mengetahui apakah terjadi syok atau tidak. Bila dinyatakan tidak

ada masalah, lakukan pemeriksaan fisik secara terperinci.

Waktu terjadi kecelakaan penting ditanyakan untuk mengetahui berapa lama

sampai di rumah sakit untuk mengetahui berapa lama perjalanan kerumah sakit, jika

lebih dari 6 jam, komplikasi infeksi semakin besar. Lakukan anamnesis dan

pemeriksaan fisik secara cepat, singkat dan lengkap. Kemudian lakukan foto

radiologis. Pemasangan bidai dilakukan untuk mengurangi rasa sakit dan mencegah

terjadinya kerusakan yang lebih berat pada jaringan lunak. Tindakan pada fraktur

terbuka harus dilakukan secepat mungkin. Penundaan waktu dapat mengakibatkan

komplikasi. Waktu yang optimal untuk bertindak sebelum 6-7 jam (golden period).

Berikan toksoid, Antitetanus Serum (ATS) atau tetanus human globulin. Berikan anti

biotik untuk kuman gram positif dengan dosis tinggi. Lakukan pemeriksaan kultur

dan resistensi kuman dari dasar luka fraktur terbuka ( Smeltzer, 2001 ).

I. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang fraktur menurut Doenges (1999) :

a. Pemeriksaan Rongent

Menentukan luas atau lokasi minimal 2 kali proyeksi, anterior, posterior lateral.

b. CT Scan tulang, fomogram MRI

Untuk melihat dengan jelas daerah yang mengalami kerusakan.

c. Arteriogram (bila terjadi kerusakan vasculer)

d. Hitung darah kapiler

Page 29: Ronde Fraktur Tibia

1. HT mungkin meningkat (hema konsentrasi) meningkat atau menurun.

2. Kreatinin meningkat, trauma obat, keratin pada ginjal meningkat.

3. Kadar Ca kalsium, Hb (Doenges, 1999).

J. Pengkajian

Pengkajian Pasien Post Op Orif Tibia 1/3 Dextra Doenges (1999) meliputi :

a. Gejala Sirkulasi

Gejala : Riwayat masalah jantung, GJK, edema pulmononal, penyakit vascular

perifer atau Statis vascular (peningkatan resiko pembentu kan thrombus).

b.Integritas Ego

Gejala : Perasaan cemas, takut, marah, apatis ; faktor-faktor stress multiple,

misalnya financial, hubungan, gaya hidup.

Tanda : tidak dapat istirahat, peningkatan ketegangan / peka rangsang ; stimulasi

simpatis.

c. Makanan / Cairan

Gejala : insufisiensi pancreas / DM, ( Predisposisi untuk hipoglikemia / ketoasidosis )

malnutrisi ( termasuk obesitas ) ; membrane mukosa yang kering

( pembatasan pemasukkan / periode puasa pra operasi ).

d.Pernapasan

Gejala : infeksi, kondisi yang kronis / batuk, merokok.

e. Keamanan

Gejala : alergi / sensitive terhadap obat, makanan, plester, dan larutan ; Defisiensi

immune ( peningkatan risiko infeksi sitemik dan penundaan penyembuhan )

; Munculnya kanker / terapi kanker terbaru ; Riwayat keluarga tentang

Page 30: Ronde Fraktur Tibia

hipertermia malignant / reaksi anestesi ; Riwayat penyakit hepatic ( efek

dari detoksifikasi obat-obatan dan dapat mengubah koagulasi ) ; Riwayat

transfusi darah / reaksi transfusi.

Tanda : munculnya proses infeksi yang melelahkan ; demam.

f. Penyuluhan / Pembelajaran

Gejala : penggunaan antikoagulasi, steroid, antibiotic, antihipertensi, kardiotonik

glokosid, antidisritmia, bronchodilator, diuretic, dekongestan, analgesic,

anti inflamasi, antikonvulsan atau tranquilizer dan juga obat yang dijual

bebas, atau obat-obatan rekreasional. Penggunaan alkohol (risiko akan

kerusakan ginjal, yang mempengaruhi koagulasi dan pilihan anastesia,

dan juga potensial bagi penarikan diri pasca operasi).

K. Diagnosa keperawatan

1. Gangguan rasa nyaman nyeri akut berhubungan dengan terputusnya jaringan

tulang.

2. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan muskuloskeletal.

3. Defisit volume cairan berhubungan dengan perdarahan.

4. Ansietas berhubungan dengan adanya ancaman terhadap konsep diri / citra diri.

5. Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan mual, muntah. 25

6. Resti infeksi berhubungan dengan imflamasi bakteri ke daerah luka

L. Intervensi keperawatan

Intervensi keperawatan pada Post Op Orif Tibia 1/3 Dextra menurut

Doenges, 1999 yaitu :

1. Gangguan rasa nyaman nyeri akut berhubungan dengan terputusnya jaringan

tulang.

Page 31: Ronde Fraktur Tibia

Tujuan dan Kriteria Hasil : Nyeri dapat berkurang / hilang, pasien tampak tenang.

intervensi :

1. Lakukan pendekatan pada klien & keluarga

Rasional : hubungan yang baik membuat klien dan keluarga kooperatif

2. Kaji tingkat intensitas & frekuensi nyeri

Rasional :Tingkat intensitas nyeri dan frekuensi menunjukkan skala nyeri

3. Jelaskan pada klien penyebab dari nyeri

Rasional : Memberikan penjelasan akan menambah pengetahuan klien tentang nyeri

4. Observasi tanda-tanda vital

Rasional : Untuk mengetahui perkembangan klien

5. Melakukan kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian analgetik

Rasional : Merupakan tindakan dependent perawat, dimana analgetik berfungsi

untuk memblok stimulasi nyeri

2. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan muskuloskeletal.

Tujuan : pasien memiliki cukup energi untuk beraktifias perilaku menampakkan

kemampuan untuk memenuhi kebutuhan sendiri pasien mengungkapkan

mampu untuk melakukan beberapa aktifitas tanpa dibantu koordinasi otot,

tulang dan anggota gerak lainnya baik.

Intervensi :

1. Rencanakan periode istirahat yang cukup

Rasional : mengurangi aktifitas dan energi yang tidak terpakai

Page 32: Ronde Fraktur Tibia

2. Berikan latihan aktifitas secara bertahap

Rasional : tahapan-tahapan yang diberikan membantu proses aktifitas secara

perlahan dengan menghemat tenaga

3. Bantu pasien dalam memenuhi kebutuhan

Rasional : Mengurangi pemakaian energi sampai kekuatan pasien pulih kembali

4. Setelah latihan dan aktifitas kaji respon pasien

Rasional : menjaga kemungkinan adanya -menjaga kemungkinan adanya abnormal

dari tubuh sebagai akibat dari latihan.

3. Ansietas berhubungan dengan adanya ancaman terhadap konsep diri / citra diri.

Tujuan : klien memiliki rentang respon adaptif

Kriteria hasil : Tampak relaks dan melaporkan ansietas menurun sampai dapat

ditangani, mengakui dan mendiskusikan rasa takut, menunjukkan

tentang perasaan yang tepat.

Intervensi :

1. Dorong ekspresi ketakutan / marah

Rasional : Mendefinisikan masalah dan pengaruh pilihan intervensi.

2. Akui kenyataan atau normalitas perasaan, termasuk marah

Rasional : Memberikan dukungan emosi yang dapat membantu klien melalui

penilaian awal juga selama pemulihan.

3. Berikan informasi akurat tentang perkembangan kesehatan.

Rasional : Memberikan informasi yang jujur tentang apa yang diharapkan membantu

klien / orang terdekat menerima situasi lebih evektif.

Page 33: Ronde Fraktur Tibia

4. Dorong penggunaan menejemen stres, contoh : napas dalam, bimbingan

imajinasi, visualisasi.

Rasional : membantu memfokuskan kembali perhatian, meningkatkan relaksasi, dan

meningkatkan penigkatan kemampuan koping.

4. Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengnan mual dan muntah

Tujuan : Nutrisi pasien dapat terpenuhi

Kriteria hasil : Makanan masuk, berat badan pasien naik, mual, muntah hilang.

Intervensi:

1. Berikan makan dalam porsi sedikit tapi sering

Rasional : memberikan asupan nutrisi yang cukup bagi pasien

2. Sajikan menu yang menarik

Rasional: Menghindari kebosanan pasien, untuh menambah ketertarikan dalam

mencoba makan yang disajikan.

3. Pantau pemasukan makanan

Rasional : Mengawasi kebutuhan asupan nutrisi pada pasien

4. Kolaborasi pemberian suplemen penambah nafsu makan

Rasional : kerjasama dalam pengawasan kebutuhan nutrisi pasien selama dirawat di

rumah sakit

Page 34: Ronde Fraktur Tibia

2.4 Konsep Eksternal Fiksasi (OREF)

A. Pengertian

            OREF adalah reduksi terbuka dengan fiksasi internal di mana prinsipnya tulang

ditransfiksasikan di atas dan di bawah fraktur , sekrup atau kawat ditransfiksi di

bagian proksimal dan distal kemudian dihubungkan satu sama lain dengan suatu

batang lain

             Fiksasi eksternal digunakan untuk mengobati fraktur terbuka dengan kerusakan

jaringan lunak . Alat ini memberikan dukungan yang stabil untuk fraktur kominutif

( hancur atau remuk ) . Pin yang telah terpasang dijaga agar tetap terjaga posisinya ,

kemudian dikaitkan pada kerangkanya. Fiksasi ini memberikan rasa nyaman  bagi

pasien yang mengalami kerusakan fragmen tulang.

B. Indikasi

    a. Fraktur terbuka grade II dan III

    b. Fraktur terbuka yang disertai hilangnya jaringan atau tulang yang parah.

    c. Fraktur yang sangat  kominutif ( remuk ) dan tidak stabil.

    d. Fraktur yang disertai dengan kerusakan pembuluh darah dan saraf.

    e. Fraktur pelvis yang tidak bisa diatasi dengan cara lain.

f. Fraktur yang terinfeksi di mana fiksasi internal mungkin tidak cocok. Misal :

infeksi pseudoartrosis ( sendi palsu ).

    g.  Non union yang memerlukan kompresi dan perpanjangan.

    h.  Kadang – kadang pada fraktur tungkai bawah diabetes melitus.

C. Keuntungan dan Komplikasi Eksternal Fiksasi

 Keuntungan eksternal fiksasi adalah :

                   Fiksator ini memberikan kenyamanan bagi pasien , mobilisasi awal da

latihan awal untuk sendi di sekitarnya sehingga komplikasi karena disuse dan

imobilisasi dapat diminimalkan

                 Komplikasinya adalah :.

    a. Infeksi di tempat pen ( osteomyelitis ).

    b. Kekakuan pembuluh darah dan saraf.

Page 35: Ronde Fraktur Tibia

c. Kerusakan periostium yang parah sehingga terjadi delayed union atau non 

union

d. Emboli lemak.

    e. Overdistraksi fragmen.

D. Hal – hal yang Harus Diperhatikan pada Klien  dengan Pemasangan

Eksternal Fiksasi

 

a.  Persiapan psikologis

Penting sekali mempersiapkan pasien secara psikologis sebelum dipasang

fiksator eksternal Alat ini sangat mengerikan dan terlihat asing bagi pasien. Harus

diyakinkan bahwa ketidaknyamanan karena alat ini sangat ringan dan bahwa

mobilisasi awal dapat diantisipasi untuk menambah penerimaan alat ini, begitu juga

keterlibatan pasien pada perawatan terhadap perawatan fiksator ini.

b.  Pemantauan terhadap kulit, darah, atau pembuluh saraf.

Setelah pemasangan fiksator eksternal , bagian tajam dari fiksator atau pin

harus ditutupi untuk mencegah adanya cedera akibat alat ini. Tiap tempat

pemasangan pin dikaji mengenai adanya kemerahan , keluarnya cairan, nyeri tekan,

nyeri dan longgarnya pin.Perawat harus waspada terhadap potensial masalah

karena tekanan terhadap alat ini terhadap kulit, saraf, atau pembuluh darah.

c.   Pencegahan infeksi

Perawatan pin untuk mencegah infeksi lubang pin harus dilakukan secara

rutin. Tidak boleh ada kerak pada tempat penusukan pin, fiksator harus dijaga

kebersihannya. Bila pin atau klem mengalami pelonggaran , dokter harus diberitahu.

Klem pada fiksator eksternal tidak boleh diubah posisi dan ukurannya.

d.   Latihan isometrik

Latihan isometrik dan aktif dianjurkan dalam batas kerusakan jaringan bisa

menahan. Bila bengkak sudah hilang, pasien dapat dimobilisasi sampai batas

cedera di tempat lain. Pembatasan pembebanan berat badan diberikan untuk

meminimalkan pelonggaran puin ketika terjadi tekanan antara interface pin dan

tulang.

Page 36: Ronde Fraktur Tibia

E. ASUHAN KEPERAWATAN

Diagnosa Keperawatan

a.      Pre operasi

1)  Kecemasan b/d  ancaman integritas biologis sekunder akibat operasi d/d

mengeluh takut operasi, takut dipasang alat, khawatir tangan dan kaki tidak

berfungsi, tampak gelisah dan murung , tachicardi.

2)  Nyeri b/d  trauma jaringan dan refleks spasme otot sekunder akibat fraktur

ditandai dengan mengeluh sakit, sulit bergerak, tampak meringis dan

memegangi tubuh yang cedera.

b.      Post operasi

1) Resti infeksi b/d tempat masuknya organisme sekunder akibat adanya jalur

invasif (pin ).

2) Gangguan citra tubuh b/d perubahan dalam penampilan sekunder akibat

pemasangan eksternal fiksasi.

3) Hambatan mobilitas fisik b/d alat eksternal fiksasi.

4)  Defisit pengetahuan b/d kurangnya informasi.

5)  Resiko penatalaksanaan regimen terapeutik inefektif b/d ketidaktahuan tentang

perawatan eksternal fiksasi.

6)  Resiko cedera b/d terpasang alat berujung tajam.

Perencanaan         

Pre operasi :

1)   Nyeri b/d  trauma jaringan dan refleks spasme otot sekunder akibat fraktur

ditandai dengan mengeluh sakit, sulit bergerak, tampak meringis dan memegangi

tubuh yang cedera

2)   Kecemasan b/d  ancaman integritas biologis sekunder akibat operasi d/d

mengeluh takut operasi, takut dipasang alat, khawatir tangan dan kaki tidak

berfungsi, tampak gelisah dan murung , tachicardi.

Page 37: Ronde Fraktur Tibia

Post operasi :

 1)   Resti infeksi b/d tempat masuknya organisme sekunder akibat   adanya jalur

invasif (pin ).

 2)   Resiko cedera b/d terpasang alat berujung tajam

 3)   Hambatan mobilitas fisik b/d alat eksternal fiksasi                       

 4)   Gangguan citra tubuh b/d perubahan dalam penampilan sekunder   akibat

pemasangan eksternal fiksasi

  5)   Resiko penatalaksanaan regimen terapeutik inefektif b/d  ketidaktahuan tentang

perawatan eksternal fiksasi

Rencana Keperawatan

Pre operasi

1) Diagnosa 1

    Rencana tujuan :

   Setelah diberikan askep selama 1×24 jam diharapkan keluhan nyeri berkurang.

   

Rencana tindakan Rasionalisasi

a. Kaji tingkat nyeri dan intensitas.

b. Ajarkan teknik distraksi selama nyeri

akut

c. Observasi vital sign

d.Kolaboratif pemberian obat analgesik

dan kaji efektivitasnya.

a. Mengetahui tingkat nyeri

b. Mengurangi nyeri tanpa tindakan

invasif

c. Tingkat nyeri dapat diketahui dari vital

sign.

d. Mengatasi nyeri pasien dan

menyusun rencana selanjutnya bila

nyeri tidak bisa diatasi dengan

analgesik.

                   

Page 38: Ronde Fraktur Tibia

  2) Diagnosa 2

Rencana tujuan :

Setelah diberikan tindakan perawatan selama 2 x 30 menit diharapkan

kecemasan klien berkurang

Rencana tindakan Rasionalisasi

a. Kaji tingkat ansietas

b. Beri kenyamanan dan ketentraman

hati, perlihatkan rasa empati.

c. Bila ansietas berkurang , beri

penjelasan tentang operasi ,

pemasangan eksternal fiksasi, serta

persiapan yang harus dilakukan.

a. Sebagai acuan membuat

strategi tindakan.

b. Agar pasien lebih tenang

menghadapi operasi.

c. Bila keadaan klien lebih tenang

maka klien akan lebih mudah

menerima penjelasan yang

diberikan.

        

     Post operasi  

  Diagnosa 1

Rencana tujuan :

Setelah diberikan askep selama 1 minggu diharapkan tidak terjadi infeksi

Rencana tindakan Rasionalisasi

a. Jaga kebersihan di daerah

pemasangan eksternal fiksasi.

b. Lakukan perawatan luka  secara

aseptik di daerah pin.

 c. Observasi vital sign dan tanda-

tanda infeksi sistemik maupun lokal

( demam, nyeri, kemerahan, keluar

cairan, pelonggaran pin )

d. Kolaboratif pemberian

antibiotika.            

a. Mencegah kolonisasi kuman.

b. Mencegah infeksi kuman

melalui pin

c. Menemukan tanda-tanda infeksi

secara dini.

d. Untuk mencegah atau

     mengobati infeksi.

Page 39: Ronde Fraktur Tibia

Diagnosa 2            

Rencana tujuan : Setelah diberikan askep selama 3 x 24 jam diharapkan tidak terjadi

cedera /trauma akibat alat yang dipasang.

Rencana tindakan Rasionalisasi

a. Tutup ujung-ujung pin atau  fiksator

yang tajam

b. Beri penjelasan pada klien agar berhati

– hati dengan alat yang terpasang

a.Mencegah cedera akibat alat  yang

tajam

b.Agar pasien mengantisipasi

gerakan untuk mencegah cedera.

                                                                                             

Evaluasi     

Hasil yang diharapkan dari asuhan keperawatan pasien dengan OREF adalah :

a.   Pre operasi

1) Klien melaporkan penurunan tingkat nyeri, ekspresi wajah rileks.

2) Klien menunjukkan penurunan tingkat kecemasan dan siap menjalani

operasi.

b.      Post operasi

1) Tidak ada tanda – tanda infeksi sistemik maupun lokal ( vital sign normal,

tidak ada kemerahan atau cairan / pus keluar dari pin, nyeri minimal ).

2) Tidak ada cedera karena alat.

  3)  Memperlihatkan peningkatan kemampuan mobilitas

        – Mempergunakan alat bantu yang aman.

      – Berlatih untuk meningkatkan kekuatan

        – Mengubah posisi sesering mungkin.

         – Melakukan latihan sesuai kisaran gerak sendi ( ROM ) pada daerah     

yang tidak dipasang alat.

4) Klien mematuhi regimen terapeutik yang harus dilakukan dan mampu

melakukan perawatan di rumah secara berkesinambungan..

Page 40: Ronde Fraktur Tibia

DAFTAR PUSTAKA

Brunner, Suddarth. 2002. Buku Ajar keperawtan medikal bedah, edisi 8 vol.3. EGC. Jakarta

Carpenito, LJ. 2001. Buku Saku Diagnosa Keperawatan edisi 6 . Jakarta: EGC

Doengoes, M.E., 2000, Rencana Asuhan Keperawatan, EGC, Jakarta.

Gillies, D.A. (2000). Manajemen Keperawatan: Suatu Pendekatan Sistem. Edisi kedua.

Philadelphia: W. B. Saunders.

Huber, D. (2000). Leadership and Nursing Care Management. 2nd edition. Philadelphia:

W.B. Saunders Company

Ircham Machfoedz, 2007. Pertolongan Pertama di Rumah, di Tempat Kerja, atau di

Perjalanan. Yogyakarta: Fitramaya

Johnson, M., et all. 2000. Nursing Outcomes Classification (NOC) Second Edition. New

Jersey: Upper Saddle River

Kelly & Heidental, (2004). Essential of Nursing leadership and Management. New York:

Thomson Delmar Learning.

Mansjoer, A dkk. 2007. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1 edisi 3. Jakarta: Media

Aesculapius

Marquis, B.L. & Huston, C.J. (2010). Kepemimpinan dan Manajemen Keperawatan: Teori

dan Aplikasi. Edisi keempat. Jakarta: EGC

Mc Closkey, C.J., et all. 1996. Nursing Interventions Classification (NIC) Second Edition.

New Jersey: Upper Saddle River

Nursalam. (2011).Manajemen Keperawatan: Aplikasi dalam Praktik Keperawatan

Profesional. Jakarta: Salemba Medika

Nursalam dan Ferry Efendi. 2009. Pendidikan dalam Keperawatan. Jakarta : Salemba

Medika.

Pearce, C. Evelyn. 2002. Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedic. Jakarta : Penerbit PT

Gramedia Pustaka Utama

Page 41: Ronde Fraktur Tibia

Ratna Sitorus, 2005, Model Praktek Keperawatan Profesional di Rumah Sakit. Jakarta:EGC

Santosa, Budi. 2007. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006. Jakarta: Prima

Medika

Sitorus R. & Yulia. 2005. Model praktek keperawatan profesional di Rumah Sakit Panduan

Implementasi. Jakarta: EGC

Smeltzer, S.C., 2001, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta.: EGC

Suarli & Bahtiar. (2009). Manajemen Keperawatan: Dengan Pendekatan Praktis. Jakarta:

Erlangga.

Suyanto. (2009). Mengenal Kepemimpinan dan Manajemen Keperawatan di Rumah Sakit.

Yogyakarta: Mitra Cendikia Press.

Swanburg, R.C. (2000). Pengantar Kepemimpinan dan Manajemen Keperawatan: Untuk

Perawat Klinis. Jakarta: EGC.

BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN

Page 42: Ronde Fraktur Tibia

(FORMAT MANAJEMEN)

PENGKAJIAN AWAL KEPERAWATAN

DI RUANG RAWAT INAP

No.RM : 020474

Ruang : Flamboyan

1. Nama : Tn. Y Umur : 48 tahun

Pendidikan : SMA Bahasa yang digunakan : Indonesia/Jawa

Pekerjaan : Wiraswasta Status perkawinan : Menikah

Tgl Masuk : 04-01-2015 Tanggal

jam pengambilan data : 09-10-2014/ 11.00 WIB

Agama : Islam

2. Riwayat kesehatan

a. Riwayat kesehatan sekarang : Pada tanggal 03 Oktober 2014 klien mengalami KLL di

Bojonegoro, lalu klien dirawat di RS Bojonegoro, dengan diagnose awal close fraktur

segmental cruris dan telah dilakukan debridement dan back slab. Lalu klien dirujuk di

RS Ngudi Waluyo Wlingi dan mendapat Eksternal Fiksasi (OREF) dengan diagnose

Fraktur Tibia. Pada Tanggal 04 Januari 2015 klien kembali masuk RSUD Ngudi

Waluyo Wlingi setelah control pada dr. Indo (Spesialis Orthopedi), posisi OREF klien

mengalami pergeseran sehingga tulang klien tidak bisa menyatu dengan sempurna.

Sehingga perlu dilakukan Repair Eksternal Fiksasi dan debridement.

b. Riwayat kesehatan yang lalu dan riwayat kesehatan keluarga : Klien mengatakan

tidak pernah masuk RS ataupun sakit yang parah sebelumnya, baru opname saat

mengalami kecelakaan. Keluarga tidak ada yang pernah menderita sakit keturunan

dan menular, seperti darah tinggi, DM, hepatitis, ataupun TBC

3. Pemeriksaan fisik/biologis:

T.D: 120/80 mmHg, Suhu: 36OC, P: 20X/mnt, Nadi: 86X/mnt, BB: (Tidak terkaji) Kg

Page 43: Ronde Fraktur Tibia

Kesadaran : (√ )CM ( )Apatis ( )Somnolent ( )Soporus ( )Koma

Kepala : (√)t.a.k ( )Mesosefal ( )Asimetris ( )Hematoma

Rambut : ( )t.a.k ( )Kotor (√ )Berminyak ( )Kering ( )Rontok

Muka : (√ )t.a.k ( )Asimetris ( )bells palsy ( )Tic Facialis ( )Kelainan congenital

Mata : (√ )t.a.k ( )Gangguan penglihatan ( )sclera anemia ( )konjungtiva ikterik

( )anisokor ( )midriasis/miosis ( )tidak ada reaksi cahaya ( )lain2

Telinga : (√)t.a.k ( )berdengung ( )nyeri ( )tuli ( )keluar cairan ( )lain2

Hidung : (√)t.a.k ( )asimetris ( )epitaksis ( )lain2

Mulut : (√)t.a.k ( ) simetris ( )asimetris ( )bibir pucat ( )kelainan congenital ( )lain2

Gigi : (√ )t.a.k ( )karies ( )goyang ( )tambal ( )gigi palsu ( )lain2

Lidah : (√)t.a.k ( )kotor (√)mukosa kering ( )gerakan asimetris

Tenggorokan : (√ )t.a.k ( )faring merah ( )sakit menelan ( )tonsil membesar ( )lain2

Leher : (√)t.a.k ( )pembesaran tiroid ( )pembesaran vena jugularis ( )kaku kuduk

( )keterbatasan gerak ( )lain2

Dada : (√)t.a.k ( )asimetris ( )retraksi ( )roncki ( )rales ( )wheezing (√)suara

s1/s2 () mur-mur ( )nyeri dada ( )aritmia ( )takikardi ( )bradikardi ( )palpitasi

Integumen : (√ )t.a.k ( )turgor ( )dingin ( )bula ( )dekubitus ( )fistula ( )pucat ( )baal

( )RL positif ( )lain2

Ekstremitas : ( )t.a.k ( )kekuatan otot ( )kejang ( )tremor ( )plegi di…… ( )parese di……(

)kelainan congenital ( )inkordinasi (√ )lain2 ekstremitas bawah sebelah

kiri klien mengalami fraktur tibia.

4. Pola kebiasaan pasien

Nutrisi : (√ )t.a.k ( )anoreksia ()nausea ( )vomitus ()sonde ( )infuse ( )diit

Eliminasi :(√)t.a.k→ Menggunakan kateter (BAK) dan Diapers (BAB) ( ) Konstipasi

( )diare ( )perdarahan ( )ostomi ( ) Kateter ( )inkontinensia alfi (

) Retensi urin ( )anuria ( )oliguria

Istirahat/tidur : (√)t.a.k ( )insomnia ( )hipersomnia ( )lain2

Aktivitas : (√ )mandiri ( )tergantung sebagian ( )tergantung penuh ( )lain2

5. Data Psikologis dan spiritual

Psikologis : (√)t.a.k ( )gelisah ( )takut ( )sedih ( )rendah diri ( )hiperaktif ( )acuh

tak acuh

Page 44: Ronde Fraktur Tibia

( )marah ( )mudah tersinggung ( )lain2

Sosiologis : (√)t.a.k ( )menarik diri ( )komunikasi

Spiritual : (√)perlu dibantu dalam beribadah ( )lain2

6. Data penunjang (EKG, EEG, Laboratorium, pemeriksaan radiologi, dan lain2)

a. DL (05/01/2015)

WBC : 9,3 x109

Lymphosit : 2,0 x109

HGB : 13,4g/dL

HCT : 42,4%

MCV : 78,8

MCH : 24,8

MCHC : 31,6

RDW-CV : 15,4

RDW-SD : 44,4

PLT : 398 x106

MPV : 6,8

PDW : 15,3

PCT : 0,270

b. Faal Ginjal (05/01/2015)

Ureum : 28 mg/dL (N:20-45)

Creatine : 0,62 mg/dL (N: 0,5-1,5)

c. Faal Hati (05/01/2015)

SGOT : 28 (N: < 37)

SGPT : 19 (N: < 41)

d. Hemostasis (05/01/2015)

P.PT :11,2 (N: 10-14)

A.P.T.I :26,3 (N: 25’-35’)

e. Gula Darah

BSN : 110 (N: 70-110)

7. Rumusan masalah

Pre Op:

a. Nyeri Akut

Page 45: Ronde Fraktur Tibia

b. Hambatan Mobilitas Fisik

c. Ansietas

d. Resiko Infeksi

e. Kurang Pengetahuan

Post Op:

a. Resiko Infeksi

b. Nyeri Akut

c. Hambatan Mobilitas Fisik

Page 46: Ronde Fraktur Tibia

Analisa Data

No Data Fokus Etiologi Masalah

1 Ds:“Klien mengatakan nyeri pada daerah luka. Skala nyeri 5-6”

Do:Grimace (+)TD: 110/70 MmHgN : 80X/mntS : 36 CFraktur TibiaMenggunakan OREFKeadaan kaki kiri bengkak dan bernanahK/U Cukup

Fraktur Tibia

Cedera Cel

Degranulasi sel mast

Pelepasan Mediator kimia

Nociceptor

Medulla spinally

Korteks Serebri

Nyeri

Nyeri Akut

Page 47: Ronde Fraktur Tibia

2 Ds: “Luka saya merembes dan sedikit berbau”.

Do: Fraktur TibiaPus (+)Posisi Oref berubahTumor (-)Dolor (+)Kalor (+)S: 36 CLuka berbau (+)Akral HangatLeukosit : 9,3 x109 g/DL

Trauma

Fraktur

Port d’ entry kuman

Ketidakadekuatan pertahanan primer : Kerusakan kulit,

Prosedur Resiko Infeksi Invasif

Resiko Infeksi

3 Ds: “ Awalnya tulangnya ini keluar mbak dari kulit, terus dipasang OREF ini”.

Do: Diagnosa Fraktur TibiaMenggunakan Eksternal FiksasiDarah merembes ke Elastic Bandage

Trauma

Fraktur Pemasangan Oref

Kerusakan Integritas Kulit

Kerusakan Integritas Kulit

4DS:“Susah dibuat jalan mbak”

DO:Diagnosa Fraktur TibiaMenggunakan Eksternal FiksasiKlien berjalan menggunakan alat bantu jalan.

Trauma

Fraktur

Gangguan mobilitas fisik

Page 48: Ronde Fraktur Tibia

Cedera Sel

Terapi Restrictif

Gangguan Mobilitas Fisik

Page 49: Ronde Fraktur Tibia

Prioritas Diagnosa Keperawatan

No Prioritas Diagnosa Keperawatan

1 Nyeri Akut b/d Cedera

2 Kerusakan integritas kulit b/d Fraktur b/d Pemasangan traksi

3 Risiko infeksi b/d ketidakadekuatan pertahanan primer (kerusakan kulit, taruma jaringan lunak, prosedur invasif/traksi tulang/OREF)

Page 50: Ronde Fraktur Tibia
Page 51: Ronde Fraktur Tibia

BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

Suatu kegiatan yang bertujuan untuk mengatasi masalah keperawatan

klien yang dilaksanakan oleh perawat, disamping pasien dilibatkan untuk

membahas dan melaksanakan asuhan keperawatan akan tetapi pada kasus

tertentu harus dilakukan oleh perawat primer atau konselor, kepala ruangan,

perawat associate yang perlu juga melibatkan seluruh anggota tim.

Ronde keperawatan merupakan suatu metode pembelajaran klinik yang

memungkinkan peserta didik mentransfer dan mengaplikasikan pengetahuan

teoritis ke dalam peraktik keperawatan secara langsung.

B. Saran

Pelaksanaan ronde keperawatan sebaiknya dilakukan secara berkala

agar perawat mampu mengatasi masalah pasien khususnya pada masalah

keperawatan pasien dengan kasus yang membutuhkan perhatian khusus.

Disamping itu, pelaksanaan ronde keperawatan juga diharapkan mampu

meningkatkan kolaborasi dengan petugas kesehatan lai seperti dokter, ahli gizi,

fisioterapi dan lain-lain. Sehingga dengan terwujudnya kolaborasi yang baik

dapat meningkatkan pelayanan terhadap pasien.

Page 52: Ronde Fraktur Tibia
Page 53: Ronde Fraktur Tibia