Laporan Pendahuluan Askep Fraktur Tibia

Embed Size (px)

Citation preview

  • 8/19/2019 Laporan Pendahuluan Askep Fraktur Tibia

    1/29

    LAPORAN PENDAHULUAN ASKEP FRAKTUR TIBIA

     A.Definisi

    Fraktur adalah terputusnya kontiunitas tulang, retak atau patahnya tulang yang

    utuh, yang biasanya di sebabkan oleh trauma/rudapaksa atau tenaga fisik yang di

    tentukan jenis dan luas trauma.(lukman 2007,hal 26)

    Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan dan atau tulang

    yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa. (Arif Mansjoer, 2000, hal 346).

    Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya.

    (Brunner & Suddath, 2002, hal 2357).

    Patah batang tibia merupakan fraktur yang sering terjadi dibanding fraktur batang

    tulang panjang lainnya. (Sjamjuhidajat & Wim de Jong, 2004, hal 886)

    B.Etiologi

    Fraktur disebabkan oleh :(Arif Muttaqin, 2008, hal 70)

    a.Trauma langsung

    Trauma langsung menyebabkan tekanan langsung pada tulang. Hal tersebut dapat

    mengakibatkan terjadinya fraktur pada daerah tekanan. Fraktur yang terjadi biasanya

    bersifat komuniti dan jaringan lunak ikut mengalami kerusakan.b.Trauma tidak langsung

     Apabila trauma dihantarkan kedaerah yang lebih jauh dari daerah fraktur, trauma

    tersebut disebut trauma tidak langsung. Misalnya jatuh dengan tangan ekstensi dapat

    menyebabkan fraktur pada klavikula. Pada keadaan ini biasanya jaringan lunak tetap

    utuh.

    Fraktur juga dapat disebabkan oleh pukulan langsung, gaya meremuk, gerakan

    puntir mendadak, dan kontraksi otot ekstrim. (Brunner & Suddart, 2002, hal 2357)

    Fraktur disebabkan oleh trauma dimana terdapat tekanan yang berlebih oleh tulang (

    lukman 2007,hal 26)

    Jenis dan beratnya patah tulang dipengaruhi oleh :

    1) Arah, kecepatan dan kekuatan dari tenaga yang melawan tulang

    2) Usia penderita

  • 8/19/2019 Laporan Pendahuluan Askep Fraktur Tibia

    2/29

  • 8/19/2019 Laporan Pendahuluan Askep Fraktur Tibia

    3/29

    Terputusnya kontinuitas jaringan sendi atau tulang dapat mengakibatkan cedera neuro

    vaskuler sehingga mengakibatkan oedema juga mengakibatkan perubahan pada

    membran alveolar (kapiler) sehingga terjadi pembesaran paru kemudian terjadi

    kerusakan pada pertukaran gas, sehingga timbul sesak nafas sebagai kompensasi

    tubuh untk memenuhi kebutuhan oksigen.

    Rudapaksa atau trauma berat Penyakit (Osteoporosis)

    Adanya hubungan

    dengan dunia luar

    Organisme merugikan

    mudah masuk 

    Resikoinfeksi

    Fraktur↓

    Luka terbuka

    Terputusnya kontinuitas jaringan

    Nyeri saat digerakan

    dan keengganan bergerak 

    Kerusakan mobilitas fisik 

    Mobilisasi sekret terganggu↓

    Kerusakanpertukarangas

    Merangsang

    nociceptor

    sekitar untuk 

    mengeluarka

    histamin,

    bradikinin,prostaglandin

    Nyeri

    dihantarkan

    melalui

    Serabut A-

    delta dan

    Cedera vaskuler,

    pembentukan trombus

    ↓Oedema

    DisfungsiNeurovaskuler

    Penekanan yang

    terlalu lama

    ↓Sirkulasi darah

    terganggu

    Pemenuhan nutrisi

    dan O2 ke jaringan

    menurun

    Tirah baring yang

    cukup lama

    ↓Bising usus menurun

    Retensi faeces dalam

    colon

    Cairan faeces

    direabsorpsi oleh

    Sumsum

    tulang

    belakang↓

    Serabut saraf 

    aferen

    Spinal

    melalui sinap

    pada dorsal

  • 8/19/2019 Laporan Pendahuluan Askep Fraktur Tibia

    4/29

    D.Klasifikasi

    Penampikan fraktur dapat sangat bervariasi tetapi untuk alasan yang praktis , dibagi

    menjadi beberapa kelompok, yaitu:

    a. Berdasarkan sifat fraktur.

    1). Faktur Tertutup (Closed), bila tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang

    dengan dunia luar, disebut juga fraktur bersih (karena kulit masih utuh) tanpa

    komplikasi.

    2). Fraktur Terbuka (Open/Compound), bila terdapat hubungan antara hubungan

    antara fragmen tulang dengan dunia luar karena adanya perlukaan kulit.

    b. Berdasarkan komplit atau ketidakklomplitan fraktur.

    perubahan aliran darah

    Perubahan membran

    Alveolar (kapiler)↓

    edema paru

    kerusakanpertukaran

    gas

    Ischemia

    Nekrosis jaringan

    Dekubitus

    Ancaman integritas

    Stressor

    cemas

    colon

    faeces kering

    Konstipasi

    root dan

    sinap pada

    dorsal horn

    Spinal

    assenden(STT/SRT)

    Thalamus

    Kortek 

    Serebri

    TimbulNyeri

    Merangsang

    RAS di

    Hipothalamus

    REM

    Menururn

    Terjaga

  • 8/19/2019 Laporan Pendahuluan Askep Fraktur Tibia

    5/29

    1). Fraktur Komplit, bila garis patah melalui seluruh penampang tulang atau melalui

    kedua korteks tulang seperti terlihat pada foto.

    2). Fraktru Inkomplit, bila garis patah tidak melalui seluruh penampang tulang

    seperti:

    a) Hair Line Fraktur (patah retidak rambut)

    b) Buckle atau Torus Fraktur, bila terjadi lipatan dari satu korteks dengan kompresi

    tulang spongiosa di bawahnya.

    c) Green Stick Fraktur, mengenai satu korteks dengan angulasi korteks lainnya

    yang terjadi pada tulang panjang.

    c. Berdasarkan bentuk garis patah dan hubbungannya dengan mekanisme trauma.

    1). Fraktur Transversal: fraktur yang arahnya melintang pada tulang dan merupakan

    akibat trauma angulasi atau langsung.

    2). Fraktur Oblik: fraktur yang arah garis patahnya membentuk sudut terhadap

    sumbu tulang dan meruakan akibat trauma angulasijuga.

    3). Fraktur Spiral: fraktur yang arah garis patahnya berbentuk spiral yang

    disebabkan trauma rotasi.

    4). Fraktur Kompresi: fraktur yang terjadi karena trauma aksial fleksi yang

    mendorong tulang ke arah permukaan lain.

    5). Fraktur Avulsi: fraktur yang diakibatkan karena trauma tarikan atau traksi otot

    pada insersinya pada tulang.

    d. Berdasarkan jumlah garis patah.

    1) Fraktur Komunitif: fraktur dimana garis patah lebih dari satu dan saling

    berhubungan.

    2) Fraktur Segmental: fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak

    berhubungan.

    3) Fraktur Multiple: fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak pada tulang

    yang sama.

    e. Berdasarkan pergeseran fragmen tulang.

    1). Fraktur Undisplaced (tidak bergeser): garis patah lengkap ttetapi kedua fragmen

    tidak bergeser dan periosteum nasih utuh.

  • 8/19/2019 Laporan Pendahuluan Askep Fraktur Tibia

    6/29

    2). Fraktur Displaced (bergeser): terjadi pergeseran fragmen tulang yang juga

    disebut lokasi fragmen, terbagi atas:

    a) Dislokai ad longitudinam cum contractionum (pergeseran searah sumbu dan

    overlapping).

    b) Dislokasi ad axim (pergeseran yang membentuk sudut).

    c) Dislokasi ad latus (pergeseran dimana kedua fragmen saling menjauh).

    f. Fraktur Kelelahan: fraktur akibat tekanan yang berulang-ulang.

    g. Fraktur Patologis: fraktur yang diakibatkan karena proses patologis tulang.

    Pada fraktur tertutup ada klasifikasi tersendiri yang berdasarkan keadaan jaringan lunak

    sekitar trauma, yaitu:

    a. Tingkat 0: fraktur biasa dengan sedikit atau tanpa ceddera jaringan lunak

    sekitarnya.

    b. Tingkat 1: fraktur dengan abrasi dangkal atau memar kulit dan jaringan subkutan.

    c. Tingkat 2: fraktur yang lebih berat dengan kontusio jaringan lunak bagian dalam

    dan pembengkakan.

    d. Tingkat 3: cedera berat dengan kerusakan jaringan lunak yang nyata ddan

    ancaman sindroma kompartement.

    (Apley, A. Graham, 1993, Handerson, M.A, 1992, Black, J.M, 1995, Ignatavicius, Donna

    D, 1995, Oswari, E,1993, Mansjoer, Arif, et al, 2000, Price, Sylvia A, 1995, dan

    Reksoprodjo, Soelarto, 1995)

    E.Manifestasi Klinis

    Menurut Brunner dan Suddart (2002; 2358) Manifestasi klinis fraktur adalah

    nyeri, hilangnya fungsi, deformitas, pemendekan ekstermitas, krepitus, pembengkakan

    lokal, dan perubahan warna.

    1.Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang diimobilisasi.

    Spasme otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk bidai alamiah yang dirancang

    untum meminimalkan gerakan antar fragmen tulang.

    2. Setelah terjadi fraktur, bagian-bagian yang tak dapat digunakan dan cenderung

    bergerak secara alamiah (gerakan luar biasa) bukannya tetap rigid seperti normalnya.

    Pergeseran fragmen pada fraktur lengan atau tungkai menyebabkan deformitas

  • 8/19/2019 Laporan Pendahuluan Askep Fraktur Tibia

    7/29

    (terliahat maupun teraba) ekstermitas yang bisa diketahui dengan membandingkan

    ekstermitas yang normal. Ekstermitas tak dapat berfungsi dengan baik karena fungsi

    normal otot bergantung pada integritas tulang tempat melekatnya otot.

    3. Pada fraktur tulang panjang, terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya karena

    kontraksi otot yang melekat diatas dan bawah tempat fraktur. Fragmen sering saling

    melengkapi satu sama lain sampai 2,5-5cm (1-2 inchi).

    4.Saat ekstermitas diperiksa dengan tangan, teraba adanya derik tulang dinamakan

    krepitus yang teraba akibat gesekan antara fragmen satu dengan lainnya. Uji kreptus

    dapat mengakibatkan kerusakan jaringan yang lebih berat.

    5. Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit terjadi sebagi akibat trauma

    dan perdarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini bisa baru terjadi setelah beberapa

     jam atau cedera.

    F.Komplikasi

    Brunner dan Suddarth (2002; 2365) membagi komplikasi fraktur kedalam empat

    macam, antara lain :

    1. Syok hipovolemik atau traumatik yang terjadi karena perdarahan dan kehilangan

    cairan ekstra sel kejaringan yang rusak.

    2. Sindrome emboli lemak (terjadi dalam 24 sampai 72 jam setelah cedera). Berasal

    dari sumsum tulang karena perubahan tekanan dalam tulang yang fraktur mendorong

    molekul-molekul lemak dari sumsum tulang masuk ke sistem sirkulasi darah ataupun

    karena katekolamin yang dilepaskan oleh reaksi stres.

    3. Sindrom Kompartemen terjadi karena perfusi jaringan dalam otot kurang dari yang

    dibutuhkan untuk kehidupan jaringan. Ini bisa diakibatkan karna:

    a. Penurunan ukuran kompartemen otot karena fasia yang membungkus otot terlalu

    ketat atau gips atau balutan yang terlalu menjerat

    b. Peningkatan isi kompartemen otot karena edema.

    4. Tromboemboli, infeksi dan Koagulopati Intravaskuler Desiminata (KID)

    G.Pemeriksaan Penunjang

    a.Pemeriksaan rontgen : menentukan lokasi / luasnya fraktur trauma

  • 8/19/2019 Laporan Pendahuluan Askep Fraktur Tibia

    8/29

    b.Scan tulang, tomogram, scan CT / MRI : memperlihatkan fraktur, juga dapat

    digunakan untuk mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak.

    c Arteriogram : dilakukan bila kerusakan vaskuler dicurigai.

    d.Hitung daerah lengkap : HT mungkin meningkat ( hemokonsentrasi ) atau menurun (

    pendarahan sel darah putih adalah respon stress normal setelah trauma).

    e.Kreatinin : Trauma otot meningkatkan beban kreatinin untuk klien ginjal.

    (Doenges, 2000 : 762

    H.Penatalaksanaan

    Menurut Price, Sylvia Anderson, alih bahasa Peter Anugerah, (1994:1187), empat

    konsep dasar yang harus dipertimbangkan pada waktu menangani fraktur :

    1. Rekognisi, menangani diagnosis pada tempat kejadian kecelakaan dan kemudian

    dibawa ke rumah sakit.

    2. Reduksi, reposisi fragmen-fragmen fraktur semirip mungkin dengan keadaan letak

    normal, usaha-usaha tindakan manipulasi fragmen-fragmen tulang yang patah sedapat

    mungkin untuk kembali seperti letak asalnya.

    3.Retensi, menyatakan metoda-metoda yang dilaksanakan untuk menahan fragmen-

    fragmen tersebut selama penyembuhan.

    4.Rehabilitasi, dimulai segera setelah dan sesudah dilakukan bersamaan pengobatan

    fraktur, untuk menghindari atropi otot dan kontraktur sendi.

    Penatalaksanaan klien dengan fraktur dapat dilakukan dengan cara :

    1. Traksi

    Yaitu penggunaan kekuatan penarikan pada bagian tubuh dengan memberikan beban

    yang cukup untuk penarikan otot guna meminimalkan spasme otot, mengurangi dan

    mempertahankan kesejajaran tubuh, untuk memobilisasi fraktur dan mengurangi

    deformitas.

    2. Fiksasi interna

    Yaitu stabilisasi tulang yang patah yang telah direduksi dengan skrup, plate, paku dan

    pin logam dalam pembedahan yang dilaksanakan dengan teknik aseptik.

    3. Reduksi terbuka

  • 8/19/2019 Laporan Pendahuluan Askep Fraktur Tibia

    9/29

    Yaitu melakukan kesejajaran tulang yang patah setelah terlebih dahulu dilakukan fiksasi

    dan pemanjangan tulang yang patah.

    4. Gips

     Adalah fiksasi eksterna yang sering dipakai terbuat dari plester ovaria, fiber dan plastik.

    I.Penatalaksanaan Keperawatan

    Pengkajian

    Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan dan tahap yang paling

    enentukan bagi tahap berikutnya. Kegiatan dalam pengkajian adalah pengumpulan data

    (Rahmah, Nikmatur dan Saiful walid. 2009; 24).

    1. Pengumpulan Data

    Pengumpulan data merupakan proses yang berisikan status kesehatan klien dengan

    menggunakan teknik anamnesis (autoanamnesa dan aloanamnesa) dan observasi.

    a. Biodata Klien

    1) Identitas klien meliputi : nama, umur, jenis kelamin perlu dikaji karena biasanya

    laki-laki lebih rentan terhadap terjadinya fraktur akibat kecelakaan bermotor,

    pendidikan, pekerjaan, agama, suku/bangsa, tanggal masuk rumah sakit, tanggal

    pengkajian, diagnosa medis, nomor medrek dan alamat.

    2) Identitas penanggung jawab meliputi : nama, umur, pekerjaan, agama,

    pendidikan, suku/bangsa, alamat, hubungan dengan klien.

    b. Riwayat Kesehatan

    1) Keluhan utama

    Keluhan utama adalah alasan klien masuk rumah sakit yang dirasakan saat dilakukan

    pengkajian yang ditulis dengan singkat dan jelas, dua atau tiga kata yang merupakan

    keluhan yang membuat klien meminta bantuan pelayanan kesehatan.

    2) Riwayat Kesehatan Sekarang

    Merupakan penjelasan dari permulaan klien merasakan keluhan sampai dengan dibawa

    ke rumah sakit dan pengembangan dari keluhan utama dengan menggunakan PQRST.

    P (Provokative/Palliative), apa yang menyebabkan gejala bertambah berat dan apa

    yang dapat mengurangi gejala.

  • 8/19/2019 Laporan Pendahuluan Askep Fraktur Tibia

    10/29

    Q (Quality/Quantity ), bagaimana gejala dirasakan klien dan sejauh mana gejala

    dirasakan.

    R (Region/Radiation) dimana gejala dirasakan ? apakah menyebar? apa yang

    dilakukan untuk mengurangi atau menghilangkan gejala tersebut ?

    S (Saferity/Scale), seberapa tingkat keparahan gejala dirasakan? Pada skala berapa?

    T (Timing), berapa lama gejala dirasakan ? kapan tepatnya gejala mulai dirasakan,

    apakah ada perbedaan intensitas gejala misalnya meningkat di malam hari.

    3) Riwayat Kesehatan Dahulu

    Tanyakan mengenai masalah-masalah seperti adanya riwayat trauma, riwayat penyakit

    tulang seperti osteoporosis, osteomalacia, osteomielitis, gout ataupun penyakit

    metabolisme yang berhubungan dengan tulang seperti diabetes mellitus (lapar terus-

    menerus, haus dan kencing terus–menerus), gangguan tiroid dan paratiroid.

    4) Riwayat Kesehatan Keluarga

    Hal yang perlu dikaji adalah apakah dalam keluartga klien terdapat penyakit keturunan

    ataupun penyakit menular dan penyakit-penyakit yang karena lingkungan yang kurang

    sehat yang berdampak negatif pada kesehatan anggota keluarga termasuk klien.

    c. Pemeriksaan Fisik

    Dilakukan dengan menggunakan teknik inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi

    terhadap berbagai sistem tubuh.

    1) Keadaan Umum

    Klien yang mengalami immobilisasi perlu dilihat dalam hal penampilan, postur tubuh,

    kesadaran, gaya berjalan, kelemahan, kebersihan dirinya dan berat badannya.

    2) Sistem Pernafasan

    Bentuk hidung, ada atau tidaknya sekret, PCH (Pernafasan Cuping Hidung),

    kesimetrisan dada dan pernafasan, suara nafas dan frekwensi nafas. Pengaturan

    pergerakan pernafasan akan mengakibatkan adanya retraksi dada akibat kehilangan

    koordinasi otot. Ekspansi dada menjadi terbatas karena posisi berbaring akibatnya

    ventilas paru menurun sehingga dapat menimbulkan atelektasis. Akumulasi sekret pada

    saluran pernafasan mengakibatkan terjadinya penurunan efisiensi siliaris yang dapat

    menyebabkan pembersihan jalan nafas yang tidak efektif. Kelemahan pada otot

    pernafasan akan menimbulkan mekanisme batuk tidak efektif.

  • 8/19/2019 Laporan Pendahuluan Askep Fraktur Tibia

    11/29

    3) Sistem Kardiovaskuler 

    Warna konjungtiva pada fraktur, terutama fraktur terbuka akan terlihat pucat

    dikarenakan banyaknya perdarahan yang keluar dari luka, terjadi peningkatan denyut

    nadi karena pengaruh metabolik, endokrin dan mekanisme keadaaan yang

    menghasilkan adrenergik sereta selain itu peningkatan denyut jantung dapat

    diakibatkan pada klien immobilisasi. Orthostatik hipotensi biasa terjadi pada klien

    immobilisasi karena kemampuan sistem syaraf otonom untuk mengatur jumlah darah

    kurang. Rasa pusing saat bangun bahkan dapat terjadi pingsan, terdapat kelemahan

    otot. Ada tidaknya peningkatan JVP (Jugular Vena Pressure), bunyi jantung serta

    pengukuran tekanan darah. Pada daerah perifer ada tidaknya oedema dan warna pucat

    atau sianosis.

    4) Sistem Pencernaan

    Keadaan mulut, gigi, bibir, lidah, kemampuan menelan, peristaltik usus dan nafsu

    makan. Pada klien fraktur dan dislokasi biasanya diindikasikan untuk mengurangi

    pergerakan (immobilisasi) terutama pada daerah yang mengalami dislokasi hal ini dapat

    mengakibatkan klien mengalami konstipasi.

    5) Sistem Genitourinaria

     Ada tidaknya pembengkakan dan nyeri daerah pinggang, palpasi vesika urinaria untuk

    mengetahui penuh atau tidaknya, kaji alat genitourinaria bagian luar ada tidaknya

    benjolan, lancar tidaknya pada saat klien miksi serta warna urine. Pada klien fraktur dan

    dislokasi biasanya untuk sementara waktu jangan dulu turun dari tempat tidur, dimana

    hal ini dapat mengakibatkan klien harus BAK ditempat tidur memaskai pispot sehingga

    hal ini menambah terjadinya susah BAK karena klien tidak terbiasa dengan hal

    tersebut.

    6) Sistem Muskuloskeletal

    Derajat Range Of Motion pergerakan sendi dari kepala sampai anggota gerak bawah,

    ketidaknyamanan atau nyeri ketika bergerak, toleransi klien waktu bergerak dan

    observasi adanya luka pada otot akibat fraktur terbuka, tonus otot dan kekuatan otot.

    Pada klien fraktur dan dislokasi dikaji ada tidaknya penurunan kekuatan, masa otot dan

    atropi pada otot. Selain itu dapat juga ditemukan kontraktur dan kekakuan pada

    persendian.

  • 8/19/2019 Laporan Pendahuluan Askep Fraktur Tibia

    12/29

    7) Sistem Integumen

    Keadaan kulit, rambut dan kuku. Pemeriksaan kulit meliputi tekstur, kelembaban, turgor,

    warna dan fungsi perabaan. Pada klien fraktur dan dislokasi yang immobilisasi dapat

    terjadi iskemik dan nekrosis pada jaringan yang tertekan, hal ini dikarenakan aliran

    darah terhambat sehingga penyediaan nutrisi dan oksigen menurun.

    8) Sistem Persyarafan

    Mengkaji fungsi serebral, fungsi syaraf cranial, fungsi sensorik dan motorik sertsa fungsi

    refleks.

    d. Pola Aktivitas Sehari-hari

    1) Pola Nutrisi

    Kebiasaan makan klien sehari-hari dan kebiasaan makan-makanan yang mengandung

    kalsium yang sangat berpengaruh dalam proses penyembuhan tulang dan kebiasaan

    minum klien sehari-hari, meliputi frekwensi, jenis, jumlah dan masalah yang dirasakan.

    2) Pola Eliminasi

    Kebiasaan BAB dan BAK klien, apakah berpengaruh terhadap perubahan sistem

    tubuhnya yang disebabkan oleh fraktur.

    3) Pola Istirahat Tidur 

    Kebiasaan klien tidur sehari-hari, apakah terjadi perubahan setelah mengalani fraktur.

    4) Personal Hygiene

    Kebiasaan mandi, cuci rambut, gosok gigi dan memotong kuku perlu dkaji sebelum

    klien sakit dan setelah klien dirawat dirumah sakit.

    5) Pola Aktivitas

    Sejauh mana klien mampu beraktivitas dengan kondisinya saat ini dan kebiasaan klien

    berolah raga sewaktu masih sehat.

    e. Aspek Psiko Sosial Spiritual

    1) Data Psikologis Pengkajian psikologis yang dilakukan pada klien dengan fraktur 

    pada dasarnya sama dengan pengkajian psikososial dengan gangguan sistem lain yaitu

    mengenai konsep diri (gambaran diri, ideal diri, harga diri, peran diri dan identitas diri).

    Pada klien fraktur adanya perubahan yang kurang wajar dalam status emosional,

    perubahan tingkah laku dan pola koping yang tidak efektif.

    2) Data sosial

  • 8/19/2019 Laporan Pendahuluan Askep Fraktur Tibia

    13/29

    Pada data sosial yang dikaji adalah hubungan klien dengan keluarga dan hubungan

    klien dengan petugas pelayanan kesehatan.

    3) Data Spiritual

    Perlu dikaji agama dan kepribadiannya, keyakinan dan harapan yang merupakan aspek

    penting untuk penyembuhan penyakitnya.

    f. Data Penunjang

    Menurut Doengoes et. al (2002:762), pemeriksaaan diagnostik yang biasa

    dilakukan pada pasien dengan fraktur:

    1) Pemeriksaan rontgen

    Menentukan lokasi/luasnya fraktur/trauma.

    2) Computed Tomography (CT-SCAN).

    Memperlihatkan fraktur dan dislokasi, dapat digunakan untuk mengidentifikasi

    kerusakan jaringan lunak dan untuk mengetahui lokasi dan panjangnya patah tulang

    didaerah yang sulit dievaluasi.

    3) Arteriogram

    Dilakukan bila dicurigai terdapat kerusakan vaskuler.

    4) Pemeriksaan darah lengkap

    Pemeriksaan darah lengkap meliputi kadar haemoglobin yang biasanya lebih rendah

    karena perdarahan akibat trauma. Hematokrit mungkin meningkat atau menurun

    (perdarahan bermakna pada sisi fraktur atau organ jauh dari trauma multiple). Kreatinin

    (trauma otot meningkatkan beban kreatinin untuk klirens ginjal). Profil koagulasi

    (perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah, tranfusi multipel atau cedera hati).

    2. Analisa Data

    Data yang sudah dikumpulkan kemudian dikelompokkan berdasarkan masalahnya

    kemudian dianalisa dengan menggunakan tabel yang terdiri dari nomer, data yang

    terdiri dari data subjektif dan objektif, etiologi dan masalah, sehingga menghasilkan

    suatu kesimpulan berupa masalah keperawatan yang nantinya akan menjadi diagnosa

    keperawatan.

    Diagnosa Keperawatan

  • 8/19/2019 Laporan Pendahuluan Askep Fraktur Tibia

    14/29

    Doenges et.al (2000; 762-775) merumuskan delapan diagnosa keperawatan,

    Brunner dan Suddarth (2002; 2363) merumuskan tiga diagnosa keperawatan yang

    dapat terjadi pada fraktur tertutup dan Engram, Barbara (1999; 268-271) merumuskan

    lima diagnosa keperawatan pada klien dengan fraktur.

    Dari tiga pendapat tersebut dapat di simpulkan bahwa diagnosa keperawatan

    yang mungkin muncul pada gangguan sistem muskuloskeletal dengan fraktur adalah:

    1.Nyeri akut berhubungan dengan spasme otot, gerakan fragmen tulang, cedera pada

     jaringan lunak, alat traksi/imobilisasi

    2. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan rangka neuromuskuler.

    3. Resiko infeksi berhubungan dengan kerusakan kulit dan terpajannya dengan

    lingkungan akibat fraktur terbuka, fiksasi pen eksternal.

    4.Resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan immobilisasi dan terpasangnya

    alat fiksasi.

    5.Risiko perubahan eliminasi : konstipasi berhubungan dengan penurunan motilitas

    usus

    6.Kerusakan pola istirahat dan tidur behubungan dengan nyeri

    7. Depisit perawatan diri berhubungan dengan keterbatasan pergerakan akibat fraktur.

    8.Resiko disfungsi Neurovaskuler berhubungan dengan cedera vaskuler 

    9.Resiko pola nafas tidak efektif berhubungan dengan edema paru dan mobilisasi

    sekret tidak adekuat

    10. Ansietas berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan

    kebutuhan pengobatan.

    Perencanaan

    Perencanaan keperawatan adalah menyusun rencana tindakan keperawatan yang

    dilaksanakan untuk menanggulangi masalah dengan diagnosa keperawatan yang telah

    ditentukan dengan tujuan terpenuhinya kebutuhan pasien.

    1. Nyeri akut berhubungan dengan spasme otot, gerakan fragmen tulang, cedera

    pada jaringan lunak, alat traksi/imobilisasi

    Tupan : Nyeri hilang.

  • 8/19/2019 Laporan Pendahuluan Askep Fraktur Tibia

    15/29

    Tupen : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 hari di harapkan nyeri

    berkurang, dengan kriteria :

    a. Klien mengatakan nyeri berkurang.

    b. Skala nyeri menjadi 2 dari skala nyeri 0-5

    c. Tanda-tanda vital dalam batas normal ( TD = 120/80 mmHg; RR = 16-24

    x/menit; N = 60-80 x/menit; S = 36,5-37,50 C).

    d. Klien dapat melakukan teknik distraksi dan relaksasi yang tepat.

    Rencana :

    Tabel 2.4

    Nyeri akut berhubungan dengan spasme otot, gerakan fragmen tulang, cedera

    pada jaringan lunak, alat traksi/imobilisasi

    Intervensi rasionalisasi

    Pertahankan imobilisasi

    bagian yang sakit dengan

    tirah baring, gips, pembebat,

    traksi.

    Tinggikan dan sokong

    ekstremitas yang mengalami

    luka/fraktkur.Kaji tngkat nyeri klien

    Lakukan tekhnik distraksi

    dengan cara mengajak klien

    berbincang-bincang

    Berikan alternatif tindakan

    kenyamanan, contoh pijatan,

    pijatan punggung, perubahan

    posisi.

    Menghilangkan nyeri dan

    mencegah kesalahan posisi

    tulang/tegangan jaringan yang

    cedera.

    Untuk meingkatkan aliran darah

    balik vena, menurunkan edema,

    menurunkan nyeri.Dengan menkaji tingkat nyeri

    klien untuk keefektifan

    pengawasan intervensi. Tingkat

    ansietas dapat mempengaruhi

    persepsi/reaksi terhadap nyeri.

    Dengan melakukan teknik

    distraksi pada klien dengan cara

    berbincang-bincang, dapat

    mengalihkan perhatian klien tidak

    hanya tertuju pada nyeri.

    Meningkatkan sirkulasi umum ;

    msnurunkan area tekanan lokal

  • 8/19/2019 Laporan Pendahuluan Askep Fraktur Tibia

    16/29

    Lakukan dan awasi latihan

    rentang gerak pasif/aktif.

    Dorong klien untuk

    menggunakan teknik

    manajemen stres, contoh

    relaksasi progresif, latihan

    napas dalam, imajinasi

    visualisasi. Sentuhan

    terapeutik.

    dan kelelahan otot.

    Mempertahankan

    kekuatan/mobilitas otot yang sakit

    dan memudahkan resolasi

    inflamasi pada jaringan yang

    cedera.

    Memfokuskan kembali perhatian,

    meningkatkan rasa kontrol, dan

    dapat meningkatkan kemampuan

    koping dalam manajemen nyeri,

    yang mungkin menetap untuk

    periode lebih lama.

    Sumber: Doenges et. al. (2000, hal 765) Rencana Asuhan Keperawatan Untuk 

    PerencanaanDan Pendokumentasian Perawatan Pasien (edisi 3), EGC, Jakarta.

    2. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan rangka neuromuskuler.

    Tupan : Immobilisasi fisik tidak terjadi.

    Tupen :Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 hari diharapkan dapatmelakukan mobilitas fisik dengan bantuan minimal, denngan Kriteria hasil :

    a.Klien mampu meningkatkan/mempertahankan mobilitas pada paling tinggi.

    b.Klien mampu mempertahankan posisi fungsional.

    c.Klien mampu meningkatkan kekuatan/fungsi yang sakit dan/ mengkompensasi bagian

    tubuh.

    d.Klien mampu menunjukan kemampuannya.

    Rencana :

    Tabel 2.5

    Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan rangka

    neuromuskuler .

    Intervensi Rasionalisasi

  • 8/19/2019 Laporan Pendahuluan Askep Fraktur Tibia

    17/29

    Lakukan rentang gerak aktif 

    pada anggota gerak sehat

    sedikitnya 4 kali/hari

    Lakukan latihan rentang gerak

    pasif pada anggota gerak yang

    sakit dengan hati-hati, dan sangga

    ekstrimitas yang fraktur.

    Ubah posisi setiap 2-4 jam

    Tingkatkan latihan gerak secara

    perlahan.

    Hari kedua post op, klien bisa

    duduk di tempat tidur dengan

    nyaman

    Hari ketiga post op, klien bisa

    turun dari tempat tidur dan jalan- jalan di sekitar dengan tangan yang

    fraktur disangga

    Mencegah/menurunkan insiden

    komplikasi kulit, menghindari spasme otot

    dan gerak aktif meningkatkan kemandirian

    dalam pergerakkan

    Gerak pasif dapat mencegah

    kontraktur, dan dengan cara disangga

    agar tidak terjadi pergeseran pada tulang

    yang fraktur 

    Melancarkan sirkulasi sehingga

    mempercepat penyembuhan serta

    mencegah/menurunkan insiden

    komplikasi kulit.

    Rentang grak secara bertahap

    dimungkinkan tidak menyebabkan

    keterkejutan pada klien

    Sumber: Doenges et. al. (2000, hal 769) Rencana Asuhan Keperawatan Untuk 

    Perencanaan

    Dan Pendokumentasian Perawatan Pasien (edisi 3), EGC, Jakarta

    3. Resiko infeksi berhubungan dengan kerusakan kulit dan terpajannya dengan

    lingkungan akibat fraktur terbuka, fiksasi pen eksternal.

    Tupan : Infeksi tidak terjadi.

    Tupen : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 hari, diharapkan tanda-

    tanda infeksi tidak terjadi, dengan Kriteria :

    a. Tidak ditemukannya tanda – tanda infeksi.

  • 8/19/2019 Laporan Pendahuluan Askep Fraktur Tibia

    18/29

    b. Tanda vital terutama suhu tidak terjadi peningkatan atau dalam batas normal.

    c. Leukosit normal (4.000 – 10.000)

    Rencana :

    Tabel 2.6

    Resiko infeksi berhubungan dengan kerusakan kulit dan terpajannya dengan

    lingkungan akibat fraktur terbuka, fiksasi  pen  eksternal

    Observasi luka untuk

    pembentukan bula, krepitasi,

    perubahan warna kulit, bau

    drainage yang tidak enak/asam.

    Kaji sisi pen/kulit, perhatikan

    keluhan peningkatan nyeri/rasa

    terbakar atau adanya oedema,

    eritema, drainage / bau tak enak.

    Berikan perawatan pen/kawat

    steril sesuai protokol dan latihan

    mencuci tangan.Kaji tonus otot, reflek tendon

    dalam dan kemampuan untuk

    berbicara.

    Lakukan prosedur isolasi.

    Berikan obat sesuai dengan

    indikasi, contoh antibiotik IV/topikal.

    Kolaborasi pemeriksaan

    laboraorium, hitung darah lengkap.

    Tanda perkiraan gangren.

    Dapat mengindikasikan

    timbulnya infeksi lokal/nekrosis

     jaringan yang dapat menimbulkan

    adanya osteomeilitis.

    Dapat mencegah kontaminasi

    silang dan kemungkinan infeksi.

    Kekuatan otot, spasme tonik ototrahang dan disphagia menunjukan

    adanya tetanus.

     Adanya drainage purulen akan

    memerlukan kewaspadaan luka

    untuk mencegah kontaminasi

    silang.

     Antibiotik spektrum luas dapat

    digunakan secara propilaktip pada

    mikroorganisme khusus.

    Leukositosis biasanya ada

    dengan proses infeksi.

    Intervensi Rasional

  • 8/19/2019 Laporan Pendahuluan Askep Fraktur Tibia

    19/29

    Sumber: Doenges et. al. (2000, hal 765) Rencana Asuhan Keperawatan Untuk 

    Perencanaan Dan

    Pendokumentasian Perawatan Pasien (edisi 3), EGC, Jakarta

    4.Resiko Kerusakan Integritas Kulit berhubungan dengan Imobilisasi dan

    Terpasangnya Alat Fiksasi.

    Tupan : Integritas kulit terpelihara

    Tupen : Setelah dilakukan perawatan selam 2 hari, diharapkan tanda-tanda dekubitus

    tidak terjadi, dengan kriteia:

    a. Tidak ada kemerahan pada daerah yang tertekan terutama bokong dan tumit

    b. Tidak teraba panas pada daerah tertekan

    c. Tidak terdapat lecet pada daerah tertekan

    Tabel 2.7

    Resiko Kerusakan Integritas Kulit berhubungan dengan

    Imobilisasi dan Terpasangnya Alat Fiksasi.

    Intervensi Rasionalisasi

    Kaji kulit untuk luka

    terbuka, benda asing,kemerahan, perdarahan,

    perubahan warna, kelabu,

    memutih.

    Masase kulit dan

    penonjolan tulang.

    Pertahankan tempat kering

    dan bebas kerutan.

    Tempatkan bantalan

    air/bantalan lain bawah

    kiku/tumit sesuai inidikasi.

    Memberikan informasi tentang

    sirkulasi kulit dan masalah yangmungkin disebabkan oleh alat

    dan/atau pemasangan bebat atau

    traksi, atau pembentukan edema

    yang membutuhkan intervensi

    medik lanjut.

    Menurunkan tekanan konstan

    pada area yang peka da risik

    abrasi/kerusakan kulit

    Posisi yang tak tepat dapat

  • 8/19/2019 Laporan Pendahuluan Askep Fraktur Tibia

    20/29

    Kaji posisi bebat pada alat

    traksi

    Lakukan mobilisai aktif 

    maupun pasif.

    menyebabkan cedera

    kulit/kerusakan.

    Dengan mobilisasi aktif 

    maupun pasif sirkulasi darah pada

    daerah tertentu lancar dan

    penekanan-penekanan pada

    daerah tertentu tidak berlebihan

    Sumber: Doengoes, et. al. (2000, hal 771). Rencana Asuhan Keperawatan Untuk 

    Perencanaan Dan Pendokumentasian Perawatan Pasien (edisi 3), EGC, Jakarta

    5. Kerusakan pola istirahat dan tidur behubungan dengan nyeri

    Tupan : kerusakan pola istirahat teratasi

    Tupen : setelah dilakukan tindakan keperawatan 2x24 jam Kebutuhan istirahat tidur 

    terpenuhi, dengan kriteria:

    a. Tidur/istirahat diantara gangguan

    b. Melaporkan peningkatan rasa sehat dan merasa dapat istirahat

    Rencana:

    Tabel .2.8Gangguan Pola Tidur berhubungan dengan Nyeri

    Intervensi Rasionalisasi

    Berikan makanan kecil,

    susu hangat sore hari

    Turunkan jumlah minum

    sore hari, lakuikan berkemih

    sebelum tidur 

    Batasi masukan makanan

    dan minuman mengandung

    kafein

    Meningkatkan relaksasi dengan

    perasaan mengantuk

    Menurunkan kebutuhan akan

    bangun untuk pergi ke kamar 

    mandi

    Kafein dapat memperlambat

    klien untuk tidur dan

    memopengaruhi tidur tahap REM.

  • 8/19/2019 Laporan Pendahuluan Askep Fraktur Tibia

    21/29

    Kolaborasi dalam

    pemberian obat analgetik dan

    sedatif 

    Nyeri meruhi kemampuan klien

    untuk tidur, dsan sedatif obat yang

    tepat untuk menuiingkatkan istiraht

    Sumber : Doengoes, et. al. (2000, hal 493, 385). Rencana Asuhan Keperawatan Untuk 

    Perencanaan Dan Pendokumentasian Perawatan Pasien (edisi 3), EGC, Jakarta

    6. Risiko perubahan eliminasi : konstipasi berhubungan dengan penurunan motilitas

    usus

    Tupan : BAB lancar 

    Tupen : Setelah dilakukan perawatan selama 2 hari diharapkan klien dapat BAB

    dengan lancar dengan konsistensi lunak, dengan kriteria :

    a. Klien dan keluarga mengetahui tentang jenis-jenis makanan yang dapat

    dikonsumsi.

    b. BAB lancar dan normal (1-2 x/hari) dengan warna kuning, konsistensi lembek dan

    bau khas feces.

    c. Tidak terjadi distensi pada abdomen

    d. Hasil auskultasi peristaltik usus normal 4-12 x/menit

    Rencana :Tabel 2.9

    Risiko perubahan eliminasi : konstipasi berhubungan dengan penurunan

    motilitas usus

    Intervensi Rasional

    Melatih klien untuk melakukan

    pergerakan yang melibatkan

    daerah abdomen seperti miring

    kanan dan miring kiri.

    Berikan cairan yang adekuat.

    Dengan tindakan tersebut akan

    meningkatkan ketegangan otot

    abdomen yang membantu

    peningkatan peristaltik sehingga feses

    yang keluar lancar.

    Dengan memberikan cairan akan

  • 8/19/2019 Laporan Pendahuluan Askep Fraktur Tibia

    22/29

    Intervensi Rasional

    Beri makanan yang tinggi serat.

    meningkatkan kandungan air dalam

    feses sehingga BAB menjadi lancar.

    Makanan tinggi serat akan menarik

    cairan dari lumen usus sehingga feses

    menjadi lembek dan mudah untuk

    dikeluarkan.

    Sumber: Doenges et. al. (2000, hal 576) Rencana Asuhan Keperawatan Untuk 

    Perencanaan Dan

    Pendokumentasian Perawatan Pasien (edisi 3), EGC, Jakarta

    7. Defisit Perawatan Diri berhubungan dengan Keterbatasan Pergerakan Akibat

    Fraktur 

    Tujuan : Kebutuhan perawatan diri terpenuhi

    Tupen: setelah dilakukan tindakan keperawatan 2x24 jam defisit perawatan diri teratasi,

    dengan kriteria:

    a. Mendemontrasikan teknik perubahan gaya hidup untuk memenuhi kebutuhan

    perawatan diri

    b. Melakukan perawatan diri dalam tingkat kemampuan sendiriRencana:

    Tabel 2.10

    Defisit Perawatan Diri berhubungan dengan

    Keterbatasan Pergerakan Akibat Fraktur 

    Intervensi Rasionalisasi

    Beri informasi tentang

    pentingnya perawatan diri

    bagi klien

    Bantu dan fasilitasi klien

    dalam melakukan personal

    higiene

    Dengan memberikan informasi

    dapat menambah wawasan

    pengetahuan klien tentang cara

    perawatan diri yang benar 

    Dengan menyediakan dan

    mendekatkan akan mendorong

  • 8/19/2019 Laporan Pendahuluan Askep Fraktur Tibia

    23/29

    Jaga kebersihan pakaian

    dan alat tenun klien

    Berikan lotion dan talk

    setelah mandi

    kemandirian klien dalam hal

    melakukan aktivitas

    Pakaian yang bersih dan alat

    tenun yang kering dapat

    mencegah terjadinya gatal.

    Untuk meningkatkan rasa

    nyaman klien dan dapat mencegah

    terjadinya biang keringat

    Sumber:Doengoes, et. al. (2000, hal 301). Rencana Asuhan Keperawatan Untuk 

    Perencanaan

    Dan Pendokumentasian Perawatan Pasien (edisi 3), EGC, Jakarta

    8. Resiko Disfungsi Neurovaskuler berhubungan dengan cedera vaskuler 

    Tupan : Perfusi jaringan adekuat

    Tupen : setelah dilakukan tindakan keperawatan 2x24 jam diharapkan tidak ada

    tanda-tanda penurunan perfusi jaringan, dengan kriteria :

    a. Kesadaran kompos mentis

    b. Tanda-tanda vital dalam batas normal ( TD = 120/80 mmHg; RR = 16-24 x/menit;

    N = 60-80 x/menit; S = 36,5-37,5

    0

    C)c. Akral hangat

    Rencana:

    Tabel 2.11

    Resiko Disfungsi Neurovaskuler berhubungan dengan

    cedera vaskuler 

    Intervensi Rasionalisasi

    Lepaskan perhiasan dari

    ekstrimitas yang sakit

    Kaji aliran kapiler, warna

    kulit, dan kehangatan distal

    pada fraktur 

    Dapat membendung sirkulasi

    bila terjad edema

    Warna kulit putih menunjukkan

    gangguan arterial. Sianosis diduga

    gangguan vena

  • 8/19/2019 Laporan Pendahuluan Askep Fraktur Tibia

    24/29

    Lakukan pengkajian

    neuromuskular, perhatikan

    perubahan fungsi

    motor/sensor 

    Kaji keluhan rasa terbakar 

    dibawah gips

     Awasi posisi/lokasi cincin

    penyokong bebat

    Selidiki tanda iskemia

    ekstrimitas tiba-tiba, contoh

    peniurunan suhu kulit, dan

    peningkatan nyeri]

    Dorong pasien untuk

    melakukan ambulasi

    sesegera mungkin

    Selidiki nyeri tekan,

    pembengkakan pada dorso

    fleksi kaki.

     Awasi tanda vital.

    Gangguan perasaan kebas,

    kesemutan, peningkatan nyeri

    terjadi bila sirkulasi pada saraf 

    tidak adekuat atau saraf rusak

    Faktor ini disebabkan atau

    mengidentifikasikan tekanan

    mjaringan/iskemia, menimbulkan

    kerusakan atau nekrosis

     Alat traksi dapat menyebabkan

    tekanan pada pembuluh

    darah/saraf, terutama pada aksila

    dan lipat paha.

    Dislokasi fraktur sendi

    (khususnya lutut) dapat

    menyebabkan kerusakan

    arteriyang berdekatan, dengan

    akibata hilangnya aliran darah ke

    distalMeningkatkan sirkulasi dan

    menurunkan pengumpulan darah

    khususnya pada ekstrimitas bawah

    Terdapat peningkatan untuk

    tromboplebitis dan emboli paru

    pada pasien imobilisasi selama

    lima hari

    Perubahan tanda-tanda vital

    menunjukkan peningkatan sirkulasi

    Sumber:Doengoes, et. al. (2000, hal 766). Rencana Asuhan Keperawatan Untuk 

    Perencanaan

    Dan Pendokumentasian Perawatan Pasien (edisi 3), EGC, Jakarta

  • 8/19/2019 Laporan Pendahuluan Askep Fraktur Tibia

    25/29

    9. Ansietas berhubungan dengan Kurang pengetahuan

    Tupan : Cemas hilang

    Tupen : setelah dilakukan tindakan keperawatan 2x24 jam cemas berkurang, dengan

    kriteria:

    a. Klien tampak rileks

    b. Melaporkan ansietas berkurang

    Rencana:

    Tabel 2.12

    Ansietas berhubungan dengan

    Kurang pengetahua

    Intervensi Rasionalisasi

    Jalin rasa percaya

    Kaji ulang tingkat

    kecemasan klien

    Berikan kesempatan

    mengekspresikan

    perasaannya

    Berikan penjelasan

    tentang penyakit yang

    diderita

    Berikan kesempatan

    bertanya untuk

    Rasa percaya dapat

    melahirkan keterbukaan

    Dapat mengetahui derajat

    kecemasan klien sehingga

    memudahkan intervensi

    selanjutnyaBeban kecemasan dapat

    berkurang dengan diekspresikan

    Dengan mengetahui penyakit,

    dimungkinkan klien akan merasa

    tenang

    Dimungkinkan dapat

    mengetahui hal yang tidak

    diketahui

    Sumber: Doengoes, et. al. (2000, hal 922) . Rencana Asuhan Keperawatan Untuk 

    Perencanaan Dan Pendokumentasian Perawatan Pasien (edisi 3), EGC, Jakarta

  • 8/19/2019 Laporan Pendahuluan Askep Fraktur Tibia

    26/29

    10. Resiko pola nafas tidak efektif berhubungan dengan edema paru dan mobilisasi

    sekret tidak efektif 

    Tupan : pola nafas adequat

    Tupen : setelah dilakukan tindakan keperawatan 2x24 jam tidak ditemukannya tanda-

    tanda ketidak efektifan pola nafas, dengan kriteria:

    a. Mempertahankanpola nafas adequat

    b. Frekuensi nafas 12-24x/menit

    c. Tidak adanya dispneu/sianosis

    Rencana:

    Tabel 2.13

    Resiko pola nafas tidak efektif berhubungan dengan

    Edema paru dan mobilisasi sekret tidak efektif 

    Intervensi Rasionalisasi

  • 8/19/2019 Laporan Pendahuluan Askep Fraktur Tibia

    27/29

      Awasi frekuensi pernafasan

    dan upayanya. Perhatikan

    stridor, penggunaan otot

    bantu, retraksi, terjadinya

    sianosis sentral.

      Auaskultasi bunyi nafas

    perhatikan terjadinya ketidak

    samaan

      Atasi jaringan cedera/tulang

    dengan lembut, khusunya

    selama beberapa hari

    pertama

      Bantu dalam latihan nafas

    dalam

      Observasi sputum untuk tanda

    adanya darah

    Tarkifne, dispnea, dan

    perubahan dalam mental dan

    tanda dini insufisiensi pernafasan

    dan mungkin hanya indikator 

    terjadinya emboli paru tahap awal

    Perubahan dalam bunyi

    adventisius menunjukan terjadinya

    komplikasi pernafasan

    Dapat mencegah terjadinya

    emboli lemak, yang erat

    hubungannya dengan fraktur.

    Menungkatkan ventilasi

    alveolar dan prfusi. Reposisi

    meningkatkan drimnage sekret

    dan menurunkan kongesti pada

    area dependen.

    Hemodialisa dapat terjadi

    dengan emboli paru

    Sumber:Doengoes, et. al. (2000, hal 768) . Rencana Asuhan Keperawatan Untuk 

    Perencanaan Dan Pendokumentasian Perawatan Pasien (edisi 3), EGC, Jakarta

    Implementasi

    Implementasi atau pelaksanaan adalah realisasi rencana tindakan untuk mencapai

    tujuan yang telah ditetapkan. Kegiatan dalam implementasi juga meliputi pengumpulan

    data berkelanjutan, mengobservasi respon klien selama dan sesudah pelaksanaan

    tindakan dan menilai data yang baru (Rahmah, Nikmatur dan Saiful walid. 2009; 89).

  • 8/19/2019 Laporan Pendahuluan Askep Fraktur Tibia

    28/29

    Menurut wilknison (2007; dalam Nurjanah, Intansari. 2010; 186) implementasi

    yang bisa dilakukan oleh perawat terdiri dari: do (melakukan), delegate

    (mendelegasikan) dan record (mencatat).

    Evaluasi

    Rahmah, Nikmatur dan Saiful walid (2009; 94-96) menjelaskan bahwa evaluasi

    adalah penilaian dengan cara membandingkan perubahan keadaan pasien (hasil yang

    diamati) dengan tujuan dan kriteria hasil yang dibuat pada tahap perencanaan.

    Evaluasi bertujuan untuk mengakhiri rencana tindakan keperawatan, memodifikasi

    rencana tindakan keperawatan dan meneruskan rencana keperawatan.

    Evaluasi terdiri dari evaluasi proses (formatif) dan evaluasi hasil (sumatif). Evaluasi

    formatif adalah evaluasi yang dilakukan setiap selesai tindakan, berorientasi pada

    etiologi dan dilakukan secara terus-menerus sampai tujuan yang telah ditentukan

    berhasil. Sedangkan evaluasi sumatif dilakukan setelah akhir tindakan keperawatan

    secara paripurna, berorientasi pada masalah keperawatan, menjelaskan

    keberhasikan/ketidak berhasilan, rekaputasi dan kesimpulan status kesehatan klien

    sesuai dengan kerangka waktu yang ditetapkan.

  • 8/19/2019 Laporan Pendahuluan Askep Fraktur Tibia

    29/29

    DAFTAR PUSTAKA

    1.Doenges, Marilynn E. et.al. (2000) Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman Untuk

    Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta : EGC.

    2.Rasjad, Chairuddin. 2003. Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi. Makasar : Lintang

    Imumpasue.

    3.Smeltzer, Suzanne C. Bare Brenda G. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah

    Brunner & Suddarth, Edisi 8. Jakarta : EGC

    4.Syaifuddin. 2006. Anatomi Fisiologi Untuk Mahasiswa Keperawatan, Edisi III. Jakarta

    : EGC.

    5.Arif Mutaqin.2008.Asuhan Keperawatan Sistem Muskuluskeltal