Upload
hangger-putro-pangarso
View
344
Download
9
Embed Size (px)
FRAKTUR TIBIA FIBULA
A. KONSEP MEDIK
1. Fraktur
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang.
(Buku Ajar Ilmu Bedah 2004. Hal. 840).
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis.
(Brunner and Suddarth 2002, hal. 2357).
Fraktur tibia fibula sering disebut fraktur kruris yaitu fraktur tungkai.
(Buku Ajar Ilmu Bedah 2004. Hal. 886).
2. Klasifikasi Fraktur
a. Klasifikasi menurut bentuk patah tulang
1) Fraktur complete: pemisahan komplit dari tulang menjadi 2 bagian
2) Fraktur incomplete: patah sebagian dari tulang tanpa pemisahan
3) Simple/fraktur tertutup: fraktur, tulang patah kulit utuh
4) Fraktur komplikata: tulang yang patah menusuk kulit, tulang
terlihat.
5) Fraktur comminuted: tulang patah menjadi beberapa fragmen
6) Fraktur dengan perubahan posisi, ujung tulang yang patah
berjauhan dengan normal.
7) Fraktur tanpa perubahan posisi, tulang patah posisi pada
tempatnya yang normal.
8) Fraktur impacted: salah satu ujung tulang yang patah menancap
pada yang lain.
b. Klasifikasi menurut garis patah tulang
1) Greenstick retak pada sebelah sisi dari tulang.
2) Transverse patah menyilang
3) Oblique garis patah miring
4) Spiral patah tulang melingkari tulang
c. Jenis fraktur
1) Fraktur tertutup: terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan
dunia luar
2) Fraktur terbuka: ada hubungan antara fragmen tulang dengan
dunia luar karena ada perlukaan dan kulit
54
Fraktur terbuka dibagi atas 3 derajat:
1. Derajat I
Luka < 1 cm, kerusakan jaringan lunak sedikit dan tidak ada tanda
luka remuk.
2. Derajat II
Laserasi > 1 cm, kerusakan jaringan lunak, flap/avulsi
3. Derajat III
Kerusakan jaringan lunak yang luas meliputi struktur kulit, otot,
dan neurovaskular serta kontiminasi derajat tinggi.
3. Anatomi dan Fisiologi
Tulang membentuk rangka penunjang dan perlindungan bagi tubuh
dan tempat melekatnya otot-otot yang menggerakkan kerangka tubuh.
Tulang panjang disusun untuk menyangga berat badan dan gerakan, ruang
di tengah tulang-tulang tertentu berisi jaringan hematopoietik yang
membentuk berbagai sel darah. Tulang juga merupakan tempat primer
untuk menyimpan dan mengatur kalsium.
Tulang tersusun oleh jaringan tulang kanselus/kortikal. Tulang
panjang misal: femur seperti tangkai/batang panjang dengan ujung yang
membulat. Batang atau diafisis terutama tersusun atas tulang kortikal.
Ujung tulang panjang dinamakan epifisis dan terutama tersusun oleh
tulang kanselus. Tulang tersusun atas sel matriks protein dan deposit
mineral. Sel-selnya terdiri atas 3 jenis dasar osteoblas, osteosit, osteoklas.
Osteoblas berfungsi dalam pembentukan tulang dengan
mengsekresikan matriks tulang. Matriks tersusun atas 98% kolagen 2%
substansi dasar (glukosaminoglikan). Osteosit adalah sel dewasa yang
terlibat dalam pemeliharaan. Fungsi tulang dan terletak di mosteon (unit
matriks tulang). Osteoklas adalah sel multinukelar (berinti banyak) yang
berperan dalam penghancuran resorbsi dan remodeling tulang.
Tulang diselimuti di bagian luarnya oleh periosteum, periosteum
mengandung saraf, pembuluh darah dan limfatik. Endosteum adalah
membran vaskuler tipis yang menutupi rongga sumsum tulang panjang
dan rongga dalam tulang kanselus. Sumsum tulang merupakan jaringan
vaskuler dalam rongga. Sumsum (batang) tulang panjang dan tulang
55
pipih, tulang kanselus menerima asupan darah yang sangat banyak
melalui pembuluh metafisis dan epifisis.
Tibia atau tulang kering merupakan yang utama dari tungkai
bawah dan terletak medial dari fibula atau tulang betis. Tibia adalah
tulang pipa dengan sebuah batang dan dua ujung.
- Ujung atas
Melebar secara transversal dan memiliki permukaan sendi superior
pada tiap condylus medial dan lateral. Ujung atas fibula melekat pada
permukaan sendi pada condylus lateralis.
- Corpus
Bagian segitiga dan batas anteriornya membentuk penonjolan yang
dapat diraba. Corpus menyempit pada sekitar pertengahannya
kemudian melebar.
- Ujung bawah
Mempunyai 3 bagian:
a. Malleolus medialis, penonjolan tajam pada aspek bagian dalam
pergelangan kaki.
b. Permukaan sendi untuk ujung bawah fibula.
c. Permukaan sendi di bawah dan medial dari tulang.
Fibula
Fibula adalah tulang panjang kurus pada aspek lateral tungkai.
Tulang ini memiliki 2 ujung atas dan ujung bawah. Tibia dan fibula
bergabung menjadi satu di atas dan di bawah dengan sendi yang tidak
dapat bergerak. Membrana interossea melekat pada corpus kedua tulang
dan mengisi ruang diantaranya: merupakan tempat perlengketan otot.
4. Etiologi
Penyebab terjadinya fraktur antara lain:
- Benturan/trauma langsung pada tulang misalnya kecelakaan lalu
lintas, jatuh.
- Kelemahan atau kerapuhan struktur tulang akibat gangguan atau
penyakit primer misalnya osteoporosis, kanker tulang metastase.
- Olahraga/latihan yang terlalu berlebihan.
5. Patofisiologi
56
Trauma merupakan penyebab mayoritas dari fraktur baik trauma
karena kecelakaan bermotor maupun jatuh dari ketinggian menyebabkan
rusak atau putusnya kontinuitas jaringan tulang. Selain itu keadaan
patologik tulang seperti Osteoporosis yang menyebabkan densitas tulang
menurun, tulang rapuh akibat ketidakseimbangan homeostasis pergantian
tulang dan kedua penyebab di atas dapat mengakibatkan diskontinuitas
jaringan tulang yang dapat merobek periosteum dimana pada dinding
kompartemen tulang tersebut terdapat saraf-saraf sehingga dapat timbul
rasa nyeri yang bertambah bila digerakkan. Fraktur dibagi 3 grade
menurut kerusakan jaringan tulang. Grade I menyebabkan kerusakan
kulit, Grade II fraktur terbuka yang disertai dengan kontusio kulit dan
otot terjadi edema pada jaringan. Grade III kerusakan pada kulit, otot,
jaringan saraf dan pembuluh darah.
Pada grade I dan II kerusakan pada otot/jaringan lunak dapat
menimbulkan nyeri yang hebat karena ada spasme otot. Pada grade III
kerusakan jaringan yang luas pada kulit otot periosteum dan sumsum
tulang yang menyebabkan keluarnya sumsum kuning yang dapat masuk
ke dalam pembuluh darah sehingga mengakibatkan emboli lemak yang
kemudian dapat menyumbat pembuluh darah kecil dan dapat berakibat
fatal apabila mengenai organ-organ vital seperti otak jantung dan paru-
paru, ginjal dan dapat menyebabkan infeksi. Gejala sangat cepat biasanya
terjadi 24 sampai 72 jam. Setelah cidera gambaran khas berupa hipoksia,
takipnea, takikardi. Peningkatan isi kompartemen otot karena edema atau
perdarahan, mengakibatkan kehilangan fungsi permanen, iskemik dan
nekrosis otot saraf sehingga menimbulkan kesemutan (baal), kulit pucat,
nyeri dan kelumpuhan. Bila terjadi perdarahan dalam jumlah besar dapat
mengakibatkan syok hipovolemik. Tindakan pembedahan penting untuk
mengembalikan fragmen yang hilang kembali ke posisi semula dan
mencegah komplikasi lebih lanjut. Selain itu bila perubahan susunan
tulang dalam keadaan stabil atau beraturan maka akan lebih cepat terjadi
proses penyembuhan fraktur dapat dikembalikan sesuai letak anatominya
dengan gips.
6. Tanda dan Gejala
a. Nyeri sedang sampai hebat dan bertambah berat saat digerakkan.
57
b. Hilangnya fungsi pada daerah fraktur.
c. Edema/bengkak dan perubahan warna local pada kulit akibat trauma
yang mengikuti fraktur.
d. Deformitas/kelainan bentuk.
e. Rigiditas tulang.
f. Krepitasi saat ekstremitas diperiksa dengan tangan teraba adanya
derik tulang akibat gesekan fragmen satu dengan yang lain.
g. Syok yang disebabkan luka dan kehilangan darah dalam jumlah
banyak.
7. Proses Penyembuhan Luka
Tahap-tahap penyembuhan tulang:
a. Tahap pembentukan hematom: pada permukaan akan terjadi
perdarahan di sekitar patah tulang dan terjadi hematoma. Terjadi
pertumbuhan sel jaringan fibrosis.
b. Tahap proliferasi (sekitar 5 hari)
Hematom akan mengalami organisasi terbentuk benang-benang fibrin
dan membentuk jaringan untuk revaskularisasi dan invasi fibroblast
dan osteoblast.
c. Tahap pembentukan kalus
Pembentukan kalus dan volume yang dibutuhkan untuk
menghubungkan defek secara langsung berhubungan dengan jumlah
kerusakan dan pergeseran tulang. Perlu waktu 3 sampai 4 minggu
agar tulang bergabung dalam tulang rawan.
d. Osifikasi
Pembentukan kalus mulai mengalami penularan 2 sampai 3 minggu
pada orang dewasa penulangan memerlukan 3 sampai 4 bulan.
e. Remodeling
Tahap perbaikan tulang. Meliputi pengambilan jaringan, mati dan
reorganisasi
Faktor-faktor yang mempengaruhi proses pemulihan:
a. Tipe fraktur
b. Tipe tulang yang fraktur
c. Umur
d. Keadaan gizi
58
e. Adanya komplikasi
8. Pemeriksaan Diagnostik
a. Foto rontgen biasanya bisa menunjukkan adanya patah tulang.
b. CT scan atau MRI untuk bisa melihat dengan lebih jelas daerah yang
mengalami kerusakan.
c. Darah lengkap: HT meningkat (hemokonsentrasi), HB menurun
(akibat adanya perdarahan).
d. Arteriografi, bila diduga ada kerusakan pada vaskuler.
e. Kreatinin, trauma otot meningkatkan beban kreatinin untuk klirens
ginjal.
9. Komplikasi
a. Sindroma kompartemen
b. Syok. Terjadi syok hipovolemik akibat perdarahan
c. Sindroma emboli lemak
d. Infeksi
e. Delayed union (proses penyembuhan yang berjalan lambat)
f. Non union (suatu kegagalan penyembuhan tulang setelah 6-9 bulan)
g. Mal union (proses penyembuhan tulang berjalan normal tetapi bentuk
abnormal.
10. Terapi dan Penatalaksanaan
a. Terapi dan penatalaksaan fraktur secara umum
1) Reposisi setiap pergeseran atau angulasi pada ujung patahan harus
direposisi dengan hati-hati melalui tindakan manipulasi yang
biasanya di bawah anestesi umum.
2) Imobilisasi untuk memungkinkan kesembuhan fragmen yang
dipersatukan.
a) Fiksasi eksterna. Tindakan ini merupakan pilihan bagi
sebagian besar fraktur. Fraktur ini diimobilisasi dengan
menggunakan bidai luar atau gips.
b) Fiksasi interna. Cara ini digunakan untuk kasus tertentu, ujung
patahan tulang disatukan dan fiksasi pada operasi misalnya
dengan sekrup, plat logam.
59
3) Fisioterapi dan mobilisasi. Dari semula sudah dilakukan fisioterapi
untuk mempertahankan otot yang dapat mengecil secara cepat jika
tidak dipakai. Setelah fraktur cukup sembuh, mobilisasi sendi
dapat dimulai sampai ekstremitas betul-betul telah kembali
normal.
b. Terapi dan penatalaksanaan fraktur tibia dan fibula.
1) Pada fraktur tibia fibula tertutup
a) Imobilisasi dengan gips sepanjang tungkai, gips digunakan 3-4
mg.
b) Reduksi tertutup, bila sulit pasang pin perkutaneos dan fiksasi
eksterna.
c) Kurangi aktivitas untuk mengurangi edema dan meningkatkan
peredaran darah.
2) Pada fraktur tibia fibula terbuka
a) Fiksasi interna dengan plat, nail
b) Fiksasi eksterna
c) Dipasang traksi skeletal selama 4-6 minggu.
B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
Pre Operasi
a. Pola persepsi kesehatan-pemeliharaan kesehatan
- Kegiatan yang beresiko cidera.
- Riwayat penyakit yang menyebabkan jatuh.
- Kebiasaan beraktivitas tanpa pengamanan.
b. Pola nutrisi metabolik
- Adanya gangguan pola nafsu makan karena nyeri.
- Observasi terjadinya perdarahan pada luka dan perubahan warna
kulit di sekitar luka, edema.
c. Pola eliminasi
- Konstipasi karena imobilisasi
d. Pola aktivitas dan latihan
- Kesemutan, baal
- Ada riwayat jatuh atau terbentur ketika sedang beraktivitas
- Tidak kuat menahan beban berat
60
- Keterbatasan mobilisasi
- Berkurangnya atau tidak terabanya denyut nadi pada daerah distal
injury, lambatnya kapiler refill tim
e. Pola tidur dan istirahat
- Tidak bisa tidur karena kesakitan
- Sering terbangun karena kesakitan
f. Pola persepsi kognitif
- Nyeri pada daerah fraktur
- Kesemutan dan baal pada bagian distal fraktur
- Paresis, penurunan atau kehilangan sensasi
g. Pola persepsi dan konsep diri
- Rasa khawatir akan dirinya karena tidak dapat beraktivitas seperti
keadaan sebelumnya
h. Pola peran dan hubungan dengan sesama
- Merasa tidak ditolong
- Kecemasan akan tidak melakukan peran seperti biasanya
Post Operasi
a. Pola persepsi kesehatan-pemeliharaan kesehatan
- Kegiatan yang beresiko cidera.
- Pengetahuan pasien tentang perawatan luka di rumah
b. Pola nutrisi metabolik
- Adanya gangguan pola nafsu makan karena nyeri.
c. Pola eliminasi
- Konstipasi karena imobilisasi
d. Pola aktivitas dan latihan
- Keterbatasan beraktivitas
- Hilangnya gerakan atau sensasi spasme otot
- Baal atau kesemutan
- Pembengkakan jaringan atau masa hematoma pada sisi cedera
- Perdarahan, perubahan warna
e. Pola tidur dan istirahat
- Tidak bisa tidur karena kesakitan luka operasi
- Sering terbangun karena kesakitan
f. Pola persepsi kognitif
61
- Keluhan lokasi, intensitas dan karakteristik nyeri
- Nyeri pada luka operasi
- Tidak adanya nyeri akibat kerusakan saraf
- Pembengkakan, perdarahan, perubahan warna
g. Pola persepsi dan konsep diri
- Rasa khawatir akan dirinya karena tidak dapat beraktivitas seperti
keadaan sebelumnya
h. Pola peran dan hubungan dengan sesama
- Merasa tidak tertolong
- Kecemasan akan tidak melakukan peran seperti biasanya
2. Diagnosa Keperawatan
Pre Operasi
a. Nyeri berhubungan dengan spasme otot, kerusakan sekunder pada
fraktur, edema.
b. Imobilisasi fisik berhubungan dengan cidera jaringan sekitar/fraktur.
c. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan fraktur terbuka dan
kerusakan jaringan lunak.
d. Cemas berhubungan dengan prosedur pengobatan.
e. Resiko tinggi disfungsi neurovaskuler perifer berhubungan dengan
penurunan/interupsi aliran darah: cedera vaskuler langsung, edema,
pembentukan trombus.
f. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan fraktur terbuka.
g. Resiko tinggi embolik lemak berhubungan dengan fraktur tulang
panjang.
Post Operasi
a. Nyeri berhubungan dengan proses pembedahan.
b. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan trauma jaringan post
pembedahan.
c. Gangguan mobilisasi fisik berhubungan dengan imobilisasi.
d. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan luka operasi.
e. Ketidakefektifan regimen terapeutik berhubungan dengan kurang
pengetahuan tentang perubahan tingkat aktivitas yang boleh dilakukan
dan perawatannya saat di rumah.
62
3. Rencana Keperawatan
Pre Operasi
a. Nyeri berhubungan dengan spasme otot, kerusakan sekunder pada
fraktur, edema.
HYD: Nyeri berkurang sampai hilang ditandai dengan:
- Intensitas nyeri 2-3
- Ekspresi wajah rileks
- Tidak merintih
Rencana Tindakan:
1) Kaji lokasi nyeri dan intensitas nyeri.
Rasional: Mengetahui tindakan yang dilakukan selanjutnya.
2) Pertahankan imobilisasi pada bagian yang sakitnya.
Rasional: Mengurangi nyeri
3) Ajarkan teknik relaksasi.
Rasional: Mengurangi nyeri pada saat nyeri timbul.
4) Jelaskan prosedur sebelum melakukan tindakan.
Rasional: Mempersiapkan pasien untuk lebih kooperatif.
5) Beri posisi yang tepat secara berhati-hati pada area fraktur.
Rasional: Meminimalkan nyeri, mencegah perpindahan tulang.
6) Beri kesempatan untuk istirahat selama nyeri berlangsung.
Rasional: Untuk mengurangi nyeri.
7) Kolaborasi dalam pemberian terapi medik: analgetik.
Rasional: Mengatasi nyeri.
b. Imobilisasi fisik berhubungan dengan cidera jaringan sekitar/fraktur.
HYD: Pasien dapat melakukan aktivitas secara mandiri dalam waktu
bertahap ditandai dengan: higiene perseorangan, nutrisi dan
eliminasi terpenuhi dengan bantuan.
Rencana Tindakan:
1) Kaji tingkat kemampuan aktivitas pasien.
Rasional: Menentukan intervensi yang tepat sesuai dengan
kebutuhan pasien.
2) Bantu pasien untuk memenuhi kebutuhannya yang tidak dapat
dilakukan secara mandiri.
63
Rasional: Mengurangi nyeri dan semakin parahnya fraktur.
3) Dekatkan barang-barang yang dibutuhkan pasien.
Rasional: Meningkatkan kemandirian pasien.
4) Perhatian dan bantu personal higiene.
Rasional: Mencegah komplikasi dan kerusakan integritas kulit.
5) Ubah posisi secara periodik sejak 2 jam sekali.
Rasional: Mencegah komplikasi dekubitus.
6) Libatkan keluarga dalam memberikan asuhan kepada pasien.
Rasional: Memberi motivasi pada pasien.
7) Kolaborasi pemberian analgetik.
Rasional: Mencegah nyeri yang berlebihan.
c. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan fraktur terbuka dan
kerusakan jaringan lunak.
HYD: Tidak ada tanda-tanda infeksi ditandai dengan:
- Suhu normal 36-37oC
- Tidak ada kemerahan, tidak ada edema, luka bersih.
Rencana Tindakan:
1) Observasi TTV terutama suhu.
Rasional: Peningkatan suhu menunjukkan adanya infeksi.
2) Jaga daerah luka tetap bersih dan kering.
Rasional: Luka yang kotor dan basah merupakan media yang baik
untuk mikroorganisme berkembang biak.
3) Tutup daerah yang luka dengan kasa steril/balutan bersih.
Rasional: Mencegah kuman/mikroorganisme masuk.
4) Rawat luka dengan teknik aseptik.
Rasional: Mencegah mikroorganisme berkembang biak.
5) Kolaborasi dengan medik untuk pemberian antibiotik.
Rasional: Menghambat pertumbuhan mikroorganisme.
d. Cemas berhubungan dengan prosedur pengobatan.
HYD: Cemas berkurang ditandai dengan:
- Pasien mengerti penjelasan yang diberikan oleh perawat
mengenai pengobatan.
64
- Pasien kooperatif saat dilakukan perawatan.
- Pasien dapat mengungkapkan perasaan cemas.
Rencana Tindakan:
1) Kaji tingkat kecemasan.
Rasional: Mengidentifikasi intervensi selanjutnya.
2) Observasi tanda-tanda vital.
Rasional: Mengidentifikasi tingkat kecemasan.
3) Jelaskan pada pasien prosedur pengobatan.
Rasional: Mengurangi tingkat kecemasan pasien.
4) Berikan lingkungan yang nyaman.
Rasional: Lingkungan yang nyaman dapat mengurangi tingkat
kecemasan.
5) Libatkan keluarga dalam memberikan support.
Rasional: Memberi dukungan dan mengurangi rasa cemas pasien.
e. Resiko tinggi disfungsi neurovaskuler perifer berhubungan dengan
penurunan/interupsi aliran darah: cedera vaskuler langsung, edema,
pembentukan trombus.
HYD: Mempertahankan perfusi jaringan ditandai dengan:
- Terabanya nadi, kulit hangat atau kering, tanda vital stabil.
Rencana Tindakan:
1) Observasi nadi perifer distal terhadap cidera melalui palpasi.
Bandingkan dengan ekstremitas yang sakit.
Rasional: Penurunan/tak adanya nadi dapat menggambarkan
cedera vaskuler dan perlunya evaluasi medik segera
terhadap status sirkulasi.
2) Kaji aliran kapiler, warna kulit, dan kehangatan distal pada
fraktur.
Rasional: Warna kulit putih menunjukan gangguan arterial.
3) Lakukan pengkajian neuromuskuler, minta pasien untuk
melokalisasi nyeri.
Rasional: Gangguan perasaan kebas, kesemutan, peningkatan/
penyebaran nyeri terjadi bila sirkulasi pada saraf tidak
adekuat atau saraf rusak.
65
4) Beri motivasi untuk melakukan latihan pada ekstremitas yang
cedera.
Rasional: Meningkatkan sirkulasi dan menurunkan pengumpulan
darah khususnya pada ekstremitas bawah.
5) Awasi tanda vital, perhatikan tanda-tanda pucat/sianosis umum,
kulit dingin, perubahan mental.
Rasional: Ketidakadekuatan volume sirkulasi akan mempengaruhi
sistem perfusi jaringan.
f. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan fraktur terbuka.
HYD: Mencapai penyembuhan luka sesuai waktu/penyembuhan lesi
terjadi.
Rencana Tindakan:
1) Kaji kulit pada luka terbuka, benda asing, kemerahan, perdarahan,
perubahan warna, kelabu, memutih.
Rasional: Memberikan informasi tentang sirkulasi kulit dan
masalah yang mungkin disebabkan oleh alat dan atau
pemasangan gips/bebat atau traksi.
2) Observasi tanda-tanda vital.
Rasional: Peningkatan terutama suhu merupakan tanda-tanda
infeksi.
3) Masase kulit dan penonjolan tulang. Pertahankan tempat tidur
kering dan bebas kerutan.
Rasional: Menurunkan tekanan pada area yang peka dan risiko
abrasi/kerusakan kulit.
4) Letakkan bantalan pelindung di bawah kaki dan di atas tonjolan
tulang.
Rasional: Meminimalkan tekanan pada area ini.
5) Ubah posisi tidur secara periodik tiap 2 jam.
Rasional: Meminimalkan resiko kerusakan kulit.
g. Resiko tinggi embolik lemak berhubungan dengan fraktur tulang
panjang.
HYD:
Rencana Tindakan:
66
1) Monitor perubahan status mental yang disebabkan oleh
hipoksemia: gejala dari distress pernafasan akut seperti:
kegelisahan, konfusi, nyeri dada, takipnea, sianosis, dispnea,
takikardi.
Rasional: Mengidentifikasi keadaan fisik pasien.
2) Jika ada indikasi, kaji O2 saturasi dengan oksimetri.
Rasional: Mengidentifikasi intervensi selanjutnya.
3) Pertahankan imobilisasi pada daerah yang fraktur.
Rasional: Mengurangi terjadinya emboli lemak.
4) Berikan oksigen bila ada indikasi.
Rasional: Memenuhi kebutuhan O2.
Post Operasi
a. Nyeri berhubungan dengan proses pembedahan.
HYD: Nyeri berkurang sampai hilang ditandai dengan:
- Intensitas nyeri 0-2.
- Ekspresi wajah rileks.
Rencana Tindakan:
1) Kaji lokasi dan intensitas nyeri.
Rasional: Mengetahui intervensi yang dilakukan selanjutnya.
2) Pertahankan imobilisasi bagian yang sakit.
Rasional: Menghilangkan nyeri.
3) Tinggikan ekstremitas yang fraktur.
Rasional: Menurunkan rasa nyeri.
4) Anjurkan teknik relaksasi nafas dalam.
Rasional: Mengurangi nyeri.
5) Observasi TTV tiap 4 jam.
Rasional: Peningkatan TTV menunjukkan adanya rasa nyeri.
6) Kolaborasi dalam memberikan terapi analgetik.
Rasional: Mengurangi nyeri.
b. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan trauma jaringan post
pembedahan.
HYD: Kulit kembali utuh ditandai dengan:
- Luka jahitan dapat tertutup.
67
Rencana Tindakan:
1) Kaji kulit untuk luka terbuka.
Rasional: Mengontrol perkembangan mikroorganisme di daerah
luka.
2) Bantu ubah posisi.
Rasional: Mencegah luka tekan.
3) Masase kulit dan penonjolan tulang.
Rasional: Mencegah luka tekan.
4) Bersihkan kulit dengan sabun dan air bila menggunakan traksi.
Rasional: Mengurangi perkembangan mikroorganisme.
c. Gangguan mobilisasi fisik berhubungan dengan imobilisasi.
HYD: Mempertahankan mobilitas fisik ditandai dengan:
- Pasien mau beraktivitas secara perlahan.
Rencana Tindakan:
1) Kaji derajat mobilitas yang dapat dilakukan.
Rasional: Untuk menyusun rencana selanjutnya.
2) Bantu untuk mobilisasi menggunakan kursi roda/tongkat.
Rasional: Mempercepat proses penyembuhan.
3) Bantu dalam higiene perorangan.
Rasional: Meningkatkan kesehatan diri.
4) Ubah posisi secara periodik.
Rasional: Menurunkan komplikasi lesi kulit.
d. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan luka operasi.
HYD: Infeksi tidak terjadi ditandai dengan:
- Pasien tidak mengalami infeksi tulang
- Suhu tubuh normal antara 36-37oC
Rencana Tindakan:
1) Observasi TTV.
Rasional: Peningkatan TTV menunjukkan adanya infeksi.
2) Rawat luka operasi dengan teknik antiseptik.
Rasional: Mencegah dan menghambat berkembang biaknya
bakteri.
3) Tutup daerah luka dengan kasa steril.
68
Rasional: Kasa steril menghambat masuknya kuman ke dalam
tubuh.
4) Jaga daerah luka operasi tetap bersih dan kering.
Rasional: Luka yang kotor dan basah menjadi media yang baik
bagi berkembang biaknya bakteri.
5) Beri terapi antibiotik sesuai program medik.
Rasional: Antibiotik menghambat berkembang biaknya bakteri.
e. Ketidakefektifan regimen terapeutik berhubungan dengan kurang
pengetahuan tentang perubahan tingkat aktivitas yang boleh dilakukan
dan perawatannya saat di rumah.
HYD: Pasien dapat mengetahui aktivitas yang boleh dilakukan dan
perawatannya saat di rumah.
Rencana Tindakan:
1) Kaji tingkat pengetahuan pasien tentang penatalaksanaan
perawatan di rumah.
Rasional: Menilai tingkat pengetahuan pasien tentang
penatalaksanaan di rumah.
2) Anjurkan pasien untuk melakukan latihan aktif dan pasif secara
teratur.
Rasional: Dapat mencegah terjadinya kontraktur pada tulang.
3) Beri kesempatan pada pasien untuk dapat bertanya.
Rasional: Hal yang kurang jelas dapat diklarifikasikan kembali.
4) Anjurkan pasien untuk mentaati terapi dan kontrol tepat waktu.
Rasional: Mencegah keadaan yang dapat memperburuk keadaan
fraktur.
69
4. Perencanaan Pulang
a. Anjurkan pasien untuk menjaga kebersihan luka dan sera laporkan ke
tenaga kesehatan bila ada rembesan darah keluar, demam tinggi.
b. Anjurkan pasien untuk kontrol secara teratur.
c. Minum obat sesuai dengan instruksi dokter.
d. Menganjurkan memakan makanan yang bergizi dan tinggi protein.
e. Menjelaskan pada pasien dan keluarga bahwa rehabilitasi
membutuhkan waktu yang lama
DAFTAR PUSTAKA
Brunner and Suddarth (2000). Text book of Medical Surgical Nursing, alih bahasa: Agung Waluyo. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah . Edisi 8. Vol. 2. Jakarta :EGC.
http://www.medicastore.com/med/detail_pyk.php?id=&iddtl=654&idktg=3&idobat=&UI
Lewis, Sharon Mantik (2000). Medical Surgical Nursing: Assessment and Management of Clinical Problem . Fifth Edition Mosby.
Price, Sylvia Anderson (1995). Phatophysiology: Clinical Concept of Disease Process. Alih bahasa: Peter Anugerah, Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-proses Penyakit . Edisi 4 vol. 2. Jakarta :EGC.
Sjamsuhidajat, R. (2005). Buku Ajar Ilmu Bedah . Edisi 2. Jakarta :EGC.
Mansjoer, Arif (2000). Kapita Selekta Kedokteran. Edisi ketiga. Jilid 2. Jakarta : Media Aesculapius.
70