46
LAPORAN PROBLEM BASED LEARNING I ``LETIH DAN LEMAH `` BLOK HEMATO IMUNOLOGI Tutor : dr. Thianti Sylviningrum, M.Pd.Ked Disusun oleh : KELOMPOK 6 FICKRY ADIANSYAH N G1A009008 GOHLENA RAJA NC G1A009009 OCTI GUCHIANI G1A009026 SYLVIANA KUSWANDI G1A009066 ANDROMEDA G1A009074 ZAHRA IBADINA SILMI G1A009082 FITRI YULIANTI G1A009093 FAIDH HUSNAN G1A009101 ESTI SETYANINGSIH G1A009106 ANNISAA AULIYAA G1A009118 PANDU NUGROHO KANTA G1A009133 ANGGIA PUSPITASARI G1A008058

Laporan Pbl blok HI

Embed Size (px)

DESCRIPTION

laporan pbl ttg penyakit yg dibahas d blok hematoimunologi

Citation preview

Page 1: Laporan Pbl blok HI

LAPORAN PROBLEM BASED LEARNING I

``LETIH DAN LEMAH ``

BLOK HEMATO IMUNOLOGI

Tutor : dr. Thianti Sylviningrum, M.Pd.Ked

Disusun oleh :

KELOMPOK 6

FICKRY ADIANSYAH N G1A009008

GOHLENA RAJA NC G1A009009

OCTI GUCHIANI G1A009026

SYLVIANA KUSWANDI G1A009066

ANDROMEDA G1A009074

ZAHRA IBADINA SILMI G1A009082

FITRI YULIANTI G1A009093

FAIDH HUSNAN G1A009101

ESTI SETYANINGSIH G1A009106

ANNISAA AULIYAA G1A009118

PANDU NUGROHO KANTA G1A009133

ANGGIA PUSPITASARI G1A008058

KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONALUNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATANJURUSAN KEDOKTERAN

PURWOKERTO2010

Page 2: Laporan Pbl blok HI

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kasus PBL tutorial 1 dan 2 dibagi menjadi lima informasi yang diberikan secara

bertahap. Sehingga mahasiswa dapat menganalisa kasus PBL pada saat informasi

tersebut diberikan. Di mana dengan informasi ini akan menjadi pemicu mahasiswa

untuk berfikir lebih kritis dan luas terhadap informasi kasus yang diberikan saat PBL

selama dua sesion pertemuan.

Tuan J 40 tahun, bekerja sebagai petani di perkebunan tembakau di daerah

Temanggung, datang ke poliklinik ke RS Margono dengan keluhan sejak 4 bulan

sering merasa pusing, lemah, lesu, dan cepat merasa lelah. 3 minggu ini penderita

merasa nafas pendek dan berdebar-debar saat beraktivitas menggarap kebun

tembakaunya.

Hasil pemeriksaan fisik Tuan J adalah:

1. KU: tampak pucat, BB: 55 kg, TB: 170 cm

2. Vital signs: Tensi 120/70 mmHg; nadi 110x/menit, regular; RR 24x/menit, suhu

37,0oC

3. Kepala: rambut mudah patah

4. Mata: konjungtiva anemis (+), sclera ikterik (-)

5. Mulut : lidah tampak pucat, papil atrofi (+)

6. Leher: dalam batas normal

7. Jantung:

a. Inspeksi: tampak ictus cordis (IC) di medioclavicular line

b. Palpasi: IC kuat angkat

c. Perkusi: batas jantung melebar (didapatkan cardiomegali)

d. Auskultasi: didapatkan systolic ejection murmur gr 2

8. Paru: dalam batas normal

9. Abdomen: dalam batas normal, hepatosplenomegaly (-)

10. Rectal eamination: dalam batas normal

Page 3: Laporan Pbl blok HI

11. Ekstremitas (Koilonychia = kuku sendok) (+)

12. Pembesaran kelenjar limfe (-)

Hasil pemeriksaan laboratorium:

1. Hb: 5 g/dL

2. Ht: 15%

3. RBC: 2.500.000/ mL

4. MCV: 56 fL

5. MCHC: 22 g/dL

6. MCH: 16.5 pg

7. WBC: 6300/mL

8. Platelet: 150.000 mL

9. Differential count: E 8/ B 0/ St 1/ Sg 60/ L 26/ M 5

Didapati pemeriksaan darah tepi yang dicantumkan gambar.

Kemudian didapati pemeriksaan terakhir:

1. Serum iron: 48 g/dL (Normal value: 60 – 150 µg/dL)

2. TIBC: 500 g/dL (Normal value: 250 – 435 µg/dL)

3. Ferritin 8 ng/ml (Normal value:15 – 200 ng/mL)

4. Faeces: egg of ancylostoma (+)

Dengan informasi ini, diskusi PBL pun dapat dilaksanakan.

B. Tujuan

Tujuan dilakukannya PBL antara lain sebagai berikut:

1. Mahasiswa mampu mengemukakan pemikiran mengenai kasus yang sedang

dihadapi

2. Mahasiswa mampu menjelaskan struktur, proses maturasi dan fungsi eritrosit

3. Mahasiswa mampu menjelaskan struktur dan fungsi hemoglobin

4. Mahasiswa mampu menjelaskan metabolisme besi

5. Mahasiswa mampu menjelaskan definisi, etiologi, dan patogenesis anemia

defisiensi besi

6. Mahasiswa mampu menjelaskan klasifikasi anemia

Page 4: Laporan Pbl blok HI

7. Mahasiswa mampu menjelaskan tanda dan gejala serta patofisiologi anemia

defisiensi besi

8. Mahasiswa mampu menjelaskan parameter pemeriksaan laboratorium dan

interpretasinya pada anemia defisiensi besi

9. Mahasiswa mampu menjelaskan penatalaksanaan anemia defisiensi besi

10. Mahasiswa mampu menjelaskan prognosis anemia defisiensi besi

Page 5: Laporan Pbl blok HI

BAB II

DISKUSI

A. Informasi I

Tuan J, 40 tahun, bekerja sebagai petani di perkebunan tembakau di daerah

Temanggung, datang ke poliklinik RS Margono dengan keluhan sejak 4 bulan sering

merasa pusing, lemah, lesu dan cepat merasa lelah. 3 minggu ini penderita merasa nafas

pendek dan berdebar-debar saat beraktivitas menggarap kebun tembakaunya.

Pertanyaan:

1. Informasi apa yang dapat anda simpulkan dari kasus tersebut?

2. Buatlah kemungkinan hipotesis penyebab dari masalah tersebut!

Jawaban:

1. Informasi dan batasan masalah

a. Nama : Tuan J

b. Usia : 40 tahun

c. Durasi : 4 bulan mengalami pusing, lemah, lesu dan cepat merasa

lelah

d. Onset : 3 minggu terakhir merasa nafas pendek dan jantung berdebar-

debar

e. Lingkungan : Kebun tembakau di dataran tinggi

f. Profesi : Petani di perkebunan tembakau

2. Hipotesis awal :

a. Hipoksia : Sesak nafas dan jantung berdebar-debar

akibat rendahnya kadar oksigen di dataran tinggi

b. GTS (Green Tobacco Sickness) : Sesak nafas

c. Anemia : Lesu,lemah, lelah, dan pusing

d. Gangguan nutrisi : Lesu, lemah, dan lelah

e. Gangguan jantung : nafas pendek dan jantung berdebar-debar

Page 6: Laporan Pbl blok HI

f. Gangguan sirkulasi : Jantung berdebar-debar

g. gangguan ginjal : Lesu, lemah, lelah, pusing (berkaitan

dengan ganguan produksi eritropoietin)

h. Hipotensi : pusing

i. Soil transmitted disease : adanya cacing parasit

Untuk mengurangi kemungkinan-kemungkinan yang ada sehingga didapatkan

diagnosis yang tepat maka dibutuhkan beberapa pemeriksaan, meliputi pemerikasaan

fisik dan pemeriksaan penunjang.

B. Informasi 2

Hasil pemerikasaan fisik yang didapatkan dari Tuan J adalah :

a. KU : tampak pucat, BB = 55 kg, TB = 170 cm

b. Vital signs : TD = 120/70 mmHg, nadi = 110x/ menit, regular, RR

24x/menit, suhu 37,0° C

c. Kepala : rambut mudah patah

d. Mata : konjugtiva anemis (+), sklera ikterik (-)

e. Mulut : lidah tampak pucat, papil atrofi (+)

f. Leher : dalam batas normal

g. Jantung :

1) Inspeksi: tampak ictus cordis (IC) mediclavicular line

2) Palapasi : IC kuat angkat

3) Perkusi : batas jantung melebar ( didapatkan cardiomegali)

4) Auskultasi : didapatkan Systolic ejection murmur gr 2

h. Paru : dalam batas normal

i. Abdomen : dalam batas normal, hepatosplenomegali (-)

j. Rectal examination : dalam batas normal

k. Ekstremitas : koylonichia (kuku sendok ) (+)

l. Pembesaran kelenjar limfe (-)

Page 7: Laporan Pbl blok HI

Pertanyaan:

1. Sebutkan kemungkinan diagnosis pasien ini!

2. Informasi lanjutan apa yang anda butuhkan?

Dari data hasil pemeriksaan Tuan J kita dapat melihat adanya abnormalitas pada:

a. KU yang tampak pucat

b. Nadi yang terlalu cepat (nilai normal batas tinggi: 100x/menit)

c. Rambut yang mudah patah

d. Konjungtiva anemis

e. Lidah tanpak pucat dan atrofi papila

f. Tampak IC, kuat angkat, adanya cardiomegali dan terdapat murmur

1. Hipotesis Lanjutan

Dari data tersebut kita dapat menyisihkan beberapa hipotesis yang tidak sesuai

dengan data kelaian yang ada.

a. Hipotensi ditolak karena TD normal

b. GTS marupakan hipotesis yang tidak cukup kuat karena meskipun beberapa

gejala yang timbul serupa namun hasil pemeriksaan bukan mengarah pada

sindrom ini.

c. Gangguan ginjal masih belum dapat dibuktikan keabsahannya karena

memerlukan pemeriksaan lanjutan

d. Gangguan jantung dan sirkulasi mungkin terjadi karena adanya kelainan pada

ukuran dan terdapat bising jantung.

e. Gangguan nutrisi dan infeksi parasit dapat menjadi penyebab gejala-gejala

yang dialami Tuan J. Ada beberapa kemungkinan lanjutan berkaitan dengan

gangguan nutrisi meliputi:

1) Gangguan asupan

2) Gangguan penyerapan (khususnya pada infeksi parasit)

3) Gangguan distribusi

f. Anemia merupakan Hipotesis yang kuat karena semua gejala yang timbul dan

data dari hasil pemeriksaan pisik mendukung hal ini.

Page 8: Laporan Pbl blok HI

Selaras dengan pendapat Price dan Wilson (2006) yang menyatakan

bahwa salah satu tanda yang paling sering dikaitkan dengan anemia adalah

pucat dan konjungtiva merupakan indikator yang baik untuk menilai keadaan

ini.

Ketika tubuh mengalami anemia maka tubuh akan beradaptasi dengan

1) Meningkatkan curah jantung dan pernafasan

2) Meningkatkan pelepasan O2 oleh Hb

3) Mengembangkan volume plasma dengan menarik cairan dari sela-sela

jaringan

4) Redistribusi aliran darah ke organ-organ vital. (Guyton, 2001)

Dari poin pertama kita dapat menyimpulkan beberapa hal.

1) Kelainan jantung dan sirkulasi merupakan gejala lanjutan akibat adanya

anemia

2) Karena curah jantung meningkat maka hal ini dapat mengakibatkan bising

jantung serta kerja jantung semakin berat guna mengimbangi curah darah

yang masuk. Dalam jangka waktu yang lama maka hal ini dapat

menyebabkan otot jantung mengalami perbesaran.

Ada banyak penyebab terjadinya anemia dan dari data yang ada maka

dapat disimpulkan bahwa Tuan J mengalami anemia defisiensi besi. Hal ini

sesuai dengan pendapat Price dan Wilson(2006) dalam Patofisiologi jilid 1

yang menyatakan bahwa individu dengan defisiensi yang berat (besi plasma

kurang dari 40 mg/dl; Hb 6-7 g/dL) memiliki rambut rapuh dan halus serta

kuku tipis, rata, mudah patah dan mungkin berbentuk sendok (koilonikia).

Selain itu atrofi pada papila lidah membuat lidah licin, merah daging serta

sakit.

Untuk menegakan diagnosisi atau mempertegas kembali kasus ini jenis

anemia apa dan apa penyebabnya maka dibutuhkan data pemeriksaan

laboratorium darah.

C. Informasi 3

Hasil pemeriksaan laboratorium adalah sebagai berikut:

Page 9: Laporan Pbl blok HI

1. Hb 5 g/dL

2. Ht 15 %

3. RBC 2.500.000/mL

4. MCV 56 fL

5. MCHC 22 g/dL

6. WBC 6.300/mL

7. Platelet 150.000/mL

8. Differential count : E 8/ B 0/ St 1/ Sg 60/ L 26/ M 5

Pertanyaan:

1. Bagaimana Evaluasi/interpretasi anda terhadap hasil pemerikasaan laboratorium

tersebut?

2. Adakah pemeriksaan tambahan yang diperlukan?

Jawaban:

1. Interpretasi hasil pemeriksaan laboratorium:

a. Hemoglobin(Hb) berperan penting dalam pengangkutan O2 dan juga CO2

dan menentukan kapasitas penyangga dari darah. Pada informasi ini kadar

Hb 5g/dL padahal kadar normal dari Hb adalah 13-18g/dL.

b. Nilai hematokrit pada hasil lab kali ini adalah 15% yang berarti kurang dari

normal yang seharusnya: 45 - 62%

c. RBC atau Red Blood Cell Count berarti hitung jumlah sel darah merah pada

informasi ini sebesar 2.500.000/mL padahal kadar normalnya 4.200.000 -

6.900.000/mL.

d. MCV atau Mean corpuscular volume = nilai hematokrit × 10

Jumlah eritrosit (juta/mm3)

e. Normal: 76-96 cμ. MCV <76 cμ disebut mikrositik, sedangkan bila > 96 cμ

disebut makrositik. Pada informasi ini diketahui kadar MCV kurang dari

normal sehingga disebut mikrositik.

f. MCHC atau Mean corpuscular haemoglobin concentration = Nilai Hb (g

%)×100

Page 10: Laporan Pbl blok HI

g. Nilai hematokrit

Normal : 31-37 g/dL. bila MCHC <31 g/dL disebut hipokromik, sedangkan

bila > 37 g/dL disebut hiperkromik. Pada informasi diatas diketahui

kadarnya 22g/dL sehingga disebut hipokromik.

h. MCH atau Mean corpuscular hemoglobin = nilai Hb × 10

Jumlah eritrosit (juta/mm3)

i. Normal: 27-32 pg. Bila MCH <27 pg disebut hipokrom, sedangkan bila > 32

pg disebut hiperkromik. Pada informasi diatas diketahui kadar MCH sebesar

16.5 pg yang berarti kurang dari normal sehingga disebut hipokrom.

j. WBC atau White Blood Cell Count berarti hitung jumlah sel darah

putih(leukosit) pada informasi diatas sebesar 6300/mL padahal dalam

keadaan normal 4300-10.800/mL

k. Platelet atau sering disebut trombosit kisaran normalnya adalah 150.000-

350.000/mm3. Pada informasi diatas masih dalam kisaran normal, namun

pada poosisi batas bawah.

l. Dengan tingginya eosinofil maka dapat disimpulkan bahwa ada infeksi

parasit yang terjadi. Namun spesies dari parasit belum dapat diketahui

secara pasti.

2. Salah satu ciri khas dari anemia defisiensi besi adalah turunnya MCH dan MCV

dan ditandai dengan tampakan mikrositik hipokromik. Maka dibutuhkan

pemeriksaan apusan darah untuk melihat tampakan morfologis eritrosit.

Page 11: Laporan Pbl blok HI

D. Informasi 4

Pemeriksaan tambahan berupa hapusan darah tepi, didapatkan gambar sebagai berikut

:

Pertanyaan:

1. Adakah gambaran abnormal yang anda temukan?

2. Pemeriksaan tambahan apa yang anda butuhkan untuk identifikasi anemia?

Jawaban:

1. Pada hapusan darah tepi terlihatsel darah merah dengan ukuran yang berbeda-

beda. Hal ini menunjukan adanya anemia hipokromik mikrositer. Perbedaan

ukuran darah menunjukan tingginya RDW ( Red Cell Distribution Width)

menunjukan adanya anisositosis. ( I Made Bakta:2006)

2. Pemeriksaan tambahan yang perlu ada untuk mengidentifikasi anemia adalah :

a) serum iron

b) TIBC

c) Ferritin

d) Pemeriksaan Feses

e) Apusan sumsum tulang ( I Made Bakta:2006)

Page 12: Laporan Pbl blok HI

E. Informasi 5

Hasil pemeriksaan selanjutnya adalah :

Serum iron = 48 ug/dL N= 60-150 ug/dL (turun)

TIBC = 500 ug/dL N= 250-435 ug/dL (naik )

Ferritin = 8 ng/ ml N= 15-200 ng/ml (turun)

Faeces = egg of ancylostoma (+)

Bone marrow smear = di dapat bentuk eritroblas mengalami hyperplasia dan sel

darah tidak bergaranula serta tidak berinti.

Pertanyaan :

1. Bagaimana interpretasi hasil pemeriksaan tersebut ?

2. Berdasarkan hasil pemeriksaan, apa jenis anemia yang di derita oleh pak

Amir ?

3. Apa penyabab type anemia tersebut pada kasus ini?

4. Bagaimana pengelolaan penderita pada kasus ini?

Jawaban :

1. Dari hasil pemeriksaan telah didapat bahwa jumlah serum ion mengalami

penurunan sedangkan TIBC mengalami peningkatan serta feritinnya

menurun. Selain itu dari pemeriksaan faeces di dapatkan dalam faeces pak

Amir terdapat telur ancylostoma atau cacing tambang.

2. Jika dilihat dari hasil pemeriksaan tersebut dapat disimpulkan bawha pak

amir mengalami anemia defisiensi besi at causa ancylostoma.

3. Anemia defisiensi besi dapat disebabkan oleh beberapa penyabab yaitu

rendahnya msukkan besi, gangguan absorbsi serta kehilangan besi akibat

pendarahan yang menahun. Faktor nutrisi atau rendahnya masukkan besi

mengakibatkan kurangnya jumlah besi total dalam makanan. Tetapi

meskipun masukkan besi dalam tubuh sudah terpenuhi, namun jika

absorbsinya mengalami gangguan tetap akan mengakibatkan anemia

defisiensi besi. Selain itu kebutuhan besi yang meningkat juga dapat

menyebabkan anemia defisiensi besi, hal ini terutama dapat terjadi pada anak

Page 13: Laporan Pbl blok HI

yang dalam masa pubertas dan ibu hamil. Sedangkan penyebab yang paling

sering terjadi adalah kekurangan besi yang diakibatkan oleh pendarahan

yang menahun. Misalnya pendarahan pada hemoroid dan infeksi cacing

tambang.

4. Untuk pengelolaan penderita pada kasus ini dapat dilakukan beberapa cara:

a. Pemberian tablet besi secara oral

Pemberian terapi secara oral merupakan terapi pilihan utama karena

murah, efektif dan aman. Preparat yang diberikan adalah ferrous sulphat

(sulfas ferosus) karena preparat ini murah dan efektif. Dosis anjuran untuk

prefarat ini adalah 3x200 mg. Setiap 200 mg sulfas ferosus mengandung 66

mg besi elemental. Pemberian sulfas ferosus 3 x 200 mg mengakibatakan

absorbsi besi 50 mg per hari yang dapat meningkatkan eritropoesis dua

sampai tiga kali normal.

Selaian ferrous sulphat ada beberapa preparat yang dapat diberikan,

misalnya ferrous gluconate, ferrous fumarat, ferrous lactate dan ferrous

succinate. Tetapi sediaan ini harganya lebih mahal, manun efektivitas dan

efek sampingnya sama dengan ferrous sulphat.

Preparat besi oral sebaiknya diberikan saat lambung kososng, tapi efek

samping lebih sering dibandingkan dengan pemberian setelah makan.

Sedangkan pada pasien yang mengalami intoleransi preparat ini dapat

diberikan saat makan atau setelah makan.

Efek samping dari pemberian tablet besi ini adalah gangguan

gastointestinal. Keluhan yang sering dijumpai mual, muntah serta konstipasi.

Untuk mengurangi efek samping tablet besi di berikan sat makan atau

mengurangi dosis besi menjadi 3 x 100 mg. Pengobatan besi ini dapat

diberikan 3 sampai 6 bulan bahkan ada yang sampai 12 bulan. Setelah kadar

hemoglobinya normal tetap diberikan tablet besi dengan dosis pemeliharran

yaitu antara 100 – 200 mg hal ini bertujuan untuk mengisi cadangan besi

dalam tubuh. Karena jika tidak diberikan dosis pemeliharaan maka aniemia

akan sering kambuh.

b. Terapi besi parenteral

Page 14: Laporan Pbl blok HI

Pemberian terapi ini lebih efektif tapi harganya pun lebih mahal dan

mempunyai resiko yang lebih besar. Oleh karena itu pemberian terapi ini

hanya diberikan atas indikasi tertentu. Misalnya toleransi terhadap pemberian

besi oral, keadaan di mana kehilangan darah yang terlalu banyak sehingga

tidak cukup dikonpensasi oleh pemberian oral dan kebutuhan besi yang

banyak seperti pada kehamilan trisemester 3 atau sebelum operasi.

Preparat yang tersedi adalah iron dextran coplex, preparat ini mengndung

50 mg besi/ml. Besi parental dapat diberikan secara intramuskular atau

intravena.

Dosis yang diberikan dapat dihitung melalui rumus :

Kebutuhan besi (mg) = (15-Hb sekarang) x BB x 2,4 + 500 atau 1000 mg

Dosis dapat diberikan sekaligus atau beberapa kali pemberian.

c. Meningkatkan konsumsi makanan yang bergizi

Agar anemia tidak kambuh lagi maka masukkan makana yang bergizi

harus diperhatiakan. Harus banyak mengkonsumsi makanan yang banyak

mengandung zat besi dari bahan makanan hewani (daging, ikan, ayam, hati,

telur) dan bahan makanan nabati (sayuran berwarna hijau tua, kacang-

kacangan, tempe) disertai konsumsi vitamin C yang cukup setiap harinya

guna membantu penyerapan zat besi yang lebih maksimal.

d. Obat Cacing

e. Edukasi

Untuk menjaga dari Soil Transmitted Disease diperlukan pengetahuan

tentang pentingnya alat pelindung tubuh dan pakaian, seperti sepatu boot,

sarung tangan, dan jas plastik. Selain itu juga diperlukan kebiasaan mencuci

tangan setelah dan sebelum berhubungan dengan tanah.

Page 15: Laporan Pbl blok HI

BAB III

SASARAN BELAJAR

A. Informasi I

1. Struktur dan fungsi normal Sel Darah Merah (SDM)

SDM atau eritrosit adalah cakram bikonkaf tidak berinti yang kira-kira

berdiameter 8 µm, tebal bagian tepi 2 µm dan tebalnya berkurang di bagian tengah

menjadi 1 µm atau kurang. Karena lunak dan lentur maka selama melewati

mikrosirkulasi sel-sel ini mengalami perubahan konfigurasi. Stroma bagian luar membran

sel mengandung antigen golongan darah A dan B serta faktor Rh yang menentukan

golongan darah seorang individu.

Komponen utama SDM adalah Hb, yang mengankut sebagigan besar O2 dan

sebagian kecil fraksi CO2 dan mempertahankan pH normal melalui serangkaian dapar

intraseluler. Molekul Hb terdiri atas dua pasang rantai polipeptida (globin) dan empat

kelompok heme, masing0masing mengandung seduah atom besi. Konfigurasi ini

memungkinkan pertukaran gas yang sesuai. Rata-rata orang dewasa memiliki jumlah

SDM kira-kira memiliki lima juta per milimeter kubik, memiliki umur sekitar 120 hari.

Homeostasis terus terjadi berkaitan dengan rusak dan diproduksinya SDM.

Produksi SDM dirangsang oleh hormon glikoprotein, eritropoietin, yang

diketahui terutamma berasal dari ginjal, dengan 10% berasal dari hepatosit. (Dessypries,

1999). Produksi eritropoietin dirangsang oleh hipoksia jaringan ginjal yang disebabkan

perubahantekanan O2 atmosfer, penurunan kadar O2 darah arteri, dan penurunan

konsentrasi Hb. EPO merangsang sel-sel induk untuk memulai proliferasi dan maturasi

SDM. Maturasi bergantung pada jumlah zat makanan yang adekuat dan penggunaanya

yang sesuai, seperti vit. B12, asam folat, protein, Fe, tembaga. (Guyton, 2001)

Semua langkah sintesis Hb terjadi dalam sumsum tulang. Langkah-langkah akhir

berlanjut setelah SDM imatur dilepas kedalam sirkulasi sebagai retikulosit.

Seiring dengan SDM yang semakin tua, sel tersebut menjadi kaku dan fragil,

akhirnya pecah. Hb terutama difagosit di hati, limpa, dan sumsum tulang serta direduksi

menjadi globin dan heme.

Page 16: Laporan Pbl blok HI

B. Informasi II

1. Apa yang dimaksud dengan Systolic ejection mur-mur gr 2?

Berangkat dari istilah sistol, sistol merupakan kontraksi dan pengosongan

isi. Sistol dibagi menjadi dua yaitu:

a. Sistol ventrikel

b. Sistol atrium

Tetapi biasanya istilah “systolic” saja digunakan untuk menyatakan sistol

ventrikel (bunyi jantung pertama yaitu “lup”). (Sherwood, 2001)

Ejeksi merupakan pengeluaran. Jadi systolic ejection merupakan saat

dimana terjadi pemompaan darah keluar jantung yang dilakukan oleh ventrikel.

Sedangkan definisi dari murmur itu sendiri merupakan bunyi abnormal / bising

jantung yang terjadi akibat aliran darah yang tidak laminar (lancer / lurus) tetapi

turbulen (bersiul). (Sherwood, 2001)

Gambar.1 Perbandingan Aliran Laminar dan Turbulen

Murmur berdasarkan waktu munculnya dibagi menjadi dua yaitu:

a. Murmur sistolik

Murmur sistolik terjadi antara bunyi jantung 1 dan bunyi jantung 2 (lup –

murmur – dup)

b. Murmur diastolik

Murmur diastolik terjadi antara bunyi jantung 2 dan bunyi jantung 1 (lup –

dup – murmur)

Page 17: Laporan Pbl blok HI

Murmur sistol menandakan adanya stenosis (kaku) pada katup aorta atau

pun pada katup semilunaris pulmonalis, dah akibat adanya murmur akan timbul

bunyi seperti siulan. (Sherwood, 2001)

KARAKTERISTIK MURMUR

SISTOLIK

bunyi

bunyi

jantung - murmur

- jantung pertama

kedua

MURMUR

DIASTOLIK

bunyi

bunyi

jantung - murmur

- jantung

kedua

pertama

JENIS MURMUR Murmur bersiul

Murmur bersiul

GANGGUAN

KATUP

Stenosis katup

semilunaris

Stenosis katup AV

JENIS MURMUR Murmur berderik

Murmur berderik

GANGGUAN

KATUP

Insufisiensi katup

AV

Insufisiensi katup

semilunaris

Tabel. 1. Waktu Murmur

4. Apakah penyebab anemia defisiensi besi?

Perdarahan kronik, khususnya dr uterus atau saluran cerna merupakan

penyebab utama. Kebutuhan yang meningkat selama masa bayi, remaja,

Page 18: Laporan Pbl blok HI

kehamilan, menyusui dan pada wanita mengalami menstruasi menyebabkan

tingginya resiko anemia. Pada bayi baru lahir mempunyai cadangan besi yang

berasal dari pemecahan eritrosit yang berlebihan. Sedangkan sejak usia 3 sampai

6 bulan, terdapat kecenderungan kesetimbangan besi negatif akibat pertumbuhan.

Susu formula bersuplemen serta makanan campuran yang diberikan sejak usia 6

bulan, khususnya dengan makanan yang ditambah besi dapat mencegah defisiensi

besi. Diperlukan lebih banyak besi untuk meningkatkan massa eritrosit ibu sekitar

35% pada kehamilan, transfer 300mg besi ke janin dan karena perdarahan pada

saat persalinan. (Hoffbrand,2005)

Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabelberikut ini:

TABEL: Penyebab Defisiensi Besi

c. Perdarahan kronik

Uterus

Gastrointestinal, mis. Ulkus peptikum,varises esofagus, ingesti aspirin (atau

obat anti inflamasi non steroid lain), gastrektomi parsial, karsinoma lambung,

sekum, kolon atau rektum, cacing tambang, angiodisplasia, kolitis, hemoroid,

divertikulosis, dll.

Yang jarang: hematuria, hemoglobinuria, hemosiderosis pulmonal, kehilangan

darah yang ditimbulkan sendiri.

d. Kebutuhan yang meningkat

Prematuritas

Pertumbuhan

Kehamilan

Terapi eritropoietin

e. Malabsorpsi

Contohnya enteropati yang diinduksi gluten, gastrektomi

f. Diet yang buruk

Page 19: Laporan Pbl blok HI

Merupakan faktor penunjang di banyak negara berkembang, tetapi jarang

merupakan penyebab tunggal kecuali pada bayi dan anak

5. Pemeriksaan apa yang dilakukan terhadap anemia defisiensi besi?

TIBC (total iron binding capacity) atau lebih dikenal dengan nama daya

ikat besi total terdiri dari besi serum dan UIBC (unsaturated iron – binding

capacity). Di beberapa laboratorium, kandungan transferin serum diukur secara

langsung dengan pemeriksaan imunodifusi, bukan dari kemampuan untuk

mengikat besi, dinyatakan dalam g/l. Serum normal mengandung 2 – 4 g/l

transferin (1 g/l transferin = 20 µmol/daya ikat). Kisaran normal untuk besi serum

adalah 10 – 30 µmol/l. Normal value TIBC 40 – 75 µmol/l. Untuk feritininserum,

pria 40 - 340µg/l ; wanita 14 – 150 µg/l.(Hoffbrand,2005)

Page 20: Laporan Pbl blok HI

2. Bagaimana patofisiologi kuku sendok?

Kuku sendok ini merupakan suatu tanda khas yang didapatkan pada

seseorang yang menderita anemia defisiensi zat besi. Zat besi yang penting ini

tidak didapatkan oleh sel epitel yang merupakan pembentuk utama kuku karena

kapiler yang ada di sekitar kuku tidak membawa zat besi dalam jumlah yang

adekuat. Letak epitel pembentuk kuku adalah tepat di bawah kuku. Selain itu,

juga ditemukan ciri-ciri berupa hiperkeratosis pada jaringan yang ada di bawah

Page 21: Laporan Pbl blok HI

kuku. Hiperkeratosis ini dialami oleh lapisan di bawah kuku bagian distal dan

lateral. Hal inilah yang menyebabkan terjadinya kecekungan di tengah-tengah

kuku.

Gambar kuku sendok (spoon nail’s)

3. Destruksi Eritrosit

Destruksi yang terjadi karena proses penuaan disebut proses senescence,

sedangkan pada destruksi patologik disebut hemolisis. Hemolisis dapat terjadi

secara intravaskuler, dapat juga ekstravaskuler, terutama pada sistem RES, yaitu

lien dan hati.

Hemolisis yang terjadi pada eritrosit akan mengakibatkan terurainya

komponen-komponen hemoglobin menjadi berikut:

a. Komponen protein yaitu globin yang akan dikembalikan ke pool protein dan

dapat dipakai kembali.

b. Komponen heme akan pecah menjadi dua, yaitu:

1) Besi : yang akan dikembalikan ke pool besi dan dipakai ulang.

2) Bilirubin : yang akan diekskresikan melalui hati dan empedu. Bilirubin ini

bila jumlahnya terlalu banyak seperti pada penyakit ikterus atau

hemolisis yang berlebihan akan menyebabkan tertimbun di berbagai

organ perifer tubuh, contohnya pada kuku. Selain pada kuku juga bisa

terdapat di sclera mata.

Page 22: Laporan Pbl blok HI

Eroitrosit hemolisi atau proses penuaan

Globin Hem

Asam Amino Fe CO Protoporfirin

Pool Protein Pool Besi Bilirubin

Indirek

Disimpan/ digunakan lagi disimpan / digunakan lagi

Bilirubin direk

Empedu

Feses : Sterkobilinogen

Urin : Urobilinogen

Page 23: Laporan Pbl blok HI

C. Informasi III

1. Klasifikasi Anemia

a. Berdasarkan morfologi eritrosit

1) Anemia Hipokromik mikrositer

a) Anemia defisensi besi

Adalah anemia yang timbul akibat berkurangnya penyediaan sel untuk

eritropoiesis, karena cadangan besi kosong ( depleted iron store) yang pada

akhirnya mengakibatkan pembentukan hemoglobin berkurang. Anemia jenis

ini ditandai dengan ciri penurunan kuantitatif sintesis hemoglobin karena

kekurangan Fe2+ pada sintesis heme. Pada pemeriksaan fisik selain keadaan

pucat juga didapati adanya penipisan kuku atau suatu gambaran kuku sendok

(koylonichia) yang khas dan kulit yang atrofis. Pada pemeriksaan laboratorium

didapat adanya eritrosit yang kecil dan pucat (mikrositik, hipokromik).

b) Talasemia

Adalah sekelompok heterogen gangguan genetik pada sintesis Hb yang

ditandai dengan tidak ada atau berkurangnya sintesis rantai globin.

c) Anemia akibat penyakit kronis

Adalah anemia yang mirip dengan anemia defisiensi besi, tetapi

penyebabnya adalah sekuestrasi zat besi di dalam sel sistem retikuloendotel

akibat peradangan.

d) Anemia sideroblastik

Anemia yang disebabkan oleh metabolisme zat besi pada eritrosit yang

abnormal.

2) Anemia normokromik normositer

a) Anemia pasca perdarahan akut

adalah anemia yang disebabkan berkurangnya jumlah darah (SDM) karena

perdarahan yang masiv.

b) Anemia aplastik

Page 24: Laporan Pbl blok HI

adalah anemia yang disebabkan oleh gangguan yang mengancam jiwa

pada sel-sel induk di sum-sum tulang yang sel-sel darahnya diproduksi dalam

jumlah yang tidak mencukupi.

c) Anemia hemolitik

adalah anemia yang disebabkan karena destruksi dini sel darah merah.

d) Anemia mieloplistik

anemia yang disebabkan karena penggantian sumsum tulang dengan

tumor hematologik atau metastasis, granuloma.

e) Anemia pada gagal ginjal kronik

Gagal ginjal kronik merupakan perkembangan gagal ginjal yang progesif

dan lambat, biasanya berlangsung beberapa tahun. Gagal ginjal kronik terjadi

setelah berbagai macam penyakit yang merusak nefron ginjal. Fungsi primer

ginjal adalah mempertahankan volume dan komposisi cairan ekstra sel dalam

batas-batas normal. Komposisi dan volume cairan ekstrasel ni dikontrol oleh

filtrasi glomerulus, reabsorbsi dan sekresi tubulus. Jika ginjal rusak,

mekanisme itu akan terganggu.

f) Anemia pada mielofibrosis

Mielofibrosis merupakan suatu kelainan yang dihubungkan dengan adanya

timbunan substansi kolagen berlebihan dalam sumsum tulang. Kelainan ini

secara definitif merupakan kelainan sel stem hematopoiesis (anemia)

g) Anemia pada sindrom mielodisplastik

anemia akibat adanya sitopenia ditandai dengan sumsum tulang

hiperselular abnormalitas morfologik pada dinding sel darah yang disebabkan

karena gangguan klonal didapat (akuisita) pada sel stem hematopoietik

(seperti: keadaan pra-leukemia).

h) Anemia pada leukimia akut

3) Anemia Makrositer

a) Megaloblastik

(1) Anemia defisiensi folat

Page 25: Laporan Pbl blok HI

adalah anemia yang disebabkan karena kekurangan folat akibat

beberapa kelainan seperti malnutrisi, infestasi parasit. Folat diperlukan

dalam proses pembelahan dan maturasi eritrosit, sehingga penurunan folat

akan menyebabkan sel darah merah terdapat dalam jumlah yang sedikit

tetapi ukurannya lebih besar. Gejalanya berupa pucat, kelemahan,

berkurangnya sekresi asam ambung dan kerusakan saraf. Diagnosa

kekurangan vitamin B12 atau asam folat didasarkan pada ditemukannya

anemia dengan sel darah merah yang berukuran besar dan ditemukannya

kadar yang rendah dalam darah dari salah satu atau kedua vitamin ini.

Pemeriksaan sumsum tulang menunjukkan adanya prekursor sel darah

merah imatur yang berukuran besar, yang akan memperkuat diagnosa.

(2) Anemia defisiensi vit B12

adalah anemia yang disebabkan karena kekurangan vitamin B12

akibat beberapa kelainan seperti malnutrisi, infestasi parasit. Sama seperti

folat Vitamin B12 diperlukan dalam proses pembelahan dan maturasi

eritrosit, sehingga penurunan folat akan menyebabkan eritrosit tidak

matur.

b) Non-megaloblastik

(1) Anemia pada penyakit hati kronik

Suatu bentuk parah yang jarang dari infeksi hati disebut acute

fulminant hepatitis, menyebabkan gagal hati. Gejala-gejala dari gagal hati

termasuk anemia aplastik, suatu keadaan dimana sumsum tulang (bone

marrow) tidak dapat membuat sel-sel darah sehingga dapat menyebabkan

anemia aplastik.

(2) Anemia hipotiroid

(3) Anemia pada sindroma mielodisplastik

Sindroma mielodisplastik adalah suatu kelainan pembentukkan sel

darah yang ditandai berkurangnya kepadatan sel (hiposelularitas) pada

sumsum tulang sehingga dapat pula mengakibatkan terjadinya

penghambatan dalam proses eritropoiesis.

Page 26: Laporan Pbl blok HI

2. Kelainan laboratorium pada kasus anemia defisiensi besi yang dapat dijumpai

adalah :

a. Kadar hemoglobin dan indeks eritrosit : didapatkan anemia hipokrom

mikrositer dengan penurunan kadar hemoglobin mulai dari ringan sampai

berat. MCV, MCHC dan MCH menurun. MCH < 70 fl hanya didapatkan

pada anemia difisiensi besi dan thalassemia mayor.

b. Apus sumsum tulang : Hiperplasia eritropoesis, dengan kelompok-

kelompok normo-blast basofil. Bentuk pronormoblast-normoblast kecil-

kecil, sideroblast.2

c. Kadar besi serum menurun <50 mg/dl, total iron binding capacity (TIBC)

meningkat >350 mg/dl, dan saturasi transferin < 15%.

d. Feritin serum. Pada anemia defisensi besi, kadar feritin serum sangat rendah,

sedangkan feritin serum yang meningkat menunjukkan adanya kelebihan

besi atau pelepasan feritin berlebihan dari jaringan yang rusak atau suatu

respons fase akut, misalnya pada inflamasi. Kadar feritin serum normal atau

meningkat pada anemia penyakit kronik.

e. TIBC (Total Iron Banding Capacity) meningkat.

f. Feses : Telur cacing Ankilostoma duodenale / Necator americanus.

g. Pemeriksaan lain : endoskopi, kolonoskopi, gastroduodenografi, colon in

loop, pemeriksaan ginekologi.—

D. Informasi IV

1. Metabolisme Zat Besi

Sebenarnya tubuh mengelola zat besi dalam badan kita dengan cara yang amat

tepat guna. Dari 3000 s/d 5000 mg besi yang ada dalam tubuh seseorang yang sehat,

yang diekskresi tubuh setiap hari hanya 1 mg. Dan 3000-5000 mg besi tubuh kita

Page 27: Laporan Pbl blok HI

60%, (1800-3000 mg.) berada dalam eritrosit, 30% berada sebagai besi cadangan dan

hanya 20% berada dalam berbagai organ lainnya seperti otot, ensim dan lain-lain.

Seperti terlihat pada tabel 3 jumlah besi elemen yang dapat diserap tubuh

bilamana menu makanan orang itu seperti menu makanan orang di negara Amerika

Serikat hanya 1mg sehari. Ini hanya cukup untuk seorang laki-laki dewasa dan

wanita yang tidak haid lagi. Seorang laki-laki yang masih tumbuh dan wanita yang

masih haid, hamil, menyusui memerlukan besi tambahan dalam makanan tadi.

Sumber besi utama adalah bahan makanan yang relatif mahal harganya. Di samping

Page 28: Laporan Pbl blok HI

itu besi yang ada pada bahan makanan tersebut adalah besi elemen. Terlihat pada

tabel 3 hanya 10% besi yang.ada dalam usus halus dapat diabsorbsi mukosa usus dan

masuk dalam darah. Hanya Fe2+ ( ferro ) yang diabsorbsi oleh usus halus. Untuk

mengatur masuknya besi dalam tubuh maka tubuh memiliki suatu cara yang amat

tepat guna. Besi hanya dapat masuk ke dalam mukosa usus apabila ia dapat

bersenyawa dengan apoferitin. Jumlah apoferitin yang ada dalam mukosa usus

bergantung pada kadar besi tubuh. Bila besi dalam tubuh sudah cukup maka semua

apoferitin yang ada dalam mukosa usus terikat dengan Fe2+ ( ferro ) menjadi feritin.

Dengan demikian tidak ada lagi apoferitin yang bebas sehingga tidak ada besi yang

dapat masuk ke dalam mukosa.

Besi yang ada dalam mukosa usus hanya dapat masuk ke dalam darah bila ia

dapat berikatan dengan G-globulin yang ada dalam plasma. Gabungan Fe3+ (ferri)

dengan B-globulin disebut feritin. Apabila semua G-globulin dalam plasma.sudah

terikat Fe2+ (ferro) menjadi feritin maka Fe3+ yang terdapat dalam mukosa usus

tidak dapat masuk ke dalam 'plasma dan turut lepas ke dalam lumen usus saat sel

mukosa usus lepas dan diganti dengan sel baru. Hanya Fe2+ yang terdapat dalam

transferin dapat digunakan dalam eritropoesis, karena sel eritroblas dalam sumsum

tulang hanya memiliki reseptor untuk feritin. Kelebihan besi yang tidak digunakan

disimpan dalam stroma sumsum tulang sebagai feritin. Besi yang terikat pada

globulin (feritin) selain berasal dari mukosa usus juga berasal dari limpa, tempat

eritrosit yang sudah tua (berumur 120 han) dihancurkan sehinggā besinya masuk ke

dalam jaringan limpa untuk kemudian terikat pada B-globulin (menjadi transferin)

dan kemudian ikut aliran darah ke sumsum tulang untuk digunakan eritroblas

membentuk hemoglobin.

Page 29: Laporan Pbl blok HI

i. Informasi V

1. PENANGGULANGAN ANEMIA DEFISIENSI BESI

a. Terapi Kausal

Dilakukan agar anemia tidak kambuh kembali, tergantung penyebabnya

Contoh : Pengobatan cacing tambang. Jika kondisi penderita stabil, diberikan

obat pirantel pamoat atau mebendazol selama 1-3 hari untuk membunuh

cacing tambang.

Page 30: Laporan Pbl blok HI

b. Terapi preparat : Dapat secara oral maupun perenteral

1) Oral : Dengan memberikan preparat ferrous sulfat, dengan dosis 3 X

200mg, yang dapat mengakibatkan absorbsi besi 50mg per hari dan

meningkatkan eritropoiesis. Diberikan saat lambung kosong. Efek samping

utama yang terjadi adalah gangguan gastrointestinal, mual, muntah,

konstipasi. Pengobatan diberikan 3-6 bulan, setelah kadar hemoglobin

kembali normal untuk mengisi cadangan besi tubuh. Untuk meningkatkan

penyerapan besi dapat diberikan preparat vitamin C (Asam askorbat 100

mg/15 mg besi elemental).

2) Parenteral : Secara intramuscular dan intravena. Cara ini sangat efektif

namun memiliki resiko yang tinggi. Preparat yang tersedia adalah iron

dextran complex (mengandung 50mg/ml). Efek samping yang terjadi

adalah reaksi anafilaksis (0,6%), flebitis, sakit kepala, flushing, mual,

muntah, nyeri perut, dan sinkop.

Indikasi : Intoleransi oral berat, kepatuhan berobat berkurang, colitis

ulserative, perlu peningkatan Hb secara cepat.

Kebutuhan besi (mg) = (HbN – HbS) X BB X 3

c. Terapi lainnya

1. Meningkatkan Konsumsi Makanan Bergizi.

2. Makan makanan yang banyak mengandung zat besi dari bahan makanan

hewani (daging, ikan, ayam, hati, telur) dan bahan makanan nabati (sayuran

berwarna hijau tua, kacang-kacangan, tempe).

3. Makan sayur-sayuran dan buah-buahan yang banyak mengandung vitamin C

(daun katuk, daun singkong, bayam, jambu, tomat, jeruk dan nanas) sangat

bermanfaat untuk meningkatkan penyerapan zat besi dalam usus.

4. Transfusi darah : Diberikan packed red cell untuk mengurangi bahaya

overload.

Page 31: Laporan Pbl blok HI

BAB IV

KESIMPULAN

Dalam menegakkan kasus anemia, maka harus diperhatikan langkah-langkah untuk

menentukan diagnosis anemia yaitu:

1. Langkah yang pertama adalah membuktikan adanya anemia

2. Langkah yang kedua adalah menetapkan jenis anemia yang dijumpai

3. Langkah ketiga adalah setelah mengetahui jenis anemia maka harus ditentukan

penyebab anemia tersebut.

Oleh karena itu dibutuhkan pendekatan-pendekatan tertentu diantaranya:

1. Pendekatan klinik yang bergantung pada anamnesis dan pemeriksaan fisik yang

baik untuk mencari sindroma anemia

2. Pendekatan laboratorik yang terdiri dari pemeriksaan penyaring, pemeriksaan

rutin, dan pemeriksaan khusus.

3. Pendekatan epidemiologi untuk penentuan etiologi.

Hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik ditemukan rambut mudah patah,

konjungtiva anemis, papil atrofi, kuku sendok, hemoglobin di bawah batas normal,

indeks eritrosit menurun, eritrosit menurun, dan differential count yang tidak normal

maka didapatkan diagnosis bahwa pasien menderita anemia defisiensi besi. Kemudian

dengan pemeriksaan feses ditemukan telur ancylostoma maka dapat disimpulkan

penyebab dari anemia defisiensi besi pasien tersebut adalah akibat cacing tambang.

Page 32: Laporan Pbl blok HI

DAFTAR PUSTAKA

Bakta, Made I. 2006. Hematologi Klinik Ringkas. Jakarta: EGC

Hoffbrand, A.V dan J. E. Pettit. 2005. Kapita Selekta Hematologi Edisi 4. Jakarta:

EGC.

Staf pengajar FKUI. 1985. Hematologi, Ilmu kesehatan anak. Jakarta: FKUI.

Sherwood, Lauralee. 2001. Fisiologi Manusia Ed 2. Jakarta: EGC.

Rubenstain, David. 2000. Kedokteran Klinis Ed 6. Erlangga: Jakarta

Anonim. 2007. Blood Test Results-Normal Ranges. Available from:

http://www.bloodbook.com/ranges.html

Sudoyo, Aru W, dkk. 2006. Buku ajar penyakit dalam jilid 2 edisi 4. Jakarta : Pusat

penerbitan departemen ilmu penyakit dalam FKUI

Price, Sylvia A dan Lorraine M. Wilson. 2006. Patofisiologi. Jakarta: EGC.

Guyton, 1990. Fisiologi Manusia dan Mekanisme Penyakit, Jakarta, EGC