Upload
fitri-yulianti
View
80
Download
10
Tags:
Embed Size (px)
DESCRIPTION
laporan pbl ttg penyakit yg dibahas d blok hematoimunologi
Citation preview
LAPORAN PROBLEM BASED LEARNING I
``LETIH DAN LEMAH ``
BLOK HEMATO IMUNOLOGI
Tutor : dr. Thianti Sylviningrum, M.Pd.Ked
Disusun oleh :
KELOMPOK 6
FICKRY ADIANSYAH N G1A009008
GOHLENA RAJA NC G1A009009
OCTI GUCHIANI G1A009026
SYLVIANA KUSWANDI G1A009066
ANDROMEDA G1A009074
ZAHRA IBADINA SILMI G1A009082
FITRI YULIANTI G1A009093
FAIDH HUSNAN G1A009101
ESTI SETYANINGSIH G1A009106
ANNISAA AULIYAA G1A009118
PANDU NUGROHO KANTA G1A009133
ANGGIA PUSPITASARI G1A008058
KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONALUNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATANJURUSAN KEDOKTERAN
PURWOKERTO2010
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kasus PBL tutorial 1 dan 2 dibagi menjadi lima informasi yang diberikan secara
bertahap. Sehingga mahasiswa dapat menganalisa kasus PBL pada saat informasi
tersebut diberikan. Di mana dengan informasi ini akan menjadi pemicu mahasiswa
untuk berfikir lebih kritis dan luas terhadap informasi kasus yang diberikan saat PBL
selama dua sesion pertemuan.
Tuan J 40 tahun, bekerja sebagai petani di perkebunan tembakau di daerah
Temanggung, datang ke poliklinik ke RS Margono dengan keluhan sejak 4 bulan
sering merasa pusing, lemah, lesu, dan cepat merasa lelah. 3 minggu ini penderita
merasa nafas pendek dan berdebar-debar saat beraktivitas menggarap kebun
tembakaunya.
Hasil pemeriksaan fisik Tuan J adalah:
1. KU: tampak pucat, BB: 55 kg, TB: 170 cm
2. Vital signs: Tensi 120/70 mmHg; nadi 110x/menit, regular; RR 24x/menit, suhu
37,0oC
3. Kepala: rambut mudah patah
4. Mata: konjungtiva anemis (+), sclera ikterik (-)
5. Mulut : lidah tampak pucat, papil atrofi (+)
6. Leher: dalam batas normal
7. Jantung:
a. Inspeksi: tampak ictus cordis (IC) di medioclavicular line
b. Palpasi: IC kuat angkat
c. Perkusi: batas jantung melebar (didapatkan cardiomegali)
d. Auskultasi: didapatkan systolic ejection murmur gr 2
8. Paru: dalam batas normal
9. Abdomen: dalam batas normal, hepatosplenomegaly (-)
10. Rectal eamination: dalam batas normal
11. Ekstremitas (Koilonychia = kuku sendok) (+)
12. Pembesaran kelenjar limfe (-)
Hasil pemeriksaan laboratorium:
1. Hb: 5 g/dL
2. Ht: 15%
3. RBC: 2.500.000/ mL
4. MCV: 56 fL
5. MCHC: 22 g/dL
6. MCH: 16.5 pg
7. WBC: 6300/mL
8. Platelet: 150.000 mL
9. Differential count: E 8/ B 0/ St 1/ Sg 60/ L 26/ M 5
Didapati pemeriksaan darah tepi yang dicantumkan gambar.
Kemudian didapati pemeriksaan terakhir:
1. Serum iron: 48 g/dL (Normal value: 60 – 150 µg/dL)
2. TIBC: 500 g/dL (Normal value: 250 – 435 µg/dL)
3. Ferritin 8 ng/ml (Normal value:15 – 200 ng/mL)
4. Faeces: egg of ancylostoma (+)
Dengan informasi ini, diskusi PBL pun dapat dilaksanakan.
B. Tujuan
Tujuan dilakukannya PBL antara lain sebagai berikut:
1. Mahasiswa mampu mengemukakan pemikiran mengenai kasus yang sedang
dihadapi
2. Mahasiswa mampu menjelaskan struktur, proses maturasi dan fungsi eritrosit
3. Mahasiswa mampu menjelaskan struktur dan fungsi hemoglobin
4. Mahasiswa mampu menjelaskan metabolisme besi
5. Mahasiswa mampu menjelaskan definisi, etiologi, dan patogenesis anemia
defisiensi besi
6. Mahasiswa mampu menjelaskan klasifikasi anemia
7. Mahasiswa mampu menjelaskan tanda dan gejala serta patofisiologi anemia
defisiensi besi
8. Mahasiswa mampu menjelaskan parameter pemeriksaan laboratorium dan
interpretasinya pada anemia defisiensi besi
9. Mahasiswa mampu menjelaskan penatalaksanaan anemia defisiensi besi
10. Mahasiswa mampu menjelaskan prognosis anemia defisiensi besi
BAB II
DISKUSI
A. Informasi I
Tuan J, 40 tahun, bekerja sebagai petani di perkebunan tembakau di daerah
Temanggung, datang ke poliklinik RS Margono dengan keluhan sejak 4 bulan sering
merasa pusing, lemah, lesu dan cepat merasa lelah. 3 minggu ini penderita merasa nafas
pendek dan berdebar-debar saat beraktivitas menggarap kebun tembakaunya.
Pertanyaan:
1. Informasi apa yang dapat anda simpulkan dari kasus tersebut?
2. Buatlah kemungkinan hipotesis penyebab dari masalah tersebut!
Jawaban:
1. Informasi dan batasan masalah
a. Nama : Tuan J
b. Usia : 40 tahun
c. Durasi : 4 bulan mengalami pusing, lemah, lesu dan cepat merasa
lelah
d. Onset : 3 minggu terakhir merasa nafas pendek dan jantung berdebar-
debar
e. Lingkungan : Kebun tembakau di dataran tinggi
f. Profesi : Petani di perkebunan tembakau
2. Hipotesis awal :
a. Hipoksia : Sesak nafas dan jantung berdebar-debar
akibat rendahnya kadar oksigen di dataran tinggi
b. GTS (Green Tobacco Sickness) : Sesak nafas
c. Anemia : Lesu,lemah, lelah, dan pusing
d. Gangguan nutrisi : Lesu, lemah, dan lelah
e. Gangguan jantung : nafas pendek dan jantung berdebar-debar
f. Gangguan sirkulasi : Jantung berdebar-debar
g. gangguan ginjal : Lesu, lemah, lelah, pusing (berkaitan
dengan ganguan produksi eritropoietin)
h. Hipotensi : pusing
i. Soil transmitted disease : adanya cacing parasit
Untuk mengurangi kemungkinan-kemungkinan yang ada sehingga didapatkan
diagnosis yang tepat maka dibutuhkan beberapa pemeriksaan, meliputi pemerikasaan
fisik dan pemeriksaan penunjang.
B. Informasi 2
Hasil pemerikasaan fisik yang didapatkan dari Tuan J adalah :
a. KU : tampak pucat, BB = 55 kg, TB = 170 cm
b. Vital signs : TD = 120/70 mmHg, nadi = 110x/ menit, regular, RR
24x/menit, suhu 37,0° C
c. Kepala : rambut mudah patah
d. Mata : konjugtiva anemis (+), sklera ikterik (-)
e. Mulut : lidah tampak pucat, papil atrofi (+)
f. Leher : dalam batas normal
g. Jantung :
1) Inspeksi: tampak ictus cordis (IC) mediclavicular line
2) Palapasi : IC kuat angkat
3) Perkusi : batas jantung melebar ( didapatkan cardiomegali)
4) Auskultasi : didapatkan Systolic ejection murmur gr 2
h. Paru : dalam batas normal
i. Abdomen : dalam batas normal, hepatosplenomegali (-)
j. Rectal examination : dalam batas normal
k. Ekstremitas : koylonichia (kuku sendok ) (+)
l. Pembesaran kelenjar limfe (-)
Pertanyaan:
1. Sebutkan kemungkinan diagnosis pasien ini!
2. Informasi lanjutan apa yang anda butuhkan?
Dari data hasil pemeriksaan Tuan J kita dapat melihat adanya abnormalitas pada:
a. KU yang tampak pucat
b. Nadi yang terlalu cepat (nilai normal batas tinggi: 100x/menit)
c. Rambut yang mudah patah
d. Konjungtiva anemis
e. Lidah tanpak pucat dan atrofi papila
f. Tampak IC, kuat angkat, adanya cardiomegali dan terdapat murmur
1. Hipotesis Lanjutan
Dari data tersebut kita dapat menyisihkan beberapa hipotesis yang tidak sesuai
dengan data kelaian yang ada.
a. Hipotensi ditolak karena TD normal
b. GTS marupakan hipotesis yang tidak cukup kuat karena meskipun beberapa
gejala yang timbul serupa namun hasil pemeriksaan bukan mengarah pada
sindrom ini.
c. Gangguan ginjal masih belum dapat dibuktikan keabsahannya karena
memerlukan pemeriksaan lanjutan
d. Gangguan jantung dan sirkulasi mungkin terjadi karena adanya kelainan pada
ukuran dan terdapat bising jantung.
e. Gangguan nutrisi dan infeksi parasit dapat menjadi penyebab gejala-gejala
yang dialami Tuan J. Ada beberapa kemungkinan lanjutan berkaitan dengan
gangguan nutrisi meliputi:
1) Gangguan asupan
2) Gangguan penyerapan (khususnya pada infeksi parasit)
3) Gangguan distribusi
f. Anemia merupakan Hipotesis yang kuat karena semua gejala yang timbul dan
data dari hasil pemeriksaan pisik mendukung hal ini.
Selaras dengan pendapat Price dan Wilson (2006) yang menyatakan
bahwa salah satu tanda yang paling sering dikaitkan dengan anemia adalah
pucat dan konjungtiva merupakan indikator yang baik untuk menilai keadaan
ini.
Ketika tubuh mengalami anemia maka tubuh akan beradaptasi dengan
1) Meningkatkan curah jantung dan pernafasan
2) Meningkatkan pelepasan O2 oleh Hb
3) Mengembangkan volume plasma dengan menarik cairan dari sela-sela
jaringan
4) Redistribusi aliran darah ke organ-organ vital. (Guyton, 2001)
Dari poin pertama kita dapat menyimpulkan beberapa hal.
1) Kelainan jantung dan sirkulasi merupakan gejala lanjutan akibat adanya
anemia
2) Karena curah jantung meningkat maka hal ini dapat mengakibatkan bising
jantung serta kerja jantung semakin berat guna mengimbangi curah darah
yang masuk. Dalam jangka waktu yang lama maka hal ini dapat
menyebabkan otot jantung mengalami perbesaran.
Ada banyak penyebab terjadinya anemia dan dari data yang ada maka
dapat disimpulkan bahwa Tuan J mengalami anemia defisiensi besi. Hal ini
sesuai dengan pendapat Price dan Wilson(2006) dalam Patofisiologi jilid 1
yang menyatakan bahwa individu dengan defisiensi yang berat (besi plasma
kurang dari 40 mg/dl; Hb 6-7 g/dL) memiliki rambut rapuh dan halus serta
kuku tipis, rata, mudah patah dan mungkin berbentuk sendok (koilonikia).
Selain itu atrofi pada papila lidah membuat lidah licin, merah daging serta
sakit.
Untuk menegakan diagnosisi atau mempertegas kembali kasus ini jenis
anemia apa dan apa penyebabnya maka dibutuhkan data pemeriksaan
laboratorium darah.
C. Informasi 3
Hasil pemeriksaan laboratorium adalah sebagai berikut:
1. Hb 5 g/dL
2. Ht 15 %
3. RBC 2.500.000/mL
4. MCV 56 fL
5. MCHC 22 g/dL
6. WBC 6.300/mL
7. Platelet 150.000/mL
8. Differential count : E 8/ B 0/ St 1/ Sg 60/ L 26/ M 5
Pertanyaan:
1. Bagaimana Evaluasi/interpretasi anda terhadap hasil pemerikasaan laboratorium
tersebut?
2. Adakah pemeriksaan tambahan yang diperlukan?
Jawaban:
1. Interpretasi hasil pemeriksaan laboratorium:
a. Hemoglobin(Hb) berperan penting dalam pengangkutan O2 dan juga CO2
dan menentukan kapasitas penyangga dari darah. Pada informasi ini kadar
Hb 5g/dL padahal kadar normal dari Hb adalah 13-18g/dL.
b. Nilai hematokrit pada hasil lab kali ini adalah 15% yang berarti kurang dari
normal yang seharusnya: 45 - 62%
c. RBC atau Red Blood Cell Count berarti hitung jumlah sel darah merah pada
informasi ini sebesar 2.500.000/mL padahal kadar normalnya 4.200.000 -
6.900.000/mL.
d. MCV atau Mean corpuscular volume = nilai hematokrit × 10
Jumlah eritrosit (juta/mm3)
e. Normal: 76-96 cμ. MCV <76 cμ disebut mikrositik, sedangkan bila > 96 cμ
disebut makrositik. Pada informasi ini diketahui kadar MCV kurang dari
normal sehingga disebut mikrositik.
f. MCHC atau Mean corpuscular haemoglobin concentration = Nilai Hb (g
%)×100
g. Nilai hematokrit
Normal : 31-37 g/dL. bila MCHC <31 g/dL disebut hipokromik, sedangkan
bila > 37 g/dL disebut hiperkromik. Pada informasi diatas diketahui
kadarnya 22g/dL sehingga disebut hipokromik.
h. MCH atau Mean corpuscular hemoglobin = nilai Hb × 10
Jumlah eritrosit (juta/mm3)
i. Normal: 27-32 pg. Bila MCH <27 pg disebut hipokrom, sedangkan bila > 32
pg disebut hiperkromik. Pada informasi diatas diketahui kadar MCH sebesar
16.5 pg yang berarti kurang dari normal sehingga disebut hipokrom.
j. WBC atau White Blood Cell Count berarti hitung jumlah sel darah
putih(leukosit) pada informasi diatas sebesar 6300/mL padahal dalam
keadaan normal 4300-10.800/mL
k. Platelet atau sering disebut trombosit kisaran normalnya adalah 150.000-
350.000/mm3. Pada informasi diatas masih dalam kisaran normal, namun
pada poosisi batas bawah.
l. Dengan tingginya eosinofil maka dapat disimpulkan bahwa ada infeksi
parasit yang terjadi. Namun spesies dari parasit belum dapat diketahui
secara pasti.
2. Salah satu ciri khas dari anemia defisiensi besi adalah turunnya MCH dan MCV
dan ditandai dengan tampakan mikrositik hipokromik. Maka dibutuhkan
pemeriksaan apusan darah untuk melihat tampakan morfologis eritrosit.
D. Informasi 4
Pemeriksaan tambahan berupa hapusan darah tepi, didapatkan gambar sebagai berikut
:
Pertanyaan:
1. Adakah gambaran abnormal yang anda temukan?
2. Pemeriksaan tambahan apa yang anda butuhkan untuk identifikasi anemia?
Jawaban:
1. Pada hapusan darah tepi terlihatsel darah merah dengan ukuran yang berbeda-
beda. Hal ini menunjukan adanya anemia hipokromik mikrositer. Perbedaan
ukuran darah menunjukan tingginya RDW ( Red Cell Distribution Width)
menunjukan adanya anisositosis. ( I Made Bakta:2006)
2. Pemeriksaan tambahan yang perlu ada untuk mengidentifikasi anemia adalah :
a) serum iron
b) TIBC
c) Ferritin
d) Pemeriksaan Feses
e) Apusan sumsum tulang ( I Made Bakta:2006)
E. Informasi 5
Hasil pemeriksaan selanjutnya adalah :
Serum iron = 48 ug/dL N= 60-150 ug/dL (turun)
TIBC = 500 ug/dL N= 250-435 ug/dL (naik )
Ferritin = 8 ng/ ml N= 15-200 ng/ml (turun)
Faeces = egg of ancylostoma (+)
Bone marrow smear = di dapat bentuk eritroblas mengalami hyperplasia dan sel
darah tidak bergaranula serta tidak berinti.
Pertanyaan :
1. Bagaimana interpretasi hasil pemeriksaan tersebut ?
2. Berdasarkan hasil pemeriksaan, apa jenis anemia yang di derita oleh pak
Amir ?
3. Apa penyabab type anemia tersebut pada kasus ini?
4. Bagaimana pengelolaan penderita pada kasus ini?
Jawaban :
1. Dari hasil pemeriksaan telah didapat bahwa jumlah serum ion mengalami
penurunan sedangkan TIBC mengalami peningkatan serta feritinnya
menurun. Selain itu dari pemeriksaan faeces di dapatkan dalam faeces pak
Amir terdapat telur ancylostoma atau cacing tambang.
2. Jika dilihat dari hasil pemeriksaan tersebut dapat disimpulkan bawha pak
amir mengalami anemia defisiensi besi at causa ancylostoma.
3. Anemia defisiensi besi dapat disebabkan oleh beberapa penyabab yaitu
rendahnya msukkan besi, gangguan absorbsi serta kehilangan besi akibat
pendarahan yang menahun. Faktor nutrisi atau rendahnya masukkan besi
mengakibatkan kurangnya jumlah besi total dalam makanan. Tetapi
meskipun masukkan besi dalam tubuh sudah terpenuhi, namun jika
absorbsinya mengalami gangguan tetap akan mengakibatkan anemia
defisiensi besi. Selain itu kebutuhan besi yang meningkat juga dapat
menyebabkan anemia defisiensi besi, hal ini terutama dapat terjadi pada anak
yang dalam masa pubertas dan ibu hamil. Sedangkan penyebab yang paling
sering terjadi adalah kekurangan besi yang diakibatkan oleh pendarahan
yang menahun. Misalnya pendarahan pada hemoroid dan infeksi cacing
tambang.
4. Untuk pengelolaan penderita pada kasus ini dapat dilakukan beberapa cara:
a. Pemberian tablet besi secara oral
Pemberian terapi secara oral merupakan terapi pilihan utama karena
murah, efektif dan aman. Preparat yang diberikan adalah ferrous sulphat
(sulfas ferosus) karena preparat ini murah dan efektif. Dosis anjuran untuk
prefarat ini adalah 3x200 mg. Setiap 200 mg sulfas ferosus mengandung 66
mg besi elemental. Pemberian sulfas ferosus 3 x 200 mg mengakibatakan
absorbsi besi 50 mg per hari yang dapat meningkatkan eritropoesis dua
sampai tiga kali normal.
Selaian ferrous sulphat ada beberapa preparat yang dapat diberikan,
misalnya ferrous gluconate, ferrous fumarat, ferrous lactate dan ferrous
succinate. Tetapi sediaan ini harganya lebih mahal, manun efektivitas dan
efek sampingnya sama dengan ferrous sulphat.
Preparat besi oral sebaiknya diberikan saat lambung kososng, tapi efek
samping lebih sering dibandingkan dengan pemberian setelah makan.
Sedangkan pada pasien yang mengalami intoleransi preparat ini dapat
diberikan saat makan atau setelah makan.
Efek samping dari pemberian tablet besi ini adalah gangguan
gastointestinal. Keluhan yang sering dijumpai mual, muntah serta konstipasi.
Untuk mengurangi efek samping tablet besi di berikan sat makan atau
mengurangi dosis besi menjadi 3 x 100 mg. Pengobatan besi ini dapat
diberikan 3 sampai 6 bulan bahkan ada yang sampai 12 bulan. Setelah kadar
hemoglobinya normal tetap diberikan tablet besi dengan dosis pemeliharran
yaitu antara 100 – 200 mg hal ini bertujuan untuk mengisi cadangan besi
dalam tubuh. Karena jika tidak diberikan dosis pemeliharaan maka aniemia
akan sering kambuh.
b. Terapi besi parenteral
Pemberian terapi ini lebih efektif tapi harganya pun lebih mahal dan
mempunyai resiko yang lebih besar. Oleh karena itu pemberian terapi ini
hanya diberikan atas indikasi tertentu. Misalnya toleransi terhadap pemberian
besi oral, keadaan di mana kehilangan darah yang terlalu banyak sehingga
tidak cukup dikonpensasi oleh pemberian oral dan kebutuhan besi yang
banyak seperti pada kehamilan trisemester 3 atau sebelum operasi.
Preparat yang tersedi adalah iron dextran coplex, preparat ini mengndung
50 mg besi/ml. Besi parental dapat diberikan secara intramuskular atau
intravena.
Dosis yang diberikan dapat dihitung melalui rumus :
Kebutuhan besi (mg) = (15-Hb sekarang) x BB x 2,4 + 500 atau 1000 mg
Dosis dapat diberikan sekaligus atau beberapa kali pemberian.
c. Meningkatkan konsumsi makanan yang bergizi
Agar anemia tidak kambuh lagi maka masukkan makana yang bergizi
harus diperhatiakan. Harus banyak mengkonsumsi makanan yang banyak
mengandung zat besi dari bahan makanan hewani (daging, ikan, ayam, hati,
telur) dan bahan makanan nabati (sayuran berwarna hijau tua, kacang-
kacangan, tempe) disertai konsumsi vitamin C yang cukup setiap harinya
guna membantu penyerapan zat besi yang lebih maksimal.
d. Obat Cacing
e. Edukasi
Untuk menjaga dari Soil Transmitted Disease diperlukan pengetahuan
tentang pentingnya alat pelindung tubuh dan pakaian, seperti sepatu boot,
sarung tangan, dan jas plastik. Selain itu juga diperlukan kebiasaan mencuci
tangan setelah dan sebelum berhubungan dengan tanah.
BAB III
SASARAN BELAJAR
A. Informasi I
1. Struktur dan fungsi normal Sel Darah Merah (SDM)
SDM atau eritrosit adalah cakram bikonkaf tidak berinti yang kira-kira
berdiameter 8 µm, tebal bagian tepi 2 µm dan tebalnya berkurang di bagian tengah
menjadi 1 µm atau kurang. Karena lunak dan lentur maka selama melewati
mikrosirkulasi sel-sel ini mengalami perubahan konfigurasi. Stroma bagian luar membran
sel mengandung antigen golongan darah A dan B serta faktor Rh yang menentukan
golongan darah seorang individu.
Komponen utama SDM adalah Hb, yang mengankut sebagigan besar O2 dan
sebagian kecil fraksi CO2 dan mempertahankan pH normal melalui serangkaian dapar
intraseluler. Molekul Hb terdiri atas dua pasang rantai polipeptida (globin) dan empat
kelompok heme, masing0masing mengandung seduah atom besi. Konfigurasi ini
memungkinkan pertukaran gas yang sesuai. Rata-rata orang dewasa memiliki jumlah
SDM kira-kira memiliki lima juta per milimeter kubik, memiliki umur sekitar 120 hari.
Homeostasis terus terjadi berkaitan dengan rusak dan diproduksinya SDM.
Produksi SDM dirangsang oleh hormon glikoprotein, eritropoietin, yang
diketahui terutamma berasal dari ginjal, dengan 10% berasal dari hepatosit. (Dessypries,
1999). Produksi eritropoietin dirangsang oleh hipoksia jaringan ginjal yang disebabkan
perubahantekanan O2 atmosfer, penurunan kadar O2 darah arteri, dan penurunan
konsentrasi Hb. EPO merangsang sel-sel induk untuk memulai proliferasi dan maturasi
SDM. Maturasi bergantung pada jumlah zat makanan yang adekuat dan penggunaanya
yang sesuai, seperti vit. B12, asam folat, protein, Fe, tembaga. (Guyton, 2001)
Semua langkah sintesis Hb terjadi dalam sumsum tulang. Langkah-langkah akhir
berlanjut setelah SDM imatur dilepas kedalam sirkulasi sebagai retikulosit.
Seiring dengan SDM yang semakin tua, sel tersebut menjadi kaku dan fragil,
akhirnya pecah. Hb terutama difagosit di hati, limpa, dan sumsum tulang serta direduksi
menjadi globin dan heme.
B. Informasi II
1. Apa yang dimaksud dengan Systolic ejection mur-mur gr 2?
Berangkat dari istilah sistol, sistol merupakan kontraksi dan pengosongan
isi. Sistol dibagi menjadi dua yaitu:
a. Sistol ventrikel
b. Sistol atrium
Tetapi biasanya istilah “systolic” saja digunakan untuk menyatakan sistol
ventrikel (bunyi jantung pertama yaitu “lup”). (Sherwood, 2001)
Ejeksi merupakan pengeluaran. Jadi systolic ejection merupakan saat
dimana terjadi pemompaan darah keluar jantung yang dilakukan oleh ventrikel.
Sedangkan definisi dari murmur itu sendiri merupakan bunyi abnormal / bising
jantung yang terjadi akibat aliran darah yang tidak laminar (lancer / lurus) tetapi
turbulen (bersiul). (Sherwood, 2001)
Gambar.1 Perbandingan Aliran Laminar dan Turbulen
Murmur berdasarkan waktu munculnya dibagi menjadi dua yaitu:
a. Murmur sistolik
Murmur sistolik terjadi antara bunyi jantung 1 dan bunyi jantung 2 (lup –
murmur – dup)
b. Murmur diastolik
Murmur diastolik terjadi antara bunyi jantung 2 dan bunyi jantung 1 (lup –
dup – murmur)
Murmur sistol menandakan adanya stenosis (kaku) pada katup aorta atau
pun pada katup semilunaris pulmonalis, dah akibat adanya murmur akan timbul
bunyi seperti siulan. (Sherwood, 2001)
KARAKTERISTIK MURMUR
SISTOLIK
bunyi
bunyi
jantung - murmur
- jantung pertama
kedua
MURMUR
DIASTOLIK
bunyi
bunyi
jantung - murmur
- jantung
kedua
pertama
JENIS MURMUR Murmur bersiul
↓
Murmur bersiul
↓
GANGGUAN
KATUP
Stenosis katup
semilunaris
Stenosis katup AV
JENIS MURMUR Murmur berderik
↓
Murmur berderik
↓
GANGGUAN
KATUP
Insufisiensi katup
AV
Insufisiensi katup
semilunaris
Tabel. 1. Waktu Murmur
4. Apakah penyebab anemia defisiensi besi?
Perdarahan kronik, khususnya dr uterus atau saluran cerna merupakan
penyebab utama. Kebutuhan yang meningkat selama masa bayi, remaja,
kehamilan, menyusui dan pada wanita mengalami menstruasi menyebabkan
tingginya resiko anemia. Pada bayi baru lahir mempunyai cadangan besi yang
berasal dari pemecahan eritrosit yang berlebihan. Sedangkan sejak usia 3 sampai
6 bulan, terdapat kecenderungan kesetimbangan besi negatif akibat pertumbuhan.
Susu formula bersuplemen serta makanan campuran yang diberikan sejak usia 6
bulan, khususnya dengan makanan yang ditambah besi dapat mencegah defisiensi
besi. Diperlukan lebih banyak besi untuk meningkatkan massa eritrosit ibu sekitar
35% pada kehamilan, transfer 300mg besi ke janin dan karena perdarahan pada
saat persalinan. (Hoffbrand,2005)
Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabelberikut ini:
TABEL: Penyebab Defisiensi Besi
c. Perdarahan kronik
Uterus
Gastrointestinal, mis. Ulkus peptikum,varises esofagus, ingesti aspirin (atau
obat anti inflamasi non steroid lain), gastrektomi parsial, karsinoma lambung,
sekum, kolon atau rektum, cacing tambang, angiodisplasia, kolitis, hemoroid,
divertikulosis, dll.
Yang jarang: hematuria, hemoglobinuria, hemosiderosis pulmonal, kehilangan
darah yang ditimbulkan sendiri.
d. Kebutuhan yang meningkat
Prematuritas
Pertumbuhan
Kehamilan
Terapi eritropoietin
e. Malabsorpsi
Contohnya enteropati yang diinduksi gluten, gastrektomi
f. Diet yang buruk
Merupakan faktor penunjang di banyak negara berkembang, tetapi jarang
merupakan penyebab tunggal kecuali pada bayi dan anak
5. Pemeriksaan apa yang dilakukan terhadap anemia defisiensi besi?
TIBC (total iron binding capacity) atau lebih dikenal dengan nama daya
ikat besi total terdiri dari besi serum dan UIBC (unsaturated iron – binding
capacity). Di beberapa laboratorium, kandungan transferin serum diukur secara
langsung dengan pemeriksaan imunodifusi, bukan dari kemampuan untuk
mengikat besi, dinyatakan dalam g/l. Serum normal mengandung 2 – 4 g/l
transferin (1 g/l transferin = 20 µmol/daya ikat). Kisaran normal untuk besi serum
adalah 10 – 30 µmol/l. Normal value TIBC 40 – 75 µmol/l. Untuk feritininserum,
pria 40 - 340µg/l ; wanita 14 – 150 µg/l.(Hoffbrand,2005)
2. Bagaimana patofisiologi kuku sendok?
Kuku sendok ini merupakan suatu tanda khas yang didapatkan pada
seseorang yang menderita anemia defisiensi zat besi. Zat besi yang penting ini
tidak didapatkan oleh sel epitel yang merupakan pembentuk utama kuku karena
kapiler yang ada di sekitar kuku tidak membawa zat besi dalam jumlah yang
adekuat. Letak epitel pembentuk kuku adalah tepat di bawah kuku. Selain itu,
juga ditemukan ciri-ciri berupa hiperkeratosis pada jaringan yang ada di bawah
kuku. Hiperkeratosis ini dialami oleh lapisan di bawah kuku bagian distal dan
lateral. Hal inilah yang menyebabkan terjadinya kecekungan di tengah-tengah
kuku.
Gambar kuku sendok (spoon nail’s)
3. Destruksi Eritrosit
Destruksi yang terjadi karena proses penuaan disebut proses senescence,
sedangkan pada destruksi patologik disebut hemolisis. Hemolisis dapat terjadi
secara intravaskuler, dapat juga ekstravaskuler, terutama pada sistem RES, yaitu
lien dan hati.
Hemolisis yang terjadi pada eritrosit akan mengakibatkan terurainya
komponen-komponen hemoglobin menjadi berikut:
a. Komponen protein yaitu globin yang akan dikembalikan ke pool protein dan
dapat dipakai kembali.
b. Komponen heme akan pecah menjadi dua, yaitu:
1) Besi : yang akan dikembalikan ke pool besi dan dipakai ulang.
2) Bilirubin : yang akan diekskresikan melalui hati dan empedu. Bilirubin ini
bila jumlahnya terlalu banyak seperti pada penyakit ikterus atau
hemolisis yang berlebihan akan menyebabkan tertimbun di berbagai
organ perifer tubuh, contohnya pada kuku. Selain pada kuku juga bisa
terdapat di sclera mata.
Eroitrosit hemolisi atau proses penuaan
Globin Hem
Asam Amino Fe CO Protoporfirin
Pool Protein Pool Besi Bilirubin
Indirek
Disimpan/ digunakan lagi disimpan / digunakan lagi
Bilirubin direk
Empedu
Feses : Sterkobilinogen
Urin : Urobilinogen
C. Informasi III
1. Klasifikasi Anemia
a. Berdasarkan morfologi eritrosit
1) Anemia Hipokromik mikrositer
a) Anemia defisensi besi
Adalah anemia yang timbul akibat berkurangnya penyediaan sel untuk
eritropoiesis, karena cadangan besi kosong ( depleted iron store) yang pada
akhirnya mengakibatkan pembentukan hemoglobin berkurang. Anemia jenis
ini ditandai dengan ciri penurunan kuantitatif sintesis hemoglobin karena
kekurangan Fe2+ pada sintesis heme. Pada pemeriksaan fisik selain keadaan
pucat juga didapati adanya penipisan kuku atau suatu gambaran kuku sendok
(koylonichia) yang khas dan kulit yang atrofis. Pada pemeriksaan laboratorium
didapat adanya eritrosit yang kecil dan pucat (mikrositik, hipokromik).
b) Talasemia
Adalah sekelompok heterogen gangguan genetik pada sintesis Hb yang
ditandai dengan tidak ada atau berkurangnya sintesis rantai globin.
c) Anemia akibat penyakit kronis
Adalah anemia yang mirip dengan anemia defisiensi besi, tetapi
penyebabnya adalah sekuestrasi zat besi di dalam sel sistem retikuloendotel
akibat peradangan.
d) Anemia sideroblastik
Anemia yang disebabkan oleh metabolisme zat besi pada eritrosit yang
abnormal.
2) Anemia normokromik normositer
a) Anemia pasca perdarahan akut
adalah anemia yang disebabkan berkurangnya jumlah darah (SDM) karena
perdarahan yang masiv.
b) Anemia aplastik
adalah anemia yang disebabkan oleh gangguan yang mengancam jiwa
pada sel-sel induk di sum-sum tulang yang sel-sel darahnya diproduksi dalam
jumlah yang tidak mencukupi.
c) Anemia hemolitik
adalah anemia yang disebabkan karena destruksi dini sel darah merah.
d) Anemia mieloplistik
anemia yang disebabkan karena penggantian sumsum tulang dengan
tumor hematologik atau metastasis, granuloma.
e) Anemia pada gagal ginjal kronik
Gagal ginjal kronik merupakan perkembangan gagal ginjal yang progesif
dan lambat, biasanya berlangsung beberapa tahun. Gagal ginjal kronik terjadi
setelah berbagai macam penyakit yang merusak nefron ginjal. Fungsi primer
ginjal adalah mempertahankan volume dan komposisi cairan ekstra sel dalam
batas-batas normal. Komposisi dan volume cairan ekstrasel ni dikontrol oleh
filtrasi glomerulus, reabsorbsi dan sekresi tubulus. Jika ginjal rusak,
mekanisme itu akan terganggu.
f) Anemia pada mielofibrosis
Mielofibrosis merupakan suatu kelainan yang dihubungkan dengan adanya
timbunan substansi kolagen berlebihan dalam sumsum tulang. Kelainan ini
secara definitif merupakan kelainan sel stem hematopoiesis (anemia)
g) Anemia pada sindrom mielodisplastik
anemia akibat adanya sitopenia ditandai dengan sumsum tulang
hiperselular abnormalitas morfologik pada dinding sel darah yang disebabkan
karena gangguan klonal didapat (akuisita) pada sel stem hematopoietik
(seperti: keadaan pra-leukemia).
h) Anemia pada leukimia akut
3) Anemia Makrositer
a) Megaloblastik
(1) Anemia defisiensi folat
adalah anemia yang disebabkan karena kekurangan folat akibat
beberapa kelainan seperti malnutrisi, infestasi parasit. Folat diperlukan
dalam proses pembelahan dan maturasi eritrosit, sehingga penurunan folat
akan menyebabkan sel darah merah terdapat dalam jumlah yang sedikit
tetapi ukurannya lebih besar. Gejalanya berupa pucat, kelemahan,
berkurangnya sekresi asam ambung dan kerusakan saraf. Diagnosa
kekurangan vitamin B12 atau asam folat didasarkan pada ditemukannya
anemia dengan sel darah merah yang berukuran besar dan ditemukannya
kadar yang rendah dalam darah dari salah satu atau kedua vitamin ini.
Pemeriksaan sumsum tulang menunjukkan adanya prekursor sel darah
merah imatur yang berukuran besar, yang akan memperkuat diagnosa.
(2) Anemia defisiensi vit B12
adalah anemia yang disebabkan karena kekurangan vitamin B12
akibat beberapa kelainan seperti malnutrisi, infestasi parasit. Sama seperti
folat Vitamin B12 diperlukan dalam proses pembelahan dan maturasi
eritrosit, sehingga penurunan folat akan menyebabkan eritrosit tidak
matur.
b) Non-megaloblastik
(1) Anemia pada penyakit hati kronik
Suatu bentuk parah yang jarang dari infeksi hati disebut acute
fulminant hepatitis, menyebabkan gagal hati. Gejala-gejala dari gagal hati
termasuk anemia aplastik, suatu keadaan dimana sumsum tulang (bone
marrow) tidak dapat membuat sel-sel darah sehingga dapat menyebabkan
anemia aplastik.
(2) Anemia hipotiroid
(3) Anemia pada sindroma mielodisplastik
Sindroma mielodisplastik adalah suatu kelainan pembentukkan sel
darah yang ditandai berkurangnya kepadatan sel (hiposelularitas) pada
sumsum tulang sehingga dapat pula mengakibatkan terjadinya
penghambatan dalam proses eritropoiesis.
2. Kelainan laboratorium pada kasus anemia defisiensi besi yang dapat dijumpai
adalah :
a. Kadar hemoglobin dan indeks eritrosit : didapatkan anemia hipokrom
mikrositer dengan penurunan kadar hemoglobin mulai dari ringan sampai
berat. MCV, MCHC dan MCH menurun. MCH < 70 fl hanya didapatkan
pada anemia difisiensi besi dan thalassemia mayor.
b. Apus sumsum tulang : Hiperplasia eritropoesis, dengan kelompok-
kelompok normo-blast basofil. Bentuk pronormoblast-normoblast kecil-
kecil, sideroblast.2
c. Kadar besi serum menurun <50 mg/dl, total iron binding capacity (TIBC)
meningkat >350 mg/dl, dan saturasi transferin < 15%.
d. Feritin serum. Pada anemia defisensi besi, kadar feritin serum sangat rendah,
sedangkan feritin serum yang meningkat menunjukkan adanya kelebihan
besi atau pelepasan feritin berlebihan dari jaringan yang rusak atau suatu
respons fase akut, misalnya pada inflamasi. Kadar feritin serum normal atau
meningkat pada anemia penyakit kronik.
e. TIBC (Total Iron Banding Capacity) meningkat.
f. Feses : Telur cacing Ankilostoma duodenale / Necator americanus.
g. Pemeriksaan lain : endoskopi, kolonoskopi, gastroduodenografi, colon in
loop, pemeriksaan ginekologi.—
D. Informasi IV
1. Metabolisme Zat Besi
Sebenarnya tubuh mengelola zat besi dalam badan kita dengan cara yang amat
tepat guna. Dari 3000 s/d 5000 mg besi yang ada dalam tubuh seseorang yang sehat,
yang diekskresi tubuh setiap hari hanya 1 mg. Dan 3000-5000 mg besi tubuh kita
60%, (1800-3000 mg.) berada dalam eritrosit, 30% berada sebagai besi cadangan dan
hanya 20% berada dalam berbagai organ lainnya seperti otot, ensim dan lain-lain.
Seperti terlihat pada tabel 3 jumlah besi elemen yang dapat diserap tubuh
bilamana menu makanan orang itu seperti menu makanan orang di negara Amerika
Serikat hanya 1mg sehari. Ini hanya cukup untuk seorang laki-laki dewasa dan
wanita yang tidak haid lagi. Seorang laki-laki yang masih tumbuh dan wanita yang
masih haid, hamil, menyusui memerlukan besi tambahan dalam makanan tadi.
Sumber besi utama adalah bahan makanan yang relatif mahal harganya. Di samping
itu besi yang ada pada bahan makanan tersebut adalah besi elemen. Terlihat pada
tabel 3 hanya 10% besi yang.ada dalam usus halus dapat diabsorbsi mukosa usus dan
masuk dalam darah. Hanya Fe2+ ( ferro ) yang diabsorbsi oleh usus halus. Untuk
mengatur masuknya besi dalam tubuh maka tubuh memiliki suatu cara yang amat
tepat guna. Besi hanya dapat masuk ke dalam mukosa usus apabila ia dapat
bersenyawa dengan apoferitin. Jumlah apoferitin yang ada dalam mukosa usus
bergantung pada kadar besi tubuh. Bila besi dalam tubuh sudah cukup maka semua
apoferitin yang ada dalam mukosa usus terikat dengan Fe2+ ( ferro ) menjadi feritin.
Dengan demikian tidak ada lagi apoferitin yang bebas sehingga tidak ada besi yang
dapat masuk ke dalam mukosa.
Besi yang ada dalam mukosa usus hanya dapat masuk ke dalam darah bila ia
dapat berikatan dengan G-globulin yang ada dalam plasma. Gabungan Fe3+ (ferri)
dengan B-globulin disebut feritin. Apabila semua G-globulin dalam plasma.sudah
terikat Fe2+ (ferro) menjadi feritin maka Fe3+ yang terdapat dalam mukosa usus
tidak dapat masuk ke dalam 'plasma dan turut lepas ke dalam lumen usus saat sel
mukosa usus lepas dan diganti dengan sel baru. Hanya Fe2+ yang terdapat dalam
transferin dapat digunakan dalam eritropoesis, karena sel eritroblas dalam sumsum
tulang hanya memiliki reseptor untuk feritin. Kelebihan besi yang tidak digunakan
disimpan dalam stroma sumsum tulang sebagai feritin. Besi yang terikat pada
globulin (feritin) selain berasal dari mukosa usus juga berasal dari limpa, tempat
eritrosit yang sudah tua (berumur 120 han) dihancurkan sehinggā besinya masuk ke
dalam jaringan limpa untuk kemudian terikat pada B-globulin (menjadi transferin)
dan kemudian ikut aliran darah ke sumsum tulang untuk digunakan eritroblas
membentuk hemoglobin.
i. Informasi V
1. PENANGGULANGAN ANEMIA DEFISIENSI BESI
a. Terapi Kausal
Dilakukan agar anemia tidak kambuh kembali, tergantung penyebabnya
Contoh : Pengobatan cacing tambang. Jika kondisi penderita stabil, diberikan
obat pirantel pamoat atau mebendazol selama 1-3 hari untuk membunuh
cacing tambang.
b. Terapi preparat : Dapat secara oral maupun perenteral
1) Oral : Dengan memberikan preparat ferrous sulfat, dengan dosis 3 X
200mg, yang dapat mengakibatkan absorbsi besi 50mg per hari dan
meningkatkan eritropoiesis. Diberikan saat lambung kosong. Efek samping
utama yang terjadi adalah gangguan gastrointestinal, mual, muntah,
konstipasi. Pengobatan diberikan 3-6 bulan, setelah kadar hemoglobin
kembali normal untuk mengisi cadangan besi tubuh. Untuk meningkatkan
penyerapan besi dapat diberikan preparat vitamin C (Asam askorbat 100
mg/15 mg besi elemental).
2) Parenteral : Secara intramuscular dan intravena. Cara ini sangat efektif
namun memiliki resiko yang tinggi. Preparat yang tersedia adalah iron
dextran complex (mengandung 50mg/ml). Efek samping yang terjadi
adalah reaksi anafilaksis (0,6%), flebitis, sakit kepala, flushing, mual,
muntah, nyeri perut, dan sinkop.
Indikasi : Intoleransi oral berat, kepatuhan berobat berkurang, colitis
ulserative, perlu peningkatan Hb secara cepat.
Kebutuhan besi (mg) = (HbN – HbS) X BB X 3
c. Terapi lainnya
1. Meningkatkan Konsumsi Makanan Bergizi.
2. Makan makanan yang banyak mengandung zat besi dari bahan makanan
hewani (daging, ikan, ayam, hati, telur) dan bahan makanan nabati (sayuran
berwarna hijau tua, kacang-kacangan, tempe).
3. Makan sayur-sayuran dan buah-buahan yang banyak mengandung vitamin C
(daun katuk, daun singkong, bayam, jambu, tomat, jeruk dan nanas) sangat
bermanfaat untuk meningkatkan penyerapan zat besi dalam usus.
4. Transfusi darah : Diberikan packed red cell untuk mengurangi bahaya
overload.
BAB IV
KESIMPULAN
Dalam menegakkan kasus anemia, maka harus diperhatikan langkah-langkah untuk
menentukan diagnosis anemia yaitu:
1. Langkah yang pertama adalah membuktikan adanya anemia
2. Langkah yang kedua adalah menetapkan jenis anemia yang dijumpai
3. Langkah ketiga adalah setelah mengetahui jenis anemia maka harus ditentukan
penyebab anemia tersebut.
Oleh karena itu dibutuhkan pendekatan-pendekatan tertentu diantaranya:
1. Pendekatan klinik yang bergantung pada anamnesis dan pemeriksaan fisik yang
baik untuk mencari sindroma anemia
2. Pendekatan laboratorik yang terdiri dari pemeriksaan penyaring, pemeriksaan
rutin, dan pemeriksaan khusus.
3. Pendekatan epidemiologi untuk penentuan etiologi.
Hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik ditemukan rambut mudah patah,
konjungtiva anemis, papil atrofi, kuku sendok, hemoglobin di bawah batas normal,
indeks eritrosit menurun, eritrosit menurun, dan differential count yang tidak normal
maka didapatkan diagnosis bahwa pasien menderita anemia defisiensi besi. Kemudian
dengan pemeriksaan feses ditemukan telur ancylostoma maka dapat disimpulkan
penyebab dari anemia defisiensi besi pasien tersebut adalah akibat cacing tambang.
DAFTAR PUSTAKA
Bakta, Made I. 2006. Hematologi Klinik Ringkas. Jakarta: EGC
Hoffbrand, A.V dan J. E. Pettit. 2005. Kapita Selekta Hematologi Edisi 4. Jakarta:
EGC.
Staf pengajar FKUI. 1985. Hematologi, Ilmu kesehatan anak. Jakarta: FKUI.
Sherwood, Lauralee. 2001. Fisiologi Manusia Ed 2. Jakarta: EGC.
Rubenstain, David. 2000. Kedokteran Klinis Ed 6. Erlangga: Jakarta
Anonim. 2007. Blood Test Results-Normal Ranges. Available from:
http://www.bloodbook.com/ranges.html
Sudoyo, Aru W, dkk. 2006. Buku ajar penyakit dalam jilid 2 edisi 4. Jakarta : Pusat
penerbitan departemen ilmu penyakit dalam FKUI
Price, Sylvia A dan Lorraine M. Wilson. 2006. Patofisiologi. Jakarta: EGC.
Guyton, 1990. Fisiologi Manusia dan Mekanisme Penyakit, Jakarta, EGC