Upload
fbindonesia
View
85
Download
0
Embed Size (px)
DESCRIPTION
ikm
Citation preview
Laporan PBL Blok ECCE 1
Hipertensi
Disusun oleh :
Kelompok : 1
Rini Puspitasari K1A006011
Septiana Eka Y K1A006023
Meirina Suryo Saputri K1A006026
Evan Silalahi K1A006050
Sukra Ramadhani K1A006113
Agus Heryana G1A007
Dosen Pembimbing :
Nama : dr.Yudhi Wibowo
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN PURWOKERTO
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN
JURUSAN KEDOKTERAN
2010
BAB I
PENDAHULUAN
PBL merupakan suatu metode pembelajaran diskusi kelompok yang di fasilitasi oleh
seorang tutor yang digunakan dalam blok ECCE 1dengan menggunakan masalah terkait
penyakit ECCE 1 yang secara epidemiologi menjadi maslah utama di Indonesia sebagai pemicu
dasar pembelajaran terintegrasi horizontal maupun vertical.
Kasus pada PBL ini dikemas dalam urutan beberapa potong informasi yang disertai
beberpa pertanyaan terkait kasus dan konsep/materi yang telah disampaikan dalam perkuliahan.
Sedangkan level kompetensi yang digunkan dalam setiap kasus sesuai dengan SKDI level 3 dan
4.
Tujuan dari pelaksanaan PBL adalah agar mahasiswa dapat menguasai terminology,
fakta dan konsep. PBL tidak akan memberikan manfaat jika tidak dapat digunakan untuk
memecahkan masalah. Melalui diskusi kasus, mahasiswa dilatih untuk menggunakan
pemahaman konseptual mereka guna memecahkan masalah.
Berdasarkan segitiga kompetensi Miller, kegiatan susbstitusi perkuliahan ini ditujukan
untuk mencapai tingkat kompetensi: know dan know how. Terdapat 2 kasus PBL pada blok
ECCE 1 ini dengan pelaksanaan PBL memakai cara 7-jump dengan 2 kali tutorial seperti yang
selama ini dilakukan di blok-blok sebelumnya.
Dibawah ini merupakan informasi kasus pada PBL 1 blok ECCE 1:
LAJANG KEGATALAN
Jono, seorang anak laki-laki usia 17 tahun datang ke Family Clinic dengan keluhan gatal
membandel. Dia sudah lama menderita “eczema” sejak masa anak-anak dan gejala terakhir
tampaknya berhubungan dengan meluasnya “eczema” tersebut. Jono menyampaikan bahwa
daerah yang gatal kemerahan, bekas kering di berbagai bagian tubuhnya dan sangat gatal.
Tampak bekas garukan yang begitu berat, karena gatal yang teramat sangat sehingga tidak
dapat menghindar untuk tidak menggaruk. Jono telah berusaha memakai cream hydrocortisone
1% (yang sudah digunakan untuk eczema), dan sensasi gatalnya berkurang minimal. Jono
sangat jengkel dengan penyakit gatalnya yang tdaik kunjung sembuh.
Jono menambahkan bahwa dia juga menderita alergi musiman (bersin-bersin) yang
terkontrol dengan antihistamin. Sementara ibu Jono memiliki riwayat serupa dengan Jono yaitu
alergi musiman dan sejak 3 tahun menderita DM, sedangkan Bapak dan kedua adiknya sehat
atau baik-baik saja.
Jono tinggal bersama kedua orangtuanya dan kedua adiknya. Jono adalah seorang
siswa SLTA dan aktif dalam kegiatan kepencintaalaman di sekolahnya. Rumahnya cukup asri di
daerah kawasan industri. Kedua orangtuanya bekerja sebagai karyawan perusahaan tekstil di
sekitar kawasan industri tersebut.
Pemeriksaan fisik :
Jono seorang laki-laki yang secara aktif menggaruk tangannya namun di lain waktu
tampka distress. Tekanan darahnya 126/68 mmHg, nadi 62x/menit, temperatur 37,1 C, dan RR
16x/menit. Pemeriksaan kulit tampak tebal, merah, kering pada bagian fleksor dari pergelangan
tangan, siku, lutut, dan pergelangan kaki, tanpa pustule dan papul
BAB II
PEMBAHASAN
A. IDENTIFIKASI MASALAH
Identitas Pasien
Nama : Jono
Usia : 17 tahun
Jenis Kelamin : laki-laki
Keluhan Utama
Gatal membandel
Riwayat Penyakit Se karang
Onset : sejak masa anak-anak
Lokasi : di berbagai bagian tubuh (fleksor pergelangan tangan, siku, lutut, pergelangan
kaki)
Kualitas : daerah yang gatal kemerahan dan bekas keringnya sangat gatal
Kuantitas : gatal teramat sangat (sehingga tidakd apat menghindar untuk tidak menggaruk)
Radiasi : meluas
Memperingan : cream pelembab dan cream hydrocortisone 1 %
Memperberat : -
Penyerta : -
Riwayat penyakit Dahulu
Riwayat sakit : gatal-gatal sejak kecil, alergi musiman (bersin-bersin)
Riwayat obat : antihistamin (untuk alergi musimannya), cream hydrocortisone 1% (untuk gatal-
gatalnya)
Operasi : -
Opname : -
Alergi : alergi musiman
Riwayat Penyakit Keluarga
Ibu : alergi musiman, menderita DM sejak 3 tahun
Bapak : -
Adik-adik : -
Riwayat Sosial Ekonomi
Komunitas : tinggal bersama kedua orangtua dan kedua adiknya
Lingkungan : rumah di kawasan industri, dekat pabrik tekstil
Hobi : aktif keghiatan kepencintalaman
Pekerjaan :siswa SLTA, orangtua sebagai karyawan perusahaan tekstil
Kebiasaan : pecinta alam
Makanan : -
Obat : -
Pemeriksaan Fisik
Keadaan Umum : tampak distress, aktif menggaruk tangan
Tekanan darah : 126/68 mmHg
Nadi : 62x/menit
Temperatur : 37,1 C
RR : 16x/menit
Mata : -
Telinga : -
Leher : -
Thorax : -
Abdomen : -
Ekstrimitas : pemeriksaan kulit tebal, merah, kering pada bagian fleksor
pergelangan tangan, siku, lutut, pergelangan kaki. Tanpa pustul dan papul
B. DIAGNOSIS HOLISTIK
1. Aspek Personal
Keluhan utama : gatal membandel pada bagian fleksor pergelangan tangan, siku, lutut,
pergelangan kaki.
Keterangan : daerah yang gatal kemerahan dan bekas keringnya sangat gatal
Kecemasan : sangat merasa gatal sehingga tidak dapat menghidar untuk tidak
menggaruk/ sangat jengkel dengan penyakit gatalnya yang tidak kunjung sembuh
Harapan : berharap penyakit gatalnya kunjung sembuh
2. Aspek Klinis
Tampak dari pemeriksaan kulit tebal, merah, kering. Tanpa papul dan pustul pada bagian
fleksor pergelangan tangan, siku, lutut, pergelangan kaki
Diagnosis kerja : Pruritus et causa Dermatitis atopik dan alergi musiman
Diagnosis banding : Dermatitis kontak alergika
Neurodermatitis
Psoriasis
Rinitis alergika (dari sindrom alergi musiman berupa bersin-bersin)
3. Aspek Faktor Resiko Internal
- usia 17 tahun (imunitas rentan untuk terkena penyakit kulit atau keadaan alergi)
- laki-laki
- perilaku sakit tidak dapat menahan untuk tidak menggaruk (akan semakin
memperberat keluhan dan keadaan kulit yang gatal, misalnya terjadi luka)
- punya alergi musiman (terkait imunitas)
- hobi sebagai pecinta alam kondisi kelembaban berpengaruh terhadap adaptasi
kulit)
- genetika ibu punya alergi musiman dan 3 tahun menderita DM (alergi dapat
menurun karena bersifat atopik. Sedangkan DM resiko mudah gatal pada ekstrimitas
akibat gula darah yang tinggi)
4. Aspek Faktor Resiko Eksternal
- Psikososial : aktif sebagai pecinta alam (kegiatan pecinta alam yang sering
berhubungan dengan alam mudah digigit serangga, paparan udara dingin, keringat)
- Ekonomi : orangtua kerja di pabrik tekstil (sebagai buruh, membiayai 3 orang
anak diperkirakan cukup sulit) kurangnya memperhatikan kesehatan karena terkait
biaya
- Pekerjaan : siswa SLTA (mudah berkeringat karena aktivotas tinggi)
- Lingkungan : tinggal berlima, yaitu : ayah, ibu, pasien, dan dua adik dalam satu
rumah (pengaruh kelembaban, keringat, pemakain benda bersama, sirkulasi udara
terhadap kulit pasien)
- tinggal di kawasan industri (kondisi udara dan air yang kurang higienis)
5. Aspek Skala Fungsi Sosial
Skala fungsional rincian keterangan
Fungsi sosial seseorang Aktivitas menjalankan
fungsi sosial dalam
kehidupan
Kemampuan dalam
menjalani kehidupan untuk
tidak tergantung pada
orang lain
Skala 1 Mampu melakukan pekerjaan
seperti sebelum sakit (tidak
ada kesulitan)
Perawatan diri, bekerja di
dalam dan di luar rumah
(mandiri)
Skala 2 Mampu melakukan pekerjaan
ringan sehari-hari di dalam
Mulai mengurangi aktivitas
kerja (pekerjaan kantor)
dan luar rumah (sedikit
kesulitan)
Skala 3 Mampu melakukan
perawatan diri. Tapi mampu
melakukan pekerjaan ringan
(beberapa kesulitan)
Perawatan diri masih bisa
dilakukan, hanya mampu
melakukan pekerjaan ringan
Skala 4 Dalam keadaan tertentu
masih mampu merawat diri,
namun sebagian besar
pekerjaan hanya duduk dan
berbaring (banyak kesulitan)
Taak melakukan aktivitas
kerja, tergantung pada
keluarga
Skala 5 Perawatan diri dilakukan
orang lain, tak mampu
berbuat apa-apa berbaring
pasif (tidak dapat berbuat
apapun)
Tergantung pada pelaku
rawat
Pasien masih dalam skala 1 karena masih dapat melakukan aktivitas sehari-harinya.
C. PELAYANAN KEDOKTERAN KELUARGA
1. Personal care : individual, menghormati pasien, hubungan & komunikasi
intim, personal & privacy setting, alokasi waktu cukup
2. Primary care : kewenangan di layanan primer, tempat kontak pertama dgn
pasien, peran sebagai gate keeper
3. Comprehensive care : tidak hanya fokus pada disease, sickness & illness,
semua aspek manusia (bio-psiko-sosio-kultural-spiritual)àwhole person,
semua level pencegahan dari konsep Level & Clark, tidak hanya fokus pada
konten tapi konteks.
4. Continuity of care : tidak hanya di ruang periksa, konsultan untuk seluruh
keluarga, fokus pada monitoring risk factors, mencegah keadaan memburuk
Peran masing-masing :
1. Primary care
Kewenangan di layanan primer
Berperan sebagai gate keeper
Tempat kontak pertama dengan pasien
2. Personal care
Menganggap pasien adalah manusia seutuhnya
Diperlukan komunikasi yang intim
Pengaturan pribadi dan personal bisa sebagai teman,
konselor
Alokasi waktunya cukup
Menghormati pasien
3. Comprehensif care
Tidak hanya berfokus pada penyakitnya saja
Meliputi semua aspek: bio psikososial, ekonomi, culture,
spiritual
Meliputi semua level: mulai dari preventif sampai paliatif
Meliputi 5 level pencegahan
4. Continuity care
Tidak hanya diruang periksa
Ada team konsultan
Monitoring faktor rresiko
Mencegah kondisi menjadi lebih berat
Bagaimana mendoronng continuity care:
Hubungan dokter-pasien : menjaga hubungan baik
diantara keduanya, misalnya pada pasien kronik antara
dokter dengan pasien harus ada hubungan yang baik
agar pasien taat dan patuh dalam melakukan
pengobatan
Tugas konsultasi: pemahaman pasien terhadap
penyakitny, sehingga pasien memilih pendapat sendiri
Waktu konsultasi: jika ada pasien yang konsultasi
tentang penyakkitnya ataupun tidak harus tetap
memberikan waktu untuk mereka
Edukasi kesehatan
Cara memfasilitasi continuity care
Rekam medik
Perjanjian dan sistem panggilan
Jam praktetk harus jelas
Orientasi staff
D. DERMATITIS ATOPIK
Dermatitis atopik adalah suatu peradangan menahun ( kronik residif ) pada lapisan atas
kulit (epidermis) yang menyebabkan rasa gatal, seringkali terjadi pada bayi dan anak-
anakdengan riwayat atopik pada individu dan keluarganya (asma, rhinitis alergi, konjungtivitis
alergi, dan DA ). Juga disertai lesi eritem, ekskoriasi dan likenifikasi pada tempat-tempat
predileksi.penderita rinitis alergika atau penderita asma dan pada orang-orang yang anggota
keluarganya ada yang menderita rinitis alergika atau asma. Diperkirakan angka kejadian di
masyarakat adalah sekitar 1-3% dan pada anak < 5 tahun sebesar 3,1% dan prevalensi DA pada
anak meningkat 5-10% pada 20-30 tahun terakhir.
Etiologi
Terdapat beberapa teori yang dapat dikaitkan dengan etiologi DA :
1. Faktor Herediter
Riwayat keluarga ditemukan sekitar 70% pada semua kasus. Pada kondisi atopi kontrol dari
produksi IgE di bawah pengaruh suatu gen dominan pada kromosom 11q13.
2. Imunologik
Adanya peningkatan dari antibodi IgE total dan IgE spesifik di dalam serum terhadap antigen
dari makanan atau inhalasi.
Faktor Pencetus
1. Makanan
Berdasarkan hasil Double Blind Placebo Controlled Food Challenge (DBPCFC), hampir 40%
bayi dan anak dengan DA sedang dan berat mempunyai riwayat alergi terhadap makanan.
Bayi dan anak dengan alergi makanan umumnya disertai uji kulit (skin prick test) dan kadar
IgE spesifik positif terhadap pelbagai macam makanan. Walaupun demikian uji kulit positif
terhadap suatu makanan tertentu, tidak berarti bahwa penderita tersebut alergi terhadap
makanan tersebut, oleh karena itu masih diperlukan suatu uji eliminasi dan provokasi
terhadap makanan tersebut untuk menentukan kepastiannya.
2. Alergen hirup
Alergen hirup sebagai penyebab DA dapat lewat kontak, yang dapat dibuktikan dengan uji
tempel, positif pada 30-50% penderita DA, atau lewat inhalasi. Reaksi positif dapat terlihat
pada alergi tungau debu rumah (TDR), dimana pada pemeriksaan in vitro (RAST), 95%
penderita DA mengandung IgE spesifik positif terhadap TDR dibandingkan hanya 42% pada
penderita asma di Amerika Serikat. Perlu juga diperhatikan bahwa DA juga bisa diakibatkan
oleh alergen hirup lainnya seperti bulu binatang rumah tangga, jamur atau ragweed di
negara-negara dengan 4 musim.
3. Infeksi kulit
Penderita dengan DA mempunyai tendensi untuk disertai infeksi kulit oleh kuman umumnya
Staphylococcus aureus, virus dan jamur. Stafilokokus dapat ditemukan pada 90% lesi
penderita DA dan jumlah koloni bisa mencapai 107 koloni/cm2 pada bagian lesi tersebut.
Akibat infeksi kuman Stafilokokus akan dilepaskan sejumlah toksin yang bekerja sebagai
superantigen, mengaktifkan makrofag dan limfosit T, yang selanjutnya melepaskan histamin.
Oleh karena itu penderita DA dan disertai infeksi harus diberikan kombinasi antibiotika
terhadap kuman stafilokokus dan steroid topikal.
Patogenesis dan Patofisiologis Tanda dan Gejala penyakit
Terdiri dari 3 teori, yaitu :
a. Teori Genetik
Dasar imunopatogenesis penyakit dermatitis atopik diatur oleh gen atau lokus genetik.
Meskipun demikian ada 4 dasar fenomena imunopatogenesis penyakit dermatitis atopik yang
diatur oleh gen atau lokus genetik :
1. Peningkatan IgE spesifik
2. Peningkatan respon IgE total
3. Peningkatan aktifitas sel-sel inflamasi, misalnya sel mast, basofil dan eosinofil, serta sel
helpet 2 (Th2) setelah paparan allergen
4. Hiperaktifitas jaringan
b. Teori Imunologi
Teori imunologik didasarkan pada :
1. Sebagian besar (75%) menderita dermatitis atopik yang mempunyai riwayat atopik pada
diri sendiri atau keluarganya.
2. Penderita Dermatits atopik sering memberikan reaksi positif pada uji klinik yang memakai
antigen makanan dan antigen lingkungan.
3. Kira-kira 80% penderita dermatitis atopik memberikan reaksi positif terhadap lebih dari 1
alergen pada uji kulit tipe cepat.
c. Teori Psikosomatik
Teori psikosomatik menyatakan bahwa dermatitis atopik disebabkan oleh neurosis yang
mengakibatkan respon vegetatif abnormal yang menahun. Neurosis itu dapat disebabkan
oleh kecemasan, perasaan bermusuhan, frustasi, perasaan bersalah dan sebagainya.
Patogenesis dermatitis atopik belum diketahui secara pasti, namun telah disepakati
bahwa penyakit ini berhubungan dengan hipersensitivitas seseorang terhadap alergen
lingkungan, hal ini didasari oleh perubahan keseimbangan aktivitas sel limfosit T helper 1 (Th1)
dan sel limfosit T helper 2 (Th2) yang didominasi oleh peran sel Th2 yang menyebabkan
peningkatan kadar imunoglobulin E (IgE), interleukin-4 (IL-4) dan interleukin-5 (IL-5), ke tiganya
merupakan mediator utama dalam patogenesis dermatitis atopik. Oleh karena itu dermatitis
atopik disebut juga Th2 mediated disease.
Penyebab perubahan keseimbangan Th1-Th2 dan hipersensitivitas terhadap alergen
pada dermatitis atopik belum diketahui dengan pasti namun disepakati merupakan mekanisme
multiorgan, selain mekanisme imunologis, sistem saraf pusat, sistem saraf otonom dan sistem
endokrin juga berperan dalam pengendalian respon imun. Hal ini tampak dengan manifestasi
klinis berupa gangguan sekresi kelenjar keringat dan kepucatan kulit.
Beberapa penelitian terdahulu membuktikan bahwa faktor stresor, baik stresor psikis,
fisik dan biologis berperan dalam kekambuhan dermatitis atopik. Stresor akan diterima oleh saraf
pusat sebagai stress perception, kemudian akan menimbulkan stress responses melalui
beberapa jalur terutama jalur hipothalamus dan sistem saraf simpatetik, hasil akhir dari respon ini
akan menyebabkan meningkatnya sintesis kortisol dan norepinefrin. Ke dua hormon ini sangat
berpengaruh terhadap homeostatis tubuh.
Reaksi imunologis DA
Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis dari Dermatitis Atopik adalah :
adanya perasaan gatal
adanya makula eritematosa, papel, atau papulovesikel,
daerah eksematous yang berkrusta, likenifikasi dan eksoriasi.
Kekeringan dari kulit dan infeksi sekunder.
Berdasarkan gambaran klinis dan umur penderita, Dermatitis Atopik terbagi dalam 3
type, yaitu :
1. Tipe Bayi ( infantil )
Biasanya timbul pada usia 2 bulan - 2 tahun. Umumnya diawali sebagai suatu plak
eritematous yang cukup gatal pada pipi disertai dengan berkembangnya vesikel-vesikel
intraepidermal yang kemudian ruptur dan pecah menghasilkan lesi kulit basah dengan
daerah berkrusta.
Predileksinya biasa terdapat pada wajah, kulit kepala, daerah yang tertutup popok, tangan,
lengan, kaki atau tungkai bayi terbentuk ruam berkeropeng yang berwarna merah dan berair.
2. Tipe Anak-anak ( Childhood )
Biasanya timbul pada usia 4-10 tahun. Pada anak-anak dan dewasa, ruam seringkali muncul
dan kambuh kembali hanya pada 1 atau beberapa daerah, terutama lengan atas, sikut
bagian depan atau di belakang lutut. Lesi biasanya kurang eksudatif atau tidak basah dan
dimulai dengan eritem yang cukup gatal, papel infiltrat dengan sedikit bersisik (skuama).
Bila proses berlangsung kronis sering terlihat adanya likenifikasi awal serta hiperpigmentasi.
3. Tipe Dewasa ( adult )
Merupakan tipe lanjutan infantil, ataupun dapat timbul pertama kali. Bentuk lesi dari tipe ini
selalu kering, diawali dengan lak eritem, vesikel atau papel, bersisik (squama) disertai gatal
hebat dan adanya likenifikasi.
Predileksi kulit secara klasik ditemukan pada daerah fossa cubiti dan poplitea, leher depan
dan belakang, dahi serta daerah sekitar mata.
Berbagai keadaan yang bisa memperburuk dermatitis atopik:
1. Stres emosional
2. Perubahan suhu atau kelembaban udara
3. Infeksi kulit oleh bakteri
4. Kontak dengan bahan pakaian yang bersifat iritan (terutama wol).
5. Pada beberapa anak, alergi makanan bisa memicu terjadinya dermatitis atopik.
Penderita dermatitis atopik biasanya juga memiliki penyakit alergi lainnya. Hubungan
antara dermatitis dan penyakit alergi tersebut tidak jelas; beberapa penderita memiliki
kecenderungan yang sifatnya diturunkan untuk menghasilkan antibodi secara berlebihan
(misalnya immunoglobulin E) sebagai respon terhadap sejumlah rangsangan yang berbeda.
Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan laboratorium yang dapat dilakukan :
IgE serum
IgE serum dapat diperiksa dengan metode ELISA. Ditemukan 80 % pada penderita dermatitis
atopik menunjukkan peningkatan kadar IgE dalam serum terutama bila disertai gejala atopi
( alergi )
Eosinofil
Kadar serum dapat ditemukan dalam serum penderita dermatitis atopik. Berbagai mediatore
berperan sebagai kemoatraktan terhadap eosinofil untuk menuju nke tempat peradangan dan
kemudian mengeluarkan berbagai zat antara lain Major Basic Protein (MBP). Peninggian
kadar eosinofil dalam darah terutama pada MBP.
TNF-a
Konsentrasi plasma TNF-a meningkat pada penderita dermatitis atopik dibandingkan
penderita asma bronkhial.
Sel T
Limfosit T di daerah tepi pada penderita dermatitis atopik mempunyai jumlah absolut yang
normal atau berkurang. Dapat diperiksa dengan pemeriksaan imunofluouresensi terlihat
aktifitas sel T-helper menyebabkan pelepasan sitokin yang berperan pada patogenesis
dermatitis atopik.
Uji tusuk
Pajanan alergen udara (100kali konsentrasi) yang dipergunakan untuk tes intradermal yang
dapat memacu terjadinya hasil positif.
Pemeriksaan biakan dan resistensi kuman
Pemeriksaan dilakukan bila ada infeksi sekunder untuk menentukan jenis mikroorganisme
patogen serta antibiotika yang sesuai. Sampel pemeriksaan diambil dari pus tempat lesi
penderita.
b. Dermatografisme Putih
Penggoresan pada kulit normal akan menimbulkan 3 respon, yakni : akan tampak garis
merah di lokasi penggoresan selama 15 menit, selanjutnya mennyebar ke daerah sekitar,
kemudian timbul edema setelah beberapa menit. Namun, pada penderita atopik bereaksi
lain, garis merah tidak disusul warna kemerahan, tetapi timbul kepucatan dan tidak timbul
edema.
c. Percobaan Asetilkolin
Suntikan secara intrakutan solusio asetilkolin 1/5000 akan menyebabkan hiperemia pada
orang normal. Pada orang DA. akan timbul vasokontriksi, terlihat kepucatan selama 1 jam.
d. Percobaan Histamin
Jika histamin fosfat disuntikkan pada lesi penderita D.A. eritema akan berkurang, jika
disuntikkan parenteral, tampak eritema bertambah pada kulit yang normal.
Diagnosis Kerja Dermatitis Atopik
Kriteria diagnosis dermatitis atopik dari Hanifin dan Lobitz, 1977 :
a. Kriteria mayor ( > 3)
- Pruritus
- Morfologi dan distribusi khas : dewasa (likenifikasi fleksura)
dan bayi dan anak (lokasi kelainan di daerah muka dan
ekstensor)
- Dermatitis bersifat kronik residif
- Riwayat atopi pada penderita atau keluarganya
b. Kriteria minor ( > 3)
- Xerosis
- Iktiosis/pertambahan garis di palmar/keatosis pilaris
- Reaktivasi pada uji kulit tipe cepat
- Peningkatan kadar IgE
- Kecenderungan mendapat infeksi kulit/kelainan imunitas
selular
- Dermatitis pada areola mammae
- Keilitis
- Konjungtivitis berulang
- Lipatan Dennie-Morgan daerah infraorbita
- Keratokonus
- Katarak subskapular anterior
- Hiperpigmentasi daerah orbita
- Kepucatan/eritema daerah muka
- Pitiriasis alba
- Lipatan leher anterior
- Gatal bila berkeringat
- Intoleransi terhadap bahan wol dan lipid solven
- Gambaran perifolikular lebih nyata
- Intoleransi makanan
- Perjalanan penyakit dipengaruhi lingkungan dan emosi
- White dermographism/delayed blanch
Perlakuan khusus diperlukan untuk penderita dermatitis atopik berat. Penentuan gradasi
berat-ringannya DA dapat mempergunakan kriteria Rajka dan Langeland sebagaimana tabel
berikut :
I. Luasnya lesi kulit
fase anak/dewasa
< 9% luas tubuh 1
9-36% luas tubuh 2
> 36 % luas tubuh3
fase infantile
< 18% luas tubuh 1
18-54% luas tubuh 2
> 54% luas tubuh 3
II. Perjalanan penyakit
remisi > 3 bulan/tahun 1
remisi < 3 bulan/tahun 2
Kambuhan3
III. Intensitas penyakit
gatal ringan, gangguan tidur + 1
gatal sedang, gangguan tidur + 2
gatal berat, gangguan tidur + 3
Penilaian skor
3-4 : ringan
5-7 : sedang
8-9 : berat
E. PENATALAKSANAAN KOMPREHENSIF DAN PARIPURNA
a. Patient centered
Penderita DA lebih rentan terhadap iritan dibandingkan orang normal sehingga perlu
diidentifikasi dan sieliminasi faktor yang memperberat dan mencetuskan siklus gatal-garuk,
antara lain :
Gunting kuku untuk mengurangi abrasi pada kulit
Sabun/deterjen:harus bersifat menghilangkan minyak seminimal mungkin, pH netral dan
tidak bersifat iritan.
Bahan kimia: alkohol dan astringen pada produk kosmetik dapat menyebabkan kulit
kering
Pakaian : baju harus dicuci terlebih dahulu untuk mengurangi formaldehid dan bahan
kimia lainnya dan dibilas sebersih mungkin karena deterjen yang tersisa dapat bersifat
iritan, begitu juga pakaian berbulu/kasar dapat menyebabkan iritasi.
Lingkungan : panas, kelembaban dan keringat juga dapat merangsang gatal
Olahraga : keringat dapat merangsang gatal
Sinar matahari : Walaupun sinar matahri dapat bermanfaat pada sebagian penderita DA
sebainya menggunakan tabir surya yang non iritatif.
Mengurangi aktivitasnya sebagai pecinta alam
Alergen Spesifik
Makanan : makanan sering dianggap berperan dalam patogenesis DA terutama pada
bayi dan anak kecil. Makanan yang dicurigai berpotensi sebagai pencetus
diidentifikasi melalui kulit, namun hasilnya seringkali tidak berkorelasi dengn gejala
klinis sehingga dikonfirmasi dengan eliminasi makanan namun hal ini dapat
menimbulkan malnutrisi. Masih diperdebatkan apakah pantang makanan tertentu
pada DA bermanfaat.
Tungau debu rumah : pada penderita DA yang alergi dnegn tungau debu rumah
diupayakan untuk menghilangkannya. Anak yang lebih besar dan orang dewasa
cenderung lebih sensitif terhadap aeroalergen lingkungan dibandingkan dengan bayi
dan anak kecil.
Stress Emosional
Walaupun bukan penyebab tetapi stress emosional dapat menyebabkan
kekambuhan. Stres ini mengakibatkan berbagai variasi perkembangan lingkungan anak
sehingga konflik dengan orang tua di sekolah dan tempat lainnya dapat memicu eksaserbasi
gatal pada penderita, sehingga diperlukan diskusi masalah tersesbut kepad apihak guru dan
orang tua.
Dari penelitian ditemukan bahwa pada kebanyakan anak penderita DA yang tidak
sembuh dihubungkan dengan faktor psikis dan dalam penanganan yang efektif dari keadaan
ini maka faktor psikis harus mendapat perhatian. Pada kondisi dimana penderita sangat
dipengaruhi oleh faktor stres emosional maka perlu dilakukan evaluasi psikolgis ataupun
konseling serta pemberian obat penenang yang mungkin dapat membantu.
Infeksi
Penderita DA rentan terhadap berbagai mikroba dan infeksi ini dapat menjadi
pencetus atau memperberat penyakitnya.
Pengobatan Kausatif
Penanganan Dermatitis Atopik memerlukan pendekatan secara sistematik dan
multidimensi oleh karena faktor penyebab tidak diketahui dengan pasti. Untuk itu diperlukan
tindakan untuk mengatasi kekeringan kulit yang timbul, menghilangkan inflamasi,
mengurangi gatal, mengidentifikasi dan menghilangkan faktor pencetus berbagai pengobatan
yang baru.
1. Hidrasi Kulit
Untuk mengatasinya dapat dilakukan:
- Hidrasi kulit berupa mandi atau berendam 2-3 kali sehari dengan air hangat yang
dicampur dengan minyak selama paling sedikit 20 menit. Hidrasi dengan mandi air hangat
atau balut basah dimaksudkan untuk dapat meningkatkan penetrasi kortikosteroid topikal di
daerah transepidermal. Cara balut basah ini dianjurkan untuk DA yang berat atau kronik
sebagai perawatan kulit kemudian diikuti dengan penggunaan emolient/minyak secara oklusif,
ini efektif dalam membantu mempersiapkan perbaikan kembali barier dari stratum korneum
dan mengurangi keperluan steroid topikal. Akan tetapi kadang-kadang pula emolient oklusif
ini tidak disukai karena mempengaruhi fungsi kelenjar keringat dan dapat menyebabkan
berkembangnya folikulitis.
2. Kortikosteroid Topikal
Kortikosteroid topikal merupakan pilihan yang utama untuk mengurangi inflamasi pada
penderita DA. Penggunaan steroid topikal, yaitu suatu bahan yang bekerja dan bersifat
inflamasi merupakan dasar terapi untuk pengobatan lesi-lesi eksematosa. Akan tetapi dalam
penggunaannya akan tergantung pada lokasi dan keadaan lesi kulit serta aman untuk
digunakan sehingga penderita harus diintruksi secara hati – hati untuk menghindari potensi
efek samping, terutama potensi kuat harus dihindarkan dari wajah, genitalia dan daerah
intertrigo dan secara umum preparat potensi ringan direkomendasikan pada daerah ini. Oleh
karena itu penggunaan steroid topikal ini ditekankan hanya pada lesi DA saja sedangkan
pada kulit yang tidak terlibat cukup dengan emolient untuk menghindari kulit kering dan
proses inflamasi. Kegagalan kadang – kadang terjadi oleh karena tidak adekuatnya
pemberian glukortikoid ini.
Beberapa kortikosteroid topikal yang terbaru dianggap mampu untuk menghambat
migrasi eosinofil ke jaringan inflamsi dan menghambat fungsi sel T dalam mengatur sitokin
yang mempengaruhi eosinofil sehingga akan memblok reaksi hipersensitivitas yang ada pada
DA. Karena pengobatan pada DA ini dapat berlangsung bertahun-tahun. Sebaiknya hindari
penggunaan kortikosteroid topikal berlama-lama,karena dapat terjadi superinfeksi bakteri dan
virus pada lesi eksemanya. Pemakaian kortikosteroid bergantian dengan atau tanpa steroid
di pagi hari dan malam hari atau selang satu hari atau dua hari. Pada anak dan dewasa
dipakai steroid berpotensi menengah, misalnya triamnisolon.
3. Anti Pruritus
Antihistamin sistemik secara primer bekerja dengan membloking H1 di dermis dan
menempati reseptor itu secara kompetitif sehingga mengurangi rasa gatal yang timbul oleh
pelepasan histamin . Antihistamin yang sering digunakan adalah antihistamin klasik dengan
efek sedatif dan antihistamin non sedatif.
Pruritus biasanya lebih berat di malam hari, sehingga antihistamin dengan efek sedatif
akan sangat membantu bila digunakan pada saat tidur. Efek pemblokiran oleh antihistamin
pada resptoir histamin H1 dan H2 dapat diperoleh dengan menggunakan dosis oral 10-75 mg
pada malam hari atau lebih 75 mg 2 kali sehari pada penderita dewasa. Pada anak jangan
diberikan antihistamin yang non sedatif seperti cefrerizine, loratadin, astemizol, terfenadin
(bersama dengan eritromisin karena bisa menimbulkan anemia)
4. Pengobatan nonsteroid
Pengobatan ini dapat berupa antifagositik antimikrobial
- Preparat Tar:
Pix lithantracis (5-10%)
Liquor carbones dtergens (2-20%)
Ichthamol 2-10%
- Antiseptik
- Antibiotik
- Aminoglikosid : gentamisin, basitrasin
- Makrolid : eritromsin, klindamisin
- Klortetrasiklin 2-5%
- Asam fusidat
5. Pengobatan lain
Beberapa imunodilator diduga dapat berguna pada pengobatan DA seperti :
- Interferon-gamma
IFN-gamma menekan respon IgE dan menurunkan funsi dan proliferasi sel Th2
- Imunosupression
Kalsineurin topikal inhibitor
a. Tacrolimus
Menghambat aktivasi sel yang terlibat dalam DA, yaitu: sel langerhans, sel T, sel
mast dan keratinosit.
b. Pimakrolimus
Bekerja sebagai pro-drug, yang baru menjadi aktif bila terikat pada reseptor
sitosolik imunofilin.
b. Family focused
1. Memberikan dukungan dan selalu memberikan suport kepada pasien
2. Memberikan penjelasan bahwa anaknya mempunyai resiko DM
3. Memberikan saran kepada orang tuanya bahwa seharusnya kalau ganti baju di
tempat kerja agar molekul atau zat yang dapat menimbulkan alergen tidak di
bawa di rumah
c. Community oriented
1. Di sarankan agar pindah rumah
2. Menjaga kebersihan rumah
3. Ventilasi rumah harus baik
F. EDUKASI
Hindari semua faktor luar yang menimbulkan manifestasi klinis :
Bila memakai sabun hendaknya yang berdaya larut minimal terhadap lemak dan
mempunyai pH netral.
Pakaian baru sebaiknya dicuci terlebih dahulu sebelum dipakai untuk membersihkan
formaldehid atau bahan kimia tambahan. Mencuci pakaian dengan deterjen harus dibilas
dengan baik, sebab sisa deterjen dapat bersifat iritan.
Kalau selesai berenang harus segera mandi untuk membilas klorin yang biasanya
digunakan pada kolam renang.
Stress psikis juga dapat menyebabkan eksaserbasi DA
Usahakan tidak memakai pakaian yang bersifat iritan (misalnya wol, atau sintetik), bahan
katun lebih baik.
Mandi dengan pembersih yang mengandung pelembabb; hindari pembersih antibakterial
karena beresiko menginduksi resistensi.
G. PENCEGAHAN
Tujuan utama adalah menghindarkan faktor-faktor alergenik dan psikogenik, yang
membuat penderita menggaruk. Exposure terhadap semua stimulus pruritik dan atopen harus
dihindarkan: hawa udara panas, pakainan tebal dari wol/flanel, sabun yang mengandung
detergens, air kolam renang, air hujan, bahan – bahan kimia ( penting bila seorang atopiker
mencari pekerjaan, misalnya sebuah pabrik )
Dokter harus sangat berhati-hati dalam memberi obat-obat yang effending, misalnya
penicilin atau anti-tetanus serum. Penderita atopik lebih banyak kemungkinan mendapat reaksi
anafilatik, seperti shock. Inokulasi sesuatu vaksin yang mengandung telur dapat
membahayakan, bila anak atofik sensitif terhadap telur. Infeksi lokal harus dicari dan diobati,
misalnya caries dentis, tonsilitis chronika dan sinusitis para-nasalis. Psikoterapi sederhana
dapat diberikan oleh setiap dokter umum.
BAB III
KESIMPULAN
Kesimpulan pada PBL 1 blok ECCE 1 adalah :
1. Terdapat 5 aspek yang digunakan dalam diagnostik holistik suatu kasus pada
seorang pasien.
2. Diagnosis klinis dari pasien ini adalah pruritus et causa dermatitis atopik dan
alergi musiman.
3. Differential diagnosis dari pasien ini antara lain dermatitis kontak alergi,
psoriasis, dan rinitis alergika.
4. Penatalaksanaan seorang pasien harus secara komprehensif dan paripurna
berikut dengan cara pencegahannya.
Daftar Pustaka
Anonymus. Dermatitis Atopik. Available at
http://medicastore.com/penyakit/76/Dermatitis_Atopik.html
Anonymus. Dermatitis Atopik. Available at
http://childrenallergyclinic.wordpress.com/2009/05/17/dermatitis-atopik/
Aswar, Azrul.1996. Pengantar Administrasi Kesehatan. Jakarta : Binarupa Aksara.
Kasper DL, Fauci AS, Braunwald E, Longo DL, Hauser SL, Jameson JL, et al.
Editors. 2007. Harrison’s principles of internal medicine, 17th edition. New
York : McGraw Hill
Muninjaya G. 1999. Manajemen Kesehatan. Cetakan I. Jakarta : Penerbit Buku
Kedokteran EGC.
Nitra, Nirwani . 2008. Diagnosis Holistik pada Pelayanan Kesehatan Primer. Jakarta :
IKK FKUI
Neal, Micheal J. 200.6 Farmakologi Medis At a Glance, Edisi Kelima. Jakarta : EMS.
Siregar, R. 2005. Saripati Penyakit Kulit, edisi 2. Jakarta : EGC
Sulistia G. Ganiswara. 2007. Farmakologi dan Terapi. Edisi 5. Jakarta : Bagian
Farmakologi FKUI.