50
STATUS KEPANITERAAN KLINIK SMF ILMU PENYAKIT DALAM RUMAH SAKIT UMUM DAERAH BUDHI ASIH Nama mahasiswa : Puteri Rahmia Tanda tangan: NIM : 030.09.187 Dokter pembimbing : dr. Sukaenah S, Sp.P IDENTITAS PASIEN Nama : Tn. P No. RM : 912105 Umur : 58 tahun Jenis kelamin : Laki-laki Status pernikahan : Menikah Pekerjaan : Tukang Las Alamat : Jl. Gotong Royong, Dukuh Kramat Jati Rt13/04 Jakarta Timur Bangsa : WNI Agama : Islam Pendidikan : SD Tanggal masuk RS : 8 Januari 2014 pukul 13.10 1

LAPORAN KASUS EFUSI PLEURA

Embed Size (px)

DESCRIPTION

INTERNA

Citation preview

Page 1: LAPORAN KASUS EFUSI PLEURA

STATUS KEPANITERAAN KLINIK

SMF ILMU PENYAKIT DALAM

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH BUDHI ASIH

Nama mahasiswa : Puteri Rahmia Tanda tangan:

NIM : 030.09.187

Dokter pembimbing : dr. Sukaenah S, Sp.P

IDENTITAS PASIEN

Nama : Tn. P

No. RM : 912105

Umur : 58 tahun

Jenis kelamin : Laki-laki

Status pernikahan : Menikah

Pekerjaan : Tukang Las

Alamat : Jl. Gotong Royong, Dukuh Kramat Jati Rt13/04 Jakarta Timur

Bangsa : WNI

Agama : Islam

Pendidikan : SD

Tanggal masuk RS : 8 Januari 2014 pukul 13.10

1

Page 2: LAPORAN KASUS EFUSI PLEURA

I. ANAMNESIS

Dilakukan secara autoanamnesis dan alloanamnesis (istri pasien) pada tanggal

17 Januari 2014 jam 13.00

Keluhan Utama

Pasien datang ke UGD RSUD Budhi Asih dengan keluhan utama demam

sejak 4 hari sebelum masuk rumah sakit.

Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien datang ke UGD RSUD Budhi Asih dengan keluhan utama demam sejak

4 hari sebelum masuk rumah sakit. Demam dirasakan suhu nya naik turun dan

munculnya tidak menentu. Ketika demam sering disertai menggigil. Pasien

mengaku tidak mengukur suhu dengan thermometer, hanya diraba tangan saja.

Pasien hanya mengobati demam nya dengan obat warung.

Pasien juga mengeluhkan adanya batuk sejak sebulan yang lalu. Sifat batuk

berdahak berwarna putih. Bila batuk terus-menerus dadanya sesak dan perutnya

sampai sakit. Pasien juga lemas dan kurang nafsu makan sehingga merasa

badannya lebih kurus. Mual dan muntah disangkal pasien. Bak dan Bab dalam

batas normal.

Riwayat Penyakit Dahulu

Pasien tidak mempunyai riwayat flek paru dan berobat selama 6 bulan

menggunakan obat berwarna merah. Pasien belum pernah dirawat di rumah sakit

sebelumnya. Pasien tidak mempunyai riwayat kencing manis dan hipertensi.

Riwayat alergi terhadap makanan dan obat-obatan disangkal.

Riwayat Penyakit Keluarga

Tidak ada riwayat kencing manis, asthma, dan keganasan pada keluarga

pasien. Keluarga pasien tidak ada yang mempunyai keluhan yang sama dengan

pasien, namun ada teman di tempat kerja yang menderita batuk-batuk lama dan

keluhan batuk pada pasien timbul setelah menjenguk teman kerjanya itu.

2

Page 3: LAPORAN KASUS EFUSI PLEURA

Riwayat Kebiasaan

Pasien bekerja sebagai tukang las, dan sering terkena debu las. Jika sedang

bekerja pasien tidak memakai masker. Merokok disangkal pasien, namun di

sekitar lingkungan kerja pasien rata-rata adalah perokok. Konsumsi alkohol dan

obat-obatan terlarang disangkal oleh pasien. Pasien memiliki kebiasaan suka tidur

di lantai dan tidak memakai baju. Pasien juga suka makan-makanan sembarangan

di sekitar tempat kerjanya.

Riwayat Sosial Ekonomi

Pasien bekerja sebagai tukang las. Pasien tinggal di lingkungan padat

penduduk, namun ventilasi dan penerangan di rumah pasien baik.

Riwayat Pengobatan

Pasien biasa megkonsumsi obat-obatan warung saat ada keluhan seperti

demam dan sakit kepala.

II. PEMERIKSAAN FISIK

Pemeriksaan Umum

Keadaan umum : tampak sakit sedang

Kesadaran : compos mentis

Tekanan darah : 110/70 mmHg

Nadi : 100 x/menit

Suhu : 38º C

Pernapasan : 26x/menit

Tinggi badan : 170 cm

Berat badan : 55 kg

Kesan Gizi : normal (BMI = 19)

Sianosis : (-)

Ikterik : (-)

Oedema anasarka : (-)

Habitus : astenikus

Mobilitas (aktif/pasif) : aktif

Umur menurut taksiran : sesuai dengan usia sebenarnya

3

Page 4: LAPORAN KASUS EFUSI PLEURA

Kulit

Warna : Sawo

matang

Ptechiae : (-)

Pigmentasi : (-)

Lembab/kering : Kering

Keringat : Umum

Lapisan lemak : Merata

Oedem : (-)

Efloresensi : (-)

Jaringan parut : (-)

Pertumbuhan rambut: Merata

Suhu raba : Hangat

Turgor : Baik

Ikterus : (-)

Kelenjar Getah Bening

Preaurikuler : tidak teraba membesar

Submandibula : tidak teraba membesar

Submental : tidak teraba membesar

Retroaurikuler : tidak teraba membesar

Sepanjang M. Sternokleidomastoideus : tidak teraba membesar

Supraklavikula : tidak teraba membesar

Infraklavikula : tidak teraba membesar

Axilla : tidak teraba membesar

Inguinal : tidak dilakukan pemeriksaan

Kepala

Ekspresi wajah : tampak sakit sedang

Simetri muka : simetris

Rambut : distribusi merata, warna hitam

Mata

Exophthalmus : (-)

Endophthalmus : (-)

Kelopak : oedem (-)

Konjungtiva : anemis (+)

Sklera : ikterik (-)

Lapangan penglihatan : baik

Nistagmus : (-)

Lensa : jernih

Visus : normal

Gerak bola mata : aktif ke

segala arah

Tekanan bola mata: normal

4

Page 5: LAPORAN KASUS EFUSI PLEURA

Telinga

Daun telinga : normotia/normotia

Liang telinga : lapang/lapang

Serumen : +/+

Sekret : -/-

Membran timpani : intak/intak (inspeksi)

Hidung

Deformitas : tidak ada

Cavum nasi : lapang/lapang

Concha : eutrofi/eutrofi

Septum deviasi : -/-

Sekret : -/-

Mulut

Bibir : kering

Lidah : normoglossia, tidak terdapat kelainan

Mukosa : tidak hiperemis, tidak terdapat kelainan

Gigi geligi : caries (+), oral hygiene cukup baik

Tonsil : T2-T2, tidak hiperemis, detritus -/-, kripta melebar -/-

Dinding faring posterior : tidak hiperemis, tidak terdapat massa

Bau pernapasan : halitosis (-)

Trismus : (-)

Leher

Tekanan Vena Jugularis (JVP) : 5+2 cmHg

Kelenjar Tiroid : tidak teraba membesar

Kelenjar Limfe : tidak teraba membesar

5

Page 6: LAPORAN KASUS EFUSI PLEURA

Paru-Paru

Inspeksi

Simetris lapang paru kanan dan kiri pada keadaan statis maupun dinamis, efloresensi

bermakna (-), jejas (-), retraksi sela iga (-), gerak nafas tidak ada yang tertinggal, sela

iga tidak melebar. Tulang iga dan sternum tidak terlalu cekung atau cembung.

Palpasi

Simetris lapang paru kanan dan kiri pada saat keadaan statis maupun dinamis, nyeri

tekan (-), vocal fremitus melemah pada basal kanan.

Perkusi

Sonor pada hemithoraks paru kiri. Redup pada basal paru hemithoraks kanan. Batas

paru dan hepar setinggi ICS 5 garis midklavikularis kanan dengan suara pekak.

Peranjakan hepar teraba 2 jari pemeriksa. Batas paru dan jantung kanan setinggi ICS

3 – ICS 5 garis sternalis kanan dengan suara redup. Batas bawah paru dan lambung

setinggi ICS 6 garis axillaris anterior kiri dengan suara timpani. Batas paru dan

jantung kiri setinggi ICS 5 1 cm medial garis midklavikularis kiri dengan suara redup.

Batas atas jantung setinggi ICS 3 garis parasternal kiri dengan suara redup.

Auskultasi

Suara nafas vesikuler di kedua lapang paru, wheezing -/-, ronkhi -/-

Jantung

Inspeksi

Ictus cordis terlihat di ICS V 1 cm dari garis midklavikularis kiri

Palpasi

Ictus cordis teraba pada ICS 5 + 1 cm medial garis midklavikularis kiri. Tidak teraba

thrill pada keempat area katup jantung. Besar sudut angulus subcostae > 90°

Perkusi

Batas kanan jantung setinggi ICS 3 – ICS 5 garis sternalis kanan dengan suara redup.

Batas kiri jantung setinggi ICS 5, 1 cm medial garis midklavikularis kiri dengan suara

redup. Batas atas jantung setinggi ICS 3 garis parasternal kiri dengan suara redup.

Auskultasi

BJ I dan BJ II regular, murmur (-), gallop (-)

6

Page 7: LAPORAN KASUS EFUSI PLEURA

Abdomen

Inspeksi

Abdomen rata, sagging of the flank (-), smiling umbilicus (-), caput medusae (-),

spider navy (-), hernia umbilikalis (-).

Auskultasi

BU (+) 3 x/menit

Palpasi

Supel, nyeri tekan (-), defans muscular (-), organomegali (-), ascites (-).

Perkusi

Timpani di seluruh lapang abdomen.

Anggota gerak

Lengan Kanan Kiri

Otot

Tonus : normal normal

Massa : normal normal

Sendi : ke segala arah ke segala arah

Gerakan : ke segala arah ke segala arah

Kekuatan : 5 5

Oedem : (-) (-)

Lain-lain

Ptechiae : (-) (-)

Palmar eritema : (-) (-)

Tungkai dan Kaki Kanan Kiri

Luka : (-) (-)

Varises : (-) (-)

Otot

Tonus : normal normal

Massa : normal normal

Sendi : ke segala arah ke segala arah

7

Page 8: LAPORAN KASUS EFUSI PLEURA

Gerakan : ke segala arah ke segala arah

Kekuatan : 5 5

Oedem : (-) (-)

Lain-lain

Ptechiae : (-) (-)

Hematoma : (-) (-)

Refleks

Pemeriksaan Kanan Kiri

Refleks tendon + +

Refleks Bisep + +

Refleks Trisep + +

Refleks Patella + +

Refleks Achilles + +

Refleks patologis - -

III. PEMERIKSAAN PENUNJANG

I. Pemeriksaan Laboratorium

Hematologi

Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Normal

Leukosit 12.000 3.8-10.6 ribu/uL

Eritrosit 5.4 4.4 – 5.9 juta/uL

Hb 10 13,2-17.3 g/dL

Ht 36 40-52%

Trombosit 426.000 150-440 ribu/uL

MCV 67 80-100 µ

8

Page 9: LAPORAN KASUS EFUSI PLEURA

MCH 18.7 26-34 pg

Imunoserologi

Imunoserologi Typhoid Fever

Widal Salmonella Titter

Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Normal

S Typhi O Negatif Negatif

S Typhi AO Negatif Negatif

S Typhi BO Negatif Negatif

S Typhi CO Negatif Negatif

S Typhi H 1/160 Negatif

S Typhi AH Negatif Negatif

S Typhi BH Negatif Negatif

S Typhi CH Negatif Negatif

II. EKG

9

Page 10: LAPORAN KASUS EFUSI PLEURA

Kesan : Suspek hipertrofi ventrikel kanan, sinus takikardi, deviasi axis ke kanan, ST

segmen depresi ( anterior ) dan ST segmen elevasi (anterior).

Rontagen

Jenis : Foto Thoraks PA

Deskripsi : CTR sulit dinilai.

Tampak perselubungan yang mengawan di daerah basal paru kanan.

10

Page 11: LAPORAN KASUS EFUSI PLEURA

Tampak Infiltrat di apex pulmo. Corakan Bronkovaskular meningkat

Kesan : Koch Pulmonale, Efusi Pleura Dextra

Jenis : Foto Thoraks Lateral

Deskripsi : Tampak penebalan pleura yang berbatas tegas di anterior dextra di ½

basal hemithoraks. Tampak Infiltrat di apex pulmo

Kesan : Efusi Pleura Incapsulated

III. DIAGNOSIS KERJA

Dari hasil anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang selama

dirawat, diagnosis kerja pada pasien ini adalah Efusi Pleura hemithoraks dextra ec Tb

Paru dan anemia.

Efusi Pleura Hemithoraks dextra ec Tb Paru

Anamnesis

Dari hasil anamnesis didapatkan keluhan tambahan pasien adalah batuk sejak

sehari yang lalu. Sifat batuk berdahak berwarna putih. Bila batuk terus-menerus

dadanya sesak dan perutnya sampai sakit. Pasien juga lemas dan kurang nafsu makan

sehingga merasa badannya lebih kurus. Ada teman di tempat kerja pasien yang

menderita batuk-batuk lama dan keluhan batuk pada pasien timbul setelah menjenguk

11

Page 12: LAPORAN KASUS EFUSI PLEURA

teman kerjanya itu. Pasien juga memiliki kebiasaan suka tidur di lantai dan tidak

memakai baju. Lingkungan rumah pasien berada di lingkungan padat penduduk.

Pemeriksaan Fisik

Dari hasil pemeriksaan fisik didapatkan pada perkusi paru ditemukan suara redup

pada basal hemithoraks dextra. Vocal fremitus melemah pada basal hemithoraks

dextra.

Pemeriksaan Penunjang

Dari hasil pemeriksaan penunjang yaitu dari pemeriksaan darah lengkap adalah

leukositosis yang mengindikasikan adanya infeksi bakteri. Pada foto rontagen PA dan

Lateral adalah terdapat efusi pleura di daerah basal paru kanan dan terdapat infiltrate

di apex pulmo yang mengindikasikan adanya Koch pulmonale.

Anemia

Anamnesis

Dari hasil anamnesis didapatkan pasien merasa lemas. Pasien juga mengaku kurang

nafsu makan.

Pemeriksaan Fisik

Dari hasil pemeriksaan fisik didapatkan konjungtiva pasien anemis.

Pemeriksaan Penunjang

Dari hasil pemeriksaan penunjang didapatkan pada hasil pemeriksaan darah lengkap,

kadar Hb pasien adalah 10.

IV. RESUME

Seorang laki-laki berinisial Tn. P usia 58 tahun datang ke UGD RSUD Budhi

Asih dengan keluhan utama demam sejak 4 hari sebelum masuk rumah sakit. Demam

dirasakan suhu nya naik turun dan munculnya tidak menentu. Ketika demam sering

disertai menggigil. Pasien mengaku tidak mengukur suhu dengan thermometer, hanya

diraba tangan saja. Pasien hanya mengobati demam nya dengan obat warung.

Pasien juga mengeluhkan adanya batuk sejak sehari yang lalu. Sifat batuk

berdahak berwarna putih. Bila batuk terus-menerus dadanya sesak dan perutnya

12

Page 13: LAPORAN KASUS EFUSI PLEURA

sampai sakit. Pasien juga lemas dan kurang nafsu makan sehingga merasa badannya

lebih kurus. Di tempat kerja pasien ada teman yang menderita batuk-batuk lama dan

keluhan batuk pada pasien timbul setelah menjenguk teman kerjanya itu. Pasien

bekerja sebagai tukang las, dan sering terkena debu las. Jika sedang bekerja pasien

tidak memakai masker. Di sekitar lingkungan kerja pasien rata-rata adalah perokok.

Pasien memiliki kebiasaan suka tidur di lantai dan tidak memakai baju. Pasien juga

suka makan-makanan sembarangan di sekitar tempat kerjanya. Pasien tinggal di

lingkungan padat penduduk.

Dari hasil pemeriksaan fisik, pasien tampak sakit sedang. Pasien subfebris dengan

suhu 38 º C . Pasien tampak agak sesak dengan RR 26x/menit. Konjungtiva pasien

anemis. Pada perkusi paru ditemukan suara redup pada basal hemithoraks dextra.

Pada hasil pemeriksaan darah lengkap, kadar Hb pasien adalah 10 yang

mengindikasikan adanya anemia dan terdapat juga leukositosis. Pada pemeriksaan

imonuserologi (tes widal) didapatkan positif 1/160 untuk Salmonella Thypi H . Pada

pemeriksaan EKG didapatkan Suspek hipertrofi ventrikel kanan, sinus takikardi,

deviasi axis ke kanan, ST segmen depresi ( anterior ) dan ST segmen elevasi

(anterior). Pada pemeriksaan Rontagen tampak penebalan pleura yang berbatas tegas

di anterior dextra di ½ basal hemithoraks dan tampak Infiltrat di apex pulmo.

Jadi, diagnosa kerja pada Tn.P adalah Efusi Pleura ec suspek Tb Paru dan anemia.

V. FOLLOW UP

Tanggal S O A P

9/01/2014 Batuk kering TD : 110/70

N : 85x/min

S : 37 °C

RR : 20x/min

Lab 8/01/2014

Demam Tifoid

Anemia

Asering/ 8jam

DMP 3x2

PCT 3x1

Imboost F 2x1

Ceftriaxon 1x2

Pumpisel 1x1

13

Page 14: LAPORAN KASUS EFUSI PLEURA

L : 12ribu/uL

Hb : 10 g/dl

Ht : 36 %

Tes Widal

S Thyphi H 1/160

10/01/2014 Batuk kering

Sesak nafas

Nyeri perut kanan

atas

TD : 120/80

N : 80x/min

S : 35,4 °C

RR : 20x/min

Lab 09/01/2014

Kimia Klinik Hati

SGPT : 57

Demam Tifoid

ISPA

Asering/ 8 jam

Levopron Syr

3x1C

DMP 3x2

Imboost F 2x1

Ceftriaxon 1x2

Pumpisel 1x1

11/01/2014 Batuk kering

Sesak bertambah,

Nyeri perut kanan

atas berkurang

TD : 120/80

N : 96x/min

S : 37 °C

RR : 20x/min

Foto Thorax 09/01/2014

- KP

- Pleuropnemonia

dextra

Demam Tifoid

Suspek TBC

Asering/8jam

Levopron Syr

3x1C

DMP 3x2

Imboost F 2x1

Ceftriaxon 1x2

Pumpisel 1x1

12/01/2014 Batuk dan sesak TD : 140/90

N : 84x/min

S : 36,3 °C

RR : 24x/min

Lab 11/01/2014

Demam Tifoid

Anemia

Suspek TBC

Asering/ 8 jam

Levopron Syr

3x1C

DMP 3x2

Imboost F 2x1

Ceftriaxon 1x2

14

Page 15: LAPORAN KASUS EFUSI PLEURA

L : 10.8 ribu/uL

Hb : 8,9 g/dL

Ht : 29 %

Trombosit : 521 ribu/uL

Pumpisel 1x1

13/01/2014 Batuk dan sesak

bila berbicara

terlalu banyak

TD : 120/90

N : 78x/min

S : 36,5 °C

RR : 20x/min

Demam Tifoid

Anemia

Suspek TBC

Transfusi PRC

500 cc

BK III 3x1

Ambroxol Syr

3x1

Cefixin 2x500

Lasal 3x1/2C

RMD:Aminoflui

d + Lasal

2cc/8jam

14/01/2014 Batuk dan sesak

bertambah

TD : 130/80

N : 78x/min

S : 36 °C

RR : 20x/min

Lab 13/01/2014

Hb : 8.9 g/dL

Ht : 28 %

Trombosit : 524ribu/uL

Foto Thorax 13/01/2014

Kesan : penebalan

pleura di anterior kanan

½ basal hemithorax

Infiltrat di apex Pulmo

Demam Tifoid

Anemia

Efusi Pleura

incapsulated ec

Suspek TBC

Aminofluid : RD

+ Lasal 2cc/8jam

15

Page 16: LAPORAN KASUS EFUSI PLEURA

15/01/2014 Batuk kering dan

sesak nafas

TD : 120/70

N : 84x/min

S : 36 °C

RR : 20x/min

Lab 14/01/2014

L : 11.3 ribu/uL

Hb : 10,6 g/uL

Ht : 34 %

T : 525 ribu/uL

SADT 14/01/2014

Anemia mikrositik

hipokrom

defisiensi FE atau

hemoglobinopathi

Demam Tifoid

Anemia def Fe

Efusi Pleura

incapsulated ec

Suspek TBC

Maltofes 1x1

Hepa Q 2x1

Aminofluid : RD

+ Lasal 2cc/8jam

16/01/2104 Batuk, sesak

nafas belum ada

perbaikan

TD : 130/80

N : 96x/min

S : 35 °C

RR : 24x/min

Lab 15/01/2014

Kimia klinik hati

SGOT : 28

SGPT : 41

Demam Tifoid

Anemia def Fe

Efusi Pleura

incapsulated ec

Suspek TBC

Aminofluid : RD

+ Lasal 2cc/8jam

17/01/2014 Batuk mengalami

perbaikan, Sesak

nafas berkurang

TD : 130/90

N : 96x/min

S : 36 °C

Demam Tifoid

Anemia def Fe

Efusi Pleura

Pungsi Pleura

Rif 1x450

INH 1x 300

16

Page 17: LAPORAN KASUS EFUSI PLEURA

RR : 18x/min incapsulated ec

Suspek TBC

ETB 2x500

Pirazinamid

2x500

Bloc 2x1

18/01/2014 Batuk berkurang

dan sesak nafas

mengalami

perbaikan

TD : 120/80

N : 84x/min

S : 36,2 °C

RR : 18x/min

Analisis cairan pleura

Kejernihan : Keruh

Demam Tifoid

Anemia def Fe

Efusi Pleura

incapsulated ec

Suspek TBC

Rif 1x450

INH 1x 300

ETB 2x500

Pirazinamid

2x500

Bloc 2x1

VI. PENATALAKSANAAN

Pada dasarnya pengobatan efusi pleura tuberkulosis sama dengan efusi pleura pada

umumnya, yaitu dengan melakukan torakosentesis (mengeluarkan cairan pleura) agar keluhan

sesak penderita menjadi berkurang, terutama untuk efusi pleura yang berisi penuh. Beberapa

peneliti tidak melakukan torakosentesis bila jumlah efusi sedikit, asalkan terapi obat anti

tuberkulosis diberikan secara adekuat.

Torakosentesis biasanya dilakukan untuk menegakkan diagnosis, tetapi pada prosedur

juga bisa dikeluarkan cairan sebanyak 1,5 liter. Jika jumlah cairan yang harus dikeluarkan lebih

banyak, maka dimasukkan sebuah selang melalui dinding thoraks.

Pengobatan dengan obat-obat antituberkulosis (Rimfapisin, INH,

Pirazinamid/Etambutol/Streptomisin) memakan waktu 6-12 bulan. Dosis dan cara pemberian

obat seperti pada pengobatan tuberkulosis paru. Pengobatan ini menyebabkan cairan efusi dapat

diserap kembali, tapi untuk menghilangkan eksudat ini dengan cepat dapat dilakukan

torakosentesis. Umumnya cairan diresolusi dengan sempurna, tapi kadang-kdang dapat diberikan

17

Page 18: LAPORAN KASUS EFUSI PLEURA

kortikosteroid secara sistematik (Prednison 1 mg/kgBB selama 2 minggu, kemudian dosis

diturunkan).

Pengobatan pada pasien :

Non medika mentosa

- Torakosentesis

- KIE

Medika mentosa

- Rif 1x450

- INH 1x 300

- ETB 2x500

- Pirazinamid 2x500

VII. PROGNOSIS

Ad Vitam : ad bonam

Ad Sanantionam : dubia ad bonam

Ad Fungsionam : dubia ad bonam

18

Page 19: LAPORAN KASUS EFUSI PLEURA

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. ANATOMI FISIOLOGI PLEURA

Pleura adalah membran serosa yang licin, mengkilat, tipis dan transparan. Membran ini

membungkus jaringan paru. Pleura terdiri dari 2 lapis:

1. Pleura viseralis: terletak disebelah dalam, yang melekat pada permukaan paru.

2. Pleura parietalis: terletak disebelah luar, yang berhubungan dengan dinding dada.

19

Page 20: LAPORAN KASUS EFUSI PLEURA

Pleura parietalis dan viseralis terdiri atas selapis mesotel  (yang memproduksi cairan),

membran basalis, jaringan elastik dan kolagen, pembuluh darah dan limfe.

Membran pleura bersifat semipermiabel. Sejumlah cairan terus menerus merembes keluar

dari pembuluh darah yang melalui pleura parietal. Cairan ini diserap oleh pembuluh darah

pleura viseralis, dialirkan ke pembuluh limfe dan kembali kedarah.

Rongga pleura adalah rongga potensial, mempunyai ukuran tebal 10-20 mm, berisi

sekitar 10 cc cairan jernih yang tidak bewarna, mengandung protein < 1,5 gr/dl dan ± 1.500

sel/ml. Sel cairan pleura didominasi oleh monosit, sejumlah kecil limfosit, makrofag dan sel

mesotel. Sel polimormonuklear dan sel darah merah dijumpai dalam jumlah yang sangat

kecil didalam cairan pleura.

Keluar dan masuknya cairan dari dan ke pleura harus berjalan seimbang agar nilai normal

cairan pleura dapat dipertahankan

2.2. DEFINISI

20

Page 21: LAPORAN KASUS EFUSI PLEURA

Efusi pleura adalah suatu keadaan dimana terdapat penumpukan cairan dari dalam kavum

pleura diantara pleura parietalis dan pleura viseralis dapat berupa cairan transudat atau

cairan eksudat. Pada keadaan normal rongga pleura hanya mengandung cairan sebanyak 10-

20 ml.

2.3. ETIOLOGI

Ada banyak macam penyebab terjadinya pengumpulan cairan pleura. Tahap yang

pertama adalah menentukan apakah pasien menderita efusi pleura jenis transudat atau

eksudat.

Efusi pleura transudatif terjadi jika faktor sistemik yang mempengaruhi pembentukan dan

penyerapan cairan pleura mengalami perubahan. Efusi pleura eksudatif terjadi jika faktor

lokal yang mempengaruhi pembentukan dan penyerapan cairan pleura mengalami

perubahan. Efusi pleura tipe transudatif dibedakan dengan eksudatif melalui pengukuran

kadar Laktat Dehidrogenase (LDH) dan protein di dalam cairan pleura. Efusi pleura

eksudatif memenuhi paling tidak salah satu dari tiga kriteria berikut ini, sementara efusi

pleura transudatif tidak memenuhi satu pun dari tiga kriteria ini :

1.   Protein cairan pleura / protein serum > 0,5

2.   LDH cairan pleura / cairan serum > 0,6

3.   LDH cairan pleura melebihi dua per tiga dari batas atas nilai LDH yang normal di dalam

serum.

Tabel 1. Perbedaan Cairan Transudat-Eksudat Pada Efusi Pleura

21

Page 22: LAPORAN KASUS EFUSI PLEURA

Efusi pleura berupa:

a) Eksudat,

Eksudat merupakan cairan yang terbentuk melalui membrane kapiler yang permeabelnya

abnormal dan berisi protein berkonsentrasi tinggi dibandingkan protein transudat. Terjadinya

perubahan permeabilitas membrane adalah karena adanya peradangan pada pleura. Protein yang

terdapat dalam cairan pleura kebanyakan berasal dari saluran getah bening. Kegagalan aliran

protein getah bening ini (misalnya pada pleuritis tuberkulosis) akan menyebabkan peningkatan

konsentrasi protein cairan pleura, sehingga menimbulkan eksudat. Efusi pleura eksudat dapat

disebabkan oleh :

1.   Pleuritis karena virus dan mikoplasma : virus coxsackie, Rickettsia, Chlamydia. Cairan efusi

biasanya eksudat dan berisi leukosit antara 100-6000/cc. Gejala penyakit dapat dengan

keluhan sakit kepala, demam, malaise, mialgia, sakit dada, sakit perut, gejala perikarditis.

Diagnosa dapat dilakukan dengan cara mendeteksi antibodi terhadap virus dalam cairan

efusi.

2.   Pleuritis karena bakteri piogenik: permukaan pleura dapat ditempeli oleh bakteri yang berasal

dari jaringan parenkim paru dan menjalar secara hematogen. Bakteri penyebab dapat

merupakan bakteri aerob maupun anaerob (Streptococcus paeumonie, Staphylococcus

aureus, Pseudomonas, Hemophillus, E. Coli, Pseudomonas, Bakteriodes, Fusobakterium,

dan lain-lain). Penatalaksanaan dilakukan dengan pemberian antibotika ampicillin dan

metronidazol serta mengalirkan cairan infus yang terinfeksi keluar dari rongga pleura.

22

Page 23: LAPORAN KASUS EFUSI PLEURA

3.   Pleuritis karena fungi penyebabnya: Aktinomikosis, Aspergillus, Kriptococcus, dll. Efusi

timbul karena reaksi hipersensitivitas lambat terhadap organisme fungi.

4.   Pleuritis tuberkulosa merupakan komplikasi yang paling banyak terjadi melalui focus

subpleural yang robek atau melalui aliran getah bening, dapat juga secara hematogen dan

menimbulkan efusi pleura bilateral. Timbulnya cairan efusi disebabkan oleh rupturnya focus

subpleural dari jaringan nekrosis perkijuan, sehingga tuberkuloprotein yang ada didalamnya

masuk ke rongga pleura, menimbukan reaksi hipersensitivitas tipe lambat. Efusi yang

disebabkan oleh TBC biasanya unilateral pada hemithoraks dan jarang yang masif. Pada

pasien pleuritis tuberculosis ditemukan gejala febris, penurunan berat badan, dyspneu, dan

nyeri dada pleuritik.

5.   Efusi pleura karena neoplasma misalnya pada tumor primer pada paru-paru, mammae,

kelenjar linife, gaster, ovarium. Efusi pleura terjadi bilateral dengan ukuran jantung yang

tidak membesar. Keluhan yang paling banyak ditemukan adalah sesak dan nyeri dada.

Gejala lain adalah akumulasi cairannya kembali dengan cepat walaupun dilakukan

torakosintesis berkali-kali. Patofisiologi terjadinya efusi ini diduga karena :

Infasi tumor ke pleura, yang merangsang reaksi inflamasi dan terjadi kebocoran

kapiler.

Invasi tumor ke kelenjar limfe paru-paru dan jaringan limfe pleura,

bronkhopulmonary, hillus atau mediastinum, menyebabkan gangguan aliran balik

sirkulasi.

Obstruksi bronkus, menyebabkan peningkatan tekanan-tekanan negatif intra pleural,

sehingga menyebabkan transudasi. Cairan pleura yang ditemukan berupa eksudat dan

kadar glukosa dalam cairan pleura tersebut mungkin menurun jika beban tumor dalam

cairan pleura cukup tinggi. Diagnosis dibuat melalui pemeriksaan sitologik cairan

pleura dan tindakan blopsi pleura yang menggunakan jarum (needle biopsy).

6.   Efusi parapneumoni adalah efusi pleura yang menyertai pneumonia bakteri, abses paru atau

bronkiektasis. Khas dari penyakit ini adalah dijumpai predominan sel-sel PMN dan pada

beberapa penderita cairannya berwarna purulen (empiema). Meskipun pada beberapa kasus

efusi parapneumonik ini dapat diresorpsis oleh antibiotik, namun drainage kadang

23

Page 24: LAPORAN KASUS EFUSI PLEURA

diperlukan pada empiema dan efusi pleura yang terlokalisir. Menurut Light, terdapat 4

indikasi untuk dilakukannya tube thoracostomy pada pasien dengan efusi parapneumonik:

Adanya pus yang terlihat secara makroskopik di dalam kavum pleura

Mikroorganisme terlihat dengan pewarnaan gram pada cairan pleura

Kadar glukosa cairan pleura kurang dari 50 mg/dl

Nilai pH cairan pleura dibawah 7,00 dan 0,15 unit lebih rendah daripada nilai pH

bakteri

Penanganan keadaan ini tidak boleh terlambat karena efusi parapneumonik yang mengalir

bebas dapat berkumpul hanya dalam waktu beberapa jam saja.

7.   Efusi pleura karena penyakit kolagen: SLE, Pleuritis Rheumatoid, Skleroderma

8.   Penyakit AIDS, pada sarkoma kapoksi yang diikuti oleh efusi parapneumonik.

b). Transudat

Transudat terjadi apabila hubungan normal antara tekanan kapiler hidrostatik dan koloid

osmotic menjadi terganggu, sehingga terbentuknya cairan pada satu sisi pleura akan melebihi

reabsorpsi oleh pleura lainnya. Biasanya hal ini terjadi pada: (1). Meningkatnya tekanan kapiler

sistemik, (2). Meningkatnya tekanan kapiler pulmoner, (3) Menurunnya tekanan koloid osmotic

dalam pleura, (4) Menurunnya tekanan intra pleura. Efusi plura transudat dapat terjadi pada :

1.   Gangguan kardiovaskular

Penyebab terbanyak adalah decompensatio cordis. Sedangkan penyebab lainnya adalah

perikarditis konstriktiva, dan sindroma vena kava superior. Patogenesisnya adalah akibat

terjadinya peningkatan tekanan vena sistemik dan tekanan kapiler dinding dada sehingga

terjadi peningkatan filtrasi pada pleura parietalis. Di samping itu peningkatan tekanan kapiler

pulmonal akan menurunkan kapasitas reabsorpsi pembuluh darah subpleura dan aliran getah

bening juga akan menurun (terhalang) sehingga filtrasi cairan ke rongga pleura dan paru-paru

meningkat. Tekanan hidrostatik yang meningkat pada seluruh rongga dada dapat juga

menyebabkan efusi pleura yang bilateral. Tapi yang agak sulit menerangkan adalah kenapa

efusi pleuranya lebih sering terjadi pada sisi kanan. Terapi ditujukan pada payah jantungnya.

24

Page 25: LAPORAN KASUS EFUSI PLEURA

Bila kelainan jantungnya teratasi dengan istirahat, digitalis, diuretik dll, efusi pleura juga

segera menghilang. Kadang-kadang torakosentesis diperlukan juga bila penderita amat sesak.

2.   Hipoalbuminemia

Efusi terjadi karena rendahnya tekanan osmotik protein cairan pleura dibandingkan dengan

tekanan osmotik darah. Efusi yang terjadi kebanyakan bilateral dan cairan bersifat transudat.

Pengobatan adalah dengan memberikan diuretik dan restriksi pemberian garam. Tapi

pengobatan yang terbaik adalah dengan memberikan infus albumin.

3.   Hidrothoraks hepatik

Mekanisme yang utama adalah gerakan langsung cairan pleura melalui lubang kecil yang ada

pada diafragma ke dalam rongga pleura. Efusi biasanya di sisi kanan dan biasanya cukup

besar untuk menimbulkan dyspneu berat. Apabila penatalaksanaan medis tidak dapat

mengontrol asites dan efusi, tidak ada alternatif yang baik. Pertimbangan tindakan yang dapat

dilakukan adalah pemasangan pintas peritoneum-venosa (peritoneal venous shunt,

torakotomi) dengan perbaikan terhadap kebocoran melalui bedah, atau torakotomi pipa

dengan suntikan agen yang menyebakan skelorasis.

4.   Meig’s Syndrom

Sindrom ini ditandai oleh ascites dan efusi pleura pada penderita-penderita dengan tumor

ovarium jinak dan solid. Tumor lain yang dapat menimbulkan sindrom serupa : tumor

ovarium kistik, fibromyomatoma dari uterus, tumor ovarium ganas yang berderajat rendah

tanpa adanya metastasis. Asites timbul karena sekresi cairan yang banyak oleh tumornya

dimana efusi pleuranya terjadi karena cairan asites yang masuk ke pleura melalui porus di

diafragma. Klinisnya merupakan penyakit kronis.

5.   Dialisis Peritoneal

Efusi dapat terjadi selama dan sesudah dialisis peritoneal. Efusi terjadi unilateral ataupun

bilateral. Perpindahan cairan dialisa dari rongga peritoneal ke rongga pleura terjadi melalui

celah diafragma. Hal ini terbukti dengan samanya komposisi antara cairan pleura dengan

cairan dialisa.

25

Page 26: LAPORAN KASUS EFUSI PLEURA

Tabel 2. Penyebab Efusi Pleura Transudat-Eksudat

c). Darah

Adanya darah dalam cairan rongga pleura disebut hemothoraks. Kadar Hb pada hemothoraks

selalu lebih besar 25% kadar Hb dalam darah. Darah hemothorak yang baru diaspirasi tidak

membeku beberapa menit. Hal ini mungkin karena faktor koagulasi sudah terpakai sedangkan

26

Page 27: LAPORAN KASUS EFUSI PLEURA

fibrinnya diambil oleh permukaan pleura. Bila darah aspirasi segera membeku, maka biasanya

darah tersebut berasal dari trauma dinding dada.

2.4. PATOFISIOLOGI

Dalam keadaan normal hanya terdapat 10-20 ml cairan dalam rongga pleura berfungsi

untuk melicinkan kedua pleura viseralis dan pleura parietalis yang saling bergerak karena

pernapasan. Dalam keadaan normal juga selalu terjadi filtrasi cairan ke dalam rongga

pleura melalui kapiler pleura parietalis dan diabsorpsi oleh kapiler dan saluran limfe

pleura parietalis dengan kecepatan yang seimbang dengan kecepatan pembentukannya.

Gangguan yang menyangkut proses penyerapan dan bertambahnya kecepatan proses

pembentukan cairan pleura akan menimbulkan penimbunan cairan secara patologik di

dalam rongga pleura. Mekanisme yang berhubungan dengan terjadinya efusi pleura yaitu;

1). Kenaikan tekanan hidrostatik dan penurunan tekan onkotik pada sirkulasi kapiler

2). Penurunan tekanan kavum pleura

3). Kenaikan permeabilitas kapiler dan penurunan aliran limfe dari rongga pleura.

27

Page 28: LAPORAN KASUS EFUSI PLEURA

Gambar 1. Patofisiologi efusi pleura

Proses penumpukan cairan dalam rongga pleura dapat disebabkan oleh peradangan.

Bila proses radang oleh kuman piogenik akan terbentuk pus/nanah, sehingga

empiema/piotoraks. Bila proses ini mengenai pembuluh darah sekitar pleura dapat

menyebabkan hemothoraks. Proses terjadinya pneumothoraks karena pecahnya alveoli

dekat parietalis sehingga udara akan masuk ke dalam rongga pleura. Proses ini sering

disebabkan oleh trauma dada atau alveoli pada daerah tersebut yang kurang elastik lagi

seperti pada pasien emfisema paru.

Efusi cairan dapat berbentuk transudat, terjadinya karena penyakit lain bukan primer paru

seperti gagal jantung kongestif, sirosis hati, sindrom nefrotik, dialisis peritoneum.

Hipoalbuminemia oleh berbagai keadaan. Perikarditis konstriktiva, keganasan, atelektasis paru

dan pneumothoraks.

Efusi eksudat terjadi bila ada proses peradangan yang menyebabkan permeabilitas kapiler

pembuluh darah pleura meningkat sehingga sel mesotelial berubah menjadi bulat atau kuboidal

dan terjadi pengeluaran cairan ke dalam rongga pleura. Penyebab pleuritis eksudativa yang

paling sering adalah karena mikobakterium tuberculosis dan dikenal sebagai pleuritis eksudativa

tuberkulosa .Penting untuk menggolongkan efusi pleura sebagai transudatif atau eksudatif.

2.5. MANIFESTASI KLINIS

a. Gejala dan Tanda.

Gejala-gejala timbul jika cairan bersifat inflamatoris atau jika mekanika paru terganggu.

Gejala yang paling sering timbul adalah sesak, berupa rasa penuh dalam dada atau

dispneu. Nyeri bisa timbul akibat efusi yang banyak, berupa nyeri dada pleuritik atau

nyeri tumpul. Adanya gejala-gejala penyakit penyebab seperti demam, menggigil, dan

nyeri dada pleuritis (pneumonia), panas tinggi (kokus), subfebril (tuberkulosisi), banyak

keringat, batuk, banyak riak. Berat badan menurun pada neoplasma, ascites pada sirosis

28

Page 29: LAPORAN KASUS EFUSI PLEURA

hepatis. Deviasi trachea menjauhi tempat yang sakit dapat terjadi jika terjadi penumpukan

cairan pleural yang signifikan

b. Pemeriksaan Fisik.

Inspeksi. Pengembangan paru menurun, tampak sakit, tampak lebih cembung

Palpasi. Gerakan dada yang tertinggal dan penurunan fremitus vocal atau taktil pada

sisi yang sakit

Perkusi. Redup pada perkusi

Auskultasi. Penurunan bunyi napas

Jika terjadi inflamasi, maka dapat terjadi friction rub. Apabila terjadi atelektasis

kompresif (kolaps paru parsial) dapat menyebabkan bunyi napas bronkus. Nyeri dada pada

pleuritis : Simptom yang dominan adalah sakit yang tiba-tiba seperti ditikam dan diperberat

oleh bernafas dalam atau batuk. Pleura visceralis tidak sensitif, nyeri dihasilkan dari pleura

parietalis yang inflamasi dan mendapat persarafan dari nervus intercostal. Nyeri biasanya

dirasakan pada tempat-tempat terjadinya pleuritis, tapi bisa menjalar ke daerah lain :

1.   Iritasi dari diafragma pleura posterior dan perifer yang dipersarafi oleh G. Nervuis

intercostal terbawah bisa menyebabkan nyeri pada dada dan abdomen.

2.   Iritasi bagian central diafragma pleura yang dipersarafi nervus phrenicus menyebabkan

nyeri menjalar ke daerah leher dan bahu.

Pemeriksaan fisik dalam keadaan berbaring dan duduk akan berlainan, karena cairan akan

berpindah tempat. Bagian yang sakit akan kurang bergerak dalam pernapasan, fremitus

melemah (raba dan vocal), pada perkusi didapati daerah pekak, dalam keadaan duduk

permukaan cairan membentuk garis melengkung (garis Ellis Damoiseu).

Didapati segitiga Garland, yaitu daerah yang pada perkusi redup timpani dibagian atas

garis Ellis Domiseu. Segitiga Grocco-Rochfusz, yaitu daerah pekak karena cairan

mendorong mediastinum kesisi lain, pada auskultasi daerah ini didapati vesikuler melemah

dengan ronki. Pada permulaan dan akhir penyakit terdengar krepitasi pleura.

c. Pemeriksaan Penunjang

29

Page 30: LAPORAN KASUS EFUSI PLEURA

1. Foto thoraks

Pada foto dada posterior anterior (PA) permukaan cairan yang terdapat dalam rongga

pleura akan membentuk bayangan seperti kurva, dengan permukaan daerah lateral lebih

tinggi dari pada bagian medial, tampak sudut kostrofrenikus menumpul. Pada

pemeriksaan foto dada posisi lateral dekubitus, cairan bebas akan mengikuti posisi

gravitasi.

2. Torakosentesis.

Aspirasi cairan pleura (torakosentesis) sebagai sarana diagnostik maupun terapeutik.

Pelaksanaannya sebaiknya dengan posisi duduk. Aspirasi dilakukan pada bagian bawah

paru sela iga garis aksilaris posterior dengan jarum abbocath nomor 14 atau 16.

Pengeluaran cairan pleura sebaiknya tidak melebihi 1000-1500 cc pada setiap aspirasi.

Untuk diagnosis cairan pleura dilakukan pemeriksaan:

a. Warna cairan. Cairan pleura bewarna agak kekuning-kuningan (serous-santrokom).Bila

agak kemerahan-merahan, dapat terjadi trauma, infark paru, keganasan dan adanya

kebocoran aneurisma aorta. Bila kunig kehijauan dan agak purulen, ini menunjukkan

empiema. Bila merah coklat menunjukkan abses karena amuba.

b. Biokimia. Terbagi atas efusi pleura transudat dan eksudat. Perbedaannya dapat dilihat

pada tabel :

30

Page 31: LAPORAN KASUS EFUSI PLEURA

Tabel 3. Perbedaan Biokimia Efusi Pleura

3. Sitologi.

Digunakan untuk diagnostik penyakit pleura, terutama bila ditemukan sel-sel patologis atau

dominasi sel-sel tertentu.

Sel neutrofil: pada infeksi akut

Sel limfosit: pada infeksi kronik (pleuritis tuberkulosa atau limfoma maligna).

Sel mesotel: bila meningkat pada infark paru

Sel mesotel maligna: pada mesotelioma

Sel giant: pada arthritis rheumatoid

Sel L.E: pada lupus eritematous sistemik

Sel maligna: pada paru/metastase.

4. Bakteriologi.

Cairan pleura umumnya steril, bila cairan purulen dapat mengandung mikroorganisme

berupa kuman aerob atau anaerob. Paling sering Pneumokokus, E.coli, klebsiela,

pseudomonas, enterobacter.

5. Biopsi Pleura.

Dapat menunjukkan 50%-75% diagnosis kasus pleuritis tuberkulosis dan tumor pleura.

Komplikasi biopsi adalah pneumotoraks, hemotoraks, penyebaran infeksi atau tumor pada

dinding dada.

2.6. DIAGNOSA

31

Page 32: LAPORAN KASUS EFUSI PLEURA

Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis baik dan pemeriksaan fisik yang teliti,

diagnosis pasti ditegakkan melalui pungsi percobaan, biopsi dan analisa cairan pleura.

2.7. PENATALAKSANAAN

1. Terapi penyakit dasarnya (Antibiotika).

2. Terapi Paliatif (Efusi pleura haemorhagic).

3. Torakosentesis.

Aspirasi cairan pleura selain bermanfaat untuk memastikan diagnosis, aspirasi juga dapat

dikerjakan dengan tujuan terapetik. Torakosentesis dapat dilakukan sebagai berikut:

a. Penderita dalam posisi duduk dengan kedua lengan merangkul atau diletakkan diatas

bantal; jika tidak mungkin duduk, aspirasi dapat dilakukan pada penderita dalam posisi

tidur terlentang.

b. Lokasi penusukan jarum dapat didasarkan pada hasil foto toraks, atau di daerah sedikit

medial dari ujung scapula, atau pada linea aksilaris media di bawah batas suara sonor dan

redup.

32

Page 33: LAPORAN KASUS EFUSI PLEURA

c. Setelah dilakukan anastesi secara memadai, dilakukan penusukan dengan jarum

berukuran besar, misalnya nomor 18. Kegagalan aspirasi biasanya disebabkan karena

penusukan jarum terlampaui rendah sehingga mengenai diafragma atau terlalu dalam

sehingga mengenai jaringan paru, atau jarum tidak mencapai rongga pleura oleh karena

jaringan subkutis atau pleura parietalis tebal.

Gambar Metode torakosentesis

d. Pengeluaran cairan pleura sebaiknya tidak melebihi 1000-1500 cc pada setiap aspirasi.

Aspirasi lebih baik dikerjakan berulang-ulang dari pada satu kali aspirasi sekaligus yang

dapat menimbulkan pleura shock (hipotensi) atau edema paru akut. Edema paru dapat

terjadi karena paru-paru mengembang terlalu cepat. Mekanisme sebenarnya belum

diketahui betul, tapi diperkirakan karena adanya tekanan intra pleura yang tinggi dapat

menyebabkan peningkatan aliran darah melalui permeabilitas kapiler yang abnormal.

Selain itu pengambilan cairan dalam jumlah besar secara mendadak menimbulkan reflex

vagal, berupa batuk, bradikardi, aritmi yang berat, dan hipotensi.. Komplikasi

torakosintesis adalah: pneumotoraks, hemotoraks, emboli udara, dan laserasi pleura

viseralis.

4. Pemasangan WSD.

33

Page 34: LAPORAN KASUS EFUSI PLEURA

Jika jumlah cairan cukup banyak, sebaiknya dipasang selang toraks dihubungkan dengan

WSD, sehingga cairan dapat dikeluarkan secara lambat dan aman. Pemasangan WSD

dilakukan sebagai berikut:

a. Tempat untuk memasukkan selang toraks biasanya di sela iga 7, 8, 9 linea aksilaris

media atau ruang sela iga 2 atau 3 linea medioklavikuralis.

b. Setelah dibersihkan dan dianastesi, dilakukan sayatan transversal selebar kurang lebih

2 cm sampai subkutis.

c. dibuat satu jahitan matras untuk mengikat selang.

d. Jaringan subkutis dibebaskan secara tumpul dengan klem sampai mendapatkan pleura

parietalis.

e. Selang dan trokar dimasukkan ke dalam rongga pleura dan kemudian trokar ditarik.

Pancaran cairan diperlukan untuk memastikan posisi selang toraks.

f. Setelah posisi benar, selang dijepit dan luka kulit dijahit serta dibebat dengan kasa dan

plester.

g. Selang dihubungkan dengan botol penampung cairan pleura. Ujung selang

dihubungkan dengan botol penampung cairan pleura. Ujung selang diletakkan

dibawah permukaan air sedalam sekitar 2 cm, agar udara dari luar tidak dapat masuk

ke dalam rongga pleura.

Gambar Pemasangan jarum WSD

34

Page 35: LAPORAN KASUS EFUSI PLEURA

h. WSD perlu diawasi tiap hari dan jika sudah tidak terlihat undulasi pada selang,

kemungkinan cairan sudah habis dan jaringan paru mengembang. Untuk memastikan

dilakukan foto toraks.

i. Selang torak dapat dicabut jika produksi cairan/hari <100ml dan jaringan paru telah

mengembang. Selang dicabut pada saat ekspirasi maksimum.

5. Pleurodesis.

Bertujuan melekatkan pleura viseralis dengan pleura parietalis, merupakan penanganan

terpilih pada efusi pleura keganasan. Bahan yang digunakan adalah sitostatika seperti tiotepa,

bleomisin, nitrogen mustard, 5-fluorourasil, adramisin, dan doksorubisin. Setelah cairan efusi

dapat dikeluarkan sebanyak-banyaknya, obat sitostatika (misal; tiotepa 45 mg) diberikan selang

waktu 7-10 hari; pemberian obat tidak perlu pemasangan WSD. Setelah 13 hari, jika berhasil,

akan terjadi pleuritis obliteratif yang menghilangkan rongga pleura, sehingga mencegah

penimbunan kembali cairan dalam rongga tersebut.

Obat lain adalah tetrasiklin. Pada pemberian obat ini WSD harus dipasang dan paru dalam

keadaan mengembang. Tetrasiklin 500 mg dilarutkan dalam 3050 ml larutan garam faal,

kemudian dimasukkan ke dalam rongga pleura melalui selang toraks, ditambah dengan larutan

garam faal 1030 ml larutan garam faal untuk membilas selang, serta 10 ml lidokain 2% untuk

mengurangi rasa nyeri yang ditimbulkan obat ini. Analgetik narkotik diberikan 11,5 jam sebelum

pemberian tetrasiklin juga berguna mengurangi rasa nyeri tersebut. Selang toraks diklem selama

6 jam dan posisi penderita diubah-ubah agar penyebaran tetrasiklin merata di seluruh bagian

rongga pleura. Apabila dalam waktu 24 jam -48 jam cairan tidak keluar, selang toraks dapat

dicabut. Komplikasi tindakan pleurodesis adalah sedikit sekali dan biasanya berupa nyeri

pleuritik atau demam.

35

Page 36: LAPORAN KASUS EFUSI PLEURA

DAFTAR PUSTAKA

1. Ewingsa. 2009. Efusi Pleura. Diakses dari

http://repository.ui.ac.id/contents/koleksi/11/efusipleura.pdf pada tanggal 25 Januari 2014

2. Fauci, Braunwald, Kasper, et al. Harrison's Principles of Internal Medicine 17th edition.

The McGraw-Hill Companies, Inc : New York. 2008

3. Guyton & Hall. 1999. buku Ajar Fisiologi Kedokteran disi 9. EGC. Jakarta.

4. Halim, Hadi. Penyakit Penyakit Pleura. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. 2007.

Balai Penerbit FK UI Jakarta.

5. Jeremy, et al. Efusi Pleura. At a Glance Medicine Edisi kedua. EMS. Jakarta : 2008.

6. Jeremy, et al. Penyakit Pleura. At a Glance Sistem respirasi Edisi kedua. EMS. Jakarta :

2008.

7. Maryani. 2008. Efusi Pleura. Diakses dari

http://repository.ui.ac.id/contents/koleksi/11/pleura.pdf pada tanggal 25 Januari 2014

8. Prasenohadi. The Pleura. Universitas Indonesia. 2009.Rachmatullah, P. 1997. Seri Ilmu

Penyalit Dalam, Buku Ajar Ilmu Penyakit Paru (Pulmonologi), Semarang, Undip

36