16
LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI Kerentanan Hubungan Otot-Saraf terhadap Kurare OLEH : KELOMPOK A7 Nama NIM Tanda Tangan Ketua kelompok Lisa Mery Nathania 10.2012. 024 Anggota kelompok Jonathan Andryanto 10.2012. 092 Ratna Silvia S. 10.2012. 180 Ailen 10.2012. 182 Lucia A. Eka Wara 10.2012. 209 Yohana Mayke S. 10.2012. 216 Rienaldi 10201123 1

Laporan Fisio KURARE A7

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Laporan Fisio KURARE A7

Citation preview

LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGIKerentanan Hubungan Otot-Saraf terhadap Kurare

OLEH :KELOMPOK A7NamaNIMTanda Tangan

Ketua kelompokLisa Mery Nathania10.2012.024

Anggota kelompokJonathan Andryanto10.2012.092

Ratna Silvia S.10.2012.180

Ailen 10.2012.182

Lucia A. Eka Wara 10.2012.209

Yohana Mayke S.10.2012.216

Rienaldi102011238

Bryan Eliezer Situmorang10.2012.317

Ninanda Widakdo10.2012.469

FAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANAJAKARTA2012Tujuan Percobaan/Pemeriksaan:1. Untuk mengetahui perbedaan sikap maupun gerakan katak sebelum dan sesudah disuntikkan tubokurarin.2. Untuk mengetahui pengaruh tubokurarin yang disuntikkan pada katak.3. Untuk mengetahui pengaruh atropin dan prostigmin yang disuntikkan pada katak.4. Untuk mengetahui pengaruh kurare terhadap sesuatu bagian lengkung refleks.5. Untuk mengetahui tempat kerja kurare pada sediaan otot-saraf katak.

Alat dan Binatang Percobaan yang diperlukan:1. Pelat kaca + papan fiksasi + beberapa jarum pentul2. Waskom besar yang berisi air3. 3 ekor katak + penusuk katak + benang4. Stimlator induksi + elektroda perangsang5. Gelas arloji 2 buah6. Semprit 2cc + jarumnya7. Larutan Ringer8. Larutan Tubo-Kurarin (dicairkan 1:1 dalam Ringer)9. Larutan Atropin (0,01 % dalam Ringer)10. Larutan Prostigmin (dicairkan 1:1 dalam Ringer)11. Larutan Tubo-Kurarin 1% (dari ampul)

Cara Kerja:Percobaan I. Pengamatan Sikap, Gerakan dan Waktu Reaksi Seekor Katak terhadap Berbagai Rangsang Sebelum dan Sesudah Penyuntikan Kurare1. Ambillah seekor katak dan letakkan di pelat kaca. Perhatikan kegiatan binatang tersebut (aktif/pasif). Hitunglah frekuensi pernapasannya per menit.2. Cobalah menelentangkan katak tersebut beberapa kali dan perhatikan reaksinya (kembali/tidak kembali ke posisi semula).3. Masukkan katak ke dalam waskom yang berisi air dan perhatikan reaksinya (dapat berenang atau tidak).4. Keluarkan katak dari air dan selidikilah refleks-refleks nosiseptif dengan cara sebagai berikut:a. Katak dipegang sedemikian rupa sehingga kedua kaki belakangnya tergantung bebas.b. Rangsanglah dengan menjepit salah satu telapak kakinya dengan pinsetc. Tetapkan waktu reaksinya5. Suntikkan 0,5 cc larutan tubo-kurarin 1:1 ke dalam kantong limfe iliakal (disebelah os coccygis, dibawah kulit). Dalam waktu 15-20 menit setelah penyuntikan tersebut ulanglah percobaan 1 sampai 4 diatas tadi dan perhatikan pelbagai perbedaan sikap reaksinya.6. Sebelum pernapasan berhenti sama sekali, suntikkanlah ke dalam kantong limfe iliakal berturut-turut:a. 0,5 cc larutan atropin 0,01 %b. 1 cc larutan prostigmin 1:17. Setelah terjadi pemulihan lakukan sekali lagi percobaan 1 s/d 4 diatas. Oleh karena pemulihan dapat memakan waktu 2-3 jam, lanjutkan dahulu dengan latihan bagian II dan III.

Percobaan II. Pengaruh Kurare terhadap Sesuatu Bagian Lengkung Refleks1. Ambil katak lain dan rusaklah otaknya saja tetapi jangan merusak medulla spinalisnya.2. Bebaskan n. Ischiadicus paha kanan.3. Ikatlah seluruh paha kanan kecuali n. Ischiadicusnya.4. Suntikan 0,5 cc larutan tubo-kurarin 1:1 ke dalam kantong limfe depan dengan membuka mulut katak cukup lebar dan menusukkan jaurm suntik ke dasar mulut ke arah lateral. Periksalah pada kaki yang tidak diikat setiap 5 menit berkurangnya refleks nosiseptif dan timbulnya kelumpuhan umum. Bila peristiwa tersebut di atas belum terjadi, ulangi suntikan setiap 20 menit.5. Rangsanglah ujung jari kaki kanan dengan rangsang faradik yang cukup kuat sehingga terjadi withdrawal reflex. Catatlah kekuatan rangsang yang digunakan.6. Rangsanglah ujung jari kaki kiri dengan rangsang faradik yang cukup kuat sehingga terjadi withdrawal reflex. Catatlah kekuatan rangsang yang digunakan.7. Bebaskan n. Ischiadicus kaki kiri dan buanglah sedikit kulit yang menutupi m.gastrocnemius kanan dan kiri.8. Tentukan ambang rangsang-buka untuk masing-masing n. Ischiadicus.9. Tentukan ambang-rangsang-buka untuk masing-masing m.gastrocnemius yang dirangsang secara langsung.

Percobaan III. Tempat Kerja Kurare pada Sediaan Otot-Saraf1. Buatlah 2 sediaan otot saraf (A dan B) dari seekor katak lain dan usahakan agar didapatkan saraf yang sepanjang-panjangnya.2. Masukkan otot sediaan A dan saraf sediaan B ke dalam gelas arloji yang berisicc larutan tubo-kurain 1 % .3. Selama menunggu 20 menit basahilah saraf sediaan A dan otot sediaan B dengan larutan Ringer.4. Berilah rangsangan dengan arus buka pada: a. saraf sediaan Ab. otot sediaan Bc. otot sediaan Ad. saraf sediaan B5. Tentukan kekuatan rangsang yang digunakan baik untuk sediaan yang memberikan jawaban maupun yang tidak memberikan jawaban.6.Berilah kesimpulan mengenai tempat kerja kurare.

Mematikan Kodok atau Katak1. Pelajari dengan seksama letak foramen occipitale magnum pada sebuah rangka yang disediakan.2. Setelah itu, kodok/katak digenggam dalam tangan kiri, sehingga bagian antara kepala dan punggung kodok/katak terletak di antara ibu jari dan jari telunjuk.3. Dengan penusuk katak tusuk di garis median di antara tulang belakang kepala dan atlas ke dalam medulla oblongata melaluii foramen occipitale magnum dengan menembus kulit dan lapisan-lapisan jaringan lainnya.4. Tusuk terus sehingga masuk ke dalam ruang kepala, kemudian korek-korek otak sehingga otak sampai rusak.5. Tarik penusuk dari otak, dan tusuk ke dalam canalis vertebralis.6. Dengan demikian otak dan sumsum tulang belakang telah rusak. Kerusakan susunan saraf pusat ini dapat dibuktikan dari melemasnya seluruh tubuh binatang (pengurangan tonus-tonus otot-otot) dan menghikangnya refleks-refleks (jika kornea disinggung mata tidak akan berkedip lagi, dan jika kaki dicubit kaki tidak ditarik lagi).7. Bila No. 6 telah tercapai dengan sempurna pembuatan sediaan otot/otot saraf dapat dimulai.

Hasil Pemeriksaan/Percobaan:

Percobaan I. Pengamatan Sikap, Gerakan dan Waktu Reaksi Seekor Katak terhadap Berbagai Rangsang Sebelum dan Sesudah Penyuntikan Kurare1. Kegiatan katak pada saat diletakkan di atas papan fiksasi: Katak aktif bergerak.2. Frekuensi pernapasan katak normal per menit : Sekitar 67 kali per menit.3. Reaksi katak normal pada saat ditelentangkan : Dapat kembali ke posisi semula.4. Reaksi katak normal pada saat dimasukkan ke waskom yang berisi air : Dapat berenang.Refleks nosiseptif pada saat salah satu telapak kaki katak normal dijepit dengan pinset: Terjadi reaksi dalam waktu 1 detik.5. Perbedaan sikap reaksi pada katak setelah disuntik 0.5 cc larutan tubokurarin 1:1 ke dalam kantong limfe iliakal (disebelah os coccygis, di bawah kulit) : Frekuensi pernapasan menjadi 50 kali per menit dimana setiap 10 atau 15 detik ada jeda denyutan nadi pada katak. Reaksi katak pada saat ditelentangkan adalah katak tidak bisa kembali ke posisi semula karena terjadi kelumpuhan pada kaki katak. Reaksi katak pada saat dimasukkan ke waskom yang berisi air adalah katak tidak bisa berenang dengan normal. Refleks nosiseptif pada saat salah satu telapak kaki katak dijepit dengan pinset adalah terjadi reaksi dalam waktu 3 detik.6. Setelah disuntik 0.5cc larutan Atropin 0.01% dan 1cc larutam Prostigmin 1:1, terjadi pemulihan dimana katak kembali ke keadaan normal seperti sebelum disuntik tubokurarin. Namun karena waktu praktikum yang sempit maka frekuensi pernapasan katak ketika telah pulih tidak dapat dihitung.

Percobaan II. Pengaruh Kurare terhadap Sesuatu Bagian Lengkung Refleks1. Setelah kantong limfe depan katak disuntik dengan 0.5cc larutan tubo-kurarin 1:1, terjadi penurunan refleks nosiseptif dan timbulnya kelumpuhan umum.2. Pada saat ujung jari kaki kanan yang n. Ischiadicusnya tidak diikat dirangsang dengan rangsang faradik yang cukup kuat, terjadi withdrawal reflex dengan: kekuatan rangsang langsung: 0.1 x 10mV kekuatan rangsang tidak langsung: 1 x 10mV3. Pada saat ujung jari kaki kiri diberi rangsang faradik yang cukup kuat, terjadi withdrawal frelex dengan: kekuatan rangsang langsung: 1 x 30mV kekuatan rangsang tidak langsung: 1 x 30mV4. Pada saat n. Ischiadicus kaki kanan diberi rangsang faradik yang cukup kuat, terjadi withdrawal frelex dengan kekuatan rangsang 0.1 x 40mV.5. Pada saat n. Ischiadicus kaki kiri diberi rangsang faradik yang cukup kuat, terjadi withdrawal frelex dengan kekuatan rangsang 10 x 10mV.6. Pada saat m. gastrocnemius kaki kanan diberi rangsang faradik yang cukup kuat, terjadi withdrawal frelex dengan kekuatan rangsang 0.1 x 40mV.7. Pada saat m. gastrocnemius kaki kiri diberi rangsang faradik yang cukup kuat, terjadi withdrawal frelex dengan kekuatan rangsang 1 x 10mV.

Percobaan III. Tempat Kerja Kurare pada Sediaan Otot-Saraf1. Rangsang yang diberikan pada saraf sediaan A ( di gelas arloji berisi ringer ) memberikan respon dalam bentuk kontraksi pada otot dengan kekuatan kontraksi 0.1x10mV.2. Rangsang yang diberikan pada otot sediaan B ( di gelas arloji berisi ringer ) memberikan respon dalam bentuk kontraksi pada otot dengan kekuatan kontraksi 0.1x10mV.3. Rangsang yang diberikan pada otot sediaan A ( di gelas arloji berisi kurare ) tidak memberikan respon berupa kontraksi, dalam hal ini otot mengalami kelumpuhan dan tidak bergerak meskipun diberikan kekuatan rangsang sebesar apapun.4. Rangsang yang diberikan pada saraf sediaan B ( di gelas arloji berisi kurare ) tidak memberikan respon berupa kontraksi, dalam hal ini saraf mengalami kelumpuhan dan tidak bergerak meskipun diberikan kekuatan rangsang sebesar apapun.5. Dapat disimpulkan bahwa pada tempat kerja kurare tidak memberikan respon apapun, dalam hal ini saraf maupun otot yang diberikan rangsang sebesar apapun tidak bisa menimbulkan kontraksi atau dengan kata lain mengalami kelumpuhan ketika di letakkan pada gelas arloji yang berisi cairan tubokurarin/kurare.

PembahasanFrandson (1992), menyatakan bahwa adanya kontraksi otot dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu meningkatnya kekuatan kontraksi berulang kali pada suatu serabut otot karena stimulasi berurutan yang berlangsung beberapa detik, frekuensi hasil penjumlahan kontraksi, dan menurunnya kapasitas bekerja.Kontraksi maupun relaksasi pada otot dikendalikan oleh stimulasi dari persarafan otak. Setiap serabut saraf bermielin yang masuk ke otot rangka membentuk banyak cabang. Kemudian sebuah cabang akan berakhir pada otot rangka di tempat yang disebut taut neuromuskular (neuromuscular junction) atau motor end plate yang terdiri atas satu ujung saraf (nerve terminal) sel presinaps, celah sinaps (synaptic cleft), dan bagian pasca sinaps pada membran otot, yang disebut motor end plateSebagian serabut-serabut otot hanya dipersarafi oleh satu motor end plate. Saat mencapai serabut otot saraf kehilangan selubung mielinnya dan pecah membentuk cabang-cabang halus dimana masing-masing saraf berakhir sebagai akson yang terbuka dan membentuk struktur neural pada motor end plate. Pada motor end plate permukaan sedikit meninggi serta membentuk unsur otot atau sering disebut sole plate. Hal ini terjadi akibat akumulasi setempat sarkolema serta terdapat banyak inti dan mitokondria. Pada lipatan junction (junction fold) di motor end plate terdapat reseptor asetilkolin yang berdekatan pada ujung saraf.

1. Tubokurarin /KurareTubokurarin ataupun kurare adalah obat pelumpuh otot yang aman digunakan untuk membuat relaksasi otot selama pembedahan. Pada dosis tertentu obat ini menimbulkan relaksasi atau kelumpuhan otot termasuk otot otot pernafasan sehingga penderita tidak dapat bernafas.1 Tubokurarin awalnya digunakan oleh orang pedalaman Amerika Selatan untuk racun anak panah untuk berburu. Racun panah ini dibawa ke benua Eropa dan diselidiki kimianya. asalnya. dan tempat kerjanya. Kurare berasal dari beberapa tumbuhan. yaitu. Strychnos dan Chondrodendron, terutama C. Tomentosum. Ternyata bahan aktifnya terdiri dari beberapa alkaloid diantaranya md- tubokurarin (d-Tc). Tubokurarin bersifat kurang selektif karena mengikat reseptor ACh nikotinik di ganglion sehingga menyebabkan efek samping tidak terkontrolnya tekanan darah. Tubokurarin termasuk non-depolarizing blocking agent yang merupakan suatu antagonis yang bekerja dengan cara berkompetisi dengan ACh untuk berikatan dengan reseptor yang berada di sel otot sehingga menyebabkan aksi ACh menjadi terhambat dan terjadi relaksasi otot.1Pada tahun 1857. Claude Bernad mengadakan percobaan untuk mengetahui eara keija Kurare. dapat disimpulkan bahwa tempat kerja Kurare adalah sambungan saraf-otot, bukan di central, bukan pada serabut saraf dan bukan pulapada otot rangka sendiri. D-Tubokurarin adalah zat aktif yang diisolasi dari Kurare. Sedangkan dimetil-d-tubokurarin (metokuriri) disintesis kemudian: aktifitasnya 2-3 kali d-tubokurarin.1Kurare menyebabkan kelumpuhan dengan urutan tertentu. Pertama ialah otot rangka vans kecil dan bergerak cepat seperti otot ekstrinsik mata. jari kaki dan tangan. kemudian disusul oleh otot yang lebih besar seperti otot tungkai. leher dan badan. Selanjutnya otot interkostal dan yang terakhir himpuh adalah diagfragma. Seorang ahli anestesia bernama Smith menyuntik dirinya dengan d-Tubokurarin, sebanyak dua setengah kali untuk menghambat otot respirasi. Pada eksperimen ini smith mencatat semua yang dialaminya yaitu bahwa kesadaran ingatan, sensorium, rasa sakit dan EEG terganggu. Kurare hanya bereaksi positif pada struktur jaringan otot dan tidak mempengaruhi jaringan persarafan, ini disebabkan karena kurare merupakan zat relaksan. Zat relaksan otot adalah semacam obat yang mengurangi ketegangan otot dengan bekerja pada saraf yang menuju otot atau sambungan saraf otot (misalnya kurare, suksinilkolin).1Cara kerja tubokurarin menyebabkan berkurang atau hilangnya efek transmitter pada sel diakibatkan tergesernya transmitter dari reseptor. Dalam hal ini menyebabkan kekakuan atau lumpuh sementara pada otot-otot lurik dan juga menyebabkan fungsi pada jantung berkurang.2 Pada percobaan pertama, sangat terlihat perbedaan sikap dan reaksi katak setelah disuntikkan tubokurarin dimana frekuensi pernapasan katak menjadi lebih lambat dan tidak lancar, katak tidak bisa kembali ke posisi semula pada saat ditelentangkan, tidak bisa berenang ketika diletakkan di dalam air dan reaksinya sangat lambat ketika kaki katak dijepit dengan pinset. Pada percobaan kedua, terjadi perbedaan kekuatan rangsang langsung maupun tidak langsung pada kaki yang diikat tanpa mengikat n. Ischiadicusnya dengan kaki yang tidak diikat sama sekali. Terlihat bahwa kekuatan rangsang langsung maupun tidak langsung yang dibutuhkan oleh kaki yang diikat tanpa mengikat n. Ischiadicusnya lebih kecil dibandingkan kaki yang tidak diikat sama sekali. Hal ini disebabkan karena kaki yang tidak diikat sama sekali telah mengandung zat tubokurarin yang disuntikkan sehingga kaki tersebut bersifat lumpuh sementara dan dibutuhkan kekuatan rangsang yang lebih besar agar bisa menimbulkan reaksi pada kaki tersebut.

2. Atropin dan ProstigminAtropin adalah obat dengan golongan alkaloid belladonna yang mempunyai afinitas kuat terhadap reseptor. Efek dari obat ini untuk sistem saraf pusat adalah sebagai stimulator. Efek pada kardiovaskulernya adalah untuk memberikan tambahan denyut pada jantung dimana efek ini bekerja bila diberikan suntikan atropin dengan dosis yg tinggi.3Prostigmin merupakan antikolinesterase yang dapat mencegah hidrolisis dan menimbulkan akumulasi asetilkolin. Obat ini memiliki efek perangsang langsung pada otot rangka dan apabila rangsangan yangg diberikan terlalu besar dapat menyebabkan kelumpuhan, selain itu obat ini juga berperan sebagai penghambat dari atropin.1 Pada percobaan pertama setelah disuntikkan tubokurarin, katak disuntikkan atropin dan prostigmin untuk pemulihan katak ke kondisi normal. Penyuntikan dilakukan dengan penyuntikan atropin terlebih dahulu agar tidak terjadi komplikasi. Apabila yang disuntikkan terlebih dahulu adalah prostigmin kemudian baru atropin maka akan menyebabkan penghambatan kerja pada atropin. Hal ini disebabkan karena prostigmin bersifat menghambat kerja atropin sehingga katak tidak dapat dipulihkan.

3. RingerLarutan ringer berfungsi sebagai penghantar listrik dalam proses penyetruman. Selain itu, larutan ringer juga berperan untuk membasahi otot agar otot tetap hidup dan tidak mengalami kekeringan. Otot gastrocnemious adalah otot yang peka terhadap rangsangan listrik oleh karena itu cairan dan ion-ion yang ada pada otot gasrtocnemious harus selalu dijaga, dalam hal ini menggunakan larutan ringer.4 Pada percobaan ketiga, saraf sediaan A dan otot sediaan B yang diletakkan dalam larutan ringer masih bisa berkontraksi ketika dirangsang menggunakan stimulator induksi. Hal ini dikarenakan selain sebagai penghantar listrik, larutan ringer juga berperan untuk menjaga agar otot dan jaringan saraf tetap berada dalam keadaan yang isotonis sehingga tetap hidup dan masih bisa berkontraksi ketika diberikan rangsangan. Sementara itu, otot sediaan A dan saraf sediaan B mengalami kelumpuhan dan tidak bereaksi ketika diberi rangsangan karena diletakkan pada larutan tubokurarin yang melumpuhkan sel-sel otot dan saraf.

KesimpulanSetelah melakukan ketiga percobaan diatas, maka dapat disimpulkan bahwa kurare dapat menghambat hubungan saraf-otot. Kurare menghambat hubungan tersebut dengan merebut atau menduduki reseptor asetilkolin yang terdapat pada motor end plate pada membran otot. Asetilkolin yang seharusnya tidak dapat diterima oleh reseptor motor end plate. Maka tidak ada potensial aksi dan otot tidak dapat berkontraksi.Pernyataan tersebut dapat didukung oleh hasil pada percobaan pertama, setelah penyuntikkan kurare pada katak, maka pernapasan katak akan semakin melemah, hal ini dapat terjadi karena adanya otot polos pada saluran pernapasan. Selain itu, katak menjadi lebih lama memberikan respon terhadap rangsangan. Lalu pada percobaan kedua, dibuktikan bahwa otot yang terkena kurare membutuhkan rangsangan lebih besar dibandingkan dengan otot yang tidak terkena kurare. Pada percobaan ketiga, dapat diketahui bahwa kurare hanya bereaksi terhadap struktur jaringan otot dan tidak mempengaruhi persarafannya. Hal ini disebabkan karena kurare merupakan zat relaksan otot.

Daftar Pustaka1. Staf pengajar Departemen farmakologi fajultas Kedokteran sriwijaya. Farmakologi. Jakarta: Penerbit Buku kedokteran EGC;2004:53-5. 2. Departemen Farmakologi dan Terapeutik FK UI. Farmako dan terapi.Jakarta:FK UI;2008.h.56.3. Departemen Farmakologi FK Universitas Sriwijaya.Kumpulan Kuliah Faramakologi.Ed2.Jakarta;EGC;2009.h.390-1.4. Schwartz, shires, spencer.Intisari prinsip-prinsip ilmu bedah. Jakarta:EGC,2000.9