Upload
arinanr
View
67
Download
5
Embed Size (px)
DESCRIPTION
..
Citation preview
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI ................................................................................................. . . 1
BAB I DASAR TEORI.................................................................................... 2
BAB II HASIL PERCOBAAN........................................................................ 17
BAB III PEMBAHASAN................................................................................. 22
BAB IV KESIMPULAN.................................................................................. 27
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................... 28
1
BAB I
DASAR TEORI
A. ANATOMI SENDI TEMPOROMANDIBULA
Sendi rahang atau Temporomandibular Joint (TMJ) belum banyak dikenal
orang awam, padahal bila sendi ini terganggu dapat memberi dampak yang cukup
besar terhadap kualitas hidup (Pedersen, 1996).
TMJ adalah sendi yang kompleks, yang dapat melakukan gerakan
meluncur dan rotasi pada saat mandibula berfungsi. Mekanismenya unik karena
sendi kiri dan kanan harus bergerak secara sinkron pada saat berfungsi. Tidak
seperti sendi pada bagian tubuh lain seperti bahu, tangan atau kaki yang dapat
berfungsi sendiri-sendiri. Gerakan yang terjadi secara simultan ini dapat terjadi
bila otot-otot yang mengendalikannya dalam keadaan sehat dan berfungsi dengan
baik (Pedersen, 1996).
Istilah Temporomandibular Disorders (TMD) diusulkan oleh Bell pada
tahun 1982, yang dapat diterima oleh banyak pakar. Gangguan sendi rahang atau
TMD adalah sekumpulan gejala klinik yang melibatkan otot pengunyahan, sendi
rahang, atau keduanya (Pedersen, 1996).
2
Prosesus kondiloideus
Kondiloideus mandibula adalah bagian yang menonjol dari mandibula
yang meluas ke arah superior dan posterior, berbentuk cembung dengan panjang
20mm medio-lateralis dan 8-10mm ketebalan anterior-porterior4.
Permukaan artikulasi tulang temporal terdiri dari dua bagian yaitu fosa
artikularis dan eminensia artikularis. Fosa artikularis cekung dalam arah antero-
posterior medio-lateral. Eminensia artikularis membentuk batas anterior dari fosa
mandibularis yang meluas ke posterior dan dibatasi oleh linggir meatus akustikus
eksternus4,5.
Meniskus berbentuk oval yang membagi sendi menjadi dua bagian yang
terpisah, yaitu bagian atas antara meniskus dan permukaan artikularis tulang
temporal dan bagian bawah di antara meniskus dan permukaan kondiloideus.
Bentuk permukaan atasnya cekung-cembung dari depan ke belakang yang
beradaptasi dengan permukaan artikulasi tulang temporal sedangkan bentuk
permukaan bawahnya cekung yang beradaptasi dengan kondiloideus 1. Prosesus
kondiloideus 2. Ligamen Sendi Temporomandibula 3. Suplai Darah pada Sendi
Temporomandibula 4. Persarafan pada Sendi Temporomandibula mandibula. Di
bagian depan dan belakang tebal sedangkan tipis di antara ke dua penebalan ini.
Ligamen kapsular melekat ke sekeliling meniskus ini, tendon muskulus
pterigoideus eksternus, muskulus maseter dan muskulus temporalis melekat ke
pinggir depan dari meniskus ini melalui ligamen kapsular3,4.
3
Meniskus ini terbentuk dari kolagen avaskuler yang berfungsi untuk
menstabilisasi kondilus terhadap permukaan artikularis tulang temporal. Fungsi
lapisan lemak yang terdapat di muskulus pterigoideus lateralis adalah untuk
memungkinkan terjadinya gerakan rotasi pada saat membuka mulut. Daerah ini
mengandung pleksus vena sehingga didapati jaringan lunak yang fleksibel4.
Kapsul sendi di sebelah luar membentuk ligamen kapsular yang terdiri dari
jaringan ikat berserat putih yang melekat ke atas pada bagian pinggir fosa
artikularis dan tuberkulum artikularis, melekat ke bawah kolum mandibula.
Kapsul ini diperkuat oleh ligamen temporomandibula di sebelah lateral sedangkan
bagian depan diperkuat oleh muskulus pterigoideus4.
Ligamen Sendi Temporomandibula
Ligamen temporomandibula lebih luas di bagian atasnya dari pada di
bagian bawahnya. Perlekatannya ke permukaan lateralis dari arkus zigomatikus
dan ke tuberkulum artikularis pada bagian atas. Di bagian bawah melekat ke
kolum mandibula. Ligamen ini berhubungan dengan kelenjar parotis dan kulit di
sebelah lateral, sedangkan di sebelah medial dengan ligamen kapsular5.
Ligamen sphenomandibula bentuknya tipis dan pipih, melekat ke spina
angularis os sphenoidalis pada bagian atas, melekat di bagian bawah sebelah
lingual dari foramen mandibula. Ligamen ini berhubungan dengan muskulus
pterigoideus eksternus di bagian atas, di bagian bawah dengan arteri dan vena
alveolaris inferior, lobus kelenjar parotis dan ramus mandibula. Di sebelah medial
berhubungan dengan muskulus pterigoideus internus3,6.
Ligamen stylomandibula bentuknya bulat dan panjang. Ligamen ini
melekat ke prosesus stiloideus os temporalis di bagian atas. Di bagian bawah
melekat ke angulus mandibula dan margo posterior dari ramus mandibula.
Ligamen ini berhubungan dengan muskulus maseter dan kelenjar parotis pada
bagian lateral. Di bagian medial dengan muskulus pterigoideus internus dan
kelenjar submandibularis3,6.
4
Suplai Darah pada Sendi Temporomandibula
Di belakang meniskus ada suatu kelompok jaringan ikat longgar yang
banyak berisi pembuluh darah dan saraf. Suplai darah yang utama pada sendi ini
oleh arteri maksilaris interna terutama melalui cabang aurikular. Arteri maksilaris
merupakan abang terminal dari arteri karotis eksterna yang mensuplai struktur di
bagian dalam wajah dan sebagian wajah luar. Awalnya berada di kelenjar parotis,
berjalan ke depan di antara ramus mandibula dengan ligamen sphenomandibula,
kemudian ke sebelah dalam dari muskulus pterigoideus eksternus menuju fosa
pterigoideus3.
Arteri ini terbagi atas 3 bagian yaitu: Pars mandibularis yang berjalan
mulai dari bagian belakang kolum mandibula sampai ke fosa infratemporalis,
Pars pterigoideus yang berada di dalam fosa infratemporalis, Pars
pterygopalatinus yang berada di dalam fosa pterigopalatina. Daerah sentral
meniskus, lapisan fibrous dan fibrokartilago umumnya tidak memiliki suplai
darah sehingga metabolismenya tergantung pada difusi tulang yang terletak di
dalam dan cairan sinovial3.
5
Persarafan pada Sendi Temporomandibula
Persarafan sensorik pada sendi temporomandibula yang terpenting
dilakukan oleh nervus aurikulotemporal yang merupakan cabang pertama
posterior dari nervus mandibularis. Saraf lain yang berperan adalah nervus
maseterikus dan nervus temporal. Nervus maseterikus bercabang lagi di depan
kapsul dan meniskus. Nervus aurikulotemporal dan nervus maseterikus
merupakan serabut-serabut proprioseptif dari impuls sakit nervus temporal
anterior dan posterior melewati bagian lateral muskulus pterigoideus, yang
selanjutnya masuk ke permukaan dari muskulus temporalis, saluran spinal dari
nervus trigeminus. Permukaan fibrous artikular, fibrokartilago, daerah sentral
meniskus dan membran sinovial tidak ada persarafannya.
Otot-otot yang berperan di Temporo Mandibulae Joint
· M. Masseter
· M. Pterygoideus Externa et Interna
· M. Mylohyoid
· M. Temporalis
· M. Geniohyoid
· M. Digastricus Venter anterior et posterior (Pedersen, 1996).
B. Fisiologi Pergerakan Sendi Temporo Maandibula
6
Berdasarkan hasil penelitian elektromiografi, gerak mandibula dalam
hubungannya dengan rahang atas dapat diklasifikasikan sebagai berikut yaitu :
Gerak membuka
Seperti sudah diperkirakan, gerak membuka maksimal umumnya lebih
kecil daripada kekuatan gigitan maksimal (menutup). Muskulus pterygoideus
lateralis berfungsi menarik prosessus kondiloideus ke depan menuju eminensia
artikularis. Pada saat bersamaan, serabut posterior muskulus temporalis harus
relaks dan keadaan ini akan diikuti dengan relaksasi muskulus masseter, serabut
anterior muskulus temporalis dan muskulus pterygoideus medialis yang
berlangsung cepat dan lancar. Keadaan ini akan memungkinkan mandibula
berotasi di sekitar sumbu horizontal, sehingga prosessus kondilus akan bergerak
ke depan sedangkan angulus mandibula bergerak ke belakang. Dagu akan
terdepresi, keadaan ini berlangsung dengan dibantu gerak membuka yang kuat
dari muskulus digastricus, muskulus geniohyoideus dan muskulus mylohyoideus
yang berkontraksi terhadap os hyoideum yang relatif stabil, ditahan pada
tempatnya oleh muskulus infrahyoidei. Sumbu tempat berotasinya (Pedersen,
1996).
a. Gerak membuka
b. Gerak menutup
c. Protrusi
d. Retusi
e. Gerak lateral
mandibula tidak dapat tetap stabil selama gerak membuka, namun
akan bergerak ke bawah dan ke depan di sepanjang garis yang ditarik (pada
keadaan istirahat) dari prosessus kondiloideus ke orifisum canalis mandibularis
(Pedersen, 1996).
Gerak menutup
Penggerak utama adalah muskulus masseter, muskulus temporalis, dan
muskulus pterygoideus medialis. Rahang dapat menutup pada berbagai posisi,
dari menutup pada posisi protrusi penuh sampai menutup pada keadaan prosesus
7
kondiloideus berada pada posisi paling posterior dalam fosa glenoidalis. Gerak
menutup pada posisi protrusi memerlukan kontraksi muskulus pterygoideus
lateralis, yang dibantu oleh muskulus pterygoideus medialis. Caput mandibula
akan tetap pada posisi ke depan pada eminensia artikularis. Pada gerak menutup
retrusi, serabut posterior muskulus temporalis akan bekerja bersama dengan
muskulus masseter untuk mengembalikan prosesus kondiloideus ke dalam fosa
glenoidalis, sehingga gigi geligi dapat saling berkontak pada oklusi normal
(Pedersen, 1996).
Pada gerak menutup cavum oris, kekuatan yang dikeluarkan otot
pengunyahan akan diteruskan terutama melalui gigi geligi ke rangka wajah bagian
atas. Muskulus pterygoideus lateralis dan serabut posterior muskulus temporalis
cenderung menghilangkan tekanan dari caput mandibula pada saat otot-otot ini
berkontraksi, yaitu dengan sedikit mendepresi caput selama gigi geligi
menggeretak. Keadaan ini berhubungan dengan fakta bahwa sumbu rotasi
mandibula akan melintas di sekitar ramus, di daerah manapun di dekat orifisum
canalis mandibular. Walaupun demikian masih diperdebatkan tentang apakah
articulatio temporomandibula merupakan sendi yang tahan terhadap stres atau
tidak. Hasil-hasil penelitian mutakhir dengan menggunakan model fotoelastik dan
dengan cahaya polarisasi pada berbagai kondisi beban menunjukkan bahwa
artikulasio ini langsung berperan dalam mekanisme stress (Pedersen, 1996).
Protrusi
Pada kasus protrusi bilateral, kedua prosesus kondiloideus bergerak ke
depan dan ke bawah pada eminensia artikularis dan gigi geligi akan tetap pada
kontak meluncur yang tertutup. Penggerak utama pada keadaan ini adalah
muskulus pterygoideus lateralis dibantu oleh muskulus pterygoideus medialis.
Serabut posterior muskulus temporalis merupakan antagonis dari kontraksi
muskulus pterygoideus lateralis. Muskulus masseter, muskulus pterygoideus
medialis dan serabut anterior muskulus temporalis akan berupaya
mempertahankan tonus kontraksi untuk mencegah gerak rotasi dari mandibula
yang akan memisahkan gigi geligi. Kontraksi muskulus pterygoideus lateralis juga
8
akan menarik discus artikularis ke bawah dan ke depan menuju eminensia
artikularis. Daerah perlekatan fibroelastik posterior dari diskus ke fissura
tympanosquamosa dan ligamen capsularis akan berfungsi membatasi kisaran
gerak protrusi ini (Pedersen, 1996).
Retrusi
Selama pergerakan, kaput mandibula bersama dengan discus
artikularisnya akan meluncur ke arah fosa mandibularis melalui kontraksi serabut
posterior muskulus temporalis. Muskulus pterygoideus lateralis adalah otot
antagonis dan akan relaks pada keadaan tersebut (Pedersen, 1996).
Otot-otot pengunyahan lainnya akan berfungsi mempertahankan tonus
kontraksi dan menjaga agar gigi geligi tetap pada kontak meluncur. Elastisitas
bagian posterior discus articularis dan capsula articulatio temporomandibularis
akan dapat menahan agar diskus tetap berada pada hubungan yang tepat terhadap
caput mandibula ketika prosesus kondiloideus bergerak ke belakang (Pedersen,
1996).
Gerak lateral
Pada saat rahang digerakkan dari sisi yang satu ke sisi lainya untuk
mendapat gerak pengunyahan antara permukaan oklusal premolar dan molar,
prosesus kondiloideus pada sisi tujuan arah mandibula yang bergerak akan ditahan
tetap pada posisi istirahat oleh serabut posterior muskulus temporalis sedangkan
tonus kontraksinya akan tetap dipertahankan oleh otot-otot pengunyahan lain yang
terdapat pada sisi tersebut. Pada sisi berlawanan prosesus kondiloideus dan diskus
artikularis akan terdorong ke depan ke eminensia artikularis melalui kontraksi
muskulus pterygoideus lateralis dan medialis, dalam hubungannya dengan
relaksasi serabut posterior muskulus temporalis. Jadi, gerak mandibula dari sisi
satu ke sisi lain terbentuk melalui kontraksi dan relaksasi otot-otot pengunyahan
berlangsung bergantian, yang juga berperan dalam gerak protrusi dan retrusi Pada
gerak lateral, caput mandibula pada sisi ipsilateral, ke arah sisi gerakan, akan tetap
9
ditahan dalam fosa mandibularis. Pada saat bersamaan, caput mandibula dari sisi
kontralateral akan bergerak translasional ke depan. Mandibula akan berotasi pada
bidang horizontal di sekitar sumbu vertikal yang tidak melintas melalui caput
yang ‘cekat’, tetapi melintas sedikit di belakangnya. Akibatnya, caput ipsilateral
akan bergerak sedikit ke lateral, dalam gerakan yang dikenal sebagai gerak
Bennett (Pedersen, 1996).
Selain menimbulkan pergerakan aktif, otot-otot pengunyahan juga
mempunyai aksi postural yang penting dalam mempertahankan posisi mandibula
terhadap gaya gravitasi. Bila mandibula berada pada posisi istirahat, gigi geligi
tidak beroklusi dan akan terlihat adanya celah atau freeway space diantara arkus
dentalis superior dan inferior (Pedersen, 1996).
C. Keabnormala pada proses TMJ diantara:
1. Dislokasi
misalnya luksasi terjadi bila kapsul dan ligamen temporomandibula mengalami
gangguan sehingga memungkinkan processus condylaris untuk bergerak lebih
kedepan dari eminentia articularis dan ke superior pada saat membuka mulut.
Kontriksi otot dan spasme yang terjadi selanjutnya akan mengunci processus
condylaris dalam posisi ini, sehingga mengakibatkan gerakan menutup. Dislokasi
dapat terjadi satu sisi atau dua sisi, dan kadang terjadi secara sepontan bila mulut
dubuka lebar, misalnya pada saat makan atau mengunyah. Dislokasi dapat juga
ditimbulkan oleh trauma saat penahanan mandibula waktu dilakukan anestesi
umum atau akibat pukulan. Dislokasi dapat bersifat kronis dan kambuh, dimana
pasien akan mengalami serangkaian serangan yang menyebabkan kelemahan
abnormal kapsul pendukung dan ligamen(subluksasi kronis) (Pedersen, 1996).
2. Kelainan internal
jika perlekatan meniscus pada kutub processus condylaris lateral mengendur atau
terputus, atau jika zona bilaminar mengalami kerusakan atau degenerasi akibat
trauma atau penyakit sendi ataupun keduanya, maka stabilitas sendi akan
terganggu. Akibatnya akan terjadi pergeseran discus kearah anteromedial akibat
10
tidak adanya penahanan terhadap pergerakan musculus pterygoideus laterralis
superior. Berkurangnya pergeseran kearah anterior yang spontan dari discus ini
akan menimbulkan ”kliking” yang khas, yang akan terjadi bila jarak antara insisal
meningkat. Sumber ”kliking”sendi ini berhubungan dengan pergeseran prosescus
condylaris melewati pita posterior meniscus yang tebal. Dengan memendeknya
pergeseran anterior dari meniscus, terjadi ”kliking” berikutnya. Pada tahap inilah
discus akan bersifat fibrokartilagenus, yang mendorong terbentuknya konfirgurasi
cembung-cembung (Pedersen, 1996).
Closed lock merupakan akibat dari pergeseran discus ke anterior
yang terus bertahan. Bila pita posterior dari discus yang mengalami deformasi
tertahan di anterior processus condylaris, akan terbentuk barier mekanis untuk
pergeseran processus condylaris yang normal. Jarak antar insisial jarang melebihi
25 mm, tidak terjadi translasi, dan fenomena “clicking” hilang. Closed lock dapat
terjadi sebentar-sebentar dengan disela oleh “clicking” dan “locking”, atau bisa
juga bersifat permanen. Pada kondisi parsisten, jarak antar insisal secara bertahap
akan meningkat akibat peregangan dari perlekatan posterior discus, dan bukannya
oleh karena pengurangan pergeseran yang terjadi. Keadaan ini dapat berkembang
ke arah perforasi discus yang disertai dengan osteoarthritis pada processus
condylaris dan eminentia articularis (Pedersen, 1996).
3. Closed lock akut
Keadaan closed lock yang akut biasanya diakibatkan oleh trauma yang
menyebabkan processus condylaris terdorong ke posterior dan akibat terjadi
cedera pada perlekatan posterior. Rasa sakit atau tidak enak yang ditimbulkan
dapat sangat parah, dan keadaan ini kadang disebut sebagai discitis. Discitis ini
lebih menggambarkan keradangan pada perlekatan discus daripada keadaan discus
yang avaskular/aneural (Pedersen, 1996).
4. Artritis.
Keradanga sendi temporomandibula yang disebabkan oleh trauma, atritis tertentu,
dan infeksi disebut sebagai artritis. Trauma, baik akut atau pun kronis,
menyebabkan suatu keadaan progresif yang ditandai dengan pembekaan, rasa
11
sakit yang timbul hilang dan keterbatasan luas pergerakan sendi yang terlibat
(Pedersen, 1996).
5. Spasme otot.
Miospasme atau kekejangan otot, yaitu kontraksi tak sadar dari satu atau
kelompok otot yang terjadi secara tiba-tiba, biasanya nyeri dan sering kali dapat
menimbulkan gangguan fungsi. Devisiasi mandibula saat membuka mulut dan
berbagai macam gangguan/keterbatasan pergerakan merupakan tanda obyektif
dari miospasme. Bila musculus maseter dan temporalis mengalami kekejangan
satu sisi, maka pergerakan membuka dari mandibula akan tertahan, dan akan
terjadi deviasi mandibula ke arah sisi yang kejang. Pada saat membuka mulut
mengunyah dan menutupkan gerakan akan timbul rasa nyeri ekstraartikular. Bil;a
musculus pterygoideus lateralis inferior mengalami spasme akan terjadi maloklusi
akut, yang ditunjukkan dengan tidak beroklusinya gigi-gigi posterior pada sisi
yang sama dengan musculus tersebut, dan terjadi kontak prematur gigi-gigi
anterior pada sisi yang berlawanan. Nyeri akibat spasme pterygoideus lateralis
kadang terasa pada sendi itu sendiri. Bila terjadi kekejangan pada musculus
masseter, temporalis, dan musculus pterygoideus lateralis inferior terjadi secara
berurutan, baik unilateral ataupun bilateral, maka dapat timbul maloklusi akut
(Pedersen, 1996).
6. Oklusi.
Pemeriksan gigi secara menyeluruh dengan memperhatikan khususnya faktor
oklusi, merupakan awal yamg tepat. Gangguan oklusi secara umum bisa langsung
diperiksa, yaitu misalnya gigitan silang, gigitan dalam, gigi supraerupsi dan
daerah tak bergigi yang tidak direstorasi. Abrasi ekstrem dan aus karena pemakain
seringakali merupakan tanda khas penderita bruxism, yang bisa langsung dikenali.
Protesa yang digunakan diperiksa stabilitas, fungsi dan abrasi/aus pada oklusal
(Pedersen, 1996).
7. Sters.
Walaupu sters dikatakan memiliki peranan etiologis yang penting dalam dialami
penderita atau reaksi penderita dalam menghadapinya. Beberapa penderita akan
12
mengalami kualitas tidurnya menjadi rendah dengan mulai timbulnya bruxism
dengan keadaan sters (Pedersen, 1996).
Kelainan sendi temporomandibula
Kelainan STM dapat dikelompokkan dalam 2 bagian yaitu : gangguan
fnsi akibat adanya kelainan struktural dan dangguan fungsi akibat adanya
penyimpangan dalam aktifitas salah satu komponen fungsi sistem mastikasi
(disfungsi). Kelainan STM akibat kelainan struktural jarang dijumpai dan
terbanyak dijumpai adalah disfungsi.
STM yang diberikan beban berlebihan akan menyebabkan kerusakan
pada strukturnya ataun mengganggu hubungan fungsional yang normal antara
kondilus, diskus dan eminensia yang akan menimbulkan rasa sakit, kelainan
fungsi tubuh, atau kedua-keduanya. Idealnya, semua pergerakan STM harus
dipenuhi tanpa rasa sakit dan bunyi pada sendi.
1. kelainan struktural
Kelainan struktural adalah kelainan yang disebabkan oleh perubahan
struktur persendiana akibat gangguan pertumbuhan, trauma eksternal, penyakit
infeksi atau neoplasma dan umumnya jarang dijumpai.
Gangguan pertumbuhan konginetal berkaitan dengan hal-hal yang
terjadi sebelum kelahiran yang menyebabkan kelainan perkembangan yang
muncul setelah kelahiran. Umumnya gangguan tersebut terjadi pada kondilus
yang menyebabkan kelainan selain pada bentuk wajah yang menimbulkan
masalah estetika juga masalah fungsional
Cacat juga dapat terjadi pada permukaan artikular, yang maana cacat
ini dapat menyebabkan masalah pada saat sendi berputar yang dapat pula
melibatkan permukaan diskus. Cacat dapat disebabkan karena trauma pada rahang
bawah, peradangan, dan kelainan struktural. Perubahan di dalam artikular juga
dapat terjadi kerena variasi dari tekanan emosional. Oleh karena itu, ketika
13
tekanan emosional meningkat, maka tekanan pada artikular berlebihan,
menyebabkan terjadinya perubahan pergerakan.
Tekanan yang berlebihan pada sendi dapat mengakibatkan penipisan
pada diskus. Tekanan berlebihan yang terus menrus pada akhirnya menyebabkan
perforasi dan keausan sampai terjadi fraktur pada diskus yang dapat menyebabkan
terjadinya perubahan pada permukaan artikular
Kelainan trauma akibat perubahan pada STM dapat menyebabkan
kerusakan pada jaringan, kondilus ataupun keduanya. Konsekuensi yang mungkin
terjadi adlah dislokasi, hemartrosisi dan fraktur kondilus. Pasien yang mengalami
dislokasi tidak dapat menutup mulut dan terjadi open bite anterior, serta dapat
tekanan pada satu atau dua saluran pendengaran.
Kelainan struktural akibat trauma STM juga dapat menyebabkan edema
atau hemorage di dalam sendi. Jika trauma belum menyebabkan fraktur
mandibula, pada umumnya pasien mengalami pembengkakan pada daerah STM ,
sakit bila digerakaan dan pergerakan sendi berkurang. Kondisi ini kadang kadang
dikenal sebagai radang sendi traumatis.
Kelainan struktural yang dipengaruhi penyakit infeksi akan melibatkan
sistem muskuluskeletal yang banyak terdapat pada STM, penyakit-penyakit
tersebut antara lain yaitu osteoarthritis dan reumatoid arthritis adalah suatu
penyakit peradangan sistemik yang melibatkan sekililing STM
2. Gangguan Fungsional
Gangguan fungsional adalah masalah-masalah STM yang timbul akibat
fungsi yang menyimpang kerena adanya kelainan pada posisi dan fungsi gigi-
geligi, atau otot-otot kunyah.
Suatu keadaan fisiologis atau yang biasa disebut orthofunction yakni
batas toleransi tiap individu saat melakukan pergeseran mandibula saat melakukan
pergeseran mmandibula tanpa menimbulakan keluhan otot ditandai dengan
adanya keserasian antara morfologi oklusi dan fungsi neuromuskular. Istilah
keadaan ini dikenal dengan zona toleransi fisiologik. Apabila ada rangsangan
yang menyimpang dari biasanya akibat oklusi gigi yang menimbulkan kontak
prematur, respon yang timbul berfariasi akibat biologis yang umumnya
14
merupakan respon adaptif atau periode adaptasi. Disini terjadi perubahan-
perubahan adaptif pada jaringan yang terlibat sebagai upaya menerima rangsangan
yang menyimpang tersebut contoh dari perubahan adaptif adalah ausnya
permukaan oklusal gigi, timbulnya perubahan membran periodontal, resorbsi
alveolar setempat. Periode oklusi ini akan jalan terus menerus sampai batas
toleransi fisiologis otoy-otot atau jaringan sekitar telah terlampaui. Berapa lama
adatasi ini akan berlangsung berbeda antara individu yang satu dengan yang lain,
dan dipengaruhi oleh keadaan patologi. Setelah batas psikologis ini terlampaui
respon jaringan mengalami perubahann yang bersifat lebih patologis. Keluhan
dirasakan pada otot-otot pergerakan mandibula, atau dapat pula pada sendi
temporo mandibula.
Gejala Gangguan Sendi Rahang
Kelainan-kelainan sakit sendi rahang umumnya terjadi karena aktivitas yang tidak
berimbang dari otot-otot rahang dan/atau spasme otot rahang dan pemakaian
berlebihan. Gejala-gejala bertendensi menjadi kronis dan perawatan ditujukan
pada eliminasi faktor-faktor yang mempercepatnya. Banyak gejala-gejala
mungkin terlihat tidak berhubungan dengan TMJ sendiri. Berikut adalah gejala-
gejala yang umum:
1. Sakit Telinga: Kira-kira 50% pasien dengan gangguan sendi rahang merasakan
sakit telinga namun tidak ada tanda-tanda infeksi. Sakit telinganya umumnya
digambarkan sepertinya berada di muka atau bawah telinga. Seringkali, pasien-
pasien dirawat berulangkali untuk penyakit yang dikirakan infeksi telinga, yang
seringkali dapat dibedakan dari TMJ oleh suatu yang berhubungan dengan
kehilangan pendengaran (hearing loss) atau drainase telinga (yang dapat
diharapkan jika memang ada infeksi telinga). Karena sakit telinga terjadi begitu
umum, spesialis-spesialis kuping sering diminta bantuannya untuk membuat
diagnosis dari gangguan sendi rahang.
2. Kepenuhan Telinga: Kira-kira 30% pasien dengan gangguan sendi rahang
menggambarkan telinga-telinga yang teredam (muffled), tersumbat (clogged) atau
penuh (full). Mereka dapat merasakan kepenuhan telinga dan sakit sewaktu
15
pesawat terbang berangkat (takeoffs) dan mendarat (landings). Gejala-gejala ini
umumnya disebabkan oleh kelainan fungsi dari tabung Eustachian (Eustachian
tube), struktur yang bertanggung jawab untuk pengaturan tekanan ditelinga
tengah. Diperkirakan pasien dengan gangguan sendi rahang mempunyai aktivitas
hiper (spasme) dari otot-otot yang bertanggung jawab untuk pengaturan
pembukaan dan penutupan tabung eustachian.
3. Dengung Dalam Telinga (Tinnitus): Untuk penyebab-penyebab yang tidak
diketahui, 33% pasien dengan gangguan sendi rahang mengalami suara bising
(noise) atau dengung (tinnitus). Dari pasien-pasien itu, separuhnya akan hilang
tinnitusnya setelah perawatan TMJnya yang sukses.
4. Bunyi-Bunyi: Bunyi-bunyi kertakan (grinding), klik ( clicking) dan meletus
(popping), secara medis diistilahkan crepitus, adalah umum pada pasien-pasien
dengan gangguan sendi rahang. Bunyi-bunyi ini dapat atau tidak disertai dengan
sakit yang meningkat.
5. Sakit Kepala: Hampir 80% pasien dengan gangguan sendi rahang mengeluh
tentang sakit kepala, dan 40% melaporkan sakit muka. Sakitnya seringkal menjadi
lebih ketika membuka dan menutup rahang. Paparan kepada udara dingin atau
udara AC dapat meningkatkan kontraksi otot dan sakit muka.
6. Pusing: Dari pasien-pasien dengan gangguan sendi rahang, 40% melaporkan
pusing yang samar atau ketidakseimbangan (umumnya bukan suatu spinning type
vertigo). Penyebab dari tipe pusing ini belum diketahui.
7. Penelanan : Kesulitan menelan atau perasaan tidak nyaman ketika menelan
8. Rahang Terkunci : Rahang terasa terkunci atau kaku, sehingga sulit membuka
atau menutup mulut
9. Gigi: Gigi-gigi tidak mengalami perlekatan yang sama karena ada sebagian gigi
yang mengalami kontak prematur dan bisa d sebabkan karena maloklusi atau
merasa gigitan tidak pas
16
BAB II
HASIL PENGAMATAN
Pemeriksaan Gerakan STM Secara Palpasi
Jenis Kelamin Orang Coba
Gerakan STM (simetri/normal/terjadi hambatan/…)
Perempuan Simetris, normal
Perempuan Simetris, normal
Pemeriksaan Bunyi STM Secara Auskultasi
Jenis Kelamin Orang Coba
Gerakan STM (sakit/krepitasi/kliking/poping/…)
Perempuan Normal
Perempuan Krepitasi
Pemeriksaan Gerakan Mandibula
Jenis Kelamin Orang Coba
(A)Jarak Maksimal (mm)
(B) Waktu Maksimal (menit)
Perempuan 50 1 menit 5 detik
Perempuan 55 1 menit 22 detik
Jenis Kelamin Orang Coba
Gerakan Mandibula Perubahan Kondil
Perempuan (C) Antero-posterior Normal
Perempuan (D)Lateral Normal
Perempuan (E) Koordinasi gerakan
Kondili bagian kiri sedikit menonjol
17
Kelelahan pada Gerakan Mandibula Menutup Mulut
Jenis Kelamin Orang Coba
Lamanya membuka mulut secara maksimal
Waktu sampai timbul kelelahan (menit)
Perempuan Waktu maksimal (ex. X menit)
1 menit 37 detik
Istirahat 10 menit
½ dari waktu maksimal (0.5 dari X menit + pemijatan)
2 menit 13 detik
Istirahat 10 menit
½ dari waktu maksimal (0.5 dari X menit + pajanan sinar infra merah)
2 menit 1 detik
Gerakan STM pada Beberapa Posisi Kepala
Pengaruh Posisi Kepala terhadap Gerakan Mandibula (menunduk, menengadah, terlentang, kesamping dan istirahat)
Jenis Kelamin Orang Coba
Posisi Kepala Jarak kondil-tragus (mm) dan apa yang dirasakan
Perempuan Tegak Lurus 45
Perempuan Menunduk 25
Perempuan Menengadah 30
Perempuan Terlentang 32,5
Perempuan Kesamping 40
Perempuan Istirahat 37,5
18
Jawaban pertanyaan dan Jawaban
1. Apa yang menyebabkan bunyi sendi?
Terjadinya bunyi pada sendi karena adanya perubahan letak, bentuk, dan
fungsi dari komponen sendi temporomandibular. Bunyi yang dihasilkan dapat
bervariasi mulai dari bunyi yang lemah dan hanya terasa oleh si penderita sampai
yang keras dan tajam. Bunyi ini dapat terjadi pada awal, pertengahan atau akhir
gerak buka dan tutup mulut.
2. Apa perbedaan krepitus, clicking, dan popping?
Krepitus adalah bunyi mengeret atau gemeretak menunjukan adanya
perubahan degenerasi. Biasanya ditemukan pada pasien dengan kelainan sendi
temporo-mandibula jangka panjang .
Clicking adalah bunyi tunggal dalam waktu yang singkat. Bunyi tersebut
dapat berupa bunyi berdebuk yang perlahan, samar sampai bunyi retak yang tajam
dan keras.
Popping adalah bunyi letupan karena adanya keterbatasan gerakan rahang atau
atau gerakan rahang yang biasanya asimetri.
3. Bagaimana pola pergerakan kondil pada saat membuka dan menutup
mulut?
Pada saat membuka mulut, diskus artikularis dan kondil bersama-sama
meluncur ke bawah sepanjang emenensia artikularis dan diskus artikularis
berputar pada kepala kondil ke arah posterior sedangkan pada saat menutup
mulut, kedudukan kepala kondil berada pada bagian tengah diskus yaitu pada
bagian yang tipis.
4. Mengapa dapat timbul gerakan inkoordinasi mandibula?
Dapat terjadi karena hilangnya kontinuitas mandibula sehingga menyebabkan
kehilangan keseimbangan dan akhirnya menyebabkan inkoordinasi gerakan
mandibular.
19
5. Apakah posisi tidur dapat berpengaruh pada kondisi mandibula?
Jelaskan mekanismenya!
Tidur dilakukan kurang lebih selama 6 jam, bila seseorang memiliki kebiasaan
tidur yang salah maka akan dapat mempengaruhi kondisi dari mandibular itu
sendiri. Misalnya kebiasaan tidur dengan memiringkan tubuh ke salah satu sisi
saja dapat menyebabkan tekanan mandibular yang berat pada salah satu sisi.
Apalagi bila tidur dilakukan selama berjam-jam dan kebiasaan itu terbawa sejak
lama, dapat menyebabkan perubahan posisi ataupun kemiringan dari mandibular
yang nantinya akan berpengaruh pula pada susunan gigi geliginya.
6. Mengapa membuka mulut maksimal menimbulkan kelelahan dan nyeri?
Membuka mulut maksimal dapat menimbulkan nyeri karena sendi temporo-
mandibula mengalami dislokasi, dimana sendi rahang "keluar" dari lokasi
normalnya. Sehingga menyebabkan rasa sakit dan lelah bila terus menerus
dilakukan gerakan membuka mulut secara maksimal.
7. Bagaimana pengaruh pemijatan pada kelelahan? Jelaskan
mekanismenya!
Pemijatan mampu memberikan banyak manfaat bagi tubuh. Efek pijat pada
syaraf mampu memberikan rangsangan dan meningkatkan aktivitas otot,
pembuluh darah, dan kelenjar yang diatur oleh otot-otot tersebut. Karena setelah
dipijat, aliran darah ke otot akan lebih lancar sehingga pasokan oksigen akan lebih
banyak dari sebelumnya. Oksigen berguna dalam proses pembakaran untuk
menghasilkan energi, sehingga setelah dipijat energi meningkat dan otot dapat
bekerja lebih lama. Kegiatan pijat mampu mengendurkan dan meregangkan otot
dan jaringan-jaringan lunak dalam tubuh, sehingga mengurangi ketegangan otot
dan kram. Perbaikan sirkulasi darah dan getah bening di otot akan menghasilkan
sirkulasi yang lebih baik dalam tulang-tulang yang terkait. Sendi yang tegang dan
rasa sakit yang diakibatkan oleh kondisi-kondisi seperti arthritis, bisa dikurangi
sehingga tercipta rasa nyaman dan kemudahan dalam bergerak.
20
8. Bagaimana pengaruh infra red pada kelelahan? Jelaskan mekanismenya!
Pemberian infra red pada bagian tubuh tertentu setelah mengalami kelelahan,
akan mengurangi kelelahan yang dirasakan. Hal ini dapat terjadi karena sinar
infra red akan menghasilkan panas yang menyebabkan pembuluh kapiler darah
membesar (vasodilatasi). Sirkulasi darah menjadi lancar, sehingga suplai oksigen
dari darah mengalir lancar. Hal tersebut yang akan menyebabkan rasa lelah
menjadi berkurang.
21
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Pemeriksaan Gerakan STM Secara Palpasi
Pada percobaan kali ini hal pertama yang dilakukan adalah orang coba
dipersiapkan dalam posisi duduk dengan posisi kepala sejajar dengan
lantai.Operator/ pemeriksa menggunakan sarung tangan steril dan masker.
Kemudian melakukan pemeriksaan secara palpasi pada 0,5 sampai 1 cm
didepan meatus acusticus externus (lubang telinga) baik kiri maupun kanan
pada posisi membuka dan menutup mulut. Setelah itu dilakukan pemeriksaan
gerakan kondili pada saat membuka mulut dan menutup mulut.Kemudian
dilakukan pencatatan mengenai posisi dan gerakan kondili. Pada percobaan kali
ini dilakukan pada dua orang perempuan.Pada hasil pemeriksaan orang
pertama, didapatkan gerakan STM yang simetri antara bagian kanan dan kiri,
normal dan tidak adanya hambatan ketika melakukan pergerakan menutup dan
membuka mulut.Kemudian pada hasil pemeriksaan pada orang kedua, juga
didapatkan hasil pemeriksaan gerakan STM yang simetri antara bagian kanan
dan kiri, normal, dan juga tidak terdapat hambatan dalam melakukan
pergerakan membuka dan menutup mulut.
3.2 Pemeriksaan Bunyi STM secara Auskultasi
Pada percobaan kali ini hal pertama yang dilakukan adalah orang coba
dipersiapkan dalam posisi duduk dengan posisi kepala sejajar dengan
lantai.Operator/ pemeriksa menggunakan sarung tangan steril dan masker.
Kemudian melakukan pemeriksaan secara palpasi pada 0,5 sampai 1 cm didepan
meatus acusticus externus (lubang telinga) baik kiri maupun kanan pada posisi
membuka dan menutup mulut dengan menggunakan mikroskop. Setelah itu
dilakukan pemeriksaan gerakan kondili pada saat membuka mulut dan menutup
mulut.Kemudian dilakukan pengamatanapakah terdapat bunyi krepitasi, clicking
22
atau popping. Adanya kelainan dan inoordinasi antara diskus dan kondil bias
menimbulkan bunyi pada sendi. Pada percobaan kali ini didapatkan hasil, pada
orang pertama perempuan didapatkan rasa sakit dan terdapat kelainan krepitus.
Krepitus adalah bunyi mengeret atau gemeretak menunjukan adanya perubahan
degenerasi. Pada orang kedua didapatkan hasil normal dan tidak terjadi rasa sakit.
3.3 Pemeriksaan Gerakan Mandibula
A. Gerakan Membuka Mulut Secara Maksimal
Pada percobaan kali ini hal pertama yang dilakukan adalah orang
coba dipersiapkan dalam posisi duduk dengan posisi kepala sejajar
dengan lantai.Kemudian instruksikan kepada orang coba untuk
membuka mulutnya kemudian memasukkan tiga jari kanan ke dalam
mulutnya.Kemudian mengamati apakah terdapat rasa nyeri pada orang
coba, jika tidak bisa jangan dipaksakan. Selain dengan menggunakan
cara tersebut juga dapat langsung mengukur dengan menggunakan
jangka dan penggaris saat orang coba membuka mulutnya secara
maksimal. Pada orang coba pertama jarak didapatkan jarak maksimal 50
mm dan orang kedua 55 mm.
B. Gerakan Membuka Mulut Waktu maksimal
Pada percobaan kali ini hal pertama yang dilakukan adalah orang
coba dipersiapkan dalam posisi duduk dengan posisi kepala sejajar
dengan lantai.Kemudian instruksikan kepada orang coba untuk
membuka mulutnya kemudian memasukkan tiga jari kanan ke dalam
mulutnya. Kemudian mengamati apakah terdapat rasa nyeri pada orang
coba, jika tidak bias jangan dipaksakan. Selain dengan menggunakan
cara tersebut juga dapat langsung mengukur dengan menggunakan
jangka dan penggaris saat orang coba membuka mulutnya secara
maksimal. Kemudian menghitung lama waktu saat melakukan
pergerakan membuka mulut secara maksimal. Pada orang coba pertama
23
didapatkan hasil waktu maksimal 1 menit 5 detik dan orang kedua
sebesar 1 menit 22 detik.
C. Gerakan mandibula ke Antero-Posterior
Pada percobaan kali ini hal pertama yang dilakukan adalah orang
coba dipersiapkan dalam posisi duduk dengan posisi kepala sejajar
dengan lantai. Kemudian melakukan pemeriksaan secara palpasi dengan
meletakkan jari telunjuk dan jari tengah 0,5 sampai 1 cmdidepan meatus
acusticus externus (lubang telinga) baik kiri maupun kanan. Setelah itu
instruksikan kepada orang coba untuk membuka kemudian dilanjut
dengan menutup mulut sampai gigi geligi saling berkontak. Setelah itu
instruksikan untuk menggerakkan mandibula kearah antero-posterior.
Kemudian melakukan pemeriksaan gerakan kedua kondili. Pada
percobaan kali ini didapatkan hasil pengamatan, adanya pergerakan
kondil ke arah depan dan ke arah belakang secara simetris (normal).
D. Gerakan mandibula ke arah Lateral
Pada percobaan kali ini hal pertama yang dilakukan adalah orang coba
dipersiapkan dalam posisi duduk dengan posisi kepala sejajar dengan
lantai. Kemudian melakukan pemeriksaan secara palpasi dengan
meletakkan jari telunjuk, dan\ jari tengah 0,5 sampai 1 cm di depan meatus
acusticus externus (lubang telinga) baik kiri maupun kanan. Setelah itu
instruksikan kepada orang coba untuk membuka kemudian dilanjut dengan
menutup mulut sampai gigi geligi saling berkontak. Setelah itu
instruksikan untuk menggerakkan mandibula kearah Lateral. Kemudian
melakukan pemeriksaan gerakan kedua kondili. Pada percobaan kali ini
didapatkan hasil pengamatan, adanya pergerakan kondil yang normal.
24
E. Koordinasi Gerakan Mandibula
Pada percobaan kali ini hal pertama yang dilakukan adalah orang coba
dipersiapkan dalam posisi duduk dengan posisi kepala sejajar dengan
lantai. Kemudian meletakkan jari telunjuk, dan\ jari tengah 0,5 sampai 1
cm di depan meatus acusticus externus (lubang telinga) baik kiri maupun
kanan. Setelah itu instruksikan kepada orang coba untuk membuka
kemudian dilanjut dengan menutup mulut sampai gigi geligi saling
berkontak. Kemudian mengamati apakah gerakan dan tonjolan kondili
simetris atau tidak. Pada percobaan kali ini didapatkan hasil pengamatan,
bahwa adanya koordinasi dari kondili tidak simetris, sehingga kondil
sebelah kiri sedikit lebih menonjol dari kondil yang kanan.
F. Kelelahan pada Gerakan Mandibula Menutup Mulut
Pada percobaan kali ini langkah pertama yang dilakukan adalah
memilih orang coba yang belum melakukan percobaan. Dan satu seri
percobaan ini dilakukan oleh orang yang sama. Setelah itu, tetap
instruksikan kepada orang coba untuk duduk tegap denganposisi kepala
sejajar dengan lantai.Kemudian menginstruksikan kepada orang coba
untuk membuka mulut secara maksimal sampai timbul kelelahan dan
mencatat lama waktunya. Didapatkan waktu selama 1 menit 37 detik.
Kemudian mengistirahatkan orang coba selama sepuluh
menit.Kemudian mengulangi percobaan dengan menginstruksikan kepada
orang coba untuk membuka mulut secara maksimal sampai timbul
kelelahan dan mencatat lama waktunya kembali.Namun, setengah dari
waktu timbul lelah lakukan pemijatan pada otot pembuka mulut, sambil
tetap membuka mulut maksimal lalu mencatat waktu timbul kelelahan.Dan
didapatkan hasil 2 menit 13 detik. Setelah itu mengistirahatkan kembali
orang coba selama sepuluh menit.
25
Percobaan dilakukan kembali dengan tahapan yang sama namun
dengan melakukanpemajanan dengan sinar infra red pada otot pembuka
mulut, sambil membuka mulut maksimal lalu mencatat hasil pengamatan
yang dilakukan. Didapatkan hasil 2 menit 1 detik. Dapat disimpulkan
bahwa waktu terjadinya kelelahan paling lama adalah dengan diberikannya
perlakuan pemajanan sinar infra red.
3.4. Gerakan STM Pada Beberapa Posisi Kepala
Pengaruh Posisi Kepala Terhadap Gerakan Mandibula
Pada percobaan kali ini, yang pertama dilakukan adalah memilih orang
coba kemudian menginstruksikan orang coba untuk duduk tegak dengan posisi
kepala sejajar dengan lantai.Dalam posisi kepala tegak dan oklusi sentrik,
kemudian melakukan palpasi pada posisi kondil dan memberi tanda puncak
kondil dan tragus dengan spidol.Kemudian mengukur jarak puncak kondil
dengan tragus yang baru.Setelah itu memerhatikan dan mencatat perubahan
gerakan mandibula yang dirasakan. Kemudian melakukan percobaan tersebut
secara berulang dengan posisi menengadah, terlentang, dan miring ke
samping. Pada hasil pengamatan, didapatkan jarak kondil dan tragus yang
berbeda beda ada tiap posisi kepala. Pada posisi kepala tegak lurus jarak
antara kondil dan tragus 45 mm. Sedangkan jarak pada posisi kepala
menunduk jarak 25 mm. Jarak pada posisi kepala menengadah, terlentang
kesamping dan istirahat berturut turut jarak kondil sampai ke tragus adalah
30 ; 32,5 ; 40 ; 37,5 mm.
26
BAB IV
KESIMPULAN
Sendi tempromandibula mempunyai peranan penting dalam fungsi
fisiologis dalam tubuh manusia. Sendi temporomandibula atau
Temporomandibular Joint (TMJ) adalah suatu persendian yang sangat kompleks
di dalam tubuh manusia. Selain gerakan membuka dan menutup mulut, sendi
temporomandibula juga bergerak meluncur pada suatu permukaan
(ginglimoathrodial). TMJ atau sendi rahang adalah sendi yang menghubungkan
temporal dan mandibula yang terdiri dari: Tulang mandibula dengan kondilusnya
(ujung membulat), Diskus yaitu jaringan penyambung antara kondilus dengan
soketnya pada tulang temporal, Sistem neurovaskuler. Gerakan mandibula yang
tidak selaras itu bisa saja disebabkan karena adanya gangguan pada sendi
temporomandibular. Hal tersebut bisa saja disebabkan karena oklusi gigi yang
tidak sempurna, penggunaan otot mastikasi yang berlebihan dan tidak seimbang,
ataupun kebiasaan-kebiasaan abnormal (menggigit jari, bibir, bruxism,dll) yang
bisa menyebabkan gangguan pada STM.
27
DAFTAR PUSTAKA
1. Dhanrajani PJ, Jonaidel O (2002) Trismus: Aetiology, Differential Diagnosis
and Treatment. Dental Update 29, 88-94.
2. Ganong WF, 1983. Fisiologi Kedokteran Ed. 10. Jakarta: EGC.
3. Guyton, Arthur C. 2007. Fisiologi Kedokteran Ed. 11. Jakarta: EGC.
4. Kaplan AS, Assael LA. Temporomandibular Disorder. Philadelphia. WB
Saunders Company.1991.
5. Pedersen, Gordon W. Buku Ajar Praktis Bedah Mulut. Jakarta: EGC
6. Suryonegoro, H. Pencitraan Temporo Mandibular Disorder.Klicking Jurnal
PDGI:182-188
7. Snell S Richard.1997. Anatomi Klinik Untuk Mahasiswa Kedokteran. Ed.3.
Penerbit Buku Kedokteran EGC. Hal 1-216
8. Universitas Airlangga/Sub-Bagian Bedah Mulut Instalasi Gigi dan Mulut RSU
Dr. Soetomo (diakses pada tanggal 15 Maret 2015)
9. Quinn, Peter. D. 1998. Color Atlas of Temporomandibular joint. St. Louis:
Mosby, Inc.
28