15
PEMBAHASAN DEFINISI Selama kehamilan, bayi tumbuh di dalam kantong berisi yang cairan (kantung ketuban) dalam rahim. Dinding kantung ketuban terdiri dari dua membran: chorion dan amnion. Membran ini menjaga bayi agar tetap aman dalam kantung ketuban. Selaput mmbran ini biasanya pecah selama proses persalinan, ketika bayi siap untuk dilahirkan, maka cairan ini akan mengalir keluar. Dalam keadaan normal, selaput ketuban pecah dalam proses persalinan. Ketuban pecah dini adalah keadan pecahnya selaput ketuban sebelum persalinan. Bila ketuban pecah dini tersebut terjadi sebelum usia kehamilan 37 minggu disebut ketuban pecah dini pada kehamilan premature (preterm premature rupture of membrane) / PPROM. Dalam keadaan normal 8-10% perempuan hamil aterm akan mengalami ketuban pecah dini (Sarwono, ). ANGKA KEJADIAN Insiden ketuban pecah ini dilaporkan bervariasi dari 6% hingga 10% , dimana sekitar 20% kasus terjadi sebelum memasuki masa gestasi 37 minggu. Sekitar 8 hingga 10% pasien ketuban pecah dini memiliki risiko tinggi infeksi intrauterine akibat interval antara ketuban pecah dan persalinan yang memanjang. Ketuban pecah dini berhubungan dengan 30 hingga 40% persalinan preterm dimana sekitar 75% pasien akan mengalami persalinan satu minggu lebih dini dari jadwal (Anonim, 2006).

Kpd

Embed Size (px)

DESCRIPTION

yihiiii

Citation preview

Page 1: Kpd

PEMBAHASAN

DEFINISI

Selama kehamilan, bayi tumbuh di dalam kantong berisi yang cairan (kantung ketuban)

dalam rahim. Dinding kantung ketuban terdiri dari dua membran: chorion dan amnion. Membran

ini menjaga bayi agar tetap aman dalam kantung ketuban. Selaput mmbran ini biasanya pecah

selama proses persalinan, ketika bayi siap untuk dilahirkan, maka cairan ini akan mengalir

keluar.

Dalam keadaan normal, selaput ketuban pecah dalam proses persalinan. Ketuban pecah

dini adalah keadan pecahnya selaput ketuban sebelum persalinan. Bila ketuban pecah dini

tersebut terjadi sebelum usia kehamilan 37 minggu disebut ketuban pecah dini pada kehamilan

premature (preterm premature rupture of membrane) / PPROM. Dalam keadaan normal 8-10%

perempuan hamil aterm akan mengalami ketuban pecah dini (Sarwono, ).

ANGKA KEJADIAN

Insiden ketuban pecah ini dilaporkan bervariasi dari 6% hingga 10% , dimana sekitar

20% kasus terjadi sebelum memasuki masa gestasi 37 minggu. Sekitar 8 hingga 10% pasien

ketuban pecah dini memiliki risiko tinggi infeksi intrauterine akibat interval antara ketuban

pecah dan persalinan yang memanjang. Ketuban pecah dini berhubungan dengan 30 hingga 40%

persalinan preterm dimana sekitar 75% pasien akan mengalami persalinan satu minggu lebih dini

dari jadwal (Anonim, 2006).

ETIOLOGI

Walaupun banyak publikasi tentang KPD, namun penyebabnya masih belum diketahui

dan tidak dapat ditentukan secara pasti. Beberapa laporan menyebutkan faktor-faktor yang

berhubungan erat dengan KPD, namun faktor-faktor mana yang lebih berperan sulit diketahui.

Kemungkinan yang menjadi faktor predisposisi adalah :

Infeksi

Infeksi yang terjadi secara langsung pada selaput ketuban (korioamnionitis) maupun

asenderen dari vagina atau infeksi pada cairan ketuban bisa menyebabkan terjadinya

KPD seperti infeksi klamidia. Gejala klinik pada korioamnionitis antara lain ibu

Page 2: Kpd

menderita panas, uterus yang tegang, cairan vagina yang berbau, peningkatan denyut

jantung janin, leukositosis. (Anonim, 2007; Bruce, 2002).

Servik yang inkompetensia, kanalis sevikalis yang selalu terbuka oleh karena kelainan pada

servik uteri (akibat persalinan, curetage). Pada seviks inkompetensia dengan servik tipis atau

kurang dari 39 mm memiliki resiko sekitar 25% terjadinya KPD. (Anonim, 2006; Anonim, 2007).

Tekanan intra uterin yang meninggi atau meningkat secara berlebihan (overdistensi uterus)

misalnya trauma, hidramnion, gemelli (50%), kembar tiga (90%). Trauma oleh beberapa ahli

disepakati sebagai faktor predisisi atau penyebab terjadinya KPD. Trauma yang didapat misalnya

hubungan seksual, pemeriksaan dalam, maupun amnosintesis menyebabakan terjadinya KPD

karena biasanya disertai infeksi (Anonim, 2007; Mardjono, 1992).

Kelainan letak misalnya sungsang, sehingga tidak ada bagian terendah yang menutupi pintu atas

panggul (PAP) yang dapat menghalangi tekanan terhadap membran bagian bawah (Anonim,

2007).

Riwayat persalinan preterm sebelumnya : risiko 2-4x

Kadar CRH ( corticotropoin releasing hormone ) maternal tinggi misalnya pada stress

psikologis,dsb. Dapat menjadi stimulasi persalinan preterm (Marjono, 1992; Anonim,

2004; Medina & Hill, 2006).

Pada kasus diatas tidak diitemukan factor predisposisi yang jelas sebab terjadinya KPD, tapi

prevalensi terjadinya KPD pada wanita tanpa adanya penyulit dalam kehamilan dan

persalinan adalah terjadinya asendering infection dari jalan lahir seperti infeksi klamidia,

streptococcus yang menyebabkan korioamnionitis. Infeksi ini merangsang pengeluaran

prostaglandin, mediator kimia sitokin, IL -1, TNF alpha dan meningkatkan MMP-1 sehingga

menyebabkan menipisnya selaput ketuban sehingga mudah pecah.

PATOFISIOLOGI

Ketuban pecah dalam persalinan secara umum disebabkan oleh kontrkais uterus dan

peregangan berulang. Selaput ketuban pecah karena pada saerah tertentu terjadi perubahan

biokimia yang menyebabkan selaput ketuban inferior rapuh, nukan karena seluruh selaput

ketuban rapuh.

Page 3: Kpd

Terdapat kseimbangan antara sintesis dan degradasi ekstraseluler matriks. Perubahan

struktur, jumlah sel, dan katabolisme kolagen menyebabkan aktivitas kolagen berubah dan

mnyebabkan selaput ketuban pecah.

Faktor risiko untuk terjadinya ketuban pecah dini adalah:

a. Berkurangnya asam askorbik sebagai komponen kolagen

b. Kekurangan tembaga dan asam askorbik yang berakibat pertumbuhan struktur abnormal

karena antara lain merokok.

Degradasi kolagen dimediasi oleh matriks metaloproteinase (MMP) yang dihambat oleh

inhibitor jaringan spesifik dan inhibitor protease. Mendekati waktu persalinan, keseimbangan

antara MMP dan TIMP-1 mengarah pada degradasi proteolitik dari matriks ekstraseluler dan

membran janin. Aktivitas degradasi proteolitik ini meningkat menjelang persalinan.

Selaput ketuban sangat kuat pada kehamilan muda. Pada trimester ketiga selaput ketuban

mudah pecah. Melemahnya kekuatan selaput ketuban ada hubungannya dengan pembesaran

uterus, kontraksi rahim, dan gerakan janin. Pada trimester terakhir terjadi perubahan bikimia

pada selaput ketuban. Pecahnya ketuban pada kehamilan aterm merupakan hal fisiologis.

Ketuban pecah dini pada kehamilan prematur disebabkan faktor-faktor eksternal, misalnya

infeksi menjalar dari vagina.

Teori lain mnegatakan bahwa kolagen terdapat pada lapisan kompakta amnion, fibroblas,

jaringan retikuler korion dan trofoblas. Sintesis maupun degradasi jaringan kolagen dikontrol

oleh sistem aktifitas dan inhibisi interleukin-1 (IL-1) dan prostaglandin. Jika ada infeksi dan

inflamasi, terjadi peningkatan aktifitas IL-1 dan prostaglandin, menghasilkan kolagenase

jaringan, sehingga terjadi depolimerisasi kolagen pada selaput korion/amnion, menyebabkan

selaput ketuban tipis, lemah dan mudah pecah spontan (Mardjono, 1992).

MANIFESTASI KLINIK

Setelah ketuban pecah dini pada kondisi “term’, sekitar 70% pasien akan memulai

persalinan dalam 24 jam, dan 95% dalam 72 jam. Setelah ketuban pecah dini preterm, periode

latensi dari ketuban pecah hingga persalinan menurun terbalik dengan usia gestasional, misalnya

pada kehamilan minggu ke 20 hingga ke 26, rata-rata periode latensi sekitar 12 hari. Pada

kehamilan minggu ke 32 hingga ke 34, periode latensi berkisar hanya 4 hari.

Page 4: Kpd

Ketuban pecah dini dapat memberikan stress oksidatif terhadap ibu dan bayi. Peningkatan

lipid peroxidation dan aktivitas proteolitik dapat terlihat dalam eritrosit. Bayi premature memiliki

pertahanan antioksidan yang lemah. Reaksi radikal bebas pada bayi premature menunjukan

tingkat lipid preoxidation yang lebih tinggi selama minggu pertama kehidupan. Beberapa

komplikasi pada neonatus diperkirakan terjadi akibat meningkatnya kerentanan neonatus

terhadap trauma radikal oksigen (Anonim, 2006).

DIAGNOSIS

Diagnosis harus didasarkan pada :

Anamnesis dengan riwayat kapan keluar air, warna, bau

Inspeksi dengan melihat keluarnya cairan pervaginam

Inspekulo

Bila fundus ditekan atau bagian terendah digoyangkan keluar cairan dari OUE dan

terkumpul di forniks posterior.

Pemeriksaan dalam ditemukan adanya cairan dalam vagina dan selaput ketuban tidak ada.

Pemeriksaan laboratorium dengan kertas lakmus menunjukkan reaksi basa (lakmus

merah berubah menjadi biru) (Kumboyo dkk, 2001).

Tes pakis, dengan meneteskan cairan ketuban pada gelas objek dan dibiarkan kering.

Pemeriksaan mikroskopik menunjukkan kristal cairan amnion dan gambaran daun pakis

(Prawihardjo dkk, 2002).

Pemeriksaan ultrasonografi (USG) pemeriksaan ini dimaksudkan untuk melihat jumlah

cairan ketuban dalam kavum uteri. Pada kasus KPD terlihat jumlah cairan ketuban yang

sedikit. Namun sering terjadi kesalahan pada penderita oligohidromnion.

Walaupun pendekatan diagnosis KPD cukup banyak macam dan caranya, namun pada

umumnya KPD sudah bisa terdiagnosis dengan anamnesa dan pemeriksaan sedehana (Anonim,

2007).

Pada pasien ini untuk mendukung diagnosis KPD dilakukan anamnesis didapatkan ibu

mengeluh keluar air dari kemaluan warna jernih dan tidak berbau serta tidak ditemukan adanya

tanda-tanda awal persalinan. Penentuan umur kehamilan pada pasien ini dilakukan dengan

pemeriksaan obstetric, yaitu TFU 28 cm yang menunjukkan kehamilan sudah aterm. Hal ini

dikarenakan pasien lupa dengan hari pertama haid terkhirnya.

Page 5: Kpd

Pada pemeriksaan dalam ditemukan pembukaan serviks masih 1 cm dengan penipisan

10% dan perabaan selaput ketuban ditemukan negative. Pada pasien ini setelah 1 jam dari waktu

pecahnya ketuban tidak didapatkan tanda-tanda inpartu berarti diagnosis KPD dapat ditegakkan.

KOMPLIKASI

Infeksi intrauterine (korioamnionitis) ascendens dari vagina ke intrauterin. Pada ibu

kerentanan terhadap infeksi sangat tinggi dilhat dari gejala klinik panas, uterus tegang,

leukositosis.

Prolaps tali pusat, bisa sampai gawat janin dan kematian janin akibat hipoksia (sering

terjadi pada presentasi bokong atau letak lintang).

Prematuritas, persalinan preterm, jika terjadi pada usia kehamilan preterm.

Distosia (partus kering) sering karena oligohidramnion atau air ketuban habis.

Pada pasien ini tidak ditemukan adanya komplikasi pada ibu dan/ atau janin.

PENATALAKSANAAN

Penatalaksanaan kehamilan dengan komplikasi ketuban pecah dini perlu mempertimbangkan

morbiditas dan mortalitas immaturitas neonatal yang berhubungan dengan persalinan dan risiko

infeksi terhadap ibu dan janin.

Page 6: Kpd

1. Medikasi

Kortikosteroid.

Pemberian kortikosteroid dapat menekan morbiditas dan mortalitas perinatal pasca ketuban

pecah dini preterm. Kortikosteroid juga menekan risiko terjadinya sindrom distress

pernafasan (20 – 35,4%), hemoraghi intraventrikular (7,5 – 15,9%), enterokolitis

nekrotikans (0,8 – 4,6%). Rekomendasi sebagian besar menggunakan betamethason

(celestone ) intramuscular 12 mg setiap 24 jam selama 2 hari. National Institute of Health

merekomendasikan pemberian kortikosteroid sebelum masa gestasi 30-33 minggu, dengan

asumsi viabilitas fetus dan tidak ada infeksi intra amniotik. Pemberian kortikosteroid setelah

masa gestasi 34 minggu masih controversial dan tidak direkomendasikan kecuali ada bukti

immaturitas paru melalui pemeriksaan amniosentesis.

Antibiotik

Pemberian antibiotic pada pasien ketuban pecah dini dapat menekan infeksi neonatal dan

memperpanjang periode latensi. Sejumlah antibiotik yang digunakan meliputi ampisilin 1

gram dengan kombinasi eritromisin 250 mg setiap 6 jam selama 48 jam, diikuti pemberian

amoksisilin 250 mg dan eritromisin 300 mg setiap 8 jam untuk lima hari. Pasien yang

mendapat kombinasi ini dimungkinkan dapat mempertahankna kandungan selama 3 minggu

setelah penghentian pemberian antibiotik setelah 7 hari.

Agen Tokolitik

Pemberian agent tokolitik diharapkan dapat memperpanjang periode latensi namun tidak

memperbaiki luaran neonatal. Tidak banyak data yang tersedia mengenai pemakaian agen

tokolitik untuk ketuban pecah dini. Pemberian agen tokolitik jangka panjang tidak

diperkenankan dan hingga kini masih menunggu hasil penelitian lebih jauh.

2. Penatalaksanaan berdasarkan masa gestasi

Masa gestasi dibawah 24 minggu.

Sebagian besar pasien akan mengalami persalinan dalam 1 minggu bila terjadi ketuban

pecah dini dengan periode latensi sekitar 6 hari , dan sebagian besar yang lahir biasanya

mengalami banyak masalah seperti penyakit paru kronik, gangguan neurology dan

Page 7: Kpd

perkembangan, hidrosefalus dan cerebral palsy. Sekitar 50% janin dengan ketuban pecah

dini pada minggu ke 19 akan mengalami sindrom Potter, 25% pada mereka yang lahir di

minggu ke 22 dan 10% pada mereka yang lahir setelah masa gestasi 26 mingu. Pasien harus

mendapat konseling mengenai manfaat dan risiko penatalaksanaan akan kemungkinan bayi

tidak dapat bertahan secara normal.

Masa gestasi 24 – 31 minggu

Persalinan sebelum masa gestasi 32 memicu morbiditas dan mortalitas neonatal berat. Bila

tidak dijumpai infeksi intraamniotik maka kehamilan diupayakan dipertahankan hingga 34

minggu. Bila ada infeksi intraamniotik maka pasien akan melahirkan dalam waktu 1

minggu. Klinisi harus memberikan kortikosteroid dan antibiotik serta melakukan penilaian

menyeluruh mengenai keadaan janin melalui monitoring fetal dan ultrasonografi.

Masa gestasi 32 – 33 minggu

Biasanya Mengalami masalah dengan maturitas paru-paru, induksi persalinan dan

penanganan bayi premature harus segera direncanakan. Upaya mempertahankan kehamilan

lebih lama setelah maturitas paru akan meningkatkan risiko amnionitis maternal, kompresi

umbilical cord, rawat inap yang makin lama dan infeksi neonatal.

Masa gestasi 34 – 36 minggu

Biasanya klinisi menghindari upaya memperlama kehamilan. Sebuah studi menunjukan

bahwa penatalaksanaan konservatif antara masa gestasi 34 hingga 36 minggu akan

meningkatkan risiko korioamnititis. Walaupun kortikosteroid tidak diindikasikan untuk

kehamilan lewat 34 minggu, pemberian antibiotik tetap dilakukan sebagai profilaksis

infeksi streptococcus group B dan fasilitasi penanganan neonatus perematur harus

disiapkan segera. Ketuban pecah dini preterm atau perterm PROM bukan merupakan

kontraindikasi persalinan pervaginam (Medina & Hill, 2006).

Kehamilan Aterm

Diberikan antibiotika ampicilin injeksi 1 gram

Observasi suhu rectal tiap 3 jam, bila meningkat > 37,60C segera terminasi

Page 8: Kpd

Bila suhu rectal tidak meningkat ditunggu 12 jam, bila belum ada tanda-tanda

inpartu dilakukan terminasi.

KPD dengan kehamilan preterm berdasarkan perkiraan berat janin

Perkiraan berat badan janin > 1500 gr

Diberikan antibiotika ampicilin 1 gr IV selama 2 jam selanjutnya amoksisilin

3x500 mg selama 3 hari

Diberikan kortikosteroid untuk merangsang maturasi paru yaitu dexametason

2x19 mg IV selama 24 jam atau betametason 12 mg

Observasi 2x24 jam, bila belum inpartu segera terminasi.

Observasi suhu rectal tiap 3 jam bila kecenderungan meningkat 37,60C, segera

terminasi.

Perkiraan berat badan janin < 1500 gr

Diberikan antibiotika ampicilin 1 gr IV selama 2 jam selanjutnya amoksisilin

3x500 mg selama 3 hari

Observasi 2x24 jam, bila belum inpartu segera terminasi.

Observasi suhu rectal tiap 3 jam bila kecenderungan meningkat 37,60C, segera

terminasi.

Bila 2x24 jam air ketuban tidak keluar dilakukan USG

Bila jumlah air ketuban cukup kehamilan dilanjutkan (konservatif)

Bila jumlah air ketuban sedikit, segera terminasi

Bila 2x24 jam air ketuban masih tetap keluar segera terminasi.

Bila konservatif sebelum penderita pulang diberi nasehat

Segera kembali ke RS bila ada tanda-tanda demam atau keluar air ketuban lagi

Tidak boleh koitus

Tidak boleh manipulasi vagina.

Yang dimaksud terminasi adalah :

Induksi persalinan dengan oksitosin drip 5 unit dalam 500 cc Dextrose 5% dimulai 8 tetes

permenit, dinaikkan 4 tetes tiap 30 menit sampai his adekuat maksimal 40 tetes/menit.

Seksio sesarea bila syarat oksitosin drip tidak terpenuhi atau drip oksitosin gagal.

Page 9: Kpd

Induksi persalinan dianggap gagal bila dengan 2 botol drip oksitosin belum ada tanda-tanda

awal persalinan atau bila 12 jam belum keluar dari fase laten dengan tetesan maksimal.

Penatalaksanaan pada pasien ini sesuai dengan kehamilan aterm yaitu pasien datang dengan

keluhan keluar air dan dilakukan pemerikasaan didapatkan diagnosis KPD > 12 jam , diberikan

injeksi antibiotic ampicilin 1 gram/ 6 jam. Pada pasien ini dilakukan terminasi dengan rencana

persalinan pervaginam, untuk mempercepat terminasi kehamilan dilakukan induksi oksitosin drip

5 Unit dalam 500 cc D5% dimulai dengan 8 tetes/menit dinaikkan 4 tetes/30 menit sampai his

adekuat. Pertimbangan dilakukan induksi oksitosin drip karena dari hasil pemeriksaan pelvic

score didapatkan nilai pelvic score 6, dimana syarat mnelakukan induksi aoksitosin adalah bila

pelvic score sama dengan/ diatas nilai 5. Tetesan dipertahankan pada tetes oxy ke 24 karena his

sudah adekuat. 2 jam setelah HIS adequat dilakukan pemeriksaan dalam dan didapatkan

pembukaan serviks telah mencapai 5 cm ketuban negative penurunan kepala hodge II+, dengan

denominator ubun-ubun kecil. 1 jam kemudian sudah tampak doran teknus perjol vulka yang

menandakan waktunya dilakukan pimpinan persalinan. sepuluh menit kemudian bayi lahir

dengan kondisi baik, lahir plasenta lengkap dan kontraksi uterus baik tidak ada perdarahan aktif.

Kondisi 2 jam postpartum kondisi ibu dan bayi baik hingga ibu keluar rumah sakit tanggal 18

Januari 2008.

Page 10: Kpd

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2006. Ketuban Pecah Dini. The Largest Indonesian Gamers Community.

Anonim, 2007. Ketuban Pecah Dini. MedLinux Article.

Anonym, 2004. High Risk Pregnancy-Premature Rupture of Membrane (PROM)/Preterm

Premature Rupture of Membrane (PPROM). Univercity of Virginia. USA.

Bankowski, Brandon J et al, 2002. The John Hopkins Manual of Gynecology angd Obstetrics 2nd

Ed. Lippincott Williams & Wilkins. Philadephia USA.

Kumboyo, Doddy A, dkk. 2001. Standar Pelayanan Medik SMF Obstetri dan Ginekologi. RSU

Mataram. Mataram.

Marjono, Anthonius. 1992. Ketuban Pecah Dini dan Infeksi Intrapartum. FKUI. Jakarta.

Medina, Tanya M and Hill D. Ashley. 2006. Preterm Premature Rupture of Membrane:

Diagnosis and Management. American Familiy Physician. Orlando Florida.

Prawihardjo, S, dkk. 2001. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan maternal dan Neonatal.

Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawihardjo. Jakarta.