Author
gasomedic85
View
88
Download
2
Embed Size (px)
DESCRIPTION
kelainan refraksi pada anak
BAB I
PENDAHULUAN
Mata sangat penting artinya bagi manusia. Sekitar 80% informasi yang kita dapatkan
berasal dari indera penglihatan kita. Bila terjadi gangguan pada penglihatan maka akan terjadi
juga gangguan pada kehidupan manusia.
Kelainan penglihatan/refraksi adalah suatu keadaan dimana terdapat satu atau lebih
struktur optik bola mata yang memperlihatkan variasi di luar nilai normal variasi biologis,
namun bukan merupakan kelainan mata kongenital/penyakit. Dan variasi ini bersifat
individual sehingga kadang-kadang sulit untuk diprediksi sebelumnya. Tidak semua kelainan
refraksi pada anak perlu dikoreksi. Namun apabila kelainan ini mengganggu proses
perkembangan penglihatan normal, maka hal ini perlu dilakukan deteksi dini dan dilakukan
koreksi. Kerap kali orang tua menganggap sepele dengan kelainan mata yang terjadi pada
anak. Padahal gangguan penglihatan pada bayi dan si kecil dapat berdampak pada
perkembangan psikomotor, kognitif, sosial dan emosi anak. Bahkan tanpa deteksi dini,
gangguan mata pada anak dapat menyebabkan hilangnya fungsi penglihatan permanen. Maka
deteksi dini dan melakukan penatalaksaan yang tepat dapat membantu menurunkan angka
gangguan penglihatan pada anak.
1
PERKEMBANGAN PENGLIHATAN NORMAL
Tajam penglihatan pada saat lahir berkisar antara persepsi cahaya dan pada hitungan
jari tangan. Hal ini akan mengalami proses pematangan terutama pada awal-awal tahun
kehidupan anak. Pada usia 6 – 12 bulan terjadi perubahan anatomi dan fisiologi pada mata
dan pusat penglihatan mata di otak, yang berhubungan langsung dengan kemajuan
penglihatan. Sistem penglihatan manusia masih peka terhadap gangguan penglihatan sampai
usia 9 tahun. Kedua mata saling berhubungan untuk menghasilkan penglihatan binokuler
(melihat dengan kedua mata untuk menghasilkan bayangan tunggal). Perkembangan
penglihatan ini tergantung dari stimulus yang sama pada retina kedua mata dan sumbu
kedua mata yang sejajar.
Mata anak sangat berbeda dengan mata orang dewasa. Mata anak bukanlah bentuk
miniatur dari mata orang dewasa. Mata anak terus berkembang hingga dewasa. Semua
kelainan yang timbul pada mata anak akan dapat berlanjut hingga dewasa. Kelainan tersebut
sangat beragam, mulai dari kelainan congenital (bawaan lahir) seperti katarak congenital,
glaucoma congenital; kelainan anatomi mata baik pada kelopak mata, saluran air mata,
kornea iris, lensa dan retina; infeksi dan alergi mata, kelainan saraf mata, tumor mata,
kelainan bentuk wajah yang mempengaruhi mata, trauma atau adanya kelainan/gangguan
sistemik pada anak yang mempengaruhi fungsi mata hingga gangguan refraksi mata seperti
mata minus, mata plus, silinder, mata malas hingga juling. Oleh karena itu, deteksi dini
adanya kelainan atau gangguan pada fungsi perkembangan penglihatan mata anak sangat
perlu dilakukan bahkan sejak awal kelahirannya.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Definisi
Kelainan refraksi adalah keadaan bayangan tegas tidak dibentuk pada retina. Secara
umum, terjadi ketidak seimbangan sistem penglihatan pada mata sehingga menghasilkan
bayangan yang kabur. Sinar tidak dibiaskan tepat pada retina, tetapi dapat di depan atau di
belakang retina dan tidak terletak pada satu titik fokus. Kelainan refraksi dapat diakibatkan
terjadinya kelainan kelengkungan kornea dan lensa, perubahan indeks bias, dan kelainan
panjang sumbu bola mata.
Anatomi Mata
Gambar.1. Bagian-bagian mata
Dasar dari kelainan refraksi adalah anatomi bola mata. Pada masa pertumbuhan anak-
anak sampai usia 18 tahun, anatomi tubuh masih mengalami perubahan menjadi besar.
Dengan adanya pertumbuhan dari tubuh, secara otomatis anatomi bola mata juga akan
berubah. Sehingga kelainan refraksi juga akan selalu berubah sesuai dengan perubahan yang
terjadi pada bola mata.
3
Gejala
Terkadang para orang tua lupa dan kurang memperhatikan adanya gangguan
penglihatan pada anak-anaknya, sebab gangguan penglihatan (kelainan refraksi) mata pada
anak-anak terkadang sulit diketahui apabila tidak diperhatikan secara seksama. Hal tersebut
disebabkan anak-anak sulit mengungkapkan kelainan yang dirasakannya (terutama yang
masih relatif rendah), tetapi secara umum gejala kelainan refraksi mata pada anak dapat
dilihat dari kebiasaan (yang tak lazim) pada anak, diantaranya :
Anak melihat benda atau tulisan (misal TV) selalu merasa nyaman pada jarak lebih
dekat dari umumnya orang dengan kondisi penglihatan mata normal, terkadang pada
kasus radikal merasa nyaman hingga kurang dari jarak 2 meter.
Anak seringkali salah ketika melihat dan membaca tulisan (huruf) yang tertulis di
media tertentu (papan tulis, papan reklame dll).
Anak seringkali mengerutkan dahinya atau memiringkan kepalanya atau
memicingkan matanya ketika melihat secara detil tulisan/benda (yang relatif kecil)
pada jarak jauh.
Anak seringkali tidak tahan lama ketika membaca buku, mengeluh pusing, atau
merasa cepat capek.
Maka untuk mengetahui keadaan penglihatan mata pada anak periksakan anak secara rutin
kepada dokter mata atau refraksionis optisien (biasanya di optikal yang berijin) minimal
setahun sekali, dimana secara sederhana kelainan refraksi mata pada anak dapat dideteksi
dengan melihat (secara monokuler) deret huruf pada Snellen Chart dan apabila anak tidak
dapat melihat secara baik dan benar pada visus tertentu ada kemungkinan anak tersebut
membutuhkan bantuan kacamata dengan ukuran tertentu (tergantung hasil pemeriksaan).
4
Pada anak yang dinyatakan mengalami kelainan refraksi dan menggunakan bantuan
kacamata, dianjurkan penggunaannya secara terus menerus agar diperoleh visus yang stabil,
terlebih pada anak yang memiliki kelainan refraksi dengan ukuran yang berbeda, misal yang
satu lebih berat, sebab mata tersebut cenderung lebih malas (lazy-eye) dan akan berakibat
bertambah berat yang disebabkan tidak adanya gerakan akomodasi. Secara umum periksakan
penglihatan mata anak sedikitnya setahun sekali (atau mungkin kurang dari setahun
tergantung pada adanya keluhan). Hal tersebut perlu dilakukan mengingat pada usia dibawah
15 tahun merupakan masa-masa pertumbuhan dimana sel-sel mata juga akan mengalami
perubahan mengikuti pertumbuhan yang relatif cepat.
Kelainan refraksi
1. Miopia
Definisi: Mata miopik lebih panjang daripada normal, sehingga cahaya terfokus di
depan retina. Objek pada jarak pendek tampak jelas, tetapi objek pada jarak jauh
terlihat kabur. Pada miopia, objek pada jarak jauh terlihat kabur karena mata terlalu
panjang dan gambaran terfokus di depan retina bukan tepat pada retina.
Gambar.2.Mata Miopi
5
Klasifikasi
Dikenal beberapa bentuk myopia:
a. Miopia refraktif, bertambahnya indeks bias media penglihatan seperti terjadi pada
katarak intumesen dimana lensa menjadi lebih cembung sehingga pembiasan lebih
kuat.
b. Myopia aksial, myopia akibat panjangnya sumbu bola mata dengan kelengkungan
kornea dan lensa normal.
c. Myopia kurvatura, besar bola mata normal tetapi kurvatura kornea dan lensa lebih
besar dari normal.
Menurut derajat beratnya myopia dibagi dalam:
a. Myopia ringan, miopianya 1-3 dioptri
b. Miopia sedang, miopinya 3-6 dioptri
c. Miopia berat atau tinggi, miopinya lebih besar dari 6 dioptri
Menurut perjalanan myopia dikenal bentuk
a. Myopia stasioner, myopia menetap setelah dewasa
b.Myopia progresif, myopia yang bertambah terus pada usia dewasa akibat bertambah
panjangnya bola mata.
c. Myopia maligna, myopia yang berjalan progresif yang dapat mengakibatkan ablasi
retina dan kebutaan atau sama dengan myopia pernisiosa/myopia
maligna/miopiadegeneratif.
6
Biasanya terjadi bila myopia lebih dari 6 dioptri disertai kelainan pada fundus okuli
dan pada panjangnya bola mata sampai terbentuk stafiloma postikum yang terletak
pada bagian temporal papil disertai dengan atrofi korioretina.
Epidemiologi: Kelainan ini menyebar merata di berbagai geografis, etnis, usia dan
jenis kelamin.
Etiologi dan Faktor Resiko: Penyebab kelainan ini sesuai jenisnya masing-masing,
yaitu diameter anterior posterior bola mata yang lebih panjang, kurvatura kornea dan
lensa yang lebih besar, dan perubahan indeks refraktif.
Manifestasi Klinik
a. Pasien menyatakan melihat lebih jelas bila dekat malahan melihat terlalu dekat,
sedangkan melihat jauh kabur atau disebut pasien adalah rabun jauh.
b. Paisen mengeluh sakit kepala, sering disertai dengan juling dan celah kelopak
mata yang sempit.
c. Pasien mempunyai pungtum remotum yang dekat sehingga mata selalu dalam atau
d. berkedudukan konvergensi yang akan menimbulkan keluhan astenopia
konvergensi, jika kedudukan mata ini menetap, maka penderita akan terlihat juling
ke dalam atau esoptropia.
Diagnosis: Diagnosis ditegakkan berdasarkan manifestasi klinis dan pemeriksaan
dengan ophtalmoscope.
Diagnosis Banding: Diagnosis bandingnya diantaranya hipermetropi dengan
kekuatan lebih dari 3 dioptri.
7
Pemeriksaan Penunjang: Pada pemeriksaan funduskopi terdapat miopik kresen
yaitu gambaran bulan sabit yang terlihat pada polus posterior fundus mata myopia,
sclera oleh koroid.
Patofisiologi: Miopia merupakan kelainan yang diturunkan dan seringkali ditemukan
pada anak-anak ketika mereka berusia 8-12 tahun. Antara usia 13-19 tahun, ketika
tubuh mengalami pertumbuhan yang pesat, miopia semakin memburuk. Antara usia
20-40 tahun, biasanya terjadi sedikit perubahan. Jika sifatnya ringan maka disebut
miopia rendah, jika berat disebut miopia tinggi. Miopia tinggi memiliki resiko yang
lebih tinggi terhadap terjadinya pelepasan retina. Penderita miopia harus
memeriksakan matanya secara teratur guna mengetahui setiap perubahan yang terjadi
pada retina. Jika retina lepas, maka satu-satunya cara untuk memperbaikinya adalah
pembedahan.
Penyebab:Miopia Aksial: Panjang aksial bola mata>N Miopia Refraktif :lensa terlalu
cembung kornea terlalu cembung indeks bias lensa naik perubahan letak lensa
Gejala: Penglihatan jauh kabur Nonton TV dekat. Tidak dapat melihat tulisan
dipapan tulis Mata lekas lelah, berair, cepat mengantuk (gejala astenopia).
Memicingkan mata agar melihat jelas. Hemeralopia(rabunsenja).
Penatalaksanaan: Kacamata: Koreksi dengan lensa sferis negative terlemah yang
menghasilkan tajam penglihatan terbaik. Lensa kontak untuk anismetropia myopia
tinggi.
Komplikasi: Ablatio retina terutama pada myopia tinggi, Strabismus
(esotropia,eksotropia), dan Ambliopia.
8
Prognosis: Prognosis tergantung onset kelainan, waktu pemberian peengobatan,
pengobatan yang diberikan dan penyakit penyerta. Pada anak-anak, jika koreksi
diberikan sebelum saraf optiknya matang (biasanya pada umur 8-10 tahun), maka
prognosisnya lebih baik.
2. Hipermetropia
Definisi: Mata hipermetropia lebih pendek daripada normal. Cahaya dari objek jarak
dekat (misalnya ketika membaca buku), tidak dapat terfokus secara jelas pada retina.
Mata terlalu pendek sehingga objek jarak dekat terlihat kabur.
Gambar.3.Mata Hipermetropia
Klasifikasi
Berdasarkan struktur bola mata:
1. Hipermetropi refraktif, berkurangnya indeks bias media penglihatan.
2. Hipermetropi aksial, kekuatan refraksi mata normal, tetapi diameter anterior
posterior bola mata lebih pendek dari normal.
3. Hipermetropi kurvatura, besar bola mata normal tetapi kurvatura kornea dan lensa
lebih lemah dari normal.
9
Epidemiologi: Kelainan ini menyebar merata di berbagai geografis, etnis, usia dan
jenis kelamin.
Etiologi dan Faktor Resiko: Penyebab kelainan ini sesuai jenisnya masing-masing,
yaitu diameter anterior posterior bola mata yang lebih pendek, kurvatura kornea dan
lensa yang lebih lemah, dan perubahan indeks refraktif
Patofisiologi: Hipermetropia juga diturunkan. Bayi dan anak-anak cenderung
mengalami hipermetropia ringan. Sejalan dengan pertumbuhan dan bertambah
panjangnya mata, hipermetropia semakin berkurang.
Manifestasi Klinik
a.Bila 3 dioptri atau lebih, atau pada usia tua, pasien mengeluh penglihatan jauh
kabur.
b. Penglihatan dekat lebih cepat buram, akan lebih terasa lagi pada keadaan
kelelahan, atau penerangan yang kurang.
c. Sakit kepala biasanya pada daerah frontal dan dipacu oleh kegiatan melihat dekat
jangka panjang. Jarang terjadi pada pagi hari, cenderung terjadi setelah siang hari
dan bisa membaik spontan kegiatan melihat dekat dihentikan.
d. Eyestrain
e. Sensitive terhadap cahaya
f. Spasme akomodasi, yaitu terjadinya cramp m. ciliaris diikuti penglihatan buram
intermiten
10
Diagnosis: Pada pasien dengan daya akomodasi yang masih sangat kuat atau pada
anak-anak, sebaiknya pemeriksaan dilakukan dengan pemberian siklopegik atau
melumpuhkan otot akomodasi.
Diagnosis Banding: Diagnosis Banding kelainan ini adalah Presbiopi.
Pemeriksaan Penunjang: Pemeriksaan penunjang adalah ophtalmoscope.
Penyebab: Miopia Aksial: Panjang aksial bola mata>N Miopia Refraktif :lensa
terlalu cembung kornea terlalu cembung indeks bias lensa naik perubahan letak lensa.
Gejala: Penglihatan dekat buram. Gejala astenopia akomodativa (setelah
membaca/menulis). Hipermetropia tinggi-->juling konvergen.
Penatalaksanaan: Kacamata: Koreksi dengan lensa positif terkuat yang
menghasilkan tajam penglihatan terbaik. Lensa kontak untuk anisometropia
hipermetropia tinggi.
Komplikasi: Glaukoma sudut tertutup. Esotropia pada hipermetropia >2.0 D.
Ambliopia terutama pada hipermetropia dan anisotropia.
Prognosis: Prognosis tergantung onset kelainan, waktu pemberian peengobatan,
pengobatan yang diberikan dan penyakit penyerta. Pada anak-anak, jika koreksi
diberikan sebelum saraf optiknya matang (biasanya pada umur 8-10 tahun), maka
prognosisnya lebih baik.
11
3. Astigmatisma
Definisi: Kornea merupakan jendela mata. Kornea yang normal berbentuk bundar dan
licin, seperti halnya bola basket. Pada astigmat, kornea lebih melengkung ke satu
arah, berbentuk oval.
Gambar.4. Mata Astigmatisma
Klasifikasi
Tipe-tipe astigmatisma:
1. Astigmatisma hipermetropikus simpleks, satu meridian utamanya emetropik,
meridian yang lainnya hipermetropik.
2. Astigmatisma miopikus simpleks, satu meridian utamanya emetropik, meridian
lainnya miopi
3. Astigmatisma hipermetropikus kompositus, kedua meridian utama hipermetropik
dengan derajat berbeda.
4. Astigmatisma miopikus kompositus, kedua meridian utamanya miopik dengan
derajat berbeda
5. Astigmatisma mikstus, satu meridian utamanya hipermetropik, meridian yang lain
miopik.
12
Epidemiologi: Kelainan ini menyebar merata di berbagai geografis, etnis, usia dan
jenis kelamin.
Etiologi dan Faktor Resiko: Penyebab kelainan ini adalah terdapatnya perbedaan
diameter anterior posterior bola mata, kurvatura kornea dan lensa serta indek bias
kedua mata.
Patofisiologi: Astigmat menyebabkan distorsi atau pandangan kabur pada objek jarak
dekat maupun jarak jauh. Penglihatan penderita hampir menyerupai penglihatan di
rumah kaca, dimana seseorang terlihat terlalu tinggi, terlalu lebar atau terlalu kurus.
Astigmat bisa ditemukan bersama-sama dengan miopia maupun hiperopia.
Manifestasi Klinik
Manifestasi Klinik dari kelainan ini adalah
a. Penglihatan buram
b. Head tilting
c. Menengok untuk melihat jelas
d. Mempersempit palpebra
e. Memegang bahan bacaan lebih dekat
Diagnosis: Diagnosis ditegakkan berdasarkan manifestasi klinis dan pemeriksaan
dengan ophtalmoscope.
Diagnosis Banding: Diagnosis banding kelainan ini adalah miopi dan hipermetropi.
Pemeriksaan Penunjang: Pemeriksaan Penunjang adalah ophtalmoscope.
Penyebab: Perubahan pada lengkung kornea(90%). Perubahan pada lengkung
lensa(10%).
13
Gejala: Pada astigmat ringan, kadang-kadang visus normal. Pada astigmat
sedang&tinggi, visus akan menurun baik untuk melihat jauh maupun dekat. Gejala
astenopia setelah melihat dekat atau jauh.
Penatalaksanaan: Pada anak pra sekolah astigmat sebesar 1.5-2 D atau lebih perlu
dikoreksi penuh. Pada anak usia sekolah astigmat kurang dari 0.5 D biasanya tidak
menimbulkan keluhan/gejala. Keluhan biasanya muncul pada astigmat antara 0.5 – 1
D. Hal ini perlu dikoreksi penuh bila timbul keluhan kelelahan pada mata. Diperlukan
pemeriksaan berkala tiap 6 – 12 bulan untuk mengetahui perubahan astigmatnya.
Prognosis: Prognosis tergantung onset kelainan, waktu pemberian peengobatan,
pengobatan yang diberikan dan penyakit penyerta. Pada anak-anak, jika koreksi
diberikan sebelum saraf optiknya matang (biasanya pada umur 8-10 tahun), maka
prognosisnya lebih baik.
Pemeriksaan Refraksi
Pemeriksaan refraksi terdiri dari 2 yaitu refraksi subyektif dan refraksi obyektif.
Refraksi subyektif tergantung respon pasien untuk mendapatkan koreksi refraksi yang
memberikan tajam penglihatan terbaik.
Gambar 4. Pemeriksaan Mata
14
Refraksi obyektif dilakukan dengan retinoskopi. Mayoritas retinoskopi menggunakan
sistem proyeksi streak yang dikembangkan oleh Copeland. Retinoskopi dilakukan saat
akomodasi pasien relaksasi dan pasien disuruh melihat ke suatu benda pada jarak tertentu
yang diperkirakan tidak membutuhkan daya akomodasi. Idealnya, pemeriksaan kelainan
refraksi dilakukan saat akomodasi mata pasien istirahat. Pemeriksaan mata sebaiknya dimulai
pada anak sebelum usia 5 tahun. Pada usia 20 – 50 tahun dan mata tidak memperlihatkan
kelainan, maka pemeriksaan mata perlu dilakukan setiap 1 – 2 tahun. Setelah usia 50 tahun,
pemeriksaan mata dilakukan setiap tahun.
Deteksi Dini dan Koreksi Kelainan Refraksi
Penurunan fungsi penglihatan pada anak dapat tidak terdeteksi, maka harus dilakukan
penapisan sedini mungkin dan teratur untuk mendeteksi adanya kelainan refraksi. Pada 3-4
tahun pertama, perkiraan penglihatan sangat bergantung pada pengamatan mengenai perilaku
anak sewaktu bermain atau berinteraksi dengan orangtua. Pada usia 4 tahun keatas telah dapat
dilakukan pemeriksaan dengan menggunakan grafik “E” buta huruf. Biasanya pada tingkat
sekolah dasar kelas 1 atau kelas 2, dapat digunakan grafik Snellen. Cara terbaik untuk
mencegah ambliopia adalah dengan deteksi dini dengan menguji ketajaman penglihatan
semua anak prasekolah. Mata ametrop memerlukan lensa koreksi agar terfokus dengan baik.
Lensa kacamata masih merupakan metode paling aman untuk memperbaiki refraksi.
Kacamata berguna untuk memfokuskan bayangan ke retina. Koreksi myopia dengan
menggunakan lensa konkaf (minus), hipermetropi dengan menggunakan lensa konveks
(plus), sedangkan astigmatisma dengan lensa silindris.
15
Kiat-kiat pencegahan agar minus pada mata anak Anda tidak bertambah, sebagai berikut:
• Pastikan anak Anda memakai kacamatanya secara rutin. Gunakan kacamata dengan ukuran
yang tepat, jangan under-koreksi karena akan mempercepat pertambahan minus atau over-
koreksi karena akan membuat pusing.
• Jaga jarak baca 40-45 cm pada buku dan jaga jarak pandang 60 cm pada layar komputer
• Selalu perhatikan system pencahayaan saat anak Anda beraktivitas seperti membaca dan
menonton TV. Pastikan pencahayaannya cukup dan akurat (tidak membelakangi sinar saat
membaca).
• Cukup gizi dengan makan makanan yang sehat untuk mata.
• Lakukan aktivitas pemakaian daya penglihatan jarak dekat dan jauh secara bergantian.
Misalnya, berhenti membaca setelah 45 menit, kemudian sekitar 5-10 menit pejamkan mata
Anda. Untuk menit berikutnya lihatlah ke arah yang jauh atau lakukan aktivitas yang tidak
memerlukan daya penglihatan jarak dekat, sambil melakukan peregangan.
• Jangan lupa memperhatikan jadwal aktivitas anak. Sebaiknya si anak harus memiliki
aktivitas di luar sekolah yang lebih santai dan menyenangkan, contohnya aktivitas di
dalam ruangan seperti les music atau ikut klub olahraga. Aktivitas di luar ruangan dapat
meningkatkan dopamin yang dapat mencegah pertambahan panjang bola mata.
• Selain itu lakukan pemeriksaan mata pada minus untuk memastikan minus yang diderita
anak termasuk dalam golongan yang berbahaya atau termasuk dalam school myopia.
16
KESIMPULAN
1. Pemeriksaan mata pada anak dilakukan sedini mungkin.
2. Proporsi terbesar tingkat sikap orangtua terhadap kelainan refraksi pada anak adalah
dengan tingkat sikap baik.
3. Proporsi terbesar tingkat perilaku orangtua terhadap kelainan refraksi pada anak
adalah dengan tingkat perilaku baik.
4. Terdapat hubungan bermakna antara sikap dengan perilaku orangtua terhadap
kelainan refraksi pada anak dengan keeratan hubungan sedang.
17
DAFTAR PUSTAKA
1. Sidarta Ilyas, dkk, 2000. Ilmu Penyakit Mata, Balai Penerbit FK UI, cetakan 2
Jakarta.
2. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Ditjen Binkesmas. Survei morbiditas
mata dan kebuataan di 8 propinsi. 1983. Hasil serta laporan pertemuan kerja upay
kesehatan mata dan pencegahan kebutaan di puskesmas dan rujukannya, 1998
3. Depkes RI. Ditjen Binkesmas. 1998. Hasil survey kesehatan indera penglihatan dan
pendengarn1996,1998
4. Tesler H, 1983, Uveitis in Principle and Practice of Opthalmologi Vol. II, Universitas
Book Publishing Company, Chicago, USA
18