66
ANALISIS METODA PENGUKURAN PENYIMPANGAN GEOMETRIK MENGGUNAKAN UNIVERSAL BRIDGE, CARRIAGE DAN SPIRIT LEVEL PADA BEDWAYS MESIN BUBUT Tugas Akhir Disusun Untuk Memenuhi Persyaratan Sidang Diploma IV Politeknik Manufaktur Negeri Bandung Meerza Maulana Akhmad 213411043 POLITEKNIK MANUFAKTUR NEGERI BANDUNG BANDUNG 2015

Karya Tulis Tugas Akhir D-IV

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Karya Tulis Tugas Akhir D-IV

ANALISIS METODA PENGUKURAN

PENYIMPANGAN GEOMETRIK

MENGGUNAKAN UNIVERSAL BRIDGE,

CARRIAGE DAN SPIRIT LEVEL PADA BEDWAYS

MESIN BUBUT

Tugas Akhir

Disusun Untuk Memenuhi Persyaratan

Sidang Diploma IV

Politeknik Manufaktur Negeri Bandung

Meerza Maulana Akhmad

213411043

POLITEKNIK MANUFAKTUR NEGERI BANDUNG

BANDUNG

2015

Page 2: Karya Tulis Tugas Akhir D-IV

i

LEMBAR PENGESAHAN

Tugas Akhir yang berjudul:

ANALISIS METODA PENGUKURAN PENYIMPANGAN GEOMETRIK

MENGGUNAKAN UNIVERSAL BRIDGE, CARRIAGE DAN SPIRIT LEVEL PADA

BEDWAYS MESIN BUBUT

Oleh

Meerza Maulana Akhmad

NIM. 213411043

Telah direvisi dan disetujui sebagai Tugas Akhir Program Diploma IV

Politeknik Manufaktur Negeri Bandung

Bandung, Agustus 2015

Disetujui,

Pembimbing 1 Pembimbing 2

Mohamad Fauzi, ST., MT. Andi Noviandi, SST., MT.

NIP: 196206261988031003 NIP: 197411242003121002

Punguji 1 Penguji 2

Ir. Darman, MT. Novi Saksono B. M., S.E., S.T., M.T.

NIP. 196005091988031004 NIP. 196711251992031002

Page 3: Karya Tulis Tugas Akhir D-IV

ii

ABSTRAK

ANALISIS METODA PENGUKURAN PENYIMPANGAN GEOMETRIK

MENGGUNAKAN UNIVERSAL BRIDGE, CARRIAGE DAN SPIRIT LEVEL PADA

BEDWAYS MESIN BUBUT

Oleh,

Meerza Maulana Akhmad

NIM. 213411043

Merupakan hal yang penting pada suatu mesin memiliki elemen mesin dengan karakteristik

geometrik yang ideal. Guideways/slideways/bedways adalah salah satu contoh elemen mesin yang penting

pada mesin bubut. Fungsi utama dari bedways adalah untuk memastikan bahwa alat potong atau alat

mesin dari elemen operasi bergerak sepanjang jalur yang telah ditentukan. Namun dari hasil pengujian

kualitas fungsional yang selama ini ada pada umumnya mengabaikan sampai seberapa jauh

penyimpangan geometrik sebuah mesin dapat diperbolehkan. Sedangkan status mesin-mesin yang berada

di Politeknik Manufaktur Negeri Bandung banyak yang telah melampaui umur teknis mesin. Oleh karena

itu timbul pemikiran untuk memperbaiki kinerja mesin agar lebih maksimal yaitu dengan cara

memperbaiki geometrik bedways mesin tersebut dengan metoda perbaikan yang tepat. Pengujian ini

dilakukan pada bedways mesin bubut Weiler Praktikant 800R (BU 09, BU 10, BU 11 dan BU 12) di

Politeknik Manufaktur Negeri Bandung dengan menggunakan metoda Universal Bridge.

Berdasarkan hasil pengambilan data, ditentukan langkah rekomendasi perbaikan mesin tersebut

adalah dengan menentukan teknik perbaikannya, seperti besar pemakanan, acuan proses permesinan dll.

Dengan adanya rekomendasi perbaikan ini diharapkan proses perbaikan mesin menjadi lebih terencana.

Kata-kata kunci : Bedways, Penyimpangan geometrik, Universal bridge, Metoda perbaikan.

Page 4: Karya Tulis Tugas Akhir D-IV

iii

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas limpahan karunia-Nya. Shalawat serta

salam penulis sampaikan kepada tauladan terbaik manusia, Rasulullah Muhammad SAW sehingga

penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir ini dengan semaksimal mungkin. Tugas Akhir ini berjudul

“ANALISIS METODA PENGUKURAN PENYIMPANGAN GEOMETRIK MENGGUNAKAN

UNIVERSAL BRIDGE, CARRIAGE DAN SPIRIT LEVEL PADA BEDWAYS MESIN BUBUT”,

yang dibuat sebagai salah satu syarat kelulusan program Diploma IV Politeknik Manufaktur Negeri

Bandung.

Dalam penyusunan Tugas Akhir ini, tidak sedikit kendala yang dihadapi. Namun berkat bantuan,

dukungan dan bimbingan dari berbagai pihak, baik moral maupun spiritual akhirnya penulis dapat

menyelesaikan Tugas Akhir ini. Maka dalam kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih

kepada semua pihak yang telah memberikan banyak dorongan dan bantuan, baik secara langsung maupun

tidak. Di antaranya penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. Kedua orang tua penulis yang tidak henti-hentinya berdoa dan berikhtiar sehingga penulis

mendapatkan kelancaran dalam menyelesaikan Tugas Akhir ini, semoga Allah SWT membalas

semua kebaikan dan kasih sayangnya dan tidak lupa juga kepada kakak, adik serta segenap

keluarga besar penulis yang selalu memberikan dukungan kepada penulis untuk terus berusaha

menyelesaikan Tugas Akhir ini.

2. Bapak Andi Noviandi dan Bapak Mohamad Fauzi selaku pembimbing yang telah membantu

pemikiran, dorongan dan semangat kepada penulis selama proses pembuatan Tugas Akhir ini.

3. Staf pengajar khususnya di jurusan Teknik Manufaktur yang telah memberikan ilmu yang

bermanfaat, nasihat, bimbingan, dorongan dan dukungannya kepada penulis, semoga Allah SWT

membalas semua kebaikannya.

4. Kepada seluruh rekan dan keluarga penulis yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa penulisan Tugas Akhir ini masih jauh dari sempurna, oleh

karena itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya mendorong dan membangun

sebagai pembelajaran untuk ke depannya.

Semoga karya tulis sederhana ini dapat memberikan hikmah dan manfaat, khususnya bagi penulis

dan pembaca pada umumnya. Terima kasih.

Bandung, Agustus 2015

Penulis

Page 5: Karya Tulis Tugas Akhir D-IV

iv

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN ...................................................................................................................... i

ABSTRAK .............................................................................................................................................. ii

KATA PENGANTAR ............................................................................................................................ iii

DAFTAR ISI .......................................................................................................................................... iv

DAFTAR GAMBAR ............................................................................................................................ vii

DAFTAR TABEL .................................................................................................................................. ix

DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................................................... x

BAB 1 PENDAHULUAN ................................................................................................................... 1

1.1 Latar Belakang Masalah ................................................................................................... 1

1.2 Rumusan Masalah ............................................................................................................ 2

1.3 Batasan Masalah ............................................................................................................... 2

1.4 Tujuan Penelitian ............................................................................................................. 2

1.5 Metodologi Pelaksanaan .................................................................................................. 2

1.6 Sistematika Penulisan ....................................................................................................... 3

BAB 2 LANDASAN TEORI ............................................................................................................... 4

2.1 Mesin Perkakas ................................................................................................................ 4

2.2 Bubut ................................................................................................................................ 4

2.2.1 Meja mesin (bed) ................................................................................................... 5

2.3 Lintasan Luncur (Slideways/Bedways) ............................................................................. 5

2.3.1 Jenis-jenis slideways .............................................................................................. 6

2.3.2 Keausan pada bidang lintasan luncur ..................................................................... 6

2.4 Metoda Pemeriksaan Dan Pengontrolan Slideways ......................................................... 6

2.4.1 Universal Bridge .................................................................................................... 7

2.5 Pemilihan Metode Perbaikan ........................................................................................... 8

2.5.1 Melamak ................................................................................................................ 9

2.5.2 Proses frais ............................................................................................................. 9

2.5.3 Proses gerinda ...................................................................................................... 10

2.6 Ketelitian Geometrik Mesin Perkakas ............................................................................ 10

2.6.1 Standar Pengujian Mesin Perkakas ...................................................................... 10

2.6.2 Tahapan Awal Pengujian Ketelitian Mesin Perkakas .......................................... 12

2.7 Karakteristik Dan Spesifikasi Geometrik ....................................................................... 12

2.7.1 Toleransi bentuk dan posisi ................................................................................. 13

2.8 Metrologi Geometrik ...................................................................................................... 15

2.8.1 Pengukuran .......................................................................................................... 15

Page 6: Karya Tulis Tugas Akhir D-IV

v

2.8.2 Kalibrasi ............................................................................................................... 16

2.9 Alat-alat ukur ................................................................................................................. 16

2.9.1 Jam ukur (dial indicator) ..................................................................................... 16

2.9.2 Pendatar (spirit level) ........................................................................................... 17

2.10. Penyelarasan (Levelling) .............................................................................................. 18

2.11 Besi Kelabu (Gray Iron) ................................................................................................ 19

2.11.1 Kelas besi kelabu ................................................................................................. 19

2.11.2 Aplikasi besi kelabu ............................................................................................. 20

2.12 Pengerasan Permukaan (Surface Hardening)................................................................. 20

2.12.1 Pengerasan dengan api (flame hardening) ........................................................... 20

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN ............................................................................................. 22

3.1 Diagram Alir Penelitian ................................................................................................. 22

3.2 Studi Literatur ................................................................................................................ 23

3.3 Diskusi Dan Tanya Jawab .............................................................................................. 23

3.4 Alat Dan Bahan Pengujian ............................................................................................. 23

3.4.1 Mesin bubut ......................................................................................................... 23

3.4.2 Dial indicator ....................................................................................................... 23

3.4.3 Spirit level ............................................................................................................ 24

3.5 Identifikasi Mesin ........................................................................................................... 25

3.6 Prosedur Pengujian ......................................................................................................... 26

3.7 Penyelarasan (Levelling) ................................................................................................ 26

3.8 Pengambilan Data .......................................................................................................... 27

3.8.1 Metoda pengukuran keausan bedways menggunakan universal bridge .............. 27

3.8.2 Metoda pengukuran keausan bedways menggunakan carriage ........................... 29

3.8.3 Metoda pengukuran kemiringan slideway flat carriage menggunakan spirit level30

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN .............................................................................................. 31

4.1 Pengujian Penyimpangan Geometrik Bedways Menggunakan Universal Bridge.......... 31

4.1.1 Hasil pengujian bedways pada BU 09 .................................................................. 31

4.1.2 Hasil pengujian bedways pada BU 10 .................................................................. 32

4.1.3 Hasil pengujian bedways pada BU 11 .................................................................. 34

4.1.4 Hasil pengujian bedways pada BU 12 .................................................................. 35

4.2 Pengujian Penyimpangan Geometrik Bedways Menggunakan Carriage ...................... 37

4.2.1 Hasil pengujian bedways pada BU 09 .................................................................. 37

4.2.2 Hasil pengujian bedways pada BU 10 .................................................................. 39

4.2.3 Hasil pengujian bedways pada BU 11 .................................................................. 40

4.2.4 Hasil pengujian bedways pada BU 12 .................................................................. 42

Page 7: Karya Tulis Tugas Akhir D-IV

vi

4.3 Pengujian Penyimpangan Geometrik Slideway Flat Carriage Menggunakan Spirit Level43

4.4 Analisis Hasil Pengujian Bedways ................................................................................. 47

4.5 Metoda Perbaikan Bedways Mesin ................................................................................ 48

BAB 5 PENUTUP ............................................................................................................................. 50

5.1 Kesimpulan .................................................................................................................... 50

5.2 Saran ............................................................................................................................... 51

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................................................. ix

LAMPIRAN A ........................................................................................................................................ x

LAMPIRAN B ....................................................................................................................................... xi

LAMPIRAN C ...................................................................................................................................... xii

Page 8: Karya Tulis Tugas Akhir D-IV

vii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Mesin bubut ............................................................................................................................ 4

Gambar 2.2 Meja mesin bubut ................................................................................................................... 5

Gambar 2.3 Pemeriksaan kelurusan slider pada bidang horisontal menggunakan spring steel wire dan

optical microscope. ................................................................................................................ 7

Gambar 2.4 Universal bridge ..................................................................................................................... 8

Gambar 2.5 Lamak tangan dan lamak mesin ............................................................................................. 9

Gambar 2.6 Dial indicator ....................................................................................................................... 16

Gambar 2.7 Dial gauge ............................................................................................................................ 17

Gambar 2.8 Pendatar (spirit level) ........................................................................................................... 18

Gambar 2.9 Levelling mesin bubut .......................................................................................................... 19

Gambar 2.10 Flame hardening dengan integral quenching ...................................................................... 20

Gambar 2.11 Flame hardening pada perbedaan penampang melintang dari slideways ............................ 21

Gambar 3.1 Flowchart penelitian ............................................................................................................ 22

Gambar 3.2 Dial indicator ....................................................................................................................... 24

Gambar 3.3 Pendatar (spirit level) ........................................................................................................... 24

Gambar 3.4 Mesin bubut Weiler Praktikan 800R .................................................................................... 25

Gambar 3.5 Levelling pada universal bridge ........................................................................................... 28

Gambar 3.6 Posisi pengukuran pada bedways ......................................................................................... 29

Gambar 3.7 Pengukuran keausan bedways menggunakan carriage ........................................................ 29

Gambar 3.8 Posisi pengukuran pada slideway flat carriage menggunakan spirit level ........................... 30

Gambar 4.1 Grafik penyimpangan geometrik bedways BU 09 menggunakan universal bridge ............. 32

Gambar 4.2 Grafik penyimpangan geometrik bedways BU 10 menggunakan universal bridge ............. 34

Gambar 4.3 Grafik penyimpangan geometrik bedways BU 11 menggunakan universal bridge ............. 35

Gambar 4.4 Grafik penyimpangan geometrik bedways BU 12 menggunakan universal bridge ............. 37

Gambar 4.5 Grafik penyimpangan geometrik bedways BU 09 menggunakan carriage ......................... 38

Gambar 4.6 Grafik penyimpangan geometrik bedways BU 10 menggunakan carriage ......................... 40

Gambar 4.7 Grafik penyimpangan geometrik bedways BU 11 menggunakan carriage ......................... 41

Gambar 4.8 Grafik penyimpangan geometrik bedways BU 12 menggunakan carriage ......................... 43

Gambar 4.9 Bentuk pengukuran aktual pada slideway flat carriage terhadap sumbu referensi .............. 44

Gambar 4.10 Grafik hasil pengolahan data pengukuran kemiringan slideway flat carriage BU 09 ......... 45

Gambar 4.11 Grafik hasil pengolahan data pengukuran kemiringan slideway flat carriage BU 10 ......... 46

Gambar 4.12 Grafik hasil pengolahan data pengukuran kemiringan slideway flat carriage BU 11 ......... 46

Gambar 4.13 Grafik hasil pengolahan data pengukuran kemiringan slideway flat carriage BU 12 ......... 46

Gambar 4.14 Ilustrasi dari kompensasi kaki-kaki universal bridge terhadap keausan bedways ............... 48

Page 9: Karya Tulis Tugas Akhir D-IV

viii

Gambar 4.15 Potongan melitang bedways mesin bubut ............................................................................ 49

Page 10: Karya Tulis Tugas Akhir D-IV

ix

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Metode perbaikan & nilai keausan .............................................................................................. 8

Tabel 2.2 Karakteristik guide dan pengontrolannya .................................................................................... 9

Tabel 2.3 Jenis toleransi bentuk dan posisi beserta simbol dan pengertiannya ......................................... 14

Tabel 2.4 Satuan standar tujuh besaran dasar menurut satuan internasional (SI units) ............................. 15

Tabel 3.1 Spesifikasi mesin bubut Weiler Praktikan 800R ....................................................................... 23

Tabel 3.2 Form levelling mesin bubut ....................................................................................................... 27

Tabel 3.3 Form pemeriksaan bidang luncur mesin bubut ......................................................................... 30

Tabel 4.1 Data nilai hasil pengukuran kerataan bedways BU 09 menggunakan universal bridge ............ 32

Tabel 4.2 Data nilai hasil pengukuran kerataan bedways BU 10 menggunakan universal bridge ............ 33

Tabel 4.3 Data nilai hasil pengukuran kerataan bedways BU 11 menggunakan universal bridge ............ 35

Tabel 4.4 Data nilai hasil pengukuran kerataan bedways BU 12 menggunakan universal bridge ............ 36

Tabel 4.5 Data nilai hasil pengukuran kerataan bedways BU 09 menggunakan carriage ........................ 38

Tabel 4.6 Data nilai hasil pengukuran kerataan bedways BU 10 menggunakan carriage ........................ 39

Tabel 4.7 Data nilai hasil pengukuran kerataan bedways BU 11 menggunakan carriage ........................ 41

Tabel 4.8 Data nilai hasil pengukuran kerataan bedways BU 12 menggunakan carriage ........................ 42

Tabel 4.9 Data pengukuran kemiringan slideway flat carriage BU 09 ..................................................... 43

Tabel 4.10 Hasil pengolahan data pengukuran kemiringan slideway flat carriage BU 09 ......................... 45

Tabel 4.11 Nilai keausan terbesar penyimpangan geometrik slideway flat carriage .................................. 47

Page 11: Karya Tulis Tugas Akhir D-IV

x

DAFTAR LAMPIRAN

LAMPIRAN A Data dan Grafik Hasil Pengujian Penyimpangan Geometrik Bedways Pada Mesin

Bubut Weiler Praktikant 800R (BU 09, BU 10, BU 11 & BU 12) Menggunakan

Universal Bridge.

LAMPIRAN B Data dan Grafik Hasil Pengujian Penyimpangan Geometrik Bedways Pada Mesin

Bubut Weiler Praktikant 800R (BU 09, BU 10, BU 11 & BU 12) Menggunakan

Carriage.

LAMPIRAN C Data dan Grafik Hasil Pemeriksaan Penyimpangan Geometrik Slideway Flat

Carriage Pada Mesin Bubut Weiler Praktikant 800R (BU 09, BU 10, BU 11 & BU

12) Menggunakan Spirit Level.

Page 12: Karya Tulis Tugas Akhir D-IV

1

BAB I

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Politeknik Manufaktur Negeri (Polman) Bandung adalah Politeknik Negeri pertama di

Indonesia yang dahulu bernama Politeknik Mekanik Swiss – Institut Teknologi Bandung (PMS-

ITB). Polman Bandung berdiri sejak tahun 1976, merupakan hasil kerjasama bilateral antara

pemerintah RI dengan pemerintah Konfederasi Swiss, yang dalam pelaksanaannya Pemerintah

Indonesia diwakili oleh ITB dan Swisscontact mewakili Pemerintah Swiss yang berakhir pada

tahun 1995.

Polman Bandung merupakan lembaga pendidikan yang memiliki visi untuk mencetak

tenaga ahli dalam bidang teknologi manufaktur. Saat ini Polman Bandung memiliki empat

jurusan diantaranya adalah Jurusan Teknik Manufaktur, Jurusan Teknik Perancangan Manufaktur,

Jurusan Teknik Pengecoran Logam, dan Jurusan Teknik Otomasi

Materi pembelajaran dengan menggunakan mesin-mesin konvensional sudah menjadi

materi wajib yang harus dikuasai oleh para mahasiswa Polman Bandung. Salah satu mesin

konvensional yang wajib dikuasai penggunaannya adalah mesin bubut (turning machine).

Mesin bubut adalah mesin akurat dan presisi serta harus diperlakukan dengan hati-hati.

Membersihkan dan memelihara dengan rutin akan membantu untuk memastikan bahwa mesin

bubut akan bertahan umur penggunaan dan akurasinya selama bertahun-tahun. Namun sering kali

terjadi kesalahan operasional, baik kesalahan pada setting, kesalahan proses pembubutan, serta

kesalahan pemeliharaan atau perawatan. Hal tersebut dapat memberikan dampak buruk pada

penurunan performa mesin. Resiko kerja juga akan semakin bertambah disebabkan mesin-mesin

tersebut telah melewati umur teknis mesin. Hal ini dapat dimaklumi mengingat status mesin-

mesin yang dimiliki Polman Bandung tidak seluruhnya adalah mesin baru.

Desain elemen mesin sangat penting dalam alat teknik. Mereka harus menahan terhadap

beban eksternal yang terjadi. Guideways/slideways/bedways adalah salah satu contoh elemen

mesin yang penting pada mesin bubut. Fungsi utama dari bedways adalah untuk memastikan

bahwa alat potong atau alat mesin dari elemen operasi bergerak sepanjang jalur yang telah

ditentukan serta membawa benda kerja bersama dengannya. Dan semua bagian yang bergerak

seperti bedways akan mengalami keausan yang dapat menurunkan ketepatan, kecepatan dan

efisiensi kerja, bahkan pergerakannya tidak lancar. Oleh karena itu, pada kegiatan tugas akhir ini

akan dilakukan analisis penyimpangan geometrik bedways akibat keausan pada mesin bubut

Weiler Praktikant 800R (BU 09, BU 10, BU 11 dan BU 12) di Polman Bandung menggunakan

metoda universal bridge. Sehingga dapat diketahui metoda perbaikan yang tepat dari

penyimpangan geometrik bedways tersebut agar dapat dijamin keakuratan dan kepresisiannya.

Page 13: Karya Tulis Tugas Akhir D-IV

2

1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimana data pengujian penyimpangan geometrik bedways menggunakan universal

bridge, carriage dan spirit level?

2. Bagaimana hasil pengujian penyimpangan geometrik bedways terhadap metoda perbaikan

yang akan dilakukan?

1.3 Batasan Masalah

1. Pengambilan data dilakukan di bengkel Politeknik Manufaktur Negeri Bandung.

2. Mesin yang digunakan adalah mesin bubut Weiler Praktikant 800R (BU 09, BU 10, BU 11

dan BU 12) yang berada di bengkel Teknik Manufaktur.

3. Alat ukur yang digunakan dalam melakukan pengujian penyimpangan geometrik bedways

adalah dial indicator dan spirit level.

4. Analisis data hasil pengujian yang dilakukan hanya untuk melihat penyimpangan

geometrik yang terjadi pada bedways.

5. Metoda dan langkah-langkah perbaikan hanya sebatas pada penyimpangan geometrik yang

terjadi pada bedways.

1.4 Tujuan Penelitian

1. Mengetahui kedalaman keausan dari hasil pengujian penyimpangan geometrik bedways

mesin bubut Weiler Praktikant 800R (BU 09, BU 10, BU 11 dan BU 12) di bengkel

Politeknik Manufaktur Negeri Bandung.

2. Mengolah data hasil pengujian penyimpangan geometrik bedways.

3. Menyarankan metoda dan langkah-langkah perbaikan lebih lanjut terhadap data hasil

pengujian yang didapatkan.

1.5 Metodologi Pelaksanaan

1. Studi literatur

Studi literatur dilakukan dengan melakukan tinjauan pustaka berdasarkan buku-

buku, literatur, serta diktat yang menunjang pembahasan masalah.

2. Diskusi dan tanya jawab

Diskusi dan tanya jawab dilakukan dengan dosen pembimbing dan pihak yang

berkaitan dengan penyusunan karya tulis. Hal ini dilakukan untuk membantu menunjang

pembahasan masalah.

3. Identifikasi fungsi mesin

Identifikasi fungsi mesin dilakukan dengan tujuan mengetahui dan memahami fungsi

serta hubungan konstruksi dari setiap bagian-bagian mesin.

Page 14: Karya Tulis Tugas Akhir D-IV

3

4. Pengambilan data

Pengambilan data dilakukan dengan melakukan pengujian penyimpangan geometrik

bedways mesin bubut Weiler Praktikant 800R (BU 09, BU 10, BU 11 & BU 12).

5. Pengolahan data

Pengolahan data dilakukan dengan melakukan pengujian penyimpangan geometrik

bedways menjadi metoda dan langkah-langkah perbaikan pada bedways.

6. Perencanaan perbaikan

Metoda dan langkah-langkah perbaikan penyimpangan geometrik bedways mesin

bubut Weiler Praktikant 800R (BU 09, BU 10, BU 11 & BU 12) dilakukan berdasarkan

hasil pengolahan data.

1.6 Sistematika Penulisan

Dalam penulisan karya tulis ini digunakan sistematika seperti berikut :

BAB I PENDAHULUAN, berisi mengenai latar belakang masalah, rumusan masalah,

batasan masalah, tujuan, metode pengumpulan data serta sistematika penulisan.

BABI II LANDASAN TEORI, berisi mengenai teori-teori yang mendukung dan berkaitan

dalam penyelesaian masalah yang akan dibahas.

BAB III METODOLOGI, berisi mengenai langkah-langkah pengujian dan pelaksanaannya

yang telah dilakukan.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN, berisi mengenai hasil data pengujian yang telah

dilakukan.

BAB V PENUTUP, berisi kesimpulan yang didapat dari hasil kegiatan tugas akhir

berdasarkan data yang diperoleh selama kegiatan berlangsung, serta berisi saran serta lampiran.

Page 15: Karya Tulis Tugas Akhir D-IV

4

BAB II

BAB 2 LANDASAN TEORI

2.1 Mesin Perkakas

Mesin Perkakas dapat dikelompokkan menjadi 2 jenis yaitu mesin perkakas potong dan

mesin perkakas bentuk. Mesin perkakas potong merupakan jenis mesin perkakas yang banyak

ragamnya dan relatif lebih kompleks, baik dalam proses pemotongannya maupun dalam

rancangan atau desainnya.

Mesin perkakas adalah suatu alat atau mesin yang digunakan untuk mengubah energi dari

satu energi ke energi yang lainnya, dalam hal ini yaitu proses pemotongan material ke dalam

bentuk dan ukuran produk sesuai dengan yang dikehendaki.

Di antara mesin-mesin produksi mesin perkakas adalah mesin yang memiliki banyak

kemampuan dan hampir semua produk yang harus dibuat dapat dilakukan dengan mesin ini.

Karena kemampuannya mesin perkakas menjadi induk dari mesin lainnya yang menjadikan

industri mesin perkakas induk dari segala industri. Semua negara industri maju sangat

berkepentingan dalam mengembangkan dan melestarikan industri mesin perkakas.

2.2 Bubut

Bubut dianggap sebagai salah satu alat mesin tertua dan banyak digunakan dalam industri.

Hal ini disebut sebagai ibu dari peralatan mesin. Dikatakan bahwa screw-cutting lathe pertama

dikembangkan oleh seorang berkebangsaan Inggris bernama Henry Maudslay pada tahun 1797.

Modern high speed, heavy duty lathes dikembangkan berdasarkan mesin ini. Tugas utama dari

mesin bubut adalah untuk menghasilkan benda kerja silinder. Proses pemesinan benda kerja

dengan bentuk dan ukuran yang dibutuhkan dengan cara memindahkan alat pemotong baik

paralel atau tegak lurus terhadap sumbu rotasi benda kerja dikenal sebagai turning. Dalam proses

ini, logam lebih yang tidak diinginkan dihilangkan. Alat mesin yang berguna dalam melakukan

plain turning, taper turning, thread cutting, chamfering dan knurling dengan mengadopsi metode

di atas yang dikenal sebagai mesin bubut.

Gambar 2.1 Mesin bubut

(sumber gambar: http://www.lathes.co.uk)

Page 16: Karya Tulis Tugas Akhir D-IV

5

2.2.1 Meja mesin (bed)

Gambar 2.2 Meja mesin bubut

(sumber gambar: http://www.practicalmachinist.com)

Bed dipasang pada kaki dari mesin bubut yang dibaut ke lantai. Ini merupakan

dasar dari mesin. Bed terbuat dari besi cor dan permukaan atasnya dilakukan proses

pemesinan dengan akurat dan tepat. Headstock dari mesin bubut terletak diujung paling

kiri dari bed dan tailstock diujung paling kanan. Carriage diposisikan di antara headstock

dan tailstock dan meluncur di bed guideways. Bagian atas bed memiliki guideways

berbentuk datar atau 'V'. Tailstock dan carriage juga meluncur di guideways. Guideways

yang berbentuk 'V' terbalik berguna sebagai pengarahan yang lebih baik dan

menyelaraskan saddle dan tailstock dengan akurat. Beram logam yang dihasilkan dari

operasi turning otomatis langsung terjatuh. Flat bed guideways dapat ditemukan pada

peralatan mesin yang lebih tua. Hal ini berguna pada mesin-mesin berat dalam

penanganan benda kerja yang besar. Namun keakurasiannya tidak tinggi.

2.3 Lintasan Luncur (Slideways/Bedways)

Lintasan luncur digunakan sebagai jalur (pengarah) jalannya bagian-bagian mesin yang

bergerak seperti meja mesin, meja peluncur, carriage dan lain-lain. Suatu lintasan luncur harus

dapat memenuhi persyaratan sebagai berikut :

1. Harus memiliki kekakuan yang tinggi.

2. Permukaan slideways harus memiliki akurasi yang lebih besar dan surface finish.

3. Harus memiliki akurasi pergerakan yang tinggi. Hal ini memungkinkan hanya jika

penyimpangan dari pergerakan jalur aktual elemen operasi dari jalur normal yang telah

ditentukan adalah minimum.

4. Harus tahan lama. Daya tahan tergantung pada kemampuan slideways untuk menahan

akurasi awal dari proses manufaktur dan pergerakan.

5. Gaya gesek yang bekerja pada permukaan slideway harus rendah untuk menghindari

keausan.

6. Variasi koefisien gesekan harus seminimum mungkin.

7. Harus memiliki sifat redam yang baik.

Page 17: Karya Tulis Tugas Akhir D-IV

6

2.3.1 Jenis-jenis slideways

Slideways utamanya diklasifikasikan menurut sifat gesekan antara permukaan yang

berhubungan dari elemen operasi:

(a) Slideways dengan gesekan meluncur

Gesekan antara permukaan luncur disebut juga sebagai guideways dengan

gesekan meluncur. Slideways juga disebut sebagai guideways. Slideways

diklasifikasikan lebih lanjut sesuai dengan pelumasan pada hubungan permukaan

yang berhubungan. Gesekan antara permukaan luncur mungkin kering, semi-cair,

dan cair. Ketika pelumasan tidak ada di antara permukaan yang berhubungan, hal

itu disebut sebagai gesekan kering. Gesekan kering jarang terjadi di peralatan

mesin.

Ketika kedua badan luncur menyentuh satu sama lain yang terdapat

pelumasan diantaranya, badan luncur cenderung naik atau mengambang karena

terjadi gerakan hidrodinamik dari film pelumas.

(b) Slideways dengan gesekan gelinding

Ini juga disebut sebagai anti-friction slideways. anti-friction slideways dapat

diklasifikasikan menurut bentuk elemen gelindingnya, seperti:

1. Roller type anti friction ways menggunakan cylindrical rollers.

2. Ball type anti friction ways menggunakan spherical balls.

2.3.2 Keausan pada bidang lintasan luncur

Besarnya keausan yang terjadi pada lintasan luncur tergantung dari banyak faktor,

keausan ini jarang terjadi secara merata pada sepanjang lintasan luncur yang tetap.

Distribusi keausan ini tergantung pada daerah kerja lintasan luncur pada bagian mesin

yang bergerak selama mesin beroperasi. Faktor-faktor berikut ini mempengaruhi keausan

dari lintasan luncur:

1. Material yang digunakan.

2. Keadaan permukaan lintasan luncur.

3. Tekanan yang ditimbulkan oleh bagian mesin yang bergerak pada lintasan luncur.

4. Kotoran-kotoran yang terdapat pada lintasan luncur.

2.4 Metoda Pemeriksaan Dan Pengontrolan Slideways

Permukaan slider adalah tulang punggung dari setiap mesin pemotong logam yang mana

utamanya tergantung akurasi dari pekerjaan mesin. Selama overhaul keseluruhan yang dilakukan

pada mesin, hampir 40% dari tenaga kerja langsung dihabiskan untuk perbaikan permukaan

slider. Dengan begitu perlu untuk menekankan pentingnya pelumasan yang tepat dari permukaan

slider.

Page 18: Karya Tulis Tugas Akhir D-IV

7

Dalam melakukan pengujian kondisi pada slideways sangatlah penting untuk mengetahui

metoda pemeriksaan dan pengontrolan yang benar. Karena ini adalah kunci penting untuk

mendapatkan data keakuratan pengukuran pada slideways tersebut. Berikut penjelasan metoda

pemeriksaan dan pengontrolannya:

1. Non Linearity

Non linearity dari permukaan slider diperiksa dengan memasang perata memanjang

dengan permukaan slider dan dial indicator yang dipasang pada bridge, mendekati slider

yang akan diperiksa dan titik jari dari dial indicator menyentuh permukaan slider. Bridge

digerakan sepanjang slider sehingga perata dan dial indicator dapat membaca.

2. Spiral/Twist

Spiral/Twist diukur dengan menempatkan perata pada bridge yang berseberangan

dengan panjang slider. Bridge digerakan sepanjang slider sehingga perata dapat membaca.

3. (a) Parallelity along the vertical plane

Kesejajaran dari permukaan slider sepanjang bidang vertikal diukur dalam cara yang

sama seperti pada no 1 diatas namun perata diletakan dekat pusat bridge.

(b) Parallelity along the horisontal plane (gambar 2.)

Kesejajaran dari permukaan slider sepanjang bidang horisontal diukur dengan alat

kawat baja pegas (diameter sekitar 1 mm) dan sebuah mikroskop optik seperti yang terlihat

pada gambar 2.3

Gambar 2.3 Pemeriksaan kelurusan slider pada bidang horisontal

menggunakan spring steel wire dan optical microscope.

(sumber gambar: Industrial maintenance)

2.4.1 Universal Bridge

Universal bridge merupakan alat bantu dalam metoda menentukan nilai keausan

permukaan yang sangat cocok untuk kombinasi slideways datar dan prisma/”V”. Universal

bridge memiliki 5 kaki yang dapat diatur ketinggiannya. Kaki dari universal bridge ini

tidak seimbang jumlah antara kedua sisinya. Sisi yang pertama memiliki satu kaki, dan sisi

Page 19: Karya Tulis Tugas Akhir D-IV

8

yang lainnya memiliki 4 kaki. Dan di bagian bawah universal bridge, diantara kedua sisi

kakinya terdapat tiang kecil untuk pemasangan holder dial dan sebagai alat ukur nilai

keausannya. Kemudian di bagian atasnya terdapat tempat/dudukan untuk meletakkan spirit

level.

Gambar 2.4 Universal bridge

2.5 Pemilihan Metode Perbaikan

Dengan mengetahui nilai keausan maksimum dari permukaan lintasan luncur pada mesin,

memungkinkan kita untuk memilih metode perbaikan berdasarkan tabel di bawah ini :

Tabel 2.1 Metode perbaikan & nilai keausan

Maximum wear Repair method

recommended

% of relative

labour (manual)

Upto 0.2mm Scraping 100

0.2 to 0.3mm

Grinding (locally or on

the planer with grinding

attachment)

35

Over 0.3mm

Machining on planer and

subsequent scraping 60

Machining and

subsequent grinding 50

Semua metode di atas memiliki tingkat akurasi dan kehalusan permukaan yang hampir

sama. Namun pada metode gerinda akan menghasilkan peningkatan kualitas permukaan (tahan

aus) akibat terbentuknya lapisan keras tipis pada permukaan yang disebabkan oleh pemanasan

dan pendinginan yang cepat ketika proses penggerindaan. Metode penggerindaan sekarang sudah

banyak digunakan dalam industri pembuatan mesin maupun perbaikan mesin.

Perlu diketahui pula, ketika memperbaiki keausan guide dengan machining, scraping dan

grinding, sangat penting untuk mencapai karakteristik sebagai berikut:

Badan Universal Bridge Dudukan spirit level

Kaki-kaki Universal

Bridge

Tangkai dudukan

holder dial

Page 20: Karya Tulis Tugas Akhir D-IV

9

Tabel 2.2 Karakteristik guide dan pengontrolannya

No. Guide Characteristics Permissible Value

1 Non linearity of guide surfaces 0.02 / 1000 mm

2 Spiral/twist in the bed gudes along its length 0.02 / 1000 mm

3

Parallelity of one guide surface in relation to

other guide or guide surfaces in the

horisontal as well in the vertical plane

0.03 mm in the

whole guide length

2.5.1 Melamak

Melamak adalah proses pengikisan permukaan logam dengan menggunakan pahat

lamak yang bertujuan untuk memperbaiki (meratakan) permukaan suatu logam. Pahat

lamak terbuat dari baja karbon tinggi yang dikeraskan hingga 50 HRC atau lebih.

Melamak merupakan pekerjaan yang sangat terampil sehingga di butuhkan keahlian

khusus dalam melakukannya, selain itu melamak juga banyak memakan tenaga dalam

prosesnya baik itu secara manual maupun dengan bantuan mesin lamak. Mesin lamak

dilengkapi dengan penggerak elektrik atau pneumatik yang di gunakan untuk

menggerakkan pahat lamak namun dalam pengoperasiannya masih dilakukan secara

manual.

Gambar 2.5 Lamak tangan dan lamak mesin

(sumber gambar: www.bladeforums.com & http://www.konecranesmts.com/)

2.5.2 Proses frais

Mesin frais adalah salah satu jenis mesin perkakas yang mampu melakukan

bebagai macam tugas dibandingkan dengan mesin perkakas lainya. Permukaan yang datar

maupun yang belekuk, dapat diproses dengan mesin ini dengan ketelitian yang

tinggi,termasuk pemotongan sudut, celah, roda gigi, dan ceruk juga dapat diproses dengan

baik menggunakan mesin ini. Bila alat pemotong dan bornya dilepas maka dapat

digunakan untuk pahat gurdi, alat pembesar lubang dan bor. Karena mesin ini dilengkapi

mesin penyetel micrometer untuk mengatur gerakan dari mejanya, maka lubang dan

pemotongan yang lain dapat diberi jarak secara tepat.

Page 21: Karya Tulis Tugas Akhir D-IV

10

Proses pemesinan frais adalah mengerjakan logam dengan mesin yang

menggunakan pemotong yang berputar yang mempunyai sejumlah mata potong. Ada dua

jenis pahat frais yang paling banyak digunakan yaitu: horisontal, pahat frais dipasang

pada sumbu utama horisontal. Yang kedua vertikal, pahat frais dipasang pada ujung

spindel vertikal. Frais atau milling horisontal merupakan suatu proses pemakanan benda

kerja yang pengerjaannya atau kenyataannya dilakukan dengan menggunakan pahat yang

berputar oleh poros spindel mesin. Pahat frais (milling cutter) termasuk jenis pahat bersisi

potong banyak (multiple point tool).

2.5.3 Proses gerinda

Menggerinda berarti menggosok, menghaluskan dengan gesekan atau mengasah.

Dalam manufaktur, ditunjukkan dengan pelepasan logam oleh suatu roda amplas putar.

Gerak roda mirip dengan pemotong frais. Roda pemotongan terdiri dari banyak butiran

kecil yang diletakkan bersama, masing-masing butiran berlakku sebagai mata pemotong

miniatur

2.6 Ketelitian Geometrik Mesin Perkakas

Benda kerja dari hasil proses pemesinan dapat kita ketahui kualitasnya dari ketelitian

dimensi, ketelitian bentuk serta kehalusan dari permukaan benda kerja itu sendiri. Beberapa

faktor yang mempengaruhi ketelitian dan kualitas dari benda kerja hasil proses pemesinan antara

lain :

1. Ketelitian geometrik mesin perkakas.

2. Kondisi proses pemotongan.

3. Temperatur lingkungan.

4. Kondisi pahat.

5. Pemasangan benda kerja pada pencekam.

6. Gaya-gaya pemotongan.

Ketelitian geometrik mesin perkakas yang langsung dapat mempengaruhi kualitas dari

benda kerja adalah:

1. Ketelitian permukaan referensi, ketelitian gerak linear.

2. Ketelitian putar spindel.

3. Ketelitian gerak pindah (displacement accuracy).

2.6.1 Standar Pengujian Mesin Perkakas

Prosedur standar pengujian kelayakan mesin perkakas (acceptance-standar) telah

dikembangkan oleh Schlessinger sejak tahun 1901. Beberapa negara telah

mengembangkan dan membuat prosedur pengujian secara menyeluruh (meliputi aspek

Page 22: Karya Tulis Tugas Akhir D-IV

11

getaran, konsumsi daya, kekakuan statik dan dinamik, dan lain-lain), dan mencakup aspek

yang belum dikembangkan oleh G. Schlessinger. Prosedur-prosedur tersebut antara lain:

1. Rekomendasi VDI: 3227, 3228, 3229, 3230 di Jerman.

Rekomendasi ini digunakan untuk mesin perkakas khusus, mesin pemindah

(transfer-line) dan mesin perkakas universal.

2. Standar JIS (Japanese Industrial Standards).

Standar ini meliputi aspek pengujian mesin perkakas, antara lain: kebisingan

suara (acouistical noise), getaran dan juga tes-jalan (running-test).

3. Spesifikasi BAS di Swedia.

Pengujian mesin perkakas ini mencakup aspek:

a. Konsumsi daya dan temperatur dudukan pada spindel utama bila mesin

perkakas berputar ‘idle’.

b. Tes prestasi kerja proses pemotongan.

c. Tes deformasi karena gaya-gaya pemotongan.

d. Pengujian ketelitian mesin bubut control numerik (NC lathes), mesin bor

vertikal maupun yang horisontal.

4. Spesifikasi VUOSO di Cekoslovakia.

Standar ini meliputi ketelitian gerak pindah sistem dan kesalahan

dinamiknya. Pengujian prestasi kerja meliputi daya pemotongan penuh mapun daya

pemotongan terbatas. Parameter dalam tes pemotongan yang ada dalam standar ini

berhubungan dengan data oleh College International Pour l’etudes Scientifique des

Techniques de Production Mecanique atau The International Instition for

Production Engineering Research (CIRP).

5. Standar GOST 7599 di Rusia.

Standar ini meliputi persyaratan umum mesin perkakas yang ditinjau dari

aspek keamanannya, umur, keandalan dan kondisi teknik saat pengiriman mesin

perkakas. Prosedur pengujian ini meliputi: kehilangan daya sewaktu mesin

perkakas berputar tanpa memotong (idle-running), proses pemotongan dengan

daya penuh, temperatur dudukan pada spindel utama. Walaupun telah mengalami

pengembangan dan perbaikan tetapi umumnya prosedur pengujian ketelitian

geometrik mesin perkakas masih berdasarkan pada prosedur pengujian yang telah

dikembangkan oleh G. Schlesinger. [Nasril, 2004.]

Page 23: Karya Tulis Tugas Akhir D-IV

12

2.6.2 Tahapan Awal Pengujian Ketelitian Mesin Perkakas

Pengujian ketelitian geometrik mesin perkakas bertujuan untuk:

1. Tes kelayakan (acceptance-test)

Pengujian kelayakan dilakukan ditempat pabrik pembuat mesin perkakas, data

hasil pengujian harus berada dalam batas-batas penyimpangan atau toleransi yang

diijinkan sesuai dengan kelas kualitas dari mesin dan data ditulis pada lembar uji

(test-chart) yang disertakan pada mesin yang bersangkutan. Tes kelayakan dilakukan

sesuai dengan prosedur standar dan lembar uji menunjukkan bahwa pabrik

pembuatan mesin perkakas dapat menjamin kualitas mesin yang dijual.

2. Pemeliharaan (maintenance) mesin perkakas

Mesin perkakas yang telah digunakan dalam selang waktu tertentu akan

mengalami keausan atau faktor lain yang dapat menyebabkan perubahan pada

komponen-komponen mesin perkakas. Data hasil pengujian ketelitian geometrik

dapat dijadikan petunjuk apakah besarnya penyimpangan telah melewati toleransi

yang di berikan atau belum, dengan mengetahuinya maka pemakai mesin perkakas

dapat mengambil tindakan lajut pada mesin tersebut.

3. Evaluasi rekondisi (rehabilitasi) mesin perkakas

Dalam hal ini, data hasil pengujian ketelitian geometrik dapat menjadi tolak

ukur keberhasilan rehabilitasi suatu mesin perkakas. Data hasil rehabilitasi dapat

dijadikan pedoman bagi usaha rehabilitasi tersebut dan data pengujian setelah

rehabilitasi bisa memperlihatkan perbaikan-perbaikan yang dicapai untuk

memperbaiki kualitas mesin perkakas.

2.7 Karakteristik Dan Spesifikasi Geometrik

Menurut Taufiq Rochim, (2001) dalam bukunya Spesifikasi, Metrologi & Kontrol Kualitas

Geometrik Jilid 1 karakteristik geometrik komponen-komponen mesin mempunyai pengaruh

yang besar terhadap fungsi mesin, namun tidak dapat digunakan sebagai ukuran acuan

kemampuan mesin. Dalam proses perancangan selain karakteristik fungsional, karakteristik

geometrik ditentukan oleh si perancang yang kemudian dicantumkan dalam gambar teknik.

Karakteristik fungsional mesin tidak hanya ditentukan oleh karakteristik geometrik saja.

Beberapa hal yang juga berpengaruh antara lain: kekuatan, kekerasan, struktur metalografi dan

yang erat hubungannya dengan karakteristik material. Karena mesin terdiri dari bagian-bagian

yang dirakit maka metode perakitan juga berpengaruh pada fungsi mesin. Begitu pula dengan

cara penggunaannya, mesin hanya bisa berfungsi dengan baik jika digunakan dengan baik dan

benar.

Spesifikasi geometrik mencakup ukuran dimensi, bentuk, posisi serta kekasaran atau

kehalusan permukaan produk. Meskipun semuanya diperhatikan tetapi tidak semua ukuran,

Page 24: Karya Tulis Tugas Akhir D-IV

13

bentuk dan kekasaran setiap bagian produk (komponen mesin) dianggap utama. Tergantung pada

fungsinya, banyak bagian-bagian komponen yang geometriknya dianggap tidak utama atau

penting.

Bagi elemen geometrik yang tidak utama, toleransi geometriknya tidak perlu atau lebih

tegasnya jangan diberikan. Dengan tidak diberikannya suatu toleransi bukan berarti elemen

geometrik tersebut boleh menyimpang sebebasnya, melainkan boleh menyimpang secara wajar

sesuai dengan batas-batas pada toleransi terbuka.

2.7.1 Toleransi bentuk dan posisi

Menurut Taufiq Rochim, (2001) dalam bukunya Spesifikasi, Metrologi & Kontrol

Kualitas Geometrik Jilid 1 suatu bentuk atau posisi yang dibuat melalui proses produksi

tidaklah mungkin dicapai dengan sempurna. Oleh karena itu, seperti halnya pada ukuran,

bentuk dan posisi diperbolehkan menyimpang dalam batas-batas tertentu. Hal tersebut

dikarenakan adanya sifat ketidaktelitian dan ketidaktepatan dalam proses pembuatan.

Toleransi ukuran atau dimensi juga membatasi beberapa kesalahan bentuk dan posisi.

Suatu bentuk dan posisi yang kurang teliti akan menimbulkan masalah atau

pekerjaan tambahan dalam proses perakitan. Masalah tersebut dapat diatasi dengan

memberikan toleransi ukuran dan toleransi bentuk atau posisi yang menyatakan sampai

batas-batas mana bentuk atau posisi bagi elemen geometrik boleh menyimpang dari yang

direncanakan. Jadi tujuan pemberian toleransi bentuk dan posisi adalah untuk memastikan

fungsi komponen mesin serta sifat ketertukarannya.

Bentuk suatu elemen geometrik seperti permukaan dapat dinilai kerataannya

dengan memilih beberapa titik pada permukaan untuk ditetapkan koordinatnya dengan

melalui pengukuran. Seandainya pengukuran dapat dilakukan dengan sempurna, data

pengukuran bisa dianggap sebagai wakil permukaan (acuan) sehingga boleh dianalisis

untuk menetapkan kualitas permukaan yang dimaksud. Permukaan dianggap baik apabila

jarak antara titik-titik pada permukaan dengan permukaan acuan lebih kecil daripada

harga toleransi.

Setiap analisis data pengukuran memerlukan acuan yang harus dapat disesuaikan

dengan masalah yang ditelaah. Karena bidang ideal yang dipakai sebagai acuan

sebenarnya hanya merupakan benda maya atau imajiner maka letaknya dapat diubah-

ubah. Sebisa mungkin peletakan bidang ideal ini sedekat mungkin dengan bidang atau

permukaan sebenarnya.

Untuk mempermudah proses pembuatan atau pengukuran adakalanya diperlukan

suatu elemen dasar sementara, sehingga posisi suatu titik pada komponen mesin dapat

ditentukan dengan lebih mudah. Jenis karakteristik geometrik yang dapat dikontrol

dengan suatu toleransi serta simbol yang digunakan diperlihatkan pada tabel di bawah ini:

Page 25: Karya Tulis Tugas Akhir D-IV

14

Tabel 2.3 Jenis toleransi bentuk dan posisi beserta simbol dan pengertiannya

Kelurusan garis atau

sumbu

Sumbu poros yang sebenarnya harus terletak dalam silinder berdiameter t =

0,03.

Kedataran permukaanBidang yang sebenarnya harus terletak antara dua bidang sejajar berjarak t =

0,05.

Kebulatan. (kebulatan)

sebuah cakra, silinder,

kerucut dsb

Keliling yang sebenarnya tiap potongan melintang harus terletak antara dua

lingkaran konsentris berjarak t = 0,02.

KesilinderisanBidang yang sebenarnya harus terletak antara dua silinder koaksial berjarak

radial t = 0,05.

Profil garis

Garis yang sebenarnya dari tiap potongan memanjang harus terletak antara dua

garis yang menyinggung lingkaran-lingkaran berdiameter 0,08, yang titik-titik

pusatnya terletak pada garis teoritis tepat.

Profil permukaan

Bidang yang sebenarnya harus terletak antara dua bidang sejajar, yang

menyinggung bola-bola berdiameter 0,03, yang titik-titik pusatnya terletak pada

bidang teoritis tepat. Daerah toleransi demikian terletak simetris pada bidang

teoritis tepat.

Kesejajaran garis (sumbu)

atau permukaan terhadap

garis atau bidang dasar

Sumbu atas yang sebenarnya harus terletak dalam silinder berdiameter t = 0,1,

sejajar dengan sumbu bawah (garis dasar).

Ketegak lurusan garis

(sumbu) atau permukaan

terhadap garis atau bidang

dasar

Sumbu silinder yang sebenarnya harus terletak antara dua bidang datar sejajar

berjarak t = 0,05, tegak lurus pada bidang dasar.

Kemiringan garis (sumbu)

atau permukaan garis atau

bidang dasar

Sumbu lubang miring yang sebenarnya harus terletak antara dua bidang datar

sejajar berjarak t = 0,1, yang membuat sudut 60o dengan bidang (bidang dasar)

Posisi garis, sumbu atau

permukaan terhadap

masing-masing atau

terhadap sebuah elemen

dasar atau lebih

Sumbu lubang yang sebenarnya harus terletak dalam silinder berdiameter t =

0,05. Sumbu silinder terletak pada posisi teoritis tepat.

Koaksialitas sumbu atau

titik terhadap sumbu dasar

Sumbu silinder yang sebenarnya harus terletak dalam silinder berdiameter t =

0,03, yang koaksial dengan sumbu dasar A.

Kesimetrisan bidang

tengah atau garis (sumbu)

terhadap garis atau

permukaan dasar

Bidang tengah dari lekukan harus terletak antara dua bidang datar sejajar

berjarak t = 0,08, dan terletak simetris terhadap bidang tengah dari elemen

dasar A.

Toleransi putar dari sebuah

elemen terhadap sumbu

putar

Pada tiap putaran terhadap sumbu dasar AB, toleransi putar tiap titik pada tiap

potongan tidak boleh melebihi t = 0,02, ini berlaku untuk tiap letak pengukuran

(bidang pengukuran).

Toleransi putar total dari

sebuah elemen terhadap

sumbu putar

Pada beberapa kali putaran terhadap sumbu dasar AB toleransi putar total tiap

titik pada permukaan yang telah ditentukan, tidak boleh melebihi t = 0,1. Di

samping ini, titik pengukuran tidak boleh menggeser dalam arah aksial antara

dua bidang sejajar berjarak t = 0,1.

Pengertian

Tole

ran

si o

rien

tasi

Tole

ran

si lok

asi

Tole

ran

si p

uta

r

Ele

men

-ele

men

yan

g b

erh

ub

un

gan

Lambang dan sifat yang diberi toleransi

Tole

ran

si B

entu

k

Contoh dari penunjukan dan pengertianE

lem

en-e

lem

en t

un

ggal

Ele

men

tu

nggal

ber

hu

bu

ngan

PenunjukanDaerah

toleransi

Page 26: Karya Tulis Tugas Akhir D-IV

15

2.8 Metrologi Geometrik

Menurut Taufiq Rochim, (2001) dalam bukunya Spesifikasi, Metrologi & Kontrol Kualitas

Geometrik Jilid 1 metrologi adalah ilmu yang mempelajari tentang pengukuran besaran teknik.

Dalam penentuan kualitas geometrik komponen mesin atau peralatan, metrologi geometrik

berfungsi untuk mengukur apakah karakter geometrik masih memenuhi spesifikasi geometrik

yaitu acuan yang berupa toleransi geometrik. Dalam proses pengukuran metode dan alat ukur

yang digunakan harus sesuai dengan geometrik dan ukuran daerah toleransi yang direncanakan.

2.8.1 Pengukuran

Menurut Taufiq Rochim, (2001) dalam bukunya Spesifikasi, Metrologi & Kontrol

Kualitas Geometrik Jilid 1 pengukuran dalam arti umum yaitu membandingkan suatu

besaran dengan besaran acuan atau pembanding (referensi). Dari proses pengukuran

dihasilkan angka yang selanjutnya diikuti dengan nama dari besaran acuan pengukuran.

Bila tidak diikuti nama besaran acuan hasil pengukuran menjadi tidak berarti. Besaran

standar yang dipakai sebagai acuan dalam proses pengukuran harus memenuhi syarat-

syarat berikut :

- Dapat didefinisikan secara fisik.

- Jelas dan tidak berubah dalam kurun waktu tertentu.

- Dapat digunakan sebagai pembanding dan diakui secara internasional.

Besaran standar yang digunakan dalam setiap proses pengukuran bisa saja

merupakan salah satu atau gabungan dari besaran-besaran dasar. Dalam sistem satuan

yang telah disepakati secara internasional dikenal tujuh besaran dasar. Setiap besaran

dasar mempunyai satuan standar dengan simbol atau notasi yang digunakan sebagaimana

yang diperlihatkan pada tabel 2.4.

Tabel 2.4 Satuan standar tujuh besaran dasar menurut satuan internasional (SI units)

Besaran Dasar Nama Satuan

Standar Simbol

Panjang meter (meter) m

Massa kilogram (kilogram) kg

Waktu sekon/detik (second) s

Arus listrik amper (ampere) A

Temperatur termodinamika kelvin (kelvin) kg

Jumlah zat mol (mole) mol

Intensitas cahaya lilin (candela) cd

Satuan Tambahan

Sudut bidang radial (radian) rad

Sudut Ruang steradial (steradian) sr

Page 27: Karya Tulis Tugas Akhir D-IV

16

2.8.2 Kalibrasi

Menurut Taufiq Rochim, (2001) dalam bukunya Spesifikasi, Metrologi & Kontrol

Kualitas Geometrik Jilid 1 peneraan yang berarti penandaan atau lebih dikenal dengan

kata kalibrasi harus dilakukan dengan prosedur tertentu, karena pada hakikatnya kalibrasi

serupa dengan mengukur yaitu membandingkan alat ukur (skalanya atau harga

nominalnya) dengan acuan yang dianggap lebih benar. Untuk mempermudah kalibrasi

diperlukan alat ukur acuan yang sesuai dengan konstruksi alat ukur tersebut. Alat ukur

acuan ini pun harus sudah di kalibrasi dengan menggunakan alat ukur acuan lain yang

lebih tinggi ketelitiannya.

Kalibrasi harus dilakukan dengan prosedur yang benar, selain itu data hasil

kalibrasi harus dianalisis dengan metode yang diyakini kebenarannya. Penyimpangan

yang terjadi perlu dibandingkan dengan toleransi yang diizinkan sesuai dengan tingkat

ketelitian kalibrasi. Dengan begitu kita dapat menarik kesimpulan yang sebaik-baiknya

mengenai objek yang kita ukur.

2.9 Alat-alat ukur

Setiap macam alat ukur dapat dipakai selama pengukuran yang dimaksud dapat dilakukan

dengan ketelitian yang ditentukan. Ketelitian yang dapat dicapai oleh alat tersebut harus selalu

dibandingkan dengan ketelitian pengukuran yang dimaksud. Di samping itu pengaruh faktor

manusia harus diperhatikan, misalnya dalam hal penggunaan dan ketepatan pembacaan alat ukur.

2.9.1 Jam ukur (dial indicator)

Dial indicator adalah alat ukur yang digunakan untuk memeriksa penyimpangan

yang sangat kecil, digunakan untuk mengukur kebengkokan pada poros, run out,

kesejajaran, kerataan dan lain-lain. Dial indicator merupakan alat ukur yang mengukur

besaran linear yang menunjukkan besar relatif antara pengukuran sekarang dengan alat

sebelumnya atau relatif terhadap penetapan nol yang telah dilakukan sebelumnya. Dial

indicator terdiri atas jam ukur (dial gauge), blok alas magnet, batang penyangga,

penjepit, dan baut penjepit.

Gambar 2.6 Dial indicator

(sumber gambar: www.tpub.com)

Page 28: Karya Tulis Tugas Akhir D-IV

17

Dial indicator bekerja dengan konsep mekanik (per dan roda gigi) sehingga perlu

diperhatikan hal-hal berikut:

1. Kurva kesalahan.

2. Harga maksimum histerisisnya.

3. Gaya tekan pada langkah awal dan akhir stylus.

4. Perubahan gaya lokal pada plunyer.

5. Mampu ulang bila digunakan terbalik.

Alat ukur dial indicator memiliki 2 skala yaitu skala besar dan skala yang lebih

kecil. Pada skala yang besar bernilai 0,01 mm, jadi ketika jarum panjang berputar satu

kali penuh maka menunjukkan pengukuran sejauh 1 mm. Sedangkan pada skala yang

kecil merupakan penghitung putaran dari jarum panjang pada skala yang besar. Skala dan

ring dial indicator dapat berputar ke angka 0 agar lurus dengan jarum penunjuk.

Dial indicator skala dan ringnya dapat diputar ke angka 0 agar dapat lurus dengan

penunjuk, penghitung putaran ukur jam berfungsi menghitung jumlah putaran penunjuk.

Dalam melakukan pengukuran menggunakan dial indicator permukaan komponen harus

bersih agar tidak menggangu stylus dial saat pembacaan. Jika pada pengukuran geometrik

yang standar maka dial indicator yang digunakan kecermatan atau ketelitiannya adalah

0,01 mm, sedangkan jika untuk pengukuran yang membutuhkan ketelitian yang lebih

tinggi dan teliti dapat menggunakan dial indicator yang kecermatannya 0,001 mm.

Gambar 2.7 Dial gauge

2.9.2 Pendatar (spirit level)

Spirit level merupakan suatu alat yang terdiri dari suatu tabung berisi cairan

gelembung dan tabung tersebut dipasang pada suatu dasar besi cor, fungsi dari alat ini

dapat membaca perubahan kemiringan pada suatu bidang atau komponen, perubahan

ketinggian pada gelembung air tersebut menunjukkan besarnya kemiringan yang terjadi

pada komponen yang dilakukan pengujian. Proses kalibrasi spirit level dilakukan pada

meja datar, kesalahan yang sering terjadi pada penggunaan sprit level adalah kurang

telitinya mata operator dalam melihat beda ketinggian gelembung air.

Page 29: Karya Tulis Tugas Akhir D-IV

18

Alat ukur spirit level digunakan untuk mengukur kelurusan dan kedataran pada

suatu bidang atau objek uji sehingga memerlukan satu pengolahan data. Spirit level

mengukur basaran angular dan datanya bersifat mandiri, besaran angular diolah dengan

data yang ada di ubah menjadi besaran linear.

Spirit level yang digunakan untuk pengukuran mesin perkakas harus memiliki

ketelitian antara 0,005 mm/1000 mm sampai 0,01 mm/1000 mm. Sensitivitas spirit level

dinyatakan oleh perpindahan gelembung minimal satu divisi untuk kemiringan

0,05mm/1000 mm. Kedataran bidang spirit level harus memenuhi syarat sebagai berikut:

0,004 mm untuk L <= 250 mm atau 0,006 mm untuk 250 mm < L <= 500 mm.

Gambar 2.8 Pendatar (spirit level)

2.10. Penyelarasan (Levelling)

Levelling merupakan suatu kegiatan pengetesan mesin perkakas yang bertujuan untuk

mengetahui keadaan dari mesin tersebut, dengan melakukan levelling kita dapat mengetahui

apakah mesin tersebut masih dalam kondisi yang baik atau mesin tersebut dalam kondisi yang

buruk. Proses ini sangat penting karena jika mesin perkakas dalam keadaan tidak selaras akan

mempengaruhi kualitas produk yang dihasilkan.

Sebelum pengujian ketelitian geometrik dimulai perlu diperhatikan terlebih dahulu keadaan

penempatan mesin perkakas tersebut pada fondasinya. Tempat tumpuan mesin perkakas diatur

sedemikian rupa sehingga bidang referensinya tidak mengalami puntiran (twisting) dan sebisa

mungkin pada kondisi yang datar. Karena penempatan yang tidak baik dapat mengakibatkan

puntiran pada bidang referensinya dan bisa barakibat buruk misalnya:

1. Dalam pengujian ketelitian geometrik mesin perkakas penempatan peralatan ukur maupun

alat bantu adalah pada bidang referensi tersebut. Keadaan bidang referensi yang terpuntir

mengakibatkan turunnya keandalan hasil pengukuran.

2. Pembebanan statik maupun dinamik yang tidak seimbang pada tempat tumpuan maupun

bidang-bidang lintasan (misalnya: lintasan luncur) dapat mengkibatkan keausan yang tidak

merata maupun gerakan yang tersendat (slickslip).

Untuk menghindari hal ini maka dalam penempatan mesin perkakas itu perlu terlebih

dahulu diselaraskan (level). Penyelaran mesin perkakas dikerjakan dengan mempergunakan water

pass (spirit level) yang diletakkan pada tempat-tempat tertentu sesuai dengan bidang referensi

pada mesin perkakas.

Page 30: Karya Tulis Tugas Akhir D-IV

19

Gambar 2.9 Levelling mesin bubut

2.11 Besi Kelabu (Gray Iron)

Besi kelabu adalah kelompok besi tuang yang membentuk grafit serpihan selama

pembekuan, berbeda dengan morfologi grafit bulat dari besi ulet. Serpihan grafit dalam besi

kelabu tersebar dalam matriks dengan mikrostruktur yang ditentukan oleh komposisi dan

perlakuan panas. Mikrostruktur dari besi kelabu adalah matriks perlit dengan serpihan grafit

tersebar di seluruh bagiannya. Dalam hal komposisi, besi kelabu biasanya mengandung 2,5

sampai 4% C, 1 sampai 3% Si, dan penambahan mangan, tergantung pada struktur mikro yang

diinginkan (serendah 0,1% Mn dalam besi kelabu feritik dan setinggi 1,2% dalam perlitik).

Elemen-elemen paduan lainnya termasuk nikel, tembaga, molibdenum, dan kromium.

2.11.1 Kelas besi kelabu

Dalam banyak aplikasi kekuatan bukanlah kriteria utama untuk pilihan kelas.

Misalnya, untuk bagian seperti pelat kopling dan brake drums, dimana ketahanan

terhadap penerimaan panas adalah penting, nilai rendah kekuatan dari besi yang wajib

diunggulkan. Demikian pula, dalam aplikasi heat shock seperti ingot atau pig molds, besi

kelas 60 akan gagal secara langsung, sedangkan kinerja yang baik ditunjukkan oleh besi

kelas 25. Dalam peralatan mesin dan bagian lain yang kuat terhadap getaran, kapasitas

redaman yang lebih baik dari besi rendah kekuatan sering menguntungkan.

Umumnya, dapat diasumsikan bahwa sifat-sifat berikut dari besi tuang kelabu

meningkat dengan meningkatnya kekuatan tarik dari kelas 20 ke kelas 60:

• Semua kekuatan, termasuk kekuatan pada suhu tinggi.

• Kemampuan untuk diproses pemesinan hingga hasil halus.

• Modulus elastisitas.

• Tahan aus.

Di sisi lain, sifat-sifat berikut menurun dengan meningkatnya kekuatan tarik,

sehingga besi rendah kekuatan sering bekerja lebih baik daripada besi tinggi kekuatan

ketika sifat ini dipentingkan:

Page 31: Karya Tulis Tugas Akhir D-IV

20

• Machinability.

• Daya tahan terhadap thermal shock.

• Kapasitas redam.

• Kemampuan untuk dicor pada bagian menyempit.

2.11.2 Aplikasi besi kelabu

Besi kelabu digunakan untuk berbagai jenis parts yang sangat luas beragam dari

mesin dan struktur. Seperti parts yang terbuat dari logam dan paduan, parts yang

dimaksudkan untuk diproduksi dari besi tuang kelabu harus dievaluasi pada layanan

khusus kondisi sebelum disetujui untuk diproduksi. Seringkali analisis tegangan dari

prototipe coran membantu menentukan kelas yang tepat dari besi kelabu dan juga uji

kelayakan atau kriteria penerimaan lainnya untuk produksi parts.

2.12 Pengerasan Permukaan (Surface Hardening)

Surface hardening mengacu pada salah satu dari beberapa perlakuan termokimia yang

diterapkan pada baja dimana komposisi dari permukaan part diubah dengan penambahan karbon,

nitrogen, atau unsur-unsur lain.

Proses ini biasanya diterapkan untuk part dengan baja karbon rendah untuk mencapai

sebuah kekerasan, bagian kulit luar yang tahan aus sementara tetap mempertahankan inti bagian

dalam yang tangguh. Istilah kasus pengerasan sering digunakan untuk perlakuan ini.

2.12.1 Pengerasan dengan api (flame hardening)

Flame hardening melibatkan pemanasan permukaan kerja dengan cara satu atau

lebih semburan api diikuti oleh pendinginan yang cepat. Proses pengerasan diterapkan

untuk karbon dan baja paduan, alat baja, dan besi cor. Bahan bakar meliputi asetilena

(C2H2), propana (C3H8), dan gas lainnya.

Gambar 2.10 Flame hardening dengan integral quenching

(sumber gambar: Handbook of Heat Treatment of Steels)

Page 32: Karya Tulis Tugas Akhir D-IV

21

Flame hardening melibatkan gambaran dari operasi manual yang tinggi dengan

kurangnya kontrol atas hasilnya. Namun, prosesnya dapat diatur dalam mencakup kontrol

suhu, fixtures untuk posisi relatif kerja pada api dan perangkat penunjuk yang beroperasi

pada waktu siklus yang tepat, yang semuanya memberikan kontrol yang dekat selama

perlakuan panas yang dihasilkan. Hal ini cepat dan serbaguna, pemberian itu sendiri

untuk produksi yang tinggi dan juga komponen-komponen besar seperti roda gigi besar

yang melebihi kapasitas tungku.

Proses flame hardening dapat menghasilkan kekerasan permukaan sebesar 50

sampai 60 HRC. Dan di dalam proses flame hardening masih belum ada kesepakatan

yang pasti untuk kasus kedalaman (penetrasi) kekerasannya. Dibeberapa artikel ilmiah

dikatakan bahwa kedalaman (penetrasi) kekerasannya 0.7 hingga 6 mm, namun

pencapaian terbaik didapat hingga 3 mm saja.

Gambar 2.11 Flame hardening pada perbedaan penampang melintang dari slideways

(a) kepala pembakar dari sumber obor yang sama, (b) kepala pembakar

dari sumber obor yang berbeda

(sumber gambar: Handbook of Heat Treatment of Steels)

Page 33: Karya Tulis Tugas Akhir D-IV

22

BAB III

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Diagram Alir Penelitian

Dalam proses pengerjaan penelitian dibutuhkan sistematika penyelesaian yang baik untuk

memudahkan pengerjaan perencanaan, maka dibuat flowchart tentang urutan hal-hal yang harus

dikerjakan sehingga diharapkan pengerjaan perencanaan dapat berjalan secara sistematis,

terkontrol dan terencana. Sistematika penelitian tersebut dapat dilihat pada uraian flowchart di

bawah ini :

Gambar 3.1 Flowchart penelitian

Stu di L i t er a tur

Pe ngu j i an Pe ny impa ng an

G eom et r ik Bed w ays Me sin B ub ut

Me ngg una ka n U niv er sa l Br id ge

A nal i si s Da ta H as i l Pen guj i an

Bed w ays Me sin B ub ut

Pe mi l ih an &

Pe r enc an aa n Meto da

Pe r baik an

D oku me ntas i

Se l es ai

A da

Pe nyim pa nga n?

Mula i

Tida k

Y a

D isk us i D a n

Tan ya J a wa b

I de nt i f i k as i

Fun gs i Mes in

Page 34: Karya Tulis Tugas Akhir D-IV

23

3.2 Studi Literatur

Studi literatur merupakan tahap pencarian teori-teori yang berhubungan dengan

permasalahan yang muncul pada penelitian ini. Studi literatur ini dilakukan dengan membaca

buku refrensi, jurnal, maupun hand book terkait dengan penelitian. Selanjutnya hasil dari studi

literatur ini digunakan sebagai landasan teori pada pelaksanaan penelitian ini.

3.3 Diskusi Dan Tanya Jawab

Diskusi dan tanya jawab dilakukan untuk mendapatkan informasi lebih jauh mengenai

masalah yang dihadapai dilapangan. Diskusi dan tanya jawab ini dilakukan bersama dosen

pembimbing dan pihak yang berkaitan dengan penyususan karya tulis ini.

3.4 Alat Dan Bahan Pengujian

Mesin perkakas yang akan digunakan dalam pengujian pengukuran penyimpangan

geometrik bedways adalah mesin bubut (turning) dengan spesifikasi terlihat pada Tabel 3.1.

Pengukuran penyimpangan geometrik bedways mesin perkakas bubut menggunakan beberapa alat

ukur yang berfungsi untuk mengetahui penyimpangan kerataan dan kesejajaran akibat aus, seperti

dial indicator dan spirit level. Dalam pengujian ini digunakan metoda universal bridge dalam

pelaksanaannya.

3.4.1 Mesin bubut

Mesin bubut yang digunakan dalam pengujian pengukuran penyimpangan

geometrik bedways adalah mesin bubut yang diproduksi oleh Weiler, model Praktikant

800R (Jerman). Gambar 3.4 salah satu mesin bubut yang digunakan di Politeknik

Manufaktur Negeri Bandung. Berikut spesifikasi mesin:

Tabel 3.1 Spesifikasi mesin bubut Weiler Praktikan 800R

Turning Length 800mm

Turning

Diameter 140mm

Spindle Bore 36mm

Centre Sleeve MK3

Turning Speed 42 - 2000 rpm in 16

steps

Main Drive 1,6kW

3.4.2 Dial indicator

Dial indicator merupakan alat ukur pembanding, yang digunakan untuk mengukur

kebengkokan, run out, ketegak lurusan dan kerataan. Dengan menggunakan jam ukur

Page 35: Karya Tulis Tugas Akhir D-IV

24

maka bisa diketahui besarnya penyimpangan dari kelurusan suatu permukaan benda ukur.

Karena setiap perubahan jarak yang dialami oleh sensor jam ukur akan ditunjukkan oleh

jarum penunjuk jam ukur tersebut.

Pemeriksaan kelurusan dengan jam ukur dalam pengujian ini bisa digunakan untuk

melihat kelurusan/kerataan dalam arah horisontal (penyimpangan ke kiri atau ke kanan)

sehingga dapat diketahui apakah telah terjadi penyimpangan pada pergerakan universal

bridge melalui angka yang ditunjukkan pada dial indicator. Dial indicator yang

digunakan memiliki ketelitian 0,001 mm/meter. Pada waktu meletakkan sensor pada

muka ukur sebaiknya jarum penunjuk menunjukkan skala pada posisi nol. Seandainya

muka ukurnya relatif panjang maka sebaiknya panjang muka ukur tersebut dibagi dalam

beberapa bagian yang besarnya jarak tiap-tiap bagian tergantung pada pertimbangan si

pengukur sendiri. Antara bagian satu dengan yang lain diberi tanda titik atau garis

pendek/strip. Pada masing-masing titik inilah nantinya dapat digambarkan besarnya

penyimpangan dari kelurusan muka ukur. Dengan demikian dapat diketahui bagian-

bagian mana dari muka ukur yang tidak lurus.

Gambar 3.2 Dial indicator

(littlemachineshop.com)

3.4.3 Spirit level

Spirit level merupakan alat ukur yang terdiri dari tabung berisi cairan gelembung

dan tabung tersebut dipasang pada suatu dasar besi cor. Alat ukur ini dapat membaca

perubahan kemiringan pada suatu bidang komponen dengan melihatnya pada perbedaan

tinggi pada tabung. Pada pengujian ini alat ukur spirit level digunakan untuk melakukan

penyelarasan pada meja mesin bubut dan puntiran pada bedways, spirit level yang

digunakan dalam pengujian ini memiliki ketelitian 0,02 mm/meter.

Gambar 3.3 Pendatar (spirit level)

Page 36: Karya Tulis Tugas Akhir D-IV

25

3.5 Identifikasi Mesin

Kegiatan identifikasi fungsi mesin dilakukan dengan tujuan mengetahui dan memahami

fungsi serta hubungan konstruksi dari setiap bagian-bagian mesin. Berikut ini adalah gambar dari

mesin bubut Weiler Praktikant 800R:

Gambar 3.4 Mesin bubut Weiler Praktikan 800R

Keterangan gambar :

Fungsi dari tiap bagian :

1. Head stock, berfungsi sebagai dudukan spindle dan gear box reduksi kecepatan putar.

2. Switch ON/OFF, berfungsi untuk menghidupkan motor dan mengatur arah putaran

spindle setelah saklar utama mesin dihidupkan.

3. Feed gear box, berfungsi sebagai pengatur kecepatan feeding.

4. Tuas pengatur kecepatan putar, berfungsi untuk mengatur kecepatan putar dari

spindle.

5. Spindle, berfungsi sebagai landasan pencekaman baik menggunakan chuck, collet,

maupun face plate.

6. Bedways mesin, berfungsi sebagai landasan dan pengarah gerakan eretan memanjang.

1. Headstock

2. Switch ON/OFF

3. Feed gear box

4. Pengatur kecepatan putar

5. Spindle

6. Bedways mesin

7. Eretan atas

8. Eretan melintang

9. Eretan memanjang

10. Tailstock

5 8 7 9 6

10

2

1

3

4

Page 37: Karya Tulis Tugas Akhir D-IV

26

7. Eretan atas, berfungsi untuk proses pemotongan ke arah memanjang, dan pemotongan

menyudut.

8. Eretan melintang, berfungsi untuk proses pemotongan ke arah melintang baik manual

maupun otomatis.

9. Eretan memanjang, berfungsi untuk proses pemotongan ke arah memanjang baik

manual maupun otomatis.

10. Tail stock, berfungsi untuk membantu proses drilling, proses reaming, dan proses

between two centers.

3.6 Prosedur Pengujian

Adapun prosedur yang dilakukan dalam melakukan pengujian penyimpangan geometrik

bedways mesin adalah persiapan alat-alat yang akan digunakan untuk melakukan pengukuran

seperti dial indicator, spirit level dan universal bridge untuk pengujian kerataan dan kesejajaran

bedways serta levelling mesin

Beberapa alat bantu lain seperti kunci pas untuk mengatur kerataan mesin dan universal

bridge, penggaris untuk membantu membagi-bagi titik pengukuran, spidol untuk menandai titik-

titik yang telah di bagi untuk tempat uji. Dan juga kain untuk membersihkan bedways yang akan

dilakukan pengujian.

3.7 Penyelarasan (Levelling)

Sebelum berbagai tes pada setiap alat mesin dilakukan, sangat penting bahwa mesin harus

dipasang benar-benar pada bidang horisontal dan vertikal. Dalam bidang horisontal, kedua arah

memanjang dan melintang sama-sama penting. Jika setiap bed bubut tidak terpasang benar-benar

horisontal, bed akan mengalami defleksi, sehingga menghasilkan sebuah bengkokan sederhana

dan tekanan yang tidak diinginkan akan terjadi. Jika bed tidak terpasang benar-benar horisontal

dalam arah melintang, puntiran akan terjadi. Dengan demikian pergerakan saddle tidak bisa

dalam garis lurus dan silinder geometris yang benar tidak dapat dihasilkan.

Kerataan dari bed mesin pada arah memanjang dan melintang umumnya diuji oleh spirit

level yang sensitif. Saddle ditempatkan kira-kira di tengah dari kaki-kaki penopang bed. Spirit

level ini kemudian ditempatkan pada posisi a atau b (Tabel 3.2), yang menjamin kerataan dalam

arah memanjang. Hal ini telah mewakili sepanjang bed. Untuk tes pada arah melintang perata

ditempatkan pada bagian jembatan (posisi b) untuk menjangkau guideways depan dan belakang.

Levelling lebih baik diambil pada arah memanjang dan melintang secara bersamaan sehingga efek

dari penyesuaian dalam satu arah juga dapat diamati satu sama lain.

Pembacaan pada arah melintang berfungsi untuk melihatkan suatu puntiran pada bed.

Dapat dicatat bahwa dua guideways dapat sempurna sama rata pada arah memanjang, tapi

mungkin tidak sejajar satu sama lain. Hal ini terlihat oleh tes pada arah melintang. Kelurusan dari

Page 38: Karya Tulis Tugas Akhir D-IV

27

bed pada arah memanjang juga dapat ditentukan dengan metode lain, misalnya, menggunakan

straight edge, autocollimators atau dengan metode kawat kencang. Tapi tes pada arah melintang

dapat dilakukan hanya dengan spirit level. Penyelarasan melintang mungkin dapat diletakkan

pada arah mana saja, tapi tidak ada puntiran yang dapat ditoleransi.

Tabel 3.2 Form levelling mesin bubut

3.8 Pengambilan Data

Tujuan dari pengujian bedways mesin ini adalah untuk mengukur kerataan dan kesejajaran

bedways tersebut. Dalam proses pengujian yang dilakukan untuk mengukur nilai keausan

bedways pada Tugas Akhir ini menggunakan beberapa metoda. Adapun metoda-metoda yang

dilakukan adalah metoda pengukuran keausan bedways dengan universal bridge, metoda

pengukuran keausan bedways dengan carriage, metoda pengukuran kemiringan slideway flat

carriage.dengan spirit level.

3.8.1 Metoda pengukuran keausan bedways menggunakan universal bridge

Pada metoda ini proses pengukuran dilakukan dengan menggunakan spirit level

dan dial gauge. Kedua alat tersebut dipasang pada alat bantu yaitu universal bridge yang

akan diletakkan pada bidang luncur tail stock/carriage mesin, dimana kaki-kaki dari alat

tersebut bisa menyesuaikan dengan profil permukaan yang akan diperiksa.

Sebelum dilakukan proses pengambilan data, universal bridge harus di levelling

pada posisi/titik awal dimulainya pergerakan pengukuran, sehingga bedways pada posisi

tersebut di asumsikan sama rata. Dimana seperti yang dapat terlihat di gambar 3.5, posisi

a untuk mengetahui kerataan pada arah memanjang dan posisi b untuk mengetahui

kerataan pada arah melintang. Hal ini dimaksudkan untuk mengetahui arah dan besar

puntiran yang terjadi pada bedways tersebut ketika universal bridge digeser.

Page 39: Karya Tulis Tugas Akhir D-IV

28

Gambar 3.5 Levelling pada universal bridge

Hal utama yang perlu diperhatikan pada penggunaan alat ini adalah penempatan

alat yang sesuai dengan bedways mesin. Pada saat peletakan universal bridge sesuaikan

posisi kaki-kaki dengan dimensi dan bentuk landasan. Pada proses pengambilan data

dilakukan pengulangan sebanyak 3 kali agar didapatkan nilai rata–ratanya, sehingga data

yang diambil terjamin keakuratannya. Berikut ini adalah standar langkah-langkah

pengujian:

1. Bed dilakukan levelling terhadap pondasinya. Spirit level ditempatkan di atas

slideways tailstock untuk memeriksa permukaan arah memanjang. Carriage

diposisikan di tengah mesin antara headstock dan tailstock, kemudian spirit level

ditempatkan di atas eretan melintang untuk memeriksa permukaan arah melintang.

2. Tailstock dilepas dari bedways mesin. Kemudian carriage diposisikan paling ujung

sebelah kanan.

3. Kaki-kaki dari universal bridge disama ratakan terlebih dahulu di atas meja kerataan.

4. Universal bridge diletakan di atas slideways carriage dan diposisikan pada titik awal

dimulainya pengukuran, yaitu di ujung sebelah kanan bersebelahan dengan carriage.

Universal bridge dilakukan levelling di atas slideways menggunakan spirit level

yang ditempatkan di atas universal bridge pada arah memanjang dan melintang.

5. Slideways carriage diperiksa kesejajarannya dengan memasang dial indicator pada

universal bridge. Dial indicator disentuhkan pada permukaan slideway flat dari

tailstock terlebih dahulu, kemudian permukaan slideway “V” dari tailstock.

Universal bridge digeser sepanjang 660 mm dengan jarak yang sama tiap segmennya

sebesar 30 mm kemudian data diambil. Kesejajaran dari slideway carriage harus

Page 40: Karya Tulis Tugas Akhir D-IV

29

relatif terhadap slideway tailstock. Kesejajarannya harus berada dalam nilai

0,02/1000 mm.

6. Slideways carriage diperiksa puntirannya dengan menggunakan spirit level yang

dipasang di atas universal bridge. Universal bridge digeser sepanjang 660 mm

dengan jarak yang sama tiap segmennya sebesar 30 mm kemudian data diambil.

Puntirannya harus berada dalam nilai 0,02/1000 mm.

Gambar 3.6 Posisi pengukuran pada bedways

3.8.2 Metoda pengukuran keausan bedways menggunakan carriage

Metoda pengukuran keausan bedways menggunakan carriage adalah metoda

pemeriksaan standar pada kondisi bedways yang dikeluarkan oleh pabrik pembuat mesin

tersebut. Di dalam salah satu kegiatan kalibrasi pada kegiatan preventive maintenance

yang dilakukan di Polman Bandung, pemeriksaan kondisi bedways dari mesin bubut

menggunakan metoda carriage. Nilai dari hasil pengukuran menggunakan metoda

carriage ini yang nantinya akan dibandingkan dengan nilai dari hasil pengukuran

menggunakan universal bridge.

Gambar 3.7 Pengukuran keausan bedways menggunakan carriage

Sebelum dilakukan proses pengambilan data dengan metoda ini, tailstock dilepas

dari mesin dan carriage digeser ke ujung paling kanan dari mesin. Pada metoda ini proses

pengukuran dilakukan dengan menggunakan dial gauge.yang diletakkan diatas carriage.

Page 41: Karya Tulis Tugas Akhir D-IV

30

Selanjutnya beri tanda pada bidang slideways yang akan diuji. Pengukuran dilakukan

sepanjang 660 mm disetiap 30 mm dan dimulai dari sebelah kanan mesin (gambar 3.6).

Pada proses pengambilan data dilakukan pengulangan sebanyak 4 kali agar didapatkan

nilai rata–ratanya, sehingga data yang diambil terjamin keakuratannya. Pengambilan data

dilakukan pada bidang slideway flat dan slideway “V”. Dan penyimpangan geometrik

bedways yang diizinkan adalah sebesar 0,02 mm dalam jarak pengukuran sepanjang 1000

mm.

Tabel 3.3 Form pemeriksaan bidang luncur mesin bubut

3.8.3 Metoda pengukuran kemiringan slideway flat carriage menggunakan spirit level

Pada metoda ini data yang diambil adalah data nilai kemiringan slideway flat dari

carriage. Sebelum melakukan pengambilan data, mesin bubut sebaiknya dilakukan

levelling kembali setelah pengujian-pengujian yang dilakukan sebelumnya. Kemudian

carriage digeser ke ujung paling kiri dari mesin tersebut. Pada metoda ini proses

pengukuran dilakukan dengan menggunakan spirit level.yang diletakkan diatas parallel

pad presisi. Pengukuran dilakukan sepanjang 1125 mm dengan tiap segmennya 125 mm

dan dimulai dari sebelah kanan mesin (gambar 3.8). Selanjutnya beri tanda pada bidang

slideways yang akan diuji. Pada aktualnya, pergeseran spirit level akan terhalang oleh

carriage, sehingga spirit level harus diangkat terlebih dahulu dan carriage digeser ke

sebelah kanan kemudian pengambilan data dapat kembali dilanjutkan. Pada proses

pengambilan data dilakukan pengulangan sebanyak 3 kali agar didapatkan nilai rata–

ratanya, sehingga data yang diambil terjamin keakuratannya.

Gambar 3.8 Posisi pengukuran pada slideway flat carriage menggunakan spirit level

Page 42: Karya Tulis Tugas Akhir D-IV

31

BAB IV

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Pengujian Penyimpangan Geometrik Bedways Menggunakan Universal Bridge

Dari pengujian penyimpangan geometrik bedways dengan menggunakan universal bridge

didapatkan nilai total kerataan antara penyimpangan slideway bidang flat dan “V” dari carriage

secara horisontal. Hasil pengukuran dan rata-rata nilai penyimpangan geometrik bedways dapat

dilihat pada tabel 4.1, 4.2, 4.3 dan 4.4 untuk masing-masing mesin BU 09, BU 10, BU 11 dan BU

12.

4.1.1 Hasil pengujian bedways pada BU 09

Dapat terlihat pada tabel 4.1, pada pengukuran slideway flat mesin bubut BU 09

mulai terjadi penyimpangan geometrik di titik ke-7. Penyimpangan geometrik terjadi

secara signifikan di jarak 270 mm sampai 660 mm. Dan dari pengukuran kerataan

bedways BU 09 dihasilkan nilai keausan tertinggi adalah sebesar 70 µm atau 0,07 mm di

titik 600 mm. Pada pengukuran slideway “V” mesin bubut BU 09, penyimpangan

geometrik terjadi secara signifikan di jarak 270 mm sampai 660 mm. Namun sampai

jarak 450 mm, nilai keuasan yang dihasilkan adalah minus. Dan hasil nilai keausan

tertinggi adalah sebesar 50 µm atau 0,05 mm di titik 630 mm.

Dari grafik data penyimpangan bedways pada pengukuran slideway flat, yang dapat

dilihat dari gambar 4.1, terlihat bahwa cembungnya kurva yang terjadi hingga titik akhir

pegukuran menandakan keausan pada permukaan bedways di daerah depan (dekat

headstock) dari mesin, sehingga bentuk permukaan bedways menjadi cekung. Cekungnya

permukaan bedways disebabkan oleh daerah kerja yang tidak merata. Sehingga dapat di

tentukan bahwa daerah kerja bedways pada BU 09 adalah sepanjang 390 mm di daerah

depan dari mesin kearah tailstcok. Pada hasil pemeriksaan kesejajaran bedways,

penurunan bidang rear slideway (berseberangan dengan operator) terjadi lebih besar

dibanding dengan front slideways (dekat dengan operator) yang menyebabkan terjadinya

puntiran kearah belakang. Hal ini ditunjukan dengan tingginya gelembung pada spirit

level kearah operator. Namun besarnya nilai puntiran tidak dapat terbaca pada spirit level,

karena pada awal pergeseran pengukuran dari universal bridge di bidang slideways,

pergerakan gelembung sangat besar.

Page 43: Karya Tulis Tugas Akhir D-IV

32

Tabel 4.1 Data nilai hasil pengukuran kerataan bedways BU 09 menggunakan universal bridge

Gambar 4.1 Grafik penyimpangan geometrik bedways BU 09 menggunakan universal bridge

4.1.2 Hasil pengujian bedways pada BU 10

Dapat terlihat pada tabel 4.2, pada pengukuran slideway flat mesin bubut BU 10

mulai terjadi penyimpangan geometrik di titik ke-3. Penyimpangan geometrik terjadi

secara signifikan di jarak 210 mm sampai 660 mm. Dan dari pengukuran kerataan

Page 44: Karya Tulis Tugas Akhir D-IV

33

bedways BU 10 dihasilkan nilai keausan tertinggi adalah sebesar 170 µm atau 0,170 mm

di titik 600 mm. Pada pengukuran slideway “V” mesin bubut BU 10, penyimpangan

geometrik terjadi secara signifikan di jarak 240 mm sampai 660 mm. Dan hasil nilai

keausan tertinggi adalah sebesar 116 µm atau 0,116 mm di titik 630 mm.

Dari grafik data penyimpangan bedways pada pengukuran slideway flat, yang dapat

dilihat dari gambar 4.2, terlihat bahwa cembungnya kurva yang terjadi hingga titik akhir

pegukuran menandakan keausan pada permukaan bedways di daerah depan (dekat

headstock) dari mesin, sehingga bentuk permukaan bedways menjadi cekung. Cekungnya

permukaan bedways disebabkan oleh daerah kerja yang tidak merata. Sehingga dapat di

tentukan bahwa daerah kerja bedways pada BU 10 adalah sepanjang 450 mm di daerah

depan dari mesin kearah tailstcok. Pada hasil pemeriksaan kesejajaran bedways,

penurunan bidang front slideways (dekat dengan operator) terjadi lebih besar dibanding

dengan rear slideway (berseberangan dengan operator) yang menyebabkan terjadinya

puntiran kearah depan. Hal ini ditunjukan dengan tingginya gelembung pada spirit level

menjauhi operator. Namun besarnya nilai puntiran tidak dapat terbaca pada spirit level,

karena pada awal pergeseran pengukuran dari universal bridge di bidang slideways,

pergerakan gelembung sangat besar.

Tabel 4.2 Data nilai hasil pengukuran kerataan bedways BU 10 menggunakan universal bridge

Page 45: Karya Tulis Tugas Akhir D-IV

34

Gambar 4.2 Grafik penyimpangan geometrik bedways BU 10 menggunakan universal bridge

4.1.3 Hasil pengujian bedways pada BU 11

Dapat terlihat pada tabel 4.3, pada pengukuran slideway flat mesin bubut BU 11

mulai terjadi penyimpangan geometrik di titik ke-2. Penyimpangan geometrik terjadi

secara signifikan di jarak 240 mm sampai 660 mm. Dan dari pengukuran kerataan

bedways BU 11 dihasilkan nilai keausan tertinggi adalah sebesar 137 µm atau 0,137 mm

di titik 600 mm. Pada pengukuran slideway “V” mesin bubut BU 11, penyimpangan

geometrik terjadi secara signifikan di jarak 90 mm sampai 660 mm. Dan hasil nilai

keausan tertinggi adalah sebesar 92 µm atau 0,092 mm di titik 630 mm.

Dari grafik data penyimpangan bedways pada pengukuran slideway flat, yang dapat

dilihat dari gambar 4.3, terlihat bahwa cembungnya kurva yang terjadi hingga titik akhir

pegukuran menandakan keausan pada permukaan bedways di daerah depan (dekat

headstock) dari mesin, sehingga bentuk permukaan bedways menjadi cekung. Cekungnya

permukaan bedways disebabkan oleh daerah kerja yang tidak merata. Sehingga dapat di

tentukan bahwa daerah kerja bedways pada BU 11 adalah sepanjang 420 mm di daerah

depan dari mesin kearah tailstcok. Pada hasil pemeriksaan kesejajaran bedways,

penurunan bidang front slideways (dekat dengan operator) terjadi lebih besar dibanding

dengan rear slideway (berseberangan dengan operator) yang menyebabkan terjadinya

puntiran kearah depan. Hal ini ditunjukan dengan tingginya gelembung pada spirit level

menjauhi operator. Namun besarnya nilai puntiran tidak dapat terbaca pada spirit level,

karena pada awal pergeseran pengukuran dari universal bridge di bidang slideways,

pergerakan gelembung sangat besar.

Page 46: Karya Tulis Tugas Akhir D-IV

35

Tabel 4.3 Data nilai hasil pengukuran kerataan bedways BU 11 menggunakan universal bridge

Gambar 4.3 Grafik penyimpangan geometrik bedways BU 11 menggunakan universal bridge

4.1.4 Hasil pengujian bedways pada BU 12

Dapat terlihat pada tabel 4.4, pada pengukuran slideway flat mesin bubut BU 12

mulai terjadi penyimpangan geometrik di titik ke-2. Penyimpangan geometrik terjadi

Page 47: Karya Tulis Tugas Akhir D-IV

36

secara signifikan di jarak 240 mm sampai 660 mm. Dan dari pengukuran kerataan

bedways BU 12 dihasilkan nilai keausan tertinggi adalah sebesar 107 µm atau 0,107 mm

di titik 570 mm. Pada pengukuran slideway “V” mesin bubut BU 12, penyimpangan

geometrik terjadi secara signifikan di jarak 270 mm sampai 660 mm. Dan hasil nilai

keausan tertinggi adalah sebesar 70 µm atau 0,07 mm di titik 630 mm.

Dari grafik data penyimpangan bedways pada pengukuran slideway flat, yang dapat

dilihat dari gambar 4.4, terlihat bahwa cembungnya kurva yang terjadi hingga titik akhir

pegukuran menandakan keausan pada permukaan bedways di daerah depan (dekat

headstock) dari mesin, sehingga bentuk permukaan bedways menjadi cekung. Cekungnya

permukaan bedways disebabkan oleh daerah kerja yang tidak merata. Sehingga dapat di

tentukan bahwa daerah kerja bedways pada BU 12 adalah sepanjang 420 mm di daerah

depan dari mesin kearah tailstcok. Pada hasil pemeriksaan kesejajaran bedways,

penurunan bidang front slideways (dekat dengan operator) terjadi lebih besar dibanding

dengan rear slideway (berseberangan dengan operator) yang menyebabkan terjadinya

puntiran kearah depan. Hal ini ditunjukan dengan tingginya gelembung pada spirit level

menjauhi operator. Namun besarnya nilai puntiran tidak dapat terbaca pada spirit level,

karena pada awal pergeseran pengukuran dari universal bridge di bidang slideways,

pergerakan gelembung sangat besar.

Tabel 4.4 Data nilai hasil pengukuran kerataan bedways BU 12 menggunakan universal bridge

Page 48: Karya Tulis Tugas Akhir D-IV

37

Gambar 4.4 Grafik penyimpangan geometrik bedways BU 12 menggunakan universal bridge

4.2 Pengujian Penyimpangan Geometrik Bedways Menggunakan Carriage

Dari pengujian penyimpangan geometrik bedways dengan menggunakan carriage

didapatkan nilai total kerataan antara penyimpangan slideway bidang flat dan “V” dari carriage

secara horisontal. Hasil pengukuran dan rata-rata nilai penyimpangan geometrik bedways dapat

dilihat pada tabel 4.5, 4.6, 4.7 dan 4.8 untuk masing-masing mesin BU 09, BU 10, BU 11 dan BU

12.

4.2.1 Hasil pengujian bedways pada BU 09

Dapat terlihat pada tabel 4.5, pada pengukuran slideway flat mesin bubut BU 09

mulai terjadi penyimpangan geometrik di titik ke-1. Penyimpangan geometrik terjadi

secara signifikan di jarak 240 mm sampai 660 mm. Dan dari pengukuran kerataan

bedways BU 09 dihasilkan nilai keausan tertinggi adalah sebesar 64 µm atau 0,064 mm di

titik 420 mm. Pada pengukuran slideway “V” mesin bubut BU 09, penyimpangan

geometrik terjadi secara signifikan di awal pengukuran hingga akhir. Dan nilai keuasan

yang dihasilkan adalah minus.

Dari grafik data penyimpangan bedways pada pengukuran slideway flat, yang dapat

dilihat dari gambar 4.5, terlihat bahwa cembungnya kurva yang terjadi hingga titik akhir

pegukuran menandakan keausan pada permukaan bedways di daerah depan (dekat

headstock) dari mesin, sehingga bentuk permukaan bedways menjadi cekung. Cekungnya

permukaan bedways disebabkan oleh daerah kerja yang tidak merata. Pada hasil

Page 49: Karya Tulis Tugas Akhir D-IV

38

pemeriksaan kesejajaran bedways, penurunan bidang rear slideway (berseberangan dengan

operator) terjadi lebih besar dibanding dengan front slideways (dekat dengan operator)

yang menyebabkan terjadinya puntiran kearah belakang. Hal ini ditunjukan dengan

tingginya gelembung pada spirit level kearah operator. Namun besarnya nilai puntiran tidak

dapat terbaca pada spirit level, karena pada awal pergeseran pengukuran dari universal

bridge di bidang slideways, pergerakan gelembung sangat besar.

Tabel 4.5 Data nilai hasil pengukuran kerataan bedways BU 09 menggunakan carriage

Gambar 4.5 Grafik penyimpangan geometrik bedways BU 09 menggunakan carriage

Page 50: Karya Tulis Tugas Akhir D-IV

39

4.2.2 Hasil pengujian bedways pada BU 10

Dapat terlihat pada tabel 4.6, pada pengukuran slideway flat mesin bubut BU 10

mulai terjadi penyimpangan geometrik di titik ke-1. Penyimpangan geometrik terjadi

secara signifikan di awal pengukuran hingga akhir. Dan dari pengukuran kerataan

bedways BU 10 dihasilkan nilai keausan tertinggi adalah sebesar 142 µm atau 0,142 mm

di titik 390 mm dan 420 mm. Pada pengukuran slideway “V” mesin bubut BU 10,

penyimpangan geometrik terjadi secara signifikan di awal pengukuran hingga akhir.

Namun nilai keuasan yang dihasilkan adalah minus.

Dari grafik data penyimpangan bedways pada pengukuran slideway flat, yang dapat

dilihat dari gambar 4.6, terlihat bahwa cembungnya kurva yang terjadi hingga titik akhir

pegukuran menandakan keausan pada permukaan bedways di daerah depan (dekat

headstock) dari mesin, sehingga bentuk permukaan bedways menjadi cekung. Cekungnya

permukaan bedways disebabkan oleh daerah kerja yang tidak merata. Pada hasil

pemeriksaan kesejajaran bedways, penurunan bidang front slideways (dekat dengan

operator) terjadi lebih besar dibanding dengan rear slideway (berseberangan dengan

operator) yang menyebabkan terjadinya puntiran kearah depan. Hal ini ditunjukan dengan

tingginya gelembung pada spirit level menjauhi operator. Namun besarnya nilai puntiran

tidak dapat terbaca pada spirit level, karena pada awal pergeseran pengukuran dari

universal bridge di bidang slideways, pergerakan gelembung sangat besar.

Tabel 4.6 Data nilai hasil pengukuran kerataan bedways BU 10 menggunakan carriage

Page 51: Karya Tulis Tugas Akhir D-IV

40

Gambar 4.6 Grafik penyimpangan geometrik bedways BU 10 menggunakan carriage

4.2.3 Hasil pengujian bedways pada BU 11

Dapat terlihat pada tabel 4.7, pada pengukuran slideway flat mesin bubut BU 11

mulai terjadi penyimpangan geometrik di titik ke-1. Penyimpangan geometrik terjadi

secara signifikan di awal pengukuran hingga akhir. Dan dari pengukuran kerataan

bedways BU 11 dihasilkan nilai keausan tertinggi adalah sebesar 125 µm atau 0,125 mm

di titik 510 mm. Pada pengukuran slideway “V” mesin bubut BU 11, penyimpangan

geometrik terjadi secara signifikan di awal pengukuran hingga akhir. Namun nilai

keuasan yang dihasilkan adalah minus.

Dari grafik data penyimpangan bedways pada pengukuran slideway flat, yang dapat

dilihat dari gambar 4.7, terlihat bahwa cembungnya kurva yang terjadi hingga titik akhir

pegukuran menandakan keausan pada permukaan bedways di daerah depan (dekat

headstock) dari mesin, sehingga bentuk permukaan bedways menjadi cekung. Cekungnya

permukaan bedways disebabkan oleh daerah kerja yang tidak merata. Pada hasil

pemeriksaan kesejajaran bedways, penurunan bidang front slideways (dekat dengan

operator) terjadi lebih besar dibanding dengan rear slideway (berseberangan dengan

operator) yang menyebabkan terjadinya puntiran kearah depan. Hal ini ditunjukan dengan

tingginya gelembung pada spirit level menjauhi operator. Namun besarnya nilai puntiran

tidak dapat terbaca pada spirit level, karena pada awal pergeseran pengukuran dari

universal bridge di bidang slideways, pergerakan gelembung sangat besar.

Page 52: Karya Tulis Tugas Akhir D-IV

41

Tabel 4.7 Data nilai hasil pengukuran kerataan bedways BU 11 menggunakan carriage

Gambar 4.7 Grafik penyimpangan geometrik bedways BU 11 menggunakan carriage

Page 53: Karya Tulis Tugas Akhir D-IV

42

4.2.4 Hasil pengujian bedways pada BU 12

Dapat terlihat pada tabel 4.8, pada pengukuran slideway flat mesin bubut BU 12

mulai terjadi penyimpangan geometrik di titik ke-1. Penyimpangan geometrik terjadi

secara signifikan di titik ke-4 hingga akhir. Dan dari pengukuran kerataan bedways BU

12 dihasilkan nilai keausan tertinggi adalah sebesar 105 µm atau 0,105 mm di titik 480

mm. Pada pengukuran slideway “V” mesin bubut BU 12, penyimpangan geometrik

terjadi secara signifikan di awal pengukuran hingga akhir. Namun nilai keuasan yang

dihasilkan adalah minus.

Dari grafik data penyimpangan bedways pada pengukuran slideway flat, yang dapat

dilihat dari gambar 4.8, terlihat bahwa cembungnya kurva yang terjadi hingga titik akhir

pegukuran menandakan keausan pada permukaan bedways di daerah depan (dekat

headstock) dari mesin, sehingga bentuk permukaan bedways menjadi cekung. Cekungnya

permukaan bedways disebabkan oleh daerah kerja yang tidak merata. Pada hasil

pemeriksaan kesejajaran bedways, penurunan bidang front slideways (dekat dengan

operator) terjadi lebih besar dibanding dengan rear slideway (berseberangan dengan

operator) yang menyebabkan terjadinya puntiran kearah depan. Hal ini ditunjukan dengan

tingginya gelembung pada spirit level menjauhi operator. Namun besarnya nilai puntiran

tidak dapat terbaca pada spirit level, karena pada awal pergeseran pengukuran dari

universal bridge di bidang slideways, pergerakan gelembung sangat besar.

Tabel 4.8 Data nilai hasil pengukuran kerataan bedways BU 12 menggunakan carriage

Page 54: Karya Tulis Tugas Akhir D-IV

43

Gambar 4.8 Grafik penyimpangan geometrik bedways BU 12 menggunakan carriage

4.3 Pengujian Penyimpangan Geometrik Slideway Flat Carriage Menggunakan Spirit Level

Pengujian ini dilakukan untuk meyakinkan nilai dari hasil pengujian penyimpangan

geometrik bedways dengan menggunakan universal bridge. Adapun salah satu data hasil

pengujian sebagai berikut.

Tabel 4.9 Data pengukuran kemiringan slideway flat carriage BU 09

Nilai data diatas adalah nilai aktual kemiringan dari toleransi panjang 1000 mm. Namun

nilai-nilai tersebut harus diolah terlebih dahulu untuk mendapatkan nilai keausan dari slideway

flat carriage mesin bubut. Sehingga dilakukan perhitungan perbandingan segitiga. Adapun salah

Page 55: Karya Tulis Tugas Akhir D-IV

44

satu perhitungan perbandingan segitiga dari hasil pengukuran kemiringan diatas adalah sebagai

berikut.

• Perhitungan Tinggi Penyimpangan Dalam 125 mm

Dik : Toleransi panjang = 1000 mm

Tinggi penyimpangan = 0,16 mm/m

Panjang jarak pengukuran = 125 mm

Dit : x

Jawab : 1000 mm = 0,16 mm/m

125 mm = x

x = 0,02 mm/m

Langkah selanjutnya adalah menyambungkan segitiga dalam bentuk pengukuran aktual

pada slideway flat terhadap sumbu referensi sebagai bayangan permukaan slideway flat yang

masih dalam kondisi bagus. Hal ini dilakukan agar mempermudah menganalisa data yang akan

dijadikan nilai keausan dari slideway flat carriage tersebut.

Gambar 4.9 Bentuk pengukuran aktual pada slideway flat carriage terhadap sumbu referensi

Berdasarkan pembentukan gambar pengukuran aktual pada slideway flat carriage terhadap

sumbu referensi diatas dapat ditentukan panjang dari segitiga besar adalah 1125 mm dari

penjumlahan panjang segitiga kecil, yaitu 125 mm sebanyak 9 posisi. Dan tinggi dari segitiga

besar didapat sebesar 0,11 mm dari penjumlahan tinggi segitiga kecil sebanyak 9 posisi yang

berbeda-beda nilai dan arahnya.

Hasil perhitungan dan pembentukan gambar diatas kemudian diolah untuk mendapatkan

hasil akhir nilai yang diingkinkan yaitu nilai keasusan terbesar pada lembah yang terlihat di grafik

gambar 4.10. Adapun hasil pengolahan data sebagai berikut.

Page 56: Karya Tulis Tugas Akhir D-IV

45

Tabel 4.10 Hasil pengolahan data pengukuran kemiringan slideway flat carriage BU 09

Nilai diatas didapatkan dari hasil perhitungan dibawah ini.

Dari data diatas dapat dibuatkan grafik nilai keausan. Berikut ini adalah grafik yang

didapatkan.

Gambar 4.10 Grafik hasil pengolahan data pengukuran kemiringan slideway flat carriage BU 09

Page 57: Karya Tulis Tugas Akhir D-IV

46

Pengolahan data yang sama dilakukan pada hasil data pengukuran penyimpangan

geometrik slideway flat carriage pada BU 10, BU 11 dan BU 12. Berikut adalah grafik hasil

pengolahan data nilai keasusan yang didapatkan.

Gambar 4.11 Grafik hasil pengolahan data pengukuran kemiringan slideway flat carriage BU 10

Gambar 4.12 Grafik hasil pengolahan data pengukuran kemiringan slideway flat carriage BU 11

Gambar 4.13 Grafik hasil pengolahan data pengukuran kemiringan slideway flat carriage BU 12

Page 58: Karya Tulis Tugas Akhir D-IV

47

Tabel 4.11 Nilai keausan terbesar penyimpangan geometrik slideway flat carriage

Mesin bubut 09 0,0362 mm

Mesin bubut 10 0,0163 mm

Mesin bubut 11 0,0145 mm

Mesin bubut 12 0,040 mm

4.4 Analisis Hasil Pengujian Bedways

Jika dilihat pada masing-masing grafik dari hasil 4 penggukuran bedways mesin bubut

Weiler Praktikant 800R (BU 09, BU 10, BU 11 dan BU 12) dengan menggunakan universal

bridge, jarak penyimpangan geometrik permukaan bedways BU 09 lebih pendek dibandigkan

dengan BU 10, BU 11 dan BU 12. Selain itu BU 10, BU 11 dan BU 12 menghasilkan kedalaman

keausan yang lebih dalam dibandingkan BU 09. Hal ini mengingat bahwa mesin bubut Weiler

Praktikant 800R BU 09 digunakan pada pembuatan salah satu komponen produksi ragum.

Sehingga benda yang diproses pada mesin ini adalah tetap dari segi material, dimensi maupun

prosesnya. Tidak menutup kemungkinan juga bahwa perawatan dan pelumasan dari BU 09 lebih

terjaga didalam ruang produksi ragum. Sedangkan BU 10, BU 11 dan BU 12 digunakan untuk

progam pratik mahasiswa. Dengan demikian benda yang diproses pada tiap-tiap mesin ini

berbeda-beda.

Pada grafik dari hasil 4 pengukuran bedways mesin bubut Weiler Praktikant 800R (BU 09,

BU 10, BU 11 dan BU 12) dengan menggunakan carriage, nilai keausan yang dihasilkan rata-rata

lebih kecil dan lebih merata dibandingkan dengan hasil pengukuran dengan menggunakan

universal bridge. Hal ini mungkin dapat diakibatkan oleh kedua permukaan yang bergesekan

antara slideways dan saddle. Bidang yang terlalu panjang dan bergelombang dapat mempengaruhi

besarnya nilai keausan yang dihasilkan dari pengukuran tersebut. Sehingga tidak akan terlihat

jelas kedalaman keausan yang sebenarnya dari slideways tersebut.

Pada grafik hasil pengolahan data pengukuran kemiringan slideway flat carriage

menggunakan spirit level yang terlihat pada gambar 4.10, 4.11, 4.12 dan 4.13, dapat memberikan

kepastian nilai keausan terbesar yang diperoleh terhadap hasil dari pengujian universal bridge.

Hal tersebut menyatakan bahwa pengujian yang dilakukan dengan menggunakan universal bridge

masih belum akurat. Asumsi yang diperoleh adalah ketika terjadi penurunan bidang slideway flat

yang menjadi tumpuan dari salah satu sisi kaki universal bridge, salah satu sisi kaki yang

menumpu di slideway “V” akan ikut turun dari titik sentuh awalnya untuk mengkompensasi jarak

antar kaki-kaki yang tetap. Hal ini dapat dilihat pada gambar 4.13. Sehingga dial gauge akan

lebih tertekan dan menghasilkan nilai yang lebih besar. Namun penggukuran kemiringan dengan

menggunakan spirit level ini tidak bisa dilakukan pada bidang slideway “V”.

Page 59: Karya Tulis Tugas Akhir D-IV

48

Gambar 4.14 Ilustrasi dari kompensasi kaki-kaki universal bridge terhadap keausan bedways

4.5 Metoda Perbaikan Bedways Mesin

Berdasarkan data hasil pengukuran dapat ditentukan metoda dan langkah-langkah

perbaikannya yang harus dilakukan guna memperbaiki penyimpangan geometrik yang terjadi

pada bedways. Nilai keausan terbesar pada permukaan bedways mesin bubut BU 09, BU 10, BU

11 dan BU 12 tidak lebih dari 0,2 mm. Sehingga perbaikan yang akan dilakukan adalah dengan

cara scraping. Namun sebelum melakukan perbaikan pada bedways mesin bubut, sangatlah

penting untuk menentukan slideways yang akan dijadikan acuan sebagai pengendalian dan awal

perbaikan pada permukaan bedways. Slideways dari tailstock (3, 4 & 6) biasa diambil sebagai

landasan acuan. Berikut ini adalah metoda dan langkah-langkah perbaikan dengan metoda

scraping:

1. Levelling Bed:

Bed dilakukan levelling terhadap pondasinya sepanjang slideways tailstock. Spirit

level ditempatkan pada slideways tailstock dan spirit level memeriksa pada arah permukaan

memanjang dan juga pada arah permukaan melintang.

2. Mempersiapkan landasan acuan:

Slideways tailstock (3, 4 & 6) diambil sebagai landasan. Disarankan untuk

memeriksa landasan slideway ini dan di scrap bila perlu, terhadap rack guide permukaan

11 & 12. Landasan untuk dial indicator ditempatkan pada slideways tailstock (atau pada

universal bridge yang dipasang pada slideways tailstock) dan dial disentuhkan pada

permukaan 11 terlebih dahulu, kemudian permukaan 12. Universal bridge digeser

sepanjang slideways dan data diambil, yang mana harus berada dalam 0.03 mm dari

keseluruhan panjang bed. Puntiran dari slideways tailstock juga harus diperiksa dengan

spirit level yang ditempatkan pada universal bridge dan harus berada dalam nilai 0,02/1000

mm.

Page 60: Karya Tulis Tugas Akhir D-IV

49

3. Slideway flat (utama) (2) di scrap terhadap straight edge dari akurasi kelas II dengan nillai

keakurasian 10-12 titik/inci2 kemudian kesejajarannya terhadap slideways 3, 4, & 6

diperiksa dengan dial indicator yang dipasang di universal bridge dan ditempatkan pada

slideways tailstock. Kesejajarannya harus berada dalam nilai 0,02/1000 mm.

4. Slideway “V”/prisma (utama) (7 & 8) juga di scrap kemudian kesejajaran dan puntirannya

dari slideway 2, 7 & 8 diperiksa dengan spirit level yang dipasang di universal bridge dan

ditempatkan pada slideway 2, 7 & 8. Kesejajaran dan puntiran harus berada dalam nilai

0,02/1000 mm.

5. Kesejajaran dari slideway 7 & 8 harus relatif terhadap slideway 3, 4 & 6, yang mana

diperiksa dengan menempatkan dial indicator di universal bridge dan diletakan pada

slideway 2,7 & 8. Dial indicator disentuhkan pada slideway 3, 4 & 6, dan universal bridge

digeser sepanjang bedways. Kesejajarannya harus berada dalam nilai 0,02/1000 mm.

6. Sebagai wadah oli dibuat sepanjang bedways dengan cara di scrap agar memperlambat

kecepatan aus sehingga menambah umur kerja dari bedways tersebut.

Gambar 4.15 Potongan melitang bedways mesin bubut

(sumber gambar: Industrial maintenance)

Ket.: 2, 7 & 8 - slideways flat & “V” untuk carriage,

6, 3 & 4 - slideways flat & “V” untuk tailstock,

1 & 10 – Clamping plate guides, 11& 12 – Rack fixing guides,

5 & 6 – Control guides.

Page 61: Karya Tulis Tugas Akhir D-IV

50

BAB V

BAB 5 PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan diambil kesimpulan sebagai berikut:

1. Berdasarkan hasil pengukuran kerataan bedways dengan menggunakan universal bridge di

bidang slideway flat dihasilkan:

a.) Nilai keausan tertinggi pada BU 09 sebesar 0,007 mm di titik 600 mm. Dan di bidang

slideway “V” dihasilkan nilai keausan tertinggi sebesar 0,05 mm di titik 630 mm.

b.) Nilai keausan tertinggi pada BU 10 sebesar 0,170 mm di titik 600 mm. Dan di bidang

slideway “V” dihasilkan nilai keausan tertinggi sebesar 0,116 mm di titik 630 mm.

c.) Nilai keausan tertinggi pada BU 11 sebesar 0,137 mm di titik 600 mm. Dan di bidang

slideway “V” dihasilkan nilai keausan tertinggi sebesar 0,092 mm di titik 630 mm.

d.) Nilai keausan tertinggi pada BU 12 sebesar 0,107 mm di titik 570 mm. Dan di bidang

slideway “V” dihasilkan nilai keausan tertinggi sebesar 0,07 mm di titik 630 mm.

2. Pada hasil pemeriksaan kesejajaran, keausan pada bedways dari BU 10, BU 11 & BU 12 di

bidang front slideways (dekat dengan operator) terjadi lebih besar dibanding dengan rear

slideway (berseberangan dengan operator) yang menyebabkan terjadinya puntiran kearah

depan. Dan pada bedways dari BU 09 di bidang rear slideway terjadi lebih besar dibanding

dengan front slideways yang menyebabkan terjadinya puntiran kearah belakang.

3. Nilai keausan terbesar pada permukaan bedways mesin bubut BU 09, BU 10, BU 11 dan

BU 12 tidak lebih dari 0,2 mm. Sehingga perbaikan yang akan dilakukan adalah dengan

cara scraping.

4. Nilai rata-rata keausan yang dihasilkan dari pengukuran dengan menggunakan carriage

terlihat lebih kecil dan merata dibandingkan dengan menggunakan universal bridge.

5. Nilai keausan terbesar yang diperoleh dari hasil pengolahan data pengujian kemiringan

slideway flat carriage menggunkan spirit level adalah 0,04 mm pada BU 12.

6. Pengujian yang dilakukan dengan menggunakan universal bridge masih belum akurat. Hal

ini disebabkan oleh kompensasi dari jarak kaki-kaki universal bridge ketika terjadi

penurunan bidang bedways.

7. Langkah-langkah perbaikan bedways dengan metoda scraping guna memperbaiki

penyimpangan geometrik yang terjadi pada mesin bubut Weiler Praktikant 800R (BU 09,

BU 10, BU 11 dan BU 12) adalah sebagai berikut:

1.) Menentukan slideway acuan sebagai pengendalian dan awal perbaikan pada

bedways. Slideway yang dipilih sebagai bidang acuan adalah slideways dari tailstock.

Page 62: Karya Tulis Tugas Akhir D-IV

51

2.) Levelling pada bed pada arah permukaan memanjang dan juga pada arah permukaan

melintang dengan menggunakan spirit level.

3.) Slideways tailstock diperiksa kesejajaran dan puntirannya terhadap rack guide

dengan menggunakan dial indicator dan spirit level yang ditempatkan di universal

bridge.

4.) Slideway flat (utama) di scrap terhadap straight edge dari akurasi kelas II dengan

nillai keakurasian 10-12 titik/inci2 kemudian kesejajarannya terhadap slideways

tailstock diperiksa dengan dial indicator yang dipasang di universal bridge dan

ditempatkan pada slideways tailstock.

5.) Slideway “V”/prisma (utama) juga di scrap kemudian kesejajaran dan puntirannya

dari slideways carriage diperiksa dengan spirit level yang dipasang di universal

bridge dan ditempatkan pada slideway tailstock.

6.) Kesejajaran slideway “V” dari carriage harus relatif terhadap slideway tailstock,

yang mana diperiksa dengan menempatkan dial indicator di universal bridge dan

diletakan pada slideway carriage. Dial indicator disentuhkan padasalah satu

permukaan slideway tailstock, dan universal bridge digeser sepanjang bedways.

7.) Sebagai wadah oli dibuat sepanjang bedways dengan cara di scrap agar

memperlambat kecepatan aus sehingga menambah umur kerja dari bedways.

5.2 Saran

Dalam pengerjaan tugas akhir ini tentu masih terdapat beberapa kekurangan. Berikut ini

adalah saran guna mengembangkan tugas akhir ini:

1. Perlu dilakukan proses perbaikan bedways guna memperbaiki penyimpangan geometrik

yang terjadi pada mesin sehingga kinerja mesin dapat lebih maksimal lagi.

2. Perlu dilakukan pengujian penyimpangan geometrik pada slider yang lain, seperti

slideways pada hubungan antara bedways dengan saddle, dovetail pada hubungan antara

saddle dengan eretan melintang, dan dovetail pada hubungan antara eretan melintang

dengan eretan atas. Hal ini untuk mengetahui penyimpangan geometrik secara menyeluruh

sehingga dapat diketahui pengaruh terhadap produk yang diproses pada mesin-mesin

tersebut.

Page 63: Karya Tulis Tugas Akhir D-IV

ix

DAFTAR PUSTAKA

1. Wirjomartono, Sri Hardjoko – Martawirya, Yatna Yuwana. 1985. Mesin Perkakas. Bandung: Institut

Teknologi Bandung.

2. Rochim, Taufiq. 2001. Spesifikasi, Metrologi & Kontrol Kualitas Geometrik Jilid 1. Bandung:

Institut Teknologi Bandung.

3. Rochim, Taufiq. 2006. Spesifikasi, Metrologi & Kontrol Kualitas Geometrik Jilid 2. Bandung:

Institut Teknologi Bandung.

4. Darto, 2002. Kumpulan bahan kuliah pengetesan mesin perkakas. ITB: Bandung.

5. Nasril, 2004. Pengetesan kondisi dan ketelitian mesin perkakas. ITB: Bandung.

6. H. P. Garg. 1976. Industrial Maintenance. New Delhi: S. Chand & Company Ltd.

7. Schlesinger, Georg. 1978. Testing Machine Tools 8th editions. Oxford: Pergamo Press Ltd.

8. ASM Handbook Vol 01. 1990. Properties and Selection: Irons, Steels, and High-Performance

Alloys. ASM International.

9. ASM Handbook Volume 4. 1991. Heat Treating. ASM International.

10. Hazma, Sri Nur Y. 2006. Bahasa Indonesia Ilmiah dan Tata Tulis Laporan. Bandung: Politeknik

Manufaktur Bandung.

11. Colioni, Pablo. 2010. Alignment Tests on Lathe (Metrology). http://what-when-

how.com/metrology/alignment-tests-on-lathe-metrology/. 20 Juni 2015.

12. Government of Tamilnadu. 2011. General Machinist Theory. Chennai: Free Textbook Programme.

Page 64: Karya Tulis Tugas Akhir D-IV

x

LAMPIRAN A

Page 65: Karya Tulis Tugas Akhir D-IV

xi

LAMPIRAN B

Page 66: Karya Tulis Tugas Akhir D-IV

xii

LAMPIRAN C