Upload
dini
View
30
Download
1
Embed Size (px)
Citation preview
STUDI KOMPARATIF MODEL BIMBINGAN ROHANI
DALAM MEMOTIVASI KESEMBUHAN PASIEN
DI RUMAH SAKIT ISLAM SUNAN KUDUS DAN
RUMAH SAKIT MARDI RAHAYU KUDUS
TAHUN 2008
SKRIPSI
Untuk memenuhi sebagian persyaratan Mencapai derajat Sarjana Sosial Islam (S.Sos.I)
Jurusan Bimbingan dan Penyuluhan Islam
NURUL AENI 1104037
FAKULTAS DAKWAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO SEMARANG
2008
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi ini adalah hasil kerja saya
sendiri dan di dalamnya tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk
memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi di lembaga
pendidikan lainnya. Pengetahuan yang diperoleh dari hasil penerbitan maupun
yang belum atau tidak diterbitkan, sumbernya dijelaskan di dalam tulisan dan
daftar pustaka.
Semarang, 16 Januari 2009
(Nurul Aeni) NIM: 1104037
MOTTO
Engkau tidak akan menjadi seorang alim hingga
engkau menjadi orang yang belajar. Dan engkau
tidak dianggap alim tentang suatu ilmu, sampai
engkau mengamalkannya ( Nasehat dari Abu Darda radhiyallahu anhu)
Persembahan
Skripsi ini kupersembahkan untuk yang aku
sayangi dan cintai :
Ibu, Bapak , Kakak-Kakakku,
Saudara kembarku, dan adeku
KATA PENGANTAR
Sesungguhnya, segala puji bagi Allah Subhanahu wa Taala. Hanya
kepadaNya kami memuji, memohon pertolongan dan meminta ampunan. Kami
meminta pertolongan kepada Allah Taala dari kejahatan diri kita dan keburukan
amal perbuatan kita. Barang siapa yang diberi petunjuk oleh Allah Taala, tak
seorangpun yang dapat menyesatkannya. Dan barang siapa yang disesatkan oleh
Allah Taala, tak seorangpun yang dapat memberinya petunjuk.
Tujuan disusunnya skripsi ini guna melengkapi dan memenuhi salah satu
syarat untuk memperoleh gelar sarjana strata satu (S.1) Fakultas Dakwah Institut
Agama Islam Negeri (IAIN) Walisongo Semarang.
Judul skripsi yang penulis pilih adalah Studi Komparatif Model Bimbingan
Rohani dalam Memotivasi Kesembuhan Pasien di Rumah Sakit Islam Sunan Kudus
dan Rumah Sakit Mardi Rahayu Kudus. Penulis menyadari bahwa dalam
menyelesaikan skripsi ini mendapatkan bimbingan, bantuan, dan pertolongan dari
banyak pihak, untuk itu penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Prof.Dr.H.Abdul Jamil, M.A, selaku Rektor Institut Agama Islam Negeri
Walisongo Semarang.
2. Drs.H.M. Zain Yusuf, M.M, selaku Dekan Fakultas Dakwah Institut Agama Islam
Negeri Walisongo Semarang.
3. Komarudin, M.Ag, dan Safrudin, M.Ag, selaku Ketua dan Sekretaris Jurusan
Bimbingan dan Penyuluhan Islam.
4. Baidi Bukhori, S.Ag, M.Si, selaku Wali Studi.
5. Prof.Dr.H. Ismawati, M.Ag, selaku dosen pembimbing I, dan Yuli Nurkhasanah,
S.Ag, M.Hum, selaku dosen pembimbing II.
6. Siti Fatimah, S.Ag, dan Drs. Muhammad Khadiq selaku staff kerohanian Rumah
Sakit Islam Sunan Kudus.
7. Enly Defen Pea, S. Si Teol selaku Staff kerohanian dan seluruh petugas
kerohanian Rumah Sakit Mardi Rahayu Kudus.
8. Ibu, Bapak, Kakak-Kakakku (Eko Purwanti, S.Ag dan Agung Widodo serta Dwi
Anggreani), Saudara Kembarku (Nurul Khasanah), dan adeku (Anis).
9. Teman-teman sepaket (BPI A-B) yang mewarnai hari-hariku.
10. Ibu kos (Dra. Maslachah), Triana Dewi Pramono, dan Khoirunnisa, dan penghuni
kos lainnya.
11. Saudara-Saudariku KAMMI komisariat IAIN Walisongo Semarang.
12. Mo2n dan Sobat terima kasih atas pengorbanannya.
13. Yayasan An-Nashihah Kudus yang mengenalkan penulis pada hakikat kebenaran.
14. Semua pihak yang telah membantu dan tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.
Penulis hanya bisa berdoa, semoga Allah Subhanahu wa Taala membalas amal
baik dari pihak-pihak yang telah membantu dalam proses penyelesaian sripsi ini.
Selanjutnya, penulis menyadari bahwa sripksi ini masih banyak kesalahan dan
kekurangan, serta masih jauh dari kesempuraan. Maka dari itu, saran, kritik,dan
masukan dari berbagai pihak sangat penulis harapkan.
Akhirnya penulis berharap, semoga skripsi ini dapat memberi manfaat bagi
siapa saja yang membacanya.
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ............................................................................. i
HALAMAN PERSETUJUAN............................................................... ii
PENGESAHAN PENGUJI.................................................................... iii
PERNYATAAN .................................................................................... iv
MOTTO ................................................................................................. v
PERSEMBAHAN.................................................................................. vi
KATA PENGANTAR ........................................................................... vii
ABTRAKSI... viii
DAFTAR ISI.......................................................................................... ix
DAFTAR LAMPIRAN.......................................................................... x
BAB I : PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang .......................................................... 1
1.2. Perumusan Masalah ................................................... 6
1.3. Tujuan dan manfaat Penelitian................................... 7
1.4. Tinjauan Pustaka ....................................................... 7
1.5. Kerangka Teoritik ..................................................... 9
1.6. Metode Penelitian ..................................................... 13
1.7. Sistematika Penulisan Skripsi .................................... 19
BAB II : MODEL BIMBINGAN ROHANI, MOTIVASI, DAN KESEMBUHAN
PASIEN
2.1. Model Bimbingan Rohani ......................................... 22
2.1.1. Gambaran umum tentang model bimbingan rohani di rumah
sakit. .....22
2.1.2. Pengertian bimbingan rohani ........................... 24
2.1.3. Tujuan dan fungsi bimbingan rohani................ 26
2.1.4. Model-model bimbingan rohani ...................... 28
2.1.5. Konsep model bimbingan rohani ..................... 29
2.2. Motivasi ................................................................... 45
2.2.1. Pengertian motivasi ......................................... 45
2.2.2. Fungsi motivasi ............................................... 46
2.2.3. Teori motivasi .................................................. 47
2.3. Kesembuhan Pasien .................................................. 49
2.3.1. Pengertian kesembuhan pasien ..................... 49
2.3.2. Faktor yang mempengaruhi kesembuhan ...... 50
BAB III : MODEL BIMBINGAN ROHANI DALAM MEMOTIVASI
KESEMBUHAN PASIEN DI RUMAH SAKIT ISLAM SUNAN
KUDUS DAN RUMAH SAKIT MARDI RAHAYU KUDUS
3.1. Gambaran umum dan pelaksanaan model bimbingan
rohani Rumah Sakit Islam Sunan Kudus .................. 55
3.1.1. Tinjauan umum Rumah Sakit Islam Sunan Kudus 55
3.1.2. Sistem pelayanan Rumah Sakit Islam Sunan Kudus 61
3.1.3. Proses pelaksanaan bimbingan rohani terhadap pasien
di Rumah Sakit Islam Sunan Kudus ................ 70
3.1.4. Respon pasien terhadap pelaksanaan model bimbingan
rohani di Rumah Sakit Islam Sunan Kudus 75
3.2. Gambaran umum dan pelaksanaan model bimbingan
rohani Rumah Sakit Mardi Rahayu Kudus 81
3.2.1 Tinjauan umum Rumah Sakit Mardi Rahayu Kudus 81
3.2.2 Sistem pelayanan bimbingan rohani Rumah sakit Mardi
Rahayu Kudus 85
3.2.3 Proses pelaksanaan bimbingan rohani terhadap pasien di
Rumah Sakit Mardi Rahayu Kudus... 92
3.2.4 Respon pasien terhadap pelaksanaan model bimbingan rohani
di Rumah Sakit Mardi Rahayu Kudus 93
BAB IV : ANALISIS MODEL BIMBINGAN ROHANI RUMAH SAKIT ISLAM
SUNAN KUDUS DAN RUMAH SAKIT MARDI
RAHAYU KUDUS
4.1. Analisis pelaksanaan model bimbingan rohani dalam
motivasi kesembuhan pasien Rumah Sakit Islam Sunan
Kudus ......................................................................... 99
4.2. Analisis pelaksanaan model bimbingan rohani dalam memotivasi
kesembuhan pasien rumah Sakit Mardi Rahayu Kudus
..............................................................................107
4.3. Persamaan dan perbedaan model bimbingan rohani RSI Sunan
Kudus dan Rumah Sakit Mardi Rahayu Kudus ........ 112
4.4. Kelemahan dan kekurangan model bimbingan rohani RSI Sunan
Kudus dan Rumah Sakit Mardi Rahayu Kudus 115
BAB V : PENUTUP
5.1. Kesimpulan ..................................................................... 119
5.2. Saran-saran ...................................................................... 121
5.3. Penutup 121
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN
DAFTAR RIWAYAT PENDIDIKAN
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pada dasarnya manusia tersusun dari dua unsur yaitu jasmani dan
rohani. Jasmani adalah bentuk fisik atau lahiriah manusia yang disebut dengan
raga. Sedangkan rohani adalah hakekat dan substansi manusia yang sering
disebut jiwa atau roh (Sholeh dan Musbikin, 2005:33). Kedua-duanya harus
sehat, karena apabila manusia sedang sakit akan sangat berpengaruh pada
kehidupannya, selain dia merasakan sakit juga membuat manusia tidak
produktif lagi dan merasa kurang percaya diri. Orang sakit dengan kondisi
seperti itu sangat memerlukan bantuan yang tidak hanya bantuan fisik saja
tetapi juga bantuan non fisik yang berupa bantuan spiritual atau bimbingan
keagamaan.
Agama sebagai pedoman hidup bagi manusia telah memberikan
petunjuk (hudan) tentang berbagai aspek kehidupan, termasuk pembinaan atau
pengembangan mental (rohani) yang sehat (Yusuf dan Nurihsan, 2005: 137).
Dalam pandangan Islam bukan semata memberikan panduan bagaimana
secara fisik mengupayakan kesehatan jasmaninya melainkan kesehatan rohani
juga, yang di dalam Islam sudah terdapat ajaran dan praktek-praktek praktis
yang dapat membina jasmani dan rohani menjadi sehat. Sehat dalam
pandangan Islam adalah keserasian antara aspek tubuh, aspek jiwa, aspek
perasaan dan aspek akal pikiran. Dengan kata lain Islam tidak mengabaikan
2
segi kejiwaan dalam mengobati dan menyembuhkan manusia untuk menjadi
sehat lahir dan batin.
Perhatian ilmuwan dibidang kedokteran umumnya dan kedokteran
jiwa (psikiatri) khususnya terhadap agama semakin besar. Tindakan
kedokteran tidak selamanya berhasil, seorang ilmuwan kedokteran berkata:
Dokter yang mengobati, tetapi Tuhan yang menyembuhkan (Hawari, 1996:
13). Tidak hanya di dalam Islam, dalam Kristen juga mengakui kondisi
jasmani dipengaruhi oleh kondisi rohani.
Dalam Roma 6: 12-13 berbunyi:
Sebab itu hendaklah dosa jangan berkuasa lagi di dalam tubuhmu yang fana, supaya kamu jangan lagi menuruti keingginannya. Dan janganlah kamu menyerahkan anggota-anggota tubuhmu kepada dosa untuk dipakai sebagai senjata kelaliman, tetapi serahkanlah dirimu kepada Allah sebagai orang-orang yang dahulu mati, tetapi sekarang hidup. Dan serahkan anggota-anggota tubuhmu kepada Allah untuk menjadi senjata-senjata kebenaran(Lembaga Alkitab Indonesia, 1991: 470). Sebagaimana yang penulis uraikan dimuka bahwa manusia terdiri dari
dua unsur yaitu jasmani dan rohani. Dari keduanya inilah menunjukkan bahwa
manusia tidak hanya memerlukan penanganan secara fisik saja, tetapi
diperlukan pula dari sisi rohani, dan keduanya harus berjalan secara integral
dan sinergis. Manakala manusia sakit, baik secara fisik (seperti: kanker,
terserang infeksi pernafasan, jantung, darah tinggi, dan lain-lain) maupun
secara rohani (seperti: cemas, gelisah, stres, depresi, dan lain-lain) tentu ia
akan berupaya untuk menanggulanginya serta berusaha untuk mengobatinya.
Rumah sakit merupakan salah satu alternatifnya, di rumah sakit ia akan
mendapat perawatan serta pengobatan dari para perawat dan para dokter.
3
Dadang Hawari (1996:18) menyebutkan bahwa dalam hal kemampuan
penderitaan dan penyembuhan, ternyata mereka yang religius lebih mampu
mengatasi dan proses penyembuhan penyakit lebih cepat. Untuk
menumbuhkan sikap kereligiusan pasien maka diperlukan adanya bimbingan
rohani bagi pasien di rumah sakit.
Terapi bisa dilakukan melalui berdoa yang menimbulkan kekuatan
jiwa. Collins (1989:4) menyatakan bahwa Tuhan Allah mengatur setiap bagian
hidup kita, mendengar doa anak-anak-Nya, menyelamatkan yang percaya dan
menolong mereka untuk mengatasi segala persoalan hidupnya. Ada banyak
bagian dalam perjanjian baru yang menyinggung ajaran untuk saling
menasehati, membangun, menghibur mereka yang tawar hati, membela
mereka yang lemah dan sabar terhadap semua orang. Jadi setiap orang Kristen
mempunyai tugas untuk menolong orang lain, yang dalam bahasa Yunani,
dipakai kata paraklenis, yang artinya datang untuk menolong; arti lebih
luas, ialah memberi penghibur, mendukung, memberi semangat dan
menasehati, dan semuanya itu terdapat dalam konseling dan bimbingan
(Collins; 1989, 11).
Bimbingan keagamaan bertujuan untuk memecahkan problem
perseorangan dengan melalui peningkatan keimanan menurut agamanya
(Arifin, 1994:19). Apabila pasien seorang muslim atau beragama Islam maka
mendapat bimbingan dari Islam yang tugasnya sebagai juru pengingat
(muzakkir) sebagai juru penghibur (mubassyer) hati duka. Sebagaimana
firman Allah surat Al Imron ayat 159 yang menyatakan:
4
Artinya: Maka karena rahmat Allah, engkau (Muhammad) dapat bertindak lemah lembut kepada mereka (kaum kafir) dan jika engkau berlaku kasar dan keras hati maka mereka akan melarikan diri dari padamu, maka maafkanlah mereka dan mintakan ampun atas dosa-dosa mereka. Dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu, kemudian apabila engkau telah membulatkan tekad, maka bertakwalah kepada Allah, sungguh Allah mencintai orang yang bertawakkal (Departemen Agama RI, 2006:71). Ayat ini menunjukkan betapa tepatnya seorang rohaniawan membantu
orang lain khususnya pasien untuk mendapatkan jalan pemecahan problema-
problema hidup yang dialami. Dengan hati-hati dan tutur kata yang lemah
lembut serta penuh kasih sayang pasien akan memperoleh daya rohaniah yang
sejuk dan tentram dari padanya.
Sebaliknya pasien yang memeluk agama kristen mendapatkan
bimbingan dari para pendeta atau pastor, yang bertugas memberikan
pelayanan kepada mereka yang membutuhkan petunjuk dan bantuan nasihat
keagamaan, sebagaimana disebutkan di dalam Amsal, 14:31, mat 10: 42.
Bahwa menolong orang lain, mengurangi penderitaan mereka adalah pekerjaan yang mulia, dan sering kali merupakan langkah yang penting dalam penginjilan. Seorang pastur dalam keterangan di atas harus rajin berbuat baik,
karena layanan rohani adalah bagian integral dari hidup rohaniawan. Prinsip
untuk menolong orang lain ini harus dipupuk, dan harus menjadi semakin jelas
bila kita tumbuh dalam iman kepada Tuhan Yesus (Collins, 1989:16).
5
Inilah yang telah diupayakan dan dilaksanakan serta diterapkan oleh
Rumah Sakit Islam Sunan Kudus dan Rumah Sakit Mardi Rahayu Kudus yang
berupaya memberikan bantuan terhadap orang yang sakit (pasien) melalui
pengobatan secara medis dan pelayanan spiritual atau bimbingan rohani.
Dengan adanya santunan keagamaan yang dilakukan oleh rohaniawan
diharapkan jiwa pasien akan tertanam perasaan tenang dan tentram.
Dalam membahas pelaksanaan model bimbingan rohani di kedua
rumah sakit tersebut, penulis ingin mengetahui persamaan dan perbedaannya.
Meskipun pelaksanaan model bimbingan rohani Kristen jarang ditemukan,
kecuali di rumah sakit Kristen akan tetapi dipilihnya model bimbingan rohani
Kristen di Rumah Sakit Mardi Rahayu Kudus sebagai studi banding dengan
bimbingan rohani Islam di Rumah Sakit Islam Sunan Kudus. Hal tersebut
dikarenakan menurut penulis belum terdapat penelitian yang membahas secara
komprehensif perbandingan model bimbingan rohani pada rumah sakit Kristen
dan Islam.
Bertitik tolak pada uraian di atas, maka penelitian tentang model
bimbingan rohani di Rumah Sakit Islam Sunan Kudus dan Rumah Sakit Mardi
Rahayu Kudus sangat penting, karena pada akhir-akhir ini banyak rumah sakit
yang menyediakan pelayanan bimbingan rohani, serta wacana tentang peran
perawat rohani bagi pasien, secara umum mulai marak didiskusikan. Hal ini
bisa dilihat dari pelbagai kajian yang dilakukan oleh pengamat. Pada bulan
Juni 2003, misalnya diadakan pertemuan psikiater dan konselor sedunia di
Wina (Austria), pada pertemuan itu di hasilkan bahwa bimbingan rohani
6
ternyata berdampak kepada peningkatan kesembuhan pasien. Sedangkan di
Indonesia sering diadakan pelatihan-pelatihan terkait dengan bimbigan rohani,
seperti pelatihan SCOPE ( Spiritual Care on Patient Training) yang diadakan
atas kerja sama Rumah Sakit Medika Permata Hijau Jakarta dengan LPM
(Lembaga Pelayanan Masyarakat) Baznas Dompet Dhuafa
(http://www.mail.archive.com/[email protected]).
Dengan memperhatikan keterangan di atas mendorong penulis
melakukan penelitian dengan judul "Studi Komparatif Model Bimbingan
Rohani dalam Memotivasi Kesembuhan Pasien di Rumah Sakit Islam Sunan
Kudus dan Rumah Sakit Mardi Rahayu Kudus".
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas ada beberapa hal yang
menjadi fokus permasalahan dan akan dikaji dalam penelitian ini,
permasalahan tersebut antara lain:
1.2.1 Bagaimana pelaksanaan model bimbingan rohani dalam memotivasi
kesembuhan pasien di Rumah Sakit Islam Sunan Kudus dan Rumah
Sakit Mardi Rahayu Kudus.
1.2.2 Bagaimana kelebihan dan kekurangan model bimbingan rohani di
Rumah Sakit Islam Sunan Kudus dan Rumah Sakit Mardi Rahayu
Kudus.
7
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian
1.3.1 Tujuan penelitian :
1.3.1.1 Untuk mengetahui dan menganalisa pelaksanaan model
bimbingan rohani dalam memotivasi kesembuhan pasien di
Rumah Sakit Islam Sunan Kudus dan Rumah Sakit Mardi
Rahayu Kudus.
1.3.1.2 Untuk mengetahui dan menganalisa kelebihan dan kekurangan
pelaksanaan model bimbingan rohani di Rumah Sakit Islam
Sunan Kudus dan Rumah Sakit Mardi Rahayu Kudus.
1.3.2 Manfaat penelitian adalah:
1.3.2.1 Manfaat teoritis
- Menambah wawasan tentang bimbingan rohani Islam dan
bimbingan rohani Kristen di rumah sakit.
- Menambah keilmuan yang dapat membantu kesembuhan
pasien.
1.3.2.2 Manfaat praktis
- Memberikan gambaran kepada petugas kerohanian rumah
sakit dalam membantu pasien agar sehat jasmani dan rohani.
- Memberikan masukan kepada petugas kerohanian dalam
pelaksanaan bimbingan rohani.
1.4 Tinjauan Pustaka
Untuk memperjelas posisi penelitian penulis, maka penulis sertakan
beberapa hasil penulisan yang ada relevansinya dengan skripsi penulis,
8
dimana isi dari hasil penulisan tersebut sama-sama mengkaji tentang
bimbingan rohani di rumah sakit.
Skripsi yang berjudul Peran Rohaniawan Islam di Rumah Sakit Islam
Sultan Agung Semarang dalam Memotivasi Kesembuhan Pasien oleh Taufik
tahun 2005. Secara garis besar menerangkan bahwa rohaniawan Islam di
rumah sakit Islam Sultan Agung Semarang berperan sangat besar dalam
memotivasi kesembuhan pasien, karena dengan kehadiran rohaniawan dengan
bimbingan penyuluhan Islamnya pasien bisa tersugesti dan menjadi lebih
tenang serta lebih bersemangat untuk sembuh juga selalu memasrahkan
dirinya seutuhnya kepada Allah Subhanahu wa taala yang tentunya hal ini
akan membantu proses penyembuhan. Sedangkan penulisan yang penulis
lakukan, selain untuk mengetahui penerapan bimbingan rohani Islam di rumah
sakit, tetapi juga untuk mengetahui penerapan bimbingan rohani Kristen dan
kesamaan ada pada pokok kajian penulisan yakni peran bimbingan rohani
dalam memotivasi kesembuhan pasien.
Skripsi yang ditulis oleh Umi Inayati (2006) yang berjudul Hubungan
Bimbingan Rohani Islam dengan Memotivasi Kesembuhan Pasien di RSU
PKU Muhammadiyah Gombong Kebumen. Umi Inayati menyimpulkan
bahwa bimbingan rohani Islam memiliki hubungan yang erat dengan
memotivasi kesembuhan pasien, mengingat untuk membantu mengatasi
kesulitan yang dialami pasien dalam hal rohaninya, maka dapat menjadi
pendorong dalam mencapai kesembuhan dan tetap optimis dalam menerima
cobaan dan ujian dari Allah Subhanahu wa taala.
9
Skripsi yang berjudul Aktivitas Perawat dalam Memotivasi
Kesembuhan atau Khusnul Khotimah Pasien di Rumah Sakit Umum Islam
Harapan Anda Tegal, oleh Ujiburrokhim lulus tahun 1998, yang isinya:
bahwa dengan melihat kondisi dan situasi pasien yang sangat komplek pada
saat itu, perlu adanya kehadiran dai atau merawat yang mampu memahami
pasien. Pasien yang dalam kondisi jiwanya labil perlu adanya santunan rohani
dalam rangka memotivasi kesembuhan pasien yang dalam keadaan kritis
dengan cara dibimbing supaya selalu ingat kepada Allah Subhanahu wa taala
yaitu dengan kalimat tayyibah sehingga apabila meninggal dalam keadaan
khusnul khotimah sebagaimana dambaan seorang muslim.
2 Kerangka Teoritik
Untuk mengetahui sumber rujukan yang relevan dengan masalah yang
penulis lakukan perlu disusun kerangka teoritik. Kerangka teoritik merupakan
tuntunan memecahkan masalah dan menentukan prinsip-prinsip hipotesis dan
teori.
1. Model Bimbingan Rohani
Secara harfiah istilah bimbingan merupakan terjemahan dari
guidance dari akar kata guide berarti 1) mengarahkan (to direct), 2)
memandu (to pilot), 3) mengelola (to manage), dan 4) menyetir (to steer).
Dari definisi diatas dapat diangkat makna sebagai berikut: bimbingan
merupakan suatu proses yang berkesinambungan, bukan kegiatan yang
seketika atau kebetulan. Bimbingan merupakan serangkaian tahapan
10
kegiatan yang sistematis dan berencana yang terarah kepada pencapaian
tujuan (Yusuf dan Nasution, 2005:6).
Sedangkan menurut Sukardi (1995:2), bimbingan adalah proses
pemberian bantuan yang diberikan seseorang atau sekelompok orang
secara terus menerus dan sistematis oleh pembimbing agar individu atau
sekelompok individu menjadi pribadi yang mandiri.
Rohani berasal dari kata roh. Philips (1997:126-127) menyatakan
manusia terdiri atas tri tunggal: jiwa, roh, dan tubuh, sebagaimana dalam
akhir suratnya yang pertama kepada jamaat tesalonika, Rosul Paulus
menulis: semoga Allah damai sejahtera menguduskan kamu seluruhnya
dan semoga roh, jiwa dan tubuhmu terpelihara dengan tak bercacat (1
Tes, 5: 23).
Dalam agama Kristen terdapat dua jenis roh: roh jahat dan roh
baik. Roh baik selalu ingin memajukan hidup seseorang dalam
berhubungan dengan Tuhan dengan memberikan suka cita sejati dalam
hidupnya atau dengan kata lain keadaan jiwa yang mengalami gerak batin
sehingga mencintai Tuhan. Sedangkan roh jahat kebalikan dari roh baik
(Shakuntala, 1998:83).
Sedangkan kata rohani dalam agama Islam berasal dari kata al-ruh,
diantaranya para ahli sendiri juga tidak memperoleh kata sepakat
mengenai batasannya. Dengan berpedoman kitab suci Al-qur'an, pada
beberapa terjemahan berbahasa Indonesia, ditemukan kata-kata yang sama,
diartikan dengan jiwa, yaitu al-ruh dan al-nafs, yang keduanya itu manusia
11
mempunyai daya hidup (hayat). Menurut pendapat Muhammad Wakid,
manusia hidup adalah manusia yang terdapat dalam dirinya roh, nafs, dan
hayat. Dengan hayatlah manusia dapat hidup, bernafas dengan paru-paru,
dan dengan nafs dia dapat merasa melalui panca indera. Dengan roh
manusia selalu meningkat dalam perkembangan hidupnya. Ketiga unsur
tersebut merupakan satu kesatuan yang saling mempengaruhi satu sama
lainnya (Anshori, 2003:55). Menurut jumhur ulama, al-ruh berarti roh
yang ada dalam badan, hal ini sesuai dalam Al-qur'an surat Al-Isra' ayat
85:
Dan mereka bertanya kepadamu tentang roh. Katakanlah: "Roh itu termasuk urusan Tuhan-ku, dan tidaklah kamu diberi pengetahuan melainkan sedikit".(Departemen Agama RI,2006:145)
Berdasarkan beberapa penjelasan di atas, maka bimbingan rohani
Islam adalah proses pemberian bantuan terhadap individu agar mampu
hidup selaras dengan ketentuan dan petunjuk Allah, sehingga dapat
mencapai kebahagiaan di dunia dan akhirat. Bimbingan Islami merupakan
proses pemberian bantuan, artinya bimbingan tidak menentukan atau
mengharuskan, melainkan sekedar membantu individu. Individu dibantu,
dibimbing agar mampu hidup selaras dengan ketentuan dan petunjuk Allah
(Faqih, 2001:4).
2. Motivasi Kesembuhan Pasien.
Motif adalah istilah yang luas pengertiannya, dipergunakan untuk
melingkupi semua macam dan bentuk tingkah laku, yang diarahkan
12
kepada suatu tujuan tertentu. Sedangkan Baihaqi, dkk (2005:43)
mendefinisikan motivasi adalah istilah yang memiliki pengertian sangat
luas, dipergunakan dalam psikologi untuk melingkupi keadaan-keadaan
dan kondisi-kondisi dalam mengaktifkan, memberi energi dan
menggerakkan organisme menuju kepada tingkah laku yang mengarah
pada tujuan tertentu.
Motivasi juga dapat dikatakan kebutuhan psikologis yang telah
memiliki corak atau arah yang harus dipenuhi agar kehidupan kejiwaannya
terpelihara, yaitu senantiasa berada dalam keadaan seimbang yang nyaman
(homeostasis equilibrium). Pada awalnya kebutuhan itu hanya berupa
kekuatan dasar saja. Namun selanjutnya berubah menjadi suatu vector
yang disebut motivasi, karena memiliki kekuatan dan sekaligus arah.
Adanya arah ini menggambarkan bahwa manusia tidak hanya memiliki
kebutuhan melainkan keinginan untuk mencapai sesuatu sesuai dengan
kebutuhan. (Wiramihardja, 2006:7).
Banyak para ahli yang sudah mengemukakan pengertian motivasi
dengan berbagai sudut pandang mereka masing-masing, namun intinya
sama, yakni sebagai suatu pendorong yang mengubah energi dalam diri
sekarang ke dalam bentuk aktivitas nyata untuk mencapai tujuan tertentu
(Djamarah, 2002:114).
Kesembuhan berasal dari kata sembuh yang berarti sehat kembali,
pulih (Poerwadarminto, 2002:127), sedangkan pasien adalah orang sakit
yang dirawat dokter atau penderita sakit (Poerwadarminto, 2002:834).
13
Dengan adanya motivasi, maka seseorang akan terdorong oleh kekuatan
spiritual akan suatu kebutuhan, kebutuhan yang harus dipenuhi manusia
salah satunya yaitu kebutuhan untuk sehat kembali atau sembuh.
3 Metode Penelitian
a. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini merupakan penelitian kualitatif, penelitian
kualitatif pada hakekatnya ialah mengamati orang dalam lingkungan
hidupnya, berinteraksi dengan mereka, berusaha memahami bahasa dan
tafsiran mereka tentang dunia sekitarnya. Untuk itu peneliti harus turun ke
lapangan dan berada disana dalam waktu yang cukup lama (Nasution,
1992:5). Pendekatan yang dipakai adalah pendekatan fenomenologis yaitu
untuk memberikan kajian tentang penerapan model bimbingan rohani di
Rumah Sakit Islam Sunan Kudus dan Rumah Sakit Mardi Rahayu Kudus
b. Definisi Konseptual
Model adalah pola; acuan; ragam (Poerwadarminto, 2002:773).
Walgito (1995:4) menyatakan bimbingan adalah bantuan atau pertolongan
yang diberikan kepada individu atau sekumpulan individu-individu dalam
menghindari atau mengatasi kesulitan-kesulitan didalam kehidupannya,
agar individu atau sekumpulan individu-individu itu dapat mencapai
kesejahteraan hidupnya. Sedangkan rohani, berupa roh; yang bertalian atau
berkenaan dengan roh; yang tidak berbadan atau jasmani (Poerwadarminto
2002:2023).
14
Memotivasi adalah memberikan motivasi atau menciptakan suasana
yang subur untuk lahirnya motif. Sedangkan motivasi sendiri adalah suatu
dorongan untuk mewujudkan perilaku tertentu yang terarah kepada suatu
tujuan tertentu (Surya, 2003:98). Kesembuhan berasal dari kata sembuh
yang berarti menjadi sehat kembali dari sakit atau penyakit
(Poerwadarminto, 2002:1027). Setiap penyakit betapapun ringan seperti:
flu, sakit perut, kepala pusing dan sebagainya dirasakan sebagai suatu
gangguan dalam jalan kehidupan sehari-hari, penyakit itu dapat
menyebabkan kecemasan.
Sedangkan pasien adalah orang yang sakit yang dirawat dokter atau
penderita sakit (Poerwadarminto, 2002:834). Pasien biasanya mendapat
perawatan disuatu lembaga yang disebut rumah sakit. Rumah sakit adalah
semacam lembaga yang memberikan bantuan berhubungan dengan urusan
kesehatan seperti: pengobatan, operasi, dan revalidasi (Brouwer, dkk,
1983:7).
c. Definisi Operasional
Definisi operasional ini merupakan usaha memperjelas ruang
lingkup penelitian, sebagaimana termaktub dalam judul penelitian.
Dalam rangka membantu keadaan pasien yang sakit, rumah sakit
memberikan pelayanan spiritual atau bimbingan rohani disamping
pelayanan medis. Telah ditemukan ada bermacam-macam model dalam
mengadakan bimbingan rohani. Model bimbingan rohani yang dimaksud
dalam penulisan ini adalah acuan rohaniawan dalam pelaksanaan
15
bimbingan. Berdasarkan isinya model bimbingan rohani terjadi menurut
agama dan kepercayaan yang dipeluk oleh orang yang membimbing
maupun oleh orang yang dibimbing (Darminta, 2005:22). Agama dan
kepercayaan yang berbeda juga mempunyai kerohanian yang berbeda,
masing-masing mempunyai tujuan yang ingin dicapai. Telah diketahui
kerohanian menurut agama dikenal ada kerohanian Hindu, Budha, Islam,
Kristen, dan kepercayaan tertentu. Pembahasan dalam tulisan ini lebih
tertuju untuk memahami dan menggali kerohanian Islam dan Kristen yang
diterapkan di rumah sakit.
Sedangkan pasien dalam konteks ini adalah pasien rawat inap,
karena biasanya pasien yang bukan rawat inap dalam arti rawat jalan
kurang membutuhkan bimbingan rohani. Pihak rumah sakitpun terkadang
tidak memberikan pelayanan spiritual atau bimbingan rohani bagi pasien
rawat jalan.
d. Sumber dan jenis Data
Penelitian hendaknya disebutkan sumber data, sumber data adalah
subyek dari mana data dapat diperoleh (Arikunto, 2006:129). Untuk
memperoleh data-data yang diperlukan, maka dalam hal ini adanya sumber
yang perlu digali atau dicari fenomena yang ada dilapangan (field
research).
Sumber data dalam penelitian ini ada dua yakni dokumen dan
stakeholder penyelenggara bimbingan rohani. Dokumen yang dijadikan
sumber penelitian ini adalah data-data tentang pedoman operasional
16
bimbingan rohani, hasil-hasil rapat evaluasi, doa-doa yang digunakan oleh
perawat rohani, dan laporan-laporan pelaksanaan bimbingan rohani.
Adapun stakeholder yang dijadikan sumber penelitian adalah orang-orang
yang kepentingan dan terkait secara langsung dalam penyelenggaraan
bimbingan rohani yaitu pasien dan keluarganya, pegawai atau karyawan,
petugas perawat rohani Rumah Sakit Islam Sunan Kudus dan Rumah Sakit
Mardi Rahayu Kudus.
Jenis data terbagi menjadi dua, yaitu data primer dan data sekunder
(Narbuko dan Ahmadi, 2005:164). Data primer diperoleh dari sumber
pertama melalui prosedur dan teknik pengambilan data yang dapat berupa
interview, observasi, maupun penggunaan instrumen pengukuran yang
khusus dirancang sesuai dengan tujuannya (Azwar, 2001:36). Adapun
dalam penulisan ini sumber primer adalah pasien dan rohaniawan di
Rumah Sakit Islam Sunan Kudus dan Rumah Sakit Mardi Rahayu Kudus.
Sedangkan data sekunder adalah data yang diperoleh dari sumber
pendukung untuk memperjelas sumber daya primer berupa data
kepustakaan yang berkorelasi kerap dengan pembahasan obyek penelitian
(Moleong, 1998:114). Adapun sumber sekundernya adalah dokter,
perawat, direktur, staf dan karyawan Rumah Sakit Islam Sunan Kudus dan
Rumah Sakit Mardi Rahayu Kudus sebagai penunjang dari sumber primer
disertai buku-buku yang terkait serta dokumentasi dan arsip-arsip resmi
dan sebagainya yang ada kaitannya dengan penulisan ini.
e. Sampel Purposive
17
Dalam penulisan ini, teknik pengambilan sampel dengan teknik
purposive sampling digunakan bila penelitian menduga bahwa
populasinya tidak homogen atau heterogen (Muhadjir, 2007: 42).
Selanjutnya sebagai pendukung penulis menggunakan teknik incidental
sampling yaitu individu yang kebetulan dijumpai dan sesuai dengan ciri-
ciri atau karakteristik subyek penelitian mempunyai kesamaan, yaitu
kesempatan yang sama untuk menjadi sampel penelitian. Pemilihan teknik
sampel tersebut digunakan dengan menggunakan pertimbangan bahwa
pasien sering berubah, baik karena kematian maupun pindah rumah sakit.
Dalam kaitannya dengan penelitian ini penulis menetapkan sampel
sebanyak 2 petugas kerohanian dan 15 pasien rawat inap (tahun 2008)
pada masing-masing rumah sakit sebagai informan penelitian.
f. Teknik Pengumpulan Data
Untuk memperoleh data-data dalam penulisan ini, maka penulis
menggunakan metode:
1. Metode observasi (pengamatan)
Pengamatan adalah alat pengumpulan data yang dilakukan
dengan cara mengamati dan mencatat secara sistematis gejala-gejala
yang diselidiki (Narbuko dan Achmadi, 2005:70). Penelitian ini
dilakukan oleh penulis dengan cara terjun langsung ke lapangan
dengan melihat, mengamati fenomena-fenomena yang ada di rumah
18
sakit tersebut tentang model bimbingan rohani di rumah sakit Islam
Sunan Kudus dan Rumah Sakit Mardi Rahayu Kudus.
2. Metode Interview (wawancara)
Metode interview (wawancara) adalah cara pengumpulan data
dengan cara tanya jawab. Percakapan ini dilakukan oleh dua pihak
yaitu pewancara yang mengajukan pertanyaan dan yang diwawancarai
yang memberikan jawaban atas pertanyaan itu (Moleong, 2002:135).
Penulis berdialog langsung dengan pihak rumah sakit yaitu dengan
direktur, rohaniawan, dokter, pasien, untuk menggali data tentang
sejarah, latar belakang berdirinya rumah sakit, kegiatan-kegiatan yang
ada, dan juga untuk mendapatkan tanggapan dari para pasien tentang
adanya bimbingan rohani.
3. Dokumentasi
Metode dokumentasi adalah mencari data mengenai hal-hal
atau variabel yang berupa catatan, transkrip, buku, surat kabar, majalah
prasasti, notulen rapat, agenda dan sebagainya (Arikunto, 2006:231).
Dokumentasi dalam penelitian ini adalah data-data tentang hasil-hasil
rapat evaluasi, pedoman pelaksanaan, buku bimbingan rohani, laporan-
laporan pelaksanaan bimbingan rohani, dan lain-lain.
4. Metode Kuesioner (Angket)
Metode kuesioner adalah suatu daftar yang berisikan rangkaian
pertanyaan mengenai sesuatu masalah atau bidang yang akan diteliti.
19
Untuk memperoleh data, angket disebarkan kepada responden
(Narboku dan Achmadi, 2005:76).
g. Teknik Analisis Data
Setelah data diperoleh dari observasi, wawancara, dokumentasi dan
kuesioner, maka langkah selanjutnya adalah menganalisis data. Dalam
menganalisa data digunakan teknik deskriptif komparatif. Penelitian
deskriptif bertujuan untuk menuturkan pemecahan masalah yang ada
sekarang berdasarkan data-data (Narbuko dan Achmadi, 2005:44).
Sedangkan penelitian komparasi akan dapat menentukan persamaan-
persamaan dan perbedaan-perbedaan tentang benda-benda, tentang orang,
tentang prosedur kerja, tetang ide-ide, kritik terhadap orang, kelompok,
terhadap suatu ide atau suatu prosedur kerja (Arikunto, 2006:267). Dari
komparasi tersebut diharapkan dapat ditemukan titik perbedaan dan
persamaan serta implementasinya dalam masyarakat.
4 Sistematika Penulisan Skripsi
Skripsi ini disusun ke dalam lima bab yang mana antara bab satu
dengan bab berikutnya merupakan suatu rangkaian yang tidak dapat
dipisahkan. Mengingat satu sama lainnya bersifat integral komprehensif.
Bab pertama berisi pendahuluan, merupakan gambaran umum secara
global dengan memuat: latar belakang masalah, pokok permasalahan, tujuan
dan manfaat penelitian, tinjauan pustaka, kerangka teoritik, metode penelitian
dan sistematika penulisan. Dalam bab pertama ini menggambarkan isi skripsi
20
secara keseluruhan namun dalam satu kesatuan yang ringkas dan padat guna
menjadi pedoman untuk bab II, III, IV, dan V.
Bab kedua tentang gambaran umum model bimbingan rohani,
motivasi, dan kesembuhan pasien. Adapun pembahasannya dibagi menjadi
tiga sub bab. Pertama, mengenai model bimbingan rohani yang meliputi
gambaran umum tentang model bimbingan rohani di Rumah Sakit, pengertian
bimbingan rohani, tujuan dan fungsi bimbingan rohani, model-model
bimbingan rohani, dan konsep model bimbingan rohani ditinjau dari Islam dan
Kristen. Sub bab kedua, mengenai motivasi, yang meliputi pengertian
motivasi, fungsi motivasi, dan teori motivasi. Sementara sub bab ketiga
mengenai kesembuhan pasien, faktor yang mempengaruhui kesembuhan
pasien serta terapi-terapi yang membantu kesembuhan pasien.
Bab ketiga, berisi model bimbingan rohani dakam memotivasi
kesembuhan pasien di Rumah Sakit Islam Sunan Kudus dan Rumah Sakit
Mardi Rahayu. Adapun pembahasannya dibagi menjadi dua sub bab. Sub bab
pertama, mengenai gambaran umum dan pelaksanaan model bimbingan
rohani Rumah Sakit Islam Sunan Kudus, yang meliputi: tinjauan umum
Rumah Sakit Islam Sunan Kudus, sistem pelayanan bimbingan rohani Rumah
Sakit Islam Sunan Kudus, proses pelaksanana bimbingan rohani terhadap
pasien di Rumah Sakit Islam Sunan Kudus, dan respon pasien terhadap
pelaksanan model bimbingan rohani di Rumah Sakit Islam Sunan Kudus. Sub
bab kedua, mengenai gambaran umum dan pelaksanan model bimbingan
rohani Rumah Sakit Mardi Rahayu Kudus, yang meliputi tinjauan umum
21
Rumah Sakit Mardi Rahayu Kudus, sistem pelayanan bimbingan rohani
Rumah Sakit Mardi Rahayu Kudus, proses pelaksanan bimbingan rohani
terhadap pasien di Rumah Sakit Mardi Rahayu Kudus, dan respon pasien
terhadap pelaksanan model bimbingan rohani di Rumah Sakit Mardi Rahayu
Kudus.
Bab keempat, tentang analisis komparatif model bimbingan rohani
Rumah Sakit Islam Sunan Kudus dan Rumah Sakit Mardi Rahayu Kudus.
Bab kelima penutup merupakan bab yang meliputi kesimpulan,
dimaksudkan untuk menarik kesimpulan yang dijadikan dasar deduksi, saran-
saran dan kata akhir penulisan.
22
BAB II
MODEL BIMBINGAN ROHANI, MOTIVASI, DAN
KESEMBUHAN PASIEN
2.1 Model Bimbingan Rohani
2.1.1. Gambaran Umum tentang Model Bimbingan Rohani di Rumah Sakit
Secara umum konsep bimbingan telah lama dikenal manusia
melalui sejarah. Sejarah tentang developing ones potential
(pengembangan potensi individu) dapat ditelusuri dari masyarakat-
masyarakat Yunani kuno. Mereka menyakini bahwa dalam diri individu,
terdapat kekuatan-kekuatan yang dapat distimulasikan dan dibimbing ke
arah tujuan-tujuan yang bermanfaat, berguna, atau menguntungkan baik
bagi dirinya sendiri maupun masyarakat ( Yusuf dan Nurihsan, 2005:
85). Di dalam Islam, bimbingan rohani Islam (yang tentunya
menggunakan istilah lain) pada hakikatnya sudah dilaksanakan sejak
zaman Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi wa Sallam. Banyak butir-
butir al-Quran dan Hadist yang menunjukkan bahwa Nabi Muhammad
Shallallahu Alaihi wa Sallam telah mempraktekkan prinsip-prinsip
bimbingan secara perfek. Sehingga dalam waktu kurang lebih 23 tahun
dapat merubah suku bangsa yang semula jahiliyah menjadi umat
bertauhid, berakhlak mulia dan berbudaya tinggi. Dalam konsep Kristen,
Darminta (2006: 5-7) menyatakan dekrit-dekrit Konseli Vatikan II
membuka perspektif hidup beragama secara baru. Hidup beragama
dilihat sebagai hidup menuju ke kesatuan pribadi dengan Allah, orang
23
memerlukan bantuan dan bimbingan dari orang lain yang lebih
berpengalaman. Untuk itu praktek bimbingan rohani berkembang dalam
setiap agama.
Dalam dua dekade terakhir ini aspek bimbingan rohani di bidang
kedokteran semakin mendapat perhatian. Untuk dapat memahami
manusia atau pasien, seorang dokter tidak hanya melihat dari segi fisik,
psikologik, dan sosial budayanya saja, melainkan juga melihat dari sisi
spiritualnya (aspek rohani). Pendekatan spiritual (aspek rohani) dalam
praktek kedokteran bukan untuk tujuan merubah keimanan seseorang
atau pasien terhadap agama yang sudah diyakininya, melainkan untuk
membangkitkan kekuatan spiritual (aspek rohani) dalam menghadapi
penderitaan penyakit.
Sebagian besar klien (pasien) menganut suatu agama, konselor
yang memberikan bantuan kepada klien (pasien), terutama pasien yang
beragama, perlu mendasarkan bantuan konseling atau bimbingan pada
nilai-nilai agama sesuai agama yang dianut oleh klien (pasien) tersebut
(Muawanah 2005: 11). Dalam penerapannya, perawat rohani dapat
menggali latar belakang kehidupan beragama dari keluarga pasien, dan
secara rinci, sejauhmana pasien itu sendiri menjalankan ajaran
agamanya, sejauhmana pasien tersebut terikat dengan ajaran agamanya,
sejauhmana kuatnya, dan sejauhmana hal ini mempengaruhi kehidupan
pasien. Dengan hasil pengamatan sementara, perawat rohani dapat
mengetahui terapi religius yang tepat. Agar perawat rohani juga tidak
24
salah terapi, diperlukan juga kemampuan dan pengetahuan psikodinamik
keagamaan atau keimanan dari suatu ajaran agama secara umum atau
khusus. Apabila terdapat perbedaan dalam memberikan psikoterapi
keagamaan, maka sebaiknya dirujuk kepada yang lebih ahli, yaitu
agamawan atau perawat rohani sesuai dengan keyakinan agama dari
pasien yang bersangkutan. Kalau rumah sakit diurus salah satu dominasi
agama, seperti Rumah Sakit Islam, Katolik, atau Protestan, mungkin
kesempatan yang diberikan untuk salah satu dominasi tertentu lebih luas
daripada kesempatan yang diberikan pada yang lain (Brouwer, dkk,
1983: 151).
2.1.2. Pengertian Bimbingan Rohani
Bimbingan secara etimologi merupakan terjemahan dari
guidance dalam bahasa Inggris. Secara harfiyah istilah guidance
dari akar kata guide berarti 1) mengarahkan (to direct), 2) memandu
(to pilot), 3) mengelola (to manage), dan 4) menyetir (to steer) (Yusuf
dan Nasution, 2005: 6).
Secara terminologis, menurut Aryatmi, bimbingan adalah
pertolongan yang diberikan oleh sesorang yang telah diberikan (dengan
pengetahuan, pemahaman ketrampilan-ketrampilan tertentu yang
diperlukan dalam menolong) kepada orang lain yang memerlukan
pertolongan (Kartono dalam Prihatiningtias, 1985: 78).
25
Sedangkan menurut Bimo Walgito (1995: 4), bimbingan adalah
bantuan atau pertolongan yang diberikan oleh individu atau sekumpulan
individu-individu kepada individu atau sekumpulan individu-individu
lainnya dalam menghindari atau mengatasi kesulitan-kesulitan di dalam
kehidupannya, agar individu-individu tersebut dapat mencapai
kesejahteraan hidupnya.
Kata bimbingan rohani memuat tiga hal yang perlu dijelaskan,
pertama kata bimbingan rohani, kedua pembimbing rohani, dan ketiga
orang yang dibimbing (Darminta, 2005: 15).
a) Bimbingan rohani; merupakan usaha untuk menumbuhkan rohani
(spiritual), sebab pada dasarnya hidup merupakan penyerahan diri
penuh kepercayaan kepada Tuhan yang Maha Kuasa.
b) Pembimbing rohani; orang yang diminta bimbingan oleh orang yang
memerlukan dan dia merelakan diri untuk membantu perkembangan
rohani orang yang minta bantuan. Adapun secara umum tugasnya
adalah memberikan pelayanan kepada klien (pasien) supaya mampu
mengaktifkan potensi rohani dalam menghadapi dan memecahkan
kesulitan-kesulitan hidupnya.
c) Orang yang dibimbing; seseorang atau individu yang membutuhkan
bantuan untuk memecahkan masalah, untuk menumbuhkan kondisi
rohani, dan lain-lain.
26
2.1.3. Tujuan dan Fungsi Bimbingan Rohani
Baried Ishom (1986: 260-261) mengemukakan dalam buku Ahmad
Watiknya bahwa tujuan dari bimbingan rohani sebagai santunan di
rumah sakit adalah:
a) Menyadarkan penderita agar dia dapat memahami dan menerima
cobaan yang sedang dideritanya dengan ikhlas.
b) Ikut serta memecahkan dan meringankan problem kejiwaan yang
sedang dideritanya.
c) Memberikan pengertian dan bimbingan pada penderita dalam
melaksanakan kewajiban keagamaan harian yang harus dikerjakan
dalam batas kemampuannya.
d) Perawatan dan pengobatan dikerjakan dengan berpedoman kepada
tuntunan agama.
e) Menunjukan perilaku dan bicara yang sesuai dengan kode etik
kedokteran dan tuntunan agama.
Sedangkan menurut Rohim Faqih (2001: 36-37), tujuan bimbingan
dapat dirumuskan sebagai berikut:
a) Tujuan umum, yaitu membantu individu mewujudkan dirinya
menjadi manusia seutuhnya agar dapat mencapai kebahagiaan di
dunia dan akherat.
b) Tujuan khusus
Membantu individu agar tidak menghadapi masalah.
27
Membantu individu mengatasi masalah yang sedang dihadapinya.
Membantu individu memelihara dan mengembangkan situasi dan kondisi yang baik atau yang telah baik agar tetap baik dan
menjadi lebih baik, sehingga tidak akan menjadi sumber masalah
bagi dirinya dan orang lain.
Bagaimanapun tujuan bimbingan rohani adalah menuntun
pertumbuhan hidup rohani orang yang dibimbing (Darminta 2006: 21),
dalam rangka memelihara dan meningkatkan pengamalan ajaran
agamanya. Orang yang sakit tentu merasa tubuhnya tidak stabil, maka
bimbingan rohani sangat diperlukan guna penyembuhan dari segi
psikisnya, karena orang yang sakit psikisnya lemah. Dengan bimbingan
rohani melalui pendekatan agama maka orang yang sakit merasa tenang.
Sedangkan Arifin dan Kartika Wati (1995: 7) menyatakan fungsi
dari bimbingan keagamaan memiliki banyak fungsi, antara lain:
a) Menjadi pendorong (motivator) bagi yang terbimbing agar timbul
semangat dalam menempuh kehidupan.
b) Menjadi pemantap (stabilisator) dan pengerak (dinamisator) untuk
mencapai tujuan yang dikehendaki dengan motivasi ajaran agama.
Sehingga segala sesuatu tugas dilaksanakan dengan dasar ibadah
kepada Tuhan.
c) Menjadi pengarah (direktif) bagi pelaksanaan program bimbingan
agar sesuai dengan pertumbuhan dan perkembangan pasien serta
28
melihat bakat dan minat yang berhubungan dengan cita-cita yang
ingin dicapainya.
2.1.4. Model-Model Bimbingan Rohani
Darminta (2006: 22-26) menyebutkan bermacam-macam model
dalam mengadakan bimbingan rohani, baik itu menurut isi, menurut
model pelaksanaan, maupun bimbingan menurut situasi orang yang
dibimbing.
a) Menurut isi
Bimbingan rohani terjadi menurut agama dan kepercayaan yang
dipeluk oleh orang yang membimbing maupun oleh orang yang
dibimbing. Agama dan kepercayaan menumbuhkan suatu corak hidup
tertentu, yang satu sama lain berbeda dan bahkan mungkin tidak dapat
dipertemukan sama sekali. Agama dan kepercayaan yang berbeda juga
mempunyai kerohanian yang berbeda. Masing-masing mempunyai
tujuan sendiri yang ingin dicapai. Pandangan dan cara menghayati
hiduppun mungkin berbeda pula. Ada bimbingan rohani Hindu, Budha,
Islam, Kristen, dan lain-lain.
b) Menurut model pelaksanaan
Menurut model pelaksanaannya, bimbingan rohani dapat
dibedakan menjadi dua macam:
Bimbingan rohani yang edukatif dan informatif.
29
Model bimbingan rohani ini bercirikan banyaknya
pengajaran dan informasi yang diberikan. Yang lebih menonjol
ialah bahwa pembimbing lebih banyak memberi informasi berupa
ajaran agama, moral maupun rohani. Adapun orang yang
membimbing biasanya sudah cukup berpengalaman. Menurut
model ini, pihak pembimbing cenderung bersifat otoritatif.
Bimbingan rohani dalam persahabatan. Model ini lebih memfokuskan hubungan antara orang yang
membimbing dan orang yang dibimbing. Dasar untuk membangun
hubungan adalah rasa cinta persaudaraan diantara sesama makhluk.
Orang yang membimbing menyediakan diri untuk melayani dan
membantu saudaranya dalam memperkembangkan spiritual
(rohani)nya.
c) Bimbingan menurut situasi orang yang dibimbing
Bimbingan diberikan sesuai dengan kebutuhan dan situasi hidup
orang. Bimbingan rohani dapat dibedakan menurut pengalaman
agamanya, seperti awam, dan maupun yang pintar dalam ajaran
agamanya. Selain itu bimbinganpun diberikan kepada semua kalangan,
seperti bimbingan kepada anak, kaum muda maupun orang tua.
2.1.5. Konsep Model Bimbingan Rohani
1. Konsep model bimbingan rohani dalam Islam
a. Landasan model bimbingan rohani Islam
30
Landasan (fondasi atau dasar pijakan) utama bimbingan
Islam adalah al-Quran dan hadits (Musnamar, 1992: 5), sebab
keduanya merupakan sumber dari segala sumber pedoman
kehidupan umat Islam. Allah Subhanahu wa Taala telah
menurunkan al-Quran sebagai petunjuk bagi manusia di dunia,
baik berupa larangan maupun kewajiban tertentu sebagai
bimbingan terhadap pribadi dan akhlak umat-Nya sepanjang
hidupnya dalam berhubungan dengan bimbingan rohani.
Sebagaimana dalam surat Ali Imron ayat 104:
3 tF9 u 3 i & t t n< ) s :$# t ' t u pR Q $$/ t y t u t s3 9 $# 4 y7 s9' & u s =9 $#
Artinya: Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar, merekalah orang-orang yang beruntung (Departemen Agama RI, 2006: 63).
Dengan menulusuri ayat-ayat al-Quran dan hadits Nabi
Muhammad Shallallahu Alaihi wa Sallam diketahui bahwa
konsep kesehatan rohani dalam Islam tampak lebih aplikatif,
menonjol, dan kuat daripada kesehatan fisik. Penjelasan secara
pointer dan aplikatif dalam al-Quran maupun hadits menyangkut
hal-hal yang berhubungan dengan hati sejalan dengan teori ilmu
kesehatan modern (Zuhroni, dkk, 2003: 83). Al-Quran dan
Sunnah Rosulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam dapatlah
diistilahkan sebagai landasan dan konseptual bimbingan rohani
Islam. Dari al-Quran dan hadits itulah gagasan, tujuan, dan
31
konsep-konsep (pengertian, makna hakiki) bimbingan Islami
bersumber.
b. Latar belakang perlunya bimbingan rohani Islam
Manusia sesuai dengan hakikatnya diciptakan dalam
keadaan yang terbaik, termulia, tersempurna, dibandingkan
makhluk lainnya. Tetapi sekaligus manusia memiliki hawa nafsu
dan perangai atau tabiat buruk. Misalnya suka menuruti hawa
nafsu, lemah, aniaya, terburu nafsu, membantah, dan lain-lain,
karenanya manusia dapat terjerumus ke dalam lembah kenistaan,
kesengsaraan, dan kehinaan. Dengan kata lain, manusia bisa
bahagia hidupnya di dunia maupun di akhirat, dan bisa pula
sengsara dan tersiksa.
Dengan dasar itulah, maka diperlukan adanya upaya untuk
menjaga agar manusia tetap menuju ke arah yang baik dan tidak
terjerumus ke dalam kehinaan dan sengsara. Hakikat manusia yang
memiliki unsur jasmaniah (biologis) dan mental (ruhaniah),
manusia sebagai makluk individu, sosial, dan berbudaya, dan
sebagai makhluk Tuhan (Faqih, 2001: 14).
Dari segi jasmaniah (biologis) Manusia memiliki berbagai kebutuhan biologis yang harus
dipenuhi, misalnya makan, minum, pakaian, tempat tinggal,
dan lain-lain. Upaya untuk memenuhi kebutuhan jasmaniah
terkadang manusia menyimpang dari ketentuan dan petunjuk
32
Allah Subhanahu wa Taala secara sadar maupun tidak.
Dengan keyakinan bahwa ketentuan dan petunjuk Allah
Subhanahu wa Taala pasti akan membawa kebahagiaan,
individu yang berbahagia tentulah individu yang mampu hidup
selaras dengan ketentuan Allah Subhanahu wa Taala,
termasuk dalam usahanya memenuhi kebutuhan jasmaniah.
Mengingat hal tersebut maka dalam upaya memenuhi
kebutuhan jasmaniah diperlukan adanya bimbingan.
Dari segi rohaniah Dalam kehidupan nyata, kejiwaan manusia tidak terlepas dari
rasa cemas, takut, dan gelisah, maka manusia dalam keadaan
rohani yang demikian (lemah atau memiliki kekurangan) sangat
memerlukan bimbingan. Bimbingan Islam diperlukan untuk
membantu manusia agar dapat memenuhi kebutuhan
psikologisnya dapat senantiasa selaras dengan ketentuan dan
petunjuk Allah Subhanahu wa Taala, termasuk mengatasi
kondisi-kondisi kejiwaan yang membuat seseorang menjadi
berada dalam keadaan tidak selaras.
Dari sudut individu Telah diketahui bahwa manusia merupakan makhluk individu.
Artinya seseorang memiliki kekhasannya sendiri sebagai suatu
pribadi. Dengan kata lain, keadaan orang perorang mencakup
keadaan jasmaniah dan rohaniahnya bisa membawa ke
33
kehidupan yang tidak selaras dengan ketentuan dan petunjuk
Allah Subhanahu wa Taala. Ketidaknormalan sosok
jasmaniah, ketidakunggulan (tetapi juga kesuperioritas) potensi
rohani, dapat membawa manusia ke kehidupan yang tidak
selaras. Agar problem-problem tersebut tidak menjadikan
manusia menjadi hidup tidak selaras dengan ketentuan dan
petunjuk Allah Subhanahu wa Taala, maka bimbingan dari
segi jasmani maupun rohani diperlukan kehadirannya (Faqih,
2001: 17).
c. Unsur-unsur bimbingan rohani Islam
Unsur-unsur bimbingan rohani Islam meliputi:
1. Unsur subjek (klien/pasien) adalah individu yang mempunyai
masalah yang memerlukan bantuan bimbingan rohani. Dalam
pelaksanaan bimbingan seorang klien harus dipandang dari
segi:
Setiap individu adalah makhluk yang memiliki kemampuan dasar beragama yang merupakan fitrah dari Tuhan.
Setiap individu adalah pribadi yang berkembang secara dinamis dan memiliki corak, watak, dan kepribadian yang
tidak sama.
Setiap individu adalah pribadi yang masih berada dalam proses perkembangan yang peka terhadap segala perubahan
(Arifin, 1982: 8).
34
2. Unsur pembimbing adalah orang mempunyai kewenangan
untuk melakukan bimbingan rohani Islam. Adapun yang
menjadi syarat mental psikologis bagi pembimbing adalah:
Menyakini akan kebenaran agamanya, menghayati serta mengamalkannya, karena ia menjadi pembawa norma
agama.
Memiliki sikap dan kepribadian yang menarik terhadap klien khususnya, dan kepada orang-orang yang ada di
lingkungan sekitarnya.
Memiliki rasa bertanggung jawab, rasa berbakti tinggi serta loyalitas terhadap tugas pekerjaannya yang konsisten.
Memiliki kematangan jiwa dalam bertindak, menghadapi masalah yang memerlukan pemecahan.
Mampu mengadakan komunikasi (hubungan) timbal balik terhadap klien dan lingkungan sekitar.
Memiliki ketangguhan, kesabaran, serta keuletan dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya, dan lain-lain
(Arifin, 1982: 28-29).
Pekerjaan menjadi pembimbing bukanlah suatu
pekerjaan yang mudah dan ringan, sebab pasien-pasien yang
dihadapi sehari-hari di rumah sakit satu dengan yang lainnya
memiliki permasalahan yang berbeda-beda, masing-masing
35
pasien mempunyai keunikan dan kekhasan baik dalam aspek
tingkah laku, kepribadian, maupun sikap-sikapnya.
3. Unsur isi (materi) adalah suatu yang berkaitan dengan
kebutuhan jasmani dan rohani untuk mencapai kebahagiaan
dunia dan akhirat. Materi disini untuk memberikan bimbingan
pada pasien agar mempunyai ketabahan, kesabaran, dan
tawakal kepada Allah Subhanahu wa Taala serta tidak putus
asa dalam menerima penyakit.
Adapun sumber materi yang digunakan adalah dari
ajaran agama Islam antara lain:
Aqidah Aqidah adalah suatu yang mengharuskan hati menjadi
tenang, tentram dan menjadikan kepercayaan anda yang bersih
dari kebimbangan dan keraguan (Baedawi, 1983: 9).
Kedudukan aqidah sangat sentral dan fundamental,
karena ditautkan dengan rukun iman yang menjadi asas seluruh
ajaran Islam (Ali, 2002: 199). Ajaran aqidah Islam berarti
tentang pokok-pokok keimanan yang mutlak dan mengikat,
sehingga ia harus diyakini, dinyatakan dan diwujudkan dalam
perbuatan. Manifestasi daripada manusia adalah perwujudan
sikap. Pasien dilatih bersikap sabar dan tabah dalam
menghadapi penderitaan dengan cara menyerahkan persoalan
kepada Allah Subhanahu wa Taala, atau memperkuat
36
keimanan pasien. Cara memperkuat keimanan bisa melalui doa,
karena doa adalah obat yang sebaik-baiknya untuk orang
sedang sakit. Sesuai firman Allah Subhanahu wa Taala dalam
surat Ar-Raad ayat 28:
t % !$# (# t# u u s? u /=% . / ! $# 3 r& 2 / !$# y s? >= ) 9$#
Artinya : (yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka manjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram (Departemen Agama RI, 2002: 252).
Syariah Syariah adalah hukum-hukum yang dinyatakan dan
diterapkan oleh Allah Subhanahu wa Taala sebagai peraturan
atau patokan hidup setiap muslim (Ali, 2002: 235). Adapun
materi yang dijadikan pedoman dalam bidang syariah adalah
mengenai pokok-pokok ibadah yang dirumuskan dalam rohani
Islam, yaitu pasien dianjurkan tetap melaksanakan ibadah.
Berbagai praktek keagamaan, disamping bernilai
bernilai ubudiyah juga memiliki hikmah tertentu, juga bernilai
sebagai salah satu bentuk menjaga kesehatan fisik dan psikis
sekaligus (Zuhruni, dkk, 2003: 83). Salah satunya adalah
sholat. Sholat dapat membersihkan jiwa dan mempunyai
manfaat besar bagi kesehatan (Sudan, 1997: 101).
37
Akhlak Akhlak adalah keadaan yang melekat pada jiwa
manusia yang melahirkan perbuatan, mungkin baik mungkin
buruk (Ali, 2002: 346). Materi bimbingan rohani Islam yang
berbentuk akhlak disini adalah memberikan pelajaran tata cara,
adab atau sopan santun dalam berdoa, serta memberi dorongan
mental yang berupa penuturan langsung tentang ayat-ayat al-
Quran dan hadits.
4. Unsur metode adalah suatu cara yang digunakan untuk
memecahkan masalah yang dialami pasien. Dalam hal ini yang
digunakan sebagai proses komunikasi antara pembimbing
dengan klien (pasien), dibagi menjadi dua yaitu:
Metode individual atau langsung Pembimbing melakukan komunikasi langsung secara
individual dengan pihak yang dibimbingnya. Diantaranya
adalah percakapan pribadi, yakni pembimbing melakukan
dialog langsung, tatap muka dengan pihak yang dikunjungi
atau dibimbing (Musnamar, 1992: 49).
Metode kelompok atau tidak langsung Metode ini sama dengan group guidance, yaitu metode
bimbingan yang dilakukan melalui komunikasi massa (Faqih,
2001: 54). Dalam pelaksanaan bimbingan seorang pembimbing
38
mengarah pembicaran dan sasarannya pada klien (pasien) yang
mempunyai masalah yang sama.
2. Konsep Model Bimbingan Rohani Dalam Kristen
a. Landasan Model Bimbingan Rohani Kristen
Bimbingan rohani merupakan aspek yang sangat berharga
dalam kehidupan Gereja, bila Gereja menghayati hidup dan tugas
perutusannya secara penuh, Gereja tidak hanya mengajarkan
kepada anggota-anggotanya untuk mengenal Tuhan sebagai
Pencipta dan Penyelamat, sebagaimana Tuhan sendiri
menunjukkan diri-Nya. Gereja juga perlu membantu anggota-
anggotanya untuk menyembah Bapa dalam roh dan kebenaran.
Allah itu Roh dan barangsiapa menyembah-Nya dalam roh dan
kebenaran (Yoh, 4: 24). Darminta (2002 : 27 28) menyebutkan
dalam Kitab Suci Dalam Perjanjian Lama dapat ditemukan adanya
beberapa orang yang menjadi sahabat Tuhan, seperti Abraham,
Musa dan para Nabi. Mereka bergaul akrab dengan Tuhan,
berbicara dengan Tuhan. Karena mereka sedemikian dekat dengan
Tuhan, mereka pun berperan sebagai pembimbing umat untuk
bergaul dengan Tuhan.
Dalam Perjanjian Baru terdapat suatu ajaran untuk
memberikan bimbingan rohani. Semasa di dunia, Tuhan Yesus
sering kali menolong orang-orang sakit, Gereja diibaratkan sebagai
tubuh Kristus, persekutuan orang yang percaya. Mereka berbakti,
39
berdoa, mengkabarkan Injil, mengajar dan hidup saling tolong-
menolong, bahkan Tuhan Yesus mengatakan, Dengan demikian
semua orang akan tahu, bahwa kamu adalah murid-murid-Ku,
yaitu jikalau kamu saling mengasihi (Yoh, 13: 35).
b. Latar Belakang Perlunya Bimbingn Rohani Kristen
Menurut Alkitab, manusia adalah kesatuan dari tubuh,
jiwa, dan roh. Kata-kata untuk jiwa dan roh tampaknya sering
dipakai secara bergantian, khususnya di Perjanjian Lama. Dilwyn
Price (1997: 159) menyatakan kata dasar Roh dalam bahasa
Ibraninya adalah kata yang biasanya diterjemahkan dengan jiwa,
jiwa berarti makhluk yang hidup. Sedang dalam Perjanjian Baru
memakai tiga kata untuk menggambarkan manusia, yaitu tubuh
(soma), jiwa (psyhce), dan roh (pneuma). Tubuh, jiwa dan roh
adalah tritunggal, jadi dalam diri orang yang tidak mengenal
Tuhan sebagai juru selamat, maka rohnya mati. Ketika roh mati
maka terjadi ketidakharmonisan, keseimbangan pikiran dan tubuh
terganggu, dan kemungkinan jadi sakit.
Dengan dasar itulah, maka diperlukan adanya upaya untuk
mengembangkan spiritual (rohani) orang yang dibimbing. Dengan
begitu, manusia diharapkan dapat mengasimilasikan dirinya
dengan Kristus dalam Gereja dan bekerjasama dengan Roh Kudus
dalam perjalanannya menuju kemanusiaan didalam Kristus
(Darminta, 2005: 34).
40
c. Unsur-unsur bimbingan rohani Kristen.
Pembimbing rohani Pembimbing rohani mempunyai tugas memberikan bantuan
untuk hidup menuju ke pengalaman iman yang personal, konkret,
dan historis. Dengan demikian, jelaslah bahwa seorang
pembimbing rohani haruslah seorang yang cukup mempunyai
pengalaman dalam menghayati hidup berimannya, bergaul dengan
Tuhan Allah, kenal akan gerakan Roh, dan seorang pendoa sejati
(Darminta, 2005: 37). Dengan kata lain seorang pembimbing
rohani diharapkan dapat mengenal keadaan orang yang dibimbing,
agar sungguh-sungguh dapat hadir secara pribadi. Dari
pengalaman hidupnya bersama Tuhan Allah, seorang pembimbing
diharapkan dapat menjadi penopang agar orang yang dibimbing
tetap mampu memusatkan hidupnya kepada Tuhan Allah.
Beberapa hal yang harus dimiliki oleh seorang
pembimbing, antara lain:
a) Punya kesadaran yang tinggi akan keterbatasannya, maka
dia harus berbicara dengan rendah hati.
b) Punya pengetahuan psikologi yang cukup.
c) Mampu memberikan inspirasi dan dorongan.
d) Mampu menempatkan diri pada keadaan yang berbeda-
beda.
e) Realistis dan tahu bagaimana memahami keadaan.
41
f) Kepribadian yang kuat untuk menghadapi bermacam-
macam keadaan. Tidak mudah tenggelam dan larut dalam
keadaan orang lain maupun dalam hubungan yang
dibinanya.
g) Kedewasaan afeksi yang kuat, untuk tidak memenuhi
kebutuhan-kebutuhan afeksinya kepada orang yang
dibimbingnya.
h) Mampu menumbuhkan kepercayaan.
i) Mempunyai kemampuan untuk komunikasi.
j) Mampu menyimpan semua isi pembicaraan pribadi.
k) Menjadi orang yang beriman kuat dan seorang pendoa
sejati (Darminta, 2005: 52).
Isi bimbingan rohani a) Doa
Doa adalah cara kita bercakap-cakap dengan Tuhan,
cara kita berhubungan dengan siapakah diri kita
sesungguhnya, serta usaha menjembatani kedua diri kita
lahiriah dan batiniah dengan Tuhan (Steiger, 1999: 8). Jadi
berdoa adalah hal yang penting bagi setiap orang Kristen,
karena doa merupakan nafas kehidupan rohaninya. Ada yang
menyatakan, berdoa adalah mempersembahkan keinginan
kita kepada Tuhan, di dalam nama Kristus, dengan
pertolongan Roh Kudus, pernyataan dari isi hati kita yang
42
terdalam, suatu pengalaman dalam komunikasi yang nyata
dengan Pencipta kita (Biehl, dkk, 1999: 11). Doa dapat
menjadi suatu kegiatan yang paling penting dan paling
mendatangkan kuasa dalam sepanjang hidup anda, berikut ini
adalah beberapa alasannya:
Doa dapat membawa sesuatu untuk diri anda pribadi.
Doa mencakup persekutuan dan perhubungan dengan
Tuhan semesta alam.
Doa merupakan kunci untuk memahami kehendak
Tuhan.
Doa ialah anda berbicara kepada Tuhan dan Tuhan
berbicara kepada anda.
Tuhan mendengar dan menjawab doa-doa anda (Biehl,
1999: 12).
b) Pujian
Dalam Perjanjian Baru kata-kata Ibrani ditambahi
kata-kata Yunani, sehingga memberi arti yang lebih luas
mengenai pujian. Salah satu kata Yunani yang terkenal yang
dipakai untuk menyatakan pujian kepada Tuhan ialah
hymnos, dan dari kata hymn dalam bahasa Inggris, ysng
artinya nyanyian pujian (Biehl, dkk, 1999: 15). Berdoa dan
menyanyikan puji-pujian kepada Tuhan, pada saat kesulitan
atau sakit merupakan suatu bentuk penyembahan dan
43
merupakan hal yang positif yang akan mendatangkan
penyembuhan.
Salah satu kata yang paling sering dipakai untuk
menyatakan pujian kepada Tuhan Allah dalam Perjanjian
Lama ialah hallelu, sebuah kata Ibrani yang dalam bahasa
Indonesia diterjemahkan menjadi haleluya (Biehl, dkk,
1999: 16).
Wawancara rohani Wawancara rohani merupakan pelayanan untuk
membantu agar akrab dengan Tuhan. Wawancara merupakan
bagian dari bimbingan rohani. Yang dicari dalam bimbingan
rohani adalah Kristus, bukannya pembimbing, karena
bimbingan rohani pada dasarnya ialah dari Kristus yang
bangkit dan menyertai manusia melalui Gereja. Pendekatan
melalui nama personal ini justru terjadi lewat bimbingan
rohani, sebab bimbingan terjadi lewat hubungan personal
dengan wawancara dari hati ke hati.
Dalam wawancara rohani, pembimbing rohani harus
mampu membantu orang yang dibimbing untuk membuat
penilaian rohani atas hidupnya berdasarkan kehadiran Tuhan
(Darminta, 2005: 42). Pembimbing harus tahu waktu, kapan
dia harus memindahkan ke hal-hal yang lebih rohani, meski
harus mampu masuk ke dalam pembicaraan tentang hal-hal
44
biasa. Pada saat klien (pasien) mulai berbicara tentang hal
yang serius dan penting, pembimbing harus memperhatikan
dengan sepenuh hati. Pembimbing harus punya kepekaan dan
instuisi. Pembimbing sewaktu mengadakan wawancara
rohani pun perlu memperhatikan posisi dan cara duduknya,
sehingga ada kesatuan hati yang sungguh-sungguh antara
kedua belah pihak, sehingga wawancara itu tetap merupakan
pertemuan personal. Sikap pembimbing selama wawancara
antara lain:
a) Pembimbing harus bersikap ramah, penuh dengan afeksi
yang sehat. Pertemuan sebaiknya dalam suasana penuh
penerimaan dan pemahaman atas pribadi. Dengan kata
lain persahabatan penuh kehangatan, baik dalam kata-
kata yang diucapkan pertama kali dalam pertemuan itu
maupun dalam sikap, mendengarkan dengan seluruh
perhatian.
b) Pembimbing harus bersikap jernih dan sederhana
sehingga orang yang datang kepadanya menjadi krasan.
c) Pembimbing perlu memiliki kelembutan hati dan
kedamaian. Kelembutan hati berarti suatu kemampuan
untuk memahami dan ikut merasakan keadaan dan rasa
perasaan orang lain khususnya pasien.
45
d) Pembimbing harus ikhlas, tulus hati, apa adanya dalam
menerima orang yang dibimbing (Darminta, 2005: 48).
2.2 Motivasi
2.2.1. Pengertian Motivasi
Dalam mendefinisikan konsep motivasi ini didapati suatu
kesulitan, karena motivasi masih merupakan suatu konsep yang masih
kontroversial. Dalam pembahasan psikologi terdapat istilah motivasi.
Kadang-kadang motif dan motivasi itu digunakan secara bersamaan
dan dalam makna yang sama. Beberapa pakar psikologi ada yang
membedakan istilah motif dan motivasi, antara lain bahwa motif
adalah semua macam dan bentuk tingkah laku, yang diarahkan kepada
suatu tujuan tertentu (Baihaqi, dkk, 2005: 43). Motif dapat berupa
kebutuhan dan cita-cita. Motif merupakan tahap awal dari proses
motivasi, sehingga motif baru merupakan suatu kondisi intern atau
disposisi (kesiapsiagaan) saja. Sebab motif tidak selamanya aktif.
Motif aktif pada saat tertentu saja, yaitu apabila kebutuhan untuk
mencapai tujuan sangat mendesak (Shaleh dan Wahab, 2004: 131).
Apabila suatu kebutuhan dirasakan mendesak untuk dipenuhi,
maka motif dan daya pengggerak menjadi aktif. Motif yang aktif inilah
yang disebut motivasi. Motivasi dapat didefinisikan dengan
serangkaian usaha untuk menyediakan kondisi-kondisi tertentu,
sehingga seorang itu mau dan ingin melakukan sesuatu dan bila ia
46
tidak suka, maka akan berusaha meniadakan perasaan tidak suka itu.
Jadi motivasi itu dapat dari dalam dan dari luar tetapi motivasi itu
tumbuh dalam diri seseorang (Sadirman, 2001: 73 ).
Dalam kegiatan penyembuhan di rumah sakit, maka motivasi
dapat dikatakan sebagai penggerak didalam diri pasien yang
menimbulkan semangat untuk cepat sembuh sehingga tujuan yang
dikehendaki dapat tercapai.
2.2.2. Fungsi Motivasi
Adapun fungsi motivasi, antara lain:
a) Memotivasi atau mendorong manusia untuk berbuat atau bertidak.
Motif itu sebagai penggerak yang memberikan energi (kekuatan)
pada seseorang untuk melakukan sesuatu.
b) Motivasi itu menentukan arah perbuatan. Yakni kearah perwujudan
suatu tujuan atau cita-cita. Makin jelas pula terbentang jalan yang
harus ditempuh.
c) Motivasi itu menyeleksi perbuatan kita. Artinya menentukan
perbuatan-perbuatan mana yang harus dilakukan, yang serasi guna
mencapai tujuan itu (Syah, 2000: 70-71). Seorang pasien yang
ingin cepat sembuh dari sakit harus punya semangat yang tinggi
dan harus memenuhi perintah dari dokter seperti untuk minum obat
tepat pada waktunya juga bertawakal pada Allah Subhanahu wa
Taala seperti yang diajarkan oleh rohaniawan.
47
2.2.3. Teori Motivasi
Teori-teori motivasi dapat dikategorikan menjadi tiga
kelompok yaitu teori dengan pendekatan isi (content), proses, dan
penguatan. Teori dengan pendekatan isi lebih banyak menekankan
pada faktor apa yang membuat individu melakukan suatu tindakan
dengan cara tertentu (Surya, 2003: 102). Yang tergolong kedalam
kelompok teori ini misalnya teori jenjang kebutuhan dari Maslow.
Teori pendekatan proses, tidak hanya menekankan pada faktor apa
yang membuat individu bertindak dengan cara tertentu, tentang juga
bagaimana individu termotivasi. Yang tergolong teori ini adalah teori
motif berprestasi. Contoh teori dengan pendekatan penguatan lebih
menekankan pada faktor-faktor yang dapat meningkat suatu tindakan
dilakukan atau yang dapat mengurangi suatu tindakan. Yang tergolong
teori ini adalah teori operant conditioning.
Teori jenjang kebutuhan Dikembangkan Abraham Maslow dan banyak digunakan
dalam konseling. Menurut teori ini, ada lima tingkatan kebutuhan
dalam diri manusia, yaitu kebutuhan jasmaniah, kebutuhan
memperoleh rasa aman (sehat), kebutuhan sosial, kebutuhan
memperoleh harga diri dan kebutuhan aktualisasi diri. Kelima jenis
kebutuhan itu mendorong individu melakukan berbagai tindakan.
Sebagai contoh kebutuhan untuk memperoleh rasa aman, sakit
48
akan menimbulkan rasa resah dan gelisah, karena didalamnya tidak
terdapat rasa aman. Maka seseorang akan terdorong untuk
mengobati penyakitnya apabila sakit, karena sehat dapat
menimbulkan rasa aman dan tentram.
Teori motif berprestasi Menurut McCelland, pada dasarnya dalam diri setiap orang
terdapat kebutuhan untuk melakukan perbuatan dalam memperoleh
hasil yang sebaik-baiknya, dan mendorong individu untuk
melakukan perbuatan sebaik mungkin, jadi menurut teori ini
perbuatan yang dilakukan seorang itu didorong oleh adanya
kebutuhan untuk berprestasi sebaik mungkin dalam mencapai
tujuan (Surya, 2003: 104). Dalam proses bimbingan dan konseling
klien perlu didorong untuk melakukan pelbagai tindakan yang
berorientasi kualitas dan nilai tambah sehingga dapat menghasilkan
sesuatu secara efektif dan produktif.
Teori penguatan Menurut Skinner, setiap respon yang terjadi dari stimulus,
akan menjadi baru yang mendorong untuk berprilaku. Bila
stimulus menghasilkan sesuatu yang memuaskan, maka tindakan
cenderung akan diperkuat, dan sebaliknya apabila kurang
memuaskan maka tindakan itu cenderung akan diperlemah (Surya,
2003:105). Dalam melakukan bimbingan hendaknya pembimbing
memberikan penguatan terhadap tindakan yang dinilai positif atau
49
baik, jadi perawat rohani memberi dorongan untuk menuruti kata
dokter dan tepat minum obat agar pasien cepat sembuh, dan
meninggalkan tindakan-tindakan yang dipandang negatif atau
kurang tepat, sebagai contoh minum obat telat, dan lain-lain.
Teori hedonisme Teori ini menyatakan bahwa segala perbuatan manusia,
entah itu disadari ataupun tidak disadari, entah itu timbul dari
kekuatan luar maupun dalam, pada dasarnya mempunyai tujuan
sama, yaitu mencari hal-hal yang menyenangkan dan menghindari
hal-hal yang menyakitkan (Handoko, 1992: 11). Pada intinya
menurut teori ini manusia atau individu menginginkan dirinya
sehat dan akan mencari penyembuhan apabila dirinya merasa sakit.
2.3 Kesembuhan Pasien
2.3.1. Pengertian Kesembuhan Pasien
Setiap penyakit, betapapun ringan, seperti flu, sakit perut,
kepala pusing dan sebagainya dirasakan sebagai suatu gangguan dalam
kehidupan sehari-hari. Oleh sebab itu penyakit tidak disambut dengan
baik. Bagi seorang yang produktif, penyakit dapat menganggu
pekerjaannya, fungsi sosialnya, dan kegiatannya sekaligus merupakan
halangan bagi orang untuk mencapai suatu tujuan. Jadi apabila
seseorang menjadi sakit maka akan mencari kesembuhan.
50
Kesembuhan berasal dari kata sembuh yang berarti menjadi
sehat kembali dari sakit atau penyakit (Poerwadarminto, 2002: 1027).
Sedangkan pasien adalah orang sakit yang dirawat dokter atau pederita
sakit (Poerwadarminto, 2002: 834). Konteks dalam penulisan ini
adalah pasien rawat inap yaitu pasien yang memperoleh pelayanan
kesehatan menginap di rumah sakit. Dibangunnya rumah sakit adalah
dalam rangka menolong orang sakit atau agar tetap sehat. Yang
menjadi objek adalah pasien rawat inap karena biasanya pasien yang
bukan rawat inap dalam arti rawat jalan, sakitnya tidak parah dan
kurang membutuhkan bimbingan rohani. Sedangkan definisi
operasional kesembuhan pasien adalah pasien yang sudah sehat
jasmaninya yaitu terdapatnya keserasian yang sempurna antara
bermacam-macam fungsi jasmani, disertai dengan kemampuan untuk
menghadapi kesukaran-kesukaran yang biasa, yang terdapat dalam
lingkungan, disamping secara positif merasa gesit, kuat, dan
bersemangat (El-Qudsi, 1982: 36).
2.3.1. Faktor yang Mempengaruhi Kesembuhan Pasien
Seorang pasien tidak hanya memerlukan bantuan fisik tetapi
juga bantuan non fisik yang berupa bantuan spiritual dan bimbingan
rohani yang dapat menimbulkan rasa optimis dalam memghadapi
permasalahan hidup. Oleh karena itu, semakin erat hubungan antara
dokter (terutama dokter jiwa) dengan agama, maka semakin baik pula
51
terapi yang dapat ia berikan sebab kadang-kadang penyakit itu terjadi
disebabkan oleh hal-hal yang berhubungan dengan agama (Daradjat,
1993: 31).
WHO telah menyempurnakan batasan sehat dengan
menambahkan satu elemen spiritual (agama) sehingga sekarang ini
yang dimaksud dengan sehat adalah tidak hanya sehat dalam arti fisik
saja, psikologik dan sosial, tetapi juga sehat dalam arti spiritual atau
agama (empat dimensi sehat: bio-psiko-sosio-spiritual) (Hawari, 1997:
12)
Pasien rawat inap yang datang ke rumah sakit memiliki
pelbagai macam perasaan, ada yang tabah dan sabar, ada yang merasa
takut, bingung, kesepian, putus asa, dan perasaan lainnya. Bagi yang
tabah dan sabar, maka mentalitas dan dirinya akan bertambah kuat
serta nilai kerohaniannya akan meningkat, sehingga baginya sakit
bukanlah masalah yang banyak menyita pikiran, karena ia yakin bahwa
di balik sakit yang dideritanya Tuhan akan memberi hikmah yang
banyak, dan akan diberi kesembuhan. Ini merupakan motivasi dari
dalam yang bisa membantu proses penyembuhan bagi pasien.
Sebaliknya bagi yang iman dan jiwanya lemah, maka ia akan resah dan
gelisah yang secara bertahap akan tampak lebih parah dan menyulitkan
bagi orang-orang yang merawat. Dalam kondisi yang demikian maka
layanan bimbingan rohani sangat dibutuhkan untuk memberi dorongan
moral dan spiritual bagi pasien tersebut.
52
Bentuk-bentuk terapi penyembuhan bagi pasien, antara lain:
Terapi spiritual Menyembuhkan penyakit dengan mengunakan kekuatan
spiritual sudah lama berkembang pada zaman Nabi Muhammad
Shallallahu Alaihi wa Sallam, serta praktek penyembuhan
spiritual pernah dilakukan oleh sahabat Rasulullah Shallallahu
Alaihi wa Sallam, disamping secara medis dengan mengunakan
madu, sebagai obat utama dengan mantera doa (Salaby, 2002:
71-72).
Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi wa Sallam
membenarkan praktek ruqyat dalam bentuk doa memohon
kesembuhan, berlindung kepada Allah Subhanahu wa Taala dari
segala yang menimpa manusia dan bermohon kepada-Nya untuk
melenyapkan penyakit yang dideritanya, seperti yang biasa
dilakukan Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi wa Sallam
sewaktu menengok orang sakit dengan doa seraya mengusap si
sakit dengan tangan kanannya (Zuhroni, dkk, 2003: 30). Bentuk-
bentuk terapi spiritual antara lain:
a) Membaca fatihatul kitab (Surat al-Fatihah). Al-Fatihah juga
disebut sebagai penjaga stamina, penolak kesedihan, dan
membacanya dengan tartil untuk menyembuhkan penyakit
serta digunakan untuk mengobati orang yang kena sengatan
binatang beracun sehingga sembuh (Al-Jauziyah, 2005: 402).
53
b) Sholat merupakan terapi untuk menentramkan dan
memperkuat jiwa (Al-Jauziyah, 2005: 253). Disamping
berbentuk gerakan-gerakan fisik yang bernilai olahraga fisik
juga memiliki banyak nilai kerohanian yang berguna bagi
mendukung kesehatan rohani dan juga berpengaruh pada
kesehatan jasmani. Sisi rohaninya, bahwa sholat yang
khusyu dapat menenangkan urat saraf, mengendorkan
ketegangan atau stess, mengobati kegelisahan hati serta dapat
memberikan ketenangan. Keadaan tersebut dapat menentukan
kesehatan tubuh (Zuhroni, 2003: 58).
Demikian juga didalam Kristen terapi spiritual dilakukan
melalui doa, karena doa dapat menyembuhkan (Price, 2005;
157).
Terapi zona Dokter WM.H. Fitzgerald, alumnus Universitas
Vermotadl orang yang menemukan suatu terapi yang disebut
terapi zona. Ia pernah bekerja di rumah sakit Bestor selama dua
setengah tahun dan menjadi anggota staff rumah sakit pusat di
London.
Dokter Fitzgerald pernah membuktikan bahwa penyakit
dapat disembuhkan dengan pijatan pada zona tertentu di telapak
kaki pasien, walaupun sebenarnya metode pijatan ini sudah lama
diketahui ahli pengobatan Tiongkok (Salaby, 2002; 82).
54
Terapi Juice Dokter R.A Nainggolan dalam bukunya Diet dan
Therapy, menyatakan bahwa mengkonsumsi minuman juice dari
macam-macam buah dapat mencegah dan menyembuhkan
penyakit (Salaby, 2002: 90).
Terapi Akupuntur Suatu teknik pengobatan tradisional China untuk
menghilangkan rasa sakit dan memperbaiki kesehatan. Sejumlah
jarum ditusukkan ke ratusan titik meridian pada beberapa
bagian tubuh untuk mengubah aliran energi tubuh atau kekuatan
seseorang untuk menghilangkan sakit dan memperbaiki
kesehatan fisik dan mental (Wilkinson, 2002: 87).
55
BAB III
MODEL BIMBINGAN ROHANI DALAM MEMOTIVASI KESEMBUHAN
PASIEN DI RUMAH SAKIT ISLAM SUNAN KUDUS DAN RUMAH
SAKIT MARDI RAHAYU KUDUS
3.1 Gambaran Umum dan Pelaksanaan Model Bimbingan Rohani Rumah
Sakit Islam Sunan Kudus
3.1.1. Tinjauan Umum Rumah Sakit Islam Sunan Kudus
A. Sejarah Berdirinya
Rumah Sakit Islam Sunan Kudus merupakan institusi
pelayanan kesehatan milik Yayasan Kesehatan Islam Kudus
(YAKIS). Yayasan ini didirikan pada tanggal 08 Juni 1985 M/ 17
Ramadhan 1405 H dengan Akte Notaris Benyamin Kusuma, SH.
Jl. Tanjung No. 03A Telp. (0291) 431242 Kudus.
Tujuan utama didirikannya Yayasan Kesehatan Islam
(YAKIS) adalah menyelenggarakan usaha kesehatan masyarakat
sebagai perwujudan amaliyah sesuai dengan ajaran Islam, turut
membantu pemerintah dalam rangka menyediakan sarana dan
prasarana di Kudus.
Sejak didirikan sampai dengan sekarang telah diadakan
beberapa kali penyempurnaan kepengurusan Yayasan. Adapun
susunan Pengurus Yayasan dan Direksi RSI Sunan Kudus yang
terakhir periode 2007-2012 adalah sebagai berikut:
56
PEMBINA
Penasehat : KH. Syaroni Achmadi
Ketua : dr.H.A. Zainuri Kosim, Sp.PD.
Sekretaris : H.M. Chusnan Ms, BA
Anggota : 1. H. Nawawi Rusydi
2. H. Tasan Wartono
3. dr. H. Machfudz Ibawi, Sp.THT
4. H. Fahrur Rozy, SE (Ex Officio MD)
PENGURUS
Ketua Umum : Drs. H. Djuffan Achmad
Ketua : H. Prayitno
Sekretaris Umum : H. Achmad Hasyim, SH
Sekretaris : Drs. H. Koessoebardi SD
Bendahara Umum : Drs. H. Aris Syamsul Maarif
Bendahara : H. Saiful Annas NR
Anggota : 1. dr. H. Aris Munandar, MMR, MBA
2. H. Firman Lesmana, SE, MM
3. H. Moersjidi
4. H. Hilman Nadjib
5. Drs. H.M. Faqih, MM
PENGAWAS
Ketua : H.M Dodiek Tasan Wartono
Anggota : 1. Drs. H. Sonhadji N
2. Drs. H. Musman Tholib, M.Ag
57
Tepat pada tanggal 01 Oktober 1990 M/ 12 Robiul Awal
1411 H. Rumah Sakit Islam Sunan Kudus dioperasionalkan
pertama kali yang peresmiannya dilakukan oleh Bapak H. Ismail
Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Jawa Tengah (dokumen
Rumah Sakit Islam Sunan Kudus).
B. Kedudukan dan Status
Rumah Sakit Islam Sunan Kudus adalah amal usaha dari
Yayasan Kesehatan Islam Kudus (YAKIS) yang bergerak di
bidang kesehatan.
Adapun status dari Rumah Sakit Islam Sunan Kudus
adalah rumah sakit umum swasta type Madya (type C)
berdasarkan penetapan kelas oleh Dirjen Yanmed Nomor:
YM.00.02.3.4.312 tanggal 28 April 1999.
C. Tujuan, Visi, Misi, Dan Motto
Tujuan, Visi, Misi dan Motto Rumah Sakit Islam Sunan
Kudus diberlakukan dengan tujuan untuk diketahui, dipahami
dan dihayati serta dilaksanakan oleh seluruh karyawan di
lingkungan Rumah Sakit Islam Sunan Kudus.
Tujuan Menyelenggarakan usaha-usaha kesehatan yang Islami
kepada semua lapisan masyarakat sehingga tercipta
masyarakat yang sehat lahir batin sebagai sumber daya
manusia yang produktif.
58
Visi Memberikan pelayanan kesehatan lahir batin secara Islami
serta terjangkau oleh semua lapisan masyarakat.
Misi Menjadi Rumah Sakit Swasta di daerah dengan reputasi
nasional dalam rangka meningkatkan derajat kesehatan
masyarakat lahir batin serta optimal dengan perilaku Islami.
Motto Islami, Sehat, Bersih, Indah, Rapi dan Ramah.
D. Fasilitas dan Pelayanan
Rumah Sakit berusaha untuk melengkapi semua layanan-
layanan yang dibutuhkan konsumen dengan berusaha memenuhi
fasilitas yang sesuai dengan standar dan mutu layanan yang telah
menjadi kesepakatan serta telah ditetapkan oleh tim-tim yang ada
di Rumah Sakit.
# Fasilitas- fasilitas
1. Layanan Unit Gawat Darurat.
2. Layanan Rawat Jalan
Poliklinik umum Poliklinik spesialis Poliklinik gigi Poliklinik fisioterapi
3. Layanan Rawat Inap (spesialistis)
59
4. Instalasi Bedah Sentral.
5. Kebidanan dan Persalinan.
6. Radiologi dan Ultrasonography
7. CT. Scan dan Hemodialisa (cuci darah)
8. Laboratorium Klinik
9. Instalasi Farmasi/ Apotik
10. Konsultasi Gizi
11. Pemulasaraan Jenazah
12. Utilitas
2 unit mobil ambulance 2 unit mobil jenazah
13. Layanan General Check Up
14. Sarana