Upload
duongcong
View
227
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
PROBLEMATIKA PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM PADA ANAK AUTIS DI SEKOLAH PUTRA MANDIRI
SEMARANG
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Tugas dan Melengkapi Syarat
Guna Memperoleh Gelar Sarjana
Dalam Ilmu Tarbiyah
Oleh :
Emmy F. W NIM. 3102150
FAKULTAS TARBIYAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
2 0 0 8
ب
Drs. H. Raharjo, M.Ed, St
Rt 01/II Jambearum
Patebon Kendal
PERSETUJUAN PEMBIMBING
Lamp. : 5 (empat) eks.
Hal : Naskah Skripsi
a.n. Saudari Emmy F W
Assalamu'alaikum Wr. Wb.
Setelah saya meneliti dan mengadakan perbaikan seperlunya, maka
bersama ini saya kirim naskah skripsi saudari :
Nama : Emmy F W
NIM : 3102150
Jurusan : Pendidikan Agama Islam (PAI)
Judul : PROBLEMATIKA PEMBELAJARAN PENDIDIKAN
AGAMA ISLAM PADA ANAK AUTIS DI SEKOLAH
PUTRA MANDIRI SEMARANG
Dengan ini saya mohon agar skripsi tersebut dapat dimunaqosahkan.
Demikian harap menjadi maklum.
Wassalamu'alaikum Wr. Wb.
Semarang, Februari 2008
Pembimbing
Drs. H. Raharjo, M.Ed, St NIP. 150 246 873
د
PERNYATAAN
Dengan penuh kejujuran dan tanggung jawab, penulis menyatakan bahwa
skripsi ini tidak berisi materi yang telah pernah ditulis oleh orang lain atau
diterbitkan. Demikian pula skripsi ini tidak berisi satupun pikiran-pikiran
orang lain, kecuali informasi yang terdapat dalam referensi yang dijadikan
sebagai bahan rujukan.
Semarang, 2 Februari 2008
Deklarator
Emmy F. W NIM. 3102150
ه
PERSEMBAHAN
Aku persembahkan karya ini teruntuk Bapak dan Ibuku
Terima kasih atas doa dan restu bapak dan ibu, semoga ananda dapat
mengukir “bahagia” pada hari-hari bapak dan ibu selanjutnya setelah
kisah berat dan panjang terlampaui.
Adik dan sepupuku (Arip, Ema, Lany)
Terima kasih atas supportnya selama ini.
Teman-temanku paket C 2002 (Wee', Adel, Bejo, Awank, Pico,
Saefuroh,)
Semoga karya ini menjadi pemicu letupan semangat atas nama cita,
Cinta, dan persahabatan kita.
و
ABSTRAK Emmy F W (NIM: 3102150), Problematika Pembelajaran Pendidikan Agama Islam pada Anak Autis di Sekolah Putra Mandiri Semarang. Skripsi. Semarang: Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo, 2007.
Dalam penelitian ini rumusan permasalahan yang diangkat adalah, bagaimana kreativitas guru dalam pembelajaran Pendidikan Agama Islam serta problematika dan solusi yang ditawarkan guru dalam mengembangkan kreativitasnya terhadap meode dan media pembelajaran Pendidikan Agama Islam pada anak autis di Sekolah Putra Mandiri Semarang. Dari rumusan masalah di atas, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kreativitas guru dalam pembelajaran Pendidikan Agama Islam pada anak autis di Sekolah Putra Mandiri Semarang
Penelitian ini merupakan penelitian lapangan (field research) dengan menggunakan metode penelitian deskriptif kualitatif. Data penelitian yang terkumpul kemudian dianalisis dengan menggunakan metode analisis psikologi dan deskrptif.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam mengembangkan kreativitas guru terhadap metode dan media pembelajaran pendidikan agama Islam, guru telah berhasil dalam mengoptimalkan kreativitasnya meskipun masih butuh pembenahan. Kreativitas yang telah dikembangkan tertuang dalam sebuah bentuk pembelajaran yang inovatif. Artinya selain menjadi seorang pendidik, guru juga menjadi seorang kreator. Kreativitas yang diterapkan guru dalam melaksanakan proses pembelajaran pendidikan agama Islam adalah dengan menciptakan sebuah model pembelajaran yang dekat dengan keseharian siswa secara nyata, artinya guru mampu menyinergikan pelajaran dengan kenyataan yang biasa ditemukan dalam kesehariannya dan disesuaikan dengan tingkat perkambangan siswa. Kreativitas serta aktivitas guru mampu menjadi inspirasi bagi para siswanya sehingga siswa terpacu motivasinya untuk belajar, berkarya dan berkreasi meskipun masih sederhana.
Problematika mendasar yang dihadapi guru dalam mengembangkan kreativitasnya terhadap metode dan media pembelajaran pendidikan agama Islam yaitu adanya kesulitan siswa dalam memahami materi. Hal ini terjadi karena adanya keterbatasan kondisi kognisi siswa sehingga siswa kesulitan dalam menerima materi Pendidikan Agama Islam. Sedangkan solusi yang ditawarkan guru yaitu dengan mengadakan hubungan emosional antara guru dan siswa agar guru dapat menyesuaikan metode dan media yang tepat bagi siswa.
ح
MOTTO
… فسهما بأنوا مريغى يتم حا بقوم ريغلا ي إن الله…
“…Sesungguhnya Allah tidak merubah keadaan sesuatu kaum
sehingga mereka merobah keadaan yang ada
pada diri mereka sendiri. ..”
(QS. Ar-Ra'd: 11)1
تفعر فاء كيمإلى السو,تصبن فال كيإلى الجبو ,
تطحس فض كيإلى الأرو “Maka apakah mereka tidak memperhatikan unta bagaimana dia
diciptakan.
Dan langit, bagaimana ia ditinggikan. Dan gunung-gunung
bagaimana ia ditegakkan. Dan bumi bagaimana ia dihamparkan.”
(QS. Al-Ghosiyah: 17-20)2
1 Muhammad Yunus, Terjemahan Al-Qur’an al-Karim, (Bandung: Al-Ma’arif, t.th), hlm.
226. 2 Ibid, hlm
ط
KATA PENGANTAR
Alhamdulillaahirabbil ‘aalamiin, puji syukur penulis panjatkan kehadirat
Allah SWT yang telah memberikan karunia dan hidayah-Nya sehingga penulis
mampu menyelesaikan penelitian dengan judul “Kreativitas Guru dalam
Pembelajaran Pendidikan Agama Islam pada Anak Autis di Sekolah Putra
Mandiri Semarang”. Sholawat serta salam tak lupa penulis haturkan kepada Nabi
Muhammad SAW, yang telah menuntun kita kejalan yang lurus yakni agama
Islam.
Setelah melewati berbagai ujian dan cobaan, akhirnya laporan yang
menjadi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Strata I (S1) Institut
Agama Islam Negeri (IAIN) Walisongo dalam Ilmu Tarbiyah ini dapat
terselesaikan. Selesainya penyusunan laporan skripsi ini tentu saja tidak dapat
dilepaskan dari peran serta dan bantuan banyak pihak. Oleh karena itu
perkenankan penulis pada lembar ini menghaturkan banyak terima kasih kepada :
1. Bapak Prof. Dr. Ibnu Hadjar, M.Ed selaku Dekan Fakultas Tarbiyah yang
telah mengabdikan jiwa dan raganya demi memajukan anak bangsa.
2. Bapak Drs.H. Raharjo, M.Ed, St selaku dosen pembimbing yang telah
meluangkan waktu dan tenaga ditengah kesibukannya yang teramat padat.
Terima kasih atas nasehat, motivasi, dan bimbingan yang sungguh tiada
ternilai harganya. Mudah-mudahan Allah membalas segala kebaikannya.
3. Semua dosen Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang yang telah
memberi penulis bekal ilmu yang begitu besar dengan penuh kesabaran dan
pengertian.
4. Staff karyawan Fakultas Tarbiyah Institut Agama Islam Negeri (IAIN)
Walisongo Semarang yang senantiasa membantu penulis dalam mengatasi
masalah administrasi selama penulis belajar.
5. Staff pengelola perpustakaan baik fakultas maupun institut yang telah
memberikan pelayanan yang baik ketika penulis membutuhkan bahan rujukan
sebagai referensi.
ي
6. Kepala Sekolah dan segenap terapis Sekolah Putra Mandiri Semarang yang
telah memberikan izin dan kesempatan serta bantuannya.
7. Bapak (Fadlan) dan Ibu (Latifah) tercinta yang telah memberikan dukungan
dan doa restunya.
8. Adik dan seluruh keluargaku yang penuh kerelaan dan kesabaran
membimbing dan mengarahkanku dengan ilmu kehidupan karena cinta dan
dukungan mereka sehingga karya ini ada.
9. Teman-temanku paket C (Wee', Adel, Bejo, Awank, Pico, Saefuroh, dll) yang
telah memberikan support.
10. Teman-teman seperjuangan angkatan 2002 yang baik hati yang telah
membantu pengetikan skripsi ini, penulis ucapkan banyak terima kasih.
11. Teman-teman PPL (Dani, Mbak Ning, Lubis, Pak Say, Mustofa, Salis, Nina,
Oliv, Faid, Mbak Anis, Mbak Alvi , Mbak Khasanah dan Awar)
12. Teman-teman KKN (Mami Larmi, Papi Trisno, Om Minan, Neng Aya', Idut,
Comat Kartolo Ginting, Kasan, Aan, Bang Ali, Kak Ozzy, Cholis, Teh Ifa dan
Pa'de Jamal) posko 23 di Pesantren Batang yang terus memberikan dorongan
dan semangat.
13. Seluruh pihak yang mungkin belum dan tidak dapat penulis sebutkan satu
persatu dalam lembar ini karena keterbatasan yang ada.
Hanya sepenggal ucapan terima kasih yang penulis ungkapkan, semoga
segala kebaikan yang telah diberikan mendapat balasan dari Allah SWT.
Akhir kata semoga sekelumit karya ini mampu memberikan manfaat bagi
khazanah keilmuan di IAIN Walisongo Semarang khususnya dalam ilmu
Tarbiyah, dan bagi kita semua yang membacanya. Amiin ya Robbal ‘Alamin.
Penulis
ك
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ...................................................................................... i
PERSETUJUAN PEMBIMBING ................................................................ ii
HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................ iii
HALAMAN PERNYATAAN ........................................................................ iv
HALAMAN ABSTRAK ................................................................................ v
HALAMAN MOTTO .................................................................................... vii
HALAMAN PERSEMBAHAN .................................................................... viii
KATA PENGANTAR .................................................................................... ix
HALAMAN DAFTAR ISI ............................................................................. xi
BAB I : PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ......................................................... 1
B. Penegasan Istilah .................................................................... 5
C. Pembatasan dan Rumusan Masalah ....................................... 7
D. Tujuan dan Manfaat Penelitian .............................................. 7
E. Telaah Pustaka ....................................................................... 8
F. Metode Penelitian .................................................................. 11
G. Sistematika Penulisan ............................................................. 15
BAB II : LANDASAN TEORI
A. Autisme ................................................................................... 17
1. Pengertian Autisme ........................................................... 17
2. Karakteristik Autisme
3. Penyebab Autisme ............................................................ 18
B. Pembelajaran Pendidikan Agama Islam Autis ........................ 22
1. Pengertian Pembelajaran Pendidikan Agama Islam Autis 22
2. Dasar Pembelajaran Pendidikan Agama Islam Autis........ 25
3. Tujuan Pembelajaran Pendidikan Agama Islam Autis...... 31
ل
4. Kurikulum Pembelajaran Pendidikan Agama Islam
Autis .................................................................................. 33
5. Pendekatan Pembelajaran Pendidikan Agama Islam
Autis .................................................................................. 35
6. Metode Pembelajaran Pendidikan Agama Islam Autis ..... 37
7. Media Pembelajaran Pendidikan Agama Islam Autis ....... 40
C. Kreativitas Guru Autis
1. Pengertian Kreativitas Guru Autis………………………... 41
2. Ciri-ciri Guru Kreatif Autis……………………………….. 45
3. Manfaat Kreativitas Bagi Guru Autis……………………… 48
4. Kompetensi Guru Autis……………………………………. 50
5. Dealapan Ketereampilan Guru Dalam Pembelajaran Pendidikan
Agama Islam Autis………………………………………... 53
BAB III : METODOLOGI PENELITIAN
A. Gambaran Umum Sekolah Putra Mandiri Semarang .............. 57
1. Tinjauan Histotis ............................................................... 57
2. Visi dan Misi..................................................................... 57
3. Letak Geografis................................................................ 58
4. Struktur Organisasi ........................................................... 58
5. Keadaan Guru dan Siswa .................................................. 59
6. Sarana dan Prasarana……………………………………. 60
B. Gambaran Khusus Sekolah Putra Mandiri Semarang............. 62
1. Materi Pembelajaran Pendidikan Agama Islam………… 62
2. Sistem Pembelajaran ......................................................... 64
3. Kreativitas Guru ............................................................... 66
4. Problematika yang Dihadapi Guru dalam
Mengembangkan Kreativitasnya terhadap Metode dan
Media Pembelajaran Pendidikan Agama Islam dan
Solusi yang Ditawarkan Guru........................................... 69
م
BAB IV : ANALISIS KREATIVITAS GURU DALAM
PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM PADA
ANAK AUTIS DI SEKOLAH PUTRA MANDIRI
SEMARANG
A. Analisis terhadap Kreativitas Guru dalam Pembelajaran
Pendidikan Agama Islam ....................................................... 74
B. Analisis terhadap Problematika yang Dihadapi Guru dalam
Mengembangkan Kreativitasnya terhadap Metode dan
Media Pembelajaran Pendidikan Agama Islam dan Solusi
yang Ditawarkan Guru ........................................................... 84
BAB V : PENUTUP
A. Kesimpulan ............................................................................ 88
B. Saran-saran ............................................................................. 88
C. Penutup .................................................................................. 90
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
LAMPIRAN-LAMPIRAN
1
BAB I
PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
Dalam pembukaan UUD 1945 alenia 4 ditegaskan bahwa Pemerintah
melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan
kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut
melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian
abadi dan keadilan sosial.1 Dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa,
pemerintah mengupayakan dan menyelenggarakan suatu sistem pendidikan
nasional yang terpadu, merata, setara / seimbang dengan basis mutu lokal,
regional, dan internasional. Tujuannya untuk meningkatkan mutu sumber daya
bangsa Indonesia, mengejar ketinggalan di segala aspek kehidupan dan
menyelesaikannya dengan perubahan global serta perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi.
Pemerintah mengupayakan dan menyelenggarakan suatu sistem
pendidikan nasional termasuk Pendidikan Agama Islam bagi bangsa
Indonesia, karena sepanjang hidup manusia membutuhkan pendidikan untuk
kelangsungan hidupnya. Pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana
untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik
secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan
spiritual keagamaan pengendali diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia
serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.2
Pendidikan berusaha mengembangkan potensi individu agar mampu berdiri
sendiri. Oleh karena itu, setiap individu perlu diberi berbagai kemampuan
dalam pengembangan berbagai hal, seperti : konsep, prinsip, kreativitas,
tanggung jawab dan ketrampilan. Dengan kata lain, setiap individu perlu
mengalami perkembangan dalam aspek kognitif, afektif, dan psikomotor.
Dengan pembelajaran Pendidikan Agama Islam maka terciptalah kehidupan
1 UUD 1945. 2 Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003, Bab I pasal 1,
(Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2006), Cet.3, hlm. 3.
2
religius dalam hubungannya dengan Tuhan Yang Maha Esa dapat menghayati
dan mengamalkan ajarannya sesuai dengan agamanya. Sebagaimana firman
Allah dalam Surat al-Baqarah ayat 31 :
وعلم آدم األسماء كلها ثم عرضهم على المالئكة فقال أنبئوني بأسماء
ادقنيص مالء إن كنتـؤ٣١:البقراة(ه(
“Dan dia mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda-benda) seluruhnya, Kemudian mengemukakannya kepada para malaikat lalu berfirman: "Sebutkanlah kepada-Ku nama benda-benda itu jika kamu memang benar orang-orang yang benar!" (QS. Al-Baqarah : 31)3
Ayat diatas menafsirkan kewajiban manusia untuk mengupayakan dan
menyelenggarakan pendidikan termasuk Pendidikan Agama Islam. Pendidikan
sangat dibutuhkan manusia untuk kelangsungan hidup manusia dan untuk
mengembangkan potensi diri guna memiliki kekuatan spiritual keagamaan,
pengendali diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta keterampilan
yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
Islam memandang bahwa setiap manusia diciptakan untuk beribadah
pada Allah SWT. Kewajiban ini mutlak adanya dan berlaku untuk semuanya
selagi mereka tetap dalam keadaan sadar, dalam arti mampu menggunakan
akal dan hatinya untuk membedakan yang baik dan yang buruk. Kewajiban
manusia dalam membutuhkan pembelajaran Pendidikan Agama Islam untuk
pedoman hidup sehingga agama merupakan standarisasi nilai-nilai sosial
dimasyarakat dan untuk melestarikannya, maka sangat diperlukan
penyelenggaraan pembelajaran Pendidikan Agama Islam. Secara psikologis,
agama sangat urgen diperlukan untuk memberikan bimbingan, arahan dan
pengajaran bagi setiap muslim agar dapat beribadah dan bermuamalah dengan
ajaran Islam.
3 Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Qur’an dan Terjemahan, (Surabaya:
Mahkota, 1999), hlm. 14
3
Kewajiban tersebut diatas tidak hanya berlaku bagi orang normal saja
tetapi juga berlaku bagi orang yang terbelakang (autisme) atau cacat mental
walaupun mereka mempunyai kelainan pada saluran saraf tertentu atau
kelainan mental. Karena tujuan manusia hidup didunia hanya untuk beribadah
dan menyembah Allah SWT. Sehingga untuk menjalankan syariat agama
dengan benar seseorang harus memperoleh pengetahuan tentang hal tersebut
diatas. Pengetahuan tersebut dapat diperoleh melalui pendidikan dan
pengalaman. Demikian pula dengan anak cacat mental atau terbelakang
(autisme).
Pelaksanaan pembelajaran Pendidikan Agama Islam tidak dapat lepas
dari tujuan Pendidikan Agama Islam yang hendak dicapai, tujuan Pendidikan
Agama Islam yang hendak dicapai tertuang dalam GBPP PAI yaitu :
“meningkatkan keimanan, pemahaman, penghayatan dan pengamalan peserta
didik tentang agama Islam, sehingga menjadi manusia muslim yang beriman
dan bertaqwa kepada Allah Swt serta berakhlak mulia dengan kehidupan
pribadi, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara”.4
Dari rumusan tujuan Pendidikan Agama Islam ini mengandung
pengertian bahwa proses pendidikan agama Islam yang dilalui dan dialami
oleh siswa di sekolah dimulai dari tahapan kognitif, afektif dan psikomotorik
yang akan terbentuk manusia muslim yang beriman, bertaqwa dan berakhlak
mulia.
Kebutuhan akan pendidikan merupakan hak semua warga negara.
Berkenaan dengan ini, di dalam UUD 1945 pasal 31 ayat (1) secara tegas
disebutkan bahwa : “tiap-tiap warga negara berhak mendapatkan pengajaran”.5
Hak setiap warga negara Indonesia untuk memperoleh pendidikan sudah
dijamin oleh hukum yang pasti dan bersifat mengikat. Artinya, pihak manapun
tidak dapat merintangi atau menghalangi maksud seseorang untuk belajar dan
mendapat pengajaran. Hak setiap warga negara tersebut tidak hanya berlaku
bagi setiap anak normal saja, tetapi juga pada anak yang memiliki kelainan
4 GBPP PAI. 5 UUD 1945.
4
khusus seperti autisme. Keadaan ini dipertegas lagi dalam UU No. 20 tahun
2003 tentang sistem pendidikan nasional, bab IV pasal 5 ayat 2, yaitu : “warga
negara yang memiliki kelainan fisik, emosional, mental, intelektual, dan latar
sosial berhak memperoleh pendidikan khusus”.6 Hal ini sesuai dengan al-
Qur’an surat Abasa ayat 1-4 :
أو يذكر . وما يدريك لعله يزكى. ءه الأعمىأن جا .عبس وتولى
)٤-١: عبس(فتنفعه الذكرى
“Dia (Muhammad) mengerutkan muka (musam mukanya) dan berpaling. Karena Telah datang seorang buta kepadanya. Tahukah kamu barangkali ia ingin membersihkan dirinya (dari dosa), Atau dia (ingin) mendapatkan pengajaran, lalu pengajaran itu memberi manfaat kepadanya?”.7
Ayat diatas menjelaskan bahwa anak autis berhak mendapat
pendidikan seperti anak normal lainnya termasuk Pendidikan Agama Islam.
Pendidikan Agama Islam sebagai bekal untuk pedoman hidup sehingga agama
merupakan standarisasi nilai-nilai sosial dimasyarakat.
Autisme adalah sindroma (kumpulan gejala) di mana terjadi
penyimpangan perkembangan sosial, kemampuan berbahasa dan kepedulian
terhadap sekitar, sehingga anak autis seperti hidup dalam dunianya sendiri.
Autisme tidak termasuk golongan penyakit, tetapi suatu kumpulan gejala
kelainan perilaku dan kemajuan perkembangan. Anak autis tidak mampu
bersosialisasi, mengalami kesulitan menggunakan bahasa, berperilaku
berulang-ulang serta bereaksi tidak biasa terhadap rangsangan sekitarnya.
Dengan kata lain, pada anak autis terjadi kelainan emosi, intelektual dan
6 Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003, Op.Cit., hlm. 10. 7 Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Qur’an dan Terjemahan, (Surabaya:
Mahkota, 1999), hlm. 1024
5
kemauan (gangguan pervasif). Autisme adalah suatu keadaan di mana seorang
anak berbuat semaunya sendiri, baik cara berfikir maupun berperilaku.8
Dalam pelaksanaan pendidikan bagi anak autis, terutama dalam
pembelajaran Pendidikan Agama Islam sering dijumpai banyak permasalahan
yang menghambat dalam mencapai tujuan Pendidikan Islam. Permasalahan
tersebut bisa muncul dari peserta didik, lingkungan maupun faktor pendukung
lainnya. Permasalahan yang muncul dari peserta didik (anak autis) yaitu
adanya kelainan emosi, intelektual dan kemampuan (gangguan pervasif) yang
merupakan suatu kumpulan gejala kelainan perilaku dan kemajuan
perkembangan. Anak autis memiliki tingkat gangguan perkembangan yang
berbeda-beda, antara penyandang autisme yang satu dengan penyandang
autisme yang lain. Ada varian symptom yang ringan dan ada juga yang berat.
Secara umum dapat dispesifikasikan ke dalam 3 hal yang mencakup kondisi
mental, kemampuan berbahasa serta usia si anak. Adanya tingkat gangguan
perkembangan yang berbeda-beda ini bergantung pada umur, inteligensia,
pengaruh pengobatan dan beberapa kebiasaan pribadi lainnya.
Sekolah Putra Mandiri Semarang adalah lembaga pendidikan khusus
yang dalam pelaksanaan pembelajaran Pendidikan Agama Islam terdapat
problematika yang sangat beragam.
Dari uraian di atas, penulis melihat pentingnya pelaksanaan
pembelajaran Pendidikan Agama Islam di Sekolah Putra Mandiri Semarang
dengan problematika dan solusinya.
B. Penegasan Istilah
Untuk menghindari kesalahpahaman dan untuk memperjelas pokok
masalah yang dibahas dalam penulisan skripsi ini serta sebagai batasan ruang
lingkupnya, maka perlu kiranya penulis jelaskan beberapa istilah pokok yang
ada dalam judul “Problematika Pembelajaran Pendidikan Agama Islam pada
Anak Autis di Sekolah Putra Mandiri Semarang”, antara lain
8 Faisal Yatim, Autisme Suatu Gangguan Jiwa Pada Anak-Anak, (Jakarta: Pustaka
Populer, 2003), cet.VII. hlm. 9-10.
6
1. Problematika
Problematika adalah persoalan yang belum terungkap sampai
diadakan penyelidikan ilmiah dan metode yang tepat.9
2. Pembelajaran Pendidikan Agama Islam
Menurut E. Mulyasa pembelajaran adalah proses interaksi antara
peserta didik dengan lingkungannya, sehingga terjadi perilaku ke arah
yang lebih baik.10
Sedangkan Pendidikan Agama Islam menurut Zakiah Darajat
adalah bimbingan dan suhan yang diberikan kepada anak dalam
pertumbuhan jasmani dan rohani untuk mencapai tingkat dewasa sesuai
dengan ajaran Agama Islam dalam negara Republik Indonesia yang
berdasarkan pancasila.11
Sehingga pembelajaran Pendidikan Agama Islam adalah proses
interaksi antara peserta didik dengan lingkungannya, sehingga terjadi
perilaku ke arah yang lebih baik yaitu berupa bimbingan dan suhan yang
diberikan kepada siswa dalam pertumbuhan jasmani dan rohani untuk
mencapai tingkat dewasa sesuai dengan ajaran Agama Islam dalam negara
Republik Indonesia yang berdasarkan pancasila
3. Anak Autis
9 Lembaga Pengkajian Kebudayaan Nusantara, Kamus Besar Ilmu Pengetahuan,
(Jakarta: Balai Pustaka, 2006), Cet. III, Hlm. 554 10 E. Mulyasa, Kurikulum Berbasis Kompetensi, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2004),
hlm. 100 11 Zakiah Darajat, Metodik Khusus Pengajaran Agama Islam, (Jakarta: Bumi Aksara,
1995), hlm. 173.
7
Anak adalah manusia yang masih kecil.12
Sedangkan autis berasal dari bahasa Yunani autos yang berarti
berdiri sendiri.13 Autisme adalah sindroma (kumpulan gejala) di mana
terjadi penyimpangan perkembangan sosial, kemampuan berbahasa dan
kepedulian terhadap sekitar, sehingga anak autis seperti hidup dalam
dunianya sendiri. Autisme tidak termasuk golongan penyakit, tetapi suatu
kumpulan gejala kelainan perilaku dan kemajuan perkembangan.14 Dengan
kata lain, pada anak autis terjadi kelainan emosi, intelektual dan kemauan
(gangguan pervasif).
Sehingga anak autis adalah manusia yang masih kecil yang
mengalami penyimpangan perkembangan sosial, kemampuan berbahasa
dan kepedulian terhadap sekitar, anak autis seperti hidup dalam dunianya
sendiri.
C. Pembatasan dan Rumusan Masalah
Agar pembatasan skripsi ini dapat terfokus pada pokok permasalahan,
maka penulis telah merumuskan beberapa pokok permasalahan yang perlu
mendapatkan pembahasan dan pemecahan dalam penelitian skripsi ini.
Adapun pokok permasalahan dalam pembahasan penelitian skripsi ini
adalah sebagai berikut :
1. Bagaimana pelaksanaan pembelajaran Pendidikan Agama Islam pada anak
autis di Sekolah Putra Mandiri Semarang?
2. Problematika dan solusi apa yang ditawarkan guru dalam pelaksanaan
pembelajaran Pendidikan Agama Islam di Sekolah Putra Mandiri
Semarang?
12 Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, Kams Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai
Pustaka, 1995), Cet. III, hlm. 41 13 Hasan Sadily, Ensiklopedi Indonesia, (Jakarta : PT. Ichtiar Baru – Van Hoeve, t.th.),
hlm. 329. 14 Faisal Yatim, Op.Cit., hlm. 10.
8
D. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, tujuan yang ingin dicapai dalam
penulisan skripsi ini adalah :
a. Untuk mengetahui pelaksanaan pembelajaran Pendidikan Agama Islam
pada anak autis di Sekolah Putra Mandiri Semarang.
b. Untuk mengetahui problematika dan solusi yang ditawarkan guru
dalam pelaksanaan pembelajaran Pendidikan Agama Islam di Sekolah
Putra Mandiri Semarang.
Adapun nilai guna yang diharapkan dari pelaksanaan penelitian ini
adalah sebagai berikut :
1. Bagi penulis merupakan wahana untuk menambah wawasan ilmu serta
menerapkan ilmu pengetahuan yang di dapat pada perkuliahan terutama
yang berkaitan dengan masalah pelaksanan pembelajaran Pendidikan
Agama Islam bagi anak tidak normal termasuk anak autis.
2. Bagi Sekolah Putra Mandiri Semarang sebagai feedback dan bahan
informasi bagi para guru secara umum dan khususnya bagi guru yang
membelajarkan pendidikan agama Islam.
3. Bagi Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang untuk menambah
khazanah kepustakaan guna pengembangan karya-karya ilmiah lebih
lanjut.
E. Telaah Pustaka
Sebagaimana dipaparkan dalam latar belakang dan perumusan
masalah, bahwa penelitian ini akan dipusatkan perhatiannya pada
problematika pembelajaran Pendidikan Agama Islam pada anak autis di
Sekolah Putra Mandiri Semarang.
Untuk menghindari duplikasi tentang skripsi ini, berikut penulis
paparkan beberapa karya yang berhubungan dengan penelitian ini.
Penelitian yang dilakukan oleh Solikin, NIM : 310038. Penelitian ini
berjudul pembelajaran PAI pada anak autisme di Sekolah Star Kids
Pedurungan Tengah Semarang. Penelitian ini membahas kondisi fisik anak
9
autis, metode yang tepat dan efektif dalam pross belajar mengajar dan
kemampuan motorik anak autis dalam mencapai pembelajaran Pendidikan
Agama Islam di Sekolah Star Kids Center Pedurungan Tengah Semarang.15
Dari penelitian di atas, maka penulis mengkaji yang belum pernah
diteliti sebelumnya, yaitu mengenai problematika pembelajaran Pendidikan
Agama Islam pada anak autis di Sekolah Putra Mandiri Semarang. Dalam
penelitian ini penulis menitik beratkan pada problematika dan pelaksanaan
pembelajaran Pendidikan Agama Islam di Sekolah Putra Mandiri Semarang.
Sedangkan untuk memberikan penjelasan tentang isi skripsi ini, maka
penulis cantumkan beberapa telaah pustaka seputar problematika dan
pelaksanaan pembelajaran Pendidikan Agama Islam pada anak autis sebagai
berikut :
Pertama, karya H. Ahmad Syar’i berjudul Filsafat Pendidikan Islam.
Buku ini berisikan tentang falsafah pendidikan Islam.16
Kedua, karya M. Basyiruddin Usman berjudul Metodologi
Pembelajaran Pendidikan Agama Islam. Buku ini berisikan tentang metode
pembelajaran pendidikan agama Islam.17
Ketiga, karya Syaiful Bahri Djamarah dan Asma Zain berjudul Strategi
Belajar Mengajar. Buku ini berisikan tentang strategi belajar mengajar. 18
Keempat, karya Theo Peeters berjudul Autisme. Buku ini berisikan
tentang autisme secara umum.19
Kelima, karya Faisal Yatim, berjudul Autisme Suatu Gangguan Jiwa
pada Anak-Anak. Buku ini berisikan informasi bagi masyarakat dalam
mengenal autisme.20
15 Solikin, Pembelajaran Pendidikan Agama Islam pada Anak Autisme di Sekolah Star
Kids Pedurungan Semarang, (IAIN Walisongo Semarang, Fakultas Tarbiyah, 2005) 16 Ahmad Syar’i, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Pustaka Firdaus,2005), Cet.1. 17 Basyiruddin Usman, Metodologi Pembelajaran Pendidikan Agama Islam, (Jakarta:
Ciputat Pers,2005). Cet.1. 18 Syaiful Bahri Djamarah dan Asma Zain, Strategi Belajar Mengaja, (Jakarta: Rineka
Cipta, 2002), Cet. II 19 Theo Peeters, Autisme, (Jakarta: Dian Rakyat,2004), Cet.1.
20 Faisal Yatim, Op.Cit.
10
Dari beberapa literatur di atas, penulis mencoba mengkaji seputar
problematika dan pembelajaran Pendidikan Agama Islam serta anak autis.
F. Metodologi Penelitian
1. Pendekatan Penelitian
Penelitian ini adalah penelitian lapangan (field research) dengan
menggunakan pendekatan penelitian kualitatif. Sedangkan sifat dari
penelitian ini adalah deskriptif. Penelitian lapangan dengan pendekatan
kualitatif untuk menghasilkan data deskriptif. Sedangkan data deskriptif
dimaksud untuk membuat pencandraan (deskripsi) mengenai situasi-situasi
atau kejadian-kejadian.21
Adapun tujuan penelitian deskriptif adalah untuk membuat
pencandraan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta
dan sifat-sifat populasi atau daerah tertentu. Penelitian ini digunakan untuk
mengetahui problematika serta solusi yang ditawarkan guru dalam
pelaksanaan pembelajaran Pendidikan Agama Islam di Sekolah Putra
Mandiri Semarang. Sedangkan untuk memperkuat teori-teori yang
dibahas, maka penulis lengkapi dengan penelitian kepustakaan (library
research).
2. Fokus Penelitian
Berdasarkan judul penelitian di atas, maka yang menjadi fokus
penelitian adalah pelaksanaan dan problematika pembelajaran Pendidikan
Agama Islam di Sekolah Putra Mandiri Semarang. Adapun yang dikaji
adalah pelaksanaan dan problematika dalam pembelajaran Pendidikan
Agama Islam di Sekolah Putra Mandiri Semarang.
3. Sumber Data
Sumber data adalah tempat di mana data diperoleh, diambil dan
dikumpulkan. Sumber data dalam penelitian berbentuk kata-kata dan
21 Sumadi Suryabrata, Metodologi Penelitian, (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada,
2002), hlm. 18.
11
tindakan, selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen dan lain-
lain.22
Sumber data dalam penelitian ini berupa proses belajar dan
informan. Proses belajar mengajar dalam penelitian ini adalah proses
belajar mengajar yang dilakukan oleh para pendidik di Sekolah Putra
Mandiri Semarang. Sedangkan informan dalam penelitian ini adalah para
pendidik di Sekolah Putra Mandiri Semarang. Dari beberapa informan
diharapkan dapat terungkap kata-kata dan tindakan yang dijadikan sebagai
sumber utama.
4. Tehnik Pengumpulan Data
Dalam penulisan skripsi ini, pengumpulan data dilakukan
dengan mengguanakan metode:
1) Metode Observasi
Ciri khas metode kualitatif adalah tidak dapat dipisahkan
dari pengamatan. Observasi adalah mengadakan pengamatan dan
mendengarkan secara cermat tentang situasi di lapangan dengan
cara berperan serta dalam kegiatan sehari-hari subyek, pada setiap
situasi yang diinginkan peneliti.23
Dalam penelitian kualitatif, pengamatan dimanfaatkan
sebesar-besarnya, karena teknik ini dibesarkan atas pengulangan
secara langsung. Dalam observasi ini menggunakan teknik
observasi langsung. Observasi dilakukan dikelas pada saat proses
belajar mengajar untuk mengetahui secara langsung mengenai
problematika pembelajaran Pendidikan Agama Islam Islam di
Sekolah Putra Mandiri Semarang.
2) Metode Interview
Salah satu metode pengumpulan data ialah dengan jalan
wawancara, yaitu mendapatkan informasi dengan cara bertanya
22 Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung : PT. Remaja Rosdakarya, 2002), Cet.XVII, hlm. 112.
23 Sudarwan Danim, Menjadi Peneliti Kualitatif, (Bandung: Pustaka Setia, 2002), hlm. 123
12
langsung kepada responden.24 Interview atau wawancara adalah
metode pengumpulan data dengan jalan tanya jawab sepihak,
dikerjakan dengan sistematik dan berdasarkan pada tujuan
penelitian.25
Dalam penelitian ini, penulis mengadakan wawancara
untuk mengetahui problematika dan pelaksanaan pembelajaran
Pendidikan Agama Islam di Sekolah Putra Mandiri Semarang.
Wawancara ini dilakukan secara langsung dengan guru yang
mengajarkan Pendidikan Agama Islam.
3) Metode Dokumentasi
Dokumentasi merupakan metode yang digunakan dengan
mencari data melalui peningkatan tulisan, seperti arsip yang
berupa catatan-catatan, transkip, buku agenda dan lainnya yang
berhubungan dengan masalah penelitian.26 Metode ini digunakan
untuk mendapatkan data tentang gambaran umum Sekolah Putra
Mandiri Semarang. Data ini berupa AD/ART, visi misi, letak
geografis, struktur organisasi, keadaan guru, karyawan dan siswa
serta sarana dan prasarana Sekolah Putra Mandiri Semarang.
5. Analisis Data.
Analisis yang digunakan dalam penelitian ini yaitu dengan
menggunakan model miles dan huberman. Analisis data dalam penelitian
ini dilakukan pada saat pengumpulan data berlangsung dan setelah selesai
pengumpulan data dalam periode tertentu.27 Kegiatan dalam analisis data
kualitatif dilakukan secara interaktif dan berlangsung secara terus menerus
sampai tuntas, sehingga datanya sudah jenuh.
24 Masri Singarimbun dan Sofian Effendi, Metodologi Penelitian Survai, (Jakarta: LP3ES,
1989), hlm. 192. 25 Kuntjaraningrat, Metode-Metode Penelitian Masyarakat, (Jakarta : PT. Gramedia,
1993), hlm. 129. 26 S. Margono, Metodologi Penelitian, (Jakarta : Rineka Cipta, 2000), hlm. 165. 27 Sugiyono, Metodologi PenelitianPendidikan, (Bandung: Alfabet, 2006), hlm. 337
13
Analisis dilakukan untuk melihat secara seksama mengenai
problematika dan pelaksanaan pembelajaran Pendidikan Agama Islam di
Sekolah Putra Mandiri Semarang.
Adapun langkah-langkah dalam analisis data yaitu:
a. Data Reduction.
Data reduction adalah pencarian data yang diperoleh dari lapangan.
b. Data Display.
Data display adalah menyajian data setelah mencari data yang
diperoleh dari lapangan.
c. Data Conclucion.
Data conclucion adalah penarikan kesimpulan dan verifikasi.
Model interaktif dalam analisis data ditunjukkan pada gambar berikut;
14
Gambar. Komponen dalam analisis data.28
Berdasarkan gambar diatas, langkah awal yang dilakukan peneliti
adalah pencarian data. Setelah pencarian data, maka peneliti melakukan
antisipatory sebelum menyajikan data. Setelah menyajikan data kemudian
mengambil kesimpulan.
28 Ibid, hlm. 338
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Autisme
Istilah autisme baru diperkenalkan sejak tahun 1943 oleh Leo Kanner,
sekalipun kelainan ini sudah ada sejak barabad-abad yang lampau. Dr Leo Kanner
(seorang pakar spesialis penyakit jiwa) melaporkan bahwa ia telah mendiagnosa dan
mengobati pasien dengan sindroma autisme. Untuk menghormatinya autisme disebut
juga sindroma kanner.
1. Pengertian Autisme
Istilah autisme berasal dari bahasa Yunani yaitu autos yang berarti berdiri
sendiri. Sedangkan isme yang berarti aliran. Berarti autisme adalah suatu paham
yang tertarik hanya pada dunianya sendiri.
Faisal Yatim menegaskan dalam bukunya yang berjudul Autisme suatu
Gangguan Jiwa Pada Anak, autisme bukan suatu gejala penyakit tetapi berupa
sindroma (kumpulan gejala) dimana terjadi penyimpangan perkembangan sosial,
kemampuan berbahasa dan kepedulian terhadap sekitar, sehingga anak autisme
seperti hidup dalam dunianya sendiri. Autisme tidak termasuk golongan penyakit
tetapi suatu kumpulan gejala kelainan perilaku dan kemajuan perkembangan.
Menurut Theo Peeters, autisme merupakan suatu gangguan
perkembangan, gangguan pemahaman pervasif (kemauan) dan bukan bentuk
penyakit mental. Penyandang autisme memiliki gaya kognisi yang berbeda, pada
dasarnya berarti bahwa otak mereka memproses informasi dengan cara berbeda.
Mereka mendengar, melihat dan merasa tetapi otak mereka memperlakukan
informasi ini dengan cara yang berbeda.
Sedangkan berdasarkan Dikdasmen Depdiknas, autisme adalah suatu
gangguan perkembangan yang kompleks menyangkut komunikasi, interaksi
sosial dan aktivitas imajinasi. Gejala autisme mulai tampak sebelum anak berusia
tiga tahun. Bahkan pada autistik infantil (autisme berat) gejalanya sudah ada
sejak lahir.
Dari berbagai pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa autisme adalah
suatu sindroma (kumpulan gejala) gangguan perkembangan yang menyangkut
komunikasi dan sosial, kemampuan berbahasa, kepedulian terhadap sekitar,
pemahaman pervasif sehingga anak autisme seperti hidup dalam dunianya sendiri
dan bukan suatu bentuk penyakit mental. Sindroma gangguan perkembangan
yang dimiliki oleh anak autis berbeda-beda antara anak yang satu dengan yang
lainnya. Ada yang ringan dan ada juga yang berat. Adanya tingkat gangguan
perkembangan yang berbeda-beda tergantung pada umur, inteligensia, pengaruh
pengobatan dan beberapa kebiasaan pribadi lainnya.
2. Karakteristik Autisme
Sebagai sindrom, autisme dapat menimpa seluruh anak dari berbagai
tingkat sosial dan kultur. Hanya lebih sering terdapat pada anak lelaki, bisa
sampai 3-4 kali dibanding anak perempuan, mungkin ada hubungan genetik.
Sebagian besar penderita autisme biasanya mengalami gangguan berbahasa,
kejadian autisme di negara maju sekitar 5-15/10.000 penduduk.
Karakteristik anak autis seperti digambarkan oleh Harry Gottesfeld yaitu
From birth autistic children show no responsiveness to people. They fail to learn
speech and do not seem interested in communicating or relating to other people.
They sometimes learn words but use them for the sound contless time. Some
autistic children are mistaken for being mentally retarded, but they show good
motor development and there are other indicat in of normal intellectual capacities.
They often relate to inominate objects and seem to enjoy playing with them. They
also frequently enjoy motor activities and may engange in such repetitive toilet,
or banging their heads against the wall.
Sejak lahir anak autis tidak menunjukkan respon dan tidak menunjukkan
adnya komunikasi atau seperti menggunakan bahasa planet. Terkadang mereka
belajar kata untuk berkomunikasi tetapi hanya untuk mereka sendiri yang paham.
Mereka selalu mungulang-ulang kata atau bunyi. Beberapa anak autis seperti
reterdasi mental tetapi mereka menunjukkan perkembangan sensor motorik (fisik)
yang baik dan ada indikasi memiliki kecerdasan normal. Mereka selalu
berimajinasi dan menikmati permainan mereka. Mereka juga menikmati kegiatan
fisik seperti berguling-guling, berputar-putar dan mematikan keran air, pembilas
toilet atau membenturkan kepala ke dinding.
Pada dasarnya anak autis mempunyai masalah atau gangguan dalam
bidang:
a. Komunikasi
1) Perkembangan bahasa lambat atau sama sekali tidak ada.
2) Anak tampak seperti tuli, sulit berbicara, atau pernah berbicara tapi
kemudian sirna.
3) Kadang kata-kata yang digunakan tidak sesuai artinya.
4) Mengecoh tanpa arti berulang-ulang, dengan bahasa tidak dapat
dimengerti orang.
5) Berbicara tidak dipakai untuk alat berkomunikasi.
6) Senang meniru atau membeo (echolalia)
7) Bila senang meniru, dapat hafal betul kata-kata atau nyanyian tersebut
tanpa mengerti artinya.
8) Sebagian dari anak autis tidak berbicara (non verbal) atau sedikit
berbicara (kurang verbal) sampai usia dewasa.
9) Senang menarik-narik tangan orang lain untuk melakukan apa yang ia
inginkan, misalnya bila ingin meminta sesuatu.
b. Interaksi sosial
1) Penyandang autisme lebih suka menyendiri.
2) Tidak ada atau sedikit kontak mata atau menghindari untuk bertatapan
3) Tidak tertarik untuk bermain bersama teman.
4) Bila diajak bermain, ia tidak mau dan menjauh.
c. Gangguan sensoris
1) Saat sensitif terhadap sentuhan, seperti tidak suka dipeluk.
2) Bila mendengar suara keras langsung menutup telinga.
3) Senang mencium, menjilat mainan atau benda-benda.
4) Tidak sensitif terhadap rasa sakit dan rasa takut.
d. Pola bermain
1) tidak bermain seperti anak-anak pada umumnya.
2) Tidak suka bermain dengan anak sebayanya.
3) Tidak kreatif, tidak imajinatif.
4) Tidak bermain sesuai fungsi mainan, misalnya sepeda dibalik lalu
rodanya diputar-putar.
5) Senang akan benda-benda yang berputar, seperti kipas angin, roda sepeda.
6) Dapat sangat lekat dengan benda-benda tertentu yang dipegang terus dan
dibawa kemana-mana.
7) Dapat berperilaku berlebihan (hiperaktif) atau kekurangan (hipoaktif)
8) Memperlihatkan perilaku stimulasi diri seperti bergoyang-goyang,
mengepakkan tangan seperti burung, berputar-putar, mendekatkan mata
ke pesawat televisi, lari atau berjalan bolak balik, melakukan gerakan
yang diulang-ulang.
9) Tidak suka para perubahan.
10) Dapat pula duduk bengong dengan tatapan kosong.
e. Emosi
1) Sering marah-marah tanpa alasan yang jelas, tertawa-tawa, menangis
tanpa alasan.
2) Temper tantrum (mengamuk tidak terkendali) jika dilarang atau tidak
diberikan keinginannya kandang suka merusak dan menyerang.
3) Kadang-kadang berperilaku menyakiti dirinya sendiri.
4) Tidak mempunyai empati dan tidak mengerti perasaan orang lain.
Kadang-kadang anak autis dapat berkembang normal namun pada usia
tertentu terjadi gangguan perkembangan dan akhirnya mengalami
kemunduran. Kebanyakan inteligensia anak autis rendah. Namun, 20 % dari
anak autis masih mempunyai IQ > 70. kemampuan khusus, seperti membaca,
berhitung, menggambar, melihat penanggalan, atau mengingat jalanan yang
banyak liku-likunya kurang. Anak autis berarti anak yang kurang bisa bergaul
atau kurang bisa mengimbangi anak sebayanya. Tetapi tidak sampai seperti
anak Down Syandrome yang idiot, atau anak yang gerakan ototnya kaku, pada
anak dengan kelainan jaringan otak.
Perilaku autisme digolongkan menjadi dua jenis yaitu:
a. Perilaku Eksesif (berlebihan)
Perilaku eksesif ditandai hiperaktif dan tontrum (mengamuk) berupa
menjerit, mengepak, menggigit, mencakar, memukul dan sebagainya.
Terkadang dalam perilaku eksesif terjadi anak menyakiti diri sendiri (self
abuse).
b. Perilaku Defisit (berkekurangan)
Perilaku defisit ditandai dengan gangguan bicara, perilaku sosial
kurang sesuai (naik ke pangkuan ibu bukan untuk kasih sayang tetapi untuk
meraih kue), defisit sensoris sehingga dikira tuli, bermain tidak benar dan
emosi yang tidak tepat misalnya tertawa tanpa sebab, menangis tanpa sebab
dan melamun.
B. Pembelajaran Pendidikan Agama Islam pada Anak Autis
1. Pengertian Pembelajaran Pendidikan Agama Islam pada Anak Autis
Sebelum membahas lebih lanjut mengenai pengertian pembelajaran
pendidikan agama Islam pada anak autis, terlebih dahulu penulis kemukakan
mengenai pengertian belajar. Karena belajar dan pembelajaran memiliki
keterkaitan yang sangat erat.
Definisi tentang belajar berbeda-beda menurut teori belajar yang dianut
oleh para ahli. Menurut pendapat tradisional, belajar adalah menambah dan
mengumpulkan sejumlah pengetahuan. Dalam hal ini dipentingkan pendidikan
intelektual. Siswa diberikan bermacam-macam mata pelajaran untuk menambah
pengetahuan yang dimilikinya, terutama dengan jalan menghafal.
Pendapat yang lebih modern, menganggap belajar sebagai a change in
behavior atau perubahan kelakuan, seperti belajar apabila ia dapat melakukan
sesuatu yang tidak dapat dilakukannya sebelum ia belajar, atau bila kelakuanya
berubah sehingga lain caranya menghadapi suatu situasi dari pada sebelum itu.
Dalam arti yang luas, ini melingkupi pengamatan, pengenalan, pengertian,
perbuatan, ketrampilan, perasaan, minat, penghargaan dan sikap. Jadi belajar
tidak hanya mengenai pendidikan intelektual, tetapi mengenai seluruh pribadi
anak.
Bertolak dari pengertian belajar di atas, maka pengertian pembelajaran
menurut E. Mulyasa adalah proses interaksi antara peserta didik dengan
lingkungannya, sehingga terjadi perilaku ke arah yang lebih baik.
Sedangkan menurut Hamzah B. Uno yang dikutip dari pendapatnya
Dedeng, pembelajaran adalah upaya untuk membelajaran siswa. Secara implisit,
dalam pengajaran terdapat kegiatan memilih, menetapkan, mengembangkan
metode untuk mencapai hasil pengajaran yang diinginkan. Pemilihan, penetapan
dan pengembangan metode didasarkan pada kondisi pengajaran yang ada.
Pembelajaran yang dimaksud oleh Hamzah B. Uno hampir sama dengan
pendapatnya OP Dahama dan op Bhatnagar yaitu: Teaching is prosess of creating
situation the facilitate the learning process. Creating situation includes providing
activities, materials, and guidance needed by the learnes.
Pembelajaran adalah keadaan dari proses berkreasi. Situasi berkreasi
termasuk menghasilkan aktifitas, materi dan petunjuk yang dibutuhkan dalam
pembelajaran.
Dalam UU SISDIKNAS pasal 1 ayat 20, pembelajaran adalah proses
interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan
belajar.
Jadi pengertian pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan
pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar sehingga terjadi
perilaku ke arah yang lebih baik. Belajar mengacu pada hasil apa yang ingin
dicapai sedang pembelajaran adalah proses dari belajar.
Adapun pengertian Pendidikan Agama Islam yaitu:
Menurut Ahmad Syafi’i Pendidikan Agama Islam ialah Ikhtiar yang
dilakukan oleh si pendidik dan atau terdidik dalam rangka terbentuknya
kedewasaan jasmani dan atau rohani (kognitif, psikologis dan afektif) terdidik
sesuai dengan tuntutan ajaran Islam dalam rangka kebahagiaan hidup di duniawi
dan ukhrawi. Penyelenggaraan pendidikan dikatakan pendidikan agama Islam
paling tidak harus memenuhi dua kriteria yaitu materi dan tujuan serta personil
dan lembaga pengelolaannya harus Islami.
Sedangkan menurut Achmadi, Pendidikan Agama Islam ialah usaha yang
lebih khusus ditekankan untuk mengembangkan fitrah keberagaman subjek didik
agar lebih mampu memahami, menghayati dan mengamalkan ajaran-ajaran Islam.
Implikasi dari pengertian ini, Pendidikan Agama Islam merupakan komponen
yang tidak terpisahkan dari sistem pendidikan Islam. Pendidikan agama Islam
berfungsi sebagai jalur pengintegrasian wawasan Islam dengan bidang-bidang
studi (pendidikan) yang lain.
Di dalam GBPP PAI, dijelaskan Pendidikan Agama Islam adalah usaha
sadar untuk menyiapkan siswa dalam meyakini, memahami, menghayati dan
mengamalkan agama Islam melalui kegiatan bimbingan, pengajaran dan atau
latihan dengan memperhatikan tuntunan untuk menghormati agama lain dalam
hubungan kerukunan antar umat beragama dalam masyarakat untuk mewujudkan
persatuan nasional.
Jadi pengertian Pendidikan Agama Islam adalah usaha sadar yang
dilakukan pendidik untuk mengembangkan fitrah keberagaman siswa agar
mampu memahami, menghayati dan mengamalkan ajaran-ajaran Islam melalui
kegiatan bimbingan, pengajaran dan atau latihan untuk kebahagiaan dunia dan
akhirat dengan memperhatikan tuntunan untuk menghormati agama lain dalam
hubungan kerukunan antar umat beragama dalam masyarakat untuk mewujudkan
persatuan nasional.
Dari berbagai uraian di atas dapat diambil pengertian pembelajaran
Pendidikan Agama Islam pada anak autis adalah proses interaksi anak autis
dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar untuk
mengembangkan fitrah keberagaman anak autis agar mampu memahami,
menghayati dan mengamalkan ajaran-ajaran Islam melalui kegiatan bimbingan,
pengajaran dan atau latihan untuk kebahagiaan dunia dan akhirat dengan
memperhatikan tuntunan untuk menghormati agama lain dalam hubungan
kerukunan antar umat beragama dalam masyarakat untuk mewujudkan persatuan
nasional.
2. Dasar Pembelajaran Pendidikan Agama Islam pada Anak Autis
Dasar pembelajaran pendidikan adalah pandangan yang mendasari seluruh
aktivitas pendidikan baik dalam rangka penyusunan teori, perencanaan maupun
pelaksanaan pendidikan. Karena pembelajaran pendidikan merupakan bagian
penting dari kehidupan dan secara kodrati, manusia adalah makhluk pedagogik
maka dasar pendidikan yang dimaksud tidak lain ialah nilai-nilai tertinggi yang
dijadikan pandangan hidup suatu masyarakat atau bangsa dimana pendidikan itu
berlaku. Sedangkan yang dimaksud dengan pandangan hidup yang mendasari
seluruh kegiatan pembelajaran Pendidikan Agama Islam autis ialah pandangan
hidup islami atau pandangan hidup muslim yang pada hakekatnya merupakan
nilai luhur yang bersifat transenden, universal dan eternal.
Menurut Ahmad Syar’i, dasar pendidikan Islam bersifat mutlak, final dan
permanen yaitu al-Qur'an dan al-Hadits dengan berbagai fungsinya antara lain,
sebagai rujukan final, fundamen, sumber kekuatan dan keteguhan, landasan kerja,
sumber peraturan dan atau sumber kebenaran penyelenggaraan pendidikan Islam.
Searah dengan dasar Pendidikan Agama Islam maka Achmadi
menyebutkan bahwa dasar Pendidikan Agama Islam adalah sumber-sumber nilai
dalam Islam yaitu al-Qur'an dan sunnah rasul yang shahih. Karena banyaknya
nilai yang terdapat dalam sumber tersebut, maka nilai yang dipilih dan diangkat
beberapa diantara yang dipandang fundamental dan dapat meragukan berbagai
nilai yang lain yaitu tauhid, kemanusiaan, kesatuan umat manusia, keseimbangan
dan rahmatan lil alamin.
Sedangkan dasar pelaksanaan pembelajaran Pendidikan Agama Islam
pada anak autis di Indonesia mempunyai dasar yang cukup kuat, baik landasan
ideal maupun konstitusional. Hal ini dapat ditinjau dari tiga segi dasar yuridis
atau hukum, dasar religius dan dasar sosial psikologis.
Ketiga dasar tersebut dapat diuraikan sebagai berikut:
a. Dasar Yuridis Dasar Hukum
Yaitu dasar-dasar pelaksanaan Pendidikan Agama Islam autisme yang
berasal dari peraturan perundang-undangan di Indonesia yang secara langsung
dapat dijadikan pegangan dalam pelaksanaan pembelajaran Pendidikan
Agama Islam autis. Dasar yuridis meliputi:
1) Dasar Ideal yaitu Pancasila
Dasar ideal pembelajaran Pendidikan Agama Islam pada anak autis
tertuang dalam pancasila pada:
a) Sila pertama butir pertama yang berbunyi, “percaya dan taat kepada
Tuhan Yang Maha Esa sesuai dengan agama dan kepercayaannya
masing-masing menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab.
b) Sila kedua butir kedua yang berbunyi, ”mengakui persamaan derajat,
persamaan hak dan kewajiban asasi setiap manusia, tanpa membeda-
bedakan suku, keturunan, agama, kepercayaan, jenis kelamin,
kedudukan sosial, warna kulit dan sebagainya.”
Maka untuk merealisasikan diperlukan pemahaman agama yaitu
melalui pembelajaran Pendidikan Agama Islam pada anak autis.
2) Dasar Konstitusional
Dasar konstitusional pembelajaran Pendidikan Agama Islam autis
tertuang dalam :
a) Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 31 ayat 1 berbunyi: “Tiap-tiap
warga negara berhak mendapat pengajaran”
b) Undang-Undang
Pasal 5 ayat 2 berbunyi: “Warga negara yang memiliki kelainan
fisik, emosional, mental, intelektual dan sosial berhak memperoleh
pendidikan khusus..
Pasal 29 ayat 3 berbunyi: “Pendidikan keagamaan dapat
diselenggarakan pada jalur pendidikan formal dan informal”.
3) Dasar Operasional
Dasar operasional pembelajaran Pendidikan Agama Islam tertuang
dalam Tap MPR tentang Garis-Garis Besar Haluan Negara yang
dijabarkan dalam UU No 2 tahun 1989 tentang sistem pendidikan
nasional. Undang-undang ini dijabarkan lagi melalui peraturan-peraturan
pemerintah yaitu : PP No. 27 tahun 1990 tentang pendidikan pra sekolah,
PP No. 28 tahun 1990 tentang pendidikan dasar, PP No. 29 tahun 1990
tentang pendidikan menengah dan PP No. 30 tahun 1990 tentang
pendidikan tinggi. Sedangkan pada sekolah-sekolah umum di bawah
departemen pendidikan nasional diatur melalui surat-surat keputusan
Mendikbud yaitu SK Mendikbud No. 060/U/1993 tertanggal 25 Januari
1993 tentang Kurikulum Pendidikan Dasar, SK Mendikbud No.
061/U/1993 tertanggal yang sama tentang Kurikulum Sekolah Menengah
Umum dan SK Mendikbud No. 080/U/1993 tertanggal 27 Januari 1993
tentang Kurikulum Sekolah Kejuruan. Pada lembaga-lembaga lain yang
mengelola pendidikan menyesuaikan dengan aturan-aturan tersebut.
b. Dasar Religius
Dasar religius pembelajaran Pendidikan Agama Islam pada anak autis
yaitu al-Qur'an dan hadits.
1) Dasar al-Qur'an yaitu :
1) QS. Al-Abasa ayat 1-4:
وما يدريك لعله يزكى ) 2(أن جاءه الأعمى ) 1(عبس وتولى )4 (أو يذكر فتنفعه الذكرى) 3(
“Dia (Muhammad) bermuka musam dan berpaling. Karena telah datang buta kepadanya. Tahukah kamu barangkali ia ingin membersihkan dirinya (dari dosa). Atau dia (ingin) mendapatkan pengajaran, lalu pengajaran itu memberi manfaat kepadanya?”
2) QS. Az-Zaryat ayat 56
وما خلقت الجن والإنس إلا ليعبدون“Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku”.
2) Dasar hadits yaitu:
HR Bukhari
الفطرة ولد على يlang1025ےے ÿÿÿÿÿÿ ÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿs4ÿÿÿÿng1025áæÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿrtlchكل مو فأبواه يهودانه اوينصرانه اوميجسانه
“Tiap anak yang dilahirkan dalam keadaan suci maka orang tualah yang menjadikan Yahudi, Nasrani atau Majusi”. (HR. Bukhari)
HR Tirmidhi dan Jami’ash Shohih
بلغوا عنى ولو اية
“Sampaikanlah olehmu mengenai dari hal agama meskipun hanya satu ayat”.
c. Dasar Sosial Psikologis
Yaitu dasar kejiwaan dan sosial manusia dalam membutuhkan
pembelajaran Pendidikan Agama Islam pada anak autis. Manusia dalam
hidupnya di dunia senantiasa membutuhkan ajaran agama untuk pedoman
hidup sehingga agama merupakan standarisasi nilai-nilai sosial di masyarakat
dan fungsi memberikan inspirasi perkembangan sosial kemasyarakatan untuk
melestarikan ajaran agama Islam, maka sangat diperlukan penyelenggaraan
pembelajaran pendidikan agama islam baik untuk anak normal maupun untuk
anak yang memiliki keterbalakangan mental seperti anak autis.
Secara psikologis, agama sangat urgen diperlukan untuk memberikan
bimbingan, arahan dan pengajaran bagi setiap muslim agar dapat beribadah
dan bermuamalah dengan ajaran Islam.
3. Tujuan Pembelajaran Pendidikan Agama Islam pada Anak Autis
Pada dasarnya, prinsip tujuan Pendidikan Agama Islam menurut
Ahmad Syar’i yang dikutip dari al-Syaibani yaitu menyeluruh, keseimbangan,
kejelasan, tidak ada pertentangan, realistis dan dapat dilaksanakan. Perubahan
pada arah yang dapat dikehendaki, menjaga perbedaan-perbedaan
perseorangan dan dinamis serta menerima perubahan. Di samping sebagai
standar dalam mengukur dan mengevaluasi tingkat pedoman dan arah proses
pendidikan Islam itu sendiri.
Tujuan pembelajaran Pendidikan Agama Islam pada anak autis yaitu:
a. Tujuan instruksional
Tujuan ini bersifat mutlak, tidak mengalami dan berlaku umum,
karena sesuai dengan konsep Ilahi yang mengandung kebenaran mutlak dan
universal.
1) Menurut Achmadi, tujuan instruksional meliputi:
1) Menjadikan hamba Allah yang paling taqwa.
2) Mengantarkan subyek didik menjadi khalifatullah fil ard (wakil
Tuhan di bumi) yang mampu memakmurkannya (membudayakan
alam sekitar) dan lebih lagi mewujudkan rahmat bagi alam sekitarnya,
sesuai dengan tujuan penciptaannya.
3) Untuk memperoleh kesejahteraan, kebahagiaan hidup di dunia sampai
di akhirat, baik individu maupun masyarakat.
2) Menurut Hasan Langgulung, tujuan instruksional meliputi:
Tujuan yang bersifat mutlak, artinya tidak akan mengalami
perubahan baik dalam dimensi ruang atau waktu yang berbeda-beda.
Karena tujuan ini mengandung kebenaran yang mutlak dan universal yang
sudah jelas sebagaimana ditegaskan sendiri oleh Allah sebagaimana yang
termaktub dalam al-Qur'an surat adz-Dzariyat ayat 56, makna berbakti
atau menyembah kepada Allah pengertiannya sangat luas.
b. Tujuan Umum
Berbeda dengan tujuan tertinggi yang lebih menekankan pendekatan
filosofis, tujuan umum lebih menekankan pendekatan empirik, artinya tujuan
yang diharapkan dapat dicapai ketika proses pendidikan diterapkan. Tujuan
umum berfungsi sebagai arah yang taraf pencapaiannya dapat diukur karena
menyangkut perubahan sikap, perilaku dan kepribadian siswa. Dikatakan
umum karena berlaku bagi siapa saja tanpa dibatasi ruang dan waktu, dan
juga menyangkut diri subyek didik secara total.
Tujuan ini diharapkan siswa dapat mengalami perubahan pada sikap,
perilaku dan kepribadian berdasarkan ajaran agama Islam yang dalam proses
pembelajaranya disesuaikan berdasarkan tingkat perkembangan siswa.
c. Tujuan Khusus
Tujuan khusus adalah perubahan-perubahan yang diingini yang
merupakan bagian yang termasuk di bawah tiap tujuan umum pendidikan.
Tujuan ini merupakan gabungan pengetahuan, ketrampilan, pola laku, nilai-
nilai dan kebiasaan yang terkandung dalam tujuan tertinggi dan tujuan umum.
Pengkhususan tujuan tersebut dapat didasarkan pada:
1) Kultur dan cita-cita saat bangsa dimana pendidikan itu diselenggarakan.
2) Minat, bakat dan kesanggupan subjek didik.
3) Tuntutan situasi, kondisi dan kurun waktu tertentu.
Sehingga pada tujuan khusus ini bersifat relatif, sehingga
memungkinkan diadakan perubahan dan penyesuaian baik yang berkaitan
dengan tuntutan dan kebutuhan maupun berkaitan dengan kepentingan
penyelenggaraan pendidikan secara umum berdasarkan pada ketiga
pengkhususan tujuan di atas dan juga disesuaikan berdasarkan tingkat
perkembangan siswa berdasarkan tingkat perkembangan siswa.
4. Kurikulum Pembelajaran Pendidikan Agama Islam pada Anak Autis
Kegiatan utama pendidikan yaitu dalam rangka melaksanakan kurikulum
yang telah ditetapkan, sehingga kurikulum merupakan bagian terpenting dari
pendidikan. Di samping itu kurikulum juga berfungsi untuk menjabarkan
idealisme, cita-cita pendidikan, ke dalam langkah-langkah nyata yang akan
menjadi pedoman untuk melaksanakan proses pendidikan dan pengajaran.
Kurikulum memiliki kedudukan yang sangat strategis karena menghubungkan
idealisme pendidikan di satu sisi dan praktek pendidikan di sisi lain.
Kurikulum berfungsi sebagai alat, bukan sebagai tujuan. Kurikulum
berfungsi untuk mencapai tujuan pendidikan, yaitu terciptanya perubahan perilaku
peserta didik yang diharapkan oleh suatu lembaga pendidikan. Karena sebagai
alat, maka kurikulum harus mampu memberikan gambaran yang lebih nyata
tentang lulusan yang ingin dihasilkan oleh lembaga tersebut. Kurikulum harus
memberikan pedoman tentang apa yang harus dihasilkan dalam rangka mencapai
harapan tersebut. Sehingga kurikulum memiliki peran yang sangat besar dalam
menentukan corak perubahan yang menjadi tujuan utama pendidikan. Kurikulum
harus konsisten dengan tujuan utama pendidikan dan harus dinamis menyesuaikan
dengan perkembangan dan kebutuhan masyarakat agar corak perubahan perilaku
yang diharapkan dan dihasilkan dalam proses pendidikan tidak menyimpang dari
idealisme dan sesuai dengan perkembangan dan kebutuhan masyarakat.
Kurikulum Pendidikan Agama Islam adalah bahan-bahan Pendidikan
Agama Islam berupa kegiatan, pengetahuan dan pengalaman yang dengan sengaja
dan sistematis diberikan kepada anak didik dalam rangka mencapai tujuan
pendidikan agama Islam. Sedangkan tujuan pendidikan agama Islam yang
tertuang dalam GBPP PAI yaitu meningkatkan keimanan, pemahaman,
penghayatan dan pengalaman peserta didik tentang agama Islam, sehingga
menjadi manusia muslim yang beriman dan bertaqwa kepada Allah SWT serta
berakhlak mulia dengan kehidupan pribadi, bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara.
Dalam hal ini, kurikulum pembelajaran Pendidikan Agama Islam pada
anak autis dapat dipilih, dimodifikasi dan dikembangkan oleh guru autis atau
pelatih atau terapis atau pembimbing dengan bertitik tolak pada kebutuhan
masing-masing anak autis berdasarkan hasil identifikasi. Karena anak autis
memiliki kemampuan yang berbeda serta proses perkembangan dan tingkat
pencapaian program juga tidak sama antara satu dengan yang lainnya. Pemilihan
dan modifikasi kurikulum juga disesuaikan dengan tingkat perkembangan
kemampuan anak dan ketidakmampuannya, usia anak serta memperhatikan
sumber daya/lingkungan yang ada.
Pelayanan pembelajaran Pendidikan Agama Islam bagi anak autis yang
dimulai sejak dini (intervensi dini) dalam mengembangkan kurikulum mengacu
pada:
1. Program Pengembangan Kelompok Bermain (Usia 2-3 tahun)
2. Program Taman Kanak-kanak (Usia 4-5 tahun)
3. Kurikulum Sekolah Dasar
4. Kurikulum SLB Tuna Rungu
5. Kurikulum SLB Tuna Grahita
Penyusunan program layanan Pendidikan Agama Islam dan
pengajaran diambil dari kurikulum tersebut, dengan mempertimbangkan
kemampuan dan ketidakmampuan (kebutuhan) anak dengan modifikasi.
Mengenai materi yang diajarkan dalam pembelajaran Pendidikan
Agama Islam bagi anak autis meliputi sub bidang studi yaitu akidah
akhlak, fiqih, al-qur’an hadis, sejara islam dan bahasa arab.
5. Pendekatan Pembelajaran Pendidikan Agama Islam pada Anak Autis
Untuk menciptakan pembelajaran aktif, kreatif dan menyenangkan,
seorang guru autis dituntut untuk memiliki kemampuan mengembangkan
pendekatan. Pendekatan (approach) merupakan pandangan falsafi terhadap
subject matter yang harus diajarkan, yang urutan selanjutnya melahirkan metode
mengajar, dalam pelaksanaannya dijabarkan dalam teknik penyajian bahan
pelajaran.
Pendekatan sangat penting untuk menciptakan iklim pembelajaran yang
kondusif dan menyenangkan, sehingga guru autis harus pandai menggunakan
pendekatan secara arif dan bijaksana, bukan sembarangan yang bisa merugikan
siswa. Beberapa pendekatan yang dapat digunakan dalam pembelajaran
pendidikan Agama Islam pada anak autis yaitu:
a. Pendekatan Pembiasaan
Pembiasaan adalah suatu tingkah laku tertentu yang sifatnya otomatis
tanpa direncanakan terlebih dahulu dan berlaku begitu tanpa dipikirkan lagi.
Dengan pembiasaan siswa terbiasa mengamalkan agamanya baik secara
individu di tengah kehidupan masyarakat.
b. Pendekatan Integralistik
Dalam kamus Bahasa Inggris integralistik berarti menggabungkan atau
menyatukan. Pendekatan ini dilakukan dengan menggabungkan atau
menyatukan antara meteri yang satu dengan materi yang lainnya. Sehingga
dalam proses belajar mengajar guru dituntut memiliki kemampuan dan
pemahaman yang lebih terhadap berbagai disiplin ilmu.
c. Pendekatan Emosional
Pendekatan emosional adalah usaha untuk menggugah perasaan dan
emosi siswa dalam meyakini, memahami dan menghayati ajaran agamanya.
Melalui pendekatan emosional, guru selalu berusaha untuk mendekati siswa
memberikan simpati dan empati dalam melaksanakan ajaran-ajaran agama
yang sesuai dengan tuntutan al-Qur’an. Dengan sentuhan rohani diyakini
sangat besar kontribusinya dalam memicu dan memacu semangat siswa dalam
beribadah dan menuntut ilmu setiap orang yang disentuh perasaannya, secara
otomatis emosinya juga akan tersentuh.
d. Pendekatan Pengalaman (Experience approach)
Pendekatan pengalaman yaitu pemberian pengalaman keagamaan
kepada siswa dalam rangka penanaman nilai-nilai keagamaan. Siswa diberi
kesempatan untuk mendapatkan pengalaman keagamaan baik secara individu
maupun kelompok.
Dengan pengalaman maka akan disadari akan pentingnya pengalaman
itu bagi perkembangan jiwa siswa. Belajar dari pengalaman lebih baik
dibandingkan dengan sekedar bicara.
e. Pendekatan Keteladanan
Pendekatan keteladanan adalah memperlihatkan keteladanan baik yang
berlangsung melalui penciptaan kondisi pergaulan yang akrab antara personal
sekolah, perilaku pendidikan dan tenaga pendidikan lain yang mencerminkan
akhlak yang terpuji maupun yang tidak langsung melalui suguhan ilustrasi
berupa kisah-kisah keteladanan.
Guru adalah figur terbaik dalam pandangan siswa yang akan
dijadikannya sebagai teladan dalam mengidentifikasikan diri dalam segala
aspek kehidupannya. Sehingga keteladanan guru terhadap siswa merupakan
kunci keberhasilannya dalam mempersiapkan dan membentuk moral spiritual
dan sosial siswa.
6. Metode Pembelajaran Pendidikan Agama Islam pada Anak Autis
Perkembangan mental peserta didik di sekolah antara lain meliputi
kemampuan untuk bekerja secara abstraksi menuju konseptual. Implikasinya pada
pembelajaran pendidikan agama islam pada anak autis harus memberikan
pengalaman yang bervariasi dengan metode yang efektif dan bervariasi.
Pembelajaran harus memperhatikan minat dan kemampuan peserta didik.
Penggunaan metode yang tepat akan menentukan efektivitas dan efisiensi
pembelajaran. Penggunaan metode yang bervariasi akan sangat membantu siswa
dalam mencapai tujuan pembelajaran. Sehingga metode pembelajaran pendidikan
agama islam pada anak autis harus dipilih dan dikembangkan untuk meningkatkan
aktivitas dan kreativitas siswa. Berikut dikemukakan beberapa metode
pembelajaran yang dapat dipilih oleh guru.
a. Metode Drill
Drill atau disebut latihan dimaksudkan untuk memperoleh ketangkasan
atau keterampilan terhadap apa yang dipelajari, karena hanya dengan
melakukannya secara praktis suatu pengetahuan dapat disempurnakan dan
disiap-siagakan. Dengan metode drill maka akan terjadi perubahan tingkah
laku. Perubahan tingkah laku tersebut akan menjadi baik dan buruk tergantung
proses pembelajaran yang telah dilakukan oleh guru.
b. Metode Karyawisata
Metode karyawisata adalah metode pengajaran yang dilakukan
dengan mengajak para siswa ke luar kelas untuk mengunjungi suatu peristiwa
atau tempat yang ada kaitannya dengan pokok pembahasan. Metode ini akan
memberikan pengetahuan yang luas terhadap pokok masalah atau pembahasan
dengan melihat atau menunjukkan benda atau lokasi yang sebenarnya. Selain
itu metode ini dapat melatih siswa bersikap lebih terbuka, objektif dan
memiliki pandanga yang luas terhadap dunia. Metode ini baik untuk
mengembangkan sosialisasi siswa terhadap lingkungan sekitar.
c. Metode Ganjaran dan Hukuman
Metode ganjaran dan hukuman adalah metode yang digunakan al-
Qur’an guna memberikan ancaman hukuman atau sanksi terhadap mereka
yang melakukan perbuatan jahat/kesalahan. Metode ini menghendaki guru
autis memberi hukuman atau sanksi siswa apabila siswa berbuat tidak baik
dan guru autis memberikan ganjaran atau hadiah apabila siswa berbuat baik
sebagai wujud kepedulian guru terhadap siswa. Namun pemberian ganjaran
dan hukuman harus disesuaikan dengan kualifikasi perilaku anak didik, baik
tingkat kebaikan atau prestasi yang mereka capai maupun kesalahan yang
mereka perbuat.
d. Metode Demonstrasi
Metode demonstrasi ialah suatu metode yang digunakan untuk
memperlihatkan sesuatu proses atau cara kerja suatu benda yang berkenaan
dengan bahan pelajaran. Metode ini menghendaki guru lebih aktif. Gurulah
yang memperlihatkan suatu proses, peristiwa, atau cara kerja suatu benda
kepada peserta didik. Demonstrasi dapat dilakukan dengan berbagai cara, dari
yang sekedar memberikan pengetahuan yang sudah diterima begitu saja oleh
peserta didik, sampai pada cara agar peserta didik dapat memecahkan suatu
masalah.
Dari beberapa metode diatas metode drill dinilai sangat efektif untuk
pembelajaran Pendidikan Agama Islam pada anak autis jika penerapannya pada
siswa yang berusia kecil (autis infantil). Karena anak kecil memiliki “rekaman”
ingatan yang kuat dan kondisi kepribadian yang belum matang, sehingga mereka
mudah terlarut dengan kebiasaan-kebiasaan yang mereka lakukan sehari-hari.
Oleh karena itu, sebagai awal dalam proses pembelajaran pendidikan agama islam
pada anak autis, metode pembiasaan merupakan cara yang sangat efektif dalam
menanamkan nilai-nilai moral ke dalam jiwa siswa. Karena pembelajaran
Pendidikan Agama Islam bagi anak autis terlebih dahulu diutamakan syariat dari
pada akidah. Ini sesuai dengan firman Allah surat Al-Hujurot: 14
ان في قلوبكمل الإميخدا يلما ونلمقولوا أس لكنوا ومنؤت ا قل لمنآم ابرقالت الأع
كم شيئا إن الله غفور رحيموإن تطيعوا الله ورسوله لا يلتكم من أعمال
"Orang-orang Arab Badui itu berkata: "Kami telah beriman". Katakanlah: "Kamu belum beriman, tapi katakanlah 'kami telah tunduk', karena iman itu belum masuk ke dalam hatimu; dan jika kamu ta'at kepada Allah dan Rasul-Nya, Dia tidak akan mengurangi sedikitpun pahala amalanmu; sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." (QS. Al-Hujurot: 14)
7. Media Pembelajaran Pendidikan Agama Islam pada Anak Autis
Media pendidikan merupakan suatu alat atau perantara yang berguna untuk
memudahkan proses belajar mengajar, dalam rangka mengefektifkan komunikasi
antara guru dan siswa. Media pembelajaran pendidikan Pendidikan Agama Islam
pada anak autis sangat membantu guru dalam mengajar dan memudahkan siswa
menerima dan memahami pelajaran. Proses ini membutuhkan guru yang
profesional dan kreatif yang mampu menyelaraskan antara media pembelajaran
pendidikan agama islam pada anak autis dan metode pendidikan agama islam
pada anak autis.
Media pembelajaran pendidikan agama islam pada anak autis tidak
terbatas pada alat-alat audiovisual yang dapat dilihat didengar melainkan siswa
dapat melakukannya sendiri. Secara menyeluruh, pola media pembelajaran
pendidikan agama islam pada anak autis terdiri dari:
a. Bahan-bahan atau membaca (suplementari materialis)
Misalnya, buku, komik, koran, majalah, buletin, folder, periodical,
pamflet, dan lain-lain.
b. Alat-alat audio visual, alat-alat yang tergolong ini seperti:
1. Media pendidikan tanpa proyeksi misalnya papan tulis, papan temple,
papan planel, bagan diagram, grafik, karton, komik, gambar.
2. Media pendidikan ada tiga dimensi, misalnya pada benda asli dan
benda tiruan contoh, diorama, boneka dan lain-lain.
3. Media yang menggunakan teknik atau masinal
Alat-alat yang tergolong dalam kategori ini meliputi film strip,
film, radio, televisi, laboratorium elektro perkakas atau instruktif, ruang
kelas otomotif, sistem interkomunikasi dan komputer.
c. Sumber-sumber masyarakat.
Berupa obyek-obyek peninggalan sejarah, dokumentasi bahan-
bahan masalah-masalah dan sebagainya.
d. Kumpulan benda-benda
Berupa benda-benda yang dibawa dari masyarakat ke sekolah untuk
dipelajari, misalnya potongan kaca, benih, bibit, bahan kimia, darah dan
lain-lain.
e. Contoh-contoh kelakuan yang dicontohkan oleh guru
Meliputi semua contoh kelakuan yang dipertunjukkan oleh guru
waktu mengajar, misalnya dengan tangan, kaki, gerakan badan, mimik dan
lain-lain.
C. Kreativitas Guru Autis
1.Pengertian Kreativitas Guru Autis
a. Kreativitas
Secara harfiah kreativitas berasal dari bahasa Inggris yaitu Creativity,
yang artinya daya cipta. Sedangkan dalam bahasa Arab, kata kreativitas atau
menciptakan biasanya menggunakan kata خلق (menjadikan, membuat,
menciptakan) ابدع(menciptakan sesuatu yang belum pernah ada), انشاء
(mengadakan, menciptakan, menjadikan) اجدث (mengadakan, menciptakan,
membuat yang baru), جعل (membuat, menciptakan, menjadikan), صير
(menjadikan) صنع (membuat).
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia kreativitas diartikan sebagai
kemampuan untuk mencipta, daya cipta, perihal berkreasi. Sedangkan Kamus
Inggris Arab kreativitas berarti:
قادر على االبتكار
“Kemampuan untuk mencipta".
Dari pengertian etimologi di atas dapat disimpulkan bahwa
kreativitas adalah kemampuan seseorang untuk menciptakan sesuatu yang
baru dan belum pernah ada.
Sedangkan dari segi terminologi kreativitas mempunyai arti yang
sangat luas dan bermacam-macam. Sebagaimana dirumuskan oleh:
Reni Akbar-Hawadi dkk., merumuskan kreativitas adalah kemampuan
seseorang melahirkan sesuatu yang baru, baik berupa gagasan maupun karya
nyata, baik dalam bentuk ciri-ciri aptitude maupun non aptitude, baik dalam
karya baru maupun kombinasi dengan hal-hal yang sudah ada, yang
semuanya itu relatif berbeda dengan apa yang telah ada sebelumnya.
Conny Semiawan dkk., merumuskan kreativitas adalah kemampuan
untuk memberikan gagasan-gagasan baru dan menerapkannya dalam
pemecahan masalah.
Sedangkan Nining D. Soekarno mengemukakan kreativitas
merupakan proses berfikir dan bertindak kreatif dengan menghasilkan sesuatu
yang setidaknya baru, bernilai, dan bermakna baik bagi diri sendiri maupun
orang lain. Ciri hakiki kreativitas terletak pada kreativitas terpuji yaitu suatu
kemampuan manusia menciptakan yang terbaik sesuai dengan keadaan, minat
dan kemampuan dirinya sehingga mampu menampilkan kreativitas terpuji
yang menyejukkan, menyenangkan, menumbuhkan rasa adil dan damai
diantara sesama manusia yang sampai pada maknanya paling tinggi yaitu
bernilai indah.
Jadi yang dimaksud dengan kreativitas adalah kemampuan seseorang
untuk menghasilkan sesuatu yang setidaknya baru, bernilai dan bermakna
baik berupa gagasan maupun karya nyata, baik dalam bentuk ciri-ciri aptitude
maupun non aptitude dan menerapkannya dalam pemecahan masalah.
b. Guru
Guru adalah pendidik secara etimologi dalam bahasa arab identik
dengan mualim (معلم) dari kata allama (علم) atau mudarris (مدرس) dari kata
darrasa (درس) yang berarti mengajar, juga kata mu’addib (مؤدب) dari kata
addaba (ادب) berarti mengajar dan murabbi (مربى) dari kata raab (رب) berarti
mengasuh atau mendidik.
Sedangkan secara terminologi pengertian guru menurut Syafruddin
Nurdin dan Basyiruddin Usman adalah seseorang yang bukan hanya pemberi
ilmu pengetahuan kepada murid-muridnya, akan tetapi dia seorang tenaga
profesional yang dapat menjadikan murid-muridnya mampu merencanakan,
menganalisis, dan menyimpulkan masalah yang dihadapinya. Seorang guru
hendaknya bercita-cita tinggi, berpendidikan luas, berkepribadian kuat dan
tegar serta berprikemanusiaan yang mendalam.
Menurut Nining D Soekarno mengutip dari pendapatnya Engkosworo
dalam bukunya yang berjudul Menuju Indonesia Modern, mengemukakan
pengertian guru adalah seorang tenaga pendidik yang bekerja menyampaikan
ilmu pengetahuan (kognitif), mengembangkan sikap kepribadian (afektif)
serta memberikan bekal ketrampilan (psikomotorik) kepada peserta didik,
dalam ruang lingkup organisasi pendidikan di tingkat sekolah. Guru sebagai
ujung tombak kegiatan belajar mengajar (KBM) di kelas atau sebagai orang
yang mengemban dan mengembangkan berbagai bentuk pemikiran yang
terkandung dalam kurikulum pendidikan serta berbagai aturan atau pedoman
yang berkaitan dengan KBM di sekolah. Dengan demikian diperlukan
komprehensivitas diri dari para guru antara lain, pemikiran, kemampuan,
disiplin dan motivasi kerja serta kreativitas kerja yang diperlukan agar
mencapai hasil yang maksimal menuju tercapainya tujuan pendidikan.
Beberapa pendapat di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa guru
adalah seorang tenaga pendidik profesional yang bekerja menyampaikan ilmu
pengetahuan (kognitif), mengembangkan sikap kepribadian (afektif)
memberikan bekal ketrampilan (psikomotorik) serta dapat menjadikan peserta
didik mampu merencanakan, menganalisis dan menyimpulkan masalah yang
dihadapi peserta didik, dalam ruang lingkup organisasi di tingkat sekolah.
Dari kedua uraian di atas dapat diambil kesimpulan yang dimaksud
dengan kreativitas guru autisme adalah kemampuan seorang tenaga pendidik
profesional yang bekerja menyampaikan hal yang bersifat kognitif, afektif
dan psikomotorik serta dapat menjadikan siswa mampu merencanakan,
menganalisis dan menyimpulkan masalah yang dihadapi siswa untuk
menghasilkan sesuatu yang setidaknya baru, bernilai dan bermakna pada anak
autis.
2. Ciri-ciri Guru Kreatif Autis
Demi tercapainya tujuan pendidikan nasional seperti yang tertuang dalam
UU No 2 tahun 2003 maka diperlukan komprehensivitas diri dari para guru
antara lain pemikiran, kemampuan, disiplin dan motivasi kerja serta kreativitas.
Dari keberhasilan seorang guru autis dalam mengajar ditentukan oleh beberapa
faktor baik faktor internal maupun eksternal. Faktor internal terdiri atas motivasi,
kepercayaan diri dan kreativitas guru itu sendiri. Sedangkan faktor eksternal lebih
ditentukan kepada sarana serta iklim sekolah yang bersangkutan.
Kreativitas merupakan kemampuan untuk mencipta (daya cipta) dan
berkreasi. Implementasi dari kreativitas seseorang pun tidaklah sama, tergantung
kepada sejauh mana orang tersebut mau dan mampu mewujudkan daya ciptanya
menjadi sebuah kreasi ataupun karya.
Menurut Slameto yang dikutip dari pendapatnya Sund menyatakan bahwa
individu dengan potensi kreatif dapat dikenal melalui pengamatan ciri-ciri
sebagai berikut:
a. Hasrat keinginan yang cukup besar.
Dalam proses belajar mengajar seorang guru harus memiliki motivasi
yang tinggi dalam mengajar.
b. Bersikap terbuka terhadap pengalaman baru.
Bersikap terbuka terhadap pengalaman baru digunakan guru untuk
menerima sesuatu yang belum pernah ada atau baru.
c. Panjang akal
Guru yang kreatif harus memiliki akal yang panjang sehingga segala
sesuatunya dapat tertata dengan baik.
d. Keinginan untuk menemukan dan meneliti.
e. Cenderung lebih menyukai tugas yang berat dan sulit.
Guru kreatif menyukai tantangan yang berat untuk menciptakan suatu
yang baru yang belum pernah ada atau baru.
f. Cenderung mencari jawaban yang luas dan memuaskan.
g. Memiliki dedikasi bergairah serta aktif dalam melaksanakan tugas
h. Berfikir fleksibel.
Dalam kamus Bahasa Indonesia fleksibel berarti: mudah dan cepat
menyesuaikan diri. Guru kretif cepat dan mudah menyesuaikan diri.
i. Menanggapi pertanyaan yang diajukan serta cenderung memberi jawaban
lebih banyak.
Guru kreatif tidak suka memberi jawaban singkat.
j. Kemampuan membuat analisis dan sintesis.
Guru kreatif memiliki kemampuan menganalisis.
k. Memiliki semangat bertanya serta meneliti.
l. Memiliki daya abstraksi yang cukup baik.
m. Memiliki latar belakang membaca yang cukup luas.
Dalam suatu penelitian yang dilakukan oleh Utami Munandar di
Indonesia terhadap sejumlah ahli psikologi menyebutkan ciri-ciri kepribadian
kreatif yang diharapkan yaitu:
a. Imajinatif.
Dalam kamus Bahasa Indonesia imajinatif berarti daya khayal. Guru
kreatif harus memiliki daya khayal khayal dan ingatan yang kuat untuk
menemukan sesuatu yang baru. Ketika guru menemukan apa yang dilihat
guru mampu menciptakannya dengan sesuatu yang baru.
b. Mempunyai prakarsa (inisiatif)
Guru kreatif selalu mempunyai ide untuk menciptakan. Ketika
mengajar ide ini selalu muncul
c. Mempunyai minat luas
Guru kreatif mempunyai keinginan atau minat yang luas dalam
berkreasi, seperti menciptakan metode yang berbeda dengan guru lain,
menciptakan media dan lain-lain.
d. Mandiri dalam berpikir atau mempunyai kebebasan dalam berfikir.
e. Bersifat ingin tahu/meneliti.
Guru kreatif memiliki rasa ingin tahu terhadap apa yang dilihat.
f. Senang berpetualang.
g. Penuh energi
h. Percaya diri
Guru kreatif memiliki kepercayaan yang sangat kuat dan selalu
percaya dengan kemampuan yang dimilikinya.
i. Bersedia mengambil resiko
Guru kreatif bersedia mengambil resiko dan bertanggung jawab
dengan apa yang telah diperbuat.
j. Berani dalam pendirian dan keyakinan.
Guru kreatif memiliki keberanian dalam bertindak serta memiliki
pendirian dan keyakinan.
3. Manfaat Kreativitas Bagi Guru Autis
Dewasa ini ilmu dan teknologi berkembang maju dengan sangat pesat,
tetapi di satu pihak pendidikan mengalami kemajuan sedang di pihak lain
banyak dilontarkan kemunduran dan kegagalan pendidikan. Di tengah-tengah
usaha di bidang pendidikan yang telah dan sedang dilakukan pemerintah dan
lembaga-lembaga pendidikan lain, maka pengembangan kreativitas guru
dipandang sebagai suatu respon positif dalam meningkatkan kualitas manusia
seutuhnya. Guru merupakan salah satu komponen yang berperan utama di
dalam pendidikan.
Menurut Nining D. Soekarno yang mengutip dari pendapatnya
Engkaswara dalam Menuju Indonesia Modern mengemukakan guru adalah
seorang tenaga pendidik yang bekerja menyampaikan ilmu pengetahuan
(kognitif), mengembangkan sikap kepribadian (afektif) serta memberikan bekal
ketrampilan (psikomotorik) kepada peserta didik, dalam ruang lingkup organisasi
pendidikan di tingkat sekolah. Guru sebagai ujung tombak kegiatan belajar
mengajar (KBM) di kelas atau sebagai orang yang mengemban dan
mengembangkan berbagai bentuk pemikiran yang terkandung dalam kurikulum
pendidikan serta berbagai aturan atau pedoman yang berkaitan dengan KBM di
sekolah, sehingga diperlukan koprehensivitas diri dari para guru antara lain,
pemikiran, kemampuan, disiplin dan motivasi kerja serta kreativitas kerja yang
diperlukan agar mencapai hasil yang maksimal menuju tercapainya tujuan
pendidikan.
Guru autis harus mampu mengoptimalkan kreativitasnya, khususnya yang
tertuang dalam sebuah bentuk pembelajaran yang inovatif. Artinya selain menjadi
seorang pendidik, seorang guru autis juga harus bisa menjadi seorang kreator.
Kreativitas yang bisa diterapkan oleh seorang guru autis dalam melaksanakan
proses pembelajaran adalah dengan menciptakan sebuah model pembelajaran
yang dekat dengan keseharian siswa secara nyata, artinya seorang guru harus
mampu menyinergikan pelajaran dengan kenyataan yang biasa ditemukan dalam
kesehariannya tergantung pada tingkat gangguan perkembangan yang berbeda-
beda antara penyandang autisme yang satu dengan penyandang autisme yang lain.
Kreativitas serta aktifitas guru autis harus mampu menjadi inspirasi bagi para
siswanya. Sehingga siswa akan lebih terpacu motivasinya untuk belajar, berkarya
dan berkreasi tergantung. Karena pembelajaran yang berhasil adalah
pembelajaran yang terealisasi dalam keseharian siswa itu sendiri dengan baik.
Gaya mengajar guru autis juga bergantung pada kreativitas guru itu
sendiri, karena kreativitas memiliki korelasi dan signifikan dengan kepribadian
seseorang, guru autis yang kreatif akan memiliki kepribadian yang lebih integratif
mandiri dan percaya diri, otomatis akan mampu menghadapi masalah-masalah
yang berhubungan dengan kegiatan belajar mengajar. Selain itu, guru akan
menciptakan iklim yang segar dan kondusif bagi anak didiknya agar mereka
memiliki kemerdekaan, keberanian dan percaya diri untuk menyampaikan ide,
gagasan, pemikiran dan pendapat mengenai pemahaman suatu materi pelajaran.
Jiwa pantang menyerah juga harus ada pada guru autis yang kreatif
sehingga ia akan terus berusaha dengan segala cara sampai berhasil. Sifat ulet
dilandasi oleh kemauan dan keberanian berbuat dan perkuat oleh kepercayaan
atas kemampuan sendiri. Keuletan ditunjukkan dalam usaha yang terus menerus,
usaha yang bervariasi sesuai dengan situasi dan kondisi yang ada serta
bergantung pada tingkat gangguan perkembangan yang berbeda antara
penyandang autisme yang satu dengan penyandang autisme yang lain. Sifat ulet
diperlukan untuk mencapai suatu hasil dari proses yang panjang, berliku-liku
sesuai dengan kemampuan, minat, bakat dan keadaan siswa serta bergantung pada
tingkat gangguan perkembangan yang berbeda antara penyandang autisme yang
satu dengan penyandang autisme yang lain. Kreatifitas dilandasi dedikasi dan
kemauan kerja disertai oleh kepercayaan yang mendalam mengenai bidang
pekerjaannya harus dimiliki guru autis yang kreatif dalam menciptakan situasi
mengajar dan bahan pelajaran guna terciptanya tujuan pendidikan nasional.
4. Kompetensi Guru Autis
Sebagai penunjang untuk mengembangkan kreativitas guru autis dalam
mengajar Pendidikan Agama Islam, maka seorang guru autis juga harus
memiliki kemampuan dasar atau kompetensi guru. Kompetensi guru
merupakan kemampuan seorang guru dalam melaksanakan kewajiban-
kewajiban secara bertanggungjawab.
Kemampuan dasar atau kompetensi guru yang harus dimiliki guru autis
menurut Glasser ada empat hal yang harus dikuasai guru, yaitu:
a. Menguasai bahan pelajaran.
b. Kemampuan mendiagnosa tingkah laku siswa.
c. Kemampuan melaksanakan proses pengajaran.
d. Kemampuan mengukur hasil belajar siswa.
Cooper mengemukakan empat kompetensi guru autisme yaitu:
a. Mempunyai pengetahuan tentang belajar dan tingkah laku manusia.
b. Mempunyai pengetahuan dan menguasai bidang studi yang dibinanya.
c. Mempunyai sikap yang tepat tentang diri sendiri, sekolah, teman sejawat dan
bidang studi yang dibinanya.
d. Mempunyai ketrampilan teknik mengajar.
Dalam UU no.14 thn 2005 Bab IV pasal 10, kompetensi guru meliputi:
a. Kompetensi Pedagogik.
Kompetensi pedagogik adalah kemampuan mengelola pembelajaran
peserta didik yang meliputi pemahaman terhadap peserta didik, perencanaan
dan pelaksanaan pembelajaran, evaluasi hasil belajar dan pengembangan
peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya.
Guru kreatif hendaknya memiliki kemampuan mengelola
pembelajaran peserta didik. Kemampuan mengelola pembelajaran peserta
didik harus dikuasai guru untuk mencapai tujuan pembelajaran yang kondusif
dan efektif sehingga tujuan pendidikan bisa tercapai.
b. Kompetensi Kepribadian
Kompetensi kepribadian adalah kemampuan kepribadian yang
mantap, stabil, dewasa, arif dan berwibawa menjadi teladan bagi peserta didik
dan berakhlak mulia.
Seorang guru autis harus siap dan sedia terhadap berbagai hal yang
berkenaan dengan tugas dan profesinya. Misalnya siap menghargai
pekerjaannya, mencintai dan memiliki perasaan senang terhadap mata
pelajaran yang dibinanya, siap toleransi terhadap sesama teman profesinya,
memiliki kemauan yang keras untuk meningkatkan hasil pekerjaan.
Seorang guru autis harus mencintai profesinya. Dengan mencintai
profesinya maka ia akan berusaha untuk membentuk pribadi yang baik
(berkepribadian) dan berahlak baik. Berkepribadian matang dan berkembang
memungkinkan ia dapat membimbing peserta didik dalam tahap
perkembangannya, mempunyai ciri-ciri kepribadian yang kuat dan seimbang,
mempunyai visi tentang etika tingkah laku manusia sebagai individu dan
sebagai anggota masyarakat, kemandirian pendidik dapat dilihat dari
kemampuan dan kekuatannya serta keutuhannya dan keharmonisan sebagai
pribadi yang diharapkan dapat meningkatkan kualitas siswa.
c. Kompetensi Profesional
Kompetensi profesional adalah kemampuan penguasaan materi
pembelajaran secara luas dan mendalam yang memungkinkannya
membimbing peserta didik memenuhi standar kompetensi yang ditetapkan
dalam Standar Nasional Pendidikan.
Guru profesional yang dituntut kreativitasnya hendaknya memiliki
kemampuan penguasaan materi pembelajaran yang kuat dan luas.
Pengetahuan ini perlu memberikan makna pada arah perkembangan siswa dan
berubah melainkan berkembang menurut jenis pengalaman atau apapun yang
dihayatinya. Sehingga guru autis akan lebih mudah dalam memahami peserta
didik. Dan dengan menguasai IPTEK maka peserta didik dapat dibimbing
untuk dapat mengikuti perkembangan IPTEK agar peserta didik tidak
GAPTEK (gagap teknologi). Penguasaan IPTEK bagi seorang guru
profesional yang dituntut kreativitasnya bukanlah pengetahuan yang
setengah-setengah, tetapi harus pengetahuan IPTEK yang tuntas, karena
IPTEK itu sendiri berkembang dengan cepat. Guru yang tidak mempunyai
dasar ilmu pengetahuan yang kuat akan tercecer dan tidak akan dapat
mengikuti perkembangannya.
Dari penjelasan tersebut di atas, haruslah terealisasi dalam bentuk
ijazah. Dengan mempunyai ijazah seorang guru akan diakui tingkat
kecerdasannya.
d. Kompetensi Sosial
Kompetensi sosial adalah kemampuan pendidik sebagai bagian dari
masyarakat untuk berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan peserta
didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan, orang tua/wali peserta didik dan
masyarakat sekitar.
Seorang guru autis harus memiliki kompetensi sosial karena guru
sebagai bagian dari masyarakat dan juga sebagai makhluk sosial yang
membutuhkan komunikasi dan pergaulan. Komunikasi dan pergaulan
dalam pembelajaran digunakan untuk menciptakan hubungan emosional
antara guru dan peserta didik. Hubungan emosional yang baik antara guru
dan peserta didik untuk memberi bimbingan, mengenal dan
membangkitkan minat peserta didik terhadap ilmu, sehingga siswa benar-
benar mengalami pembelajaran yang menyeluruh dan integral sesuai
dengan tingkat perkembangan minat, bakat dan kecakapannya.Selain itu
guru autis juga harus menjalin komunikasi dan pergaulan yang efektif
terhadap sesama pendidik, tenaga kependidikan, orang tua/wali peserta
didik dan masyarakat sekitar guna mendukung jalannya proses belajar
mengajar agar tujuan pendidikan tercapai.
Dari keempat kompetensi di atas sudah barang tentu tidak dapat
berdiri sendiri, tetapi saling berhubungan dan mempengaruhi satu sama
lainnya. Keempat bidang tersebut mempunyai hubungan hirarkis, artinya
saling mendasari satu sama yang lain, antara kompetensi yang satu
mendasari kompetensi yang lainnya.
5. Delapan Keterampilan Dasar Guru dalam Pembelajaran Pendidikan Agama Islam
pada Anak Autis
Pembelajaran Pendidikan Agama Islam pada anak autis merupakan suatu
proses yang kompleks dan melibatkan berbagai aspek yang saling berkaitan.
Sehingga untuk menciptakan pembelajaran yang kreatif dan menyenangkan
diperlukan berbagai keterampilan. Keterampilan yang diharapkan dapat
membantu dalam menjalankan tugasnya dalam interaksi edukatif. Keterampilan
dasar mengajar adalah keterampilan mutlak yang harus dimiliki guru autis.
Dengan keterampilan dasar mengajar, guru diharapkan dapat mengoptimalkan
peranannya di kelas.
Beberapa keterampilan dasar mengajar yang harus dikuasai guru autis
dalam pembelajaran Pendidikan Agama Islam yaitu:
a. Keterampilan memberi Penguatan (Reinforcement)
Penguatan (reinforcement) merupakan respon terhadap suatu perilaku
yang dapat meningkatkan kemungkinan terulangnya kembali perilaku
tersebut. Prinsip penguatan yaitu kehangatan, keantusiasan, ketermaknaan dan
menghindari penggunaan respon yang negatif. Penguatan dapat dilakukan
secara verbal, dan non verbal.
Pada proses belajar mengajar guru sering mengagungkan kebesaran
Allah dengan melafatkan asma Allah seperti mengucap Subhanallah,
Astaghfirullah dan lain-lain.
b. Keterampilan Bertanya
Keterampilan bertanya merupakan ucapan verbal yang meminta
respons dari seseorang yang dikenal. Keterampilan bertanya merupakan
stimulus efektif yang mendorong kemampuan berpikir.
Pada proses belajar mengajar guru memotivasi siswa agar siswa mau
nertanya tentang pokok pembahasan yang sedang dibahas.
c. Keterampilan menggunakan Variasi
Keterampilan menggunakan variasi merupakan perbuatan guru dalam
konteks proses belajar-belajar yang bertujuan mengatasi kebosanan siswa,
sehingga dalam proses belajarnya siswa senantiasa menunjukkan ketekunan,
keantusiasan serta berperan serta secara aktif. Guru menggunakan variasi
dalam kegiatan pembelajarannya yaitu variasi dalam gaya mengajar,
penggunaan media dan sumber belajar, pola interaksi dan variasi dalam
kegiatan.
d. Keterampilan Menjelaskan
Keterampilan menjelaskan adalah mendiskripsikan secara lisan tentang
sesuatu benda, keadaan, fakta dan data sesuai dengan waktu dan hukum-
hukum yang berlaku. Pola yang digunakan bergantung pada materi
pembelajaran, kemampuan, usia dan latar belakang kemampuan siswa.
e. Keterampilan Membuka dan Menutup Pelajaran
Keterampilan membuka adalah perbuatan guru untuk menciptakan
siap mental dan menimbulkan perhatian siswa agar terpusat pada yang akan
dipelajari. Sedangkan menutup pelajaran adalah mengakhiri kegiatan inti
pelajaran. Maksudnya adalah memberikan gambaran menyuruh tentang apa
yang telah dipelajari siswa, mengetahui tingkat pencapaian siswa dan tingkat
keberhasilan guru dalam proses belajar-mengajar. Prinsipnya yaitu
kebermaknaan serta berurusan dan berkesinambungan.
Pada proses belajar mengajar utuk mengawalinya guru membuka
pelajaran dengan membaca basmalah dan doa mau belajar serat menutupnya
dengan mengucap hamdalah dan doa selesai belajar bersama-sama siswa.
f. Keterampilan Membimbing Diskusi Kelompok Kecil
Keterampilan diskusi kelompok adalah suatu proses yang teratur dan
melibatkan sekelompok orang dalam interaksi tatap maka untuk mengambil
kesimpulan dan memecahkan masalah.
g. Keterampilan mengelola kelas
Keterampilan mengelola kelas adalah keterampilan guru menciptakan
dan memelihara kondisi belajar yang optimal dan mengembalikannya bila
terjadi gangguan dalam proses interaktif edukatif. Prinsip yang diperhatikan
dalam mengelola kelas adalah kehangatan dan keantusiasan, tantangan,
bervariasi, luwes, penekanan pada hal-hal positif, serta penanaman disiplin
diri.
h. Keterampilan Mengajar Kelompok Kecil dan Perorangan.
Keterampilan mengajar kelompok kecil dan perorangan merupakan
suatu bentuk pembelajaran yang memungkinkan guru memberikan perhatian
terhadap setiap siswa dan menjalin hubungan yang lebih akrab antara guru
dengan peserta didik maupun antara siswa dengan siswa. Keterampilan itu
merupakan keterampilan yang cukup kompleks dan memerlukan penguasaan
keterampilan-keterampilan sebelumnya.
BAB III
PROBLEMATIKA PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DI
SEKOLAH PUTRA MANDIRI SEMARANG
A. Gambaran Umum Sekolah Putra Mandiri Semarang
1. Tinjauan Historis Sekolah Putra Mandiri Semarang
Sekolah Putra Mandiri Semarang merupakan sekolah formal yang
berupa tempat terapi bagi anak dengan kebutuhan khusus atau abnormal,
khususnya bagi anak autis untuk wilayah Kota Semarang maupun wilayah
Jawa Tengah pada umumnya.
Sejarah berdirinya Sekolah Putra Mandiri Semarang berawal dari
kebutuhan akan wadah atau sekolah yang dapat menampung kemampuan
anak autis sesuai dengan tingkat perkembangan kemampuan fisik dan
mental anak autis. Dan untuk memberikan bekal ketrampilan agar nantinya
anak autis dapat hidup mandiri di masyarakat.
Mengingat anak autis adalah aset bangsa yang harus mendapatkan
pendidikan untuk menunjang masa depannya, maka berdasarkan
kebutuhan tersebut, maka pada tanggal 1 November 1999 para orang tua
anak autis dan kalangan profesional pemerhati autisme di Semarang
berihtiar untuk mendirikan sekolah yang diberi nama Sekolah Putra
Mandiri Semarang di bawah Yayasan Pelita Persada Mandiri.1
Seiring berjalannya waktu dan informasi yang semakin menyebar
luas, Sekolah Putra Mandiri Semarang bukanlah tempat terapi, tetapi
sekolah untuk anak autis dan juga untuk anak dengan kebutuhan khusus
yang lain.
2. Visi, Misi Sekolah Putra Mandiri Semarang
a. Visi Sekolah Putra Mandiri Semarang Memberikan kesempatan bagi
mereka yang kurang mampu agar bisa memberikan pendidikan bagi
anak-anaknya yang menyandang autisme.2
1 Wawancara, dengan Drs. Naili Farida, MSi (Kepala Sekolah) tanggal 10 Januari 2007. 2 Dok. Sekolah Putra Mandiri Semarang.
b. Misi Sekolah Putra Mandiri Semarang
Membantu para penyandang autisme dan keluarganya dimana
bisa dilakukan diagnosa dan intervensi serta pendidikan yang tepat dan
terpadu bagi penyandang autisme.
Sekolah khusus ini juga akan menjadi sarana penelitian serta
menyediakan informasi bagi orang tua anak-anak autisme, serta bagi
para profesional yang terkait dan masyarakat yang membutuhkan
pelayanan tersebut.3
3. Letak Geografis
Sekolah Putra Mandiri Semarang terletak di belakang Badan Diklat
Jawa Tengah, tepatnya di Jalan Patrasari 1 NO. 6 Srondol, Semarang, No.
Telp: 08156572963.4 lingkungan Sekolah Putra Mandiri Semarang tenang
dan nyaman, karena jauh dari jalan raya sehingga pembelajaran menjadi
efektif dan tidak terganggu.
4. Struktur Organisasi
Sekolah Putra Mandiri Semarang merupakan sekolah swasta
dibawah Yayasan Pelita Persada Mandiri yang kepengurusannya di bawah
Yayasan Pelita Persada Mandiri Semarang.
Adapun struktur organisasi Sekolah Putra Mandiri Semarang
sebagai berikut:
Mereka mempunyai tugas yang berbeda-beda namun esensinya
tetap sebagai pengajar terapis dan mereka harus menguasai berbagai
bentuk atau model dalam menangani siswa, baik fisik maupun psikis.
3 Ibid. 4 Dok. Brosur Sekolah Putra Mandiri Semarang.
Kepala Sekolah Dra. Naili Farida, M.Si
Guru Bp Suminto
Guru Bu Fajar
Guru Bu Dina
Guru Bu Ika
Guru Bu Ratih
Guru Bu Tutik
Guru Bu Wida
Adapun jadwal pendidikan/terapi di Sekolah Putra Mandiri
Semarang sebagai berikut:5
Terapis Pagi (07.00-10.00 WIB) Siang(10.00-13.00 WIB) Sore (14.00-17.00 WIB)
Ratih
Fajar
Iim
Wida
Ika
Tuti
Dina
Dida
Bagas
Steven
Adam
Haedar
Marsha
Riky
Maman
-
Dipo
Adam
Hasbi
Raka
-
Aldi
Rian
Sigit
Andika
-
-
Irfan
5. Keadaan guru dan siswa
a. Keadaan guru
Pengajar di Sekolah Putra Mandiri Semarang tidak dipanggil
sebagai guru tetapi disebut sebagai terapis. Adapun keadaan terapis di
Sekolah Putra Mandiri Semarang sebagai berikut:6
No. Nama Pendidikan Agama Mulai Tugas
1
2
3
4
5
6
7
Ratih Danalia E, S.Psi,
Fajar Trisnaningrum, S.Psi
Sumino, Amd. Ot
Widayanti, Amd, Ot
Ika Nurjiyati, S.Pd
Tutik Sri Rahayu, Amd. Ft
Dina Tri Agustiningrum, Amd.
Ot
S1 UNIKA
S1 UNIKA
D3 Okopasi Terapi
D3 Okopasi Terapi
S1 UNNES
D3 Okopasi Terapi
D3 Okopasi Terapi
Islam
Islam
Islam
Islam
Islam
Islam
Islam
1 Nov 1999
1 Nov 1999
15 Sep 2000
1 Des 2004
4 Mei 2006
1 Sep 2006
1 Sep 2006
b. Keadaan siswa
Di Sekolah Putra Mandiri Semarang tidak membatasi adanya
keyakinan agama sehingga anak dengan latar belakang keyakinan
agama apapun boleh sekolah di Sekolah Putra Mandiri Semarang.
5 Dok. Sekolah Putra Mandiri Semarang. 6 Ibid.
Jumlah anak yang sekolah di Sekolah Putra Mandiri Semarang ada 16
anak, 2 anak putri dan 14 anak putra.
Adapun data siswa sebagai berikut:7
No. Nama Usia Gangguan Agama
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
Dida
Maman
Aldi
Bagas
Rian
Steven
Dipo
Sigit
Adam
Andika
Haedar
Hasbi
Marsha
Raka
Riky
Irfan
13 tahun
10 tahun
8 tahun
6 tahun
4 tahun
5 tahun
8 tahun
6 tahun
10 tahun
8 tahun
7 tahun
10 tahun
6 tahun
7 tahun
4 tahun
3 tahun
Gangguan Konsentrasi (autisme sedang)
Autisme Ringan
Kosa Kata Lemah (Autisme Ringan)
Gangguan Motorik (Autisme Berat)
Susah Konsentrasi
Hiperaktif(Autisme Berat)
Pemahaman Kurang
Kosa Kata Lemah
Autisme Ringan
Terlambat bicara (Autisme Berat)
Kosa Kata Lemah
Pemahaman Kurang
Gangguan Motorik (Reterdasi Mental)
Terlambat Bicara (Autisme Berat)
Gangguan Konsentrasi (autisme sedang)
Kosa Kata Lemah
Islam
Islam
Islam
Kristen
Islam
Islam
Budha
Islam
Islam
Islam
Kristen
Kristen
Islam
Islam
Islam
Islam
Dari 16 anak yang terapi di Sekolah Putra Mandiri Semarang
sementara ini yang dapat disimpulkan mengalami perkembangan dan
perubahan yang cepat, baik materi agama maupun materi lainnya adalah
Adam, Andika dan Dipo.8
6. Sarana dan prasarana
Untuk menunjang keberhasilan proses pembelajaran dan
pengembangan kreativitas guru di Sekolah Putra Mandiri Semarang, maka
diperlukan sarana dan prasarana yang memadai agar proses pembelajaran
7 Dok. Arsip Sekolah Putra Mandiri Semarang. 8 Dok. Laporan Perkembangan Tiap Semester
bisa berjalan lancar. Adapun sarana dan prasarana yang dimiliki Sekolah
Putra Mandiri Semarang sampai saat ini adalah:
1. Sarana pembelajaran meliputi:
- Ruang kelas : 7
- Ruang Kepala Sekolah :1
- Kamar mandi : 1
- Ruang okupasi : 1
- Ruang keterampilan : 1
- Ruang komputer : 1
- Ruang TV/santai : 1
a. Perlengkapan pengajaran
- Meja : 1
- Kursi : 2
- Papan tulis : 1
- Spidol : 1
- Penghapus : 1
b. Perlengkapan belajar meliputi:
- Puzzle
- Papan luncur
- Peralatan menulis
- Komputer : 2
- Balok mainan
- Matras
- Manik-manik
- Alat-alat okupasi
- Ayunan
- Alat-alat sensoris
- Buku bergambar
- alat-alat fisioterasi
- TV color
- VCD
2. Sarana administrasi
Sarana administrasi yang dimiliki Sekolah Putra Mandiri
Semarang antara lain:
a. Buku induk
b. Buku absen anak
c. Buku nilai harian
d. Buku evaluasi
e. Buku laporan perkembangan tiap semester
f. Buku okupasi
g. Buku fisioterapi
h. Buku konsultasi9
B. Gambaran Khusus Sekolah Putra Mandiri Semarang
1. Pelaksanaan pembelajaran Pendidikan Agama Islam di Sekolah Putra
Mandiri Semarang
Sekolah Putra Mandiri Semarang merupakan salah satu sekolah
khusus formal di Semarang yang menyediakan program terapi bagi anak
dengan kebutuhan khusus atau abnormal dan khususnya bagi anak autis
sampai memasuki pendidikan sekolah dasar. Program terapi anak autis
merupakan satu kesatuan program kegiatan belajar yang utuh. Program
terapi ini berisi bahan-bahan pembelajaran yang disusun menurut
pendekatan psikologis. Terapi yang dilaksanakan beragam yaitu terapi
perilaku, terapi wicara, terapi okupasi fisioterapi dan sensori integrasi.
Bahan-bahan terapi merupakan tema-tema yang dikembangkan lebih lanjut
oleh guru menjadi program kegiatan pembelajaran yang operasional.
c. Tujuan pembelajaran Pendidikan Agama Islam
Pembelajaran Pendidikan Agama Islam di Sekolah Putra Mandiri
Semarang merupkan materi yang bersifat tambahan bagi siswa yang
beragama Islam. Pelaksanaan pembelajaran Pendidikan Agama Islam yang
bersifat tambahan tersebut karena mengingat kewajiban setiap manusia
untuk beribadah pada Allah. Kewajiban ini mutlak adanya dan berlaku
9 Dok. Inventaris Sekolah Putra Mandiri Semarang
untuk semuanya selagi mereka tetap dalam keadaan sadar, dalam arti
mampu menggunakan akal dan hatinya untuk membedakan yang baik dan
yang buruk. Kewajiban manusia dalam membutuhkan pembelajaran
Pendidikan Agama Islam untuk pedoman hidup sehingga agama
merupakan standarisasi nilai-nilai sosial di masyarakat. Dan untuk
melestarikannya sangat diperlukan penyelenggaraan pembelajaran
Pendidikan Agama Islam. Secara psikologis, agama sangat urgen di
perlukan untuk memberikan bimbingan, arahan dan pengajaran bagi setiap
manusia agar dapat beribadah dan bermuamalah dengan ajaran Islam.
Sehingga untuk menjalankan syariat agama dengan benar seseorang harus
memperoleh pengetahuan tentang hal tersebut. Pengetahuan tersebut dapat
diperoleh melalui pendidikan dan pengalaman.10
d. Kurikulum pembelajaran Pendidikan Agama Islam
Kurikulum pembelajaran Pendidikan Agama Islam yang digunakan
di Sekolah Putra Mandiri Semarang yaitu kurikulum lokal, tidak ada
kurikulum tertulis tetapi langsung aplikatif (penerapan). Adanya
kurikulum lokal dan tidak tertulis karena belum ada kurikulum yang
mengatur secara tersruktur dan sistematis tentang pembelajaran
Pendidikan Agama Islam dari Dinas Pendidikan dan Departemen
Agama.11 Standar kurikulum yang digunakan mengacu pada usia anak
normal. Contoh: untuk anak yang berusia 3 tahun maka standar
kurikulumnya sama dengan anak usia playgroup. Sehingga anak dikatakan
lulus dan berhasil bila siswa dapat berprilaku seperti siswa normal
seusianya. Maka dari itu di Sekolah Putra Mandiri Semarang mempunyai
tanggung jawab untuk merubah sektor fisik dan psikis siswa yang ada di
dalamnya secara keseluruhan sampai terapinya berhasil.
Kurikulum pembelajaran Pendidikan Agama Islam yang
dikembangkan disederhanakan dari yang bersifat sederhana sampai yang
bersifat komplek dan dari yang bersifat nyata sampai yang bersifat abstrak.
10 Wawancara, dengan Drs. Naili Farida, Msi (Kepala Sekolah) tanggal 20 Desember
2006. 11 Wawancara, dengan Drs. Naili Farida, Msi (Kepala Sekolah) tanggal 20 Desember
2006.
Pembelajarannya dilakukan secara continue dari yang mudah kemudian
bertahap sampai yang rumit.12
Materi pembelajaran Pendidikan Agama Islam yang dikembangkan
oleh guru atau terapis dengan bertitik tolak pada kebutuhan masing-masing
anak berdasarkan indentifikasi, karena anak autis memiliki kemampuan
yang berbeda serta proses perkembangan dan tingkat pencapaian program
juga tidak sama antara siswa yang satu dengan yang lainnya. Pemilihan
dan modifikasi materi pembelajaran Pendidikan Agama Islam disesuaikan
dengan tingkat perkembangan dan kemampuan anak sesuai usia anak serta
memperhatikan sumber daya/lingkungan yang ada, sehingga tidak semua
siswa di Sekolah Putra Mandiri Semarang mendapatkan pembelajaran
Pendidikan Agama Islam dan tidak semua terapis mengajarkan
pembelajaran Pendidikan Agama Islam karena keterbatasan anak-anak
tersebut.
Bidang-bidang pengembangan materi pembelajaran Pendidikan
Agama Islam yang diajarkan di Sekolah Putra Mandiri Semarang yaitu:
b. Akidah ahlak
Materi yang diajarkan meliputi:
1. Akidah, misalnya: keTauhidan (mengenal Allah).13
2. Ahlak terhadap orang tua, misalnya: salam,14 penerapan perbuatan
baik dan buruk (misalnya tidak boleh memukul, berbohong, dan
lain-lain)15
3. Akhlak terhadap Allh, misalnya: menghafalkan doa-doa harian16
c. Fiqih (ibadah)
Materi yang dikembangkan meliputi: sholat dan wudhu.
d. Al-Qur’an (Iqra’)
Materi yang diajarkan meliputi: baca tulis Al-Qur’an dan hafalan surat-
surat pendek.17
12 Wawancara denga ibu Fajar tanggal 10 Januari 2007 13 Wawancara dengan ibu Fajar tanggal 10 Januari 2007. 14 Wawancara dengan ibu Ratih tanggal 11 Januari 2007. 15 Wawancara dengan bapak Sumino tanggal 12 Januari 2007. 16 Wawancara dengan ibu Ida tanggal 13 Januari 2007. 17 Wawancara dengan ibu Ida tanggal 10 Januari 2007.
c. Kegiatan Pembelajaran Pendidikan Agama Islam
Pembelajaran Pendidikan Agama Islam untuk anak berkebutuhan
khusus (autis) membutuhkan suatu pola tersendiri sesuai dengan
kebutuhannya masing-masing yang berbeda antar satu dan lainnya.
Penyesuaian program pembelajaran yang dilakukan guru kelas disesuaikan
dengan karakteristik spesifik, kemampuan dan kelemahan siswa,
kompetensi yang dimiliki dan tingkat perkembangan siswa. Pembelajaran
Pendidikan Agama Islam tidak akan berhasil tanpa adanya dukungan
metode dan media.
Kegiatan pembelajaran Pendidikan Agama Islam di Sekolah Putra
Mandiri Semarang dengan menggunakan pendekatan integralistik dengan
prinsip terapi sambil belajar, yaitu pembelajaran pendidikan agama Islam
dilaksanakan atau disisipkan dalam terapi.18 Materi, metode dan media
pembelajaran di Sekolah Putra Mandiri di Semarang disesuaikan dengan
tingkat perkembangan kemampuan anak dan ketidakmampuan usia anak
serta memperhatikan sumber daya/lingkungan yang ada.
d. Metode Pembelajaran Pendidikan Agama Islam di
Sekolah Putra Mandiri Semarang
Dalam proses pembelajaran Pendidikan Agama Islam, metode
merupakan elemen utama dalam pembelajaran. Penggunaan metode yang
tepat akan menentukan efektivitas dan efisiensi pembelajaran. Penggunaan
metode yang bervariasi akan sangat membantu peserta didik dalam
mencapai tujuan pembelajaran Pendidikan Agama Islam.
Beberapa metode yang digunakan di Sekolah Putra Mandiri
Semarang antara lain:
1. Metode Drill
Metode drill digunakan pada materi akhlak. Metode ini
diberlakukan dalam bentuk latihan yang membiasakan. Metode ini
dinilai sangat efektif untuk pembelajaran ahlak pada anak kecil.
Karena siswa yang rata-rata anak kecil memiliki “rekaman”
ingatan yang kuat dan kondisi kepribadian yang belum matang,
18 Wawancara, dengan Ibu Ratih tanggal 21 Desember 2006.
sehingga siswa mudah terlarut dengan kebiasaan-kebiasaan yang
mereka lakukan sehari-hari. Guru sering mengingatkan siswa pada
saat siswa akan melakukan suatu perbuatan.
Contoh pelaksanaan pembelajaran Pendidikan Agama
Islam yaitu: pada saat siswa berangkat sekolah, orang tua siswa
mengantarkan siswa ke sekolah. Orang tua mengantarkan siswa
sampai ke tangan guru, kemudian guru menyambut siswa dengan
menyalaminya dan sambil mengajarkan siswa untuk mengucap
salam. Saat memulai pembelajaran, guru membukanya dengan
bacaan basmalah dan saat akan melakukan sesuatu, guru juga
memulainya dengan bacaan bismilah.19
2. Metode demonstrasi
Metode demonstrasi digunakan pada materi fiqih (ibadah),
seperti shalat, wudhu dll. Pelaksanaan metode demonstrasi ini tidak
dilakukan dalam program terapi tetapi di luar terapi (di jam
istirahat waktu sholat dhuhur dan ashar). Ketika waktu sholat
dhuhur atau ashar, guru sengaja sholat di ruang terbuka dengan
tujuan agar siswa melihat guru/terapis sholat. Dan saat siswa
mengetahuinya, rata-rata siswa tertarik dengan gerakan sholat
tersebut, kemudian siswa akan mengikuti guru di sebelahnya.
Meskipun siswa tidak mengetahui maksudnya sholat untuk apa,
tetapi siswa mengetahui bahwa itu gerakan sholat.20
3. Metode karya wisata
Metode karya wisata diberlakukan bagi siswa setiap 2 bulan
sekali. Metode ini bertujuan untuk membelajarkan siswa dengan
membawa siswa langsung ke obyek yang terdapat di luar kelas atau
dilingkungan kehidupan nyata, agar siswa dapat mengamati dan
mengalami secara langsung. Contoh: karya wisata ke masjid agung
Jateng.21
19 Hasil Observasi Peneliti di Sekolah Putra Mandiri Semarang tanggal 15 Desember
2006-15 Januari 2007. 20 Ibid. 21 Wawancara dengan Kepala Sekolah (ibu Naili) tanggal 10 Januari 2007.
e. Media Pembelajaran Pendidikan Agama Islam
Disamping ada materi, dalam proses terapi didukung juga oleh
alat atau media. Media pendidikan merupakan suatu alat atau perantara
yang berguna untuk memudahkan proses belajar mengajar, dalam
rangka mengefektifkan komunikasi antara guru dan siswa. Media
pendidikan sangat membantu terapis dalam mengajar dan
memudahkan siswa menerima dan memahami pelajaran.
Beberapa media yang digunakan sebagai kelengkapan
pembelajaran pendidikan agama Islam, yaitu:
- buku iqra’/qira’at
- peralatan menulis
- buku panduan hafalan, doa harian
- buku juz ‘amma
- puzzle22
- gambar
- gerakan badan
- bentuk nyata(misalnya masjid, sajadah, dan lain-lain)
f. Evaluasi Pembelajaran Pendidikan Agama Islam
Dalam melakukan evaluasi, guru telah melauinya denag
berbagai tahapan-tahapan. Sebelum siswa masuk menjadi siswa di
Sekolah Putra Mandiri Semarang, terlebih dahulu siswa di diagnosa
untuk mengetahui tingkat autisme anak. Diagnosa tersebut dilakukan
oleh para ahli yang berwenang menangani autisme seperti dokter
spesialis autisme, psikolog, dll.
Hasil nilai diagnosa kemudian disampaikan kepada terapis
sebagai acuan proses selanjutnya. Oleh terapis, hasil nilai diagnosa
dipelajari untuk menentukan materi, metode, media dan cara
penanganan yang lain dalam pembelajaran Pendidikan Agama Islam.
Setelah menentukan materi, metode, media dan cara penanganan yang
lain dalam pembelajaran Pendidikan Agama Islam selanjutnya guru
mengaplikasikannya dalam proses pembelajaran Pendidikan Agama
22 Dok. Inventaris Sekolah Putra Mandiri Semarang.
Islam (meskipun tidak ada kurikulum tertulis). Sebagai hasil akhir dari
terapi dan untuk menilainya maka dilakukan evaluasi yang dilakukan
oleh semua guru dan kepala sekolah setiap hari sabtu. Keberhasilan
dari kreativitas guru tidak luput dari peran keluarga untuk menilai dan
melihat hasil penguasaan materi tersebut sesuai dengan arahan dan
anjuran dari terapis. Hasil penilaian dari keluarga digunakan terapis
sebagai bahan tambahan evaluasi. Secara lebih jelas tahapan tersebut
digambarkan dalam skema sebagai berikut:
SKEMA TAHAPAN PELAKSANAAN PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DI SEKOLAH PUTRA MANDIRI SEMARANG
Sumber: Dikembangkan untuk Penelitian, penulis, 2006
2. Problematika dan Solusi Pelaksanaan Pembelajaran Pendidikan Agama
Islam di Sekolah Putra Mandiri Semarang.
Dalam pelaksanaan pembelajaran Pendidikan Agama Islam pada
anak autis pasti ada problematika yang dihadapi. Problematika ini bisa
Penderita Autisme (Anak autis)
Tingkat keparahan
(Tahap Konsentrasi)
Diagnosa (Tahap
Persiapan)
Target terapi (tahap inkubasi)
Proses
pembelajaran
Hasil laporan Periodik (raport)
Keluarga (orang tua)
Praktek di
Terapis
Penilaian
Pengarahan
penguasaan materi
bersifat intern maupun extern. Demikian pula dengan Sekolah Putra
Mandiri Semarang. Beberapa problematika tersebut yaitu:
a. Tantrum pada anak autis: anak mengalami kesulitan moral over
sehingga siswa susah untuk dikendalikan.23
b. Siswa kesulitan dalam memahami materi24
c. Tidak adanya kurikulum tertulis mengenai pembelajaran Pendidikan
Agama Islam.
d. Belum adanya buku pegangan khusus mengenai pelaksanaan
pembelajaran Pendidikan Agama Islam.
e. Terbatasnya waktu pembelajaran Pendidikan Agama Islam.
Sedangkan solusi yang ditawarkan guru dalam mengatasi
problematika di atas yaitu:
a. Penerapan metode dan media disesuaikan dengan tingkat
perkembangan anak25
b. Adanya bimbingan kelompok dengan siswa lain guna
mensosialisasikan antar siswa selama 30 menit di akhir jam terapi.
c. Adanya hubungan emosional antara guru dengan siswa sehingga
memudahkan guru untuk menyesuaikan metode dan media yang tepat
bagi siswa.26
d. Adanya evaluasi yang dilakukan oleh para terapis dan kepala sekolah
setiap hari sabtu.27
e. Adanya evaluasi bagi siswa berupa tes IQ setiap semester untuk
mengetahui perkembangan siswa sehingga guru dapat menyesuaikan
metode dan media yang akan digunakan.
f. Adanya supervisi pembelajaran dari kepala sekolah yang dilakukan
hampir setiap hari.
g. Adanya laporan bagi orang tua sebagai bentuk evaluasi setiap harinya
h. Diusahakan mencari buku pegangan khusus mengenai pelaksanaan
pembelajaran Pendidikan Agama Islam
23 Wawancara dengan Ibu Fajar tanggal 10 Januari 2007. 24 Wawancara dengan Ibu Ratih tangggal 11 Januari 2007. 25 Wawancara dengan Bapak Sumino tangggal 10 Januari 2007. 26 Wawancara dengan Ibu Wida tangggal 10 Januari 2007. 27 Wawancara dengan Kepala Sekolah (Ibu Naili)tangggal 10 Januari 2007.
51
51
BAB IV
ANALISIS PROBLEMATIKA PEMBELAJARAN
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM PADA ANAK AUTIS
DI SEKOLAH PUTRA MANDIRI SEMARANG
Sekolah Putra Mandiri Semarang merupakan salah satu sekolah non
formal berupa tempat terapi bagi anak dengan kebutuhan khusus atau abnormal
dan khususnya bagi anak autis untuk wilayah semarang maupun wilayah Jawa
Tengah pada umumnya. Lembaga terapi ini tidak membatasi adanya keyakinan
agama sehingga anak dengan latar belakang keyakinan agama apapun boleh
sekolah di Sekolah Putra Mandiri Semarang sehingga tidak semua anak menerima
pembelajaran Pendidikan Agama Islam. Lembaga ini hanya memberikan
pembelajaran Pendidikan Agama Islam sekurang-kurangnya 10% dari
pembelajaran pendidikan umum.
A. Analisis Pembelajaran Pendidikan Agama Islam pada Anak Autis di
Sekolah Putra Mandiri Semarang.
1. Tujuan Pembelajaran Pendidikan Agama Islam
Setiap kegiatan belajar mengajar mempunyai sasaran atau tujuan.
Tujuan pembelajaran Pendidikan Agama Islam di Sekolah Putra Mandiri
Semarang merupkan materi yang bersifat tambahan bagi siswa yang
beragama Islam. Sehingga dalam pembelajarannya hanya mengikuti
instruksi dari guru tanpa panduan dari buku agama Islam karena tidak ada
buku materi Pendidikan Agama Islam bagi anak autis baik dari
Departemen Pendidikan maupun Depertemen Agama. Sedangkan materi-
materi lain juga merupakan materi yang sebenarnya mendukung
pembelajaran Pendidikan Agama Islam.
Pembelajaran Pendidikan Agama Islam di Sekolah Putra Mandiri
Semarang yang bersifat tambahan tersebut karena mengingat kewajiban
setiap manusia untuk beribadah pada Allah. Kewajiban ini mutlak adanya
dan berlaku untuk semuanya selagi mereka tetap dalam keadaan sadar,
dalam arti mampu menggunakan akal dan hatinya untuk membedakan
yang baik dan yang buruk. Kewajiban manusia dalam membutuhkan
52
52
pembelajaran Pendidikan Agama Islam untuk pedoman hidup sehingga
agama merupakan standarisasi nilai-nilai sosial di masyarakat. Dan untuk
melestarikannya sangat diperlukan penyelenggaraan pembelajaran
Pendidikan Agama Islam. Secara psikologis, agama sangat urgen di
perlukan untuk memberikan bimbingan, arahan dan pengajaran bagi setiap
manusia agar dapat beribadah dan bermuamalah dengan ajaran Islam.
Sehingga untuk menjalankan syariat agama dengan benar seseorang harus
memperoleh pengetahuan tentang hal tersebut. Pengetahuan tersebut dapat
diperoleh melalui pendidikan dan pengalaman.
Tujuan pembelajaran tersebut sesuai dengan firman Allah surat
Al-Baqoroh ayat 31 yaitu: لمع
هـؤالء إن آنتم آدم األسماء آلها ثم عرضهم على المالئكة فقال أنبئوني بأسماء
)٣١:البقراة(صادقين
“Dan dia mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda-benda)
seluruhnya, Kemudian mengemukakannya kepada para malaikat lalu
berfirman: "Sebutkanlah kepada-Ku nama benda-benda itu jika kamu
memang benar orang-orang yang benar!" (QS. Al-Baqarah : 31)1
Ayat diatas menafsirkan kewajiban manusia untuk mengupayakan
dan menyelenggarakan pendidikan termasuk Pendidikan Agama Islam.
Pendidikan sangat dibutuhkan manusia untuk kelangsungan hidup
manusia dan untuk mengembangkan potensi diri guna memiliki kekuatan
spiritual keagamaan, pengendali diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak
mulia serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan
negara.
Selain itu, tujuan Pendidikan Agama Islam di Sekolah Putra
Mandiri Semarang sesuai dengan inti pembelajaran bahwa tujuan akhir
pendidikan adalah mengubah sikap mental dan perilaku tertentu yang
dalam konteks Islam adalah agar menjadi seorang muslim yang terbina
1 Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Surabaya: Mahkota, 1999), hlm. 14
53
53
seluruh potensi dirinya sehingga dapat melaksanakan fungsinya sebagai
khalifah dalam rangka beribadah pada Allah, namun dalam proses menuju
arah tersebut diperlukan adanya pendidikan.2
2. Materi Pembelajaran Pendidikan Agama Islam.
Materi yang tertuang dalam kurikulum Pendidikan Agama Islam di
Sekolah Putra Mandiri yang dipilih, dimodifikasi dan dikembangkan
sudah sesuai dengan ketentuan Disdosmen Diknas. Ketentuan tersebut
yaitu: pemilihan dan modifikasi kurikulum juga disesuaikan dengan
tingkat perkembangan kemampuan anak dan ketidak mampuannya, usia
anak serta memperhatikan sumber daya/lingkungan yang ada.3 Kurikulum
yang dikembangkan mengacu pada
a. Program Pengembangan Kelompok Bermain (Usia 2-3 tahun)
b. Program Taman Kanak-kanak (Usia 4-5 tahun)
c. Kurikulum Sekolah Dasar
d. Kurikulum SLB Tuna Rungu
e. Kurikulum SLB Tuna Grahita
Penyusunan pelaksanaan Pendidikan Agama Islam dan pengajaran
diambil dari kurikulum tersebut, dengan mempertimbangkan kemampuan
dan ketidakmampuan (kebutuhan) anak dengan modifikasi.4
Dalam menentukan materi, guru telah melalui beberapa tahapan
untuk mencapai ide, gagasan, pemecahan masalah, cara kerja, produk baru
dan sebagainya. Tahapan tersebut sesuai dengan pendapatnya David
Campbell, yaitu:
a. Tahap persiapan (preparation) ialah meletakkan dasar. Mempelajari
latar belakang perkara, seluk beluk dan problematika.
b. Tahap konsentrasi (consentration) ialah sepenuhnya memikirkan,
masuk luluh, terserap dalam perkara yang dihadapi.
2 Abuddin Nata, Tafsir Ayat-ayat Pendidikan, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2002), hlm. 169
3Dikdasmen Depdiknas, Kebijakan Pelayanan bagi Anak Autis , (2005) hlm. 8. www.geogle.com
4 Ibid.
54
54
c. Tahap inkubasi (incubation) ialah tahap mengambil wktu untuk
meninggalkan perkara, istirahat, wakti santai. Mencari kegiatan-
kegiatan yang melepaskan diri dari kesibukan pikiran mengenai
perkara yang sedang dihadapi.
d. Tahap iluminasi (illumination) ialah tahap AHA, mendapatkan ide
gagasan, pemecahan, penyesuaian, cara kerja, jawaban baru.
e. Tahap verifikasi/produksi (verifications/production) ialah menghadapi
dan memecahkan masalah-masalah praktis sehubungan dengan
perwujudan ide, gagasan, pemecahan, penyelesaian, cara kerja,
jawaban baru. Seperti menghubungi, menyakinkan, dan mengajak
orang, menyusun rencana kerja dan melaksanakannya.5
Sedikitnya materi yang dikembangkan di Sekolah Putra Mandiri
Semarang karena keterbatasan kondisi kognosi siswa. Sehingga tidak
banyak materi yang dikembangkan karena siswa tidak mampu menerima
materi Pendidikan Agama Islam seperti anak normal pada umumnya.
Namun penentuan materi yang disampaikan pada siswa sudah sesuai
dengan ketentuan untuk menentukan materi berdasarkan pendapatnya R.
Ibrahim dan Nana Syaodiah, yaitu:
a. Materi pelajaran hendaknya sesuai dengan/ menunjsngtercapainya
tujuan instruksional.
b. Materi pelajaran sesuai dengan tingkat poendidikan/ perkembangan
siswa.
c. Materi pelajaran tersusun dalam ruang lingkup dan urutan yang
sistematik dan logis serta berkesinambungan.
d. Materi pelajaran hendaknya mencakup hal-hal yang bersifat fakta
maupun konseptual.6
Materi yang dipilih telah menekankan keseimbangan, keselarasan
dan keserasian antara:
a. Hubungan manusia dengan Allah SWT.
5 David Campbell, Mengembangkan Kreativitas oleh A. M Mangunharjana, (Yogyakarta,
Kanisius,2005), Cet. 17, hlm. 15 6 R. Ibrahim dan Nana Syaodih, Perencanaan Pengajaran, (Jakarta: Rineka Cipta, 1996), hlm. 100-102
55
55
b. Hubungan manusia dengan sesama manusia.
c. Hubungan manusia dengan diri sendiri.
d. Hubungan manusia dengan alam sekitar.
3. Metode Pembelajaran Pendidikan Agama Islam di Sekolah Putra Mandiri
Semarang.
Dalam pelaksanaan pembelajaran Pendidikan Agama Islam
metode merupakan elemen utama dalam pembelajaran. Metode adalah
cara yang telah teratur dan terpikir baik untuk mencapai suatu maksud.7
Penggunaan metode yang tepat akan menentukan efektifitas dan efiensi
pembelajaran. Penggunaan metode yang bervariasi akan sangat membantu
siswa dalam mencapai tujuan pembelajaran Pendidikan Agama Islam.
Di Sekolah Putra Mandiri Semarang tidak banyak metode yang
dikembangkan. Hal ini terjadi karena adanya keterbatasan kondisi kognitif
siswa. Siswa akan mengalami kesulitan apabila menerima materi dengan
metode yang bervariasi seperti anak normal pada umumnya. Metode yang
sering digunakan oleh guru yaitu metode drill. Selain mudah dan efektif,
metode drill dianggap tepat bagi anak autis. Karena dalam pembelajaran
Pendidikan Agama Islam ahlak didahulukan daripada syariah. Hal ini
sesuai dengan QS Al-Luqman ayat 19, 20 فإنمايشكر لنفسه ومن ولقد آتينا لقمان الحكمة أن اشكر لله ومن يشكر
ميدح غني فإن الله كفر “Dan sesungguhnya telah Kami berikan hikmat kepada Luqman, yaitu: "Bersyukurlah kepada Allah. Dan barangsiapa yang bersyukur , maka sesungguhnya ia bersyukur untuk dirinya sendiri; dan barangsiapa yang tidak bersyukur, maka sesungguhnya Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji". (QS. Al-Lukman: 12)8
يا بني أقم الصلاة وأمر بالمعروف وانه عن المنكر واصبر على ما أصابك إن ذلك من عزم الأمور
“Hai anakku, dirikanlah shalat dan suruhlah mengerjakan yang baik dan cegahlah dari perbuatan yang mungkar dan bersabarlah
7 Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta, Balai Pustaka, 1976), hlm. 649
8 Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Qur’an dan Terjemahan, (Surabaya: Mahkota, 1999), hlm. 654
56
56
terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan.”(QS. Al-Lukman: 17)9
Metode yang diterapkan oleh Sekolah Putra Mandiri Semarang
dapat dikatakan sudah tepat, dalam arti untuk pemilihan materi. Ini
didasarkan pada tujuan pembelajaran yang mana mengacu pada
pembentukan inteligensi dan penggunaan sensor motorik yang dapat
difungsikan dengan baik. Adapun sebagai bahan pertimbangan guru dalam
memilih materi sesuai dengan pendapatnya Syaiful Bahri Djamarah, yaitu:
a. Tujuan yang hendak dicapai.
Tujuan adalah keinginan yang hendak dicapai dalam setiap
kegiatan interaksi edukatif.10 Tujuan mampu memberikan maksud
yang jelas dan pasti kemana arah kegiatan edukatif akan dibawa.
Tujuan dapat memberikan pedoman yang jelas bagi guru dalam
mempersiapkan segala sesuatunya dalam pembelajaran Pendidikan
Agama Islam termasuk memilih metode. Pemilihan sustu metode
bertujuan agar siswa mampu menerima materi Pendidikan Agama
Islam dengan keterbatasan kondisinya.
b. Karakteristitik siswa.
Dalam memilih materi guru memperhatikan siswa yang akan
menerima dan mempelajari bahan pelajaran yang disajikan guru. Ini
perlu sebab metode mengajar ada yang menuntut pengetahuan dan
kecekatan tertentu. Aspek yang diperhatikan dari siswa yaitu aspek
biologis, intelektual dan psikologi.
c. Bahan atau Materi yang Disajikan.
Sangat penting bagi guru mengenal sifat bahan atau materi yang
disajikan sebelum mimilih metode. Karena setiap bahan atau materi
yang disajikan mempunyai sifat yang berbeda-deba. Sehingga dalam
mengenal sifat bahan atau materi yang disajikan dapat menjadi
pertimbangan dalam memilih matode.
9 Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Surabaya: Mahkota, 1999), hlm. 655 10 Syaiful Bahri Djamarah, Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif, (Jakarta: Rineka Cipta, 2000), hlm. 191
57
57
d. Situasi Kelas.
Pemilihanmetode disesuaikan dengan situasi kelas karena guru
yang berpengalaman mengetahui situasi kelas yang berubah-ubah
sesuai kondisi psikologi siswa..
e. Fasilitas.
Pemilihan metode perlu dukungan fasilitas.11 Fasilitas yang
dipilih sesuai dengan karakteristik metode pembelajaran yang
akan digunakan
f. Kompetensi Guru.
Seorang guru mimiliki kompetensi. Kompetensi ini tertuang
dalam UU no;14 tahun 2005 Bab IV pasal 10. kompetensi tersebut
yaitu meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian,
kompetensi professional da kompetensi social.
Dari keempat kompetensi diatas tidak dapat berdiri sendiri,
tetapi saling berhubungan dan mempengaruhi satu sama lainnya dalam
memilih metode yang tepat bagi siswa. Keempat bidang tersebut
mempunyai hubungan hirarkis, artinya saling mendasari satu sama
lain, antara kompetensi yang satu mendasarikompetensi yang lain.
g. Kelebihan dan Kelemahan Metode.
Setiap metode memiliki kelebihan dan kekurangan masing-
masing. Guru telah memperhatikan dua hal tersebut. Metode yang
tepat untuk siswa bergantuk dari kecermatan guru dalam memilih
metode. Pemilihan metode yang baik yaitu mencari kelemahan suatu
metode kemudian dicarikan metode yang dapat menutupi kelemahan
tersebut.
4. Media Pembelajaran Pendidikan Agama Islam
Media pendidikan merupakan suatu alat atau perantara yang
berguna untuk memudahkan proses belajar mengajar, dalam rangka
mengefektifkan komunikasi antara guru dan siswa.12 Media pembelajaran
Pendidikan Agama Islam sangat membantu guru dalam mengajar dan
11 Ibid, hlm, 193
12 Fatah Syukur, Teknologi Pendidikan, (Semarang: Rasail, 2005), hlm. 123
58
58
memudahkan siswa menerima dan memahami pelajaran. Proses ini
membutuhkan guru yang profesional dan kreatif yang mampu
menyelaraskan antara media pembelajaran Pendidikan Agama Islam dan
metode Pendidikan Agama Islam.
Di Sekolah Putra Mandiri Semarang, tidak banyak media yang
diterapkan. Hal ini terjadi karena adanya keterbatasan kondisi kognitif
siswa. Siswa akan mengalami kesulitan apabila menerima materi dengan
media yang bervariasi seperti anak normal pada umumnya. Meskipun
demikian media yang digunakan melalui berbagai pertimaban. Beberapa
pertimbangan tersebut sesuai dengan pendapatnya Syaiful Bahri Djamarah
dan Aswan Zain, yaitu
a. Tujuan instruksional yang telah ditetapkan
b. Isi materi yang disajikan
c. Kemampuan guru untuk menggunakan media tertentu.
d. Sebelum menggunakannya, guru harus menguasai penggunaannya
dengan sebaik-baiknya.
e. Tersedianya waktu untuk menggunakannya.
f. Dengan tersedianya waktu menjadikan media tersebut dapat
bermanfaat bagi siswa selama pembelajaran berlangsung.
g. Media pembelajaran yang dipakai sesuai dengan taraf berfikir siswa.13
Hal tersebut diatas sudah sesuai dengan pertimbangan guru dalam
mengembangkan media pembelajaran PAI di Sekolah Putra Mandiri
Semarang yaitu dengan memperhatikan prinsip-prinsip pembelajaran yang
disesuaikan dengan keadaan siswa sebagai penyandang autism dan
tersedianya waktu untuk menggunakan media tersebut.
5. Evaluasi Pembelajaran Pendidikan Agama Islam
Evaluasi merupakan cara pemberian penilaian terhadap hasil
belajar siswa. Evaluasi dalam Pendidikan Agama Islam digunakan untuk
mengetahuiberhasil atau tidaknya dalam proses belajar mengajar. Evaluasi
13 Syaiful Bahri Djamarah & Aswan Zain, Strategi Belajar Mengajar (Jakarta: Rineka
Cipta, 2002), hlm. Cet. 2, hlm. 150-151
59
59
yang digunakan secara teratur dengan tujuan agar dapat melihat kemajuan
atau pekembangan siswa.
Evaluasi yang dilakukan di Sekolah Putra Mandiri Semarang telah
melibatkan 3 aspek pokok selain perilaku sasaran menurut pendapatnya
Bandi Delphie yaitu:
1) Kondisi sebelumnya yang melatar belakangi perilaku nonadaptif atau
maladjudstment.
2) Karakteristik khusu dari siswa yang bersangkutan yang bersifat
pribadi.
3) Konsekuensi yang akan diterima setelah dilakukannya program
pembelajaran individual.14
B. Analisis Problematika dan Solusi yang Ditawarkan Guru dalam
Pembelajaran Pendidikan Agama Islam pada Anak Autis di Sekolah
Putra Mandiri Semarang.
Dalam pelaksanaan pembelajaran Pendidikan Agama Islam pada anak
autis tentu terdapat problematika yang dihadapi. Problematika ini bisa bersifat
intern maupun extern. Beberapa problematika dan solusi yang ditawarkan
yang ditawarkan guru dalam pelaksanaan pembelajaran PAI disebabkan di
Sekolah Putra Mandiri Semarang yaitu:
1. Tantrum pada anak autis, yaitu anak mengalami kesulitan moral over
sehingga siswa sudah utuk dikendalikan.
Solusi yang ditawarkan guru yaitu:
• adanya hubungan emosional antara guru dengan siswa sehingga
memudahkan guru untuk menyesuaikan metode dan media yang
tepat bagi guru.
• adanya bimbingan kelompok engan siswa lain guna
mensosialisasikan antar siswa selama 30 menit di akhir jam terapi.
2. Siswa mengalami kesulitan dalam memahami materi.
14 Bandi Delphie, Pembelajaran untuk Anak Berkebutuhan Khusus, (Refika Aditama, Bandung, 2006), hlm. 7
60
60
Solusi yang ditawarkan guru yaitu penerapan metode dan media
disesuaikan dengan tingkat perkembangan anak.
3. Tidak adanya kurikulum tertulis mengenai pembelajaran Pendidikan
Agama Islam.
Solusi yang ditawarkan guru yaitu:
• Adanya evaluasi yang dilakukan oleh para terapis dan kepala
sekolah setiap hari sabtu.
• Adanya evaluasi bagi siswa berupa tes IQ setiap semester untuk
mengetahui perkembangan siswa sehingga guru dapat
menyesuaikan metode dan media yang akan digunakan.
• Adanya supervisi pembelajaran dari kepala sekolah yang dilakukan
hampir setiap hari.
• Adanya laporan bagi orang tua sebagai bentuk evaluasi setiap
harinya
4. Belum adanya buku pegangan khusus mengenai pelaksanaan pembelajaran
Pendidikan Agama Islam.
Solusi yang ditawarkan guru yaitu: diusahakan mencari buku pegangan
khusus mengenai pelaksanaan pembelajaran Pendidikan Agama Islam.
5. Terbatasnya waktu pembelajaran Pendidikan Agama Islams
Beberapa problematika diatas sangat beragam dalam pelaksanaan
pembelajaran Pendidikan Agama Islam. Namun permasalahan yang sangat
mendasar yaitu adanya kesulitan siswa dalam memahami materi. Hal ini
terjadi karena adanya keterbatasan kondisi kognisi siswa sehingga siswa
kesulitan dalam menerima materi Pendidikan Agama Islam.
Adanya penyimpangan yang ada pada diri siswa menyebabkan
kurangnya pelaksanaan pembelajaran Pendidikan Agama Islam di Sekolah
Putra Mandiri Semarang Materi pembelajaran Pendidikan Agama Islam yang
dikembangkan oleh guru dengan bertitik tolak pada kebutuhan masing-masing
siswa berdasarkan identifikasi. Karena siswa memiliki kemampuan berbeda
serta proses perkembangan dan tingkat pencapaian program juga tidak sama
antara siswa yang satu dengan yang lainnya, maka pemilihan dan modifikasi
materi pembelajaran Pendidikan Agama Islam disesuaikan dengan tingkat
61
61
perkembangan kemampuan siswa dan ketidakmampuan, usia anak serta
memperhatikan sumber daya/lingkungan yang ada.
Dengan adanya kesulitan siswa dalam memahami materi maka tidak
banyak variasi yang digunakan dalam mengembangkan metode dan materi
pembelajaran Pendidikan Agama Islam.
Solusi yang ditawarkan guru dikatakan sudah tepat menyikapi
problematika yang ada. Solusi tersebut sudah menjawab semua problematika
yang ada. Meskipun masih banyak pembenahan dan masukan dari berbagai
pihak yang lebih kompeten.
Untuk solusi mengenai adanya keterbatasan siswa dalam memahami
materi, maka guru menyesuaikan dengan tingkat perkembangan anak yaitu
dengan mengadakan hubungan emosional antara guru dengan siswa sehingga
memudahkan guru untuk menyesuaikan materi, metode dan media yang tepat
bagi siswa. Selain itu juga mengadakan penyesuaian dengan orang tua.
Penyesuaian ini diperlukan peran orang tua (keluarga) untuk menilai dan
melihat hasil penguasaan materi siswa dengan berbagai bahan tambahan guna
mengarahkan guru untuk menentukan materi, metode dan media yang tepat
bagi siswa.
Keberhasilan guru dalam mengembangkan pembelajaran Pendidikan
Agama Islam di Sekolah Putra Mandiri Semarang karena adanya sistem
pembelajaran yang menggunakan teknik pengajaran satu guru untuk satu
siswa. Tehnik ini memusatkan perhatian dan tujuan akhir pada terbentuknya
tingkah laku (behaviour) siswa yang lebih baik. Tehnik ini diharapkan mampu
membantu siswa serta meminimalisir kesalahan persepsi siswa dalam
pelaksanaan pembelajaran. Disamping itu dapat memudahkan guru untuk
mengatasi perilaku reflek yang mungkin timbul dalam proses kegiatan belajar
mengajar.
Berlakunya tehnik pengajaran satu guru satu siswa karena melihat
kondisi kognisi (kemampuan berpikir) siswa yang berbeda antara anak yang
satu dengan yang lainnya dalam memproses informasi. Sehingga dengan
keadaan ini tidak memungkinkan proses pembelajaran seperti anak normal
yaitu dengan satu guru untuk 10 siswa atau lebih.Dengan tehnik tersebut maka
62
62
memungkinkan pembelajaran Pendidikan Agama Islam. Keadaan ini
menjadikan guru dapat menguasai kondisi secara penuh.
Selain itu untuk memudahkan guru dalam menentukan materi, metode
dan media, seorang guru hendaknya memiliki sikap:
1. Sikap guru (individu).
Sikap guru untuk menemukan gagasan-gagasan serta produk-produk dan
pemecahan baru.
2. Kemampuan dasar yang diperlukan
Kemampuan dasar yang diperlukan mencakup berbagai
kemampuan berfikir convergen (keseluruhan) dan divergen
(berbeda/memilih) yang diperlukan. Menurut Slameto dengan mengutip
pendapat Osborn yang memperkenalkan 10 tahap pengajaran pemecahan
masalah yang kreatif bagi orang dewasa:
a. Memikirkan keseluruhan tahap dari masalah
b. Memilih bagian masalah yang perlu dipecahkan
c. Memikirkan informasi yang kiranya dapat membantu
d. Memilih sumber-sumber data-data yang paling memungkinkan
e. Memikirkan segala kemungkinan pemecahan masalah tersebut
f. Memilih gagasan-gagasan yang paling memungkinkan bagi
pemecahan masalah
g. Memikirkan segala kemungkinan cara pengujian masalah
h. Memilih cara yang paling dapat dipercaya untuk menguji
i. Membayangkan kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi
j. Mengambil keputusan
Tahap-tahap 1,3,5,7 dan 9 membutuhkan pemikiran divergen.
Tahap-tahap 2,4,6,8,dan 10 membutuhkan pemikiran convergen
3. Teknik-teknik yang digunakan untuk mengembangkan kreativitas.
a. Melakukan pendekatan “inquiry” (pemberitahuan)
Pendekatan ini memungkinkan guru menggunakan semua
proses mental untuk menemukan konsep atau prinsip ilmiah.
Pendekatan ini memberikan lebih banyak kesempatan bagi guru untuk
menampung serta memahami informasi. Keberhasilan pelaksanaan
63
63
pendekatan ini dapat berkembang di dalam suasana non otoriter, agar
guru dapat berfikir secara bebas, bekerja dengan baik karena guru
merasa aman dan mengetahui tujuannya, mewujudkan potensi
kreativitasnya karena guru diperkenankan untuk melakukannya.
b. Menggunakan teknik-teknik sumbang saran (brain storming)
Dalam pendekatan ini, semua masalah dikemukakan oleh guru
kemudian masalah-masalah tersebut ditinjau kembali untuk
menentukan gagasan mana yang akan digunakan dalam pemecahan
masalah tersebut.
c. Memberikan penghargaan bagi prestasi kreatif
Adanya penghargaan yang diterima akan mempengaruhi
konsep diri guru secara positif yang meningkatkan keyakinan diri guru.
d. Meningkatkan pemikiran kreatif melalui banyak media
Sasaran pendidikan dan kurikulum perlu dianalisis untuk
mengetahui fungsi mental dalam pendidikan.
Hendaknya suatu program yang menetap bagi pengembangan
kemampuan kreatif ditingkatkan. Perangsangan serta sensitivitas guru
terhadap obyek-obyek dan gagasan secara sistematis disusun.15
15 Slameto, Belajar dan Faktor-faktor yang mempengaruhi, (Jakarta: Rineka Cipta, 195),
Cet.3, hlm. 154-159
BAB V
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Setelah peneliti melakukan tahap demi tahap dalam penelitian, dapat
disimpulkan sebagai berikut:
1. Dalam pelaksanaan pembelajaran Pendidikan Agama Islam di Sekolah
Putra Mandiri Semarang tidak banyak materi, metode dan media yang
dikembangkan. Beberapa materi yang diajarkan misalnya materi sholat,
wudhu, ahlak terhadap orang tua, ke-Tauhid-an, menghafal doa-doa harian
dan baca tulis al-qur’an. Beberapa metode yang dipakai yaitu metode drill,
demonstrasi dan karya wisata. Sedangkan media yang dipakai yaitu: buku
iqra’/qira’at, peralatan menulis, buku panduan hafalan, doa harian, buku
juz ‘amma, puzzle, gambar, gerakan badan dan bentuk nyata (misalnya
masjid, sajadah, dan lain-lain).
2. Problematika mendasar yang dihadapi guru dalam pelaksanaan
pembelajaran Pendidikan Agama Islam yaitu adanya kesulitan siswa
dalam memahami materi. Sehingga dalam hal ini tidak banyak materi,
metode dan media yang dikembangkan. Kurikulum dan Hal ini terjadi
karena adanya keterbatasan kondisi kognisi siswa. Siswa mengalami
penyimpangan perkembangan sosial, kemampuan berbahasa dan
kepatuhan terhadap sekitarnya pada diri siswa. Penyimpangan tersebut
diantaranya disebabkan karena adanya kelainan neuroanatomi (anatomi
susunan saraf pusat) pada beberapa tempat di dalam otak. Anak
mengalami pengecilan otak kecil terutama pada lobus VI-VII. Seharusnya,
dilobus VI-VII banyak terdapat sel purkinje. Namun, pada anak autis
jumlah sel purkinje sangat kurang. Akibatnya, produk serotonin kurang,
menyebabkan kacaunya penyaluran informasi antar otak. Selain itu,
ditemukan kelainan struktur pada pusat emosi di dalam otak sehingga
emosi anak sering terganggu.
Sedangkan solusi yang ditawarkan guru yaitu guru menyesuaikan dengan
tingkat perkembangan anak. Beberapa metode yang diterapkan yaitu
metode pembiasaan, demonstrasi dan karya wisata. Untuk menyesuaikan
materi, metode dan media maka guru mengadakan hubungan emosional
antara guru dengan siswa. Hubungan ini akan memudahkan guru dalam
menyesuaikan materi, metode dan media yang tepat bagi siswa. Selain itu
juga mengadakan penyesuaian dengan orang tua. Penyesuaian ini
diperlukan peran orang tua (keluarga) untuk menilai dan melihat hasil
penguasaan materi siswa dengan berbagai bahan tambahan guna
mengarahkan guru untuk menentukan materi, metode dan media yang
tepat bagi siswa.
B. SARAN
Dari hasil yang diperoleh dari penelitian ini, peneliti merasa
terpanggil untuk ikut menyumbang pemikiran berupa saran-saran sebagai
berikut:
1. Bagi Kepala Sekolah
a. Pelaksanaan pembelajaran Pendidikan Agama Islam yang telah
diadakan hendaknya dapat ditingkatkan lagi.
b. Untuk diadakan pelatihan keguruan bagi guru (terapis) mengenai
pelaksanaan pembelajaran Pendidikan Agama Islam bagi anak autis.
c. Hendaknya diupayakan fasilitas belajar yang dirasa masih kurang
berupa buku-buku bacaan keagamaan dan sarana fisik lainnya. Hal ini
dimaksud untuk menumbuhkan kegairahan proses pembelajaran
pendidikan agama Islam.
d. Untuk diadakan pelatihan keguruan bagi guru (terapis) yang berlatar
belakang pendidikam psikologi agar guru (terapis) mengetahui tehnik-
tehnik pengajaran. Begitu juga sebaliknya bagi guru (terapis ) yang
berlatar belakang pendidikan keguruan untuk diadakan pelatihan
psikologi agar guru (terapis) mengetahui tehnik-tehnik psikologi.
e. Mutu pengajaran yang selama ini telah dicapai hendaknya dapat
ditingkatkan lagi. Dalam pembinaan selanjutnya akan lebih baik
apabila dilengkapi dengan alat-alat yang sesuai dengan pembelajaran
pendidikan agama Islam untuk anak autis.
f. Untuk lembaga yang berwenang dalam perencanaan dan membuat
kurikulum hendaknya dibuat kurikulum pendidikan agama Islam
secara tertulis.
g. Untuk lembaga yang berwenang dalam perencanaan dan membuat
kurikulum hendaknya dalam penyusunannya perlu perhatikan tingkat
intelegensi dan kemampuan siswa autis ringan.
2. Bagi Guru (Terapis)
a. Pelaksanaan pembelajaran Pendidikan Agama Islam yang telah
dilakukan guru hendaknya dapat ditingkatkan lagi dengan
memperhatikan materi, metode dan media yang hendak dipakai dalam
pembelajaran Pendidikan Agama Islam agar keberagamaan siswa
lebih baik.
b. Hendaknya guru dapat mengatasi perbedaan individu yang
mempunyai latar belakang lingkungan yang berbeda, yang biasanya
menjadi kesenjangan perbedaan kemampuan dan penguasaan materi
pembelajaran pendidikan agama Islam.
c. Hendaknya diadakan penataran bagi guru yang mengajarkan
pendidikan agama Islam agar pelaksanaan pembelajaran Pendidikan
Agama Islam lebih baik dalam menjalankan tugasnya guna
menghadapi siswa dari berbagai macam latar belakang keluarga dan
tingkat perkembangan yang berbeda antara siswa yang satu dengan
yang lainnya.
3. Bagi Orang Tua
Tingkatkan kesadaran kerjasama antara orang tua dan pendidik
dengan mengadakan komunikasi yang dilakukan dalam waktu senggang
agar perkembangan siswa selalu terpantau. Ini dilakukan untuk menilai
dan melihat hasil penguasaan materi siswa yang selanjutnya sebagai bahan
arahan guru guna menentukan materi, metode dan media.
C. PENUTUP
Dengan rasa syukur yang tak terhingga peneliti ucapkan
Alhamdulillah. Peneliti panjatkan ke Hadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan segala rahmat, taufiq, hidayah serta inayah-Nya sehingga
peneliti dapat menyelesaikan tugas penulisan skripsi walaupun belum
mencapai hasil yang sempurna.
Akhirnya kepada semua pihak yang telah memberikan sumbangsih
baik berupa pikiran, tenaga maupun doa peneliti ucapkan terima kasih.
Peneliti berharap semoga skripsi yang sederhana dan jauh dari kesempurnaan
ini dapat bermanfaat. Dan semoga Allah SWT senantiasa melimpahkan
kebahagiaan-Nya bagi baik di dunia dan akhirat. Amin.
DAFTAR PUSTAKA
Abi, Imam Abdillah, Shahih Bukhari, Juz I, (Beirut: Darul Kutub, 1992) Agustin, T. (ed), UUD 1945 Amandemen ke-4 Tahun 2002, (Semarang: Aneka
Ilmu,2002) Ahmadi, Islam Paradigma Ilmu Pendidikan, (Yogyakarta: Aditya Media, 2005) Akbar, Reni dan Hawadi, dkk., Kreativitas, (Jakarta: Grasindo, 2001) Ali, Muhammad al-Kuli, Kamus Pendidikan Inggris Arab, (Beirut: dar al-Ilm lil
Malayin, t.th.) Anis, Ibrahim, Al-Mu’jam al-Wasit, Juz I, (Istambul: Al-Maktabah Islamiyah,
t.th.) Arif, Armai, Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam, (Jakarta: Ciputat
Pesr, 2002) B. Hamzah Uno, Perencanaan Pembelajaran, (Jakarta: Bumi Aksara, 2006) Bahri, Syaiful Djamarah, Guru dan Anak Didik Dalam Interaksi Edukatif,(Jakarta:
Rineka Cipta, 200), hlm. 201Fatah Syukur, Teknologi Pendidikan, (Semarang: Rasail, 2005)
Campbell, David, Mengembangkan Kreativitas oleh A. M Mangunharjana,
(Yogyakarta, Kanisius,2005), Cet. 17 D., Nining Soekarno, Berbagai Upaya Mengembangkan Kreativitas Guru.
www.geogle.com, Dahama dan Bhatnagar, Education an Comunication for Development, (New
Delhi: Oxford and IBH,1980) Danim, Sudarwan, Menjadi Peneliti Kualitatif, (Bandung: Pustaka Setia, 2002) Danuatmaja, Bonny, Terapi Anak Autis di Rumah, (Jakarta: Puspa Swara, 2003),
cet.1. Dikdosmen Depdiknas, Kebijakan Pelayanan Bagi Anak Autis, 2005,
www.geogle.com Gottesfeld, Harry, Abnormal Psycology, (USA, Research Associates, 1979), cet.
10
Handojo, Y., Autisma, (Jakarta Buana Ilmu Populer,2006), cet. 4 Hasibuan, JJ. dan Moedjion, Proses Belajar Mengajar, (Bandung: Remaja Rosda
Karya, 2000) Jalaluddin, Kreativitas Guru Pacu Motivasi Belajar Siswa, www.Geogle.com Junus, Mahmud, terjemah al-Qur’an al-Karim, (Bandung : al-Ma’arif, t.th.) Kuntjaraningrat, Metode-Metode Penelitian Masyarakat, (Jakarta : PT. Gramedia,
1993) Langgulung, Hasan, Manusia dan Pendidikan, (Bandung: Pustaka Al-Husna,
2004) Latkinson, Rita (ed), Pengantar Psikologis (Jakarta: Erlangga, 1996) Margono, S. , Metodologi Penelitian, (Jakarta : Rineka Cipta, 2000) Mochtar, M., Desain Pembelajaran PAI, (Jakarta: Misaka paksa, 2003) Moleong, Lexy J., Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung : PT. Remaja
Rosdakarya, 2002), cet. 17 Muhaimin, dkk., Paradigma Pendidikan Islam Upaya Mengefektifkan Pendidikan
Agama Islam di Sekolah, (Bandung : PT. Remaja Rosdakarya, 2002), cet. 3.
Mulyasa, E., Kurikulum Berbasis Kompetensi, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2004)
Mulyasa,E. Menjadi Guru Profesional Menciptakan Pembelajaran Kreatif dan
Menyenangkan, (Bandung: Remaja Rosdakarya,2005), cet.3. Munandar, Utami, Pengembangan Kreativitas Anak Berbakat, (Jakarta:PT.
Rineka Cipta,2004), cet.2 Munawir, Aw. , Kamus al-Munawwir Arab Indonesia Terlengkap, (Yogyakarta:
PP Yogyakarta, 1984) Nasir, Moh, Metodologi Penelitian, (Jakarta: Ghalia, 1985) Nata, Abuddin, Tafsir ayat-ayat Pendidikan, (Jakarta: Raja Grafindo Persada,
2002) Nurdin, Syafruddin dan Basyiruddin Usman, Guru Profesional dan Implementasi
Kurikulum, (Jakarta: Ciputat Press, 2003)
Nurdin, Syafruddin dan Basyiruddin Usman,, Guru Profesional dan Implementasi Kurikulum, (Jakarta : Ciputat Press, 2003)
O. , Kenneth Gangel, Understanding Teaching, Evangelical Training
Association, Illionis 1968, www.geogle.com Peeters, Theo, Autisme, (Jakarta: Dian Rakyat,2004), cet.1. Pemerintah RI UU No.5 tahun 2003, Tentang Sistem Pendidikan Nasional,
(Semarang: Rindang,2003) Rusyan, Tabrani dkk., Pendekatan dalam Proses Belajar Mengajar, (Bandung:
CV. Remaja Rosdakarya, 1989) Sadily, Hasan, Ensiklopedi Indonesia, (Jakarta: Ikhtiar Baru Van Hoeve, t.th.) Semiawan, Conny dkk., Memupuk Bakat dan Kreativitas Siswa Sekolah
Menengah, (Jakarta: PT. Gramedia, 1984) Shadily, Hasan dan John M Echals, Kamus Bhasa Inggris- Bahasa Indonesia,
(Jakarta: Gramedia Pustaka Utama,1999), cet.23 Singarimbun, Masri dan Sofian Effendi, Metodologi Penelitian Survai, (Jakarta :
LP3ES, 1989) Slameto, Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya. ( Jakarta: Rineka
Cipta,1995), cet.3 Sujana, Nana, Dasar-dasar Proses Belajar Mengajar, (Bandung: Sinar Baru
Algensindo, 1995) Suryabrata, Sumadi, Metodologi Penelitian, (Jakarta: Raja Grafindo Persada,
2002) Syar’I, Ahmad, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Pustaka Firdaus,2005), cet.1. Syukur, Fatah, Teknologi Pendidikan (Semarang: Rasail, 2005), cet. 1 Tilar, HAR, Beberapa Agenda Reformasi Pendidikan Nasional, (Magelang: Tera
Indonesia, 1999) Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus
Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1990), cet. 3 Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003, Bab I pasal 1,
(Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2006), cet.3
Usman, Basyiruddin, Metodologi Pembelajaran Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: Ciputat Pers,2005). Cet.1.
Usman, Busyirudin, Metodologi Pembelajaran Agama Islam, (Jakarta: Ciputat
Pers, 2002), cet. 1 Uzer, Moh Usman, Menjadi Guru Profesional, (Bandung: Rosdakayar, 2006) Warisan, Ahmad Munawwir, Al-Munawir Kamus Arab Indonesia, (Yogyakarta:
Unit Pengadaan Buku Ilmiah Keagamaan Pondok Pesantren Al-Munawwir, 1984)
Wijayakusuma, Hembing, Psikoterapi untuk Anak Autis, (Jakarta: Pustaka
Obor,2004), cet.1 Yatim, Faisal, Autisme Suatu Gangguan Jiwa Pada Anak-Anak, (Jakarta : Pustaka
Populer, 2003), cet.7 Yunus, Muhammad, Terjemahan Al-Qur’an al-Karim (Bandung: al-Ma’arif, t.th) Zuhairini,et.al., Metodik Khusus Pendidikan Agama, (Surabaya: Usaha Nasional,
1981)
Draft Dokumentasi
Ruang lingkup data:
1. Profil di Sekolah Putra Mandiri Semarang.
2. Kegiatan belajar mengajar Sekolah Putra Mandiri Semarang.
No. Bentuk Data Materi Data Sumber 1.
2.
Foto Arsip
- Lokasi Penelitian
- Kegiatan Belajar Mengajar.
- Profil Sekolah Putra Mandiri
Semarang
- Jadwal Sekolah
- Data Terapis
- Data Siswa
- Laporan Kegiatan Belajar
Mengajar.
- Brosur
- Brosur
- Dokumentasi.
- Dokumentasi.
- Dokumentasi.
- Dokumentasi.
- Dokumentasi
- Laporan
Perkembangan Siswa.
Draft Observasi
Ruang Lingkup:
1. Kegiatan belajar mengajar Sekolah Putra Mandiri Semarang.
2. Pembelajaran Pendidikan Agama Islam di Sekolah Putra Mandiri Semarang..
3. Perilaku siswa.
No. Pernyataan
1.
2.
3.
4.
5.
6
.
7.
8.
9.
10.
11.
Guru menciptakan kelas yang nyaman dalam pembelajaran Pendidikan
Agama Islam
Guru bersikap terbuka terhadap pengalaman baru untuk mencoba
membelajarkan PAI
Guru menciptakan metode sendiri untuk pembelajaran PAI
Guru membuat media sendiri untuk pembelajaran PAI
Guru menguasai siswa ketika ada siswa yang bermasalah dalam
pembelajaran PAI
Guru mengevaluasi hasil pembelajaran PAI bersama-sama dengan guru
lain dan kepala sekolah
Guru menerima masukan dari guru lain atau kepala sekolah ketika ada
permasalahan dalam pembelajaran PAI
Guru aktif dalam pembelajaran PAI
Guru memiliki cara berfikir yang berbeda dengan guru lain dalam
mengembangkan variasi metode pembelajaran PAI
Guru memiliki cara berfikir yang berbeda dengan guru lain dalam
mengembangkan variasi media pembelajaran PAI
Guru memiliki cara berfikir yang berbeda dengan guru lain dalam
mengembangkan variasi pengajaran PAI
Daftar Siswa
No. Nama Usia Gangguan Agama
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
Dida
Maman
Aldi
Bagas
Rian
Steven
Dipo
Sigit
Adam
Andika
Haedar
Hasbi
Marsha
Raka
Riky
Irfan
13 tahun
10 tahun
8 tahun
6 tahun
4 tahun
5 tahun
8 tahun
6 tahun
10 tahun
8 tahun
7 tahun
10 tahun
6 tahun
7 tahun
4 tahun
3 tahun
Gangguan Konsentrasi (autisme sedang)
Autisme Ringan
Kosa Kata Lemah (Autisme Ringan)
Gangguan Motorik (Autisme Berat)
Susah Konsentrasi
Hiperaktif(Autisme Berat)
Pemahaman Kurang
Kosa Kata Lemah
Autisme Ringan
Terlambat bicara (Autisme Berat)
Kosa Kata Lemah
Pemahaman Kurang
Gangguan Motorik (Reterdasi Mental)
Terlambat Bicara (Autisme Berat)
Gangguan Konsentrasi (autisme sedang)
Kosa Kata Lemah
Islam
Islam
Islam
Kristen
Islam
Islam
Budha
Islam
Islam
Islam
Kristen
Kristen
Islam
Islam
Islam
Islam
Daftar Guru
No. Nama Pendidikan Agama Mulai Tugas
1
2
3
4
5
6
7
Ratih Danglia E, S.Psi,
Fajar Trisnawingrum, S.Psi
Sumina, Amd. Ot
Widayanti, Amd, Ot
Ika Nurjiyanti, S.Pd
Tutik Sri Rahayu, Amd. Ft
Dina Tri Agustiningrum, Amd.
Ft
S1 UNIKA
S1 UNIKA
D3 STIE Satya Wacana
D3 STIE Satya Wacana
S1 UNNES
D3 STIE Satya Wacana
D3 STIE Satya Wacana
Islam
Islam
Islam
Islam
Islam
Islam
Islam
1 Nov 1999
1 Nov 1999
15 Sep 2000
1 Des 2004
4 Mei 2006
1 Sep 2006
1 Sep 2006
Jadwal Sekolah
Terapis Pagi (07.00-10.00 WIB) Siang(10.00-13.00 WIB) Sore (14.00-17.00 WIB)
Ratih
Fajar
Dida
Bagas
Maman
-
Aldi
Rian
Iim
Wida
Ika
Tuti
Dina
Steven
Adam
Haedar
Marsha
Riky
Dipo
Adam
Hasbi
Raka
-
Sigit
Andika
-
-
Irfan
Hasil Wawancara
Responden: Drs. Naili Farida Msi (Kepala Sekolah)
Hari/Tanggal: Rabu, 10 Januari 2007
Materi: Pembelajaran PAI dan Problematik serta solusinya.
1. Menurut kepala sekolah apakah guru menciptakan kelas yang nyaman
dalam pembelajaran Pendidikan Agama Islam?
Saya rasa ya, karena pembelajaran disini dilakukan dengan tehnik
satu guru satu siswa jadi secara otomatis guru lebih menguasai siswa. Dan
ketika siswa tidak nyaman dalam pembelajarannya maka guru akan
mengalihkannya untuk membahas meteri lain atau merubah gaya
mengajarnya.
2. Apakah guru bersikap terbuka terhadap pengalaman baru dalam
mengembangkan metode dan media pembelajaran Pendidikan Agama
Islam?
Tentu karena pada dasarnya kurikulum yang dikembangkan disini
hanya sebatas bina diri, keterampilan dan bakat sedangkan untuk
pembelajaran Pendidikan Agama Islam tidak diwajibkan namun guru
mengajarkan pembelajaran Pendidikan Agama Islam meskipun tidak ada
kurikulumnya dan hanya bersifat tambahan.
3. Apakah guru menerima masukan atau membicarakannya dengan guru lain
atau kepala sekolah ketika ada permasalahan dalam pembelajaran
Pendidikan Agama Isalm?
Setiap haru sabtu kami selalu mengadakan evaluasi. Disitu kami
membicarakan segala sesuatu yang berhubungan dengan proses belajar
mengajar. Ketika ada permasalahan dalam proses belajar mengajar, kami
membahas bersama-sama dan rata-rata guru melaksanakan masukan dari
guru lain termasuk dari saya (kepala sekolah)
Responden: Ratih
Hari/Tangal: kamis, 11 Januari 2007
Materi: Pembelajaran PAI dan Problematik serta solusinya
1. Metode apa yang digunakan guru dalam pembelajaran Pendidikan Agama
Islam?
Tidak banyak metode yang diterapkan karena metode yang
seharusnya bersifat baik bagi siswa normal tetapi tidak bagi siswa autis.
Metode yang biasa dilakukan yaitu metode drill. Metode ini diterapkan
dalam bentuk latihan membiasakan
2. Media apa yang digunakan guru dalam pembelajaran Pendidikan Agama
Islam?
Media yang biasanya digunakan yaitu gambar. Dengan gambar
maka siswa akan lebih memahaminya dan rata-rata siswa suka dengan
gambar.
3. Problematika apa yang dihadapi guru dalam mengembangkan metode dan
media pembelajaran Pendidikan Agama Islam?
Permasalahan yang sering dihadapi adanya keterbatasan siswa
dalam memahami materi sehingga saya kesulitan dalam menyesuaikan
metode dan madia yang tepat bagi siswa.
4. Solusi apa yang ditawarkan guru dalam mengembangkan metode dan
media pembelajaran Pendidikan Agama Islam?
Dengan melakukan pendekatan emosional pada siswa untuk
mengetahui perkembangan siswa kemudian menyesuaikannya dengan
metode dan media yang tepat diterapkan bagi siswa.