Upload
others
View
6
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
18
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
Pada bab ini akan ditunjukkan hasil perhitungan analisis data penelitian serta
pembahasannya yang meliputi gambaran umum lokasi penelitian, karakteristik
responden, uji validitas, uji reliabilitas, uji model-fit, dan juga uji hipotesis.
4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian
Penelitian ini menggunakan data responden yang diperoleh di Kecamatan
Getasan, Desa Batur, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah dengan batasan wilayah
sebagai berikut :
Sebelah Utara : Desa Sumogawe
Sebelah Selatan : Gunung Merbabu
Sebelah Barat : Desa Kopeng
Sebelah Timur : Desa Tajuk
Secara geografis, Desa Batur memiliki data orbitrasi (jarak dari pusat
pemerintahan) adalah sebagai berikut :
Pusat Pemerintahan Kecamatan : 3 km
Pusat Pemerintahan Kabupaten : 30 km
Pusat Pemerintahan Provinsi : 35 km
Desa Batur terbagi menjadi 19 dusun yang terdiri dari 19 RW dan 54 RT. Luas
keseluruhan tanah baik jalan, sawah, pemukiman, bangunan umum, pemakaman,
dan peternakan adalah 1081,75 Ha. Letak Desa Batur berada di 1200 mdpl dengan
suhu udara rata-rata 30o C dengan curah hujan sebesar 2500 mm/tahun.
4.2 Karakteristik Responden
Analisis deskriptif responden dimaksudkan untuk melihat karakteristik umum
responden. Seluruh responden dalam peneilitian ini merupakan petani sayuran di
Kecamatan Getasan, Desa Batur. Gambaran umum responden dapat dilihat dalam
beberapa tabel berikut ini :
19
4.2.1 Keputusan Petani
Data keputusan petani yang ini dimaksudkan untuk melihat tingkatan dalam
sistem pertanian organik yang diterapkan oleh responden dan melihat berapa
presentase responden yang memiliki keputusan untuk menerapkan sistem pertanian
organik dan non-organik.
Dari tabel 4.1 terlihat bahwa 56,4% responden sudah menerapkan sistem
pertanian organik, 43,6% lainnya masih belum menerapkan sistem pertanian
organik (non-organik). Berdasarkan jawaban responden, peneliti membagi sistem
pertanian non-organik ke dalam 4 tingkatan:
i. Tidak Organik
Subjek merupakan kelompok petani yang sedang tidak menerapkan pertanian
organik dan memiliki keyakinan untuk tetap bertahan dengan sistem yang sedang
diterapkan, untuk proses budidaya selanjutnya. Terdapat 6 petani yang masuk ke
dalam kelompok ini.
ii. Belum Organik
Subjek merupakan kelompok petani yang sedang tidak menerapkan pertanian
organik tapi memiliki pandangan kedepan bahwa mereka akan menerapkan sistem
pertanian organik suatu saat nanti (belum tahu kapan). Terdapat 11 petani yang
masuk ke dalam kelompok ini.
iii. Akan Mencoba Organik
Subjek merupakan kelompok petani yang belum pernah menerapkan
pertanian organik tapi sudah memiliki rencana untuk beralih ke sistem pertanian
organik untuk waktu yang sudah ditentukan, direncanakan kurang dari 3 tahun ke
depan. Terdapat 5 petani yang masuk ke dalam kelompok ini dalam penelitian ini.
Tabel 4.1 Data Keputusan Petani
Sistem Frekuensi Persentase
(%)
Tidak organik 6 5,5
Belum organik 11 10,0
Akan Mencoba 5 4,5
Pernah mencoba 26 23,6
Organik 62 56,4
Total 110 100,0
Sumber : Data primer yang diolah, 2016
20
iv. Pernah Mencoba Organik
Subjek merupakan kelompok petani yang sudah pernah menerapkan sistem
pertanian organik dan kembali lagi ke sistem pertanian non-organik karena alasan-
alasan tertentu. Terdapat 26 petani yang masuk ke dalam kelompok ini
v. Organik
Subjek merupakan kelompok petani yang sedang menerapkan sistem
pertanian organik, baik yang masih semi-organik maupun organik tersertifikasi.
Terdapat 62 petani yang masuk ke dalam kelompok ini
Tidak ada presentase yang dominan antara penerapan sistem pertanian organik
dan non-organik, sehingga data yang digunakan dalam penelitian ini dipercaya
memiliki nilai yang bervariasi karena data yang terkumpul bersumber dari berbagai
sudut pandang yang berbeda.
4.2.2 Umur Petani
Data umur responden dimaksudkan untuk mengetahui rentang umur seluruh
responden sehingga dapat diketahui umur responden yang paling banyak dan
persebaran data responden serta penerapan sistem pertanian yang sedang masing-
masing petani jalani saat proses pengambilan data.
Tabel 4.2 Frekuensi Umur
Umur
(tahun)
Kategori Sistem Pertanian
Total Tidak
Organik
Belum
Organik
Akan
Mencoba
Pernah
Mencoba Organik
f % f % f % f % f % f %
20-31 0 0 0 0 0 0 0 0 4 4 4 4
32-43 1 0,91 3 2,73 0 0 6 5 12 11 22 20
44-55 5 4,55 6 5,45 3 2,73 9 8,18 30 27,27 53 48,18
56-67 0 0 2 1,82 2 1,82 11 10,00 16 14,55 31 28,18
TOTAL 6 5.,45 11 10 5 4,55 26 23,64 62 56,36 110 100
Rata-
Rata
(tahun)
46 50 55 52 49 50
Sumber : Data primer yang diolah, 2016
Dari tabel 4.2 diketahui bahwa umur responden memiliki rentang yang jauh
mulai dari katergori umur 20-31 tahun sampai kategori umur 56-67 tahun. Dapat
dilihat bahwa petani yang menerapkan sistem pertanian organik didominasi oleh
petani dengan rentang umur 44-55 tahun, dengan rata-rata 49 tahun. Perbedaan rata-
21
rata umur pada setiap kelas sistem pertanian tidak memiliki rentang yang jauh
sehingga dapat dikatakan bahwa rentang umur tidak terlalu mempengaruhi
keputusan petani dalam menentukan salah satu sistem pertanian.
4.2.3 Jenis Kelamin
Berikut adalah tabel gambaran umum perbandingan jenis kelamin seluruh
responden penelitian ini :
Tabel 4.3 Perbandingan Jenis Kelamin
Tidak
organik
Belum
organik
Akan
mencoba
Pernah
mencoba Organik Total
f % f % f % f % f % f %
Laki-Laki 5 4,5 7 6,4 3 2,7 13 11,8 35 31,8 63 57,3
Perempuan 1 0,9 4 3,6 2 1,8 13 11,8 27 24,5 47 42,7
Total 6 5,5 11 10 5 4,5 26 23,6 62 56,4 110 100
Sumber : Data primer yang diolah, 2016
Dari tabel 4.3 terlihat bahwa 57,3% responden merupakan petani laki-laki dan
sisanya 42,7% merupakan petani perempuan. Jika melihat per-kategori sistem
pertanian, hampir seluruh kategori didominasi oleh kaum pria, kecuali di kategori
kelompok petani yang pernah mencoba organik. Walaupun jumlah petani pria dan
wanita yang menerapkan pertanian organik lebih banyak dari pada petani non-
organik, perbandingan tersebut tidak begitu jauh sehingga bisa dikatakan bahwa
hasil analisa kedepannya merupakan data yang diambil dari dua sudut pandang,
laki-laki dan perempuan yang hampir sama kuatnya.
4.2.4 Distribusi Kondisi Lingkungan Sosial Petani
Data distribusi berikut diharapkan mampu memperlihatkan gambaran umum
responden dalam menilai dirinya sendiri terhadap keadaan lingkungan sosial di
sekitar petani. Lingkungan sosial petani ini merupakan sudut pandang masing-
masing individu petani yang petani rasakan dan alami secara nyata dan sudah
dikelompokkan ke dalam masing-masing sistem pertanian. Data pada tabel 4.4
merupakan rata-rata skor yang dipilih oleh responden dan sudah dikelompokkan
pada masing-masing kategori sistem pertanian dengan skor 1-5 (sangat tidak setuju
– sangat setuju).
22
Tabel 4.4 Distribusi Kondisi Lingkungan Sosial Petani
No. Lingkungan Sosial
Skor per Kategori Sistem Pertanian
Tidak
Organik
Belum
Organik
Akan
Mencoba
Pernah
Mencoba Organik
1
Tergabung dalam kelom-
pok tani organik dengan
banyak anggota 1,00 1,00 1,20 3,35 4,73
2
Selalu mengikuti program-
program dalam kelompok
tani
1,00 1,09 1,40 2,92 4,42
3 Selalu hadir dalam kegiatan
penyuluhan kelompok tani 1,00 1,00 1,60 3,08 4,35
4
Selalu aktif mengungkap-
kan pendapat dalam kelom-
pok tani 1,17 1,00 1,80 2,88 4,37
5
Penyuluh selalu memberi-
kan solusi terhadap perma-
salahan yang dihadapi pe-
tani
1,00 1,00 1,20 3,77 4,18
6
Penyuluh selalu memberi-
kan informasi penting ke-
pada petani
1,00 1,00 1,20 3,65 4,24
7
Penyuluh memberikan ino-
vasi-inovasi menguntung-
kan kepada petani 1,00 1,00 1,20 3,73 4,00
Rata-Rata Skor Total 1,02 1,01 1,37 3,34 4,33
Sumber : Data primer yang dioilah, 2016
Petani memiliki sudut pandang yang beragam mengenai lingkungan sosial di
sekitar mereka. Data dari tabel 4.4 menunjukkan kondisi bahwa lingkungan sosial
di kalangan petani organik memiliki skor yang lebih tinggi dibandingkan
lingkungan sosial di kalangan petani non-organik. Rata-rata skor total ini
menunjukkan bahwa banyak petani organik setuju bahwa lingkungan sosial mereka
mendukung keputusan mereka dalam menerapkan pertanian organik, sedangkan
kelompok petani non-organik cenderung memiliki nilai lingkungan sosial yang
lebih rendah daripada petani organik.
4.2.5 Distribusi Persepsi Petani tentang Risiko Pertanian Organik
Data distribusi berikut diharapkan dapat memperlihatkan seberapa jauh
pengetahuan petani tentang risiko pertanian sayuran organik. Persepsi petani ini
merupakan sudut pandang masing-masing individu petani yang petani rasakan dan
alami secara nyata dan sudah dikelompokkan ke dalam masing-masing sistem
pertanian. Data pada tabel 4.5 merupakan rata-rata skor yang dipilih oleh responden
23
dan sudah dikelompokkan pada masing-masing kategori sistem pertanian dengan
skor 1-5 (sangat setuju – sangat tidak setuju).
Tabel 4.5 Distribusi Persepsi Petani terhadap Risiko Pertanian Organik
No. Risiko
Skor per Kategori Sistem Pertanian
Tidak
Organik
Belum
Organik
Akan
Mencoba
Pernah
Mencoba Organik
1
Risiko Produksi : Pengolah-
an pertanian organik sangat
susah
1,33 1,45 3,00 3,65 3,90
2
Risiko Produksi : Pertanian
organik memiliki kemung-
kinan gagal lebih besar dari-
pada pertanian konvensional
1,33 1,45 3,00 3,62 4,03
3
Risiko finansial : modal ber-
tani secara organik sangat be-
sar/mahal
3,00 2,27 3,20 4,19 4,58
4
Risiko finansial : Keuntung-
an diperoleh petani dalam
jangka waktu yang lama
3,00 2,27 3,20 3,92 3,89
5
Risiko harga dan pasar :
produk pertanian organik
dibandingkan dengan per-
tanian non-organik harganya
jauh lebih murah
3,00 2,18 3,20 3,23 3,40
6
Risiko harga dan pasar :
harga dari produk pertanian
organik kondisinya fluktuatif
3,00 2,27 3,00 2,85 2,76
Rata-Rata Skor Total 2,44 1,98 3,10 3,58 3,76
Sumber : Data primer yang diolah, 2016
Tabel distribusi ini menunjukkan bahwa kelompok petani organik memiliki
persepsi tidak setuju terhadap risiko produksi dan finansial pada pertanian organik,
sedangkan pada risiko harga dan pasar seluruh kategori kelompok tani kecuali
kelompok petani yang belum organik cenderung merasakan hal yang sama karena
memiliki nilai yang tidak berbeda jauh. Secara keseluruhan, rata-rata skor total
menunjukkan bahwa kategori petani organik dan petani yang sudah pernah
mencoba sistem organik merasa tidak setuju dengan risiko pertanian organik yang
ditawarkan.
4.2.6 Distribusi Karakter Petani
Data distribusi berikut diharapkan dapat memperlihatkan gambaran umum
responden dalam menilai kepribadian yang dimiliki oleh masing-masing individu.
Karakter petani ini merupakan sudut pandang masing-masing individu petani yang
24
petani rasakan dan alami secara nyata dan sudah dikelompokkan ke dalam masing-
masing sistem pertanian. Data pada tabel 4.6 merupakan rata-rata skor yang dipilih
oleh responden dan sudah dikelompokkan pada masing-masing kategori sistem
pertanian dengan skor 1-5 (sangat tidak setuju – sangat setuju).
Tabel 4.6 Distribusi Karakter Petani
No. Karakter Petani
Skor per Kategori Sistem Pertanian
Tidak
Organik
Belum
Organik
Akan
Mencoba
Pernah
Mencoba Organik
1
Suka mencari informasi
ten-tang pertanian organik
melalui penyuluhan
1,00 1,00 1,20 2,12 3,84
2
Suka mencari informasi
ten-tang pertanian organik
melalui media massa
1,00 1,00 1,20 2,31 3,69
3
Merupakan seorang yang
kosmopolitan terhdap per-
tanian organik
1,00 1,09 1,60 2,46 3,82
4
Terbuka dengan lingkungan
untuk mencari informasi
mengenai pertanian organik
1,00 1,09 1,40 2,46 3,87
5 Tertarik dengan inovasi-
inovasi yang baru 1,00 1,00 1,20 2,38 3,60
6
Selalu tahu jika ada inovasi
baru mengenai pertanian or-
ganik.
1,00 1,00 1,20 2,27 3,58
7
Selalu menerapkan ino-
vasi-inovasi baru tentang
pertanian organik
1,00 1,00 1,20 2,27 3,58
Rata-Rata Skor Total 1,00 1,03 1,29 2,32 3,71
Sumber : Data primer yang diolah, 2016
Data disitribusi mengenai karakter petani menunjukkan bahwa sebagian besar
responden belum memiliki nilai karakter yang informatif dan inovatif dan terbuka
terhadap pertanian organik, baik dari segi informasi maupun inovasi, bahkan rata-
rata skor kelompok petani yang sudah menerapkan sistem pertanian organik saja
masih belum bisa menyentuh skor 4.
4.2.7 Distribusi Persepsi Petani Terhadap Pertanian Organik
Data distribusi berikut diharapkan dapat memperlihatkan gambaran umum
responden dalam menilai pertanian sayuran organik secara umum. persepsi petani
ini merupakan sudut pandang masing-masing individu petani yang petani rasakan
dan alami secara nyata dan sudah dikelompokkan ke dalam masing-masing sistem
pertanian. Data pada tabel 4.7 merupakan rata-rata skor yang dipilih oleh responden
25
dan sudah dikelompokkan pada masing-masing kategori sistem pertanian dengan
skor 1-5 (sangat tidak setuju – sangat setuju).
Tabel 4.7 Distribusi Persepsi Petani terhadap Pertanian Organik
No. Persepsi Petani
Skor per Kategori Sistem Pertanian
Tidak
Organik
Belum
Organik
Akan
Mencoba
Pernah
Mencoba Organik
1
Pertanian organik sebagai
salah satu solusi untuk me-
ningkatkan kesejahteraan
petani
1,0 1,0 1,6 3,3 3,9
2
Pertanian organik dapat
memperbaiki kondisi eko-
nomi keluarga saya
1,0 1,0 1,6 3,4 3,9
3
Pertanian organik dapat
meningkatkan dan menjaga
kualitas tanah dan unsur
hara di dalam tanah
2,7 2,6 2,6 2,9 4,0
4
Produktivitas lahan perta-
nian organik saya tidak me-
nurun
2,7 2,6 2,6 3,1 4,1
5
Hasil pertanian organik
lebih menyehatkan bagi
saya dan konsumen
2,5 2,5 2,6 3,8 4,4
6 Hasil pertanian organik
lebih awet dan tahan lama 2,5 2,5 2,6 3,9 4,3
Rata-Rata Skor Total 2,1 2,1 2,3 3,4 4,1
Sumber : Data primer yang diolah, 2016
Data menunjukkan bahwa kelompok petani organik cenderung setuju dengan
persepsi yang bagus terhadap pertanian organik. Rata-rata skor total juga
menunjukkan bahwa kelompok petani yang tergabung dalam kategori non-organik
cenderung tidak setuju dengan persepsi yang bagus terhadap pertanian organik.
4.2.8 Potensi Keberlanjutan Bertani Secara Organik
Data berikut diharapkan dapat memperlihatkan gambaran umum responden
dalam menentukan keputusannya untuk melakukan budidaya sayuran organik
secara terus-menerus. Keputusan petani ini berasal dari sudut pandang masing-
masing individu petani dan sudah dikelompokkan ke dalam masing-masing sistem
pertanian. Data pada tabel 4.8 merupakan rata-rata skor yang dipilih oleh responden
dan sudah dikelompokkan pada masing-masing kategori sistem pertanian dengan
skor 1-5 (sangat tidak setuju – sangat setuju).
26
Tabel 4.8 Distribusi Perilaku Petani
Potensi Keberlanjutan Pertanian Organik
Kategori Sistem pertanian
Sangat
Tidak
Setuju
(orang)
Tidak
Setuju
(orang)
Netral
(orang) Setuju
(orang)
Sangat
Setuju
(orang)
Rata2
skor
Tidak Organik 6 0 0 0 0 1.0
Belum Organik 10 0 1 0 0 1.2
Akan Mencoba 1 1 3 0 0 2.4
Sudah Mencoba 1 0 2 2 21 4.6
Organik 1 0 1 4 56 4.8
TOTAL
(orang) 19 1 7 6 77
Sumber : Data primer yang diolah, 2016
Data menunjukkan bahwa kelompok petani di dalam kategori tidak organik dan
belum organik masih enggan untuk melanjutkan ke pertanian organik dalam jangka
waktu yang singkat. Kelompok petani dalam kategori sudah pernah mencoba sistem
pertanian organik maupun yang sedang menerapkan pertanian organik cenderung
setuju untuk tetap melanjutkan budidaya sayuran dengan sistem pertanian organik.
Terdapat data yang menarik pada tabel tersebut dimana ada salah satu petani
organik yang sangat tidak setuju untuk melanjutkan sistem pertanian organik. Dari
hasil wawancara, diketahui bahwa petani ini adalah petani independen yang bukan
merupakan anggota kelompok tani dan petani tersebut menganggap bahwa kegiatan
bertani organik yang selama ini dilakukan kurang mendapat dukungan dari
lingkungan sosial di sekitarnya (dapat diketahui dari nilai lingkungan sosial yang
rendah) seperti tidak turut aktif dalam kegiatan kelompok tani, pelatihan, dan juga
penyuluhan. Hal inilah yang membuatnya merasa dirugikan karena tanpa dukungan
lingkungan sosial di sekitarnya, kegiatan pertanian yang dijalaninya tidak berjalan
dengan lancar.
4.3 Uji Keabsahan data
Uji keabsahan data berikut mencakup hasil pengujian validitas, reliabilitas dan
juga uji model-fit dari data yang sudah didapat sehingga dapat diketahui data apa
saja yang tidak layak untuk proses pengolahan data selanjutnya. Terdapat 5 variabel
yang digunakan pada penelitian ini yang terdiri dari 3 variabel endogen, 1 variabel
kendali, dan juga 1 variabel eksogen. Variabel-variabel tersebut adalah LS
27
(Lingkungan Sosial petani), R (Risiko Pertanian Organik), KP (Karakteristik
Petani), PP (Persepsi Petani) dan juga PRP (Perilaku Petani).
a. Uji Validitas
Uji validitas dilakukan untuk mengukur apakah instrumen penelitian benar-
benar mampu mengukur konstruk yang digunakan. Peneliti menggunakan metode
analisis faktor untuk mengetahui validitas instrumen penelitian. Tinggi rendahnya
validitas suatu instrumen kuesioner dapat dilihat melalui factor loading dengan
menggunakan software SPSS Statistic 20.0
Tabel 4.9 Hasil Uji Validitas (Pertama) Item
Kuesioner
Factor
Loading
Fokus
Komponen Status
Item
Kuesioner
Factor
Loading
Fokus
Komponen Status
LS1 0,657 2 Valid KP2a 0,808 1 Valid
LS2a 0,645 1 Valid KP2b 0,812 1 Valid
LS2b 0,632 1 dan 2 Tidak
Valid KP3a 0,907 1 Valid
LS2c 0,630 1 Valid KP3b 0,834 1 Valid
LS3a 0,746 1 Valid KP3c 0,827 1 Valid
LS3b 0,715 1 Valid PP1a 0,787 2 Valid
LS3c 0,719 1 Valid PP1b 0,793 2 Valid
R1a 0,813 2 Valid PP2a 0,772 3 Valid
R1b 0,796 2 Valid PP2b 0,784 3 Valid
R2a 0,745 2 Valid PP3a 0,606 2 Valid
R2b 0,573 2 Valid PP3b 0,597 1 dan 3 Tidak
Valid
R3a 0,692 4 Valid PRP1 0,689 2 Valid
R3b 0,877 4 Valid PRP2 0,803 2 Valid
KP1a 0,775 1 Valid
KP1b 0,772 1 Valid
Sumber : Data primer yang diolah, 2016
Hasil dari uji validitas pertama pada tabel 4.9 menunjukkan bahwa sebenarnya
seluruh item di kuesioner memenuhi syarat factor loading sebesar > 0,5, namun ada
beberapa item pertanyaan yang tidak terekstrak dengan sempurna ke dalam salah
satu faktor dan harus dihilangkan pada uji validitas selanjutnya. Oleh karena itu
indikator LS2b dan PP3b akan dihilangkan pada uji validitas selanjutnya.
28
Tabel 4.10 Hasil Uji Validitas (kedua)
Uji Tes KMO dan Bartlett Syarat Hasil
Kaiser-Meyer-Olkin Measure of Sampling
Adequacy. ≥ 0,5 0,897
Bartlett's Test of Sphericity 4863,099
Approx. Chi-Square
Sig. ≤ 0,05 0,000
Sumber : Data primer yang diolah, 2016
Hasil uji validitas kedua menyatakan bahwa data indikator dinyatakan dapat
dianalisa karena nilai yang keluar hasil uji uji KMO dan Barlett’s Test sudah
memenuhi syarat (lihat tabel 4.10). Dengan nilai KMO Measure of Sampling
Adequacy 0,897 (di atas 0,5), serta nilai Bartlett’s Test dengan Chi-Square sebesar
4863,099 dan signifikan pada 0,000 (di bawah 0,005) maka disimpulkan bahwa
data dapat dilanjutkan ke uji analisis faktor.
Tabel 4.11 Hasil Uji Analisis Faktor
Item
Kuesioner
Factor
Loading
Fokus
Komponen Status
Item
Kuesioner
Factor
Loading
Fokus
Komponen Status
LS1 0,671 1 Valid KP2a 0,824 1 Valid
LS2a 0,669 1 Valid KP2b 0,829 1 Valid
LS2c 0,655 1 Valid KP3a 0,915 1 Valid
LS3a 0,751 1 Valid KP3b 0,845 1 Valid
LS3b 0,723 1 Valid KP3c 0,837 1 Valid
LS3c 0,721 1 Valid PP1a 0,787 2 Valid
R1a 0,823 2 Valid PP1b 0,793 2 Valid
R1b 0,805 2 Valid PP2a 0,751 3 Valid
R2a 0,746 2 Valid PP2b 0,773 3 Valid
R2b 0,574 2 Valid PRP1 0,689 2 Valid
R3a 0,700 4 Valid PRP2 0,795 2 Valid
R3b 0,871 4 Valid
KP1a 0,796 1 Valid
KP1b 0,792 1 Valid
Sumber : Data primer yang diolah, 2016
Hasil uji validitas kedua dengan 110 responden dilakukan dengan analisis
faktor dan tersajikan pada tabel Rotated Component Matrix (Tabel 4.11). Dari
output tersebut dapat dilihat bahwa setiap item pertanyaan sudah terekstrak
sempurna ke dalam salah satu faktor komponen dengan loading factor > 0,50.
Dapat disimpulkan bahwa variabel yang dapat diolah selanjutnya adalah variabel
Lingkungan Sosial (LS) dengan enam item pertanyaan, Risiko (R) dengan enam
29
item pertanyaan, Karakteristik Petani (KP) dengan tujuh item pertanyaan, Persepsi
Petani (PP) dengan empat item pertanyaan, dan juga Perilaku Petani (PRP) dengan
dua item pertanyaan.
b. Uji Reliabilitas
Uji reliabilitas merupakan uji yang dilakukan untuk mengukur apakah
kuesioner benar-benar merupakan indikator yang mengukur suatu variabel.
Reliabilitas dalam penelitian ini diuji dengan metode Chronbach’s Alpha. Menurut
Nunnaly dalam Ghozali (2006), suatu konstruk atau variabel dikatakan reliabel jika
memberikan nilai Chronbach’s Alpha > 0,60
Hasil pengujian reliabilitas dengan menggunakan software SPSS Statistic 20.0
menunjukkan bahwa semua variabel dinilai mampu memberikan hasil pengukuran
yang konsisten karena semua variabel memiliki nilai Chronbach’s Alpha > 0,8.
4.4 Uji Goodness of Fit
Pengujian goodness of fit ini merupakan uji model-fit yang digunakan untuk
mengetahui ukuran kesesuaian input observasi dengan prediksi dari model yang
diajukan. Pengujian goodness of fit dilakukan dengan menggunakan software IBM
AMOS 22.0 dan hasilnya dapat dilihat pada tabel 4.13.
Dari hasil pengujian, terlihat bahwa beberapa kriteria goodness of fit belum
menunjukkan indikasi yang baik. Dimulai dari nilai Chi-square yang menunjukkan
angka 264,981 yang didapat dari nilai Chi-square yang dibagi dengan degree of
freedom. Indeks ini merupakan indeks kesesuaian parsimonious yang mengukur
hubungan goodness of fit model dengan jumlah koefisien-koefisien estimasi yang
diharapkan untuk mencapai tingkat kesesuaian. Nilai chi-square dianggap baik
karena nilainya lebih kecil dari nilai tabel sebesar 341,95.
Tabel 4.12 Hasil Uji Reliabilitas
Variabel Chronbach’s Alpha Keterangan
Lingkungan Sosial 0,988 Reliabel
Risiko 0,834 Reliabel
Karakter Petani 0,981 Reliabel
Persepsi Petani 0,943 Reliabel
Perilaku petani 0,901 Reliabel
Sumber : Data primer yang diolah, 2016
30
Tabel 4.13 Hasil Uji Goodness of Fit
Indeks Nilai Kritis Nilai Keterangan
Chi-square < 341,95 264,981 Baik
Probability level ≤ 0,05 0,0 Baik
CMIN/DF < 2,00/3,00 4,569 Kurang baik
GFI ≥ 0,90 0,747 Kurang baik
AGFI ≥ 0,90 0,604 Kurang baik
RMSEA ≤ 0,08 0,181 Kurang baik
TLI ≥ 0,90 0,856 Cukup baik
CFI ≥ 0,90 0,893 Cukup baik
NFI ≥ 0,90 0,868 Cukup baik
Sumber : Data primer yang diolah, 2016
Nilai CMIN/DF dinilai masih kurang bagus karena masih berada di atas nilai
kritis (2,00/3,00) yaitu 4,569. Nilai GFI menunjukkan derajat kesesuaian dari data
yang diprediksi dengan data aktual tanpa menyesuaikan degree of freedom-nya.
Semakin tinggi nilai GFI maka semakin baik modelnya. Dalam tabel terlihat bahwa
nilai GFI 0,747 masih dinilai kurang baik karena masih dibawah nilai yang
diharapkan (≥ 0,90).
AGFI merupakan GFI yang disesuakan dengan degree of freedom-nya. Dengan
nilai GFI yang kurang baik, maka nilai AGFI sebesar 0,604 juga masih jauh dari
nilai yang diharapkan. RMSEA digunakan untuk mengkompensasi nilai Chi-square
dalam sampel yang besar. Nilai yang direkomendasikan untuk indeks RMSEA
adalah ≤ 0,08, maka ilai RMSEA sebesar 0,181 menunjukkan tingkat kesesuaian
yang kurang baik.
TLI merupakan indeks kesesuaian model yang kurang dipengaruhi oleh ukuran
sampel. Dengan nilai rekomendasi ≥ 0,90, maka nilai TLI 0,856 dinilai masih cukup
baik. CFI merupakan indeks yang membandingkan model yang diuji dengan null
model. Indeks ini dianjurkan memiliki nilai yang mendekati 1 karena semakin
mendekati angka 1 maka model yang diajukan dinilai memiliki tingkat kesesuaian
yang baik. Dengan begitu nilai 0,893 menunjukkan bahwa model sudah memiliki
kesesuaian yang cukup baik. Sama dengan CFI, NFI juga menunjukkan ukuran
31
perbandingan antara model yang diajukan dan null model. Dengan begitu nilai NFI
0,868 juga dianggap masih cukup baik karena sudah mendekati nilai rekomendasi
≥ 0,90.
4.5 Pengujian Hipotesis
Setelah kriteria goodness of fit struktural yang diestimasi dapat terpenuhi, maka
tahap selanjutnya adalah analisis terhadap hubungan-hubungan struktural model
(pengujian hipotesis). Pengujian Structural Equation Modeling (SEM) dalam
penelitian ini menggunakan software AMOS 22.0.
Pengujian hipotesis dilakukan dengan menganalisis tingkat signifikansi
hubugan kausalitas antar konstruk dalam model yang didasakan pada nilai Critical
Ratio (C.R). Nilai C.R sendiri dianalisis dengan mengacu pada cut of value tabel T.
Tabel 4.14 Syarat Signifikansi
Score Cut of Value
Critical Ratio
1% ≥ 2,56
5% ≥ 1,96
10% ≥ 1,645
Sumber : Tabel T
Variabel dianggap berpengaruh signifikan jika nilai Critical Ratio (C.R) pada
output AMOS menunjukkan nilai lebih atau sama dengan 1,96 karena berarti
variabel tersebut memiliki tingkat signifikansi 95%. Hasil analisa regresi dapat
dilihat pada tabel output berikut ini :
Tabel 4.15 Output Regresi AMOS
Variabel Critical
Ratio Probabilitas Estimasi
Persepsi <--- Lingk_sos 4,536 *** 0,481
Persepsi <--- Risiko 3,218 ,001 0,571
Persepsi <--- Karakter 0,560 ,576 0,035
Perilaku <--- Persepsi 8,312 *** 0,972
LS1 <--- Lingk_sos 16,441 *** 0,985
LS2 <--- Lingk_sos 15,597 *** 0,963
LS3 <--- Lingk_sos 0,857
R1 <--- Risiko 3,655 *** 0,918
R2 <--- Risiko 3,543 *** 0,767
R3 <--- Risiko 0,342
KP1 <--- Karakter 19,964 *** 0,967
KP2 <--- Karakter 19,953 *** 0,967
32
Tabel 4.15 Output Regresi AMOS
Variabel Critical
Ratio Probabilitas Estimasi
KP3 <--- Karakter 0,917
PP1 <--- Persepsi 8,684 *** 0,930
PP2 <--- Persepsi 0,660
PRP1 <--- Perilaku 0,906
PRP2 <--- Perilaku 16,573 *** 0,929
Sumber : Data primer yang diolah, 2016
Tabel output regresi dari software AMOS itulah yang berikutnya akan dianalisa
dan digunakan untuk menjawab hipotesa yang telah diajukan. Tabel output tersebut
digunakan untuk mengetahui besarnya pengaruh antar variabel dengan melihat nilai
Critical Ratio dan juga nilai signifikansinya. Sedangakan kolom estimasi
digunakan untuk melihat seberapa besar nilai standar deviasi variabel yang
terpengaruh oleh nilai standar deviasi variabel bebas.
4.4.1 Pengaruh Lingkungan Sosial terhadap Persepsi tentang Pertanian
Sayuran Organik
Pengujian hipotesis pertama ini ingin membuktikan bahwa ada pengaruh
antara lingkungan sosial petani sayuran terhadap persepsi petani tentang pertanian
sayuran organik. Asumsi ini diuji melalui hasil regresi “Variabel Lingkungan
Sosial” dan “Variabel Persepsi”. Supaya lebih jelas, maka berikut peneliti
tampilkan hasil regresi terukur dan regresi terstandar dari output AMOS :
Tabel 4.16 Output Hipotesis 1
Variabel Regresi Regresi Terstandar
C.R. P Estimasi
Persepsi <--- Lingk_sos 4,536 *** 0,481
Sumber : Data primer yang diolah, 2016
Dari hasil pengolahan maka didapatkan nilai Critical Ratio (C.R.) variabel
lingkungan sosial terhadap persepsi sebesar 4,536. Dapat disimpulkan bahwa
lingkungan sosial memiliki pengaruh dengan signifikansi level < 1% karena nilai
C.R. berada di atas 2,5. Hal ini juga ditandai dengan adanya simbol tiga bintang
pada kolom probabilitas, yang berarti “Variabel Lingkungan Sosial” berpengaruh
signifikan terhadap “Variabel Persepsi” dengan nilai siginifikansinya kurang dari
0,001. Terlihat juga pada tabel Standardized Regression bahwa meningkatnya 1
33
satuan standar deviasi lingkungan sosial petani akan meningkatkan 0,481 satuan
standar deviasi persepsi petani.
Hasil ini sejalan dengan teori yang diutarakan Amsyari (1986) bahwa
lingkungan sosial dapat mempengaruhi seseorang dalam mengambil suatu
tindakan. Dalam hal ini lingkungan sosial petani sayuran organik ternyata juga
mempengaruhi persepsi petani terhadap pertanian sayuran organik. Lingkungan
sosial petani disini bisa saja merupakan sesama anggota kelompok tani, antar
petani, keluarga, juga penyuluh pertanian.
Dapat dilihat pada Tabel 4.4 bahwa ternyata tergabungnya petani ke dalam
kelompok tani secara aktif akan membuat petani memiliki persepsi yang baik
terhadap pertanian organik. Selain anggota dalam kelompok tani, keaktifan petani
dalam mengikuti penyuluhan juga ternyata dapat merubah sudut pandang petani
terhadap pertanian organik. Sehingga dapat dikatakan bahwa lingkungan sosial ini
tidak luput dari peran aktif penyuluh dalam melaksanakan program penyuluhan.
Penyuluh juga tidak bisa bergerak secara individu, namun harus “menggandeng”
beberapa anggota kelompok tani organik untuk bekerja sama mensosialisasikan
pertanian organik ke petani-petani yang masih menerapakan sistem pertanian non-
organik. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa hipotesis pertama diterima,
bahwa ada pengaruh antara lingkungan sosial petani dengan persepsi petani
tentang pertanian sayuran organik.
4.4.2 Pengaruh Risiko Pertanian Sayuran Organik terhadap Persepsi tentang
Pertanian Sayuran Organik
Pengujian hipotesis kedua ini ingin membuktikan bahwa ada pengaruh antara
persepsi petani tentang risiko pertanian sayuran organik terhadap persepsi petani
tentang pertanian sayuran organik. Asumsi ini diuji melalui hasil regresi “Variabel
Risiko” dan “Variabel Persepsi”. Supaya lebih jelas, maka berikut peneliti
tampilkan hasil regresi terukur dan regresi terstandar dari output AMOS :
Tabel 4.17 Output Hipotesis 2
Variabel Regresi Regresi Terstandar
C.R. P Estimasi
Persepsi <--- Risiko 3,218 0,001 0,571
Sumber : Data primer yang diolah, 2016
34
Dari hasil pengolahan maka didapatkan nilai Critical Ratio (C.R.) variabel
risiko terhadap persepsi sebesar 3,218. Dapat disimpulkan bahwa risiko memiliki
pengaruh dengan signifikansi level < 1% karena nilai C.R. berada di atas 2,5. Hal
ini juga ditandai dengan nilai 0,001 pada kolom probabilitas, yang berarti
signifikasi pengaruh yang diberikan “Variabel Risiko” terhadap “Variabel
Persepsi” sebesar 0,001. Terlihat juga pada tabel Standardized Regression bahwa
meningkatnya 1 satuan standar deviasi persepsi petani tentang risiko pertanian
sayuran organik akan meningkatkan 0,571 satuan standar deviasi persepsi petani
tentang pertanian sayuran organik.
Setiap perlakuan yang diaplikasikan ke dalam sistem budidaya pertanian pasti
memiliki risiko yang bermacam-macam. Hal inilah yang menjadi pertimbangan
petani dalam melakukan budidaya dan mempengaruhi persepsi mereka terhadap
pertanian sayuran organik. Petani yang menganggap bahwa pertanian sayuran
organik tidak memiliki risiko yang besar, akan memiliki persepsi yang baik
terhadap pertanian sayuran organik itu sendiri. Sedangkan petani yang
menganggap bahwa pertanian sayuran organik memiliki risiko yang besar, akan
memiliki persepsi yang buruk juga terhadap pertanian sayuran organik. Ada juga
petani yang menganggap bahwa pertanian sayuran organik memiliki risiko yang
tinggi, namun juga menganggap bahwa risiko yang tinggi akan mendatangkan
keuntungan yang tinggi, sehingga memiliki nilai persepsi yang baik terhadap
pertanian sayuran organik.
Hal ini didukung oleh tabel 4.5 yang menunjukkan bahwa kategori kelompok
petani organik cenderung tidak merasakan risiko produksi dan risiko finansial
selama menerapkan sistem pertanian organik. Beda halnya dengan kelompok
petani non-organik yang masih memiliki persepsi bahwa pertanian organik
memiliki risiko produksi dan risiko finansial besar. Namun, baik kelompok petani
organik maupun non-organik memiliki persepsi yang sama pada risiko harga pasar
bahwa hasil dari produksi pertanian organik masih memiliki harga yang fluktuatif
di pasaran dan masih perlu bersaing dengan hasil dari produksi pertanian non-
organik. Hal inilah yang dapat mempengaruhi petani dalam membentuk persepsi
mereka terhadap pertanian sayuran organik. Dengan demikian dapat disimpulkan
bahwa hipotesis 2 dalam penelitian ini diterima, bahwa persepsi petani tentang
35
risiko pertanian sayuran organik mempengaruhi persepsi petani tentang pertanian
sayuran organik
4.4.3 Pengaruh Karakter Petani terhadap Persepsi tentang Pertanian Sayuran
Organik
Pengujian hipotesis ketiga ini ingin membuktikan bahwa ada pengaruh antara
karakter petani sayuran terhadap persepsi mereka tentang pertanian sayuran
organik. Asumsi ini diuji melalui hasil regresi “Variabel Karakter” dan “Variabel
Persepsi”. Supaya lebih jelas, maka berikut peneliti tampilkan hasil regresi terukur
dan regresi terstandar dari output AMOS :
Tabel 4.18 Output Hipotesis 3
Variabel Regresi Regresi Terstandar
C.R. P Estimasi
Persepsi <--- Karakter 0,560 0,576 0,035
Sumber : Data primer yang diolah, 2016
Dari hasil pengolahan maka didapatkan nilai Critical Ratio (C.R.) variabel
karakter terhadap persepsi sebesar 0,560. Dapat disimpulkan bahwa karakter
petani tidak memiliki pengaruh karena nilai C.R berada di bawah 1,645 (lihat tabel
4.14 syarat signifikansi). Probabilitas yang dihasilkan pun sebesar 0,576, yang
artinya variabel karakter petani hanya mampu mempengaruhi sekitar 42%
variabel persepsi saja. Terlihat juga pada tabel Standardized Regression bahwa
meningkatnya 1 satuan standar deviasi karakter petani hanya akan meningkatkan
0,035 satuan standar deviasi persepsi petani.
Hasil analisis yang didapat agak bertolak belakang dengan yang dikemukakan
oleh Soekarwati dalam penelitian Ferdias (2005) yang mengatakan bahwa
karakter petani akan turut menentukan pengambilan keputusan petani. Karakter
petani yang inovatif, kosmopolitan dan informatif ternyata tidak mempengaruhi
persepsi mereka terhadap pertanian organik. Hal ini didukung oleh Tabel 4.6 dan
Tabel 4.7 yang menunjukkan bahwa banyak petani organik memiliki nilai karakter
yang informatif dan inovatif, tetapi memiliki persepsi yang tidak baik terhadap
pertanian organik karena mereka hanya mengikuti teman-teman di anggota
kelompok tani mereka saja tanpa mempertimbangkan risiko dan hasilnya. Begitu
jugan dengan petani yang sebenarnya menganggap dirinya tidak memiliki nilai
karakter yang informatif dan inovatif tapi memiliki persepsi yang baik terhadap
36
pertanian organik. Dari hasil analisis maka disimpulkan bahwa hipotesis 3 dalam
penelitian ini ditolak, bahwa karakter petani ternyata tidak mempengaruhi
persepsi petani terhadap pertanian sayuran organik.
4.4.4 Pengaruh Persepsi Petani tentang Pertanian Sayuran Organik terhadap
Perilaku Petani tentang Pertanian Sayuran Organik
Pengujian hipotesis keempat ini ingin membuktikan bahwa ada pengaruh
antara persepsi petani sayuran terhadap perilaku mereka tentang pertanian sayuran
organik. Asumsi ini diuji melalui hasil regresi “Variabel Persepsi” dan “Variabel
Perilaku Petani”. Supaya lebih jelas, maka berikut peneliti tampilkan hasil regresi
terukur dan regresi terstandar dari output AMOS :
Tabel 4.19 Output Hipotesis 4
Variabel Regresi Regresi Terstandar
C.R. P Estimasi
Perilaku <--- Persepsi 8,312 *** 0,972
Sumber : Data primer yang diolah, 2016
Dari hasil pengolahan maka didapatkan nilai Critical Ratio (C.R.) variabel
persepsi petani terhadap perilaku petani sebesar 8,312. Dapat disimpulkan bahwa
persepsi petani memiliki pengaruh dengan signifikansi level < 1% karena nilai
C.R berada di atas 2,5. Hal ini juga ditandai dengan adanya simbol tiga bintang
pada kolom probabilitas, yang berarti “Variabel Persepsi” berpengaruh signifikan
terhadap “Variabel Perilaku” dengan nilai siginifikansinya < 0,001. Terlihat juga
pada tabel Standardized Regression bahwa meningkatnya 1 satuan standar deviasi
persepsi petani akan meningkatkan 0,972 satuan standar deviasi perilaku petani.
Seperti teori yang diungkapkan oleh Prayitno et, al. (2014) bahwa persepsi
yang dimiliki seseorang akan mempengaruhi perilaku orang tersebut. Sama
halnya dengan petani, melalui faktor eksternal dan internal yang ada pada petani,
maka akan terbentuk persepsi pada masing-masing petani tentang pertanian
sayuran organik. Persepsi inilah yang kemudian dituangkan dalam perilaku
mereka dalam menerapkan sistem budidaya sayuran organik. Petani yang
memiliki persepsi yang baik terhadap sayuran organik memiliki kecenderungan
untuk menerapkan sistem pertanian sayuran organik. Begitu juga petani yang
memliki persepsi yang kurang baik terhadap pertanian sayuran organik cenderung
ragu-ragu untuk menerapkan sistem pertanian sayuran organik.
37
Pada tabel 4.8 juga terlihat bahwa petani yang sudah pernah menerapkan
pertanian organik cenderung memilih untuk tetap melanjutkan pertanian organik,
berbeda dengan petani yang belum pernah mencoba pertanian organik, masih
ragu-ragu untuk mengambil keputusan dalam menerapkan pertanian organik.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa hipotesis 4 pada penelitian ini
diterima, bahwa ada hubungan antara persepsi petani tentang usahatani organik
dengan perilaku petani terhadap pertanian sayuran organik.