40
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit Decompensasi Cordis adalah suatu keadaan dimana jantung tidak mampu memompakan darah secukupnya dalam memenuhi kebutuhan sirkulasi tubuh untuk keperluan metabolisme jaringan, penyakit ini merupakan salah satu penyakit jantung yang banyak terjadi di masyarakat dan waktu ini terus digalakkan pencegahannya. Penyakit ini dapat menyerang pada usia muda maupun pada usia lansia. Penyakit Decompensasi Cordis terjadi kerena adanya kebiasaan yang kurang baik di masyarakat misalnya merokok, minum-minuman keras, kurang olah raga, mengkonsumsi makanan yang banyak mengandung kolesterol. Kita harus menyadari akan perlunya perawatan penyakit Decompensasi Cordis karena kecenderungan untuk kambuh sangat besar. Di samping itu pada pasien Decompensasi Cordis bila tidak mendapatkan perawatan yang cepat dan tepat maka akan membahayakan jiwa pasien. Sebagai perawat hendaknya terus meningkatkan ilmu agar di dalam merawat pasien Decompensasi Cordis dapat memberikan pelayanan pada masyarakat khususnya 1

Isi

Embed Size (px)

DESCRIPTION

nain

Citation preview

BAB IPENDAHULUAN

1.1 Latar BelakangPenyakit Decompensasi Cordis adalah suatu keadaan dimana jantung tidak mampu memompakan darah secukupnya dalam memenuhi kebutuhan sirkulasi tubuh untuk keperluan metabolisme jaringan, penyakit ini merupakan salah satu penyakit jantung yang banyak terjadi di masyarakat dan waktu ini terus digalakkan pencegahannya. Penyakit ini dapat menyerang pada usia muda maupun pada usia lansia.Penyakit Decompensasi Cordis terjadi kerena adanya kebiasaan yang kurang baik di masyarakat misalnya merokok, minum-minuman keras, kurang olah raga, mengkonsumsi makanan yang banyak mengandung kolesterol.Kita harus menyadari akan perlunya perawatan penyakit Decompensasi Cordis karena kecenderungan untuk kambuh sangat besar. Di samping itu pada pasien Decompensasi Cordis bila tidak mendapatkan perawatan yang cepat dan tepat maka akan membahayakan jiwa pasien.Sebagai perawat hendaknya terus meningkatkan ilmu agar di dalam merawat pasien Decompensasi Cordis dapat memberikan pelayanan pada masyarakat khususnya keluarga sesuai dengan profesi keperawatan sehingga terwujud peningkatan kesehatan masyarakat seoptimal mungkin.1.2 Tujuan Adapun tujuan yang ingin dicapai dari asuhan keperawatan ini adalah sebagai berikut :1.2.1 Tujuan Umum Setelah memberikan asuhan keperawatan pada pasien Decompensasi Cordis maka mahasiswa keperawatan diharapkan mampu mendokumentasikan asuhan keperawatan yang diberikan secara sistematis.

1.2.2 Tujuan KhususTujuan khusus dari penyusunan makalah ini agar mahasiswa :1. Mampu mengerti tentang pengertian dekompensasi kordis2. Mengetahui etiologi penyakit dekompensasi kordis3. Mengetahui manifestasi klinis dekompensasi kordis4. Mampu memahami patifosiologi dari dekompensasi kordis5. Dapat mengetahui klasifikasi dekompensasi kordis6. Dapat mengetahui pemeriksaan penunjang7. Mengetahui komplikasi dari dekompensasi kordis 8. Mengetahui cara penanganan dekompensasi kordis9. Dapat mengetahui asuhan keperawat yang di berikan kepada pasien hernia1.3 ManfaatAdapun beberapa manfaat yang di harapkan dari pembuatan Askep ini, adalah:1. Untuk mahasiswa penyusunan Askep ini dapat di gunakan sebagai pedoman dalam pemberian asuhan keperawatan pada pasien dekompensasi cordis.2. Untuk pembaca penyusunan askep ini dapat di gunakan sebagai sarana untuk menambah pengetahuan mengenai dekompensasi cordis.

BAB IITINJAUAN PUSTAKA2.1 PengertianDecompensasi cordis atau payah jantung adalah tidak mampunya jantung memberikan aliran darah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan metabolisme kepada jaringan tubuh. (Haroen, 1992)Decompensasi cordis adalah kegagalan jantung dalam upaya untuk mempertahankan peredaran darah sesuai dengan kebutuhan tubuh.(Dr. Ahmad ramali.1994)

Gagal jantung adalah: ketidak mampuan jantung untuk memompa darah yang adekuat untuk memenuhi jarinagan akan oksigen dan nutrisi (Brunner dan Sunddrat 2001)Dekompensasi kordis (DK) atau gagal jantung (GJ) adalah suatu keadaan dimana jantung tidak dapat mempertahankan sirkulasi yang adekuat yang ditandai oleh adanya suatu sindroma klinis berupa dispnu (sesak nafaS), fatik (saat istirahat atau aktivitas), dilatasi vena dan edema, yang diakibatkan oleh adanya kelainan struktur atau fungsi jantung.Dekompensasi kordis adalah suatu keadaan dimana terjadi penurunan kemampuan fungsi kontraktilitas yang berakibat pada penurunan fungsi pompa jantung (Tabrani, 1998; Price, 1995).Definisi alternatif menurut Packer, gagal jantung kongestif merupakan suatu sindrom klinis yang rumit yang ditandai dengan adanya abnormalitas fungsi ventrikel kiri dan kelainan regulasi neurohormonal, disertai dengan intoleransi kemampuan kerja fisis (effort intolerance), retensi cairan, dan memendeknya umur hidup (reduced longevity). Termasuk di dalam kedua batasan tersebut adalah suatu spektrum fisiologi-klinis yang luas, mulai dari cepat menurunnya daya pompa jantung (misalnya pada infark jantung yang luas, takiaritmia atau bradikardia yang mendadak), sampai pada keadaan-keadaan di mana proses terjadinya kelainan fungsi ini berjalan secara bertahap tetapi progresif {misalnya pada pasien dengan kelainan jantung yang berupa pressure atau. volume overload dan hal ini terjadi akibat penyakit pada jantung itu sendiri, seperti hipertensi, kelainan katup aorta atau mitral dll).2.2 Etiologia. Kelainan Otot jantungGagal jantung paling sering pada penderita kelainan jantung, menyebabkan menurungnya kontraktilitas jantung.b. Aterosklerosis Mengakibatkan disfungsi miokardium karena terganggu nya aliran darah keotot jantung.c. Hipertensi Sistemik Meningkatny kerja beban jantung sehingga menglami hipertrofi serabut jantungd. Paradangan dan penyakit miokardium degeneatif Peradangan terjadi karena terjadi kerusakan serabut jantung sehingga menimbulkan kontraktilitas menurune. Penyakit Jantung LainPenyakit gagal jantung dapat terjadi akibat penyakit jantung yang mempengaruhi kerja jantung.f. Factor sistemikTedapat sejumlah factor yang berferan dalam perkembangan dan berstnya gagal jantungFaktor lain yang dapat menyebabkan jantung gagal sebagai pompa adalah gangguan pengisisan ventrikel (stenosis katup atrioventrikuler), gangguan pada pengisian dan ejeksi ventrikel (perikarditis konstriktif dan temponade jantung). Dari seluruh penyebab tersebut diduga yang paling mungkin terjadi adalah pada setiap kondisi tersebut mengakibatkan pada gangguan penghantaran kalsium di dalam sarkomer, atau di dalam sistesis atau fungsi protein kontraktil (Price. Sylvia A, 1995)2.3 PatofisiologiKelainan intrinsik pada kontraktilitas myokard yang khas pada gagal jantung akibat penyakit jantung iskemik, mengganggu kemampuan pengosongan ventrikel yang efektif. Kontraktilitas ventrikel kiri yang menurun mengurangi curah sekuncup, dan meningkatkan volume residu ventrikel. Sebagai respon terhadap gagal jantung,ada tiga mekanisme primer yang dapat di lihat : Meningkatnya aktivitas adrenergic simpatik, Meningkatnya beban awal akibat aktivasi system rennin angiotensin aldosteron, dan Hipertrofi ventrikel.Ketiga respon kompensatorik ini mencerminkan usaha untuk mempertahankan curah jantung.Kelainan pada kerja ventrikel dan menurunnya curah jantung biasanya tampak pada keadaan beraktivitas. Dengan berlanjutnya gagal jantung maka kompensasi akan menjadi semakin kurang efektif. Meurunnya curah sekuncup pada gagal jantung akan membangkitkan respon simpatik kompensatorik. Meningkatnya aktivitas adrenergic simpatik merangang pengeluaran katekolamin dari saraf saraf adrenergic jantung dan medulla adrenal.Denyut jantuing dan kekuatan kontraksi akan meningkat untuk menambah curah jantung.Juga terjadi vasokonstriksi arteria perifer untuk menstabilkan tekanan arteria dan redistribusi volume darah dengan mengurangi aliran darah ke organ organ yang rendah metabolismenya seperti kulit dan ginjal, agar perfusi ke jantung dan otak dapat dipertahankan.Penurunan curah jantung pada gagal jantung akan memulai serangkaian peristiwa :a. Penurunan aliran darah ginjal dan akhirnya laju filtrasi glomerulus,b. Pelepasan rennin dari apparatus juksta glomerulus,c. Iteraksi rennin dengan angiotensinogen dalam darah untuk menghasilkan angiotensin I,d. Konversi angiotensin I menjadi angiotensin II,e. Perangsangan sekresi aldosteron dari kelenjar adrenal, danf. Retansi natrium dan air pada tubulus distal dan duktus pengumpul.Respon kompensatorik terakhir pada gagal jantung adalah hipertrofi miokardium atau bertambahnya tebal dinding.Hipertrofi meningkatkan jumlah sarkomer dalam sel-sel miokardium;tergantung dari jenis beban hemodinamik yang mengakibatkan gagal jantung,sarkomer dapat bertambah secara parallel atau serial.Respon miokardium terhadap beban volume,seperti pada regurgitasi aorta,ditandai dengan dilatasi dan bertambahnya tebal dinding.Sebagai respon terhadap gagal jantung, ada 3 mekanisme primer yang dapat dilihat : (1) meningkatnya aktivitas adrenergik simpatis, (2) meningkatnya beban awal akibat aktivasi sistem renin-angiotensin-aldosteron, (3) hipertrofi ventrikel. Ketiga respon kompensatorik ini mencerminkan usaha untuk mempertahankan curah jantung. Mekanisme ini mungkin memadai untuk mempertahankan curah jantung pada awal perjalanan gagal jantung. Namun, dengan berlanjutnya gagal jantung kompensasi menjadi kurang efektif (Price dan Wilson, 2006).Patofisiologi decompensasi cordis/ gagal jantung menurut Price (1994: 583) adalah sebagai berikut:1. Gagal jantung kiriKegagalan dari pemompaan oleh ventrikel kiri mengakibatkan curah jantung menurun. Akibat ke depan menimbulkan gejala kelemahan atau kelelahan. Sedangkan akibat ke belakang mengakibatkan toleran dan volume akhir diastole meningkat sehingga terjadi bendungan vena pulmonalis, kemudian terjadi di paru-paru. Akibat adanya sisa tekan di ventrikel kiri mengakibatkan rangsang hipertrofi sel yang menyebabkan kardiomegali. Beban atrium kiri meningkat dan akhirnya terjadi peningkatan beban vena pulmonalis, kemudian mendesak paru-paru dan akhirnya terjadi oedema. Hemoptisis dapat terjadi pada dekompensasi kordis karena dinding kapiler jantung sangat tipis dan rentan sehingga dapat mengakibatkan perdarahan. 2. Gagal jantung kananGangguan pompa ventrikel kanan mengakibatkan aliran darah ke paru-paru menurun ada akhirnya curah jantung menurun. Tekanan dan volume akhir diastole ventrikel meningkat sehingga terjadi bendungan di atrium kanan yang mengakibatkan bendungan vena kava. Akibat bendungan di vena kava maka aliran vena hepatikum, vena dari lien terbendung akhirnya timbul hepatosplenomegali, asites, edema perifer terutama kaki. 2.4 Tanda dan gejala1. Gagal jantung sisi kiri dan kanan ventrikel kanan dan kiri dapat mengalami gagal kegagalan secara terpisah 2. Gagal jantung kiri kogesti paru mengalami penonjolan . pada gagal jantung kiri ventrikel kiri akan mengalami batuk, dispnea, mudah lelah, gelisah, cemas dan suka terkejut ronhki,takikardi,pembesaran jantung,3. Gagaj jantung kanan dan ventrikel kanan akan mengalami kongesti visera dan jaringan perifer terjadi karena sisi kanan jantung tidak mampu mengosongkan volune darah dalam paru sehinga menimbulkan mual, anoreksia, lemah, nokturia, edema.ditensi venaa jugularisTanda dominan: Meningkatnya volume intravaskuler. Kongestif jaringan akibat tekanan arteri dan vena meningkat akibat penurunan curah jantungManifestasi kongesti dapat berbeda tergantung pada kegagalan ventrikel mana yang terjadi .Gagal jantung kiri :Kongesti paru menonjol pada gagal ventrikel kiri karena ventrikel kiri tak mampu memompa darah yang datang dari paru. Manifestasi klinis yang terjadi yaitu :

1. DispnoeTerjadi akibat penimbunan cairan dalam alveoli dan mengganggu pertukaran gas. Dapat terjadi ortopnu.Bebrapa pasien dapat mengalami ortopnu pda malam hari yang dinamakan Paroksimal Nokturnal Dispnea ( PND)2. Mudah lelahTerjadi karena curah jantung yang kurang yang menghambat jaringan dari sirkulasi normal dan oksigen serta menurunnya pembuangan sisa hasil katabolisme, juga terjadi karena meningkatnya energi yang digunakan untuk bernafas dan insomnia yang terjadi karena distress pernafasan dan batuk.3. Kegelisahan dan kecemasanTerjadi akibat gangguan oksigenasi jaringan, stress akibat kesakitan bernafas dan pengetahuan bahwa jantung tidak berfungsi dengan baik.4. BatukGagal jantung kanan :1. Kongestif jaringan perifer dan viseral.2. Edema ekstrimitas bawah (edema dependen), biasanya edema pitting, penambahan berat badan.3. Hepatomegali dan nyeri tekan pada kuadran kanan atas abdomen terjadi akibat pembesaran vena di hepar.4. Anorexia dan mual. Terjadi akibat pembesaran vena dan statis vena dalam rongga abdomen.5. Nokturia6. Kelemahan.2.5 Klasifikasi Berdasarkan bagian jantung yang mengalami kegagalan pemompaan, gagal jantung terbagi atas gagal jantung kiri, gagal jantung kanan, dan gagal jantung kongestif. Klasifikasi fungsional jantung ada 4 kelas, yaitu:b. Kelas 1 : Penderita kelainan jantung tanpa pembatasan aktivitas fisik. Aktivitas sehari-hari tidak menyebabkan keluhan.c. Kelas 2 : Penderita dengan kelainan jantung yang mempunyai akti vitas fisik terbatas. Tidak ada keluhan sewaktu istirahat, tetapi aktivitas sehari - hari akan menyebabkan capek, berdebar, sesak nafas.d. Kelas 3 : Penderita dengan aktivitas fisik yang sangat terbatas. Pada keadaan istirahat tidak terdapat keluhan, tetapi ak tivitas fisik ringan saja akan menyebabkan capek, berdebar, sesak nafas.e. Kelas 4 : Penderita yang tidak mampu lagi mengadakan aktivitas fisik tanpa rasa terganggu. Tanda-tanda dekompensasi atau angina malahan telah terdapat pada keadaan istirahat.Sifat nyeri pada pasien dengan decompensasi cordisa. AkutTimbul secara mendadak dan segera lenyap bila penyebab hilang. Ditandai oleh : nyeri seperti tertusuk benda tajam, pucat, disritmia, tanda syock kardiogenik (akral dingin gan perfusi turun)b. KronisNyeri yang terjadi berkepanjangan hingga berbulan-bulan. Penyebab sulit dijelaskan dan gejala obyektif lidak jelas umumnya disertai dengan gangguan kepribadian serta kemampuan fungsionalDerajat nyeriI. Ringan : tidak mengganggu ADL dan pasien dapat tidurII. Sedang : mengganggu ADL dan pasien dapat tidurIII. Berat : mengganggu ADL dan pasien tidak dapat tidurMenurut lokasi terjadinya :a. Gagal jantung kiri Kongesti paru menonjol pada gagal ventrikel kiri, karena ventrikel kiri tidak mampu memompa darah yang datang dari paru. Peningkatan tekanan dalam sirkulasi paru menyebabkan cairan terdorong kejaringan paru. Manifestasi klinis yang terjadi meliputi dispnea, batuk, mudah lelah, takikardi dengan bunyi jantung S3, kecemasan kegelisahan, anoreksia, keringat dingin, dan paroxysmal nocturnal dyspnea,ronki basah paru dibagian basalb. Gagal jantung kananBila ventrikel kanan gagal, yang menonjol adalah kongesti visera dan jaringan perifer. Hal ini terjadi karena sisi kanan jantung tidak mampu mengosongkan volume darah dengan adekuat sehingga tidak dapat mengakomodasi semua darah yang secara normal kembali dari sirkulasi vena. Manifestasi klinis yang tampak meliputi : edema akstremitas bawah yang biasanya merupakan pitting edema, pertambahan berat badan, hepatomegali (pembesaran hepar), distensi vena leher, asites (penimbunan cairan didalam rongga peritonium), anoreksia dan mual, dan lemah.2.6 Pemeriksaan Penunjanga. Foto polos dadaFoto thorak dapat mengungkapkan adanya pembesaran jantung, edema atau efusi fleura yang menegaskan diagnisa CHF.1) Proyeksi A-P; konus pulmonalis menonjol, pinggang jantung hilang, cefalisasi arteria pulmonalis.2) Proyeksi RAO; tampak adanya tanda-tanda pembesaran atriumkiri dan pembesaran ventrikel kanan.b. EKGIrama sinus atau atrium fibrilasi, gel. mitral yaitu gelombang P yang melebar serta berpuncak dua serta tanda RVH, LVH jika lanjut usia cenderung tampak gambaran atrium fibrilasi. EKG : Hipertrofi atrial atau ventrikuler, penyimpangan aksis, iskemia san kerusakan pola mungkin terlihat. Disritmia mis : takhikardi, fibrilasi atrial. Kenaikan segmen ST/T persisten 6 minggu atau lebih setelah imfark miokard menunjukkan adanya aneurime ventricular. EKG dapat mengungkapkan adanya takikardi, hipertrofi bilik jantung dan iskemik( jika disebabkan oleh AMI)c. Kateterisasi jantung dan Sine AngiografiDidapatkan gradien tekanan antara atrium kiri dan ventrikel kiri pada saat distol. Selain itu dapat dideteksi derajat beratnya hipertensi pulmonal. Dengan mengetahui frekuensi denyut jantung, besar curah jantung serta gradien antara atrium kiri dan ventrikel kiri maka dapat dihitung luas katup mitral. Kateterisasi jantung : Tekanan bnormal merupakan indikasi dan membantu membedakan gagal jantung sisi kanan verus sisi kiri, dan stenosi katup atau insufisiensi, Juga mengkaji potensi arteri kororner. Zat kontras disuntikkan kedalam ventrikel menunjukkan ukuran bnormal dan ejeksi fraksi/perubahan kontrktilitas. (Wilson Lorraine M, 2001)d. Sonogram : Dapat menunjukkan dimensi pembesaran bilik, perubahan dalam fungsi/struktur katub atau are penurunan kontraktilitas ventricular.e. Scan jantung : Tindakan penyuntikan fraksi dan memperkirakan pergerakan dinding.f. Elektrolit serum yang mengungkapkan kadar natrium yang rendah sehingga hasil hemodilusi darah dari adanya kelebihan retensi air. (Nursalam M, 2002).2.7 PenatalaksanaanTujuan pengobatan adalah :1. Dukung istirahat untuk mengurangi beban kerja jantung.2. Meningkatkan kekuatan dan efisiensi kontraktilitas miokarium dengan preparat farmakologi, dan3. Membuang penumpukan air tubuh yang berlebihan dengan cara memberikan terapi antidiuretik, diit dan istirahat.Terapi Farmakologis :1. Glikosida jantung.Digitalis, meningkatkan kekuatan kontraksi otot jantung dan memperlambat frekuensi jantung.Efek yang dihasilkan : peningkatan curah jantung, penurunan tekanan vena dan volume darah dan peningkatan diuresisidan mengurangi edema.

2. Terapi diuretik.Diberikan untuk memacu eksresi natrium dan air melalui ginjal. Penggunaan harus hati hati karena efek samping hiponatremia dan hipokalemia.3. Terapi vasodilator.Obat-obat fasoaktif digunakan untuk mengurangi impadansi tekanan terhadap penyemburan darah oleh ventrikel. Obat ini memperbaiki pengosongan ventrikel dan peningkatan kapasitas vena sehingga tekanan engisian ventrikel kiri dapat dituruinkan.Obat obat yang digunakan antara lain :1. Antagonis kalsium, untuk memperbaiki relaksasi miokard dan menimbulkan vasodilatasi koroner.2. Beta bloker, untuk mengatasi takikardia dan memperbaiki pengisian ventrikel.3. Diuretika, untuk gagal jantung disertai udem paru akibat disfungsi diastolik. Bila tanda udem paru sudah hilang, maka pemberian diuretika harus hati-hati agar jangan sampai terjadi hipovolemia dimana pengisian ventrikel berkurang sehingga curah jantung dan tekanan darah menurun.Pemberian antagonis kalsium dan beta bloker harus diperhatikan karena keduanya dapat menurunkan kontraktilitas miokard sehingga memperberat kegagalan jantung.Dukungan diet:Pembatasan Natrium untuk mencegah, mengontrol, atau menghilangkan edema. Diit : klien diit natrium kurang dari 1000mg.a. Keperawatana) Dukung istirahat untuk mengurangi beban kerja jantungb) Menigkatkan kekuatan dan eskstensi kontraksi jantung dengan bahan farmakologisc) Menghilangkan penimbunan cairan tubuh berlebihan dengan terapi diuretic dan istirahat2.8 KomplikasiKomplikasi dapat berupa :a. Kerusakan atau kegagalan ginjal Gagal jantung dapat mengurangi aliran darah ke ginjal, yang akhirnya dapat menyebabkan gagal ginjal jika tidak di tangani. Kerusakan ginjal dari gagal jantung dapat membutuhkan dialysis untuk pengobatan.b. Masalah katup jantungGagal jantung menyebabkan penumpukan cairan sehingga dapat terjadi kerusakan pada katup jantung.c. Kerusakan hatiGagal jantung dapat menyebabkan penumpukan cairan yang menempatkan terlalu banyak tekanan pada hati. Cairan ini dapat menyebabkab jaringan parut yang mengakibatkanhati tidak dapat berfungsi dengan baik.d. Serangan jantung dan stroke. Karena aliran darah melalui jantung lebih lambat pada gagal jantung daripada di jantung yang normal, maka semakin besar kemungkinan Anda akan mengembangkan pembekuan darah, yang dapat meningkatkan risiko terkena serangan jantung atau stroke

2.9 Konsep Asuhan Keperawatan1. Pengkajian a. Pengkajian Umum 1) Anamnesa a) Pengumpulan data : nama, usia, jenis kelamin, suku/bangsa, agama, pendidikan, pekerjaan, alamat b) Riwayat Penyakit / keluhan utama : Lemah saat meakukan aktivitas, sesak nafasc) Riwayat penyakit sekarang : Penyebab kelemahan fisik setelah melakukan aktifitas ringan sampai berat. Seperti apa kelemahan melakukan aktifitas yang dirasakan, biasanya disertai sesak nafas. Apakah kelemahan fisik bersifat local atau keseluruhan system otot rangka dan apakah disertai ketidakmampuan dalam melakukan pergerakan. Bagaimana nilai rentang kemampuan dalam melakukan aktifitas sehari-hari. Kapan timbulnya keluhan kelemahan beraktifitas, seberapa lamanya kelemahan beraktifitas, apakah setiap waktu, saat istirahat ataupun saat beraktifitas.d) Riwayat Penyakit dahulu : Apakah sebelumnya pernah menderita nyeri dada, darah tinggi, DM, hiperlipidemia. Obat apa saja yang pernah diminum yang berhubungan dengan obat diuretic, nitrat, penghambat beta serta antihipertensi. Apakah ada efek samping dan alergi obat. e) Riwayat penyakit keluarga : Penyakit apa yang pernah dialami keluarga dan adakah anggota keluarga yang meninggal, apa penyebab kematiannya.f) Riwayat pekerjaan/ kebiasaan : Situasi tempat kerja dan lingkungannya Kebiasaan dalam pola hidup pasien. Kebiasaan merokokb. Pengkajian Primer a. B1 : BREATHING Terlihat sesak Frekuensi nafas melebihi normalb. B2 : BLEEDING Inspeksi : adanya parut, keluhan kelemahan fisik, edema ekstrimitas. Palpasi : denyut nadi perifer melemah, thrill Perkusi : Pergeseran batas jantung Auskultasi : Tekanan darah menurun, bunyi jantung tambahanc. B3 : BRAIN Kesadaran biasnya compos mentis Sianosis perifer Wajah meringis, menangis, merintih, meregang dan menggeliat.d. B4: BLADDER Oliguria Edema ekstrimitase. B5 : BOWEL Mual Muntah Penurunan nafsu makan Penurunan berat badanf. B6 : BONE Kelemahan Kelelahan Tidak dapat tidur Pola hidup menetap Jadwal olahraga tak teraturc. Pengkajian Sekunder 1) Aktivitas dan IstirahatGejala : Mengeluh lemah, cepat lelah, pusing, rasa berdenyut dan berdebar.Mengeluh sulit tidur (ortopneu, dispneu paroksimal nokturnal, nokturia, keringat malam hari).Tanda: Takikardia, perubahan tekanan darah, pingsan karena kerja, takpineu, dispneu.2) SirkulasiGejala: Menyatakan memiliki riwayat demam reumatik hipertensi, kongenital: kerusakan arteial septal, trauma dada, riwayat murmur jantung dan palpitasi, serak, hemoptisisi, batuk dengan/tanpa sputum, riwayat anemia, riwayat shock hipovolema.Tanda: Getaran sistolik pada apek, bunyi jantung; S1 keras, pembukaan yang keras, takikardia. Irama tidak teratur; fibrilasi arterial.3) Integritas EgoTanda: menunjukan kecemasan; gelisah, pucat, berkeringat, gemetar. Takut akan kematian, keinginan mengakhiri hidup, merasa tidak berguna. kepribadian neurotik,4) Makanan/CairanGejala: Mengeluh terjadi perubahan berat badan, sering penggunaan diuretik.Tanda: Edema umum, hepatomegali dan asistes, pernafasan payah dan bising terdengar krakela dan mengi.5) NeurosensorisGejala: Mengeluh kesemutan, pusingTanda: Kelemahan6) PernafasanGejala: Mengeluh sesak, batuk menetap atau nokturnal.Tanda: Takipneu, bunyi nafas; krekels, mengi, sputum berwarna bercak darah, gelisah.7) KeamananGejala: Proses infeksi/sepsis, riwayat operasiTanda: Kelemahan tubuh 8) Penyuluhan/pembelajaranGejala: Menanyakan tentang keadaan penyakitnya.Tanda: Menunjukan kurang informasi.2. Diagnosa Keperawatana. Penurunan curah jantung menurun berhubungan dengan perubahan kontraktilitas miokardia, perubahan frekuensi, irama, perubahan structural (kelainan katup).b. Intoleran aktvitas berhubungn dengan ketidak seimbangan suplai oksigen, kelemahan umum.c. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan penigkatan produksi ADH, resistensi natrium dan air.d. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan meningkatnya cairan antara kapiler dan alveolus.e. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan volume paru, hepatomegali, splenomigali.f. Integritas kulit berhubungan dengan edema, penurunan perfusi jaringan.g. Kurang pengetahuan, mengenai kondisi, program pengobatan berhubungan dengan kurang pemahaman/kesalahan persepsi tentang hubungan fungsi jatung/penyakit/gagal.

3. Intervensi Keperawatan a. Penurunan curah jantung menurun berhubungan dengan perubahan kontraktilitas miokardia, perubahan frekuensi, irama, perubahan structural (kelainan katup).Tujuan : Menununjukan tanda vital dalam batas normal, dan bebas gejala gagal jantung. Melaporkan penurunan episode dispnea, angina. Ikut serta dalam aktvitas mengurangi beban kerja jantung.

INTERVENSI RASIONAL

Aukskultasi nadi, kaji frekuensi jantung, irama jantung.agar mengetahui seberapa besar tingkatan perkembangan penyakit secara universal.\

Pantau TD

pada GJK peningakatan tekanan darah bisa terjadi kapanpun.

Kaji kulit terhadap pucat dan sianosis.

pucat menunjukan menurunnya perfusi perifer sekunder terhadap tidak adekuatnya curah jantung. Sianosis dapat terjadi akibat dari suplai oksigen yang berkurang pada jaringan atau sel.

Berikan pispot di samping tempat tidur klien.pispot digunakan untuk menurunkan kerja ke kamar mandi.

Tinggikan kaki, hinderi tekanan pada bawah lutut.

menurunkan statis vena dan dapat menurunkan insiden thrombus atau pembentukan emboli.

Berikan oksigen tambahan dengan kanula nasal/masker sesuai indikasi.

meningkatkan sediaan oksigen untuk kebutuhan miokard, untuk melawan hipoksia.

Berikan obat sesuai indikasi.o Vasodilator, contoh nitrat (nitro-dur, isodril).vasodilator digunakan untuk meningkatkan curah jantung, dan menurunkan volume sirkulasi.

b. Intoleran aktvitas berhubungn dengan ketidak seimbangan suplai oksigen, kelemahan umum. Tujuan Berpatisipasi pada aktivitas yang diinginkan, memenuhi kebutuhan keperawatan diri sendiri. Mencapai peningkatan toleransi aktivitas yang dapat di ukur, dibuktikan oleh menurunya kelemahan dan kelelahan tanda vitalselam aktivitas.IntervensiIntervensi Rasional

Periksa tanda vital sebelum dan segera setelah aktivitas, khususnya bila pasien menggunakan vasodilator, dan diuretic.hipotensi ortostatik dapa terjadi karena akibat dari obat vasodilator dan diuretic.

Catat respon kardiopulmonal terhadap aktivitas, catat takikardi,disritmia, dispnea, pucat.penuruna atau ketidakmampuan miokardium untuk meningkatkan volume sekuncup selama aktivitas, dapat menyebabkan peningkatan segera pada frekuensi jantung dan kebutuhan oksigen, juga peningkatan kelelahan dan kelemahan.

Evaluasi peningkatan intoleran aktivitas.dapat menunjukan dekompensasi jantung dari pada kelebihan aktivitas.

c. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan penigkatan produksi ADH, resistensi natrium dan air. Tujuan Mendemonstrasikan volume cairan stabil dengan keseimbangan cairan pemasukan dan pengeluaran, bunyi nafas bersih/jelas, tanda vital dalam rentang yang dapat diterima, berat badan stabil, dan tak ada edema.IntervensiIntervensi Rasional

Pantau haluaran urin, catat jumlah dan warna.

haluaran urin mungkin sedikit dan pekat karena perunan perrfusi ginjal.

Ajarkan klien dengan posisi semifowler.posisi terlentang atau semi fowler meningkatakan filtrasi ginjaldan menurunkan ADH sehingga meningkatkan dieresis.

Ubah posisi klien dengan sering.,pembentukan edema, sirkulasi melambat, gangguan pemasukan nutrisi dan inmobilisasi atau baring lama merupakan kumpulan stressor yang mempengaruhi integritas kulit dan memerlukan intervensi pengawasan ketat.

Kaji bising usus. Catat kelluhan anoreksia, mual.kongesti visceral dapat menganggu fungsi gaster/intestinal.

Berikan makanan yang mudah dicerna, porsi kecil dan sering.penurunan mortilitas gaster dapat berefek merugikan pada digestif dan absorsi. Makan sedikit dan sering meningkatkan digesti/mencegah ketidaknyamanan abdomen.

Palpasi hepatomegali. Catat keluhan nyeri abdomen kuadran kanan atas/nyeri tekan/perluasan gagal jantung menimbulkan kongesti vena, menyebabkan distensi abdomen, pembesaran hati, dan menganggu metabolism obat.

Pemberian obat sesuai indikasi.o Diuretic contoh furrosemid (lasix), bumetanid (bumex).meningkatkan laju aliran urin dan dapat menghambat reabsorbsi natrium pada tubulus ginjal.

o Tiazid dengan agen pelawan kalium, contoh spironolakton (aldakton).meningkatkan diuresi tanpa kehilangan kalium berlebihan.

g. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan meningkatnya cairan antara kapiler dan alveolus. Tujuan Mendemonstrasikan ventilasi dan oksigenasi adekuat pada jaringan Berpartisipasi dalam program pengobatan dalam batas kemampuan. IntervensiIntervensi Rasional

Aukskultasi bunyi napas, catat krekels, mengi.

menyatakan adanya kongesti paru/pengumpulan secret menunjukan kebutuhan untuk intervensi lanjut.

Anjurkan pasien untuk batuk efektif, napas dalam.memberikan jalan napas dan memudahkan aliran oksigen.

Pertahankan posisi semifowler. Menurunkan kosumsi oksigen/kebutuhan dan meningkatkan inflamasi paru maksimal.

Berikan oksigen tambahan sesuai indikasi.

meningkatkan kontraksi oksigen alveolar, yang dapat memperbaiki/menurunkan hipoksemia jaringan.

Berikan obat sesuai indikasi.o Diuretic, furosemid (laxis).menurunkan kongesti alveolar, mningkatkan pertukaran gas.

o Bronkodilator, contoh aminofiinmeningkatkan aliran oksigen dengan mendilatasi jalan napas kecil.

h. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan volume paru, hepatomegali, splenomigali. Tujuan Pola nafas efektif setelah dilakukan tindakan keperawatan selam di RS, RR Normal , tak ada bunyii nafas tambahan dan penggunaan otot Bantu pernafasan. Dan GDA Normal. IntervensiIntervensi Rasional

Monitor kedalaman pernafasan, frekuensi, dan ekspansi dada.distress pernapasan dan perubahan pada tanda vital dapat terjadi sebagai akibat dari diafragma yang menekan paru-paru.

Catat upaya pernafasan termasuk penggunaan otot bantu nafas

kesulitan bernafas dengan ventilator dan/atau peningkatan tekanan jalan napas di duga memburuknya kondisi/terjadinya komplikasi.

Auskultasi bunyi napas dan catat adanya bunyi napas krekels, mengi.bunyi napas menurun/tak ada bila jan napas obstruksi sekunder terhadap perdarahan, krekels dan mengi menyertai obstruksi jalan napas/kegagalan pernapasan

Tinggikan kepala dan bantu untuk mencapi posisi yang senyaman mungkin. duduk tinggi memungkinkan ekspansi paru dan memudahka pernapasan. Pengubahan posisi dan ambulansi meningkatkan pengisian udara segmen paru berbeda sehingga memperbaiki difusi gas.

i. Integritas kulit berhubungan dengan edema, penurunan perfusi jaringan. Tujuan Mempertahankan integritas kulit. Mendemonstrasikan prilaku/teknik mencegah kerusakan kulit. IntervensiIntervensi Rasional

Kaji kulit, adanya edma, area sirkulasi terganggu, atau kegemukan/kurus.kulit berisiko karena gangguan sirkulasi perifer, dan gangguan status nutrisi.

Pijat area yang kemerahan atau memutih.meningkatkan aliran darah, meminimalkan hipoksia jarinagan

Ubah posisi sering ditempat tidur/kursi, bantu rentang gerak aktif/pasif.

memperbaiki sirkulasi/menurunkan waktu satu area yang meganggu aliran darah.

Berikan perawatan kulit sering, meminimalkan dengan kelembaban.terlalu kering atau lembab merusak kulit dan mempercepat kerusakan.

Hindari obat intramuscular.

Edema intertisisal dan gangguan sirkulasi memperlambat absorbs obat dan predisposisi untuk kerusakan kulit/terjadinya infeksi.

4. ImplementasiImplementasi merupakan pelaksanaan/upaya yang dilakukan perawat dalam merawat klien yang sesuai dengan perencanaan yang telah ditentukan.Pada tahap dilakukan pelaksanaan dan perawatan yang telah ditentukan, dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan pasien secara optimal. Pelaksanaannya adalah pengelolaan dan perwujudan dan rencana keperawatan yang telah disusun pada tahap perencanaan. Jenis tindakan:1) Secara mandiri (independen) adalah tindakan yang diprakarsai sendiri oleh perawat untuk membantu pasien dalam mengatasi masalahnya atau menanggapi reaksi karena adanya stresor (penyakit) misalnya:a. Membantu pasien dalam melakukan kegiatan sehari-harib. Memberikan dorongan pada pasien untuk mengungkapkan perasaannya secara wajar.2) Secara ketergantungan/kolaborasi (interdependen), adalah tindakan keperawatan atas dasar kerjasama tim perawatan atau tim kesehatan lainnya misalnya dalam hal pemberian obat sesuai instruksi dokter, pemberian infus: tanggung jawab perawat kapan infus itu terpasang5. EvaluasiEvaluasi adalah merupakan salah satu alat untuk mengukur suatu perlakuan atau tindakan keperawatan terhadap pasien. Dimana evaluasi ini meliputi evaluasi formatif / evaluasi proses yang dilihat dari setiap selesai melakukan implementasi yang dibuat setiap hari sedangkan evaluasi sumatif / evaluasi hasil dibuat sesuai dengan tujuan yang dibuat mengacu pada kriteria hasil yang diharapkan pada hernia.1. Penurunan curah jantung normal2. Dapat aktvitas 3. Volume cairan seimbang 4. Tidak terjadi pertukaran gas 5. Pola nafas efektif BAB IIIKESIMPULAN

3.1 KesimpulanAsuhan keperawatan pada klien dengan dekompensasi cordis merupakan bentuk asuhan kompleks yang melibatkan aspek biologis, spiritual dan sosial dalam proporsi yang cukup besar ke seluruh aspek tersebut perlu benar-benar diperhatikan sebaik-baiknya.Penyakit Decompensasi Cordis adalah suatu keadaan dimana jantung tidak mampu memompakan darah secukupnya dalam memenuhi kebutuhan sirkulasi tubuh untuk keperluan metabolisme jaringan, penyakit ini merupakan salah satu penyakit jantung yang banyak terjadi di masyarakat dan waktu ini terus digalakkan pencegahannya. Penyakit ini dapat menyerang pada usia muda maupun pada usia lansia3.2 Saran 1. Mahasiswa KeperawatanDiharapkan agar mahasiswa keperawatan lebih mendalami pemahamannya tentang decompensasi kordis agar menjadi pedoman dalam menjalankan tugasnya kelak sebagai seorang perawat.2. PembacaDiharapkan agar pengetahuan yang terdapat pada pembahasan makalah ini dapat menambah wawasan pembacanya, tidak hanya menjadi bahan bacaan melainkan juga dapat memberi petunjuk serta akan lebih baik jika dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.

DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth, Buku Ajar Keperawatan Mdikal Bedah, edisi 8, 1997, EGC, Jakarta.Doenges E. Marlynn, Rencana Asuhan Keperawatan , 2000, EGC, Jakarta.Gallo & Hudak, Keperawatan Kritis, edisi VI, 1997, EGC JakartaJunadi P, Atiek S, Husna A, Kapita selekta Kedokteran (Efusi Pleura), Media Aesculapius, Fakultas Kedokteran Universita Indonesia, 2001, Hal.206 208Noer Staffoeloh et all, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I, 1999, Balai Penerbit FKUI, JakartaNursalam. M. Nurs, Managemen keperawatan ; aplikasi dalam praktik keperawatan professional, 2002, Balai Penerbit FKUI, Jakarta.Russel C Swanburg, Pengantar keperawatan, 2000, ECG, Jakarta.Wilson Lorraine M, Patofisiologi (Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit), Buku 2, Edisi 4, Tahun 2003, Hal ; 704 705 & 753 763.http://dwihandra.blogspot.com/ diakses pada tanggal 18 Mei 2013 pada pukul 12.00 WITA http://nuzulul-fkp09.web.unair.ac.id/artikel_detail-35458-Kep%20Kardiovaskuler-Askep%20Gagal%20Jantung.html / diakses pada tanggal 18 Mei 2013 pada pukul 12.00 WITA

25