26
BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Indonesia memiliki sekitar 17.504 pulau (menurut data tahun 2004) terbesar di dunia, dengan perairan laut teritorial (3,2 juta km 2 ). terluas di dunia (belum termasuk 2,9 juta km2 perairan zona ekonomi eksklusif, terluas ke-12 di dunia), dan 95.108 km garis pantai yang terpanjang kelima di dunia. Perairan laut Indonesia memiliki posisi geografis strategis sebagai jalur komersial dan militer dan merupakan lintasan jalur pelayaran penghubung Samudra Pasifik dengan Samudra Hindia dan Benua Asia dengan Benua Australia. Potensi sumber daya alam hayati dan nonhayati maritim Indonesia sangat besar dan beragam, cakupan teritori yang luas dan posisi geografis yang terletak di lintasan khatulistiwa di antara dua samudra menyediakan kekayaan sumber daya alam sekaligus peran global yang sangat besar di seluruh dimensi kemaritimannya. Selain itu, Indonesia memiliki batas-batas wilayah laut dengan 10 negara, yaitu India, Malaysia, Singapura, Thailand, Vietnam, Filipina, PNG, Australia, Timor Timur, dan Palau. Sementara wilayah darat yang berbatasan langsung dengan negara tetangga hanya dua, yakni Malaysia di Kalimantan dan PNG di Papua. Salah satu provinsi di Indonesia yang memiliki wilayah laut yang jauh lebih besar dari wilayah daratannya yaitu provinsi Kepulauan Riau. 94% daerah Kepulauan Riau merupakan daerah perairan. Bisa dibayangkan betapa ruginya pemerintah 1

Isi Tugas Bup

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Isi Tugas Bup

BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Indonesia memiliki sekitar 17.504 pulau (menurut data tahun 2004) terbesar di dunia, dengan

perairan laut teritorial (3,2 juta km2). terluas di dunia (belum termasuk 2,9 juta km2 perairan

zona ekonomi eksklusif, terluas ke-12 di dunia), dan 95.108 km garis pantai yang terpanjang

kelima di dunia. Perairan laut Indonesia memiliki posisi geografis strategis sebagai jalur

komersial dan militer dan merupakan lintasan jalur pelayaran penghubung Samudra Pasifik

dengan Samudra Hindia dan Benua Asia dengan Benua Australia. Potensi sumber daya alam

hayati dan nonhayati maritim Indonesia sangat besar dan beragam, cakupan teritori yang luas

dan posisi geografis yang terletak di lintasan khatulistiwa di antara dua samudra menyediakan

kekayaan sumber daya alam sekaligus peran global yang sangat besar di seluruh dimensi

kemaritimannya.  Selain itu, Indonesia memiliki batas-batas wilayah laut dengan 10 negara,

yaitu India, Malaysia, Singapura, Thailand, Vietnam, Filipina, PNG, Australia, Timor Timur,

dan Palau. Sementara wilayah darat yang berbatasan langsung dengan negara tetangga hanya

dua, yakni Malaysia di Kalimantan dan PNG di Papua.

Salah satu provinsi di Indonesia yang memiliki wilayah laut yang jauh lebih besar dari

wilayah daratannya yaitu provinsi Kepulauan Riau. 94% daerah Kepulauan Riau merupakan

daerah perairan. Bisa dibayangkan betapa ruginya pemerintah bila tidak mengembangkan

potensi perairan yang ada di provinsi ini. Didukung dengan letak yang strategis, Kepulauan

Riau merupakan perbatasan antara Indonesia dengan negara Singapura. Dan tidak hanya itu,

perairan Kepri juga termasuk dalam jalur perdagangan internasional. Hal ini dibuktikan oleh

banyaknya kapal-kapal asing yang berlabuh di pelabuhan Kepri.

Dengan fakta-fakta diatas, sudah seharusnya pemerintah daerah mengoptimalkan

peluang usaha pelabuhan. Dengan pengoptimalan Badan Usaha Pelabuhan oleh pihak

pemerintah, sudah selayaknya daerah menikmati hasil dari BUP ini sekaligus menunjang

APBN/APBD ke arah yang lebih baik tentunya.

Kurangnya pengoptimalan BUP oleh pemerintah inilah yang melatarbelakangi penulis

untuk membuat makalah ini, agar dapat mempelajari BUP yang ada di Indonesia, khususnya

di provinsi Kepulauan Riau.

1

Page 2: Isi Tugas Bup

2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan sebelumnya, maka diperoleh

permasalahan sebagai berikut :

- Bagaimana eksistensi Badan Usaha Pelabuhan(BUP) dalam tinjauan hukum?

- Apa peran strategi BUP yang diberikan oleh pemerintah daerah?

3. Batasan Masalah

Menuju makalah yang terstruktur, maka disusun ruang lingkup permasalahan agar

penulisan menjadi lebih sistematis dan terstruktur. Berikut batasan masalah yang ada :

- Eksistensi Badan Usaha Pelabuhan dalam Tinjauan Hukum.

- Peran Pemerintah Daerah, khususnya Kepulauan Riau yang diberikan kepada Badan

Usaha Pelabuhan.

4. Tujuan

Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah yang telah dipaparkan diatas, maka

dapat disusun tujuan penulisan makalah sebagai berikut :

- Membuat makalah yang sistematis tentang Badan Usaha Pelabuhan

- Memaparkan tinjauan Badan Usaha Pelabuhan berdasarkan tinjauan hukum yang ada

di Indonesia.

- Memaparkan tentang peran pemerintah daerah dalam berjalannya Badan Usaha

Pemerintah

5. Manfaat

Dengan adanya penulisan makalah ini, diharapkan pembaca memperoleh manfaat :

- Mengetahui pengertian Badan Usaha Pelabuhan

- Memahami pentingnya Badan Usaha Pelabuhan

- Memahami peran pemerintah daerah dalam kebijakan yang diberikan kepada Badan

Usaha Pelabuhan.

- Mengetahui tinjauan hukum dalam eksistensi dan mengatur berjalannya Badan Usaha

Pelabuhan.

2

Page 3: Isi Tugas Bup

BAB II

BADAN USAHA PELABUHAN DALAM TINJAUAN HUKUM

2.1 Pengertian

2.1.1 Pelayaran

Menurut UU No.17 tahun 2008 pasal 1, pelayaran adalah satu kesatuan sistem yang

terdiri atas perairan, kepelabuhanan, keselamatan dan keamanan, serta perlindungan

lingkungan maritim.

2.1.2 Pelabuhan dan Kepelabuhan

Menurut UU No.17 tahun 2008 pasal 1, pelabuhan adalah tempat yang terdiri atas

daratan dan/atau perairan dengan batas-batas tertentu sebagai tempat kegiatan

pemerintahan dan kegiatan pengusahaan yang dipergunakan sebagai tempat kapal

bersandar, naik turun penumpang, dan/atau bongkar muat barang, berupa terminal dan

tempat berlabuh kapal yang dilengkapi dengan fasilitas keselamatan dan keamanan

pelayaran dan kegiatan penunjang pelabuhan serta sebagai tempat perpindahan intra- dan

antarmoda transportasi. Hal yang sama juga dijabarkan pada Peraturan Menteri

Perhubungan Nomor, yaitu PM 51 Tahun 2011 Pasal 1 Ayat 1.

Sementara kepelabuhan adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan pelaksanaan

fungsi pelabuhan untuk menunjang kelancaran, keamanan, dan ketertiban arus lalu lintas

kapal, penumpang dan/atau barang, keselamatan dan keamanan berlayar, tempat

perpindahan intra- dan dan/atau antarmoda serta mendorong perekonomian nasional dan

daerah dengan tetap memperhatikan tata ruang wilayah.

2.1.3 Badan Usaha

Badan usaha sering diartikan sebagai perusahaan. Pada kenyataannya terdapat

perbedaan Badan Usaha dan perusahaan. Perbedaannya adalah Badan Usaha adalah

lembaga sementara sedangkan perusahaan adalah tempat dimana Badan Usaha itu

mengelola produksi atau sumber daya yang ada.

Berikut beberapa jenis Badan Usaha :

- Badan Usaha Milik Negara(BUMN)

BUMN adalah badan usaha yang permodalan baik itu seluruh atau sebagian dimiliki

oleh pemerintah pusat. Pendapatan dalam BUMN ini mempengaruhi Anggaran

Pendapatan Negara.

- Badan Usaha Milik Daerah(BUMD)

3

Page 4: Isi Tugas Bup

BUMD memiliki persamaan dengan BUMN. Perbedaannya hanya di status

kepemilikan dan modal yang ada, kepemilikan dan penanaman modalnya dimiliki

oleh pemerintah daerah.

- Badan Usaha Milik Swasta(BUMS)

BUMS adalah badan usaha yang pemodalannya dimiliki oleh seseorang atau

sekelompok orang. Berdasarkan UUD 1945 pasal 33, bidang-bidang usaha yang

diberikan kepada pihak swasta adalah mengelola sumber daya ekonomi yang bersifat

tidak vital dan strategis atau yang tidak menguasai hajat hidup orang banyak.

Menurut UU No.17 tahun 2008 pasal 1, Badan Usaha adalah Badan Usaha Milik Negara,

Badan Usaha Milik Daerah, atau badan Hukum Indonesia yang khusus didirikan untuk

pelayaran.

2.1.4 Badan Usaha Pelabuhan(BUP)

Menurut UU No.17 tahun 2008 pasal 1, Badan Usaha Pelabuhan(BUP) adalah badan

usaha yang kegiatan usahanya khusus di bidang pengusahaan terminal dan fasilitas

pelabuhan lainnya. Pernyataan ini didukung oleh keputusan Peraturan Menteri

Perhubungan No PM 51 Tahun 2011 Pasal 1 Ayat 15

Sementara menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 69 Tahun 2001,

BUP adalah Badan Usaha Milik Negara atau Badan Usaha Milik Daerah yang khusus

didirikan untuk mengusahakan jasa kepelabuhanan di pelabuhan umum.

Badan Usaha Pelabuhan memiliki beberapa jenis sesuai dengan kepemilikan Badan

Usaha Pelabuhan tersebut. Jenis – jenis Badan Usaha Pelabuhan yaitu :

- Badan Usaha Pelabuhan Negara.

- Badan Usaha Pelabuhan Swasta.

2.2 Badan Usaha Pelabuhan dalam Tinjauan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004

Tentang Pemerintahan Daerah

Berdasarkan pasal 1 diketahui bahwa pemerintah pusat, selanjutnya disebut

pemerintah adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan

pemerintahan negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang

Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Sementara pemerintahan daerah adalah

penyelenggaraan urusan pemerintah oleh pemerintah daerah dan DPRD menurut asas

otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan

4

Page 5: Isi Tugas Bup

prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-

Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945. Pemerintah daerah adalah

Gubernur, Bupati atau walikota dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara

pemerintahan daerah.

Bisa dikatakan bahwa terjadinya desentralisasi pemerintahan, yaitu pelimpahan tugas

pemerintahan pusat ke pemerintahan daerah berdasarkan pembagian urusan pembagian

pemerintahan. Menurut pasal 10, diketahui bahwa urusan pemerintahan yang menjadi

urusan Pemerintah meliputi : politik luar negeri, pertahanan, keamanan, yustisi, moneter

dan fiskal nasional, dan agama. Dan dalam menjalankan urusan pemerintahan,

pemerintah menyelenggarakan sendiri atau dapat melimpahkan kepada perangkat

Pemerintah adatau wakil Pemerintah, dalam hal ini yaitu pemerintah daerah ataupun

pemerintahan desa.

Pasal 13 menjabarkan urusan wajib yang menjadi kewenangan pemerintah daerah

provinsi, salah satunya perencanaan dan pengendalian pembangunan, penyediaan sarana

dan prasarana umum

Dalam pasal 20 dijabarkan bahwa dalam penyelenggaran pemerintahan, Pemerintah

menggunakan asas :

- desentralisasi, yaitu pelimpahan wewenang Pemerintah Pusat kepada pemerintah

daerah untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dalam sistem NKRI

- tugas pembantuan, yaitu penugasan dari Pemerintah kepada daerah dan/atau desa dari

pemerintah provinsi kepada kabupaten/kota dan/atau desa serta dari pemerintah

kabupaten kota kepada desa untuk melakukan tugas tertentu.

- dekosentrasi, yaitu pelimpahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah kepada

Gubernur sebagai wakil pemerintah dan/atau kepada instansi vertikal di wilayah

tertentu.

Sementara penyelenggaraan pemerintahan daerah menggunakan asas otonomi dan

pembantuan.

Dengan adanya otonomi daerah tersebut seharusnya kebebasan yang dimiliki

pemerintah daerah memungkinkan untuk membuat inisiatif sendiri, mengelola dan

mengoptimalkan sumber daya yang ada di daerah. Adanya kebebasan untuk berinisiatif

merupakan suatu dasar pemberian otonomi daerah, karena dasar pemberian otonomi

daerah adalah dapat berbuat sesuai kebutuhan setempat. Kebebasan yang terbatas atau

kemandirian tersebut adalah wujud kesempatan pemberian yang harus

dipertanggungjawabkan. Dengan demikian, hak dan kewajiban serta kebebasan bagi

5

Page 6: Isi Tugas Bup

daerah untuk menyelenggarakan urusan-urusannya sepanjang sanggup untuk

melakukannya dan penekanannya lebih bersifat otonomi yang luas.

Otomomi daerah juga merupakan kebebasan untuk mengambil keputusan politik

maupun administrasi dengan tetap menghormati peraturan perundang-undangan.

Meskipun dalam otonomi daerah ada kebebasan untuk menentukan apa yang menjadi

kebutuhan daerah, tetapi dalam kebutuhan daerah senantiasa disesuaikan dengan

kepentingan nasional, diterapkan dalam peraturan perundang-undangan yang lebih

tinggi. Sesuai dengan Undang-Undang no 34 pasal 1 ayat 5 dikatakan bahwa otonomi

daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan

mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai

dengan peraturan perundang-undangan.

Berdasarkan penjabaran diatas seharusnya dapat disimpulkan bahwa Pemerintah

Daerah memiliki kewenangan dalam perencanaan dan pembangunan BUP yang

merupakan sarana umum bagi masyarakat. Pemerintah daerah seharusnya berhak

memperoleh nilai manfaat dari adanya BUP yang dibangun. Namun karena pelimpahan

tugas yang dimaksudkan seperti penjabaran undang-undang diatas diabaikan oleh

pemerintah, maka pembangunan BUP diambil alih pelaksanaannya oleh Pemerintah

Pusat.Tidak dapat dipungkiri BUP yang ada saat ini khususnya untuk kawasan provinsi

Kepulauan Riau, pengelolaan yang memang dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah,

namun hasilnya tidak dinikmati oleh daerah Kepulauan Riau itu sendiri, melainkan oleh

Pemerintah Pusat.

2.3 Badan Usaha Pelabuhan dalam Tinjauan Peraturan Pemerintah Republik

Indonesia Nomor 69 Tahun 2001 Tentang Kepelabuhanan

Dalam pasal (1) ayat (1) berbunyi :

“ Pelabuhan adalah tempat yang terdiri dari daratan dan perairan di sekitarnya dengan

batas-batas tertentu sebagai tempat kegiatan pemerintahan dan kegiatan ekonomi yang

dipergunakan sebagai tempat kapal bersandar, berlabuh, naik turun penumpang dan/atau

bongkar muat barang yang dilengkapi dengan fasilitas keselamatan pelayaran dan

kegiatan penunjang pelabuhan serta sebagai tempat perpindahan intra dan antar roda

transportasi”

Secara umum, pelabuhan sebagai salah satu unsur dalam penyelenggaraan pelayanan

memiliki peranan yang sangat penting dan strategis sehingga penyelenggaraannya

dikuasai oleh negara dan pembinaannya dilakukan oleh Pemerintah dalam rangka

6

Page 7: Isi Tugas Bup

menunjang, menggerakkan dan mendorong pencapaian tujuan nasional, menetapkan

wawasan Nusantara serta memperkukuh ketahanan nasional.

Pembinaan pelabuhan yang dilakukan oleh Pemerintah meliputi aspek pengaturan,

pengendalian, dan pengawasan. Aspek pengendalian dan pengaturan mencakup

perumusan dan penentuan kebijakan umum maupun teknis operasional. Aspek

pengendalian mencakup pemberian pengarahan bimbingan dalam pembangunan dan

pengoperasian pelabuhan. Sedangkan aspek pengawasan dilakukan terhadap

penyelenggaraan kepelabuhanan.

Pembinaan kepelabuhanan dilakukan dalam satu kesatuan Tatanan Kepelabuhanan

Nasional yang ditujukan untuk mewujudkan kelancaran, ketertiban, keamanan dan

keselamatan pelayaran dalam pelayanan jasa kepelabuhanan, menjamin kepastian hukum

dan kepastian usaha, mendorong profesionalisme pelaku ekonomi di pelabuhan,

mengakomodasi teknologi angkutan serta meningkatkan mutu pelayanan dan daya saing

dengan tetap mengutamakan pelayanan kepentingan umum.

2.4 Badan Usaha Pelabuhan dalam Tinjauan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008

Tentang Pelayaran

Badan Usaha Pelabuhan (BUP) didirikan berdasarkan Undang-Undang yang berlaku.

Salah satu Undang-Undang yang membahas BUP yaitu UU No.17 Tahun 2008. Undang-

Undang ini digunakan untuk mengontrol pelabuhan dan kemaritiman yang ada di

Indonesia.

Undang – Undang No. 17 tahun 2008 memberikan batasan dan peluang dalam

mendirikan Badan Usaha Pelabuhan dalam berkerja sama dengan pihak swasta. Hal ini

dilakukan untuk mengontrol upaya monopoli di sektor pelabuhan. Dalam hal ini UU No

17 Tahun 2008 menjelaskan bahwa yang mengatur tentang kepelabuhan adalah

pemerintah. Hal ini berdasarkan UU No. 17 Tahun 2008 Pasal 1ayat 26 yang berbunyi

“Otoritas Pelabuhan (Port Authority) adalah lembaga pemerintah di pelabuhan sebagai

otoritas yang melaksanakan fungsi pengaturan, pengendalian, dan pengawasan kegiatan

kepelabuhanan yang diusahakan secara komersial.”

2.5 Kelemahan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008

Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 disusun dalam upaya menyesuaikan diri

dengan perkembangan yang terjadi dalam lingkungan strategis nasional dan internasional

sesuai dengan perkembangan ilmu dan teknologi, peran serta swasta dan persaingan

7

Page 8: Isi Tugas Bup

usaha serta otonomi daerah maupun akuntabilitas penyelenggara negara. Namun dalam

batang tubuh UU ini justru memiliki pasal-pasal multitafsir sehingga dapat ditafsirkan

sesuai kepentingan masing-masing pihak, yang akan menimbulkan masalah yang krusial,

yaitu terjadi konflik kewenangan antara Otorita Pelabuhan dan Badan Usaha Pelabuhan

dalam hal ini Pelabuhan Indonesia.

Di indonesia Undang – Undang yang membahas Tentang pelayaran dan Kemaritiman

hanya Undang – Undang No 17 Tahun 2008. Tetapi pada Undang – Undang ini terdapat

beberapa Kelemahan. Menurut Nuryanto kelemahannya tersebut adalah :

a. Timbulnya Monopoli Baru.

Sebelum adanya Undang Undang ini, PT Pelabuhan Indonesia dapat bermitra

dengan swasta untuk mengembangkan pelabuhan, tapi sekarang PT Pelabuhan

Indonesia harus sendiri tak perlu mengajak swasta karena dia dianggap Operator

biasa yang statusnya sama dengan swasta, dengan kondisi ini, maka akan tercipta

monopoli baru. Undang Undang Pelayaran menyebutkan fungsi regulator

dilakukan oleh Port Authority atau Otoritas Pelabuhan. seharusnya yang memiliki

fungsi itu adalah PT Pelabuhan Indonesia I-IV, dia pula yang kemudian

melakukan tender atas proyek-proyek pembangunan dan pengembangan di

pelabuhan yang dikelolanya. Seharusnya fungsi port authority itu tetap di PT

Pelabuhan Indonesia, bukan oleh Otorita Pelabuhan yang terdiri para pegawai

negeri di Kementrian Perhubungan yang sudah 25-30 tahun tidak pernah

mengurusi pelabuhan, karena untuk jadi port authority harusnya yang tahu betul

soal bisnis dan komersial.

b. Inkonsistensi Pemerintah

Keberadaan Undang Undang Pelayaran juga tidak sejalan dengan sikap

pemerintah sebelumnya. Pada awal 2008 ketika Undang Undang Pelayaran belum

disahkan, Kementrian Perhubungan telah melayangkan surat kepada Presiden

yang menjamin bahwa aset-aset yang selama ini telah dikelola PT Pelabuhan

Indonesia I-IV tidak akan diambil oleh pemerintah, namun kenyataannya saat ini

sejumlah aset.

c. Terjadinya konflik kewenangan

Di dalam Undang-Undang No.17 Tahun 2008, kewenangan BUP sebagai operator

dan Badan Otorita Pelabuhan sebagai Regulator sudah jelas, karena BUP dalam

8

Page 9: Isi Tugas Bup

hal ini PT Pelabuhan Indonesia dan dan Otorita Pelabuhan adalah bentukan

pemerintah juga. Perbedaan persepsi terhadap Undang-Undang No.17 Tahun 2008

telah menyulut konflik kewenangan antara Otorita Pelabuhan dan Badan Usaha

Pelabuhan dalam hal ini Pelabuhan Indonesia.

9

Page 10: Isi Tugas Bup

BAB III

PERAN STRATEGIS BADAN USAHA PELABUHAN

Peranan Strategis Pemerintah Daerah Untuk Pelabuhan. Setelah beberapa uraian

tentang pengertian hal-hal yang berkaitan dengan kepelabuhanan, maka perlu diuraikan

peranan pelabuhan yaitu :

1. Untuk melayani kebutuhan perdagangan internasional dari daerah penyangga

(hinterland) tempat pelabuhan tersebut berada.

2. Membantu berputarnya roda perdagangan dan pengembangan industri regional.

3. Menampung pangsa yang semakin meningkat arus lalu lintas internasional baik

transhipment maupun barang masuk (inland routing).

4. Menyediakan fasilitas transit untuk daerah penyangga (hinterland) atau daerah/Negara

tetangga.

Pelabuhan yang dikelola dengan efisien dan dilengkapi dengan fasilitas yang memadai

akan membawa keuntungan dan dampak positif bagi perdagangan dan perindustrian dari

daerah penyangga tempat pelabuhan tersebut berada. Sebaliknya, perdagangan yang lancar

dan perindustrian yang tumbuh dan berkembang membutuhkan jasa pelabuhan yang semakin

meningkat yang akan mengakibatkan perkembangan pelabuhan. Bagi negara-negara yang

sedang berkembang.

Peranan pelabuhan dijelaskan oleh J.A Raven bahwa: pelabuhan memainkan peranan

penting dalam perkembangan ekonomi, jelas terlihat bahwa banyak negara berkembang di

mana pelabuhan dapat berfungsi secara bebas dan efisien telah mencapai kemajuan yang

pesat. Seperti Singapura, Hongkong, Taiwan dan Korea Selatan. Pengembangan dan

Perencanaan Pelabuhan

3.1 Pengembangan Pelabuhan

Pelabuhan merupakan salah satu mata rantai transportasi yang menunjang roda

perekonomian negara atau suatu daerah di mana pelabuhan tersebut berada.

Perindustrian, pertambangan, pertanian dan perdagangan pada umumnya membutuhkan

jasa transportasi termasuk jasa pelabuhan. Oleh karenanya pengembangan suatu

pelabuhan bukan saja untuk kepentingan pelabuhan, tetapi juga akan mempengaruhi

berbagai sektor yang ditunjang. Beberapa faktor yang perlu mendapat perhatian serta

pertimbangan dalam pengembangan pelabuhan adalah :

10

Page 11: Isi Tugas Bup

a. Pertumbuhan/perkembangan ekonomi daerah penyangga (hinterland) dari pelabuhan

yang bersangkutan.

b. Perkembangan industri yang terkait dengan pelabuhan

c. Data arus (cargo flow) sekarang dan perkiraan yang akan datang serta jenis dan

macam komoditi yang akan keluar masuk.

d. Tipe dan ukuran kapal yang diperkirakan akan memasuki pelabuhan.

e. Jaringan jalan (prasarana dan sarana angkutan dari/ke daerah penyangga.

f. Alur masuk/keluar menuju laut.

g. Dampak keselamatan dan lingkungan hidup

h. Analisa ekonomi dan keuangan

i. Koordinasi antara lembaga penyelenggara yang seimbang.

Dengan demikian dapat dilihat bahwa betapa kompleksnya perencanaan suatu

pelabuhan, sehingga memerlukan koordinasi berbagai aspek kegiatan serta melibatkan

instansi yang terkait. Suatu pelabuhan tidak bisa direncanakan dan direkayasa begitu

saja, baik sebagai terminal maupun untuk pelabuhan secara utuh, tanpa memperhatikan

dan mempertimbangkan prasarana yang menghubungkan dari/ke daerah penyangga

untuk mana pelabuhan tersebut dibangun.

3.2 Perencanaan Pelabuhan

Tinjauan pokok dari perencanaan pelabuhan harus didasarkan pada kepentingan

nasional. Perencanaan harus mengetahui/mempertimbangan faktor tersebut di bawah ini

sebelum mulai dengan pengembangan pelabuhan yaitu :

a. Kondisi fisik (survey, investigation, design) dan konstruksi

b. Pengguna jasa (port user)

c. Perkembangan masyarakat

d. Perkembangan ekonomi.

e. Kondisi fisik (survey, investigation, design) dan konstruksi

f. Pengguna jasa (port user)

g. Perkembangan masyarakat

h. Perkembangan ekonomi.

11

Page 12: Isi Tugas Bup

3.3 Pengelolaan Pelabuhan

Ada beberapa peraturan perundang-undangan yang terkait dengan masalah

pengelolaan pelabuhan, di antaranya UU No.21 Tahun 1992 tentang Pelayaran. UU No.

32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, UU No.33 Tahun 2004 tentang

Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah, UU No. 34 Tahun 1999 tentang Pemerintahan

Provinsi Daerah Khusus Ibu Kota, PP No.69 Tahun 2001 tentang Kepelabuhanan, serta

UU No.31 Tahun 2004 tentang Perikanan.

Di antara peraturan perundang-undangan tersebut di atas, yang mengatur masalah

pengelolaan pelabuhan secara khusus adalah PP No.69 Tahun 2001. sedangkan peraturan

perundang-undangan yang lain tidak mengatur baik secara eksplisit. Dalam Pasal 11 PP

no.69 Tahun 2001 disebutkan bahwa pengelolaan pelabuhan nasional, internasional dan

hub port (pengumpul) diserahkan kepada BUMN. Namun demikian, di sisi lain, UU

No.32 Tahun 2004 dan UU No.34 Tahun 1999 mengisyaratkan adanya pelimpahan

wewenang dari pemerintahan pusat kepada pemerintahan daerah.

Sementara, pemerintah pusat, dalam hal ini Depertemen Perhubungan dan PT. Pelindo

berpijak pada asas lex specilais derogat legi generalis. Alasannya, bahwa baik UU No.32

Tahun 2004 maupun UU No.34 Tahun 1999 tidak mengatur baik secara eksplisit maupun

implisit mengenai pengelolaan pelabuhan. Sehingga persoalan ini harus tunduk pada PP

No.69 tahun 2001, selama PP ini belum diubah. Pasal 21 ayat (4) UU No.21 Tahun 1992

menyebutkan bahwa pengelolaan pelabuhan yang dilaksanakan secara terkoordinir antara

kegiatan pemerintahan dan kegiatan pelayaran jasa di pelabuhan diatur lebih lanjut

dengan PP.

Sedangkan PP No.69 Tahun 2001 dalam pasal 1 ayat (7) dan (10) serta Pasal 33 ayat

(3) memberikan hak ”monopoli” kepada BUMN yang bergerak di bidang pelabuhan,

yaitu PT. Pelindo.

Pasal 9 ayat (1) UU No.32 Tahun 2004 menyebutkan bahwa pemerintahan dapat

menetapkan kewenangan khusus dalam wilayah provinsi dan atau kabupaten/kota. Pada

ayat (2) disebutkan bahwa kewenangan khusus ini meliputi perdagangan bebas dan

pelabuhan bebas ditetapkan dengan Undang-undang.

Artinya, pasal ini mengamanatkan adanya UU khusus yang mengatur masalah

perdagangan bebas dan atau pelabuhan bebas. Pasal 227 secara implisit juga memberikan

wewenang pengelolaan pelabuhan oleh Pemda. Pasal 1 angka (23) UU No.31 Tahun

2004 tentang Perikanan menyebutkan bahwa pelabuhan perikanan adalah tempat yang

terdiri atas daratan dan perairan di sekitarnya dengan batas-batas tertentu sebagai tempat

12

Page 13: Isi Tugas Bup

kegiatan pemerintahan dan kegiatan sistem bisnis perikanan yang dipergunakan sebagai

tempat kapal perikanan bersandar, berlabuh dan atau bongkar muat ikan yang dilengkapi

dengan fasilitas keselamatan pelayaran dan kegiatan penunjang perikanan.

Kemudian dalam Pasal 7 huruf (j) UU No.31 Tahun 2004 ini disebutkan bahwa dalam

rangka kebijakan pengelolaan sumber daya ikan, Menteri dapat menetapkan system

pemantauan kapal perikanan. Artinya bahwa dalam hal pelabuhan perikanan (di mana

tempat kapal perikanan bersandar), ada kewenangan menteri yang bersangkutan untuk

memantau kapal perikanan, dengan ketentuan-ketentuan yang ditetapkan oleh Undang-

undang 5.

Diskursus masalah pengelolaan pelabuhan oleh pemda mengemuka ketika

dikeluarkannya putusan MA terhadap judicial review PP No.69 Tahun 2001 No.

MA/DIT.TUN/90/VI/2004 pada 17 Juni 2004, yang diajukan oleh Forum Deklarasi

Balikpapan. Dalam putusan ekstra (extra vonis) ini dinyatakan bahwa MA mengabulkan

sebagian uji materiil terhadap PP tersebut. Kemudian, diresmikannya pembangunan

Pelabuhan Jakarta New Port (JNP) oleh Gubernur Sutiyoso pada tanggal 26 Juli 2004,

semakin mempertajam diskursus ini. Analisis mengenai hal ini akan dibahas lebih lanjut.

13

Page 14: Isi Tugas Bup

BAB IV

KESIMPULAN

4.1 Kesimpulan

Dari penulisan makalah diatas maka penulis menarik kesimpulan sebagai berikut :

1. Otonomi daerah sebagai buah dari reformasi belum sepenuhnya dapat dimanfaatkan

oleh daerah secara optimal untuk menciptakan kesejahteraan masyarakat lokal yang

diharapkan akan menyumbang kepada pembentukan masyarakat madani dan

kesejahteraan bangsa.

2. Desentralisasi urusan pemerintahan bukan berati pusat lepas tangan terhadap urusan

yang diotonomikan kepada daerah. Dalam realitanya, kesalahan persepsi terhadap

desentralisasi menyebabkan daerah akan melaksanakan urusannya berdasarkan

keinginannya. Hal ini menyebabkan mal-administrasi di tengah lemahnya civil

society dan hal tersebut dijadikan argumen oleh Pusat untuk menarik kewenangan

tersebut dengan alasan daerah belum mampu melaksanakannya.

4.2 Saran

Berdasarkan penulisan makalah ini penulis memiliki saran sebagai berikut :

1. Pemerintah pusat dan pemerintah daerah sudah selayaknya konsisten dan memahami

peranan masing-masing dalam penyelenggaraan BUP sehingga dalam pengelolaanya

tidak terjadi multi tafsir atas kewenangan yang ada pada BUP

2. Pemerintah daerah, khususnya daerah Kepri diharapkan mampu mengoptimalkan

fungsi BUP demi mencapai nilai manfaat yang optimal dari adanya BUP.

3. Perlu terealisasi Undang-Undang yang mengatur tentang Kepelabuhanan, yang wajib

menjawab persoalan tumpang tindih pengelolaan BUP.

14

Page 15: Isi Tugas Bup

DAFTAR PUSTAKA

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah.

Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 2001 Tentang Kepelabuhanan.

Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 Tentang Pelayaran.

Nuryanto, “Implementasi Undang Undang Pelayaran”.Semarang

PERMENHUB No. KM. 63 Tahun 2010 Tentang Organisasi dan Tata Kerja Kantor Otoritas

Pelabuhan.

15

Page 16: Isi Tugas Bup

Lampiran 1.

Bagan Organisasi BUP berdasarkan Undang-Undang

16

Page 17: Isi Tugas Bup

Lampiran 2.

Hubungan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah dalam UU No.32 Tahun 2004

Setelah hampir satu dekade otonomi daerah pasca reformasi berbagi kemajuan dan

kelemahan telah mewarnai jalannya otonomi daerah di Indonesia. Ada 2 undang-undang

otonomi daerah yang diberlakukan dalam kurun waktu satu dekade tersebut yaitu Undang-

Undang No.22 Tahun 1999 yang kemudian diganti dengan Undang-Undang No.32 Tahun

2004.

Undang-Undang No 32 Tahun 2004 mengatur hubungan Pemerintah Pusat dan

Pemerintah Daerah yang dirangkai untuk mengatur berbagai hal yang berkaitan dengan

pemerintahan daerah Indonesia, dan secara khusus mengatur hubungan kewenangan diantara

organisasi dan otoritas pelakasana pemerintahan yang ada di tingkat pusat dan lokal. Dengan

demikian, hubungan antara kedua undang-undang tersebut dapat disimpulkan sebagai

hubungan hukum yang saling terkait, melengkapi dan terpisahkan antara satu Undang-

Undang dengan Undang-Undang lainnya.

Undang-Undang ini membahas sistem desentralisasi, dimana Pemerintah Pusat

menyerahkan kekuasaan pemerintahan daeri pusat kepada daerah-daerah . Konsekuensi dari

adanya sistem ini adalah perlunya pengaturan hubungan antara pemerintah pusat dan

pemerintah daerah sehingga otonomi daerah di satu sisi dapat dijalankan, dan di sisi lain

prinsip negara kesatuan tidak dilanggar.

Undang-undang ini menjadi dasar pelaksanaan hubungan kewenangan pusat dan daerah

dengan berfokus pada organisasi pemerintahan daerah. Undang-undang ini mengatur

berbagai hal yang berkaitan dengan aktivitas dari Pemerintah Daerah dalam melaksanakan

tugas pokoknya sebagai suatu organisasi pemerintahan di tingkat lokal dan mempunyai

hubungan yang dekat dengan masyarakat sebagai konstituennya.

Sebagai contoh, hal yang diatur dalam undang-undang ini adalah kewenangan daerah

sebagai daerah otonom, urusan wajib dan urusan pilihan yang merupakan kewenangan

pemerintah daerah dan juga mengatur tentang perangkat organisasi pemerintahan daerah.

Oleh karena itu, UU 32/2004 merupakan undang-undang yang mengatur tentang organisasi

pemerintahan daerah sebagai bagian dari organisasi pemerintahan negara kesatuan secara

keseluruhan.

Undang-undang ini menegaskan kedudukan daerah otonom sebagai bagian integral dari

NKRI. Walaupun daerah otonom merupakan badan hukum yang memiliki hak dan kewajiban

mandiri, sebagaimana negara sebagai badan hukum, akan tetapi kedudukan (pemerintahan)

17

Page 18: Isi Tugas Bup

daerah otonom adalah melaksanakan berbagai kewenangan pemerintahan yang telah

didesentralisasikan oleh Pemerintah Pusat, dan kepemilikan kewenangan tersebut tetap

berada di Pemerintah Pusat

Secara teoritis yuridis, pemerintahan daerah merupakan sub-sistem dari sistem

pemerintahan negara secara keseluruhan. Oleh karena itu Undang-Undang ini megatur

bagaimana suatu organisasi pemerintahan dijalankan berdasarkan prinsip lokalitas dan

kekhasan di daerah masing-masing.

18