42
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyakit merupakan salah satu gangguan kehidupan manusia yang telah di kenal orang sejak dahulu. Pada mulanya, orang mendasarkan konsep terjadinya penyakit pada adanya gangguan makhluk halus atau karena kemurkaan dari Yang Maha Pencipta. Hingga saat ini, masih banyak keelompok masyarakat di Negara berkembang yang menganut konsep tersebut. Di lain pihak, masih ada gangguan kesehatan atau penyakit yang belum jelas penyebabnya maupun proses kejadiannya. Pada tahap berikutnya, Hippocrates telah mengembangkan teori bahwa timbulnya penyakit disebabkan oleh pengaruh lingkungan yang meliputi air, udara, tanah, cuaca, dan lain sebagainya. Namun demikian, dalam teori ini tidak dijelaskan bagaimana kedudukan manusia dalam interaksi tersebut, serta tidak dijelaskan pula faktor lingkungan yang menimbulkan penyakit.

inferensiasi kausal kelompk 1

Embed Size (px)

DESCRIPTION

epidemiologi

Citation preview

Page 1: inferensiasi kausal kelompk 1

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Penyakit merupakan salah satu gangguan kehidupan manusia yang telah di kenal

orang sejak dahulu. Pada mulanya, orang mendasarkan konsep terjadinya penyakit pada

adanya gangguan makhluk halus atau karena kemurkaan dari Yang Maha Pencipta.

Hingga saat ini, masih banyak keelompok masyarakat di Negara berkembang yang

menganut konsep tersebut. Di lain pihak, masih ada gangguan kesehatan atau penyakit

yang belum jelas penyebabnya maupun proses kejadiannya.

Pada tahap berikutnya, Hippocrates telah mengembangkan teori bahwa

timbulnya penyakit disebabkan oleh pengaruh lingkungan yang meliputi air, udara,

tanah, cuaca, dan lain sebagainya. Namun demikian, dalam teori ini tidak dijelaskan

bagaimana kedudukan manusia dalam interaksi tersebut, serta tidak dijelaskan pula

faktor lingkungan yang menimbulkan penyakit.

Dewasa ini perhatian utama para epidemiolog ditunjukkan pada riset etiologi. Riset

etiologi adalah riset epidemiologi yang bertujuan mengetahui penyebab-penyebab

penyakit, hubungan satu penyebab dengan penyebab lainnya, serta besarnya pengaruh

terhadap penyakit. Untuk membuat kesimpulan tentang penyebab penyakit, pertama-

tama kita perlu mengklasifikasi arti “kausalitas” dalam epiodemologi.

Dengan menggunakan statistik inferensi, adanya suatu gabungan adalah refleksi

dari suatu kondisi variasi faktor yang berhubungan untuk (dapat menjelaskan) variasi

kejadian penyakit, kemungkinan adanya peran lain. Hal ini biasa dikenal sebagai

asosiasi statistik. Pada era teknologi komputer ini perhitungan peluang (kemungkinan,

Page 2: inferensiasi kausal kelompk 1

2

probabilitas) tidak hanya diformulasikan tetapi juga disimulasi (mengulang sampel dari

populasi yang terkenal).

Konsep dari kausal dan inferensi kausal telah diajarkan secara meluas pada

pengalaman belajar mandiri. Model dari kausasi yang menjelaskan penyebab dalam

sufficient cause dan komponennya mengiluminasi prinsip-prinsip penting seperti dalam

hal multikausal, hubungan kekuatan dari komponen penyebab pada prevalensi dari

komponen penyebab pelengkap dan interaksi antara komponen penyebab.

Para filosof menyetujui bahwa proporsi kausal tidak dapat dibuktikan, dan

menemukan aturan dari pembatasan pada semua filosofi dari inferensi kausal.

Meskipun, aturan logika, kepercayaan dan penelitian dalam mengevaluasi proporsi

kausal tidak tetap. Inferensi kausal dalam epidemiologi lebih baik dalam mengukur

suatu efek daripada proses criteria untuk menentukan apakah terdapat efek atau tidak.

2.1. Tujuan

2.1.1. Tujuan Umum

Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini agar penulis memahami prinsip

inferensi hubungan kausal dalam epidemiologi dan merupakan tugas dari mata kuliah

Epidemiologi Klinik.

2.1.2. Tujuan Khusus

Mahasiswa mampu menjelaskan tetang :

1. Konsep Dasar Sehat dan Sakit

2. Inferensasi Kausa dan Konsep Kausalitas

Page 3: inferensiasi kausal kelompk 1

3

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengertian Sehat - Sakit

Sehat dan sakit adalah suatu kejadian yang merupakan rangkaian proses yang

berjalan terus-menerus dalam kehidupan masyarakat. Secara sederhana konsep sehat

sakit dapat dianggap bergerak dari suatu titik sehat ke titik sakit melalui satu garis

horizontal.

>>

Sehat Sakit

Pengertian Sakit dan Penyakit

1. Keterpaparan dan kerentanan

Terjadinya penyakit dapat dikatakan sebagai hasil interaksi antara factor

penjamu dengan factor agen. Untuk terjadi perubahan, factor agen memapar (melakukan

pemaparan) terhadapa penjamu, dan factor penjamu sendiri menjadi peka sakit

tergantung kepada kerentanannya.

Perubahan status sehat ke status sakit berkaitan dengan hasil keterpaparan yang

dilakukan oleh agen, dan kerentanan tubuh manusia dalam menghadapi keterpaparan

itu.

2. Hubungan penyebab dan penyakit

Dalam buku-buku kedokteran, kausa biasanya dibicarakan sebagai etiologi,

pathogenesis, mekanisme. Kausa sangat penting bagi para dokter praktisi dalam

Page 4: inferensiasi kausal kelompk 1

4

memandu pendekatan tugas klinik untuk melakukan prevensi, diagnosis, dan

pengobatan.

Dalam epidemiologi, penyebab penyakit perlu diketahui dengan maksud untuk

mengetahui terjadinya penyakit dan berupaya mencegah beraksinya factor penyebab itu.

Beberapa factor yang berkaitan dengan terjadinya suatu penyakit dapat menciptakan

suatu model yang disebut “jaringan kausa” (web of causation).

3. Konsep penyebab dan proses terjadinya penyakit

Pengertian penyebab penyakit dalam epidemiologi berkembang dari rantai sebab

akibat ke suatu proses kejadian penyakit, yakni proses interaksi antara manusia

(pejamu) dengan berbagai sifatnya (biologis, fisiologis, psikologis, sosiologis dan

antropologis) dengan penyebab (agen) serta dengan lingkungan (environment).

Host

Environment Agent

Gambar 1 : Hubungan interaksi host, agent, dan environment

(Segitiga epidemiologi)

Dalam teori keseimbangan, interaksi antara ketiga unsur tersebut harus

dipertahankan keseimbangannya. Bila terjadi gangguan keseimbangan antara

ketiganya, akan menyebabkan timbulnya penyakit tertentu.

2.2. Inferensiasi Kausa dan Konsep Kausalitas

Dewasa ini perhatian utama para epidemiolog ditujukan kepada riset etiologi.

Riset etiologi adalah riset epidemiologi yang bertujuan mengetahui penyebab-penyebab

Page 5: inferensiasi kausal kelompk 1

5

penyakit, hubungan satu penyebab penyakit dengan penyebab lainnya, serta besarnya

pengaruh terhadap penyakit. Untuk membuat kesimpulan tentang penyebab penyakit,

pertama-tama kita perlu mengklasifikasikan arti “kausalitas” dalam epidemiologi.

2.2.1. Konsep Kausasi

Riset tentang hubungan kausal sangat penting perannya bagi kesehatan

masyarakat dan kedokteran. Anjuran untuk tidak merokok dibuat berdasarkan temuan

ratusan riset yang membuktikan bahwa merokok adalah penyebab Ca paru. Para dokter

memberikan obat berdasarkan hasil uji klinik yang menemukan bahwa obat tersebut

memang memperbaiki kondisi pasien. Perencana kesehatan merencanakan penempatan

fasilitas pelayanan kesehatan pada suatu komunitas dengan asumsi, bahwa fasilitas

tersebut akan menyebabkan perbaikan status kesehatan komunitas yang dilayani.

Apakah hubungan yang valid dapat dikatakan hubungan kausal? Tidak.

Betapapun bermaknanya hubungan secara statistik, dan bahkan betapapun validnya

hubungan itu, tidak dengan sendirinya dapat dikatakan hubungan sebab-akibat. Untuk

sampai pada keputusan kausalitas harus dilakukan pertimbangan-pertimbangan yang

matang. Bagaimana caranya? Caranya adalah mengevaluasi hasil riset kita dengan

bukti-bukti riset lainnya, baik yang bersifat epidemiologik maupun nonepidemiologik.

Bradford Hill (1971) merumuskan kriteria umum yang memungkinkan para peneliti

menguji sejauh mana bukti-bukti itu mendukung hubungan kausal.

Dalam Modern Epidemiology, Rothman dan Greenland mengilustrasikan proses

pemahaman terhadap penyebab dengan deskripsi dari seorang bayi yang belajar

menggerakkan tombol yang menyebabkan lampu menyala. Tetapi apa yang kami ambil

Page 6: inferensiasi kausal kelompk 1

6

sebagai penyebab tergantung pada tingkat dimana kita mencari pemahaman atau

konstituensi yang kami perlihatkan. Karena itu:

Seorang Ibu yang mengganti bola lampu yang terbakar mungkin akan melihat

bahwa tindakannya adalah penyebab dari menyalanya lampu, bukan karena dia

menolak fakta bahwa hal tersebut adalah efek dari dipasangnya tombol lampu

pada posisi menyala, tetapi karena fokus yang diamatinya berbeda.

Seorang ahli listrik yang mengganti sirkuit yang rusak mungkin akan

menyatakan bahwa hal tersebut adalah penyebab dari menyalanya lampu,

bukan karena dia menolak fakta pentingnya tombol lampu dan bola lampu,

tetapi karena fokus yang diamatinya berbeda.

Seorang ahli kabel yang memperbaiki transformer yang menyebabkan lampu

mati mungkin akan menyatakan bahwa penyebab dari menyalanya lampu

adalah karena dia membetulkan transformer tersebut.

Seorang agen layanan sosial yang mengatur pembayaran tagihan listrik

mungkin akan menganggap bahwa pembayaran tersebut adalah penyebab dari

menyalanya lampu, karena jika listrik diputus, maka tombol, sirkuit dan bola

lampu akan tidak berarti.

Seorang pegawai perusahaan listrik, pejabat politik menilai bahwa

perusahaan, para investor yang memasukkan dana, Bank Pemerintah yang

menurunkan tingkat suku bunga, politisi yang memotong pajak, dan penyedia

layanan kesehatan yang menyumbangkan pengembangan proses kelahiran

yang aman dan kesehatan mungkin akan menganggap bahwa tindakan mereka

adalah penyebab dari menyalanya lampu.

Page 7: inferensiasi kausal kelompk 1

7

Slogan dari National Rifle Association “Senjata tidak membunuh orang, oranglah

yang membunuh orang lain” bukan merupakan pernyataan kesehatan, tetapi memberi

ilustrasi atas kompleksitas dari memproporsikan kausasi.

Mervyn Susser mengajukan bahwa untuk hubungan kausal, epidemiologi

memiliki atribut-atribut sebagai berikut: asosiasi, urutan waktu, dan arah. Sebuah kausa

adalah sesuatu yang diasosiasikan dengan efeknya, yang muncul sebelum atau paling

tidak pada saat yang bersamaan dengan efek tersebut, dan bertindak terhadap efeknya.

Dalam prinsipnya, sebuah kausa dapat diharuskan-tanpanya efek tidak akan muncul-

dan/atau memadai-dengannya efek akan muncul walaupun tidak ada atau ada faktor

lain yang terlibat di dalamnya. Dalam prakteknya, bagaimanapun, akan selalu mungkin

untuk mendapatkan faktor-faktor lain yang ada atau tidak ada yang mungkin dapat

mencegah efek, karena, seperti contoh tombol lampu di atas-asumsi-asumsi akan selalu

bermunculan. Kegagalan dalam membangun lima tahapan seperti di atas mungkin akan

menjadi penyebab yang memadai untuk kematian. Tetapi tetap dapat disanggah bahwa

kematian tidak akan terjadi jika ada pencegahan sebelumnya.

Rothman, telah merincikan komponen-komponen model kausal yang mencoba

untuk mengakomodasikan semua multiplisitas faktor tersebut, yang berkontribusi dalam

munculnya hasil. Dalam model Rothman tersebut, penyebab-penyebab yang memadai

diperlihatkan dalam lingkaran penuh (kue kausal), segmen-segmen memperlihatkan

komponen penyebab. Ketika semua komponen penyebab muncul, maka kausa yang

memadai telah lengkap dan hasil akan muncul. Ada kemungkinan dari munculnya lebih

dari satu penyebab yang memadai (misalnya lingkaran penuh) untuk hasil, maka hasil

akan muncul dalam banyak jalur. Komponen-komponen penyebab yang merupakan

bagian dari setiap kausa yang memadai juga dianggap sebagai penyebab. Periode

Page 8: inferensiasi kausal kelompk 1

8

induksi untuk sebuah kejadian didefinisikan melalui relasi terhadap setiap komponen

khusus kausa, pada saat waktu yang dibutuhkan bagi komponen kausa yang tersisa juga

memunculkan diri. Maka, komponen kausa terakhir yang memiliki periode induksi nol.

Model ini sangat berguna untuk mengilustrasikan sejumlah konsep-konsep

epidemiologis, khususnya dalam hubungan dengan “sinergisme” dan “modifikasi efek”,

dan kita akan kembali lagi pada bab kemudian.

2.2.2. Hubungan Asosiasi

Hubungan asosiasi dalam bidang epidemiologi adalah keterikatan atau saling

pengaruh antara dua atau lebih variable. Hubungan tersebut dapat bersifat hubungan

sebab akibat maupun yang bukan hubungan sebab akibat. Sedangkan hubungan

keterikatan adalah hubungan antara variable, jika ada perubahan pada variable yang satu

(independent) maka akan mempengaruhi variabel yang lainnya (independent).

Hubungan asosiasi dalam epidemiologi dapat dibagi dalam 3 jenis, yakni

hubungan semu, hubungan non kausal dan hubungan kausal.

1. Hubungan semu

Hubungan semu adalah hubungan antara dua atau lebih variable yang bersifat

semu (tidak benar) palsu yang timbul karena factor kebetulan atau karena

adanya bias pada metode penelitian / cara penilaian yang dilakukan. Hubungan

semu dapat timbul karena beberapa factor:

a) Factor kebetulan yang mengikuti hokum probability (hukum peluang)

sehingga tampak ada hubungan yang erat dan memenuhi kaidah /

perhitungan statistik.

Page 9: inferensiasi kausal kelompk 1

9

Keadaan seperti ini sering dijumpai pada penelitian random sampling, bila

hal ini timbul maka haruslah dilakukan berbagai pengamatan yang terpisah

atau pengamatan berulang kali. Disamping itu harus menggunakan uji

stastistik yang relevan.

b) Faktor kesalahan karena bias yang mungkin timbul pada penyusunan

kerangka penelitian (desain penelitian), pada perhitungan serta pada

penilaian terhadap faktor yang berpengaruh dan faktor risiko yang

mendorong proses terjadinya penyakit

c) Bias dapt terjadi pada pemilihan kelompok yang akan diteliti, mungkin tidak

mewakili populasi yang ingin di ketahui

d) Bias dapat terjadi pada pengamatan dimana cukup banyak anggota sampel

yang drop out atau menolak berpartisipasi sehingga kelompok yang tersisa

dalam sampel berbeda sifat-sifatnya (karakternya) dengan mereka yang tidak

ikut tersebut

2. Hubungan Asosiasi Bukan Kausal

Hubungan asosiasi bukan kausal adalah hubungan asosiasi yang bersifat bukan

hubungan sebab akibat, dimana variable ketiga tampaknya mempunyai

hubungan dengan salah satu variable yang terlibat dalam hubungan kausal, tetapi

unsur ketiga ini bukan sebagai factor penyebab.Dalam hubungan asosiasi bukan

kausal, kita dapat menjumpai berbagai bentuk hubungan yang dipenagruhi oleh

perjalanan waktu dan akibat yang timbul.

Page 10: inferensiasi kausal kelompk 1

10

3. Hubungan Asosiasi Kausal

Hubungan asosiasi kausal adalah hubungan antara dua atau lebih variable, salah

satu atau lebih diantara variable tersebut merupakan variable penyebab kausal

(primer dan sekunder) terhadap terjadinya variable lainnya sebagai hasil akhir

dari suatu proses terjadinya penyakit. Untuk menilai hubungan asosiasi suatu

hasil pengamatan perlu diperhatikan berbagai hal tersebut dibawah ini:

a) Perlu dianalisis secara cermat apakah hubungan asosiasi tersebut masuk

akal atau tidak

b) Harus dianalisis apakah hubungan semua asosiasi yang dijumpai pada

pengamatan cukup kuat, sehingga memiliki kemaknaan secara biologis

c) Perlu diperhatikan secara mutlak bahwa hubungan asosiasi yang diamati

harus didukung oleh uji statistik yang sesuai

d) Harus diperhatikan secara seksama apakah hubungan asosiasi dari suatu

pengamatan epidemiologis tidak dipengaruhi oleh factor kesalahan atau bias

e) Harus dianalisis secara jelas apakah hubungan asosiasi dari hasil

pengamatan epidemiologis tidak dipengaruhi oleh factor lain dimana factor

tersebut ikut mempengaruhi nilai risk yang mendorong hubungan asosiasi

tersebut

2.2.3. Model Kausalitas

Riset tentang hubungan kausal sangat penting perannya bagi kesehatan

masyarakat dan kedokteran. Anjuran untuk tidak merokok dibuat berdasarkan temuan

ratusan riset yang membuktikan bahwa merokok adalah penyebab ca paru. Para dokter

memberikan obat berdasarkan hasil uji klinik yang menemukan bahwa obat tersebut

Page 11: inferensiasi kausal kelompk 1

11

memang memperbaiki kondisi pasien. Perencana kasehatan merencanakan penempatan

fasilitas pelayanan kesehatan pada suatu komunitas dengan asumsi, bahwa fasilitas akan

menyebabkan perbaikan status kesehatan komunitas yang dilayani.

Pada prinsipnya terdapat dua pendekatan yang mengetahui hubungan sebab-

akibat antara faktor yang diteliti dan penyakit, yaitu:

(1) Pendekatan determinisme

Dalam pendekatan detirminisme, hubungan antara variable dependen (penyakit)

dan variabel independen (faktor penelitian) berjalan sempurna, persis dengan yang

digambarkan pada model matematik. Disini diasumsikan tidak terdapat satu jenis

kesalahan (error) pun yang mempengaruhi sifat hubungan kedua variabel itu.

Contoh: postulat henle-koch.

(2) Pendekatan Probabilitas

Pendekatan probabilitas, di lain pihak, memberikan ruang terhadap kemungkinan

terjadinya kesalahan-kesalahan, baik yang bersifat acak (sampling error), bias,

maupun kerancuan (confounding). Dalam pendekatan probabilitas digunakan teori

statistik untuk meyakinkan apakah terdapat hubungan yang valid antara faktor

penelitian dan penyakit. Penaksiran hubungan yang valid adalah penaksiran

hubungan yang telah memperhitungkan faktor peluang, bias dan kerancuan. Contoh

dalam mempelajari hubungan antara tekanan darah dan umur ,orang-orang yang

seumur belum tentu memiliki tekanan darah yang sama. Tetapi, dengan metode

statistik yang layak, kita dapat menyimpulkan bahwa, secara rata-rata tekanan darah

meningkat dengan bertambahnya umur. Dengan model statistik bahkan kita dapat

meramalkan tekanan darah untuk suatu umur tertentu.

Page 12: inferensiasi kausal kelompk 1

12

2.2.4. Model Determinasi Murni

Dengan model detirminisme murni, hubungan kausal antara faktor X (agen) dan

faktor Y (penyakit) digambarkan memiliki bentuk yang konstan, satu lawan satu,

sehingga satu faktor dapat memprediksi kejadian satu faktor lainnya dengan

sempurna.Perhatikan gambar 2.1 yang memperlihatkan model kausasi tunggal. Dengan

model kausasi tunggal, sebuah agen X dikatakan sebagai penyebab penyakit Y, jika

hubungan X dan Y memiliki spesifisitas akibat, dan spesifisitas penyebab. Dengan

spesifisitas akibat dimaksudkan, penyakit Y adalah satu-satunya akibat dari agen X.

Dengan spesifisitas penyebab dimaksudkan, hanya dengan adanya agen X. dengan

spesifisitas penyebab dimaksudkan, hanya dengan adanya agen X dapat terjadi penyakit

Y (disebut, necessarycause); dan cukup dengan agen X dapat terjadi dapat terjadi

penyakit Y (disebut, sufficientcause).

Gambar 2.1 Model Kausasi Tunggal

Model determinisme pertama kali di peragakan oleh Jacob henle. Pada tahun 1840, atau

kurang lebih 40 tahun sebelum para mikrobiolog berhasil mengisolasi dan

menumbuhkan bakteri dalam kultur untuk pertama kali, ia membuat model kausasi yang

melibatkan relasi antara sebuah agen sebagai penyebab dan sebuah hasil sebagai akibat.

Model kausal itu dilanjutkan muridnya, Robert Koch pada tahun 1882, untuk

menjelaskan hubungan basil tuberculosis dan penyakit tuberkolosis.

Page 13: inferensiasi kausal kelompk 1

13

Model kausalitas itu dinyatakan dalam tiga postulat yang dikenal sebagai

postulat henle-koch (Rivers, 1937). Suatu agen adalah penyebab penyakit apabila ketiga

syarat berikut di penuhi:

(1) Agen tersebut selalu di jumpai pada setiap kasus penyakit yang diteliti

(necessarycause), pada keadaan yang sesuai.

(2) Agen tersebut hanya mengakibatkan penyakit yang diteliti, tidak

menyebabkan penyakit lain (spetifitas efek).

(3) Jika agen diisolasi sempurna dari tubuh, dan berulang-ulang ditumbuhkan

dalam kultur yang murni, ia dapat menginduksi terjadinya penyakit (sufficient

cause).

2.2.5. Model Determinasi Dengan Modifikasi

Apakah model kausasi tunggal dapat diterapkan paada semua penyakit? Mari

kita kaji dengan beberapa contoh. Spesifitas penyebab mudah dijumpai pada penyakit-

penyakit tumor yang langka. Angiosarkoma hati, misalnya, sebegitu jauh diketahui

terjadinya hanya dan cukup bila terdapat paparan dengan vinil klorida. Demikian

pula,adenokasinoma vagina pada anak perempuan terjadi hanya dan cukup bila ibunya

terpaparhormon DES (diethylstilbestrol) sewaktu hamil. Sekarang bagaimana dengan

etiologi penyakit-penyakit lain pada umumnya? Tampaknya syarat spesifisitas penyebab

dan spesifisitas efek terlalu sulit untuk dipenuhi pada sebagian besar penyakit.

2.2.6. Penyebab Majemuk

Telah banyak bukti empiric dan keyakinan teoretik bahwa padaumumnya

penyakit memiliki lebih dari sebuah penyabab. Pada penyakit non-infeksi, tak ada satu

Page 14: inferensiasi kausal kelompk 1

14

faktorpun dapat mengakibatkan penyakit secara sendiri. Jika seorang ingin terkena ca

paru,maka ia tidak dapat mewujudkannya dengan hanya merokok. Demikian pula

dengan penyakit infeksi. Kehadiran agen-agen mikroba ternyata tidak selalu disertai

dengan tanda dan gejala yang merupakkan ciri-ciri dari penyakit tersebut (dobus,1965).

Ini berarti, sebuah agen tidak menyebabkan perubahan patologik dengan sendirinya.

Pengaruh agen sangat tergantung dengan beberapa faktor lainnya, termasuk defisiensi

gizi, paparan bahanracun, stress emosional, dan bahkan lingkungan sosial yang lebih

kompleks. Perhatikan gambar 2.2 penyakit tuberkolosis disebabkan oleh infeksi basil

tuberculosis dalam tubuh manusia. Tetapi infeksi oleh basil tuberculosis tidak selalu

menghasilkan tuberculosis klinik. Hanya sedikit proporsi orang yang terinfeksi oleh

basil mengalami penyakit secara klinik.Artinya, basil tuberklosis merupakan necessary

cause, tetapi bukan sufficient cause. Ada sejumlah faktor lain yang bersama-sama

dengan basil tersebut menciptakan keadaan yang mencukupi terjadinya tuberculosis

klinik. Faktor-faktor tersebut adalah nutrisi yang buruk, keadaan lingkungan yang

buruk, umur dan faktor genetic. Faktor-faktor tersebut menjalankan peran yang

menginduksi dan mempromosi terjadinya tuberkulisis klinik. Keadaan yang di butuhkan

untuk terjadinya penyakit, disebut necessary condition, sedangkan keadaan yang cukup

membuat terjadinya penyakit disebut sufficient condition. Peran faktor - faktor

penyebab dalam model kausalitas majemuk di atas bersifat kumulatif, dimana keadaan

yang mencukupi terjadinya tuberculosis klinik hanya bisa diciptakan secara bersama-

sama. Jadi, masing - masing faktor merupakan necessary cause, tapi tidak sufficient

cause.

Page 15: inferensiasi kausal kelompk 1

15

Peran faktor-faktor penyebab dapat juga bersifat independen/alternative. Gambar

2.2 memperlihatkan, penyakit A disebabkan faktor 1, faktor 2, faktor 3, secara sendiri.

Artinya, masing-masing faktor itu bersifat necessary cause, sekaligus sufficient cause.

Gambar 2.2 Model Kausasi Faktor Majemuk Alternatif

2.2.7. Efek Majemuk

Banyak bukti-bukti mendukung keyakinan bahwa sebuah faktor dapat

memberikan lebih dari sebuah efek. Contoh: merokok menyebabkan ca paru,

tetapi juga ca buli-buli, ca esophagus,ca rongga mulut, penyakit crohn, penyakit jantung

koroner,emfisema, bronchitis kronik, kematian prenatal, dan penyakit periodontal.

2.2.8. Beberapa Model Kausasi Majemuk

Sejumlah epidemiolog mengklarifikasi faktor “penyebab” penyakit, dan

membuat model yang menggambarkan relasi faktor-faktor tersebut dengan penyaki.

Beberapa model yang terkenal adalah:

1. Klaster Faktor Penyebab

Rothman (1976) mengemukankan konsep relasi faktor-faktor penyebab dan

penyakit, yang di sebut klaster faktor penyebab (cluster of causal faktors). Dengan

Page 16: inferensiasi kausal kelompk 1

16

model ini, penyebab yang mencukupi bukanlah faktor tunggal, tetapi sejumlah faktor

yang membentik sebuah kelompok yang disebut klaster. Tiap klaster faktor penyebab

mengakibatkan sebuah penyakit. Faktot-faktor dalam satu klaster saling berinteraksi dan

saling tergantung, untuk menimbulkan pengaruh klaster itu. Tetapi, antara satu faktor

dan faktor lainnya dari klaster yang berlainan tidak saling tergantung. Sebuah faktor

penyeab bisa hadir satu klaster , maupun sejumlah klaster lainnya. Faktor penyebab

yang hadir pada stu atau lebih (tetapi tidak semua) klaster, dan memungkinkan

terjadinya penyakit pada semua klasterdi sebut necessary cause (rothman, 1976).

2.Segitiga Epidemiologi

Model ini menggambarkan relasi tiga komponen penyebab penyakit yaitu

penjamu, agen dan lingkungan dalam bentuk segitiga. Untuk memprediksi pola

penyakit, model ini menekankan perlunya analisis dan pemahaman masing-masing

komponen. Perubahan pada satu komponen akan mengubahkeseimbangan ketiga

komponen, dengan akibat menaikkan atau menurunkan kejadian penyakit. Model

segitiga cocok untuk menerangkan penyebab penyakit infeksi. Sebab peran agen (yakni,

mikroba) mudah di isolasikan dengan jelas dari lingkungannya. Tetapi, bagai mana

dengan penyakit non-infeksi, seperti skizofrenia, penyakit jantung kroner (PJK) dan

atritisrematoid? Etiologi penyakit non-infeksi pada umumnya tidak dihubungkan

dengan peran agen yang spesifik. Kalaupun bisa di identifikasi, para epidemiolog lebih

suka memandang agen sebagai bagian integral dari lingkungan secara keseluruhan

(biologic,sosial dan fisik). Karena itu berkembang model-model yang lebih

memperhatikan interaksi majemuk antara penjamu dan lingkungan, ketimbang penekan

berlebihan kepada peran agen.

Page 17: inferensiasi kausal kelompk 1

17

3.Jala-Jala Kausasi

Model ini di cetuskan oleh mc. mahon dan pugh (1970). Prinsipnya adalah,

setiap efek (yakni, penyakit) tak pernah tergantung kepada sebuah faktor penyebab,

tetapi tergantung pada sejumlah faktor dalam rangkaian kausalitas sebelumnya. Faktor-

faktor penyebab itu disebut promoter dan inhibitor.

4.Model Roda

Model ini menggambarkan hubungan manusia dan lingkungan sebagai roda.

Roda tersebut terdiri atas manusia dengan substansi genetik pada bagian intinya, dan

komponen lingkungan biologi, sosial, fisik mengelilingi penjamu. Ukuran komponen

roda bersifat relatif, tergantung problem spesifik penyakit yang bersangkutan. Contoh:

pada penyakit herediter, proporsi inti genetik relatif besar, sedang pada penyakit

campak, status imunitas penjamu serta lingkungan biologic lebih penting ketimbang

faktor genetik.

2.2.9. Kriteria Kausasi

Baik pendekatan detirminisme maupun probabilitas membutuhkan pertimbangan

yang mendalam untuk sampai pada keputusan hubungan kausal. Pertimbangan itu bersifat

kualitatif ketimbang kuantitatif. Akhir tahun 1950-an danawal tahun 1960-an para

epidemiolog telah menyadari pentingnya rumusan kriteriaumum yang dapat di pakai

sebagi pedoman, yang walaupun mungkin belum mencukupi tetapi amat di butuhkan

para penelitiuntuk memutuskan adanya hubungan kausal, berdasarkan bukti-bukti dari

berbagai riset.

Page 18: inferensiasi kausal kelompk 1

18

Kriteria kausalitas yang dikenal dirumuskan oleh Bradford hill(1971), sebagai

berikut:

1. Kekuatan Asosiasi. 

Makin kuat hubungan paparan dan penyakit, makin kuat pula keyakinan bahwa

hubungan tersebut bersifat kausal. Sebab, makin kuat hubungan paparan dan

penyakit sebagaimana yang teramati, makin kecil kemungkinan bahwa

penaksiran hubungan itu di pengaruhi oleh kesalahan acak maupun kesalahan

sistematik yang tidak terduga atau tak terkontrol. Sebaliknya, hubungan yang

lemah kita dapat menduga bahwa peran peluang, bias dan kerancuan cukup

besar untuk mengakibatkan distorsi hasil.

2. Konsistensi.

Makin konsisten dengan riset-riset lainnya yang dilakukan pada populasi dan

lingkungan yang berbeda, makin kuat pula keyakinan hubungan kausal. Kriteria

konsistensi juga sangat penting untuk meyakinkan masyarakat peneliti tentang

hubungan kausal. Contoh: merokok baru diyakini sebagai penyebab ca paru

setelah dibuktikan melalui ribuan riset yang dilakukan pada berbagai populasi

negara dan waktu. Sebaliknya,inkonsistensi temuan tidak dapat dengan

sendirinya dianggap sebagai non-kausal. Sebab dalam banyak hal, agen

penyebab baru dapat mewujudkan pengaruhnya terhadap penyakit, jika terdapat

aksi penyebab komplementer yang menciptakan kondisi yang mencukupi untuk

terjadinya penyakit tersebut. padahal, kondisi yang mencukupi itu tidak selalu

dapat dipenuhi pada setiap situasi. Selain itu, inkonsistensi bisa terjadi karena

adanya “artefak”, baik yang berasal dari fluktuasi acak maupun bias

dalam pelaksanaan riset.

Page 19: inferensiasi kausal kelompk 1

19

3. Spesifisitas.

Makin spesifik efek paparan, makin kuat kesimpulan hubungan kausal. Begitu

pula, makin spesifik “penyebab” , makin kuat kesimpulan hubungan kausal.

Celakanya, kriteria spesifitas acapkali diekspoitir para simpatisan perokok (dan

pecandu rokok) untuk menyanggah hubungan sebab akibat antara kebiasaan

merokok dan ca paru. Argumentasi mereka, hubungan merokok dan ca paru

tidak spesifik, sebab rokok juga mengakibatkan sejumlah penyakitlain seperti

penyakit jantung koroner, ca mulut, ca nasofaring, ca esofagus, emfisema,

bronchitis kronik, kematian prenatal dan sebagainya. Argumentasi ini

sesungguhnya tidak kuat, sebab asap dan partikulat rokok tembakau terdiri dari

puluhan komponen seperti nikotin, tar, benzipiren, karbon monoksida, dan lain-

lain. Sehingga spesifisitas hubungan harus dianalisis perkomponen tersebut.

Dilain pihak, kriteria spesifisitas itu sendiri tampaknya tidak memiliki landasan

yang kuat. Pengalaman hidup kita berulang ulang mengajarkan, bahwa satu

peristiwa dapat mengakibatkan berbagai peristiwa lainnya.

4. Kronologi Waktu.

Hubungan kausal harus menunjukkan sekuen waktu yang jelas,yaitu paparan

faktor penelitian (anteseden) mendahului kajadian penyakit (konsekuen).

5. Efek Dosis-Respons.

Perubahan intensitas paparan yang selalu diikuti oleh perubahan frekuensi

penyakit menguatkan kesimpulan hubungan kausal. Contoh: Apabila risiko

terkena ca paru meningkat dengan bertambahnya jumlah rokok yang diisap per

hari, maka keyakinan hubungan kausal antara merokok dan ca paru makin kuat

Page 20: inferensiasi kausal kelompk 1

20

pula. Sebaliknya, tidak terpenuhi kriteria dosis respons tidak menyingkirkan

kemungkinan hubungan kausal (rothman, 1986) sebab, dikenal konsep nilai

ambang dan tingkatsaturasi (lepowski, 1978). Selama nilai ambang atau tingkat

saturasi belum dicapai olehdosis yang diberikan, maka perubahan dosis tidak

akan diikuti perubahan kejadian penyakit. Selain itu, teramatinya hubungan

dosis respons tidak selalu dapat diartikanhubungan sebab akibat. Perubahan

frekuensi penyakit pada setiap perubahan intensitas paparan dapat juga di

sebabkan bias yang bersifat gradual (weiss, 1981).

6. Kredibilitas Biologik Suatu Hipotesis.

Keyakinan hubungan kausal antara paparan dan penyakit makin kuat jika ada

dukungan pengetahuan biologik. Namun demikian, ketiadaan dukungan

pengetahuan biologik tidak dapat dengan sendirinya dikatakan bukan hubungan

non-kasual. Sebab seringkali pengetahuan biologi yang tersedia “tertinggal”,

sehingga tidak dapat menjelaskan hasil pengamatan suatu riset. Secara umum

dapat dikatakan, makin terbatas pengetahuan biologik tentang hubungan antara

paparan dan penyakit, makin kurang aman untuk memutuskan bahwa hubungan

itunon-kasual.

7. Koherensi.

Makin koheren dengan pengetahuan tentang riwayat alamiah penyakit,makin

kuat keyakinan hubungan kausal antara paparan dan penyakit. Kriteria koherensi

menegaskan pentingnya kriteria konsistensi dan kredibilitas biologik.

Page 21: inferensiasi kausal kelompk 1

21

8. Bukti Eksperimen.

Dukungan temuan riset eksperimental memperkuat kasimpulan hubungan

kausal. Blalock (1971) dan suser (1973) mengemukakan, bahwa hubungan

kausal dapat di yakinkan melalui bukti-bukti eksperimental, jika perubahan

variabel independen (faktor penelitian) selalu di ikuti oleh perubahan fariabel

dependen (penyakit). Dalam peraktek, pembuktian eksperimental, seringkali

tidak praktis, tdaklayak, atau bahkan tidak etis, terutama jika menyangkut faktor-

faktor penelitian yangbersifat merugikan manusia (misalnya, merokok, paparan

bahan-bahan kimia, obet-obetyang di hipotesiskan teratogenik).

9. Analogi.

Kriteria analogi kurang kuat untuk mendukung hubungan kasual. Sebab

imajinasi para ilmuan tentu akan banyak mencetuskan gagasan-gagasan

analogik, dengan akibat analogi menjadi tidak spesifik untuk di pakai sebagai

dasar dukungan hubungan kausal. Pada beberapa situasi, kriteria analogi

memang bisa dipakai, misalnya: jikas ebuah obat menyebabkan cacat lahir,

maka bukan tidak mungkin obat lain yang mempunyai sifat farmakologi

yang serupa akan memberikan akibat yang sama. Kesembilan kriteria di atas

sangat membantu kita dalam menentukan apakahsuatu paparan atau karekteristik

merupakan penyebab suatu penyakit. Meski demikian, penyerapannya tidak

semudah yang diuraikan. Hill sendiri mengingatkan, tidak satupun kriteria diatas

bersifat necessary (mutlak di perlukan) maupun sufficient (mencukupi). Terlalu

mengandalkan salah satu kriteria tanpa mempertimbangkan aspek-aspek lainnya

menghasilkan kesimpulan yang keliru. Dalam hal ini kerendahan hati Hill terlalu

berlebihan. Kriteria keempat, yakni kronologi waktu, kiranya tak bisa di bantah

Page 22: inferensiasi kausal kelompk 1

22

merupakan kriteria yang mutlak di perlukan (sine qua non). Jika penyebab tidak

mendahului akibat,maka adakah diantara kita yang berani mengatakan bahwa

hubungan tersebut bersifat kausal.

Kesembilan kriteria diatas sangat membantu kita dalam menentukan apakah suatu

paparan atau karakteristik merupakan penyebab suatu penyakit. Meski demikian,

penerapannya tidak semudah yang diuraikan. Hill sendiri mengingatkan, tidak satupun

kriteria diatas bersifat necessary (mutlak diperlukan) maupun sufficient (mencukupi).

Terlalu mengandalkan salah satu kriteria tanpa mempertimbangkan aspek-aspek lain

akan menghasilkan kesimpulan yang keliru. Dalam hal ini kerendahan hati Hill terlalu

berlebihan. Kriteria keempat, yakni kronologi waktu, kiranya tidak bisa dibantah

merupakan kriteia yang mutlak diperlukan (sine qua non). Jika penyebab tidak

mendahului akibat, maka adakah diantara kita yang berani mengatakan bahwa

hubungan tersebut bersifat kausal?

Di dalam suatu penelitian epidemiologi terdapat beberapa kriteria penyebab yang

dapat dipertimbangkan, antara lain:

1. Hipotesis penyebab seharusnya terdistribusi secara sama pada suatu populasi

jka tidak ada intervensi atau pencegahan,

2. Insiden penyakit secara signifikan harus lebih tinggi pada orang yang terpapar

dibanding dengan orang yang tidak terpapar,

3. Hipotesis penyebab pada yang terpapar harus lebih mudah terkena penyakit

dibanding tidak terkena penyakit,

4. Kasus penyakit harus mengikuti suatu paparan untuk hipotesis penyebab,

Page 23: inferensiasi kausal kelompk 1

23

5. Dosis yang lebih besar dan/atau paparan yang lama terhadap penyebab, lebih

besar kemungkinannya untuk menderita penyakit,

6. Pada beberapa penyakit atau kondisi, spektrum dari respon host sejalan

dengan paparan untuk hipotesis penyebab selama suatu gradien biologi logik

dari ringan ke berat,

7. Gabungan antara penyebab dan penyakit harus ditemukan pada populasi yang

sama bila digunakan studi dengan metode yang berbeda atau pada populasi

yang bervariasi jika metode pembuktian digunakan secara konsisten,

8. Penjelasan lain untuk gabungan yang diluar ketetapan,

9. Metode kontrol digunakan untuk mengubah atau memodifikasi penyebab atau

mengubah atau kontrol vektor (atau vehikel) membawa penyakit dapat

menurunkan insiden penyakit,

10. Pencegahan, kontrol dan modifikasi reaksi individual terhadap penyakit

dengan mengurangi kemampuan penyebab, penyakit harus menurun atau

berubah pada populasi (seperti imunisasi, obat penurun kolesterol),

11. Penyakit harus terjadi dengan angka lebih tinggi pada percobaan (percobaan

binatang) jika kemungkinan terpapar penyebab sama dengan yang tidak

terpapar. Semua hubungan efek penyebab dan penemuan melibatkan

keilmuan, medik, biologi dan epidemiologi.

Page 24: inferensiasi kausal kelompk 1

24

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Sehat dan sakit adalah suatu kejadian yang merupakan rangkaian proses yang

berjalan terus-menerus dalam kehidupan masyarakat. Terjadinya penyakit dapat

dikatakan sebagai hasil interaksi antara factor penjamu dengan faktor agen. Untuk

terjadi perubahan, faktor agen memapar (melakukan pemaparan) terhadapa penjamu,

dan faktor penjamu sendiri menjadi peka sakit tergantung kepada kerentanannya.

Riset tentang hubungan kausal sangat penting perannya bagi kesehatan

masyarakat dan kedokteran. Para dokter memberikan obat berdasarkan hasil uji klinik

yang menemukan bahwa obat tersebut memang memperbaiki kondisi pasien. Perencana

kesehatan merencanakan penempatan fasilitas pelayanan kesehatan pada suatu

komunitas dengan asumsi, bahwa fasilitas tersebut akan menyebabkan perbaikan status

kesehatan komunitas yang dilayani.

Baik pendekatan determinisme maupun probabilitas membutuhkan

pertimbangan yang mendalam untuk sampai pada keputusan hubungan kausal.

Pertimbangan itu lebih bersifat kualitatif ketimbang kuantitatif. Akhir tahun 1950-an

dan awal tahun 1960-an para epidemiolog telah menyadari pentingnya dirumuskan

kriteria umum yang dapat dipakai sebagai pedoman, yang walaupun mungkin belum

mencukupi tetapi amat dibutuhkan para peneliti untuk memutuskan adanya hubungan

kausal, berdasarkan bukti-bukti dari berbagai riset.

Kriteria kausalitas yang terkenal dirumuskan oleh Bradford Hill (1971), sebagai

berikut: Kekuatan asosiasi, Konsistensi, Spesifisitas, Kronologis waktu, Efek dosis

Page 25: inferensiasi kausal kelompk 1

25

respons, Hipotesis yang masuk akal secara biologik, Koherensi bukti-bukti, Bukti-bukti

eksperimen, dan Analogi.

Page 26: inferensiasi kausal kelompk 1

26

DAFTAR PUSTAKA

Kunthi Nugrahoeni, Dyan, 2012, Konsep Dasar Epidemiologi, Jakarta : EGC

Nasry Noor N, 2008, Epidemiologi, Jakarta : Rineka Cipta

Timmredi, Thomas C, 2005, Epidemiologi Suatu Pengantar Edisi 2, Jakarta : EGC

Soeparto, Pitono, dkk, 1998, Epidemiologi Klinis, Surabaya : Gramik FK Unair

Fletcher, Robert H,dkk 1996, Clinical Epidemiology The Essentials, North Carolina

Page 27: inferensiasi kausal kelompk 1

27

MAKALAH EPIDEMIOLOGI KLINIS

“Prinsip Inferensi Hubungan Kausal”

Oleh :

KELOMPOK I

Reni Yusman

Dini Anggraini Dhilon

Dewi Susilawati

Suci Syahril

PROGRAM PASCA SARJANA KEBIDANANUNIVERSITAS ANDALAS PADANG

TAHUN 2014