Upload
others
View
33
Download
1
Embed Size (px)
Citation preview
8
II. DIAGRAM TEGANGAN-REGANGAN BAJA TULANGAN
11.1. U M U M
Dia.gr am teg ang an - r eg ang an baja tulangan pada umumnya
dap at dibedakati atas dua bag i an :
!. Diagram tegangan-regangan untuk baja lunak (mild steel).
Diagram dari. baja ini mempunyai "Yield Plateau" yang
panjang, sehingga baja tersebut mempunyai duktilitas yang
bes a r .
2. Diagram tegangan-regangan untuk baja keras (mutu tinggi).
Diagram dari baja ini mempunyai "Yield Plateau" yang
pondok, sehingga baja tersebut memiliki duktilitas yang
keeiJ.. Type baja semacam ini sangat tinggi titik lelehnya,
tetapi segera setelah mencapai titik lelehnya baja
tersebut akan cepat putus dengan memberikan sedikit
u l u r a n .
1 1 . 2 . DIAGRAM TEGANGAN-REGANGAN MONOTON
Diagram tegangan-regangan baja tulangan yang digunakan
dal am konstruksi beton bertulang diperoleh dari hasil test
tarikan monoton (selanjutnya diagramnya disebut diagram
9
tegangan-regangan monoton). Seperti yang ditunjukkan pada
gaiobar 2. J.. , curva awal sarnpai titik leleh A menunjukkatj
daerab elastis linear. setelah mencapai titik leleh A maka
akan terjadi pertambahan regangan dengan sedikit atau tanpa
adanya pertambahan tegangan,sampai pada titik B. Kemudian
ba.ja tulangan memasuki daerah strain-hardening, dimana
pertambahan regangan diikuti oleh pertambahan tegangan yang
cukup besar.hal ini terus berlangsung sampai mencapai
tegangan maximum pada titik C. Melewati titik C, pertambahan
regangan akan menyebabkan tegangannya turun secara drastis
sampai putus di titik D.
Kemiringan kurva pada daerah elastis linear manyatakan
Modulus elastisitas,Es. Untuk daerah strain-hardening,
Strain-Hardening modulus, Esh, dinyatakan dengan garis
singgung dari awal garis lengkung tersebut. Biasanya
penentuan nilai Esh cukup sulit karena penentuan garis
singgungnya tidak dapat dilakukan secara tepat.
Tegangan pada titik A rnenunjukkan tegangan lelehnya dan
merupakan suatu parameter yang sangat penting dari baja
tulangan. Kadang-kadang curva tegangan-regangan menunjukkan
dengan jelas tegangan leleh atas (upper yield strength) dan
tegangan leleh bawah (lower yield strength) seperti yang
ditunjukkan pada gambar 2.2. Besar relatif titik leleh atas
bergontung pada kecepatan pengetesan, bentuk penampang, dan
keadaan dari contoh baja tulangan. Titik leleh bawah
biasanya dinggap sebagai parameter karakteristik yang benar
dan dipakai untuk menentukan tegangan leleh baja tulangan.
10
Pan,]ang yield plateau (A-B pada gambar 2.1) secara umum
irierupakxin suatu fungsi dari tegangan baja. Baja High-
strength High-Carbon biasanya mempunyai yield plateau yang
jaub lobih pendek dan total, regangan yang lebih kecil
sebelum putus jika dibandingkan dengan baja Lower-Strength
Low--Carbon. Untuk baja Cold-Worked, daerah strain-hardening
dapat mulai dengan segera setelah terjadi leleh yang pertama
dan sering titik lelehnya tidak begitu jelas. Dalam hal ini
maka tegangan lelehnya ditentukan seperti yang ditetapkan
d a I am s t, and a r t .
Baja harus cukup ductile untuk mengimbangi regangan
plastis yang besar sebelum putus. Hal ini sangat diperlukan
untuk manjawin kearnanan dari struktur. Spesifikasi dari baja
pada umumnya hanya menetapkan perpanjangan yang diperlukan
pada saat putus.
Diagram-diagram tegangan-regangan yang diperoleh dari
hasil test tarikan dapat diasumsikan cukup baik untuk
rnev/akili diagram-diagram tegangan-regangan untuk baja
tulangan akibat tekanan.Dari hasil-hasil percobaan yang
tel ah dilakukan oleh beberapa peneliti menunjukkan bahv/a
asumsi tersebut diatas cukup layak dan dapat diterima.
Gambar 2.1
11
tulangan yang digunakan dalam konstruksi
beton bertulang.
Gainbar 2.2. Diagram tegangan-regangan baja tulangan yang
menunjukkan adanya titik leleh atas dan bawah
12
1!.3. ANALISA DIAGRAM TEGANGAN-REGANGAN MONOTON
Da .lam perencanaan terhadap gempa, kita perlu
mengevaluasi tegangan baja pada regangan-regangan yang jauh
melebihi titik lelehnya, agar lebih akurat dalam menentukan
tegangan lentur suatu ba.gi.an konstruksi pada kemungkinan
deformasi yang besar selama terjadi gempa kuat.
Para peneliti sebelumnya telah menentukan beberapa
idealisasi dari diagram tegangan-regangan monoton. Setelah
mengevaluasi idealisasi-idealisasi tersebut dengan
inembandi ngkan hasil-hasil percobaan tarikan dan tekanan,
oleh "Mander,dkk" dianjurkan suatu perumusan alternatif
?/ang akan dipakai dalam study ini.
Diagram tegangan-regangan yang dianjurkan oleh
Mander, dkk menffandung enam parameter dasar yaitu: fy , fsu ,
Esh , Jilfi , &sh , Bsu .
Keenam parameter tersebut dipakai untuk membentuk curva
tegangan-regangan monoton seperti yang ditunjukkan pada
gambar 2.3.
Gambar ‘I. 3. Diagram tegangan-regangan monoton
Curva diagram tegangan-regangan tersebut dapat
d i. j e .1 o i jkan s b b :
n) Onerah E last is ( 0 < < £,y )
fy ~ Et
Et ~ Es
(2.1)
(2.2)
Diinana: By = fs/E
Et ada1ah tangent modulus
Es adalah modulus elastisitas
b) Daerah Yield Plateau ( £,y < £s < £>sh )
fs • = fy (2.3)
0. 0 (2.4)
e) Daerah strain-hardening ( B s h < < Ssu )
Daerah strain-hardening mulai pada saat tegangannya
melevmti tegangan leleh (pada regangan Esh) sampai pada
r eg an g an u 11 i mate (£,su).
Regangan ultimate adalah regangan pada saat terjadi
tegangan ultimate (fsu), bukan regangan pada saat putus yang
terjadi pada tegangan yang lebih keeil.
Mander.dkk berpendapat bahwa modulus strain hardening
adalah suatu parameter yang hanya diperlukan untuk
menetapkan curva strain-hardening disamping koordinat awal
(Gsh, fy) dan koordinat aklrir (£,su,fsu).
Ada dua cara pendekatan yang dipakai untuk menetapkan
curva strain-hardening yaitu:
j.. Cara yang dipakai oleh "Popov”.
Curva tegangan-regangan dapat dicari dengan menggunakan
fungs i. interpolasi polynomial melalui sejumlah titik kontrol
14
yang ditentukan .
Pendekatan ini memerlukan sejumlah koordinat dari curva
diagram tegangan-regangan tarikan dan tekanan pada curva
strain-hardening', dan harus diperoleh dari perpobaan.
X. Cara yang dianjurkan oleh "Burns and Seiss", yang
kemudion diperbaharui oleh "Kent dan Park", dan juga dipakai
oleh "Lislei", yaitu: Menggunakan suatu persamaan garis
antara regangan strain-hardening, sh dan regangan ultimate,
Esu .
Oleh Mander,dkk dipakai cara yang ke 2. dan cara ini
pula yang dipakai dalam study ini.
Dengan koordinat awal (fcsh.fy) dan koordinat akhir
(Gsu.fsu) dari curva strain-hardening, kita dapat menentukan
modulus strain-hardening, Bsh.
Persamaan dari kedua titik koordinat tersebut berbentuk
suatu "power curve" dengan kooi'dinat tegangan-regangan
ultimate sebagai koordinat awalnya. dan dapat ditulis sbb:P
(2.5)" fsu -- fs ■ £,sU - £s
fsu -- fy &su - 6sh
Tegangan yang terjadi adalah :
fa = fsu + (fy - fsu)&su - £s
£su - £sh( 2 . 6 )
Dirnana: p adalah strain-hardening power dan dapat
ditentukan dengan mendiferensial
pers.(2.6) untuk memberikan tangent
m o d u l u s :
15
d f sEl;
d= P
fsu fy £su - £s
&su - £sh
P-l
(2.7)&su - &sh
karena modulus strain-hardening (&sh) terjadi pada saat
£s - c-sh maka:
Et psh = pfsu - fy
Bsu - £sh( 2 . 8 )
atau P Eshgsu - $sh
( 2 . 8 )fsu - fy
Persainaan (2.9) menyatakan bahwa p adalah perbandingan
antara strain-hardening modulus (Esh) dengan secant modulus
diantara kedua titik koordinat tersebut.
Regangan yang terjadi dapat dinyatakan sbb:
1/P
6 s £su + (&sh - gsu)fsu fs
(2.9)fsu ■- fy
Dari persamaan (2.5),(2.8) dan (2.9) didapat suatu nilai
tangent modulus elastisitas dari daerah strain-hardening,
yaitu : 1-1/p
Et Eshfsu -- f£
(2 .1 0 )fsu - fy
Bentuk diagram tegangan-regangan seperti ini yang
digunakan dalam analisa moment-curvature penampang-
penampang beton bertulang untuk rnendapatkan nilai faktor
overstrength lentur didalam study ini.
16
Ji 4. DIAGRAM TEGANGAN-REGANGAN PEMBEBANAN BERULANG
Yang dirnaksud dengan pembebanan berulang disini adalah
beban tarik atau tekan saja yang dikerjakan pada contoh baja
tulangan , kernudian beban tersebut dilepaskan dan dibebani
lagi, demikian seterusnya.
Dalam praktek biasanya suatu konstruksi beton bertulang
akan dibebani secara berulang-ulang selama umur bangunan
tersebut.
Jika beban pada suatu contoh baja dilepaskan sebelum
putus maka curva akan turun pada panjang bagian regangan dan
sejajar dengan garis elastis. Jika dibebani lagi maka curva
akan naik kembali ke curva asalnya.
Lihat ga.mbar 2.4 : Jika beban kecil maka curva masih dalam
daerah elastis dan ditunjukkan oleh garis elastis OA. Jika
beban terus diperbesar maka pada suatu saat akan terjadi
peleleban pada baja tulangan, dan pada saat mencapai leleh
maka titik tersebut adalah titik leleh (titik A ) . Hal ini
akan menyebabkan baja tulangan mengalami pertambahan panjang
tanpa adanya pertambahan tegangan (beban) sampai berakhir
pada. titik D (daerah Yield Plateau). Setelah itu pertambahan
beban akan menyebabkan curva tegangan-regangan rnemasuki
daerah strain-hardening ( garis D-E ).
Jika sebelum mencapai titik D,rnisal pada titik C, beban
dilepaskan maka curva akan turun di titik B dengan membentuk
garis yang sejajar dengan garis elastis OA ( BC // OA ) dan
jika dibebani lagi dengan beban yang sama maka curva akan
naik kembali ke curva asa.1 di titik C mengikuti garis BC
17
dengan kemungkinan ad any a sedik.it penyimpangan sebagai
akibat dari "Strain-hardening E f f e c t”. Hal yang sama berlaku
pula untuk. pelepasan beban dan pembebanan kembali dengan
boban yang sama pada daerah strain-hardening seperti yang
ditun.juk.kan. oleh garis FG ( FG // OA ).
Sesuai dengan keadaan diagram tegangan-regangan baja
tulangan pada gambar 2.4 maka diagram tegangan-regangan
monoton memberikan suatu idealisasi yang baik. sebagai curva
selubung dari diagram tegangan-regangan pembebanan berulang.
Gainbar 2.4. Diagram tegangan-regangan pembebanan
berulang.
11.5. D1AGKAM TEGANGAN-REGANGAN PEMBEBANAN BOLAK-BALIK
Jika suatu struktur menerima beban gempa kuat maka
struktur tersebut mengalarni pembebanan bolak-balik yang
dapat menyebabkan tegangannya berada dalam daerah post-
elastis.
18
( a ) With Unsynvnetr i cal S t r a i n C y c l e s
( b ) Wi th Symmetr i ca l S t r a i n C y c l e s
Gambar 2,5. Diagram tegangan-regangan baja tulangan
akibat pembebanan bolak-balik.
19
Akibat pembebanan bolak-balik, diagram tegangan-regangan
baja tulangannya amat berbeda dengan akibat pembebanan tarik
atau tekan saja, seperti yang ditunjukkan pada gambar 2.5.
Jika baja tulangan masih berada dalam keadaan elastis
akibat beban tarik, maka pertambahan panjang yang dialami
baja tulangan akan sebanding dengan pertambahan
bebannya.Jika beban tarik dilepaskan maka curva akan turun
dan sejajar dengan garis elastisnya, dan kemudian diberikan
beban yang berlawanan (tekan) maka curva tegangan-
regangannya yang terjadi tidak lagi linear ,tetapi berupa
garis lengkung pada tegangan yang jauh lebih kecil dari
tegangan leleh. Terjadinya curva yang demikian ini disebut
dengan "Bauschinger effect". prilaku curva yang demikian
dipengaruhi oleh "strain history", waktu pembebanan dan
temperatur.
Untuk menyederhanakan diagram tegangan-regangan baja
tulangan akibat pembebanan bolak-balik yang cukup rumit,
oleh para ahli sering digunakan suatu pendekatan yaitu:
"Elastic-perfectly plastic idealization" seperti yang
ditujukkan pada gambar 2.6 (a) dan 2.6 (b).
Ada dua jenis diagram tegangan-regangan baja tulangan
akibat pembebanan bolak-balik yang ditinjau dari mayoritas
jenis pembebanannya. Yang pertama jika salah satu jenis
pembebanannya lebih besar dari pada jenis pembebanan yang
lain, seperti yang ditunjukkan pada gambar 2.5 (a), dimana
pembebanan tarik lebih besar dari pembebanan tekan ,sehingga
sebagian besar curva diagram tegangan-regangan baja tulangan
berada pada sisi regangan tarik. Yang kedua adalah
20
pembebanan tarik dan tekan sama besarnya sehingga curva
diagram tegangan-regangan baja tulangan terletak simetri
terhadap kedua sisi regangannya, seperti yang ditunjukkan
pada gambar 2.5 (b).
Berdasarkan pada hasil-hasil experimen diagram tegangan-
regangan , oleh "Kato,dk.k" ditunjukkan bahwa diagram
tegangan-regangan monoton akibat tarikan dan tekanan
memberikan suatu idealisasi yang baik untuk diagram
tegangan-regangan akibat pembebanan bolak-balik. Untuk lebih
jelasnya dapat dilihat pada gambar 2.7 (a),(b) dan (c).
(tnnr.icm)
Gambar 2.6 (a) "Bauschinger effect" dari baja tulangan
akibat beban bolak-balik.
21
(tension)
Gambar 2.6 (b) "Elastic-perfectly plastic idealisation"
untuk baja tulangan akibat beban bolak-
balik.
Com
or
J\
Sues*, f\
S lr .n i i <\
(,>)
SkcIcioo branch (first locuhn;))
U n ln .u h m j |>e ,m<;h |lm i:;jr}
S o l lc n c d t»r;m th " (Bouschinger cU ec i)
S x • a < n
( b )
i>lr«ss. f\
Sttom i .
Gambar 2.7 Diagram tegangan-regangan baja akibat beban
berulang (Reversed loading)
23
II. 6. PENGARUH KECEPATAN PEMBEBANAN PADA PAHAMETEB-
PARAMETER DIAGRAM TEGANGAN-REGANGAN
Didalam analisa moment-curvature untuk mendapatkan
faktor overstrength,perlu dipertimbangkan pengaruh kecepatan
pembebanan karena, seperti yang ditunjukkan sebelumnya,
pnembebanan yang cepat akan menyebabkan bertambah besarnya
tegangan leleh baja tulangan. Kecepatan pembebanan akan
ineiripengaruhi kecepatan regangan yang terjadi pada baja
tulangan dan beton. kecepatan pembebanan untuk keadaan
Quasi-static pada umumnya diambil sebesar 0.00001/sec.
Penggunaan besarnya tegangan leleh yang diukur pada
kecepatan regangan yang tinggi akan menyebabkan over
estimate pada tegangan lentur dari struktur-struktur penahan
gempa.. tetapi karena beban gempa bersifat dynamis maka hal
ini dianggap cocok untuk mendapatkan kemungkinan faktor
overstrength yang mungkin terjadi selama gempa kuat.
Oleh Mamnder,dkk ditunjukkan bahwa pengaruh kecepatan
regangan yang tinggi pada tegangan leleh dapat
diperhitungkan dengan memodifikasi harga dari keadaan quasi-
static dengan menggunakan faktor pembesar dynamis sbb:
( fs )dyn = Ds fs (2.11)
Dimana: ( fs)dyn adalah tegangan leleh yang diukur pada
kecepatan regangan yang tinggi.
fs adalah tegangan leleh yang diukur pada
keadaan quasi-static.
Ds adalah faktor pembesar dynamis, yang
untuk baja ringan ditentukan sbb :
24
* Untuk baja yang mengalami tarikan :
1/6Ds = 0.953 [ 1 + ( 8 / 7 0 0 ) ] (2.12)
* Untuk baja yang mengalami tekanan :
1/6Ds = 0.966 [ 1 + ( 8 / 5 0 0 ) ] (2.13)
Dirnana: 6 adalah kecepatan regangan untuk keadaan
quasi-static yang diasurnsikan sebesar =
0.00001/sec.
Demikian pula untuk tegangan ultimate, fsu , modulus
elastisitas, Es , Modulus strain-hardening, Esh,
diperhitungkan pengaruh kecepatan regangan yang tinggi
dengan memodifikasi harga dari keadaan quasi-static dengan
menggunakan faktor pembesar dynamis seperti untuk tegangan
leleh, fy . Sedangkan untuk regangan pada saat terjadinya
strain-hardening, Bsh dan regangan ultimate, 8su , oleh
Hand or, dick dianggap tidak dipengaruhi oleh kecepatan
pembebanan.
Unl.uk tegangan leleh tulangan sengkang , fyh , juga
diperhitungkan pengaruh kecepatan pembebanan seperti untuk
tegangan leleh, fy.