118
TESIS HUBUNGAN POLA AKTIVITAS FISIK DAN POLA MAKAN DENGAN STATUS GIZI PADA PELAJAR PUTRI SMA KELAS 1 DI DENPASAR UTARA NABILA ZUHDY PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2015

hubungan pola aktivitas fisik dan pola makan dengan status gizi

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: hubungan pola aktivitas fisik dan pola makan dengan status gizi

TESIS

HUBUNGAN POLA AKTIVITAS FISIK DAN POLA MAKAN DENGAN STATUS GIZI PADA PELAJAR PUTRI SMA

KELAS 1 DI DENPASAR UTARA

NABILA ZUHDY

PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR 2015

Page 2: hubungan pola aktivitas fisik dan pola makan dengan status gizi

TESIS

HUBUNGAN POLA AKTIVITAS FISIK DAN POLA MAKAN DENGAN STATUS GIZI PADA PELAJAR PUTRI SMA

KELAS 1 DI DENPASAR UTARA

NABILA ZUHDY NIM 1392161041

PROGRAM MAGISTER PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT

PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR 2015

Page 3: hubungan pola aktivitas fisik dan pola makan dengan status gizi

HUBUNGAN POLA AKTIVITAS FISIK DAN POLA MAKAN DENGAN STATUS GIZI PADA PELAJAR PUTRI SMA

KELAS 1 DI DENPASAR UTARA

Tesis untuk Memperoleh Gelar Magister Pada Program Magister, Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat,

Program Pascasarjana Universitas Udayana

NABILA ZUHDY NIM 1392161041

PROGRAM MAGISTER PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT

PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR 2015

Page 4: hubungan pola aktivitas fisik dan pola makan dengan status gizi

Lembar Persetujuan Pembimbing

TESIS INI TELAH DISETUJUI

PADA TANGGAL 17 JUNI 2015

Pembimbing I,

Dr. Luh Seri Ani, S.KM, M.Kes

NIP. 19691221 200812 2 001

Pembimbing II,

dr. Ni Wayan Arya Utami, M.App.Bsc, Ph.D.

NIP. 19810901 200604 2 001

Mengetahui

Ketua Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat

Program Pascasarjana Universitas Udayana

Prof. dr. Dewa Nyoman Wirawan, MPH NIP.19481010 197702 1 001

Direktur Program Pascasarjana Universitas Udayana,

Prof. Dr. dr. A.A. Raka Sudewi, Sp.S (K) NIP. 195902151985102001

Page 5: hubungan pola aktivitas fisik dan pola makan dengan status gizi

Tesis Ini Telah Diuji pada

Tanggal 17 Juni 2015

Panitia Penguji Tesis Berdasarkan SK Rektor

Universitas Udayana, No. 1751/UN14.4/HK/2015, Tanggal 17 Juni 2015

Ketua : Dr. Luh Seri Ani, S.KM, M.Kes

Anggota :

1. dr. Ni Wayan Arya Utami, M.App.Bsc, Ph.D

2. Prof. Dr. dr. Mangku Karmaya, M. Repro, PA (K)

3. Dr. dr. I Wayan Weta, M.S, Sp.GK

4. Dr. dr. Dyah Pradnyaparamita Duarsa, M.Si

Page 6: hubungan pola aktivitas fisik dan pola makan dengan status gizi

SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME

Nama : Nabila Zuhdy

NIM : 1392161041

Program Studi : Magister Ilmu Kesehatan Masyarakat

Judul Tesis : Hubungan Pola Aktivitas Fisik dan Pola Makan

Dengan Status Gizi Pelajar Putri SMA Kelas 1 Di

Denpasar Utara

Dengan ini menyatakan bahwa karya ilmiah tesis ini bebas plagiat. Apabila di

kemudian hari terbukti terdapat plagiat dalam karya ilmiah ini, maka saya

bersedia menerima sanksi sesuai peraturan di Universitas Udayana dan peraturan

perundang-undangan lain yang berlaku.

Denpasar, Juni 2015

Nabila Zuhdy

Page 7: hubungan pola aktivitas fisik dan pola makan dengan status gizi

UCAPAN TERIMA KASIH

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas rahmat-Nya

penulis dapat menyelesaikan tesis yang berjudul “Hubungan Pola Aktivitas Fisik

dan Pola Makan Pada Pelajar Putri SMA Kelas 1 Di Denpasar Utara” dengan

tepat waktu. Tesis ini disusun sebagai salah satu persyaratan dalam menempuh

Program Magister Ilmu Kesehatan Masyarakat di Universitas Udayana.

Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Prof.dr.

Dewa Nyoman Wirawan, MPH sebagai Ketua Program Studi Magister Imu

Kesehatan Masyarakat Universitas Udayana atas dorongan, bimbingan, dan

dukungan selama proses pembelajaran khususnya dalam penyelesaian tesis ini.

Ucapan terima kasih yang mendalam juga penulis sampaikan kepada Dr. Ni Luh

Seri Ani, S.KM, M.Kes dan dr. Ni Wayan Arya Utami, M.App.Bsc, Ph.D sebagai

pembimbing tesis atas segala perhatian dan kesabarannya memberikan bimbingan

dan saran kepada penulis.

Ucapan yang sama ditujukan kepada Rektor Universitas Udayana, Prof. Dr.

dr. Ketut Suastika, Sp.PD. (KEMD) atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan

kepada penulis untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan Program

Pascasarjana di Universitas Udayana. Ucapan terima kasih juga disampaikan

kepada Direktur Program Pascasarjana Universitas Udayana, Prof. Dr. dr. A.A.

Raka Sudewi, Sp.S(K) yang telah memberikan kesempatan kepada penulis

sebagai mahasiswa Program Studi Magister Ilmu Kesehatan Masyarakat di

Universitas Udayana. Penulis juga menyampaikan terima kasih kepada seluruh

Page 8: hubungan pola aktivitas fisik dan pola makan dengan status gizi

dosen dan staf karyawan Program Studi Magister Ilmu Kesehatan Masyarakat atas

bimbingan dan dukungannya selama menempuh pendidikan.

Terima kasih yang sebesar-besarnya juga penulis sampaikan kepada para

penguji tesis ini, yaitu Prof. Dr. dr. Mangku Karmaya, M. Repro, PA (K), Dr. dr.

I Wayan Weta, M.S, Sp.GK, dan Dr. dr. Dyah Pradnyaparamita Duarsa, M.Si

yang telah memberikan saran dan kritiknya terhadap tesis ini. Penulis juga

sampaikan banyak terima kasih kepada Dinas Kesehatan Kota Denpasar, seluruh

kepala sekolah SMA tempat penelitian yang telah memberi ijin kepada penulis

untuk melakukan penelitian.

Pada kesempatan ini pula penulis menyampaikan terima kasih kepada Dinas

Kesehatan Kota Denpasar, para kepala sekolah SMA yang menjadi tempat

penelitian, serta para partisipan atas bantuannya, sehingga penulis dapat

menyelesaikan penelitian dan tesis ini dengan baik. Selain itu, penulis juga

menyampaikan terima kasih kepada orang tua, keluarga dan teman-teman

Magister Ilmu Kesehatan Masyarakat Angkatan V atas doa dan dukungan selama

ini, sehingga penulis dapat menyelesaikan pendidikan dan tesis ini dengan baik.

Semoga Tuhan Yang Maha Esa selalu melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya

kepada kita semua.

Penulis

Page 9: hubungan pola aktivitas fisik dan pola makan dengan status gizi

ABSTRAK

HUBUNGAN POLA AKTIVITAS FISIK DAN POLA MAKAN DENGAN STATUS GIZI PADA PELAJAR PUTRI SMA KELAS 1 DI DENPASAR UTARA

TAHUN 2015

Status gizi remaja sangat penting untuk menunjang tumbuh kembang. Status gizi yang optimal akan membentuk remaja yang sehat dan produktif. Permasalahan yang muncul adalah gizi kurang dan lebih. Gizi kurang dapat mengakibatkan penurunan prestasi akademik dan mengakibatkan gangguan sistem reproduksi yang berdampak buruk di kemudian hari. Sedangkan pada gizi lebih dapat menyebabkan penyakit degeneratif dan penyakit tidak menular. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan pola aktifitas fisik dan pola makan dengan status gizi pelajar putri SMA kelas 1 di Denpasar Utara.

Penelitian ini merupakan penelitian analitik cross-sectional dengan jumlah sampel sebanyak 75 pelajar SMA putri yang ditentukan dengan teknik stratified random sampling. Pengumpulan data menggunakan metode wawancara dengan Semiquantitatif Food Frequency Questionnaires (SQ-FFQ) dan Adolescent Physical Activity Recall Questionnaires (APARQ), serta pemeriksaan status gizi berupa tinggi badan, berat badan, LILA, dan LP. Data dikumpulkan di tiga SMA di Denpasar Utara pada bulan Februari 2015. Variabel yang dianalisis, yaitu karakteristik, pola aktivitas fisik, dan pola makan pelajar putri SMA kelas 1.

Penelitian ini menunjukkan terjadi beban ganda masalah gizi pelajar putri SMA kelas 1. Selain KEK (18,67%), terdapat 8% pelajar putri SMA yang mengalami obesitas sentral. Masalah gizi pada pelajar putri SMA cenderung kearah gizi lebih. Gizi lebih ini disebabkan pola makan camilan dan fast food yang berlebihan yang menyebabkan tingkat kecukupan lemak lebih. Variabel pengontrolan berat badan berhubungan secara bermakna pada semua indikator (p<0,05). Sedangkan pola aktivitas fisik tidak bermakna secara statistik.

Masalah kesehatan remaja perlu mendapat perhatian khusus untuk mencegah masalah gizi pada remaja putri sebagai calon ibu di masa depan. Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai informasi tambahan, sehingga program remaja dapat diintegrasikan dengan program gizi.

Kata kunci: status gizi pelajar putri, pola aktivitas fisik, pola makan.

Page 10: hubungan pola aktivitas fisik dan pola makan dengan status gizi

ABSTRACT

RELATIONSHIP BETWEEN PHYSICAL ACTIVITY PATTERNS AND DIET PATTERNS WITH NUTRITIONAL STATUS AMONG FEMALE

STUDENT ON FIRST GRADE OF HIGH SCHOOL IN NORTH DENPASAR 2015

Nutritional status of adolescents is essential to support the growth.

Optimal nutritional status will form a healthy and productivity adolescent. The problems that arise are malnutrition. Underweight can lead to lower academic achievement and reproductive system disorders that make a negative impact in the future. While overweight can cause degenerative diseases and non-communicable diseases. This study aims to determine the relationship between physical activity patterns and diet patterns with nutritional status among female student on first grade of high school in North Denpasar.

This study was an analytical cross-sectional study with a total sample of 75 high school female students determined by stratified random sampling technique. Data were collected by interviews using a structured questionnaire, Semi-quantitative Food Frequency Questionnaire (SQ-FFQ) and Adolescent Physical Activity Recall Questionnaires (APARQ), as well as nutritional status examination in the form of height, weight and middle upper arm circumference. Data were collected in three high schools in North Denpasar on February 2015. The variables analyzed such as characteristics, physical activity patterns, and diet patterns of female students in the first grade.

This study showed double burden in nutritional status among female student. A number of 18,67% high school female students based on indicators middle upper arm circumference were experienced chronic energy deficiency and as many as 29,33% of high school female students who had central obesity. Nutritional problems in high school female students tend towards over nutrition. This is due to consumption pattern of snack and fast food that causes excessive fat sufficiency level. Variables significantly associated consistently in all indicators of nutritional status were weight control (p <0.05). While physical activities had no significant relationship to nutrition status.

The problems of high school female students need a special concern to prevent nutritional problems in the future. The results of this study are expected to be used as additional information so that youth programs can be integrated with nutrition programs. Keywords: nutritional status of female students, physical activity patterns, diet patterns.

Page 11: hubungan pola aktivitas fisik dan pola makan dengan status gizi

DAFTAR ISI

Halaman

SAMPUL DALAM ..................................................................................... ii

PRASYARAT GELAR ............................................................................... iii

LEMBAR PENGESAHAN ........................................................................ iv

LEMBAR PENETAPAN PANITIA PENGUJI ......................................... v

PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME ................................................ vi

UCAPAN TERIMA KASIH ....................................................................... vii

ABSTRAK .................................................................................................. ix

ABSTRACT .................................................................................................. x

DAFTAR ISI .............................................................................................. xi

DAFTAR TABEL ....................................................................................... xiv

DAFTAR GAMBAR .................................................................................. xv

DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG.............................................. xvi

DAFTAR LAMPIRAN .............................................................................. xvii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang ................................................................. 1

1.2 Rumusan Masalah ............................................................ 6

1.3 Tujuan Penelitian .............................................................. 6

1.3.1 Tujuan Umum .......................................................... 6

1.3.2 Tujuan Khusus ......................................................... 7

1.4 Manfaat Penelitian ........................................................... 7

1.4.1 Manfaat Praktis ........................................................ 7

1.4.2 Manfaat Teoritis....................................................... 7

BAB II KAJIAN PUSTAKA

2.1 Status Gizi ......................................................................... 8

2.1.1 Prinsip Gizi Pada Remaja Perempuan ..................... 8

2.1.2 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Status Gizi ...... 9

2.1.3 Standar Status Gizi .................................................. 13

Page 12: hubungan pola aktivitas fisik dan pola makan dengan status gizi

2.1.3 Pengukuran Status Gizi ........................................... 19

2.2 Pola Aktivitas Fisik ........................................................... 20

2.2.1 Aktivitas Aktif .......................................................... 20

2.2.2 Aktivitas Pasif (Perilaku Sedentari) ........................ 21

2.2.3 Istirahat .................................................................... 23

2.3 Pola Makan ...................................................................... 23

2.3.1 Pola makan harian ................................................... 23

2.3.2 Aspek Sosio-Kultural Makanan .............................. 24

2.3.3 Pola Makan Seimbang (Well Balanced Diet) .......... 26

2.3.4 Pola Makan Remaja ................................................ 28

2.3.5 Makanan Cepat Saji (Fast Food) ............................ 28

2.3.6 Pengontrolan Berat Badan ....................................... 30

2.4 Hubungan Pola Aktivitas Fisik dan Pola Makan dengan

Status Gizi ......................................................................... 32

BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN

3.1 Kerangka Berpikir ............................................................. 34

3.2 Konsep Penelitian.............................................................. 35

3.3 Hipotesis Penelitian ........................................................... 35

BAB IV METODE PENELITIAN

4.1 Rancangan Penelitian ........................................................ 36

4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ............................................ 36

4.3 Subjek dan Sampel ............................................................ 36

4.3.1 Variabilitas populasi ................................................ 36

4.3.2 Kriteria sampel......................................................... 36

4.3.3 Besaran sampel ........................................................ 37

4.3.4 Teknik pengambilan sampel .................................... 37

4.4 Variabel Penelitian ............................................................ 38

4.4.1 Definisi Operasional ................................................ 38

4.5 Bahan dan Instrumen Penelitian........................................ 39

4.6 Protokol Penelitian ............................................................ 39

4.6.1 Teknik pengumpulan data........................................ 39

Page 13: hubungan pola aktivitas fisik dan pola makan dengan status gizi

4.6.2 Teknik pengolahan data ........................................... 39

4.7 Analisis Data ..................................................................... 39

4.7.1 Analisis Univariat .................................................... 39

4.7.2 Analisis Bivariat ...................................................... 40

4.7.3 Analisis Multivariat ................................................. 40

4.8 Etika Penelitian ................................................................. 40

BAB V HASIL

5.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian ................................. 41

5.2 Karakteistik Remaja Putri ................................................. 42

5.3 Gambaran Pola Aktivitas Fisik Pelajar SMA Putri Kelas 1

di Denpasar Utara .............................................................. 46

5.4 Gambaran Pola Konsumsi Makanan Pelajar SMA Putri

Kelas 1 di Denpasar Utara................................................. 47

5.5 Hubungan Karakteristik, Pola Aktivitas Fisik, dan Pola

Makan Dengan Status Gizi Pelajar SMA Putri

Kelas 1 Di Denpasar Utara ............................................... 50

5.6 Analisis Multivariat ........................................................... 55

BAB VI PEMBAHASAN

6.1 Pola Aktivitas Fisik dan Status Gizi .................................. 58

6.2 Pola Makan dan Status Gizi .............................................. 60

6.3 Hubungan Pola Aktivitas Fisik dan Pola Makan dengan

Status Gizi Remaja Putri .................................................. 65

6.4 Keterbatasan ....................................................................... 77

BAB VII SIMPULAN DAN SARAN

7.1 Simpulan ........................................................................... 78

7.2 Saran .................................................................................. 79

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN – LAMPIRAN

Page 14: hubungan pola aktivitas fisik dan pola makan dengan status gizi

DAFTAR TABEL

Halaman

4.1 Definisi operasional .......................................................................... 38

5.1 Rerata antopometri pelajar putri SMA kelas 1 di Denpasar

Utara ................................................................................................. 42

5.2 Distribusi frekuensi status gizi pelajar putri SMA kelas 1 di

Denpasar Utara ................................................................................. 43

5.3 Distribusi frekuensi pola aktivitas fisik, pola makan, dan status

tinggal pelajar putri SMA kelas 1 di Denpasar Utara ...................... 44

5.4 Rerata tingkat kecukupan zat gizi makro pelajar putri SMA kelas 1

Di Denpasar Utara ............................................................................ 45

5.5 Gambaran pola aktivitas fisik pelajar putri SMA kelas 1 di Denpasar

Utara .................................................................................................. 46

5.6 Gambaran pola konsumsi makanan pelajar putri SMA kelas 1

di Denpasar Utara .............................................................................. 47

5.7 Gambaran pola konsumsi makanan total pelajar putri SMA kelas 1

di Denpasar Utara .............................................................................. 49

5.8 Hubungan karakteristik, pola aktivitas fisik, dan pola makan dengan

status gizi berdasarkan IMT/U pada pelajar putri SMA kelas 1 ........ 50

5.9 Hubungan karakteristik, pola aktivitas fisik, dan pola makan dengan

status gizi berdasarkan LILA pada pelajar putri SMA kelas 1 .......... 51

5.10 Hubungan karakteristik, pola aktivitas fisik, dan pola makan dengan

status gizi berdasarkan LP pada pelajar putri SMA kelas 1 .............. 52

5.11 Hubungan tingkat kecukupan zat gizi makro <80% AKG dengan

status gizi pada pelajar putri SMA kelas 1 ........................................ 53

5.12 Hubungan pola aktivitas fisik dan pola makan dengan status

gizi pada pelajar putri SMA kelas 1 .................................................. 55

Page 15: hubungan pola aktivitas fisik dan pola makan dengan status gizi

DAFTAR GAMBAR

Halaman

2.1 Tumpeng Gizi Seimbang .................................................................. 27

2.2 Teori faktor yang mempengaruhi status gizi ..................................... 33

3.1 Kerangka Konsep .............................................................................. 35

Page 16: hubungan pola aktivitas fisik dan pola makan dengan status gizi

DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG

SINGKATAN

AKG : Angka Kecukupan Gizi

APARQ : Adolescent Physical Activities Recall Questionnaires

Balita : bayi di bawah lima tahun

BAZ : BMI for Age (IMT menurut umur)

BBLR : Berat Bayi Lahir Rendah

BMI : Body Mass Index

BMI/A : BMI for Age (IMT menurut umur)

BPS : Badan Pusat Statistik

HPK : Hari Pertama Kehidupan

IMT : Indeks Massa Tubuh

IMT/U : Indeks Massa Tubuh per Umur

IPTEK : Ilmu Pengetahuan dan Teknologi

KEK : Kurang Energi Kronis

KEP : Kurang Energi Protein

LILA : Lingkar Lengan Atas

LP : Lingkar Perut

OCD : Obsessive Corbuzier’s Diet

PGS : Pedoman Gizi Seimbang

PKPR : Program Kesehatan Peduli Remaja

Riskesdas : Riset Kesehatan Dasar

SD : Standar Deviasi

SDKI : Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia

SMA : Sekolah Menengah Atas

SMK : Sekolah Menengah Kejuruan

SQ-FFQ : Semi Quantitative Food Frequency Questionnaires

TGS : Tumpeng Gizi Seimbang

URT : Ukuran Rumah Tangga

WHO : World Health Organization

Page 17: hubungan pola aktivitas fisik dan pola makan dengan status gizi

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Penjelasan Kepada Calon Responden

Lampiran 2. Formulir Persetujuan

Lampiran 3. Formulir Penelitian

Lampiran 4. Protokol Pengukuran Antopometri

Lampiran 4. Surat Ijin Penelitian kepada Badan Kesatuan Bangsa dan Politik

Kota Denpasar

Lampiran 5. Surat Permohonan Ethical Clearance kepada Komisi Etik

Fakultas Kedokteran Universitas Udayana/Rumah Sakit Umum

Pusat Sanglah Denpasar

Lampiran 6. Surat Keterangan Telah Melakukan Penelitian di SMA Dwijendra

Lampiran 7. Surat Keterangan Telah Melakukan Penelitian di SMA Dharma

Praja Badung

Lampiran 8 Surat Keterangan Telah Melakukan Penelitian di SMA Al-Ma’ruf

D:\stuff\S2 unud\!thesis nabila\!tesis\Proposal tesis - revisi\!fix\tesis\TESIS FIX\!revisi

fix\bab 1.rtf

Page 18: hubungan pola aktivitas fisik dan pola makan dengan status gizi

8

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Status Gizi

2.1.1 Prinsip Gizi Pada Remaja Perempuan

Pertumbuhan yang cepat (growth spurt) baik tinggi maupun berat badan

merupakan salah satu tanda periode adolensia. Kebutuhan zat gizi sangat

berhubungan dengan besarnya tubuh hingga kebutuhan yang tinggi terdapat pada

periode pertumbuhan yang cepat. Growth spurt pada anak perempuan sudah

dimulai pada umur antara 10-12 tahun sedangkan pada laki-laki pada umur 12-14

tahun. Permulaan growth spurt pada setiap anak tidak selalu pada umur yang

sama, terdapat perbedaan antara individual. Pengingkatan aktivitas fisik yang

mengiringi pertumbuhan yang cepat ini sehigga kebutuhan zat gizi akan

bertambah. Nafsu makan anak laki-laki sangat bertambah sehingga tidak akan

menemukan kesukaran untuk memenuhi kebutuhannya. Anak perempuan

biasanya lebih mementingkan penampilan, mereka enggan menjadi gemuk

sehingga membatasi diri dengan memilih makanan yang tidak mengandung

banyak energi dan tidak mau makan pagi. Mereka harus diyakinkan bahwa

masukan zat gizi yang kurang dari yang dibutuhkan akan berakibat buruk baik

bagi pertumbuhan maupun kesehatannya (Ambarwati, 2012).

Page 19: hubungan pola aktivitas fisik dan pola makan dengan status gizi

9

Usia reproduksi, tingkat aktivitas, dan status nutrisi mempengaruhi

kebutuhan energi dan nutrisi pada remaja, sehingga dibutuhkan nutrisi yang

sedikit lebih tinggi untuk memenuhi kebutuhan pertumbuhannya tersebut. Remaja

rentan mengalami defisiensi zat besi, karena kebutuhan remaja yang meningkat

seiring pertumbuhannya, namun seorang remaja sering terlalu memperhatikan

penambahan berat badannya. Remaja dengan berat badan kuarang dan anemia

beresiko melahirkan bayi BBLR jika dibandingkan dengan wanita usia reproduksi

yang aman untuk hamil (Ambarwati, 2012). Gizi atau makanan tidak saja

diperlukan bagi pertumbuhan, perkembangan fisik dan mental serta kesehatan,

tetapi diperlukan juga untuk fertilitas atau kesuburan seseorang agar mendapatkan

keturunan yang selalu didambakan dalam kehidupan berkeluarga.

2.1.2 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Status Gizi

2.1.2.1 Jenis Kelamin

Obesitas lebih umum dijumpai pada wanita terutama pada saat remaja, hal

ini disebabkan faktor endokrin dan perubahan hormonal (Arisman, 2004).

2.1.2.2 Umur

Obesitas yang muncul pada tahun pertama kehidupan biasanya disertai

dengan perkembangan rangka yang cepat. Anak yang obesitas cenderung menjadi

obesitas pada saat remaja dan dewasa serta dapat berlanjut ke masa lansia

(Arisman, 2004). Menurut Dietz, ada empat periode kritis terjadinya obesitas,

yaitu: masa prenatal, masa bayi, masa adiposity rebound dan masa remaja.

Obesitas yang terjadi pada masa remaja, 30% akan melanjut sampai dewasa

menjadi obesitas persisten. Obesitas yang terjadi pada masa remaja ini perlu

Page 20: hubungan pola aktivitas fisik dan pola makan dengan status gizi

10

mendapatkan perhatian, sebab obesitas yang timbul pada waktu anak dan remaja

bila kemudian berlanjut hingga dewasa akan sulit diatasi secara konvensional (diet

dan olahraga). Selain itu, obesitas pada remaja tidak hanya menjadi masalah

kesehatan di kemudian hari, tetapi juga membawa masalah bagi kehidupan sosial

dan emosi yang cukup berarti pada remaja (Virgianto dan Purwaningsih, 2006).

Menurut Spear (Spear, 1996), masa remaja adalah masa terjadinya perubahan

yang dramatik dalam kehidupan setiap manusia. Pertumbuhan yang relatif sama

pada masa kanak-kanak secara tiba-tiba berubah dengan adanya suatu

peningkatan kecepatan pertumbuhan. Lonjakan yang tiba-tiba ini berhubungan

dengan perubahan hormonal, kognitif dan emosional yang menciptakan

kebutuhan-kebutuhan khusus.

2.1.2.3 Tingkat Sosial Ekonomi

Peningkatan pendapatan juga dapat mempengaruhi pemilihan jenis dan

jumlah makanan yang dikonsumsi. Peningkatan kemakmuran di masyarakat yang

diikuti oleh peningkatan pendidikan dapat mengubah gaya hidup dan pola makan

dari pola makan tradisional ke pola makan makanan praktis dan siap saji yang

dapat menimbulkan mutu gizi yang tidak seimbang. Pola makan praktis dan siap

saji terutama terlihat di kota-kota besar di Indonesia, dan jika dikonsumsi secara

tidak rasional akan menyebabkan kelebihan masukan kalori yang akan

menimbulkan obesitas (Virgianto dan Purwaningsih, 2006).

2.1.2.4 Faktor Lingkungan

Remaja belum sepenuhnya matang dan cepat sekali terpengaruh oleh

lingkungan. Kesibukan menyebabkan mereka memilih makan di luar, atau

Page 21: hubungan pola aktivitas fisik dan pola makan dengan status gizi

11

menyantap kudapan (jajanan). Lebih jauh lagi kebiasaan ini dipengaruhi oleh

keluarga, teman dan terutama iklan di televisi. Teman sebaya berpengaruh besar

pada remaja dalam hal memilih jenis makanan. Ketidakpatuhan terhadap teman

dikhawatirkan dapat menyebabkan dirinya terkucil dan akan merusak kepercayaan

dirinya (Arisman, 2004).

2.1.2.5 Faktor Genetik

Genetik memegang peranan penting dalam mempengaruhi berat dan

komposisi tubuh seseorang. Jika kedua orang tua mengalami obesitas,

kemungkinan bahwa anak-anak mereka akan mengalami obesitas sangat tinggi

(75-80%), jika salah satu orangtuanya mengalami obesitas kemungkinan tersebut

hanya 40%, sedangkan jika tidak seorangpun dari orang tuanya mengalami

obesitas, peluangnya relatif kecil (kurang dari 10%) (Hegarty, 1996; Whitney et

al., 1990).

2.1.2.6 Metabolisme Basal

Metabolisme basal adalah metabolisme yang dilakukan oleh organ-organ

tubuh dalam keadaan istirahat total (tidur). Kecepatan metabolisme basal setiap

orang berbeda-beda, seseorang yang memiliki kecepatan metabolisme yang

rendah cenderung lebih gemuk dibanding dengan orang yang kecepatan

metabolismenya tinggi (Purwati, 2005).

2.1.2.7 Enzim Tubuh dan Hormon

Enzim adipose tissue lipoprotein memiliki peranan penting dalam

mempercepat proses peningkatan berat badan. Enzim ini berfungsi untuk

mengontrol kecepatan pemecahan triglisida dalam darah menjadi asam-asam

Page 22: hubungan pola aktivitas fisik dan pola makan dengan status gizi

12

lemak dan kemudian disalurkan ke sel-sel tubuh untuk disimpan. Ketika

seseorang membutuhkan bahan bakar untuk oksidasi, diperlukan sejumlah energi

dan tubuh akan memilih glikogen atau lemak sebagai sumber energinya. Menurut

sejumlah penelitian, penggunaan glikogen akan menurunkan glukosa darah

sehingga menyebabkan orang merasa lapar (Purwati, 2005).

Insulin dapat menyebabkan kegemukan. Seseorang yang mengalami

peningkatan insulin juga akan mengalami peningkatan penimbunanan lemak.

Gangguan produksi hormon juga berhubungan dengan obesitas, misalnya

hipotiroidism dan hipopituitorism. Orang yang seperti ini biasanya telah

mengalami kegemukan sejak kecil. Obesitas yang berlanjut (menetap) sampai

dewasa, terutama bila obesitas dimulai pada masa pra pubertas (Purwati, 2005).

Berdasarkan penelitian longitudinal bahwa 25-50% atau paling banyak 74% anak

obesitas akan mengalami obesitas pada masa dewasa (Subardja, 2005).

2.1.2.8 Status tinggal

Status tinggal merupakan status bersama siapa remaja tinggal, baik

bersama orang tua maupun tidak bersama orang tua (kos atau tinggal bersama

keluarga lainnya). Ibu memegang peranan penting dalam menyediakan makanan

yang bergizi bagi keluarga, sehingga memiliki pengaruh terhadap status gizi anak

(Lazzeri et al., 2006; Rina dan Oktia, 2008).

2.1.2.9 Aktivitas Fisik

Sebagian besar energi yang masuk melalui makanan pada anak remaja dan

orang dewasa seharusnya digunakan untuk aktivitas fisik. Kurangnya aktivitas

fisik menyebabkan banyak energi yang tersimpan sebagai lemak, sehingga orang-

Page 23: hubungan pola aktivitas fisik dan pola makan dengan status gizi

13

orang yang kurang melakukan aktivitas cenderung menjadi gemuk. Studi kasus

yang dilakukan di SMU Semarang menunjukkan bahwa semakin tinggi aktivitas

fisik remaja, semakin rendah kejadian obesitas. Hal ini menjelaskan bahwa tingkat

aktivitas fisik juga berkontribusi terhadap kejadian obesitas terutama kebiasaan

duduk terus-menerus, menonton televisi, penggunaan komputer dan alat-alat

berteknologi tinggi lainnya (Virgianto dan Purwaningsih, 2006).

2.1.2.10 Pola Makan

Pola makan dengan kalori berlebih dan kurangnya aktivitas fisik

merupakan faktor yang dominan untuk terjadinya obesitas. Orang yang banyak

makan akan memiliki gejala cenderung untuk menderita kegemukan. Kebiasaan

mengkonsumsi makanan tinggi lemak dan kurang serat merupakan faktor

penunjang timbulnya masalah kegemukan. Berdasarkan hasil penelitian pada

remaja di Yogyakarta dan Bantul terlihat bahwa semakin tinggi asupan energi dan

lemak semakin tinggi kemungkinan terjadinya obesitas. Penelitian ini juga

menunjukkan adanya hubungan kontribusi lemak terhadap total energi dengan

terjadinya obesitas (Medawati et al., 2005).

2.1.3 Standar Status Gizi

Status gizi merupakan hasil dari keseimbangan atau perwujudan dari

nutrisi dalam bentuk variabel tertentu (Supariasa, 2014). Keseimbangan antara

asupan dan kebutuhan zat gizi menentukan seseorang tergolong dalam kriteria

status gizi tertentu, dan merupakan gambaran apa yang dikonsumsinya dalam

rentang waktu yang cukup lama (Sayogo, 2011). Status gizi baik memungkinkan

Page 24: hubungan pola aktivitas fisik dan pola makan dengan status gizi

14

perkembangan otak, pertumbuhan fisik, kemampuan kerja dan kesehatan secara

umum pada tingkat yang paling tinggi (Almatsier, 2009).

2.1.3.1 Gizi Seimbang (Balanced Nutrition)

Gizi seimbang merupakan susunana makanan sehari-hari yang mengadung

zat-zat gizi dalam jenis dan jumlah yang sesuai dengan kebutuhan tubuh dengan

memperhatikan prinsip keanekaragaman atau variasi makanan, aktivitas fisik,

kebersihan, dan berat badan ideal. Prinsip Gizi Seimbang (PGS) divisualisasikan

sesuai dengan budaya dan pola makan setempat. Bentuk tumpeng dengan

nampannya di Indonesia disebut sebagai Tumpeng Gizi Seimbang (TGS) yang

dirancang untuk membantu memilih makanan dengan jenis dan jumlah yang tepat,

sesuai dengan berbagai kebutuhan menurut usia (bayi, balita, remaja, dewasa dan

usia lanjut) dan sesuai keadaan kesehatan (hamil, menyusui, aktivitas fisik, sakit)

(Irianto, 2014).

Remaja merupakan kelompok umur yang rentan terhadap masalah gizi

karena beberapa alasan, diantaranya: pertama, percepatan pertumbuhan dan

perkembangan tubuh (growth spurt) memerlukan energi lebih banyak. Kedua,

perubahan gaya hidup dan kebiasaan makan menuntut penyesuaian masukan

energi dan zat gizi. Ketiga, kehamilan, keikutsertaan dalam olah raga, kecanduan

alkohol dan obat-obatan meningkatkan kebutuhan energi dan zat gizi (Arisman,

2004).

2.1.3.2 Gizi Kurang (Undernutrition)

Page 25: hubungan pola aktivitas fisik dan pola makan dengan status gizi

15

Menurut Guthrie (1995), gizi kurang disebabkan oleh ketidakseimbangan

antara asupan energi (energy intake) dengan kebutuhan gizi. Dalam hal ini terjadi

ketidakseimbangan negatif, yaitu asupan lebih sedikit dari kebutuhan. Secara

umum, kekurangan gizi menyebabkan beberapa gangguan dalam proses

pertumbuhan, mengurangi produktivitas kerja dan kemampuan berkonsentrasi,

struktur dan fungsi otak, pertahanan tubuh, serta perilaku (Almatsier, 2009).

2.1.3.3 Gizi Lebih (Overnutrition)

Ketidakseimbangan antara asupan energi (energy intake) dengan

kebutuhan gizi memengaruhi status gizi seseorang. Ketidakseimbangan positif

terjadi apabila asupan energi lebih besar dari pada kebutuhan sehingga

mengakibatkan kelebihan berat badan atau gizi lebih (Guthrie, Helen A., 1995).

Makanan dengan kepadatan energi yang tinggi (banyak mengandung lemak atau

gula yang ditambahkan dan kurang mengandung serat) turut menyebabkan

sebagian besar keseimbangan energi yang positif ini. Selanjutnya penurunan

pengeluaran energi akan meningkatkan keseimbangan energy yang positif. Faktor

penyebabnya adalah aktivitas fisik golongan masyarakat rendah, efek toksis yang

membahayakan, kelebihan energi, kemajuan ekonomi, kurang gerak, kurang

pengetahuan akan gizi seimbang, dan tekanan hidup (stress). Akibat dari

kelebihan gizi di antaranya obesitas (energi disimpan dalam bentuk lemak),

penyakit degenerative seperti hiperensi, diabetes, jantung koroner, hepatitis, dan

penyakit empedu, serta usia harapan hidup semakin menurun (Irianto, 2014).

2.1.4 Pengukuran Status Gizi

Page 26: hubungan pola aktivitas fisik dan pola makan dengan status gizi

16

Penilaian status gizi dengan pengukuran langsung berupa: antropometri,

biokimia, klinis, dan biofisik; dan pengukuran tidak langsung berupa survei

konsumsi, statistik vital, dan faktor ekologi.

2.1.3.1 Antropometri

Penggunaan antropometri untuk menilai status gizi merupakan pengukuran

yang paling sering dipakai. Antropometri dilakukan dengan mengukur beberapa

parameter sebagai salah satu indikator status gizi diantaranya umur, tinggi badan,

berat badan, lingkar lengan atas, lingkar kepala, lingkar dada, lingkar pinggul, dan

tebal lemak di bawah kulit. Pada penelitian ini menggunakan pengukuran dengan

antropometri untuk menghitung status gizi (Supariasa, 2014). Namun hanya ada

empat parameter dalam pembahasan ini, yaitu:

1. Berat badan

Antropometri paling sering digunakan adalah berat badan. Berat badan

menggambarkan jumlah dari protein, lemak, air dan mineral pada tulang. Berat

badan dijadikan pilihan utama karena berbagai pertimbangan, antara lain:

pengukuran atau standar yang paling baik, kemudahan dalam melihat perubahan

dan dalam waktu yang relatif singkat yang disebabkan perubahan kesehatan dan

pola konsumsi; dapat mengecek status gizi saat ini dan bila dilakukan secara

berkala dapat memberikan gambaran pertumbuhan; berat badan juga merupakan

ukuran antropometri yang sudah digunakan secara luas dan umum di Indonesia;

keterampilan pengukur tidak banyak mempengaruhi ketelitian pengukuran. Faktor

Page 27: hubungan pola aktivitas fisik dan pola makan dengan status gizi

17

penting lainnya untuk penilaian status gizi adalah umur, maka perhitungan berat

badan terhadap tinggi badan merupakan parameter yang tidak tergantung pada

umur. Pengukuran berat badan dilakukan dengan menimbang. Alat yang

digunakan sebaiknya memenuhi beberapa persyaratan yaitu: mudah dibawa dari

satu tempat ke tempat yang lain dan mudah digunakan; harganya relatif murah

dan mudah diperoleh; skalanya mudah dibaca dan ketelitian penimbangan

maksimum 0,1 kg (Supariasa, 2014).

2. Tinggi Badan

Tinggi badan merupakan parameter yang penting bagi keadaan yang telah

lalu dan keadaan sekarang. Selain itu, faktor umur dapat dikesampingkan dengan

menghubungkan berat badan terhadap tinggi badan (Quac stick). Pengukuran

tinggi badan dapat dilakukan dengan menggunakan alat pengukur tinggi mikrotoa

(microtoise) dengan ketelitian 0,1 cm (Supariasa, 2014).

3. Lingkar Lengan Atas (LILA)

Pengukuran LILA merupakan suatu cara untuk mengetahui resiko

Kekurangan Energi Protein (KEP) pada wanita usia subur (WUS). Pemantauan

LILA tidak dapat digunakan untuk memantau perubahan status gizi dalam jangka

pendek. Menurut Depkes RI (1994) pengukuran LILA pada kelompok WUS

adalah salah satu cara deteksi dini yang mudah untuk mengetahui resiko

Kekurangan Energi Kronis (KEK) (Supariasa, 2014).

4. Lingkar Perut (LP)

LP lebih banyak digunakan secara klinis untuk menilai obesitas

abdominal, dengan mengukur lemak yang terpusat di perut. Beberapa hasil

Page 28: hubungan pola aktivitas fisik dan pola makan dengan status gizi

18

penelitian menunjukkan, LP merupakan prediktor terbaik untuk risiko penyakit

degeneratif (Triwinarto et al., 2012).

2.1.3.2 Penilaian Status Gizi Pada Remaja

Penilaian status gizi menggunakan bebercara apa parameter antropometri

sebagai dasar. Kombinasi beberapa parameter disebut indeks antropometri.

Penilaian status gizi pada remaja dapat dilakukan secara antropometri dengan

menggunakan Indeks Massa Tubuh (IMT), LILA, dan lingkar perut.

a. Indeks Massa Tubuh (IMT)

IMT digunakan sebagai alat untuk memantau status gizi orang dewasa

yang berhubungan dengan kelebihan dan kekurangan berat badan (Supariasa,

2014). Perhitungan staus gizi remaja IMT/U dihitung dengan menggunakan

software WHO Anthro Plus dengan indikator status gizi normal -2 SD hingga +2

SD. Status gizi kurang jika nilai IMT/U kurang dari -2 SD dan status gizi lebih

jika IMT/U lebih dari +2 SD.

b. Lingkar Lengan Atas (LILA)

Ambang batas LILA WUS dengan resiko KEK di Indonesia adalah 23,5

cm. apabila ukuran LILA kurang dari 23,5 cm atau bagian merah pita LILA

artinya wanita tersebut mempunyai resiko KEK, dan diperkirakan akan

melahirkan berat bayi lahir rendah (BBLR). BBLR mempunyai resiko kematian,

gizi kurang, gangguan pertumbuhan, dan gangguan perkembangan anak

(Supariasa, 2014).

c. Lingkar Perut

Page 29: hubungan pola aktivitas fisik dan pola makan dengan status gizi

19

Lingkar perut sebagai indeks distribusi lemak tubuh baik tersebar di

subkutan (perifer) dan sentral (visceral). Obesitas sentral jika lingkar perut lebih

dari 90 cm pada laki-laki dan lebih dari 80 cm pada wanita (Persatuan Ahli Gizi

Indonesia, 2009).

2.1.3.3 Pengukuran konsumsi

Pengukuran konsumsi dengan survei konsumsi melalui: 1). metode

kualitatif dilakukan dengan: metode dietary history, metode pendaftaran makanan

(food list), metode frekuensi makanan (food frequency), dan metode telepon; 2).

metode kuantitatif dengan: metode recall 24 jam, penimbangan makanan (food

weighing), perkiraan makanan (estimated food records), metode inventaris

(inventory method), metode food account, dan pencatatan (household food

record); 3). metode kualitatif dan kuantitatif dengan metode riwayat makan

(dietary history) dan metode recall 24 jam (Supariasa, 2014). Dalam penelitian ini

menggunakan semi quantitative food frequency questionnaires (SQ-FFQ). Hasil

pengukuran menggunakan SQ-FFQ akan dibandingkan dengan angka kecukupan

gizi (AKG) remaja.

Semi Quantitative Food Frequency Questionnaires (SQ-FFQ)

Data yang diperoleh berupa frekuensi konsumsi bahan makanan atau

makanan jadi selama periode tertentu (seperti hari, minggu, bulan atau tahun)

(Supariasa, 2014). Metode SQ-FFQ ini memodifikasi frekuensi konsumsi pangan

dengan cara menambahkan patokan ukuran rumah tangga (URT) dan berat pangan

Page 30: hubungan pola aktivitas fisik dan pola makan dengan status gizi

20

(gram). Berat pangan ditampilkan dalam porsi. Metode ini memudahkan peneliti

untuk mendapatkan variasi, frekuensi, dan kuantitas pangan sehingga zat gizi

dapat dikorelasikan dengan indeks masa tubuh, status penyakit, sosial ekonomi,

kondisi atau kesehatan lingkungan dan perilaku seseorang atau masyarakat

(Gibson, 2005; Widajanti, 2009).

2.2 Pola Aktivitas Fisik

Aktivitas fisik menurut BPS merupakan pergerakan anggota tubuh yang

menyebabkan pembakaran kalori yang dilakukan minimal 30 menit berturut untuk

memelihara kesehatan fisik dan mental serta mempertahankan kualitas hidup agar

tetap bugar dan sehat sepanjang hari (Badan Pusat Statistik, 2013). Saat

beraktivitas, otot membutuhkan energi di luar metabolisme untuk bergerak,

sedangkan jantung dan paru-paru memerlukan tambahan energi untuk

menghantarkan oksigen dan zat-zat gizi keseluruh tubuh dan digunakan untuk

mengeluarkan sisa-sisa dari tubuh. Seberapa banyak otot yang bergerak, seberapa

lama dan seberapa berat pekerjaan yang dilakukan mempengaruhi jumlah energi

yang dibutuhkan (Almatsier, 2009). Berikut beberapa aktivitas harian remaja

selain sekolah:

2.2.1 Aktivitas Aktif

2.2.1.1 Olahraga

Derajat kesehatan optimal dapat dipertahankan melalui aktivitas fisik

seperti olahraga cukup dan dilakukan secara teratur. Olahraga dan aktivitas fisik,

yang tidak berimbang dengan asupan nutrisi yang dikonsumsi dapat menyebabkan

Page 31: hubungan pola aktivitas fisik dan pola makan dengan status gizi

21

berat badan tidak normal. Olahraga dan kegiatan fisik diharapkan selalu seimbang

dengan asupan nutrisi dan masukan energi yang diperoleh dari makanan sehari-

hari (Departemen Kesehatan RI, 1995). Olah raga yang baik harus dilakukan

secara teratur, sedangkan macam dan takaran olahraga tergantung menurut usia,

jenis kelamin, jenis pekerjaan dan kondisi kesehatan.

2.2.1.2 Ekstrakurikuler

Ekstrakurikuler merupakan bagian dari aktivitas pendidikan di luar mata

pelajaran yang diselenggarakan untuk membantu pengembangan siswa sesuai

dengan potensi, bakat, kebutuhan, dan minat siswa melalui kegiatan yang dibuat

oleh tenaga kependidikan dan pendidik yang berkewenang dan berkemampuan di

sekolah (Kurniawan dan Karyono, 2010).

2.2.2 Aktivitas Pasif (Perilaku Sedentari)

Anak-anak harus diberikan dukungan untuk beraktivitas di luar rumah

agar tidak menghabiskan sepanjang waktu sepulang sekolah melakukan kegiatan

kurang gerak (sedentarian) seperti menonton televisi atau main komputer dan

video game. Kegiatan sedentarian yang dilakukan lebih dari dua jam dapat

menyebabkan obesitas pada anak (Dowshen, 2005).

2.2.2.1 Menonton Televisi dan Main Game

Televisi juga memberikan dampak terhadap pemilihan makanan anak

karena iklan-iklan menarik yang ditayangkan biasanya merupakan iklan makanan

dengan kalori tinggi (Astrup, 2006). Berdasarkan penelitian di Semarang tahun

2012 pada remaja usia 18-20 tahun didapatkan hasil perilaku sedentari, 89,5%

Page 32: hubungan pola aktivitas fisik dan pola makan dengan status gizi

22

memiliki kebiasaan menonton televisi, 100% memiliki kebiasaan bekerja dengan

komputer atau laptop, 26,7% memiliki kebiasaan bermain video game, 100,0%

memiliki kebiasaan duduk-duduk, 48,8% remaja memiliki lama waktu tidur yang

buruk (Cahyani, 2012). Penelitian yang dilakukan kepada alumni Harvard

University, sepanjang tahun 1962-1978 terdapat 1413 orang meninggal, 45%

disebabkan karena penyakit jantung dan 32% lainnya disebabkan kanker. Mereka

yang meninggal memiliki gaya hidup sedentari. Sedangkan yang memiliki

kebiasaan berjalan/ berlari 20 mil/minggu memiliki kecenderungan hidup 2 tahun

lebih lama dibandingkan yang berjalan/ berolahraga kurang dari 5 mil/minggu

(Rosita, 2012).

2.2.2.2 Media Sosial

Media yang banyak digunakan remaja saat ini salah satunya adalah

internet dan social media. Data Kementerian Komunikasi dan Informatika

(Kemenkominfo) mengungkapkan pengguna internet di Indonesia saat ini

mencapai 63 juta orang, dimana 95 persennya menggunakan internet untuk

mengakses jejaring sosial (Kemenkominfo, 2013). Persentase aktivitas jejaring

sosial Indonesia mencapai 79,72 persen, tertinggi di Asia, mengalahkan Filipina

(78 persen), Malaysia (72 persen), China (67 persen) (Mohamad, 2013). Pengguna

aktif berada pada rentan usia 18 hingga 29 tahun dan pengguna social media dan

social sharing tertinggi adalah perempuan (Heni, 2013).

Penelitian yang dilakukan oleh Nurmihasti pada tahun 2012, diketahui bahwa

pelaku utama yang meramaikan pergerakan sosial media di Indonesia sebagian

besar didominasi oleh usia remaja, khususnya mereka para peserta didik atau

Page 33: hubungan pola aktivitas fisik dan pola makan dengan status gizi

23

pelajar. Penelitian lain memaparkan bahwa pengguna situs jejaring sosial di

Indonesia mayoritas adalah dari kalangan remaja usia sekolah, dengan

peningkatan pengguna situs jejaring sosial Facebook pada 2009 sebanyak 700%

dibanding pada tahun 2008. Penggunaan sosial media merupakan salah satu

kegiatan sedentari. Kemajuan teknologi ini membuat remaja menghabiskan

banyak waktu untuk mengecek sosial media melalui gadget yang dimiliki baik

laptop maupun smartphone (Isnainiyah, 2012).

2.2.3 Istirahat

Anak usia sekolah sebaiknya diberikan jadwal waktu tidur untuk mereka

tepati karena waktu tidur yang kurang dapat menjadi pemicu terjadinya obesitas

selain perilaku-perilaku negatif lainnya seperti terlalu mengantuk di sekolah

sehingga tidak dapat menerima pelajaran dengan baik (Chaput dan Jean-Phillippe,

2007). Pola tidur dengan durasi kurang dari 7 jam dihubungkan dengan kenaikan

indeks massa tubuh, baik pada anak-anak, remaja maupun pada orang dewasa

pada penelitian- penelitan sebelumnya. Durasi waktu tidur yang pendek dikaitkan

dengan penurunan leptin dan meningkatnya grelin. Perubahan hormon ini yang

mungkin berkontribusi terhadap kenaikan indeks masaa tubuh (Taheri et al.,

2004). Hasil penelitian (Papalia et al., 2010) menyatakan bahwa remaja yang

obesitas tidur lebih sedikit dibanding remaja yang normal dan underweight.

Durasi tidur ditemukan berhubungan dengan risiko overweight dan obesitas pada

remaja Australia 10-15 tahun.

2.3 Pola Makan

Page 34: hubungan pola aktivitas fisik dan pola makan dengan status gizi

24

2.3.1 Pola makan harian

Orang Indonesia makan tiga kali sehari yaitu sarapan di pagi hari, makan

siang dan makan malam. Makanan dibutuhkan untuk pertumbuhan dan

perkembangan khususnya di usia remaja. Konsumsi makanan yang kurang, baik

secara jumlah maupun kualitas akan mengakibatkan terjadinya gangguan proses

metabolisme dalam tubuh, yang tentunya mengarah pada timbulnya suatu

penyakit. Sehingga dalam hal mengkonsumsi makanan, yang perlu diperhatikan

adalah kecukupannya agar didapatkan suatu fungsi tubuh yang optimal

(Almatsier, 2009).

Angka kecukupan gizi dihitung menggunakan hasil perhitungan nutrisurvey yang

kemudian dibandingkan dengan AKG remaja perempuan. Cut off points tingkat

kecukupan zat gizi (Jayanti et al., 2011):

a. Kurang (<80%)

b. Normal (80-120%).

c. Lebih (≥ 120% AKG)

2.3.2 Aspek Sosio-Kultural Makanan

Selain peran biologik yaitu untuk memenuhi rasa lapar, makanan

mempunyai peranan sosio-kultural. Den Hartog et. al (Almatsier, 2009)

mengelompokkannya sebagai berikut :

2.3.2.1 Fungsi Kenikmatan (Gastronomik)

Manusia makan untuk mendapatkan kenikmatan. Kesukaan makanan antar

bangsa dan suku berbeda. Makanan di daerah tropik biasanya lebih berbumbu. Ini

kemungkinan secara naluri penduduk negara tropik sejak dulu kala telah tahu

Page 35: hubungan pola aktivitas fisik dan pola makan dengan status gizi

25

bahwa pemberian bumbu banyak pada makanan dapat menghambat pembusukan.

Secara umum, makanan yang disukai adalah makanan yang memenuhi selera

yaitu dalam rasa, bau, dan tekstur (Almatsier, 2009).

2.3.2.2 Makanan Untuk Menunjukkan Jati Diri

Makanan sering dianggap sebagai bagian penting untuk menyatakan jati

diri seseorang atau sekelompok orang. Di Jepang misalnya, sushi merupakan

makanan terhormat untuk disajikan kepada tamu-tamu. Di sebagian besar

Sumatera, daging dianggap sebagai makanan berprestise (Almatsier, 2009).

2.3.2.3 Fungsi Religi Dan Magis

Banyak symbol religi dan magis dikaitkan dengan makanan. Dalam agama

Islam, kambing sering dikaitkan dengan upacara-upacara penting dalam

kehidupan, seperti pada upacara akikoh dan khitan. Pada masyarakat Jawa di

berbagai upacara selamatan dihidangkan nasi tumpeng atau nasi kuning

(Almatsier, 2009).

2.3.2.4 Fungsi Komunikasi

Makanan merupakan media penting dalam upaya manusia bersosialisasi.

Dalam keluarga, kehangatan hubungan antar anggotanya terjadi saat makan

bersama. Begitu pula di keluarga besar diupayakan pertemuan secara berkala

dengan makan bersama untuk mempererat hubungan silaturahmi. Antar tetangga

juga sering dilakukan tukar-menukar makanan. Dalam dunia bisnis, kesepakatan

sering diperoleh dalam jamuan makanan (Almatsier, 2009).

Page 36: hubungan pola aktivitas fisik dan pola makan dengan status gizi

26

2.3.2.5 Fungsi Status Ekonomi

Makanan sering digunakan untuk prestise atau status ekonomi. Semua

budaya memiliki makanan yang dianggap berprestise (Almatsier, 2009). Saat ini

makanan dianggap sebagai gaya hidup. Remaja sering makan di tempat-tempat

bergengsi dan mengunggah foto-foto makanannya di situs jejaring sosial.

2.3.2.6 Simbol Kekuasaan

Melalui makanan seseorang atau sekelompok masyarakat dapat

menunjukkan kekuasaannya terhadap orang atau kelompok masyarakat lain.

Majikan member makanan yang berbeda kepada bawahan atau pembantunya.

Dalam keadaan berperang atau bermusuhan, suatu negara menetapkan embargo

bahan pangan terhadap negara musuhnya (Almatsier, 2009).

2.3.3 Pola Makan Seimbang (Well Balanced Diet)

Tumpeng Gizi Seimbang (TGS) menggambarkan empat prinsip gizi

seimbang yaitu beragam makanan sesuai kebutuhan, kebersihan makanan,

aktivitas fisik, dan pemantauan berat badan ideal. TGS terdiri dari beberapa

potongan tumpeng: satu potong besar, dua potong sedang, dua potong kecil, dan

di puncak terdapat potongan terkecil. Luas potongan TGS menunjukkan porsi

yang harus dikonsumsi per hari oleh setiap orang. TGS dialasi oleh air putih,

karena air putih merupakan bagian terbesar dan zat gizi esensial untuk hidup sehat

dan aktif (Irianto, 2014).

Pesan-pesan Pedoman Gizi Seimbang (PGS) diantaranya: 1). Syukuri dan

nikmati aneka ragam makanan, 2). Banyak makan sayuran dan cukup buah-

buahan, 3). Biasakan mengkonsumsi lauk pauk yang mengandung protein tinggi,

Page 37: hubungan pola aktivitas fisik dan pola makan dengan status gizi

27

4). Biasakan mengkonsumsi anekaragam makanan pokok, 5). Batasi konsumsi

pangan manis, asin, dan berlemak, 6). Biasakan sarapan, 7). Biasakan minum air

putih yang cukup dan aman, 8). Biasakan membaca label pada klemasan pangan,

9). Cuci tangan menggunakan sabun dan air bersih mengalir, 10). Lakukan

aktivitas fisik yang cukup dan pertahankan berat badan normal (Irianto, 2014).

Gambar 2.1 Tumpeng Gizi Seimbang (Irianto, 2014)

Kebutuhan air putih dalam sehari minimal dua liter (delapan gelas).

Potongan besar tumpeng selanjutnya merupakan golongan makanan pokok

(sumber karbohidrat) yang dianjurkan dikonsumsi tiga hingga delapan porsi per

hari. Selanjutnya, terdapat golongan sayur dan buah sebagai sumber vitamin dan

mineral. Potongannya berbeda luas untuk menekankan pentingnya peran dan porsi

setiap golongan. Ukuran potongan sayur dalam PGS sengaja dibuat lebih besar

dari buah yang terletak di sebelahnya, ini berarti jumlah sayur yang harus

dikonsumsi setiap hari sedikit lebih besar (3-4 porsi) daripada buah (2-3 porsi).

Kemudian di lapisan ketiga ada golongan protein seperti daging, telur, ikan, susu,

dan produk susu (yogurt, mentega, keju, dan lain-lain) dipotongan kanan dan

Page 38: hubungan pola aktivitas fisik dan pola makan dengan status gizi

28

dipotongan kiri kacang-kacangan serta hasil olahan seperti tahu, tempe, dan

oncom. Puncak TGS makanan dalam potongan yang sangat kecil adalah minyak,

gula dan garam yang dianjurkan dikonsumsi seperlunya. Pada bagian bawah

tumpeng terdapat PGS lain yaitu pola hidup aktif dengan berolahraga, menjaga

kebersihan, dan memantau berat badan (Irianto, 2014).

2.3.4 Pola Makan Remaja

Dibandingkan segmen usia lain, diet yang tidak adekuat adalah masalah

yang paling umum dialami remaja putri. Gizi tidak adekuat akan menimbulkan

masalah kesehatan yang akan mengikuti sepanjang kehidupan. Kekurangan gizi

dalam masa remaja dapat disebabkan oleh berbagai faktor termasuk emosi yang

tidak stabil, keinginan untuk menjadi kurus yang tidak tepat, dan ketidakstabilan

dalam gaya hidup dan lingkungan sosial secara umum. Beberapa perilaku spesifik

yang umumnya dipercaya menyebabkan masalah gizi pada ramaja putrid adalah:

(1). Kurang didampingi ketika mengkonsumsi makanan tertentu, (2). Kurangnya

perhatian dalam memilih makanan di luar rumah, (3). Kurangnya waktu uantuk

mengkonsumsi secara teratur, (4). Melewatkan waktu makan satu kali atau lebih

setiap hari, (5). Mulai mengkonsumsi alcohol, (6). Pemilihan makanan selingan

yang kurang tepat, (7). Perhatian terhadap makanan tertentu yang menyebabkan

jerawat, (8). Takut mengalami obesitas, (9). Tidak mau minum susu (Irianto,

2014). Selain itu remaja juga memiliki kebiasaan makan cemilan diluar jam

makan. Gaya hidup duduk lama sambil ngemil makanan tinggi kalori dan lemak

dan rendah gizi serta nutrisi memicu kelebihan berat badan pada remaja

(Hasdianah et al., 2014).

Page 39: hubungan pola aktivitas fisik dan pola makan dengan status gizi

29

2.3.5 Makanan cepat saji (Fast food)

Makanan cepat saji merupakan makanan yang tersedia dan siap untuk

dimakan dalam waktu cepat, seperti fried chiken, hamburger atau pizza. Makanan

cepat saji umumnya mengandung kalori, sodium (Na), gula, dan kadar lemak yang

tinggi tetapi rendah serat, asam akorbat, kalsium, vitamin A, dan folat. Makanan

cepat saji merupakan gaya hidup remaja (Khomsan, 2004). Mudahnya

memperoleh makanan siap saji mempermudah tersedianya variasi makanan sesuai

daya beli dan selera. Selain itu, cocok bagi mereka yang selalu sibuk karena

pengolahan dan penyiapannya lebih cepat dan mudah (Restiani, 2012).

Kehadiran makanan cepat saji dalam industri makanan Indonesia dapat

mempengaruhi pola makan khususnya remaja di kota dengan tingkat

kesejahteraan menengah ke atas. Tempat makan makanan fast food menjadi

tempat bersantai. Makanan di restoran fast food menawarkan harga terjangkau

bagi mereka, penyajiannya cepat dan jenis makanannya memenuhi selera remaja.

Manajemen yang handal dan juga dilakukannya terobosan misalnya pelayanan

yang praktis, desain interior restoran dibuat rapi, menarik dan bersih tanpa

meninggalkan unsur kenyamanan, serta rasanya yang lezat membuat mereka yang

sibuk dalam pekerjaanya memilih alternatif untuk mengkonsumsi jenis fast food,

karena pelayanan lebih cepat dan juga mengandung gengsi bagi sebagian

masyarakat. Bahkan banyak keluarga yang memilih makanan diluar dengan

jajanan fast food di hari libur (Khomsan, 2004).

Berdasarkan hasil penelitian, kentang goreng dan fried chicken merupakan

makanan cepat saji yang banyak dimakan saat makan siang atau makan malam

Page 40: hubungan pola aktivitas fisik dan pola makan dengan status gizi

30

remaja di enam kota besar di Indonesia seperti di Denpasar, Surabaya,

Yogyakarta, Semarang, Bandung, dan Jakarta. Hasil penelitian menunjukkan 15-

20% remaja di Jakarta mengonsumsi fried chicken dan burger sebagai makan

siang dan 1-6% lainnya mengonsumsi pizza dan spaghetti. Apabila makanan jenis

ini dikonsumsi berlebih dan terus-menerus dapat menyebabkan gizi lebih

(Restiani, 2012). Dalam penelitian ini akan dilihat konsumsi fast food diantaranya:

ayam goreng, kentang goreng, burger, pizza, spaghetti, hot dog, donat, mie instan

dan soft drink, diantaranya : coca-cola, sprite, fanta, pepsi (Badjeber et al., 2009).

2.3.6 Pengontrolan Berat Badan

Buruknya status gizi remaja diduga disebabkan berbagai praktik

penurunan berat badan yang dilakukan remaja demi mendapatkan tubuh ideal

yang di tampilkan di berbagai media (Tucci dan Peters, 2008; Vonderen, 2012)

dan tekanan teman sebaya (Ryde et al., 2011). Pengaruh lingkungan dalam

menentukan perilaku diakui cukup kuat pada remaja. Perilaku remaja banyak

dipengaruhi oleh tekanan dari teman sebaya. Teman sebaya diakui dapat

mempengaruhi seorang remaja dalam berperilaku. Kelompok teman sebaya

merupakan sumber referensi utama bagi remaja dalam hal persepsi dan sikap yang

berkaitan dengan gaya hidup (Papalia et al., 2001). Penelitian sebelumnya

mengenai gangguan makan dan perilaku penurunan berat badan yang tidak sehat

pada remaja wanita di Australia di dapatkan hasil 33% remaja mengalami

gangguan makan, 57% responden melakukan praktik penurunan berat badan yang

tidak sehat, dan 12% mengalami disorientasi body image. Faktor yang

mempengaruhi pola perilaku ini adalah tekanan teman sebaya, tekanan media dan

Page 41: hubungan pola aktivitas fisik dan pola makan dengan status gizi

31

persepsi bahwa penurunan berat badan yang tidak sehat tidak berbahaya bagi

mereka (Ryde et al., 2011).

Remaja memiliki pandangan tersendiri mengenai tubuhnya (body image)

yang seringkali salah (Notoatmodjo, 2010). Hal itu sering menjadi penyebab

masalah, karena remaja menerapkan pengaturan pembatasan makanan yang salah

untuk memelihara kelangsingan tubuhnya, sehingga kebutuhan gizi tidak

terpenuhi dan mendorong terjadinya gangguan gizi (Kathlen dan Sylvia, 2008;

Sayogo, 2011). Perilaku pengontrolan berat badan yang tidak sehat yang banyak

dilakukan remaja berdasarkan beberapa penelitian diantaranya melewatkan jam

makan untuk menurunkan berat badan (skipping meals), mengkonsumsi suplemen

diet, sengaja memuntahkan makan untuk menurunkan berat badan (self-induced

vomiting), puasa 24 jam atau lebih, metode diet khusus seperti OCD (Obsessive

Corbuzier’s Diet), vegetarian, atau hanya makan satu jenis makanan tertentu

(crush dieting). Dalam beberapa penelitian puasa merupakan perilaku yang paling

banyak dilakukan, diikuti dengan makan satu jenis makanan, memuntahkan

makanan dengan sengaja, diuretik/obat pencahar, pil penurun berat badan, dimana

puasa dan melewatkan jam makan adalah perilaku yang paling banyak dilakukan

(Ryde et al., 2011; Thøgersen-ntoumani et al., 2011; Yu, 2011). Melewatkan jam

makan juga merupakan praktik pengontrolan berat badan yang banyak dilakukan

remaja. Berdasarkan data BPS tahun 2013 didapatkan data masyarakat Bali yang

berusia 10 tahun ke atas melewatkan sarapan pagi 23,2%, lebih tinggi jika

dibandingkan angka nasional 14,33% (Badan Pusat Statistik, 2013).

Page 42: hubungan pola aktivitas fisik dan pola makan dengan status gizi

32

Penelitian lainnya di Amerika, 11% remaja melakukan pengontrolan berat

badan yang ekstrim yaitu dengan memuntahkan makanan secara teratur untuk

menurunkan berat badan (self-induced vomiting). Di Australia dari 606 remaja

perempuan yang disurvey didapatkan 9% memuntahkan makanan, 6%

menggunakan pil diet, 6% menggunakan diuretik/pencahar secara teratur untuk

mengontrol berat badannya dan 11% dari responden melakukan paling tidak salah

satu praktik penurunan berat badan yang ekstrim, dan 0,4% tetap melakukan diet

walaupun mereka sudah sangat kurus (underweight berdasarkan standar BMI)

(Ryde et al., 2011; Thøgersen-ntoumani et al., 2011). Penelitian lain di Australia

menyebutkan bahwa proporsi perempuan sangat signifikan yaitu 10-20%

melakukan praktik penurunan berat badan yang tidak sehat yang menghambat

intake nutrisi dan energi, termasuk menghindari daging (sumber zat besi, protein,

dan zink), produk susu (sumber kalsium), makanan mengadung tepung (sumber

energi dan serat), dan menggunakan suplemen diet atau mengganti makanan

dengan makanan diet yang tidak mengandung gizi seimbang (Ryde et al., 2011).

2.4 Hubungan Pola Aktivitas dan Pola Makan dengan Status Gizi

Faktor yang mempengaruhi status gizi diantaranya zat gizi dalam bahan

makanan, ada/tidak program pemberian makanan di luar keluarga, daya beli

keluarga yang berhubungan dengan pendapatan, kebiasaan makan orang tua

pemeliharaan kesehatan dan faktor lingkungan (Supariasa, 2014). Kesehatan

mempengaruhi kebutuhan nutrisi seseorang. Ketika saat dibutuhkan asupan yang

lebih baik seperti protein tinggi untuk mempercepat proses penyembuhan.

Page 43: hubungan pola aktivitas fisik dan pola makan dengan status gizi

33

Sedangkan menurut Ambarwati, status gizi secara tidak langsung dipengaruhi

oleh faktor umur, jenis kelamin, dan aktivitas fisik. Ketiga faktor ini

mempengaruhi tingkat kebutuhan nutrisi yang selanjutnya mempengaruhi status

gizi (Ambarwati, 2012). Semakin muda usia maka kebutuhan nutrisi semakin

tinggi. Nutrisi dibutuhkan untuk proses tumbuh kembang. Sedangkan untuk pola

aktivitas, semakin banyak aktivitas yang dilakukan maka semakin banyak energi

yang dibutuhkan oleh tubuh sehingga diperlukan asupan nutrisi yang lebih banyak

(Irianto, 2014).

Bagan Hubungan Pola Aktivitas dan Pola Makan dengan Status Gizi

Gambar 2.2 Teori faktor yang mempengaruhi status gizi, modifikasi teori Call dan Levinson dan teori Ambarwati (Ambarwati, 2012; Supariasa, 2013).

Konsumsi makan

Kesehatan

STATUS GIZI

Tingkat kebutuhan

nutrisi

Umur

Jenis kelamin

Aktivitas fisik

Page 44: hubungan pola aktivitas fisik dan pola makan dengan status gizi

34

BAB III

KERANGKA BERPIKIR, KONSEP, DAN HIPOTESIS PENELITIAN

3.1 Kerangka Berpikir

Berdasarkan teori yang telah dibahas di bab sebelumnya, banyak faktor

yang mempengaruhi status gizi seseorang, terutama status gizi remaja khususnya

remaja putri. Remaja memiliki pola aktivitas fisik dan pola makan yang berbeda

seiring tumbuh kembangnya. Banyak penelitian tentang penilaian status gizi

remaja namun belum spesifik. Pola aktivitas fisik dan pola makan pada remaja

sangat menarik untuk diteliti lebih mendalam karena pada usia remaja terjadi

perubahan dari anak-anak menuju dewasa sehingga merubah pola aktivitas fisik

dan pola makannya banyak dipengaruhi oleh lingkungannya atau teman sebaya

yang berdampak pada status gizinya.

Karakteristik remaja dalam penelitian ini yaitu siswa SMA yang berjenis

kelamin perempuan kelas 1 dan berumur 15-16 tahun. Dalam penelitian ini diteliti

lebih detail mengenai pola aktivitas yang lebih spesifik yang dilakukan remaja

seperti olahraga dan ektrakulikuler dalam seminggu. Selain itu pola makan remaja

dalam penelitian ini juga diteliti lebih detail yaitu mengenai pola makan harian,

kebiasaan makan fast food termasuk konsumsi soda dan juga praktik pengontrolan

berat badan yang berkembang dikalangan remaja.

Page 45: hubungan pola aktivitas fisik dan pola makan dengan status gizi

35

3.2 Konsep Penelitian

Dari penjabaran teori-teori di atas, dapat disusun kerangka konsep

penelitian sebagai berikut:

Gambar 3.1 Konsep Penelitian

Keterangan:

: tidak diteliti

: diteliti

3.3 Hipotesis Penelitian

Dalam penelitian ini rumusan hipotesis berdasarkan konsep penelitian

yang ada yaitu:

3.3.1 Pola aktivitas fisik berhubungan dengan status gizi pada pelajar putri SMA

kelas 1 di Denpasar Utara.

3.3.2 Pola makan berhubungan dengan status gizi pada pelajar putri SMA kelas

1 di Denpasar Utara.

- Jenis Kelamin - Umur - Tingkat sosial ekonomi - Lingkungan - Genetik - Metabolism basal - Enzim tubuh dan hormon

Status Gizi

- IMT/U - LILA - Lingkar Perut

- Karakteristik • Status tinggal

- Pola aktivitas fisik - Pola makan

Faktor yang mempengaruhi status gizi

Page 46: hubungan pola aktivitas fisik dan pola makan dengan status gizi

36

BAB IV

METODE PENELITIAN

4.1 Rancangan Penelitian

Rancangan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah

rancangan analitik kuantitatif dengan pendekatan cross-sectional.

4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di tiga SMA/SMK di Denpasar Utara, yaitu SMA

Dwijendra, SMA Dharmapraja, dan SMA Al-Ma’ruf pada bulan Oktober 2014

hingga April 2015.

4.3 Subjek dan Sampel

4.3.1 Variabilitas Populasi

Populasi target penelitian ini adalah semua pelajar putri usia sekolah yang

sedang mengikuti pendidikan SMA/SMK di Denpasar Utara tahun 2015 yaitu

sejumlah 6859 orang dari 25 SMA/SMK. Sedangkan populasi terjangkau

penelitian ini adalah pelajar putri kelas satu di tiga SMA/SMK terpilih.

4.3.2 Kriteria sampel

Kriteria sampel dapat dibedakan menjadi dua bagian, yaitu: kriteria inklusi

dan kriteria eksklusi. Kriteria inklusi penelitian ini adalah siswa yang sedang

mengikuti pendidikan SMA/SMK di Denpasar Utara yang berjenis kelamin

perempuan, duduk di kelas 1 (kelas 1 berusia 15-16 tahun merupakan awal remaja

Page 47: hubungan pola aktivitas fisik dan pola makan dengan status gizi

37

pertengahan) dan bersedia menjadi responden. Sedangkan kriteria ekslusi adalah

siswa yang tidak masuk atau sakit saat penelitian dilakukan.

4.3.3 Besar sampel

Penentuan besar sampel menurut Sastroasmoro (Sastroasmoro & Ismael,

2011) menggunakan rumus:

� = 2 �� �� + � � �(�� − ��) �

Keterangan :

N = jumlah sampel

�� = kesalahan tipe I, 5% = 1,96

�� = kesalahan tipe II, 80% = 0,842

s = simpang baku kelompok yaitu 3,85 (Novianingsih, 2012)

(�1 − �2) = clinical judgement (22,9-21,05) (Novianingsih, 2012)

Besar sampel dalam penelitian ini adalah 68 orang.

4.3.4 Teknik pengambilan sampel

Teknik pengambilan sampel dengan memilih secara random tiga

SMA/SMK dari masing-masing wilayah kerja puskesmas yaitu di tiga wilayah

kerja puskesmas di Denpasar Utara. Masing-masing wilayah kerja puskesmas

diwakili satu SMA/SMK. SMA Dwijendra mewakili wilayah kerja Puskesmas I

Denpasar Utara, SMA Al Ma’ruf mewakili wilayah kerja Puskesmas II Denpasar

Utara, SMA Dharmapraja mewakili wilayah kerja Puskesmas III Denpasar Utara.

SMA/SMK yang terpilih kemudian diambil kelas satu paralel secara purposive

sampling (dengan alasan kelas satu SMA merupakan peralihan awal masa remaja

Page 48: hubungan pola aktivitas fisik dan pola makan dengan status gizi

38

pertengahan). Penentuan kelas yang digunakan sebagai sampel dengan random

sampling diambil satu kelas. Dari kelas yang terpilih diambil 25 siswi putri secara

random menggunakan absensi kelas.

4.4 Variabel Penelitian

4.4.1 Definisi operasional

Tabel 4.1 Definisi operasional variabel penelitian

Variabel Definisi

Operasional Cara dan Alat Ukur

Catatan tentang Rencana Analisis

Pola aktivitas fisik

Kegiatan rutin yang dilakukan responden yang terdiri dari: jenis kegiatan, durasi, dan frekuensi dalam satuan minggu.

Dengan wawancara menggunakan kuesioner APARQ (Adolecent Physical Activity Recall Questionairs)

Aktivitas fisik: Durasi x frekuensi x skor METs

• Ringan (<1202,01 • Sedang (1202,02-2406,64 • Berat (>2406,65)

(Novitasary et al., 2013; Sudibjo et al., 2013).

Pola makan

Kegiatan makan rutin yang dilakukan responden yang terdiri dari pola makan dalam sehari dibandingkan dengan angka kecukupan gizi (AKG) remaja putri, serta pengontrolan berat badan

Dengan wawancara menggunakan kuesioner SQ-FFQ (Semi Quantitative Food Frequency Questionnaire). Selanjutnya dianalisis menggunakan nutri survey. Sedangkan pola makan lainnya dengan mengisi kuesioner.

Tingkat kecukupan zat gizi: • Kurang (<80%) • Cukup (80-120%) • Lebih (>120%)

(Jayanti et al., 2011)

Status gizi

Status gizi remaja yang dinilai dengan membandingan berat badan dan tinggi badan berdasarkan umur yang dihitung dengan menggunakan software WHO Anthro Plus (IMT/U), pengukuran lingkar lengan atas (LILA), dan lingkar perut.

Menimbang BB responden dengan timbangan (digital scale) dan mengukur TB responden dengan microtoise dan dianalisis menggunakan software WHO Anthro Plus, mengukur LILA dengan pita lila, dan mengukur lingkar perut dengan metlin.

IMT/U: (z-score) • Kurang : <-2 SD • Normal : -2 SD s.d 2 SD • Lebih : > 2 SD

LILA: (cm) • Kurang : < 23,5 cm • Normal: > 23,5 cm

Lingkar perut: (cm). • Normal : < 80 cm • Lebih : > 80 cm

(Supariasa, 2014)

Page 49: hubungan pola aktivitas fisik dan pola makan dengan status gizi

39

4.5 Bahan dan Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian yang digunakan adalah kuesioner, pengukur berat

badan dengan timbangan digital (digital scale) merk Camry model EB9003 ISO

9001 certified by SGS, pengukur tinggi badan dengan microtoise, metlin untuk

mengukur lingkar perut dan pita LILA untuk mengukur lingkar lengan atas.

4.6 Protokol Penelitian

4.6.1 Teknik pengumpulan data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer yaitu data

yang diambil dari hasil pengisian kuesioner, wawancara terstruktur, hasil

pengukuran berat badan, tinggi badan, LILA, dan LP.

4.6.2 Teknik pengolahan data

Pada penelitian ini pengolahan data dilakukan melalui beberapa tahapan

meliputi: editing, coding, counting, transferring, dan tabulating yang dilakukan

sebelum melakukan analisis data.

4.7 Analisis Data

4.7.1 Analisis Univariat

Data hasil penelitian ini dideskripsikan dalam bentuk tabel dan narasi

untuk mengevaluasi besarnya proporsi dari masing-masing faktor predisposisi

untuk masing-masing variabel yang diteliti. Dalam penelitian ini analisis univariat

ditampikan dalam bentuk proporsi dari karakteristik pelajar putri SMA kelas 1

sebagai responden. Selain itu analisis univariat juga dilakukan pada masing-

masing variabel yaitu pola aktivitas, pola makan, dan status gizi pelajar putri

SMA kelas 1.

Page 50: hubungan pola aktivitas fisik dan pola makan dengan status gizi

40

4.7.2 Analisis Bivariat

Pada penelitian ini analisis bivariat digunakan untuk mengetahui hubungan

variabel pola aktivitas dengan status gizi pelajar putri SMA dan juga untuk

mengetahui hubungan variabel pola makan dengan status gizi pelajar putri SMA

kelas 1. Analisis bivariat pada penelitian ini menggunakan uji spearman rank

dengan kepercayaan 95% menggunakan software analisis data. Nilai p yang

didapatkan dari hasil analisis dibandingkan dengan signifikan 0,05. Hubungan

dinyatakan bermakna jika p lebih kecil daripada 0,05.

4.7.3 Analisis Multivariat

Analisis multivariat pada penelitian ini digunakan untuk menganalisis

banyak variabel (pola aktivitas fisik dan pola makan pelajar SMA putri) secara

serentak terhadap status gizi pelajar putri SMA kelas 1. Selain itu analisis

multivariat dilakukan untuk mengetahui faktor yang paling kuat mempengaruhi

status gizi pelajar putri SMA kelas 1. Uji yang dilakukan adalah linier regression

dengan signifikasi 0,05 melalui software analisis data.

4.8 Etika Penelitian

Penelitian mengenai hubungan pola aktivitas fisik dan pola makan dengan

status gizi pelajar putri SMA kelas 1 di wilayah Denpasar Utara menggunakan

prinsip-prinsip etik yaitu confidentiality dan anonymity. Sebelum melakukan

penelitian, terlebih dahulu peneliti mengurus Ethical Clearance dari Komisi Etik

Fakultas Kedokteran Universitas Udayana karena penelitian ini melibatkan

manusia.

Page 51: hubungan pola aktivitas fisik dan pola makan dengan status gizi

41

BAB V HASIL PENELITIAN

5.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Kota Denpasar terletak diantara 08° 35" 31'-08° 44" 49' lintang selatan dan

115° 10" 23'-115° 16" 27' bujur timur. Ditinjau dari topografi Kota Denpasar

secara umum miring kearah selatan dengan ketinggian berkisar antara 0-75m

diatas permukaan laut. Morfologi landai dengan kemiringan lahan sebagian besar

berkisar antara 0-5% namun dibagian tepi kemiringannya bisa mencapai 15%

(Pemerintah Kota Denpasar, 2015). Wilayah Denpasar dibagi menjadi empat

kecamatan yaitu: Denpasar Barat, Denpasar Timur, Denpasar Selatan, dan

Denpasar Utara. Denpasar Utara merupakan salah satu kecamatan di Denpasar

tempat penelitian ini dilakukan.

Denpasar merupakan salah satu kota besar di Indonesia, sebagai ibu kota

Provinsi Bali sehingga pertumbuhan perekonomian sangat pesat. Begitu pula

dengan penyediaan fasilitas umum dan tempat makan. Fast food telah menjadi

gaya hidup warga perkotaan, sehingga terdapat banyak tempat makan cepat saji

(fast food) yang tersebar di wilayah Denpasar dan kian menjamur. Data yang

didapatkan dari dinas kesehatan bagian pengawasan makanan terdapat 396 rumah

makan yang beberapa di antaranya merupakan tempat makan fast food (Dinkes

Kota Denpasar, 2015). Selain itu terdapat dua lapangan untuk jogging track dan

menjamurnya pusat kebugaran. Fitness juga menjadi gaya hidup warga perkotaan.

Terdapat 11 puskesmas yang tersebar di keempat kecamatan tersebut. Di

wilayah Denpasar Utara terdapat tiga puskesmas yaitu Puskesmas I Denpasar

Page 52: hubungan pola aktivitas fisik dan pola makan dengan status gizi

42

Utara, Puskesmas II Denpasar Utara, dan Puskesmas III Denpasar Utara (Dinas

Kesehatan Kota Denpasar, 2015). Terdapat 66 SMA dan SMK negeri dan swasta

yang tersebar di Denpasar dengan jumlah siswa 35.121 siswa (BPS, 2013). Di

wilayah kerja Puskesmas Denpasar Utara terdapat 25 SMA dan SMK negeri dan

swasta dengan jumlah siswa 13.718 (Dinas Kesehatan Kota Denpasar, 2015).

Penelitian dilakukan di tiga SMA di Denpasar Utara. Masing-masing SMA

mewakili wilayah kerja Puskesmas. SMA Dwijendra mewakili wilayah kerja

Puskesmas I Denpasar Utara, SMA Al Ma’ruf mewakili wilayah kerja Puskesmas

II Denpasar Utara, SMA Dharmapraja mewakili wilayah kerja Puskesmas III

Denpasar Utara.

5.2 Karakteristik Pelajar SMA Putri

5.2.1 Rerata Antropometri Pelajar Putri SMA Kelas 1 di Denpasar Utara

Rerata antropometri pelajar putri SMA kelas 1 disajikan dalam tabel berikut:

Tabel 5.1 Rerata antropometri pelajar putri SMA kelas 1 di Denpasar Utara

Antropometri Rerata±SD

Berat badan (kg) Tinggi badan (cm) IMT/U LILA (cm) LP (cm)

53,7 ±12,6 157,4 ± 5,6 0,073 ± 1,3 26,3 ± 3,6 76,5 ± 9,6

Keterangan :IMT/U: IMT berdasarkan umur, SD: standar deviasi, LILA: Lingkar Lengan Atas, LP: Lingkar Perut.

Berdasarkan Tabel 5.1, diketahui bahwa rerata status gizi normal, baik

berdasarkan IMT/U dengan rerata z-score 0,073 (z-score normal antara -2 SD

hingga 2 SD). Berdasarkan LILA didapatkan rerata 26,3 cm (LILA normal

sebagai indikator KEK adalah diatas 23,5 cm). Rerata distribusi lemak

Page 53: hubungan pola aktivitas fisik dan pola makan dengan status gizi

43

berdasarkan indikator LP adalah 76,45 cm (LP sebagai indikator obesitas sentral

dengan nilai normal kurang dari 80 cm untuk perempuan).

5.2.2 Distribusi Frekuensi Status Gizi Pelajar Putri SMA Kelas 1 Di Denpasar

Utara

Tabel berikut menyajikan distribusi frekuensi status gizi responden:

Tabel 5.2 Distribusi frekuensi status gizi pelajar putri SMA kelas 1 di Denpasar Utara

Status Gizi f (%)

Berdasarkan IMT/U

Kurang 3 (4,0) Normal 66 (88,0) Lebih 6 (8,0)

Berdasarkan LILA

KEK 14 (18,7) Non-KEK 61 (81,3)

Berdasarkan LP

Sentral 22 (29,3) Perifer 53 (70,7)

Keterangan: IMT/U: IMT berdasarkan umur, LILA: Lingkar Lengan Atas, LP: Lingkar Perut.

Permasalahan status gizi pelajar putri SMA yang muncul adalah status gizi

kurang. Kurang gizi akut terjadi pada pelajar putri SMA sebanyak 4,0% yang

ditandai nilai IMT/U <-2 SD. Kurang gizi kronik juga terjadi pada pelajar putri

SMA yaitu sebanyak 18,7% dengan nilai LILA <23,5 cm. Sementara itu juga

terjadi status gizi lebih. Obesitas sentral menunjukkan angka 8,0% ditandai

dengan nilai IMT/U >2 SD dan LP >80 cm. Angka ini lebih tinggi dibandingkan

angka nasional hasil Riskesdas 2013 yaitu 7,3% (BPPK RI, 2013). Selain itu,

sebaran lemak sentral sebagai resiko terjadinya obesitas sentral terjadi pada 29,3%

pelajar putri SMA (Tabel 5.2).

Page 54: hubungan pola aktivitas fisik dan pola makan dengan status gizi

44

5.2.3 Distribusi Frekuensi Pola Aktivitas Fisik, Pola Makan, dan Status Tinggal

Pelajar Putri SMA Kelas 1 Di Denpasar Utara

Tabel 5.3

Distribusi frekuensi pola aktivitas fisik, pola makan, dan status tinggal pada pelajar putri SMA Kelas 1

Variabel f (%)

Aktivitas fisik

Ringan 11 (14,7) Sedang 31 (41,3) Berat 44 (44,0)

Pola Makan

Tingkat kecukupan zat gizi makro

Energi

Kurang 20 (26,7) Cukup 27 (36,0) Lebih 28 (37,3)

Karbohidrat

Kurang 33 (44,0) Cukup 29 (38,7) Lebih 13 (17,3)

Protein

Kurang 23 (30,7) Cukup 26 (34,7) Lebih 26 (34,7)

Lemak

Kurang 15 (20,0) Cukup 15 (20,0) Lebih 45 (60,0)

Pengontrolan berat badan Ya 22 (29,3) Tidak 53 (70,7)

Status tinggal Bersama orangtua 66 (88,0) Tidak bersama orangtua 9 (12,0)

Aktivitas pelajar putri SMA cenderung aktivitas berat (44,0%) dan

aktivitas sedang (41,3%). Variasi aktivitas ini didominasi kegiatan olahraga, baik

Page 55: hubungan pola aktivitas fisik dan pola makan dengan status gizi

45

olahraga wajib sebagai bagian dari mata pelajaran maupun olahraga di luar jam

sekolah pada akhir pekan atau ekstrakurikuler. Tingkat kecukupan zat gizi total

bervariasi, cut off untuk kecukupan gizi dikatakan kurang jika <80% AKG, cukup

jika diantara 80-120% AKG dan lebih jika >120% AKG (Jayanti et al., 2011).

Tingkat kecukupan energi dan lemak cenderung lebih, yaitu 37,33% dan 60%,

tingkat kecukupan karbohidrat cenderung kurang (44%), sedangkan tingkat

kecukupan protein seimbang antara cukup dan lebih yaitu 34,67%. Beberapa

responden melakukan pengontrolan berat badan (29,3%) dan sebagian besar

responden tinggal bersama orangtua (88%) (Tabel 5.3).

5.2.4 Rerata Tingkat Kecukupan Zat Gizi Makro Pada Pelajar Putri SMA Kelas1

Di Denpasar Utara

Tabel 5.4 Rerata tingkat kecukupan zat gizi makro pelajar putri SMA kelas 1

Zat Gizi Makro (% AKG) Rerata ±SD

Karbohidrat 88,3±33,1 Protein 112,9±50,2 Lemak 145,0±66,1 Energi 108,7 ±39,8

Keterangan: AKG: Angka Kecukupan Gizi, SD :Standar deviasi

Secara garis besar rerata tingkat kecukupan masing-masing zat gizi sudah

tercapai, dengan nilai tingkat kecukupan karbohidrat 88,3%, protein 112,9%, dan

energi 108,7%. Walaupun tingkat kecukupan karbohidrat sudah memenuhi angka

kecukupan (80-120%) namun mendekati batas bawah rentang tingkat

kecukupannya (88,3%). Sedangkan tingkat konsumsi lemak cenderung berlebih

yaitu 145,0%. Angka ini sudah melebihi batas atas kecukupan lemak (Tabel 5.4).

Page 56: hubungan pola aktivitas fisik dan pola makan dengan status gizi

46

5.3 Gambaran Pola Aktivitas Fisik Pelajar Putri SMA Kelas 1 di Denpasar

Utara

Tabel 5.5 Gambaran jenis aktivitas fisik pelajar putri SMA kelas 1 di Denpasar Utara

Kegiatan Keteraturan

Teratur f(%)

Tidak teratur f(%)

Tidak melakukan f(%)

Olahraga 75 (100,0) 0(0,0) 0(0,0)

Jogging 49 (65,3) 7 (9,3) 19 (25,3)

Renang 15 (20,0) 37 (49,3) 23 (30,7)

Badminton 35 (46,7) 8 (10,7) 32 (42,7)

Basket 12 (16,0) 1 (1,3) 62 (82,7)

Bersepeda 8 (10,7) 5 (6,7) 62 (82,7)

Jalan cepat 8 (10,6) 2 (2,7) 65 (86,7)

Voli 8 (10,7) 3 (4,0) 64 (85,3)

Sepakbola 0 (0,0) 6 (8,0) 69 (92,0)

Lompat tali 6 (8,0) 0 (0,0) 69 (92,0)

Aerobik 4 (5,3) 1 (1,3) 70 (93,3)

Golf 0 (0,0) 3 (4,0) 72 (96,0)

Silat 3 (4,0) 0 (0,0) 72 (96,0)

Berkuda 0 (0,0) 2 (2,7) 73 (97,3)

Futsal 2 (2,7) 0 (0,0) 73 (97,3)

Maraton 0 (0,0) 2 (2,7) 73 (97,3)

Sepatu roda 0 (0,0) 6 (8,0) 69 (92,0)

Baseball 0 (0,0) 1(1,3) 74 (98,7)

Tinju 1(1,3) 0 (0,0) 74 (98,7)

Snorkeling 0 (0,0) 1(1,3) 74 (98,7)

Surfing 1(1,3) 0 (0,0) 74 (98,7)

Jalan santai 63 (84,0) 3 (4,0) 9 (12,0)

Tari dan yoga 35 (46,7) 2 (2,7) 38 (50,7)

Tari 14 (18,7) 4 (5,3) 57 (76,0)

Yoga 28 (37,3) 0 (0,0) 47 (62,7)

Ekstrakurikuler dan les 37 (49,3) 0 (0,0) 38 (50,7)

Pembelajaran sore 25 (33,3) 0 (0,0) 50 (66,7)

Pramuka 25 (33,3) 0 (0,0) 50 (66,7)

Les 9 (12,0) 0 (0,0) 66 (88)

Vokal 8 (10,7) 0 (0,0) 67 (89,3)

Karya Tulis Ilmiah 6 (8,0) 0 (0,0) 69 (92)

Paskibra 4 (5,3) 0 (0,0) 71 (94,7)

Palang Merah Remaja 1 (1,3) 0 (0,0) 74 (98,7)

Domestik 67 (89,3) 0 (0,0) 8 (10,7)

Page 57: hubungan pola aktivitas fisik dan pola makan dengan status gizi

47

Aktivitas fisik dikatakan teratur jika dilakukan ≥ 3 kali per minggu dan tidak

teratur jika <3 kali per minggu (Graha, 2010). Berdasarkan Tabel 5.5, jenis

olahraga yang teratur dilakukan pelajar putri SMA kelas 1 adalah jogging (65,3%)

dan badminton (46,7%). Aktivitas fisik lain yang paling teratur dilakukan adalah

jalan santai (84%) dan aktivitas domestik (89,3%), seperti mengepel, menyapu,

mencuci baju, memasak dan aktivitas rumah tangga lainnya. Sedangkan

ekstrakurikuler dan les yang paling teratur dilakukan adalah pembelajaran sore

(33,3%) yaitu les tambahan seusai jam pelajaran normal dan pramuka.

5.4 Gambaran Pola Konsumsi Makanan Pada Pelajar Putri SMA Kelas 1

di Denpasar Utara

Tabel berikut menyajikan gambaran pola konsumsi makanan pada pelajar

putri SMA kelas 1di Denpasar Utara.

Tabel 5.6 Gambaran pola konsumsi makanan pelajar putri SMA kelas 1 di Denpasar Utara

Sumber Kekerapan

Sering f(%)

Kadang f(%)

Jarang f(%)

Karbohidrat Nasi 75 (100,0) 0 (0,0) 0 (0,0) Nasi kuning 35 (46,7) 22 (29,3) 18 (24,0) Nasi goreng 12 (16,0) 31 (41,3) 32 (42,7) Biskuit 27 (36,0) 9 (12,0) 39 (52,0) Roti tawar 10 (13,3) 26 (34,7) 39 (52,0)

Protein hewani Daging ayam 53 (70,6) 14 (18,7) 8 (10,7) Telur ayam 38 (50,7) 22 (29,3) 15 (20,0) Bakso 20 (26,7) 34 (45,3) 21 (28,0) Ikan segar 9 (12,0) 19 (25,3) 47 (62,7) Susu sapi 7 (9,3) 5 (6,7) 63 (84,0)

Page 58: hubungan pola aktivitas fisik dan pola makan dengan status gizi

48

Sumber Kekerapan

Sering f(%)

Kadang f(%)

Jarang f(%)

Protein nabati Tempe 54 (72,0) 11 (14,7) 10 (13,3) Tahu 33 (44,0) 14 (18,7) 28 (37,3)

Sayuran Kangkung 10 (13,3) 47 (62,7) 18 (24,0) Wortel 11 (14,6) 44 (58,7) 20 (26,7) Buncis 4 (5,4) 34 (45,3) 37 (49,3) Sawi hijau 12 (16,0) 18 (24,0) 45 (60,0)

Buah Jeruk 16 (21,3) 11 (14,7) 48 (64,0) Apel 14 (18,7) 9 (12,0) 52 (69,4) Pisang 10 (13,3) 16 (21,4) 49 (65,3) Pepaya 10 (13,3) 13 (17,3) 52 (69,4)

Camilan Keripik 37 (49,4) 10 (13,3) 28 (37,3) Coklat 23 (30,7) 14 (18,7) 38 (50,7) Chiki 7 (9,4) 1 (1,3) 67 (89,3)

Fast food Mie instan 29 (38,7) 37 (49,3) 9 (12,0) Ice cream 22 (29,3) 32 (42,7) 21 (28,0) Ayam fast food 3 (4,0) 32 (42,7) 40 (53,3) Kentang goreng 4 (5,3) 21 (28,0) 50 (66,7) Soft drink 13 (17,3) 32(42,7) 30 (40,0)

Kekerapan pelajar putri SMA kelas 1 dalam mengkonsumsi makanan

dibagi menjadi tiga kategori. Sering jika konsumsi makanan ≥3 kali per minggu,

kadang bila konsumsi 1-3 kali per minggu, dan jarang jika konsumsi <1 kali per

minggu. Jenis makanan yang paling sering dikonsumsi adalah nasi (100%) pada

jenis karbohidrat, daging ayam (70,6%) pada jenis protein hewani, tempe (72%)

pada protein nabati, sawi hijau (16%) pada sayuran, jeruk (21,3%) pada buah.

Jenis-jenis makanan ini baik untuk dikonsumsi dengan jumlah yang seimbang.

Sedangkan untuk camilan, yang paling sering dikonsumsi adalah keripik (49,4%)

Page 59: hubungan pola aktivitas fisik dan pola makan dengan status gizi

49

dan mie instan (38,%) pada fast food. Kedua jenis makanan ini tinggi kalori

namun rendah zat gizi sehingga konsumsinya perlu dibatasi. (Tabel 5.6).

5.5 Gambaran Pola Konsumsi Makanan Total Pada Pelajar Putri SMA

Kelas 1 di Denpasar Utara

Tabel berikut menyajikan gambaran pola konsumsi makanan total.

Tabel 5.7 Gambaran pola konsumsi makanan total pelajar putri SMA kelas 1

Sumber Kekerapan

Sering f(%)

Kadang f(%)

Jarang f(%)

Karbohidrat 75 (100,0) 0 (0,0) 0 (0,0) Protein hewani 73 (97,3) 2 (2,7) 0 (0,0) Protein nabati 57 (76,0) 12 (16,0) 6 (8,0) Sayuran 59 (78,7) 13 (17,3) 3 (4,0) Buah 56 (74,7) 13 (17,3) 6 (8,0) Camilan 58 (77,3) 6 (8,0) 11 (14,7) Fast food 71 (94,7) 4 (5,3) 0 (0,0)

Total konsumsi sumber makanan menunjukkan karbohidrat sering

dikonsumsi (100%) namun variasinya sedikit. Sumber protein hewani dan nabati

juga sering dikonsumsi pelajar putri SMA, begitu pula sayur dan buah. Secara

garis besar camilan (77,3%) dan fast food (94,7%) sering dikonsumsi pelajar putri

SMA. Kedua sumber makanan ini mengandung kalori yang tinggi namun sedikit

mengandung zat gizi yang dibutuhkan tubuh sehingga konsumsinya harus dibatasi

(Tabel 5.7).

Page 60: hubungan pola aktivitas fisik dan pola makan dengan status gizi

50

5.6 Hubungan Karakteristik, Pola Aktivitas Fisik, dan Pola Makan Dengan

Status Gizi Pelajar Putri SMA Kelas 1 di Denpasar Utara

5.6.1 Hubungan Karakteristik, Pola Aktivitas Fisik, dan Pola Makan Dengan

Status Gizi Berdasarkan IMT/U

Tabel 5.8 Hubungan karakteristik, pola aktivitas fisik, dan pola makan dengan status gizi

berdasarkan IMT/U pada pelajar putri SMA kelas 1

Variabel Status gizi, f (%)

β Nilai p Kurang f (%)

Normal f (%)

Lebih f (%)

Karakteristik Status tinggal

Bersama orang tua 2 (3,0) 58 (87,9) 6 (9,1) 0,3140 0,009* Tidak bersama orang tua 1 (11,1) 8 (88,9) 0 (0,0)

Pola aktivitas fisik Ringan 0 (0,0) 9 (81,8) 2 (18,2) -0,0001 0,336 Sedang 2 (6,5) 27 (87,1) 2 (6,5) Berat 1 (3,0) 30 (90,9) 2 (6,1)

Pola Makan Tingkat kecukupan zat gizi

a. Energi Kurang 1 (5,0) 18 (90,0) 1 (5,0) -0,1036 0,400 Cukup 1 (3,7) 21 (77,8) 5 (18,5) Lebih 1 (3,6) 27 (96,4) 0 (0,0)

b. Karbohidrat Kurang 1 (3,0) 31 (93,9) 1 (3,03) -0,0554 0,654 Cukup 2 (6,9) 22 (75,9) 5 (17,2) Lebih 0 (0,0) 13 (100,0) 0 (0,0)

c. Protein Kurang 0 (0,0) 21 (91,3) 2 (8,7) -0,1346 0,274 Cukup 3 (11,5) 20 (76,9) 3 (11,5) Lebih 0 (0,0) 25 (96,2) 1 (3,9)

d. Lemak Kurang 1 (6,7) 13 (86,7) 1 (6,7) -0,1578 0,199 Cukup 0 (0,0) 12 (80,0) 3 (20,0) Lebih 2 (4,4) 41 (91,1) 2 (4,4)

Pengontrolan berat badan Ya 0 (0,0) 17 (77,3) 5 (22,7) -0,6196 0,001* Tidak 3 (5,7) 49 (92,4) 1 (1,9)

Keterangan : IMT/U:Indeks massa tubuh berdasarkan umur, β: koefisien korelasi, *:signifikan (p<0,05).

Page 61: hubungan pola aktivitas fisik dan pola makan dengan status gizi

51

5.6.2 Hubungan Karakteristik, Pola Aktivitas Fisik, dan Pola Makan Dengan

Status Gizi Berdasarkan LILA

Tabel berikut menyajikan hubungan beberapa variabel pada pelajar putri

SMA kelas 1 di Denpasar Utara

Tabel 5.9 Hubungan karakteristik, pola aktivitas fisik, dan pola makan dengan status gizi

berdasarkan LILA pada pelajar putri SMA kelas 1

Variabel Status gizi

β Nilai p Kurang f (%)

Normal f (%)

Karakteristik Status tinggal

Bersama orang tua 56 (84,9) 10 (15,1) 2,8485 0,024* Tidak bersama orang tua 5 (55,6) 4 (44,4)

Pola aktivitas Ringan 0 (0,0) 11 (100,0) -0,0001 0,669 Sedang 9 (29,0) 22 (71,0) Berat 5 (15,2) 28 (84,8)

Pola Makan Tingkat kecukupan zat gizi

a. Energi 3 (15,0) 17 (85,0) -0,0140 0,168 Kurang 6 (22,2) 21 (77,8) Cukup 5 (17,9) 23 (82,1) Lebih

b. Karbohidrat 7 (21,21) 26 (78,8) -0,0101 0,390 Kurang 6 (20,7) 23 (79,3) Cukup 1 (7,7) 12 (92,3) Lebih

c. Protein 1 (4,4) 22 (95,7) -0,0100 0,234 Kurang 8 (30,8) 18 (69,2) Cukup 5 (19,2) 21 (80,8) Lebih

d. Lemak 3 (20,0) 12 (80,0) -0,0109 0,082 Kurang 1 (6,7) 14 (93,3) Cukup 10 (22,2) 35 (77,8) Lebih

Pengontrolan berat badan Ya 22 (100,0) 0 (0,0) -4,0858 0,001* Tidak 39 (73,6) 14 (26,4)

Keterangan :LILA: Lingkar Lengan Atas, β : koefisien korelasi, *:signifikan (p<0,05).

Page 62: hubungan pola aktivitas fisik dan pola makan dengan status gizi

52

5.6.3 Hubungan Karakteristik, Pola Aktivitas Fisik, dan Pola Makan Dengan

Status Gizi Berdasarkan LP

Tabel berikut menyajikan hubungan beberapa variabel pada pelajar putri

SMA kelas 1 di Denpasar Utara

Tabel 5.10 Hubungan karakteristik, pola aktivitas fisik, dan pola makan dengan status gizi

berdasarkan LP pada pelajar putri SMA kelas 1

Variabel Status gizi

β Nilai p Normal f (%)

Lebih f (%)

Karakteristik Status tinggal

Bersama orang tua 45 (68,2) 21 (31,8) 0,3140 0,009* Tidak bersama orang tua 8 (88,9) 1 (11,1)

Pola aktivitas fisik Ringan 7 (63,6) 4 (36,4) -0,0006 0,541 Sedang 21 (67,7) 10 (32,3) Berat 25 (75,8) 8 (24,2)

Pola Makan Tingkat kecukupan zat gizi

a. Energi 14 (70,0) 6 (30,0) -0,0127 0,647 Kurang 18 (66,7) 9 (33,3) Cukup 21 (75,0) 7 (25,0) Lebih

b. Karbohidrat 25 (75,8) 8 (24,2) -0,0048 0,879 Kurang 18 (62,1) 11 (37,9) Cukup 10 (76,9) 3 (23,1) Lebih

c. Protein 16 (69,6) 7 (30,4) -0,0121 0,595 Kurang 19 (73,1) 7 (26,9) Cukup 18 (69,2) 8 (30,8) Lebih

d. Lemak 10 (66,7) 5 (33,3) -0,0124 0,466 Kurang 10 (66,7) 5 (33,3) Cukup 33 (73,3) 12 (26,7) Lebih

Pengontrolan berat badan Ya 7 (31,8) 15 (68,2) -10,6565 0,001* Tidak 46 (86,8) 22 (29,3)

Keterangan : LP: Lingkar Perut, β : koefisien korelasi, *:signifikan (p<0,05).

Page 63: hubungan pola aktivitas fisik dan pola makan dengan status gizi

53

Karakteristik pelajar putri SMA kelas 1 yang diteliti adalah status tinggal

yang berhubungan secara signifikan (nilai p<0,05) secara konsisten dengan status

gizi berdasarkan semua indikator (IMT/U, LILA, dan LP). Hubungan bermakna

dengan nilai p<0,05 juga didapatkan pada pengontrolan berat badan pada ketiga

indikator status gizi (Tabel 5.8, 5.9, dan 5.10).

5.6.4 Analisis Hubungan Tingkat Kecukupan Zat Gizi Makro <80% AKG Dengan

Status Gizi Pelajar Putri SMA Kelas 1 Di Denpasar Utara

Tabel berikut menyajikan analisis hubungan tingkat kecukupan zat gizi

makro pada sub sampel yaitu pada sampel dengan tingkat kecukupan zat gizi

makro <80% AKG dengan status gizi pada pelajar putri SMA.

Tabel 5.11

Hubungan tingkat kecukupan zat gizi makro <80% AKG dengan status gizi pada pelajar putri SMA kelas 1 di Denpasar Utara

Variabel n β Nilai p

Terhadap IMT/U Energi 33 -0,03 0,009* Karbohidrat 33 -0,04 0,013* Protein 23 -0,01 0,745 Lemak 15 -0,03 0,248

Terhadap LILA Energi 33 -0,10 0,007* Karbohidrat 33 -0,12 0,013* Protein 23 -0,07 0,263 Lemak 15 -0,14 0,122

Terhadap LP Energi 33 -0,22 0,015* Karbohidrat 33 -0,25 0,046* Protein 23 -0,10 0,564 Lemak 15 -0,23 0,315

Keterangan: IMT/U: IMT berdasarkan umur, LILA: Lingkar Lengan Atas, LP: Lingkar Perut, β : koefisien regresi, *: signifikan (p<0,05).

Page 64: hubungan pola aktivitas fisik dan pola makan dengan status gizi

54

Berdasarkan hasil analisis stratifikasi didapatkan tingkat kecukupan energi

dan tingkat kecukupan karbohidrat memiliki hubungan yang signifikan dengan

status gizi, baik dengan indikator IMT/U, LILA, dan LP dengan nilai p<0,05.

Hasil analisis stratifikasi dapat disimpulkan semakin meningkat tingkat

kecukupan energi sebanyak 1% pada kelompok tingkat kecukupan energi kurang,

maka IMT/U akan meningkat 0,03 mendekati status gizi normal, LILA akan

meningkat 0,10 cm dan LP meningkat 0,22 cm. Selain itu pada analisis stratifikasi

karbohidrat didapatkan hasil, semakin meningkat tingkat kecukupan karbohidrat

sebanyak 1% maka IMT/U akan meningkat 0,04 mendekati status gizi normal,

LILA meningkat 0,12 cm, dan LP meningkat 0,25 cm. Namun hubungan ini tidak

berlaku ketika tingkat kecukupan energi dan karbohidrat telah mencukupi atau

lebih dari 80% AKG (Tabel 5.11).

Page 65: hubungan pola aktivitas fisik dan pola makan dengan status gizi

55

5.7 Analisis Multivariat

Analisis multivariat yang digunakan pada penelitian ini adalah regresi linier.

Analisis ini untuk mengetahui faktor yang secara mandiri (independent)

berpengaruh terhadap status gizi. Pada penelitian ini yang masuk ke dalam model

analisis multivariat jika nilai p hasil uji bivariat >0,25.

Tabel 5.12

Hubungan pola aktivitas fisik dan pola makan dengan status gizi pada pelajar putri SMA kelas 1 Di Denpasar Utara

Variabel β Nilai p R2

IMT/U 37,6 Status tinggal -0,98 0,008* Tingkat kecukupan lemak 0,01 0,265 Pengontrolan berat badan -1,58 0,001*

LILA 34,6 Status tinggal -2,53 0,020* Tingkat kecukupan energi 0,32 0,175 Tingkat kecukupan protein -0,01 0,743 Tingkat kecukupan lemak -0,01 0,313 Pengontrolan berat badan -4,19 0,001*

LP 28,8 Status tinggal -5,16 0,083 Pengontrolan berat badan -10,44 0,001*

Keterangan: IMT/U: IMT berdasarkan umur), LILA: Lingkar Lengan Atas, LP: Lingkar Perut β : koefisien regresi, R2 : koefisien determinasi (explanatory power), *: signifikan (p<0,05).

Berdasarkan Tabel 5.12, diketahui bahwa variabel yang mempengaruhi

status gizi pelajar putri SMA kelas 1 secara konsisten setelah diuji secara

multivariat dengan tiga indikator status gizi adalah pengontrolan berat badan.

Berdasarkan hasil uji multivariat dapat disimpulkan bahwa pengontrolan berat

badan berhubungan dengan status gizi dengan semua indikator. Bila remaja putri

melakukan pengontrolan berat badan maka: nilai z score IMT/U akan turun 1,58

Page 66: hubungan pola aktivitas fisik dan pola makan dengan status gizi

56

mendekati normal, LILA menurun 4,20 cm dan LP turun 10,44 cm mendekati

normal.

Model analisis ini menunjukkan bahwa R2 status gizi pelajar putri SMA

kelas 1 berdasarkan indikator IMT/U adalah 0,376 yang berarti 37,6% variasi nilai

status gizi berdasarkan IMT/U dipengaruhi variabel status tinggal, tingkat

kecukupan lemak, dan pengontrolan berat badan dan 62,4% dipengaruhi oleh

faktor lain. Sedangkan R2 status gizi berdasarkan indikator LILA adalah 0,346

yang berarti 34,6% variasi nilai status gizi pelajar putri SMA kelas 1 berdasarkan

LILA dipengaruhi variabel status tinggal, tingkat kecukupan energi, protein,

lemak, pengontrolan berat badan dan 65,4% dipengaruhi oleh faktor lain. Nilai R2

status gizi pelajar putri SMA kelas 1 berdasarkan indikator LP adalah 0,288 yang

berarti 28,8% variasi nilai status gizi berdasarkan LP dipengaruhi variabel status

tinggal, pengontrolan berat badan dan 71,2% dipengaruhi oleh faktor lain.

Page 67: hubungan pola aktivitas fisik dan pola makan dengan status gizi

57

BAB VI

PEMBAHASAN

Hasil penelitian pada pelajar putri SMA kelas 1 yang dilakukan di tiga

sekolah menengah atas di wilayah Denpasar Utara pada bulan Februari 2015

menunjukkan bahwa terjadi beban ganda (double burden) masalah gizi pelajar

putri SMA. Sebanyak 12% pelajar putri SMA kelas 1 dalam penelitian ini

mengalami malnutrisi berdasarkan indikator IMT/U. Terdapat 4% pelajar putri

mengalami gizi kurang akut terlihat dari nilai z-score <-2 SD. Sejumlah 18,67%

pelajar putri SMA mengalami gizi kurang kronik yang ditandai LILA <23,5 cm.

Gizi kurang disebabkan oleh ketidakseimbangan antara asupan energi (energy

intake) dengan kebutuhan gizi, sehingga terjadi ketidakseimbangan negatif, yaitu

asupan lebih sedikit dari kebutuhan (Guthrie, 1995). Sementara itu terdapat 8%

pelajar putri SMA yang mengalami obesitas sentral yang ditandai nilai z-score

IMT/U >2SD dan LP >80 cm. Selain itu terdapat 29,3% pelajar putri SMA yang

memiliki sebaran lemak sentral sebagai resiko terjadinya obesitas sentral. Gizi

lebih terjadi akibat ketidakseimbangan positif yaitu apabila asupan energi lebih

besar dari pada kebutuhan (Guthrie, 1995).

Masalah gizi merupakan faktor dasar (underlying factor) dari berbagai

masalah kesehatan. Masalah gizi dapat terjadi pada seluruh kelompok umur,

bahkan masalah gizi pada suatu kelompok umur tertentu akan mempengaruhi

status gizi pada periode siklus kehidupan berikutnya (intergenerational impact),

Page 68: hubungan pola aktivitas fisik dan pola makan dengan status gizi

58

sehingga untuk memutuskan siklus kurang gizi antargenerasi, perlu perbaikan

terhadap status gizi remaja putri sebagai calon ibu (FKMUI, 2007).

6.1 Pola Aktivitas dan Status Gizi

Rentang usia pelajar putri SMA kelas 1 dalam penelitian ini adalah 15-16

tahun. Pada rentang usia tersebut, remaja putri termasuk dalam tahap remaja

menengah (middle adolescence) (Tarwoto, et al., 2010). Pada usia ini aktivitas

fisik remaja sangat beragam, baik kegiatan di sekolah maupun di luar sekolah.

Secara garis besar remaja putri memiliki waktu belajar di sekolah yang relatif

sama. Remaja umumnya melakukan aktivitas fisik lebih tinggi dibanding usia

lainnya, sehingga diperlukan zat gizi yang lebih banyak. Oleh karena itu dalam

menentukan kebutuhan energi remaja perlu dipertimbangkan jenis aktivitas fisik,

seperti olahraga yang diikuti, baik dalam di sekolah maupun di luar sekolah

(Depkes Poltekes, 2010; Rahmi, et al., 2009).

Berdasarkan hasil penelitian ini, aktivitas fisik yang paling sering dilakukan

remaja putri adalah kegiatan domestik dengan jumlah 89,3% pelajar putri SMA

kelas 1 yang secara teratur melakukan aktivitas domestik. Perempuan dalam

budaya sering dituntut untuk melakukan tugas rumah tangga (domestik), seperti:

memasak, mencuci, membersihkan rumah dan pekerjaan rumah lainnya (Moore,

1998). Budaya ini menyebabkan remaja putri juga dituntut untuk ikut bertanggung

jawab terhadap aktivitas domestik.

Jenis olahraga yang teratur dilakukan oleh pelajar putri SMA kelas 1 adalah

jalan santai, jogging, dan badminton. Aktivitas fisik lainnya yang juga teratur

dilakukan adalah menari dan yoga. Di salah satu tempat penelitian yaitu di SMA

Page 69: hubungan pola aktivitas fisik dan pola makan dengan status gizi

59

Dwijendra, yoga merupakan kelas tambahan yang wajib diikuti semua siswa

sekali setiap minggu dengan durasi 120 menit setiap pertemuan. Hasil penelitian

di Jayapura menunjukan bahwa aktifitas fisik yang dilakukan secara rutin dapat

mempertahankan status gizi optimal. Aktifitas fisik yang dilakukan secara rutin

dapat membakar penimbunan lemak, sehingga mengurangi risiko overweight

(Sada et al., 2012).

Pada pola ekstrakurikuler dan les, yang paling teratur adalah pembelajaran

sore dan pramuka. Di salah satu SMA tempat penelitian, yaitu SMA Dwijendra,

kegiatan ini merupakan kegiatan yang wajib dilakukan pelajar putri SMA kelas 1.

Pembelajaran sore dilakukan tiga kali per minggu dan pramuka seminggu sekali

dengan durasi yang sama yaitu 120 menit setiap pertemuan. Sedangkan

ekstrakurikuler lain seperti vokal, les tambahan, karya tulis ilmiah, paskibra, dan

palang merah remaja merupakan ekstrakurikuler pilihan.

Aktivitas fisik tergantung kepada jenis, frekuensi, intensitas dan durasi

(Almaeida dan Blair, 2002). Pada penelitian ini didapatkan hubungan yang tidak

signifikan antara aktivitas fisik dengan status gizi yang dinilai dengan semua

indikator status gizi (IMT/U, LILA, dan LP) jika dianalisis secara independen

tanpa mengendalikan faktor lain. Simpulan ini bertolak belakang dengan

penelitian Sherwood yang menunjukkan bahwa olahraga berkontribusi pada

pencegahan kenaikan berat badan (Sherwood et al, 2000). Aktifitas fisik

menentukan kondisi kesehatan seseorang. Aktivitas fisik menyebabkan terjadinya

proses pembakaran energi, sehingga semakin banyak aktivitas fisik remaja,

semakin banyak energi yang terpakai (Goran dan Sothern, 2006). Kelebihan

Page 70: hubungan pola aktivitas fisik dan pola makan dengan status gizi

60

energi karena rendahnya aktifitas fisik dapat meningkatkan risiko kegemukan dan

obesitas (Mahardikawati dan Katrin, 2008). Hasil penelitian di Kabupaten

Kerinci, Jambi menunjukkan adanya hubungan antara aktivitas fisik (pengeluaran

energi) dengan status gizi remaja. Semakin aktif secara fisik, maka semakin baik

status gizi (Amelia, 2008; Rahmi et al., 2009). Selain itu, penelitian di Surabaya

menunjukkan tingkat aktivitas fisik remaja obesitas lebih rendah dibandingkan

remaja non obesitas (Suryaputra dan Rahayu, 2012). Aktivitas fisik merupakan

faktor resiko dari kejadian overweight, yaitu anak yang beraktivitas fisik ringan

berhubungan bermakna terhadap berat badan lebih (Mujur, 2011).

Dalam penelitian ini tidak terdapat hubungan yang signifikan antara pola

aktivitas fisik dengan status gizi pelajar putri SMA kelas 1 dengan nilai p>0,05.

Hal ini dikarenakan aktivitas fisik antar kelompok relatif sama sehingga sulit

dianalisis secara statistik. Secara garis besar pelajar putri SMA kelas 1 memiliki

aktivitas yang hampir sama. Kegiatan di sekolah menghabiskan waktu yang relatif

hampir sama. Pelajar putri SMA kelas 1 secara psikologis memliki karakteristik

yang hampir sama karena umur dan jenis kelamin sama. Selain itu secara

psikologis remaja cenderung lebih senang menghabiskan waktu bersama teman-

temannya sehingga pola aktivitas fisik cenderung sama (Irianto, 2014).

6.2 Pola Makan dan Status Gizi

Status gizi dengan ketiga indikator (IMT/U, LILA, dan LP) memiliki

hubungan yang signifikan dengan karakteristik pelajar putri SMA kelas 1 yaitu

status tinggal pada uji bivariat, yaitu bila pelajar putri SMA kelas 1 tinggal

Page 71: hubungan pola aktivitas fisik dan pola makan dengan status gizi

61

bersama orang tua, maka akan meningkatkan status gizinya. Hal ini dikarenakan

remaja yang tinggal bersama orang tua mendapatkan perhatian khusus mengenai

makanannya. Ibu memegang peranan penting dalam menyediakan makanan yang

bergizi bagi keluarga, sehingga memiliki pengaruh terhadap status gizi anak

(Lazzeri et al., 2006; Rina dan Oktia, 2008).

Pola makan dalam penelitian ini yang memiliki hubungan yang signifikan

secara statistik dengan status gizi pelajar putri SMA kelas 1 adalah pengontrolan

berat badan. Variabel ini berhubungan signifikan secara negatif saat diuji secara

independen tanpa mengontrol faktor lain, sehingga ketika pelajar putri SMA kelas

1 melakukan pengontrolan berat badan maka akan menurunkan status gizinya.

Hasil tersebut sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Gouado dkk di

Kamerun yang menyatakan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara pola

makan dengan status gizi (Gouado et al., 2010). Pola makan merupakan cara

makan baik di rumah maupun di luar rumah, yang meliputi frekuensi dan waktu

makan, jenis dan jumlah makanan yang dikonsumsi, termasuk makanan yang

disukai dan makanan pantangan (Suhardjo et al.,1998).

Pertumbuhan pada usia remaja juga dipengaruhi oleh asupan zat gizi yang

dikonsumsi dalam bentuk makanan. Kekurangan atau kelebihan zat gizi akan

menyebabkan pertumbuhan yang menyimpang (Pahlevi, 2012). Gangguan gizi

pada usia remaja sering terjadi, seperti KEK dan anemia, serta defisiensi berbagai

vitamin. Sebaliknya, masalah gizi lebih (overweight) yang ditandai oleh tingginya

obesitas remaja terjadi terutama di kota-kota besar (Sayogo, 2011).

Page 72: hubungan pola aktivitas fisik dan pola makan dengan status gizi

62

Hasil penelitian ini menunjukkan tidak ada hubungan yang signifikan secara

statistik pada tingkat kecukupan energi, karbohidrat, protein dan lemak. Hasil

penelitian ini bertolak belakang dengan penelitian-penelitian sebelumnya. Faktor-

faktor yang menentukan status gizi remaja putri adalah total energi, citra tubuh,

konsumsi karbohidrat, penghasilan ayah, dan kebiasaan makan (Santy, 2006).

Pola makan merupakan faktor resiko dari kejadian overweight, dimana anak yang

mempunyai pola makan berlebih dan sangat berlebih mempunyai resiko memiliki

berat badan lebih (Mujur, 2011). Penelitian lain di Surabaya dan Semarang

menunjukkan bahwa seluruh remaja pada kelompok obesitas memiliki tingkat

konsumsi energi, karbohidrat, protein dan lemak yang lebih tinggi daripada

kelompok non obesitas (Nurfaridah dan Sulistyowati, 2008; Suryaputra dan

Rahayu, 2012).

Pada dasarnya status gizi seseorang ditentukan berdasarkan konsumsi gizi

dan kemampuan tubuh dalam menggunakan zat-zat gizi tersebut. Status gizi

normal menunjukkan bahwa kualitas dan kuantitas makanan yang telah memenuhi

kebutuhan tubuh (Indriasari, 2013). Asupan zat gizi (energi, protein, lemak dan

karbohidrat) dalam makanan yang dikonsumsi sehari-hari sangat besar

dampaknya terhadap status gizi seseorang karena akan berpengaruh kepada

keseimbangan energi yang berdampak terhadap terjadinya masalah gizi.

Seseorang memerlukan sejumlah zat gizi untuk dapat hidup sehat serta dapat

mempertahankan kesehatannya (Almatsier, 2009). Zat gizi yang diperoleh melalui

konsumsi pangan harus sesuai dan cukup bagi kebutuhan tubuh (Almatsier, 2011).

Hasil penelitian di Bukittinggi menunjukkan bahwa asupan protein, asupan lemak,

Page 73: hubungan pola aktivitas fisik dan pola makan dengan status gizi

63

aktifitas fisik, citra tubuh dan sikap terhadap gizi mempunyai hubungan yang

bermakna dengan status gizi remaja putri (Rahmi et al., 2009). Penelitian serupa

yang dilakukan di Kabupaten Jember menunjukkan terdapat hubungan yang

antara tingkat konsumsi (energi, protein, lemak dan karbohidrat) dengan status

gizi (Nurcahyani, 2014). Penelitian lain terhadap remaja SMA di Cepu,

didapatkan hasil terdapat hubungan signifikan asupan energi, protein, lemak,

karbohidrat dan serat dengan IMT sebelum dan setelah dikontrol dengan aktifitas

fisik (Nurani, 2004).

Hasil penelitian ini tidak menemukan hubungan yang bermakna secara

statistik antara status gizi dan zat gizi makro dalam makanan. Zat gizi makro

dalam makanan yang dianalisis dalam penelitian ini diantaranaya karbohidrat,

protein, lemak dan energi total makanan. Pola konsumsi tidak bisa menjelaskan

hubungannya dengan status gizi karena sebagian besar tingkat konsumsi dan

tingkat kecukupan zat gizi makro relatif sama (tidak ada beda) antar kelompok

status gizi, sehingga tidak bermakna saat diuji secara statistik. Rerata tingkat

kecukupan zat gizi makro telah mencukupi AKG dan berada dalam rentang

tingkat kecukupan cukup yaitu di antara rentan 80-120% AKG, hanya rerata

tingkat kecukupan lemak melebihi AKG yaitu 145%. Penimbunan lemak

berkontribusi pada status gizi lebih pada penelitian ini, yaitu 8% berdasarkan

IMT/U dan 29,3% berdasarkan LP.

Dalam penelitian ini pola makan remaja putri, camilan dan fast food

berkontribusi 36,83% dari total energi harian. Hal ini sejalan dengan penelitian

sebelumnya yaitu camilan berkontribusi 30% atau lebih dari total asupan kalori

Page 74: hubungan pola aktivitas fisik dan pola makan dengan status gizi

64

remaja setiap hari. Tetapi camilan ini sering mengandung tinggi lemak, gula, dan

natrium dan dapat meningkatkan risiko kegemukan dan karies gigi. Tessmer et al.

berpendapat bahwa makanan ringan (camilan) hanya mengandalkan kalori,

sehingga remaja suka mengemil dan menjadi tidak makan makanan yang

mengandung zat gizi lengkap (Tessmer et al., 2006). Camilan memberikan

kontribusi lemak yang cukup besar bagi tubuh (Matthys et al., 2006). Pada

penelitian ini, camilan yang paling sering dikonsumsi pelajar putri SMA kelas 1

adalah keripik, coklat, dan chiki. Selain itu pelajar putri SMA juga gemar

mengkonsumsi fast food dan yang paling sering dikonsumsi adalah mie instan, ice

cream, ayam fast food, kentang goreng dan soft drink. Fast food sudah menjadi

tren di kalangan remaja perkotaan. Selain menjadi tempat makanan, restoran fast

food menjadi tempat kumpul favorit dengan teman (Irianto, 2014). Jenis-jenis

makanan fast food seperti pizza, hamburger, fried chicken dan french fries sering

dianggap sebagai lambang kehidupan modern oleh para remaja. Padahal berbagai

jenis fast food tersebut mengandung kadar lemak jenuh dan kolesterol yang tinggi

disamping kadar garam. Konsumsi fast food bisa meningkatkan risiko bagi para

remaja untuk menjadi obesitas, sehingga konsumsinya harus dibatasi (Nurhaedar,

2012). Menurut hasil penelitian Fraser et al. remaja yang sering makan di restoran

cepat saji mengkonsumsi lebih banyak makanan yang tidak sehat dan cenderung

memiliki IMT lebih tinggi dibandingkan mereka yang tidak secara periodik

makan di restoran cepat saji (Fraser et al., 2011). Kebiasaan makan di restoran

cepat saji (sedikitnya seminggu sekali) berhubungan positif dengan diet tinggi

lemak dan IMT (Jeffery et al., 2006). Dalam penelitian ini,

Page 75: hubungan pola aktivitas fisik dan pola makan dengan status gizi

65

tingginya konsumsi camilan dan fast food turut berkontribusi dalam kelebihan

tingkat kecukupan lemak total (145% AKG).

Pola makan remaja sangat dipengaruhi oleh lingkungan sekitar. Remaja

lebih menyukai makanan dengan kandungan natrium dan lemak yang tinggi tetapi

rendah vitamin dan mineral, seperti camilan dan fast food yang sudah dijelaskan

sebelumnya. Makanan cemilan tersebut biasanya padat energi, tinggi natrium dan

lemak, serta rendah vitamin dan mineral (Antipatis dan Gill, 2001; David R,

2006). Selain itu rasa suka yang berlebihan terhadap makanan tertentu

menyebabkan kebutuhan gizi tak terpenuhi dengan optimal (Nurhaedar, 2012).

Pola makan remaja sering kali tidak menentu yang merupakan resiko terjadinya

masalah nutrisi. Kebiasaan makan yang sering terlihat pada remaja antara lain

makan camilan (makanan padat kalori), melewatkan waktu makan terutama

sarapan pagi, waktu makan tidak teratur, sering makan fast food, jarang

mengkonsumsi sayur, dan buah ataupun produk pertenakan (dairy food) serta

pengontrolan berat badan yang salah pada remaja putri. Hal tersebut dapat

mengakibatkan asupan makanan tidak sesuai kebutuhan dan gizi seimbang dengan

akibatnya gizi kurang atau gizi lebih (Irianto, 2014).

6.3 Hubungan Pola Aktivitas Fisik dan Pola Makan dengan Status Gizi

Pelajar putri SMA Kelas 1

Pada penelitian ini terdapat 12% status gizi pelajar putri SMA kelas 1 yang

tidak normal (malnutrisi), baik status gizi kurang maupun lebih. Pelajar putri

SMA kelas 1 mengalami gizi kurang akut sebanyak 4% dan KEK sejumlah

18,67%. Secara umum, kekurangan gizi menyebabkan beberapa gangguan dalam

Page 76: hubungan pola aktivitas fisik dan pola makan dengan status gizi

66

proses pertumbuhan, mengurangi produktivitas kerja dan kemampuan

berkonsentrasi, struktur dan fungsi otak, pertahanan tubuh, serta perilaku

(Almatsier, 2009). Remaja awal yang mengalami gizi buruk dapat mengakibatkan

intelegensia rendah dan memberikan dampak pada penurunan prestasi akademik.

Bila masalah mengenai gizi buruk ini tidak mendapatkan perhatian secara khusus

maka para remaja akan menemui kesulitan dalam pencapaiaan prestasi akademik

yang baik dan secara tidak langsung akan mempengaruhi kualitas para remaja di

kemudian hari pada khusunya dan kualitas masyarakat pada umumnya

(Suryowati, 2005). Dampak yang lebih jauh, kekurangan asupan nutrisi juga dapat

mengakibatkan gangguan sistem reproduksi, seperti kejadiaan anemia dan

melahirkan bayi yang memiliki berat badan lahir rendah (BBLR) di kemudian

hari. Masalah nutrisi ini terjadi karena ketidakseimbangan antara kebutuhan dan

asupan nutrisi. Hal ini diperparah dengan adanya praktik pengontrolan berat

badan yang banyak dilakukan remaja dalam pola makannya yang akan

menyebabkan pemenuhan nutrisi yang kurang pada remaja. Pengontrolan berat

badan dan pembatasan asupan nutrisi pada remaja dihubungkan dengan beberapa

macam gejala diantaranya kelelahan, kegelisahan, periode menstruasi yang

irregular, konsentrasi melemah, lesu, dan prestasi belajar rendah (Ryde et al.,

2011).

Sementara itu, terdapat 8% pelajar putri SMA kelas 1 yang mengalami

obesitas sentral yang ditandai nilai z-score IMT/U lebih dari +2SD dan lingkar

perut >80 cm. Terdapat 29,33% pelajar putri SMA kelas 1 dalam penelitian ini

yang mengalami sebaran lemak sentral yang ditandai dengan lingkar perut lebih

Page 77: hubungan pola aktivitas fisik dan pola makan dengan status gizi

67

dari 80 cm yang merupakan resiko obesitas sentral. Gizi lebih (overweight) dapat

menyebabkan penyakit yang berhubungan dengan pola makan (diet-related

disease) seperti diabetes, penyakit jantung, hipertensi, stroke dan penyakit tidak

menular lainnya (non-communicable disease) (Irianto, 2014; WHO, 2013b) yang

dulu dianggap sebagai penyakit orang tua sekarang mulai terjadi pada usia

produktif. Saat ini semua umur memiliki resiko yang sama, karena berdasarkan

data yang ada sembilan juta kematian diakibatkan penyakit tidak menular (non-

communicable disease) yang terjadi sebelum usia 60 tahun akibat pola nutrisi dan

pola aktivitas fisik yang salah (WHO, 2013a). Hal ini yang menyebabkan

penurunan kualitas hidup dan angka harapan hidup. Berdasarkan hasil penelitian,

obesitas yang terjadi pada usia remaja cenderung berlanjut hingga dewasa

(Moreno, 2007).

Berdasarkan uraian di atas, terjadi beban ganda (double burden) masalah

gizi pelajar putri SMA kelas 1. Angka ini merupakan hasil dari

ketidakseimbangan asupan dan kebutuhan zat gizi dalam rentang waktu yang

cukup lama (Sayogo, 2006). Fenomena ini membutuhkan perhatian khusus. Gizi

kurang berakibat pada gangguan tumbuh kembang dan perkembangan

intelektualnya dan lebih jauh lagi sebagai persiapan remaja tersebut menjadi ibu.

Sedangkan gizi lebih berakibat pada penyakit-penyakit degeneratif.

Ketidakseimbangan antara asupan kebutuhan atau kecukupan akan menimbulkan

masalah gizi, baik itu masalah gizi lebih maupun gizi kurang (Almatsier, 2009;

Riyadi, 1995). Gizi yang optimal dibutuhkan remaja untuk tumbuh kembangnya.

Status gizi baik memungkinkan perkembangan otak, pertumbuhan fisik,

Page 78: hubungan pola aktivitas fisik dan pola makan dengan status gizi

68

kemampuan kerja dan kesehatan secara umum menjadi maksimal (Almatsier,

2009). Gizi yang cukup merupakan suatu kebutuhan vital bagi manusia khususnya

remaja yang merupakan periode terjadinya perubahan fisik, fisiologis, dan peran

sosial yang signifikan. Status gizi pada remaja ini berpengaruh pada pertumbuhan

otak yang sangat diperlukan dalam proses kognitif dan intelektual. Hasil

penelitian sebelumnya di Ngagel, Jawa Tengah tahun 2005 menyatakan bahwa

nutrisi yang buruk dapat mengakibatkan partisipasi di sekolah yang kurang,

disertai dengan performa tidak baik di kelas (Suryowati, 2005).

Selain dilakukan uji bivariat dalam penelitian ini juga dilakukan analisis

multivariat dengan regresi linier. Pada uji bivariat, terdapat beberapa sub variabel

yang berhubungan dengan status gizi di antaranya status tinggal dan pengontrolan

berat badan, namun setelah dilakukan uji multivariat, hanya pengontrolan berat

badan yang berpengaruh terhadap status gizi remaja putri secara signifikan

berdasarkan ketiga indikator. Hasil uji multivariat akan didapatkan faktor yang

memiliki hubungan secara independen terhadap status gizi. Tingkat kecukupan

energi, protein, lemak dan karbohidrat tidak berkorelasi bermakna secara statistik,

karena secara garis besar pola makan yang dinilai dalam penelitian ini memiliki

nilai yang relatif sama di seluruh kategori status gizi sehingga saat dilakukan uji

statistik multivariat tidak didapatkan korelasi yang bermakna.

Menurut Katahn (1987) dalam Novikasari (2003), kegiatan fisik cukup besar

pengaruhnya terhadap kestabilan berat badan. Semakin aktif seseorang melakukan

aktivitas fisik, energi yang diperlukan semakin banyak (Novikasari, 2003).

Aktivitas fisik memerlukan energi di luar kebutuhan untuka metabolisme basal.

Page 79: hubungan pola aktivitas fisik dan pola makan dengan status gizi

69

Selama melakukan aktivitas fisik, otot memerlukan energi untuk bergerak

sedangkan jantung dan paru-paru memerlukan tambahan energi untuk

mengedarkan zat-zat gizi dan oksigen ke seluruh tubuh dan mengeluarkan sisa-

sisa dari tubuh. Banyaknya energi yang dibutuhkan tergantung pada banyaknya

otot yang bergerak, waktu, dan berat pekerjaan yang dilakukan (Almatsier 2001).

Semakin banyak aktivitas fisik yang dilakukan, maka semakin banyak energi yang

dibutuhkan oleh tubuh sehingga asupan nutrisi yang dibutuhkan lebih banyak

(Irianto, 2014).

Menurut Supariasa, status gizi dipengaruhi secara langsung oleh tingkat

konsumsi energi yang diperoleh dari karbohidrat, protein dan lemak. Energi

diperlukan untuk pertumbuhan, metabolisme, utilisasi bahan makanan dan

aktivitas. Kebutuhan energi terutama dibentuk oleh karbohidrat dan lemak,

sedangkan protein untuk menyediakan asam amino bagi sintesis protein sel dan

hormon serta enzim untuk mengukur metabolisme (Supariasa, 2014). Pada

penelitian ini keempat sub variabel ini tidak berhubungan secara statistik dengan

status gizi, namun pada analisis stratifikasi dapat membuktikan bahwa

sebernarnya zat gizi berpengaruh terhadap status gizi seperti pada teori dan

penelitian sebelumnya. Pada penelitian ini setelah dilakukan analisis stratifikasi

didapatkan hasil bahwa pada pelajar putri SMA dengan tingkat kecukupan energi

kurang yaitu tingkat kecukupan energi <80% AKG didapatkan hubungan yang

signifikan secara statistik dengan status gizi pada ketiga indikator, yang ditandai

nilai p<0,05. Energi dibutuhkan oleh tubuh untuk mempertahankan hidup,

menunjang pertumbuhan, dan melakukan aktivitas fisik (Kartosapoetra dan

Page 80: hubungan pola aktivitas fisik dan pola makan dengan status gizi

70

Marsetyo, 2005). Energi dalam tubuh manusia dapat timbul karena adanya

pembakaran karbohidrat, protein, dan lemak, sehingga manusia membutuhkan

zat-zat makanan yang cukup untuk memenuhi kecukupan energinya (Departemen

Gizi dan Kesehatan Masyarakat, 2010). Apabila asupan energi kurang dari

kecukupan energi yang dibutuhkan maka cadangan energi yang terdapat di dalam

tubuh yang disimpan dalam otot akan digunakan (Gibson, 2005). Kekurangan

asupan energi ini apabila berlangsung dalam jangka waktu yang cukup lama maka

akan mengakibatkan menurunnya berat badan dan keadaan kekurangan zat gizi

yang lain (Gibney, 2007). Penurunan berat badan yang berlanjut akan

menyebabkan keadaan gizi kurang yang akan berakibat terhambatnya proses

tumbuh kembang (Irianto dan Waluyo, 2004). Dampak lain yang dapat timbul

adalah tinggi badan yang tidak mencapai ukuran normal dan mudah terkena

penyakit infeksi. Sedangkan konsumsi energi yang melebihi kecukupan dapat

mengakibatkan kenaikan berat badan dan apabila terus berlanjut maka akan

menyebabkan kegemukan dan resiko penyakit degeneratif (Soekirman, 2006).

Hasil analisis stratifikasi dapat disimpulkan semakin meningkat tingkat

kecukupan energi sebanyak 1% pada kelompok tingkat kecukupan energi kurang,

maka IMT/U akan meningkat 0,03 mendekati status gizi normal, LILA akan

meningkat 0,10 cm dan LP meningkat 0,22 cm. Namun hubungan ini tidak

berlaku ketika tingkat kecukupan energi telah mencukupi atau lebih dari 80%

AKG.

Selain itu, secara spesifik salah satu zat gizi makro yang berpengaruh dalam

pembentukan energi adalah karbohidrat. Karbohidrat merupakan sumber energi

Page 81: hubungan pola aktivitas fisik dan pola makan dengan status gizi

71

utama bagi tubuh sehingga digolongkan sebagai makanan pokok. Sumber

karbohidrat utama dalam pola makanan Indonesia adalah beras (Irianto, 2014).

Karbohidrat merupakan salah satu penyumbang energi terbesar dalam tubuh

(Sediaoetama, 2010) dan nasi merupakan sumber karbohidrat yang paling banyak

dikonsumsi oleh sebagian besar masyarakat di Indonesia (Paath et al., 2004).

Sama halnya pada penelitian ini, nasi merupakan sumber karbohidrat utama yang

paling sering dikonsumsi pelajar putri SMA. Konsumsi karbohidrat dapat

mempengaruhi status gizi karena karbohidrat berlebih akan disimpan dalam

bentuk glikogen dalam jaringan otot dan juga dalam bentuk lemak yang akan

disimpan dalam jaringan-jaringan adipose seperti perut, bagian bawah kulit

(Nazari, 2011). Penelitian sebelumnya di Kota Bengkulu juga didapatkan hasil

ada hubungan yang signifikan antara asupan total energi, asupan protein, asupan

lemak, dan asupan karbohidrat dengan status gizi (Wuryani, 2008). Analisis

lanjutan juga dilakukan terhadap tingkat kecukupan karbohidrat. Saat tingkat

kecukupan karbohidrat diuji statistik baik bivariat maupun multivariat tidak

didapatkan hasil yang bermakna signifikan secara statistik karena hubungan

antara tingkat kecukupan karbohidrat dengan status gizi hanya terjadi pada

kelompok tingkat kecukupan karbohidrat kurang (<80% AKG). Pada tingkat

kecukupan karbohidrat kurang, semakin meningkat tingkat kecukupan karbohidrat

sebanyak 1% maka IMT/U akan meningkat 0,04 mendekati status gizi normal,

LILA meningkat 0,12 cm, dan LP meningkat 0,25 cm. Namun hubungan ini tidak

terjadi ketika tingkat kecukupan karbohidrat di atas 80%. Hasil analisis lanjutan

ini membuktikan adanya hubungan setelah dilakukan analisis stratifikasi sehingga

Page 82: hubungan pola aktivitas fisik dan pola makan dengan status gizi

72

pada pelajar putri SMA kelas 1 dengan tingkat kecukupan zat gizi makro kurang

dari 80% AKG perlu mendapat perhatian khusus.

Variabel lain yang juga berpengaruh terhadap status gizi pada saat diuji

multivariat adalah pengontrolan berat badan. Rentang usia remaja putri

menyebabkan secara psikologis, penampilan menjadi faktor penting bagi remaja

sehingga mereka berusaha untuk meningkatkan perhatian terhadap bentuk

tubuhnya dengan melakukan sesuatu agar penampilan fisiknya terlihat lebih baik

(Tarwoto et al., 2010). Remaja putri biasanya lebih mementingkan penampilan,

mereka tidak ingin menjadi gemuk sehingga membatasi diri dengan memilih

makanan yang tidak mengandung banyak energi dan tidak mau makan pagi

(Ambarwati, 2012). Remaja putri umumnya menginginkan bentuk tubuh yang

langsing dan menginginkan tubuh yang ideal sehingga remaja mulai menyibukkan

dirinya untuk lebih memperhatikan bentuk tubuh khususnya terjadi pada remaja

putri (Boschi et al., 2003; Kusumajaya, et al., 2008; Santy, 2006). Dibandingkan

segmen usia yang lain pengontrolan berat badan yang tidak adekuat adalah

masalah yang paling umum dialami oleh remaja putri khususnya siswi SMA

(Irianto, 2014; Stang dan Story, 2005). Berdasarkan penelitian-penelitian

sebelumnya, remaja putri lebih mudah terpengaruh untuk melakukan prakitik

penurunan berat badan yang tidak sehat yang berujung pada penurunan status gizi

(Marita et al., 2001; Nan Sook, 2011).

Keadaan status gizi remaja pada umumnya dipengaruhi oleh kebiasaan

makan (Thamrin et al., 2008). Pada penelitian ini didapatkan 29,3% remaja putri

melakukan pengontrolan berat badan dengan membatasi asupan makanan.

Page 83: hubungan pola aktivitas fisik dan pola makan dengan status gizi

73

Ketidakpuasan body image pada remaja putri terjadi karena ketidaksesuaian

bentuk tubuhya dengan bentuk tubuh yang diinginkan. Masa pubertas pada remaja

putri diikuti dengan peningkatan lemak tubuh. Akibat adanya perubahan

komposisi tubuh menyebabkan remaja sering merasa tidak puas dengan bentuk

tubuhnya (Grogan, 2008). Ketidakpuasan terhadap bentuk badan ini dapat

mengarahkan remaja perempuan untuk melakukan praktik penurunan berat badan

yang tidak sehat dan melakukan pembatasan terhadap konsumsi makanannya,

bahkan melakukan pengontrolan berat badan yang ketat tanpa nasehat atau

pengawasan dari seorang ahli gizi atau ahli kesehatan. Akibatnya, asupan gizi

secara kuantitas dan kualitas tidak sesuai dengan AKG yang dianjurkan, sehingga

dapat berakibat pada penurunan status gizi (Kusumajaya et al., 2008; McMurray,

2003; Sarwono, 2010; Sayogo, 2011; Thøgersen-ntoumani et al., 2011) .

Hasil penelitian oleh Sivert dan Sinanovic yang menyatakan bahwa

ketidakpuasan terhadap bentuk tubuh lebih sering terjadi pada remsaja, khususnya

remaja putri, dibandingkan wanita dewasa. Hal tersebut dikarenakan remaja lebih

mudah dipengaruhi oleh media dan tren saat ini (Sivert et al., 2008). Remaja

cenderung melakukan praktik penurunan berat badan yang demi mendapatkan

tubuh ideal yang di tampilkan di berbagai media (Tucci dan Peters, 2008;

Vonderen, 2012) dan tekanan teman sebaya (Ryde et al., 2011). Pada diri remaja,

pengaruh lingkungan dalam menentukan perilaku diakui cukup kuat. Walaupun

remaja telah mencapai tahap perkembangan kognitif yang memadai untuk

menentukan tindakannya sendiri, namun penentuan diri remaja dalam berperilaku

banyak dipengaruhi oleh tekanan dari kelompok teman sebaya. Faktor yang

Page 84: hubungan pola aktivitas fisik dan pola makan dengan status gizi

74

mempengaruhi pola perilaku pengontrolan berat badan ini adalah tekanan teman

sebaya, tekanan media dan persepsi bahwa penurunan berat badan yang tidak

sehat tidak berbahaya bagi mereka (Ryde et al., 2011). Remaja tidak sadar hal

tersebut berbahaya karena mereka sedang dalam masa percepatan tumbuh

kembang (growth spurt) utamanya pada sistem reproduksi yang membutuhkan

asupan gizi terbaik.

Hasil penelitian ini menunjukkan pengontrolan berat badan memiliki

korelasi yang bermakna secara statistik dimana setiap remaja yang melakukan

pengontrolan berat badan maka z-score IMT/U remaja tersebut akan berkurang

1,58 mendekati z-score normal, LILA turun 4,2 cm dan LP turun 10,4 cm, namun

belum diketahui lebih jauh frekuensi, durasi dan derajat pengontrolan berat badan

yang dilakukan remaja putri sehingga dapat memberikan dampak pada nilai status

gizi pelajar putri SMA kelas 1. Oleh karena itu, dibutuhkan penelitian lebih lanjut

tentang praktik pengontrolan berat badan pada remaja.

Pada dasarnya sangat penting bagi individu untuk mempertahankan berat

badan ideal karena dengan berat badan yang ideal, status kesehatan akan optimal.

Pemantauan berat badan secara berkala akan menjadi tindakan preventif terhadap

obesitas maupun KEK (Nurhaedar, 2012). Namun perlu diperhatikan cara

pengontrolan berat badan, pola konsumsi yang benar dan sehat, pola aktivitas

yang menunjang status gizi yang ideal, serta berat badan ideal berdasarkan tinggi

badan dan umur. Pada penelitian ini, sebagian besar remaja putri dengan status

gizi lebih melakukan pengontrolan berat badan (83,33%) namun beberapa remaja

Page 85: hubungan pola aktivitas fisik dan pola makan dengan status gizi

75

putri dengan status gizi normal juga melakukan pengontrolan berat badan

(23,73%).

Dapat disimpulkan secara garis besar pola aktivitas fisik dan pola makan

remaja putri pada penelitian ini relatif hampir sama sehingga sulit dilihat

hubungannya pada uji statistik. Hal ini dikarenakan remaja memiliki karakteristik

yang sama. Perubahan psikis menyebabkan remaja sangat mudah terpengaruh

oleh teman sebaya. Remaja berusaha untuk menampilkan dirinya sesuai dengan

nilai-nilai yang dianut oleh kelompok sebayanya. Kelompok teman sebaya

mempengaruhi seorang remaja dalam berperilaku karena kelompok teman sebaya

merupakan sumber referensi utama bagi remaja dalam hal persepsi dan sikap yang

berkaitan dengan gaya hidup (Papalia et al, 2001). Oleh karena itu, perlu

dilakukan penelitian selanjutnya dengan stratifikasi yang lebih jelas saat

pengambilan sampling agar hubungan antar variabel lebih bermakna secara

statistik.

Model analisis pada penelitian ini menunjukkan 37,6% variasi nilai status

gizi berdasarkan IMT/U dipengaruhi variabel status tinggal, tingkat kecukupan

lemak, dan pengontrolan berat badan dan 62,4% dipengaruhi oleh faktor lain.

Sedangkan 34,6% variasi nilai status gizi pelajar putri SMA kelas 1 berdasarkan

LILA dipengaruhi variabel status tinggal, tingkat kecukupan energi, protein,

lemak, pengontrolan berat badan dan 65,4% dipengaruhi oleh faktor lain.

Terdapat 28,8% variasi nilai status gizi berdasarkan LP dipengaruhi variabel

status gizi berdasarkan LP dipengaruhi variabel status tinggal, pengontrolan berat

badan dan 71,2% dipengaruhi oleh faktor lain.

Page 86: hubungan pola aktivitas fisik dan pola makan dengan status gizi

76

Faktor lain inilah di antaranya adalah residual confounder yang tidak turut

di teliti dalam penelitian ini, namun sebernarnya memiliki kontribusi yang besar

dalam mempengaruhi status gizi pelajar SMA putri, misalnya faktor sosial

ekonomi (pendapatan orang tua dan uang saku remaja putri), faktor genetik, dan

metabolisme makanan yang turut mempengaruhi status gizi remaja putri.

Konsumsi energi dan zat gizi dipengaruhi oleh umur, berat badan, tinggi badan,

pola dan kebiasaan makan, serta pendapatan (Kartosapoetra dan Marsetyo, 2005).

Pendapatan orang tua berhubungan dengan uang saku remaja putri dan daya

belinya terhadap makanan selama di luar rumah. Selain itu, kebiasaan hanya

menyukai satu jenis makanan tertentu, jarang sarapan pagi, lebih suka jajan,

merupakan kebiasaan tidak sehat yang sering dilakukan oleh remaja (Kurniasih,

2010; Soekirman, 2006). Lebih dari 50% faktor lain tidak diteliti dalam penelitian

ini berdasarkan ketiga indikator, sehingga dapat diteliti lebih lanjut.

Seiring dengan meningkatnya populasi remaja di Indonesia, masalah gizi

remaja perlu mendapatkan perhatian khusus karena berpengaruh terhadap

pertumbuhan dan perkembangan tubuh serta dampaknya pada masalah gizi

dewasa (Nursari, 2010; Pudjiadi, 2005). Pembangunan nasional memerlukan

sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas dengan penerapan gizi seimbang

(Depkes RI, 2005). Gizi yang baik akan menghasilkan SDM yang berkualitas,

sehat, cerdas dan produktif. Perbaikan gizi diperlukan pada seluruh siklus

kehidupan, mulai sejak masa kehamilan, bayi dan anak balita, pra sekolah, anak

SD, remaja dan dewasa sampai usia lanjut (Heath et al., 2005). Upaya

peningkatan status gizi untuk pembangunan SDM yang berkualitas harus dimulai

Page 87: hubungan pola aktivitas fisik dan pola makan dengan status gizi

77

sedini mungkin (Calderón dan Villarreal, 2002; Choi, 2008). Hal ini menjadi

penting karena anak sekolah merupakan generasi penerus tumpuan bangsa

sehingga perlu dipersiapkan dengan baik kualitasnya dengan status gizi yang

seimbang (Joshi, 2011).

6.4 Keterbatasan

Teknik sampling yang digunakan dalam penelitian ini menyebabkan data

relatif tidak ada beda sehingga dibutuhkan teknik sampling stratifikasi

berdasarkan hubungan yang akan dicari, baik beda status gizi, beda pola aktivitas

fisik, atau pun beda pola makan untuk melihat hubungan yang lebih bermakna

secara statistik.

Page 88: hubungan pola aktivitas fisik dan pola makan dengan status gizi

BAB VII

SIMPULAN DAN SARAN

7.1 Simpulan

7.1.1 Terjadi beban ganda masalah gizi pelajar putri SMA kelas 1. Selain KEK

(18,67%), terdapat 8% pelajar putri SMA yang mengalami obesitas sentral.

Masalah gizi pada pelajar putri SMA kelas 1 cenderung kearah gizi lebih.

7.1.2 Berdasarkan hasil analisis bivariat, diketahui bahwa variabel status tinggal

bersamaan dengan variabel pola makan yaitu pengontrolan berat badan

berhubungan secara bermakna dengan status gizi pelajar putri SMA kelas 1

(p<0,05) berdasarkan ketiga indikator status gizi. Namun variabel aktivitas

fisik, tingkat kecukupan energi, protein, lemak, dan karbohidrat tidak

berhubungan bermakna secara statistik dengan status gizi pelajar SMA putri

kelas 1 (p>0,05). Tingkat kecukupan energi total dan karbohidrat

berhubungan bermakna dengan status gizi saat dilakukan uji stratifikasi pada

status gizi kurang (tingkat kecukupan <80% AKG).

7.1.3 Berdasarkan hasil analisis multivariat diketahui bahwa variabel

pengontrolan berat badan berhubungan secara bermakna dengan status gizi

pelajar putri SMA kelas 1. Model pada analisis multivariat hanya dapat

menjelaskan <50% variasi status gizi pada pelajar putri SMA kelas 1 dan

sisanya dipengaruhi faktor lain yang tidak diteliti dalam penelitian ini dan

menjadi residual counfounder.

Page 89: hubungan pola aktivitas fisik dan pola makan dengan status gizi

7.2 Saran

7.2.1 Bagi Dinas Kesehatan dan Kepala Puskesmas

Petugas gizi dapat memberikan sosialisasi berkala tentang pola aktivitas

fisik yang seimbang dan pola makan yang baik untuk menunjang tumbuh

kembang remaja. Selain itu health promotion pada remaja juga lebih menekankan

tentang KEK dan obesitas. Sosialisasi tentang pengontrolan berat badan yang

sehat juga perlu diberikan kepada remaja khususnya remaja putri. Selain itu

sebaiknya dinas kesehatan memberikan perhatian khusus mengenai gizi remaja

dengan memberikan fasilitas khusus mengenai konsultasi gizi melalui posyandu

remaja dan mengintegrasikan program gizi remaja dengan program kesehatan

reproduksi yang telah ada. Deteksi status gizi remaja dapat dilakukan secara

berkala di sekolah kepada seluruh remaja untuk mencegah gizi kurang dan gizi

lebih pada remaja akibat kesalahan pola aktivitas fisik dan pola konsumsi.

7.2.2 Bagi Peneliti Selanjutnya

Pada penelitian ini ditemukan bahwa pola makan yang menunjukkan

korelasi yang bermakna signifikan secara statistik dengan status gizi remaja putri

adalah pengontrolan berat badan. Namun belum diketahui lebih jauh frekuensi,

durasi dan derajat pengontrolan berat badan yang dilakukan remaja putri sehingga

dapat memberikan dampak pada nilai status gizi. Oleh karena itu, dibutuhkan

penelitian lebih lanjut tentang praktik pengontrolan berat badan pada remaja putri.

Selain itu penelitian selanjutnya sebaiknya meneliti juga residual confounder

yang tidak diteliti dalam penelitian ini seperti variabel sosial ekonomi dan faktor

predisposisi lainnya.

Page 90: hubungan pola aktivitas fisik dan pola makan dengan status gizi

DAFTAR PUSTAKA

Agustini, Mestri, N.N dan Arsani, N.L.K.A. 2013. “Remaja Sehat Melalui Pelayanan Kesehatan Peduli Remaja Di Tingkat Puskesmas.” Jurnal Kesehatan Masyarakat 9(1):66–73.

Almaeida, M.J, dan Blair, S.N. 2002. Hand Book of International and Food : Energy Assessment (Physical Activity). edited by C. D. Bardanier. USA: CRC Press.

Almatsier, S. 2009. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama Amelia,.

Almatsier, S. 2011. Gizi Seimbang Dalam Daur Kehidupan. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Ambarwati, F.R. 2012. Gizi Dan Kesehatan Reproduksi. Yogyakarta: Cakrawala Ilmu.

Amelia, F. 2008. “Konsumsi Pangan, Pengetahuan Gizi, Aktivitas Fisik Dan Status Gizi Pada Remaja Di Kota Sungai Penuh Kabupaten Kerinci Propinsi Jambi.” Intitut Pertanian Bogor.

Antipatis, V.J, dan Gill, T.P. 2001. Obesity as a Global Problem. In: Bjortorp P. International Textbook of Obesity. UK: John Willey and sons.

Arisman. 2003. Gizi Dalam Daur Kehidupan. Jakarta: ECG.

Arisman. 2004. Gizi Dalam Daur Kehidupan. Jakarta: EGC Kedokteran.

Astrup. 2006. “Food for Thought or Thought for Food? – A Stakeholder Dialogue around the Role of the Snacking Industry in Addressing the Obesity Epidemic, Obesity Reviews.” 7:303–12.

Badan Pusat Statistik. 2013. Statistik Kesehatan 2013. Jakarta: BPS. Retrieved (http://www.bps.go.id/eng/hasil_publikasi/statkes_2013/index3.php?pub=Statistik Kesehatan 2013).

Badjeber, F., Kapantouw, N.H. dan Punuh, M. 2009. “Konsumsi Fast Food Sebagai Faktor Risiko Terjadinya Gizi Lebih Pada Siswa SD Negeri 11 Manado.” Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi Manado 11–14.

Page 91: hubungan pola aktivitas fisik dan pola makan dengan status gizi

Borzekowski, D.L.G. dan Bayer, A.M. 2005. “Body Image and Media Use among Adolescents.” Adolescent medicine clinics 16(2):289–313. Retrieved October 15, 2014 (http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/16111619).

Boschi, V., Siervo, M., D’Orsi, P., Margiotta, N., Trapanese, E., Basile, F.2003. “Body Composition, Eating Behavior, Food-Body Concerns and Eating Disorders in Adolescent Girls.” Ann Nutr Metab 47:284–93.

BPPK RI. 2013. Hasil Riskesdas 2013. Retrieved April 2, 2014 (http://depkes.go.id/downloads/riskesdas2013/Hasil Riskesdas 2013.pdf).

BPS. 2013. “Badan Pusat Statistik Kota Denpasar.” Retrieved (http://denpasarkota.bps.go.id/web2015/frontend/Subjek/view/id/28#subjekViewTab3).

Cahyani, A.E. 2012. “Gambaran Aktivitas Fisik, Perilaku Sedentary Dan Status Kelebihan Berat Badan Pada Mahaisiwa Usia 18-20 Tahun Sebagai Faktor Risiko Sindroma Metabolik.” Kesehatan Masyarakat Universitas Diponegoro 8007.

Calderón, dan Villarreal, A. 2002. “Assessment of Physical Education Time, and Aſter-School Outdoor Time in Elementary, and Middle School Students in South Mexico City: The Dilemma Between Physical Fitness, and The Adverse Health Effects of Outdoor Pollutant Exposure.” Archives of Environmental Health 57(5).

Chaput, dan Jean-Phillippe. 2007. “Short Sleep Duration Is Associated with Reduced Leptin Levels and Increased Adiposity: Result from the Quebec Family Study”. Obesity.” 15:253–61. Retrieved (http://www.nature.com/oby).

Chen, L.J. dan Po-Wen Ku. 2009. Weight Control Behaviors Among Taiwanese Adolescents.

Choi, E. 2008. “A Study on Nutrition Knowledge, and Dietary Behavior of Elementary School Children in Seoul.” Nutrition Research and Practice 2(4):308–16.

Cordeiro, Lamstein, Mahmud, dan Levinson. 2014. “Adolescent Malnutrition in Developing Countries: A Close Look at the Problem and at Two National Experiences.” SCN News (31). Retrieved November 10, 2014 (http://www.popline.org/node/174816).

David,R.J. Jr. 2006. “Fast Food and Sedentary Lifestyle: A Combination That Leads to Obesity.” Am J Clin Nutr 83:189–90.

Page 92: hubungan pola aktivitas fisik dan pola makan dengan status gizi

Departemen Gizi dan Kesehatan Masyarakat. 2010. Gizi Dan Kesehatan Masyarakat. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Departemen Kesehatan RI. 1995. Panduan 13 Pesan Dasar Gizi Seimbang. Jakarta: Direktorat Bina Gizi Masyarakat.

Departemen Kesehatan RI. 2007. Pedoman Pengukuran Dan Pemeriksaan. Jakarta.

Depkes Poltekes. 2010. Kesehatan Remaja Problem Dan Solusinya. Jakarta: PT Salemba Medik.

Depkes RI. 2005. Pedoman Perbaikan Gizi Anak Sekolah Dasar, Dan Madrasah Ibtidaiyah. Jakarta: Direktorat Gizi Masyarakat.

Dinas Kesehatan Kota Denpasar. 2013. Laporan Tahunan Dinaks Kesehatan Kota Denpasar Tahun 2013. Denpasar.

Dinas Kesehatan Kota Denpasar. 2015. “Situs Dinas Kesehatan Kota Denpasar.” Retrieved (http://dinkes.denpasarkota.go.id).

Dinkes Kota Denpasar. 2015. Jumlah Tempat Makan Di Denpasar. Denpasar.

Dowshen, S. 2005. Healthy Habits For TV, Video Games and The Internet. Retrieved (http://www.kidshealth.org).

FKMUI. 2007. Gizi Dan Kesehatan Masyarakat. Jakarta: PT Grafindo Persada.

Fraser, L.K, Edwards, K.L, Cade, J.E dan Clarke, G.P. 2011. “Fast Food, Other Food Choices and Body Mass Index in Teenagers in the United Kingdom (ALSPAC): A Structural Equation Modelling Approach.” Int J Obes (Lond) 35(10):1325–30.

Gibney, M. 2007. Gizi Kesehatan Masyarakat. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Gibson, R.S. 2005. Principle of Nutritional Evaluation. 2nd ed. New York: Oxford.

Goran, M.I, dan Sothern, M. 2006. Handbook of Pediatric Obesity: Etiology, Pathophysiology and Prevention. USA: CRC Press, Taylor & Francis Group.

Gouado, I., Tetanye, E., dan Zolo, P.H. 2010. “Nutritional Status, Food Habits and Energy Profile Of Young Adult Cameroonian University Students.” African Journal of Food Science 4(12):748–53.

Page 93: hubungan pola aktivitas fisik dan pola makan dengan status gizi

Graha, C.K. 2010. 100 Questioner and Answers : Kolesterol. Jakarta: PT Elex Media Komputindo.

Grogan, S. 2008. Body Image, Understanding Dissatisfaction in Men, Women, and Children. New York: Routledge.

Guthrie, H. A. dan Picciano, M.F. 1995. Human Nutrition. Mosby Year Book: Missouri.

Hasdianah, Sandu Siyoto, dan Yuli Perstyowati. 2014. Pemanfaatan Gizi, Diet, Dan Obesitas. Yogyakarta: Nuha Medika.

Heath, L.D., dan Panaretto, S.K. 2005. “Original Article Nutrition Status of Primary School Children in Townsville.” Aust. J. Rural Health 13:282–89.

Hegarty, V. 1996. Nutrition, Food and Environment. USA: Eagon Press, Minnesotta, USA.

Heni. 2013. Riset Pengguna Social Media 2013. Jakarta. Retrieved (http://artikelinformasi.com/riset-pengguna-social-media-2013/).

Hitchock, J., Schubert, P., dan Thomas, S. 1999. Community Health Nursing: Caring in Action. Delmar Publishers: International Thomson Publishing Company.

Indriasari, R. 2013. “Hubungan Asupan Zat Gizi Dengan Status Gizi Pada Remaja Putri Di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin Makassar Tahun 2013.” Universitas Hasanuddin Makassar.

Irianto, K. 2014. Gizi Seimbang Dalam Kesehatan Reproduksi. 1st ed. Bandung: Alfabeta.

Irianto, K. dan Waluyo, K. 2004. Gizi Dan Pola Hidup Sehat. Jakarta: CV. Yrama Widya.

Isnainiyah, I. 2012. Internet Sosial Media Dan Globalisasi. Retrieved (https://www.academia.edu/7019763/Internet-Sosial_Media-dan-Globalisasi_Internet_Social_Media_and_Globalization_Effects_to_Indonesian_Students_).

Jayanti, L.D., Effendi,Y.H., dan Sukandar, D. 2011. “Perilaku Hidup Bersih Dan Sehat (PHBS) Serta Perilaku Gizi Seimbang Ibu Kaitannya Dengan Status Gizi Dan Kesehatan Balita Di Kabupaten Bojonegoro, Jawa Timur.” Jurnal Gizi dan Pangan 6(3):192–99.

Page 94: hubungan pola aktivitas fisik dan pola makan dengan status gizi

Jeffery, R.W., Baxter, J., McGuire, M., dan Linde, J. 2006. “Are Fast Food Restaurants an Environmental Risk Factor for Obesity?” International Journal of Behavioral Nutrition and Physical Activity 3(2).

Joshi, H.S. 2011. “Determinants of Nutritional Status of School Children. A Cross Sectional Study in the Western Region of Nepal.” NJIRM 2(1):10–15.

Kartosapoetra, M. 2005. Ilmu Gizi: Korelasi Gizi, Kesehatan, Dan Produktivitas Kerja. Jakarta: Rineka Cipta.

Kathlen, M. dan Sylvia, E.S. 2008. Krause’s Food, Nutrition and Diet Therapy. 12th ed. Philadelphia: Saunders.

Kemenkominfo. 2013. Pengguna Internet Di Indonesia 63 Juta Orang. Jakarta. Retrieved(http://kominfo.go.id/index.php/content/detail/3415/Kominfo+%3A+Pengguna+Internet+di+Indonesia+63+Juta+Orang/0/berita_satker#.VCgjRVcXKfM).

Kementerian Kesehatan Indonesia. 2013. Pokok-Pokok Hasil Riskesdas 2013. Jakarta. Retrieved (www.litbang.depkes.go.id).

Kementerian Kesehatan RI. 2011. Kerangka Kebijakan: Gerakan Nasional Sadar Gizi 1000 Hari Pertama Kehidupan. Jakarta.

Khomsan, A. 2004. Peranan Pangan Dan Gizi Untuk Kualitas Hidup. Jakarta: PT. Grasindo.

Kurniasih. 2010. Sehat Dan Bugar Berkat Gizi Seimbang. Jakarta: PT Gramedia.

Kurniawan, F. dan Karyono, T.H. 2010. “Ekstra Kurikuler Sebagai Wahana Pembentukan Karakter Siswa Di Lingkungan Pendidikan Sekolah.” 1–17. Retrieved (http://101.203.168.85/sites/default/files/132313281/semornas fik uny %28Faidillah 1%29.pdf).

Kusumajaya, N.A, Wiardani, N.K., dan Juniarsana, I.W. 2008. “Persepsi Remaja Terhadap Body Image Kaitannya Dengan Pola Konsumsi Makan.” Jurnal Skala Husada 5(2):.114–25.

Lazzeri, G., Casorelli, A., Giallombardo, D., Grasso, A., Guidoni, C., Menoni, E., Giacchi, M. 2006. 2006. “Nutritional Surveillance in Tuscany: Maternal Perception of Nutritional Status of 8-9 Y-Old School-Children.” Journal of Preventive Medicine And Hygiene 47:16–21.

Mahardikawati dan Katrin, R. 2008. “Aktifitas Fisik, Asupan Energi, Dan Status Gizi Wanita Pemetik Teh Di PTPN VIII Bandung, Jawa Barat.” Jurnal Gizi dan Pangan 3(2):79–85.

Page 95: hubungan pola aktivitas fisik dan pola makan dengan status gizi

Marita, M.C. dan Lina, R. 2001. “Parent, Peer, And Media Influences On Body Image And Strategies To Both Increase And Decrease Body Size Among Adolecent Boys And Girls.” Adolescent medicine clinics 36(142).

Matthys, C., DeHaneuw, S., Bellemans, M., DeMaeyer, M. dan DeBacker, G. 2006. “Breakfast Habits Affect Overall Nutrient Profiles in Adolescents. In : The Adolescents’ Diet from a Public Health Perspective.” 53–69.

McMurray, A. 2003. Community Health and Wellness: A Socioecological Approach. 2nd ed. USA: St. Louis USA: Mosby Year Company.

Medawati, A., Hadi, H., dan Pramantara, I. 2005. “Hubungan Antara Asupan Energi, Asupan Lemak, Dan Obesitas Pada Remaja SLTP Di Kota Yogyakarta Dan Di Kabupaten Bantul.” Jurnal Gizi Klinik Indonesia 1(3):119–29.

Mohamad, A. 2013. “Di 5 Media Sosial Ini Orang Indonesia Pengguna Terbesar.” Merdeka. Retrieved ( http://www.merdeka.com/uang/di-5-media-sosial-ini-orang-indonesia-pengguna-terbesar-dunia.html ).

Moore, H.L. 1998. Feminisme Dan Anropologi. Jakarta: OBOR (Anggota IKAPI).

Moreno, L. 2007. “Assessing, Understanding And Modifying Nutritional Status, Eating Habits And Physical Activity In European Adolescents: The Helena (Healthy Lifestyle In Europe By Nutrition In Adolescence) Study.” Public Health Nutrition 11(3):288–99.

Mueller, A.S., Pearson, J., Muller, C., Frank, K., dan Turner, A.. 2010. “Sizing up Peers: Adolescent Girls’ Weight Control and Social Comparison in the School Context.” Journal of Health and Social Behavior 51(1):64–78.

Mujur, A. 2011. Hubungan Antara Pola Makan Dan Aktivitas Fisik Dengan Kejadian Berat Badan Lebih Pada Remaja (Thesis). Semarang.

Nan Sook, Y. 2011. “A Study on Perceived Weight , Eating Habits , and Unhealthy Weight Control Behavior in Korean Adolescents.” International Journal of Human Ecology 12(December):13–24.

Nazari, P.E. 2011. “Hubungan Antara Body Image, Asupan Zat Gizi Dengan Status Gizidan Kejadian Dysmenorrhea Primer Anak Perempuan Yang Mengalami Menarche Pada Usia ≤12 Tahun.” (Thesis). Universitas Airlangga.

Page 96: hubungan pola aktivitas fisik dan pola makan dengan status gizi

Neumark-Sztainer, D., Patterson, J., Mellin, A., Ackard, D.M., Utter, J., Story, M., dan Sockalosky, J. 2002. “Weight Control Practices and Disordered Eating Behaviors Among Adolescent Females and Males With Type 1 Diabetes: Associations with Sociodemographics, Weight Concerns, Familial Factors, and Metabolic Outcomes.” Diabetes Care 25(8):1289–96.

Notoatmodjo, S. 2010. Pendidikan Dan Perilaku Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.

Novianingsih, E. 2012. “Hubungan Antara Beberapa Indikator Status Gizi Dengan Tekanan Darah Pada Remaja.” Journal of Nutrition College 1:169–75.

Novikasari, M. 2003. “Perubahan Berat Badan Dan Status Gizi Mahasiswa Putra Jalur USMI Tahun 2002 Pada Empat Bulan Pertama Di IPB.” (Thesis). Institut Pertanian Bogor.

Novitasary, M.D., Mayulu, N., dan Kawengian, S.E. 2013. “Hubungan Antara Aktivitas Fisik Dengan Obesitas Pada Wanita Usia Subur Peserta Jamkesmas Di Puskesmas Wawonasa Kecamatan Singkil Manado.” Jurnal e-Biomedik 1(2):1040–46.

Nurani, G.S. 2004. “Analisis Hubungan Asupan Energi, Protein, Lemak, Karbohidrat Dan Serat Dengan Indeks Massa Tubuh Cdc Pada Siswa SLTA.” (Thesis). Universitas Diponegoro.

Nurcahyani, F.D. 2014. “Hubungan Antara Body Image Dan Konsumsi Makanan Dengan Status Gizi Remaja Putri.” (Thesis). Universitas Negeri Jember.

Nurfaridah, S. dan Sulistyowati, E. 2008. “Obesity Pada Anak SMP Islam Al-Azhar 14 Semarang.” (Thesis). Universitas Diponegoro.

Nurhaedar, J. 2012. “Perilaku Gizi Seimbang Pada Remaja.” (Thesis). Universitas Hasanuddin.

Nursari, D. 2010. “Gambaran Kejadian Anemia Pada Remaja Putri SMP Negeri 18 Kota Bogor Tahun 2009.” (Thesis).Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah.

Paath, E.F., Rumdasih, Y., dan Heryati. 2004. Gizi Dalam Kesehatan Reproduksi. Jakarta: ECG.

Pahlevi, A.E. 2012. “Determinan Status Gizi Pada Siswa Sekolah Dasar.” Jurnal Kesehatan Masyarakat 7(2):122–26.

Papalia, D.E., Olds, S.W., dan Feldman, R.D. 2001. Human Development. 8th ed. Boston: McGraw-Hill.

Page 97: hubungan pola aktivitas fisik dan pola makan dengan status gizi

Papalia, D.E., Olds, S.W., dan Feldman, R.D. 2010. “Day Type and the Relationship between Weight Status and Sleep Duration in Children and Adolescent.” Australian and New Zealand Journal of Public Health 34(2).

Pemerintah Kota Denpasar. 2015. “Situs Resmi Pemerintah Kota Denpasar.” Retrieved April 26, 2015 (http://www.denpasarkota.go.id/index.php/selayang-pandang/2/Kondisi-Geografi).

Persatuan Ahli Gizi Indonesia. 2009. Kamus Gizi Pelengkap Kesehatan Keluarga. Jakarta: Kompas Media Nusantara.

Pudjiadi, S. 2005. Ilmu Gizi Klinis Pada Anak. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Purwati, S. 2005. Perencanaan Menu Untuk P Enderita Kegemukan. Jakarta: Penebar Swadaya.

Rahmi, N., Azrimaidaliza, dan Edmon. 2009. “Determinan Status Gizi Remaja Putri Di MAN Model.” Jurnal Kesehatan Masyarakat 3(2):72–76.

Restiani, N. 2012. “Hubungan Citra Tubuh, Asupan Energi Dan Zat Gizi Makro Serta Aktivitas Fisik Dengan Status Gizi Lebih Pada Siswa SMP Muhammadiyah. (Thesis).31 Jakarta Timur.”

Rina, R., and Woro Oktia. 2008. “Kebiasaan Makan Fast Food, Konsumsi Serat Dan Status Obesitas Pada Remaja.” Jurnal Kemas 3(2):185–95.

Riskesdas. 2010. Riset Kesehatan Dasar ( RISKESDAS ) Tahun 2010. Jakarta.

Riyadi, H. 1995. “Metode Penelitian Dan Pengukuran Status Gizi. Diktat Program Studi Gizi Masyarakat Dan Sumberdaya Keluarga.” (Thesis).Institut Pertanian Bogor.

Rosita, A. 2012. “Sedentary, Gaya Hidup Nyaman Yang Mengancam Kesehatan.” Kompas Internasional. Retrieved January 30, 2015 (http://kesehatan.kompasiana.com/medis/2012/02/27/sedentary-gaya-hidup-nyaman-yang-mengancam-kesehatan-442706.html).

Ryde. 2011. “Disordered Eating and Unhealthy Weight Reduction Practices among Adolescent Females.” North, Health Sciences, and Kings Cross. 756(1996):748–56.

Page 98: hubungan pola aktivitas fisik dan pola makan dengan status gizi

Sada, M., Hadju, V. dan Djunaedi, M.D. 2012. “Hubungan Body Image, Pengetahuan Gizi Seimbang, Dan Aktifitas Fisik Terhadap Status Gizi Mahasiswa Politeknik Kesehatan Jayapura.” Media Gizi Masyarakat Indonesia, 2(1):44–48.

Santy, R. 2006. “Determinan Indeks Massa Tubuh Remaja Putri Di Kota Bukit Tinggi.” Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional 1(3):134–38.

Sarwono, S.W. 2010. Psikologi Remaja. Jakarta: PT.Raja Grafindo; 2010.

Sastroasmoro, S. dan Ismael, S. 2011. Dasar-Dasar Metodologi Penelitian Klinis. Jakarta: Sagung Seto.

Sayogo, S. 2011. Gizi Remaja Putri. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Sediaoetama, A. 2010. Ilmu Gizi. Jakarta: Dian Rakyat.

Sherwood, Jeffery, French, Hannan, dan Murray. 2000. “Predictors of Weight Gain in the Pound of Prevention Study.” International Jurnal Obesity. 24:395–403.

Sivert, S.S., Sinanovic, dan Osman. 2008. “Dissatisfaction-Is Age A Factor.” Journal Series Philosophy, Psychology, and History 7(1):55–61.

Soekirman. 2006. Hidup Sehat Gizi Seimbang Dalam Siklus Kehidupan Manusia. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.

Spear, B. 1996. Adolescent Growth and Development Dalam Adolescent Nutrition Assessment and Management. New York: Chapman and Hall, New York.

Stang, J., dan Story, M. 2005. “Understanding Adolescent Eating Behavior.” Departement of Health and Human Services US p.1–15;101–2;155. 18.

Subardja, D. 2005. Obesitas Pada Anak, Penyakit Masa Depan Yang Terabaikan Yang Disampaikan Dalam Pertemuan Ilmiah Nasional Dietetic II, Bandung. Bandung.

Sudibjo, P, Arovah, N.I., dan Lakmi, R. 2013. “Tingkat Pemahaman Dan Survei Level Aktivitas Fisik, Status Kecukupan Energi Dan Status Antropometrik Mahasiswa Program Studi Pendidikan Kepelatihan Olahraga FIK UNY.” Medikora 11(2):183–203.

Suhardjo, H, dan Riyadi, H. 1998. Survey Konsumsi Pangan. Bogor.

Page 99: hubungan pola aktivitas fisik dan pola makan dengan status gizi

Sulistyoningsih, H. 2011. Gizi Untuk Kesehatan Ibu Dan Anak. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Supariasa, I.D.N. 2013. Pendidikan & Konsultasi Gizi. edited by Dwi Widiarti. Jakarta: EGC.

Supariasa, I.D.N. 2014. Penilaian Status Gizi. edited by Monica Ester. Jakarta: EGC.

Suryaputra, Kartika, dan Rahayu. 2012. “Perbedaan Pola Makan Dan Aktivitas Fisik Antara Remaja Obesitas Dengan Non Obesitas.” Makara Kesehatan 16:45–50.

Suryowati, D.I. 2005. “Pengaruh Status Gizi Terhadap Prestasi Akademik Siswa Usia 10-12 Tahun SDN Ngagel.”(thesis).

Taheri, S., Lin, L., Austin, D., Young, T., dan Mignot, E. 2004. “Short Sleep Duration Is Associated with Reduced Leptin, Elevated Ghrelin, and Increased Body Mass Index.” PLoS Med 1(3): e62. doi:10.1371/journal.pmed.0010062.

Tarwoto, R.A., Nuraeni, A., Miradwiyana, B., dan Nurbayani, S. 2010. Kesehatan Remaja Problem Dan Solusinya. Jakarta: Salemba Medika.

Tessmer, K.A, Beecher, M., dan Hagen, M. 2006. Conquering Childhood Obesity for Dummies. Indiana: Indianapolis.

Thamrin, M.H, Kusharto, C.M. dan Setiawan, B. 2008. “Kebiasaan Makan Dan Pengetahuan Reproduksi Remaja Putri.” Jurnal Gizi dan Pangan; 3:124–31.

Thøgersen-ntoumani, C., Cumming, J., dan Chatzisarantis, L.D. 2011. “When Feeling Attractive Matters Too Much to Women: A Process Underpinning the Relation between Psychological Need Satisfaction and Unhealthy Weight Control Behaviors.” Motivation and Emotion Springer 35(4):413–22.

Triwinarto, A, Muljati, S., dan Jahari, A.B. 2012. “Cut-Off Point Indeks Massa Tubuh (IMT) Dan Lingkar Perut Sebagai Indikator Risiko Diabetes Dan Hipertensi Pada Orang Dewasa Di Indonesia.” Penel Gizi Makan 2012 35(2):119–35.

Tucci, S. dan Peters, J. 2008. “Media Influences on Body Satisfaction in Female Students.” Psicothema. vol. 20, (4), 20:521–24.

Virgianto, G. dan Purwaningsih, E. 2006. “Konsumsi Fast Food Sebagai Faktor Risiko Terjadinya Obestias Pada Remaja.” (Thesis). Universitas Diponegoro.

Page 100: hubungan pola aktivitas fisik dan pola makan dengan status gizi

Vonderen, K.E. 2012. “Media Effects on Body Image : Examining Media Exposure in the Broader Context of Internal and Other Social Factors.” American Communication Journal. 41 14(2):41–57.

Whitney, E. N., Cataldo, C.B., dan Rolfes, S.R. 1990. Weight Control : Over Weight and Under Weight. Fifth Edit. USA: West/Wadsworth, USA.

WHO. 2013a. Noncommunicable Diseases. Retrieved (http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs355/en/).

WHO. 2013b. Turning the Tide of Malnutrition : Responding to The Challange of the 21 Th Century.

Widajanti, L. 2009. Survei Konsumsi. Semarang: BP UNDIP Semarang.

Wuryani, W. 2008. “Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Status Gizi Remaja Putri SMAN Di Kota Bengkulu Tahun 2007.” (Thesis). Universitas Gadjah Mada.

Page 101: hubungan pola aktivitas fisik dan pola makan dengan status gizi

Lampiran 1. Penjelasan Kepada Calon Responden

PENJELASAN PENELITIAN

JUDUL : HUBUNGAN POLA AKTIVITAS FISIK DAN POLA MAKAN DENGAN STATUS GIZI PADA PELAJAR PUTRI SMA DI DENPASAR UTARA

PENELITIAN : NABILA ZUHDY

LATAR BELAKANG

Status gizi merupakan salah satu indikator kesehatan. Status gizi

remaja yang baik sangat dibutuhkan untuk proses tumbuh kembang remaja

yang maksimal. Permasalahan yang kemudian muncul pada remaja adalah

terjadinya gizi buruk dan gizi lebih yang dipengaruhi beberapa faktor,

diantaranya pola aktivitas dan pola makan. Gizi buruk dapat mengakibatkan

intelegensia rendah dan memberikan dampak pada penurunan prestasi

akademik dan lebih jauh, kekurangan asupan nutrisi juga dapat mengakibatkan

gangguan sistem reproduksi, seperti kejadiaan anemia dan melahirkan bayi

yang memiliki berat badan lahir rendah (BBLR) di kemudian hari. Sedangkan

pada gizi lebih dapat menyebabkan penyakit seperti diabetes, penyakit

jantung, hipertensi, stroke dan penyakit tidak menular lainnya. Penelitian ini

dilakukan untuk mengetahui hubungan pola aktivitas dan pola makan dengan

status gizi pada remaja perempuan di Denpasar Utara.

TUJUAN PENELITIAN

Tujuan Umum

Tujuan umun dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan

pola aktivitas fisik dan pola makan dengan status gizi pada remaja putri di

Denpasar Utara.

Tujuan Khusus

a. Mengetahui hubungan pola aktivitas fisik remaja dengan status gizi remaja

putri di Denpasar Utara.

b. Mengetahui hubungan pola makan remaja dengan status gizi remaja putri

di Denpasar Utara.

Page 102: hubungan pola aktivitas fisik dan pola makan dengan status gizi

MANFAAT PENELITIAN

1. Manfaat Praktis

Penelitian hubungan antara pola aktivitas fisik dan pola makan dengan

status gizi pada remaja putri diharapkan akan menjadi informasi yang

penting untuk mengembangkan strategi pendekatan kepada remaja dan

pengembangan program untuk remaja terkait pemenuhan nutrisi.

2. Manfaat Teoritis

Penelitian mengenai hubungan antara pola aktivitas fisik dan pola makan

dengan status gizi pada remaja putri diharapkan memberikan tambahan

informasi yang berguna untuk kepentingan penelitian selanjutnya yaitu

penelitian kualitatif mengenai faktor internal dan eksternal status gizi

remaja serta praktik pengontrolan berat badan yang dilakukan remaja dan

pola makan remaja yang tidak sehat (fast food).

PROSEDUR PENELITIAN

Keikutsertaan Anda dalam penelitian ini akan terdiri dari:

1. Pengisian kuesioner

2. Wawancara yang akan berlangsung sekitar 20-30 menit. Anda dapat

mengundurkan diri dari penelitian ini atau menolak menjawab pertanyaan

yang tidak Anda sukai. Selama wawancara, kami akan menanyakan hal-

hal tentang diri Anda yang mungkin menurut Anda bersifat pribadi dan

sensitif. Kami akan melakukan segala hal untuk menjaga kerahasiaan dan

anonimitas Anda.

3. Kemudian kami akan melakukan pengukuran tinggi badan, berat badan,

lingkar lengan atas, dan lingkar perut.

KOMPLIKASI

Tidak ada komplikasi yang akan terjadi saat Anda menjadi responden

dalam penelitian ini karena Anda hanya akan diwawancarai dan mengisi

kuesioner serta diukur berat badan, tinggi badan, lingkar lengan atas, dan

lingkar perut.

Page 103: hubungan pola aktivitas fisik dan pola makan dengan status gizi

KERAHASIAAN

Kerahasiaan jawaban akan kami jamin. Semua informasi yang

dikumpulkan akan disimpan hanya dengan mencantumkan kode, dimana nama

Anda sama sekali tidak akan ada di data penelitian ini. Selain itu data

penelitian juga akan ditempatkan pada tempat yang aman dan dengan cara

sedemikian rupa, sehingga informasi itu tidak dapat dikaitkan dengan Anda.

Jawaban Anda juga tidak akan berpengaruh pada nilai Anda di kelas.

Page 104: hubungan pola aktivitas fisik dan pola makan dengan status gizi

Lampiran 2. Formulir Persetujuan

FORMULIR PERSETUJUAN

Setelah mendapat penjelasan secara lisan dan tertulis, dengan ini saya

menyatakan bahwa saya bersedia ikut serta dalam penelitian ini. Apabila saya

merasa dirugikan dikemudian hari, saya berhak menarik diri dari penelitian ini

setiap saat.

Denpasar, ........................................

Yang membuat persetujuan,

Responden,

(Tanda tangan dan nama terang)

Pengambil Data,

(Tanda tangan dan nama terang)

Page 105: hubungan pola aktivitas fisik dan pola makan dengan status gizi

Lampiran 3. Formulir Penelitian

FORMULIR PENELITIAN HUBUNGAN POLA AKTIVITAS FISIK

DAN POLA MAKAN DENGAN STATUS GIZI PADA PELAJAR

PUTRI SMA KELAS 1 DI DENPASAR UTARA

Pengenalan Tempat (diisi oleh fasilitator)

Kode Sekolah Tanggal Pengambilan Data

(dd/mm/yyyy)

__/__/ __

Nama Pengumpul data

Tanda tangan pengumpul data

Blok 1. Karakteristik

101 Tanggal lahir (dd/mm/yyyy) __/__/____

102 Dimana Anda tinggal 1. Rumah orangtua 2. Kos 3. Saudara (selain orang tua) 4. Lainnya, (sebutkan _____________)

103 Berapa lama Anda tidur dalam sehari? (dalam jam) 1. Tidur siang ____________________ jam 2. Tidur malam __________________ jam

104 Berat badan (dalam kilogram), tinggi badan (dalam cm), lingkar lengan atas (dalam cm), lingkar perut (dalam cm) BB : ____________ kg

TB : ____________ cm

LLA : ____________ cm

Lingkar perut : ____________ cm

Blok 2. Pengontrolan berat badan yang tidak sehat (unhealthy weight control)

201 Apakah Anda melakukan praktik diet (mengontrol berat badan) dalam setahun terakhir ?

1. Ya 2. Tidak

202

Apakah Anda hanya memakan beberapa jenis makanan (pantang makan) untuk menurunkan berat badan? jika TIDAK, lanjut pertanyaan 203

1. Ya 2. Tidak

203 Makanan apa saja yang pantang Anda makan? (sebutkan)

Page 106: hubungan pola aktivitas fisik dan pola makan dengan status gizi

Blok 3. Adolescent Physical Activity Recall Questionnaire (APARQ) atau Kuesioner Aktivitas Fisik Remaja

A. Aktivitas Fisik Terorganisir

Ini adalah beberapa pertanyaan tentang olahraga terorganisir dan permainan yang Anda lakukan di sekolah, sebelum dan setelah sekolah dan pada akhir pekan. TIDAK TERMASUK LIBUR SEKOLAH. Silakan pikirkan seminggu yang normal dan menulis dalam tabel di bawah ini: olahraga atau permainan yang biasanya Anda lakukan, berapa kali dalam seminggu biasanya Anda melakukannya, dan jumlah waktu yang biasa Anda habiskan untuk melakukannya. Jika Anda tidak melakukan kegiatan yang terorganisasi, silakan menulis " nol " pada baris pertama tabel

No Olahraga

Frekuensi (Jumlah kali per

minggu yang Anda melakukannya)

Durasi (Jumlah waktu yang

dihabiskan setiap kali Anda melakukannya)

Total

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15

B. Aktivitas Fisik Yang Tidak Terorganisir Ini adalah beberapa pertanyaan tentang olahraga terorganisir dan permainan yang Anda lakukan di sekolah , sebelum dan setelah sekolah dan pada akhir pecan. TIDAK TERMASUK LIBUR SEKOLAH. Silakan pikirkan seminggu yang normal dan menulis dalam tabel di bawah ini : olahraga atau permainan yang biasanya Anda lakukan, berapa kali dalam seminggu biasanya

Page 107: hubungan pola aktivitas fisik dan pola makan dengan status gizi

Anda melakukannya, dan jumlah waktu yang biasa Anda habiskan untuk melakukannya. Jika Anda tidak melakukan kegiatan yang terorganisasi, silakan menulis " nol " pada baris pertama tabel.

No

Olahraga

Frekuensi (Jumlah kali per

minggu yang Anda melakukannya)

Durasi (Jumlah waktu yang dihabiskan setiap kali Anda melakukannya)

Total

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

C. Aktivitas Fisik Lainnya Ini merupakan aktivitas fisik lainnya di luar kegiatan yang sudah Anda tuliskan di atas, misalnya ekstrakurikuler dan les tambahan.

No Kegiatan

Frekuensi (Jumlah kali per

minggu yang Anda melakukannya)

Durasi (Jumlah waktu yang

dihabiskan setiap kali Anda melakukannya)

Total

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Page 108: hubungan pola aktivitas fisik dan pola makan dengan status gizi

Blok 5. Kuesioner Semikuantitatif Frekuensi Pangan

Nama Makanan Berat

(gram) Porsi S

Frekuensi Porsi Rata-rata

Berat

x/H

x/M

x/B

x/T

K S B x/H g/H

A. Sumber Karbohidrat Nasi 100 ¼ gls Roti Tawar 80 4 lb Singkong 120 1,5 ptg Ubi Jalar 150 1 bj Biskuit 40 4 bh Bihun 50 ½ gls Kentang 200 2 bh Gula pasir 10 1 sdm B. Sumber Protein Hewani Daging Ayam 50 1 ptg Daging Sapi 50 1 ptg Daging Bebek 50 1 ptg Daging Kambing 50 1 ptg Daging Babi 50 1 ptg Telur Ayam 50 1 btr Telur Bebek 60 1 btr Telur bebek asin 60 1 btr Ikan Asin 15 1 ptg Ikan Lele 40 ½ ekor Ikan Bandeng 25 1 ptg Bakso 170 10 biji Udang 35 5 ekor Susu bubuk 8 1 sdm Susu Sapi 200 1 gls C. Sumber Protein Nabati Tempe 25 1 ptg Tahu 75 1 bj Kacang Hijau 20 2 sdm D. Sayuran

Bayam 25 1 sdm Kangkung 75 ¾ gls Wortel 50 1 ptg Tomat 25 1 bh Sawi Hijau 60 ¾ gls Tauge 70 1 gls Terong 30 1 sdm Buncis 20 1 sdm Kacang Panjang 10 1 sdm Kembang Kol 12 1 sdm Labu Siam 20 1 sdm

Page 109: hubungan pola aktivitas fisik dan pola makan dengan status gizi

E. Buah-buahan

Jambu Biji 75 1 bh Jambu Air 40 1 bh Apel 85 ½ bh

Mangga 90 ½ bh Jeruk 110 1 bh Pisang 50 1 bh Pepaya 110 1 ptg Nanas 95 1 ptg Duku 80 8 bh Manggis 80 1 bh Anggur 165 8 bh Nangka 45 3 bh Rambutan 75 4 bh Semangka 180 1 ptg Belimbing 140 1 bh Melon 150 1 ptg Alpukat 60 ½ bh

F. Serba-serbi

Teh 5 1 sdm Kopi 5 1 sdm Sirup 10 1 sdm Madu 15 1 sdm G. Camilan

H. Lainnya

Keterangan: bh=buah, sdm=sendok makan, prg=piring, gls=gelas, ptg=potong, lbr=lembar, btr=butir.

Page 110: hubungan pola aktivitas fisik dan pola makan dengan status gizi

Blok 6. Konsumsi Fast Food

Nama Makanan Berat

(gram) Porsi

Frekuensi Porsi Rata-rata

Berat

x/H

x/M

x/B

x/T

K S B x/H g/H

Fast Food Ayam goreng Kentang goreng Burger Pizza Spaggetti Donat Mie instan

Soda Soda

Lainnya

Page 111: hubungan pola aktivitas fisik dan pola makan dengan status gizi

Lampiran 4. Protokol Pengukuran Antropometri

PROTOKOL PENGUKURAN ANTROPOMETRI

Berikut cara pengukuran antropometri responden (Departemen Kesehatan RI,

2007).

1. Pengukuran Berat Badan

a. Alat: timbangan berat badan digital.

Timbangan berat badan digital sangat sederhana penggunaannya, namun

diperlukan pelatihan petugas agar mengerti dan dapat menggunakannya secara

sempurna. Pedoman penggunaan timbangan berat badan ini harus dipelajari

dengan benar untuk hasil yang optimal. Berikut ini adalah langkah-langkah dalam

menggunakan timbangan digital.

b. Persiapan

1) Ambil timbangan dari kotak karton dan keluarkan dari bungkus

plastiknya

2) Letakan alat timbang pada lantai yang datar

3) Responden yang akan ditimbang diminta membuka alas kaki dan jaket

serta mengeluarkan isi kantong yang berat.

c. Prosedur penimbangan responden dewasa

1) Responden diminta naik ke alat timbang dengan posisi kaki tepat di

tengah alat timbang tetapi tidak menutupi jendela baca .

2) Perhatikan posisi kaki responden tepat di tengah alat timbang, sikap

tenang (jangan bergerak-gerak) dan kepala tidak menunduk (memandang

lurus kedepan)

Page 112: hubungan pola aktivitas fisik dan pola makan dengan status gizi

3) Angka di kaca jendela alat timbang akan muncul, dan tunggu sampai

angka tidak berubah (statis)

4) Catat angka yang terakhir (ditandai dengan munculnya tanda bulatan O

diujung kiri atas kaca display) dan isikan pada kolom:

5) Minta responden turun dari alat timbang

6) Alat timbang akan off secara otomatis.

7) Untuk menimbang responden berikutnya, ulangi prosedur 1 s/d 6.

Demikian pula untuk responden berikutnya.

2. Pengukuran Tinggi Badan

Pengukuran tinggi badan (cm) dimaksudkan untuk mendapatkan data tinggi

badan semua kelompok umur, agar dapat diketahui status gizi penduduk.

a. Alat : microtoise dengan kapasitas ukur 2 meter dan ketelitian 0,1 cm.

b. Persiapan (cara memasang microtoise) :

1) Gantungkan bandul benang untuk membantu memasang microtoise di

dinding agar tegak lurus.

2) Letakan alat pengukur di lantai yang datar tidak jauh dari bandul tersebut

dan menempel pada dinding. Dinding jangan ada lekukan atau tonjolan

(rata).

3) Tarik papan penggeser tegak lurus keatas, sejajar dengan benang

berbandul yang tergantung dan tarik sampai angka pada jendela baca

menunjukkan angka 0 (nol). Kemudian dipaku atau direkat dengan lakban

pada bagian atas microtoise. Untuk menghindari terjadi perubahan posisi

Page 113: hubungan pola aktivitas fisik dan pola makan dengan status gizi

pita, beri lagi perekat pada posisi sekitar 10 cm dari bagian atas

microtoise.

c. Prosedur pengukuran tinggi badan

1) Minta responden melepaskan alas kaki (sandal/sepatu), topi (penutup

kepala).

2) Pastikan alat geser berada diposisi atas.

3) Reponden diminta berdiri tegak, persis di bawah alat geser.

4) Posisi kepala dan bahu bagian belakang, lengan, pantat dan tumit

menempel pada dinding tempat microtoise di pasang.

5) Pandangan lurus ke depan, dan tangan dalam posisi tergantung bebas.

6) Gerakan alat geser sampai menyentuh bagian atas kepala responden.

Pastikan alat geser berada tepat di tengah kepala responden. Dalam

keadaan ini bagian belakang alat geser harus tetap menempel pada

dinding.

7) Baca angka tinggi badan pada jendela baca ke arah angka yang lebih besar

(ke bawah). Pembacaan dilakukan tepat di depan angka (skala) pada garis

merah, sejajar dengan mata petugas.

8) Apabila pengukur lebih rendah dari yang diukur, pengukur harus berdiri di

atas bangku agar hasil pembacaannya benar.

9) Pencatatan dilakukan dengan ketelitian sampai satu angka dibelakang

koma (0,1 cm). Contoh 157,3 cm; 160,0 cm; 163,9 cm.

Keterangan : Keterbatasan microtoise adalah memerlukan tempat dengan

permukaan lantai dan dinding yang rata, serta tegak lurus tanpa tonjolan atau

Page 114: hubungan pola aktivitas fisik dan pola makan dengan status gizi

lengkungan di dinding. Bila tidak ditemukan dinding yang rata dan tegak lurus

setinggi 2 meter, cari tiang rumah atau papan yang dapat digunakan untuk

menempelkan microtoise.

3. Pengukuran LILA

Pengukuran lingkar lengan atas dimaksudkan untuk mengetahui prevalensi

wanita usia subur umur 15–45 tahun dan ibu hamil yang menderita Kurang Energi

kronis (KEK).

a. Alat : pita LILA sepanjang 33 cm dengan ketelitian 0,1 cm atau meteran

kain.

b. Persiapan

1) Pastikan pita LILA tidak kusut, tidak terlipat-lipat atau tidak sobek

2) Jika lengan responden > 33cm, gunakan meteran kain

3) Responden diminta berdiri dengan tegak tetapi rileks, tidak memegang

apapun serta otot lengan tidak tegang

4) Baju pada lengan kiri disingsingkan keatas sampai pangkal bahu terlihat

atau lengan bagian atas tidak tertutup.

c. Pengukuran

Sebelum pengukuran, dengan sopan minta izin kepada responden bahwa

petugas akan menyingsingkan baju lengan kiri responden sampai pangkal

bahu. Bila responden keberatan, minta izin pengukuran dilakukan di dalam

ruangan yang tertutup.

Page 115: hubungan pola aktivitas fisik dan pola makan dengan status gizi

1) Tentukan posisi pangkal bahu.

2) Tentukan posisi ujung siku dengan cara siku dilipat dengan telapak tangan

ke arah perut.

3) Tentukan titik tengah antara pangkal bahu dan ujung siku dengan

menggunakan pita LILA atau meteran, dan beri tanda dengan

pulpen/spidol (sebelumnya dengan sopan minta izin kepada responden).

Bila menggunakan pita LILA perhatikan titik nolnya.

4) Lingkarkan pita LILA sesuai tanda pulpen di sekeliling lengan responden

sesuai tanda (di pertengahan antara pangkal bahu dan siku).

5) Masukkan ujung pita di lubang yang ada pada pita LILA.

6) Pita ditarik dengan perlahan, jangan terlalu ketat atau longgar.

7) Baca angka yang ditunjukkan oleh tanda panah pada pita LILA (kearah

angka yang lebih besar).

8) Tuliskan angka pembacaan pada kuesioner

Hal- hal yang perlu diperhatikan dalam pengukuran LILA adalah

pengukuran dilakukan di bagian tengah antara bahu dan siku lengan kiri (kecuali

orang kidal diukur lengan kanan). Lengan harus dalam posisi bebas, lengan baju

dan otot lengan dalam keadaan tidak tegang atau kencang. Alat pengukur dalam

keadaan baik, dalam arti tidak kusut atau sudah dilipat-lipat sehingga

permukaannya tidak rata (Supariasa, 2014).

Page 116: hubungan pola aktivitas fisik dan pola makan dengan status gizi

4. Pengukuran Lingkar Perut

a. Alat yang dibutuhkan:

1) Ruangan yang tertutup dari pandangan umum. Jika tidak ada gunakan

tirai pembatas.

2) Pita pengukur

3) Spidol atau pulpen

b. Teknik pengukuran lingkar perut adalah sebagai berikut

1) Meminta pasien/responden untuk membuka pakaian bagian atas atau

menyingkapkan pakaian bagian atas dan raba tulang rusuk terakhir

responden untuk menetapkan titik pengukuran.

2) Tetapkan titik batas tepi tulang rusuk paling bawah dan tetapkan titik

ujung lengkung tulang pangkal panggul.

3) Tetapkan titik tengah di antara titik tulang rusuk terakhir titik ujung

lengkung tulang pangkal paha/panggul dan tandai titik tengah tersebut

dengan alat tulis.

4) Minta responden untuk berdiri tegak dan bernafas dengan normal

(ekspirasi normal).

5) Lakukan pengukuran lingkar perut dimulai/diambil dari titik tengah

kemudian secara sejajar horizontal melingkari pinggang dan perut

kembali menuju titik tengah diawal pengukuran

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pengukuran lingkar perut yang benar

yaitu dilakukan dengan menempelkan pita pengukur diatas kulit langsung.

Pengukuran di atas pakaian sangat tidak dibenarkan. Apabila tidak bersedia

Page 117: hubungan pola aktivitas fisik dan pola makan dengan status gizi

membuka/menyingkap pakaian bagian atasnya, pengukuran dengan menggunakan

pakaian yang sangat tipis (kain nilon, silk) diperbolehkan dan beri catatan pada

kuesioner.

Page 118: hubungan pola aktivitas fisik dan pola makan dengan status gizi